2
Japan International Cooperation Agency (JICA) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Republik Indonesia
No.
STUDI RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU JABODETABEK (TAHAP 2) (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek Phase 2)
RINGKASAN LAPORAN AKHIR
MARET 2004
PACIFIC CONSULTANTS INTERNATIONAL ALMEC CORPORATION
S S F JR 04-22
2
Japan International Cooperation Agency (JICA) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Republik Indonesia
STUDI RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU JABODETABEK (TAHAP 2)
RINGKASAN LAPORAN AKHIR
MARET 2004
PACIFIC CONSULTANTS INTERNATIONAL ALMEC CORPORATION
Nilai Tukar Mata Uang yang Digunakan dalam Studi adalah : < Studi Rencana Induk >
< Pra-Studi Kelayakan >
US$1 = Rp.8,900
US$1 = Rp.8,500
1US$ = Yen 118.00
1US$ = Yen 109.08
(Kurs Januari 2003)
(Kurs Oktober 2003)
PRAKATA Sesuai permintaan dari Pemerintah Republik Indonesia, maka Pemerintah Jepang menanggapinya dengan menyelenggarakan “Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek) Tahap 2” yang pelaksanaannya dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA telah memilih suatu Tim pelaksana Studi dan menugaskannya ke Indonesia antara bulan November 2001 hingga Maret 2004. Tim Studi tersebut diketuai oleh Mr. Tomokazu Wachi dari Pacific Consultants International Co. Ltd. yang beranggotakan beberapa tenaga ahli dari Pacific Consultants International Co. Ltd. dan Almec Corporation. Selain daripada itu, JICA juga telah membentuk suatu Komite Penasehat (Advisory Committee) yang diketuai oleh Prof. Dr. Haruo Ishida dari Universitas Tsukuba Jepang. Advisory Committee juga bertugas sejak bulan November 2001 hingga Maret 2004 dan mengkaji hasil-hasil Studi dari sudut pandang teknis dan kepakaran. Tim Studi telah melakukan serangkaian diskusi dengan pejabat dan personil Pemerintah Republik Indonesia terkait serta melaksanakan beberapa survey di wilayah Studi. Setelah kembali ke Jepang, Tim Studi melakukan kajian lanjutan yang diperlukan dan mempersiapkan Laporan Akhir ini. Kami berharap agar Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan di Republik Indonesia dan dapat lebih mempererat hubungan persahabatan di antara kedua negara. Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan yang tulus kepada seluruh pejabat dan personil Pemerintah Republik Indonesia atas kerjasamanya dalam pelaksanaan Studi. Maret 2004 Kazuhisa Matsuoka Vice President Japan International Cooperation Agency
Maret 2004 Kepada Yth : Mr. Kazuhisa Matsuoka Vice President Japan International Cooperation Agency Tokyo, Jepang Surat Penyerahan Laporan Akhir Dengan hormat, Sehubungan dengan selesainya pelaksanaan “Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek) Tahap 2” bersama ini kami sampaikan Laporan Akhir Studi dimaksud. Studi ini dilaksanakan di Republik Indonesia antara bulan November 2001 hingga Maret 2004 oleh Tim Studi yang terdiri atas personil dari Pacific Consultants International dan Almec Corporation berdasarkan kontrak dengan JICA. Ringkasan Laporan memaparkan seluruh tugas yang dilaksanakan dalam Studi Tahap 2 berikut rekomendasi rencana induk transportasi terpadu Jabodetabek serta menjelaskan beberapa hal penting berkenaan dengan empat Pra-Studi kelayakan yang telah dilakukan. Laporan Utama Volume 1 pertama-tama mengidentifikasi issue dan permasalahan transportasi perkotaan yang dijumpai saat ini. Selanjutnya beberapa kebijakan dan strategi transportasi perkotaan dijelaskan dan kemudian diusulkan suatu rencana induk transportasi terpadu untuk wilayah Jabodetabek. Laporan Utama Volume 2 mengkaji kelayakan empat proyek prioritas yang dipilih dari rencana induk. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf JICA dan kepada JICA Advisory Committee. Kami juga ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan bekerjasama dalam pelaksanaan Studi, khususnya kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku mitra utama serta para personil counterpart yang membantu Tim Studi. Kami berharap agar hasil-hasil Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek. Hormat kami, Tomokazu Wachi Ketua Tim Studi JICA Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap 2)
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
DAFTAR ISI
1.
Pendahuluan.......................................................................................................... 1
2.
Isu-isu Transportasi .............................................................................................. 2
3.
Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang .................... 7
4.
Asas-asas Rencana Induk Transportasi Jabodetabek ....................................... 9
5.
Strategi Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum ........................ 15
6.
Strategi untuk Kebijakan 2: Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas................. 17
7.
Strategi untuk Kebijakan 3: Penurunan Polusi Udara dan Kebisingan .......... 19
8.
Strategi untuk Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan......... 21
9.
Jadwal Pelaksanaan Komponen Rencana Induk.............................................. 22
10. Bagaimana Mewujudkannya............................................................................... 29 11.
Menuju Pelaksanaan Rencana Induk................................................................. 41
12. Gambaran Pra-Studi Kelayakan ......................................................................... 44 13. Proyek Perluasan Sistem Busway ..................................................................... 45 14. Skema Manajemen Permintaan Lalu Lintas (TDM) di CBD .............................. 51 15. Double Tracking Jalur Serpong, Peningkatan Akses dan Pengembangan Lahan Terpadu ..................................................................................................... 59 16. Proyek Jalan Outer-Outer Ring Road ............................................................... 70
-i-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Daftar Gambar
Gambar
Hal
Gambar 2.1
Peningkatan Perjalanan Commuter ke Jakarta dari Daerah Sekitarnya : 1985-2002 2
Gambar 2.2
Lokasi Fasilitas Komersial dan Bisnis
3
Gambar 2.3
Kepadatan Perjalanan Mobil
3
Gambar 2.4
Jaringan Jalan Tahun 2002
3
Gambar 2.5
Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD
5
Gambar 3.1
Zona Pengembangan di Jabodetabekpunjur 2018
7
Gambar 3.2
Proyeksi Populasi
7
Gambar 3.3
Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan
7
Gambar 3.4
Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2002
8
Gambar 3.5
Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2020 : Skaenario “Do Nothing”
8
Gambar 4.1
Rencana Induk SITRAMP Tahun 2020
11
Gambar 4.2
Keterpaduan antara Sistem Transportasi dan Tata Guna Lahan
12
Gambar 4.3
Proyeksi Permintaan Lalu Lintas Harian (pcu) 2020
13
Gambar 4.4
Perkiraan Volume Penumpang Harian Tahun 2020
13
Gambar 6.1
Pembangunan Flyover/ Underpass dan Missing Links
17
Gambar 6.2
Usulan Lokasi TDM (2020)
17
Gambar 7.1
Kontrol Emisi Kendaraan di Asia Timur & Eropa
19
Gambar 10.1
Alokasi Tahunan Biaya Rencana Induk (2004-2020)
30
Gambar 10.2
Perimbangan Pendanaan Tahunan, 2004 – 2020
33
Gambar 10.3
Pengembangan Sistem Transportasi Utama (Possible Alternative)
40
Gambar 13.1
Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek
45
Gambar 13.2
Konsep Pengoperasian Bis
46
Gambar 13.3
Jadwal Pelaksanaan Proyek dan Pengoperasian Busway
48
- ii -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar
Hal
Gambar 14.1
Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM
51
Gambar 14.2
Perbandingan Rasio “Terdorong Keluar” (Pushed Out)
52
Gambar 14.3
Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007) 56
Gambar 15.1
Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020
60
Gambar 15.2
Double Tracking Jalur Serpong Antara Tanah Abang dan Serpong
62
Gambar 15.3
Rencana Shortcut di Jalur Serpong / Barat Antara Palmerah dan Manggarai 63
Gambar 15.4
Rencana Pembangunan Jalan Akses dan Plasa Stasiun
66
Gambar 15.5
Jadwal Pelaksanaan
66
Gambar 16.1
Rute OORR
70
- iii -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Daftar Tabel
Tabel
Hal
Tabel 2.1
Biaya Transportasi dalam Pengeluaran Rumah Tangga
Tabel 10.1
Biaya Rencana Induk (2004-2020)
Tabel 10.2
Biaya Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta (2004-2020) 30
Tabel 10.3
Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 2004 – 2020
Tabel 10.4
Kemampuan Pendanaan Pemerintah dan Defisit Pembiayaan Sektor Transportasi, 2004 – 2020 31
Tabel 10.5
Pendapatan Tambahan 2004 – 2020
32
Tabel 10.6
Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020
32
Tabel 10.7
Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (1/2)
35
Tabel 10.7
Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (2/2)
36
Tabel 10.8
Kebutuhan Dana Sektor Transportasi dan Perimbangan Dana 2004 – 2020 36
Tabel 10.9
Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020
37
Tabel 13.1
Permintaan Penumpang Busway
45
Tabel 13.2
Jumlah Bis yang Dioperasikan menurut Ruas (2007)
46
Tabel 13.3
Operasi Bis menurut Rute
46
Tabel 13.4
Biaya Proyek untuk Rencana Busway (2004-2007)
47
Tabel 13.5
Harga Satuan Biaya Pengoperasian Bis
48
Tabel 13.6
Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Proyek Perluasan Busway
48
Tabel 13.7
Hasil Analisis Kelayakan Finansial
49
Tabel 14.1
Cara Pricing
52
Tabel 14.2
Perbandingan Biaya Proyek
54
Tabel 14.3
Estimasi Pendapatan Tahunan
54
Tabel 14.4
Alternatif Kombinasi Institusi Pelaksana Proyek
55
Tabel 14.5
Biaya dan Pendapatan
55
Tabel 14.6
Biaya TDM (2005 – 2020)
Tabel 14.7
Rasio Biaya/Manfaat dan Sensitivitas
58
Tabel 14.8
Pendapatan TDM (2005 ~ 2020)
58
30
(Unit: Rp. milyar)
- iv -
5
(Unit: Rp. milyar)
31
58
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Tabel
Hal
Tabel 15.1
Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020
60
Tabel 15.2
Rencana Struktur Stasiun
61
Tabel 15.3
Rencana Operasi pada jam Sibuk
64
Tabel 15.4
Estimasi Biaya untuk Tahap 1 dan Tahap 2
65
Tabel 15.5
Rencana Pembangunan Plasa Stasiun Utama
65
Tabel 15.6
Biaya Investasi Proyek
67
Tabel 15.7
Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi
67
Tabel 15.8
Alternatif Tarif Penumpang
67
Tabel 16.1
Biaya Proyek
71
Tabel 16.2
Permintaan Lalu Lintas menurut Kasus
71
Tabel 16.3
Analisis Kelayakan Finansial
71
Tabel 16.4
Hasil FIRR Alternatif Skenario
72
-v-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
1.
PENDAHULUAN
Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya (Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota Bekasi). Total PDRB Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351 triliun atau 22% dari Produk Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis merupakan wilayah yang paling penting di Indonesia. Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an, program jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai sekarang dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia. Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian, kondisi sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang baik ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para investor. Oleh karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan menjadi hal yang sangat mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini. Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah Jabodetabek. Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh krisis ekonomi, namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali meningkat. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi dalam beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat. Apabila semakin banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi lalu lintas akan bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini. Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek pembangunan prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah mengingat sulitnya situasi finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan dana yang diperlukan untuk biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu dipikirkan pula cara yang terbaik untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang masih tersedia. Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas serta mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi dan pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun ke depan beserta langkah-langkah kebijakan transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi tersebut.
2.
KONDISI EKSISTING DAN PERSPEKTIF MASA DEPAN
2.1
PERLUASAN WILAYAH PERKOTAAN
Perjalanan komuter menuju DKI Jakarta yang berasal dari daerah sekitarnya telah meningkat 10 kali lipat antara tahun 1985 sampai 2002. Saat ini setiap harinya 700.000 orang melakukan perjalanan menuju Jakarta. Tujuan mereka terkonsentrasi di wilayah CBD Jakarta.
Perjalanan commuter ke Jakarta meningkat pesat : 1985 – 2002 i
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
KERUGIAN EKONOMI DARI SEKTOR TRANSPORTASI
60
Travel Time (min)
20 30 15 20
5
0
0 Pasar MInggu to Manggarai TB Simatupang to Monas
Kalideres to Gajah Mada
Travel Time in 2000
Waktu perjalanan yang lebih lama: 1995-2000
2.6
Penghasilan
52.5
Tinggi
1.4
17.5
Menengah
Rendah
30.8
4.1
Penghasilan
Penghasila
12.6
23.6
52.8 2.0 6.4
4.7
21.9
0%
20%
Mobil Pribadi
2.6
64.5
40%
Sepeda Motor
60%
Bus
80%
KA
100%
Ojek/Lainny a
Komposisi Moda berdasarkan tingkat Pendapatan
800
PM10 (Nilai Max dalam 4 jam) Standar Lingkungan
Tingginya konsentrasi PM10 di tepi jalan menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi sumber utama polusi di lapisan bawah pada kawasan yang berdekatan dengan jalan-jalan yang sangat macet.
120 m (Background) 0 m (Roadside)
600
400
Diantara 33 titik survei kualitas udara yang ada, sebanyak 25 titik yang terletak di tepi jalan mengindikasikan bahwa konsentrasi PM10 telah melebihi standar kesehatan lingkungan. Lebih lanjut konsentrasi PM 10 yang dimonitor di 10 titik meningkat lebih dari dua kali lipat dari angka standar. Dampak kesehatan dari PM10 in Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada tahun.
200
0 A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V
a b c d e f g h i
DKI Jakarta
j
Bodetabek
Konsentrasi PM10 di lokasi pengamatan 3.5
2.5
Ciledug to Mayestik
Travel Time in 1985
µg/m3
MENURUNNYA KUALITAS LINGKUNGAN
10
10
Rumah tangga berpenghasilan tinggi cenderung menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan perjalanan. 53 persen dari perjalanan mereka dilakukan dengan mobil pribadi. Sebaliknya masyarakat yang berpenghasilan rendah sangat bergantung pada sarana angkutan umum. Dari berbagai macam moda angkutan umum yang tersedia, bus merupakan moda utama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
2.4
25
40
Saat ini kerugian ekonomi setiap tahunnya yang terjadi akibat kemacetan lalu lintas mencapai Rp. 3 triliun untuk biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu perjalanan.
RENDAHNYA AKSESIBILITAS BAGI RUMAH TANGGA KURANG MAMPU
30
50
Setiap pagi dan siang hari kemacetan lalu lintas yang parah sering terlihat terutama di pusat Kota Jakarta dan di jalan-jalan utama. Meningkatnya permintaan lalu lintas telah menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas dan hal ini akan berdampak pada meningkatnya waktu perjalanan.
2.3
35
Average speed (km/hr) [Arrows]
2.2
KECELAKAAN LALU LINTAS DAN KECELAKAAN KA
2.98
3 2.5 2
Jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas 1.5 belum berkurang dan tingkat kematian di jalan tol masih tinggi 1 0.5 dibandingkan dengan negara-negara maju. Angkutan KA umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda 0.5 0 angkutan jalan raya, akan tetapi asumsi ini tampaknya tidak Developed Jabodetabek berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, Country telah terjadi kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan yang parah. Tingkat Kematian di Jalan Tol (Jumlah Kematian per 100 juta Kendaraan-km)
ii
k
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
3.
PERSPEKTIF WILAYAH JABODETABEK MASA DEPAN
3.1
PERTUMBUHAN PERMINTAAN PERJALANAN
Pada tahun 2020 jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek akan mencapai 26 juta dan permintaan perjalanan akan meningkat 40% lebih besar.
3.2
BANYAK MASYARAKAT YANG AKAN BERPINDAH KE MOBIL PRIBADI DAN SEPEDA MOTOR
Saat ini andil moda angkutan umum sekitar 60% dari total perjalanan dengan menggunakan moda angkutan bermotor. Bila tidak diambil tindakan yang tepat, andil angkutan umum khususnya bis akan turun menjadi kurang dari separuh total andil moda angkutan bermotor karena tingkat layanannya yang rendah. Sementara andil moda angkutan pribadi akan meningkat dengan cepat. 60 DKI (CBD)
Trips/day (million)
50 40 30 20 10
DKI (Other) Bodetabek
4.2
5.6 16.3
6.5 17.9
21%
3%
23.3
26.0
2010
2020
34%
44%
2020
19%
3% KA
Kenaikan Permintaan Lalu lintas yang diharapkan
3.3
23%
53%
2010
0 2002
23%
2%
12.9 17.2
17%
58%
2002
Bus
Mobil
Spd Motor
Ketergantungan kepada Kendaraan Pribadi
ANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS YANG PARAH
Jika tidak ada perbaikan terhadap jaringan transportasi, maka hampir seluruh jalan akan mengalami kemacetan yang sangat parah.
Tanpa Peningkatan
2002
2020 Antisipasi terjadinya Kemacetan lalu lintas yang parah
3.4
KERUGIAN EKONOMI YANG BESAR
Bila tidak ada perbaikan dilakukan sampai tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi apabila usulan-usulan dari rencana induk sistem transportasi telah dilaksanakan, akumulasi kerugian ekonomi akan mencapai Rp. 65 triliun, yang terdiri dari Rp. 28,1 triliun untuk tambahan biaya operasional kendaraan dan Rp. 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang lebih lama, berdasarkan harga saat ini dengan diskonto 12 %. Perhitungan kerugian ekonomi ini, walaupun terbatas hanya pada biaya operasi kendaraan dan waktu perjalanan, akan lebih besar dari biaya pembangunan yang diusulkan oleh rencana induk. iii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
4.
PRINSIP PENYUSUNAN RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU JABODETABEK
4.1
TUJUAN SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN
Melalui analisis tentang permasalahan transportasi perkotaan saat ini di wilayah Jabodetabek, telah diidentifikasi empat prinsip pengembangan sistem transposrtasi: •
Efisiensi dalam sistem transportasi untuk mendukung kegiatan ekonomi
•
Prinsip keadilan dalam transportasi bagi seluruh anggota masyarakat
•
Peningkatan kualitas lingkungan berkaitan dengan transportasi
•
Keselamatan dan keamanan transportasi
4.2
KEBIJAKAN TRANSPORTASI PERKOTAAN
Untuk mencapai empat prinsip pengembangan sistem transportasi perkotaan, kebijakan transportasi berikut ini sangat penting bagi wilayah Jabodetabek: Kebijakan 1: Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas Kebijakan 3: Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas Kebijakan 4: Menurunkan Kecelakaan Lalu Lintas dan Meningkatkan Keamanan
4.3
STRATEGI UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN TRANSPORTASI PERKOTAAN
Strategi-strategi yang diambil untuk tiap kebijakan transportasi perkotaan mencakup berbagai langkah kebijakan seperti dijelaskan sebagai berikut.
Strategi terkait dengan Kebijakan Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum: • • • • • • • • • •
Peningkatan kapasitas angkut dan perbaikan layanan Kereta Api Peningkatan sistem pemeliharaan untuk gerbong KA listrik Peningkatan manajemen operasional kereta api Reformasi operasional kereta api di bidang keuangan Peningkatan kemudahan perpindahan antar moda Penyediaan jaringan angkutan umum secara luas Pengembangan lahan secara intensif di daerah sekitar stasiun KA Prioritas pada angkutan umum Reformasi sistem operasi bus Reformasi kebijakan tarif angkutan umum
Strategi terkait dengan Kebijakan Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas: • • • • • • • • • •
Penggunaan jaringan jalan eksisting secara efisien Pembangunan jalan-jalan yang menghubungkan missing links Pelebaran jalan untuk memperbaiki lebar badan jalan yang tidak konsisten Pembangunan jembatan layang dan terowongan untuk mengurangi kemacetan di persimpangan-persimpangan bottleneck Pemindahan pedagang kaki lima dari badan jalan, dan Melarang angkot dan bus mengambil penumpang secara sembarangan di tengah jalan Manajemen Permintaan Transportasi Peningkatan Kontrol Lalu Lintas Penyediaan lahan untuk pembangunan jalan Pemisahan kendaraan berat dari lalu lintas umum
iv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
Strategi terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas: • • • • • • •
Pembuatan Skema Manajemen Lingkungan Implementasi dan penentuan standar baku emisi polusi udara/kebisingan Pembuatan Program Inspeksi dan Pemeliharaan Program bahan bakar diesel yang berkadar sulfur rendah Promosi bahan bakar Bio-diesel Promosi kendaraan berbahan bakar gas Perilaku mengemudi yang ramah lingkungan
Strategi terkait dengan Kebijakan Menurunkan Kecelakaan dan Meningkatkan Keamanan: • • • • • • • •
4.4
Pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas Inspeksi kendaraan pribadi Pemeliharaan jalan yang memadai Rehabilitasi dan pemasangan rambu lalu lintas Rehabilitasi system sinyal KA Penyediaan persimpangan tak sebidang antara KA dan jalan raya Analisis penyebab kecelakaan lalu lintas Peningkatan keamanan
RENCANA INDUK TRANSPORTASI SITRAMP 2020
Komponen utama Rencana Induk SITRAMP diusulkan berdasarkan kebijakan pembangunan perkotaan.
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum • • • • • • • • • • • • •
Pembangunan Busway di koridor-koridor utama Pelebaran jalan untuk mengakomodasi Busway Jalur Bekasi Double Double Tracking Jalur ganda Serpong, perbaikan jalan akses, dan pembangunan perkotaan yang terintegrasi MRT Jakarta Kota – Ciputat Perbaikan jalan akses menuju stasiun KA dan pembangunan plasa stasiun Rehabilitasi fasilitas persinyalan KA Peningkatan fasilitas stasiun KA Pembangunan fasilitas perpindahan antar moda Pembangunan pabrik suku cadang KA Reformasi skema perijinan trayek bus Penyediaan jasa Bus Feeder menuju stasiun KA Restrukturisasi rute bus
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas • • • • • • • • • • • • • • • •
Penyelesaian Jalan Lingkar Luar Jakarta Pembangunan jalan akses Tanjung Priok Peningkatan jalan akses Cengkareng Pembangunan Jakarta Outer Ring Road 2 Jalan Tol Kalimalang Jalan Tol Depok – Antasari Jalan Tol Jatiasih - Cikarang (sampai JORR 2) Jalan bypass kota di Parung, Ciputat dan kota-kota di Bodetabek Jembatan/terowongan pada persimpangan-persimpangan bottleneck Manajemen Permintaan Lalu lintas di CBD Jakarta Penyempurnaan dan pemasangan Sistem ATC Sistem Informasi Lalu lintas untuk jalan arteri dan jalan tol Electric Toll Collection (ETC) Manajemen lalu lintas di pasar-pasar dan di persimpangan Pengembangan berorientasi Sub-center di Bodetabek Menaikkan pajak bahan bakar
v
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas • • • •
Peningkatan program inspeksi dan pemeliharaan kendaraan Promosi penggunaan bahan baker diesel berkadar sulfur rendah Promosi penggunaan Bi-fuel Promosi kendaraan berbahan bakar gas
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Transportasi • • • • • • •
Program pendidikan keselamatan berlalu lintas bagi pelajar di sekolah dan juga pengemudi Rehabilitasi fasilitas persinyalan KA dan fasilitas telekomunikasi Sistem Automatic Train Stop (ATS) Sistem Radio KA Perbaikan dan pemasangan rambu lalu lintas Penempatan petugas keamanan di terminal bus dan stasiun KA Pembuatan sistem basis data kecelakaan lalu lintas
5.
BAGAIMANA MEWUJUDKANNYA
5.1
PEMBENTUKAN LEMBAGA TRANSPORTASI TINGKAT METROPOLITAN
Wilayah perkotaan Jabodetabek telah meluas melebihi batas wilayah administrasi DKI Jakarta; karenanya suatu sistem transportasi terpadu tingkat metropolitan perlu segera disusun. Selanjutnya, diperlukan juga suatu otorita tunggal (secara tentative disebut Otorita Transportasi Jabodetabek) untuk dapat mewujudkan system transportasi terpadu tersebut. Institusi ini harus terdiri atas personil yang berkemampuan dan ditunjang oleh pendanaan dan kewenangan yang cukup untuk mempersiapkan rencana-rencana pembangunan serta sekaligus mengimplementasikannya.
5.2
SUMBER DANA PEMBANGUNAN
Untuk dapat melaksanakan proyek-proyek yang diusulkan dalam rencana induk dibutuhkan tambahan pendapatan dan alokasi dana bagi sektor transportasi. Total biaya rencana induk adalah sebesar Rp. 80,4 triliun. Tim Studi mengusulkan peningkatan dana sektor transportasi pemerintah pusat dari 0.08% PDB di tahun 2002 menjadi 0.20% di tahun 2007. Selain itu disusulkan juga tiga sumber pendapatan tambahan seperti dijelaskan di bawah ini. Bila usulan ini disetujui dan revenue yang diperoleh dapat dialokasikan bagi sektor transportasi, maka proyek-proyek atau program yang diusulkan dalam rencana induk dapat dilaksanakan. Lebih lanjut, bila anggaran pemerintah daerah juga dinaikkan dari 0.25% menjadi 0.3%, maka biaya rencana induk dapat tercukupi. 1) Kenaikan pajak BBM secara bertahap (naik dari saat ini 5% sampai mencapai 20% pada tahun 2010. Total kenaikan Rp. 14 triliun) 2) Biaya dari Road Pricing (asumsi pungutan sebesar Rp. 8,000 tiap kendaraan (tahun 2005-2009), Rp. 16,000 (tahun 2010-2014), dan Rp. 20,000 (tahun 2010-2014). Total keuntungan Rp. 15,1 triliun) 3) Pajak pembangunan kota (0.01% dari nilai property. Total Rp. 3,91 triliun)
vi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif Biaya yg dibutuhkan untuk rencana induk
Dana untuk rencana induk 2004-2020 (Rp. triliun)
- Kereta Api
19,28
- Anggaran pembangunan pem. pusat
21,40
- Jaringan jalan
38,95
- Anggaran pembangunan pemda
27,60
- Busway
4,30
Subtotal anggaran pembangunan (C)
49,00
- Manajemen Lalu lintas
4,65
- Keuntungan kenaikan pajak BBM
14,00 15,10
Subtotal utk pembangunan (A)
67,18
- Keuntungan dari TDM
- Pemeliharaan jalan eksisting
13,22
- Keuntungan pajak pembangunan kota
3,91
Subtotal utk pemeliharaan (B)
13,22
Subtotal dari keuntungan tambahan (D)
33,01
Total biaya (A)+(B)
80,40
Total Anggaran (C)+(D)
82,01
6.
MENUJU IMPLEMENTASI RENCANA INDUK
6.1
ARAH PELAKSANAAN RENCANA INDUK
(1)
Promosi Penggunaan Angkutan Umum
Dalam jangka pendek dan menengah, jaringan angkutan umum harus dibentuk melalui kombinasi pendayagunaan jaringan kereta api yang ada secara maksimal dan pengenalan sistem busway yang akan melengkapi jaringan kereta api tersebut. Dalam jangka panjang, sistem transportasi berbasis kereta api mutlak diperlukan untuk dapat memberikan tingkat layanan yang lebih baik dan dengan kapasitas angkut penumpang lebih banyak. Penerapan sistem busway dapat menjamin penyediaan ruang untuk pengembangan sistem angkutan umum di masa depan dengan tingkat layanan yang lebih tinggi. Peningkatan layanan angkutan umum saja tidak dapat dengan sertamerta mengurangi pilihan masyarakat untuk menggunakan moda angkutan pribadi. Untuk itu, perlu diterapkan skema pembatasan lalu lintas di kawasan rawan macet terutama di wilayah pusat kota. Langkah penting lainnya adalah mendorong pengembangan sub-center di wilayah Bodetabek dan menyebarkan fungsi-fungsi perkotaan yang saat ini terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Dengan perubahan struktur perkotaan tersebut, masalah kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi sampai tingkat tertentu.
(2)
Pembangunan Jaringan Jalan
Meskipun dalam rencana induk ini langkah-langkah promosi penggunaan angkutan umum menjadi kebijakan paling utama untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, pengembangan jaringan jalan di wilayah Bodetabek belumlah mencukupi dan kapasitas jalan yang ada sangat kurang. Karena kemajuan pembangunan jalan tersebut belum dapat mengimbangi laju perluasan wilayah perkotaan, maka pengembangan jaringan jalan di Bodetabek juga perlu mendapat perhatian.
(3)
Pengaturan Kelembagaan
Studi ini memberikan indikasi pemecahan masalah transportasi Jabodetabek; tidak hanya mengenai bagaimana pembangunan fisik jaringan transportasi harus disusun, tetapi juga bagaimana memastikan dana yang dibutuhkan, sharing biaya oleh anggota masyarakat, perubahan peraturan, pengaturan kelembagaan, dan pembentukan konsensus di antara stakeholder. Studi ini juga memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan rencana induk.
(4)
Penggalangan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi
Apabila alokasi dana pemerintah pusat dan daerah diasumsikan berada pada tingkat yang sama seperti saat ini, maka diperkirakan akan terjadi kekurangan dana untuk melaksanakan proyek-proyek dan program-program yang diusulkan dalam rencana induk. Dana yang tersedia sangat terbatas, bahkan tidak cukup untuk menutup biaya pemeliharaan fasilitas yang ada, dan kemungkinan besar hanya sedikit dana yang dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas transportasi baru. Dana untuk pengembangan sistem transportasi dan pemeliharaan harus ditingkatkan melalui, antara lain, kenaikan pajak bahan bakar, road pricing, pajak pembangunan perkotaan dan sebagainya.
vii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
(5)
Meningkatkan Partisipasi Sektor Swasta
Lebih lanjut, untuk mengejar kekurangan dana pembangunan sektor publik, maka partisipasi aktif sektor swasta dalam penyediaan layanan transportasi harus didorong. Dalam hal ini, berdasarkan prinsip “pengguna-membayar” (user-pay-principle) maka ongkos transportasi harus ditarik dari pengguna yang mendapatkan manfaat dari layanan tersebut. Untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam usaha transportasi, maka peraturan perundangan yang terkait harus disesuaikan guna menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan mengurangi ketidakpastian untuk investasi.
(6)
Keterlibatan Masyarakat
Kerjasama masyarakat, khususnya dalam menanggung beban kenaikan pajak sangat diperlukan untuk pelaksanaan rencana induk. Masyarakat harus mendapat penjelasan menyeluruh mengenai rencana tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai kesempatan seperti rapat dengar pendapat umum dan rapat stakeholder dimana pendapat masyarakat dapat didengar dan ditampung dalam rencana tersebut. Tambahan lagi, efek pelaksanaan proyek perlu pula dipantau dengan baik. Dalam hal ini, keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah merupakan hal yang utama. Keterbukaan sangat penting artinya guna memperoleh penerimaan dan kerjasama masyarakat. Untuk itu mekanisme penyebaran informasi perlu disusun. Sebagai bagian dari rencana induk, Studi merekomendasikan untuk mengembangkan sistem database transportasi dan sistem pemantauan kinerja transportasi.
6.2
LANGKAH SELANJUTNYA YANG PERLU DIAMBIL
Untuk mewujudkan rencana induk transportasi, pertama-tama hal-hal berikut ini harus dilaksanakan dalam jangka pendek.
(1)
Kerangka Hukum dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek
Untuk dapat mewujudkan rencana induk ini dibutuhkan suatu kerangka atau basis hukum yang kuat bagi instansi-instansi pemerintahan terkait. Untuk itu direkomendasikan untuk membuat peraturan perundangan baru, atau setidaknya Keputusan Presiden bagi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.
(2)
Pembentukan Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek
Karena dipandang bahwa pembentukan suatu badan transportasi baru dalam jangka pendek sulit untuk dapat dilakukan, maka sebagai langkah awal perlu dibentuk komisi perencanaan transportasi Jabodetabek untuk mengkaji struktur dan fungsi-fungsi organisasi, pembagian peran di antara lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah ada dan untuk menyiapkan badan yang bertugas melaksanakan komponen rencana induk dalam jangka pendek.
(3)
Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah Daerah di Wilayah Bodetabek
Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah tersebut harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem jaringan transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik masing-masing pemerintah daerah.
(4)
Ketersediaan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi
Bahkan dengan diikutsertakannya partisipasi sektor swasta, beban keuangan yang harus ditanggung oleh sektor masyarakat diperkirakan sejumlah Rp. 80,4 triliun selama 14 tahun periode rencana induk dari tahun 2004 sampai 2020. Diperlukan dana sejumlah Rp. 31,4 triliun sebagai tambahan dari anggaran sektor transportasi saat ini. Perlu dibuat peraturan perundangan yang terkait dengan road pricing, kenaikan pajak BBM dan pajak pembangunan perkotaan untuk mengisi kekurangan dana pembangunan. Selain itu, karena beberapa instansi terkait belum dapat menyetujui konsep “earmarking” dari pajak-pajak yang berhubungan dengan sektor transportasi, maka pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut harus terus dilakukan. Diskusi secara lebih mendalam perlu dilaksanakan di antara lembaga-lembaga terkait sehubungan dengan kemungkinan diterapkannya CDM (Clean Development Mechanism) untuk viii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif mengembangkan sistem transportasi berbasis rel yang memerlukan dana sangat besar.
(5)
Perumusan Kerjasama Publik – Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta
Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk memperkenalkan praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus dilakukan sehubungan dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor swasta, serta insentif yang dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak pembangunan, jaminan dari pemerintah, dan sebagainya).
(6)
Evaluasi Pasca Proyek
Dalam tahap akhir dari studi rencana induk, pengoperasian busway di DKI Jakarta diresmikan pada bulan Januari 2004 dan kebijakan lalu-lintas 3-in-1 diubah menjadi lebih ketat dibandingkan dengan sebelumnya. Suatu studi evaluasi terhadap proyek busway dan kebijakan 3-in-1 tersebut dipandang sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui tanggapan-tanggapan masyarakat serta dampak-dampaknya terhadap sistem lalu-lintas dan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di koridor tersebut. Hasil studi evaluasi tersebut dapat menjadi umpan balik bagi tahap pengembangan proyek berikutnya dan jika dipandang perlu maka rencana-rencana yang ada harus dimodifikasi dan diperbaiki menjadi sistem yang lebih sesuai dan efisien. Proses ini diharapkan dapat mengarah pada kebijakan transportasi yang lebih bisa diterima oleh mayarakat.
ix
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.
PRA-STUDI KELAYAKAN PROYEK
Empat proyek dari Rencana Induk Transportasi SITRAMP telah dipilih untuk pra-studi kelayakan, yaitu : 1) Proyek perluasan Busway dalam jangka pendek, 2) Manajemen Permintaan Lalu Lintas (Transportation Demand Management, TDM) di CBD Jakarta, 3) Double Tracking Kereta Api Jalur Serpong berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu, dan 4) Proyek jalan Outer-Outer Ring Road. Dua proyek pertama, perluasan busway dan TDM, dipilih karena kedua proyek ini diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka pendek guna meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Pra-studi kelayakan untuk dua proyek lainnya, yaitu proyek double tracking Kereta Api Jalur Serpong dan proyek jalan Outer-Outer Ring Road, lebih difokuskan pada mekanisme pelaksanaannya. Pra-studi kelayakan mengkaji aspek-aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan finansial proyek-proyek tersebut. Juga dibahas mengenai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek dan kemungkinan pembagian peran antara sektor publik dan sektor swasta.
7.1
PROYEK PERLUASAN SISTEM BUSWAY
7.1.1 Tujuan dan Latar Belakang Kemajuan yang mencolok dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas belum begitu terlihat di Jabodetabek, meskipun berbagai langkah untuk meningkatkan angkutan umum telah dikaji sejak lama. SITRAMP mengusulkan bahwa promosi angkutan umum adalah kebijakan transportasi yang paling penting. Peningkatan kualitas layanan angkutan umum sangat dibutuhkan untuk mencegah berpindahnya pengguna angkutan umum ke angkutan pribadi. Pembangunan sistem busway akan menjadi pilihan yang layak dan menjanjikan bagi peningkatan angkutan umum jangka pendek. DKI Jakarta telah mulai mengoperasikan sistem busway sejak tanggal 15 Januari 2004 untuk rute Kota Blok M. SITRAMP mengusulkan perluasan sistem busway untuk meningkatkan kemudahan dan kenyamanan penumpang, karena pelayanan angkutan umum harus dibuat dalam bentuk jaringan. Sejalan dengan itu, diusulkan untuk membangun delapan rute busway di seluruh Jabodetabek, yang terintegrasi dengan sistem angkutan kereta api. Empat dari total delapan rute busway telah dipilih sebagai proyek jangka pendek. Pra-Studi Kelayakan ini mengkaji rencana pelaksanaan beserta kelayakan empat rute-busway di DKI Jakarta tersebut, termasuk perpanjangan busway DKI Jakarta hingga Lebak Bulus.
7.1.2 Rute Busway Empat pembangunan busway jangka pendek, tiga diantaranya rute utara-selatan dan satu rute timur-barat adalah sebagai berikut: 1) Perpanjangan jalur busway Kota – Blok M yang sudah ada sampai ke Lebak Bulus (perpanjangan 11.1 km dengan panjang total 21.8 km), 2) Kota – Ragunan (panjang 19.8 km), 3) Kota – Kampung Rambutan (panjang 24.9 km) dan, 4) Pulogadung – Kalideres (panjang 25.9 km) Rute busway yang direncanakan akan saling tersambung pada titik perpindahan utama seperti Kota, Monas dan Senen.
Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek
7.1.3 Permintaan Penumpang Bis Prediksi jumlah penumpang tahun 2007 dan 2010 bervariasi untuk setiap rutenya. Pada tahun 2007 volume penumpang (line loading) maksimal berkisar antara 900 (PB02) sampai 3,800 orang (PB04) untuk satu arah pada jam sibuk. Pada tahun 2010 volume penumpang akan bertambah dan berkisar antara x
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif 4,100 (PB01) sampai 5,600 penumpang (PB04) untuk satu arah pada jam sibuk.
7.1.4 Biaya Proyek Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan, halte bis, mesin tiket dan lampu lalu lintas, mencapai nilai Rp. 1,66 trilyun. Komponen biaya yang mencolok adalah tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya. Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya peningkatan prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya operasi dan pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek.
7.1.5 Pelaksanaan Perluasan dan Pengoperasian Busway Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan segera dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga tahun 2007, empat rute perluasan busway dijadwalkan mulai beroperasi. Diasumsikan bahwa rute Monas – Blok M akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila terdapat cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari Blok M ke Lebak Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT akan selesai terealisasi pada tahun 2020.
7.1.6 Evaluasi Ekonomi Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional.
7.1.7 Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa operator bis dapat saja menanggung seluruh beban biaya investasi kecuali biaya pembebasan tanah. Financial Internal Rate of Return (FIRR) terhitung hampir 40% dan walaupun jika pendapatan turun sebesar 20%, FIRR masih tetap tinggi berkisar 28%. Dengan kata lain, apabila biaya pembangunan prasarana ditanggung pemerintah, maka pemegang konsesi dapat mengembalikan investasinya dari pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian bis. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Sistem Tarif Tarif flat sebesar Rp. 3,300 hingga tahun 2009; Tarif proporsi jarak setelah tahun 2010 (Flag fall: Rp.1.000, dan porsi jarak: Rp.200 /km) Jika pendapatan turun 20%
Tanah dan ganti rugi
○ ○
Beban Biaya Operator Bis Fasilitas Halte bis, Pembelian Bis Prasarana sistem lokasi dan biaya bis operasi bis
FIRR
○ ○
○ ○
○ ○
10.1% 39.4%
○ ○
○ ○
○ ○
4.3% 28.1%
Sumber : SITRAMP
7.1.8 Isu-isu untuk Pengembangan Sistem Busway Lebih Lanjut (1) Pemantauan dan Perbaikan Rencana Perluasan Busway Dengan telah beroperasinya busway TransJakarta rute Blok M - Kota, maka pemantauan terhadap kondisi operasi sistem yang telah berjalan tersebut sangat penting bagi perluasan proyek busway berikutnya. Tinjauan terhadap kinerja sistem, permintaan penumpang serta opini dari pengguna harus dipertimbangkan dalam perencanaan proyek perluasan busway.
(2)
Perlintasan Tak Sebidang pada Persimpangan dan Bundaran
Lokasi-lokasi persimpangan, bundaran dan putaran (U-turn) di sepanjang jalur busway berpotensi menjadi bottleneck bagi pengoperasian busway karena adanya konflik dengan pergerakan lalu lintas umum. Dalam jangka pendek, diusulkan untuk memasang sinyal prioritas bis di tempat-tempat tersebut. Sedangkan dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk membangun perlintasan tak sebidang untuk menjaga kelancaran operasi busway.
xi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.2
SKEMA MANAJEMEN PERMINTAAN LALU LINTAS (TDM) DI CBD
7.2.1 Tujuan dan Latar Belakang Pergerakan dengan kendaraan pribadi akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, naiknya pendapatan nyata rumah tangga dan akibat adanya perpindahan (shift) ke moda angkutan pribadi. Terbatasnya lahan dan mahalnya biaya pembebasan lahan di wilayah pusat DKI Jakarta membuat penambahan kapasitas jaringan jalan dengan cara pembangunan atau pelebaran jalan menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Untuk itu, pemberlakuan pembatasan lalu lintas tidak dapat dihindari merupakan cara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang parah. Skema “3-in-1” yang ada saat ini telah lama diberlakukan di sepanjang koridor Sudirman – Thamrin pada jam sibuk pagi mulai dari jam 6:30 sampai dengan jam 10:00. Belakangan ini DKI Jakarta memperketat pengaturan “3-in-1” tersebut dan menambah jam pemberlakuannya. Dalam pengaturan yang baru, jumlah penumpang selalu harus minimal 3 orang di sepanjang koridor. Dalam pra-studi kelayakan ini dikaji kelayakan penerapan langkah-langkah menajemen permintaan lalu lintas (TDM) lain yang efektif dalam menurunkan kemacetan dan dapat diterima oleh masyarakat seperti road pricing, area pricing, dan cordon pricing. Salah satu aspek dari kebijakan pricing ini sebagai sumber dana untuk pembangunan sistem transportasi berikut besaran pendapatan (revenue) yang dapat diraih juga dibahas.
7.2.2 Wilayah TDM Penyediaan sarana transportasi alternatif untuk pengguna jalan yang “terdorong keluar” oleh TDM sangat penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu alternatif adalah melalui pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem busway termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Sistem busway ini akan dapat berfungsi sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan “terdorong keluar” oleh TDM. Untuk saat ini, hanya ada satu sistem busway yang tersedia dan melayani koridor Blok M – Kota. Bahkan setelah sistem busway kedua yang menghubungkan timur - barat selesai dibangun tahun 2005 nanti, wilayah layanannya masih akan sangat terbatas. Dengan kondisi seperti ini, diusulkan untuk memberlakukan road pricing pada koridor yang telah ditentukan dengan menggunakan sistem pengawasan manual (manual surveillance system). Setelah empat rute busway yang direncanakan dapat direalisasikan pada tahun 2007 dan pelayanan bus pengumpan (feeder bus) tersedia untuk area di dalam wilayah TDM yang tidak terlayani dengan baik oleh busway ataupun kereta api, maka dapat ditentukan wilayah TDM yang mencakup area yang dilingkupi oleh jalur semi-loop kereta api, jalur Serpong, jalur tengah, jalan tol Cawang – Grogol, dan Kebayoran Baru. Lalu lintas kendaraan yang bergerak dari dan menuju wilayah ini diperkirakan akan sangat besar.
Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)
7.2.3 Metoda Pricing Tahap-tahap pelaksanaan yang realistis diusulkan sebagai berikut : •
Sebagai tahap awal (tahun 2005) diterapkan road pricing yang dikombinasikan dengan skema “3-in-1” yang berlaku saat ini
•
Pada tahun 2007 diterapkan area pricing untuk membatasi perjalanan kendaraan di kawasan-kawasan macet.
Dibandingkan dengan cordon pricing, maka konsep area pricing dipandang lebih baik guna membatasi lalu lintas yang bertambah banyak di CBD di masa mendatang. xii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.2.4 Tingkat Pungutan Mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas dan dampak sosial, maka pungutan sebesar Rp. 8.000 dipandang cocok untuk tahap awal guna memperoleh penerimaan yang luas dari masyarakat. Untuk tahun 2010 dapat diterapkan pungutan sebesar Rp 16.000 dengan maksud untuk mengurangi kemacetan lalu intas yang parah di CBD. Untuk tahun 2015 pungutan ditingkatkan menjadi sebesar Rp 20.000 dengan mempertimbangkan dampak sosial, walaupun diperlukan lebih dari Rp. 30.000 untuk mengurangi kemacetan pada tahun 2020 agar minimal sama dengan tingkat saat ini. Tingkat pungutan ini oleh karenanya juga tergantung pada pemantauan di masa mendatang.
7.2.5 Konfigurasi Sistem Pengawasan Atas pertimbangan rasional, langkah-langkah pelaksanaan TDM diusulkan sebagai berikut : •
Metode manual digunakan pada tahap awal karena pertimbangan tingkat fleksibilitasnya dan karena investasi awal serta biaya operasi yang rendah.
•
Metode manual harus diubah menjadi Electronic Road Pricing (ERP) apabila penegakan TDM sudah terbentuk dengan mantap di antara masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan sistem pendaftaran kendaraan elektronik, yang memungkinkan petugas pengawasan untuk melacak pemilik kendaraan berdasarkan plat nomornya guna memungut pricing atau untuk mendenda pelanggaran.
7.2.6 Pertimbangan Ekonomi Biaya modal investasi TDM terhitung sebesar Rp. 693 milyar, yang terdiri atas Rp. 92 milyar untuk Sistem Pengawasan Manual dan Rp. 601 milyar untuk sistem ERP. Biaya operasi dan pemeliharaan kedua sistem tersebut diperkirakan masing-masing sebesar Rp. 87 milyar untuk sistem manual pada jangka pendek dan Rp 88 milyar untuk system ERP pada jangka menengah. Di samping biaya sistem ERP, diperlukan juga biaya pembelian in-vehicle unit sebesar sekitar Rp 1 juta per unit. sebagai promosi dari system, diusulkan untuk mensubsidi 50% dari biaya tersebut. Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan dan penghematan waktu perjalanan sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C ratio) diperkirakan sebesar 7,2 pada tingkat diskonto 12%
7.2.7 Pendapatan dari TDM Terdapat beberapa ketidakpastian yang dapat berdampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat berdasarkan asumsi berikut: •
Untuk perioda tahun 2005-2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas ditetapkan sebesar Rp. 8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp. 16.000 untuk tahun 2010-2014 dan Rp. 20.000 untuk tahun 2015 – 2020;
•
Mengingat faktor-faktor pengurang seperti lalu lintas puncak 6-jam, pengecualian bagi kendaraan dengan 3 penumpang atau lebih, diskon untuk kendaraan yang memasuki TDM area lebih dari satu kali sehari, maka diasumsikan bahwa sekitar 20% bangkitan perjalanan diperkirakan dikenakan pungutan TDM.
Berdasarkan asumsi di atas maka pendapatan diperkirakan masing-masing sebesar Rp 1,4 triliun untuk jangka pendek, Rp. 1,8 triliun untuk jangka menengah, dan Rp 11,9 triliun untuk jangka panjang. Total pendapatan diperkirakan sebesar Rp. 15,1 triliun selama periode Rencana Induk Namun demikian, besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi.
7.2.8 Penyiapan Peraturan Perundang-undangan Dalam hal peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan TDM, perlu ditetapkan kawasan pembatasan berikut waktu pembatasan, tipe kendaraan target, besarnya pungutan, dan sebagainya. Lebih lanjut, aturan tersebut perlu dibuat fleksibel agar isi ketentuannya dapat dimodifikasi di kemudian hari apabila situasi lalu lintas atau pola guna lahan telah berubah. Dalam rangka institusionalisasi TDM, tidak hanya diperlukan penyiapan dokumen untuk penjelasan kepada DPR, tetapi juga perlu sosialisasi kepada masyarakat agar mendapatkan konsensus mengenai pentingnya TDM diterapkan, misalnya melalui dengar pendapat atau penyuluhan.
xiii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.3
DOUBLE TRACKING JALUR SERPONG, PENINGKATAN AKSES DAN PENGEMBANGAN LAHAN TERPADU
7.3.1 Tujuan dan Latar Belakang Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api Serpong. Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan berpenghasilan menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di Jakarta dengan mobil pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak mencukupi sehingga hampir setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke tempat kerja seringkali memakan waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan kereta api eksekutif dari stasiun Serpong dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan permintaan penumpang yang potensial apabila layanan angkutan kereta api yang memadai dapat disediakan. Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efisien. Secara khusus, peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam jangka pendek diusulkan untuk menyediakan operasi langsung timur-barat. Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu.
7.3.2 Rencana Pembangunan Sistem Kereta Api Fasilitas
Penambahan Rel
Stasiun Kereta
Plasa Stasiun
Jalan Akses
Stabling Yard Shortcut Ruas Palmerah–Karet
Deskripsi Pengembangan Kapasitas angkut kereta api perlu ditingkatkan dengan membangun double tracking untuk memenuhi meningkatnya permintaan pada jalur Serpong. Alinemen penambahan rel di Jalur Serpong diletakkan di sebelah timur rel tunggal yang sudah ada, Sebaliknya, alinemen rel tambahan antara Palmerah dan Tanah Abang di letakkan di sebelah barat rel yang sudah ada agar terhubung dengan Jalur Barat di Stasiun Tanah Abang. Struktur dasar stasiun direncanakan sebagai stasiun di atas rel (overtrack) untuk menghadapi masalah penumpang gelap. Empat stasiun baru, Ciater, Bintaro, Pondok Betung dan Limo diusulkan sebagai stasiun di atas rel (overtrack). Namun demikian, Stasiun Jurang Manggu direncanakan sebagai stasiun di permukaan (ground station) karena kondisi lahannya. Sebagai tambahan, diusulkan pembangunan stasiun Rasuna Said pada Jalur Barat untuk mempermudah tranfer dengan Busway PB02 yang diusulkan. Plasa stasiun merupakan fasilitas penting bagi penumpang untuk berpindah dari angkutan moda lain ke angkutan kereta api. Rencana pembangunan plasa stasiun utama yang diusulkan adalah Tanah Abang, Jurang Mangu (Stasiun Baru), Rawabuntu, Sudirman (dulunya Dukuh Atas), dan Rasuna Said (Stasiun Baru) Untuk mendayagunakan efek peningkatan jalur kereta api Serpong, perlu dilakukan pelebaran jalan untuk jalan-jalan utama menuju stasiun kereta api dan pembuatan halte bis, jalan akses ini dibutuhkan apabila plasa stasiun kereta api tidak tersedia. Proyek ini memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun 2020. Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, direncanakan untuk membangun stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi 120 gerbong KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya Untuk memungkinkan pengoperasian langsung KA timur-barat direkomendasikan untuk menyediakan jalur pintas (short-cut) antara stasiun Karet dan Palmerah. Dari sudut keselamatan pengoperasian diusulkan untuk menggunakan Rel Layang.
xiv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.3.3 Prediksi Permintaan Penumpang Proyeksi permintaan penumpang harian kereta api Jalur Serpong pada tahun 2010 bervariasi dari 45.400 penumpang pada ruas Serpong – Rawa Buntu sampai 143.600 penumpang pada ruas Limo - Palmerah. Walaupun disediakan jalur kereta api langsung untuk menghubungkan aksis barat-timur antara Serpong di barat dan Cikarang di timur, namun mayoritas pergerakan penumpang kereta api diperkirakan masih bersifat komuter, yakni perjalanan-perjalanan antara Serpong-CBD dan Bekasi-CBD. Oleh karena itu, segmen antara Stasiun Sudirman dan Stasiun Manggarai (yang terletak kurang lebih di pusat CBD tersebut) diperkirakan akan menjadi ruas yang paling sibuk yang melayani lebih dari 300.000 perjalanan penumpang pada tahun 2020.
7.3.4 Jadwal Pelaksanaan Proyek akan dilaksanakan dalam dua tahap. Proyek double tracking jalur Serpong dan Tanah Abang akan dilaksanakan pada tahap 1, dan Proyek jalur short cut antara Palmerah dan Manggarai direncanakan untuk dilaksanakan pada tahap 2.
Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020
7.3.5 Analisis Ekonomi dan Finansial (1) Estimasi Biaya Proyek terdiri dari tiga paket yaitu double tracking, peningkatan akses, dan pengembangan lahan terpadu. Total biaya investasi diperkirakan sebesar Rp. 4,312 trilyun selama kurun waktu antara 2004 hingga 2020. Biaya untuk pembangunan jalur ganda terhitung 75% dari total biaya.
(2)
Evaluasi Ekonomi
Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,993 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 18,9%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi pelaksanaan proyek ini. Penurunan emisi CO2 juga dianggap sebagai manfaat penting terhadap lingkungan global. Penurunan emisi CO2 dengan adanya proyek ini diperkirakan sebesar 360.000 ton pada tahun 2020 dan nilai ekonomi penurunan CO2 tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 milyar dimana diasumsikan bahwa nilai dari penurunan CO2 adalah US$ 10 per ton.
(3)
Analisis Finansial
Kelayakan finansial proyek Double Tracking Jalur Serpong dievaluasi dari aspek kemampuan PT. KA untuk menanggung beban biaya proyek melalui pendapatan dari tarif penumpang Analisis finansial menunjukkan bahwa PT. KA tidak akan dapat mengelola secara mandiri apabila harus menanggung seluruh beban biaya investasi serta biaya OM yang saat ini diatur dengan mekanisme TAC. Akan lebih rasional bila fasilitas prasarana dasar seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal dan persinyalan ditanggung oleh Pemerintah dan biaya untuk pengadaan rolling stock dan biaya operasi dan pemeliharaan dibebankan melalui pendapatan dari angkutan penumpang dan barang oleh PT. KA.
7.3.6 Integrasi dengan Guna Lahan melalui Pedoman Perencanaan Perkotaan Integrasi antara guna lahan dan pengembangan sistem transportasi adalah sangat penting untuk efisiensi pengembangan sistem transportasi kereta api. Konsep Transit Oriented Development (TOD) harus dipertimbangkan untuk pengembangan sistem kereta api. Hal ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan
xv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api. Dalam rencana guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10 menit berjalan kaki atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun
7.3.7 Mekanisme Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalur Serpong Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan sepenuhnya dari peningkatan layanan angkutan tersebut. Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem transportasi kereta api, salah satu caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang real-estate di sepanjang koridor kereta api. Namun PT. KA tidak memiliki tenaga yang menguasai bisnis di bidang real-estate. Mungkin yang lebih realistis adalah dengan mengusulkan agar PT. KA mencari dukungan dana dari developer real-estate swasta (kerja sama swasta-pemerintah) atau dengan bekerja sama dengan Perumnas.
7.4
PROYEK JALAN OUTER-OUTER RING ROAD (JORR-2)
7.4.1 Tujuan dan Latar Belakang Proyek ini dimaksudkan tidak hanya untuk memenuhi permintaan lalu lintas wilayah Jabodetabek di masa depan namun juga untuk mendorong pengembangan sub-center sebagaimana diusulkan dalam SITRAMP sebagai struktur wilayah yang diinginkan di Jabodetabek. Proyek jalan ini membentang sepanjang 110 km dengan melibatkan beberapa pemerintah daerah di Bodetabek. Volume lalu lintas bervariasi dari ruas ke ruas. Kondisi ini memunculkan berbagai alternatif metode pelaksanaan, misalnya yang terkait dengan skema partisipasi sektor swasta, investasi publik dan kombinasi dengan pengembangan wilayah di sekitar jalan. Pra-Studi Kelayakan ini menyoroti hal-hal tersebut terutama tidak dari aspek teknis namun dari sudut pandang skema pelaksanaan yang mungkin dapat ditempuh
Rute OORR
7.4.2 Rute
Rute proyek jalan ini menghubungkan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kota Bekasi yang berfungsi sebagai sub-center di wilayah Jabodetabek.
7.4.3 Biaya Proyek Total biaya proyek OORR diperkirakan mencapai Rp. 7,056 trilyun, dengan biaya pembebasan lahan sebesar Rp. 2,06 trilyun. Besarnya biaya proyek ini berbeda-beda untuk setiap ruasnya, harga lahan yang paling mahal berada di ruas antara jalan Tol Serpong dan jalan Tol Jagorawi, karena lahan di sepanjang ruas tersebut telah berkembang dan banyak kompleks perumahan. Sementara itu ruas antara jalan Tol Cikampek dan JORR bagian Timur yang memiliki biaya konstruksi yang tinggi akibat kondisi tanah yang kurang baik.
7.4.4 Prediksi Lalu Lintas Ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi menunjukkan volume sekitar 40.000 hingga 50.000 pcu per hari. Di lain pihak, ruas antara Jalan Tol Cikampek dan JORR bagian timur memiliki volume lalu lintas yang kecil; sekitar 8.000 pcu per hari. Kebutuhan lalu lintas antara jalan Tol Serpong dan jalan Tol Cikampek akan meningkat sekitar 4.000 pcu bila pengembangan wilayah terwujud dengan adanya pengembangan jalan tol.
xvi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.4.5 Evaluasi Ekonomi Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) menunjukkan bahwa Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 595 milyar dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 16,3%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi pelaksanaan proyek ini
7.4.6 Ruas Tol Yang Memungkinkan Berdasarkan arah pengembangan wilayah, karakteristik lalu lintas dan kelayakan finansial sebagai jalan tol, maka analisa terhadap alternatif ruas tol mengindikasikan hal-hal berikut: •
Sulit untuk membangun seluruh ruas OORR (antara tol Cengkareng hingga JORR seksi E) sebagai jalan tol, mengingat resiko seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di masa mendatang.
•
Walaupun ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi potensial bagi bisnis jalan tol dari sudut pandang kelayakan finansial, hal ini tidak akan memenuhi pencapaian skenario pengembangan sub-center di Jabodetabek.
•
Ruas antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek memiliki beberapa kesulitan untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol karena volume lalu lintas yang relatif rendah. Beberapa kemungkinan masih tetap ada, misalnya bila diterapkan sistem pool pendapatan tol bersama-sama dengan ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Jagorawi. Di samping itu diusulkan juga untuk melakukan integrasi dengan pengembangan kawasan di lokasi-lokasi yang dilalui jalan tol.
•
Mengingat resiko di masa datang dan karakteristik lalu lintas, maka lebih baik untuk membangun ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai bagian dari OORR.
•
Karena sulit untuk membangun ruas Jalan Tol Cikampek – JORR seksi E sebagai jalan tol, maka untuk sementara waktu, permintaan lalu lintas dilayani dulu oleh jalan-jalan arteri non-tol yang ada maupun yang telah direncanakan atau cara lain dengan membangun ruas ini sebagai sebagai “jalan raya mobilitas tinggi” dengan kontrol akses penuh/sebagian; dengan tarif rendah hanya untuk menutup biaya pemeliharaan.
7.4.7 Integrasi dengan Pengembangan Kawasan Untuk segmen OORR antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek, terdapat dua isu kunci untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol, yaitu tersedianya lahan untuk jalan tol dan tambahan lalu lintas. Solusi yang memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengembangan kawasan berskala besar yang diintegrasikan dengan pembangunan OORR. Kondisi tersebut diharapkan dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut •
Jabodetabek di bagian barat memiliki kompleks-kompleks perumahan berskala besar seperti Bintaro Jaya dan BSD. Sementara bagian timur Jabodetabek memiliki kompleks-kompleks industri dan beberapa kompleks perumahan dalam ukuran sedang. Maka perlu untuk medorong pembangunan kawasan skala besar untuk mendorong pengembangan Koridor Timur-Barat.
•
Integrasi dengan pembangunan kawasan dapat mendorong penambahan lalu lintas hingga sekitar 16.400 pcu pada ruas tersebut. Hal ini memberi sumbangan yang besar pada peningkatan kelayakan finansial jalan tol dan juga untuk mengatasi permasalahan membangun ruas OORR antara jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai jalan tol.
•
Menurut peraturan saat ini, biaya pembebasan tanah untuk jalan tol ditanggung oleh Kimpraswil. Namun demikian, tampaknya sulit untuk membebankan biaya pembebasan tanah ini dalam APBN di era desentralisasi saat ini. Di sisi lain, pemerintah daerah juga menghadapi kesulitan finansial. Dalam kondisi demikian, tampaknya tak dapat dielakkan bagi investor swasta untuk menanggung biaya pembebasan tanah. Tak diragukan lagi, hal ini akan mengurangi tingkat kelayakan finansial proyek. Oleh karena itu, integrasi antara pembangunan jalan tol dan pengembangan kawasan dapat sangat mengurangi permasalahan tersebut dan juga dapat menjamin tersedianya “Daerah Milik Jalan” untuk jalan tol.
xvii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.4.8 Isu-isu mengenai Pelaksanaan Isu-isu dalam pelaksanakan proyek dirangkum sebagai berikut:
(1) Manajemen Proyek Apabila ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek (sekitar 80 km) akan dibangun sebagai jalan tol, maka hal ini merupakan problematika tersendiri bagi pemerintah daerah terkait dalam menjalankan langkah/prosedur yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan OORR sebagai jalan tol. Sejauh ini seluruh pemerintah daerah yang terkait belum memiliki pengalaman yang memadai dalam menangani proyek jalan tol dalam skala sebesar itu. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ (Otorita Transportasi Jabodetabek) mengelola proyek tersebut seperti diusulkan dalam Master Plan.
Prasyarat untuk Kelayakan
(2)
Walaupun kenaikan tarif tol baru saja terlaksana, namun tarif tol di Indonesia sudah sejak lama berada pada tingkat yang rendah dan selalu diperlukan ijin pemerintah untuk menaikkan tarif tol. Jalan tol pada prinsipnya dibiayai dengan pendapatan tol. Penentuan tarif tol awal yang masih menguntungkan pengguna dan mekanisme kenaikan tarif tol di masa depan sesuai pertumbuhan nyata PDB per kapita menjadi prasyarat untuk mewujudkan bisnis jalan tol.
Integrasi dengan Pengembangan Kawasan
(3)
Integrasi antara pembangunan jalan tol dengan pengembangan kawasan juga tidak mudah. Dalam pelaksanaannya hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan : •
Rencana tata ruang lokal perlu menentukan prinsip-prinsip perencanaan dan batas-batas proyek pengembangan kawasan. Hal ini akan mencegah pengembangan kawasan yang tidak terkendali.
•
Apabila dimungkinkan, lebih baik bila satu investor saja yang melaksanakan proyek pembangunan kawasan. Apabila terdapat beberapa investor yang berpartisipasi dalam proyek, maka semua investor hendaknya ikut menanggung biaya lahan untuk jalan tol, walaupun kawasannya tersebut berdekatan atau jauh dari JORR-2.
•
Dapat diperkirakan bahwa spekulasi tanah mungkin terjadi sehubungan dengan pengembangan kawasan. Dalam hal jual-beli tanah di kawasan yang telah ditunjuk pada rencana tata ruang lokal, maka sangat diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengontrol harga tanah agar tidak melonjak naik dengan menerapkan peraturan untuk mendapatkan ijin jual-beli tanah.
•
Karena diperlukan pembangunan kawasan berskala besar, maka guna lahan perlu diarahkan agar dapat menyediakan kesempatan kerja sehingga dapat berfungsi sebagai sub-center.
•
Selain itu, dibutuhkan juga pembangunan beberapa fasilitas angkutan umum seperti perluasan busway dari Bekasi melalui Jl. Siliwangi, atau jalur kereta api baru untuk menghubungkan Jalur Kereta Api Bekasi ke kawasan yang dibangun di sekitar OORR.
xviii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1.
Pendahuluan
Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya (Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota Bekasi). Total Produk Domestik Regional Bruto Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351 triliun atau 22% dari Produk Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis merupakan wilayah yang paling penting di Indonesia. Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an, program jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai sekarang dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia. Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian, kondisi sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang baik ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para investor. Oleh karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan menjadi hal yang sangat mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini. Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah Jabodetabek dan diperkirakan akan akan semakin memburuk apabila tidak dilakukan perbaikan. Saat ini kerugian ekonomi tiap tahun yang disebabkan oleh kemacetan lalu lintas di Jabodetabek mencapai Rp. 3 triliun untuk biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu perjalanan. Lebih lanjut, apabila tidak dilakukan peningkatan hingga tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi di mana sistem transportasi dibangun sesuai usulan Rencana Induk, akumulasi kerugian ekonomi akan mencapai hampir Rp.65 triliun (nilai present value dengan diskonto 12 persen), yang terdiri dari Rp 28,1 triliun untuk tambahan biaya operasi kendaraan dan Rp 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang lebih lama. Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh krisis ekonomi, namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali meningkat. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi dalam beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat. Apabila semakin banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi lalu lintas akan bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini. Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek pembangunan prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah mengingat sulitnya situasi finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan dana yang diperlukan untuk biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu dipikirkan pula cara yang terbaik untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang masih tersedia. Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas serta mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi dan pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun ke depan beserta langkah-langkah kebijakan transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi tersebut. Sebagian besar proyek/program tersebut membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder yang terkait dengan sektor transportasi termasuk masyarakat luas.
-1-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
2.
Isu-isu Transportasi
2 .1
Permasalahan dalam Konteks Pengembangan Wilayah
2.1.1
Konsentrasi ke Jakarta
Pengembangan pusat-pusat perkotaan di Bodetabek telah sejak lama diusulkan. Meski jumlah penduduk di Kota-Kota dan Kabupaten-Kabupaten meningkat dengan cepat, fungsi pusat-pusat perkotaan masih terbatas pada melayani penduduk di sekitarnya. Pusat-pusat perkotaan tersebut belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan atau layanan perkotaan yang memadai. Setiap harinya sekitar 700.000 orang melakukan perjalanan dari Bodetabek ke Jakarta. Bila kecenderungan yang mengandalkan Jakarta terus berlanjut, ditambah lagi dengan meningkatnya penggunaan mobil pribadi, maka pembangunan jalan tidak akan mampu mengejar peningkatan permintaan lalu lintas.
2.1.2
Gambar 2.1 Peningkatan Perjalanan Commuter ke Jakarta dari Daerah Sekitarnya : 1985-2002
Akses yang Kurang Memadai ke Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan Tanjung Priok adalah pintu gerbang internasional bagi kegiatan impor dan ekspor kebutuhan komoditas. Saat ini akses ke pelabuhan membutuhkan waktu yang lama karena kemacetan lalu lintas. Kelambatan tersebut mengakibatkan menurunnya daya saing produk di pasar internasional dan memperburuk pertumbuhan ekonomi daerah ini.
2.1.3
Kurangnya Rute Alternatif ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan pintu gerbang utama bagi para penumpang bisnis dan wisatawan dari/ke wilayah Jabodetabek maupun wilayah lain di Indonesia. Pada beberapa kesempatan akses ke jalan tol ke bandar udara sering terputus karena banjir dan menimbulkan kesulitan untuk mencapai bandar udara karena kurang tersedianya rute alternatif yang memadai.
2 .2
Permasalahan dalam Konteks Transpsortasi Perkotaan
Berkembangnya kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan perjalanan di Jabodetabek menimbulkan berbagai macam permasalahan transportasi perkotaan.
2.2.1
Kemacetan Lalu Lintas dan Struktur Perkotaan
Konsentrasi permintaan perjalanan di wilayah Central Business District (CBD) menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah dan membuat angkutan bis serta kereta api menjadi penuh sesak, karena sebagian besar tarikan perjalanan “ke tempat kerja” terkonsentrasi di kawasan pusat di dalam jalur lingkar KA Jabotabek, kawasan segitiga emas yang baru berkembang “Sudirman-Kuningan” dan kawasan sepanjang jalan tol Cawang – Grogol – Pluit.
-2-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 2.2 Lokasi Fasilitas Komersial dan Bisnis
2.2.2
Gambar 2.3 Kepadatan Perjalanan Mobil
Kemacetan Lalu Lintas Lokal
Banyak lokasi di Jabodetabek yang mengalami kemacetan lalu lintas hampir setiap hari. Beberapa akar penyebab kemacetan antara lain: (a) Lebar jalan yang tidak konsisten (b) Persimpangan : cycle length yang panjang, desain kanalisasi yang buruk, dsb. (c) Pemakai ruang jalan secara ilegal dan penggunaan jalan yang tidak semestinya. (d) Faktor lain: putaran, perlintasan KA sebidang, pertemuan arus kendaraan, perkerasan rusak, dan sebagainya.
2.2.3
Photo 2.1 Penyebab Kemacetan Lalin Lokal
Lambatnya Pembangunan Jalan Dibanding Peningkatan Permintaan Lalu Lintas
Jaringan jalan di Jakarta memiliki beberapa jalan arteri yang cukup lebar namun hanya didukung oleh jalan-jalan kolektor, yang menghubungkan jalan arteri dan jalan lokal dalam jumlah terbatas, sehingga hirarki jaringan jalan tidak tersusun secara baik. Sebaliknya, jaringan jalan di Bodetabek tidak terbangun sebaik DKI Jakarta. Meski struktur perkotaan Jabodetabek berubah secara cepat dan dinamis, namun jaringan jalan yang melayani Jakarta dan daerah sekitarnya belum diperluas sesuai dengan pertumbuhan pengembangan perkotaan tersebut.
Gambar 2.4 Jaringan Jalan Tahun 2002 -3-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
2.2.4
Upaya Manajemen Permintaan Lalu Lintas yang Kurang Efektif
Skema “3-in-1” tampaknya cukup efektif dalam mengurangi jumlah kendaraan yang memasuki zona pembatasan lalu lintas dan membuat arus lalu lintas lancar selama waktu pembatasan. Beberapa kekurangan, diantaranya: 1) Permintaan lalu lintas pada jalan paralel meningkat selama jam-jam pembatasan, 2) Adanya penggunaan “jockey” menurunkan efektivitas kebijakan pembatasan lalu lintas ini, 3) Tidak ada pendapatan yang dapat dikumpulkan, sementara di lain pihak perlu dikeluarkan biaya bagi polisi lalu lintas untuk menegakkan peraturan.
Photo 2.2 Rambu 3 in 1
Skema “3-in-1” dapat diubah menjadi kebijakan skema road pricing dengan tujuan untuk mengumpulkan sebagian dana yang diperlukan guna membangun prasarana transportasi.
2.2.5
Angkutan Umum yang Memburuk
KA Jabotabek dengan jaringan rel sepanjang 160 kilometer mengangkut sekitar 400 ribu penumpang per hari. Tingkat layanan angkutan kereta api masih rendah, ditandai dengan rendahnya kapasitas angkut, kurangnya frekuensi perjalanan, keterlambatan kedatangan dan keberangkatan, banyaknya gerbong yang rusak dan tidak nyaman, kurangnya fasilitas stasiun maupun stasiun plaza, serta kondisi jalan akses ke yang kurang baik. Bis memiliki peran penting dalam sistem angkutan umum di Jabodetabek. Sayangnya, tingkat layanan angkutan bis saat ini juga rendah. Tidak tepat waktu, Photo 2.3 Penumpang KA yang Berjubel operasional bis yang tidak sesuai rute, waktu menunggu yang lama, rasa kurang aman di dalam bis, kondisi bis yang tidak bersih – hal-hal semacam ini hanyalah sebagian contoh dari rendahnya layanan angkutan bis. Masalah lain di sektor angkutan umum adalah fasilitas antar moda yang kurang efektif. Hanya sedikit stasiun kereta api yang memiliki plaza stasiun dan fasilitas “park and ride”, sedangkan terminal bis selalu dipadati oleh kendaraan bis yang jumlahnya melebihi kapasitas tampungnya. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya perencanaan angkutan umum yang efektif serta kurangnya monitoring dalam pengoperasian.
2.2.6
Menurunnya Kualitas Lingkungan
Jabodetabek tergolong sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dan hal ini telah menjadi isu kronis yang mengancam kesehatan penduduk kota. Tingginya konsentrasi PM10 di tepi jalan sebagaimana dipantau oleh SITRAMP menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi sumber utama polusi di lapisan bawah pada kawasan yang berdekatan dengan jalan-jalan yang sangat macet. Menurut estimasi yang dibuat Tim Studi, dampak kesehatan dari PM10 in Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada tahun 2002. Parahnya masalah polusi kebisingan ini ditunjukkan oleh fakta bahwa semua tingkat kebisingan yang dipantau pada siang hari berada jauh di atas ambang. Khususnya bis-bis dan truk-truk kelas berat di Jabodetabek kebanyakan merusak, yang berjalan dengan membunyikan klakson dengan nyaring.
-4-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
2.2.7
Kecelakaan Lalu Lintas dan Kecelakaan KA
Jumlah korban kecelakaan lalu lintas telah menurun cukup signifikan sampai sepertiga dalam tahun-tahun terakhir ini, namun jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas belum berkurang. Tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan tol juga berangsur-angsur menurun tetapi tingkat kematiannya masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Angkutan KA umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda angkutan jalan raya, akan tetapi asumsi ini tidak berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, telah terjadi kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan yang parah.
2.2.8
Kurangnya Lampu Lalu Lintas
Lampu lalu lintas amat berguna bagi pejalan kaki untuk dapat menyeberang jalan dengan aman. Namun demikian, di DKI Jakarta jumlah persimpangan yang dilengkapi lampu lalu lintas hanya sekitar 42 persen dari seluruh persimpangan jalan yang ada; suatu jumlah yang relatif rendah untuk wilayah perkotaan. Kondisi di Bodetabek lebih buruk lagi, di mana hanya 21 persen saja yang dilengkapi lampu lalu lintas.
2.2.9
Rendahnya Aksesibilitas bagi Rumah Tangga Kurang Mampu
Bagi masyarakat kurang mampu, kurangnya akses yang dapat terjangkau akan memperkecil kesempatan mereka untuk memanfaatkan peluang ekonomi dan layanan sosial yang tersedia. Masalah aksesibilitas bagi masyarakat kurang mampu di perkotaan timbul karena kurangnya pendapatan rumah tangga untuk membayar ongkos angkutan. Keterisolasian adalah karakteristik utama kemiskinan, yang menyebabkan mereka menjadi terputus dari berbagai fasilitas, layanan, pasokan, jaringan maupun partisipasi dalam kehidupan sosial politik yang lebih luas. Tabel 2.1 Biaya Transportasi dalam Pengeluaran Rumah Tangga Kelompok Pengeluaran Rendah Menengah Tinggi Sumber:
Biaya Angkutan Umum Rp % dari (a) total 91.078 14,2% 189.265 13,7% 367.368 10,9%
Biaya Kendaraan Rp % dari (b) total 19.995 3,1% 89.582 6,5% 271.750 8,1%
Total Biaya Transport Rp % dari total (c) = (a) + (b) pengeluaran 111.073 17,3% 278.847 20,1% 639.118 19,0%
Survey sosial SITRAMP, 2002
Dengan sekitar 20 persen pengeluaran rumah tangga digunakan untuk transportasi, maka para pekerja berpenghasilan rendah terpaksa harus tinggal relatif dekat dengan tempat kerjanya, yakni pada umumnya di dekat CBD. Dengan begitu mereka hanya dapat menjangkau perumahan di daerah padat penduduk di DKI Jakarta dengan luas rata-rata hanya 35 meter persegi.
Masyarakat Berpenghasilan Menengah
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Gambar 2.5 Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD -5-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
2.2.10 Bis Menolak Mengangkut Pelajar 2.2.11 Bis Menolak Mengangkut Pelajar Para awak bis seringkali menolak untuk mengangkut pelajar karena ongkos yang mereka bayar lebih rendah dari penumpang biasa. Perlakuan kurang adil ini salah satunya disebabkan oleh penerapan sistem “setoran”, dimana awak bis harus mengumpulkan pendapatan yang cukup untuk menutup biaya sewa bis, biaya bahan bakar dan biaya operasional lainnya.
2.2.12 Kurangnya Fasilitas Transportasi bagi Penyandang Keterbatasan Fisik Tampaknya tidak banyak perhatian diberikan terhadap penyediaan fasilitas transportasi bagi anggota masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik seperti orang-orang tua dan penyandang cacat. Hampir semua stasiun kereta api tidak menyediakan elevator atau eskalator, sedangkan trotoar menuju halte bis kebanyakan rusak, sehingga mereka menemui kesulitan untuk menggunakan angkutan umum.
2.2.13 Kelemahan dalam Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek Diperlukan perhatian khusus tentang Photo 2.4 Kondisi Trotoar yang Rusak permasalahan yang terkait dengan perencanaan dan implementasi proyek, antara lain: • Kurangnya koordinasi antara proses perencanaan dan penyediaan dana pembangunan di antara instansi terkait, • Kurang efektifnya koordinasi perencanaan di antara sub-sektor transportasi yang berbeda, • Kurang efektifnya koordinasi perencanaan antara pemerintah pusat dan daerah, dan • Lemahnya koordinasi perencanaan antara sektor transportasi dan sektor pembangunan lainnya, seperti pengembangan perumahan dan pengembangan sistem kereta api. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sangat diperlukan adanya suatu institutsi yang mempunyai kewenangan yang kuat bagi otorisasi perencanaan tingkat Jabodetabek yang meliputi berbagai pemerintah daerah, dengan didukung oleh staf teknis dan dana yang mencukupi.
-6-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
3.
Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang
3 .1
Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang
“Jabodetabekpunjur 2018” merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan panduan pokok pengembangan wilayah termasuk pengembangan sistem transpsortasi. Pokok-pokok rencananya: 1) mengarahkan penyebaran penduduk di wilayah Bodetabek, 2) membatasi pengembangan di daerah tangkapan air di bagian selatan khususnya di Bogor, 3) mendorong pengembangan pada arah linier sepanjang poros Timur-Barat (BekasiTangerang), dan 4) memprioritaskan pengembangan sektor keuangan, perdagangan dan pariwisata di Jakarta. Gambar 3.1 Zona Pengembangan di Jabodetabekpunjur 2018
Pertumbuhan Permintaan Transportasi di Jabodetabek
3 .2
Sejalan dengan antisipasi pertumbuhan penduduk dan kepemilikan kendaraan dalam dua puluh tahun mendatang, total perjalanan diperkirakan akan tumbuh secara lebih cepat. Total perjalanan yang akan dilakukan di Jabodetabek pada tahun 2020 akan meningkat 40 persen dibanding tahun 2002. Saat ini, andil moda angkutan umum sekitar 60% (di luar kendaraan tak bermotor). Bila tidak diambil tindakan yang tepat, andil angkutan umum khususnya bis akan turun menjadi kurang dari separuh total andil moda angkutan bermotor karena tingkat layanannya yang rendah. Di lain pihak, andil moda angkutan pribadi yang mobilitasnya lebih nyaman akan meningkat dengan cepat. Jabodetabek Population Projection
000 per sons
60
35000
Trips/day (million)
25000
UI Demography Projection
20000
JMDP Projection 15000
50.4
50
JMDPR Projection
30000
Census Population
45.2
40 36.7
26.0 23.3
Bodetabek
30
Other DKI
17.2
CBD
20
10000
10
12.9
16.3
17.9
5000
0 0 1971
1975
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
4.2
5.6
6.5
2002
2010
2020
YEAR
Gambar 3.2 Proyeksi Populasi
Gambar 3.3 Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan
-7-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
3 .3
Antisipasi Memburuknya Kinerja Sistem Transportasi
Skenario “Do Nothing” mengindikasikan bahwa kinerja sistem transportasi akan sangat memburuk di masa datang bila tidak dilakukan investasi dalam waktu 20 tahun ke depan. Rata-rata kecepatan perjalanan di seluruh wilayah Jabodetabek akan turun dari 34,8 km per jam pada tahun 2002 menjadi 24,6 km per jam pada tahun 2020. Panjang jalan arteri yang padat di mana rasio Volume/Kapasitas (V/C) melebihi 1,0 akan naik menjadi 1.006 km, atau sekitar 57% dari total panjang jalan arteri di daerah perkotaan. Kemacetan lalu lintas yang parah diantisipasi akan terjadi pada jalan-jalan radial utama yang terhubung dengan wilayah pusat DKI Jakarta, yang menunjukkan bahwa tambahan sistem angkutan radial sangat diperlukan untuk mengakomodasi permintaan perjalanan. Di samping itu untuk mengantisipasi kemacetan lalu lintas di wilayah pusat bisnis (CBD) diperlukan penerapan langkah-langkah pembatasan lalu lintas untuk mendorong pengguna moda angkutan pribadi agar beralih menggunakan moda angkutan umum.
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2002
Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2020 : Skenario “Do Nothing”
-8-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
4.
Asas-asas Rencana Induk Transportasi Jabodetabek
4 .1
Sasaran Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan
Melalui analisis tentang permasalahan transportasi perkotaan saat ini di wilayah Jabodetabek, telah diidentifikasi empat prinsip pengembangan sistem transposrtasi.
4.1.1
Efisiensi dalam Sistem Transportasi untuk Mendukung Kegiatan Ekonomi
Pengurangan kemacetan lalu lintas dapat ditempuh melalui tiga cara berikut ini: 1) dengan meningkatkan kapasitas jalan melalui pembangunan dan peningkatan jaringan jalan; 2) dengan mengoptimalkan penggunaan kapasitas jalan yang ada dengan menggunakan sistem kontrol lalu lintas dan penyediaan informasi lalu lintas; dan 3) dengan mengurangi permintaan lalu lintas kendaraan yang berlebihan melalui manajemen transportasi dan mengalihkan pengguna moda angkutan pribadi ke moda angkutan umum. Bersamaan dengan itu, upaya peningkatan penggunaan angkutan umum harus mendapatkan perhatian karena sistem angkutan masal memiliki kelebihan dibanding moda angkutan pribadi dalam hal biaya perjalanan dan penggunaan ruang yang lebih sedikit.
4.1.2
Prinsip Keadilan dalam Transportasi bagi Seluruh Anggota Masyarakat
Guna memastikan keadilan dalam mobilitas penduduk, paling tidak harus disediakan layanan angkutan pada tingkat minimum tertentu bagi semua anggota masyarakat. Peran angkutan umum sangat penting dalam menyediakan sarana angkutan yang dapat dijangkau masyarakat berpenghasilan rendah agar mereka dapat mengakses berbagai layanan sosial. Di samping itu, perlu juga dibangun fasilitas transportasi untuk penyandang keterbatasan fisik (rancangan universal).
4.1.3
Peningkatan Kualitas Lingkungan Berkaitan dengan Transportasi
Polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor perlu diikurangi melalui kontrol emisi gas buang dari mobil, meningkatkan angkutan umum dan pengendalian permintaan lalu lintas, khususnya di kawasan rawan kemacetan. Langkah-langkah untuk mengurangi PM10 harus menjadi fokus utama. Kebisingan di tepi jalan dan kawasan permukiman yang disurvei menunjukkan tingkat pencemaran tinggi yang tak bisa diterima kecuali pada malam hari. Pencemaran kebisingan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor juga harus menjadi perhatian melalui pemeliharaan kendaraan secara tepat dan berkala serta dengan perbaikan perilaku pengemudi.
4.1.4
Keselamatan dan Keamanan Transportasi
Karena kehidupan sangat berharga dan kematian serta luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas akan menyebabkan kesedihan bagi anggota keluarga dan teman, maka keselamatan lalu lintas harus ditingkatkan dan jumlah korban kecelakaan harus diperkecil melalui penegakan hukum dan peraturan, penyuluhan secara intensif, pendidikan dan pelatihan bagi pengemudi serta kepada masyarakat umum. Peningkatan fasilitas lalu lintas melalui desain rekayasa dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan kecelakaan lalu lintas. Hasil Survei Kunjungan Rumah Tangga SITRAMP menunjukkan bahwa masyarakat saat ini amat prihatin terhadap keamanan penggunaan angkutan umum. Perasaan tidak aman di stasiun-stasiun kereta api dan halte- halte bis maupun di dalam kendaraan angkutan umum harus ditingkatkan lebih dahulu.
-9-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
4 .2
Kebijakan Transportasi Perkotaan
Untuk mencapai empat prinsip pengembangan sistem transportasi perkotaan, kebijakan transportasi berikut ini sangat penting bagi wilayah Jabodetabek: Kebijakan 1: Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas Kebijakan 3: Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas Kebijakan 4: Menurunkan Kecelakaan Lalu Lintas dan Meningkatkan Keamanan Keempat kebijakan transportasi tersebut saling berkaitan satu sama lain. Promosi peningkatan penggunaan angkutan umum merupakan langkah pokok untuk mengurangi ketergantungan pada moda angkutan pribadi. Namun demikian, peningkatan layanan angkutan umum semata tidak akan mampu mendorong masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan moda angkutan pribadi untuk beralih pada moda angkutan umum. Langkah-langkah kebijakan pembatasan lalu lintas akan dapat meningkatkan penggunaan angkutan umum dengan syarat telah tersedia layanan angkutan umum yang baik dan memadai. Di samping itu, peningkatan keamanan pada angkutan umum akan dapat juga meningkatkan kenaikan penggunaan angkutan umum karena masyarakat saat ini sangat prihatin terhadap ketidakamanan di dalam kendaraan umum dan memberikan kontribusi untuk beralih dari moda angkutan pribadi ke moda angkutan umum. Penurunan penggunaan kendaraan mobil juga dapat menyebabkan penurunan pencemaran udara dan kebisingan lalu lintas yang disebabkan oleh mobil dan sepeda motor. Di lain pihak, peningkatan kualitas layanan angkutan umum melalui reformasi sistem operasi bis akan dapat meningkatkan keselamatan transportasi karena para awak bis akan mengoperasikan kendaraannya secara lebih aman.
4 .3
Strategi Pengembangan Sistem Transportasi Utama Regional
Suatu sistem transportasi utama harus dibangun dalam konteks pengembangan wilayah. Rencana pembangunan wilayah menuntut dukungan sistem transportasi guna memformulasikan struktur wilayah yang diinginkan dan mendukung arah pengembangan wilayah.
4.3.1
Mendukung Permintaan Angkutan Penumpang dan Barang Antar Daerah
Jaringan transportasi primer yang melayani pergerakan komoditas antar wilayah harus ditingkatkan agar dapat melayani meningkatnya permintaan dan untuk memperbaiki akses ke fasilitas-fasilitas penting seperti pusat primer, pelabuhan Tanjung Priok, bandar udara Soekarno-Hatta dan kawasan industri. Untuk melayani perjalanan penumpang antar wilayah, akses ke bandara, terminal bis antar kota dan stasiun kereta api utama juga harus ditingkatkan. Perbaikan akses ke pelabuhan Tanjung Priok sejalan dengan rencana pengembangan pelabuhan tersebut adalah hal yang mendesak guna mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan. Di samping itu akses yang handal ke bandara Soekarno-Hatta juga harus disediakan dengan meningkatkan kapasitas jalan tol Sediyatmo, membangun JORR seksi W-1 dan W-2, serta membangun ruas timur jalan Outer-Outer Ring Road.
4.3.2
Memandu Pengembangan Perkotaan pada Poros Timur-Barat
Guna mendukung kebijakan pengembangan perkotaan Jabodetabek pada poros timur-barat, maka pengembangan sistem transportasi harus dimanfaatkan sebagai alat untuk memandu struktur perkotaan menuju arah yang diinginkan. Perhatian khusus harus diberikan pada arah timur-barat untuk mendorong pengembangan perkotaan di wilayah yang dipilih.
4.3.3
Perkuatan Aksesibilitas antara Pusat-pusat Perkotaan di Jabodetabek
Pengembangan pusat-pusat perkotaan di Bodetabek harus dianggap sebagai langkah jangka panjang guna mengurangi arus commuter dari Bodetabek ke Jakarta. Aksesibilitas di antara pusat-pusat perkotaan harus ditingkatkan untuk mencapai pengembangan pusat-pusat perkotaan yang berkesinambungan di Bodetabek dengan memperkuat saling interaksi antar pusat-pusat tersebut. Aksesibilitas ke/dari Jakarta juga harus diperkuat untuk mendukung kegiatan sosial dan ekonomi di pusat-pusat perkotaan di Bodetabek.
- 10 -
Gambar 4.1 Rencana Induk SITRAMP Tahun 2020
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 11 -
Gambar 4.2 Keterpaduan antara Sistem Transportasi dan Tata Guna Lahan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 12 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 4.3 Proyeksi Permintaan Lalu Lintas Harian (pcu) 2020
Gambar 4.4 Perkiraan Volume Penumpang Harian Tahun 2020
- 13 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
4 .4
Sasaran Kinerja Rencana Induk
Target-target spesifik sangat diperlukan untuk dapat mengarahkan pelaksanaan program-program yang diusulkan dalam rencana induk transpsortasi dan untuk memantau kemajuan pelaksanaan program. Untuk memenuhi target tersebut perlu dilaksanakan berbagai langkah kebijakan sebagaimana diusulkan dalam rencana induk, misalnya peningkatan sistem angkutan umum dan dan penerapan manajemen permintaan lalu lintas. Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum Ukuran Kinerja Waktu Perjalanan - Rata-rata waktu perjalanan penumpang angkutan umum Aksesibilitas - Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter dari stasiun kereta api - Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter dari halte bis Kenyamanan - Rata-rata jumlah perpindahan Biaya - (Biaya rata-rata tiap perjalanan dengan angkutan umum) / (Rata-rata pendapatan per kapita) Tahun 2002 = 100
Kondisi Th. 2002
Target Th. 2010
Target Th. 2020
58 menit
55 menit
50 menit
0.6 juta
1,0 juta
1,2 juta
-
1,2 juta
1,2 juta
0.98 kali
1 kali
1 kali
100
139
83
Kondisi Th. 2002
Target Th. 2010
Target Th. 2020
34.5
33
30
1584
1650
1700
201
200
200
Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas Ukuran Kinerja Wilayah Jabodetabek - Kecepatan rata-rata (km/jam) Panjang jalan dengan kecepatan 20 km/jam atau lebih (km) - Wilayah perkotaan - CBD
Kebijakan 3: Mengurangi Polusi Udara dan Kebisingan Lalu Lintas Ukuran Kinerja Emisi PM10 per kapita (g/hari) Emisi CO2 per kapita (kg/hari) Konsumsi Energi per kapita (juta J/hari) Panjang jalan dengan PM10 di luas batas standar lingkungan (km) Panjang jalan dengan kebisingan di luar batas standar lingkungan (km)
Kondisi Th. 2002 0,27 0,66 9
Target Th. 2010 0,25 0,73 10
Target Th. 2020 0,22 1,00 14
1.850
350
700
3.500
4.000
4.500
Target Th. 2010
Target Th. 2020
650
450
440 (pengurangan 25 %) 45
290 (pengurangan 50 %) 30
Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Ukuran Kinerja Korban luka-luka dalam kecelakaan lalu lintas Jumlah kematian dalam kecelakaan lalu lintas Jumlah kecelakaan KA
Kondisi Th. 2002 913 (tahun 2000) 585 (tahun 2000) 60
- 14 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
5.
Strategi Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum
5 .1
Peningkatan Kapasitas Transportasi Kereta Api dan Peningkatan Layanan
Seiring laju urbanisasi, masyarakat menikmati berbagai gaya hidup perkotaan dan memiliki sistem nilai yang berbeda-beda terhadap barang dan jasa. Dalam konteks transportasi, layanan angkutan umum harus dapat memuaskan beragam jenis permintaan angkutan perkotaan tersebut. Peningkatan jalur kereta api yang ada dan pembangunan jalur MRT baru akan meningkatkan kapasitas angkut penumpang secara signifikan. Tingkat layanan jasa kereta api juga harus ditingkatkan untuk menarik masyarakat yang saat ini menggunakan moda angkutan pribadi.
5 .2
Peningkatan Sistem Pemeliharaan KRL
Pemeliharaan Kereta Rel Listrik (KRL) yang kurang memadai disebabkan oleh kurangnya suku cadang, yang sebagian merupakan akibat dari terlalu banyaknya jenis kereta yang digunakan untuk KA Jabotabek. Diusulkan agar dapat dilakukan standarisasi jenis KRL yang dipakai sehingga jenis dan jumlah suku cadang yang harus disiapkan serta teknis pengetahuan pemeliharaannya dapat dikurangi. Selanjutnya perlu disusun standar pemeliharaan sesuai dengan jenis KRL yang dipilih dan dilengkapi dengan program pelatihan yang diperlukan bagi staff maintenance. Di samping itu dapat dipertimbangkan juga untuk mendirikan pabrik suku cadang untuk menghindari kelangkaan suku cadang yang diimpor dari pemasok luar negeri.
5 .3
Peningkatan Manajemen Pengoperasian Kereta Api
PT. KA harus meningkatkan manajemennya untuk mengurangi biaya operasi dan meningkatkan pendapatan. PT. KA perlu menyusun suatu sistem akuntansi yang dapat memberikan informasi yang memadai untuk membuat suatu rencana pengembangan usaha, misalnya data mengenai pendapatan dan biaya operasi untuk masing-masing layanan/jalur KA. Selain itu diusulkan juga untuk memisahkan organisasi pengelola KA Jabotabek dari operasional KA jarak jauh dan jarak menengah agar kondisi usahanya dapat dipahami lebih mendalam serta agar dapat dikembangkan strategi usaha yang tepat untuk pengoperasian KA perkotaan.
5 .4
Reformasi Aspek Finansial Pengoperasian Kereta Api
Stasiun-stasiun KA harus ditingkatkan menuju sistem tertutup untuk mengurangi jumlah penumpang gelap dan meningkatkan pendapatan operasi. Sistem tertutup tersebut dapat ditempuh dengan jalan meninggikan peron (platform), pemasangan pagar, atau pembuatan stasiun “melayang” di atas rel (overtrack). Di samping itu, PT. KA perlu mengkaji cara-cara mendayagunakan manfaat pengembangan layanan kereta api, misalnya melalui koordinasi dengan pengembang properti
5 .5
Peningkatan Kemudahan Antar Moda
Fasilitas perpindahan moda, misalnya stasiun perpindahan untuk sistem busway, perpindahan antara kereta api dan bis, serta fasilitas plasa stasiun kereta api dan jalan-jalan akses ke stasiun harus dibangun dan ditingkatkan. Selain itu, layanan feeder bus perlu disediakan bagi penumpang kereta api dalam radius 5 kilometer dari stasiun. Fasilitas untuk “park and ride” dan “kiss and ride” juga perlu dipertimbangkan. Lebih lanjut lagi, integrasi sistem ongkos angkutan harus mulai dirintis untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam menggunakan angkutan umum.
5 .6
Penyediaan Jaringan Angkutan Umum Secara Luas
Sistem angkutan umum dengan tingkat layanan yang lebih baik perlu dikembangkan dalam bentuk jaringan (network) agar masyarakat dapat mencapai tempat tujuannya dalam sistem jaringan tersebut. Dengan perkataan lain, jika tingkat layanan yang tinggi hanya dapat disediakan oleh satu atau sedikit rute saja, maka hal tersebut belum dapat secara efektif menarik masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Suatu jaringan angkutan umum harus terdiri dari beberapa jalur utama yang didukung dengan feeder service dan harus mencakup kawasan layanan seluas mungkin. Jaringan angkutan umum yang luas tersebut akan dapat memberikan layanan transportasi yang terjangkau - 15 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
bagi rumahtangga berpenghasilan rendah, sehingga mereka dapat tinggal di wilayah yang kepadatan penduduknya tidak terlalu tinggi dan memungkinkan diperolehnya hunian yang lebih luas.
5 .7
Pengembangan Lahan Berintensitas Tinggi di Sekitar Kawasan Stasiun Kereta Api
Untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum, integrasi sistem transportasi dengan tata guna lahan sangat penting. Untuk itu maka besaran rasio luas lantai di sekitar stasiun kereta api dan sekitar titik perpindahan transportasi umum utama perlu ditinjau kembali dalam rencana tata ruang masing-masing pemerintah daerah.
5 .8
Memberikan Prioritas Bagi Angkutan Umum
Penyediaan transportasi yang lebih baik tanpa harus menambah kapasitas jalan dapat dicapai dengan berbagi (sharing) penggunaan ruang jalan. Ini berarti mengalokasikan ruang jalan lebih banyak bagi angkutan umum dan menyediakan fasilitas pejalan kaki yang lebih nyaman dan aman. Untuk dapat mengangkut lebih banyak orang pada ruang yang sama diperlukan kendaraan yang berkapasitas lebih besar. Agar angkutan umum lebih efektif, bis-bis seharusnya tidak terjebak dalam arus kemacetan lalu lintas dan harus menawarkan kelebihan berupa penghematan waktu dibanding pengguna mobil. Oleh karena itu harus diberikan prioritas kepada layanan bis, misalnya berupa jalur khusus bis yang terpisah dari lalu lintas umum. Pada saat busway diperkenalkan sebagai sistem transportasi utama, struktur rute bis harus didesain ulang secara hirarkis.
5 .9
Reformasi Sistem Operasi Bis
Sistem perijinan operasi bis saat ini belum secara tegas menentukan tingkat layanan yang harus diberikan oleh operator angkutan bis. Standar layanan bis yang sesuai harus disiapkan dan sistem perijinan bis harus diubah secara keseluruhan. Dalam pengoperasian bis-bis jalur utama, diusulkan agar pengelola bis melengkapi bisnya dengan sistem penjejak lokasi untuk dapat mengontrol operasi bis secara lebih baik. Sistem ini akan dapat menyediakan informasi yang lebih akurat tentang operasional bis bagi pengelola bis, instansi terkait, maupun bagi penumpang bis sendiri. Dalam hal ini pengelola bis dapat memonitor langsung operasional bis dan menerapkan suatu sistem penggajian bagi para pengemudinya karena kontol terhadap armada bis maupun pengemudinya dapat dilakukan dengan mudah. Jika pendapatan awak bis dapat terjamin, diharapkan permasalahan dalam pengoperasian bis dapat banyak dikurangi.
5 .1 0
Reformasi Kebijakan Tarif Angkutan Umum
Saat ini tarif angkutan umum bis dan KA untuk kelas ekonomi diregulasi oleh pemerintah dengan mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat berpenghasilan rendah. Golongan masyarakat ini pada kenyataannya tidak mampu membayar ongkos angkutan yang lebih mahal. Jika tarif angkutan naik, mereka akan terkena dampak yang cukup signifikan dan harus mengorbankan budget untuk keperluan pengeluaran lain. Di sisi lain, operator angkutan umum mengalami kesulitan untuk menyediakan layanan yang memadai apabila tarif yang berlaku relatif rendah. Pemerintah sendiri kadang-kadang tidak dapat memberikan subsidi yang cukup untuk menutup selisih antara biaya dan pendapatan operasional karena terbatasnya anggaran. Diusulkan untuk menyediakan subsidi langsung kepada rumahtangga berpenghasilan rendah daripada subsidi kepada operator angkutan. Pada gilirannya, pemerintah dapat menerapkan tarif yang lebih tinggi yang memungkinkan perusahaan angkutan untuk memberikan layanan yang lebih baik dengan kondisi keuangan yang lebih sehat. Metoda untuk menentukan golongan rumahtangga yang layak menerima subsidi harus dikaji dengan cermat. Langkah lain adalah melalui penggantian biaya transportasi yang dikeluarkan oleh karyawan. Dari sisi perpajakan, apabila pelaku bisnis diperbolehkan untuk mengurangkan tunjangan transportasi ini dari laba perusahaan maka beban perusahaan akan dapat berkurang. Dampak kebijakan ini terhadap pendapatan pemerintah serta manfaat ekonomisnya perlu dianalisis.
- 16 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
6.
Strategi untuk Kebijakan 2: Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas
6 .1
Mendayagunakan Jaringan Jalan yang Ada
Langkah yang dilakukan termasuk: •
Pembangunan jalan untuk menyambungkan ruas missing links,
•
Pelebaran jalan agar lebar perkerasan menjadi konsisten,
•
Pembangunan flyover dan underpass akan mengurangi kemacetan lalu lintas di persimpangan bottleneck.
•
Pembersihan pengguna jalan ilegal, dan
•
Melarang bis dan angkot mengambil penumpang di tengah jalan.
Pembangunan ruas missing link akan secara signifikan menambah kapasitas jaringan jalan dan meningkatkan kinerja sistem jalan. Ruas-ruas JORR yang masih belum terbangun dapat dianggap sebagai missing link penting karena fungsinya sebagai distributor lalu lintas belum terwujud selama ruas-ruas tersebut belum tersambungkan. Karena pengembangan Gambar 6.1 Pembangunan Flyover/ fasiltas transportasi lain (misalnya terminal Underpass dan Missing Links bis antarkota) banyak yang dikaitkan dengan keberadaan JORR, maka pembangunan ruas JORR yang tersisa tersebut sangat mendesak.
6 .2
Manajemen Permintaan Transportasi
Manajemen Permintaan Transportasi (Transportation Demand Management, TDM) tampaknya sudah menjadi suatu keharusan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di kawasan pusat bisnis (CBD) karena pembangunan jalan baru, atau bahkan pelebaran jalan di CBD sudah sangat sulit dilakukan dan akan sangat terbatas karena hambatan fisik seperti ketersediaan lahan untuk jalan. Peningkatan layanan angkutan umum adalah syarat awal untuk dapat menerapkan skema Manajemen Permintaan Transportasi.
6 .3
Peningkatan Kontrol Lalu Lintas
Peningkatan pengendalian/kontrol lalu lintas merupakan cara yang efektif untuk Gambar 6.2 Usulan Lokasi TDM (2020) menangani masalah lalu lintas dengan mengoptimalkan penggunaan fasilitas jalan yang ada. Kapasitas jalan di daerah perkotaan kebanyakan berkurang pada lokasi-lokasi persimpangan. Oleh karena itu, kapasitas jalan - 17 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
dipersimpangan harus ditingkatkan melalui peningkatan desain geometrik dan peningkatan sistem kontrol lalu lintas, misalnya sistem koordinasi lampu lalu lintas, atau area traffic control system (ATCS). Upaya lain dalam kategori ini dapat berupa pembatasan putaran jalan (u-turn), larangan belok kanan, dan pengenalan sistem informasi transportasi. Proyek demonstrasi yang dilaksanakan di Citeureup menunjukkan efektivitas peningkatan manajemen lalu lintas, yang meliputi peningkatan sirkulasi lalu lintas, mengurangi hambatan samping jalan, dan memfungsikan kembali terminal bis yang ada. Proyek demonstrasi tersebut membuktikan bahwa peningkatan arus lalu lintas yang signifikan dapat diwujudkan dengan anggaran yang relatif tidak besar. Pelajaran dari proyek tersebut menunjukkan bahwa kemauan yang kuat dari pemerintah daerah setempat merupakan kunci sukses pelaksanaan proyek. Di samping itu, penyampaian rencana kepada stakeholder juga sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan pemahaman dari masyarakat.
6 .4
Penyediaan Lahan untuk Pembangunan Jalan
Pengembangan kawasan perkotaan telah melebar di kawasan pinggiran kota dan banyak kompleks perumahan (real estate) telah dibangun. Akibatnya pembangunan jalan menjadi lebih sulit dilaksanakan dibanding pada masa lalu karena kompleks perumahan yang sudah berkembang mengganggu kontinuitas jalan-jalan arteri. Untuk menghadapi masalah ini, rencana pengembangan jaringan jalan harus disusun secara jelas dan daerah milik jalan (damija) harus digambar dalam peta dengan skala 1:1000.
6 .5
Pemisahan Kendaraan Berat dari Lalu Lintas Umum
Pemisahan kendaraan berat dari jenis kendaraan lain merupakan salah satu cara yang efisien dalam mendorong pengembangan jaringan jalan karena beban gandar bervariasi sesuai ukuran kendaraan dan tebal perkerasan tergantung pada volume lalu lintas kendaran berat. Pemisahan kendaraan berat juga akan mengurangi ancaman terhadap keselamatan penduduk yang tinggal di sepanjang koridor utama kendaraan berat.
- 18 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
7.
Strategi untuk Kebijakan 3: Penurunan Polusi Udara dan Kebisingan
7 .1
Penyusunan Skema Manajemen Lingkungan
Polusi lingkungan dapat dihindari dengan melaksanakan manajemen lingkungan secara terus menerus, serta dengan menerapkan program kontrol polusi yang dievaluasi dan, bila perlu, direvisi secara berkala. Diperlukan skema manajemen lingkungan yang mencakup aspek evaluasi (melalui monitoring lingkungan) dan aspek perencanaan (yang dilaksanakan melalui simulasi dampak lingkungan atas dasar data inventory sumber emisi yang senatiasa di-update). Untuk menyusun dan mengembangkan skema tersebut diperlukan peningkatan kemampuan (capacity building) personil teknis terkait dan peningkatan kelembagaan.
7 .2
Penerapan dan Peningkatan Standar Emisi Polusi Udara/Kebisingan
Penerapan dan peningkatan standar emisi adalah hal yang mendasar dalam upaya mengurangi emisi kendaraan. Langkah ini dapat menurunkan emisi dari kendaraan-kendaraan baru, yang cenderung bertambah terus setiap tahun, dan pada gilirannya akan dapat menurunkan faktor emisi rata-rata. Oleh karenanya, penerapan standar perlu segera dilaksanakan.
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 EURO 2 EURO 3 EURO 4
EU Singapore Malaysia Thailand Korea India Philippines Vietnum China
EURO 1 EURO 1 EURO 1
EURO 2 EURO 2 EURO 3(planned) EURO 2 EURO 3(planned) EURO 2 EURO 3 EURO 1
EURO 2 EURO 1
EURO 1 EURO 1
EURO 2(planned)
Indonesia EURO 2 (?) Note: Implementation shcedule of emission controls for Heavy-duty Diesel Vehicles Source: K. Minato “ The Global Initiative on Transport Emissions”, 2001 World Bank
Gambar 7.1 Kontrol Emisi Kendaraan di Asia Timur & Eropa
Kontrol emisi sangat tergantung pada kualitas bahan bakar. Dalam konteks teknologi kontrol emisi 1 bagi pabrikan kendaraan bermotor dalam negeri, penerapan EURO 2 atau EURO3 dapat dilakukan tanpa menimbulkan dampak ekonomi yang terlalu besar bagi industri otomotif apabila kualitas bahan bakar dapat mencapai standar yang ditentukan di seluruh Indonesia.
7 .3
Peningkatan Program Inspeksi dan Pemeliharaan Kendaraan
Penurunan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor merupakan langkah utama untuk menghadapi masalah polusi udara. Kebisingan lalu lintas dapat dikurangi apabila pemeliharaan kendaraan dilakukan dengan tepat. Saat ini inspeksi kendaraan pada pos-pos inspeksi kendaraan berjalan kurang efektif karena sebagian kendaraan telah “mengatur” kadar gas buang dan kebisingannya sebelum inspeksi hanya agar dapat lulus uji. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan inspeksi langsung di jalan raya guna mengecek besarnya gas buang dan kebisingan yang sebenarnya ditimbulkan oleh kendaraan.
7 .4
Program Bahan Bakar Diesel Rendah Belerang
Untuk dapat menurunkan emisi PM10 yang merupakan faktor polusi udara paling utama dan untuk memastikan kompatibilitas dengan sistem kontrol emisi diesel terkini (misalnya dengan trap oxidizers dan oxidation catalysts), maka kadar belerang dalam bahan bakar diesel harus ditekan serendah mungkin. Standar emisi kendaraan EURO 3 yang mulai diterapkan di negara-negara Uni-Eropa tahun 2001 mensyaratkan bahwa kadar belerang dalam bahan bakar diesel harus lebih kecil dari 0,05% (500ppm). Di Indonesia penerapan EURO 2 direncanakan untuk dimulai pada tahun 2005. Apabila 1 EURO 2 dan 3 adalah standar emisi berdasarkan “European Directive of Automotive Emission Standard”, 91/542/EEC(A) and 91/542/EEC(B) respectively
- 19 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
EURO 3 diterapkan tiga tahun setelah itu, maka konsentrasi kadar belerang yang saat ini relatif tinggi harus diturunkan sesuai standar EURO 3 pada tahun 2008 untuk seluruh wilayah Indonesia. Program diesel rendah belerang ini diperkirakan akan mengikuti pola program pengurangan bensin bertimbal, yaitu melalui pelaksanaan secara bertahap hingga mencakup seluruh wilayah Indonesia dan memerlukan waktu relatif panjang. Oleh karenanya, pabrikan mesin-mesin diesel dan sektor industri perminyakan di Indonesia perlu segera bersepakat untuk membatasi kadar belerang dalam diesel sampai tingkat yang diperbolehkan, dan selanjutnya industri perminyakan perlu mulai melakukan persiapan untuk pengembangan fasilitas penyulingan yang diperlukan.
7 .5
Promosi Bahan Bakar Biodiesel
Berbagai jenis minyak sayuran diperkirakan dapat menjadi pengganti bahan bakar diesel, antara lain yang terbuat dari lobak, bunga matahari, wijen, kapas, kacang, kedelai, kelapa dan kelapa sawit. Minyak sayuran tersebut memiliki kualitas pembakaran yang cukup baik dan menghasilkan emisi polusi udara yang lebih rendah. Terlebih lagi dengan meningkatnya perhatian terhadap efek rumah kaca (greenhouse effect), minyak sayuran menjadi lebih menarik lagi karena emisi CO2 dapat lebih dikurangi jika dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar diesel yang berasal dari fosil. Indonesia adalah negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, dan memiliki sangat banyak bahan baku biodiesel. Bagaimanapun juga, minyak kelapa sawit dewasa ini digunakan untuk produk-produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi, misalnya untuk minyak goreng dan kosmetika, sehingga hampir tidak mungkin untuk dapat mempromosikan biodiesel secara nasional apabila harga bahan bakunya tidak dikurangi atau disubsidi sehingga harga jual biodiesel dapat bersaing dengan bahan bakar diesel yang berasal dari fosil. Dengan demikian, biodiesel hendaknya disediakan di wilayah terbatas dan untuk jenis kendaraan tertentu saja, misalnya untuk bis diesel di daerah-daerah yang polusi udaranya tinggi
7 .6
Promosi Bahan Gas Alam untuk Kendaraan
Promosi penggunaan kendaraan berbahan bakar gas alam dapat mengurangi polusi udara seperti PM10 dengan signifikan. Kendaraan berbahan bakar gas alam memerlukan konfigurasi mesin yang khusus. Untuk kendaraan bensin, sistem pembakaran bahan bakarnya hampir serupa sehingga kendaraan tersebut dapat dikonversi agar dapat menggunakan bahan bakar gas alam. Sedangkan kendaraan bermesin diesel dapat dikonversi menjadi berbahan bakar ganda (menggunakan diesel dan gas alam) dengan memasang peralatan tambahan tertentu. Promosi penggunaan kendaraan berbahan bakar gas alam memerlukan stasiun pengisian bahan bakar tersendiri yang tersebar di berbagai wilayah, serta memerlukan personil terlatih dan bengkel-bengkel khusus. Dengan demikian, promosinya pertama-tama dapat diterapkan pada kendaraan-kendaraan taxi yang setiap harinya menempuh jarak cukup jauh di wilayah pusat Jakarta, dengan diikuti penyediaan infrastruktur yang diperlukan secara intensif. Setelah taxi, promosi dapat dilanjutkan untuk mencakup bis-bis angkutan umum.
7 .7
Perilaku Mengemudi yang Ramah Lingkungan
Salah satu penyebab utama polusi udara dan kebisingan di jalan raya adalah adanya pengemudi yang tidak menyadari bahwa perilaku mengemudinya yang buruk dapat mengganggu lingkungan. Pendekatan pendidikan dengan menggunakan mass media dan program pelatihan wajib akan sangat efektif untuk mengingatkan pengemudi akan dampak dari perilaku mengemudi terhadap lingkungan. Saat ini, kursus mengemudi merupakan persyaratan untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Namun perilaku mengemudi cenderung memburuk setelah SIM diperoleh, sehingga peringatan sejak awal akan efektif mengatasi perilaku mengemudi yang buruk. Pelatihan-pelatihan diharapkan dapat membuat pengemudi lebih sadar lingkungan.
- 20 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
8.
Strategi untuk Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan
8 .1
Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas
Sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kesalahan manusia; fakta menunjukkan bahwa 73 persen kecelakaan lalu lintas pada di jalan raya disebabkan oleh kelalaian dan pelanggaran peraturan lalu lintas. Oleh karena itu, program-program pendidikan keselamatan lalu lintas untuk para pengemudi dan murid-murid sekolah merupakan langkah efektif untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas. Pembuatan video pendidikan merupakan program pendidikan yang efektif.
8 .2
Uji Kendaraan Pribadi
16 persen kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kerusakan mesin kendaraan karena kurangnya perawatan. Oleh karena itu, uji kendaraan harus diperluas agar mencakup kendaraan pribadi guna mengurangi kecelakaan lalu lintas karena masalah mekanis serta untuk memeriksa emisi polusinya.
8 .3
Pemeliharaan Jalan Sebagaimana Mestinya
Pemeliharaan jalan sebagaimana mestinya tidak hanya akan melancarkan laju kendaraan di jalan saja, tapi juga mengurangi kecelakaan lalu lintas. Saat ini sekitar sembilan persen kecelakaan lalu lintas terjadi karena jalan-jalan berlubang dan rusak.
8 .4
Rehabilitasi dan Pemasangan Sistem Lampu Lalu Lintas
Jumlah lampu lalu lintas yang rusak cukup banyak dan perlu perbaikan agar berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, diperlukan pemasangan lampu lalu lintas tambahan, khususnya di wilayah Bodetabek, di mana jumlah lampu lalu lintas yang sudah terpasang sangat terbatas. Lampu lalu lintas untuk pejalan kaki juga harus ditambah agar dapat menyeberang jalan dengan aman.
8 .5
Rehabilitasi Sistem Persinyalan Kereta Api
Saat ini banyak sinyal kereta api yang telah rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Karena sistem persinyalan kurang berfungsi dengan baik, maka masinis terpaksa menjalankan kereta secara manual sehingga beberapa kali mengakibatkan tabrakan kereta api. Rehabilitasi sinyal kereta api merupakan tugas yang mendesak untuk meningkatkan keselamatan kereta api.
8 .6
Penyediaan Perlintasan Kereta Api Tak Sebidang antara Jalan Raya dan Jalan Rel
Apabila layanan KA ditingkatkan dan frekuensi perjalanan bertambah, diperkirakan akan terjadi pemisahan komunitas di sepanjang rel kereta api karena terpisahkan oleh jalan rel tersebut. Di samping itu kecelakan yang terkait dengan perjalanan KA juga mungkin meningkat. Untuk itu perlu dibangun flyover dan underpass, sesuai dengan pengembangan sistem jaringan KA-nya. Dalam jangka panjang, jalur KA di wilayah perkotaan perlu dibangun secara elevated.
8 .7
Analisis Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Sistem pelaporan catatan kecelakaan lalu lintas harus dikembangkan serta database kecelakaan perlu dibuat untuk dapat menganalisa kecelakaan lalu lintas.
8 .8
Peningkatan Keamanan
Perlu tindakan segera untuk melindungi penumpang dari perampokan dan pencopetan dengan menugaskan personil keamanan di stasiun kereta api, terminal bis dan halte-halte bis.
- 21 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
9.
Jadwal Pelaksanaan Komponen Rencana Induk
9 .1
Proyek dan Program untuk Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum
Proyek-proyek dan program-program untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum tidak semata-mata hanya terdiri dari pengembangan sistem kereta api dan peningkatan angkutan bis saja, namun juga pengembangan jaringan jalan untuk angkutan umum dan langkah-langkah dukungan dalam kontrol lalu lintas dan perencanaan perkotaan.
Kode Proyek
Proyek/ Program
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.1 PB04 Sistem Busway (4) Kalideres – Pulogadung R10 Road widening for the Trunk Bus Printis - Bekasi Raya R11 Pelebaran Jalan untuk Busway Bekasi Raya - Cikarang R15 Pelebaran Jalan untuk Busway Daan Mogot (1) R16 Pelebaran Jalan untuk Busway Daan Mogot (2) PR19a Pembangunan Plasa Stasiun di St. Tangerang pada Jalur Tangerang R20a Jalan Akses ke Stasiun Pesing, Kembangan, Bojong Indah, Rawa Buaya, Kalideres, Poris, Batu Ceper dan Stasiun Tangerang di Jalur Tangerang R28 Pelebaran Jalan untuk Busway sebelah barat Pulogadung PB05 Sistem Busway (5) Perpanjangan Rute Kalideres - Pulogadung ke Cimone (Kota Tangerang) dan Bekasi/Cikarang (Kota dan Kab Bekasi)
Setelah 2020
(EW01)
Ya Mulai
Panjang (km)
25.5
98.5
2.3
75
21.2
500
5.6
192
Ya
9.3
543
Ya
-
Ya Ya Ya Mulai
Biaya Proyek (Milyar Rp.)
2
Catatan
1 Stasiun 8 Stasiun
Mulai
Berlanjut
Ya
-
Ya
0.9
Mulai
Ya
46.5
274 Biaya bulan Okt. 149 2004 karena Pre F/S Tergantung Busway (4) 93 Kalideres-Pulo Gadung
Konversi setelah 2020
PR06 MRT Balaraja – Cikarang PR03 Short Cut Jalur Tangerang
Ya
PR07 Koneksi Tangerang - Cenkareng
78.2
Ya
1.3
Ya
5.0
14,009 Termasuk Pembangunan 330 Stasiun Roxy (Baru) -
Catatan: Perkiraan biaya dibuat berdasarkan harga pada bulan Januari 2003. Namun, biaya proyek pra-FS telah direvisi berdasarkan harga pada bulan Oktober 2003.
- 22 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.2 Kode Proyek
Proyek/ Program
PR01 Double Double Tracking dan Elektrifikasi Jalur Bekasi PR08 Double Tracking Jalur Serpong antara Serpong – Tanah Abang PR02 Short Cut Jalur Serpong antara Palmera - Karet PR19b Pembangunan Plasa Stasiun di 8 stasiun (Jatinegara, Klender, Klender Baru, Cakung, Kranji, Bekasi, Tambun dan Cikarang) pada Jalur Bekasi PR18a Pembangunan 2 Stasiun Baru (St. Matraman dan St. Bekasi Timur) pada Jalur Bekasi R20b Jalan Akses ke Stasiun-stasiun KA Tanah Abang, Palmerah, Limo, Kebayoran, Bintaro, Pondok Ranji, Jurang Manggu, Sudimara, Ciater, Rawa Buntu, Serpong, Cisauk dan Cicayur pada Jalur Serpong R20c Jalan Akses ke Stasiun-stasiun KA Klender, Buaran, Klender Baru, Cakung ,Kranji, Bekasi, Tambun, Cibitung dan Cikarang pada Jalur Bekasi PR22a Tambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Penambahan sub-stasiun pada Jalur Bekasi PR22b Penambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Penambahan sub-stasiun pada Jalur Serpong
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Pelebaran jalan untuk Busway Ciledug Raya PB06W Sistem Busway (6) Ciledug – Blok M - Setu R25 Pelebaran jalan untuk Busway Siliwangi
Setelah 2020
Panjang (km)
Biaya Proyek (Milyar Rp.)
Mulai
Ya
35.0
7,986
Mulai
Ya
23.4
1,720
Ya
5.2
1,528
Ya
-
Termasuk 5 Stasiun Baru Termasuk 1 Stasiun Baru 8 Stasiun
Ya
Mulai
Berlanjut
Ya
-
663
13 stasiun
Mulai
Berlanjut
Ya
-
442
9 stasiun
Ya
-
444
Untuk operasi Headway 4-Menit
Ya
-
303
Untuk operasi Headway 4-Menit
Ya
11.3
366
Ya
51.0
113
Ya
4.6
105
45.7
11,766
Ya
4.5
711.1
Ya
21.0
Mulai
Mulai
-
128
Catatan
Mulai
Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.3 R14
(EW02)
130
2 Stasiun
(EW03)
Konversi setelah 2020
PR11 MRT Ciledug – Bekasi
Ya
Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.1 R24
Pelebaran jalan untuk Busway Fatmawati PB01 Sistem Busway (1) Kota - Lebak Bulus (Perpanjanganf Kota - Blok M)
(NS01) Nantinya akan 61 digantikan oleh MRT
Konversi Bertahap
PR12 Jakarta MRT Kota – Ciputat
Mulai
Berlanjut
- 23 -
Ya
24.7
10,670
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.2 (NS02) Kode Proyek
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Proyek/ Program
PB02 Sistem Busway (2) Kota - Ragunan
Setelah 2020
Panjang (km) 17.5
Ya
Biaya Proyek (Milyar Rp.) 151.8
Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.3 (Jalur Bogor & Jalur Tengah) PR10 Pembangunan Stasiun Jakarta Kota Baru PR16a Peningkatan Fasilitas Stasiun di Stasiun-stasiun Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok, Pasar Minggu dan Cawang pada Jalur Bogor PR22c Penambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Tambahan Sub-stasiun pada Jalur Bogor PR17 Pembelian Gerbong Kereta Listrik untuk Jalur Bogor PR18b Pembangunan satu Stasiun Baru antara Bogor dan Cilebut pada Jalur Bogor PR19c Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur Bogor dan Jalur Tengah di stasiun-stasiun : Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok, Depok Baru, Pondok Cina, Lenteng Agung, Pasar Minggu, Duren Kalibata, Tebet, Manggarai, Cikini dan Jakarta Kota R20d Pembangunan Jalan Akses ke Stasiun-stasiun Kereta Api Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok, Depok Baru, Pondok Cina, Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Pasar Minggu Baru, Duren Kalibata, Cawang, Manggarai, Juanda, Sawah Besar, Mangga Besar, dan Jakarta Kota pada Jalur Bogor dan Tengah
Ya
Pelebaran jalan untuk Busway Raya (1)
PB03 Sistem Busway (3) Kota - Kampung Rambutan
Bogor
(NS03)
2
1,682
Ya
-
87
7 stasiun
Ya
-
705
Untuk operasi headway 4-Menit
Mulai
Ya
-
2,804
Mulai
Ya
-
62
1 stasiun
Ya
-
860
13 stasiun
Ya
-
1,488
20 stasiun
Mulai
Berlanjut
Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.4 R12
Catatan
309 gerbong
(NS04)
Ya
6.5
Ya
24
- 24 -
Biaya bulan Okt. 400.7 2004 karena Pre F/S 89
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Layanan Angkutan Umum Melingkar di CBD Kode Proyek
Proyek/ Program
PR04 Double Double Tracking Jalur Barat (Karet – Manggarai) PR05 Short Cut Manggarai - Pondok Jati PR09 Rel Layang Jalur Timur PR16b Peningkatan Fasilitas Stasiun Rajawali, Gang Setiong, Kramat, dan Pondok Jati, pada Jalur Timur PR22d Penambahan Fasilitas Persinyalan dan Peningkatan/Penambahan sub-stasiun di Jalur Timur dan Jalur Barat PR19d Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur Timur/Barat di Stasiun-stasiun Sudirman dan Pasar Senen PR19e Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur Serpong di Stasiun Tanah Abang R20e Jalan Akses ke Kampung Bandan, Angke, Karet, Rasuna Said, Mampang, Duri, Rajawali, Pasar Senen, Kramat, Pondok Jati, Jatinegara, dan Stasiun Baru Jakarta Kota pada Jalur Timur dan Jalur Barat.
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Setelah 2020
Panjang (km)
Ya
4.3
1068
Ya Ya
2.0 5.4
404 943
Ya
6
-
413
Untuk operasi headway 4-Menit
Ya
52
2 stasiun
Ya
24
1 stasiun
-
468
12 stasiun
Ya
9.3
318
Ya
18.5
26
Ya
17.6
736
Ya
14.5
20
Berlanjut
Ya
Peningkatan angkutan Umum di Sub Centers Bodetabek R17
Pelebaran Jalan untuk Busway Serpong Raya PB07 Sistem Busway (7) Jl Raya Serpong (Kota dan Kab Tangerang) R13 Pelebaran Jalan untuk Busway Bogor Raya (2) PB08 Sistem Busway (8) Jl Raya Bogor (Kota dan Kab Bogor)
Peningkatan Angkutan Umum di Bodetabek PR13 Kereta Api Lingkar Luar
Ya
-
-
-
-
-
-
Langkah lain untuk mempromosikan penggunaan angkutan umum I03 I04
Privatisasi PT. KA dan pembentukan Jabodetabek Metro Railway Corporation Rasionalisasi Perum PPD
Catatan
Ya
Mulai
Biaya Proyek (Milyar Rp.)
Ya Ya
- 25 -
3 stasiun
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Program Peningkatan Angkutan Umum Lainnya Kode Proyek
Proyek/ Program
PR14 Pembangunan Pabrik Suku Cadang Kereta Api untuk Kereta Api Jabotabek PR15 Program Pelatihan untuk Sistem Elektrikal, Persinyalan dan Telekomunikasi Kereta Api PB09 Reformasi Skema Perizinan Bis PB10 Peningkatan Layanan Feeder Bis ke Stasiun-stasiun Kereta Api PB11 Penataan Rute Bis (Pemisahan rute Busway dan rute feeder bis) PB12 Pengembangan Fasilitas Antar Moda dengan fasilitas bebas penghalang PB13 Pembangunan Terminal Bis R18 Pelebaran Jalan yang Ada untuk mengakomodasi Lajur Bis R19(1) Pembangunan Jalan Arteri untuk Pembangunan Regional dan Peningkatan Cakupan Layanan Bis (Pelebaran) R19(2) Pembangunan Jalan Arteri untuk Pembangunan Regional dan Peningktan Cakupan Layanan Bis (Jalan Baru) R19(3) Standardisasi 2-lajur untuk Pembangunan Regional C04 Langkah-langkah Prioritas Bis di Jakarta C06 Manajemen Angkutan Umum di Bodetabek UP01 Penyediaan Rasio Luas Lantai yang lebih tinggi untuk Kawasan Sekitar Stasiun Kereta Api dan Fasilitas Perpindahan Angkutan Utama
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Mulai
Ya
Setelah 2020
Panjang (km)
Biaya Proyek (Milyar Rp.)
-
303
Ya
-
240
Mulai
-
-
-
-
-
-
-
-
Ya Ya Ya Mulai
Berlanjut
Mulai
Ya
Mulai
Berlanjut
Mulai
Ya
27 tempat
86
56.5
1,663
Ya
228.3
5,454
Berlanjut
Ya
76.2
2,597
Mulai
Berlanjut
Ya
34.3
786
Mulai
Ya
Ya Mulai
Ya
- 26 -
-
-
-
-
-
-
Catatan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
9 .2
Proyek dan Program untuk Kebijakan 2: Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas
Pengurangan kemacetan lalu lintas dapat dicapai dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan dan kontrol serta manajemen lalu lintas untuk sisi suplai. Termasuk juga langkah-langkah untuk mengatur permintaan transportasi seperti pembatasan lalu lintas dan perubahan struktur perkotaan.
Pengembangan Jaringan Jalan Kode Proyek/ Program Proyek R01 R02a R02b R03
Jalan Lingkar Luar Jakarta (JORR) Jatiasih – JORR2 JORR2 – Jalan Tol Cikampek Akses Tg. Priok dari JORR
R04
Jalan Tol Tanjung Priok – Cikarang
R05
JORR2 (Outer Outer Ring Road)
R06 R07 R08a R08b R09 R21 R22
Perpanjangan Jalan Tol Serpong ke Jalan Tol Dalam Kota Perpanjangan Jalan Tol Serpong ke Tigaraksa Jalan Tol Depok – Antasari (JORR – JORR2) Jalan Tol Depok – Antasari (JORR2 – Citayam) Jalan Tol Kalimalang Pembangunan Bypass Kota Flyover/Underpass di persimpangan bottleneck
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Setelah 2020
Ya Ya Ya Ya Ya Mulai
Berlanjut
Ya
Ya Berlanjut Berlanjut
Mulai
Berlanjut
Berlanjut Berlanjut
R23
Pemeliharaan Jalan
Mulai
R26 R27 F02
Jalan Tol Baralaja – Teluknaga Peningkatan Akses Cengkareng Pengenalan Road Fund
Mulai Ya
28.0
Manajemen Permintaan Lalu Lintas (Road Pricing) di DKI Jakarta
Ya
32.5
848
2.8
1,433
Ya
3.1
956
Ya
13.9 10.0
2,066 293
60 tempat
3,565
Ya
C02
Peningkatan intensif pada ruas-ruas bottleneck di Jakarta
C03 C05 C07 C08 C09 C10
Penggabungan dan Upgrade Sistem Area Traffic Control (ATC) di Jakarta Sistem Informasi Lalu Lintas Jalan Darat Manajemen Lalu Lintas pada Pasar di Bodetabek Peningkatan Rekayasa Lalu Lintas (Geometrik) di Bodetabek Sistem Informasi Lalu Lintas Jalan Tol Electronic Toll Collection (ETC)
Mulai
Berlanj ut
Ya
Ya
35.0 4.0
-
Ya
8 km termasuk dalam R05 Biaya Okt. 2003 7,057 karena Pre F/S 2,015
Ya
13,220 1,808 402
Penyediaan tingkat layanan angkutan 700 umum yang lebih baik seperti Busway atau MRT Membersihkan 34 penghalang dan pemakai ilegal
-
210
Ya
-
58
Ya
-
12
Ya
-
22
Ya Ya
-
872 610
- 27 -
Catatan
2,511
7.5
Peningkatan Sistem Kontrol Lalu Lintas dan Manajemen Permintaan
C01
Biaya Proyek (Milyar Rp.) 7,035 223 273 3,784
Ya
Ya
Ya
36.5 3.7 7.3 12.1
108.2
Ya
Mulai
Panjang (km)
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Langkah-langkah dalam Perencanaan Perkotaan UP02 UP03
Insentif untuk Pengembangan Sub-center Memperkuat Kontrol Pembangunan
Mulai
-
-
Mulai
-
-
Mulai
-
-
Kebijakan Pricing untuk Pembatasan Lalu Lintas F04
9 .3
Peningkatan Pajak BBM secara Bertahap
Proyek dan Program untuk Kebijakan 3: Pengurangan Polusi Udara dan Kebisingan Lalu Lintas
Pengurangan polusi udara dan kebisingan lalu lintas akan dicapai melalui promosi penggunaan angkutan umum dan pengurangan kemacetan lalu lintas. Proyek dan program perbaikan lingkungan mencakup peningkatan uji kendaraan dan pengenalan bahan bakar ramah lingkungan.
Perbaikan Lingkungan Kode Proyek/ Program Proyek E01 E02 E03
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Peningkatan Program Pengujian dan Pemeliharaan Kendaraan Promosi Diesel Rendah Belerang Promosi Dwi-bahan bakar
Ya Ya
E04
Ya
E05
Promosi Kendaraan Berbahan bakar Gas Alam
Ya
Catatan
14 1,900 150
Ya
Program Pendidikan Pengemudi tentang Perilaku Berkendaraan
9 .4
Setelah 2020
Biaya Proyek (Milyar Rp.)
Harus dikoordinasikan dengan program 10 keselamatan lalu lintas untuk pengemudi -
Proyek dan Program untuk Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan
Proyek dan program untuk peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi termasuk program pendidikan keselamatan lalu lintas, rehabilitasi sistem sinyal untuk jalan dan kereta api, serta pemeliharaan jaringan jalan yang semestinya.
Peningkatan Keamanan dan Keselamatan Transportasi Kode Proyek/ Program Proyek S01 S02 PR20 PR21 PR23 C11 S03 SO4
Program Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas di Sekolah Program Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas untuk Pengemudi Sistem Radio Keraeta Api Rehabilitasi Fasilitas Persinyalan/ Telekomunikasi ATS/Sistem Berhenti Kereta Api Otomatis Memperbaiki dan Pemasangan Rambu Lalu Lintas Penugasan personil pengamanan di stasiun kereta api, terminal bis, dan halte bis Pembuatan Sistem Database Kecelakaan Lalu-lintas
Waktu Dalam 4 7 Tahun Sampai Tahun Berikut 2020
Setelah 2020
Biaya Proyek (Milyar Rp.)
Ya
-
Ya
Ya
Mulai
491
Ya
178 Ya
249
Mulai
245
Ya Ya
- 28 -
Catatan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
10.
Bagaimana Mewujudkannya
1 0 .1
Membayar untuk Transportasi yang Lebih Baik
(1) Prinsip Pembebanan Biaya Rencana pembiayaan disusun untuk mendukung program restrukturisasi dan perbaikan berbagai sarana dan prasarana. Untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan biaya pembangunan dan tingkat pendapatan saat ini perlu dicari sumber-sumber keuangan tambahan, antara lain:
1) Meningkatkan Pendapatan Sektor Transportasi Kenaikan tarif pajak BBM dan road pricing secara berangsur merupakan salah satu dari beberapa kemungkinan. Pendapatan ini harus dialokasikan khusus untuk pengembangan sistem transportasi.
2) Mengurangi Subsidi Angkutan Umum Ongkos angkutan umum kelas ekonomi saat ini ditetapkan relatif rendah dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Penyediaan sarana transportasi yang terjangkau oleh masyarakat kurang mampu dapat dicapai melalui pemberian subsidi secara langsung kepada kelompok target tersebut. Hal ini akan dapat mengurangi pengeluaran pemerintah karena pemerintah tidak perlu lagi menyediakan subsidi kepada masyarakat yang mampu membayar ongkos angkutan yang lebih tinggi. Dalam jangka panjang, diharapkan jumlah subsidi akan semakin berkurang secara alamiah seiring meningkatnya pendapatan masyarakat.
3) Mengikutsertakan Sektor Swasta dalam Pengembangan Sistem Transportasi Peraturan tentang investasi swasta dalam sektor transportasi harus ditinjau dan diperbaiki untuk memberikan kondisi investasi yang baik bagi sektor swasta dalam bisnis transportasi. Termasuk di sini adalah mekanisme penentuan tarif tol dan mekanisme pemberian hak/konsesi pengembangan. Pembagian peran dan tanggungjawab antara pemerintah dan swasta harus ditentukan dengan jelas.
4) Pengembangan Sistem Transportasi yang Terpadu dengan Pengembangan Perkotaan Pengembangan sistem transportasi akan memberi manfaat langsung dan tak langsung kepada masyarakat. Manfaat tak langsung seperti peningkatan harga tanah sepanjang koridor transportasi, bagaimanapun juga tidak bisa diserap oleh proyek pengembangan sistem transportasi. Konsep berikut mengusahakan untuk meraih manfaat dari pengembangan sistem transportasi. Pemberian hak pengembangan lahan di sekitar stasiun-stasiun kereta api atau simpang susun jalan tol kepada investor swasta akan membuat kemungkinan internalisasi manfaat pengembangan sistem transportasi. Namun demikian, hal ini harus direncanakan dengan baik agar konsisten dengan rencana tata guna lahan. (2) Biaya Rencana Induk Tabel 10.1 merangkum dana yang dibutuhkan untuk Rencana Induk, yang meliputi biaya investasi serta biaya operasi dan pemeliharaan (O&M) selama periode tahun 2004 hingga 2020. Total kebutuhan adalah sebesar Rp 91,270 triliun (harga pasar bulan Januari 2003 tidak termasuk inflasi), dengan komposisi Rp 76,150 triliun untuk biaya investasi dan Rp 15,120 triliun untuk biaya O&M. Nilai tersebut adalah sekitar 0.8% dari PDRB wilayah Jabodetabek selama periode 2004-2020. Biaya untuk pengembangan kereta api dan jaringan jalan mencapai sekitar 94% dari total biaya. Sisanya sebesar Rp 5,570 triliun diperlukan untuk pembangunan fasilitas busway, sistem area traffic control (ATC) dan sistem pengelolaan permintaan lalu lintas (TDM). Dari sudut pandang waktu distribusi biaya (Gambar 10.1), sebesar 27%, dari total biaya perlu dialokasikan dalam jangka waktu pendek sampai tahun 2007, kemudian 25% dalam jangka menengah (2008-2010) dan 48% dalam jangka panjang (2011-2020).
- 29 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan Tabel 10.1 Biaya Rencana Induk (2004-2020) Unit: Rp. triliun
Biaya Investasi Pembangunan Jaringan Kereta Api Pembangunan Jaringan Jalan Busway (Pelebaran) Fasilitas Lalu Lintas Lainnya/TDM 1) Total of MP Cost
Biaya Operasi & Pemeliharaan 6,140 6,360 210 2,410 15,120
29,390 39,510 4,090 3,160 79,150
Total
Andil 35,530 45,870 4,300 5,570 91,270
39% 55% 6% 100%
Catatan: 1) Termasuk biaya untuk fasilitas busway, manajemen lalu lintas dan TDM 2) Biaya diperkirakan pada harga pasar bulan Januari 2003 dan tidak termasuk eskalasi harga.
Unit: Rp. Bill ion as of Jan. 2003 p ri ces excluding in flati on
10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 2004
2005
Railway netw ork
2006
2007
2008
Road network
2009
2010
2011
2012
Busway (6 lanes widening)
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
Busway facility, Traffic management system & TDM
Sumber: Estimasi SITRAMP
Gambar 10.1 Alokasi Tahunan Biaya Rencana Induk (2004-2020)
(3) Pelaksanaan Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta Mempertimbangkan keterlibatan swasta, dari total biaya rencana induk yang sebesar Rp 91,270 triliun, 26 persen dari jumlah tersebut atau Rp. 24,090 triliun dapat dikurangi dari beban biaya yang ditanggung sektor publik karena adanya peranserta sektor swasta (Tabel 10.2). Oleh karena itu, kebutuhan pendanaan sektor publik untuk periode 2004-2020 diperkirakan sebesar Rp. 67,180 triliun (berdasarkan harga pasar pada Januari 2003, tidak termasuk inflasi). Tabel 10.2 Biaya Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta (2004-2020) Unit: Rp. milyar
MP Cost Pengembangan Jaringan Kereta Api Pengembangan Jaringan Jalan Busway (Pelebaran) Fasilitas Busway Sistem Manajemen Lalu Lintas TDM Total %
35,530 45,870 4,300 920 2,980 1,670 91,270 100%
Private Initiative Development 16,250 1) 6,920 2) 0 920 3) 0 0 24.090 26%
Net Public Cost Burden 19,280 38,950 4,300 0 2,980 1,670 67,180 74%
Sumber: Estimasi SITRAMP Catatan: 1) Layanan operasi kereta api Jabotabek oleh PT. KA dan JKT MRT oleh perusahaan baru 2) Pembangunan inisiatif swasta akan diperkenalkan pada JORR-2 (section 1~14), Tol Jatiasih (R20a) dan Tol Depok – Antasari (R08a) 3) Pendapatan konsesi operasi busway akan menutup biaya pembangunan fasilitas busway (halte bis, dan sistem lokasi bis).
- 30 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(4) Biaya Publik untuk Sektor Transportasi Di samping biaya untuk pelaksanaan rencana induk yang berjumlah Rp. 67,180 triliun seperti disebutkan di atas, pemerintah pusat dan daerah masih harus berbagi biaya pemeliharaan jalan-jalan yang sudah ada yang jumlahnya diperkirakan sebesar Rp. 13,22 triliun untuk perioda antara 2004 hingga 2020. Maka total beban biaya publik untuk sektor transportasi di wilayah Jabodetabek sepanjang perioda rencana induk adalah sebesar Rp. 80,400 triliun, atau sekitar 0,72 % dari PDRB. Tabel 10.3 Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 2004 – 2020 Unit: Rp. milyar
Biaya (2004 – 2020) Biaya Rencana Induk (Beban Publik)
67.180
Biaya Pemeliharaan Jalan yang Ada Pemerintah Pusat Pemprop Jawa Barat Pemprop Banten DKI Jakarta Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor Kota Tangerang Kabupaten Tangerang Total biaya perawatan jalan yang ada Total Biaya Publik untuk Sektor Transportasi
2.600 520 150 6.060 570 380 210 860 860 360 650 13.220 80.400
Sumber: Estimasi SITRAMP Catatan: Biaya operasi dan pemeliharaan KA Jabotabek tidak termasuk, karena merupakan biaya PT. KA.
(5) Kemampuan Anggaran Pemerintah untuk Mendanai Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, perkiraan kemampuan pendanaan pemerintah di masa yang akan datang selama perioda pelaksanaan rencana induk 2004-2020 adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10.4. Jumlah kemampuan total diperkirakan mencapai Rp. 49 triliun atau sekitar 0,44% dari PDRB wilayah Jabodetabek selama periode dimaksud. Jumlah tersebut tidak memenuhi kebutuhan beban biaya publik yang sebesar Rp. 80,400 triliun. Defisit kumulatif akan mencapai Rp 31,400 triliun hingga 2020, di luar eskalasi harga. Oleh karena itu, perlu dicari sumber pendanaan tambahan. Tabel 10.4 Kemampuan Pendanaan Pemerintah dan Defisit Pembiayaan Sektor Transportasi, 2004 – 2020 (Rp. milyar) Kemampuan Pendanaan Pemerintah 1) Pemerintah Pusat
21.400
2) Pemerintah Daerah
27.600 49.000
Total Kebutuhan Dana Pemerintah 1) Beban Biaya Publik Netto Rencana Induk 2) Biaya Pemeliharaan Jalan yang Ada Total Defisit
67.180 13.220 80.400 31.400
Sumber: Estimasi SITRAMP
- 31 -
Asumsi 0.08% PDRB tahun 2002 0.20 % PDRB tahun 2007-2020 0.25% PDRB tahun 2004-2020 0.44% PDRB tahun 2004-2020 Lihat Tabel 10.2 Lihat Tabel 10.3 0.72% dari PDRB
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(6) Sumber Pendapatan Tambahan Sumber pendapatan tambahan bisa didapat dari peningkatan tarif pajak BBM, pendapatan dari TDM dan pajak baru atas properti. Pendapatan tambahan dari ketiga sumber di atas diperkirakan dapat mencapai Rp. 33,010 triliun selama perioda rencana induk seperti terlihat pada Tabel 10.5. Tabel 10.5 Pendapatan Tambahan 2004 – 2020
Pendapatan dari Kenaikan Tarif BBM Pendapatan dari TDM Pendapatan dari Pajak Pembangunan Perkotaan Total Pendapatan Tambahan
Unit: Rp. milyar Pendapatan Tambahan (2004 – 2020) 14.000 15.100 3.910 33.010
Sumber: Estimasi SITRAMP
(7) Perimbangan antara Anggaran dan Pengeluaran Perkiraan jumlah anggaran untuk pelaksanaan rencana induk dan untuk pemeliharaan jalan-jalan yang ada telah dikaji pada bahasan sebelumnya. SITRAMP mengusulkan agar pemerintah dapat memberikan alokasi lebih besar bagi pembangunan sektor transportasi di wilayah Jabodetabek. Sumber-sumber anggaran tambahan dapat diperoleh antara lain dari peningkatan pajak bahan bakar minyak, pendapatan TDM dan pajak pembangunan perkotaan. Sebagaimana terlihat pada Tabel 10.6 defisit kumulatif berubah menjadi surplus sebesar Rp. 1,610 triliun pada 2020, bila pemerintah dapat memunculkan sumber-sumber pendanaan tambahan. Tabel 10.6 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020 Unit: Rp. milyar
I. Kebutuhan Dana 1. Biaya Rencana Induk Pengurangan beban biaya publik pada rencana induk karena adanya 2. pembangunan dengan inisatif swasta. 3. Beban publik netto untuk Rencana Induk 4. Biaya Pemeliharaan jalan-jalan yang ada Total Biaya Publik untuk Sektor Transportasi II. Sumber Pendanaan 1. Alokasi Anggaran Pembangunan untuk Transportasi Pendapatan dari Sumber Tambahan (Pajak BBM, TDM & Pajak 2. Pembangunan Perkotaan) 3. Total Dana III. Saldo (Surplus)
91.270 - 24.090 67.180 13.220 80.400 49.000 33.010 82.010 1.610
Sumber: Estimasi SITRAMP
Namun demikian, jika dilihat dari perimbangan dana tahunan, maka pada jangka pendek akan terjadi kekurangan dana sekitar Rp 5 triliun tiap tahun antara 2005 hingga 2007 seperti ditunjukkan dalam Gambar 10.2. Mulai tahun 2008 defisit tahunan akan menurun dan berubah menjadi surplus pada tahun 2011. Karena itu pada tahap awal rencana induk sumber pendanaan eksternal misalnya pinjaman lunak ODA perlu dijajaki untuk menutup kekurangan dana tersebut.
- 32 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 15,000 10,000
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
-5,000
2005
0 2004
Rp. billion
5,000
-10,000 -15,000 -20,000
Sumber: SITRAMP
Transportation Cost (Public Cost for MP and Maintenance Cost of Existing Roads) Budget Allocation (Development Expenditure and Additional Revenue) Annual Balance (Surplus/deficit) Cumulative Balance
Gambar 10.2 Perimbangan Pendanaan Tahunan, 2004 – 2020
1 0 .2
Pembentukan OTJ dan Pelaksanaan Rencana Induk
Rencana finansial rencana induk seperti dipaparkan di atas dihitung oleh Tim Studi berdasarkan asumsi bahwa pada tahun 2007 akan dapat terbentuk suatu Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ). (1) Pembentukan Otorita Transportasi Jabodetabek Isu penting yang berkenaan dengan aspek kelembagaan sektor transportasi adalah kurang intensifnya koordinasi dan komunikasi antar departemen, misalnya Kimpraswil, Departemen Perhubungan dan Bappenas serta instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Bukan hanya kekurangserasian dalam perencanaan dalam hirarki vertikal, namun juga kurangnya konsensus pada perencanaan wilayah antar satu pemerintah daerah dengan lainnya membuat semakin sulit untuk merumuskan rencana pengembangan sistem transportasi terpadu di Jabodetabek. BKSP seharusnya menjadi pemain utama dalam mendorong koordinasi antar pemerintah daerah tersebut; namun demikian, karena sumberdaya yang kurang mencukupi dan tanggungjawab yang tumpang tindih dengan instansi pusat dan daerah, BKSP sulit untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Dengan mempertimbangkan landasan hukum dan fungsinya saat ini, perlu mulai dipikirkan tentang institusi baru yang lebih fleksibel dan independen secara administratif dan legal. Pembentukan instansi baru yakni “Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ)” sangat direkomendasikan agar rencana pengembangan sistem transportasi metropolitan dapat konsisten serta untuk dapat mengelola permintaan transportasi Jabodetabek secara lebih baik. Namun disadari bahwa pembentukan institusi baru seperti ini memerlukan waktu, maka diusulkan untuk terlebih dahulu dibentuk suatu komisi perencanaan untuk menjalankan tugas-tugas dalam jangka pendek. Selanjutnya dalam jangka panjang dapat dipertimbangkan untuk melangkah ke pembentukan otorita pembangunan perkotaan. (a) Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek Komisi ini dibentuk di bawah arahan kementrian pusat, terdiri dari personil pemerintah yang terkait dengan sektor transportasi. Badan eksekutif terdiri dari masing-masing kepala pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, serta wakil-wakil dari beberapa departemen seperti Kimpraswil, Departemen Perhubungan, Departemen Dalam Negeri dan Bappenas. Fungsi utamanya adalah untuk 1) mengkoordinir perencanaan transportasi masing-masing pemerintah daerah untuk dimasukkan ke dalam rencana transportasi regional, 2) melakukan penelitian dan survey untuk perencanaan transportasi, 3) mengkoordinir studi-studi di wilayah Jabodetabek yang akan digunakan untuk perencanaan transportasi terpadu, dan 4) mengelola data yang terkumpul melalui Studi khususnya survei-survei yang akan digunakan untuk penelitian akademis, perencanaan dan sebagainya. - 33 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Untuk mendukung tugas komisi dan melaksanakan operasi harian dibentuk suatu sekretariat tetap. Pendanaan komisi dan sekretariat dibiayai oleh anggota-anggota dalam bentuk kontribusi. (b) Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ) Otorita Transportasi Jabodetabek dibentuk sebagai suatu perusahaan publik yang independen, dengan pertanggungjawaban utama kepada publik, bukan hanya kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah saja. Otorita tersebut disahkan dengan Keputusan Presiden atau Undang-undang agar berdiri sebagai suatu perusahaan publik yang independen. Otorita ini akan mengatur semua isu transportasi darat dan memiliki tanggungjawab pokok untuk 1) merumuskan kebijakan transportasi regional, 2) merumuskan perencanaan transportasi terpadu, termasuk pengembangan jaringan jalan, pengembangan kereta api (MRT, LRT dan subway), manajemen lalu lintas dan manajemen sistem angkutan umum, 3) melaksanakan program dan perencanaan transportasi terpadu, 4) mengeluarkan perijinan dan kontrol angkutan umum berupa ijin trayek bis, ijin usaha angkutan umum, ijin pembangunan terminal bis, dan sebagainya, 5) mengatur layanan angkutan umum misalnya Busway, MRT, LRT dan sebagainya, 6) membantu pengembangan jaringan jalan raya antarkota dan antarkabupaten, dan 7) melaksanakan langkah-langkah manajemen lalu lintas, seperti road pricing, park and ride dan park and bus ride. Otorita tersebut dibiayai dengan pendapatan dari road pricing dan dari pajak BBM serta kontribusi keuangan atau subsidi dari DKI Jakarta dan pemerintah daerah yang terkait. Akan tetapi, sebagai suatu perusahaan yang independen, otorita ini harus secara finansial cukup kuat. Pengungkapan status finansial merupakan salah satu aspek yang paling penting untuk menjamin posisinya sebagai perusahaan publik yang menawarkan layanan kepada penggunanya di wilayah Jabodetabek. Sebagai perusahaan publik, otorita ini juga dapat menggali dana dari pasar modal dengan menerbitkan obligasi. (2) Tugas OTJ a) Manajemen Permintaan Transportasi (TDM) Skema TDM akan diterapkan pada kendaraan-kendaraan pribadi yang melewati jalan-jalan di wilayah pusat Jakarta yang saat ini senantiasi macet. Bagaimanapun juga, sejumlah besar dari kendaraan ini datang dari luar wilayah DKI Jakarta. Dalam hal ini, pelaksanaan dan manajemen skema TDM harus dilaksanakan oleh OTJ; termasuk tugas-tugas penyiapan road pricing mulai tahun 2007 yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi area pricing. b) MRT MRT diharapkan dapat berfungsi sebagai sistem angkutan umum utama di Jabodetabek, dimana sebagian besar penumpangnya berasal dari luar Jakarta. Selain itu, jaringan MRT diharapkan akan dapat diperluas hingga melampaui batas wilayah DKI Jakarta. Mempertimbangkan hal ini, pekerjaan konstruksi prasarananya akan ditangani oleh OTJ sedangkan operasional dan manajemen MRT akan dilaksanakan oleh sebuah perusahaan publik atau perusahaan swasta baru. OTJ akan menanggung sebagian beban biaya pengembangan prasarana untuk MRT, sedangkan biaya pengadaan rolling stocks serta biaya operasi dan pemeliharaan menjadi tanggungan perusahaan pengelola tersebut. c) Busway Pada umumnya pelebaran jalan dan pengembangan fasilitas terkait lainnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Implementasi proyek yang konsisten di luar wilayah administratif sangat diperlukan. Untuk itu, OTJ akan melaksanakan pengelolaan pengembangan prasarana untuk sistem Busway, termasuk melakukan pelebaran jalan-jalan arteri yang akan dilalui oleh rute busway setelah tahun 2007. Pekerjaan pemeliharaan terhadap jalan-jalan yang dilalui busway tersebut akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan, sedangkan biaya yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut dapat disediakan oleh OTJ. Layanan operasional busway akan diselenggarakan oleh perusahaan angkutan bis swasta.
- 34 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
d) Outer Outer Ring Road, Tol Jatiasih dan Tol Depok-Antasari Jalan Outer-Outer Ring Road akan menyambungkan beberapa sub-center, misalnya Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Tangerang dalam rangka mendukung pengembangan wilayah dan untuk meningkatkan mobilitas di wilayah tersebut. Proyek ini banyak terkait dengan beberapa pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ melaksanakan koordinasi perencanaan secara menyeluruh serta mengimplementasikan proyek ini, termasuk dalam hal partisipasi swasta. Jalan tol Jatiasih merupakan bagian dari jalan tol Jatiasih-Cikarang, yang diharapkan akan berfungsi sebagai jalur alternatif bagi jalan tol Cikampek. Sementara itu, jalan tol Antasari menghubungkan antara wilayah selatan Jakarta dan Depok bagian utara. Karena kedua jalan tol yang merupakan komponen sistem jaringan jalan mobilitas tinggi tersebut melintasi batas-batas wilayah administratif, maka dipandang lebih sesuai jika OTJ yang melaksanakan proyek jalan tersebut. e) Sistem Area Traffic Control (ATC) Manajemen lalu lintas yang mencakup ATC (area traffic control) dan sistem informasi lalu lintas merupakan komponen yang penting dalam upaya mengurangi kemacetan lalu lintas dan mendayagunakan kapasitas jalan dan fasilitas yang ada. Paling tidak DKI Jakarta dan tiga kota di sekelilingnya mempunyai keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan proyek ini. Sehubungan dengan itu, OTJ akan melaksanakan manajemen pengembangan sistem kontrolnya. (3) Kebutuhan Pendanaan dan Perimbangan Dana oleh Badan Pelaksana Kebutuhan beban publik untuk Rencana Induk diperkirakan sebesar Rp 67,180 triliun dialokasikan menurut instansi pelaksananya seperti ditunjukkan dalam Tabel 10.7. Kebutuhan pemerintah pusat terhitung sangat besar yaitu mencapai Rp 37,85 triliun atau sekitar 56% dari total biaya, sedangkan beban OTJ mencapai sepertiga dari total biaya yakni sekitar Rp 15,23 triliun atau 23% dari total biaya. Total biaya pengembangan sistem transportasi dan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 80,4 triliun di-share di antara pihak terkait seperti ditunjukkan dalam Tabel 10.8. Memperhitungkan kemungkinan alokasi anggaran belanja pembangunan, maka perimbangan dana tiap pemerintah daerah diperkirakan untuk periode rencana induk tersebut. Defisit dana pemerintah pusat dan OTJ terhitung cukup besar, masing-masing mencapai Rp. 19,05 triliun dan Rp. 15,23 triliun. Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (1/2) Unit: Rp. milyar
Pemerintah Pusat Sub-total dari pemerintah pusat Pemprop Jawa Barat Pemprop Banten
Biaya Rencana Induk Busway, Jaringan Jaringan ATC & KA Jalan 1) TDM 24.530 24.120 24.530 1.550 680 4.650
Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor
470 1.220 1.200 670 600
Kabupaten Tangerang
13.3802)
2.5803)
DKI JKT
Kota Tangerang
Inisiatif Swasta & Pendapatan
320 2.520
24.120
2.580 354) 5554) 1505) 53) 53) 53) 53) 53) 53) 154) 53) - 35 -
13.380
5554)
Beban Publik Netto
Keterangan
24.530 10.740 KA Jabotabek 3)Manajemen 2.580 lalu-lintas 37.850 1.550 680 4.835
4)
Fasilitas Busway (2005~2006)
5)TDM
475 1.225 1.205 675 605 154)
325 2.525
4)
Fasilitas Busway
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (2/2) Biaya Rencana Induk Inisiatif Beban Busway, Publik Keterangan Swasta & Jaringan Jaringan ATC & Pendapatan Netto KA Jalan 1) TDM JORR-2, tol Jatiasih, tol Depok-Antasari & 11.760 6.9206) 4.840 pelebaran untuk busway (2007~) Otorita Transportasi 11.410 2.8707) 8.540 JKT MRT Jabodetabek 3504) 3504) 0 4) Fasilitas Busway 3305) 330 Manajemen Lalin 1.5205) 1.520 5)TDM Sub-total OTJ 11.760 11.410 2.200 10.140 15.230 50.170 35.530 5.570 Total 24.090 67.180 91.270 Sumber: SITRAMP Catatan: 1) Termasuk biaya jaringan jalan dan pelebaran hingga 6-lajur untuk busway 2) Operasi KA Jabotabek termasuk penyediaan rolling stock oleh PT.KA 3) Manajemen lalu-lintas 4) Pembangunan fasilitas busway dan pendapatan konsesi dari perusahaan operator busway 5) DKI Jakarta bertanggung jawab pada TDM tahun2005 & 2006. Setelah tahun 2007 akan diambil alih oleh OTJ 6) Pengembangan inisiatif swasta unutk OORR (section 1~14), tol Jatiasih dan tol Depok-Antasari 7) Operasi MRT jakarta termasuk penyediaan rolling stock oleh perusahaan baru
Tabel 10.8 Kebutuhan Dana Sektor Transportasi dan Perimbangan Dana 2004 – 2020 Unit: Rp. milyar
Pemerintah Pusat Pemprop Jawa Barat & Banten DKI JKT Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor Kota Tangerang Kabupaten Tangerang Sub-total (Bodetabek) Otorita Transportasi Jabodetabek Total
Beban netto pemerintah untuk pelaksanaan rencana induk 37.850
Biaya pemeliharaan jalan yang ada
Total biaya transportasi
Alokasi dari anggaran pembangunan
2.600
40.450
21.400
Perimbangan dana (Surplus/ defisit) -19.050
2.230
670
2.900
3.700
800
4.835 475 1.225 1.205 675 605 325 2.525 7.035
6.060 570 380 210 860 860 360 650 3.890
10.895 1.045 1.605 1.415 1.535 1.465 685 3.175 10.925
14.400
3.505
9.500
-1.425
9.500
-1.425
15.230
-
15.230
0
-15.230
67.180
13.220
80.400
49.000
-31.400
Sumber: Estimasi SITRAMP
(4) Perimbangan Antara Anggaran dan Pengeluaran Meskipun defisit kumulatif berubah menjadi surplus sebesar Rp. 1,61 triliun di tahun 2020, jika pemerintah mendapatkan sumber dana tambahan, saldo di pihak pemerintah pusat dan OTJ masih tetap defisit sehingga diperlukan skema transfer antar-pemerintahan misalnya melalui kontribusi dari pemerintah daerah kepada OTJ.
- 36 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan Tabel 10.9 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020 Unit: Rp. milyar
Saldo Dana (Minus: defisit) Pemerintah Pusat Pemprop Jawa Barat & Banten DKI Jakarta Kota/ Kabupaten di Wilayah Bodetabek Otorita Transportasi Jabodetabek Total
-19.050
7.000
Pendapatan Tambahan Pendapatan Pajak TDM pembanguna n Perkotaan 430
800
700
3.505
700
-1.425
1.400
-15.230
4.200
14.200
-31.400
14.000
15.100
Pajak BBM
900
Saldo Netto Total 7.430
-11.620
200
900
1.700
2.480
4.080
7.585
800
2.200
775
18.400
3.170
33.010
1.610
3.910
Sumber: Estimasi SITRAMP
1 0 .3
Reformasi Perusahaan Angkutan Umum
Beberapa perusahaan angkutan umum yaitu Perum PPD dan PT. Kereta Api perlu dirasionalisasi. Meskipun proses privatisasi perusahaan angkutan ini masih perlu dibahas lebih lanjut, namun rasionalisasi dan efisiensi perusahaan tersebut merupakan prasyarat bagi partisipasi sektor swasta.
1 0 .4
Peningkatan Kemampuan Aparat Pemerintah Daerah (Capacity Building)
Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh departemen atau instansi terkait perlu ditata ulang dan digabungkan menjadi suatu program perencanaan transportasi secara terpadu agar didapatkan program pelatihan berlingkup luas yang terstruktur dan bertahap. Target program pelatihan tersebut adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan administratif, kelembagaan dan pengetahuan teknis serta ketrampilan, agar personil pemerintah daerah dapat mengelola program-program transportasi dengan cakap, misalnya dalam hal perencanaan transportasi, pengelolaan modal, pengelolaan proyek, manajemen operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi. Program ini juga dimaksudkan untuk mengkonsolidasikan sumberdaya yang terbatas di departemen terkait dan di pemerintah daerah agar dapat dimanfaatkan secara efektif guna memberikan hasil yang maksimum. Diusulkan agar program pelatihan perencanaan transportasi terpadu tersebut tidak dibagi secara vertikal menurut garis koordinasi departemen/instansi, melainkan diprogramkan untuk melatih staf lokal dalam struktur horizontal.
1 0 .5
Peranserta Masyarakat Dalam Pengembangan Sistem Transportasi
Dalam penyusunan suatu rencana induk, pemahaman warga masyarakat akan rencana induk tersebut adalah penting guna mensukseskan pengimplementasian proyek-proyek dan program-program yang diusulkan. Sebelum pengimplementasian proyek dan program tersebut, penyebaran informasi mengenai rencana induk dan penjaringan umpan balik dari masyarakat umum merupakan suatu proses yang sangat penting untuk mewujudkannya. •
Bagi pemerintah daerah, peranserta masyarakat secara aktual dalam proses perencanaan transportasi tingkat lokal akan sangat bermanfaat. Untuk itu diperlukan legalisasi prosedur peranserta masyarakat.
•
Bagi rencana induk, mekanisme monitoring oleh masyarakat perlu dikaji, termasuk diseminasi informasi dan umpan balik dari masyarakat.
1 0 .6
Monitoring Pelaksanaan Rencana Induk
(1) Pentingnya Monitoring Pelaksanaan Rencana Induk Selama periode pelaksanaan rencana induk, monitoring atas kemajuan pelaksanaan proyek-proyek - 37 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
dan program-program adalah hal yang penting guna mencapai tujuan rencana induk. Tingkat pencapaian proyek dan program perlu dievaluasi. Di sisi lain, isi dan jadwal komponen-komponen rencana induk perlu secara periodik ditinjau ulang untuk mengakomodir perubahan lingkungan sosial dan ekonomi. Jadwal pelaksanaan Rencana Induk hingga tahun 2020 telah disusun dengan mempertimbangkan kendala anggaran di masing-masing tingkat pemerintahan. Bagaimanapun juga, beberapa proyek pengembangan sistem transportasi yang dapat diselenggarakan dengan peranserta swasta dapat saja diimplementasikan lebih awal sebelum tahun 2020 apabila kondisi ekonomis dan finansialnya mencukupi. Studi SITRAMP mengusulkan untuk mengembangkan sistem busway sebagai bagian dari sistem angkutan umum utama dalam jangka pendek guna mendukung sistem angkutan kereta api. Di masa depan, bila pergerakan penumpang di koridor busway meningkat atau bila kemampuan masyarakat untuk membayar sudah meningkat seiring peningkatan pendapatan rumah tangga, maka busway dapat dikonversi ke sistem angkutan umum yang berstandar lebih tinggi, misalnya LRT atau MRT. Oleh karena itu, pengamatan terhadap peningkatan pendapatan riil rumah tangga dan pengamatan terhadap laju permintaan pergerakan penumpang busway merupakan hal yang penting untuk dapat menentukan waktu yang tepat untuk memperbaharui sistem angkutan umum. Perlu pula dicatat bahwa jadwal pelaksanaan proyek dan program tersebut harus dikaji ulang dan diubah bilamana perlu secara periodik dengan mempertimbangkan kondisi perubahan sosio-ekonomi. Misalnya apabila perekonomian regional dapat tumbuh lebih cepat dibanding perkiraan dalam rencana induk ini atau apabila pendapatan dari pajak dapat bertambah signifikan, maka lebih banyak lagi prasarana sistem transportasi yang dapat dibangun sebagaimana disajikan pada Gambar 10.3. (2) Pengembangan Sistem Database Sistem database sangat penting fungsinya dalam proses monitoring dan evaluasi guna mendapatkan hasil yang efektif. Database akan berguna untuk memeriksa kemajuan pelaksanaan proyek serta mengecek pencapaian tingkat manfaat/efek yang diharapkan. Sistem ini juga akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pertanggungjawaban sektor publik. Dalam hal ini, terdapat tiga tipe indikator monitoring yang penting yaitu “Input Index”, “Output Index” dan “Outcome Index”. Indeks yang disebutkan pertama mengindikasikan pencapaian atau kemajuan proyek dalam hal jadwal, pendanaan, penganggaran, maupun unit fisik seperti luasan, dan lain-lain. Sementara itu, indeks berikutnya menunjukkan manfaat yang diperoleh atau diwujudkan oleh proyek-proyek tersebut dalam hal tingkat pencapaian target. Di masa mendatang, sistem serupa yang diterapkan oleh berbagai instansi pelaksana akan dapat saling terhubungkan melalui internet. Sistem database selayaknya didesain agar berguna dalam seluruh siklus kebijakan; yaitu “Plan (rencana)”, “Do (pelaksanaan)”, dan “See (Pengawasan)”. Sistem ini akan berguna sebagai sistem pendukung untuk perencanaan pada tahapan “Plan”, sebagai sistem monitoring pelaksanaan proyek pada tahapan “Do”, dan sebagai suatu sistem evaluasi proyek pada tahapan “See”. Sangat dianjurkan agar sistem database tersebut dapat dikembangkan dalam suatu instansi/organisasi yang bertanggungjawab dalam memonitor aktivitas proyek. Sistem database transportasi perkotaan mencakup berbagai data, tidak hanya data transportasi tetapi juga data sosio-ekonomi, tata guna lahan dan data lingkungan. 1) Transportasi
2) Sosio-Ekonomi 3) Tata guna lahan 4) Lingkungan
- Data perjalanan orang (dari Home Visit Survey) - Matriks asal-tujuan (diproses dari data perjalanan orang) - Jaringan jalan (jalan tol, jalan arteri dan kolektor) - Jaringan angkutan umum (jaringan & operasional bis, KA) - Populasi - Lapangan Kerja (jumlah pekerja menurut tempat tinggal / tempat kerja) - Pendidikan (jumlah pelajar menurut tempat tinggal / tempat sekolah) - tata guna lahan eksisting - Polusi udara - Kebisingan lalu lintas - 38 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Data-data tersebut dirangkum dalam suatu format database yang dapat diolah dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data yang populer dan tersedia di pasaran. Beberapa data yang memiliki feature geografis, misalnya zona, arc dan point dikemas dalam format Sistem Informasi Geografis (GIS). Dengan demikian data-data itu dapat dimanfaatkan cukup dengan komputer pribadi, meskipun dibutuhkan kapasitas penyimpan yang relatif besar. Untuk merawat dan meng-update data, perlu dibentuk semacam pusat database transportasi perkotaan. Oleh karena data ini akan digunakan juga dalam proses monitoring pelaksanaan rencana induk, maka pusat database tersebut idealnya adalah merupakan bagian dari Otorita Transportasi Jabodetabek sebagaimana diusulkan. Sebelum institusi ini dapat terbentuk, pusat database secara tentatif dapat ditempatkan di Bappenas.
- 39 -
Gambar 10.3 Pengembangan Sistem Transportasi Utama (Possible Alternative)
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 40 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
11.
Menuju Pelaksanaan Rencana Induk
1 1 .1
Arah Pelaksanaan Rencana Induk
(1) Promosi Penggunaan Angkutan Umum Dalam jangka pendek dan menengah, jaringan angkutan umum harus dibentuk melalui kombinasi pendayagunaan jaringan kereta api yang ada secara maksimal dan pengenalan sistem busway yang akan melengkapi jaringan kereta api tersebut. Dalam jangka panjang, sistem transportasi berbasis kereta api mutlak diperlukan untuk dapat memberikan tingkat layanan yang lebih baik dan dengan kapasitas angkut penumpang lebih banyak. Penerapan sistem busway dapat menjamin penyediaan ruang untuk pengembangan sistem angkutan umum di masa depan dengan tingkat layanan yang lebih tinggi. Peningkatan layanan angkutan umum saja tidak dapat dengan sertamerta mengurangi pilihan masyarakat untuk menggunakan moda angkutan pribadi. Untuk itu, perlu diterapkan skema pembatasan lalu lintas di kawasan rawan macet terutama di wilayah pusat kota. Langkah penting lainnya adalah mendorong pengembangan sub-center di wilayah Bodetabek dan menyebarkan fungsi-fungsi perkotaan yang saat ini terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Dengan perubahan struktur perkotaan tersebut, masalah kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi sampai tingkat tertentu.
Pembangunan Jaringan Jalan (2) Meskipun dalam rencana induk ini langkah-langkah promosi penggunaan angkutan umum menjadi kebijakan paling utama untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, pengembangan jaringan jalan di wilayah Bodetabek belumlah mencukupi dan kapasitas jalan yang ada sangat kurang. Karena kemajuan pembangunan jalan tersebut belum dapat mengimbangi laju perluasan wilayah perkotaan, maka pengembangan jaringan jalan di Bodetabek juga perlu mendapat perhatian. (3)
Pengaturan Kelembagaan
Studi ini memberikan indikasi pemecahan masalah transportasi Jabodetabek; tidak hanya mengenai bagaimana pembangunan fisik jaringan transportasi harus disusun, tetapi juga bagaimana memastikan dana yang dibutuhkan, sharing biaya oleh anggota masyarakat, perubahan peraturan, pengaturan kelembagaan, dan pembentukan konsensus di antara stakeholder. Studi ini juga memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan rencana induk. (4)
Penggalangan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi
Apabila alokasi dana pemerintah pusat dan daerah diasumsikan berada pada tingkat yang sama seperti saat ini, maka diperkirakan akan terjadi kekurangan dana untuk melaksanakan proyek-proyek dan program-program yang diusulkan dalam rencana induk. Dana yang tersedia sangat terbatas, bahkan tidak cukup untuk menutup biaya pemeliharaan fasilitas yang ada, dan kemungkinan besar hanya sedikit dana yang dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas transportasi baru. Dana untuk pengembangan sistem transportasi dan pemeliharaan harus ditingkatkan melalui, antara lain, kenaikan pajak bahan bakar, road pricing, pajak pembangunan perkotaan dan sebagainya. (5)
Meningkatkan Partisipasi Sektor Swasta
Lebih lanjut, untuk mengejar kekurangan dana pembangunan sektor publik, maka partisipasi aktif sektor swasta dalam penyediaan layanan transportasi harus didorong. Dalam hal ini, berdasarkan prinsip “pengguna-membayar” (user-pay-principle) maka ongkos transportasi harus ditarik dari pengguna yang mendapatkan manfaat dari layanan tersebut. Untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam usaha transportasi, maka peraturan perundangan yang terkait harus disesuaikan guna menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan mengurangi ketidakpastian untuk investasi.
- 41 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(6)
Keterlibatan Mayarakat
Kerjasama masyarakat, khususnya dalam menanggung beban kenaikan pajak sangat diperlukan untuk pelaksanaan rencana induk. Masyarakat harus mendapat penjelasan menyeluruh mengenai rencana tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai kesempatan seperti rapat dengar pendapat umum dan rapat stakeholder dimana pendapat masyarakat dapat didengar dan ditampung dalam rencana tersebut. Tambahan lagi, efek pelaksanaan proyek perlu pula dipantau dengan baik. Dalam hal ini, keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah merupakan hal yang utama. Keterbukaan sangat penting artinya guna memperoleh penerimaan dan kerjasama masyarakat. Untuk itu mekanisme penyebaran informasi perlu disusun. Sebagai bagian dari rencana induk, Studi merekomendasikan untuk mengembangkan sistem database transportasi dan sistem pemantauan kinerja transportasi.
1 1 .2
Langkah Selanjutnya yang Perlu Diambil
Untuk mewujudkan rencana induk transportasi, pertama-tama hal-hal berikut ini harus dilaksanakan dalam jangka pendek (1) Kerangka Hukum dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Untuk dapat mewujudkan rencana induk ini dibutuhkan suatu kerangka atau basis hukum yang kuat bagi instansi-instansi pemerintahan terkait. Untuk itu direkomendasikan untuk membuat peraturan perundangan baru, atau setidaknya Keputusan Presiden bagi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. (2) Pembentukan Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek Karena dipandang bahwa pembentukan suatu badan transportasi baru dalam jangka pendek sulit untuk dapat dilakukan, maka sebagai langkah awal perlu dibentuk komisi perencanaan transportasi Jabodetabek untuk mengkaji struktur dan fungsi-fungsi organisasi, pembagian peran di antara lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah ada dan untuk menyiapkan badan yang bertugas melaksanakan komponen rencana induk dalam jangka pendek. (3) Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah
Daerah di Wilayah Bodetabek Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah tersebut harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem jaringan transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik masing-masing pemerintah daerah. (4) Ketersediaan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi Bahkan dengan diikutsertakannya partisipasi sektor swasta, beban keuangan yang harus ditanggung oleh sektor masyarakat diperkirakan sejumlah Rp. 80,4 triliun selama 14 tahun periode rencana induk dari tahun 2004 sampai 2020. Diperlukan dana sejumlah Rp. 33,01 triliun sebagai tambahan dari anggaran sektor transportasi saat ini. Perlu dibuat peraturan perundangan yang terkait dengan road pricing, kenaikan pajak BBM dan pajak pembangunan perkotaan untuk mengisi kekurangan dana pembangunan. Selain itu, karena beberapa instansi terkait belum dapat menyetujui konsep “earmarking” dari pajak-pajak yang berhubungan dengan sektor transportasi, maka pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut harus terus dilakukan. Diskusi secara lebih mendalam perlu dilaksanakan di antara lembaga-lembaga terkait sehubungan dengan kemungkinan diterapkannya CDM (Clean Development Mechanism) untuk mengembangkan sistem transportasi berbasis rel yang memerlukan dana sangat besar. - 42 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(5) Perumusan Kerjasama Publik - Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk memperkenalkan praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus dilakukan sehubungan dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor swasta, serta insentif yang dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak pembangunan, jaminan dari pemerintah, dan sebagainya). (6) Evaluasi Pasca-Proyek Dalam tahap akhir dari studi rencana induk, pengoperasian busway di DKI Jakarta diresmikan pada bulan Januari 2004 dan kebijakan lalu-lintas 3-in-1 diubah menjadi lebih ketat dibandingkan dengan sebelumnya. Suatu studi evaluasi terhadap proyek busway dan kebijakan 3-in-1 tersebut dipandang sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui tanggapan-tanggapan masyarakat serta dampak-dampaknya terhadap sistem lalu-lintas dan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di koridor tersebut. Hasil studi evaluasi tersebut dapat menjadi umpan balik bagi tahap pengembangan proyek berikutnya dan jika dipandang perlu maka rencana-rencana yang ada harus dimodifikasi dan diperbaiki menjadi sistem yang lebih sesuai dan efisien. Proses ini diharapkan dapat mengarah pada kebijakan transportasi yang lebih bisa diterima oleh mayarakat.
- 43 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
12.
Gambaran Pra-Studi Kelayakan
Empat proyek dari Rencana Induk Transportasi SITRAMP telah dipilih untuk pra-studi kelayakan, yaitu : 1) Proyek perluasan Busway dalam jangka pendek, 2) Manajemen Permintaan Lalu Lintas (TDM) di CBD Jakarta, 3) Double Tracking Kereta Api Jalur Serpong berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu, dan 4) Proyek jalan Outer-Outer Ring Road. Dua proyek pertama, perluasan busway dan TDM, dipilih karena kedua proyek ini diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka pendek guna meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas. Pra-studi kelayakan untuk dua proyek lainnya, yaitu proyek double tracking Kereta Api Jalur Serpong dan proyek jalan Outer-Outer Ring Road., lebih difokuskan pada mekanisme pelaksanaan. Pra-studi kelayakan mengkaji aspek-aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan finansial proyek-proyek tersebut. Juga telah dibahas mengenai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek dan kemungkinan pembagian peran antara sektor publik dan sektor swasta.
- 44 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
13.
Proyek Perluasan Sistem Busway
1 3 .1
Tujuan dan Latar Belakang
Kemajuan yang mencolok dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas belum begitu terlihat di Jabodetabek, meskipun berbagai langkah untuk meningkatkan angkutan umum telah dikaji sejak lama. SITRAMP mengusulkan pembangunan sistem busway pada beberapa jalan arteri utama untuk menghadapi problema lalu lintas. DKI Jakarta juga mempunyai rencana pembangunan sistem busway dan sejak Januari 2004 telah mulai mengoperasikannya untuk rute Kota - Blok M. Pra-Studi Kelayakan ini mengkaji rencana pelaksanaan beserta kelayakan empat rute-busway pada beberapa jalan arteri utama (termasuk perpanjangan busway DKI Jakarta hingga Lebak Bulus) yang diusulkan untuk di-implementasikan dalam jangka pendek guna membentuk suatu sistem jaringan busway.
1 3 .2
Rute Busway
Gambar 13.1 menunjukkan rute busway untuk rencana jangka pendek yang dianalisis di dalam studi. Lajur khusus bis direncanakan ditempatkan pada lajur jalan paling dalam di dekat median. Untuk ruas jalan yang jumlah lajurnya terbatas, jika tidak ada cara lain yang lebih efektif maka jalur bis akan berbaur dengan lalu lintas kendaraan biasa, sementara pelebaran jalan harus segera dilakukan.
Gambar 13.1 Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek
1 3 .3
Permintaan Penumpang Bis
Prediksi jumlah penumpang menurut rute pada tahun 2007 dan 2010 ditunjukkan dalam Tabel 13.1. Tabel 13.1 Permintaan Penumpang Busway Unit: Orang/hari
Rute PB01 PB02 PB03 PB04
Arah Ke Utara Ke Selatan Ke Utara Ke Selatan Ke Utara Ke Selatan Ke Timur Ke Barat
Jumlah Penumpang Harian 2007 2010 19.900 32.600 23.600 40.800 8.900 44.300 7.300 36.400 22.800 50.200 23.900 41.800 35.000 54.600 38.400 55.600
Sumber: SITRAMP
- 45 -
1 Jam Puncak 2007 2010 1.990 3.260 2.360 4.080 890 4.430 730 3.640 2.280 5.020 2.390 4.180 3.500 5.460 3.840 5.560
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 3 .4
Rencana Pengoperasian Bis
Rencana pengoperasian menurut rute ditunjukkan dalam Tabel 13.2. Bis tunggal ataupun gandeng (articulated ) digunakan dalam pengoperasian sesuai besarnya volume penumpang yang dilayani. Tabel 13.2 Jumlah Bis yang Dioperasikan menurut Ruas (2007) Unit: Bis/jam/arah
Ruas
Tipe Bis
Kota - Harmoni Harmoni – Kebon Sirih Kebon Sirih – H.I. H.I. - Blok M Blok M – Lebak Bulus Kota – Kp. Tendean Kp. Tendean - Ragunan Kota - Senen Senen - Kp. Rambutan Kalideres - Pulogadung
PB01
PB02 PB03 PB04
PB01 PB02 PB03 PB04 16 16 16 16 16 -
Gandeng
Gandeng Tunggal Gandeng
6 6 6 6 4 -
15 30 -
27 27
Total (Bis/Jam) 22 49 22 16 16 6 4 15 30 27
Estimasi SITRAMP
Apabila dilihat dari sudut pandang frekuensi operasi antara asal dan tujuan masing-masing rute, maka rencana operasional tersebut dapat dipahami sebagai berikut: Tabel 13.3 Operasi Bis menurut Rute Frekuensi (bis/jam sibuk /arah)
Rute
Asal - Tujuan
PB01
Kota – Lebak Bulus Kota - Ragunan Kota - Tendean Kota - Rambutan Senen - Rambutan Kalideres - Pulogadung
PB02 PB03 PB04
Tipe Bis
16 6 4 15 30 27
Gandeng Gandeng Tunggal Gandeng
Frekuensi bis pada jam sibuk menurut ruas utama ditunjukkan dalam Gambar 13.2. PB 03
Kota Sta.
-1
PB04
22 (A)
Kalideres
27 (A)
15 (S) 27 (A)
PB
49 (A) U-turn Point
P.Gadung
01
6 (A)
PB03-1
PB
PB 0 2 -
1
22 (A)
04
16 (A) U-turn Point
30 (S)
L.Bulus
PB 0
2-2
4 (A)
Ragunan
KP.Rambutan
Note: (S,A) Menunjukkan tipe bis tunggal (single) dan gandeng (articulated)
Gambar 13.2
Konsep Pengoperasian Bis - 46 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 3 .5
Rencana Manajemen Lalu Lintas
(1) Langkah-langkah Keamanan Karena busway dioperasikan pada lajur bis khusus, maka perlu diambil langkah-langkah bagi keamanan dan kelancaran manajemen lalu lintas pada persimpangan yang dilengkapi dengan lampu lalu lintas dan tempat-tempat lain yang tercantum di bawah ini. • Pergerakan belok kiri oleh bis yang dioperasikan pada lajur khusus bis • Pergerakan belok kanan oleh lalu lintas kendaraan umum • Pergerakan memutar (U-turn) oleh lalu lintas kendaraan umum (2) Langkah-langkah untuk Kelancaran Operasi Karena kelancaran operasi merupakan kunci sukses busway, maka hal-hal berikut ini harus dilaksanakan guna menjamin kelancaran operasi. • Pemasangan sinyal prioritas bis • Pemasangan sistem penjejak lokasi bis (3) Langkah-langkah untuk Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas Penerapan busway tak dipungkiri akan mengurangi kapasitas jalan bagi lalu lintas umum dan mungkin memperparah kemacetan lalu lintas karena pengguna mobil pribadi tidak dapat segera beralih ke angkutan umum. Untuk solusi jangka pendek, jika memungkinkan diusulkan untuk mengurangi lebar median tengah guna menambah satu lajur bagi lalu lintas umum, atau dengan mengurangi lebar lajur untuk mempertahankan jumlah lajur yang sama untuk lalu lintas umum. (4) Langkah-langkah Keselamatan untuk Pejalan Kaki Untuk mencapai halte busway (yang umumnya terletak di median) secara aman, perlu disediakan jembatan penyeberangan orang (JPO) atau sinyal pejalan kaki bila persimpangan yang dilengkapi lampu lalu lintas terletak jauh dari halte bis.
1 3 .6
Biaya Proyek
Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan, halte bis, mesin tiket dan lampu lalu lintas, dirangkum dalam Tabel 13.4. Komponen biaya yang mencolok adalah tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya. Tabel 13.4 Biaya Proyek untuk Rencana Busway (2004-2007) Biaya Investasi (Rp. Milyar) 1.174
Tanah dan ganti rugi Biaya konstruksi Pekerjaan sipil untuk pelebaran Halte Bis Mesin Tiket Sistem Lokasi Bis/Lampu Lalu Lintas Total biaya konstruksi Total biaya investasi
190 92 146 58 486 1.660
Sumber: SITRAMP
Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya peningkatan prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya operasi dan pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek. Tabel 13.5 menunjukkan biaya pengoperasian bis menurut komposisi.
- 47 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan Tabel 13.5 Harga Satuan Biaya Pengoperasian Bis Biaya operasi bis per km 25% 9% 6% 21%
Tanah & ganti rugi Fasilitas prasarana Biaya pengadaan bis Biaya pengoperasian bis (BBM, suku cadang, biaya awak bis, dsb.) Bunga Total
39% Rp.20.400
Note: Biaya bunga diestimasi berdasarkan pada defisit tahunan arus kas dan tingkat suku bunga 12 %.
1 3 .7
Pelaksanaan Perluasan dan Pengoperasian Busway
Pelaksanaan proyek dan pengoperasian empat rute busway dijadwalkan sebagai berikut. Short-term period 2003
2004
2005
Intermediate-term period
2006
2007
2008
2009
Long-term period
2010
2015
2020
Monas - Blok M Blok M - Ciputat
MRT
Monas-Kota DKI JKT
Kota - Blok M
SITRAMP - PB01 Blok M - Lebak Bulus SITRAMP - PB02 SITRAMP - PB03
Kota - Ragunan
21.80 km 19.75 km
Kota - Kp. Rambutan 24.85 km
SITRAMP - PB04 Kilidres - Pulo Gadung 25.90 km : Resettlement and Widening for BRT : Construction of Busway Facility : Operation of BRT : Replacement of BRT with MRT
Gambar 13.3 Jadwal Pelaksanaan Proyek dan Pengoperasian Busway
Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan segera dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga tahun 2007 (yang merupakan tahun target periode jangka pendek), empat rute perluasan busway dijadwalkan mulai beroperasi. Dalam Rencana Induk SITRAMP diasumsikan bahwa rute Monas – Blok M akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila terdapat cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari Blok M ke Lebak Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT dalam jangka panjang.
1 3 .8
Evaluasi Ekonomi
Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional. Tabel 13.6 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Proyek Perluasan Busway Present Value dengan diskonto 12% (Rp. milyar) Biaya
Manfaat
Net Present Value
785
1.938
1.153
- 48 -
EIRR (%) 31.9%
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 3 .9
Analisis Kelayakan Finansial
(1) Komposisi dan Tanggung Jawab Pembiayaan Biaya pengembangan busway terdiri dari tiga unsur pokok; yaitu; 1) biaya pembangunan prasarana dasar seperti pelebaran jalan, pemasangan dan pemeliharaan lampu lalu lintas, 2) Biaya pembangunan fasilitas seperti halte bis dan sistem lokasi bis, 3) Biaya yang terkait dengan operasional langsung seperti pengadaan kendaraan serta biaya pemeliharaan dan perbaikan kendaraan. Mengenai sistem tarif, baik sistem tarif flat maupun sistem zona dapat diterapkan. Hasil analisis kelayakan finansial berdasarkan kondisi di atas dirangkum dalam Tabel 13.7. Tabel 13.7 Hasil Analisis Kelayakan Finansial Sistem Tarif Tarif flat sebesar Rp. 3,300 hingga tahun 2009; Tarif proporsi jarak setelah tahun 2010 (Flag fall: Rp.1.000, dan Porsi jarak: Rp.200 /km) Jika pendapatan 20%
turun
Tanah dan ganti rugi
√ √
Beban Biaya Operator Bis Fasilitas Halte bis, Pembelian Prasarana sistem lokasi Bis dan bis biaya operasi bis
FIRR
√
√
√
10.1%
√
√
√
39.4%
√
√
√
4.3%
√
√
√
28.1%
Sumber: SITRAMP
(2) Kebijakan Pembebanan Keuangan Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa operator bis dapat saja menanggung seluruh beban biaya investasi kecuali biaya pembebasan tanah. Dengan kata lain, apabila biaya pembangunan prasarana ditanggung pemerintah, maka pemegang konsesi dapat mengembalikan investasinya dari pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian bis.
1 3 .1 0
Isu-isu untuk Pengembangan Sistem Busway Lebih Lanjut
(1) Badan Pelaksana Saat ini pengelolaan busway TransJakarta rute Blok M – Kota berada di bawah Badan Pengelola TransJakarta dan dioperasikan oleh PT. Jakarta Ekspres Trans. Ketika rute-rute busway baru nantinya ditambahkan, akan lebih efisien apabila konsesi pengoperasian bis diberikan kepada perusahaan bis swasta melalui tender. Untuk jangka menengah dan panjang, rencana induk SITRAMP mngusulkan untuk memperluas layanan busway hingga ke luar wilayah DKI Jakarta. Dalam kondisi demikian, pengoperasiannya akan lebih baik jika dikelola di bawah suatu organisasi yang dapat menangani administrasi transportasi dalam lingkup wilayah yang luas, misalnya Otorita Transportasi Jabodetabek. (2) Pemantauan dan Perbaikan Rencana Perluasan Busway Dengan telah beroperasinya busway TransJakarta rute Blok M - Kota, maka pemantauan terhadap kondisi operasi sistem yang telah berjalan tersebut sangat penting bagi perluasan proyek busway berikutnya. Tinjauan terhadap kinerja sistem, permintaan penumpang serta opini dari pengguna harus dipertimbangkan dalam perencanaan proyek perluasan busway. (3) Layanan Bis Ekspres dari Daerah Pinggiran Kota Dalam jangka pendek apabila rute busway tambahan belum dibangun, maka perlu disediakan layanan bis untuk perjalanan penumpang yang berasal dari luar koridor busway sehingga lebih menarik bagi masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota. Layanan bis ekspres dari Kota Bekasi, Kota Tangerang dan Kota Depok akan sangat membantu pergerakan para penglaju - 49 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(commuter) ke pusat-pusat bisnis dan komersial (CBD). Spesifikasi bis yang digunakan untuk layanan ekspres ini hendaknya sama dengan jenis bis yang beroperasi di jalur busway. Sehubungan dengan hal di atas diperlukan koordinasi dengan pemerintah-pemerintah daerah di Bodetabek. Selain itu perlu dipertimbangkan pula perlakuan khusus seperti lajur high occupancy vehicle (HOV) pada jalan tol untuk lebih memperlancar operasional bis ekspres tersebut. (4) Perlintasan Tak Sebidang pada Persimpangan dan Bundaran Lokasi-lokasi persimpangan, bundaran dan putaran (U-turn) di sepanjang jalur busway berpotensi menjadi bottleneck bagi pengoperasian busway karena adanya konflik dengan pergerakan lalu lintas umum. Dalam jangka pendek, diusulkan untuk memasang sinyal prioritas bis di tempat-tempat tersebut. Sedangkan dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk membangun perlintasan tak sebidang untuk menjaga kelancaran operasi busway.
- 50 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
14.
Skema Manajemen Permintaan Lalu Lintas (TDM) di CBD
1 4 .1
Garis Besar Studi
Selain skema “3-in-1” yang saat ini berlaku di sepanjang koridor Sudirman – Thamrin, langkah-langkah menajemen permintaan lalu lintas (TDM) lain yang efektif dalam menurunkan kemacetan dan dapat diterima oleh masyarakat seperti road pricing, area pricing, dan cordon pricing dikaji kelayakan penerapannya, baik untuk jangka pendek (2007) maupun jangka panjang (2020). Perluasan kawasan terbatas atau pengenalan sistem baru juga dipertimbangkan.
1 4 .2
Target Kawasan TDM
Kawasan pembatasan lalu lintas untuk TDM dapat diperluas secara bertahap seiring meluasnya kawasan kemacetan dan sesuai dengan peningkatan layanan angkutan umum yang tersedia di kawasan pembatasan tersebut. Sebagai tahap awal, lebih baik memperkenalkan skema TDM di kawasan “3-in-1” yang ada lebih dahulu. Dengan cara ini, diharapkan skema TDM akan lebih mudah untuk dapat diterima oleh masyarakat. Setelah dipastikan bahwa komponen-komponen sistem termasuk penarikan biaya, penjualan stiker, dan pengawasannya dapat berjalan dengan semestinya, maka kawasan TDM dapat diperluas secara bertahap dengan mengkombinasikan beberapa alternatif. Selain itu, sejauh menyangkut perubahan 3-in-1 yang ada menjadi sistem road pricing, maka tidak perlu dijadwalkan pada tahun 2007 atau belakangan, namun dapat dilaksanakan sebelum sistem busway beroperasi.
Gambar 14.1 Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM
1 4 .3
Dampak Alternatif Kawasan TDM
Lima pilihan tingkat pungutan telah diuji, yaitu Rp. 4,000 (Kasus 1), Rp. 8,000 (Kasus 2), Rp. 12,000 (Kasus 3), Rp. 16,000 (Kasus 4), dan Rp. 20,000 (Kasus 5) per perjalanan. Perbandingan persentase jumlah pengguna moda angkutan pribadi yang terpaksa beralih ke moda angkutan umum untuk Alternatif 1 dan 4 ditunjukkan dalam Gambar 14.2. Implikasi dari tabel-tabel dan angka-angka tersebut dirangkum sebagai berikut. • Dalam seluruh alternatif, masyarakat berpenghasilan tinggi kurang elastis terhadap pungutan TDM dibanding dengan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Sebagai contoh, dalam Alternatif 1 tahun 2007, untuk Kasus 1 (Rp. 4.000), sekitar 6 persen pengguna mobil berpenghasilan menengah ke atas akan “terdorong keluar”, dan 16 persen untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan untuk Kasus 5 (Rp. 20.000), sekitar 14 persen pengguna mobil berpenghasilan tinggi akan terdorong keluar, 43 persen untuk kelas menengah, dan 99 - 51 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
persen pengguna mobil perpenghasilan rendah. Hal ini karena faktor nilai waktu untuk masyarakat kelas atas yang lebih tinggi sehingga nilai pungutan TDM terasa lebih rendah. • Secara total, besarnya pungutan TDM sangat mempengaruhi jumlah perjalanan yang terdorong keluar. Secara global, pada tahun 2020 sekitar 90 persen pengguna mobil pribadi masih tetap memilih membayar TDM untuk dapat berkendaraan di kawasan pembatasan apabila besarnya pricing adalah Rp.8.000 (kasus 2), sementara sekitar 75 persen pengguna mobil pribadi masih masuk kawasan TDM apabila pricing dinaikkan menjadi Rp.20.000 (kasus 5). • Untuk tiap kelompok pendapatan, rasio perjalanan yang terdorong keluar akan lebih besar pada tahun 2020. Namun demikian, secara total, rasio yang terdorong keluar menurun dari tahun 2007 hingga 2020, karena mayoritas pengguna mobil akan meningkat golongan pendapatannya menjadi masyarakat berpenghasilan tinggi pada tahun 2020 sesuai framework sosio-ekonomi yang diprediksi dalam Rencana Induk SITRAMP. [Alternative Area 4]
100%
100%
90%
90% Percentage Pushed Out by TDM
Percentage Pushed Out by TDM
[Alternative Area 1]
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
0% Case1 = Rp. 4,000
Case2 = Rp. 8,000
Case3 = Rp. 12,000
Case4 = Rp. 16,000
Case1 = Rp. 4,000
Case5 = Rp. 20,000
Case2 = Rp. 8,000
Case3 = Rp. 12,000
Case4 = Rp. 16,000
Case5 = Rp. 20,000
High 2007
Mid 2007
Low 2007
Total 2007
High 2007
Mid 2007
Low 2007
Total 2007
High 2020
Mid 2020
Low 2020
Total 2020
High 2020
Mid 2020
Low 2020
Total 2020
Gambar 14.2 Perbandingan Rasio “Terdorong Keluar” (Pushed Out)
1 4 .4
Metode Pricing
Terdapat dua metode utama untuk penarikan pungutan TDM, yaitu metode manual dan metode mekanis. Untuk metode mekanis, dibagi lebih lanjut menjadi dua sistem, yaitu sistem pengawasan dengan kamera (camera-surveilance) seperti digunakan di London, dan sistem ERP (Electronic Road Pricing) seperti digunakan di Singapura. Bagaimanapun juga, di Jabodetabek belum terbentuk suatu sistem database elektronik kendaraan terdaftar secara andal, dan oleh karenanya sistem pengawasan dengan kamera seperti di London saat ini belum dapat diterapkan di Jabodetabek. Mengingat biaya untuk pembuatan sistem mekanis tersebut tinggi, maka lebih baik digunakan metode sistem manual untuk jangka pendek yang nantinya diubah menjadi metode mekanis dalam jangka panjang. Sistem pengawasan dengan kamera seperti di London baru dapat digunakan di masa mendatang. Berkaitan dengan wilayah targetnya, terdapat tiga cara pricing seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.1. Tabel 14.1 Cara Pricing
Road Pricing
Kendaraan yang melewati jalan-jalan utama tertentu (seperti pada sistem “3-in-1” yang ada) dikenai bayaran.
Cordon Pricing
Kendaraan yang memasuki kawasan TDM dikenai bayaran
Area Pricing
Semua kendaraan yang melewati kawasan TDM dikenai bayaran.
- 52 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Mempertimbangkan metodologi pemantauan dan kemungkinan penerimaan masyarakat (khususnya oleh penduduk yang tinggal di dalam kawasan TDM), maka area pricing yang baku mungkin sulit diterapkan. Sebaliknya, penerapan cordon pricing dapat menyebabkan ketidakadilan antara penduduk yang tinggal di dalam dan di luar kawasan TDM. Lebih lanjut, perbandingan antara besarnya perjalanan internal (dalam kawasan TDM) dengan semua bangkitan perjalanan mobil di kawasan TDM ternyata cukup tinggi, dan hal ini dapat membuat perbedaan yang besar dalam manajemen lalu lintas maupun dalam pendapatan dari TDM sekiranya jenis perjalanan internal tersebut diikutkan (atau tidak diikutkan) dalam skema TDM. Dalam hal ini, metoda area pricing secara parsial (yaitu cordon pricing dengan beberapa checkpoints pada jalan-jalan utama dan juga di dalam kawasan TDM), akan lebih sesuai dalam konteks Jabodetabek. Bagaimanapun juga, di Jabodetabek penerapan TDM akan merupakan peralihan dari skema “3-in-1” yang ada sekarang. Dalam hal ini maka kombinasi antara road (atau area) pricing dan perlakuan istimewa terhadap high occupancy vehicle (HOV) mungkin dapat dipertimbangkan. Dengan metoda ini kendaraan HOV yang berpenumpang tiga atau lebih dapat dibebaskan dari pricing sementara TDM dioperasikan melalui pengawasan manual dalam jangka pendek.
1 4 .5
Pemantauan dan Konfigurasi Sistem
Dalam jangka pendek, direkomendasikan untuk menerapkan sistem area (atau road) pricing secara manual terlebih dahulu, karena dapat mencakup ruas-ruas jalan yang melintasi batas kawasan TDM. Dengan metoda ini, perubahan lokasi checkpoint atau bahkan perubahan kawasan TDM itu sendiri dapat dengan fleksibel dilakukan. Dalam penerapannya, pengemudi harus dapat memperlihatkan pass masuk atau sticker ketika memasuki kawasan TDM (dalam hal cordon pricing) atau ketika melewati kawasan TDM (dalam hal area pricing). Pass masuk atau sticker ini nantinya akan dapat dibeli secara harian atau bulanan di tempat-tempat penjualan pada jalan-jalan menjelang masuk kawasan TDM. Petugas pemeriksa ditempatkan pada titik-titik gerbang (dan juga pada titik-titik lain yang ditentukan dalam hal area pricing) untuk mengawasi apakah kendaraan yang lewat mempunyai pass yang masih berlaku atau tidak. Kendaraan yang melanggar diminta berhenti dan didenda oleh petugas. Nantinya apabila database kendaraan sudah tersedia, maka kendaraan yang melanggar tidak perlu dihentikan tetapi pemberitahuan bagi pelanggar lalu lintas agar membayar denda akan dikirimkan kepada pengemudi belakangan. Dalam jangka panjang, sistem pengawasan mekanis dapat digunakan untuk TDM menggantikan pengawasan manual. Untuk itu akan dibuat sistem electronic road pricing (ERP), atau diterapkan sistem pengawasan dengan kamera sekiranya database kendaraan telah tersedia. Sistem ERP terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: in-vehicle unit (IU), outstation (gantry) dan central computer system (CCS). IU adalah alat elektronik yang dipasang pada kendaraan yang menggunakan kartu IC. IU tersebut berfungsi mengurangkan biaya ERP setiap kali kendaraan melewati gantry ERP. Plat nomor kendaraan yang masuk secara ilegal, misalnya tanpa IU, tanpa kartu IC, atau saldo di dalam kartu IC tidak mencukupi, akan difoto oleh kamera gantry untuk tindakan penegakan hukum berikutnya. Biaya akan dipungut tiap kali menggunakan kawasan TDM dan dapat bervariasi menurut waktu dan tingkat kemacetan.
1 4 .6
Estimasi Biaya
Biaya proyek untuk ketiga jenis sistem pengawasan tersebut (yaitu sistem manual, sistem kamera dan sistem ERP), untuk masing-masing alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.2. Perkiraan pendapatan menurut alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.3.
- 53 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan Tabel 14.2 Perbandingan Biaya Proyek Unit: Rp. milyar
Metode Investasi Sistem Manual OM Tahunan Investasi Sistem Kamera OM Tahunan Investasi Sistem ERP OM Tahunan Sumber: Perkiraan SITRAMP
ALT 1 65,6 18,2 203,4 15,8 444,3 24,3
ALT 2 69,3 19,9 209,5 17,3 463,9 25,2
Alternatif Kawasan TDM ALT 3 ALT 4 88,1 91,8 27,6 29,3 245,2 251,3 19,0 19,3 581,0 600,7 29,5 30,4
ALT 5 90,6 31,1 245,3 19,1 577,3 29,6
ALT 6 109,4 37,5 278,7 20,6 686,1 33,9
Tabel 14.3 Estimasi Pendapatan Tahunan Unit: Rp. milyar
2020
2007
Pendapatan Tahunan
ALT 1
ALT 2
Kasus 1 (=Rp. 4.000)
360
440
Kasus 2 (=Rp. 8.000)
690
830
Kasus 3 (=Rp.12.000)
960
1.170
Kasus 4 (=Rp.16.000)
1.180
Kasus 5 (=Rp.20.000)
ALT 4
ALT 5
ALT 6
680
760
1.010
1.160
1.280
1.430
1.880
2.170
1.760
1.980
2.590
3.010
1.430
2.130
2.390
3.110
3.640
1.330
1.620
2.370
2.670
3.440
4.070
Kasus 1 (=Rp. 4.000)
550
670
1.060
1.190
1.590
1.790
Kasus 2 (=Rp. 8.000)
1.060
1.310
2.050
2.300
3.070
3.460
Kasus 3 (=Rp.12.000)
1.530
1.880
2.940
3.290
4.400
4.960
Kasus 4 (=Rp.16.000)
1.930
2.380
3.700
4.140
5.540
6.250
2.270
2.800
4.330
4.850
6.480
7.320
Kasus 5 (=Rp.20.000) Sumber: Estimasi SITRAMP
1 4 .7
ALT 3
Alternatif Skema Pelaksanaan
Komponen-komponen pelaksanaan proyek TDM dibagi menjadi kegiatan-kegiatan utama sebagai berikut: •
Pemasangan fasilitas TDM (sistem penarikan pungutan TDM, sistem pemeriksaan, sistem pemantauan lalu lintas, dsb.);
•
Manajemen dan operasi TDM (penarikan biaya TDM dan distribusi pendapatan);
•
Pemeriksaan TDM (kontrol dan peraturan terhadap pelanggar); dan
•
Pemantauan TDM (pemantauan lalu lintas, dengar pendapat masyarakat, dsb.).
Karena jumlah kendaraan yang datang dari luar DKI Jakarta cukup banyak, maka pelaksanaan dan manajemen TDM diusulkan untuk dilaksanakan oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ). Namun demikian, masing-masing kegiatan di atas dapat dilakukan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta. Jadi, ada kemungkinan untuk menerapkan skema “Kemitraan Pemerintah-Swasta” untuk TDM. Tabel 14.4 menunjukkan kemungkinan kombinasi kemitraan tersebut, sedangkan Tabel 14.5 merangkum pendapatan dan biaya tiap kombinasi institusi pelaksana. Untuk penerapan sistem ERP dalam jangka panjang direkomendasikan agar sektor swasta mengambil peran utama dalam proyek tersebut karena melibatkan teknologi komunikasi yang tinggi. Dalam hal ini, Skema 3 atau Skema 4 dapat digunakan.
- 54 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan Tabel 14.4 Alternatif Kombinasi Institusi Pelaksana Proyek Skema 1 Skema 2 Skema 3 Skema 4
Pemasangan OTJ OTJ Swasta Swasta
Operasi OTJ Swasta Swasta Swasta
Pengawasan OTJ OTJ Polisi Swasta
Monitoring OTJ OTJ OTJ OTJ
Tipe Publik Dikontrakkan Konsesi Konsesi
Tabel 14.5 Biaya dan Pendapatan Publik Pendapatan Skema 1
Semua Pendapatan TDM
Skema 2
Semua Pendapatan TDM
Skema 3
Sebagian Pendapatan TDM
Skema 4
Sebagian Pendapatan TDM
1 4 .8
Swasta Biaya Biaya Pemasangan Biaya O&P Biaya Pemeriksaan Biaya Pemantauan Biaya Pemasangan Biaya untuk kontrak Biaya Pemeriksaan Biaya Pemantauan Biaya Pemantauan (DKI) Biaya Pemeriksaan (Polisi) Biaya Pemantauan (DKI)
Pendapatan
Biaya
Nihil
Nihil
Biaya Kontrak
O&P
Sebagian Pendapatan TDM
Biaya Pemasangan O&P
Sebagian Pendapatan TDM
Biaya Pemasangan O&P Pemeriksaan
Penyiapan Peraturan Perundang-undangan
Dalam hal peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan TDM, perlu ditetapkan kawasan pembatasan berikut waktu pembatasan, tipe kendaraan target, besarnya pungutan, dan sebagainya. Lebih lanjut, aturan tersebut perlu dibuat fleksibel agar isi ketentuannya dapat dimodifikasi di kemudian hari bila situasi lalu lintas atau pola guna lahan telah berubah. Dalam rangka institusionalisasi TDM, tidak hanya diperlukan penyiapan dokumen untuk penjelasan kepada DPR, tetapi juga perlu sosialisasi kepada masyarakat agar mendapatkan konsensus mengenai pentingnya TDM diterapkan, misalnya melalui dengar pendapat atau penyuluhan.
1 4 .9
Rencana Pelaksanaan
(1) Kebijakan Dasar Rencana Pelaksanaan Tujuan utama penerapan TDM adalah untuk mengurangi jumlah lalu lintas kendaraan yang dibangkitan dan ditarik ke wilayah pusat DKI Jakarta sehingga di masa mendatang kondisi lalu lintasnya dapat membaik atau paling tidak dapat dipertahankan seperti tingkat saat ini. (2) Kawasan TDM Alternatif kawasan TDM dievaluasi menurut ; (i) efektivitas rasio perjalanan yang “terdorong keluar”, (ii) dampak sosial dari perjalanan yang terdorong keluar, dan (iii) kemudahan pelaksanaannya. Karena biaya pelaksanaan masing-masing alternatif kawasan TDM sangat bervariasi tergantung pada sistem pengawasannya itu sendiri, maka faktor ini tidak disertakan dalam evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, disimpulkan hal-hal berikut ini : •
Alternatif 5 dan 6 harus dihindari karena dampak sosialnya yang sangat besar dan kemungkinan kesulitan dalam pelaksanaan karena terlalu banyaknya kawasan permukiman yang masuk dalam kawasan TDM dan keterbatasan cakupan angkutan umum yang baik;
•
Keseimbangan antara dampak sosial dan kemudahan pelaksanaan merupakan faktor kunci untuk memilih kawasan TDM yang paling baik;
•
Alternatif 3 dan 4 dipilih sebagai calon; dan
•
Alternatif 4 akhirnya terpilih karena mencakup wilayah Blok M yang mempunyai kepadatan bangkitan lalu lintas sangat tinggi. - 55 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Penyediaan alternatif sarana transportasi untuk pengguna yang terdorong keluar oleh TDM sangat penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu alternatif adalah pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem busway termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Pengembangan busway ini akan melayani sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan terdorong keluar. Selain itu, layanan bis feeder merupakan salah satu komponen vital untuk suksesnya TDM. Dipandang perlu untuk mengatur ulang sistem bis saat ini. Khususnya bagi kawasan-kawasan yang berada di dalam kawasan TDM namun tidak dilayani oleh busway atau kereta api harus ditambahkan layanan bis feeder (Gambar 14.3).
Gambar 14.3 Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)
Metode Pricing
(3)
Tahap-tahap berikut diperlukan untuk pelaksanaan yang realistis: •
Sebagai tahap awal (tahun 2005) diterapkan road pricing yang dikombinasikan dengan skema “3-in-1” yang berlaku saat ini,
•
Pada tahun 2007 diterapkan area pricing untuk membatasi perjalanan kendaraan di kawasan-kawasan macet.
Dibandingkan dengan cordon pricing, maka konsep area pricing dipandang lebih penting dengan maksud untuk membatasi lalu lintas yang bertambah banyak di CBD di masa mendatang. (4)
Tingkat Pungutan
Mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas dan dampak sosial, maka pungutan sebesar Rp. 8.000 dianggap lebih baik untuk tahap awal guna memperoleh persetujuan yang luas dari masyarakat. Untuk tahun 2010 dapat diterapkan pungutan sebesar Rp 16.000 dengan maksud untuk mengurangi kemacetan lalu intas yang parah di CBD. Untuk tahun 2015 ditentukan sebesar Rp 20.000 dengan mempertimbangkan dampak sosial, walaupun diperlukan lebih dari Rp. 30.000 untuk mengurangi kemacetan pada tahun 2020 agar minimal sama dengan tingkat saat ini. Tingkat pungutan ini oleh - 56 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
karenanya juga tergantung pada pemantauan di masa mendatang.
Konfigurasi Sistem Pengawasan
(5)
Berdasarkan pertimbangan rasional, langkah-langkah pelaksanaan TDM diusulkan sebagai berikut : •
Metode manual digunakan pada tahap awal karena pertimbangan tingkat fleksibilitasnya dan karena investasi awal serta biaya operasi yang rendah.
•
Metode manual harus diubah menjadi Electronic Road Pricing (ERP), apabila penegakan TDM sudah terbentuk dengan mantap di antara masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan sistem pendaftaran kendaraan elektronik, yang memungkinkan petugas pengawasan untuk melacak pemilik kendaraan berdasarkan plat nomornya guna memungut pricing atau untuk mendenda pelanggaran.
Kendaraan Target dan Persyaratan Lain-lain
(6)
1) Kendaraan Target •
Mobil-mobil penumpang (termasuk van dan pickup) menjadi target TDM.
•
Truk-truk besar dibebaskan dari pungutan, karena rute dan waktu operasi truk besar telah diatur untuk menghindari konflik dengan kendaraan biasa lainnya.
•
Sepeda motor juga dibebaskan dari pungutan pada tahap pertama karena okupansi jalannya lebih rendah dibanding dengan mobil penumpang. Namun tergantung pada hasil pemantauan, hal ini dapat diubah sesuai kondisi lalu lintas setelah penerapan TDM.
•
High Occupancy Vehicle (HOV) dengan tiga penumpang atau lebih dapat dibebaskan (paling tidak pada tahap awal) agar sesuai dengan aturan “3-in-1” saat ini.
•
Kendaraan darurat, kendaraan utilitas, dan bis-bis umum reguler harus bebas dari pungutan.
2) Waktu Penerapan •
Pada tahap awal, TDM diterapkan dari pukul 7:00 hingga 10:00 pagi dan dari pukul 16:00 hingga 19:00 seperti aturan “3-in-1” saat ini. Waktu penerapan akan diubah menjadi sepanjang hari (kecuali malam hari) pada tahun 2020, apabila kemacetan lalu lintas masih berat bahkan pada periode “off-peak” siang hari. Pungutan TDM akan mudah diubah tergantung pada periode waktu bila sistem ERP telah diterapkan kelak.
•
TDM diterapkan pada hari kerja; sedangkan pada hari akhir pekan dan hari libur tidak diterapkan.
Institusi Pelaksana
(7) •
Proyek ini harus dikelola oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ) seperti diusulkan dalam SITRAMP, untuk mencakup tidak hanya wilayah administrasi DKI Jakarta saja namun seluruh Jabodetabek. Hal ini karena banyaknya jumlah kendaraan yang terkena skema TDM yang datang dari luar batas administratif DKI Jakarta, walaupun kawasan TDM itu sendiri terletak di pusat kota DKI Jakarta.
•
Mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan, maka komponen-komponen utama akan dikontrakkan kepada perusahaan swasta melalui tender. Skema 3 (lihat Tabel 14.5) dipandang cocok sebagai tahap pertama karena untuk sementara pada saat ini pekerjaan pengawasan harus dilakukan oleh polisi.
1 4 .1 0
Pertimbangan Ekonomi dan Pendapatan TDM
Biaya modal investasi TDM terhitung sebesar Rp. 693 milyar, yang terdiri atas Rp. 92 milyar untuk Sistem Pengawasan Manual dan Rp. 601 milyar untuk sistem ERP. Biaya operasi dan pemeliharaan tahunan kedua sistem tersebut juga telah dihitung seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.6. Di samping biaya sistem ERP, diperlukan juga biaya pembelian in-vehicle unit sebesar sekitar Rp 1,0 juta per unit. - 57 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan Tabel 14.6 Biaya TDM (2005 – 2020) (Unit: Rp. milyar)
Sistem Pengawasan Manual Sistem ERP In-vehicle unit (Subsidi pengguna) Operasi & Pemeliharaan Total
Periode jangka menengah (2008~2010) 0 601
Periode jangka panjang (2011~2020) 0 0
0
346
151
497
87 179
88 1.035
300 451
475 1.665
Periode jangka pendek ( ~2007) 92 0 kepada
Total 92 601
Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan dan penghematan waktu perjalanan sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C ratio) diperkirakan sebesar 7,2 pada tingkat diskonto 12%. Rasio ini bervariasi menurut penurunan manfaat yang dihasilkan seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.7. Tabel 14.7 Rasio Biaya/Manfaat dan Sensitivitas B/C (diskonto 12%) 7,2 5,8 3,6 2,2 1,0
Kasus Dasar Keuntungan Turun 20% Keuntungan Turun 50% Keuntungan Turun 70% Keuntungan Turun 86%
Terdapat beberapa ketidakpastian mengenai dampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat berdasarkan asumsi berikut: •
Untuk perioda tahun 2005 – 2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas (Alternatif 4) ditetapkan sebesar Rp. 8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp 16.000 (tahun 2010 – 2014), dan Rp. 20.000 (tahun 2015 – 2020);
•
Mengingat faktor-faktor seperti lalu lintas puncak 6-jam (40%), kendaraan dengan 3 penumpang atau lebih (18%), lalu lintas internal di dalam kawasan TDM (20%), maka kurang lebih 20% bangkitan perjalanan diperkirakan dikenakan pungutan TDM.
Berdasarkan asumsi di atas maka total pendapatan diperkirakan sebesar Rp 15,1 triliun selama periode Rencana Induk. Namun demikian, besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi. Tabel 14.8 Pendapatan TDM (2005 ~ 2020) (Unit: Rp. milyar)
Pendapatan TDM
Periode jangka pendek ( ~2007) 1.400
Periode jangka menengah (2008~2010) 1.800
- 58 -
Periode jangka panjang (2011~2020) 11.900
Total 15.100
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
15.
Double Tracking Jalur Serpong, Peningkatan Akses dan Pengembangan Lahan Terpadu
1 5 .1
Latar Belakang
Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api Serpong. Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan berpenghasilan menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di Jakarta dengan mobil pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak mencukupi sehingga hampir setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke tempat kerja seringkali memakan waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan kereta api eksekutif dari stasiun Serpong dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan permintaan penumpang yang potensial apabila layanan angkutan kereta api yang memadai dapat disediakan. Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efektif dan efisien. Secara khususnya, peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam jangka pendek diusulkan untuk menyediakan operasi langsung timur-barat. Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu.
1 5 .2
Prediksi Permintaan Penumpang
Proyeksi permintaan penumpang kereta api Jalur Serpong ditunjukkan dalam Gambar 15.1. Walaupun disediakan jalur kereta api langsung untuk menghubungkan aksis barat-timur antara Serpong di barat dan Cikarang di timur, namun mayoritas pergerakan penumpang kereta api diperkirakan masih bersifat komuter, yakni perjalanan-perjalanan antara Serpong-CBD dan Bekasi-CBD. Oleh karena itu, segmen antara Stasiun Sudirman dan Stasiun Manggarai (yang terletak kurang lebih di pusat CBD tersebut) diperkirakan akan menjadi ruas yang paling sibuk yang melayani lebih dari 300.000 perjalanan penumpang pada tahun 2020. Perkiraan penumpang yang naik dan turun di stasiun-stasiun sepanjang Jalur Serpong ditunjukkan dalam Tabel 15.1 untuk tahun 2010 dan 2020. Di ujung barat jalur Serpong, Stasiun Rawabuntu diperkirakan akan menjadi stasiun utama, sejalan dengan pengembangan kota Bumi Serpong Damai. Di sisi lain, Stasiun Sudirman (dulu Stasiun Dukuh Atas) akan menjadi stasiun paling sibuk yang melayani lebih dari 100.000 penumpang yang naik dan turun setiap hari.
- 59 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 15.1 Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020 Tabel 15.1 Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020 (Unit: Orang/hari)
Total Harian (Naik + Turun) No.
Nama Stasiun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Serpong Rawa Buntu Ciater Sudimara Jurang Mangu Pondok Ranji Bintaro Pondok Betung Kebayoran Limo Palmerah Tanah Abang Karet Dukuh (Sudirman) Rasuna Manggarai Mampang
2010 21.691 49.580 6.197 30.394 32.490 15.721 12.577 13.625 44.466 20.454 24.012 33.498 15.764 98.525 49.262 36.532 4.059
Sumber: Perkiraan SITRAMP
- 60 -
2020 30.970 70.788 8.848 40.734 43.543 21.069 16.855 18.260 55.887 25.708 30.179 42.243 19.879 124.244 62.122 45.012 5.001
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 5 .3
Rencana Pembangunan Fasilitas Kereta Api
(1) Rencana Penambahan Rel Alinemen penambahan rel di Jalur Serpong diletakkan di sebelah timur rel tunggal yang sudah ada karena tersedia ruang di sebelah timur rel setelah “Proyek Modernisasi pada Jalur Serpong” dibangun pada tahun 1993 – 1997. Tiang-tiang listrik yang ada juga telah mengantisipasi pelebaran ke sebelah timur. (Lihat Foto 15.1 dan 15.2). Sebaliknya, alinemen rel tambahan antara Palmerah dan Tanah Abang (P = 1,2 km) di letakkan di sebelah barat rel yang sudah ada agar terhubung dengan Jalur Barat di Stasiun Tanah Abang, dan memperhitungkan adanya Banjir Kanal. Situasi ini ditunjukkan dalam Gambar 15.2 dan 15.3.
Photo 15.1 Stasiun Rawa Buntu
Photo 15.2 Stasiun Pondok Betung
(2) Rencana Struktur Stasiun Struktur dasar stasiun direncanakan sebagai stasiun di atas rel (overtrack) untuk menghadapi masalah penumpang gelap. Namun demikian, Stasiun Jurang Manggu direncanakan sebagai stasiun di permukaan (ground station) karena terletak di bagian timbunan yang tinggi (tinggi = 5m). Tabel 15.2 Rencana Struktur Stasiun Klasifikasi Stasiun Stasiun di atas rel Stasiun baru (Stasiun di atas rel) Stasiun baru (Ground Station) Total
Jalur Serpong 1) Serpong, 2) Rawa Buntu, 3) Sudimara, 4) Pondok Ranji, 5) Kebayoran, 6) Palmerah, 1) Ciater, 2) Bintaro, 3) Pondok Betung, 4) Limo 1) Jurang Manggu 11 stasiun
Jalur Barat 1) Karet, 2) Sudirman*), 3) Mampang 1) Rasuna Said 3 stasiun
*): Sudirman station has no improvable plan.
Stasiun-stasiun yang memerlukan jalur menyusul (passing track) untuk kereta api ekspres meliputi stasiun-stasiun Kebayoran, Pondok Ranji, Sudimara dan Serpong. Dalam rencana layout rel di Stasiun Serpong, operasi langsir untuk jarak jauh dari Merak juga diperhitungkan.
- 61 -
87
BH 46 -
91 KM 14 +5 m L = 3.50
R5 90
LC -(Illegal)-KM15+413 L = 6.46M
5 5+ 93 KM 1 4m egal) W = 3.1 R 530
R2
04
R 340 R 404
NG (Pd b)
R 1325
KB ET U
50 4
R 900
4 44 m 9+ .11 4 KM= 10 46 A 9+ 9m 9 39 W KM 6.1 49 m C - = L 9+8m LC W km8. 5 r ve = 5 yo Fl W
R
-K LC L M 8+ 2 = 5 (I 1 ll 6.568 egal) m - KM W = 8+ 256 LC 3 4.00m 2B KM W 8+310 B H = 6.00m 28-K M L = 8+507 2.00 m LC 3 9-K W =M 8+ 912 10.00 m
29
25
R 20000
R 450
R3
R3
8 0 +06 KM 1 16) (10+1
LC 4 1-K M1 W = 60+315 .68m
R
R 309
New ST. CIA TE
R 40000
04
RO
R3
New S T. B INTA
lm)
BH 38 - KM 10+ 842 L = 11.48m
R 10 00
R 2300
R 1004
ST . PO
R 1030
KM 12+282 (12+330)
R 486
. ST
ST. RAWABUNTU (Ru)
RANJI (Pdr)
R 1014
N D OK
LC45A-KM12+023 W = 13.59m
R 900
Flyover - KM 12+402 W = 24.94m
R 2000
73 - KM 21+2 L= 4.09 31 m
R 390
0 50
R 474
T(R)
18 +8 13 53) KM 13+8 (
R R8
R5
00
RANG
) T(R
New ST . J U
R 500
3 68 3+ m M1 .18 - K 10 50 W = LC 91 +9 13 54m KM 9. er W = ov
y) Kb
R 2000 0
T(R)
BH 42 - KM 13+238 L = 2.0m
LC 65 - KM 21 W = 2. +555 91m
K
00
ST .S ER PO
R5
MANG GU (J rm)
N Su ew bs tati on
M 22 + K 173 M L = 22+ 2 (22+1 3.00 92 90) m Fly ove r K M BH W = 22+20 8 1 8.09 3 KM m LC L = 22+47 71 18.9 0 -K 3m M Fly W 22+ ov er = 1 693 K .0m M L = - 22 BH 7.5 +760 85 6m -K M L = 23+ 2.0 160 0m
N( RA YO BA E K
BH
New ST. LIMO
KM 20 +6 L = 3.71 30 m
LC46-KM12+689 W = 4.66m
72 - KM 21+1 L= 4.3456 m
75 - KM 21+3 L= 5.2156 m
(P RAH
LC 52 - KM 14+256 W = 14.59m
Fly
R5
NG (Sr p)
00
Gambar 15.2 Double Tracking Jalur Serpong Antara Tanah Abang dan Serpong
500
340
R3
New ST . PON DO
R1
51
BH 2 7
R 475
BH
-K L =M 16 18. +343 5
KM
16+ 0m (16+ 780 824 )
43 +1 17 7m KM = 3.0 L +609 - KM 172.38m L=
A-K M W = 18+143 11.1 4m
- KM 19 W = +872 6.12 m
73 6+8 KM +873) (6
R 500
ST. SUDIMARA (Sdm )
- KM 15 +8 L = 3.99 98 m
R 1991
BH 49
ll LC (I
BH 96 - KM 24+762 L = 3.45m
40 - KM 16-9 LC 57A W = 7.28m
BH 99 - KM 24+955 L = 8.72m
54
LC 5 8
K M 1 8 +32 8 (18+ 362)
BH 59A - KM 19+170 L = 22.43m
BH 69 -
BH BH
79
H NA . TA ST
BH
K M L = 23+66 2.5 3 0m
KM 24+022 (24+244)
LC 75 - KM 24+396 W = 7.11m
BH 98 - KM 24+851 L = 5.88m
BH
BH 55
B
H 102 KM 25 L = 50.9+998 6m
BH 59 - KM 18+554 L = 17.08m
KM 26 +7 00 (26+72 0)
H 106 KM 26+7 L = 7.68 49 m
LC 6 4
M2 W = 7+496 4.17 m
KM 19+9 94 (20+033)
KM 28+0 23 L = 18.01m
30 +1 +2 13 03 )
E ALM ST. P
B
H 105 KM 26+5 L = 26.3 59 7m
B
BH
107 - KM 27+0 L = 12.1 49 0m
LC 8 2-K
BH 112 -
KM 28+0 99 L = 29.00m
BH 114 - KM 28+377 L = 2.60
Flyover KM - 28+655 W = 20.62m
KM 28+776 (28+796)
2 9+ 35 2m KM 2 19 - L = 59.5 BH 1
BH 76 - KM 21+88 6 L= 83 9. m - KM 22+ L= 20.4092 9m
BH 77
BH
KM
(30
20
K M L = 30+ 7.8 362 3m
) Thb G( AN AB
BH 113 -
- 62 90 -
) (R
LC
T
The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (Phase2)
SITRAMP
Over Track Staton
Ground Station
Flyover
Existing Bridge (L > = 2.0m)
Existing Level Crossing
Existing Track
Additional Track
LEGEND :
KM 0+000 Chainage of Survey (PT 0+000) Chainage of PT. KA (Persero)
SERPONG LINE DOUBLE TRACKING BETWEEN THB AND SRP ( NEW PLAN )
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
KM
+
KM 0 + 000
A
Section A - A
KM 8 + 550
6
3 87
BR 3
00
- 63 Service Road
B = 15 m
Section B - B
C
C D
D
BH 5 - KM 3 + 291 L = 6.00 m
Section C - C
Flyover KM 3 + 317 W = 17.85 m
ST. SUDIRMAN
LC 2 KM 4 + 001 W = 20.00 m
KM 3 + 476
KM 2 + 029
R 300
ST. MANGGARAI
( ST. KARET )
Section D - D
R 300
ST. MAMPANG
BH 8 - KM 5 + 113 L = 6.00 m
The Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (Phase2)
SITRAMP
> 2.0m) Existing Bridge (L =
Level Crossing
Existing Track
Additional Track (Ground)
Additional Elevated Track
LEGEND :
SHORTCUT PLAN WITH SERPONG / WESTERN LINE BEETWEEN PALMERAH AND MANGGARAI
Gambar 15.3 Rencana Shortcut di Jalur Serpong / Barat Antara Palmerah dan Manggarai
B
17 +3 m - 0 9.80 M rK W= ve yo Fl
R 300
A
LC 1 - KM 1 + 892 W = 24.50 m Flyover KM 1 + 885 W = 20.00m
KM 2 + 840 Flyover KM 2 + 728 W = 35.91m
KM 4 + 648 LC 3 KM 4 + 533 W = 20.00 m
ST. RASUNA SAID KM 6 + 038
ST. KARET
BH 28 - KM 5 + 717 L = 11.00 m
ST. TANAH ABANG ( Thb)
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(3) Short Cut Ruas Palmerah – Karet Rencana Induk SITRAMP merekomendasikan untuk mengarahkan pembangunan perkotaan ke arah timur-barat dengan memperbaiki tingkat layanan Jalur Bekasi dan Jalur Serpong dengan menyediakan operasi langsung timur-barat. Sehubungan dengan itu, untuk kelancaran operasi KA timur-barat direkomendasikan untuk menyediakan jalur pintas (short-cut) antara stasiun Karet dan Palmerah. Hal yang paling penting dalam perencanaan short cut adalah alinemen antara Palmerah dan Karet; yaitu, dari titik 1,2 km sebelah selatan Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Karet melewati Banjir Kanal dengan kurva radius 300 meter. Dua alternatif alimenen telah dipertimbangkan. Alternatif-1 adalah Rel Layang sedangkan Alternatif-2 adalah Rel Di Atas Tanah. Keuntungan dan kerugian aternatif-alternatif tersebut dijelaskan di bawah. Alternatif 1
Alternatif ini memerlukan lerengan dengan kemiringan 2,6%; oleh karena itu, kereta barang dan kereta jarak jauh/sedang tidak dapat melewati rel ini.
Alternatif 2
Sebaliknya, kereta barang dan kereta jarak sedang/jauh dapat dioperasikan pada ruas ini. Namun demikian, perlu memasang scissors crossing turnout, yang sangat riskan untuk operasi kereta api, dan juga sulit untuk menjaga fasilitas turnout dengan semestinya.
Kesimpulannya, alternatif-1 direkomendasikan dari sudut pandang keselamatan operasi kereta api dengan memperhitungkan kenaikan permintaan di masa depan. (4) Rencana Stabling Yard Proyek double tracking Jalur Serpong memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun 2020. (Jumlah Kereta Listrik yang ada 26 gerbong, telah dikurangi dari jumlah kereta yang dibutuhkan untuk operasi kereta pada tahun 2020). Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, maka direncanakan untuk membangun stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi 120 gerbong KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya.
1 5 .4
Rencana Operasi
Operasi kereta saat ini terdiri dari 4 gerbong kereta dalam satu rangkaian. Nantinya direncanakan bahwa satu kereta akan terdiri dari 8 gerbong mengingat kenaikan permintaan penumpang pada masa mendatang. Headway minimum pada jam sibuk direncanakan sekitar 7-menit pada tahun 2010 dan 5,5 menit pada tahun 2020 berdasarkan proyeksi permintaan penumpang. Tabel 15.3 Rencana Operasi pada jam Sibuk Tahun
Ruas
2010
Serpong – Manggarai Serpong – Manggarai
2020
1 5 .5
Jumlah gerbong (kedua arah/ jam) 9
Headway (Menit)
Kapasitas (Kedua arah)
7
20,000
Volume Penumpang (Kedua arah) 38,400
11
5.5
24,800
48,870
Estimasi Biaya
Estimasi biaya untuk Tahap 1, “Proyek double tracking Jalur Serpong dan Tanah Abang,” dan untuk Tahap 2, “Proyek jalur Short cut antara Palmerah dan Manggarai,” ditunjukkan dalam Tabel 15.4.
- 64 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan Tabel 15.4 Estimasi Biaya untuk Tahap 1 dan Tahap 2 Item Biaya
Tahap 1 (P=23.4 km) F/C L/C Total 117.3 223.6 340.9 404.6 85.9 490.5 95.2 74.8 170.0 280.5 31.5 312.0
Tahap 2 (P=5.2 km) F/C L/C Total 34.0 51.9 85.9 45.1 6.0 51.0 23.0 23.0 45.9 884.0 98.6 982.6
Biaya Tak Terduga Jasa Konsultan Pembebasan Tanah
90.1 47.6 0
41.7 29.8 54.4
131.8 77.4 54.4
98.6 7.7 0.0
17.9 6.0 96.1
116.5 13.6 96.1
Ganti rugi PPN Total
0 90.1 1,125.4
11.1 41.7 594.2
11.1 131.8 1,719.6
0.0 98.6 1,190.9
19.6 17.9 336.6
19.6 116.5 1,527.5
Sipil & Rel Fasilitas Elektrik Gedung & Depo Rolling Stock
Unit: Milyar Rp. Keterangan
40 Gebong (Tahap1); 126 Gerbongs (Tahap 2)
A=1.1ha (Phase 1); A=1.2 ha(Phase 2)
Catatan) 8,500Rp./US$, 77.92 Rp./Yen
1 5 .6
Rencana Pembangunan Plasa Stasiun
Plasa stasiun merupakan fasilitas penting bagi penumpang untuk berpindah dari angkutan moda lain ke angkutan kereta api. Luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan plasa stasiun diperkirakan berdasarkan permintaan penumpang pada masa mendatang untuk masing-masing stasiun. Rencana pembangunan plasa stasiun utama dicantumkan dalam Tabel 15.5. Lokasi pembangunan plasa stasiun digambarkan dalam Gambar 15.4. Tabel 15.5 Rencana Pembangunan Plasa Stasiun Utama No. 1
Stasiun
Tanah Abang Jurang Manggu 8 (Stasiun Baru) 11 Rawabuntu Sudirman 14 (dahulu Dukuh Atas*) Rasuna Said 15 (Stasiun Baru) Total
Jumlah Penumpang yang Naik/Turun
Plasa Stasiun
Biaya (Rp. juta)
2010
2020
PT KAI
33.000
42.000
0
Pemerintah Daerah 5.600
32.000
44.000
2.000
1.500
3.500
5,238
50.000
71.000
4.000
2.000
6.000
9,004
99.000
124.000
0
2.500
2.500
5,244
49.000
62.000
0
7.000
7.000
0
Total 5.600
78,964
98.432
- 65 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 15.4 Rencana Pembangunan Jalan Akses dan Plasa Stasiun
1 5 .7
Rencana Pembangunan Jalan Akses
Untuk mendayagunakan efek peningkatan jalur kereta api Serpong, perlu dilakukan pelebaran jalan untuk jalan-jalan utama menuju stasiun kereta api dan pembuatan halte bis apabila plasa stasiun kereta api tidak tersedia. Walaupun nampaknya sulit untuk melebarkan jalan karena lahan di sekitar jalan sudah dipenuhi perumahan, namun usaha yang terus-menerus harus dilakukan untuk melaksanakan pelebaran jalan akses agar sistem angkutan kereta api menjadi optimal. Rencana jalan akses yang diusulkan ditunjukkan dalam Gambar 15.4.
1 5 .8
Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan Tahap 1, “Proyek double tracking jalur Serpong dan Tanah Abang” dan Tahap 2, “Proyek jalur short cut antara Palmerah dan Manggarai”, ditunjukkan dalam Gambar 15.5. Item Pembebasan Tanah
2006
2007
2008
2009
Phase 1
Tahap 1 (SRP-THB) L=23.4km Tahap 2 (PLM – MRI) L=5.2km Jalan Akses Plasa Stasiun Gambar 15.5 Jadwal Pelaksanaan
- 66 -
2010 Phase 2
2011~2020
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 5 .9
Analisis Ekonomi dan Finansial
(1) Estimasi Biaya Proyek terdiri dari tiga paket dengan total biaya investasi sebesar Rp. 4.312,4 milyar selama kurun waktu antara 2004 hingga 2020. Biaya untuk pembangunan jalur ganda terhitung 75% dari total biaya. Tabel 15.6 Biaya Investasi Proyek Unit: Rp. juta
Double Tracking Jalur Serpong Peningkatan Akses Pengembangan Lahan Terpadu Total
Jangka pendek dan menengah (2004~2010) 3.248.000 655.000 19.500 3.922.500
Jangka panjang (2011~2020) 311.000 78.900 389.900
Total 3.248.000 966.000 98.400 4.312.400
(2) Evaluasi Ekonomi Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,993 triliun dan Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 18,9%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi pelaksanaan proyek ini. Tabel 15.7 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Biaya
Present Value dengan diskonto 12 % (Rp. milyar) Manfaat Penghematan biaya VOC dan TTC
2.348
3.999
Biaya yang terhindar dari operasi Jalur Serpong 342
Net Present Value
EIRR (%)
Total Keuntungan 4.341
1.993
18,9%
Penurunan emisi CO2 juga dianggap sebagai manfaat penting terhadap lingkungan global. Penurunan emisi CO2 diperkirakan sebesar 360.000 ton pada tahun 2020 dengan proyek ini dan nilai ekonomi penurunan CO2 tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 milyar dimana diasumsikan bahwa nilai dari penurunan CO2 adalah US$ 10 per ton. (3) Analisis Finansial Dalam analisis finansial, kelayakan finansial proyek Double Tracking Jalur Serpong dievaluasi dari aspek kemampuan PT. KA untuk menanggung beban biaya proyek melalui pendapatan dari tarif penumpang. Untuk evaluasi diasumsikan tiga macam tingkat tarif sebagai berikut : Tabel 15.8 Alternatif Tarif Penumpang Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3
Flag fall Rp. 1,000 Rp. 1,000 Rp. 1,000
Porsi jarak Rp. 100/km Rp. 200/km
• Dalam Kasus 1, pendapatan dari ticket penumpang memungkinkan PT. KA menanggung 10 ~ 20% biaya rolling stock dan biaya OM (FIRR: 15,4% dan 8,0% dengan beban masing-masing 10% biaya rolling stock dan 20% biaya OM) • Dalam Kasus 2, FIRR sebesar 10.0% bila PT. KA akan menanggung biaya rolling stock dan biaya operasi/pemeliharaan. FIRR tersebut relatif rendah untuk bisnis swasta.
- 67 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
• Dalam Kasus 3, PT. KA diperkirakan akan mendapat keuntungan yang mencukupi sekalipun harus menanggung beban biaya rolling stock dan OM (FIRR: 19,3%) dan akan dapat menanggung biaya untuk bangunan stasiun dan stasiun plasa (FIRR: 16,8%). Saat ini, anggaran investasi untuk fasilitas prasarana dasar kereta api seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal, dan bangunan-bangunan disediakan oleh pemerintah dan PT. KA bertanggung jawab pada pengoperasian kereta api. Dalam hal sharing biaya dengan pemerintah, PT. KA diminta untuk membayar biaya tahunan depresiasi fasilitas prasarana kepada pemerintah sebagai Track Access Charge (TAC). Di sisi lain, pemerintah memberikan subsidi Public Service Obligation (PSO) kepada PT. KA untuk kompensasi defisit karena tarif penumpang untuk kelas ekonomi rendah. Kenyataannya, walaupun ada prinsip-prinsip di atas, namun alokasinya tidak direalisasi secara mencukupi untuk menutup jumlah yang diperkirakan karena pemerintah kekurangan dana, begitu juga dengan PT. KA. PT. KA tidak akan dapat mengelola secara mandiri bila diminta untuk memenuhi beban biaya investasi serta biaya OM yang saat ini diatur dengan pembayaran TAC. Akan lebih rasional bila fasilitas prasarana dasar seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal dan persinyalan ditanggung oleh Pemerintah dan biaya untuk pengadaan rolling stock dan biaya operasi dan pemeliharaan dibebankan melalui pendapatan dari angkutan penumpang dan barang oleh PT. KA. Dalam konteks ini, penting untuk membedakan biaya yang ditanggung oleh PT. KA untuk berbagi dengan anggaran pemerintah dalam rangka privatisasi manajemen PT. KA di masa depan.
1 5 .1 0
Integrasi Sistem Transportasi dengan Guna Lahan melalui Pedoman Perencanaan Perkotaan
Di Jabodetabek, cukup banyak pembangunan perumahan skala besar telah dilakukan oleh pengembang swasta. Rencana guna lahan dan rencana pengembangan jaringan jalan di dalam kompleks perumahan telah dibuat oleh pengembang dan telah disetujui oleh pemerintah daerah terkait. Agar guna lahan tersebut dapat konsisten dengan sistem angkutan kereta api dan untuk mengintegrasikan sistem transportasi dengan pengembangan perkotaan, maka pemerintah daerah perlu menyiapkan detail rencana guna lahan berikut dengan zona lahannya, yang menyebutkan rasio luas lantai dan bangunan terhadap rasio lahan. Integrasi antara guna lahan dan pengembangan sistem transportasi adalah sangat penting untuk efisiensi pengembangan sistem transportasi kereta api. Konsep Transit Oriented Development (TOD) harus dipertimbangkan untuk pengembangan sistem kereta api. Hal ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api. Dalam rencana guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10 menit berjalan kaki atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun.
1 5 .1 1
Mekanisme Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalur Serpong
Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan sepenuhnya dari peningkatan layanan angkutan tersebut. Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem transportasi kereta api, salah satu caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang real-estate di sepanjang koridor kereta api. Pertama-tama, perusahaan kereta api membeli tanah di sekitar jalur kereta api dan mengembangkannya sebagai lahan permukiman sebelum peningkatan sistem kereta api. Nilai lahan akan meningkat setelah tingkat layanan jalur kereta api ditingkatkan. Kemudian perusahaan kereta api dapat memperoleh keuntungan dari meningkatnya nilai lahan. Di lain pihak, pembangunan lahan permukiman tersebut sebaliknya akan juga menghasilkan tambahan jumlah penumpang kereta api. (1) Kemitraan Pemerintah-Swasta Bagaimanapun juga, PT. KA tidak memiliki personil yang menguasai pengetahuan bisnis real estate yang memadai. Maka untuk saat ini tidak diusulkan agar PT. KA terjun ke dalam bisnis baru tersebut. Sebagai gantinya, direkomendasikan agar PT. KA bekerjasama dengan pengembang real-estate seperti Bintaro Jaya dan Bumi Serpong Damai (BSD) untuk menyediakan dukungan finansial bagi - 68 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
pengembangan jalan akses, pembangunan plasa stasiun, dan pembangunan fasilitas stasiun kereta api karena pengembang dan konsumennya akan menikmati layanan kereta api yang ditingkatkan. (2) Kerja Sama Antar Badan Usaha Milik Negara Perumnas telah membeli 800 ha tanah untuk pembangunan permukiman (terutama untuk rumah tangga berpenghasilan rendah) di sebelah selatan Stasiun Parung Panjang pada Jalur Serpong. Karena kelambatan peningkatan layanan kereta api, maka pembangunan perumahan belum memberikan kemajuan seperti yang dijadwalkan. Bila fungsi Perumnas diperluas hingga mencakup pengembangan perkotaan (dengan kata lain tidak hanya semata-mata pada pembangunan perumahan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, tetapi juga pembangunan fasilitas komersial dan perumahan berkualitas bagus untuk kelas menengah), maka Perumnas dapat membangun gedung-gedung tinggi di sekitar kawasan stasiun kereta api sesuai dengan konsep TOD (Transit Oriented Development).
- 69 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
16.
Proyek Jalan Outer-Outer Ring Road
1 6 .1
Latar Belakang
Proyek ini dimaksudkan tidak hanya untuk memenuhi permintaan lalu lintas wilayah Jabodetabek di masa depan semata-mata namun juga untuk mendorong pengembangan sub-center sebagaimana diusulkan dalam SITRAMP sebagai strategi pengembangan wilayah yang diinginkan di Jabodetabek. Proyek jalan ini membentang sepanjang 110 km dengan melibatkan beberapa pemerintah daerah di Bodetabek. Selain itu, volume lalu lintas bervariasi dari ruas ke ruas. Kondisi ini memunculkan berbagai alternatif metode pelaksanaan, misalnya yang terkait dengan skema partisipasi sektor swasta, investasi publik dan kombinasi dengan pengembangan wilayah di sekitar jalan. Pra-Studi Kelayakan ini menyoroti hal-hal tersebut terutama tidak dari aspek teknis namun dari sudut pandang skema pelaksanaan yang mungkin dapat ditempuh.
1 6 .2
Rute
Rute jalan Outer-outer Ring Road (OORR), seperti ditunjukkan dalam Gambar 16.1, menghubungkan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kota Bekasi, yang berfungsi sebagai sub-center di wilayah Jabodetabek dengan panjang total mencapai sekitar 110 km.
Gambar 16.1 Rute OORR
1 6 .3
Biaya Proyek
(1) Standar Struktural OORR direncanakan sebagai jalan dengan kontrol akses sepenuhnya. Mengingat volume lalu lintas pada beberapa ruas OORR tidak begitu besar, maka pembangunannya diusulkan untuk dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, OORR akan terdiri atas 4 lajur dan nantinya diperlebar menjadi 6 lajur bila volume lalu lintas telah melebihi kapasitas. - 70 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(2) Biaya Proyek Biaya proyek untuk masing-masing ruas dirangkum dalam Tabel 16.1 Tabel 16.1 Biaya Proyek Unit: Rp. Milyar
Length (km)
IC/JC
Const. Cost
Land Cost
Others
Project Cost
Cenkareng 16.9
800.0
248.1
420.1
1,468.2
10.6
248.6
77.0
246.7
572.3
26.1
741.0
229.4
878.0
1,848.4
27.1
470.8
145.8
276.1
892.7
27.6
1,553.9
481.6
239.7
2,275.2
108.2
3,814.3
1,181.9
2,060.6
7,056.8
Merak Toll Serpong Toll Jagorawi Cikampek JORR Total
Note: Cost of 4-lane at the first stage
1 6 .4
Prediksi Lalu Lintas
Rata-rata volume lalu lintas pada tahun 2020 pada ruas-ruas utama ditunjukkan dalam Tabel 16.2. Ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi menunjukkan volume yang besar, terhitung sekitar 40.000 hingga 50.000 pcu per hari. Di lain pihak, ruas antara Jalan Tol Cikampek dan JORR bagian timur memiliki volume lalu lintas yang kecil; kurang dari 10.000 pcu per hari.
JORR E Section
RE2
No area development
20,800
44,600
50,500
13,500
7,300
REA-A1
With Area development
23,700
44,600
54,700
17,000
8,400
REA-C2
Up to Cikampek*
23,700
46,700
54,800
21,400
-
Note: *) With area development
1 6 .5
Cikampek Toll
Jagorawi Toll
Serpong Toll
Merak Toll
Conditions
Case
Cengkareng Access
Tabel 16.2 Permintaan Lalu Lintas menurut Kasus
Unit: P.C.U./day
Evaluasi Ekonomi
Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) ditunjukkan dalam Tabel 16.3 yang mengindikasikan bahwa proyek tersebut layak secara ekonomi. Tabel 16.3 Analisis Kelayakan Finansial Biaya (Rp. milyar) 2.020
Penghematan BOK 1.265
Keuntungan (Rp. milyar) Penghematan Waktu Perjalanan 1.350
Total Keuntungan
Net Present Value (Rp. milyar)
EIRR (%)
2.615
595
16,3%
Note: Biaya dan Keuntungan serta NPV pada tingkat diskonto 12%.
- 71 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 6 .6 (1)
Kemungkinan Ruas Tol Analisa Kelayakan
Alternatif skenario rentang jalan tol berikut nilai kelayakan finansialnya (FIRR) ditunjukkan dalam Tabel 16.4 berikut ini. Tabel 16.4 Hasil FIRR Alternatif Skenario Toll Rate Toll Road Section Alternative
Conditions
Land Cost Burden
Tariff Raise
Area Partly 5% per 7% per Develo by 350 500 by land Annum Annum pment Investo Rp. Km Rp./km develo . . r per*
Cengkareng Access to East JORR (all sections)
○
○
FIRR
○
11.70%
○
14.80%
Cengkareng Access to East JORR (all sections)
○
○
Jagorawi Toll to Cikampek Toll
○
○
○
15.00%
Cengkareng Access to Jagorawi Toll
○
○
○
16.00%
Cengkareng Access to Cikampek Toll
○
○
Cengkareng Access to Cikampek Toll
○
○
○
○
○
○
16.10%
○
○
○
18.60%
Note: *) Land cost within area development between Siliwangi and Setu is covered by area developer
(2)
Ruas Tol Yang Memungkinkan
Berdasarkan arah pengembangan wilayah, karakteristik lalu lintas dan kelayakan finansial sebagai jalan tol, maka analisa terhadap alternatif ruas tol mengindikasikan hal-hal berikut: • Sulit untuk membangun seluruh ruas OORR (antara tol Cengkareng hingga JORR timur) sebagai jalan tol, mengingat resiko seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di masa mendatang. • Walaupun ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi potensial bagi bisnis jalan tol dari sudut pandang kelayakan finansial, hal ini tidak akan memenuhi pencapaian skenario pengembangan sub-center di Jabodetabek. Dengan kata lain, arahan pengembangan wilayah yang diinginkan tak dapat dicapai jika OORR hanya dibangun antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi. • Ruas antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek memiliki beberapa kesulitan untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol karena volume lalu lintas yang relatif rendah. Beberapa kemungkinan masih tetap ada, misalnya bila diterapkan sistem pool pendapatan tol bersama-sama dengan ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Jagorawi. Di samping itu diusulkan juga untuk melakukan integrasi dengan pengembangan kawasan di lokasi-lokasi yang dilalui jalan tol. Mengingat resiko di masa datang dan karakteristik lalu lintas, maka lebih baik untuk membangun OORR pada ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek. (3)
Ruas OORR antara Jalan Tol Cikampek–JORR Timur
Karena sulit untuk membangun ruas ini sebagai jalan tol, maka hal berikut ini dapat dipertimbangkan: • Untuk sementara waktu, permintaan lalu lintas dilayani dulu oleh jalan-jalan arteri non-tol yang ada maupun yang telah direncanakan; kemudian selanjutnya • Ruas ini dibangun oleh pemerintah sebagai “jalan raya mobilitas tinggi” dengan kontrol akses penuh/sebagian; dengan tarif rendah hanya untuk menutup biaya pemeliharaan bila mungkin. - 72 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 6 .7
Integrasi dengan Pengembangan Kawasan
Untuk segmen OORR antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek, terdapat dua isu kunci untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol, yaitu tersedianya lahan untuk jalan tol dan tambahan lalu lintas. Solusi yang memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengembangan kawasan berskala besar yang diintegrasikan dengan pembangunan OORR. Kondisi tersebut diharapkan dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut: • Jabodetabek di bagian barat memiliki kompleks-kompleks perumahan berskala besar seperti Bintaro Jaya dan BSD. Sementara bagian timur Jabodetabek memiliki kompleks-kompleks industri dan beberapa kompleks perumahan dalam ukuran sedang. Maka perlu untuk medorong pembangunan kawasan skala besar untuk mendorong pengembangan Koridor Timur-Barat, yang telah lama menjadi arahan pembangunan Jabodetabek. • Integrasi dengan pembangunan kawasan dapat mendorong penambahan lalu lintas hingga sekitar 16.400 pcu pada ruas tersebut. Hal ini memberi sumbangan yang besar pada peningkatan kelayakan finansial jalan tol dan juga untuk mengatasi permasalahan membangun ruas OORR antara jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai jalan tol. • Menurut peraturan saat ini, biaya pembebasan tanah untuk jalan tol ditanggung oleh Kimpraswil. Namun demikian, tampaknya sulit untuk membebankan biaya pembebasan tanah ini dalam APBN di era desentralisasi saat ini. Di sisi lain, pemerintah daerah juga menghadapi kesulitan finansial. Dalam kondisi demikian, tampaknya tak dapat dielakkan bagi investor swasta untuk menanggung biaya pembebasan tanah. Tak diragukan lagi, hal ini akan mengurangi tingkat kelayakan finansial proyek. Oleh karena itu, integrasi antara pembangunan jalan tol dan pengembangan kawasan dapat sangat mengurangi permasalahan tersebut dan juga dapat menjamin tersedianya “Daerah Milik Jalan” untuk jalan tol.
1 6 .8
Isu-isu mengenai Pelaksanaan
Isu-isu dalam pelaksanakan proyek dirangkum sebagai berikut: (1) Manajemen Proyek Apabila ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek (sekitar 80 km) akan dibangun sebagai jalan tol, maka hal ini merupakan problematika tersendiri bagi pemerintah daerah terkait dalam menjalankan langkah/prosedur yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan OORR sebagai jalan tol. Sejauh ini seluruh pemerintah daerah yang terkait belum memiliki pengalaman yang memadai dalam menangani proyek jalan tol dalam skala sebesar itu. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ (Otorita Transportasi Jabodetabek) mengelola proyek tersebut seperti diusulkan dalam Master Plan. Lebih lanjut, perlu ditekankan bahwa pembangunan jalan OORR hendaknya dilakukan secara utuh dan tidah terpecah-pecah. Apabila investor swasta hanya mengambil ruas-ruas tertentu saja yang diperkirakan menguntungkan, maka akan timbul permasalahan tambahan. Jika terdapat lebih dari satu investor, maka sebaiknya investor-investor tersebut digabungkan sebagai suatu konsorsium untuk menangani pembangunan ruas-ruas OORR sebagai satu kesatuan; bukan hanya mengambil ruas menguntungkan saja, tetapi juga ruas-ruas lainnya secara menyeluruh. (2) Prasyarat untuk Kelayakan Walaupun kenaikan tarif tol baru saja terlaksana, namun tarif tol di Indonesia sudah sejak lama berada pada tingkat yang rendah dan selalu diperlukan ijin pemerintah untuk menaikkan tarif tol. Jalan tol pada prinsipnya dibiayai dengan pendapatan tol. Penentuan tarif tol awal yang masih menguntungkan pengguna dan mekanisme kenaikan tarif tol di masa depan sesuai pertumbuhan nyata PDB per kapita menjadi prasyarat untuk mewujudkan bisnis jalan tol. (3) Integrasi dengan Pengembangan Kawasan Integrasi antara pembangunan jalan tol dengan pengembangan kawasan juga tidak mudah. Dalam - 73 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
pelaksanaannya hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan : • Rencana tata ruang lokal perlu menentukan prinsip-prinsip perencanaan dan batas-batas proyek pengembangan kawasan. Hal ini akan mencegah pengembangan kawasan yang tidak terkendali. • Apabila dimungkinkan, lebih baik bila satu investor saja yang melaksanakan proyek pembangunan kawasan. Apabila terdapat beberapa investor yang berpartisipasi dalam proyek, maka semua investor hendaknya ikut menanggung biaya lahan untuk jalan tol, walaupun kawasannya tersebut berdekatan atau jauh dari JORR-2. • Dapat diperkirakan bahwa spekulasi tanah mungkin terjadi sehubungan dengan pengembangan kawasan. Dalam hal jual-beli tanah di kawasan yang telah ditunjuk pada rencana tata ruang lokal, maka sangat diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengontrol harga tanah agar tidak melonjak naik dengan menerapkan peraturan untuk mendapatkan ijin jual-beli tanah. • Karena diperlukan pembangunan kawasan berskala besar, maka guna lahan perlu diarahkan agar dapat menyediakan kesempatan kerja sehingga dapat berfungsi sebagai sub-center. • Selain itu, dibutuhkan juga pembangunan beberapa fasilitas angkutan umum seperti perluasan busway dari Bekasi melalui Jl. Siliwangi, atau jalur kereta api baru untuk menghubungkan Jalur Kereta Api Bekasi ke kawasan yang dibangun di sekitar OORR.
- 74 -