Surat Terbuka untuk Ketua DPR Setya Novanto Mencermati jalannya persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang menyidangkan Ketua DPR Setya Novanto 15 Desember 2015 18:20 Paulus Mujiran OPINI dibaca: 252
Bapak Ketua DPR yang Terhormat, Mencermati jalannya persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang menyidangkan Bapak, jujur saya sangat kecewa. Saya kecewa karena Bapak tidak menunjukkan diri sebagai seorang negarawan yang baik. Sebagai Ketua DPR, mestinya Bapak dapat menunjukkan keteladanan dengan meminta sidang secara terbuka dan membiarkan para anggota MKD “menguliti” informasi secara dalam dan leluasa terhadap Bapak. Bapak terkesan sebagai pengecut; berani berbuat, tetapi tidak berani bertanggung jawab. Berani bertemu dengan Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia untuk meminta saham 11 persen atas nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, namun Bapak tidak berani mempertanggungjawabkan isi pertemuan itu kepada publik. Nama Bapak sebagai ketua lembaga tinggi negara tentu sangat dirugikan dengan hal ini. Apalagi ini langsung menyasar jantungnya lembaga DPR karena ketuanya yang diduga terlibat. Namun sayang, Bapak tidak bersedia mengonfirmasi beragam tuduhan miring tersebut. Padahal, tuduhan miring yang tidak terklarifikasi sering dianggap hal yang benar. Forum persidangan MKD mestinya menjadi ajang strategis mengklarifikasi berbagai tuduhan miring yang dialamatkan kepada Bapak, termasuk di media sosial tidak dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Bahkan anggota MKD yang berasal dari Partai Golkar diganti dengan orang-orang yang dekat dengan Bapak untuk “menyelamatkan” Anda. Hal yang menjadi pertanyaan publik, seberapa pentingkah sosok Setya Novanto di Partai
1
Golkar sehingga harus dibela mati-matian, termasuk mengorbankan nama besar dan kehormatan partai? MKD pun memperlakukan Bapak secara tidak adil. Ketika sidang MKD memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Ma’ruf Sjamsoeddin, sidang dilaksanakan secara terbuka sehingga dapat ditonton jutaan rakyat Indonesia. Namun, saat MKD menyidangkan Bapak, selain dilaksanakan secara tertutup, juga terkesan diundur-undur. Bahkan, beberapa anggota majelis MKD dari partai Koalisi Merah Putih (KMP) diganti oleh “orang-orang” Bapak. Persidangan apa-apaan ini? Setahu saya dalam persidangan di lembaga peradilan umum atau konstitusi, saksi, terdakwa, atau tersangka tidak pernah memilih anggota majelis yang pro kepadanya. Hancurlah martabat penegakan hukum kalau majelis hakimnya memilih sendiri. Dari pergantian anggota MKD yang pro Bapak saja sudah terkesan cacat legitimasi dan layak untuk dipersoalkan. Begitu pun Bapak menggunakan pengaruh untuk menunda-nunda persidangan dengan harapan MKD masuk angin. Sidang yang mestinya dilaksanakan pukul 09.00 WIB atas permintaan Bapak dimundurkan menjadi pukul 13.00 WIB. Bapak sengaja menggunakan pengaruhnya untuk menyetir MKD. Itu pun sepanjang persidangan hanya diisi pembelaan (pledoi) terhadap Bapak, termasuk mempermasalahkan legalitas rekaman yang dilakukan Presdir PT Freeport Ma’ruf Sjamsoeddin. Persoalan legalitas rekaman sebenarnya sudah selesai ketika MKD memutuskan sidang dilanjutkan dengan memanggil saksi. Pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang menyebutkan adanya pengakuan dari saksi yang melakukan perekaman, bukti itu legal. Selama ini baik kepolisian, kejaksaan, dan KPK selalu menjadikan bukti rekaman sebagai barang bukti permulaan. Seorang pencuri sepeda motor di pusat perbelanjaan dapat ditangkap berdasarkan bukti kamera CCTV. Begitu juga dalam mengusut bom, kepolisian berulang kali melakukan penyelidikan berdasarkan rekaman kamera pengintai. Semua orang tahu rekaman yang diakui perekamnya itu sah. Jika legalitas rekaman dipermasalahkan, banyak kasus hukum di negeri ini tidak akan terungkap. Justru dengan mempermasalahkan bukti rekaman Bapak sebenarnya tengah menutupi persoalan yang sesungguhnya. Aneh, sebagai Ketua DPR yang bertugas membuat undang-undang seperti sengaja tidak mengerti hukum. Bapak Setya Novanto yang terhormat, Sikap Bapak yang tidak jelas terkait rekaman yang dipermasalahkan justru mengorbankan lembaga yang Bapak pimpin. Sikap Bapak terhadap MKD yang terkesan
2
melecehkan bahkan dijadikan bumper untuk tidak melanjutkan kasus ini membuat martabat MKD hancur. Apakah tidak pernah terpikirkan para anggota MKD akan ditertawakan oramg ketika pulang ke kampung halaman? Terlebih lagi tidak hanya integritas MKD yang dipertaruhkan lembaga DPR secara keseluruhan juga ikut kena imbasnya. Padahal, masih banyak anggota DPR yang berintegritas dan bernurani bersih, tetapi terkena dampaknya. Lupakah Bapak bahwa jabatan termasuk Ketua DPR itu hanya amanah dan titipan. Sekali jabatan itu tidak dipergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan dan kemaslahatan umat, jabatan itu justru menjadi beban. Kini ketika Kejaksaan Agung sudah mulai bergerak mengusut kasus ini, persidangan MKD sebentar lagi pasti dilupakan orang. Tidak ada yang tersisa dari MKD selain cercaan, makian, dan amarah publik. Bapak Ketua DPR yang baik, Dengan terus bergeming terhadap permasalahan ini akhirnya yang kena imbas adalah Partai Golkar tempat Bapak bernanung. Publik mempertanyakan mengapa partai lebih membela Bapak ketimbang masa depan partai. Dalam Pilkada Serentak 9 Desember, beberapa kader yang diusung Partai Golkar kalah. Sadarkan Bapak bahwa rakyat mulai menghukum Partai Golkar dengan tidak mendukung calon yang diusung dalam pilkada. Ketika Partai Golkar sedang dilanda perpecahan dan dualisme pengurus, kepercayaan publik adalah mutlak. Meski suara-suara di luar nyaring agar Bapak mengundurkan diri termasuk dari internal partai, Bapak tetap bergeming. Bisa jadi ini menjadi ujian bagi Bapak apakah benar-benar kuat ataukah kelak juga roboh ditekan tekanan publik yang bertubi-tubi. Publik hanya berharap kegaduhan dan polemik yang terus-menerus terjadi dan menyita energi rakyat segera berakhir. Dalam sejarah bangsa ini, kemenangan akhirnya memang diraih mereka yang bernurani. Posisi Bapak sekarang ini bisa jadi secara politik masih amat kuat karena dibela dari mana-mana. Namun akhirnya, Bapak akan berhadapan suara dan kehendak rakyat. Konon, suara rakyat adalah suara Tuhan. Mirip slogan partai Bapak suara Golkar adalah suara rakyat, tetapi mengapa kini suara-suara rakyat itu sengaja tidak didengarkan. Boleh jadi kemarahan Presiden Joko Widodo tidak akan berarti banyak bagi Bapak. Malahan terjadi serangan balik kepada menteri ESDM yang kini sudah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Sekali lagi saya berharap, Bapak Setya Novanto kembali ke suara hati nurani dan tidak mengorbankan rakyat. Penulis adalah Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang.
3
Sumber : Sinar Harapan
Nasib Setya Novanto Diputuskan Pekan Ini MKD tak membutuhkan kesaksian Muhammad Riza Chalid untuk menghakimi Setya Novanto. 15 Desember 2015 20:00 James Manullang Politik dibaca: 145
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan (kanan) berjalan seusai mengambil sumpah pada sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/12). Luhut Panjaitan akan memberikan kesaksian pada sidang etik MKD DPR terkait kasus dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak Freeport. JAKARTA – Makamah Kehormatan Dewan (MKD) akan segera mengeluarkan putusan terhadap Ketua DPR, Setya Novanto, terkait kasus “papa minta saham” yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK), pada pekan ini. Setelah memeriksa pengadu, Menteri ESDM Sudirman Said, teradu Setya Novanto, serta saksi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dan mantan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan; MKD merasa sudah memiliki cukup bukti untuk mengeluarkan putusan. “Kami akan putuskan Rabu nanti,” kata Wakil Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, di gedung
4
DPR, Jakarta, Senin (14/12). Keputusan terhadap nasib Setya Novanto, Wakil Ketua Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie tersebut tak menunggu pemeriksaan terhadap pengusaha Muhammad Riza Chalid, yang juga terlibat dalam rekaman pembicaraan yang dilakukan Maroef Sjamsuddin. Menurut Sufmi Dasco Ahmad, pemeriksaan terhadap Muhammad Riza Chalid tak perlu dilakukan karena yang bersangkutan masih berada di luar negeri. “Riza sementara tadi tidak (dipanggil-red). Kemudian dapat informasi ia di luar negeri. Jadi, kesimpulan rapat kami cukup, tidak memanggil,” ujarnya. Ia menjelaskan, Muhammad Riza Chalid tak dipanggil lagi karena MKD harus mengeluarkan putusan sebelum masa sidang DPR berakhir. Putusan MKD akan berdasarkan fakta dan bukti persidangan, yang saat ini sudah dianggap cukup memenuhi syarat yang dibutuhkan. Namun, Wakil Ketua MKD Junimar Girsang mengaku kecewa dengan keputusan rapat MKD yang tidak memanggil Muhammad Riza Chalid. “Menurut sebagian teman-teman, tidak diperlukan lagi (menghadirkan Muhammad Riza-red). Tapi, saya minta dicatat bahwa saya bersikeras untuk tetap dihadirkan,” tutur anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut. Ia mengatakan, MKD memang tidak menunggu rekaman asli pembicaraan antara Setya Novanto, Muhammad Riza Chalid, dan Maroef Sjamsuddin, yang saat ini berada di Kejaksaan Agung untuk menjatuhkan sanksi kepada Setya Novanto. Alasannya, ada surat dari Maroef Sjamsuddin bahwa yang bersangkutan tidak akan memberikan alat bukti tersebut. “Karena ada surat dari MS tidak akan memberikan alat bukti tersebut kepada siapa pun, rapat internal memutuskan tidak memerlukan lagi alat bukti tersebut,” ucapnya. Kesaksian Luhut Senin (14/12), MKD telah mendengar keterangan dari mantan Kepala Staf Kepresidenan yang juga Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan. Anggota MKD Sarifuddin Sudding mengatakan, kesaksian Luhut dalam sidang tak memengaruhi keputusan yang dibuat pihaknya. Itu karena Luhut tidak terlibat dalam pertemuan “papa minta saham” tersebut. “Nyaris tak ada poin penting dari penjelasan Pak Luhut terkait pelanggaran kode etik Setya Novanto. Tidak banyak hal yang dijadikan pertimbangan MKD dalam membuat
5
keputusan,” katanya. Ia menjelaskan, sejak awal memang keterangan Luhut Pandjaitan sebenarnya tak diperlukan. Hanya saja, nama yang bersangkutan disebut berkali-kali oleh ketiga orang tersebut. Luhut berharap MKD dapat menyelesaikan permasalahan dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto dengan baik, tanpa harus menimbulkan kegaduhan. “Penyelesaian hukum dan etika bisa diselesaikan tanpa kegaduhan,” ujar Luhut. Ia mengungkapkan, kehadirannya dalam sidang MKD juga dimaksudkan untuk meredam kegaduhan dalam kasus tersebut. Kegaduhan politik seperti kasus Setya Novanto bisa memengaruhi situasi ekonomi. “Saya hadir di sini untuk redam kegaduhan; supaya jelas permasalahannya,” ucap Luhut. Ia juga menegaskan sikap Presiden Jokowi dan Wapres JK dalam kasus PT Freeport sudah sangat jelas. “Presiden punya sikap jelas soal masalah ini. Tidak perlu diragukan sikap presiden. Saya sebagai pembantunya juga,” katanya. Didesak Mundur Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta, Agung Laksono, meminta Setya Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR. “Saya minta saudara Setya Novanto mundur secara kesatria dari jabatan Ketua DPR,” ujar Agung Laksono menegaskan di Jakarta, kemarin. Ia menjelaskan, penjelasan Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin sebagai saksi telah secara gamblang menunjukkan tindakan dilakukan Setya Novanto melanggar kode etik DPR. Setya Novanto diminta tak perlu berdalih bahwa ia bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid bertemu dengan Maroef Sjamsoeddin dalam kapasitas pribadi. Sikap Setya Novanto yang enggan melepaskan jabatan justru akan mendelegitimasi lembaga DPR dan merugikan citra Partai Golkar. Agung Laksono mendukung MKD segera mengeluarkan sanksi berat kepada Setya Novanto. (*)
Sumber : Sinar Harapan
6