Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 Peraturan Bank Indonesia No. 14/24/PBI/2012 Puspitawati, Harfiah. 2010. Penilaian Perusahaan Merjer PT. Bank Niaga Tbk. dan PT. Bank LippoTbk. Menjadi PT. Bank CIMB Niaga Tbk. (Terkait Single Presence Policy). Tesis. Program Studi Magister Manajemen. Universitas Indonesia, Jakarta. Samosir, Agunan P. 2003. Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Bergabung Sebagai Bank Rekapitalisasi, Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan vol. 7 No.1. Suprabowo, Bambang. 2001. Analisis Keberhasilan Merger PT. Bank Mandiri (Persero). Tesis, Program Studi Magister Manajemen. Universitas Diponegoro, Semarang. Suyatno, Thomas. 1997. Kelembagaan Perbankan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sekaran, U and Bougie, R. 2006. Research Methods for Business. 5th edition. John Wiley & Sons, UK. Susilo, Sri, Triandaru, Sigit dan Santoso, Totok B. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Salemba Empat, Jakarta. Sutrisno dan Sumarsih. 2004. Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi terhadap Pemegang Saham di BEJ Perbandingan Akuisisi Internal dan Eksternal. JAAI Volume 8 No.2. Suwardi. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger Pada PD Bank BPR BKK Purwodadi. Tesis S-2 Magister Manajemen. Universitas Diponegoro, Semarang. Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wangi, Annisa M. Cempaka. 2010. Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2009. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro: Semarang. Zainuddin dan Hartono, Jogiyanto. 1999. Manfaat Rasio Keuangan dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba: Suatu Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 81
Koch, Timothy W. Dan S. Scott MacDonald. 2000. Bank Management. Hartcourt College Publishers. 4th edition, Orlando. Kurnia, Indra dan Mawardi, Wisnu. 2012. Analisis Pengaruh BOPO, EAR, LAR, dan Firm Size Terhadap Kinerja Keuangan. Diponegoro Journal of Management. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012. Kusmargiani, Ida S. 2006. Analisis Efisiensi Operasional ddan Efisiensi Profitabilitas Pada Bank yang Merger dan Akuisisi di Indonesia.Tesis. Program Studi Magister Manajemen. Universitas Diponegoro, Semarang. Kusumaningsih, Yeni. 2010. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger Pada PD BPR BKK Kabupaten Kendal. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang. Laporan Keuangan Publikasi Bank Lippo 2006-2007. (www.bi.go.id) Laporan Keuangan Tahunan (http://www.cimbniaga.com)
Bank
CIMB
Niaga
2006-2012.
Martono. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan. Ekonisia FE UII, Yogyakarta Merger Report Bank CIMB Niaga. 2009. www.cimbniaga.com Mudrajad, S. Kuncoro. 2002. Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi. Juli, Edisi 1. BPFE, Yogyakarta. Mutamimah. 2009. Tunneling atau Value Added Dalam Strategi Merger dan Akuisisi Di Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, No. 2, Agustus 2009. Nasser, Etty M. dan Aryati Titik. 2000. Model Analisis CAMEL untuk Memprediksi Financial Distress Pada Sektor Perbankan yang Go Publik. JAAI Volume 4 No.2, Surakarta. Payamta dan Machfoedz Mas’ud. 1999. Evaluasi Kinerja Perusahaan Perbankan Sebelum dan Sesudah menjadi Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Kelola No.20/VIII/1999. Payamta dan Nursholihah. 2001. Pengaruh Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan Publik di Indonesia. Jurnal Bisnis Manajemen, Vol.1. No. 1. Payamta dan Setiawan. 2004. Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7. No. 3. 80
DAFTAR PUSTAKA
Arsitektur Perbankan Indonesia. 2004. Bank Indonesia Bank Indonesia, 1998. Undang-undang Republik Indonesia No. 10/1998 Tentang Perubahan Undang-undang Republik Indonesia No. 7/1992 Tentang Perbankan. Bank Indonesia, Jakarta. Brealey, Richard A., Myers, Stewart C. Dan Marcus, Alan J. 2007. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta. Brigham, E. F dan Houston, J. E. 1998. Fundamentals of Financial Management. Edisi 8. The Dryden Press, New York. Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta. Dewi, Made Sri Utami. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahaan Go Public di PT. BEI. Skripsi, Sarjana Jurusan Akuntansi, Fakultas ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar. Hadiningsih, Murni. 2007. Analisis Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan Diakuisisi di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Skripsi, Sarjana Jurusan Manajemen Keuangan, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Hamzah, Amir. 2006. Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse Stock Spilt di PT. Bursa Efek Jakarta. Jurnal MM Vol. 4. No. 8. Artikel 2. Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Keenam. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta Hartono, Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Ketujuh. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta Helfert. 2000. Techniques of Financial Analysis: A Guide to Value creation. McGraw-Hill, Singapore. Hitt, A. Michael. 2002. Merger dan Akuisisi: Panduan Meraih Laba Bagi Para Pemegang Saham. Edisi Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan, Edisi Pertama, Cetakan Kelima. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
79
lebih luas. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan menambah periode tahun penelitian. 2) Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini juga hanya rasio yang digunakan dalam analisis CAMEL. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan rasio-rasio keuangan lain agar dapat menangkap hal-hal selain yang terurai dalam penelitian ini. 3) Sedangkan untuk melihat reaksi pasar, pada penelitian ini hanya menggunakan abnormal return pada 10 hari sebelum merger dan 10 hari sesudah merger. Mungkin apabila periode penelitian ditambah, akan lebih menggambarkan reaksi pasar yang terjadi akibat adanya aktivitas merger.
78
V.2 Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Hal ini dikarenakan beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini. Beberapa keterbatasan tersebut antara lain: 1) Peneliti masih belum mengetahui metode yang lebih tepat dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan perbankan, terlebih hanya menggunakan sedikit data dan hanya ditunjukkan dengan tabel juga grafik trend. 2) Dalam menilai sinergi pun peneliti hanya melakukannya dengan melihat nilai ekuitas sebelum dan sesudah merger yang kemudian dilihat proporsi masing-masing kepemilikan untuk mengetahui tambahan kemakmuran yang didapat masing-masing bank legacy. 3) Begitupun dengan melihat reaksi pasar yang terjadi setelah merger, peneliti mengalami kesulitan. Karena hanya menggunakan satu sampel perusahaan, maka tidak dapat dilakukan uji statistika. Sehingga dalam penelitian ini data analisis hanya disajikan dengan tabel dan grafik trend.
V.3 Saran Saran yang dapat diberikan peneliti kepada pembaca yang menjadikan penelitian ini sebagai bahan rujukan adalah: 1) Pada penelitian ini hanya digunakan data dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah. Sehingga belum dapat menggambarkan dampak merger yang
77
V.1.2 Sinergi Aktivitas merger memberikan tambahan kemakmuran bagi masing-masing bank legacy, yang kemudian disebut sinergi. Sinergi merupakan salah satu indikator keberhasilan merger dan sinergi yang diperoleh Bank Lippo dan Bank Niaga adalah sebesar Rp1.337,794 miliar. Masing-masing mantan pemegang saham bank legacy mendapat bagian saham Bank CIMB Niaga sesuai dengan proporsi kepemilikan saham pada periode sebelum merger yaitu Bank Niaga sebesar 54,67% dan Bank Lippo sebesar 45,33%. Dengan begitu sudah jelas terlihat bahwa mantan pemegang sahm Bank Niaga mendapat tambahan kemakmuran lebih besar dibandingkan tambahan kemakmuran yang diperoleh mantan pemegang saham Bank Lippo. V.1.3 Reaksi Pasar Aktivitas merger Bank Lippo dan Bank Niaga yang menghasilkan Bank CIMB Niaga mengandung informasi bagi investor dan yang ditunjukkan dari reaksi pasar dengan memberikan abnormal return. Sehingga dapat dikatakan terdapat reaksi pasar dari adanya peristiwa merger tersebut. Reaksi pasar ini juga menunjukkan efisiensi pasar bentuk setengah kuat, dimana harga sekuritas mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Namun, dalam bentuk efisiensi pasar seperti ini, tidak ada investor atau grup dari investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan abnormal return dalam jangka waktu yang lama.
76
2) Dari sisi kualitas aset yang diproksi dengan PPAP, menunjukkan penurunan sebesar 0,32% dari 3,41% pada tahun 2009 menjadi 3,09% di tahun 2010. Ini berarti aktivitas merger pada dua tahun setelah merger belum bisa memperbaiki kualitas aktiva perusahaan. 3) Indikator berikutnya yaitu NIM yang mencerminkan margin dari pendapatan bunga terhadap rata-rata aktiva produktif juga menurun sebesar 0,32%. 4) ROA sebagai proksi dari profitabiiltas meningkat sebesar 0,65%. Sehingga dapat dikatakan pada dua tahun kedua setelah aktivitas merger, profitabilitas Bank CIMB Niaga meningkat. 5) LDR yang menjadi proksi dari kemampuan likuiditas bank menurun sebesar 8,07% pada tahun kedua setelah merger. Berarti aktivitas merger yang terjadi belum bisa meningkatkan kemampuan likuiditas Bank CIMB niaga. 6) BOPO juga mengalami penurunan sebesar 6,18%, hal ini berarti pada tahun kedua Bank CIMB Niaga bisa menjalankan usahanya dengan lebih efisien. 7) Terakhir ROE yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam pengembalian modal terlihat meningkat cukup tajam, yaitu 7,65% . Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja Bank CIMB Niaga tidak dipengaruhi oleh aktivitas merger. Karena kinerja keuangan yang terlihat tidak menunjukkan banyak perubahan dari sebelum dan sesudah merger.
75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah tersaji di bab sebelumnya. Selain kesimpulan, peneliti juga akan memberikan saran yang mungkin dapat menjadi masukan bagi peneliti berikutnya yang menjadikan penelitian ini sebagai bahan rujukan. V.1 Kesimpulan Setelah dilakukan beberapa perhitungan dan analisis terhadap data sekunder yang diolah pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: V.1.1 Kinerja keuangan Dari sisi kinerja keuangan yang tergambar dalam analisis kinerja keuangan, dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kecukupan modal bank yang diproksi dengan variabel CAR, meski mengalami penurunan, namun masih memenuhi batas minimum yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu 8%. CAR yang dimiliki Bank CIMB Niaga pada dua tahun setelah merger berturut-turut adalah sebesar 13,59% dan 13,245%, atau menurun sebesar 0,345%. Hal ini berarti aktivitas merger belum dapat memberikan peningkatan kinerja pada dua tahun setelah merger.
74
Sedangkan jika dilihat dengan gambar seperti di atas, terlihat abnormal return sebelum merger terjadi menunjukkan pergerakan yang positif dan cukup tajam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa merger yang terjadi pada Bank CIMB Niaga membuat pasar bereaksi atau dengan kata lain pengumuman merger memiliki informasi bagi investor juga memberikan abnormal return kepada pasar. Informasi tentang merger ini dapat diserap oleh pelaku pasar dalam waktu yang terbilang cepat. Sehingga pasar dapat dikatakan efisien secara informasi.
73
Reaksi Pasar Sebelum dan Sesudah BI Approval for Merger 0,25 0,2 0,15
0,1 Bank Lippo
0,05 0
Bank Niaga
-0,05 t+10 t+8 t+6 t+4 t+2
t0
t-2
t-4
t-6
t-8 t-10
-0,1 -0,15 -0,2
Gambar IV.2 Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada Periode Sebelum dan Sesudah BI Approval
Pada gambar di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan yang cukup tajam pada t+3 setelah merger. Namun terjadi penurunan kembali pada t+5 setelah merger.
Reaksi Pasar Sebelum dan Sesudah Merger Bank CIMB Niaga 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 -0,02 t+10 t+8 t+6 t+4 t+2 t0 t-2 t-4 t-6 t-8 t-10
Bank Lippo Bank Niaga Bank CIMB niaga
-0,04 -0,06
-0,08
Gambar IV.3 Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada Periode Sebelum Merger dan Bank CIMB Niaga Pada Periode Setelah Merger 72
terjadi merger, dimana saham bank Lippo dan saham Bank Niaga menghilang dari bursa digantikan dengan saham Bank CIMB Niaga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa informasi-informasi yang dipublikasikan berkaitan dengan peristiwa merger mengandung informasi bagi investor dan memberikan abnormal return. Kondisi pasar ini dapat dikatakan sebagai efisiensi pasar setengah kuat, dimana harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi
yang dipublikasikan (all publicly available
information) termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten, salah satunya informasi tentang pengumuman merger. Meskipun
harga
sekuritas
mencerminkan
semua
informasi
yang
dipublikasikan, namun jika pasar efisien dalam bentuk setengah kuat, maka tidak ada investor atau grup dari investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan abnormal return dalam jangka waktu yang lama (Hartono, 2010). Untuk melihat lebih jelas perubahan yang terjadi pada abnormal return baik pada periode sebelum dan sesudah BI approval maupun pada periode sebelum dan sesudah merger, berikut ini disajikan dalam grafik:
71
Setelah melihat bahwa pasar juga cukup bereaksi pada periode setelah BI approval, berikutnya pada periode setelah merger. Apakah hal yang sama juga terjadi pada periode setelah merger dimana saham Bank Lippo dan saham Bank Niaga sudah menghilang dari bursa dan berganti menjadi saham Bank CIMB Niaga. Berikut ini tabel yang berisi data abnormal return Bank CIMB Niaga pada periode 10 hari setelah merger terjadi: Tabel IV.23 Abnormal Return Bank CIMB Niaga Sesudah Merger Hari Abnormal Tanggal Actual Return Return Pasar keReturn t+10 17/11/2008 -0,038696538 -0,021705476 -0,016991062 14/11/2008
t+9
0,074398249
0,003701953
0,070696296
13/11/2008
t+8
-0,031779661
-0,050434887
0,018655226
12/11/2008
t+7
0
-0,007433727
0,007433727
11/11/2008
t+6
-0,038696538
-0,003076123
-0,035620415
10/11/2008
t+5
0
0,001734586
-0,001734586
07/11/2008
t+4
-0,039138943
0,023290971
-0,062429914
06/11/2008
t+3
-0,053703704
-0,042727492
-0,010976212
05/11/2008
t+2
0,077844311
-0,002562810
0,080407122
04/11/2008
t+1
-0,019569472
0,012618464
-0,032187935
03/11/2008
t0
0,106060606
0,076400268
0,029660338
Sumber: data sekunder yang diolah
Ternyata reaksi pasar yang terjadi pun tidak jauh berbeda. Peristiwa merger yang mengandung informasi ini juga memberikan abnormal return kepada pasar. Terlihat pada tabel terdapat abnormal return sejak hari pertama saham Bank CIMB Niaga diperdagangkan di bursa atau menjadi titik analisis kedua, yaitu saat
70
Tabel IV.22 Abnormal Return Bank Niaga Sebelum Merger Hari Abnormal Tanggal Actual Return Return Pasar keReturn 31/10/2008 t-1 0,069444444 0,070570830 -0,001126385 30/10/2008
t-2
0,099236641
0,054092470
0,045144171
29/10/2008
t-3
0,039682540
0,002010185
0,037672355
28/10/2008
t-4
-0,025773196
-0,047169381
0,021396185
27/10/2008
t-5
-0,091334895
-0,063023014
-0,028311881
24/10/2008
t-6
0,011848341
-0,069054310
0,080902652
23/10/2008
t-7
-0,086580887
-0,030831385
-0,055748702
22/10/2008
t-8
-0,059063136
-0,031943993
-0,017119143
21/10/2008
t-9
0,040254237
0,009258074
0,030996164
20/10/2008
t-10
-0,038696538
0,019661088
-0,058357625
Sumber: data sekunder yang diolah
Hal yang sama pun terjadi pada Bank Niaga sebelum merger. Peristiwa merger Bank Lippo dan Bank Niaga mengandung informasi bagi para investor untuk mengambil keputusan berinvestasi, karena terlihat memberikan abnormal return yang positif. Ini berarti pasar bereaksi terhadap informasi akan dilakukannya merger kedua bank tersebut pada tanggal 1 November 2008. Untuk mengetahui perubahan reaksi pasar yang terjadi baik setelah BI approval maupun setelah merger, maka perlu dilihat abnormal return Bank CIMB Niaga pada periode setelah BI approval dan setelah merger untuk. Jika terdapat abnormal return yang positif, maka dapat dikatakan bahwa peristiwa merger pada Bank CIMB Niaga mempengaruhi reaksi pasar atau meningkatkan minat investor untuk berinvestasi.
69
Tanggal 31/10/2008
Tabel IV.21 Abnormal Return Bank Lippo Sebelum Merger Hari Abnormal Actual Return Return Pasar keReturn t-1 0 0,070570830 -0,070570830
30/10/2008
t-2
0
0,054092470
-0,054092470
29/10/2008
t-3
0
0,002010185
-0,002010185
28/10/2008
t-4
-0,074074074
-0,047169381
-0,026904693
27/10/2008
t-5
0
-0,063023014
0,063023014
24/10/2008
t-6
-0,035714286
-0,069054310
0,033340025
23/10/2008
t-7
0
-0,030831385
0,030831385
22/10/2008
t-8
0
-0,031943993
0,041943993
21/10/2008
t-9
0,068702290
0,009258074
0,059444216
20/10/2008
t-10
0
0,019661088
-0,019661088
Sumber: data sekunder yang diolah
Begitu juga dengan reaksi pasar yang timbul sejak H-9 sampai H-5 merger, mengakibatkan harga saham Bank Lippo mengalami fluktuasi hingga akhirnya turun hingga Rp 1.250,00 pada hari terakhir listing. Informasi tentang merger yang dilaksanakan pada tanggal 1 November 2008 ternyata mendorong pasar untuk membentuk harga keseimbangan baru dan menciptakan kondisi pasar yang efisien. Efisien pasar seperti ini disebut dengan efisiensi pasar secara informasi (informationally efficient market) (Hartono, 2010). Ini berarti peristiwa merger mempunyai kandungan informasi bagi investor dan memberikan abnormal return kepada pasar. Namun, penurunan harga saham ini menyebabkan nilai ekuitas Bank Lippo menurun juga, seperti yang sudah tersaji pada sub bab analisis sinergi sebelumnya.
68
Tabel IV.20 Abnormal Return Bank Niaga Sesudah BI Approval Hari Abnormal Tanggal Actual Return Return Pasar keReturn 29/10/2008 t+10 0,039682540 0,002010185 0,037672355 28/10/2008
t+9
-0,025773196
-0,047169381
0,021396185
27/10/2008
t+8
-0,091334895
-0,063023014
-0,028311881
24/10/2008
t+7
0,011848341
-0,069054310
0,080901652
23/10/2008
t+6
-0,086580087
-0,030831385
-0,055748702
22/10/2008
t+5
-0,059063136
-0,041943993
-0,017119143
21/10/2008
t+4
0,040254237
0,009258074
0,030996164
20/10/2008
t+3
-0,038696538
0,019661088
-0,058357625
17/10/2008
t+2
0,040254237
-0,043620056
0,083874294
16/10/2008
t+1
-0,094049904
-0,037592687
-0,056457217
15/10/2008
t0
-0,085964912
-0,022853698
-0,063111214
Sumber: data sekunder yang diolah
Hal yang tidak jauh berbeda pun terjadi pada Bank Niaga, dimana pasar mulai bereaksi terhadap BI approval ini. Terlihat bahwa terdapat abnormal return pada hari kedua, keempat, ketujuh, kesembilan dan kesepuluh setelah BI approval. Interpretasi yang sama pun muncul bahwa peristiwa merger ini mengandung informasi bagi para investor dan memberikan abnormal return. Sehingga pasar dapat dikatakan efisien. Selanjutnya untuk melihat reaksi pasar pada 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah merger, akan disajikan tabel di bawah ini yang berisi abnormal return masing-masing bank legacy pada 10 hari sebelum merger dan kemudian tabel yang berisi abnormal return Bank CIMB Niaga pada 10 hari sesudah merger.
67
dan kelas B Bank Lippo akan mendapatkan 2,82 (dibulatkan) saham kelas B Bank CIMB Niaga setelah merger terjadi. Tabel IV.19 Abnormal Return Bank Niaga Sebelum BI Approval Hari Abnormal Tanggal Actual Return Return Pasar keReturn t 14/10/2008 -1 0,075471698 0,064365445 0,011106253 13/10/2008
t-2
-0,053571429
0,007029082
-0,060600510
08/10/2008
t-3
0,080459770
-0,103753394
0,023293624
07/10/2008
t-4
0
-0,017600302
0,017600302
06/10/2008
t-5
0,138613861
-0,100282400
-0,038331461
29/09/2008
t-6
0
-0,007358412
0,007358412
26/09/2008
t-7
-0,040705563
-0,012817709
-0,027887854
25/09/2008
t-8
0
-0,007161687
0,007161687
24/09/2008
t-9
0,071220930
0,005579200
0,065641731
23/09/2008
t-10
-0,089947090
-0,012776768
-0,077170322
Sumber: data sekunder yang diolah
Seperti halnya yang terjadi pada Bank Lippo pada 10 hari sebelum BI approval, reaksi pasar juga terlihat pada Bank Niaga sejak H-9 BI approval. Reaksi ini menyebabkan harga saham sempat meningkat, namun terjadi penurunan kembali pada saat BI menyetujui rencana merger ini (BI approval). Reaksi pasar yang terjadi dapat dikatakan mempunyai kandungan informasi bagi para investor dan memberikan abnormal return. Sehingga dengan kondisi seperti ini, pasar dapat dikatakan efisien dan investor mempunyai kesempatan untuk mendapatkan abnormal return. Tabel selanjutnya menyajikan data abnormal return Bank Niaga setelah BI approval.
66
Tabel IV.18 Abnormal Return Bank Lippo Sesudah BI Approval Hari Abnormal Tanggal Actual Return Return Pasar keReturn 29/10/2008 t+10 0 0,002010185 -0,002010185 28/10/2008
t+9
-0,074074074
-0,047169381
-0,026904693
27/10/2008
t+8
0
-0,063023014
0,063023014
24/10/2008
t+7
-0,035714286
-0,069054310
0,033340025
23/10/2008
t+6
0
-0,030831385
0,030831385
22/10/2008
t+5
0
-0,041943993
0,041943993
21/10/2008
t+4
0,068702290
0,009258074
0,059444216
20/10/2008
t+3
0
0,019661088
-0,019661088
17/10/2008
t+2
-0,096551724
-0,043620056
-0,052931668
16/10/2008
t+1
0
-0,037592687
0,037592687
15/10/2008
t0
-0,093750000
-0,022853698
-0,070896302
Sumber: data sekunder yang diolah
Tidak jauh berbeda dengan sebelum BI approval, ternyata pasar semakin bereaksi menjelang hari efektif merger. Hal ini terlihat dengan adanya abnormal return sejak hari pertama setelah BI approval yang kemudian kembali bereaksi pada H+4 sampai H+8 BI approval. Ternyata kabar akan segera dilakukannya penggabungan dan konversi saham mengandung informasi bagi para investor. Abnormal return tersebut juga mencerminkan bahwa pasar dikatakan efisien. Peneliti berasumsi bahwa ada kemungkinan reaksi pasar ini juga bisa saja dikarenakan adanya informasi lain mengenai konversi saham yang akan dilakukan pada saat merger. Pada tanggal 28 Mei 2008, dalam laporan yang dikeluarkan oleh PT. Ujatek Baru mengenai konversi saham, mantan pemegang saham kelas A
65
Tanggal 14/10/2008
Tabel IV.17 Abnormal Return Bank Lippo Sebelum BI Approval Hari Abnormal Actual Return Return Pasar keReturn t-1 -0,085714286 0,064365445 -0,150079731
13/10/2008
t-2
0
0,007029082
-0,007029082
08/10/2008
t-3
0
-0,103753394
0,103753394
07/10/2008
t-4
-0,102561403
-0,017600302
-0,084963801
06/10/2008
t-5
0
-0,100282400
0,100282400
29/09/2008
t-6
0,218750000
-0,007358412
0,226108412
26/09/2008
t-7
-0,111111111
-0,012817709
-0,098193402
25/09/2008
t-8
0
-0,007161687
0,007161687
24/09/2008
t-9
0
0,005579200
-0,005579200
23/09/2008
t-10
0
-0,012776768
0,012776768
Sumber: data sekunder yang diolah
Pada tabel IV.17 dapat dilihat bahwa pasar sudah mulai bereaksi sejak 10 hari sebelum BI approval. Terlihat pada abnormal return Bank Lippo yang menunjukkan angka positif pada H-10, H-8, H-6, H-5 dan H-3. Hal ini dapat diartikan bahwa informasi akan segera disetujuinya rencana merger Bank Lippo dan Bank Niaga mempengaruhi reaksi pasar yang kemudian akan membentuk harga keseimbangan yang baru dan akan memberikan abnormal return kepada pasar. Terbukti bahwa harga saham Bank Lippo sempat mengalami penurunan, namun naik kembali pada H-6 BI approval. Pada tabel IV.18 berikut ini akan disajikan data abnormal return Bank Lippo pada periode setelah BI approval:
64
IV.3 Analisis Reaksi Pasar Analisis ini dilakukan untuk melihat perubahan reaksi pasar karena adanya aktivitas merger. Jika aktivitas merger tersebut memberikan sinyal bagi investor, maka pasar akan bereaksi dan hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan perusahaan. Reaksi pasar tersebut dapat diukur dengan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan abnormal return yang menurut Hartono (2003) merupakan selisih antara return aktual dengan return yang diekspektasikan oleh investor. Cara untuk menghitung abnormal return telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan daftar harga saham dicantumkan sebagai lampiran. Dalam analisis ini juga digunakan dua titik waktu terjadinya peristiwa yaitu titik analisis pertama pada saat BI menyetujui rencana merger (BI approval) dan titik kedua saat merger terjadi (Legal Day 1) pada tanggal 1 November 2008. Berikut ini tabel-tabel yang berisi rincian abnormal return masing-masing bank legacy pada periode 10 hari sebelum BI menyetujui merger Bank Lippo dan Bank Niaga (BI approval) pada tanggal 15 Oktober 2008 dan 10 hari sebelum merger yang terjadi pada tanggal 1 November 2008.
63
begitupun dengan tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan nilai ekuitas. Berikut ini data nilai ekuitas Bank CIMB Niaga pada empat tahun terakhir setelah merger: Tabel IV.16 Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Empat Tahun Setelah Merger Jumlah lembar Harga Tahun IHSG Nilai ekuitas saham saham 2/112009 23.934.863.660 Rp 648 Rp 2.371,64 Rp15.509,792 Rp 3.645,15 1/11 2010 23.934.863.660 Rp1.346 Rp32.216,326 Rp 3.685,01 1/11/2011 25.131.606.843 Rp1.270 Rp31.917,141 1/11/2012 25.131.606.843 Rp1.160 Rp 4.335,36 Rp29.152,664 Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.16 dapat dilihat bahwa nilai ekuitas Bank CIMB Niaga meningkat dua kali lipat pada tahun kedua setelah merger. Hal ini membuktikan bahwa bank hasil merger antara Bank Lippo dan Bank Niaga ini telah mampu membalik sinergi negatif yang sempat terjadi pada saat BI approval. Dimana sinergi negatif yang timbul karena terjadinya penurunan harga saham Bank Lippo yang cukup tajam saat merger dengan Bank Niaga dan dikonversi menjadi saham Bank Niaga. Walaupun pada saat merger terbukti menghasilkan sinergi positif, berarti merger tersebut berhasil. Tabel yang berisi nilai ekuitas di atas, hanya ingin memberikan bukti tambahan bahwa keberhasilan merger antara Bank Lippo dan Bank Niaga tercermin mulai tahun kedua merger. Pada tahun tersebut harga saham Bank CIMB Niaga naik cukup tajam dari Rp 648 pada 2 November 2009 menjadi Rp 1.346 pada 1 November 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa merger berhasil dan memberikan tambahan kemakmuran bagi mantan pemegang saham bank legacy, juga mampu membuat pasar bereaksi dan meningkatkan harga saham di pasar. 62
Tabel IV. 15 Perbandingan Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat BI approval, H-1 LD1 dan Setelah Konversi Setelah BI approval H-1 Legal Day Konversi Bank Niaga Rp 6.701,989 Rp 5.943,031 Rp 6.573,352 Bank Lippo
Rp
5.730,013
∑nilai ekuitas Bank
Rp 12.432,002
Rp 4.939,666
Rp 5.647,138
Rp 10.883,00
Rp 12.220,49
CIMB Niaga
+ (sinergi positif)
(sinergi negatif) Sumber: data sekunder yang diolah
Pada tabel IV.15 terlihat jelas bahwa nilai ekuitas Bank CIMB Niaga pada saat BI approval lebih tinggi bila dibandingkan dengan saat konversi dilakukan pada hari pertama merger (Legal Day 1) yaitu tanggal 1 November 2008. Ini berarti merger akan menghasilkan sinergi negatif, dimana masing-masing mantan pemegang saham bank legacy tidak akan mendapatkan tambahan kemakmuran dari merger yang dilakukan. Sedangkan jika dilakukan perbandingan nilai ekuitas pada H-1 LD1 dengan hari pertama merger (LD1), didapat selisih yang positif. Dapat diartikan bahwa merger yang dilakukan menghasilkan sinergi positif dan memberikan tambahan kemakmuran bagi mantan pemegang saham bank legacy. Jika dilihat uraian tentang sinergi sebelumnya, dimana merger tersebut diawali dengan sinergi negatif saat BI approval, mungkin memberikan sedikit kekhawatiran bagi para mantan pemegang saham bank legacy. Namun, ternyata pada hari pertama merger yang ditetapkan, sinergi berubah menjadi positif, 61
Pada tabel data saham Bank CIMB Niaga di atas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan harga saham pada hari ketiga perdagangan saham di bursa setelah peristiwa merger. Begitu juga dengan pasar yang sudah mulai bereaksi sejak hari pertama saham Bank CIMB Niaga diperdagangkan. Hal ini berarti bahwa peristiwa merger mempunyai informasi atau sinyal yang baik bagi pasar. Terlihat bahwa reaksi pasar kembali terjadi pada hari kedelapan sampai kesepuluh, ketigabelas dan kesembilanbelas. Reaksi pasar ini tentunya mendorong peningkatan penjualan saham ini di bursa. Hasilnya akan meningkatkan nilai ekuitas pada masa mendatang. Sehingga sinergi negatif yang diderita pada saat BI approval akan terbayar pada periode setelah merger seperti yang sudah diuraikan pada penjelasan sebelumnya tentang nilai ekuitas. Untuk melihat lebh jelas perubahan sinergi yang terjadi sejak BI approval sampai dengan merger terjadi (Legal Day 1). Berikut ini disajikan tabel ringkasan yang berisi perbandingan nilai ekuitas masing-masing bank legacy pada saat sebelum dan sesudah merger menjadi Bank CIMB Niaga pada tanggal 1 November 2008:
60
Pada periode ini juga terlihat penurunan harga saham yang cukup signifikan berpengaruh pada reaksi pasar. Sehingga, dapat disimpulkan reaksi pasar kembali terjadi setelah saham kedua bank legacy menghilang dari bursa atau merger Bank CIMB Niaga memasuki Legal Day 1 pada 1 November 2008 dan sahamnya mulai diperdagangkan pada tanggal 3 November 2008. Berikut ini tabel yang menyajikan data saham sejak hari pertama saham Bank CIMB Niaga diperdagangkan di bursa dan saham kedua bank legacy hilang dari perdagangan pada tanggal 3 November 2008 sampai dengan akhir bulan November 2008:
Tanggal 28/11/2008 27/11/2008 26/11/2008 25/11/2008 24/11/2008 21/11/2008 20/11/2008 19/11/2008 18/11/2008 17/11/2008 14/11/2008 13/11/2008 12/11/2008 11/11/2008 10/11/2008 07/11/2008 06/11/2008 05/11/2008 04/11/2008 03/11/2008
Tabel IV.14 Data Saham Bank CIMB Niaga Setelah Merger Harga Saham Volume IHSG Abnormal Return 413 13.303.500 1.241,5411 -0,020577946 408 30.019.500 1.202,0736 0,017647024 398 157.605.000 1.193,1505 -0,021077040 393 25.956.000 1.154,1409 -0,011161545 393 2.803.500 1.141,4011 -0,008310086 398 84.741.000 1.146,2759 -0,071175805 432 22.470.000 1.154,9704 -0,063238533 472 1.669.500 1.180,3566 0,075861961 442 32.371.500 1.189,8620 -0,025504792 472 3.370.500 1.236,9329 -0,016991062 491 10.741.500 1.264,3768 0,070696296 457 15.561.000 1.259,7134 0,018655226 472 661.500 1.326,6214 0,007433727 472 76.324.500 1.336,5570 -0,035620415 491 9.733.500 1.340,6811 -0,001734586 491 36.970.500 1.338,3596 -0,062429914 511 26.586.000 1.307,8974 -0,010976212 540 19.771.500 1.366,2749 0,080407122 501 8.547.000 1.369,7854 -0,032187935 511 10.164.000 1.352,7162 0,029660338
Sumber: Data sekunder yang diolah
59
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑ saham Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga) – nilai ekuitas Bank Niaga) = (54,67% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp 5.943,031 miliar = Rp 737,912 miliar ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑ saham Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga ) – nilai ekuitas Bank Lippo) = (45,33% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp4.939,666 miliar = Rp599,882 miliar ∑sinergi merger CIMB Niaga =
∆
kemakmuran
yang
dinikmati
mantan
pemegang saham Bank Niaga + ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = Rp 737,912 miliar + Rp599,882 miliar = Rp 1.337,794 miliar Dari perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa merger memberikan tambahan kemakmuran bagi masing-masing bank legacy, yang kemudian disebut sebagai sinergi yang merupakan indikator keberhasilan merger. Sinergi yang diperoleh dari merger yang dilakukan oleh Bank Lippo dan Bank Niaga adalah sebesar Rp 1.337,794 miliar.
58
Tabel IV. 13 Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Setelah Merger Nilai Ekuitas Nilai Ekuitas Nilai Ekuitas Bank Niaga Bank Lippo Bank CIMB Niaga Bank CIMB Niaga Rp 6.573,352 Rp 5.647,138 Rp 12.220,49 Sumber: data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.8 di atas dapat diketahui nilai ekuitas Bank CIMB Niaga setelah merger yang diihtung dengan menggunakan harga saham dan jumlah saham yang beredar pada hari merger adalah sebesar Rp 12.220,49 miliar. Hal ini berarti bahwa nilai ekuitas meningkat setelah merger. Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut: ∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga = proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga = a x ∑ saham CIMB Niaga = 54,67% x 23.914.853.985 = 13.085.189.963 lembar saham ∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo = proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga = b x ∑ saham CIMB Niaga = 45,33% x 23.914.853.985 = 10.849.673.697 lembar saham Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan, dengan perhitungan berikut ini:
57
masing-masing meningkat sebesar Rp 630,32 miliar dan Rp 707,47 miliar. Hal ini berarti merger yang dilakukan memberikan sinergi positif, atau dapat dikatakan akan memberikan tambahan kemakmuran bagi mantan pemegang saham masingmasing bank legacy. Terlihat juga bahwa Bank Niaga memiliki nilai ekuitas yang lebih besar dibandingkan dengan Bank Lippo setelah merger dilaksanakan dibandingkan dengan hari terakhir listing. Berikut ini perhitungan sinergi yang dimaksud adalah: ∑ nilai ekuitas bank legacy = Nilai ekuitas Bank Niaga + Nilai Ekuitas Bank Lippo = Rp 5.943,031 + Rp 4.939,666 = Rp 10.883,00 (dalam miliar rupiah) Atau
(a) + (b)
= 54,67% + 45,33% = 100%
Dari perhitungan nilai ekuitas di atas, dapat diketahui bahwa Bank Niaga memiliki proporsi kepemilikan saham sebesar 54,67%, dan Bank Lippo memiliki 45,33%. Terlihat bahwa Bank Niaga memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan Bank Lippo. Sehingga bisa diasumsikan bahwa setelah merger mantan pemegang saham Bank Niaga akan mendapat tambahan kemakmuran yang lebih besar. Selanjutnya setelah mengetahui nilai ekuitas masing-masing bank legacy pada periode sebelum merger, perlu diketahui juga nilai ekuitas Bank CIMB Niaga pada periode setelah merger. Berikut ini penyajian datanya:
56
keduabelas. Sedangkan pada tabel IV.10 terlihat bahwa reaksi pasar terjadi pada hari kedua, kelima sampai hari kesembilan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya walaupun harga saham mengalami fluktuasi, dan berdampak pada penurunan nilai ekuitas, namun para investor tetap bereaksi positif terhadap pengumuman tersebut dengan harapan di masa mendatang akan terjadi peningkatan nilai ekuitas bank hasil merger yaitu Bank CIMB Niaga. Harapan investor ini terbukti. Karena pada periode setelah merger, nilai ekuitas Bank CIMB Niaga meningkat, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini yang merupakan data pada titik analisis kedua yaitu 1 November 2008: Tabel IV. 11 Nilai Ekuitas Bank Legacy Sebelum Merger (H-1 Legal Day 1) Jumlah Lembar Nilai Ekuitas Harga Saham Saham (dalam miliar rupiah) Bank Niaga 12.863.702.471 Rp 462,00 Rp 5.943,031 (a) Bank Lippo
3.951.733.039
Rp 1.250,00
∑nilai ekuitas sebelum merger (H-1 Legal Day 1)
Rp 4.939,666 (b) Rp 10.883,00
Sumber: data sekunder yang diolah
Bank Niaga Bank Lippo
Tabel IV. 12 Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat Merger (1 November 2008) Jumlah Lembar Nilai Ekuitas Harga Saham Saham (dalam miliar rupiah) 12.863.702.471 Rp 511,00 Rp 6.573,352 (a) 11.051.151.514
∑nilai ekuitas setelah merger
Rp 511,00
Rp 5.647,138 (b) Rp 12.220,49
Sumber: data sekunder yang diolah
Pada tabel data nilai ekuitas di atas, baik pada saat hari terakhir listing maupun pada saat merger dan dilakukannya konversi saham PT.Bank Lippo Tbk. menjadi saham Bank CIMB Niaga dapat diketahui bahwa ∑nilai ekuitas bank legacy
55
Tabel IV.9 Data Saham Bank Niaga Setelah BI approval Tanggal Harga Saham Volume IHSG Abnormal Return 31/10/2008 462 5.775.000 1.256,7037 -0,001126385 30/10/2008 432 2.520.000 1.173,8632 0,045144171 29/10/2008 393 12.778.500 1.113,6245 0,037672355 28/10/2008 378 5.901.000 1.111,3904 0,021396185 27/10/2008 388 5.743.500 1.166,4092 -0,028311881 24/10/2008 427 37.947.000 1.244,8643 0,080902652 23/10/2008 422 12.190.500 1.337,2040 -0,055748702 22/10/2008 462 11.823.000 1.379,7434 -0,017119143 21/10/2008 491 45.979.500 1.440,1490 0,030996164 20/10/2008 472 3.654.000 1.426,9383 -0,058357625 17/10/2008 491 22.701.000 1.399,4241 0,083874294 16/10/2008 472 9.093.000 1.463,2512 -0,056457217 15/10/2008 521 10.384.500 1.520,4074 -0,063111214 Sumber: Data sekunder yang diolah Tabel IV.10 Data Saham Bank Lippo Setelah BI approval Tanggal Harga Saham Volume IHSG Abnormal Return 31/10/2008 1.250 0 1.256,7037 -0,070570830 30/10/2008 1.250 0 1.173,8632 -0,054092470 29/10/2008 1.250 0 1.113,6245 -0,002010185 28/10/2008 1.250 1.500 1.111,3904 -0,026904693 27/10/2008 1.350 0 1.166,4092 0,063023014 24/10/2008 1.350 1.000 1.244,8643 0,033340025 23/10/2008 1.400 0 1.337,2040 0,030831385 22/10/2008 1.400 0 1.379,7434 0,041943993 21/10/2008 1.400 20.000 1.440,1490 0,059444216 20/10/2008 1.310 0 1.426,9383 -0,019661088 17/10/2008 1.310 77.000 1.399,4241 -0,052931668 16/10/2008 1.450 500 1.463,2512 0,037592687 15/10/2008 1.450 6.500 1.520,4074 -0,070896302 Sumber: Data sekunder yang diolah Dari tabel IV.9 dapat dilihat bahwa terdapat reaksi pasar yang digambarkan dari abnormal return yang positif pada hari ketiga setelah BI approval. Kemudian pasar bereaksi kembali pada hari kelima, kedelapan, kesepuluh hingga 54
∑sinergi merger CIMB Niaga =
∆
kemakmuran
yang
dinikmati
mantan
pemegang saham Bank Niaga + ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = - Rp 113,923 miliar + (- Rp97,589 miliar) = - Rp 211,512 miliar Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa masing-masing justru menderita kerugian bukan tambahan kemakmuran, yang kemudian berdampak pada sinergi yang terjadi adalah sinergi negatif. Pada tabel yang menyajikan nilai ekuitas sebelumnya juga dapat diketahui bahwa ∑nilai ekuitas bank legacy masingmasing menurun sebesar Rp 128,637 miliar dan Rp 82,876 miliar. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan merger yang dilakukan memberikan sinergi negatif, atau dapat dikatakan justru akan
merugikan bagi mantan pemegang
saham masing-masing bank legacy. Pada periode ini juga terlihat penurunan harga saham yang cukup signifikan berpengaruh pada reaksi pasar. Sehingga, dapat disimpulkan reaksi pasar sudah mulai terjadi sejak pengumuman keluarnya persetujuan dari BI tentang rencana merger Bank Niaga dengan Bank Lippo yang mengakibatkan turunnya harga saham kedua bank ini di bursa dan berdampak pada menurunnya nilai ekuitas masing-masing kedua bank tersebut. berikut ini tabel yang menyajikan data saham sejak BI approval pada tanggal 15 Oktober 2008 sampai pada hari terakhir listing yaitu tanggal 31 Oktober 2008.
53
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo = proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga = b x ∑ saham CIMB Niaga = 46,09% x 23.914.853.985 = 11.022.356.202 lembar saham Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan, dengan perhitungan berikut ini: ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑ saham Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga) – nilai ekuitas Bank Niaga) = (53,91% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp 6.701,989 miliar = - Rp 113,923 miliar ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑ saham Bank CIMB Niaga x harga saham Bank CIMB Niaga ) – nilai ekuitas Bank Lippo) = (46,09% x 23.914.853.985 x Rp 511,00) – Rp5.730,013 miliar = - Rp97,589 miliar
52
dibandingkan Bank Lippo. Sehingga bisa diasumsikan bahwa setelah merger mantan pemegang saham Bank Niaga akan mendapat tambahan kemakmuran yang lebih besar. Selanjutnya setelah mengetahui nilai ekuitas masing-masing bank legacy pada periode sebelum merger, perlu diketahui juga nilai ekuitas Bank CIMB Niaga pada periode setelah merger. Berikut ini penyajian datanya: Tabel IV. 8 Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat Merger (1 November 2008) Nilai Ekuitas Nilai Ekuitas Nilai Ekuitas Bank Niaga Bank Lippo Bank CIMB Niaga Bank CIMB Niaga Rp 6.573,352 Rp 5.647,138 Rp 12.220,49 Sumber: data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.8 di atas dapat diketahui nilai ekuitas Bank CIMB Niaga setelah merger yang dihitung dengan menggunakan harga saham dan jumlah saham yang beredar pada hari merger adalah sebesar Rp 12.220,49 miliar. Hal ini berarti bahwa nilai ekuitas menurun setelah merger jika dibandingkan dengan pada saat BI approval. Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut: ∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga = proporsi kepemilikan saham x ∑ saham CIMB Niaga = a x ∑ saham CIMB Niaga = 53,91% x 23.914.853.985 = 12.892.497.783 lembar saham
51
Bank Niaga
Tabel IV. 7 Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat Merger (1November 2008) Jumlah Lembar Nilai Ekuitas Harga Saham Saham (dalam miliar rupiah) 12.863.702.471 Rp 511,00 Rp 6.573,352 (a)
Bank Lippo
11.051.151.514
Rp 511,00
∑nilai ekuitas setelah merger
Rp 5.647,138 (b) Rp 12.220,49
Sumber: data sekunder yang diolah
Dari tabel IV.6 dan IV.7 di atas terlihat bahwa Bank Niaga memiliki nilai ekuitas yang lebih besar dibandingkan dengan Bank Lippo baik setelah BI approval maupun setelah merger. Dengan begitu muncul asumsi bahwa mantan pemegang saham Bank Niaga akan mendapat tambahan kemakmuran yang lebih besar dibandingkan dengan mantan pemegang saham Bank Lippo. Untuk membuktikannya dapat dilakukan perhitungan tambahan kemakmuran yang akan diterima oleh masing-masing mantan pemegang saham bank legacy dan juga sinergi merger yang terjadi. Berikut ini perhitungan sinergi yang dimaksud adalah: ∑ nilai ekuitas bank legacy = Nilai ekuitas Bank Niaga + Nilai Ekuitas Bank Lippo = Rp 6.701,989 (a) + Rp 5.730,013 (b) = Rp 12.432,002 (dalam miliar rupiah) Atau
(a) + (b)
= 53,91% + 46,09% = 100%
Dari perhitungan nilai ekuitas di atas, dapat diketahui bahwa Bank Niaga memiliki proporsi kepemilikan saham sebesar 53,91%, dan Bank Lippo memiliki 46,09%. Terlihat bahwa Bank Niaga memiliki proporsi yang lebih besar 50
setelah merger) dan volume atau jumlah lembar saham masing-masing bank legacy pada periode setelah merger (setelah dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga). Data tersebut digunakan untuk menghitung nilai ekuitas masingmasing bank legacy dan bank hasil merger yang akan dibandingkan kemudian. Berdasarkan laporan No. UB-191/Dir.060/V/2008-1 tanggal 25 Mei 2008 yang dikeluarkan oleh PT. Ujatek Baru, untuk keperluan konversi saham, manajemen menetapkan nilai pasar wajar dari aset bersih Bank CIMB Niaga dan Bank Lippo masing-masing adalah sebesar Rp 1.052,00 (nilai penuh) dan Rp 2.969,00 (nilai penuh) per saham. Dengan begitu, maka setiap satu pemegang saham kelas A dan kelas B Bank Lippo akan mendapatkan 2,82 (dibulatkan) saham kelas B Bank CIMB Niaga. Penilaian tersebut merupakan nilai intrinsik wajar dari masing-masing bank dan juga memberikan premium di atas harga perdagangan historis (Laporan Keuangan Tahunan Bank CIMB Niaga, 2010). Untuk lebih jelasnya data disajikan dalam bentuk tabel. Selain lebih mudah dipahami, penyajian data dalam bentuk tabel juga dapat langsung terlihat trend yang terjadi. Berikut ini tabel data nilai ekuitas pada titik analisis pertama yaitu saat BI approval tanggal 15 Oktober 2008:
Bank Niaga Bank Lippo
Tabel IV. 6 Nilai Ekuitas Bank Legacy Saat BI approval Jumlah Lembar Nilai Ekuitas Harga Saham Saham (dalam miliar rupiah) 12.863.702.471 Rp 521,00 Rp 6.701,989 (a) 3.951.733.039
Rp 1.450,00
∑nilai ekuitas sebelum merger (BI approval)
Rp 5.730,013 (b) Rp 12.432,002
Sumber: data sekunder yang diolah
49
antara nilai perusahaan gabungan dengan jumlah nilai perusahaan yang beroperasi secara sendiri-sendiri adalah merupakan sinergi dari penggabungan usaha. Dalam analisis ini dipilih dua titik yang menjadi pusat perhatian, yaitu satu titik pada saat BI menyetujui rencana merger Bank Niaga dengan Bank Lippo pada tanggal 15 Oktober 2008 dan titik berikutnya yaitu pada saat saham Bank Niaga dan Bank Lippo dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga pada tanggal 1 November 2008, yang berarti juga saham Bank Niaga dan saham Bank Lippo sudah tidak diperdagangkan lagi di bursa. Untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada titik pertama yaitu saat BI approval, data yang digunakan adalah data harga saham masing-masing bank legacy pada tanggal 15 Oktober 2008 (saat BI approval) dan volume atau jumlah lembar saham masing-masing bank legacy pada periode sebelum merger (sebelum dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga) yang dibandingkan dengan data harga saham pada tanggal 3 November 2008 (hari pertama trading setelah merger) dan volume atau jumlah lembar saham masing-masing bank legacy pada periode setelah merger (setelah dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga). Kemudian untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada saat merger yaitu tanggal 1 November 2008, data yang digunakan adalah data harga saham masingmasing bank legacy pada tanggal 31 Oktober 2008 (H-1 LD1 atau hari terakhir saham Bank Niaga dan saham Bank Lippo listing di bursa) dan volume atau jumlah lembar saham masing-masing bank legacy pada periode sebelum merger (sebelum dikonversi menjadi saham Bank CIMB Niaga) yang dibandingkan dengan data harga saham pada tanggal 3 November 2008 (hari pertama trading
48
Tabel IV.5 Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah Merger Tahun
∆CAR
∆PPAP
∆NIM
∆ROA
∆LDR
∆BOPO
∆ROE
2006
-
-
-
-
-
-
-
2007
-3,56%
0,23%
-0,25%
0,68%
13,08%
-0,89%
3,31%
2008
-2,93%
-0,61%
0,26%
-1,50%
18,83%
17,61%
-10,71%
2009
-2,00%
2,18%
1,09%
1,00%
8,27%
-5,28%
8,15%
2010
-0,34%
-0,32%
-0,32%
0,65%
-8,07%
-6,18%
7,65%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan gambar trend dari perkembangan kinerja yang sudah tersaji dalam tabel IV.4 di atas. 100%
% Rasio Keuangan
90% 80%
ROE
70%
BOPO
60%
LDR
50%
ROA
40%
NIM
30%
PPAP
20%
CAR
10% 0% 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar IV.1 Trend Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga
IV.2 Analisis Sinergi Sinergi adalah mencapai sesuatu yang lebih besar dengan sumber daya yang sama, atau mencapai hasil yang sama dari sumber daya yang lebih kecil. Selisih 47
Tabel IV.4 Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah Merger Tahun
CAR
PPAP
NIM
ROA
LDR
BOPO
ROE
2006
22,08%
1,61%
5,68%
1,92%
55,93%
71,54%
15,48%
2007
18,52%
1,84%
5,43%
2,6%
69,01%
70,65%
18,79%
2008
15,59%
1,23%
5,69%
1,10%
87,84%
88,26%
8,08%
2009
13,59%
3,41%
6,78%
2,10%
96,11%
82,98%
16,23%
2010
13,25%
3,09%
6,46%
2,75%
88,04%
76,80%
23,88%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Pada akhir tahun 2008, tepatnya setelah 2 bulan bergabung dengan Bank Lippo, terlihat bahwa ROA dan ROE mengalami penurunan yang cukup drastis. Bila dilihat dari pendapatan bunga bersih maupun pendapatan operasional bersih, memang terjadi penurunan. Namun, hal ini masih dapat dikatakan sebagai keadaan yang normal. Alasan mengapa ROA dan ROE bisa menurun cukup drastis juga bukan karena krisis yang terjadi di akhir tahun 2008, tetapi karena adanya beban penggabungan usaha sebesar Rp 315.903 juta (Laporan Keuangan Tahunan CIMB Niaga, 2008) yang dibebani pada saat Bank Niaga merger dengan Bank Lippo pada tanggal 1 November 2008. Beban ini secara langsung akan berdampak pada laba baik sebelum pajak maupun sesudah pajak yang digunakan dalam perhitungan ROA dan ROE tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunana yang terjadi pada ROA dan ROE merupakan murni dampak dari peristiwa merger yang terjadi.
46
Tabel IV.3 Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sesudah Merger Tahun
CAR
PPAP
NIM
ROA
LDR
BOPO
ROE
2008
15,59%
1,23%
5,69%
1,10%
87,84%
88,26%
8,08%
2009
13,59%
3,41%
6,78%
2,10%
96,11%
82,98%
16,23%
2010
13,25%
3,09%
6,46%
2,75%
88,04%
76,80%
23,88%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Pada tabel IV.3 di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan dan penurunan pada masing-masing rasio. Seluruh rasio mengalami penurunan pada tahun kedua setelah merger, kecuali ROA yang meningkat sebesar 0,65%, yang berarti profitabilitas Bank CIMB Niaga setelah merger meningkat. Sedangkan CAR sebagai proksi dari kecukupan modal yang harus dimiliki oleh suatu bank, terlihat menurun sebesar 0,345%. Begitupun PPAP juga menurun sebesar 0,32%, yang dapat diartikan bahwa kualitas aset Bank CIMB Niaga menurun pada tahun kedua setelah merger. NIM juga menurun sebesar 0,32%, LDR menurun sebesar 8,07% yang berarti kemampuan likuiditas Bank CIMB Niaga menurun. Rasio BOPO juga mengalami penurunan sebesar 6,18%, hal ini berarti Bank CIMB Niaga bisa menjalankan usahanya dengan lebih efisien pada tahun kedua setelah merger. Terakhir ROE yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam pengembalian modal terlihat meningkat cukup tajam, yaitu 7,65% . Dari kedua tabel tersebut dapat dilihat bahwa rasio-rasio keuangan bank legacy dan bank hasil merger pada periode sebelum merger dan sesudah merger mengalami peningkatan dan penurunan. Untuk melihat perkembangan kinerja keuangan pada periode sebelum merger dan sesudah merger dengan lebih jelas, berikut ini disajikan tabel yang berisi besarnya peningkatan maupun penurunan yang terjadi. 45
dari masing-masing rasio keuangan bank legacy tersebut. Berikut ini penyajian datanya: Tabel IV.2 Rerata Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger Tahun
CAR
PPAP
NIM
ROA
LDR
BOPO
ROE
2006
22,08%
1,61%
5,68%
1,92%
55,93%
71,54%
15,48%
2007
18,52%
1,84%
5,43%
2,60%
69,01%
70,65%
18,79%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Setelah merata-rata nilai persentase dari masing-masing rasio dengan metode simple average, didapat beberapa informasi dari Tabel IV.2 seperti yang akan diuraikan berikut ini. Dari aspek kecukupan modal (capital), yang diproksi dengan rasio CAR, menunjukkan penurunan sebesar 3,56%. PPAP meningkat sebesar 0,225% berarti kesehatan bank menurun, sedangkan NIM menurun sebesar 0,245%, ROA meningkat sebesar 0,685% berarti laba meningkat, begitu pun LDR meningkat sebesar 13,08% yang berarti kemampuan likuiditas bank menurun, BOPO menurun sebesar 0,89% yang berarti operasional bank semakin efisien dan terkahir ROE yang menggambarkan profitabilitas juga meningkat sebesar 3,31%. Untuk mengetahui perbedaan kinerja sebelum dan sesudah merger, maka perlu adanya data Bank CIMB Niaga yang merupakan hasil merger dari Bank Lippo dan Bank niaga pada periode setelah merger. Data kinerja keuangan Bank CIMB Niaga tersaji dalam tabel IV.3 berikut ini:
44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan hasil penelitian beserta pembahasan dari masing-masing analisis yang dilakukan. Dimulai dengan penyajian data dalam bentuk tabel, menguraikan hal-hal yang diharapkan dalam kerangka pikir yang disusun sebelumnya, untuk kemudian menginterpretasikan hasil analisis. Analisis yang dilakukan antara lain: analisis perbandingan kinerja keuangan, analisis sinergi dan analisis reaksi pasar. Masing-masing akan dijelaskan secara urut berikut ini. IV.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Alat ukur kinerja keuangan dalam penelitian ini adalah rasio-rasio CAMEL yang juga merupakan indikator kesehatan bank. Rasio-rasio tersebut adalah: CAR, PPAP, NIM, ROA, LDR, BOPO dan ROE. Masing-masing rasio menjelaskan aspek-aspek penilaian kesehatan bank, seperti aspek capital, assets, management, earnings dan liquidity. Berikut ini data terkait dengan rasio-rasio tersebut sejak dua tahun sebelum merger dan dua tahun sesudah merger. Tabel IV.1 Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger No 1
2
Bank
CAR
Bank Lippo 2006 25,27% 2007 20,00% Bank Niaga 2006 18,88% 2007 17,03%
ROE
PPAP
NIM
ROA
LDR
BOPO
1,47% 1,84%
4,94% 4,78%
1,74% 2,71%
43,32% 58,72%
63,07% 62,86%
11,97% 16,99%
1,75% 1,83%
6,41% 6,08%
2,09% 2,49%
68,545% 79,30%
80,01% 78,44%
18,99% 20,58%
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Untuk melakukan perbandingan dengan kinerja keuangan Bank CIMB Niaga yang merupakan hasil merger Bank Lippo dan Bank Niaga, diperlukan rata-rata 43
∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo = a x ∑ saham CIMB Niaga ∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga = b x ∑ saham CIMB Niaga
Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan, dengan perhitungan berikut ini: ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai ekuitas Bank Lippo) ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai ekuitas Bank Niaga) ∑sinergi merger CIMB Niaga = ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo + ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga
III.5.3 Analisis Reaksi Pasar Karena salah satu tujuan merger adalah untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham, maka perlu adanya analisis yang bisa melihat perubahan kemakmuran pemegang saham setelah merger terjadi. Untuk melakukan analisis ini juga digunakan penyajian data dengan tabel yang diharapkan bisa menunjukkan reaksi pasar sebelum, pada saat dan setelah merger terjadi.
42
digunakan untuk mengetahui apakah kinerja keuangan sesudah merger lebih baik sesuai dengan tujuan dilakukannya merger, dan untuk memberikan perbandingan akan perbaikan kinerja keuangan. III.5.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Dalam analisis ini, data disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui perubahan yang terjadi sejak dua tahun sebelum merger sampai dengan dua tahun sesudah merger. Selain untuk mengetahui perubahan yang terjadi, juga dapat dilihat trend yang terjadi. III.5.2 Analisis Sinergi Analisis ini dilakukan untuk melihat adanya perbedaan nilai perusahaan sebelum dan sesudah merger. Sesuai dengan konsep merger yang mengatakan bahwa kedua perusahaan yang melakukan merger akan menghasilkan perusahaan baru dengan nilai yang lebih besar. Untuk itu diperlukan analisis untuk mengetahui apakah ada nilai lebih tersebut dalam merger Bank CIMB Niaga ini. Analisis ini juga dilakukan untuk mengetahui besarnya tambahan kemakmuran yang diterima oleh mantan masing-masing bank legacy. Berikut ini cara yang digunakan untuk menghitung sinergi yang dimaksud adalah: ∑ saham Bank Lippo x harga saham Bank Lippo = Nilai ekuitas Bank Lippo (a) ∑ saham Bank Niaga x harga saham Bank Niaga = Nilai ekuitas Bank Niaga (b) ∑ nilai ekuitas bank legacy = nilai ekuitas Bank Lippo + nilai ekuitas Bank Niaga
Atau a + b = 100% Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut: 41
Dimana:
: abnormal return saham i pada periode t : return saham i pada periode t : return ekspektasi pada periode t
5) Return saham individual pada periode t, merupakan selisih antara harga saham i pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1), dibagi dengan harga saham pada t-1
Dimana:
: return saham i pada saat t : harga saham i pada saat t : harga saham i pada saat t-1
6) Return ekspektasi (expected return) merupakan selisih antara IHSG periode t dengan t-1 dibagi dengan IHSG pada t-1
Dimana:
: return ekspektasi saat t : IHSG pada saat t : IHSG pada saat t-1
III.5 Teknik Analisis Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis perbandingan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger yang disajikan dalam tabel dengan tujuan melihat trend dari masing-masing variabel. Analisis ini 40
∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Niaga x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai ekuitas Bank Niaga) ∑sinergi merger CIMB Niaga = ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo + ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Niaga
III.4.3 Analisis Reaksi Pasar Adanya aktivitas merger dan akuisisi yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan perusahaan, memberikan sinyal bagi investor untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut dengan harapan investor dapat memperoleh keuntungan yang diinginkan. Reaksi pasar modal terhadap kandungan informasi dalam suatu peristiwa dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return yang merupakan selisih antara return aktual dengan return yang diekspektasikan oleh investor (Hartono, 2010). Abnormal return akan terjadi apabila pengumuman merger dan akuisisi mempunyai informasi dalam pasar modal yang efisien, harga saham dan tingkat pengembalian bereaksi dengan adanya pengumuman merger dan akuisisi sehingga dengan memanfaatkan informasi publik, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan di atas normal. Berikut ini cara untuk menghitung abnormal return: 4) Abnormal return dihitung dengan market adjusted abnormal return, yaitu merupakan selisih return saham yang dihitung dengan return individual dikurangi return ekspektasi (return pasar).
39
III.4.2 Sinergi Sinergi adalah mencapai sesuatu yang lebih besar dengan sumber daya yang sama, atau mencapai hasil yang sama dari sumber daya yang lebih kecil. Selisih antara nilai perusahaan gabungan dengan jumlah nilai perusahaan yang beroperasi secara sendiri-sendiri adalah merupakan sinergi dari penggabungan usaha. Berikut ini cara yang digunakan untuk menghitung sinergi yang dimaksud adalah: ∑ saham Bank Lippo x harga saham Bank Lippo = Nilai ekuitas Bank Lippo (a) ∑ saham Bank Niaga x harga saham Bank Niaga = Nilai ekuitas Bank Niaga (b) ∑ nilai ekuitas bank legacy = nilai ekuitas Bank Lippo + nilai ekuitas Bank Niaga
Atau a + b = 100% Kemudian untuk menghitung saham yang diterima masing-masing bank legacy setelah merger, dapat dilakukan perhitungan seperti berikut: ∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Lippo = a x ∑ saham CIMB Niaga ∑ saham yang diterima mantan pemegang saham Bank Niaga = b x ∑ saham CIMB Niaga
Sehingga dapat diketahui masing-masing tambahan kemakmuran yang diterima oleh mantan pemegang saham bank legacy setelah merger dilakukan, dengan perhitungan berikut ini: ∆ kemakmuran yang dinikmati mantan pemegang saham Bank Lippo = (proporsi kepemilikan mantan pemegang saham Bank Lippo x ∑saham CIMB Niaga x harga saham CIMB Niaga – nilai ekuitas Bank Lippo)
38
5) LDR Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
6) BOPO Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen lembaga keuangan dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan lembaga keuangan yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu lembaga keuangan dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung rasio BOPO:
7) ROE Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, standar ROE adalah lebih dari 12%. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 37
2) PPAP Rasio PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk menilai kualitas aset. PPAP adalah perbandingan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang telah dibentuk dengan aktiva produktif. Semakin rendah nilai rasio PPAP, maka menunjukkan bank semakin sehat. Berikut ini formulasinya:
3) NIM NIM merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets). NIM dirumuskan sebagai berikut:
4) ROA Variabel ROA mewakili profitabilitas perusahaan sebagai variabel yang paling tepat untuk menggambarkan profitabilitas industri perbankan. Sesuai dengan SE No.30/2/UPPB tgl 30 April 1997, maka ROA dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
36
pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik (Umar, 2005). Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan laporan keuangan bank bersangkutan selama periode waktu sebelum dan sesudah merger.
III.4 Definisi Operasional Definisi operasional variabel adalah definisi dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dan menunjukkan cara pengukuran dari masingmasing variabel tersebut. Pada setiap indikator dihasilkan dari suatu perhitungan terhadap formulasi yang mendasarkan pada konsep teori dan ditambah dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam pengukuran tingkat kinerja perbankan. III.4.1 Perkembangan Kinerja Perkembangan kinerja yang dimaksud dinilai dengan analisis CAMEL yang merupakan ukuran kesehatan bank dengan kriteria menurut aspek Capital, Asset, Management, Earning dan Liquidity. Berikut ini masing-masing variabel yang digunakan untuk melakukan analisis CAMEL: 1) CAR CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan rasio kecukupan modal yang dihitung dengan membandingkan modal sendiri dengan aktiva tertimbang menurut risiko atau (ATMR) sesuai dengan SE No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, yang dinyatakan dalam persentase (%). Berikut ini formulasi untuk menghitung CAR:
35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, telah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain sebelum kita gunakan (Umar, 2005). Data sekunder yang digunakan merupakan data rasio-rasio keuangan Bank CIMB Niaga yang diolah dari laporan keuangan bank bersangkutan selama periode waktu 2006-2010. Selain itu juga untuk memperoleh data rasio-rasio keuangan Bank Lippo, didapat dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2006 dan 2007 dan Laporan Keuangan Publikasi di website Bank Indonesia.
III.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi atau wakil dari populasi yang dipilih untuk diteliti dengan jumlah tertentu yang representatif sifatnya (Sekaran, 2006). Data sekunder yang digunakan yaitu data time series yang diolah dari laporan keuangan Bank Niaga dan Bank Lippo untuk periode sebelum merger dan laporan keuangan Bank CIMB Niaga untuk periode sesudah merger.
III.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan studi dokumentasi merupakan suatu teknik
34
keberhasilan merger. Selain itu juga untuk melihat adanya hasil dari merger tersebut, digunakan penilaian terhadap harga saham dan jumlah lembar saham yang diperdagangkan sebelum dan sesudah merger.
33
Perkembangn Kinerja Rasio CAMEL Sebelum Merger - CAR - PPAP RORA - NIM - ROA - LDR - BOPO - ROE - BOPO
Rasio CAMEL Sesudah Merger - CAR - PPAP RORA - NIM - ROA - LDR - BOPO - ROE
CAMEL: Analisa terhadap perkembangan kinerja keuangan Efisiensi: Analisa rasio efisiensi usaha
Sinergi Nilai Perusahaan sebelum dan sesudah merger yang dibandingkan
Keberhasilan merger yang diukur dari meningkatnya nilai perusahaan
Reaksi Pasar Abnormal Return sebelum dan sesudah merger yang diabndingkan
Untuk melihat apakah abnormal return yang diperoleh karena pengumuman merger atau memang karena pasar yang membaik
Gambar II. 1 Kerangka Pikir Evaluasi Merger Merger dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan kinerja dari perusahaan-perusahaan yang tergabung. PT Bank CIMB Niaga Tbk. sebagai sebuah bank, kinerjanya dapat diukur dengan menggunakan rasio CAMEL sebagai dasar yang diterima secara luas. Sedangkan efisiensi operasi sebuah bank akan menghasilkan keunggulan bersaing melalui penghematan biaya yang pada akhirnya akan meningkatkan arus kas dan juga pendapatan atau laba sebuah bank. Oleh karena itu faktor efisiensi dimasukkan sebagai variabel pengukur
32
Dimana: : return ekspektasi saat t : IHSG pada saat t : IHSG pada saat t-1
II.3 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir dari penelitian kali ini mereplikasi dari penelitian sebelumnya, yang melakukan evaluasi terhadap pertumbuhan atau peningkatan rasio-rasio keuangan meliputi rasio-rasio CAMEL dan rasio efisiensi yang diproksikan dengan BOPO. Pengukuran dan penilaian atas kesehatan Bank CIMB Niaga dilihat dari analisis proksi CAMEL dan rasio efisiensi. Sedangkan untuk melihat adanya sinergi dilakukan analisis terhadap nilai perusahaan sebelum dan sesudah merger. Begitu pun dengan analisis terhadap reaksi pasar dengan melihat abnormal return sebelum dan sesudah merger. Berikut ini model evaluasi merger Bank CIMB Niaga:
31
perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar. Berikut
ini
cara
untuk
menghitung
abnormal
return
dengan
menggunakan model ini:: 1) Abnormal return dihitung dengan market adjusted abnormal return, yaitu merupakan selisih return saham yang dihitung dengan return individual dikurangi return ekspektasi.
Dimana: : abnormal return saham i pada periode t : return saham i pada periode t : return ekspektasi pada periode t 2) Return saham individual pada periode t, merupakan selisih antara harga saham i pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1), dibagi dengan harga saham pada t-1
Dimana: : return saham i pada saat t : harga saham i pada saat t : harga saham i pada saat t-1 3) Return ekspektasi (expected return) merupakan selisih antara IHSG periode t dengan t-1 dibagi dengan IHSG pada t-1 30
Periode estimasi (estimation periode) umumnya merupakan periode sebelum periode peristiwa. Periode peristiwa (event period) disebut juga dengan periode pengamatan atau jendela peristiwa (event window). 2) Market Model Perhitungan return ekspektasian dengan model pasar (market model) ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu (1) membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasian di periode jendela. Model ekspektasi dapat dibentuk menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square) dengan persamaan: Ri,j = αi + βi . RMj + εi,j Dimana: Ri,j
: return realisasian sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
αi
: intercept untuk sekuritas ke-i
βi
: koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke-i
RMj : return indeks pasar pada periode estimasi ke-j yang dapat dihitung dengan rumus RMj = (IHSGj – IHSGj-1) / IHSGj-1 dengan IHSG adalah Indeks Harga Saham Gabungan εi,j
: kesalahan residu sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
3) Market Adjusted Model Model sesuaian-pasar (market adjusted model) menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. dengan menggunakan model ini, maka tidak
29
diharapkan investor). Return yang sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang dengan harga sebelumnya. Sedangkan return yang diharapkan merupakan return yang harus diestimasi. Abnormal return akan terjadi apabila pengumuman merger dan akuisisi mempunyai informasi dalam pasar modal yang efisien, harga saham dan tingkat pengembalian bereaksi dengan adanya pengumuman merger dan akuisisi sehingga dengan memanfaatkan informasi publik, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan di atas normal. Terdapat tiga model untuk menghitung abnormal return (Hartono, 2000), yaitu: 1) Mean Adjusted Model Model sesuaian rata-rata (mean adjusted model) ini menganggap bahwa return ekpektasian bernilai konstan dan sama dengan rata-rata return realisasian sebelumnya selama periode estimasi (estimation period), sebagai berikut:
E[Rit]= T Dimana: E[Rit]
: return ekspektasian sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Rij
: return realisasian sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j
T
: lamanya periode estimasi, yaitu t1 sampai dengan t2 28
yang paling populer dan pada dasarnya merupakan konsep yang baik. Sinergi adalah “bonus yang diperoleh karena usaha bersama dari bagian-bagian lain dari suatu organisasi”. Sementara itu Brigham (1998) menjelaskan sinergi sebagai tujuan utama dari kebanyakan merger atau konsolidasi untuk meningkatkan nilai dari penggabungan usaha dari dua perusahaan A dan B yang kemudian menjadi perusahaan C. Nilai dari perusahaan C ini dinilai lebih menguntungkan bagi pemegang saham dengan adanya sinergi, daripada masing-masing perusahaan secara terpisah. Suwardi (2008) merangkum efek sinergi secara umum yang timbul dari empat hal, yaitu: 1) Ekonomi operasi, yang ditimbulkan dari meningkatnya skala ekonomis pada bidang manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi. 2) Ekonomi
keuangan,
meliputi
berkurangnya
biaya
transaksi
dan
meningkatnya wilayah cakupan dengan analisa keuangan yang lebih aman. 3) Efisiensi differensial, bila perusahaan manajemen salah satu perusahaan kurang efisien, peningkatan asset setelah merger akan membantu meningkatkan produktivitas. 4) Meningkatnya kekuatan pasar dan berkurangnya kompetitor. II.2.12 Abnormal Return Menurut Hartono (2010), abnormal return umumnya menjadi fokus study yang mengamati reaksi harga atau efisiensi pasar. Abnormal return merupakan selisih antara return yang sesungguhnya terjadi dikurangi return yang diharapkan atau return ekspektasi. Return normal merupakan return ekspektasi (return yang
27
4) Rentabilitas (Earning) Kemampuan bank dalam meningkatkan labanya, apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Bank yang sehat yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. Penilaian juga dilakukan dengan: a) Rasio laba terhadap total aset (ROA) b) Perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO) 5) Likuiditas (Liquidity) Sebuah bank dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua hutang-hutangnya, terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Secara umum rasio ini merupakan rasio antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar. Yang dinilai dalam rasio ini adalah: a) Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva b) Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank, seperti: KLBI, giro, tabungan, deposito dan lain-lain. II.2.11 Sinergi Sinergi adalah mencapai sesuatu yang lebih besar dengan sumber daya yang sama, atau mencapai hasil yang sama dari sumber daya yang lebih kecil. Selisih antara nilai perusahaan gabungan dengan jumlah nilai perusahaan yang beroperasi secara sendiri-sendiri adalah merupakan sinergi dari penggabungan usaha. Menurut McDonagh (1999) dalam Suwardi (2008), sinergi merupakan motivasi
26
1) Permodalan (Capital) Permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut berdasarkan CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perbandingan rasio tersebut adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan sesuai dengan ketentuan Pemerintah tahun 1999, CAR minimum harus 8%. 2) Kualitas Aset (Asset Quality) Penilaian aset harus sesuai dengan peraturan yang diterapkan oleh Bank Indonesia
dengan
membandingkan antara
aktiva
produktif
yang
diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia. 3) Manajemen (Management) Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga harus dinilai kualitas manajemennya.
Kualitas
manajemen
dapat
dilihat
dari
kualitas
manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen
permodalan,
manajemen
aktiva,
manajemen
umum,
manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas. Penilaian didasarkan pada 250 pertanyaan yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan.
25
Menurut Martono (2002), cara menilai kesehatan bank dengan menggunakan metode CAMELyang dirangkum dalam tabel berikut ini: Tabel II.1 Penilaian Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode CAMEL Uraian Yang dinilai Rasio Nilai Bobot kredit 0 s/d max Capital Kecukupan Modal CAR 25% 100 25% Kualitas Aktiva BDR Max 100 Assets 5% Produktif CAD Max 100 30% Manajemen Modal Manajemen Aktiva Manajemen Umum Total max Manajemen Kualitas Manajemen Manajemen 25% 100 Rentabilitas Manajemen Likuiditas Kemampuan ROA Max 100 Earnings 10% Menghasilkan Laba BOPO Max 100 Kemampuan LDR Max 100 Liquidity Menjamin 10% MCM/ CA Max 100 Likuiditas Sumber: Martono, 2002
Untuk menilai kesehatan bank dapat dilihat dari beberapa segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi sehat , cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat, sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya. Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah dibuat oleh Bank Indonesia. Berikut ini Rasio CAMEL menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, yang dirangkum oleh Kasmir (2002), yaitu:
24
margin (NIM) dan tercapai tingkat LDR yang sehat sesuai dengan harapan Bank Indonesia (5%). Sehingga akan meningkatkan return yang diindikasikan terjadinya peningkatan ROA. Indikasi meningkatnya ROA secara otomatis menggambarkan peningkatan return perusahaan. Peningkatan aset dari hasil merger, dalam sebuah PT ditandai dengan peningkatan jumlah saham yang beredar. Jika terjadi peningkatan return, dapat diartikan bahwa laba per lembar saham akan meningkat. Peningkatan laba per lembar saham/ earning per share (EPS) adalah indikasi bahwa tujuan merger untuk meningkatkan nilai sekaligus memaksimumkan kekayaan para pemegang saham tercapai. Sehingga kemakmuran pemegang saham (stockholder’s) meningkat. II.2.10 Kesehatan Bank Menurut Susilo dkk (2000), kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan sebuah bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi: 1) Kemampuan untuk menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan modal sendiri. 2) Kemampuan mengelola dana 3) Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat 4) Kemampuan untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain 5) Kemampuan memenuhi peraturan perbankan yang berlaku
23
3) Memperkuat Sistem Pendukung Aspek penting yang dibutuhkan adalah meningkatkan kemampuan teknologi informasi bank hasil merger dan restrukturisasi di semua sisi informasi teknologinya. 4) Pengurangan Biaya Operasional Penting untuk menjaga rasio biaya pengeluaran operasional agar tidak menjadi besar, jika dibandingkan dengan komposisi aktiva lancar lainnya. 5) Fungsi Bank Inti Bank inti atau core bank sebagai bank hasil penggabungan usaha. II.2.9 Konsep Merger Bank Mudrajad (2002) mengungkap beberapa hal, pertama dengan merger berarti terjadi peningkatan aktiva/ aset yang berarti pula terjadi peningkatan pangsa pasar. Seringkali pangsa pasar dana pihak ketiga yang dikuasai sebuah bank menjadi penentu yang sangat penting seberapa besar nilai bank jika dilakukan merger atau akuisisi. Karena dengan begitu bank akan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pasar. Kedua, meningkatkan efisiensi dengan memungkinkan menutup cabang bank yang saling berdekatan dan menghilangkan duplikasi lainnya dan ketiga yaitu mengurangi persaingan. Dengan demikian adanya merger yang ditandai dengan peningkatan aset, pangsa pasar menigkat, dengan pengurangan duplikasi aktivitas yang dilakukan dengan merger akan tercapai peningkatan skala ekonomi berupa penghematanpenghematan biaya (BOPO) dan akan meningkatkan efisiensi dalam operasi dengan pemberian kredit yang lebih selektif sehingga meningkatkan net interest
22
bahan yang diperlukan untuk keberhasilan perusahaan dan perusahaan kecil mungkin memiliki produk yang unik tetapi kekurangan teknologi dan organisasi penjualan yang diperlukan untuk memproduksi dan memasarkannya pada skala besar. Merger dapat dilakukan untuk mengembangkan teknologi dan penjualan dengan lebih cepat serta lebih murah. Kedua perusahaan memiliki sumber daya komplementer yang diperlukan masing-masing perusahaan. II.2.8 Tujuan Merger Perbankan Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh dilakukannya merger perbankan, antara lain: 1) Pengendalian Krisis Tujuan yang akan dicapai dalam pengendalian krisis adalah merubah marjin bunga negatif menjadi marjin bunga positif. Bila bank hasil merger tidak dapat merubah marjin suku bunga yang negatif, kelangsungan merger bank secara finansial tidak dapat terjamin. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, prioritas utama manajemen adalah merubah komposisi dan jumlah aktiva dan pasiva sehingga dapat memperbaiki marjin pendapatan dari negatif menjadi positif. 2) Restrukturisasi Organisasi Rasionalisasi atas struktur organisasi bank hasil merger yang dimulai dari jaringan kerja seperti kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas dan ATM.
21
Sementara itu rasio yang digunakan adalah rasio-rasio keuangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan BI untuk menilai kinerja menggunakan rasio CAMEL, yang juga disyaratkan sebagai standar penilaian perbankan yang diterima secara luas (Koch dan Scott, 2000). II.2.7 Tujuan Merger Menurut Brealey, Myers dan Marcus (2007), salah satu motif merger adalah menggantikan tim manajemen yang ada. Jika motif ini penting, orang akan memperkirakan bahwa perusahaan yang berkinerja buruk cenderung menjadi target akuisisi. Selain itu juga banyak merger dan akuisisi yang dimotivasi oleh kemungkinan keuntungan efisiensi dari penggabungan operasi. Merger ini menciptakan sinergi. Dengan merger ini, berarti dua perusahaan bernilai lebih besar jika disatukan dibandingkan jika berdiri sendiri. Merger hanya menambah nilai jika sinergi, manajemen yang lebih baik, atau perubahan lain membuat nilai dua perusahaan lebih besar jika disatukan daripada berdiri sendiri. Namun, bukan hanya itu saja yang manajemen harapkan. Manajemen juga mengharapkan skala ekonomi, yaitu peluang untuk menyebarkan biaya tetap ke volume output yang lebih besar. Industri perbankan memberikan banyak contoh dalam hal ini akibat dari adanya regulasi perbankan. Skala ekonomi ini adalah tujuan alami dari merger horizontal. Tetapi skala ekonomi ini juga menjadi tujuan merger konglomerat. Arsitek merger ini menunjukkan keekonomisan yang berasal dari pembagian layanan pasar seperti akuntansi, kontrol keuangan, dan manajemen tingkat atas. Apabila ada perusahaan kecil yang diakuisisi oleh perusahaan besar yang dapat menyediakan kekosongan
20
Brealey, Myers dan Marcus (2007), ada tiga cara menagakuisisi perusahaan. Salah satunya adalah menggabungkan (merge) dua perusahaan menjadi satu, dalam kasus ini perusahaan pengakuisisi mengasumsikan semua aset dan semua kewajiban perusahaan yang lain. Perusahaan yang diakuisisi ditutup, dan pemegang saham lamanya menerima uang tunai dan/ atau sekuritas di perusahaan pengakuisisi. Dalam banyak merger ada perusahaan pengakuisisi yang jelas, yang memiliki manajemen yang baik kemudian menjalankan perusahaan yang semakin besar tersebut. Kadang-kadang merger ditampilkan sebagai “merger bersama”, tetapi bahkan dalam kasus ini salah satu manajemen perusahaan biasanya berada di atas yang lain. Merger dilakukan oleh perusahaan-perusahaan untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran finansial tertentu. Proses merger melibatkan penggabungan dua atau lebih organisasi perusahaan yang berbeda dari segi karakter perusahaan, budaya, sistem serta nilainya. Pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan untuk melakukan proses perusahaan adalah para pemegang saham, manajer, karyawan dan konsumen. Merger merupakan suatu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan yang juga merupakan alternatif lain untuk investasi modal pertumbuhan secara external. Dalam merger, perusahaan-perusahaan menggabungkan dan membagi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama. Para pemegang saham dari perusahaan-perusahaan yang bergabung biasanya tetap berposisi sebagai pemilik bersama atas ekuitas perusahaan yang digabungkan.
19
rasio likuiditas ini bertujuan untuk melihat kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Rasio yang dipakai dalam pembobotan penilaian CAMEL untuk menilai kinerja bank adalah Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
LDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85% dan 100% (Dendawijaya, 2005). II.2.6 Teori Merger Istilah merger berasal dari kata kerja “merge” yang berarti menggabungkan atau memfungsikan (John dan Hassan, 1990) dalam Kusmargiani (2006). Menurut 18
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sering disebut juga dengan rasio efisiensi karena digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak dan akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2005). Sehingga semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya bersangkutan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya operasional merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan pada saat menjalankan kegiatan pokok, seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dan biaya lainnya. Pendapatan operasional adalah pendapatan utama yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya. Rasio BOPO dengan tingkat efisiensi yang mendekati 75% dikatakan memiliki kinerja dengan tingkat efisiensi yang baik. Tingkat kinerja efisiensi bank dikatakan rendah atau tidak baik apabila rasio melebihi 90% dan mendekati 1005 dan rasio yang ditoleransi menurut Bank Indonesia maksimal 93,25% (Kurnia dan Mawardi, 2012). BOPO = Beban Operasional/ Pendapatan Operasional II.2.5 Likuiditas Bank Menurut Brealey, Myers dan Marcus (2007), likuiditas adalah kemampuan untuk menjual sebuah aset guna mendapatkan kas pada waktu singkat. Analisis
17
umum di Indonesia adalah sebesar 8%. Perhitungan modal minimum atau kecukupan modal bank (capital adequacy) berdasarkan kepada risiko atau perbandingan antara modal yang dimiliki bank dan jumlah aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). ATMR merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca (aktiva yang tercantum dalam neraca) dan ATMR aktiva administratif (aktiva yang bersifat administratif). Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti + modal pelengkap) dan total ATMR Rasio tersebut adalah sebagai berikut:
II.2.4 Rentabilitas Bank Rasio rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dapat dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Biasanya untuk melakukan perhitungan rasio-rasio rentabilitas dicari hubungan timbal balik antar pos yang terdapat pada laporan laba rugi ataupun hubungan timbal balik antar pos yang terdapat pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Analisis rasio rentabilitas yang digunakan dalam pembobotan bank umum memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
16
II.2.3 Modal Bank Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital. 1) Modal inti Komponen modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, meliputi modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. 2) Modal pelengkap Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal. Modal pelengkap ini meliputi: cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasi dan pinjaman subordinasi. Di Indonesia, ketentuan tentang modal minimum bank umum yang berlaku mengikuti standar Bank for International Settlements (BIS). Seiring dengan itu juga dalam kerangka paket deregulasi tanggal 29 Februari 1991 (PakFeb’91), Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Persentase kebutuhan modal minimum yang diwajibkan menurut BIS ini disebut capital adequacy ratio (CAR). Dengan demikian CAR minimum bank
15
“Segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.
Menurut Suyatno (1996), bank adalah badan yang usaha utamanya menciptakan kredit. Sedangkan menurut Abdurrachman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, bank diartikan sebagai suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaanperusahaan, dan lain-lain. II.2.2 Dana Bank Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank atau dana lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan. Uang tunai yang dimiliki bank tidak hanya berasal dari modal bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari pihak lain yang dititipkan atau dipercayakan pada bank yang sewaktu-waktu akan diambil kembali, baik sekaligus maupun secara berangsur-angsur. Dana-dana bank yang digunakan sebagai alat operasional suatu bank bersumber dari dana sebagai berikut: 1) Dana pihak kesatu, adalah dana dari modal sendiri yang berasal dari para pemegang saham. 2) Dana pihak kedua, adalah dana pinjaman dari pihak luar. 3) Dana pihak ketiga, adalah dana berupa simpanan dari pihak masyarakat. Dana dari masyarakat ini beberapa jenis, yaitu giro, deposito dan tabungan. 14
hingga 1999. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang pemegang saham pengakuisisi tidak memperoleh kemakmuran atau abnormal return yang memadai setelah pengumuman merger dan akuisisi. Pada penelitian kali ini variabel-variabel yang digunakan adalah variabel yang mengukur capital yaitu CAR, variabel assets yang diproksi dengan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), variabel Net Interest Margin (NIM) sebagai proksi dari tingkat perkembangan manajemen, ROA sebagai proksi dari profitabilitas atau earnings, LDR sebagai proksi dari likuiditas dan BOPO sebagai proksi dari tingkat efisiensi. Sedangkan untuk mengukur tingkat sinergi yang dilihat dari peningkatan nilai perusahaan, dilakukan perhitungan menggunakan harga saham yang dikalikan dengan banyaknya saham yang diperdagangkan. Sedangkan untuk melihat reaksi pasar digunakan analisis terhadap abnormal return.
II.2 Landasan Teori II.2.1 Bank Pengertian Bank menurut Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah: “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Sedangkan pengertian perbankan dalam undang-undang tersebut adalah:
13
menunjukkan hasil bahwa tidak ada perubahan kinerja keuangan antara periode sebelum dan setelah merger dilakukan. Khanna dan Palepu dalam Mutamimah (2009), strategi merger dan akuisisi merupakan strategi bisnis yang banyak dipilih oleh perusahaan agar tetap unggul dalam persaingan. Motivasi perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah untuk melakukan sinergi dan meningkatkan nilai tambah (value added) bagi seluruh pemegang saham. Oleh sebab itu keputusan merger dan akuisisi suatu perusahaan juga akan mendapat sorotan dari para pelaku pasar. Adanya aktivitas merger dan akuisisi yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan perusahaan, memberikan sinyal bagi investor untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut dengan harapan investor dapat memperoleh keuntungan yang diinginkan. Reaksi pasar modal terhadap kandungan informasi dalam suatu peristiwa dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return yang merupakan selisih antara return aktual dengan return yang diekspektasikan oleh investor (Hartono, 2010). Wibowo dan Pakereng (2001) dalam Sutrisno dan Sumarsih (2004), menemukan bahwa perusahaan pengakuisisi memperoleh abnormal return yang negatif di seputar pengumuman merger dan akuisisi dapat menunjukkan adanya transfer informasi antar perusahaan dalam sektor industri manufaktur. Retno (2002) dalam Sutrisno dan Sumarsih (2004) juga melakukan penelitian dampak jangka panjang pemegang saham pengakuisisi dan membandingkan kemakmuran yang diperoleh antara akuisisi internal dan akuisisi eksternal selama periode 1997
12
sebelum meupun sesudah merger, begitu juga BOPO tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger. Untuk likuiditas tidak ada perbedaan yang signifikan baik sebelum maupun sesudah merger. Payamta dan Setiawan (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh keputusan merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan rasio keuangan dan harga saham sebelum dan sesudah merger dan akuisisi di sekitar peristiwa terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua tahun sebelum dan sesudah peristiwa merger dan akuisisi tidak terjadi perbedaan kinerja yang signifikan, baik dari segi rasio keuangan maupun harga saham. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) yang menggunakan rasio-rasio likuiditas (current ratio), profitabilitas (ROI), aktivitas (TAR) dan solvabilitas (debt to equity ratio) menyatakan bahwa rasio CR dan TAR mengalami peningkatan yang signifikan pada periode setelah akuisisi.
Sedangkan
Hadiningsih (2007), yang meneliti mengenai dampak jangka panjang merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi di BEJ melalui rasio-rasio keuangan yang terdiri atas likuiditas, profitabilitas, leverage, aktivitas dan return saham, menemukan bahwa secara umum merger dan akuisisi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi. Kusumaningsih (2010) dalam penelitiannya juga menggunakan analisis CAMEL dengan variabel-variabel yang digunakan adalah CAR, PPAP, ROA, BOPO, NIM, LDR dan Cash Ratio. Dengan PD BPR BKK sebagai sampelnya
11
dapat dilihat dari pendapat Smith (1996) yang memfokuskan pada penekanan biaya over head dan overlapping kantor cabang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menilai kinerja merger sebuah bank tidak dapat dilepaskan dari CAMEL. Pengukuran kinerja dengan menggunakan metode CAMEL ini juga telah digunakan oleh beberapa penelitian terdahulu lainnya seperti: Payamta dan Machfoed (1999) menggunakan variabel CAR untuk mengukur capital, asset diukur dengan RORA, manajemen diukur dengan Net Profit Margin, rentabilitas diukur dengan menggunakan ROA, ROE dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Kemudian likuiditas diukur dengan menggunakan rasio kewajiban bersih (call money) terhadap aktiva lancar dan rasio kredit terhadap dana yang diterima. Zainuddin dan Hartono (1998); Nasser dan Aryati (2000) juga menggunakan model analisis CAMEL untuk memprediksi kegagalan keuangan (financial distress). Kemudian Wardiah (2001)
dalam Suwardi (2008)
memberikan gambaran kinerja bank pemerintah yang melakukan merger. Penilaian kinerja perbankan diukur berdasarkan aspek-aspek CAMEL yang meliputi aspek Capital, Asset Quality, Management, Earnings dan Liquidity. Hasil penelitian CAR sesudah merger menunjukkan perbaikan Asset Quality sesudah merger
lebih baik dari sebelumnya
ini menunjukkan merger
mampu
mengoptimalkan aktiva yang dimiliki. Sedangkan aspek manajemen diproksi dengan Net Interest Margin ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger, karena fungsi intermediasi belum pulih. Dari sisi Earning yang diukur dengan ROA juga tidak ada perbedaan yang signifikan
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang juga membahas tentang merger. Rose (1991) dalam Suprabowo (2001), mengungkapkan bahwa premium atau nilai lebih pembayaran atas akuisisi atau merger dipengaruhi oleh tingkat laba (earning) dan nilai buku. Sementara itu Hunter dan Wall (1989) dalam Suprabowo (2001) menyatakan keputusan merger bank dimotivasi oleh keinginan untuk diversifikasi laba, dan potensi pertumbuhan laba, dan untuk mencapai tingkat skala ekonomis, efisiensi, ROS lebih tinggi, tingkat pertumbuhan perolehan dana, dan total aset. Selanjutnya Smith (1996) dalam Kusmargiani (2006) menyatakan bahwa merger bank dimaksudkan untuk mengurangi biaya tenaga kerja, biaya over head, dan mengkombinasikan antara efisiensi yang telah dicapai oleh partner merger, dan mengurangi jumlah cabang yang tingkat operasionalnya overlapping antara satu cabang dengan cabang lain. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka dalam merger bank perlu diperhatikan beberapa unsur yang dianggap sebagai variabel penting antara lain, yaitu: unsur modal (capital), unsur aset, laba, likuiditas dan efisiensi. Oleh karena itu dalam menilai kinerja keberhasilan suatu merger tidak lepas dari faktor capital, assets, management, earnings, dan liquidity, atau disebut dengan CAMEL. Untuk memproksikan kinerja manajemen, dapat digunakan aspek efisiensi, karena semakin baik kinerja manajemen maka semakin tinggi efisiensi bank. Hal ini
9
3) Untuk mengetahui reaksi pasar modal terhadap pengumuman merger yang dicerminkan dengan abnormal return yang diterima oleh pemegang saham Bank Lippo dan Bank Niaga yang kemudian setelah merger menjadi Bank CIMB Niaga.
I.4 Manfaat Penelitian 1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran atas keberhasilan merger Bank CIMB Niaga, yang disertakan dengan deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut. 2) Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan rujukan untuk penelitianpenelitian selanjutnya dan menambah pengetahuan akan penelitian mengenai merger, khususnya pada perbankan Indonesia.
8
dalam Kusmargiani (2006) diketahui bahwa dari 57 kasus merger dan akuisisi selama tahun 1990-1997, 10 kasus diantaranya merupakan merger dan akuisisi perusahaan perbankan. Payamta dan Nursholihah (2001) dalam penelitiannya yang diukur dengan rasio CAMEL, tidak terdapat perbedaan tingkat kinerja bank sebelum dan sesudah merger. Bank CIMB Niaga yang sebelumnya adalah Bank Niaga dan Bank Lippo melakukan merger demi memenuhi kebijakan Bank Indonesia mengenai kepemilikan tunggal di Indonesia, dimana pemegang saham mayoritas memilih jalan merger demi kepentingan seluruh stakeholder. Sehingga dapat diajukan rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana perkembangan kinerja Bank CIMB Niaga setelah merger. Apakah terdapat peningkatan kemakmuran yang diperoleh mantan pemegang saham bank legacy dan adakah reaksi pasar terhadap informasi merger tersebut.
I.3 Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui perkembangan kinerja Bank CIMB Niaga. Sebelum dan sesudah melakukan proses merger selama kurang lebih 5 tahun. Dalam penelitian ini digunakan data dua tahun sebelum merger atau tahun 2006 dan 2007 dan dua tahun sesudah merger atau tahun 2009 dan 2010. Dengan harapan dapat dilihat perkembangan atas keberhasilan merger Bank CIMB Niaga ini. 2) Untuk menilai keberhasilan merger yang dilihat dari peningkatan nilai ekuitas yang dinikmati oleh para pemegang saham.
7
dan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi terutama kinerja keuangan baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan diakuisisi. Dasar logika dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika skala bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga semakin meningkat. Sehingga kinerja perusahaan pasca merger dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi (Wangi, 2010). Berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian ini berfokus pada pengaruh merger dan akuisisi dengan membandingkan kinerja keuangan, nilai perusahaan yang diukur dengan harga saham dan jumlah saham yang diperdagangkan juga abnormal return untuk melihat reaksi pasar sebelum dan sesudah merger. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan rasio CAMEL. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar PT. Bank CIMB NiagaTbk. : Analisis Sebelum dan Sesudah Merger”.
I.2 Rumusan Masalah Penelitian Keputusan merger dan akuisisi juga diambil oleh perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia. Dari 101 bank yang merger dan akuisisi, 71 bank dilikuidasi dan hanya 30 bank yang masih beroperasi itupun tidak berlangsung lama. Sebab, mereka hanya mampu bertahan hingga tahun 1998. Sebanyak 18 bank dibekukan dan dilikuidasi. Selebihnya 12 bank, masih beroperasi hingga tahun 2001 (InfoBank 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (1998)
6
Sebagai bukti ketaatan terhadap peraturan yang berlaku, tanggal 1 November 2008 menjadi hari efektif pertama setelah merger bagi PT. Bank Niaga Tbk. (selanjutnya Bank Niaga) dan PT. Bank Lippo Tbk. (selanjutnya Bank Lippo) yang telah bergabung menjadi PT. Bank CIMB Niaga Tbk. (selanjutnya Bank CIMB Niaga), merger ini sudah disetujui oleh Bank Indonesia pada tanggal 15 Oktober 2008. Penggabungan kedua bank tersebut merupakan opsi terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang diambil oleh pemegang saham dalam rangka mematuhi kebijakan BI khususnya mengenai Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy (SPP). Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2008, pemegang saham kedua bank menyetujui rencana penggabungan atau merger (Merger Report CIMB Niaga, 2009). Beberapa bulan sebelum merger dilaksanakan tepatnya pada tanggal 28 Mei 2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Bergabungnya Bank Lippo ke dalam Bank CIMB Niaga merupakan sebuah lompatan besar di sektor perbankan Asia Tenggara. Penggabungan ini juga menjadikan Bank CIMB Niaga sebagai bank terbesar ke-5 sari sisi aset, pendanaan, kredit dan luasnya jaringan cabang. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah melakukan merger dan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Pasca merger dan akuisisi, kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan. Hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Untuk menilai bagaimana keberhasilan merger
5
perbankan yang kuat pula. Salah satu yang dapat dicapai untuk menciptakan struktur perbankan yang kuat adalah melalui penataan struktur kepemilikan bank yaitu salah satunya kebijakan Kepemilikan Tunggal (Single Presence Policy) pada Perbankan Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/24/PBI/2012. Single Presence Policy yaitu kebijakan yang mengharuskan pemilik mayoritas bank memiliki kepemilikan tunggal pada bank-bank yang beroperasi di Indonesia. Implikasinya, tidak boleh ada pemegang saham yang sama memiliki beberapa bank di Indonesia (Puspitawati, 2010). Sedangkan tujuan dari penerapan kebijakan ini adalah melahirkan bank-bank yang kuat, kokoh dan besar yang diharapkan dapat bersaing di tingkat internasional juga tidak ada monopoli di dalamnya serta menekan penguasaan asing pada perbankan Indonesia (Bank Indonesia, 2010). Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/16/2006 tentang Kepemilikan Tunggal pada perbankan nasional, Bank Indonesia (BI) pada pertengahan 2006 memberikan tiga opsi bagi para pemegang saham pengendali (mayoritas) yang memiliki lebih dari satu bank, yaitu: 1) Mengurangi kepemilikan di bank lain sehingga hanya menjadi satu pemegang saham pengendali (mayoritas) pada satu bank. 2) Melakukan merger atau konsolidasi dari bank-bank yang dimiliki saham mayoritasnya. 3) Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan (bank holding company) di Indonesia.
4
berdampak terhadap perubahan struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta / publik menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal pemerintah dan meningkatnya jumlah lembar saham bank-bank publik dari semula paling besar kurang lima miliar lembar saham sebelum rekapitalisasi, kemudian membengkak
hingga
menjadi ratusan miliar
lembar
saham.
Pembengkakan jumlah lembar saham pasca rekapitalisasi tersebut secara otomatis membuat nilai buku per lembar saham turun drastis dan harga saham perbankan juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level sekitar Rp 1.000 menjadi relatif rendah hingga di bawah Rp 50 per lembar saham sebagai akibat terjadinya ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham maupun jumlah lembar sahamnya. Untuk saham bank yang memiliki harga relatif rendah jelas mengalami kesulitan untuk bergerak naik maupun turun kendati bank tersebut telah mengalami peningkatan kinerja secara substansial, sebaliknya bank yang memiliki harga saham tinggi telah terbaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus (Susiyanto, 2004) dalam (Hamzah, 2006). Krisis yang terjadi di industri perbankan ini membuat pemerintah khawatir dengan bank-bank yang masih beroperasi, khususnya bank swasta. Karena jika salah satu dari bank yang ada mengalami kasus yang mengharuskannya dilikuidasi, maka akan berdampak pada bank-bank lain. Untuk mengantisipasi dinamika perkembangan perekonomian regional dan global, industri perbankan perlu meningkatkan ketahanan dan daya saing yang memerlukan struktur
3
dengan cara penggabungan (merger) dan rekapitalisasi melalui penerbitan obligasi pemerintah untuk menambah modal bank (Samosir, 2003). Menurut Lyroudi (2006) dalam Kusumaningsih (2010), strategi eksternal dengan merger dan akuisisi lebih cepat menunjukkan peningkatan dibanding strategi internal. Hal ini dianggap sesuai dengan tuntutan persaingan yang mengharuskan perusahaan untuk menghasilkan peningkatan dengan cepat. Perusahaan melakukan merger sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan juga sebagai cara bertahan dalam kompetisi. Hitt (2002) menambahkan alasan perusahaan lebih memilih merger dan akuisisi karena dengan strategi tersebut, tujuan perusahaan akan cepat tercapai dibandingkan jika perusahaan memulai usahanya dari awal. Nilai perusahaan juga akan meningkat setelah melakukan merger dan akuisisi dibanding jika perusahaan dijual secara terpisah. Manfaat lain dari merger dan akuisisi adalah adanya peningkatan kemampuan manajerial, transfer teknologi dan efisiensi biaya. Sedangkan
untuk
mengukur
kinerja
perusahaan,
Helfert
(2000)
mengemukakan bahwa yang berkepentingan dalam mengukur kinerja perusahaan adalah investor, manajemen, pemerintah dan masyarakat luas. Kinerja bank dapat diketahui dari tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank yang diukur dari beberapa aspek, yaitu: capital, assets, management, earnings, dan liquidity, atau disebut dengan CAMEL yang menggunakan rasio keuangan, dimaksudkan sebagai tolak ukur bagi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut. Di Indonesia,
dampak krisis
perbankan
yang
terjadi tidak
hanya
mengakibatkan rasio keuangan perbankan menjadi memburuk, namun juga
2
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Jumlah bank umum di Indonesia pada Oktober 1988 tercatat 111 bank. Jumlah ini terus bertambah setelah dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88), menjadi 240 bank pada tahun 1994-1995. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada tahun 1996 meningkat menjadi 9.310 BPR, dari 8.041 BPR pada tahun 1988. Kemudian pada tahun 1997, karena adanya krisis moneter, Pemerintah dan Bank Indonesia mencoba untuk menanggulangi krisis tersebut dengan melakukan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan mengambilalih kepemilikan 7 bank lainnya. Tabel I.1 Perkembangan Jumlah Bank (1998-2011) Jumlah 1998 2000 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Bank 208 151 141 133 131 130 130 124 121 Umum* Kantor 7.661 7.113 7.001 7.835 8.236 9.110 9.680 10.868 12.837 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia berbagai tahun, Bank Indonesia (diolah) *) termasuk bank persero, bank umum swasta nasional devisa, dan bank asing
2010
2011
122
120
13.837
14.797
Pemerintah melakukan tindakan untuk membekukan kegiatan operasi perbankan khususnya bank swasta disebabkan pinjaman luar negeri yang diperoleh membengkak lebih dari tiga kali lipat akibat nilai tukar rupiah terhadap dollar naik secara drastis dan penyaluran kredit diberikan kepada industri terkait yang memiliki hubungan kepemilikan dengan bank tersebut yang berakhir dengan macet, sedangkan untuk bank pemerintah (BUMN) dilakukan restrukturisasi
1
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Laporan Keuangan Bank CIMB Niaga Tahun 2006, 2007 Dan 2008 .........................................................................
Lampiran II
: Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasian Bank CIMB Niaga Tahun 2006, 2007 dan 2008........................
Lampiran III
93
: Laporan Keuangan Bank CIMB Niaga Tahun 2009, 2010 dan 2011 ..........................................................................
Lampiran IV
83
98
: Catatan Laporan Keuangan Konsolidasian Bank CIMB NiagaTahun 2009, 2010, dan 2011 ........................
108
Lampiran V
: Laporan Keuangan Bank Lippo Tahun 2006 dan 2007 .....
111
Lampiran VI
: Data Return Saham Bank Lippo.......................................
125
Lampiran VII : Data Return Saham Bank Niaga.......................................
127
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1
: Kerangka Pikir Evaluasi Merger . ........................................
32
Gambar IV.1 : Trend Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga ...................................................................................
47
Gambar IV.2 : Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada Periode Sebelum dan Sesudah BI Approval .........................
72
Gambar IV.3 : Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada Periode Sebelum Merger dan Bank CIMB Niaga Pada Periode Setelah Merger ........................................................
72
xiv
.
Tabel IV.17 : Abnormal Return Bank Lippo Sebelum BI Approval .............
64
Tabel IV.18 : Abnormal Return Bank Lippo Sesudah BI Approval ..............
65
Tabel IV.19 : Abnormal Return Bank Niaga Sebelum BI Approval .............
66
Tabel IV.20 : Abnormal Return Bank Niaga Sesudah BI Approval ..............
67
Tabel IV.21 : Abnormal Return Bank Lippo Sebelum Merger .....................
68
Tabel IV.22 : Abnormal Return Bank Niaga Sebelum Merger .....................
69
Tabel IV.23 : Abnormal Return Bank CIMB Niaga Sesudah Merger ...........
70
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I.1
: Perkembangan Jumlah Bank (1998-2011)………………. ......
Tabel II.1
: Penilaian Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode CAMEL .................................................................................
Tabel IV.1
24
: Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger ..................................................................................
Tabel IV.2
1
43
: Rerata Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger .....................................................................
44
Tabel IV.3
: Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sesudah Merger ..........
45
Tabel IV.4
: Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah Merger ...................................................................................
Tabel IV.5
46
: Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah Merger ................................................
47
Tabel IV.6
: Nilai Ekuitas Bank Legacy Saat BI Approval .........................
49
Tabel IV.7
: Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat Merger (1 November 2008) ....................................................
50
Tabel IV.8
: Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat Merger ................
51
Tabel IV.9
: Data Saham Bank Niaga Setelah BI Approval ........................
54
Tabel IV.10 : Data Saham Bank Lippo Setelah BI Approval ........................
54
Tabel IV.11 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Sebelum Merger (H-1 Legal Day 1) ....................................................................................
55
Tabel IV.12 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat Merger (1 November 2008) ....................................................
55
Tabel IV.13 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Setelah Merger ....................
57
Tabel IV.14 : Data Saham Bank CIMB Niaga Setelah Merger .....................
59
Tabel IV.15 : Perbandingan Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat BI Approval, H-1 LD1 dan Setelah Konversi ..............................
61
Tabel IV.16 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Empat Tahun Setelah Merger ...................................................................................
62
xii
II.2.10 Kesehatan Bank ........................................................
23
II.2.11 Sinergi......................................................................
26
II.2.12 Abnormal Return ......................................................
27
II.3 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................
31
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN III.1
Data dan Sumber Data ...........................................................
34
III.2
Sampel ..................................................................................
34
III.3
Metode Pengumpulan Data ....................................................
34
III.4
Definisi Operasional .............................................................
35
III.4.1
Perkembangan Kinerja .............................................
35
III.4.2
Sinergi......................................................................
38
III.4.3
Analisis Reaksi Pasar ...............................................
39
Teknik Analisis ......................................................................
40
III.5.1
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan .................
41
III.5.2
Analisis Sinergi ........................................................
41
III.5.3
Analisis Reaksi Pasar ...............................................
42
III.5
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan...............................
43
IV.2
Analisis Sinergi ......................................................................
47
IV.3
Analisis Reaksi Pasar .............................................................
63
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN V.1
Kesimpulan ............................................................................
74
V.1.1
Kinerja Keuangan .....................................................
74
V.1.2
Sinergi......................................................................
76
V.1.3
Reaksi Pasar .............................................................
76
V.2
Keterbatasan Penelitian ..........................................................
77
V.3
Saran......................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
79
LAMPIRAN .................................................................................................
83
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN STANDAR PENULISAN .............................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
vi
INTISARI .....................................................................................................
viii
ABSTRACT .................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ... ...........................................................................................
x
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xv
BAB I : PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ......................................................................
1
I.2 Rumusan Masalah .................................................................
6
I.3 Tujuan Penelitian ..................................................................
7
I.4 Manfaat Penelitian ................................................................
8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................
9
II.2 Landasan Teori .....................................................................
13
II.2.1
Bank ........................................................................
13
II.2.2
Dana Bank................................................................
14
II.2.3
Modal Bank ..............................................................
15
II.2.4
Rentabilitas Bank .....................................................
16
II.2.5
Likuiditas Bank ........................................................
17
II.2.6
Teori Merger ............................................................
18
II.2.7
Tujuan Merger ..........................................................
20
II.2.8
Tujuan Merger Perbankan ........................................
21
II.2.9
Konsep Merger Bank ................................................
22
x
ABSTRACT
This study was conducted to determine differences in financial performance and market performance before and after the merger. Object of this study is PT.Bank CIMB Niaga Tbk. which mergered in 2008. To determine differences in financial performance, CAMEL analysis was conducted and synergy analysis to measure the success of the merger. Whereas for market performance market reaction analysis was conducted. All analysis are presented in the table. From this study it was found that only the variables ROA and ROE declined quite sharply. This is because of the merger expense, whereas for other variables there were no differences. For the synergy analysis and market reaction analysis was performed on two points, while BI approval and when merger occured. The result is a negative synergy generated when BI approval and turned into positive at the time of merger. The market also has begun to react since then BI approval up to 10 days after merger made, looked of the abnormal returns were obtained.
Keywords: merger, CAMEL, synergy, abnormal return, banking, single presence policy
ix