Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 4 No. 2, Juli 2012
FENOMENA FLY PAPER EFFECT PADA DANA PERIMBANGAN DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA Listiorini (
[email protected]) Dosen Akademi Akuntansi YPK Medan
ABSTRACT The purpose of this research is to know and analyze by the fly paper effect phenomenon of fund balance and local government revenue to the local government expenditure in Districts/Cities of North Sumatera Province. The population of this research is whole regencies/Town in provinsi Sumatera Utara which consist of 33 regencies/town. Sample taken are from 22 regency/town in Provinsi Sumatera Utara with time period at 6 years by the 2005-2010. Data using in this research is scunder. Analysis method the used is Multiple Linear Regression with classical assumption normality, heteroscedasticity, multicollinierity and autocorrelation test. This result shows are simultanly there are the fly paper effect phenomena occur the General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer. Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue to the Local Government Expenditure in Regency/Town in North Sumatera Province. Keywords :
Fly Paper Effect, Fund Balance, Local Government Expenditure, and Local Government Revenue.
Daerah maupun dari masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan yang menghambat pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat, Pemerintah (Daerah) sebagai penyelenggara pembangunan dan sekaligus abdi masyarakat, harus dapat merencanakan pembangunan, kini dan di masa yang akan datang. Sehingga untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, menjamin tercapainya sumber daya secara efisien dan berkeadilan serta menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergis diperlukan suatu dokumen perencenaan, yaitu melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sesuai dengan amanah pasal (3) dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan sesuai dengan semangat Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 tersebut maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan berupa dana transfer pemerintah pusat yang merupakan bentuk perimbangan yang bersumber dari anggaran
PENDAHULUAN Dampak berlakunya Undang–Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang–Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan wewenang untuk mengelola keuangan yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah. Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota, yang terdiri dari Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tobasa, Tebing Tinggi, Sibolga, Sidempuan, Karo, Deli Serdang, Samosir, Taput, Tapsel, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Selatan, Kota Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Simalungun, Langkat, Serdang Bedagai, Dairi, Asahan, Humbahas, Batubara, Tapanuli Tengah, Madina, Pakpak Barat, Nias, dan Nias Selatan. Masing-masing kabupaten/ kota ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan namun disamping itu tergambar pula keterbatasan kemampuan untuk mengelola baik dari Pemerintahan 111
111 - 126
Jurnal Keuangan dan Bisnis
pendapatan dan belanja negara. Bentuk Transfer yang berasal dari pemerintah pusat sesuai dengan undang – undang tersebut berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal dan juga membantu daerah dalam membiayai kewenangannya. Sejak diterapkannya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat mengharapkan daerah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Pada beberapa daerah peran DAU sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD (Sidik et.al, 2002). Setiap transfer DAU yang diterima daerah akan ditunjukkan untuk belanja pemerintah daerah, maka tidak jarang apabila pemerintah daerah menetapkan rencana daerah secara pesimis dan rencana belanja cenderung optimis supaya transfer DAU yang diterima daerah lebih besar. Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya (Fisher, 1996) dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Tujuan utama implementasi transfer adalah untuk menginternalisasikan eksternalitas fiskal yang muncul lintas daerah, perbaikan sistem perpajakan, koreksi ketidakefisienan fiskal, dan pemerataan fiskal antardaerah (Oates, 1999). Sayangnya, alokasi transfer di negaranegara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Oates,1999). Keadaan tersebut juga ditemui pada kasus pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia. Data menunjukkan proporsi pendapatan asli daerah (PAD) hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20 persen. Pajak daerah dan Retribusi daerah seyogyanya mampu membiayai belanja
Juli
pemerintah daerah. Perbedaan potensi pajak daerah dan retribusi daerah menghasilkan perbedaan penerimaannya yang selanjutnya menghasilkan pula perbedaan belanjanya. Di sisi lain, perbedaan PAD antar pemerintah daerah tidak selalu merepresentasikan potensinya akibat persaingan pajak (tax competition) antar daerah. Demikian pula, perbedaan belanja antar pemerintah daerah tidak selalu mencerminkan kebutuhan riil masyarakatnya akibat persaingan pengeluaran (expenditures competition). Dalam era perdagangan bebas, persaingan antarpemerintah daerah ini akan semakin kuat terutama dalam merebut peluang bisnis dalam menarik investasi. Fenomena utama dalam penelitian ini adalah flypaper effect, yang merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak dengan menggunakan dana perimbangan yang diproksikan dengan DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus) dan DBH (dana bagi hasil) untuk kepentingan belanja daerah daripada menggunakan PAD (pendapatan asli daerah). Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Turnbull, 1992). Fenomena flypaper effect terjadi dalam dua versi. Pertama, merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Pulau Jawa dan Bali sebelumnya telah diteliti dan menghasilkan analisis bahwa ketika tidak digunakan tanpa lag, pengaruh PAD terhadap belanja daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan digunakan lag, pengaruh DAU terhadap belanja daerah justru lebih kuat dari pada PAD (Abdullah dan Halim, 2004). Hal ini berarti terjadi flypaper effect dalam respon Pemda terhadap DAU dan PAD. Selanjutnya Deller dan Maher (2005) meneliti kategori pengeluaran daerah dengan fokus pada terjadinya flypaper effect. Mereka menemukan pengaruh unconditional grants 112
2012
Listiorini
pada kategori pengeluaran adalah lebih kuat pada kebutuhan non esensial atau kebutuhan luxury seperti taman dan rekreasi, kebudayaan dan pelayanan pendidikan daripada kebutuhan esensial atau normal seperti keamanan dan proteksi terhadap kebakaran. Menurut Halim (2002) bahwa Pemda kabupaten/kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan Pemda kabupaten/kota di luar Jawa-Bali. Pulau Sumatera adalah pulau yang berada di sebelah barat kepulauan di Indonesia yang memiliki karakteristik ekonomi dan geografis yang berbeda dengan pulau Jawa. Keadaan yang berbeda ini membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh Dana Perimbangan terhadap Belanja daerah pemda kabupaten/kota di Sumatera Utara.
transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri. Fenomena flypaper effect dapat terjadi dalam dua versi. Pertama merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Anomali tersebut memicu diskusi yang instensif di antara ahli ekonomi. Perdebatan tersebut menghasilkan beberapa penjelasan yang ditawarkan. Dalam khasanah ekonomi, telaah mengenai flypaper effect dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran pemikiran, yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik menelaah flypaper effect dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas , maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah terjadi fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ?
Belanja Daerah Belanja Daerah adalah jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan. Unsur belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 masih menggunakan istilah belanja aparatur dan belanja pelayanan publik, pada tahun 2007 sampai sekarang menggunakan istilah Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
TINJAUAN PUSTAKA Fenomena Flypaper Effect Menurut Maimunah (2006), flypaper effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak/boros dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU (dana alokasi umum) daripada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD (pendapatan asli daerah). Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Belanja Daerah yang dibreak-down dalam tiga belanja bidang unit yaitu belanja bidang unit pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Selanjutnya variabelvariabel bebasnya (independent variables) adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Kemampuan Daerah. Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa
Dana Alokasi Umum (DAU) Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dengan kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum (DAU) minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam Negeri. Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggungjawabnya.
113
111 - 126
Jurnal Keuangan dan Bisnis
Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu Daerah ditentukan atas kebutuhan Daerah (fiscal needs) dengan potensi Daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan Daerah melebihi dari potensi penerimaan Daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerahdaerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini sebenarnya daerah yang fiscal capacitynya lebih besar dari fiscal needs hitungan DAU nya akan negatif.
Juli
Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan utama dari Dana Bagi Hasil adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal antara Pemerintah Pusat dan daerah. Dana Bagi Hasil itu sendiri dapat bersumber dari pajak dan SDA. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Dasar hukum dana bagi hasil adalah Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, yaitu : 1. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua 2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; 3. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 4. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; dan 5. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas. Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan Daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan (ii) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 kabupaten dan kota. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 22 (dua puluh dua) pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2005-2010. Data sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria yaitu : 1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2005-2010 dan ketersediaan data yang dilakukan oleh Biro Pusat 114
2012
Listiorini
Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. 2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota yang tidak dimekarkan pada kurun waktu 2005-2010.
Adapun deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 22 (dua puluh dua) sampel yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sampel Penelitian NO
KRITERIA 1 2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ x x √ x √ √ √ x √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ x √ √ √ √ x x x x x x x x x x x x x x
NAMA KABUPATEN/ KOTA
1. Kota Binjai 2. Kota Medan 3. Kota Sibolga 4. Kota Padang Sidempuan 5. Kota Tebing Tinggi 6. Kota Tanjung Balai 7. Kota Pematang Siantar 8. Kabupaten Asahan 9. Kabupaten Humbang Hasundutan 10. Kabupaten Toba Samosir 11. Kabupaten Tapanuli Selatan 12. Kabupaten Tapanuli Tengah 13. Kabupaten Batubara 14. Kabupaten Pakphak Barat 15. Kabupaten Tapanuli Utara 16. Kabupaten Nias Selatan 17. Kabupaten Deli Serdang 18. Kabupaten Karo 19. Kabupaten Serdang Bedagai 20. Kabupaten Labuhan Batu 21. Kabupaten Nias 22. Kabupaten Langkat 23. Kabupaten Mandailing Natal 24. Kabupaten Samosir 25. Kabupaten Simalungun 26. Kabupaten Dairi 27. Kabupaten Angkola Sipirok 28. Kabupaten Padang Lawas 29. Kabupaten Padang Lawas Utara 30. Kabupaten Nias Utara 31. Kabupaten Labuhan Batu Utara 32. Kabupaten Labuhan Batu Selatan 33. Kota Gunung Sitoli Sumber : www.depkeu.djpk.go.id. 2010
SAMPEL Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8 Sampel 9 Sampel 10 Sampel 11 Sampel 12 Sampel 13 Sampel 14 Sampel 15 Sampel 16 Sampel 17 Sampel 18 Sampel 19 Sampel 20 Sampel 21 Sampel 22 -
Variabel independen DAU (X1) adalah total dana transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dengan menggunakan skala rasio. Variabel independen DAK (X2) adalah total dana transfer dari pemerintah pusat
Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan empat variabel independen. Variabel dependen (Y) adalah Belanja Daerah (BD) adalah jumlah anggaran pengeluaran baik belanja langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan. 115
111 - 126
Jurnal Keuangan dan Bisnis
bersifat khusus. Variabel ini menggunakan skala rasio. Variabel independen Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak maupun Non Pajak (X3) adalah Dana dari pemerintah pusat berupa bagi hasil pemungutan pajak maupun non pajak. Variabel ini menggunakan skala rasio. Variabel independen PAD (X4), Total realisasi penerimaan daerah yang
Juli
bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain penerimaan PAD yang sah dengan menggunakan skala rasio. Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah diidentifikasi diatas, maka operasioanal variabel terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Operasionalisasi Variabel Nama Variabel Anggaran Belanja Daerah (Y) DAU (X1)
Definisi Jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan. Total dana transfer dari pemerintah pusat bersifat umum
DAK (X2)
Total dana transfer dari pemerintah pusat bersifat Khusus
DBH (X3)
Dana dari pemerintah pusat berupa bagi hasil pemungutan pajak maupun non pajak.
PAD (X4)
Jumlah realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain penerimaan PAD yang sah
Indkator
Kriteria Ukuran
Laporan APBD Pemkab/Pem ko Sumut.
Realisasi Belanja daerah tahun 20062010
Rasio
Laporan APBD Pemkab/Pem ko Sumut. Laporan APBD Pemkab/Pem ko Sumut. Laporan APBD Pemkab/Pem ko Sumut. Laporan APBD Pemkab/Pem ko Sumut.
Realisasi DAU tahun 20052009
Rasio
Realisasi DAK tahun 20052009
Rasio
Realisasi DBH tahun 20052009
Rasio
Realisasi PAD tahun 20052009
Rasio
Skala
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersumber dari dokumen laporan realisasi APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui www.depkeu.djpk.go.id. Dari laporan realisasi APBD ini diperoleh data mengenai jumlah realisasi anggaran Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Data dianalisis dengan menggunakan metode analisa data multivariate, yang merupakan metode statistik deskriptif dan infrensial yang digunakan untuk menganalisa data lebih dari dua variabel penelitian. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi maka
116
2012
Listiorini
diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi: 1. Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali,2005).Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah analisis grafik dan uji statistic. Uji normalitas data dilakukan dengan uji kolmogoorov smirnov, distribusi data dikatakan normal jika signifikansi > 0,05. 2. Uji Multikolinieritas, diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Selain itu deteksi terhadap multikoliniearitas juga bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Deteksi multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. VIF = 1/Tolerance, jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1. 3. Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki kesamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan pengamatan yang lain, atau
4.
homokesdastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut dan melakukan uji Park yaitu dengan melakukan transformasi logaritma terhadap residual. (Ghozali,2005). Uji autokorelasi. Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan ada periode t-1 atau sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena “gangguan” pada individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan dengan Uji Durbin Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat pertama (first order autokorelasi) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi. Menurut Santoso (2005) pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut : 1) -a D-W di atas + berarti ada autokorelasi negatif. Model Analisis Adapun model pada penelitian in adalah : Y t = a + b DAU 1
t-1
+ b DAK 2
b DBH + b PAD 3
dimana : Yt ß DAU (X1) 117
t-1
4
t-1
t-1
+
+ e .............. (1)
= Belanja Daerah = Konstanta = Slope atau koefisien regresi = Dana Alokasi Umum
111 - 126
DAK (X2) DBH (X3) PAD (X4) e
Jurnal Keuangan dan Bisnis
= Dana Alokasi Khusus = Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak = Pendapatan Asli Daerah (PAD) = error
Flypaper effect terjadi dimana transfer pusat berupa DAU dengan lag, DAK it
it
dengan lag, DBH dengan lag dan PAD t-1
t-1
dengan lag. Pola lag dilakukan untuk melihat fenomena yang terjadi berupa anggaran penerimaan yang berasal dari transfer pusat akan dilihat dampaknya dan direspon oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan belanja daerah dimasa yang akan datang. Untuk menentukan apakah terjadi flypaper effect maka dibandingkan koefisien regresi untuk masing – masing variabel. Syarat terjadinya flypaper effect adalah: a. Apabila efek (nilai koefisien) DAU dan DAK terhadap Belanja Daerah lebih besar dari pada efek DBH dan PAD dan keduanya sama-sama signifikan atau b. DBH dan PAD tidak signifikan , maka dapat disimpulkan terjadi flypaper effect.
Juli
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0 artinya secara serentak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1,X2,X3, X4) terhadap variabel terikat (Y). Kriteria keputusan : Bila F statistik ≥ F a; (k,n-k-1) maka H0 ditolak Bila F statistik
Kriteria keputusan Dengan membandingkan nilai t hitung dengan t table, dengan derajat bebas n-k, dimana n adalah banyaknya jumlah pengamat serta tingkat signifikansi yang dipakai. Bila t statistik ≥ t tabel maka H0 ditolak. Bila t statistik
Uji Hipotesis Pengujian hipotesis yang dilakukan meliputi uji koefisien Determinasi, uji F (uji signifikansi simultan) dan uji t (uji signifikansi parameter individual/parsial) Uji Koefisien Determinasi (R2), untuk melihat berapa proporsi variasi dari variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. Analisis hal tersebut dilakukan dengan melihat nilai adjusted R Square. Uji F, dengan maksud menguji apakah secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas, dengan tingkat keyakinan 95 % (=0,05). Hipotesis untuk uji statistik F adalah sebagai berikut : H0 : b1 = b2 = b3 = b4 = 0, artinya secara serentak tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1,X2,X3,X4) terhadap variabel terikat (Y).
Hasil dan Pembahasan. Statistik Deskriftif Berdasarkan hasil pengolahan data dimana hasil uji regresi berganda yang menunjukkan model regresi yang tidak linier dan tidak melewati uji asumsi klasik yaitu adanya pelanggaran asumsi normalitas. Selanjutnya untuk mendapatkan model yang layak (blues unbiased linier) setelah melalui uji asumsi klasik dilanjutkan dengan melakukan transformasi logaritma natural pada seluruh variabel. Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
118
2012
Listiorini
Tabel 3 Statistik Deskriptif N DAUt_1_X1 110 DAKt_1_X2 110 DBHt_1_X3 110 PADt_1_X4 110 BD_Yt 110 Valid N (listwise) 110 Sumber : Data Sekunder Diolah
Minimum 83580.00 4000.00 6767.90 156.00 212826.55
Maximum 2724298.00 95766.00 2272283.00 2048148.98 2357352.73
Mean 362771.4419 35864.0975 68246.4493 66691.8351 575127.9647
Std. Deviation 284331.77448 21301.90026 218403.98543 224897.08138 350699.82801
Berdasarkan pada Gambar tersebut Ghozali (2005) menyatakan jika distribusi data adalah normal, maka terdapat titik titik yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonalnya atau grafik histogramnya menunjukan pola distribusi normal. Hasil grafik sesudah transformasi tersebut terlihat bahwa titik titik yang menyebar disekitar garis diagonalnya.
Analisis Data Penelitian Uji Asumsi Klasik Pengujian terhadap ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang merupakan dasar dalam model regresi linier berganda. Hal ini dilakukan sebelum pengujian hipotesis meliputi : Pengujian Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi pada variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak dapat dideteksi melalui 2 (dua) cara yaitu analisis grafik dan analisis statistik (uji One sample Kolmogorov Smirnov).
Uji Statistik Uji Normalitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal. Untuk itu dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test. Adapun hasil pengujian terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Unstandardized Residual N Normal Parametersa,,b
Mean
Most Extreme Differences
Absolute
Std. Deviation
110 .0000000 .25699167 .101
Positive
.095
Negative
-.101
Kolmogorov-Smirnov Z
1.061
Asymp. Sig. (2-tailed)
.210
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Gambar 1. Grafik Normalitas Sesudah Transformasi
Sumber : Data Sekunder Diolah
Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 4 terlihat besarnya nilai Kolmogorov-
Smirnov adalah 1.061 dan signifikansinya pada 0.210 dan nilainya jauh diatas α = 119
111 - 126
Jurnal Keuangan dan Bisnis
0.05 Dalam hal ini berarti H0 diterima yang berarti data residual berdistribusi normal.
Dari Tabel 5, terlihat bahwa variabel independen yaitu ln_DAU, ln_DAK, ln_DBH dan ln_PAD mempunyai angka Variance Inflation Factor (VIF) dibawah angka 10. Dan nilai Tolerance lebih dari 0,10 yang berarti tidak ada kolerasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hal ini berarti bahwa regresi yang dipakai untuk ke 4 (empat) variabel independen diatas tidak terdapat persoalan multikolinieritas.
Uji Multikolinearitas Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Menurut Ghozali (2005), pada umumnya jika VIF > 10, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya. Tabel 5 Hasil Uji Multikolinieritas
Uji Heteroskedastisitas
Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
Juli
VIF
ln_DAUt_1_X1
.341
2.936
ln_DAKt_1_X2
.631
1.585
ln_DBHt_1_X3
.441
2.270
ln_PADt_1_X4
.631
1.586
a. Dependent Variable: ln_BDt_1_Yt
Sumber : Data Sekunder Diolah
Menurut Ghozali (2005) model regresi yang baik adalah model yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan dengan Uji Park. Asumsi utama Uji Park yaitu dengan melakukan regresi variabel independen terhadap residual yang ditransformasi (Ghozali, 2005: 111). Adapun hasil pengujian Uji Park terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil Uji Heterokedastisitas Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model 1 (Constant)
B
Std. Error
2132.384
3672.671
ln_DAUt_1_X1
2429.461
4642.501
ln_DAKt_1_X2
565.335
ln_DBHt_1_X3 ln_PADt_1_X4
Beta
t
Sig.
.580
.251
.702
.524
.176
2325.195
-.342
.243
.977
5240.847
24176.598
.026
.217
.829
-13519.410
13555.370
-.099
-.997
.321
a. Dependent Variable: Abs_lnUR Sumber : Data Sekunder Diolah Jika koefesien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskesdatisitas pada data model tersebut tidak dapat ditolak. Hasil yang terlihat pada Tabel 5.4 menunjukkan koefesien parameter untuk variabel independent tidak ada yang signifikan (ln_DAU_X1 dengan tingkat
signifikansi 0.176, variabel DAK (X2) dengan tingkat signifikansi 0.977, variabel DBH (X3) dengan tingkat signifikansi 0.829 dan variabel PAD (X4) dengan tingkat signifikansi 0.321. Maka dapat disimpulkan model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Selain pendekatan secara statistik, pengujian ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan diagram scatterplot (Gambar2 ).
120
2012
Listiorini
Uji Autokorelasi Gejala Autokorelasi diditeksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Menurut Santoso (2005), untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW). Nilai d tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai dtabel dengan tingkat signifikansi 5% dengan df = n-k-1. Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji DurbinWatson, dengan kriteria menurut Santoso (2005) dengan cara melihat besaran DurbinWatson sebagai berikut : Gambar 2. Grafik Scatterplott Sesudah Transformasi
Berdasarkan Gambar tersebut bahwa residual memencar diatas (vertikal) dan dibawah sumbu nol secara acak. Dengan demikian dapat disimpulkan model terbebas dari adanya problem heteroskedastisitas.
Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.
Dari hasil pengujian terlihat bahwa nilai DW sebesar 2.109, berarti tidak terkena gejala autokorelasi. Adapun nilai DW terdapat pada Tabel 6
Tabel 6 Uji Autokorelasi
Model 1
R
R Square .838
a
Durbin-Watson
.703
2.109
a. Predictors: (Constant), DAK_X4, PAD_X2, ln_PE/PDRB_X1, DAU_X3 b. Dependent Variable: Belanja_Modal_Y
Sumber : Data Sekunder Diolah
Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin-Watson (D-W) sebesar 2.109, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif (masih dalam kisaran angka D-W -2 dan +2).
Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat diterima. Pengujian uji kesesuaian dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu model regresi, karena variabel penelitian lebih dari dua variabel maka kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square yang diperoleh dari hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 7.
Hasil Analisis Hipotesis dalam penelitian ini adalah terjadi fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
121
111 - 126
Jurnal Keuangan dan Bisnis
Juli
Tabel 7 Pengujian Kelayakan Model Model Summaryb
Model 1
R
R Square .838a
Adjusted R Square
.703
Std. Error of the Estimate
.691
.26184
a. Predictors: (Constant), ln_PADt_1_X4, ln_DAKt_1_X2, ln_DBHt_1_X3, ln_DAUt_1_X1 b. Dependent Variable: ln_BDt_1_Yt
Sumber : Data Sekunder Diolah
Nilai Adjusted R Square pada Tabel 7 tampak sebesar 0,691. Hal ini menunjukkan bahwa 69,1 % variabel belanja daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja daerah. Sisanya sebesar 30,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Untuk melihat tingkat kepercayaan hasil uji hipotesis, selanjutnya dilakukan uji signifikan. Uji signifikan dibedakan atas uji signifikan simultan (uji F) dan uji signifikan parsial (uji t) dengan taraf signifikan α = 5%.
Uji Hipotesis Uji Signifikan Simultan (Uji F) Secara simultan variabel fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat diterima. Indikator signifikansi parameter koefesien Adjusted R2 signifikan atau tidak maka dapat dilakukan pengujian dengan bantuan alat uji statistik metode Fisher (Uji F) dengan tingkat keyakinan (confident level) sebesar 95 %. Kriteria pengujian yang digunakan adalah apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak; dan apabila Fhitung ≤ Ftabel maka Ho dapat diterima. Hal tersebut ditunjukkan dalam Tabel 8. Tabel 8 Hasil Uji F
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
17.022
4
4.255
7.199
105
.069
24.221
109
F 62.068
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), ln_PADt_1_X4, ln_DAKt_1_X2, ln_DBHt_1_X3, ln_DAUt_1_X1 b. Dependent Variable: ln_BDt_1_Yt
Sumber : Data Sekunder Diolah
Dari Tabel 8 diperoleh nilai Fhitung sebesar 62,068 sedangkan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05)dan derajat kebebasan (df1 =4;df2 = 105) adalah sebesar 2,46. Hal ini berarti bahwa nilai Fhitung>Ftabel (62.068 >2,46). Hal ini memberikan arti bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH)
dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dengan demikian hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak terjadi fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada 122
2012
Listiorini
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara secara simultan ditolak (Ho ditolak sedangkan Ha diterima). Sehingga dapat disimpulkan terjadi fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Uji Signifikan Parsial (Uji t) Secara parsial Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Belanja daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat diterima ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Uji t Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
t
5.563
.628
ln_DAUt_1_X1
.488
.081
.550
ln_DAKt_1_X2
-.034
.041
ln_DBHt_1_X3
.068
.042
ln_PADt_1_X4
.107
.024
Sig. 8.863
.000
6.031
.000
-.057
-.848
.398
.130
1.617
.109
.304
4.543
.000
a. Dependent Variable: ln_BDt_1_Yt
Sumber : Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil uji t yang tampak pada Tabel 9, maka disusunlah persamaan regresi berganda berikut :
4.
Ln_Belanja_Daerah_Yt = 5.563 +0,488 ln_DAU_X1 t-1 - 0,034 ln_DAK_X2 t-1 + 0,068 ln_DBH_X3 t-1 + 0,107 ln_PAD_X4 t-1 + e 5. Model persamaan regresi berganda tersebut bermakna : 1. Nilai konstanta sebesar 5.563 artinya apabila nilai Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah bernilai nol, maka Belanja Daerah sebesar 5.563 satuan. 2. Variabel ln_Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap belanja daerah dengan nilai koefisien sebesar 0.488, artinya setiap pertambahan 1 % Dana Alokasi Umum (DAU) maka akan menaikkan belanja daerah sebesar 0.488 satuan. 3. Variabel Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh terhadap belanja daerah dengan nilai koefisien sebesar -0.034, artinya setiap pertambahan 1 %
variabel DAK akan menurunkan belanja daerah sebesar 0.034 satuan. Variabel Dana Bagi Hasil (DBH) tidak berpengaruh terhadap belanja daerah dengan nilai koefisien sebesar 0.068, artinya setiap pertambahan 1 % variabel DBH akan menaikkan belanja daerah sebesar 0.068 satuan. Variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif belanja daerah dengan nilai koefisien sebesar 0.107, artinya setiap pertambahan 1 % variabel PAD akan menaikkan anggaran belanja Daerah sebesar 0.107 satuan.
Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel ln_DAU/X1 adalah sebesar 6,031 sedangkan nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05) dan derajat kebebasan (df= 106) adalah 1,982 maka (6,031<1,982) berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di Sumatera Utara ( thitung > ttabel). Dengan demikian disimpulkan menerima Ha. Variabel ln_PAD/X4 (4,543<1,982) berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja daerah di Sumatera Utara dimana nilai thitung > ttabel. Dengan demikian menerima Ha. Untuk 123
111 - 126
Jurnal Keuangan dan Bisnis
mengetahui adanya fly paper effect maka dibandingkan koefisien regresi untuk masing-masing variabel. Syarat terjadinya fly paper effect adalah (1) bila nilai koefisien DAU terhadap Belanja Daerah lebih besar dari nilai koefisien PAD dan keduanya signifikan, atau (2) PAD tidak signifikan. Hasil yang didapat dari tabel 9 adalah nilai koefisien DAU adalah sebesar 0,488 sedangkan PAD sebesar 0,107 dan keduanya signifikan. . Hal tersebut berarti telah terjadi fly paper effect karena sesuai dengan syarat ke 1 yaitu nilai koefisien DAU terhadap Belanja Daerah lebih besar dari nilai koefisien PAD dan keduanya signifikan. Terkait dengan fenomena fly paper effect, dari persamaan dapat diartikan bahwa nilai konstanta sebesar 5.563 berarti bahwa jika tidak ada DAU, DAK, DBH dan PAD maka besarnya Belanja Daerah akan sama dengan konstantanya yaitu sebesar 5.563. Dengan kata lain jika tidak ada DAU, DAK, DBHdan PAD ditahun lalu maka besarnya belanja daerah pada tahun berjalan akan sebesar 5.563 rupiah dan konstanta sebesar 5.563 berarti jika tidak ada DAU, DAK, DBH dan PAD maka Belanja Daerah akan sebesar 5.563. Koefisien regresi DAU sebesar 0,488 berarti jika DAU mengalami peningkatan sebesar 1 % maka Belanja Daerah akan meningkat sebesar 0,488% dengan asumsi variabel lain dalam kondisi konstan. Atau dengan kata lain jika jumlah DAU tahun lalu naik sebesar 1% saja maka belanja daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Kota di Sumut untuk memenuhi kebutuhannya pada tahun berjalan akan naik sebesar 0,488% dengan asumsi variabel lain dalam kondisi konstan. Dana alokasi umum merupakan bentuk dana perimbangan yang paling penting selain bagi hasil. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan keuangan dan ekonomi daerah. Tujuan dana perimbangan adalah untuk mengurangi kesenjangan keuangan dan untuk menciptakan stabilisasi aktifitas perekonomian di daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
Juli
pelaksanaan desentralisasi. Seiring dengan masih seringnya terjadi keterlambatan dalam penyampaian informasi mengenai informasi mengenai besarnya jumlah DAU yang akan direalisasi mengakibatkan pemerintah daerah sering menggunakan dasar realisasi DAU tahun sebelumnya dalam penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Sedangkan koefisien regresi DAK sebesar -0,034 menunjukkan bahwa jika DAK dari pemerintah pusat mengalami peningkatan sebesar 1% maka Belanja Daerah DAK di Kabupaten/Kota di Sumut akan penurunan sebesar 0,034 % dengan asumsi variabel lain dalam kondisi konstan. Variabel Dana Alokasi Khusus (X2) dengan arah negatif (-0,848 <1,982) tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di Sumatera Utara dengan nilai thitung
124
2012
1.
2.
Listiorini
Secara simultan terjadi fenomena Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat diterima. Secara parsial, terjadi fenomena Flypaper Effect dimana nilai koefisien Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah lebih besar dari nilai koefisien Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan keduanya berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Sedangkan variabel Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Penelitian ini juga menunjukkan variabel DAK dan DBH tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan Belanja Daerah.
Daerah Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI, Yogyakarta, Hal 11401159. Deller, Steven, Craig Maher. (2005). Categorical Municipal Expenditures with a focus on the flypaper effect. Public Budgeting/Fall. Fisher, Ronald C. 1996. State and Local Public Finance. Chicago: Irwin Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Universitas Diponegoro. Semarang. Halim, Abdul. (2002). Analisis Varian Atas Anggaran Pendapatan Asli Daerah Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Disertasi S3 UGM. Tidak Dipublikasikan. Msi – FE UGM. Maimunah, Mutiara. (2006). “Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera”. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Oates, W.E. (1999). An Essay on Fiscal Federalism, Journal of Economic Literature, 37(3), September: 1120-49. PP No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan; dan PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Santoso. (2005). Analisis Statistik dengan MS.Excel dan SPSS, Penerbit Andi , Yogyakarta. Sidik, Machfud, B. Raksaka Mahi, Robert Simanjutak, & Bambang Brodjonegoro.(2002). Dana Alokasi Umum – Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah, Kompas, Jakarta. Turnbull, G.K. (1992). Fiscal Illusion, Uncertainty, and the Flypaper Effect”, Journal of Public Economics, 48(2), Juli: 207-23. UU Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Undang–Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang–Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Saran Saran yang diajukan terkait hasil penelitian adalah : 1. Bagi peneliti berikutnya agar dapat memperluas atau menambah sampel penelitian untuk seluruh wilayah Indonesia dengan periode pengamatan yang lebih panjang. 2. Peneliti berikutnya sebaiknya menggunakan komponen yang lebih rinci pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena pada pos tersebut merupakan indikator kemandirian daerah yang memberikan kontribusi yang nyata untuk membelanjai pengeluaran daerah yang tidak bergantung pada pusat dan berpengaruh terhadap besarnya proporsi komposisi Belanja Daerah untuk periode yang akan datang. Sehingga dapat melihat gambaran fenomena flypaper effect ketika PAD sebagai sandaran membelanjai pengeluaran daerah itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, (2004). (DAU) (PAD)
Sukriy dan Halim, Abdul. Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah 125
111 - 126
Jurnal Keuangan dan Bisnis
UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh www.depkeu.djpk.go.id. (2010). Dana Alokasi dan Laporan Realisasi APBD SU
126
Juli