JURNAL
SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
I DEWA GEDE DANA SUGAMA NIM. 1190561004
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh I DEWA GEDE DANA SUGAMA
This study discusses about Inadequacy Corruption Eradication Commission In Issuing Warrant Termination of Investigation In Corruption Case. The Commission is authorized to issue a warrant termination of the investigation and to determine the actions taken when the Commission which investigated corruption Commission was not enough evidence. The conclusion of this study is, first Corruption Eradication Commission is authorized to issue an Order for Termination of Investigation in accordance with Article 40 of Law No. 30 Year 2002 about Corruption Eradication Commission, consideration of the logic of juridical is that the Commission is not a core law enforcement within the criminal justice system and just as independent institutions that can be dismissed if there is no corruption in our country. The arrangement of Article 40 of Law No. 30 of 2002 is prudential or attitude of prudence principle for the Commission to work accurately, efficiently and professionally..
key word : Corruption Eradication Commission, Termination Warrant Investigation, Corruption.
dan
BAB 1
dasar
legitimasinya
untuk
hukum.
Dalam
menegakkan
PENDAHULUAN
Penanggulangan kasus korupsi, dalam I.
hal ini kewenangan sebagai penyidik
PENDAHULUAN
dilakukan
1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan kasus korupsi di Indonesia
saat
ini
sudah
oleh
Kepolisian
dan
Kejaksaan termasuk pula oleh Komisi
sangat
Pemberantasan Korupsi (KPK).
memprihatinkan. Tidak hanya kerugian
Dibentuknya
Komisi
keuangan negara yang ditimbulkan,
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
namun
kepada
(KPK) didasari oleh ketentuan Pasal 43
perekonomian kehidupan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Hak sosial dan ekonomi masyarakat
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
pada
Korupsi
berdampak
umumnya
pula
telah
dilanggar
sebagaimana
telah
diubah
berkaitan dengan kasus korupsi yang
dengan Undang-Undang Nomor 20
kini sulit dibendung.
Tahun 2001, dimana dalam ayat 1
Tindak
pidana
korupsi
kini
berbunyi “Dalam waktu paling lambat 2
digolongkan sebagai extra ordinary
(dua) tahun sejak Undang-undang ini
crime atau kejahatan luar biasa yang
mulai
memberi dampak sistematis. Penegakan
Pemberantasan
hukum dalam penanggulangannya pun
Korupsi”.
berlaku,
kini dilakukan dengan cara-cara yang luar
biasa,
diluar
dari
konvensional
yang
selama
dibentuk
Komisi
Tindak
Pidana
Pasal 3 Undang-Undang Nomor
proses
30
ini
Tahun
2002
tentang
KPK.
menyebutkan KPK adalah “Lembaga
dilakukan.
negara yang dalam melaksanakan tugas
Negara
Republik
Indonesia
dan wewenangnya bersifat independen
adalah Negara Hukum, sehingga segala
dan bebas dari pengaruh kekuasaan
sesuatu mesti berdasarkan pada aturan-
manapun”. Kekuasaan manapun yang
aturan
dimaksud yakni semua aspek yang
hukum,
diperlukan
adanya
terutama aparat
sekali penegak
dapat
mempengaruhi
tugas
dan
hukum yang diberi tugas, fungsi dan
wewenang KPK atau anggota Komisi
kewenangan menurut aturan hukum
secara
yang secara formil merupakan landasan
legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun
2
individu
baik
dari
pihak
pihak lain yang berkaitan dengan kasus
penyidikan
korupsi
ketentuan ini bisa mengundang berbagai
yang
sedang
atau
akan
ditangani.
yang
polemik apabila
sedang
proses
berjalan,
penyidikan
Pasal 40 Undang-Undang No 30
kasus tindak pidana korupsi yang
Tahun 2002 tentang KPK berbunyi
ditangani KPK tidak diperoleh bukti
“Komisi Pemberantasan Korupsi tidak
yang cukup.
berwenang mengeluarkan surat perintah
Sehubungan tentang ketentuan
penghentian penyidikan dan penuntutan
diatas yang menyebutkan melanggar
dalam perkara tindak pidana korupsi”.
hak asasi manusia, Menurut Manfred
Dari rumusan pasal diatas terdapat
Nowak
perbedaan
Introduction
kewenangan
proses
dalam
bukunya
to
the
berjudul
International
penyidikan yang dilakukan oleh KPK,
Human Rights Regimen menyebutkan
dengan kewenangan sebagai penyidik
What are Human Right?:
yang dilakukan oleh Kepolisian maupun Kejaksaan.
KPK
mengeluarkan dalam
tidak
SP3
setiap
1. Those fundamental rights, which empower human beings to shape their lives in accordance with liberty, equality and respect for human dignity. 2. The sum of civil, political, economic, social, cultural and collective rights laid down in international and regional human rights instruments, and in the constitutions of states. 3. The only universally recognized value system under present international law comprising elements of liberalism, democracy, popular participation, social justice, the rule of law and good governance. 1
berwenang
maupun
SKP2
penyidikan
yang
dilakukannya. Ketentuan dalam pasal tersebut diatas tentu saja dinilai tidak adil oleh para tersangka yang sedang terjerat kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Tanpa adanya proses SP3 para
tersangka
akan
dilanjutkan
kasusnya sampai ke tingkat pengadilan. Sehubungan dengan Pasal 40 UU KPK yang meniadakan wewenang
Dalam terjemahan bebas diatas
KPK dalam mengeluarkan SP3 terjadi
yakni Apakah yang dimaksud dengan
konflik norma, dimana dalam ketentuan
Hak Asasi Manusia?
KUHAP sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (2) memberi wewenang 1
Manfred Nowak, 2002, Introduction to the International Human Rights Regimen, Brill Academic Publishers, USA, p. 1.
kepada penyidik untuk menghentikan
3
1. Hak-hak fundamental, yang memberdayakan manusia untuk membentuk kehidupan mereka sesuai dengan kebebasan, kesetaraan dan penghormatan terhadap martabat manusia. 2. Jumlah sipil, hak politik, ekonomi, sosial, budaya dan kolektif ditetapkan dalam instrumen hak asasi manusia internasional dan regional, dan dalam konstitusi negara. 3. Satu-satunya yang diakui secara universal sistem nilai di bawah hukum internasional saat ini terdiri dari unsur liberalisme, demokrasi, partisipasi rakyat, keadilan sosial, aturan hukum dan tata pemerintahan yang baik.
II.
METODE PENELITIAN Penyusunan
mempergunakan
penelitian jenis
ini
penelitian
normatif. “Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum ini acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundangundangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.“2 Adapun jenis pendekatan yang dipergunakan yaitu Pendekatan historis
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
(Historical historis
dapat diambil adalah sebagai berikut : KPK
Pendekatan
belakang
masalah diatas, rumusan masalah yang
1. Mengapa
Approach).
tidak
dilakukan
dalam
kerangka
sejarah lembaga hukum dari waktu ke
diberi
waktu. Pendekatan ini sangat membantu
wewenang mengeluarkan surat peneliti untuk memahami filosofi dari
perintah penghentian penyidikan
aturan hukum dari waktu ke waktu.3
(SP3)?
III. 1.3. Tujuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Surat Perintah Penghentian
Tujuan khusus dari jurnal ini
Penyidikan (SP3)
adalah bertujuan untuk meneliti tentang ketidakwenangan
KPK
SP3
dalam
adalah
Surat
Perintah
Penghentian Penyidikan atau lazim
mengeluarkan SP3 pada perkara korupsi di Indonesia.
2 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet 4, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 118. 3
Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 126.
4
disingkat SP3. SP3 merupakan surat
menyampaikan pemberitahuan kepada
pemberitahuan
pada
penuntut umum apabila penyidik telah
perkara
mulai melakukan tindakan penyidikan.
penuntut
dari
umum
dihentikan
penyidik bahwa
penyidikannya.
menggunakan
Pemberitahuan
itu
telah
pelaksanaan
Keputusan
Jaksa
penyidik bersamaan dengan tindakan
Agung No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal
yang dilakukannya. Sebagaimana yang
1 Nopember 2001 tentang Perubahan
ditegaskan, pemberitahuan penyidikan
Keputusan
kepada
dalam
Jaksa
Agung
Republik
Indonesia No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Ketika tindakan dibebani
penyidik
umum,
dilakukan
dianggap
cara tertulis maupun lisan yang disusul kemudian
kepadanya
kewajiban
penuntut
harus
kewajiban yang harus dilakukan dengan
4
memulai
penyidikan,
yang
merupakan
yang
ditentukan
formulir
SP3
praktik
dengan sering
tulisan. terjadi
Dalam adanya
untuk
pemberitahuan dimulainya penyidikan
dimulainya
yang berlarut-larut tanpa penyelesaian.
penyidikan tersebut kepada penuntut
Apakah penyidikan ini dihentikan atau
umum. Akan tetapi masalah kewajiban
berkasnya
pemberitahuan itu bukan hanya pada
umum. Untuk mengatasi permasalahan
permulaan
tindakan
ini diperlukan rumusan yang jelas
melainkan
juga
memberitahukan
hal
penyidikan,
pada
tindakan
mengenai
penghentian penyidikan. Untuk itu,
harus menerbitkan suatu Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).5 Sesuai dengan ketentuan Pasal (1)
KUHAP,
penuntut
pemberitahuan
1. penyidik memberitahukan tentang perkembangan penyidikan kepada penuntut umum, atau 2. penuntut umum minta penjelasan kepada penyidik atas perkembangan penyidikan.6
dilakukan pihak penyidik secara resmi
ayat
ke
perkembangan penyidikan yakni :
setiap penghentian penyidikan yang
109
diserahkan
penyidik
Dalam pasal 109 ayat (2) diatur 4
Shanti Rachmadsyah, SP3, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl62 4, diakses Kamis 31 Oktober 2013.
mengenai
alasan
dilakukannya
penghentian penyidikan yakni :
5
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, P.T. Alumni, Bandung, h. 54.
6
Husein Harun M, 1991, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 29.
5
1. Tidak diperoleh bukti yang
Terdapat asas
cukup, yaitu apabila penyidik
dalam
tidak memperoleh cukup bukti
pengawasan secara horizontal dalam
untuk menuntut tersangka atau
proses
bukti yang diperoleh penyidik
dimaksud yakni adanya pengawasan
tidak
untuk
timbal balik antar penegak hukum.
kesalahan
Dimana aparat penegak hukum dapat
memadai
membuktikan tersangka.
merupakan
dan
adanya
hukum.
menguji
Yang
proses
penghentian penyidikan satu sama lain.
tindak
3.2. KPK Sebagai Penyidik Tindak
pidana.
Pidana Korupsi
3. Penghentian penyidikan demi hukum.
yakni
penegakan
mengawasi
2. Peristiwa yang disangkakan bukan
KUHAP
yang penting
Alasan
ini
Secara
etimologi
korupsi
dapat
merupakan istilah dari bahasa latin,
dipakai apabila ada alasan-
yakni corruptio atau corruptos yang
alasan hapusnya hak menuntut
bila diterjemahkan secara harfiah adalah
dan
pembusukan,
hilangnya
menjalankan
hak
pidana,
yaitu
keburukan,
ketidakjujuran,
dapat
kebejatan,
disuap,
tidak
antara lain karena nebis in
bermoral, menyimpang dari kesucian,
idem,
meninggal
kata-kata atau ucapan yang memfitnah.
dunia, atau karena perkara
Meskipun kata corruptio memiliki arti
pidana telah kedaluwarsa.
luas, namun sering diartikan sebagai
tersangka
Dalam penyidikan,
proses Keberlakuan
penghentian
penyuapan, istilah korupsi disimpulkan
KUHAP
dalam
bahasa
Indonesia
oleh
merupakan realisasi dan unifikasi dan
Purwadarmita dalam
kodifikasi dalam bidang hukum acara
bahasa
pidana. Tujuannya agar masyarakat
perbuatan buruk seperti penggelapan
dapat
uang, penerimaan uang sogok. 8
menghayati
kewajiban
dan
Indonesia,
kamus umum korupsi
adalah
haknya dan pembinaan sikap para
Menurut Andi Hamzah arti kata
penegak hukum sesuai fungsi dan
korupsi adalah kebusukan, keburukan,
wewenangnya.7
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
7
8
Djoko Prakoso, 1987, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Dalam Proses Hukum Acara Pidana, Bina Aksara, Jakarta, h. 5.
Firman Wijaya, 2008, Peradilan Korupsi Teori dan Praktik, Maharani Press, Jakarta, h.7
6
tidak bermoral, penyimpangan dari
membentuk
beberapa
komisi
anti
kesucian, kata-kata yang menghina atau
korupsi dalam usaha pemberantasan
memfitnah.9
korupsi, di antaranya pada tahun 1967
Tindak pidana korupsi termasuk
dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi
ke dalam tindak pidana khusus karena
yang berada di bawah Kejaksaan Agung
bersumber pada peraturan perundang-
dan pada tahun 1970, pemerintah juga
undangan di luar KUHP. 10 Pengertian
pernah membentuk komisi empat di
tindak
mana
pidana
korupsi
juga
telah
komisi
dirumuskan oleh pemerintah didalam
menemukan
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU
Pertamina,
Nomor
20
Tahun
2001
tentang
hutan.
11
ini
bertugas
penyimpangan Bulog,
Pada
untuk di
dan penebangan
masa
pemerintahan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Abdurahman Wahid sebagai presiden
pada Pasal 2 ayat (1) menyatakan
juga pernah dibentuklah Tim Gabungan
“Setiap orang yang secara melawan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
hukum
perbuatan
yang disingkat (TGPTPK), di mana
memperkaya diri sendiri atau orang lain
lembaga ini merupakan lembaga tidak
atau
tetap atau sumir sampai
melakukan
suatu
merugikan
korporasi keuangan
yang
dapat
negara
atau
Pemberantasan
Korupsi
Komisi terbentuk.
perekonomian negara, dipidana dengan
Namun keberadaan lembaga-lembaga
pidana penjara seumur hidup atau
tersebut sepertinya belum juga dapat
pidana penjara paling singkat 4 (empat)
memuaskan masyarakat dilihat dari
tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
kinerja dan hasil yang diberikan oleh
tahun dan denda paling sedikit Rp.
lembaga-lembaga tersebut.
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)
Pembentukan KPK merupakan
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
pelaksanaan dari Pasal 43 Undang-
(satu milyar rupiah)”
Undang No 31 Tahun 1999 tentang
Sejak awal pemerintahan orde baru,
Presiden
Soeharto
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sudah
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Undang-Undang No 21 Tahun 2001
9
Andi Hamzah, 1991, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Jilid 1, Cet. 3, Gramedia, Jakarta, h.9.
tentang Perubahan atas Undang-Undang
10
11
Adami Chazawi, 2006, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT. Alumni, Bandung, h. 1.
Teten Masduki dan Danang Widyoko, 2005, Menunggu Gebrakan KPK, Jentera Jilid VIII, Cet 3, Sinar Grafika, Jakarta, h. 42.
7
No
31
Tahun
1999
tentang
kewenangan
yang
luar
biasa,
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
berdasarkan pada klasifikasi tindak
dimana
pidana korupsi sebagai kejahatan yang
dinyatakan
perlu
dibentuk
luar biasa.13
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan
wewenang
Komisi Pemberantasan Korupsi
melakukan
merupakan
lembaga
Negara
pemberantasan tindak pidana korupsi,
bersifat
meskipun terjadi keterlambatan waktu
tugas dan wewenangnya bebas dari
pembentukannya.
itu
kekuasaan manapun. Dalam ketentuan
dibentuknya KPK juga dilatarbelakangi
ini yang dimaksud dengan ‘kekuasaan
alasan karena lembaga pemerintah yang
manapun” adalah kekuatan yang dapat
menangani
pidana
mempengaruhi tugas dan wewenang
korupsi belum berfungsi secara efisien
Komisi Pemberantasan Korupsi atau
dan efektif dalam memberantas tindak
anggota Komisi secara individual dari
pidana korupsi.12
pihak eksekutif, yudikatif, legislatif,
perkara
Selain
tindak
independen,
yang
melaksanakan
Jaksa dan Kepolisian dianggap
pihak-pihak lain yang terkait dengan
efektif
menyelesaikan
perkara tindak pidana korupsi, atau
berbagai perkara tindak pidana korupsi,
keadaan dan situasi ataupun dengan
begitu pula dengan lembaga lain yang
alasan apapun.14
tidak
dalam
sebelumnya telah ada. Banyaknya kasus
Perihal Kedudukan KPK yang
korupsi yang melibatkan aparat penegak
independen dalam hal ini merupakan
hukum
jawaban
menyebabkan
kepercayaan
dari
persoalan
penegakan
masyarakat terhadap aparat penegak
hukum kasus korupsi di Indonesia. Pada
hukum menjadi rendah.
kebanyakan
Karena itulah KPK, sebagai lembaga
negara
yang
kasus
korupsi
kerap
melibatkan pejabat tinggi, elit politik,
dalam
elit
melaksanakan tugas dan wewenangnya
ekonomi
pengusaha
bersifat independen dan bebas dari
atau
besar.
pengusahaKondisi
ini
13
Tuanakotta Theodorus M, 2009, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat, Jakarta, h. 38.
pengaruh kekuasaan manapun memiliki 12
Lilik Mulyadi, 2007, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, P.T. Alumni, Bandung, h. 23.
14 Ermansjah Djaja, 2010, Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Cet 1, Sinar Grafika, Jakarta Timur, h. 131.
8
menyebabkan
Kejaksaan
atau
KPK,
Kepolisian sering kali tidak dapat leluasa
untuk
menegakkan
pihak
lain.
hukum
KPK
pengadilan
akan
Selain itu
khusus
diadili tindak
oleh pidana
korupsi yang kini diatur dalam UndangUndang Nomor 46 Tahun 2009 tentang pengadilan tindak pidana korupsi.15 Dalam
Pasal 11
disebutkan
bahwa
Pemberantasan
Korupsi,
tugas
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap tindak pidana korupsi 4. Melakukan tindakantindakan pencegahan korupsi 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan negara.
perkara tindak pidana korupsi yang ditangani
mempunyai
melakukan :
karena terbentur dengan campur tangan (intervensi)
KPK
UU KPK Komisi berwenang
3.3. Dasar
melakukan penyelidikan, penyidikan,
Pertimbangan
Diaturnya Pasal 40 Undang-
dan penuntutan tindak pidana korupsi
Undang
yang :
Nomor 30
Tahun
2002 Tentang KPK. 1. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara; a. mendapat perhatian yang meresahkann masyarakat; dan/atau b. menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi,
begitu
bunyi
pasal
yang
tercantum dalam Pasal 40 UU KPK. Ketidakwenangan KPK dalam mengeluarkan Penghentian
Surat
Perintah
Penyidikan
(SP3)
melanggar prinsip persamaan di muka hukum
Berdasarkan Pasal 6 Undang-
serta
bersifat
diskriminatif,
sehingga bertentangan dengan Pasal
Undang Np 30 Tahun 2002 tentang
28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi 15
Darwan Prinst, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 31.
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
9
hukum yang adil serta perlakuan yang
Dalam Pasal 44
UU KPK
sama di hadapan hukum”, dan Pasal 28l
disebutkan bahwa KPK hanya memiliki
ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi
kewenangan
“Setiap
penghentian
orang
berhak
bebas
dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif
kasus
atas
Mengenai
dasar
apa
pun
dan
berhak
untuk
melakukan
penyelidikan
korupsi
terhadap
yang
ditanganinya.
prosedur
penghentian
mendapatkan perlindungan terhadap
penyidikan maupun penuntutan masih
perlakuan yang bersifat diskriminatif
merupakan
itu”.
hukum yang telah diatur sebelumnya SP3 maupun SKP2 seringkali
dalam
kewenangan
KUHAP
dikeluarkan oleh pihak Kepolisian dan
Kejaksaan).
Kejaksaan
dalam
untuk
dijadikan
alasan
penegak
(Kepolisian
dan
Ketidakwenangan
KPK
mengeluarkan
SP3
maupun
menghentikan perkara korupsi yang
SKP2 adalah bentuk kekhususan dari
sedang ditanganinya. Berdasarkan dalil
UU KPK terhadap KUHAP yang biasa
tersebut UU KPK dengan kewenangan
kita kenal dengan isitilah lex specialis
yang dijalankan dengan cara-cara yang
derogat
tidak
peraturan
biasa
yakni
dengan
tidak
legi
generali
yang
dalam
bersifat
khusus
diberikannya wewenang kepada KPK
mengesampingkan
peraturan
untuk mengeluarkan SP3 maupun SKP2
bersifat
Pengaturan
tidak
merupakan
prosedur
dimiliki
oleh
proses
lebih
untuk
penegakan
tindak korupsi
memaksimalkan hukum
terhadap
yang sedang KPK
umum.
memaksimalkan
arti
yang ini
khusus
yang
KPK
untuk
pemberantasan
dan
tangani. Apabila diberikan kewenangan
penegakan hukum terhadap kasus kasus
mengeluarkan
korupsi.
SP3
maupun
SKP2,
maka KPK tidak berbeda dengan
Dalam Risalah Rapat Panja
Kepolisian maupun Kejaksaan yang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
mana seringkali dalam penanganan
Korupsi, pada tanggal 5 desember 2001,
kasusnya terjadinya permainan antar
pembahasan RUU Tentang Komisi
aparatur dengan pihak yang terkait
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
dalam proses pengehentian penyidikan
DR. H. Zain Badjeber selaku anggota
itu sendiri.
Fraksi “Komisi
10
PPP, ini
menyebutkan dengan
bahwa
orang-orang
terpilih, hukum acaranya juga supaya
bersifat umum dalam hal ini KUHAP.
luar biasa, di dalam konsep kami
Kekhususan
misalnya Pertama, bahwa jangan hanya
bertentangan dengan KUHAP karena
menegaskan
berlaku asas lex specialis derogat legi
tidak
wewenang
SP3,
mempunyai
KPK
ini
tidak
tidak
generali. Faktor yang terakhir yakni
mempunyai wewenang SP3 itu kan
faktor sosiologis dimana KPK selama
bukan berarti mencabut wewenangnya
ini memiliki berberapa kewenangan
tetapi supaya semua perkara selesai di
yang sangat luar biasa, yang tidak
pengadilan tidak selesai di tengah jalan.
dimiliki
Nanti pengadilan yang mengatakan
Kejaksaan
tidak cukup bukti supaya orang tidak
memaksimalkan
curiga karena sifat inkuisitor dari pada
penegakan hukum terhadap kasus-kasus
pemeriksaan
korupsi yang sudah sangat meresahkan.
kita.
maksudnya
UU
Jadi terbuka
di
oleh
Kepolisian
yang
bertujuan pemberantasan
tidak
lain
untuk dan
pengadilan disanalah yang mengatakan
Kewenangan
tidak cukup bukti sehingga orang ini
menciptakan kepastian hukum dalam
dibebaskan, tidak cukup bukti ditengah
masyarakat.
jalan terkatung-katung”.
ini
maupun
untuk
Tidak seperti Kepolisian dan
Berdasarkan Pembahasan RUU
Kejaksaan yang merupakan penegak
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
hukum inti di dalam sistem peradilan
Pidana Korupsi diatas latar belakang
pidana kita, keberlakuan Pasal 40 UU
pengaturan Pasal 40 UU KPK dapat
KPK ini adalah upaya dari keberadaan
dilihat dari beberapa faktor. Yang
lembaga KPK yang bukan sebagai
pertama
filosofis
aparat penegak hukum namun ikut
dilatarbelakangi oleh kurang mampunya
berperan dalam rangka pemberantasan
penegak hukum yang ada dalam hal ini
tindak pidana korupsi. Hal tersebut
pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam
bertujuan agar KPK ikut ambil bagian
memberantas
yang
dalam penegakan hukum di bidang
secara
tindak pidana korupsi, selain itu hal
maksimal. Faktor yuridis dimana Pasal
tersebut juga merupakan kewajiban
40 UU KPK ini merupakan peraturan
semua pihak, dalam hal ini aparat
yang
penegak
sedang
dari
faktor
kasus
mereka
bersifat
mengesampingkan
korupsi tangani
khusus
dan
peraturan
yang
hukum
yang
sudah
bersama semua komponen bangsa.
11
ada
Pengaturan Pasal 40 UU KPK
peraturan
perundang-undangan
merupakan salah satu amunisi yang
mengenai hukum acara pidana yang
digunakan oleh KPK dalam proses
berlaku
penyidikan kasus korupsi agar KPK
KUHAP.
dapat bekerja maksimal dan efisien.
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK
Untuk
Indonesia,
termasuk
Pasal 40 Undang-Undang
negosiasi
tidak dapat dikatakan bertentangan
terselubung antara oknum KPK dengan
dengan KUHAP. Undang-Undang No
pihak-pihak yang terkait dalam hal ini
30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan
tersangka kasus korupsi, adanya Pasal
lex specialis (ketentuan yang khusus),
40 UU KPK ini diharapkan memberikan
yang merupakan buah hasil kebijakan
kepastian hukum dalam penegakan
politik
hukum
kebijakan/criminal
tindak
mencegah
di
pidana
korupsi
di
Indonesia, sehingga tidak terjadi hal-hal
hukum
pidana
(politik
policy)
menangani tindak pidana korupsi.
dalam 16
yang tidak diinginkan dalam proses penyidikan yang berlangsung.
IV.
PENUTUP
Ketentuan Pasal 40 UU KPK
Berdasarkan
pembahasan
merupakan sikap kehatihatian yang
tersebut di atas, maka pada bagian
harus sangat diperhatikan oleh KPK.
penutup dapat dikemukakan simpulan
Setiap kasus yang telah disidik oleh
dan saran dari penulis sebagai berikut :
KPK akan terus berlanjut hingga ke ranah
tingkat
pengadilan.
4.1. Simpulan
KPK
KPK tidak diberi wewenang
diwajibkan untuk bekerja secara hati-
untuk menerbitkan SP3 sesuai dengan
hati dan maksimal berkaitan dengan
Pasal 40 UU KPK dapat dilihat dari
masalah pembuktian baik dari awal
beberapa faktor. Yang pertama dari
proses penyelidikan hingga akhirnya
faktor filosofis dilatarbelakangi oleh
menetapkan
kurang mampunya penegak hukum
seseorang
sebagai
tersangka.
yang ada dalam hal ini pihak Kepolisian
Dalam menjalankan tugasnya, selain
berpedoman
pada
dan Kejaksaan dalam memberantas
Undang-
kasus korupsi yang sedang mereka
Undang tentang KPK dan Undang-
tangani secara maksimal. Faktor yuridis
Undang Pemberantasan Tindak Pidana 16
Putra Erawan M, 2008, Membangun KPK di Daerah, Makalah disampaikan pada bulan Mei di Denpasar, h. 9.
Korupsi, KPK juga berdasar pada
12
dimana
Pasal
40
UU
merupakan peraturan khusus
dan
KPK
ini
DAFTAR PUSTAKA
yang bersifat
BUKU
mengesampingkan
Amiruddin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet 4, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
peraturan yang bersifat umum dalam hal ini KUHAP. Kekhususan UU KPK ini
Chazawi, Adami, 2006, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT. Alumni, Bandung.
tidak bertentangan dengan KUHAP karena
berlaku
asas
lex
specialis
Djaja, Ermasjah, 2010, Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Cet 1, Sinar Grafika, Jakarta Timur.
derogat legi generali. Faktor yang terakhir yakni faktor sosiologis dimana KPK selama ini memiliki berberapa
Hamzah, Andi, 1991, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Jilid 1, Cet. 3, Gramedia, Jakarta. Harun M, Husein 1991, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
kewenangan yang sangat luar biasa, yang tidak dimiliki oleh Kepolisian maupun
Kejaksaan
yang
bertujuan
untuk memaksimalkan pemberantasan dan penegakan hukum terhadap kasuskasus
korupsi
yang
sudah
Mahmud Marzuki, Peter, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
sangat
meresahkan. Kewenangan ini tidak lain untuk menciptakan kepastian hukum
Masduki, Teten, 2005, Menunggu Gebrakan KPK, Jentera Jilid VIII, Cet 3, Sinar Grafika, Jakarta.
dalam masyarakat. Saran Seyogyanya
ketidakwenangan
Mulyadi, Lilik, 2007, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, P.T. Alumni, Bandung.
KPK dalam mengeluarkan SP3 sesuai dengan Pasal 40 UU KPK pada setiap perkara tindak pidana korupsi yang
........................., 2007, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, P.T. Alumni, Bandung.
ditanganinya tetap dilaksanakan untuk mencegah
adanya
permainan
antar
aparatur dan untuk memberantas tindak
Nowak, Manfred, 2002, Introduction to the International Human Rights Regimen, Brill Academic Publishers, USA.
pidana korupsi yang semakin merajalela di Indonesia.
Prakoso, Djoko, 1987, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Dalam Proses Hukum Acara Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 13
Prinst, Darwan, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung. Theodorus M, Tuanakotta, 2009, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat, Jakarta. Wijaya, Firman, 2008, Peradilan Korupsi Teori dan Praktik, Maharani Press, Jakarta. MAKALAH Erawan M, Putra, 2008, Membangun KPK di Daerah, Makalah disampaikan pada bulan Mei di Denpasar. INTERNET Shanti Rachmadsyah, SP3, http://www.hukumonline.com/klinik/det ail/cl624, diakses Kamis 31 Oktober 2013 Biodata Penulis Nama
: I Dewa Gede Dana Sugama
Alamat
: Jl Gatot Subroto VIB no 12 Denpasar, Bali
No. Telp. : 081999779090 E-mail
:
[email protected]
14