SURAT BERHARGA TAHUN 1848-1942 KOLEKSI MUSEUM BANK MANDIRI: KAJIAN ARKEOLOGI INDUSTRI Alqiz Lukman1 dan Irmawati M. Johan2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia 2. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Abstrak Arkeologi industri merupakan sebuah kajian dalam ilmu arkeologi yang berusaha memahami tentang perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi sejak periode industrialisasi. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kegiatan industri dan perekonomian pada tahun 1848-1942 di wilayah Indonesia melalui data surat berharga. Surat berharga yang digunakan di dalam penelitian berupa kuitansi, cek, saham, dan obligasi koleksi Museum Bank Mandiri yang berasal dari bank Nederlandsche Handel Maatschappij. Surat berharga dibagi menjadi dua unsur analisis, yaitu unsur ekstrinsik (bahan kertas, warna kertas, dan motif hias) dan unsur intrinsik (isi surat). Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa surat berharga yang dikeluarkan selain memiliki fungsi ekonomi juga digunakan sebagai perlambangan identitas, legitimasi, dan harapan dari perusahaan yang mengeluarkan surat berharga tersebut. Industri yang berkembang pada masa pemerintahan Hindia Belanda adalah industri asuransi, perdagangan, perkebunan, pembibitan, makanan, listrik, teknik, transportasi, pertambangan, perumahan, otomotif, dan perbankan. Kata kunci
: Kuitansi, cek, saham, obligasi, identitas perusahaan, Nederlandsche Handel Maatschappij.
Commercial Papers in 1848-1942 Bank Mandiri Museum Collection: Industrial Archaeology Study Abstract Industrial archeology is a study in archaeology which try to reconstruct about the social, economic, and technology during industrialization era. This research aims to reconstruct the industrial and economic activities in 1848-1942 in Indonesia through the data of commercial papers. Commercial papers that are used in this research is receipts, checks, stocks, and bonds of Bank Mandiri Museum collection from Nederlandsche Handel Maatschappij banks. The commercial papers are divided into two elements of analysis: extrinsic elements (paper materials, colour of the paper and ornamental motifs) and intrinsic elements (contain of commercial paper). The results showed the commercial papers are used to represent the identity, legitimacy, and hope of the company beside the economical function. At the industrialization period, the companies are engaged in insurance, trading, agriculture, food, electricity, engineering, transportation, mining, housing, automotive, and banking. Keywords
: Receipts, checks, stocks, bonds, corporate identity, Nederlandsche Handel Maatschappij.
Pendahuluan Perkembangan industrialisasi di Indonesia tidak terlepas dari berkembangnya paham ekonomi liberal yang berkembang di Eropa. Efek dari masuknya paham ekonomi liberal adalah pembuatan
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
undang-undang Agrarische Wet yang dikeluarkan pada tahun 1870. Dalam undang-undang ini untuk pertama kalinya modal swasta diberikan peluang untuk melakukan usaha di Indonesia, sehingga menyebabkan perkembangan industri yang sedemikian pesat di Indonesia (Wiradi, 2009: 60-61; Rahardjo, 1995: 27). Di dalam ilmu arkeologi periode industrialisasi menjadi kajian tersendiri yang bernama arkeologi industri. Kajian mengenai arkeologi industri mulai mendapat perhatian khusus bagi kalangan peneliti arkeologi. Kajian mengenai arkeologi industri mulai mendapat perhatian khusus bagi kalangan peneliti arkeologi. Arkeologi industri merupakan sebuah kajian dalam ilmu arkeologi yang berusaha memahami aktivitas industri di masa lampau melalui tinggalan materialnya. Marilyn Palmer dan Peter Neaverson dalam buku berjudul Industrial Archaeology Principle and Practice, mendefinisikan arkeologi industri sebagai kajian tentang perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi sejak periode industrialisasi (Palmer & Neaverson, 1998:1). Penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak telah memberikan gambaran mengenai periode industrialisasi yang terjadi di Indonesia pada abad ke-19 hingga abad 20 Masehi melalui tinggalan bangunan, mesin, dan lingkungan (Inagurasi, 2010; Daniar, 2012; Ariefianto, 2013; Kuncorojati, 2013; Pratama, 2013; Wardhani, 2013; Ismariyanti, 2014; Fajri, 2014). Pada penelitian ini akan membahas periode industrialisasi di Indonesia melalui data surat berharga. Hal ini dikarenakan surat berharga merupakan tinggalan budaya dari bentuk campur tangan modal swasta dalam perkembangan industri di Indonesia, khususnya saham dan obligasi. Surat berharga pada masa pemerintahan Hindia Belanda dikenal dengan dua istilah, yaitu papier van waarde dan waarde papieren. Papier van waarde adalah surat yang memiliki nilai yang subjektif karena hanya berharga bagi orang-orang tertentu, contohnya ijazah atau piagam, kartu pengenal, karcis, surat wasiat, dan lain sebagainya. Waarde papieren adalah surat berharga yang mempunyai nilai objektif, karena itu waarde papieren mempunyai sifat yang dapat diperjualbelikan atau sebagai alat pembayaran, dapat dinegosiasikan, kreditur dapat berganti, mudah dialihkan, dan sebagai alat bukti dengan legitimasi formil, contoh dari waarde papieren adalah saham, wesel, cek, dan sebagainya (Ali & Mashudi, 1994: 14-16; Wiraatmadja, 1987: 1). Dalam penelitian ini akan menggunakan surat berharga berjenis waarde papieren dikarenakan neniliki sifat objektif. Pada penulisan berikutnya waarde papieren akan disebut sebagai surat berharga saja untuk mempermudah penulisan.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Surat berharga dalam arkeologi dapat digolongkan dalam jenis data artefak. Artefak adalah benda yang dimodifikasi atau dibuat oleh manusia dan dapat dipindahkan (Sharer & Ashmore, 1979: 120). Surat berharga juga termasuk artefak bertulis seperti halnya prasasti dan naskah. Secara khusus surat berharga digolongkan kepada artefak bertulis yang memuat informasi tentang perkembangan perekonomian pada suatu zaman. Surat berharga selain mempunyai fungsi moneter juga dapat berfungsi sebagai legitimasi bagi yang mengeluarkannya dan sebagai penunjukkan status sosial tertentu (Palmer & Neaverson, 1998: 105-106). Mark P. Leone (1995: 253) mengatakan, dalam rangka melakukan rekonstruksi sistem perekonomian dan pembangunan suatu daerah pada masa lalu juga membutuhkan penelitian terhadap surat berharga (dalam hal ini saham dan obligasi) sebagai data penyertaan modal yang dibutuhkan dalam pembangunan tersebut, sehingga penting kiranya untuk dilakukan penelitian terhadap surat berharga. Kepemilikan surat berharga juga menjadi status sosial tersendiri bagi pemiliknya. Hal ini dikarenakan tidak semua orang memiliki akses untuk mendapatkan surat berharga tersebut (Palmer & Neaverson, 1998: 105-106). Dari penjelasan diatas surat berharga dapat dilihat dan diartikan sebagai simbol yang berkaitan dengan struktur sosial di masyarakatnya. Pemilihan data yang digunakan adalah surat berharga yang dikeluarkan dari tahun 1848-1942, hal ini dikarenakan pada tahun 1848 merupakan masa pemberlakuan surat berharga sebagai alat tukar yang resmi dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dalam Wetboek van Koophandle. Tahun 1942 dipilih sebagai masa akhir dari penelitian ini dikarenakan pada tahun ini merupakan masa awal perang dunia ke-2 yang menyebabkan terjadinya resesi ekonomi sehingga pertukaran surat berharga menjadi sedikit. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah surat berharga yang saat ini menjadi koleksi Museum Bank Mandiri di Jl. Lapangan Stasiun No. 1, Jakarta Barat baik yang dipamerkan maupun yang tidak dipamerkan. Surat berharga koleksi Museum Bank Mandiri merupakan surat berharga yang dikeluarkan atau disimpan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui bank Nederlandsche Handel Maatschappij, bank ini merupakan perpanjangan tangan pemerintah didalam mekanisme perbankan pada masa pemerintahan Hindia Belanda (Poesponegoro & Notosusanto, 2008: 183). Nederlandsch Handel Maatschappij bertindak sebagai bank pemerintahan yang mengkhususkan diri sebagai bank investor untuk bidang industri, khususnya bidang perkebunan, pelayaran, pembangunan kapal, perikanan, dan kerajinan (Rahardjo, 1995: 27; Van Golder, 1947: 453).
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Berdasarkan uraian tersebut menghasilkan dua pertanyaan penelitian, yaitu: 1) bagaimana variasi dan fungsi dari surat berharga yang dikeluarkan pada tahun 1848-1942 koleksi Museum Bank Mandiri? 2) Bagaimana kegiatan dan aktivitas industri yang tergambarkan pada surat berharga yang dikeluarkan pada tahun 1848-1942? Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi penggunaan surat berharga dalam upaya menggambarkan kondisi perindustrian yang terdapat dalam kegiatan perekonomian pada masa tersebut. Manfaat dari penelitian ini diharapkan memberikan gambaran, penjelasan, informasi, keterangan, dan pemahaman mengenai surat berharga yang dikeluarkan pada tahun 1848-1942, serta bermanfaat untuk perkembangan ilmu arkeologi, khususnya dalam upaya merekonstruksi perekonomian penanaman modal dan jenis transaksi pada kegiatan industri masa pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam menafsirkan data arkeologi yang dilihat dari perspektif disiplin ilmu yang lain. Metode Penelitian Dalam kaitannya dengan dunia keilmuan metode berarti tata cara kerja yang dilakukan menjadi sasaran kajian bidang ilmu, sedangkan pengetahuan tentang rangkaian tata cara kerja dalam suatu bidang tertentu disebut Metodologi (Koentjaraningrat, 1991: 8). Robert J. Sharer dan Wendy Ashmore (2003: 156) menjelaskan bahwa penelitian dalam arkeologi terdiri dari tahap formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi, dan publikasi. Pada tahap formulasi penelitian ini adalah perumusan masalah yang didukung dengan latar belakang mulai dari riwayat penelitian dan informasi data. Pada tahap implementasi peneliti melakukan pengurusan administrasi agar data dapat diakses dan diteliti. Tahap berikutnya adalah tahap pengumpulan data yang melakukan perekaman data baik verbal maupun piktorial. Data penelitian yang digunakan berjumlah 30 surat berharga yang terdiri dari 2 kuitansi, 2 cek, 25 saham, dan 1 obligasi. Pada tahap ini juga dilakukan pendeskripsian data dibagi menjadi dua unsur, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Pada unsur ekstrinsik mendeskripsikan jenis kertas, warna kertas, ukuran kertas, motif hias, dan kondisi kertas. Unsur intrinsik yang dideskripsikan adalah isi yang tercantum di dalam masing-masing dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Setelah data direkam dilakukan klasifikasi sesuai dengan jenis surat berharga dan jenis perusahaan. Dalam tahap analisis data diberikan konteks sejarah yang berasal dari Kitab UndangUndang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel (WvK) dan arsip lainnya agar dapat dimengerti variasi dan fungsi data surat berharga tahun 1848-1942. Pada tahap interpretasi menambahkan bukti sejarah kedalam bukti arkeologi yang sudah di dapat pada tahap analisis. Bukti sejarah adalah sumber tertulis dan peta yang menggambarkan kehidupan komunitas pada masa bukti arkeologi tersebut digunakan (Dark, 1995:56-58). Penambahan bukti sejarah pada penelitian ini digunakan untuk memberikan informasi mengenai gambaran kegiatan dan aktivitas industri yang tergambarkan pada surat berharga yang dikeluarkan pada tahun 1848-1942. Hasil Penelitian Surat berharga yang diteliti berjumlah 30 surat yang terdiri empat jenis surat yaitu kuitansi, cek, saham, dan obligasi. Analisis yang dilakukan pada setiap surat berharga berdasarkan unsur ekstrensik dan intrinsik. Secara garis besar, pada analisis ekstrensik berisi mengenai analisis jenis kertas, warna kertas, dan motif hias pada setiap jenis surat berharga. Analisis intrinsik berisi mengenai isi dari tulisan yang terdapat pada surat berharga. Kuitansi adalah bukti transaksi penerimaan uang dari pihak lain sebagai pembayaran atas sesuatu. Kuitansi dibuat dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dan diserahkan kepada pihak yang membayarkan uang (Purwanti & Nugraheni, 2001:15). Kuitansi yang menjadi data penelitian berjumlah dua surat yang berasal dari perusahaan swasta asuransi jiwa, yaitu Amsterdamsche Maatschappij van Levensverzekering dan perusahaan dagang swasta Cina, yaitu Handel Maatschappij Kian Tjhiang.
Gambar 1 dan 2. Kuitansi Koleksi Museum Bank Mandiri
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Berdasarkan hasil analisis ekstrinsik diketahui bahwa kedua kuitansi tersebut menggunakan kertas berjenis doorslag. Kertas doorslag digunakan sebagai media untuk penulisan kwitansi dikarenakan dapat diproduksi dengan harga yang murah akan tetapi awet dan tahan lama. Kertas doorslag masih digunakan hingga saat ini sebagai kertas kuitansi, sehingga kertas doorslag juga dikenal juga dengan kertas bank. Dari atribut warna kertas diketahui kuitansi Perusahaan Asuransi Jiwa Amsterdam menggunakan kertas berwarna hijau, sedangkan Perusahaan Dagang Kian Tjhiang menggunakan kertas berwarna coklat. Warna hijau bagi orang Eropa memiliki makna untuk penyembuhan fisik, kesuburan, dan kesehatan (De Vries, 1974: 226-227)., sehingga warna hijau digunakan untuk perusahaan yang terkait dengan kesehatan. Warna cokelat merupakan warna dasar kertas yang dikeluarkan oleh perusahaan kertas pada masa itu, warna cokelat berasal dari serat kayu dan jerami yang menjadi bahan dasar dari pembuatan kertas (Pudjaatmaka, 2002: 389). Berdasarkan hasil analisis intrinsik kuitansi diketahui bahwa pada kuitansi Perusahaan Asuransi Jiwa Amsterdam tertulis nama H. R. Van Affelen van Saemsfoort. Beliau merupakan salah satu pedagang Belanda yang bekerja di sebuah Perusahaan di Djokdjakarta (Yogyakarta) yang menggunakan jasa Perusahaan Asuransi Jiwa Amsterdam di Hindia Belanda. Beliau mengambil polis asuransi jiwa yang bisa dicairkan pada tahun 1943 dengan nilai klaim sebesar f 10.000,-. Hal ini diketahui dari arsip yang dilampirkan bersama kuitansi tersebut. Pada kuitansi kedua berisi mengenai bukti pembayaran bukti pembayaran 40 karung gula yang dibeli oleh Oei Tjioe Goan di Benteng Fort de Kock di Bukittinggi, Sumatera Barat kepada pihak Handel Maatschappij Kian Tjhiang (Perusahaan Dagang Kian Tjhiang). Perusahaan Kian Tjhiang merupakan perusahaan yang memperdagangkan hasil bumi untuk konsumsi seperti kopi, gula, dan teh (Setiono, 2008: 261-263), sedangkan Oei Tjioe Goan berdasarkan catatan Groot Boek merupakan pedagang di daerah Bukittinggi. Dari pengetahuan ini dapat diduga bahwa pembelian yang dilakukan oleh Oei Tjioe Goan membeli gula untuk kembali dijual kepada konsumen akhir di Bukittinggi. Cek merupakan surat keterangan penukaran uang dari satu orang ke orang lainnya melalui bank (Ali & Mashudi, 1994: 7). Cek yang menjadi data penelitian berasal dari perusahaan dagang ekspor impor Scherrewitz & Co berjumlah dua buah. Berdasarkan hasil analisis ekstrinsik diketahui cek yang menjadi data penelitian menggunakan jenis kertas doorslag seperti kuitansi.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Kertas doorslag digunakan sebagai media untuk penulisan cek dikarenakan dapat diproduksi dengan harga yang murah akan tetapi awet dan tahan lama. Warna cokelat merupakan warna dasar kertas yang dikeluarkan oleh perusahaan kertas pada masa itu, warna cokelat berasal dari serat kayu dan jerami yang menjadi bahan dasar dari pembuatan kertas (Pudjaatmaka, 2002: 389).
Gambar 3 dan 4. Cek Koleksi Museum Bank Mandiri
Berdasarkan hasil analisis intrinsik pada cek diketahui kedua cek yang diteliti merupakan bukti pembayaran dari Oei Tjioe Goan dan Oei Soei Hoat untuk mengirimkan barang ke Amsterdam, Belanda. Berdasarkan catatan Groot Boek (Buku Besar) Nederlandsche Handel Maatschappij tahun 1924, pengiriman barang yang tercatat di cek tersebut merupakan pengiriman kepada pedagang dan makelar yang bernama Oei Tjioe Goan dan Oei Soei Hoat di Bukittinggi yang pada saat itu sedang ingin memperluas bisnisnya ke Belanda. Perusahaan Scherrewitz & Co. merupakan perantara yang mengirimkan pesanan Oei Tjioe Goan dan Oei Soei Hoat dari Bukittinggi ke Belanda. Saham adalah suatu bagian kepemilikan modal sebuah perusahaan yang dinyatakan dalam sebuah surat. Saham digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk menjual kepentingan dalam bisnis dengan imbalan hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang diberikan. Imbalan hak atas dividen pada saham terdapat pada lembar talon. Lembar talon merupakan lembar penyerta dalam saham yang berisi kumpulan kupon sebagai tanda bukti pembagian keuntungan perusahaan kepada para pemegang saham (Darmadji & Fakhruddin, 2001: 8). Saham yang menjadi data penelitian berasal dari 25 perusahaan yang terdiri dari 3 perusahaan perdagangan, 13 perusahaan perkebunan, 1 perusahaan pembibitan, 1 perusahaan makanan, 2 perusahaan listrik, 1 perusahaan teknik, 1 perusahaan transportasi, 1 perusahaan pertambangan, 2 perusahaan perumahan, dan 1 perusahaan otomotif. Perusahaan perdagangan terdiri dari
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Perusahaan Dagang Aceh, Perusahaan Esperanza, dan Perusahaan Thong Ek. Perusahaan perkebunan terdiri dari Perusahaan Bandoeroto, Perusahaan Baros, Perusahaan Boekit Lawang, Perusahaan Kali-Soero, Perusahaan Soerowinangoen, Perusahaan Bondowoso, Perusahaan De Eendracht, Perusahaan Ex Undis Sol, Perusahaan Ruimzicht, Perusahaan Rumphius, Perusahaan Satak, dan Perusahaan Tay Kiet. Perusahaan pembibitan terdiri dari Perusahaan Van Amstel & Schiff. Perusahaan makanan terdiri dari Perusahaan Es Batavia. Perusahaan listrik terdiri dari Perusahaan Listrik Bali dan Lombok dan Perusahaan Listrik Rembang. Perusahaan teknik terdiri dari Kantor Teknik Van der Poll. Perusahaan pertambangan terdiri dari Perusahaan De Autogene. Perusahaan perumahan terdiri dari Perusahaan Perumahan Celebes dan Perusahaan Perumahan Domus. Perusahaan otomotif terdiri dari Perusahaan Mobil Batavia.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Gambar 5. Saham Koleksi Museum Bank Mandiri
Berdasarkan hasil analisis ekstrinsik pada saham diketahui bahwa saham dicetak dengan kertas karton yang berbahan dasar kayu dengan campuran kapas dan linen agar dapat bertahan lebih dari 30 tahun (Davies & Davies, 1999:128). Setiap perusahaan mengeluarkan saham dengan motif hias yang berbeda-beda. Pada saham terbagi menjadi tiga motif hias, yaitu motif bingkai, motif tengah, dan tanda air. Motif bingkai dari saham ini memiliki banyak varian dan antar perusahaan menggunakan motif yang berbeda. Diduga masing-masing motif memiliki makna dan harapan yang mewakili perusahaan tersebut. Secara garis besar motif yang ada pada saham terdiri dari bunga, daun dan sulur-suluran, piala, matahari, topi, persegi, lingkaran, segitiga, tanda silang, dan garis. Setiap motif memiliki lambang dan pemaknaan tersendiri. Sebagai contoh, simbol persegi memiliki arti sebagai simbol dari perusahaan agrikultur (Cooper, 1998: 157-158; De Vries, 1974: 438), sehingga hampir semua saham perusahaan perkebunan dan pembibitan menggunakan lambang persegi seperti yang terdapat pada Perusahaan Perkebunan Bandoeroto, Perusahaan Perkebunan Boekit Lawang, Perusahaan Perkebunan Kali-Soero, Perusahaan Perkebunan Bondowoso, dan Perusahaan Perkebunan De Eendracht. Motif lain dari perusahaan perkebunan juga terdapat dalam bentuk daun dan bunga yang merupakan lambang sumber daya alam (Cooper, 1998: 70; De Vries, 1974: 194-195) seperti yang terlihat pada saham Perusahaan Perkebunan Bandoeroto, Perusahaan Perkebunan Boekit Lawang, Perusahaan Perkebunan Kali-Soero, Perusahaan Perkebunan De Eendracht, Perusahaan Perkebunan Ruimzicht, dan Perusahaan Perkebunan Rumphius. Hanya ditemukan satu saham yang memiliki motif tengah, yaitu saham Perusahaan Ex Undis Sol. Motif tengah Perusahaan Ex Undis Sol merupakan gambar sebuah gedung. Melalui penelusuran catatan sejarah diketahui bahwa Perusahaan Ex Undis Sol merupakan perusahaan pemerintah Kota Bandung dan dapat diartikan bahwa gambar gedung tersebut merupakan gambar Gedung Sate yang pada saat itu merupakan gedung pemerintahan Kota Bandung (Wibisono, 2012: 15). Dari hal ini juga dapat diketahui bahwa lambang perusahaan tidak harus dalam bentuk tulisan atau heraldik, akan tetapi juga dapat digambarkan melalui bangunan ikonik yang terdapat di perusahaan tersebut.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Tanda air merupakan tanda pengaman pada surat berharga untuk menghindari pemalsuan. Dari data penelitian terdapat 9 perusahaan yang menggunakan tanda air pada bagian dasar kertas saham, yaitu Perusahaan Perkebunan Bandoeroto, Perusahaan Perkebunan Bondowoso, Perusahaan Penjualan dan Industri Perkebunan Tay Kiet, Perusahaan Pembibitan Van Amstel & Schiff, Perusahaan Dagang Aceh, Perusahaan Listrik Bali dan Lombok, Kantor Teknik Van der Poll, dan Perusahaan Perumahan Celebes. Tanda air pada saham terbagi dalam 2 jenis, jenis pertama menggunakan tanda air dengan tulisan perusahaan dan jenis kedua menggunakan tanda air dengan bentuk geometris. Perusahaan yang menggunakan tanda air dengan tulisan perusahaan adalah Perusahaan Bandoeroto, Perusahaan Bondowoso, Perusahaan Listrik Bali dan Lombok, Perusahaan Perumahan Celebes, dan Perusahaan Mobil Batavia. Perusahaan yang menggunakan tanda air berbentuk geometri adalah Perusahaan Tay Kiet, Perusahaan Van Amstel & Schiff, Perusahaan Dagang Aceh, dan Kantor Teknik Van der Poll. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa penggunaan tanda air selain menjadi fungsi pengaman juga digunakan sebagai fungsi legitimasi dan pengenalan identitas perusahaan. Hal ini diketahui dari motif hias pada tanda air yang memiliki arti dan simbol yang mengarah kepada legitimasi dan identitas. Sebagai contoh, tanda air Perusahaan Perkebunan Tay Kiet yang menggunakan tanda air berbentuk persegi berwarna cokelat muda. Persegi merupakan lambang dari perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur dan warna cokelat merupakan lambang dari sumber daya tanah (Cooper, 1998: 157158; De Vries, 1974: 438). Contoh lainnya adalah Kantor Teknik Van der Poll menggunakan tanda air berbentuk lingkaran dengan bentuk sulur yang melingkari lingkaran berwarna biru muda. Lingkaran merupakan lambang dari kesempurnaan, harmoni, eksistensi yang stabil, dan keabadian (Cooper, 1998: 36-37; De Vries, 1974: 99-100). Perusahaan ini menggunakan lambang lingkaran pada saham untuk memberikan legitimasi bahwa perusahaan ini merupakan perusahaan yang stabil dan abadi. Dari hasil analisis ekstrensik saham diketahui bahwa saham tidak hanya berfungsi sebagai pernyataan kepemilikan suatu perusahaan, akan tetapi saham juga berfungsi sebagai alat komunikasi perusahaan untuk memperkenalkan identitas, harapan, dan legitimasi perusahaan tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk pencitraan identitas perusahaan yang digambarkan dalam bentuk elemen visual yang berbentuk logo, motif hias, dan elemen visual lain yang menjadi media komunikasi perusahaan. Identitas perusahaan biasanya terdiri dari sejarah,
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
kepercayaan, filosofi, teknologi, dan nilai-nilai lain yang sudah membudaya di perusahaan dan tersimbolisasi dalam bentuk visual (Iyamabo, 2013: 2; Chamchong, 2012, 526-527). Dari analisis intrinsik saham diketahui bahwa perusahaan yang menggunakan jasa Nederlandsche Handel Maatschappij untuk administrasi ke pasar modal berdiri dikisaran tahun 1885-1932, hal ini dikarenakan perubahan bentuk perusahaan dari sebuah kongsi dagang VOC menjadi bentuk perusahaan modern terjadi pada tahun 1848 dengan dikeluarkannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau yang dikenal dengan Wetboek van Koophandel (Koesnoen, 1959:1). Undang-undang Agrarische Wet yang dikeluarkan pada tahun 1870 juga memberikan pengaruh kepada pendirian perusahaan tersebut. Di dalam undang-undang ini untuk pertama kalinya modal swasta diberikan peluang untuk melakukan usaha di Indonesia (Wiradi, 2009). Saham yang menjadi data penelitian dikeluarkan pada kisaran tahun 1909-1940, hal ini dikarenakan perdagangan saham baru mulai berkembang pada awal abad-20 dengan dibukanya pasar modal di Belanda. Akibat berkembangnya berbagai industri di wilayah Hindia Belanda, pemerintah mendirikan pasar modal pada tanggal 14 Desember 1912 di Batavia yang diatur oleh Vereeniging voor de Effectenhandel di Batavia (Jasso, 1997: 5). Resesi ekonomi secara global pada tahun 1929 dan pecahnya perang dunia II menyebabkan penurunan tingkat ekonomi (Poesponegoro & Notosusanto, 2008: 252-253). Bursa Efek yang berada di Belanda pada saat perang dunia II tidak aktif karena sebagian besar saham-saham milik orang Belanda dirampas oleh Jerman, hal ini sangat berpengaruh terhadap bursa efek di Indonesia, hal ini mengakibatkan pada tanggal 10 Mei 1940 bursa efek di Batavia ditutup (Jasso, 1997: 9). Obligasi adalah suatu pengakuan hutang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan atau lembaga-lembaga lain sebagai pihak yang berhutang yang mempunyai nilai nominal tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga secara periodik atas dasar persentase tertentu yang tetap (Riyanto, 1977:128). Obligasi yang menjadi data penelitian berasal dari Credietbank voor Nederlandsch Indische Gemeenten en Ressorten (Bank Kredit Hindia Belanda).
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Gambar 6. Obligasi Koleksi Museum Bank Mandiri
Berdasarkan hasil analisis ekstrinsik obligasi diketahui bahwa Obligasi Bank Kredit Hindia Belanda dicetak dengan kertas karton yang berbahan dasar kayu dengan campuran kapas dan linen agar dapat bertahan lebih dari 30 tahun (Davies & Davies, 1999:128). Motif bingkai dari obligasi ini berupa permata dengan bintang. Permata merupakan simbol dari kekayaan dan kekuatan karena permata merupakan batuan mineral yang kokoh dan solid (Cooper, 1998: 89; De Vries, 1974: 135). Bintang diartikan sebagai simbol kekuasaan tertinggi dan harapan (Cooper, 1998: 159; De Vries, 1974: 441). Dari hal ini diketahui bahwa motif bingkai pada obligasi juga seperti halnya surat saham tidak hanya menjadi penghias semata pada saham, akan tetapi juga memiliki makna yang menjadi identitas, legitimasi, dan harapan perusahaan. Pada obligasi Bank Kredit Hindia Belanda menggunakan permata dan bintang sebagai motif bingkai yang diduga sebagai identitas perusahaan Bank Kredit Hindia Belanda yang kaya, kuat, dan berkuasa. Hasil dari analisis intrinsik obligasi diketahui bahwa Bank Kredit Hindia Belanda mengeluarkan obligasi senilai f 500,- dengan bunga 4% per tahun pada tanggal 2 Januari 1937. Dalam surat penyerta obligasi diketahui bahwa utang di dalam obligasi ini tersimpan hingga 30 tahun, yaitu tahun 1967 yang dibayarkan pada setiap bulan oktober. Catatan tambahan yang dicantumkan pada surat obligasi tersebut mengatakan bahwa ketika terjadi perubahan mata uang pada tahun 1954 dari gulden menjadi rupiah utang tersebut menjadi bernilai Rp 375,-. Pembahasan Nederlandsche Handel Maatschappij sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam perbankan memiliki cabang yang tersebar di wilayah Hindia Belanda, yaitu di Batavia sebagai kantor pusat, Banjarmasin, Bandung, Cirebon, Jember, Jogjakarta, Kota Raja, Makassar, Medan, Padang,
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Palembang, Pekalongan, Pontianak, Semarang, Surabaya, Solo, Tegal, Cilacap, dan Weltevreden. Dengan memiliki cabang yang banyak, meluaskan transaksi yang dilakukan oleh Nederlandsche Handel Maatschappij dengan perusahaan di seluruh Indonesia. Hal ini diketahui dari data surat berharga terdapat 29 perusahaan yang terlibat dalam kegiatan perbankan di Nederlandsche Handel Maatschappij tahun 1848-1942. Berikut ini merupakan daftar perusahaan yang terdapat dalam surat berharga. Tabel 1. Daftar Perusahaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Perusahaan Perusahaan Asuransi Jiwa Amsterdam Perusahaan Kian Tjhiang Perusahaan Scherrewitz & Co. Perusahaan Dagang Aceh Perusahaan Esperanza Perusahaan Thong Ek Perusahaan Bandoeroto Perusahaan Baros Perusahaan Boekit Lawang Perusahaan Kali-Soero Perusahaan Soerowinangoen Perusahaan Bondowoso Perusahaan De Eendracht Perusahaan Ex Undis Sol Perusahaan Ruimzicht Perusahaan Rumphius Perusahaan Satak Perusahaan Tay Kiet Perusahaan Van Amstel & Schiff Perusahaan Es Batavia Perusahaan Listrik Bali dan Lombok Perusahaan Listrik Rembang Kantor Teknik Van der Poll Perusahaan Ban Fat Perusahaan De Autogene Perusahaan Perumahan Celebes Perusahaan Perumahan Domus Perusahaan Mobil Batavia Bank Kredit Hindia Belanda
Bidang Perusahaan Asuransi Jiwa Perdagangan
Perkebunan
Pembibitan Makanan Listrik Teknik Transportasi Pertambangan Perumahan Otomotif Perbankan
Kedudukan Surabaya Semarang Semarang Kota Raja Batavia Pontianak Surabaya Sukabumi Batavia Genteng, Jember Batavia Bondowoso Batavia Bandung Surabaya Batavia Surabaya Batavia Cimahi Batavia Surabaya Batavia Bandung Pangkal Pinang Surabaya Makassar Batavia Batavia Batavia
Dari tabel di atas diketahui sektor industri yang berkembang pada masa Hindia Belanda dan melakukan transaksi dengan Nederlandsche Handel Maatschappij terdiri dari 1 perusahaan asuransi jiwa, 5 perusahaan dagang, 13 perusahaan perkebunan, 1 pembibitan, 1 makanan, 2 listrik, 1 teknik, 1 transportasi, 1 pertambangan, 2 perumahan, 1 otomotif, dan 1 perbankan. Berdasarkan analisis intrinsik surat saham juga diketahui perkembangan sektor industri di
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Indonesia pada masa Hindia Belanda. Sektor industri pertama yang terdapat dalam saham adalah sektor perkebunan ditandai dengan pendirian Perusahaan Perkebunan Bandoeroto pada tanggal 30 Agustus 1885. Sektor industri yang berkembang kemudian adalah perdagangan ditandai oleh pendirian Perusahaan Dagang Aceh pada tanggal 17 September 1902 disusul sektor industri perumahan, pembibitan, transportasi, teknik, makanan, listrik, tambang, dan otomotif. Secara lengkap perkembangan sektor industri di Indonesia pada masa Hindia Belanda melalui data surat saham terdapat pada bagan di bawah ini.
Gambar 7. Perkembangan Sektor Industri pada Masa Hindia Belanda
Sektor perkebunan menjadi sektor industri yang pertama berkembang sejalan dengan pengeluaran Undang-Undang Agraria tahun 1870 yang bertujuan untuk mengembangkan perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Sektor perdagangan muncul kemudian untuk mendukung kemudahan distribusi produksi hasil perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Pada perkembangannya, muncul industri lain sebagai pendukung dari industri perkebunan itu sendiri. Dari penjabaran ini diketahui bahwa meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tahun 1848 dan UndangUndang Agraria tahun 1870 terfokus untuk pengembangan sektor perkebunan sebagai komoditas utama di wilayah Hindia Belanda ternyata juga mendorong perkembangan sektor industri lainnya.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Aktivitas industri pada tahun 1848-1942 yang tergambarkan dari surat berharga koleksi Museum Bank Mandiri adalah terdapat 29 perusahaan yang tersebar di seluruh wilayah Hindia Belanda. Hal ini dimungkinkan karena Nederlandsche Handel Maatschappij memiliki cabang yang tersebar di wilayah Hindia Belanda, yaitu di Batavia sebagai kantor pusat, Banjarmasin, Bandung, Cirebon, Jember, Jogjakarta, Kota Raja, Makassar, Medan, Padang, Palembang, Pekalongan, Pontianak, Semarang, Surabaya, Solo, Tegal, Cilacap, dan Weltevreden. Secara lebih jelas persebaran perusahaan yang terdapat pada surat berharga yang diteliti dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 8. Peta Persebaran Perusahaan Masa Hindia Belanda
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Berdasarkan peta persebaran di atas diketahui bahwa perusahaan pada masa Hindia Belanda berpusat di Pulau Jawa yang tersebar di kota Batavia, Bandung, Sukabumi, Cimahi, Semarang, Bondowoso, Jember, dan Surabaya. Pemusatan perusahaan di Pulau Jawa kemungkinan karena daya dukung tanah yang subur serta sumber daya alam pendukung lainnya yang lebih memadai dibandingkan dengan pulau lainnya. Faktor kesuburan tanah mendukung perkembangan industri perkebunan di Pulau Jawa dan berimbas kepada perkembangan sektor perindustrian lainnya.
Kesimpulan Surat berharga memiliki peran yang penting dalam menggambarkan proses kegiatan industri pada masa Hindia Belanda. Nederlandsche Handel Maatschappij sebagai perpanjangan tangan pemerintah didalam mekanisme perbankan pada masa pemerintahan Hindia Belanda memiliki peninggalan surat berharga yang berasal dari transaksi dengan 27 perusahaan yang tersebar di seluruh wilayah Hindia Belanda. Perusahaan tersebut bergerak di bidang asuransi jiwa, perdagangan, perkebunan, pembibitan, makanan, listrik, teknik, transportasi, pertambangan, perumahan, dan perbankan. Peninggalan surat berharga tersebut terdiri dari kuitansi, cek, saham, dan obligasi. Kuitansi dan cek merupakan catatan transaksi yang dilakukan pada masa Hindia Belanda. Kuitansi sebagai bukti pembayaran transaksi dan cek sebagai alat tukar pengganti uang. Cek digunakan sebagai alat tukar dikarenakan faktor keamanan dan kemudahan. Saham dan obligasi digunakan untuk bukti kepemilikan modal suatu perusahaan. Saham merupakan bukti seseorang atau firma memiliki modal pada sebuah perusahaan, sedangkan obligasi merupakan bukti sebuah perusahaan berhutang kepada seseorang atau firma untuk menjalankan kegiatan industrinya. Surat berharga memiliki fungsi ekonomi yang cukup krusial, sehingga setiap surat berharga menggunakan bahan yang awet dan tahan lama untuk menjaga surat berharga dari kelapukan dan kerusakan. Dari hasil analisis bahan diketahui bahwa kuitansi dan cek menggunakan kertas doorslag yang terbuat dari serat kimia. Kertas doorslag digunakan sebagai media kuitansi dan cek juga dikarenakan dapat diproduksi dengan murah akan tetapi memiliki kualitas dan ketahanan
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
yang baik. Saham dan obligasi memiliki nilai ekonomi dan kepentingan yang lebih besar daripada cek dan kuitansi, sehingga surat ini menggunakan kertas karton dengan bahan dasar kayu dengan campuran kapas dan linen. Kertas ini digunakan agar dapat bertahan lebih dari 30 tahun bahkan dengan perawatan yang baik saham dan obligasi dapat bertahan hingga berusia ratusan tahun, sehingga masih bisa diamati dan diteliti hingga saat ini. Motif hias yang terdapat pada saham dan obligasi tidak hanya menjadi penghias dalam surat tersebut, akan tetapi motif hias juga memiliki makna identitas, legitimasi, dan harapan dari sebuah perusahaan. Motif tersebut digambarkan dalam bentuk gedung, bunga, daun dan sulursuluran, piala, matahari, topi, persegi, lingkaran, segitiga, tanda silang, dan garis. Setiap motif tersebut memiliki makna masing-masing sesuai dengan identitas, legitimasi, dan harapan dari sebuah perusahaan. Penunjukkan identitas dan legitimasi di dalam surat berharga tidak hanya terbatas menggunakan simbol-simbol saja, akan tetapi bangunan ikonik dari daerah tersebut juga digunakan sebagai motif hias. Perusahaan yang terdapat di dalam surat berharga berdiri dari kisaran tahun 1885-1932, hal ini terjadi dikarenakan konsep perusahaan modern baru diterapkan di wilayah Hindia Belanda pada tahun 1848 dengan dikeluarkannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau yang dikenal dengan Wetboek van Koophandel. Pada tahun 1870 konsep modal asing masuk ke dalam perusahaan baru diterapkan di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agrarische Wet. Pada tahun 1930-an mulai terjadi depresi ekonomi global akibat Perang Dunia 1 dan kegagalan LBB menjaga perdamaian dan stabilitas ekonomi di Eropa. Dampak depresi ekonomi di Eropa memberikan imbas terhadap pergerakan ekonomi di Hindia Belanda. Oleh karena itu tahun 1885-1932 merupakan masa keemasan pertumbuhan ekonomi di Hindia Belanda dengan berdirinya perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda. Dalam rangka menjawab masalah penelitian, berdasarkan analisis surat berharga yang dikeluarkan pada tahun 1848-1942 koleksi Museum Bank Mandiri terdiri dari cek, kuitansi, saham, dan obligasi. Surat berharga yang dikeluarkan pada masa itu tidak hanya memiliki fungsi ekonomi semata saja, akan tetapi saham juga berfungsi sebagai alat komunikasi perusahaan untuk memperkenalkan identitas perusahaan. Penggunaan media surat berharga sebagai pemasaran identitas perusahaan diduga dapat memberikan lebih dimata konsumen dan para pemangku kepentingan perusahaan lainnya. Hal ini dikarenakan identitas perusahaaan adalah kepribadian
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
dari sebuah perusahaan yang menentukan citra dan persepsi dari sebuah perusahaan. Dari hal ini juga diketahui bahwa identitas perusahaan bukanlah masalah kontemporer pada bagi marketing perusahaan saat ini, bahkan pada masa HIndia Belanda pun identitas perusahaan sudah menjadi perhatian perusahaan saat itu. Aktivitas industri pada tahun 1848-1942 yang tergambarkan dari surat berharga koleksi Museum Bank Mandiri adalah terdapat 29 perusahaan yang tersebar di seluruh wilayah Hindia Belanda. Hal ini dimungkinkan karena Nederlandsche Handel Maatschappij memiliki cabang yang tersebar di wilayah Hindia Belanda, yaitu di Batavia sebagai kantor pusat, Banjarmasin, Bandung, Cirebon, Jember, Jogjakarta, Kota Raja, Makassar, Medan, Padang, Palembang, Pekalongan, Pontianak, Semarang, Surabaya, Solo, Tegal, Cilacap, dan Weltevreden. Daftar Acuan Ali, M. C., & Mashudi. (1994). Surat Berharga: Cek, Wesel, dan Giro Bilyet. Bandung: IKAPI. Ariefianto, A. (2013). Perkebunan Teh Malabar, Pangalengan, Bandung tahun 1890-1942, sebagai kajian arkeologi industri . Depok: Universitas Indonesia. Chamchong, A. (2012). The Definition, Development, and Dimensions of Corporate Identity . Diambil dari University of the Thai Chamber of Commerce : http://www.utcc.ac.th/thesis/academicweek/2552/business/anuchat.pdf Cooper, J. C. (1998). An Illustrated Encyclopaedia of Traditional Symbols. London: Thames and Hudson. Daniar, D. (2012). Pabrik Gula Pangka, Tegal, Jawa Tengah Abad XIX Kajian Arkeologi Industri. Depok: Universitas Indonesia. Dark, K. R. (1995). Theoritical Archaeology. New York: Cornell University. Darmadji, T., & Fakhruddin, M. H. (2001). Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Davies, G., & Davies, R. (1999). A Comparative Chronology of Money from Ancient Times to the Present Day. Cardiff: University of Wales Press. De Vries, A. (1974). Dictionary of Symbols and Imagery. Amsterdam: North Holland Publishing Company. Fajri, M. (2014). Pola Pemukiman Tambang Batu Bara Sawah Lunto 1891-1923. Depok: Universitas Indonesia. Fajri, M. N. (2014). Waterleideng: Sistem Pengelolaan Air Bersih Masa Kolonial. Depok: Universitas Indonesia.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Inagurasi, L. H. (2010). Pabrik Gula Cepiring di Kendal, Jawa Tengah Tahun 1835-1930, Sebuah Studi Arkeologi Industri. Depok: Universitas Indonesia. Ismariyanti, E. (2014). PLTU Mantung, Belinyu Abad XX Masehi: Kajian Arkeologi Industri Menggunakan Konsep Marxisme. Depok: Universitas Indonesia. Iyamabo, J. (2013). Coorporate Identity: Identifying Dominant Element in CI Models. Journal of Management Research Vol. 5 No.3, 1-43. Jasso, W. (1997). Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ. Jakarta: Sinar Harapan. Koentjaraningrat. (1991). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. Koesnoen, R. A. (1959). Kitab Undang-Undang Perniagaan (Wetboek van Koophandel). Bandung: Sumur Bandung. Kuncorojati, C. (2013). Pabrik Gula Sindanglaut, Cirebon, Jawa Barat tahun 1896-1942, Sebagai Kajian Arkeologi Industri. Depok: Universitas Indonesia. Leone, M. P. (1995). A Historical Archaeology of Capitalism. American Anthropologist Vol. 97, 251-268. Palmer, M., & Neaverson, P. (1998). Industrial Archaeology Principles and Practice. London: Routledge. Poesponegoro, M., & Notosusanto, N. (2008). Sejarah Nasional Indonesia V Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka. Pratama, W. (2013). Stasiun Willem 1, Ambarawa: Sebuah Tinjauan Arkeologi Industri. Depok: Universitas Indonesia. Pudjaatmaka, A. H. (2002). Kamus Kimia. Jogjakarta: Balai Pustaka. Purwanti, R. E., & Nugraheni, I. (2001). Siklus Akuntansi. Yogyakarta: Kanisius. Rahardjo, M. D. (1995). Bank Indonesia dalam Kilasan Sejarah Bangsa. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Riyanto, B. (1977). Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan. Jogjakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada. Setiono, B. (2008). Mayor Tionghoa Oei Tiong Ham: Raja Gula dari Semarang. In B. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Hal. 253-282). Jakarta: Transmedia Pustaka. Sharer, R., & Ashmore, W. (1979). Fundamentals of Archaeology. California: The Benjamin Publishing Company, Inc. Sharer, R., & Ashmore, W. (2003). Archaeology Discovering Our Past. New York: McGrawHill.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014
Van Golder, E. (1947). Eerste Nederlandsche Systematisch Ingerichte Encyclopaedie. Amsterdam: Ensie. Wardhani, F. L. (2013). Stasiun Kereta Api Kedjaksan Cirebon Tahun 1911-1942, Sebuah Kajian Arkeologi Industri. Depok: Universitas Indonesia. Wibisono, T. (2012). Monumen Dinding Tua Ex Undis Sol. Bandung: Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung. Wiraatmadja, R. (1987). Surat-Surat Berharga: Wesel, Cek, Surat Sanggup dalam Praktek di Indonesia. Jakarta: Bank NISP. Wiradi, G. (2009). Seluk Beluk Masalah Agraria: Reforma Agraria dan Penelitian Agraria. Yogyakarta: STPN Press.
Surat Berharga..., Alqiz Lukman, FIB UI, 2014