HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN HYGIENE SANITASI MAKANAN DENGAN PRAKTEK PENGELOLAAN MAKANAN PADA PEDAGANG JAJANAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAME KABUPATEN TASIKMALAYA Suryaman1 Sri Maywati, SKM, MKes2 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No.24 PO Box 164 Tlp (0265) 330634 Tasikmalaya 4611 ABSTRAK Makananan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan makanan tercakup lima unsur yang berperan yaitu : tempat, orang, peralatan, makanan dan metode proses pengolahan makanan. Proses tersebut dilakukan karena mencegah kejadian keracunan makanan yang bisa menimbulkan kerugian baik sosial maupun ekonomi masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan hygiene sanitasi makanan dengan praktek pengelolaan makanan pada pedagang jajanan di sekolah dasar wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukarame kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan jenis penelitian explanatory study dan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pedang makanan jajanan pada sekolah dasar yang terletak di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Sukarame Kab. Tasikmalaya.Jumlah populasi 146 pedagang yang tersebar di 27 sekolah dasar dan sampel diambil dengan cara proposional random sampling yaitu jumlah sampel yang diambil ditiap lokasi SD/MI dipilih berdasarkan proporsi jumlah pedagang di lokasi tersebut sebanyak 45 pedagang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebagian besar baik yaitu sebanyak 51,1% dan sikap responden sebagian besar termasuk baik sebanyak 77,8%. Hasil bivariat menunjukkan nilai p value = 0,035 (p<α), atau ada hubungan pengetahuan dan praktek higiene dan sanitasi pada pedagang jajanan makanan sekitar SD/MI di wilayah Kecamatan Sukarame, dengan nilai OR 6,000 dan CI 95% 1,106-32,537. Kesimpulan dalam penelitian ini ada hubungan pengetahuan dan praktek higiene dan sanitasi pada pedagang jajanan makanan sekitar SD/MI di wilayah Kecamatan Sukarame, dengan nilai OR 6,000 dan CI 95% 1,106-32,537 dan saran dalam penelitian ini adalah dengan masih adanya pedagang dengan pengetahuan hygiene dan sanitasi yang kurang, sebaiknya diberikan pelatihan dan penyuluhan tentang higiene dan sanitasi makanan kepada seluruh pedagang makanan jajanan secara berkesinambungan.
1 2
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Tahun 2008 Staff Pengajar & Ketua Prodi Kesmas Unsil
1
2
ABSTRACT Food is human urgently needed, that’s neeed every moment and must to manage good and right and useful for body. Food manage have five element they is: place, people, equipment, food and method to to manage food. The process conducted for preventif food toxity who can rise negative injury between social and economy people.The purpose of this research for identification assotiation between knowledge and practice food hygiene and sanitation on carry people in elementary school Sukarame. This method is cross sectional study.population in this research is carry people in elementary school Sukarame. The nember of this population is 146 carrry people in 27 elementary school and sample take it with proposional random sampling and the number is 45 carry people.This result show the knowlwdge almoses people have good knowledge they is 51,1% and the practice almoses people have good practice the number is 77,8%. Bivariat statistic show p value = 0,035 (p<α), or they have assotiation between knowledge and practice hygiene and sanitation in carry people in elementary school Sukarame wih OR value 6,000 dan CI 95% 1,106-32,537. The conclution is they have assotiation between knowledge and practice hygiene and sanitation in carry people in elementary school Sukarame wih OR value 6,000 dan CI 95% 1,106-32,537. And suggestion in this research is public heath people ini singaparna must give knowlwdge to carry people, because they are people they have bad knowlwdge in hygiene and sanitation proces.
PENDAHULUAN Pengelolaan makanan tercakup lima unsur yang berperan yaitu : tempat, orang, peralatan, makanan dan metode proses pengolahan makanan. Para pedagang makanan kadang tidak memperdulikan akan pentingnya hygiene dan sanitasi dalam pengelolaan makanan akibatnya sering terjadi keracunan makanan yang diakibatkan oleh para pedagang yang tidak memperhatikan cara pengelolaan makanan yang sehat. Cara pengelolaan makanan yang sehat akan mengurangi terhadap kejadian keracunanan makanan (Depkes 2005). Pengusaha dan penanggung jawab adalah orang yang bertanggung jawab atas pengelolaan makanan, selain harus menguasai bidang pengelolaan usaha, juga harus menguasai ilmu pengelolaan makanan sehingga mampu menjadi pemimpin yang praktis dalam mengarahkan tugas pekerja ( penjamah makanan ) sehingga mampu bekerja secara sehat dan melaksanakan kaidahkaidah dari prinsip hygiene dan sanitasi makanan. ( Depkes 1997: 1) Kejadian keracunan makanan seringkali menimbulkan kerugian baik sosial maupun ekonomi masyarakat. Dampaknya tidak saja dirasakan oleh konsumen langsung, tetapi juga pengelola makanan yang menyediakan makanan dan minuman. Perasaan trauma akibat dari peristiwa keracunan
3
makanan dapat menjadikan sesorang anti terhadap jenis makanan tertentu atau penjual makanan tertentu yang terbukti telah menyebabkan malapetaka dimana sejumlah orang menjadi sakit bahkan harus terbaring di rumah sakit. Kejadian kesakitan yang biasanya terjadi secara tiba- tiba adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan sehingga diperlukan kewaspadaan dan kesiap-siagaan terhadap kemungkinan datangnya penyakit akibat makanan yang tidak di duga sebelumnya. Kejadian kesakitan dalam diri kita mungkin saja sudah terbiasa terjadi, tetapi dalam kadar serangan yang sangat kecil, sehingga tidak dirasakan berkat kekuatan daya immunitas atau kekebalan tubuh kita masih memadai, tetapi dalam keadaan dimana daya tahan tubuh menurun misalnya stress atau kelelahan maka kadar serangan yang kecil pun akan mengakibatkan gejala penyakit yang lebih ganas. (Depkes RI, 2005: 2-3 ) Food Wach ( lembaga pangan) memaparkan hasil monitoring terhadap makanan yang tidak sehat diantaranya adalah jajanan anak sekolah ( JAS ) yang sering tidak memenuhi syarat (TMS) karena penggunaan bahan tambahan pangan ( BTP ) yang melebihi ambang batas. Penyalahgunaan bahan berbahaya yang seharusnya tidak boleh di gunakan dalam makanan, serta cemaran mikroba yang mencerminkan kualitas mikroba makanan jajanan anak sekolah. Anak- anak merupakan kelompok yang beresiko tertinggi tertular penyakit melalui makanan maupun minuman ( Antara , 2004). Anak- anak sering menjadi korban penyakit bawaan makanan yang disiapkan di kantin sekolah atau dibeli di penjaja kaki lima di sekitar sekolah ( WHO, 2006 ). Frekuensi kejadian luar biasa ( KLB ) keracunan makanan pada anak di sekolah bahkan meningkat pada tahun 2004. KLB tertinggi tertinggi pada anak sekolah Dasar ( SD ) yaitu 19 kejadian dengan jumlah korban sakit sebayak 575 orang ( Sekretarian Jenderak jejaring Intelejen Pangan 2005). Faktor yang paling depan dalam penyajian makanan yaitu penjamah makanan. Penjamah makanan merupakan orang yang melaksanakan proses pembuatan atau pengolahan makanan dari mulai bahan baku sampai menjadi barang jadi, sehingga penjamah merupakan faktor yang penting dalam penyediaan makanan dan minuman karena penjamah yang tidak bersih akan menularkan kuman penyebab penyakit. Kuman ini dapat bersarang pada bagian tubuh manusia seperti tangan, kuku, lubang hidung, dan mulut. Selain itu pakaian yang tidak bersih juga berpotensi menjadi tempat bersarangnya kuman.
4
Kebersihan penjamah atau hygiene penjamah merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Hygiene penjamah yang tidak baik dapat menyebabkan kejadian penularan penyakit bawaan makanan lebih besar terjadi, selain hygiene penjamah, syarat kesehatan tempat pengelolaan makanan (TPM) yang penting adalah kondisi sanitasi yang meliputi : sanitasi tempat produksi yaitu kondisi sanitasi tempat dimana tahu dibuat. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi produk yang dihasilkan. Kondisi sanitasi peralatan juga harus diperhatikan karena peralatan yang kotor kemungkinan mengandung kuman atau bakteri yang akan mengkontaminasi makanan. Kondisi sanitasi air yang digunakan akan sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, air yang kotor akan mengkontaminasi makanan yang diproduksi. Hasil survai Inspeksi sanitasi ke pedagang makanan jajanan pada bulan November 2011 terhadap 8 pedagang makanan jajanan di beberapa sekolah dasar yang berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukarame menunjukan hasil bahwa 8 pedagang tesebut dalam menjajakan makanan jajannya tidak memenuhi syarat kesehatan: 87,5% pedagang berkuku kotor, 100% berbicara dan merokok ketika mengolah makanan, 25 % tidak memakai tutup kepala ketika mengolah makanan, 87 % tidak menutup makanan yang disajikan dan 37 % di tempat lokasi jualan masih berserakan sampah, sehingga rawan dapat menimbulkan penyakit pada anak- anak, terutama pada pedagang makanan olahan seperti gorengan, cilok. METODE PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu survey cross sectional, karena penelitian ini untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu hubungan pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan variabel terikat yaitu praktek pengelolaan hygiene sanitasi makanan. Populasi dalam penelitian ini adalah pedang makanan jajanan pada sekolah dasar yang terletak di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Sukarame Kab. Tasikmalaya.Jumlah populasi 146 pedagang yang tersebar di 27 sekolah dasar dan sampel diambil dengan cara proposional random sampling yaitu jumlah sampel yang diambil ditiap lokasi
5
SD/MI dipilih berdasarkan proporsi jumlah pedagang di lokasi tersebut sebanyak 45 pedagang. Tingkat pengetahuan hygiene sanitasi makanan pada pedagang diukur menggunakan kuesioner. Begitupun dengan praktek pengelolaan hygiene sanitasi makanan diukur menggunakan kuesioner. Data hasil pengukuran tingkat pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan praktek pengelolaan hygiene sanitasi makanan dianalisis untuk mengetahui hubungan antara keduanya dengan uji korelasi Chi Square, dengan α = 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Pengetahuan Hygiene Sanitasi Pengelolaan Makanan Pada Pedagang Jajanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya Tabel : Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Higiene Sanitasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukarame Tahun 2013 No 1 2
Pengetahuan Kurang Baik Jumlah
Jumlah 22 23 45
% 48,9 51,1 100,0
Berdasarkan Tabel di atas, dari 45 responden terdapat 51,1 responden dengan tingkat pengetahuan higiene sanitasi yang baik, dan 48,9% responden dengan tingkat pengetahuan higiene sanitasi yang kurang. Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan melalui pancaindra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusi diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (1996) mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu
Tahu (know),
Memahami (comprehension), Aplikasi (application), Analisis (analysis), Sintesis (synthetis), Evaluasi (evaluation). Pengetahuan didapatkan dari teori dan pengalaman yang pernah dilakukan individu bersangkutan. Sebagai contoh orang dengan latar belakang pendidikan tinggi yang bukan kesehatan pasti akan berbeda dalam menguasai perihal kesehatan dibandingkan dengan kader
6
kesehatan yang berlatar belakang pendidikan rendah. Akan tetapi pendidikan yang tinggi tersebut akan lebih mempermudah individu bersangkutan untuk melakukan analisis terkait kondisi yang dihadapi, dalam hal ini tenang hygiene dan
sanitasi
makanan.
Perbedaan
karakteristik
antar
individual
akan
mempengaruhi dalam pengetahuan hygiene dan sanitasi makanan. Seperti halnya pada 45 responden pedagang makanan di sekitar SD/MI di wilayah kerja Puskesmas Sukarame 51,1 responden tingkat pengetahuan higiene sanitasinya baik, dan 48,9% responden tingkat pengetahuan higiene sanitasinya kurang dan sebagian besar pendidikan formalnya termasuk tingkat SD dengan prosentase 76%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang baik tentang hygiene dan sanitasi makan. Hal ini terjadi karena pedagang tersebut tahu akan kondisi hygiene dan sanitasi peralatan dari berbagai informasi yang didapatkan dari luar seperti media cetak, elektronik, dan penyuluhan yang dilakukan instansi kesehatan, sehingga pengetahuan akan sanitasi dan hygiene pedagang cukup baik, kemudian
tidak
berbanding
lurusnya
pendidikan
dengan
pengetahuan
dikarenakan pedagang tersebut tidak melanjutkan sekolah karena tidak mempunyai biaya dan biasanya pedagang menjadi tulang punggung keluarga sehingga harus mempunyai penghasilan buat makan sehari-hari dan pendidikan bagi mereka merupakan kebutuhan yang kedua meskipun labelnya gratis tetapi pada kenyataannya menurut mereka ada saja bayaran untuk hal-hal lain dan penghasilannya tidak mencukupi untuk membayar ke sekolah, sehingga menurut pedagang supaya perutnya terisi maka mereka harus berusaha dengan meninggalkan kebutuhan dasar yang lain seperti bersekolah. Bahkan ada pedagang yang sekolah sampai SD kemudian dia berdagang hanya untuk mencari penghasilan buat pendidikan adik-adiknya supaya adiknya tidak merasakan cape dan lelahnya mencari penghasilan seperti kakaknya dan bisa meencari penghasilan dengan sekolah yang setinggi-tingginya. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh Qorih (1991) bahwa Pengetahuan didapatkan dari teori dan pengalaman yang pernah dilakukan individu bersangkutan. Semakin banyak informasi yang diperoleh dari luar maka semakin baik pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan hal tersebut meskipun tidak sekolah formal.
7
Praktek Pengelolaan Hygiene Sanitasi Makanan Pada Pedagang Jajanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya Tabel : Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Higiene Sanitasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukarame Tahun 2013 No 1 2
Praktek Kurang Baik Jumlah
Jumlah 10 35 45
% 22,2 77,8 100,0
Berdasarkan Tabel di atas, dari 45 responden terdapat 77,8% responden dengan praktek higiene sanitasi yang baik, dan 22,2% responden dengan praktek higiene sanitasi yang kurang. Praktek adalah kondisi Setelah mengetahui stimulus kemudian objek melakukan penilaian dan pendapat terhadap apa yang diketahuinya atau yang disikapinya. Praktek yang berhubungan dengan kesehatan seperti praktek pemeliharaan dan peningkatan kesehatan mencakup status gizi, praktek pencegahan tehadap penularan penyakit (Notoatmojo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian terdapat 77,8% responden dengan praktek higiene sanitasi yang baik, dan 22,2% responden dengan praktek higiene sanitasi yang kurang. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan karena seorang ketika mengidentifikasi membutuhkan pengetahuan untuk menilai dan melakukan, kemudian hal ini sesuai dengan yang ditulis Notoatmojo (2003) bahwa praktek yang baik biasanya diawali dengan tingkat pengetahuan yang baik. Hubungan Pengetahu Hygiene Sanitasi Terhadap Praktek Pengelolaan Hygiene Sanitasi Makanan Pada Pedagang Jajanan Di Sekolah Dasar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya Tabel : Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Dan Praktek Higiene Sanitasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukarame Tahun 2013 Praktek Total Kurang Baik n % n % n % 8 36,4 14 63,6 22 100,0 2 8,7 21 91,3 23 100,0 10 22,2 35 77,8 45 100,0 P Value= 0,035 OR= 6,000 CI 95%= 1,106-32,537
Pengetahuan Kurang Baik Jumlah
8
Analisis
bivariat
menunjukkan
bahwa
dari
22
responden
yang
berpengetahuan kurang ada 8 (36,4%) responden yang prakteknya kurang dan dari 23 responden yang berpengetahuan baik ada 2 (8,7%) responden yang prakteknya kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,035 (p<α), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan praktek higiene dan sanitasi pada pedagang jajanan makanan sekitar SD/MI di wilayah Kecamatan Sukarame, dengan nilai OR 6,000 dan CI 95% 1,106-32,537 yang artinya responden yang berpengetahuan kurang mempunyai risiko 6,000 kali lebih besar untuk terjadinya praktek yang tidak hygiene dan tidak saniter dibandingkan dengan yang berpengetahuan baik. Hal tersebut terjadi karena tingkat pengetahan dan prakteknya sebagian besar termasuk dalam kategori baik. Kondidi ini terjadi karena system manjemen dari puskesmas setempat yang selalu melakukan inspeksi berkala dan melakukan penyuluhan secara periodic sehinggga pedagang mengerti akan kondisi yang bersih dari produksi yang dibuatnya. Kemudian kondisi lain yang menyebabkan hal tersebut dikarenakan adanya aturan dari sekolah yang tentunya
sudah
bekerjasama
dengan
pihak
Puskesmas
yang
tidak
memperbolehkan pedagang masuk sekolah apabila dalam keadaan yang kotor. Oleh karena itu para pedagang yang merupakan sumber penghasilan utamanya melakukan kegiatan perdagangannya yang dilandasi kebersihan. Pengetahuan, dan praktek memang seharusnya berjalan sinergis karena terbentuknya perilaku baru akan dimulai dari pengetahuan yang selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap dan akan dibuktikan dengan adanya tindakan atau praktik agar hasil dan tujuan menjadi optimal sesuai yang diharapkan. Akan tetapi, pengetahuan dan sikap tidak selalu akan diikuti oleh adanya tindakan atau praktik. Pengetahuan dan sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terwujud dalam suatu praktik yang nyata. Pengetahuan yang dikemukakan responden tidak mencerminkan praktik didalam mengelola makanan. Jadi belum tentu orang yang memiliki pengetahuan yang baik terhadap suatu hal akan mempengaruhi praktik atau tindakan yang baik pula. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain, berdasarkan pada banyak atau
9
sedikitnya pengalaman seseorang, adanya nilai (value) yang berlakui di masyarakat yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoadmodjo, 2007). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Notoadmojo (2007) bahwa domain kognitif (pengetahuan) merupakan salah satu komponen dalam pembentukan perilaku. Pengetahuan pedagang makanan sejalan dengan praktek artinya apabila pengetahuan pedagang makanan berada dalam kategori baik maka praktek juga akan berada dalam kategori baik dan sebaliknya jika pengetahuan kurang maka praktek juga akan kurang. KESIMPULAN 1. Terdapat 51,1 responden dengan tingkat pengetahuan higiene sanitasi yang baik, dan 48,9% responden dengan tingkat pengetahuan higiene sanitasi yang kurang 2. Terdapat 77,8% responden dengan praktek higiene sanitasi yang baik, dan 22,2% responden dengan praktek higiene sanitasi yang kurang. 3.
Analisis
bivariat
menunjukkan
bahwa
dari
22
responden
yang
berpengetahuan kurang ada 8 (36,4%) responden yang prakteknya kurang dan dari 23 responden yang berpengetahuan baik ada 2 (8,7%) responden yang prakteknya kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,035 (p<α), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan praktek higiene dan sanitasi pada pedagang jajanan makanan sekitar SD/MI di wilayah Kecamatan Sukarame, dengan nilai OR 6,000 dan CI 95% 1,10632,537
10
SARAN 1. Bagi Dinas Terkait a. Dengan masih adanya pedagang dengan pengetahuan hygiene dan sanitasi yang kurang, sebaiknya diberikan pelatihan dan penyuluhan tentang higiene dan sanitasi makanan kepada seluruh pedagang makanan jajanan secara berkesinambungan. b. Sebaiknya dilakukan pengawasan dan pembinaan terhadap seluruh pedagang makanan jajanan, terutama pedagang yang menjajakan makanan di sekolah-sekolah. c. Perlu adanya peningkatan pengetahuan siswa sebagai konsumen makanan jajanan tentang keamanan dan keracunan makanan. 2. Bagi Pedagang Jajanan Pedagang makanan sebaiknya selalu menjaga kebersihan diri (kebersihan tangan, rambut, kuku),menjaga kebersihan lingkungan kerja (meja dan lantai), menyediakan fasilitas kebersihan (tempat mencuci tangan, sabun cuci tangan, lap bersih/tisu, sapu, dan tempat sampah yang tertutup). 3. Bagi Peneliti Perlu dilakukan survei lanjutan yang lebih mendalam terkait dengan hygiene dan sanitasi makanan. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. , Pedoman Penyuluhan Pedagang Keliling Kaki Lima Makanan dan Minuman, Jakarta 2005. Depkes RI. , Pedoman Pelatihan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS ) Tingkat Desa/ Kelurahan, Jakarta 1997 Depkes RI. , Prinsip – Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan , Jakarta 1997 Depkes RI. , Modul Penyehatan Makanan dan Minuman Untuk Petugas Puskesmas Tingkat, Jakarta 1999 Notoatmodjo, Soekidjo., Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010. Sugiyono, Lynda., Gambaran Pengetahuan, Sikap, Praktik Serta Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Dan Staphylococus Aureus Pada Penjamah Dan Makanan Di Pt Psa (Pelita Sejahtera Abadi), (Disertasi), 2010.