PENGUAT KONSEP
Pada tahun 1971-an salah seorang aktivis yang bernama Arief Budiman mengkampanyekan
agar masyarakat dalam pemilihan umum (pemilu) tidak memilih salah satu partai politik. Gerakan
yang lebih dikenal dengan nama golput (golongan putih) itu selanjutnya menjadi gerakan yang
ngetrend. Apa yang dikampanyekan Arief Budiman saat itu tepat sebab pemilu yang dilakukan oleh Orde Baru penuh dengan rekayasa sehingga dengan banyaknya golput secara signifikan akan
mengurangi jumlah kemenangan (Partai) Golkar.
Namun tindakan tersebut tidak lagi relevan pada era reformasi saat ini. Sebab pemilu yang
dilaksanakan pada era reformasi, pemilu 1999, pelaksanaan pemilu menjadi baik. Asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil pun terpenuhi. Sehingga hasil pemilu pun menunjukkan pilihan
masyarakat yang sebenarnya.
Meskipun pemilu pada era reformasi keadaannya sudah 180 derajad berbeda dengan pemilu
pada masa Orde Baru namun masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya
(baca golput). Mereka melakukan golput disebabkan oleh banyak hal. Seperti tidak terdaftar sebagai
pemilih atau enggan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal-hal itulah yang menyebabkan golput muncul. Partisipasi masyarakat pun dalam pemilihan akhirnya menjadi rendah. Sehingga
dikatakan gerakan golput sekarang bukan gerakan politik. Namun, karena disebabkan masalah
administratif atau faktor lainnya. Dari faktor itu maka partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala
daerah(pilkada) tidak pernah mencapai 100%. Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI tahun 2012/2013 menunjukkan bahwa kurang lebih
50% penduduk Indonesia usia 15-64 tahun adalah wanita. Wanita merupakan pendidik pertama tiap
anak, apabila pendidik memiliki kualitas yang baik maka kemungkinan perbaikan kualitas kehidupan
masyarakatpun akan lebih mudah dicapai.
Suara Pembaruan (JAKARTA), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP)
Meutia Hatta Swasono mengimbau kaum perempuan untuk menggunakan hak pilih mereka pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Putri proklamator, Muhammad Hatta itu juga mengajak perempuan untuk
memilih
calon anggota
legislatif
(caleg)
perempuan,
sebab mereka yang
akan
memperjuangkan dan membela kepentingan kaum perempuan di Indonesia.
Untuk itu, perancangan komunikasi visual mengenai sosialisasi pentingnya pendidikan politik kepada generasi muda sejak dini yang berdampak pada esensi pentingnya penggunaan hak pilih
dalam pemilu menghasilkan karya visual dengan tampilan yang lembut dan dinamis. Hal ini
diharapkan dapat menarik perhatian target sasaran yaitu remaja SMA usia 15-18 tahun terutama
remaja perempuan yang diharapkan dapat menumbuhkan generasi muda perempuan yang peduli
terhadap bangsa dan kaum perempuan dengan cara tidak golput dalam pemilu.
49
DAFTAR PUSTAKA
Sanit, Arbi (Eds). (1992). Aneka Pandangan Fenomena Politik Golput. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Budiarjo, M. (1996). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kartono, Kartini. (1990). Psikology Umum. Bandung: CV. Mandar Maju Panggabean. (1994). Pendidikan Politik dan Kaderisasi Bangsa. Sinar Harapan. Jakarta Prijono, Onny. (1987). Kebudayaan Remaja dan Sub-Kebudayaan Delinkuen. CSIS, Jakarta. Umberto Sihombing. (2002). Menuju Pendidikan Bermakna melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: CV Multiguna Rustan, Surianto. (2008). Layout Dasar dan Penerapannya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Rustan, Surianto. (2009). Mendesain Logo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Jurnal, Makalah, Peraturan Perundang-Undangan dan Internet Petra University Digital Collections Undang-Undang. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Jakarta : Penerbit Forum Indonesia Maju (Himpunan Anggota DPR-RI 1999-2004),2005 Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol.1, No.1, 2011 www.lsi.co.id Golput Dalam Pilkada, Kajian Bulanan LSI Edisi 05 September 2007, oleh Eriyanto.
50
51
52
53
54
55
56