Surat Terbuka Kepada Yang Mulia
Bapak Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara Dengan hormat, Tuan Presiden Joko Widodo permah mengatakan akan menghentikan ketidakpastian dan belenggu transisi yang berkepanjangan dengan memberi jalan bagi kelahiran Indonesia hebat dan meneguhkan kembali jalan ideologis berdasarkan Pancasila dan Trisakti. Tuan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan visi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Guna mewujudkan visi tersebut bagi jalan perubahan, maka dirumuskan sembilan agenda prioritas yang disebut Nawacita. Hari ini (22 Januari 2015), kami membaca dan mendengar Tuan Presiden meluncurkan program Investasi Ciptakan Lapangan Kerja Tahap III di Wonogiri, Jawa Tengah. Pemerintah mengumumkan ada 10 pabrik dan perusahaan swasta terlibat dalam program tersebut, terdiri dari 8 perusahaan bermodal asing (PMA) dan sisanya perusahaan modal dalam negeri, yang mana sebanyak tiga perusahaan beroperasi ditanah Papua, yakni: perusahaan modal asing PT. Nabire Baru (Nabire, Prov. Papua), perusahaan modal asing PT. Bio Inti Agrindo (Merauke, Prov. Papua) dan PT. ANJ Agri Papua (Sorong Selatan, Prov. Papua Barat). Ketiganya berinvestasi dalam usaha perkebunan kelapa sawit. Kami masyarakat adat Papua dan aktivis organisasi masyarakat sipil sangat resah dan marah atas program Tuan Presiden, karena program ini tidak seperti mimpi kami mengenai kesejahteraan dan pembangunan di tanah Papua. Keputusan atas program ini sudah pasti bukan berdasarkan hasil musyawarah ataupun dialog dengan masyarakat Papua. Program ini menyimpang dari jalan ideologis dan sistem nilai musyawarah, membelokkan jalan Indonesia hebat dan kembali masuk dalam belenggu sistem ekonomi neoliberal yang menguntungkan kelompok pemodal tertentu dan memiskinkan rakyat kebanyakan. Dalam pengalaman hidup kami, kehadiran perusahaan tersebut terbukti belum sepenuhnya.memberikan manfaat sosial dan ekonomi berarti untuk memajukan kualitas hidup Orang Asli Papua dan lingkungan alam. Tanah Papua hanya dijadikan ladang pemerasan untuk investor dan pejabat pendukungnya, sedangkan masyarakat asli hanya menjadi penonton dan berkonflik menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM. Karenanya, program tersebut akan melukai hati kami yang sedang menuntut perubahan dan keadilan. Tuan Presiden, sejak awal kehadiran dan keberadaan ketiga perusahaan ini terlibat bersengketa dengan masyarakat adat setempat, karena menggunakan praktik-praktik kotor manipulasi dan intimidasi, terlibat dalam kejahatan kehutanan, melakukan pembakaran lahan, menggusur dusun sumber pangan masyarakat, membongkar hutan tempat sakral dan menghancurkan ritus budaya kehidupan orang Papua. Kehadiran perusahaan juga telah menciptakan konflik, kriminalisasi penangkapan sewenang-wenang terhadap tuan tanah dengan berbagai tudingan dan stigma OPM yang merendahkan martabat orang Papua. Praktik kekerasan dialami masyarakat adat setempat dan berujung dengan pelanggaran HAM. Bahkan dua diantara perusahaan tersebut sedang dalam proses gugatan masyarakat, yakni: PT. Nabire Baru di PTUN Jayapura dan PT. ANJ Agri Papua di PN Sorong.
Kehadiran perusahaan yang diprioritaskan negara itu juga tidak membantu perbaikan dan peningkatan nasib perempuan kami di kampung namun justru memperburuknya. Sumber-sumber air bersih hilang dan tercemar, membuat perempuan dan anak-anak menjadi lebih rentan penyakit. Masyarakat semakin jauh menjangkau kebun dan dusun sagu maupun tempat berburu di hutan, sehingga membuat mereka kesulitan mendapatkan bahan pangan berkwalitas dan mudah terserang penyakit anemia, pertusis, gisi buruk dan rematik, yang lebih cepat menyerang anak-anak dan perempuan karena pekerjaan bertambah berat di luar dan di dalam rumah. Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi persoalan besar di tanah kami, diperparah dengan kehadiran perusahaan yang membatasi akses masyarakat dan mereka merasa terancam oleh aturan dan kekerasan verbal aparat dan petugas security perusahaan. Ancaman serius dari program ini adalah menghadirkan belasan ribu tenaga kerja dari luar Papua akan membawa tekanan sosial, ekonomi dan politik terhadap Orang Asli Papua yang hak-hak dasarnya belum sepenuhnya dipenuhi, dilindungi dan dihormati. Demikian pula, mobilisasi buruh tanpa merubah sistem pengupahan yang murah dan perlindungan hak-hak pekerja yang buruk, akan menimbulkan masalah tidak hanya secara struktural, tetapi juga secara horisontal dengan masyarakat setempat dan meningkatkan tekanan tehadap lingkungan alam. Kami berpandangan, program ini telah mengingkari janji-janji nawacita dan mengabaikan hak-hak konstitutional masyarakat adat Papua. Pemerintah gagal menghadirkan dan menciptakan rasa aman kepada masyarakat adat Papua, pemerintah justeru pro ataupun berpihak pada perusahaan swasta yang diduga melanggar hukum. Program ini menunjukkan ketidak mampuan pemerintah membangun Indonesia dari pinggiran dan melemahkan pembangunan desa. Program ini merontokkan mimpi membangun Indonesia berlandaskan pada sendi-sendi ekonomi rakyat yang berdaulat dan mandiri. Sangat jauh menyimpang dari pendekatan kesejahteraan yang dibayangkan orang Papua. Karenanya, kami mohon Tuan Presiden untuk menghentikan program tersebut yang bertentangan dengan rasa keadilan, tidak sejalan dengan sendi-sendi perekonomian rakyat dan potensial memperkeruh konflik-konflik. Secara khusus, kami meminta Tuan Presiden, sebegai berikut: pertama, memeriksa izin dan aktifitas perusahaan-perusahaan bisnis pemanfaatan hasil hutan, lahan, pertambangan dan laut, mengadili dan memberikan sangsi kepada perusahaan dan pihak-pihak yang nyata-nyata melanggar hak-hak dasar Orang Asli Papua dan melanggar peraturan perundang-undangan yang merugikan negara; kedua, mereview berbagai perjanjian kerjasama pengamanan perusahaan dan menarik petugas pengamanan TNI dan Polri diareal perusahaan; ketiga, mengembangkan kebijakan program dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang adil dan berkelanjutan, menyegerakan dan memperbanyak pendirian sekolah-sekolah dan pendidikan keahlian, memperbanyak tenaga pengajar, serta pusat-pusat pelayanan kesehatan dan tenaga media yang berkwalitas di tanah Papua; keempat, lakukan dialog-dialog yang berkwalitas dan meluas melibatkan masyarakat adat Papua hingga tingkat akar rumput untuk mengembangkan setiap rencana pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di tanah Papua. Demikian Surat Terbuka ini dan kami berharap Tuan Presiden dapat bertindak memutuskan secara bijaksana untuk memenuhi permohonan kami. Terima kasih. Tanah Papua, Jayapura, 22 Januari 2016 Hormat Kami, 1. John Gobay, DAP Paniai, Papua 2. Robertino Hanebora, Suku Yerisiam, Nabire, Papua 3. Gunawan Inggeruhi, tokoh masyarakat, Nabire, Papua
4. Imanuel Monei, korban PT. Nabire Baru, Nabire, Papua 5. Lamek Niwari, Suku Yaur, Nabire, Papua 6. Ayub Kowoi, LMA Nabire, Nabire, Papua 7. Levina Niwari, Pemuda Yaur, Nabire, Papua 8. Simon Soren, korban PT. ANJ Agri Papua, Sorong, Papua 9. Max Binur, Perkumpulan Belantara Papua, Sorong, Papua 10. Charles Tawaru, Greenpeace, Sorong, Papua Barat 11. Loury Dacosta, PBHKP, Sorong, Papua Barat 12. Septer Manufandu, JERAT Papua, Jayapura, Jakarta 13. Fientje S. Jarangga, TIKI, Jaringan Kerja Perempuan Papua, Jayapura, Papua 14. Natan Tebai, AMPTPI, Jayapura, Papua. 15. Laurens Womsiwor, PFW, Jayapura, Papua 16. Melianus Duwitau, FIM Papua, Jayapura, Papua 17. Victor Mambor, Perkumpulan JUBI, Jayapura, Papua 18. Robert Jitmau, SOLPAP, Jayapura, Papua 19. Karon Mambrasar, Forum Independen Mahasiswa, Jayapura, Papua 20. Teko Kogoya, Forum Inedependen Mahasiswa, Jayapura, Papua 21. Pst. Anselmus Amo, MSC, Merauke, Papua 22. Servo Tuamis, Tokoh Adat Keerom Arso, Papua 23. Yunus Yumte, Samdhana, Manokwari, Papua Barat 24. Pietsaw Amafnini, JASOIL, Manokwari, Papua Barat 25. Charles Imbir, Raja Ampat, Papua Barat 26. Risdianto, PERDU, Manokwari, Papua Barat 27. N.R. Hastuti, Manokwari, Papua Barat 28. Esau Yaung, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat 29. Alexander Tethool, Jurnalis, Fakfak, Papua Barat 30. Y.L. Franky, Yay. PUSAKA, Jakarta 31. Syamsul Alama Agus, Yay. Satu Keadilan, Bogor. 32. Zely Ariane, PapuaItuKita, Jakarta. 33. Timer Manurung, AURIGA, Jakarta 34. Dewi Kartika, KPA, Jakarta 35. April Perlindungan, PUSAKA, Jakarta 36. Moch. Ainul Yaqin, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 37. Andi Mutaqien, ELSAM, Jakarta 38. Alves Fonataba, PapuaItuKita, Jakarta 39. John Muhammad, PHI, Jakarta 40. Budi Hernawan, AWC Universitas Indonesia, Jakarta 41. Joko Waluyo, SAMPAN, Pontianak, Kalbar 42. Haris Azhar, KONTRAS, Jakarta 43. Teguh Surya, Greenpeace, Jakarta 44. Zainal Arifin, SH, LBH Semarang, Jateng 45. Eko Cahyono, Sajogyo Institut, Bogor, Jabar 46. Kasmita Widodo, BRWA, Bogor, Jabar 47. Iwan Nurdin, KPA, Jakarta 48. Fandi, FMN, Jakarta 49. Suwiryo Ismail, Ecological Justice, Jakarta 50. Mieke Verawati, ELSAM, Jakarta 51. Idham Arsyad, DPN Gerbang Tani, Jakarta
52. Ide Bagus Arief, Jakarta. 53. Muntaza, Perempuan AMAN, Jakarta 54. Devi Anggaini, Perempuan AMAN, Jakarta 55. Marianne Klute, Berlin, Jerman 56. Betty Tiominar, BRWA, Bogor, Jawa Barat 57. Melly Setyawati, Perkumpulan Magenta, Jakarta 58. Arimbi Heroepoetri, DebtWatch Indonesia, Jakarta 59. Abetnego Tarigan, Eksekutif Nasional WALHI, Jakarta 60. Diana Gultom, Debt Watch Indonesia, Jakarta 61. Dede Shineba, KPA, Jakarta 62. Siti Rahma Mary, PilNet, Depok, Jawa Barat 63. Ridwan Bakar, LBH Medan, Sumatera Utara 64. Ahmad, SH, ED Walhi Sulteng, Sulawesi Tengah 65. Marianto Sabintoe, Yayasan Tanah Merdeka, Palu, Sulteng 66. Indria Fernida, Asia Justice and Rights, Indonesia 67. Nur Amalia, Aktivis Lingkungan, Jakarta 68. Sri Palupi, Institut Ecosoc Rights, Jakarta 69. Alvons Palma, YLBHI, Jakarta 70. Dahniar, HUMA, Jakarta 71. Nedine Sulu, Perempuan Adat Minahasa, Sulut 72. Mamik Yuniantri, Komunitas Adat Osing, Jateng 73. Lenny Patty, Komunitas Adat Ullath, Maluku 74. Moh. Ali, Sekjen AGRA, Jakarta 75. Achmad Yakub, Bina Desa, Jakarta 76. Khalisah Khalid, EN Walhi, Jakarta 77. Ferry Widodo, aktivis agraria, Jakarta 78. Yusriansyah, KPA, Jakarta 79. Martin Hadiwinata, aktivis agraria, Depok, Jawa Barat 80. Puspa Dewi, Solidaritas Perempuan, Jakarta 81. Aliza Yuliana, Solidaritas Perempuan, Jakarta 82. Yohanes Y. Balubun, Lawyer, Maluku 83. Tommy Albert Tobing, LBH Jakarta, Jakarta 84. Marthen Goo, aktivis Papua, Jakarta 85. Alghiffari Aqsa, LBH Jakarta, Jakarta 86. Wahyu Wagiman, ELSAM, Jakarta 87. Kartini Samon, GRAIN International, Jakarta. 88. Mahir Takaka, AMAN, Jakarta 89. Abdul Halim, KIARA, Jakarta 90. India Fatinaware, Sawit Watch, Bogor, Jawa Barat 91. Jus Felix Wewengkang, aktivis, Jakarta 92. Norman Jiwan, TUK Indonesia, Jakarta 93. Arie Rompas, Walhi Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah 94. Edisius Terre, aktivis HAM, Jakarta 95. Eliakim Sitorus, aktivis, Jakarta 96. Siti Maimunah, Sajogyo Institute, Bogor, Jawa Barat 97. Rizki Anggriana Arimbi, KPA Sulawesi Selatan 98. Armin Salassa, Sekjen Federasi Petani Sulawesi Selatan 99. Asmar Eswar, ED Walhi Sulawesi Selatan
100. Muh. Taufik Kasaming, aktivis, Makassar, Sulawesi Selatan 101. Seams Munir, Human Right Lawyer (PBHI), Jakarta 102. Ridwan Darmawan, PBHI, Jakarta 103. Muhnur Satyahaprabu, SH, EN Walhi, Jakarta 104. Veronika Koman, LBH Jakarta, Jakarta
Kontak Person: 1. Robertino Hanebora : 0822 1831 2666 2. Charles Tawaru : 0812 4795 9331 3. Franky Samperante : 0813 1728 6019