STUDI KUALITAS PERAIRAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN DI SUNGAI KEUREUTO KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Study of Water Quality For Aquaculture Development in the Keureuto River Lhoksukon, North Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam Province Khairatun Nisa’ 1), Zulkifli Nasution 2), Khadijah EL Ramija 3) 1
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2 Staff Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 3 Staff Pegawai Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara ABSTRAK
Rivers can be used as sources of drinking water and fulfillment of daily life, is also used for aquaculture. To implement an aquaculture activities, the river waters are used as aquaculture must meet the requirements of physical parameters, chemical parameters and biological parameters of water. It is necessary to study the quality of the waters to determine the potential for development of aquaculture in River Keureuto. To determine the quality of the waters of the River Keureuto for aquaculture activities is by comparing the quality of the waters of the River Keureuto that have been studied with the quality standard PP. No. 82 2001 with storet method. This study was conducted in March-May 2015 in Keureuto River. The method used is purposive sampling method. Samples were taken at 3 stations. Physical and chemical parameters river waters keureto based Quality Standard PP. No. 82 2001 belong to the quality standard of Grade III, where the waters of the River Keureto still appropriate to do aquaculture. Keywords : Keureuto River, Aquaculture, Physics Parameter Water, Quality of Water, Methods Storet kemakmuran rakyat. Berdasarkan hal tersebut sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan PENDAHULUAN kemanfaatannya, dan dikendalikan dampak Latar Belakang Air merupakan salah satu senyawa negatif terhadap lingkungannya. kimia yang terdapat di alam dengan jumlah Sungai merupakan perairan besar akan tetapi ketersediaan air yang mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus memenuhi syarat bagi keperluan manusia yang searah dan relatif kencang, dengan relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta faktor. sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, UU No. 7 Tahun 2004 tentang bentang alam (topografi dan kemiringan), Sumber Daya Air, dinyatakan bahwa jenis batuan dasar dan curah hujan. sungai merupakan salah satu bentuk alur Semakin tinggi tingkat kemiringan, air permukaan yang harus dikelola secara semakin besar ukuran batuan dasar dan menyeluruh, terpadu berwawasan semakin banyak curah hujan, pergerakan lingkungan hidup dengan mewujudkan air semakin kuat dan kecepatan arus kemanfaatan sumberdaya air yang semakin cepat. Sungai bagian hulu berkelanjutan untuk sebesar – besarnya dicirikan dengan badan sungai yang
dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum, 1996). Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam tanpa memperhatikan aspek lingkungan dapat menimbulkan tekanan terhadap lingkungan. Berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai (Suriawiria, 2003). Kuantitas air di alam ini jumlahnya relatif Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan diuji berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115: Tahun 2003), kualitas air tersebut dapat dinyatakan dengan parameter fisik karakteristik air dan kualitas air sungai. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan-bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Parameter fisik tersebut adalah kandungan partikel/padatan, warna, rasa, bau, dan suhu (Supiyati, dkk., 2012). Produksi perikanan budidaya (akuakultur) tumbuh pesat dalam 2-3 dekade terakhir. Budidaya perikanan menyumbang sekitar sepertiga pasokan ikan dunia. Indonesia berada diurutan keempat setelah Vietnam sebagai produsen perikanan budidaya perairan. Padahal potensi perikanan budidaya Indonesia sangat besar. Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya perairan sangat luas, terdiri dari laut (marine aquaculture), perairan tawar (freshwater
aquaculture) dan tambak/air payau (brackishwater aquaculture). Potensi produksi budidaya perairan Indonesia mencapai 57,7 juta ton, terdiri dari 47 juta ton budidaya laut, 5 juta ton budidaya tambak, dan 5,7 juta ton budidaya air tawar (Kordi dan Andi, 2010). Salah satu sungai di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang memiliki potensi besar yaitu Sungai Kreung Keureuto dengan luas tangkapan ± 931 km2. Luas total daerah aliran sungai (catcment area) adalah 916,31 km2, dengan panjang sungai 93,91 km. Daerah Pengaliran Sungai Keureuto sebagian besar terletak di daerah Kabupaten Aceh Utara dan sebagian lagi masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah. Hulu Krueng Keurueto berada di Gunung Tungkuh Tige dan bagian hilir melintas di tengah Kota Lhoksukon. Kualitas air sungai dipengaruhi oleh seluruh aktivitas manusia, pemanfaatan jasa sungai, limbah, pertambangan, dan pertanian di DAS. Sungai sebagai sumberdaya perairan belum dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan usaha budidaya perikanan. Untuk mendukung perikanan Indonesia diwilayah Sungai Keureuto ini sangat berpotensi untuk dilakukan usaha budidaya perikanan. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai Mei 2015 disepanjang Sungai Keureuto Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan 3 stasiun. Penelitian dilakukan dengan 2 tahap yaitu, secara langsung (insitu) yaitu dilapangan dan tidak langsung (exsitu) yaitu analisis sampel air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) dan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu. Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi Penelitian Alat dan bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, ang water sampel, botol sampel air, botol sampel plankton, botol winkler, buku identifikasi plankton, cool box, ember 5 liter, GPS (Global Positioning System), kamera digital, kertas label, lakban, mikroskop, object glass, pipet tetes, pH meter, plankton net, secchi disk, spidol, stopwatch, SRC (Sedgwik Rafter Count), refraktometer, termometer, tali, tissue. Adapun bahan yang digunakan adalah amilum, aquades, H2SO4, KOH-KI, MnSO4, NaSO3, lugol, dan es batu. Prosedur Penelitian Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun pengambilan sampel kualitas air adalah “Purposive Sampling”. Terdapat 3 stasiun dengan 3 kali ulangan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai April 2015, dengan interval waktu 2 minggu sekali. Pengambilan sampel air dilakukan setelah matahari keluar sempurna, yaitu pada pukul 09.00 WIB sampai 13.00 WIB. Pengambilan sampel dan penentuan stasiun didasarkan pada aktivitas disekitar sungai. Analisis Data Kelimpahan Plankton (K) Nilai kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (modifikasi dari APHA 1995). 𝑛 × 𝐴𝑐𝑔 × 𝑉𝑡 𝑁= 𝐴𝑎 × 𝑉𝑠 × 𝐴𝑠 Keterangan : N : Kelimpahan plankton (sel/l) n : Jumlah sel yang diamati (sel) Vs : Volume contoh air yang disaring (l) Acg : Luas penampang permukaan Sedgwick Rafter Count (mm2) Aa : Luas amatan (mm2) Vt : Volume air yang tersaring (50 ml) As : Volume konsentrasi dalam Sedgwick Rafter Count (ml) Indeks Keanekaragaman Shannon– Wienner (H’) Analisis dengan menggunakan rumus Shannon-Wienner digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan. Jika keanekaragamannya tinggi, berarti komunitas planktonnya di perairan makin beragam dan tidak didominasi olehsatu atau dua jenis individu plankton. Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah persamaan Shanon-Wienner, Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : H’ = pi ln pi i=1 Keterangan : H’ : Indeks Diversitas pi : Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3,…) S : Jumlah jenis ln : Logaritma nature pi : Ʃ ni/N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis) Dengan nilai H’ : 0 < H’ < 2,302 2,302 < H’ < 6,907 H’ > 6,907
= Keanekaragaman rendah = Keanekaragaman sedang = Keanekaragaman tinggi
Indeks Keseragaman (E) Indeks keseragaman dihitung dengan formula dari Shannon-Wienner (Odum, 1993), yaitu sebagai berikut: H’ 𝐸= H max Keterangan: H’ : Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener H max : ln S Keterangan: 0-1/1 = Penyebaran tidak merata dan keseragaman rendah >1 = Penyebaran merata dan keseragaman tinggi Indeks Dominansi (C) Menurut Odum (1994) diacu pada Fachrul (2007) untuk mengetahui adanya dominansi jenis di perairan dapat digunakan indeks dominansi Simpson dengan persamaan berikut: S
C= i=1
ni N
2
Keterangan : C = indeks dominansi simpson ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu S = jumlah genera Keterangan : C=0 : berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. C=1 : berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologi (stres). Parameter Fisika Kimia Perairan Hasil pengamatan parameter fisika kimia perairan dibandingkan dengan baku mutu kualitas air untuk budidaya ikan, apakah kualitas air tersebut berada dibawah ambang batas atau diatas ambang batas untuk budidaya ikan. Kualitas air
menurut Baku Mutu PP No. 82 tahun 2001 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Kualitas Air Kelas II Untuk Budidaya Ikan Air Tawar Menurut Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001. No. Fisika Kimia Satuan Baku Mutu 1. Suhu C Deviasi 3 2. TSS mg/l 50 3. pH 6-9 4. DO mg/l 4 5. BOD mg/l 3 6. Nitrat mg/l 10 7. Pospat mg/l 0,2 Metode Storet Dengan metode Storet dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip, metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan sebagai berikut: 1. Skor = 0 memenuhi baku mutu 2. Skor = -1 s/d -10 tercemar ringan 3. Skor = -11 s/d -30 tercemar sedang 4. Skor = ≤ -31 tercemar berat Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Lakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data). 2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. 3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air Jumlah Contoh
< 10
≥ 10
Nilai
Parameter
Suhu Nilai rata-rata suhu air berkisar antara 23,3°C – 24,6°C. Suhu tertinggi yaitu 24,6°C pada stasiun 3 dan suhu terendah yaitu 23,3°C pada stasiun I. Perbedaan nilai suhu ini dikarenakan perbedaan lokasi dan waktu pengambilan. Nilai rata-rata suhu dapat dilihat pada Gambar 6.
Fisika
Kimia
Maksimum
-1
-2
25
Minimum
-1
-2
24,5
Rata-rata
-3
-6
24
Maksimum
-2
-4
23,5
Minimum
-2
-4
23
Rata-rata
-6
-12
22,5
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter Fisika Kimia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Keureuto, Kabupaten Aceh Utara diperoleh nilai ratarata parameter fisika kimia perairan dan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Rata-Rata Parameter Fisika Kimia Perairan yang Diukur
24,6
23,6 23,3
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 6. Nilai Rata-Rata Suhu Pada Setiap Stasiun Kecerahan Nilai kecerahan pada Sungai Keureuto berkisar antara 20,66 – 48,33 cm. Kecerahan tertinggi yaitu 48,33 cm terdapat pada stasiun I dan kecerahan terendah yaitu 20,66 cm terdapat pada stasiun III. Perbedaan nilai kecerahan ini dikarenakan perbedaan kedalaman dan warna air serta substrat sungai, dimana pada stasiun I substratnya adalah pasir berbatuan sedangkan pada stasiun 2 dan 3 substratnya adalah berlumpur, dan pada stasiun 2 dan 3 kealaman sungai lebih tinggi daripada stasiun 1. Nilai rata-rata kecerahan dapat dilihat pada gambar 7. 60 50 40 30
48,33 35,66 20,66
20 10 0 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
*Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk Pembudidayaan Ikan Air Tawar
Gambar 7. Nilai Rata-Rata Kecerahan pada Setiap Stasiun
Kecepatan Arus Nilai kecepatan arus pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,4 – 1,4 m/s. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 1,4 m/s dan kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun III yaitu 0,4 m/s. Nilai rata-rata kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 8. 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
penelitian dilihat bahwa nilai pH tidak memiliki perbedaan yang sangat signifikan, secara umum nilai pH ini adalah normal. Nilai rata-rata pH dapat dilihat pada Gambar 10. 8 7,9 7,8 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3
1,4
0,7 0,4
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 8. Nilai Rata-Rata Kecepatan Arus Pada Setiap Stasiun TSS(Total Suspended Sold) Nilai TSS pada Sungai Keureuto berkisar antara 22 – 93,33 mg/l. Nilai TSS tertinggi yaitu 93,33 mg/l yang terdapat pada stasiun 3 dan nilai TSS terendah yaitu 22 mg/l terdapat pada stasiun 1. Stasiun 1 memiliki nilai TSS yang rendah dikarenakan memiliki kecepatan arus yang tinggi. Nilai rata-rata TSS dapat dilihat pada Gambar 9. 80
DO Nilai DO pada Sungai Keureuto berkisar antara 4,53 – 4,74 mg/l. Nilai DO tertinggi yaitu 4,74 mg/l terdapat pada stasiun 2 dan nilai DO terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 4,53 mg/l. Hal ini menunjukkan jumlah oksigen lebih banyak pada stasiun 2. Nilai rata-rata DO dapat dilihat pada Gambar 11. 4,8 4,75 4,7 4,65 4,6 4,55 4,5 4,45 4,4
61
4,74 4,67
4,53
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
22
20
7,5
Gambar 10. Nilai Rata-Rata pH Pada Setiap Stasiun
60 40
7,6
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
93,33
100
7,9
Gambar 11. Nilai Rata-Rata DO Pada Setiap Stasiun
0 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 9. Nilai Rata-Rata TSS Pada Setiap Stasiun pH Nilai pH yang diukur pada masingmasing stasiun berkisar antara 7,5 – 7,9. Nilai pH tertinggi yaitu 7,9 terdapat pada stasiun 1 dan pH terendah yaitu 7,5 terdapat pada stasiun 2. Namun dari hasil
BOD5 Nilai BOD5 pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,406 – 0,68mg/l. Nilai BOD5 tertinggi yaitu 0,68 mg/l terdapat pada stasiun 3, hal ini dikarenakan semakin tinggi derajat pengotoran limbah maka BOD5 akan semakin tinggi dan nilai BOD5 terendah yaitu 0,406mg/l yang terdapat pada stasiun 1. Nilai rata-rata BOD5 dapat dilihat pada Gambar 12.
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
0,61
0,68
Parameter Biologi Tabel 5. Jenis Plankton yang ditemukan di Sungai Keureuto
0,406
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 12. Nilai Rata-Rata BOD5 Pada Setiap Stasiun Nitrat Nilai Nitrat pada Sungai Keureuto berkisar 1 mg/l. Dari hasil penelitian nilai nitrat yang tidak perbedaan. Rata-rata nilai nitrat dapat dilihat pada Gambar 13. 1,2
1
1
1
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 13. Nilai Rata-Rata Nitrat Pada Setiap Stasiun Pospat Nilai pospat pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,03 – 0,19 mg/l. Nilai pospat tertinggi yaitu 0,19 mg/l terdapat pada stasiun 3 dan nilai pospat terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,03 mg/l. Nilai rata-rata pospat dapat dilihat pada Gambar 14. 0,19
0,2 0,15 0,08
0,1 0,05
0,03
Kelimpahan Plankton Setelah plankton diidentifikasi dan dihitung jumlahnya dengan menggunakan rumus, maka diketahui jumlah kelimpahan plankton per stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Kelimpahan (K) Plankton Titik Nilai Pengamatan Kelimpahan (K) (ind/ L) Stasiun 1 996 Stasiun 2 1.156 Stasiun 3 788
0 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 14. Nilai Rata-Rata Pospat Pada Setiap Stasiun
Indeks Keanekaragaman Setelah dihitung jumlah kelimpahan plankton maka diketahui jumlah indeks keanekaragaman plankton
per stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 (Lampiran) dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 7. Nilai Keanekaragaman (H′) Plankton Titik Nilai Indeks Pengamatan Keanekaragaman (H′) Stasiun 1 1,46 Stasiun 2 1,374 Stasiun 3 1,534
Tabel 10. Nilai Skor Kualitas Perairan Metode Storet
Indeks Keseragaman (E) Setelah dihitung jumlah Keanekaragaman plankton maka dapat diketahui jumlah indeks keseragaman plankton per stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Indeks Keseragaman (E) Titik Pengamatan Nilai Keseragaman (E) Stasiun 1 0,609 Stasiun 2 0,553 Stasiun 3 0,617 Indeks Dominansi (D) Setelah plankton diidentifikasi dan dihitung jumlahnya dengan menggunakan rumus, maka dapat diketahui jumlah indeks dominansi plankton per stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Dominansi (D) Titik Pengamatan Nilai Dominansi Stasiun 1 0,321 Stasiun 2 0,32 Stasiun 3 0,357
Kondisi Perairan Berdasarkan Parameter Fisika Kimia Perairan (Metode Storet) Kualitas air di perairan Sungai Keureuto berdasarkan parameter fisika kimia menggunakan metode storet dengan baku mutu air menurut Peraturan
Pembahasan Parameter Fisika dan Kimia Perairan Suhu Hasil pengukuran suhu air di Sungai Keureuto berkisar antara 23,3°C – 24,6°C. Jika dibandingkan dengan baku mutu Suhu tertinggi yaitu 24,6°C pada stasiun 3 pada daerah hilir sungai. Secara umum nilai pH ini adalah normal. Ini dikarenakan pengukuran suhu dilakukan pada pukul 11.00 WIB dimana intensitas matahari yang cukup tinggi dan juga lokasi stasiun 3 ini yg berada pada wilayah yang padat penduduk. Menurut Hutabarat (2010) bahwa tingginya suhu disebabkan oleh tingginya cahaya dan adanya pencampuran air, serta oleh faktor aktifitas yang ada pada stasiun tersebut. Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari yang masuk keperairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi dan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan suhu menurun. Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. menurut Effendi (2003) kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton diperairan adalah 20°C - 30°C, sehingga suhu air di Sungai Keureuto masih mendukung dalam pertumbuhan fitoplankton. Suhu terendah terjadi pada stasiun 1 yaitu pada daerah penambangan batu dan
terletak dihulu sungai. Menurut Barus (2004) bahwa suhu suatu badan perairan dapat dipengaruhi oleh waktu, cuaca, aliran serta kedalaman. Nilai suhu pada Sungai Keureuto ini termasuk suhu yang optimum bagi biota dan layak untuk pengembangan budidaya ikan sesuai dengan baku mutu air PP No. 82 Tahun 2001. Kecerahan Nilai kecerahan pada Sungai Keureuto berkisar antara 20,66 – 48,33 cm. Nilai kecerahan ini dipengaruhi oleh aktifitas yang ada pada stasiun dan juga kedalamannya. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerahan di Sungai Keureuto masih tinggi dan cocok untuk pembudidayaan ikan. Hal ini sesuai pernyataan Sumich (1992) diacu oleh Asmara (2005) bahwa semakin tinggi kedalaman secci disk semakin dalam penetrasi cahaya kedalam air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif. Tebalnya lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur hara secara kontinyu oleh produsen primer.
TSS (Total Suspended Solid) Nilai TSS pada Sungai Keureuto berkisar antara 22 – 93,33 mg/l. Nilai TSS tertinggi yaitu pada stasiun 3. Adanya peningkatan TSS air Sungai Keureuto pada stasiun 2 dan 3, dikarenakan banyaknya alih fungsi lahan menjadi pemukiman warga dan terdapat penambangan gas dan juga limbah perkotaan yang memasuki aliran sungai. Menurut Effendi (2003) yang diacu oleh Ali dkk., (2013) bahwa untuk kepentingan perikanan dengan nilai TSS antara 25-80 mg/l, pengaruhnya terhadap kepentingan perikanan adalah sedikit berpengaruh. Sehingga dengan nilai TSS air sungai Keureto yang berkisar antara 22 – 93,33 mg/l menjadi sedikit berpengaruh untuk kepentingan perikanan. Adanya peningakatan nilai TSS air Sungai Keureuto pada stasiun 2 dan 3, dikarenakan pengalihan fungsi lahan menjadi daerah pemukiman di sekitar aliran Sungai Keureuto, sehingga menyebabkan padatan-padatan tanah yang memasuki aliran sungai melalui runn off semakin meningkat.Menurut Effendi (2003), TSS terdiri dari lumpur pasir dan pasir halus serta jasd-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa kebadan air. pH
Kecepatan Arus Nilai kecepatan arus pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,4 – 1,4 m/s. Kecepatan arus tertinggi yaitu sebesar 1,4 m/s yang terdapat pada stasiun 3 yaitu daerah hulu yang terdapat penambangan batu dan terendah terdapat pada stasiun 3, dimana stasiun 3 kedalamannya lebih tinggi daripada stasiun1. Perbedaan kecepatan arus ini umumnya dipengaruhi karena perbedaan substrat. Menurut Nybakken (1992) diacu oleh Wijaya dan Riche (2010) bahwa kecepatan arus dapat dipengaruhi oleh keberadaan angin dan sustrat yang terdapat didasar perairan. Substrat ini dapat berupa lumpur, pasir, atau batu.
Nilai pH yang diukur pada masingmasing stasiun berkisar antara 7,5 – 7,9. Secara umum nilai pH ini adalah normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Barus (2004) bahwa nilai pH yang ideal untuk kehidupan organisme air pada umumnya adalah 7 – 8,5. Berdasarkan standar baku mutu air PP No. 82 tahun 2001 (kelas II), pH yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar antara 6 -9. Nilai pH ini menunjukkan bahwa di Sungai Keureuto ini masih layak untuk dilakukan kegiatan budidaya perikanan sesuai dengan baku mutu PP no. 82 Tahun 2001. DO Nilai DO pada Sungai Keureuto berkisar antara 4,53 – 4,74 mg/l. Nilai DO
tertinggi yaitu sebesar 4,74 mg/l yang terdapat pada stasiun 2, yaitu daerah pertanian. Dari hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai DO. Menurut Tatangindatu dkk., (2013) bahwa DO yang seimbang untuk hewan budidaya adalah 5 mg/l. Jika oksigen terlarut tidak seimbang akan menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, batas minimum DO untuk kriteria air untuk budidaya ikan adalah minimal 4. Hal ini menunjukkan kualitas air Sungai Keureto masih layak untuk budidaya perairan. BOD5 Nilai BOD5 pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,406 – 0,68 mg/l. Nilai BOD5 tertinggi yaitu sebesar 0,68 mg/l pada stasiun 3. Tingginya kadar BOD5 ini dikarenakan banyaknya bahan organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi. Bahan organik ini berasal dari limbah dan aktifitas masyarakat serta lingkungan sekitar seperti perkebunan yang masuk kedalam perairan Sungai Keureuto lalu terakumulasi di stasiun 3 ini, karena stasiun 3 merupakan hilir Sungai Keureuto. Menurut standar baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II), nilai BOD untuk kegiatan budidaya kurang dari 3 mg/l. Hal ini menunjukkan kualitas air Sungai Keureto masih layak untuk budidaya perairan. Nitrat Nilai Nitrat pada Sungai Keureuto berkisar 1 mg/l. Nilai nitrat yang terdapat pada setiap stasiun adalah sama. Menurut Wardoyo (1985) yang diacu oleh Hardiyanto, dkk.,(2012) zat hara sangat diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak, diantaranya adalah nitrogen dalam bentuk nitrat, serta
perannya dalam proses sintesa protein hewan dan tumbuh-tumbuhan. berdasarkan kandungan nitrat kesuburan perairan dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu kurang subur 0,0 – 0,1 mg/l, sedang 0,1 – 5,0 mg/l dan subur 5,0 – 50,0 mg/l.Oleh sebab itu perairan Sungai Keureuto tergolong perairan yang subur dan layak dilakukan kegiatan budidaya perikanan, karena memenuhi standar baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II). Pospat Nilai pospat pada Sungai Keureuto berkisar 0,03 – 0,19 mg/l. Nilai pospat tertinggi yaitu pada stasiun 3 sebesar 0,19 mg/l. Hal ini disebabkan terjadinya pengadukan pada dasar perairan. Pospat yang ada diperairan sungai keureto ini berasal dari hasil metabolisme organisme, limbah masyarakat. Namun nilai pospat ini masih memenuhi baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II), sehingga layak untuk dikembangkan budidaya perikanan di Sungai Kereuto. Menurut Effendi (2003) pospat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur – unsur lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat diatmosfer. Menurut Asmawi (1994) yang diacu oleh Hariyanto dkk., (2012) bahwa dalam jumlah yang seimbang, pospat dapat menstimulasi pertumbuhan dari mikroorganisme perairan yang berfotosintesis. Parameter Biologi Kelimpahan plankton setiap stasiun yaitu pada stasiun 1 yaitu 996 ind/l, pada stasiun 2 yaitu 1156 ind/l dan pada stasiun 3 yaitu 788 ind/l. Hal ini disebabkan perbedaan faktor fisika dan kimia perairan tersebut. Sesuai pernyataan Suin (2002), pola penyebaranplankton di dalam air tidak sama. Tidak samanya penyebaran plankton dalambadan air disebabkan oleh adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitascahaya dan faktor-faktor lainnya di kedalaman air yang berbeda. Nilai
Indeks Keanekaragaman plankton stasiun 1 yaitu 1,460, pada stasiun 2 yaitu 1,374, dan pada stasiun 3 yaitu 1,534. Hal ini menunjukkan keanekaragaman plankton di Sungai Keureuto rendah. Hal ini sesuia pernyataan kriteria Odum (1971), apabila indeks keanekaragaman bernilai < 2,3026 dikategorikan rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat keanekaragaman plankton di perairan Sungai Keureto dari semua stasiun tergolong rendah. Odum (1994) dalam Surbakti (2009), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata.Odum (1994), keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya rendah. Nilai Indeks Keseragaman plankton stasiun 1 yaitu 0,609, pada stasiun 2 yaitu 0,553 dan pada stasiun 3 yaitu 0,617. Barus (2004), fluktuasi daripopulasi plankton dipengaruhi oleh perubahan berbagai kondisi lingkungan, salahsatunya adalah ketersediaan nutrisi di perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen danfospor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi plankton. Nilai Indeks Dominansi plankton stasiun 1 yaitu 0,321, pada stasiun 2 yaitu 0,320, dan pada stasiun 3 yaitu 0,357. Hal ini dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi plankton pada lokasi tertentu di suatu perairan meliputi angin, arus, kandungan unsur hara, cahaya. Tidak adanya dominansi pada stasiun pengamatan disebabkan faktor fisik-kimia perairan masih sesuai untuk kehidupan plankton di perairan ini sehingga tidak ada plankton yang mendominasi akibat zat antropogenik yang berlebihan. Hasil penelitiaan yang telah dilakukan, kelimpahan tertinggi yang didapat adalah dari genus Oscillatoria sp.
yang ditemui di semua titik pengamatan. Menurut Basmi (1999) menyebutkan Oscillatoria merupakan jenis plankton yang masuk dalam kelompok αmesosaprobik yang beradaptasi baik di perairan dalam kondisi tercemar ataupun tidak tercemar dengan tingkat perkembangan yang baik pada suhu 2030°C sedangkan suhu pada saat penelitian adalah 23,5-28,4°C. Hasil penelitian menunjukkan dengan banyaknya jumlah plankton yang terdapat pada perairan Sungai Keureuto, maka jumlah pakan ini cukup untuk menunjang pakan untuk budidaya ikan. Pakan alami sangat cocok untuk benih ikan karena pakan alami sangat mudah dicerna didalam tubuh ikan. Selain itu nilai gizi pakan alami sangat lengkap dan sesuai dengan tubuh ikan, tidak menyebebkan penurunan kualitas air pada wadah budidaya ikan, meningkatkan daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit dan perubahan kualitas air. Kualitas Perairan Untuk Budidaya Ikan Air Tawar (Metode Storet) Kualitas air yang ditentukan dari nilai parameter fisika kimia perairan dilakukan dengan menggunakan metode storet yang bertujuan untuk memperoleh total skor yang akan menunjukkan status mutu air. Pemberian skor setiap parameter pada stasiun dikelompokkan sesuai peruntukkan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 untuk tujuan budidaya ikan air tawar yaitu kelas II dan kelas III. Kelas II (pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, sarana dan prasarana rekreasi air dan untuk mengairi pertanaman). Kelas III (pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan untuk mengairi pertanaman). Berdasarkan analisis menggunakan metode storet pada tabel 10, untuk baku mutu kelas II skor kualitas air pada stasiun 1 adalah 0, stasiun 2 sebesar -4, dan stasiun 3 sebesar -4, hal ini menunjukkan Sungai Keureuto masuk dalam kategori tercemar ringan, dan belum dapat
dimanfaatkan guna peruntukkan baku mutu kelas II terutama untuk pembudidayaan ikan air tawar. Baku mutu kelas III skor kualitas air pada stasiun 1 adalah 0. Stasiun 2 adalah 0 dan stasiun 3 adalah 0. Ini menunjukkan bahwa Sungai keureuto masuk dalam kategori memenuhi baku mutu kelas III, dan dapat dimanfaatkan guna peruntukkan baku mutu kelas III terutama untuk kegiatan pembudidayaan ikan air tawar. Baku mutu untuk budidaya perikanan tawar masuk kedalam baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 Kelas II dan Kelas III yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman. Untuk kegiatan pengembangan budidaya di Sungai Keureuto mengacu pada ketetapan Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001 dengan menggunakan Metode Storet yang memperhatikan beberapa parameter perairan yang mendukung dalam kegiatan budidaya tersebut apakah masih sesuai atau sudah melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa sungai keureuto dalam hal ini kegiatan budidaya masih sesuai dengan Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001 termasuk dalam kelas III. Sungai ini layak untuk dijadikan daerah pengembangan budidaya perikanan yang pengelolaannya tetap memperhatikan ekosistem perairan tersebut. Adapun jenis ikan yang terdapat disungai Keureuto diantaranya adalah ikan gabus (Channa striata), ikan lele (Clarias batrachus), ikan jurung (Tor sp.), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan mujair (Oreochromis musambicus). a. Ikan Gabus(Channa striata) Ikan gabus (Channa striata) yang juga dikenal sebagai “gapo” dan “ikan jilo” adalah ikan dari famili Channidae suku ikan air tawar yang hidup dikawasan tropis Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara,
dan Asia Timur. Semua jenis bersifat predator (pemangsa) yang memakan cacing, katak, anak-anak ikan, udang, ketam, dan sebagainya. Oleh karena itu, gabus digolongkan sebagai ikan karnivor. Ikan ini mampu hidup pada perairan yang minim oksigen karena mampu mengambil oksigen langsung dari udara dengan cara menyembulkan kepalanya dipermukaan air. Ikan gabus ini layak untuk dibudidayakan di Sungai Keureto karena tersedianya makanan untuk ikan gabus seperti ikan-ikan kecil dan udang dan faktor fisika kimia yang optimal untuk budidaya ikan gabus sesuai dengan pernyataan Afrianto dan Evi (1988) yang terdapat dalam Tabel 11. Tabel 11. Faktor Fisika Kimia Yang Optimal Untuk Budidaya Ikan Gabus No. Parameter Kisaran Optimal 1.
Oksigen
3-6 ppm atau mg/l
2.
pH
6,5 – 8,5
3. 4.
Suhu Alkalinitas Total
25 - 33°C >50 mg/l CaCO3
5.
Amonia
<0,1 ppm
6.
Nitrit
<0,05 ppm
7.
Warna Air
Hijau, Hijau Kecoklatan
8.
Kecerahan
30 – 45 cm
9.
Hardness Ca
>20 mg/l CaCO3
10.
Hardness Total
>40 mg/l CaCO3
Pada keramba yang diapungkan dengan balok kayu bulat, benih gabus yang ditebar berukuran 10 g/ekor dan dengan kepadatan 1.000 ekor/keramba, serta diberi pakan ikan-ikan kecil. Setelah
pemeliharaan 8 bulan, ikan dapat mencapai ukuran rata-rata 1 kg/ekor. b. Ikan Lele Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ikan lele dapat dibudidayakan pada perairan Sungai Keureuto, karena syarat-syarat tumbuh dan budidaya ikan lele telah sesuai dengan kondisi perairan Sungai Keureuto. Hal ini sesuai pernyataan Deputi Menegritek (2012), Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Habitatnya diair sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk dan sawah yang tergenang. Ikan lele hidup dengan baik didaerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl. Ikan lele dapat hidup pada suhu 20° C, dengan suhu optimal 25 - 28° C. Mempunyai pH 6,5 – 9, kekeruhan antara 30 – 60 cm. Serta untuk pemeliharaan ikan lele dikeramba haruslah pada sungai atau saluran irigasi tidak dikunjungi, kedalaman air 30 -60 cm. c. Ikan Gurami Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu dari 15 jenis komoditi perikanan yang ditujukan untuk peningkatan produksi dan pendapatan petani serta untuk pemenuhan sasaran peningkatan gizi masyarakat. Ikan gurame mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena selain banyak disukai juga mempunyai harga yang relatif lebih tinggi dibanding jenis lamnya. Pertumbuhannya yang relatif lambat dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Untuk mencapai ukuran konsumsi dengan berat badan minimal 500 g dari benih yang berukuran 1 g memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan gurame adalah berkisar pada suhu 24,9°C–2°C. Boyd (1982), menyatakan bahwa nilai pH yang mematikan bagi ikan, yaitu kurang dari 4 dan lebih dari 11. Pada pH kurang dari 6,5 atau lebih dari 9,5 dalam waktu yang lama, akan mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Sarwono dan Sitanggang
(2007), menyatakan kandungan oksigen terlarut yang terbaik untuk pemeliharaan gurame antara 4-6 mg/l. d. Ikan Nila Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak dibudi dayakan di Indonesia. Ikan Nila menduduki urutan kedua setelah ikan Mas (Cyprinus carpio) dalam produksi budi daya air tawar di Indonesia. Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal adalah antara 7-8. Suhu air yang optimal berkisar antara 25-30°C. Kecerahan yang baik antara 20-35 cm. e. Ikan Jurung Ikan jurung merupakan jenis ikan yang secara umum dapat dideskripsikan sebagai berikut: dasar perairan umumnya berupa batuan, substrat kerikil dan pasir, warna air jernih, arus air lambat sampai deras, dan lingkungan sungai sebagian besar berupa hutan primer. Kondisi perairan seperti diatas merupakan karakteristik dari hulu sungai. Menurut Haryono (2007), Ikan ini hidup di perairan air tawar yang memiliki ketinggian sekitar 4m-5m. Merupakan tipikal ikan yang menyukai ekologi air yang ditandai oleh arus air yang deras, berair jernih, dasar perairan berbatu, suhu air relatif rendah, kandungan oksigen tinggi, dan lingkungan sekitar berupa hutan. Ikan kecil sampai remaja menyukai bagian sungai yang berarus dan berbatuan. Sedangkan ikan dewasa menempati lubuk-lubuk sungai yang dalam. Ikan jurung merupakan Ikan yang saat ini keberadaannya terancam punah. Populasinya yang tinggal sedikit di alam mendesak untuk disikapi secara cepat sebelum segalanya terlambat. Mulai dari teknis penangkapan sampai pembudidayaannya. Namun siapa sangka, di balik kurang familiarnya hewan air tawar itu di mata masyarakat, ternyata ikan ini justru memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui juga harga pemasaran dari ikan – ikan tersebut, seperti ikan lele yang dijual dengan harga Rp. 23.000 – 24.000, ikan gabus yang dijual dengan harga Rp. 28.000, ikan jurung Rp. 70.000, ikan nila Rp. 27.000, ikan mujair Rp. 25.000 per kilo gramnya. Berdasarkan hasil kualitas perairan baik fisika, kimia dan biologi hingga aspek bisnis maka Sungai Keureuto layak untuk dilakukan usaha pengembangan budidaya perikanan sebagai usaha dalam menunjang perekonomian masyarakat sekitar. Ikan yang berpotensi untuk dibudidayakan di Sungai Keureuto adalah ikan nila. Ikan nila banyak dibudidayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau dan air laut. Ikan nila juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna makanan secara efisien. Oleh sebab itu ikan nila cocok untuk dibudidayakan di Sungai Keureuto, karena jumlah plankton yang tersedia lebih besar dari jumlah zooplankton. Pertumbuhan cepat dan tahan terhadap serangan penyakit. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, Sungai Keureuto layak untuk dilakukan usaha budidaya perikanan. Dan adapun sistem budidaya yang dapat dilakukan di Sungai Keureuto adalah sistem Karamba. Hal ini sesuai pernyataan Afrianto dan Evi (1988) bahwa salah satu sistem budidaya yang cocok dilakukan pada perairan sungai adalah sistem karamba. Yang dimaksud dengan sistem karamba adalah sistem budidaya ikan yang dilakukan dalam suatu wadah yang dibatasi oleh bambu atau jaring kawat. Usaha budidaya perikanan air tawar banyak dikembangkan dengan jenis usaha budidaya kolam, karamba, KJT. Usaha budidaya ikan air tawar sudah dilakukan dengan skala kecil. Saat ini beberapa pembudidaya ikan sudah menunjukkan perkembangan usaha yang baik dengan manajemen usaha yang
mengarah pada usaha bisnis. Hal ini sesuai pernyataan MY, dkk., (2015), bahwa usaha pembesaran ikan nila dan ikan mas dalam KJA pada saat ini layak secara finansial dengan nilai NPV sebesar Rp 227.246.760,84, IRR sebesar 190,97%, Net B/C sebesar 4,34 dan PP sebesar 0,53 tahun (6 bulan 10 hari). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa berdasarkan standar baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II), stasiun 1 dengan analisis metode storet memenuhi baku mutu, sedangkan stasiun 2 dan stasiun 3 tergolong tercemar ringan. Sedangkan berdasarkan standar baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001 (kelas III), perairan Sungai Keureuto stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 telah memenuhi baku mutu kualitas perairan. 2. Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa Sungai Keureto layak untuk dilakukan usaha budidaya perikanan, karena kualitas air yang telah dianalisis dengan metode storet telah memenuhi baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001, dan tersedianya pakan yang cukup untuk ikan dilihat dari nilai kelimpahan plankton setiap stasiun. Saran Hasil penelitian yang telah dilakukan maka Sungai Keureuto layak dikembangkan usaha budidaya perikanan untuk menunjang perekonomian masyarakat. Jenis-jenis ikan yang layak dikembangkan adalah ikan nila, ikan gurami, ikan gabus, dan ikan lele. Namun perlu penelitian lanjutan tentang bagaimana analisis usaha budidaya yang cocok untuk dilakukan di Sungai Keureuto.
DAFTAR PUSAKA APHA. 1989. Standard methods for the examination of waters and wastewater. 17th ed. American Public Health Association, American Water Works Association, Water Pollution Control Federation.Washington, D.C. 1467 p. Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU PRESS. Medan. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Hardiyanto, R., Henhen S., dan Rusky Intan P. 2012. Kajian Produktivitas Primer Fitoplankton Diwaduk Saguling, Desa Bongas Dalam Kaitannya Dengan Kegiatan Perikanan. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3 (4): 51-59. Hutabarat, H. 2010. Keanekaragaman Plankton dan Hubungannya dengan Faktor Fisik-Kimia Air di Sungai Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. [Tesis] Universitas Sumatera Utara. Medan. Kordi K., M. G. H. dan Andi T. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Lily Publisher. Yogyakarta. Kordi K., M. G. H. 2010. A to Z Budi daya Biota Akuatik Untuk pangan, Kosmetik Obat-obatan. Lily Publisher. Yogyakarta. Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan Kedua. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, Koesoebiono,
D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo. PT. Gramedia. Jakarta. Odum, E. P. 1996. Dasar – Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Suin, N. 2002. Metoda Universitas Andalas. Padang.
Ekologi.
Supiyati, Halauddin, dan Gandika Arianty. 2012. Karakteristik dan Kualitas Air di Muara Sungai Hitam Provinsi Bengkulu dengan Software Som Toolbox 2. Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Bengkulu, Bengkulu. Indonesia. Jurnal Ilmu Fisika Indonesia, 1 (2). Suriawiria, U. 1996. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung.