Studi Potensi Pendirian Kantor Bank Umum dan BPR Di Sumatera Utara
Ketua: Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec. Anggota: Prof. Dr. Abdul Ghafar Ismail, Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Abstract The implementation of the Law No 22/1999 which is subsequently renewed with the Law No 32/2004 concern about the local authority governance make the number of regencies and cities in North Sumatra expand from 17 to 25 regencies/cities. As the result, number of new local authority offices and officer are increased as well. As a matter of fact, this condition instead becomes a potential for banks. However, based on this research, it is found that banks are not completely anticipated the economic potential in those regions. The objective of this research is firstly to study the potential of economy to establish new branches for banks and commercial bank credit (BPR) in North Sumatra. Secondly to evaluate the banking anticipations regarding to the establishment of new regencies and cities in North Sumatra. This research uses primary and secondary data. The primary data has taken from depth interview from 500 respondents consists of businessmen, government officers and branch manager of banks. At the same time, the secondary data is collected from Central Statistics of Indonesia (BPS) and Bank Indonesia (BI). The main finding of this research is that among the 25 regencies and cities in North Sumatra, there are six regencies that are completely potential for banks to develop new branches. Those areas are Tanjung Balai, Medan, Binjai Pematang Siantar, Toba Samosir and Tebing Tinggi. In addition, there are 13 areas are categorized as the fairly potential. Those are Asahan, Dairi, Labuhan Batu, Sibolga, Karo, Tapanuli Selatan, Simalungun, Deli Serdang, Padang Sidempuan, Langkat, Tapanuli Tengah, Nias and Tapanuli Utara. However, Mandailing Natal, Phakpak Barat, Serdanga Bedagai, Humbang Hasundutan, Nias Selatan and Somosir are those which are less potential for banks to develop new branches.
Latar Belakang Berdasarkan jumlah penduduk dan produk domestik regional bruto (PDRB), Provinsi Sumatera Utara menduduki posisi pertama di luar pulau Jawa. Di daerah ini terdapat sebanyak 99 perusahaan bank umum dan 57 Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Jika dihitung berdasarkan jumlah kantor, maka terdapat 422 kantor perbankan yang terdiri dari 337 unit kantor bank umum dan 85 kantor BPR. Jika dibandingkan dengan provinsi lain, maka Sumatera Utara
juga menduduki posisi pertama di luar pulau Jawa.
perkembangan sektor perbankan dan pertumbuhan ekonomi.
Menyusul pelaksanaan UU No. 22/1999 yang disempurnakan dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, Sumatera Utara telah dimekarkan dari 17 menjadi 25 kabupaten/kota. Pada masa mendatang direncanakan bertambah menjadi 33 Kabupaten/Kota. Bersamaan dengan itu jumlah desa dan kelurahan juga bertambah dari 5.238 menjadi 5.610. Sementara jumlah kecamatan bertambah dari 252 menjadi 343 kecamatan.
Bukti terbaru menunjukkan hal yang sama. Ekonom Bangladesh Muhammad Yunus menerima nobel perdamaian atas keberasilannya meberantas kemiskinan dengan menggunakan lembaga keuangan (bank desa), yakni Grameen Bank. Fakta ini mebuktikan bahwa bank dapat menjadi instrumen meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan kata lain, pengalaman Grameen Bank memperkuat teori Hicks dan penleitian lain terdahulu yang disebut di atas bahwa bank dapat meningkatkan kegiatan atau pertumbuhan ekonomi di sutau daerah.
Konsekuensi pemekeran ialah pertambahan jumlah instansi dan badan yang ada di Sumatera Utara. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, seluruh kabupaten/kota berpotensi menambah sekitar 240 sd 280 dinas/badan pemerintah daerah. Pemekaran juga telah menambah anggota DPRD dari 775 orang menjadi 924 orang. Sebagaimana biasanya pertambahan lembaga pemerintahan dan politik akan diikuti oleh pertambahan entitas bisnis. Pada gilirannya pertambahan jumlah pegawai negeri sipil dan swasta serta lembaga dan entitas bisnis akan menyebabkan tumbuhnya potensi dan kegiatan ekonomi di Sumatera Utara. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa bank merupakan instrumen penting dalam mendorong kemajuan ekonomi suatu daerah atau negara. Penerima nobel ekonomi John Hicks menyatakan, revolusi industri tak mungkin mengantarkan perekonomian Eropa lebih maju tanpa diikuti pengembangan sektor keuangan. Penelitian King dan Levine (1993), Levine dan Zervos (1996) serta Arestis dan Demetriades (1997) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
Sementara itu McKinnon (1973) dan Levine (1997) menyatakan bahwa meskipun lembaga keuangan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi jumlah bank di suatu wilayah harus melihat aspek density ratio atau jumlah bank per jumlah penduduk. Jumlah yang menumpuk di suatu wilayah, akan menyebabkan persaingan yang sangat ketat sehingga dapat menimbulkan kejenuhan bank (bank saturation). Beberapa penelitian menunjukkan terjadi kejenuhan bank pada beberapa wilayah. Sukaatmaja (2003) menemukan bahwa di Denpasar dan Kabupaten Badung telah terjadi kejenuhan bank. Sementara Jembrana, Bangli, Karangasem dan Buleleng merupakan wilayah yang masih terbuka untuk mendirikan bank baru. Studi Inspect (2005) juga menemukan bahwa menjamurnya BPR menyebabkannya terjadinya kejenuhan di sektor perbankan. Oleh karena itu, pendirian suatu kantor cabang bank atau BPR perlu mempertimbangkan potensi ekonomi suatu daerah.
Permasalahannya sekarang ialah, bagaimana potensi pendirian kantor bank dan BPR di kabupaten dan kota Sumatera Utara? Apakah kalangan perbankan telah mengantisipasi pemekaran daerah yang terjadi selama ini di Sumatera Utara sebagai peluang baru pengembangan kantor baru? Kondisi Umum Perbankan Jika dihitung BRI Unit Desa, jumlah kantor bank di Sumatera Utara 714. Dengan jumlah penduduk 12,4 juta
jiwa berarti setiap satu kantor bank melayani 17.264 penduduk. Dibanding tahun 2001 (1:21.653) secara relatif terjadi peningkatan jumlah bank. Dalam periode yang sama terjadi perkembangan aktiva perbankan ratarata 18,0 persen per tahun, dari Rp37,29 triliun menjadi Rp71,00 triliun. Namun hingga tahun 2005 masih terdapat 7 kabupaten yang belum memiliki kantor bank umum.
Tabel 1. Distribusi Kantor Bank Umum dan BPR Di Sumatera Utara Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kabupaten/Kota Medan Binjai Langkat Deli Serdang Tanah Karo Dairi Tebing Tinggi Asahan Labuhan Batu Pematang Siantar Simalungun Tanjung Balai Padang Sidempuan Mandailing Natal Nias Sibolga Tapanuli Utara Tobasa Tapanuli Selatan Serdang Bedagai Tapanuli Tengah Humbang Hasundutan Samosir Pakpak Barat Nias Selatan Jumlah
Bank Umum 200 12 8 8 7 3 10 10 13 17 7 7 10 6 4 6 4 5 337
BPR 7 1 1 29 5 2 1 5 3 3 8 2 1 3 6 3 5 85
Jumlah* 207 13 9 37 12 5 11 15 16 20 15 7 10 8 4 7 7 11 3 5 422
Sumber : Kantor Bank Indonesia Medan *Tidak termasuk kantor pembantu cabang, kas dan BRI Unit. Jika dihitung kategori kantor pembantu, kantor kas dan BRI Unit adalah 714.
Sebagian besar dari usaha perbankan di Sumatera Utara terkonsentrasi di kota Medan, yakni 207 kantor atau 49,0% dari 422 kantor bank yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Sementara kantor BPR yng paling banyak ialah di Kabupaten Deli Serdang, yakni 29 kantor (34,1%) dimana lebih dari separuhnya beroperasi di sekitar kota Medan, yakni di Sunggal, Percut, Tanjung Morawa, Sibolangit, Medan Labuhan dan Deli Tua. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang menitikberatkan kajian pada potensi pendirian kantor bank umum dan BPR di Sumatera Utara. Untuk itu akan digunakan data sekunder dan primer. Sementara untuk mendapatkan data perimer khususnya berkaitan dengan pandangan masyarakat, pejabat dan bankir dilakukan wawancara terhadap responden di 20 kabupaten/kota terpilih sebagai sampel penelitian lapangan. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari Bank Indonesia dan BPS. Sementara data primer diperoleh melalui kegiatan pengumpul data dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling bertahap. Tahap pertama
adalah memilih lokasi pengambilan data primer di 20 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 12 kabupaten/kota lama dan delapan kabupaten/kota yang dimekarkan sejak tahun 1999. Tahap kedua mengambil sebanyak 500 orang responden. Seluruhnya terbagi dalam tiga kategori, yakni 400 orang pengusaha dengan masing-masing 20 orang tiap kabupaten/kota, 40 orang pejabat bank masing-masing dua tiap kabupaten/kota dan 60 orang pejabat pemerintah yang masing-masing tiga orang tiap Kabupaten/Kota, yakni pejabat yang berkompeten memberikan keterangan dalam bidang ekonomi. Potensi Pendirian Kantor Bank dan BPR Pengukuran potensi ekonomi kabupaten/kota menerima kehadiran perbankan dilakukan dengan melihat persepsi pasar atas kehadiran kantor baru perbankan. Selanjutnya dilakukan analisis potensi ekonomi kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara. Sebagai penelitian terapan, studi ini menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis data primer digunakan sebagai indikator persepsi pasar untuk melihat gambaran umum potensi ekonomi Sumatera Utara dalam hal menerima kehadiran kantor baru perbankan. Sedangkan untuk mengukur potensi ekonomi kabupaten/kota digunakan 14 sub-indikator yang dihitung berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari BPS dan BI.
Tabel 2. Diskripsi Indikator Pengukuran Potensi Ekonomi No
Indikator
Jumlah Variabel
Penjelasan Indikator Variabel yang menunjukkan perkembangan ekonomi daerah. Variabel yang menunjukkan potensi keuangan masyarakat dan pemda setempat bagi perbankan. Variabel yang menunjukkan kemudahan atau fasilitas transportasi bagi masyarakat dalam menggunakan jasa perbankan. Jumlah perusahaan formal berskala, kecil, sedang dan besar yang akan menjadi nasabah utama perbankan.
1.
Perkembangan Ekonomi Lokal
5
2.
Potensi Keuangan Lokal
4
3.
Jangkauan Infrastruktur Ekonomi Lokal
3
4.
Pelaku Ekonomi Lokal
2
Sumber: Hasil Penelitian (diolah)
Seluruh variabel dibobot sesuai dengan potensi masing-masing kabupaten / kota. Hasil pembobotan dijumlahkan untuk semua kabupaten/kota dan diberikan skor indeks menjadi tiga kategori daerah. Sangat Berpotensi (Skor lebih besar dari 200), yakni mempunyai potensi ekonomi yang sangat menarik bagi investor untuk membuka kantor baru perbankan sehingga membutuhkan strategi pengaturan lokasi agar tidak menyebabkan terjadinya kejenuhan bank. Cukup Berpotensi (skor 150 – 200) yakni daerah yang bersangkutan dianggap mempunyai potensi ekonomi yang menarik bagi investor untuk membuka kantor baru perbankan, namun belum perlu mendapat strategi pengaturan lokasi secara khusus seperti halnya daerah kategori pertama. Kurang Berpotensi (Skor lebih kecil dari 150) daerah yang termasuk dalam kategori ini dianggap mempunyai potensi ekonomi yang belum menarik bagi investor untuk membuka kantor baru perbankan sehingga membutuhkan sitimulus ataupun insentif khusus dari pemerintah.
Persepsi Pasar Untuk mengetahui persepsi pasar atas potensi pendirian kantor bank dan BPR di Sumatera Utara dilakukan dengan menanyakan penilaian masyarakat terhadap keadaan pelayanan perbankan, jumlah bank yang sudah ada, penilaian atas pengaruh bank terhadap pertumbuhan ekonomi lokal, perkembangan usaha dalam lima tahun terakhir, dan prospek usaha lima tahun ke depan. Pertama, mengenai pelayanan perbankan. Sekitar 90% menyatakan bahwa pelayanan bank di provinsi ini telah baik. Oleh karena itu kehadiran bank akan dianggap oleh masyarakat setempat sebagai suatu hal yang positif. Kedua ialah berkenaan dengan jumlah bank, sekitar 45 % menyatakan kantor bank umum masih perlu ditambah. Sementara untuk jenis Bank Syariah sekitar 30 % responden menilai masih perlu ditambah. Ketiga, sebagian besar (95%) pengusaha yang diwawancarai percaya bahwa pertumbuhan jumlah bank akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Keempat, para
pengusaha yang diwawancarai mengaku bahwa selama lima tahun terakhir bisnis mereka berjalan baik, dan hampir 100 % pengusaha yang diwawancarai menyatakan rasa optimisme bahwa usaha yang jalankan memiliki prospek yang baik. Ketika hal yang sama ditanyakan kepada pejabat Pemda yang diwawancarai, terdapat sekitar 20% pejabat menilai kondisi usaha tidak baik. Dengan demikian persepsi pasar menyatakan bahwa kabupaten/kota di Sumatera Utara mempunyai potensi menerima pengembangan kantor baru perbankan.
Potensi Ekonomi Daerah Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa untuk melihat potensi ekonomi suatu daerah dipergunakan 14 variabel pengukuran. Melalui ke-14 variabel dimaksud dilakukan pemeringkatan masing-masing daerah dengan cara membuat skor sebagai indeks masingmasing kabupaten/kota. Dalam tabel berikut ditunjukkan bahwa hasil pengukuran dengan menggunakan 14 sub-indikator di 25 kabupaten/kota yang ada akhirnya dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok.
Tabel 3. Kategori Daerah Menurut Potensi Sangat Berpotensi (Skor > 200)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tanjung Balai Medan Binjai P. Siantar Toba Samosir Tebing Tinggi
Cukup Berpotensi (Skor 150 - 200)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Asahan Dairi Labuhanbatu Sibolga Karo Tap. Selatan Simalungun Deli Serdang P. Sidempuan Langkat Tap. Tengah Nias Tap. Utara
Kurang Berpotensi (Skor < 150)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Madina Pakpak Barat Serdang Bedagai Humbahas Samosir Nias Selatan
Sumber: Hasil Penelitian (diolah)
Seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara pada dasarnya mempunyai potensi ekonomi untuk menerima pembukaan kantor bank yang baru. Namun, dengan menggunakan beberapa variabel masing-masing kabupaten/kota diranking menjadi tiga kategori yang dinyatakan di atas. Perbedaan kategori dan urutan masingmasing menunjukkan ranking potensi masing-masing kabupaten/kota. Daerah yang berada pada urutan teratas dalam tiap kategori menunjukkan potensi yang lebih tinggi dibanding
dengan daerah yang berada pada urutan berikutnya. Daerah Sangat Berpotensi: Dari 25 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara terdapat enam kabupaten/kota yang tergolong dalam kategori sangat berpotensi. Sebagaimana dapat dilihat dalam table, secara berurutan daerah yang sangat berpotensi disusun mulai dari Tanjung Balai sebagai daerah yang sangat berpotensi pada urutan teratas dengan skor 247. Disusul kemudian oleh Medan (237), Binjai
(231), Pematang Siantar (223), Tobasa (216) dan Tebing Tinggi (211).
Kesimpulan
Daerah Cukup Berpotensi: Sebanyak 13 kabupaten/kota berikutnya dikategorikan ke dalam kelompok daerah yang cukup berpotensi. Seperti dapat dilihat dalam tabel, skor Asahan (200) menempati posisi teratas untuk kateori cukup berpotensi. Selanjutnya diikuti oleh Dairi (198), Labuhanbatu (193), Sibolga (191), Karo (190), Tapanuli Selatan (188), Simalungun (170), Deli Serdang (167), Padang Sidempuan (165), Langkat (157), Tapanuli Tengah (157), Nias (156), dan Tapanuli Utara (150).
Berdasarkan penelitian empiris ditemukan bahwa bank berperan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau negara. Oleh karena itu, kehadiran perbankan di suatu daerah yang telah dan sedang berkembang sangat diperlukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Kehadiran bank yang telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi di statu daerah selanjutnya mendorong munculnya kantor baru bank. Dengan demikian akan terjadi pengaruh saling mendukung (timbal balik) antara bank dan pertumbuhan ekonomi.
Daerah Kurang Berpotensi: Sementara itu enam kabupaten lagi tergolong Kurang Berpotensi, yakni Madina (149) yang hanya satu poin di bawah Tapanuli Utara merupakan daerah yang mempunyai keunggulan sedikit lebih baik daripada kabupaten lain yang masuk dalam kategori kurang berpotensi lainnya. Kabupaten lain ialah Pakpak Barat (123), Serdang Bedagai (110), Humbahas (99), dan Semosir (98). Sementara Nias Selatan (50) tercatat sebagai kabupaten baru yang paling banyak kelemahannya.
Dari 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara terdapat enam daerah yang sangat berpotensi sebagai wilayah pengembangan kantor perbankan. Oleh karena berpotensi, maka kalangan perbankan cenderung memilihnya sebagai lokasi pengembangan kantor baru perbankan sehingga jumlah bank secara relatif menjadi lebih banyak dibanding daerah lain. Keunggulan tersebut mendorong ekonomi daerah yang sangat berpotensi berkembang lebih pesat lagi.
Meskipun keenam kabupaten dikategorikan kurang berpotensi, tapi sebenarnya karena kabupaten tersebut (Madina, Pakpak Barat, Nias Selatan, Samosir, Humbang Hasundutan dan Serdang Bedagai) merupakan kabupaten baru, maka sebenarnya daerah tersebut membutuhkan pengembangan kantor baru perbankan. Dengan kata lain keenam daerah baru dimaksud akan mengalami kemajuan ekonomi yang lebih baik jika telah mempunyai perbankan sebagai agent of development.
Kabupaten yang masuk kategori daerah cukup berpotensi masih perlu upaya pemerataan perbankan berdasarkan lokasi supaya lebih efektif mendorong ekonomi daerah yang kurang mendapat jangkauan pelayanan perbankan. Sedangkan kabupaten yang kurang berpotensi antara lain ialah karena faktor keberadaan dan peranan perbankan dalam ekonomi lokal yang masih kecil. Oleh karena itu kabupaten baru sebenarnya merupakan wilayah yang perlu mendapat pengembangan perbankan.
Di beberapa kabupaten yang belum mempunyai kantor cabang bank umum terbantu karena tedapat BPR. Sementara di empat kabupaten baru (Serdang Bedagai, Humbang Hasundutan, Phakpak Barat dan Nias Selatan) sama sekali belum ada kantor cabang bank. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perbankan belum proaktif memanfaatkan dan mengembangkan potensi ekonomi di daerah pemekaran. Rekomendasi Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan intervensi dengan memberikan stimulus dan insentif bagi perbankan untuk mengembangkan kantor baru di daerah kabupaten yang belum mempunyai kantor cabang bank umum. Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) sebaiknya menugaskan badan usaha milik daerah (PT Bank Sumut) membuka kantor cabang di kabupaten-kabupaten pemekaran. Kabupaten/kota yang sangat potensi merupakan daerah yang menarik bagi investor untuk membuka kantor baru perbankan. Pemberian izin membuka kantor baru bank di daerah sangat berpotensi hendaknya diberikan sebagai insentif membuka kantor baru secara paralel di kabupaten-kabupaten pemekaran yang tergolong kurang berpotensi. Mengingat jumlah BPR dan BRI Unit yang ada di Sumatera Utara lebih kecil (281 unit) dibanding jumlah kecamatan (343 wilayah), maka Pemda harus mendorong pengembangan BPR dan BRI Unit di seluruh kecamatan yang ada. Untuk mendorong peranan masyarakat dapat dilakukan dengan menggerakkan kembali para perantau untuk melakukan gerakan
pembangunan kampung halaman masing-masing sebagaimana pernah dilakukan selama satu dasawarsa (1989-1999) dengan istilah ”marsipature hutana be”. Mengingat potensi pengembangan kantor perbankan di Sumatera Utara adalah besar, sementara peranan perbankan syariah relatif masih kecil, maka pengembangan bank syariah masih cukup potensial, terutama di kabupaten yang secara normatif memiliki potensi kultural, seperti Madina, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Asahan dan Langkat. Daftar Pustaka Arsyad, Lincolin. Pengantar Perencaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, 1999. Asnawi, Said Kelana dan Chandra Wijaya. Riset Keuangan: Pengujian-pengujian Empiris, Gramedia, 2005 Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, beberapa edisi ____________, Bank Indonesia: Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi, Bank Indonesia, 2003 ____________, Booklet Perbankan Indonesia 2006, beberapa edisi. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Sumatera Utara Dalam Angka, beberapa edisi. Blair,
John P. Local Economic Development: Analysis and Practice, Sage Publication, 1995
Levine, R. (1997). “Financial Development and Economic Erowth: Views and Agenda”. Journal of Economic Literature 35, 688-726. McKinnon, R. I. (1973). Money and Capital in Economic Development. Washington, D.C.: Brookings Institution. Suyatmo, Thomas, H.A. Chalik, Made Sukada, Timon Yunianti dan Djuhaepah Marala. Dasardasar Perkreditan, Edisi Keempat, Gramedia, 1999.
Rousseas, Stephen. Monetary Theory, Alfred A. Knopf Books in Economics, 1982 Van
Den Berg, Hendrik (2001), Economic Growth and Development, New York: McGraw-Hill.
_________, ’’Jenuh Keberadaan Kantor Bank di Denpasar dan Badung“, Bali Post 20 Desember 2003. __________, “BPR Jenuh, Kredit Macet Tinggi”, Suara Merdeka, 14 Desember 2005.