STUDI PENAMPANG SUBMERGED FLOATING TUNNEL ( SFT ) Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
: Reka Indrawan : 3107100069 : Teknik Sipil FTSP – ITS : Endah Wahyuni ST M.Sc Ph.D : Ir. R. Soewardoyo M.Sc
Abstrak
Submerged Floating Tunnel (SFT) atau Jembatan melayang dalam air adalah sebuah konsep baru di bidang infrastruktur transportasi. Konsep dari SFT adalah meletakkan sebuah struktur berbentuk tubular pada kedalaman tertentu dibawah permukaan air dengan menggunakan gaya apung Archimedes sebagai daya dukungnya (Mazzolani et al 2009). Kelebihan SFT dibandingkan infrastruktur transportasi perlintasan perairan konvensional (jembatan) adalah berkurangnya / dihilangkannya pekerjaan pembuatan pilar dan pondasi dalam, yang pada jembatan konvensional memerlukan waktu cukup lama dan material berjumlah besar. Dalam struktur SFT, peran pilar digantikan oleh kabel dengan menggunakan sistem mooring. Sistem struktur SFT saat ini masih dalam tahap kajian dan belum ada yang membangunnya. Pada tugas akhir ini dilakukan studi penampang SFT dengan beberapa macam bahan dan bentuk penampang, yaitu : penampang bahan baja bentuk lingkaran, penampang baja bentuk oval, penampang beton bentuk lingkaran dan penampang beton bentuk oval. Penampang – penampang tersebut kemudian diuji terhadap beban gelombang sesuai dengan karakteristik perairan antara Pulau Panggang dan Pulau Karya. Pengujian penampang hanya dilakukan dengan analisa numerik menggunakan program bantu SAP 2000. Berdasarkan perhitungan rasio gaya apung, penampang oval beton memiliki ketebalan beton sebesar 36 cm atau lebih tipis dari tebal minimum beton yang disyaratkan yaitu sebesar 40 cm. Sehingga tidak diuji secara numerik. Hasil analisa numerik menunjukkan bahwa penampang beton memiliki rasio perbandingan tegangan aktual terhadap tegangan ijin yang lebih kecil dibandingkan penampang baja yaitu sebesar 1,6 % berbanding 91 % . Hasil analisa numerik juga menunjukkan bahwa lendutan penampang beton lebih besar daripada penampang baja. Yaitu 127,55 mm berbanding 22,4 mm. Untuk bentuk penampang, penampang oval memiliki lendutan tepi yang lebih besar daripada penampang lingkaran yaitu 28 mm dibandingkan 22,4 mm. Sedangkan besar gaya pada elemen frame, penampang baja dengan bentuk oval memiliki besar gaya aksial (P), geser (V2) dan Momen (M) maksimum masing – masing berurutan adalah 393,7 kN, 45,01 kNm dan 90,89 kN. Sedangkan untuk penampang lingkaran besar gaya dalam P, V dan M berurutan adalah 440,97 kN, 68,32 kNm dan 273,33 kN. Semuanya berada pada bagian tengah bentang mendatar. Perbedaan hasil analisa numerik disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perbedaan kekakuan material, perbedaan kekakuan struktur, pengaruh bentuk penampang dan pengaruh kedalaman penampang Kata Kunci : SFT, penampang,lingkaran, oval, baja, beton, SAP 2000
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Submerged Floating Tunnel (SFT) atau Jembatan melayang dalam air adalah sebuah konsep baru di bidang infrastruktur transportasi. Konsep dari SFT adalah meletakkan sebuah struktur berbentuk tubular pada kedalaman tertentu dibawah permukaan air dengan menggunakan gaya apung Archimedes sebagai daya dukungnya (Mazzolani et al 2009). Kelebihan SFT dibandingkan infrastruktur transportasi perlintasan perairan konvensional (jembatan) adalah berkurangnya / dihilangkannya pekerjaan pembuatan pilar dan pondasi dalam, yang pada jembatan konvensional memerlukan waktu cukup lama dan material berjumlah besar. Dalam struktur SFT, peran pilar digantikan oleh kabel dengan menggunakan sistem mooring. Sistem SFT ini masih dalam tahap kajian dan belum ada yang membangunnya. Salah satu bagian yang dikaji dari sistem SFT adalah desain bentuk penampang SFT. Ada beberapa desain penampang SFT dengan variasi material dan bentuk penampang yang telah dianalisa oleh beberapa peneliti. Diantaranya adalah penampang berbentuk lingkaran dengan bahan dari beton (Tveit 2000), penampang berbentuk lingkaran dengan bahan komposit baja – beton yang dilapisi aluminium pada sisi luarnya (Long 2009) dan penampang berbentuk oval dengan bahan baja yang dianalisa oleh Mazzolani et al (2000). Hasil dari analisa – analisa tersebut menunjukkan bahwa setiap penampang memiliki perilaku yang berbeda terhadap beban yang diberikan, yang mana beban yang diberikan tersebut sesuai dengan kondisi perairan tempat SFT tersebut dimodelkan ( Ahrens 1997). Karena kondisi perairan tempat analisa SFT tersebut tidak sama dengan kondisi perairan di Indonesia, maka berbagai desain penampang tersebut di atas tidak dapat langsung diaplikasikan di Indonesia. Perlu dilakukan studi pada berbagai macam desain penampang tersebut diatas terhadap kondisi perairan di Indonesia untuk mengetahui
2
perilaku tiap – tiap penampang dalam menerima beban. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini nantinya akan dilakukan studi pada beberapa macam bentuk penampang SFT tersebut dengan program bantu analisa numerik terhadap beban – beban yang ada berdasarkan kondisi perairan di Indonesia. Kondisi perairan yang digunakan adalah kondisi perairan antara pulau Panggang dan pulau Karya di gugusan kepulauan Seribu provinsi DKI Jakarta Indonesia. Hasil – hasil analisa numerik dengan program bantu tersebut akan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga jika memang ada perbedaan, maka dapat diketahui pengaruh perbedaan terhadap respon tiap – tiap penampang SFT akibat beban yang diberikan. 1.2
Perumusan Masalah Ada beberapa masalah yang harus diselesaikan dalam tugas akhir ini, yaitu : 1. Bagaimana karakteristik perairan yang ada di antara Pulau Panggang dan Pulau Karya ? 2. Bagaimana perhitungan beban akibat pengaruh kondisi perairan sesuai dengan karakteristik perairan tersebut ? 3. Bagaimana bentuk dan bahan penampang yang akan dianalisa secara numerik ? 4. Bagaimana variasi pembebanan pada analisa numerik penampang SFT tersebut ? 5. Bagaimana hasil analisa numerik dari macam – macam variasi dan kombinasi pembebanan tersebut ? 6. Bagaimana perbandingan hasil analisa numerik antara suatu penampang dengan hasil analisa numerik penampang yang lainnya ? 1.3
Pembatasan Masalah Karena penelitian ini sangat luas dan merupakan penelitian kelompok, maka dilakukan pembatasan analisa masalah sebagai berikut : 1. Studi ini menggunakan standar SNI dan API 2. Studi ini merupakan studi kasus dengan menempatkan SFT di
3. 4. 5. 6. 1.4
kepulauan Seribu. Tepatnya di perairan antara pulau Panggang dan pulau Karya. Uji numerik hanya dengan menggunakan SAP 2000 V.14 Pengaruh Vortex akibat arus air diabaikan Tidak meninjau beban gempa. Tidak meninjau pelaksanaan di lapangan. Tujuan Tujuan dilakukan tugas akhir ini
adalah : 1. Mendapatkan karakteristik perairan diantara pulau Panggang dan pulau Karya. 2. Mendapatkan besar beban yang diakibatkan pengaruh kondisi perairan tersebut. 3. Mendapatkan bentuk dan bahan penampang yang akan dianalisa secara numerik. 4. Mendapatkan macam – macam variasi pembebanan pada analisa numerik. 5. Mendapatkan hasil analisa numerik dari macam – macam variasi dan kombinasi pembebanan. 6. Mendapatkan perbandingan hasil analisa masing – masing penampang terhadap penampang yang lainnya. 1.5
Manfaat Manfaat dilakukan tugas akhir ini adalah memberikan informasi faktor – faktor yang mempengaruhi perbedaan respon penampang SFT akibat perbedaan bentuk dan bahan penampang. Sehingga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Deskripsi SFT Submerged Floating Tunnel (SFT) atau jembatan melayang dalam air adalah sebuah konsep baru di bidang infrastruktur transportasi. Yaitu merupakan sarana perlintasan suatu perairan seperti halnya jembatan. Konsep dari SFT adalah menempatkan suatu struktur berbentuk
tubular pada suatu kedalaman tertentu dibawah permukaan air dengan memanfaatkan daya dukung yang diberikan oleh gaya apung Archimedes (Mazzolani dkk. 2009). Keunggulan SFT dibandingkan struktur jembatan konvensional adalah berkurang / tidak adanya pekerjaan pilar jembatan dan pondasi, sehingga pelaksanaan konstruksi SFT lebih ramah lingkungan, lebih ekonomis dan lebih murah. Pekerjaan pilar jembatan, terutama pada jembatan yang melintasi perairan lebar dan dalam seperti selat, membutuhkan waktu yang lama serta material dengan jumlah yang besar. Hal ini dikarenakan jembatan harus menggunakan pilar yang sangat tinggi untuk memberikan ruang bebas bagi kapal agar dapat melintasi perairan di bawah jembatan dengan aman. Pada SFT, ruang bebas bagi lalu lintas kapal diberikan dengan menempatkan SFT di bawah kedalaman minimum yang dibutuhkan bagi kapal agar dapat berlayar dengan aman. Jakobsen (2010) mengklasifikan elemen struktur SFT menjadi beberapa bagian sebagai berikut : Tube / badan SFT sebagai elemen yang menyediakan ruang bagi lalu lintas jalan dan / atau rel. Tether / Pengikat SFT yang dijangkarkan pada dasar perairan baik secara vertical atau horizontal ataupun kombinasi keduanya. Ponton, jika menjangkarkan SFT pada permukaan perairan. Gravity Anchors jika menggunakan sistem pengikat yang dijangkarkan pada dasar perairan. Shore Connection pada bagian akhir SFT yang menghubungkan SFT dengan daratan. 2.2
Prinsip Struktural SFT Prinsip struktural SFT secara umum adalah menggunakan gaya apung pada badan penampang SFT untuk menahan beban vertikal ( beban mati dan beban tambahan ) yang bekerja pada SFT. Beban tambahan tersebut antara lain adalah beban lalu lintas maupun beban utilitas dan sebagainya. Rasio besar gaya apung yang bekerja pada badan
3
SFT terhadap beban mati dan tambahan direncanakan sekitar 1,2 sampai dengan 1,3 ( Mazzolani dkk 2009). Rasio gaya apung terhadap beban mati dan tambahan dapat dicari dengan menggunakan dengan rumus sebagai berikut :
rU
U W
(1)
Dimana U adalah gaya apung per satuan panjang SFT dan W adalah berat sendiri dan berat tambahan seperti kolom dan utilitas yang diasumsikan sebesar 30% dari berat mati. Nilai U dan W didapatkan dengan menggunakan rumus berikut : (2) W 1.3 AC C
U AT w
(3) Pada rumus di atas, Ac adalah luas penampang bahan yang digunakan, AT adalah luas total penampang SFT, γc adalah berat jenis bahan dan γw adalah berat jenis air laut ( 10,3 KN/m3). Sedangkan untuk menahan beban horizontal, baik tegak lurus sumbu SFT maupun sejajar dengan sumbu SFT, digunakan kabel yang dijangkarkan. Penjangkaran kabel dapat dilakukan pada struktur pondasi yang tertanam di dasar perairan ( Gravity Anchor ) atau pada ponton yang mengapung. 2.3
Penampang SFT Penampang SFT adalah elemen struktur SFT yang berfungsi sebagai tempat diletakkannya jalur kendaraan, sekaligus berfungsi sebagai penahan beban mati struktur dan beban tambahan melalui gaya apung yang dihasilkan. Karena dua fungsi tersebut maka penampang SFT harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat memberikan ruang yang cukup bagi jalur lalu lintas sekaligus dapat memberikan gaya apung untuk menahan struktur itu sendiri. Ada beberapa macam bentuk dan bahan penampang SFT yang telah diteliti sebelumnya. Di antaranya adalah penampang lingkaran dengan bahan beton ( Tveit 2009 ).
4
Gambar 2.2 Penampang SFT lingkaran beton ( Tveit 2009) Desain penampang SFT tergantung dari lebar jalur kendaraan yang direncanakan dan besar gaya apung yang dibutuhkan. Desain penampang yang terlalu besar akan mengakibatkan gaya apung struktur akan menjadi sangat besar. Gaya apung yang terlalu besar dapat menyulitkan pada saat perencanaan struktur kabel penahannya. Sehingga dimensi penampang harus direncanakan sedemikian rupa hingga memenuhi rasio gaya apung yang ideal, yaitu antara 1,2 sampai dengan 1,3. Struktur penampang SFT sendiri pada umumnya terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Lantai Kendaraan Balok Pembagi ( arah melintang dan memanjang ) Dinding penampang Struktur rangka dinding penampang Perletakan 2.3.1
Lantai kendaraan Lantai kendaraan pada SFT memiliki fungsi yang sama seperti halnya lantai kendaraan pada jembatan biasa, yaitu merupakan tempat bagi kendaraan untuk melintasi jembatan. Oleh karena itu, persyaratan desain pelat lantai kendaraan pada SFT dapat mengacu pada peraturan mengenai lantai kendaraan jembatan, yakni BMS 1992. Sesuai dengan BMS pasal 6.7.1.2 ketebalan minimum untuk lantai kendaraan adalah 20 cm serta ketebalan minimum aspal adalah 5 cm.
2.3.2
Balok pembagi Balok pembagi ialah struktur yang berfungsi untuk menerima beban – beban dari pelat lantai, yang selanjutnya ditransfer ke struktur dinding SFT pada SFT dengan bahan beton, atau pun ke struktur rangka pada SFT dengan bahan baja. Balok pembagi terdiri dari 2 macam, yaitu balok memanjang dan balok melintang. Secara tingkatan struktural, balok memanjang diasumsikan menumpu pada balok melintang. Desain perhitungan balok melintang dan balok memanjang pada struktur SFT ini sama dengan perhitungan balok memanjang dan melintang pada jembatan konvensional. Sehingga aturan – aturan yang digunakan dapat mengacu pada aturan yang berlaku pada perencanaan jembatan pada umumnya. 2.3.3
Dinding penampang Dinding penampang adalah bagian SFT yang berfungsi menerima beban dari elemen struktur di dalamnya, sekaligus menerima gaya apung untuk menahan struktur itu sendiri. Selain itu, karena lokasinya yang berada pada kedalaman perairan, maka dinding penampang SFT menerima beban – beban seperti beban aksi gelombang, maupun beban tekanan hidrostatis serta beban tekanan gaya apung yang bekerja. Dinding penampang SFT dapat terbuat dari beberapa macam bahan. Diantaranya adalah beton, komposit baja beton maupun baja. Bahan – bahan tersebut di atas memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing. Misalnya adalah dinding penampang dari beton. Dinding penampang yang terbuat dari beton memiliki struktur yang kekar, sehingga tahan terhadap tekanan akibat gaya aksi gelombang maupun tekanan hidrostatis. Hanya saja beton rentan terhadap retak dan susut. Sehingga diperlukan suatu perlindungan khusus terhadap masalah ini (Zhang dkk 2010). 2.3.4 Struktur rangka dinding penampang Struktur rangka pada dinding penampang diperlukan apabila dinding penampang dianggap tidak cukup memiliki kekuatan untuk menahan beban akibat beban – beban seperti beban aksi gelombang mau
pun tekanan hidrostatis. Struktur rangka dinding penampang dapat terbuat dari beton maupun baja. Kontrol kekuatan struktur rangka baja sama dengan kontrol struktur baja pada umumnya. Sehingga dapat menggunakan acuan peraturan tentang baja structural untuk bangunan gedung yang berlaku di lokasi tempat SFT berada. 2.4
Kabel SFT Kabel SFT adalah bagian SFT yang berfungsi untuk menahan penampang supaya tetap pada posisinya ketika menerima berbagai macam beban yang bekerja. Baik karena beban vertikal mau pun beban horizontal. Struktur kabel sendiri dapat dijangkarkan di dasar laut mau pun pada ponton. Maeda (1994) dalam Mazzolani (2009) memberikan beberapa konfigurasi pemasangan kabel pada SFT seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini :
Gambar 2.3 Konfigurasi kabel arah melintang ( Maeda dalam Mazzolani 2009 )
Gambar 2.4 Konfigurasi kabel arah memanjang ( Maeda dalam Mazzolani 2009)
5
2.5
Perletakan Perletakan pada SFT meliputi perletakan struktur di daratan untuk penampang SFT dan perletakan kabel di perairan baik di dasar atau pun di permukaan air. Beberapa model perletakan kabel yang telah diteliti adalah perletakan dengan menggunakan ponton oleh Tveit (2010). Hong dan Gei (2010) telah meneliti perletakan kabel di dasar perairan (mooring) dengan menggunakan tension pile pada tanah sedimen berlapis. 2.6
Pembebanan SFT Pembebanan pada SFT secara umum hampir sama dibandingkan dengan jembatan pada umumnya. Yang membedakan dengan pembebanan pada jembatan konvensional adalah beban akibat pengaruh kondisi lingkungan dimana SFT berada. Ahrens (1997) menyatakan ada 5 macam pembebanan pada struktur SFT, yaitu : 1. Beban Permanen 2. Beban Kerja 3. Beban Deformasi 4. Beban Lingkungan 5. Beban Kecelakaan 2.6.1
Beban permanen Beban permanen diklasifikasikan beban yang akan terus ada sepanjang usia dari struktur tersebut. Struktur pertama kali akan menerima beban ini sepanjang periode konstruksi. Beban permanen yang umum adalah : 1. Beban mati struktur Beban mati struktur SFT adalah beban yang diakibatkan oleh berat sendiri dari tunnel SFT ini beserta fasilitasfasilitasnya. Berat sendiri tunnel akan dihitung sesuai persamaan 2, dimana berat tunnel tersebut tergantung dari luas penampang dan berat jenis material penampang tunnel. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalam tunnel adalah plat lantai kendaraan yang menggunakan material beton dan balok baja profil WF yang berada pada posisi memanjang dan melintang dimana balok baja tersebut berfungsi sebagai pemikul plat lantai kendaraan.
6
2. Tekanan hidrostatis Beban ini terjadi pada bagian struktur SFT yang terendam oleh air laut. Beban ini akan tergantung dari tekanan hidrostatis pada perairan tempat SFT akan dibangun. Pada peraturan API RP 2A-WSD 2000 pasal 3.2.5.a diberikan cara untuk menghitung tekanan hidrostatis sebagai berikut : p=γ Hz (4) Dimana : p = Tekanan hidrostatis air ( N/m2 ) γ = Kerapatan air laut, ( 10050 N/m3 ) Hz = Design head ( m ) Untuk menghitung Design head ( Hz ) diberikan juga persamaan pada pasal 3.2.5.a API RP 2A-WSD 2000 sebagai berikut : (
[ (
)]
)
(5)
Dimana : Hw = Tinggi gelombang, ( m ) z = Tinggi di bawah SWL termasuk pada saat air pasang ( m ), z diukur ke bawah dari SWL k = 2π/L ( m-1 ), dengan L adalah panjang gelombang d = Kedalaman air laut, ( m ) L = panjang gelombang (m) Dalam menentukan tinggi (Hw) dan periode gelombang ( T ) pada persamaan 5, digunakan tinggi gelombang maksimum dan periode gelombang pada periode ulang tahun yang ditinjau. Tinggi gelombang maksimum yang dianjurkan untuk perencanaan bangunan lepas pantai adalah sebagai berikut : (6) Dimana : Hmax = tinggi gelombang maksimum (m) Hs = tinggi gelombang signifikan hasil pencatatan di lapangan (m)
3. Buoyancy Gaya ini terjadi akibat gaya Archimedes di dalam air laut pada penampang dan kabel SFT. Nilai dari gaya Archimedes atau gaya apung yang terjadi pada penampang SFT akan dihitung sesuai dengan persamaan 3, sedangkan pada kabel SFT gaya apung yang terjadi sangat kecil. 2.6.2
Beban kerja Beban kerja adalah beban yang terjadi akibat penggunaan struktur. Pada SFT, beban tersebut adalah : 1. Beban akibat lalu lintas Karena lalu lintas yang melalui SFT sama dengan lalu lintas yang melalui jembatan konvensional, maka beban lalulintas pada SFT dapat mengikuti peraturan pembebanan pada jembatan konvensional yang berlaku di lokasi SFT tersebut berada. Di Indonesia, peraturan pembebanan lalu lintas SFT dapat mengacu pada BMS 1992 seksi 2 pembebanan. 2. Beban akibat ballast Beban ballast diperlukan apabila rasio apung yang terjadi tidak memenuhi kondisi yang dirasa ideal. Ballast yang diberikan dapat berupa air, gravel, beton dan sebagainya. Sehingga dengan demikian, beban ballast bisa dimasukkan sebagai beban mati apabila ia ditempatkan secara permanen. 3. Beban – beban selama konstruksi 2.6.3
Beban deformasi Beban deformasi adalah beban yang diakibatkan perubahan geometric struktur itu sendiri. Beban ini diasosiasikan dengan material yang digunakan didalamnya. Jenis beban ini antara lain : Susut ( Shrinkage) Creep dan relaksasi Pasca atau pra tarik Perbedaan settlement Variasi temperature Beban internal akibat pelaksanaan 2.6.4
Beban lingkungan Beban lingkungan adalah beban – beban yang diakibatkan kondisi dari
lingkungan lokal SFT berada. Perlu dilakukan studi untuk menentukan besar beban yang terjadi. Untuk mendapatkan perkiraan pengaruh beban lingkungan, perlu dilakukan permodelan secara matematis dan hidrolis. Pada SFT, beban lingkungan yang sering terjadi adalah : 1. Beban aksi gelombang 2. Beban statis akibat arus 3. Beban dinamis akibat vortex dari arus. 4. Beban akibat variasi pasang surut 5. Beban akibat perubahan densitas air 6. Respon terhadap gempa 7. Beban es yang mengambang pada permukaan air 2.6.4.1 Beban aksi gelombang Gelombang terjadi akibat gangguan pada fluida. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pada permukaan air seperti hembusan angin atau dapat juga berupa gangguan pada dasar laut seperti pergerakan tanah atau gempa bumi. Ada beberapa teori yang membahas beban aksi gelombang, di antaranya yaitu : 1. Teori gelombang Airy ( Linear) Di dalam teori gelombang amplitudo kecil (Airy) dianggap bahwa tinggi gelombang sangat kecil terhadap panjangnya atau kedalamannya. 2. Teori Stokes Stokes (1847) mengembangkan teori gelombang Airy dengan melanjutkan analisis sampai orde ke-tiga untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik dalam kecuraman muka gelombang (wave stepness) H/L. Pengembangan lebih jauh dilakukan oleh Skjelbra dan Hendrickson (1961) sampai ode ke-5 yang sampai saat ini banyak digunakan dalam perhitungan teknik kelautan untuk gelombang dan amplitudo kecil. Karena masalah konvergensi yang lebih sulit untuk kondisi laut dangkal, teori gelombang stokes orde-5 dianggap valid untuk kondisi perairan dimana rasio kedalaman h/L lebih besar dari 1/10. Kondisi ini umumnya sesuai dengan gelombang badai (storm wave) yang biasanya diperhitungkan dalam perancangan bangunan lepas pantai. 7
3. Teori Cnoidal Untuk gelombang panjang dengan amplitudo berhingga yang terjadi pada laut dangkal lebih sesuai apabila menggunakan teori Cnoidal. Gelombang ini merupakan gelombang periodik yang biasanya mempunyai puncak tajam yang dipisahkan oleh lembah yang cukup panjang. Teori ini berlaku apabila d/L < 1/8 dan parameter Ursell UR > 26. Parameter Ursell didefinisikan sebagai berikut :
Dimana : H = tinggi gelombang L = panjang gelombang D = kedalaman laut Sesuai dengan peraturan API RP 2A– WSD 2000 pasal 2.3.1.b.10, gaya gelombang per kedalaman yang terjadi pada suatu struktur dihitung sesuai persamaan Morrison, sebagai berikut :
Dimana : F = Gaya gelombang ( kN/m ) w = Berat jenis air laut (10,3 kN/m3 ) A = Luas penampang ( m2 ) Cd = Koefisien drag Cm = Koefisien inersia D = Diameter tunnel SFT ( m ) g = percepatan gravitasi ( 9,8 m/s2 ) v = kecepatan aliran gelombang pada kedalaman yang ditinjau ( m/s ) |v| = Nilai absolut dari nilai v ( m/s ) dv/dt = percepatan gelombang per kedalaman yang ditinjau ( m/s2 ) FD = Gaya drag ( kN/m ) FI = Gaya inersia ( kN/m ) API RP 2A WSD-2000 pasal 2.3.1.b.7 memberikan nilai koefisien drag dan inersia sesuai dengan situasi permukaan struktur saat desain. Nilai koefisien drag dan inersia pada API RP 2A WSD-2000 terdapat pada tabel berikut :
8
Tabel 2.2 Koefisien drag dan inersia (API RP 2A WSD-2000)
Dalam perhitungan beban gelombang perlu juga untuk memperhatikan efek dari marine growth karena SFT merupakan struktur yang terbenam di dalam air. Marine growth merupakan efek yang ditimbulkan oleh organisme laut yang menempel pada struktur. Struktur yang terbenam di dalam air akan mengalami pertambahan luas secara melintang akibat efek dari marine growth tersebut. Pertambahan luas secara melintang tersebut mengakibatkan gaya gelombang yang terjadi pada struktur semakin besar. Ahrens (1997) memberikan suatu grafik yang menunjukkan hubungan ketebalan marine growth dengan kedalaman perairan.
Gambar 2.5 grafik hubungan kedalaman perairan terhadap ketebalan marine growth ( Ahrens 1997 ) 2.6.4.2 Beban statis akibat arus Pembebanan akibat arus yang disebabkan oleh air laut tergantung kepada kondisi lapangan yang akan ditinjau nanti. Hal ini disebabkan karena arus tersebut terjadi akibat adanya pasang surut dan gesekan angin pada permukaan air laut
sehingga besarnya arus yang terjadi berdasarkan dari hasil pengukuran di lapangan. Nallayarasu (2009) memberikan 2 (dua) cara untuk penentuan profil kecepatan arus yang terjadi pada bangunan lepas pantai, yaitu kecepatan arus yang disebabkan oleh pasang-surut air laut dan kecepatan arus yang disebabkan oleh gesekan angin terhadap air laut. Untuk menentukan profil kecepatan arus akibat pasang-surut air laut diberikan persamaan sebagai berikut ini : ( )
( 10 )
Dimana : VCT = kecepatan arus akibat pasang surut dengan berbagai ukuran dari dasar laut (m/s) VCoT = kecepatan arus akibat pasang surut yang terjadi di permukaan air laut (m/s) y = berbagai ukuran ketinggian dari dasar laut(m) h = ketinggian normal air laut ( m ) Sedangkan untuk menentukan profil arus akibat gesekan angin terhadap air laut diberikan oleh persamaan berikut ini :
CD
= koefisien drag = kecepatan arus pada kedalaman ( ) yang ditinjau ( m/s ) |Uc| = kecepatan arus absolut ( m/s ) D = diameter sruktur ( m ) 2.6.5
Beban kecelakaan Kecelakaan pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak diharapkan, tetapi karena dapat terjadi dari waktu ke waktu, maka perlu dilakukan suatu pendekatan yang rasional terhadap beban akibat kecelakaan ini. Efek yang harus diperhatikan pada beban ini adalah : Ledakan di dalam atau di luar badan SFT Api dari kendaraan yang terbakar Kehilangan daya apung Kegagalan pada sistem penopang BAB III METODOLOGI 3.1
Diagram Alir
( 11 ) Dimana : VCw = kecepatan arus akibat angin dengan berbagai ukuran dari dasar laut ( m/s ) VCow = kecepatan arus akibat angin yang terjadi di permukaan air laut ( m/s ) y = berbagai ukuran ketinggian dari dasar laut ( m ) h = ketinggian normal air laut ( m ) Dawson (1983) memberikan formulasi matematis untuk menghitung besarnya gaya arus yang bekerja pada suatu struktur lepas pantai. Formulasi matematis tersebut adalah sebagai berikut: ( )
|
|
( 12 )
Dimana : Fc = gaya arus pada kedalaman yang ditinjau dari dasar laut ( kg/m ) w = berat jenis air laut ( 1003 kg/m3 ) g = percepatan gravitasi ( 9,8 m/s2 )
3.2
Studi Literatur Studi literatur dalam tugas akhir ini bertujuan untuk mengumpulkan teori dan data penunjang yang akan digunakan dalam penelitian. Studi literatur yang dilakukan meliputi studi konsep SFT, prinsip struktural SFT, konsep penampang SFT dan analisa numerik. Selain itu, dalam studi literatur ini dipelajari juga peraturan – peraturan yang
9
akan dijadikan sebagai standar dalam analisa numerik. Berikut adalah beberapa sumber yang digunakan untuk studi literatur : 1. SNI 03 – 2847 – 2002 tentang perencanaan bangunan gedung beton bertulang. 2. SNI 03 – 1729 – 2002 tentang perencanaan bangunan gedung baja LRFD 3. AISC – LRFD tentang perencanaan struktur baja 4. API 2 RA – WSD tentang perencanaan bangunan struktur lepas pantai. Selain peraturan – peraturan tersebut, digunakan juga beberapa jurnal yang berkaitan dengan tugas akhir ini. 3.3
Data Data – data yang diperlukan dalam tugas akhir ini merupakan data sekunder dari penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah data yang digunakan beserta sumbernya : 1. Data perairan antara pulau Karya dan pulau Panggang, sumber BPPT 2. Data bahan, bentuk dan dimensi penampang menggunakan data dari brosur produk. 3.4
Konfigurasi Struktur Penampang Konfigurasi struktur penampang yang akan diuji secara numerik pada tugas akhir ini menggunakan model konfigurasi penampang hasil penelitian Maeda dkk (1994) sebagaimana yang dilaporkan oleh Mazzolani dkk (2009). Berikut adalah model struktur penampang yang akan digunakan pada tugas akhir ini :
Gambar 3.2 Rencana konfigurasi struktur penampang SFT bentuk lingkaran
10
Gambar 3.3 Rencana konfigurasi struktur penampang SFT bentuk oval
Gambar 3.4 Bentuk Memanjang Tunnel 3.5
Pembebanan struktur penampang Beban – beban yang bekerja pada struktur penampang dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut : 1. Beban Permanen Beban permanen adalah beban yang bekerja secara terus menerus pada struktur. Beban – beban permanen yang ditentukan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Beban Mati Struktur, yaitu merupakan beban sendiri dari penampang SFT. Besar beban mati struktur dihitung dengan menggunakan persamaan 2 pada bab II. Besar beban mati struktur tergantung pada jenis material dan dimensi penampang yang digunakan. Beban Tekanan hidrostatis, yaitu beban pada penampang SFT akibat tekanan air. Besar tekanan hidrostatis merupakan fungsi kedalaman SFT. Beban tekanan hidrostatis dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : 𝜌 𝛾 (4) Dimana : ρ = tekanan hidrostatis 𝛾 = massa jenis air laut H = Kedalaman penampang SFT Beban akibat gaya apung ( Bouyancy), yaitu beban akibat tekanan ke atas oleh air terhadap
suatu luasan penampang yang tenggelam. Besar gaya apung ditentukan dengan persamaan 3 pada bab II. 2. Beban kerja Beban kerja adalah beban yang terjadi akibat penggunaan struktur. Yang termasuk dalam beban kerja adalah sebagai berikut : Beban akibat lalu lintas Besar beban kerja dalam tugas akhir ini diasumsikan sebesar 30% dari berat mati struktur. 3. Beban aksi Lingkungan Beban lingkungan yang ditinjau dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Beban Gelombang Beban arus air Perhitungan besar beban lingkungan dalam tugas akhir ini menggunakan standar API 2RA – WSD sebagai berikut : Tinggi gelombang Periode gelombang Kedalaman air Kecepatan gelombang Selain parameter – parameter utama yang telah disebutkan diatas, dalam perhitungan besar beban aksi lingkungan, ada beberapa parameter tambahan yang mempengaruhi besar beban aksi lingkungan. Berikut adalah daftar parameter tambahan tersebut : Marine growth Tinggi pasang dan surut air laut Parameter – parameter tersebut di atas didapatkan dari data perairan yang telah diperoleh sebelumnya. 3.6
Analisa Numerik Analisa numerik yang dilakukan pada tugas akhir ini menggunakan program bantu SAP 2000. Karena menggunakan program bantu, maka analisa numerik melalui langkah – langkah sebagai berikut : 1. Membuat model struktur penampang SFT. Pembuatan model struktur penampang SFT dapat dilakukan dengan menggambar sketsa struktur penampang SFT pada program bantu AutoCad,
kemudian mengekspor hasil sketsa ke dalam program SAP 2000. Mendefinisikan material yang digunakan pada struktur penampang. Mendefinisikan beban – beban yang bekerja pada struktur penampang. Menentukan kombinasi pembebanan yang digunakan. Menjalankan analisa Mendapatkan hasil analisa
2. 3. 4. 5. 6. 3.6
Deskripsi Hasil Analisa Numerik Setelah mendapatkan hasil analisa, maka kemudian dilakukan penjabaran hasil – hasil analisa numerik yang telah dilakukan. Penjabaran hasil analisa dilakukan dengan membandingkan hasil analisa numerik pada masing – masing bentuk penampang. Hasil perbandingan tersebut kemudian ditabelkan. Sehingga dapat terlihat persamaan atau perbedaannya. 3.7
Penarikan Kesimpulan Dari deskripsi hasil analisa numerik yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan utamanya adalah yang berkaitan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil analisa numerik, jika memang ada perbedaan hasil analisa numerik. BAB IV PRE ELIMINARY DESAIN 4.1 Desain Penampang MemanjangSFT Bentuk penampang memanjang SFT disesuaikan dengan kontur dari daerah yang akan ditempatkan SFT. Pada tugas akhir ini, SFT ditentukan memiliki panjang lurus total sebesar 176 m dengan kemiringan sekitar 6% pada sisi miringnya. Berikut adalah gambar potongan memanjang SFT :
Gambar 4.1 Bentuk memanjang tunnel
11
Dengan bentuk penampang memanjang yang demikian, maka didapatkan bahwa panjang tunnel yang terendam adalah 120 m. Desain Penampang Melintang SFT Pre eliminarydesain penampang melintang SFT meliputi pemilihan bentuk dan material penampang, dimensi penampang. Tujuan utama dilakukan pre eliminary desain adalah agar model penampang yang akan di uji secara numerik dapat memenuhi persyaratan rasio gaya apung antara 1,2 sampai 1,3. Selain itu pre eliminary desain ini dilakukan agar model penampang yang dibuat sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Dalam tugas akhir ini akan dibuat beberapa model penampang dengan berbagai bentuk dan material sebagai berikut : 1. Bentuk Lingkaran bahan beton 2. Bentuk lingkaran bahan baja 3. Bentuk oval bahan beton 4. Bentuk oval bahan baja
Tabel 4.1 Susunan struktur penampang SFT lingkaran beton
4.2
Penampang SFT lingkaran beton Sesuai dengan kebutuhan ruang bagi mobil penumpang yang direncanakan, maka untuk penampang SFT dengan bentuk lingkaran direncanakan diameter dalam (d) sebesar 5 m. Dengan dimensi diameter dalam tersebut, didapatkan 2 lajur kendaraan dengan lebar 2,25 m serta memiliki tinggi bebas minimum 2,2 meter. Berikut adalah gambar sketsa penampang SFT bentuk lingkaran berbahan beton :
4.2.2
Penampang SFT lingkaran baja Dimensi bagian dalam penampang SFT berbentuk lingkaran bahan baja sama dengan dimensi bagian dalam penampang SFT lingkaran bahan beton. Tetapi untuk dimensi total, penampang SFT lingkaran bahan baja tidak sama dengan penampang SFT lingkaran berbahan beton.Hal ini dikarenakan penampang SFT berbentuk lingkaran bahan baja tidak menggunakan struktur tipe plat saja seperti halnya penampang lingkaran dengan bahan beton. Penampang SFT bentuk lingkaran dengan bahan baja menggunakan struktur kombinasi antara plat dengan rangka. Berikut adalah sketsa struktur penampang lingkaran dengan bahan baja :
4.2.1
Gambar 4.2 Sketsa penampang SFT bagian dalam bentuk lingkaran bahan beton.
12
Gambar 4.3 sketsa 2 dimensi penampang SFT lingkaran bahan baja Karena struktur penampang SFT bentuk lingkaran dengan bahan baja terdiri dari beberapa macam tipe struktur, maka penentuan dimensi struktur tidak dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan persamaan rasio gaya apung. Oleh karena itu, penentuan dimensi struktur dilakukan secara bertahap. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan susunan struktur penampang melintang. Berikut adalah tabulasi struktur – struktur yang menyusun badan penampang SFT :
Tabel 4.2 Elemen struktur penampang melintang SFT bentuk lingkaran bahan baja. No 1 2 3 4 5 6 7
Elemen Pelat Lantai Balok Memanjang Balok Melintang Rangka Utama Rangka Rusuk Pelat Dalam Pelat Luar
Profil / dimensi Tebal 20 cm WF 250x175x7x11 WF 450x300x10x15 ┴ 200.200.20 ┘180.180.20 tebal 12 mm tebal 15 mm
4.2.3
Penampang SFT oval beton Penentuan dimensi penampang SFT bentuk oval dengan bahan beton secara umum hampir sama dengan penentuan dimensi penampang SFT bentuk lingkaran dengan bahan beton. Hal ini dikarenakan material yang digunakan adalah sama. Sehingga persamaan yang digunakan sebagian besar adalah sama dengan persamaan yang digunakan pada penentuan dimensi penampang SFT berbentuk lingkaran berbahan beton. Dimensi luar penampang telah ditentukan mengacu pada grand desain yang diusulkan oleh tim ITS – BPPT, yaitu diameter oval (2a) sebesar 9 m dengan tinggi oval (2b) sebesar 4 m. Sedangkan untuk lebar jalur kendaraan telah ditetapkan sama dengan desain penampang yang lain, yaitu 2 x 2,75 m untuk dua arah.
penampang oval dengan bahan beton tidak dapat digunakan.Sehingga tidak perlu untuk di uji secara numerik. 4.2.4
Penampang SFT oval baja Dimensi dalam penampang SFT bentuk oval dengan bahan baja sama dengan dimensi dalam penampang SFT bentuk oval bahan beton, yaitu lebar (2a) 9 meter dan tinggi (2b) 4 meter. Sedangkan elemen struktur penampangnya sama dengan elemen struktur penampang SFT bentuk lingkaran dengan bahan baja. Hanya saja, pada struktur penampang SFT bentuk oval bahan baja diberikan suatu frame pengaku pada tengah – tengah penampang. Frame pengaku berfungsi untuk memberikan kekuatan pada penampang untuk menahan tekanan hidrostatis pada penampang. Frame pengaku ditambahkan karena bentuk penampang yang berupa oval, dinilai lemah untuk menahan tekanan searah sumbu pendek penampang. Tabel 4.3 Elemen struktur penampang oval baja No 1 2 3 4 5 6 7 7
Elemen Pelat Lantai Balok Memanjang Balok Melintang Rangka Utama Rangka Rusuk Pelat Dalam Frame Pengaku Pelat Luar
Profil / dimensi Tebal 20 cm WF 250x175x7x11 WF 800x300x14x22 ┴ 200.200.20 ┘180.180.20 tebal 12 mm WF 300 x 300 x 10 x 15 tebal 15 mm
BAB V ANALISA DATA 5.1
Gambar 4.4 Sketsa penampang oval bahan Beton
dimensi
Dari perhitungan dimensi penampang, didapatkan tebal pelat 0,36 m dengan rasio gaya apung sebesar 1,2904. Sehingga memenuhi syarat gaya apung antara 1,2 – 1,3. Tetapi karena ketebalan pelat beton kurang dari ketebalan minimum 40 cm, maka
Umum Data perairan yang digunakan pada tugas akhir ini menggunakan data perairan yang didapatkan dari Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil ITS, meliputi tinggi gelombang maksimum, periode gelombang maksimum serta potongan memanjang lokasi perairan tempat SFT direncanakan berada. Berikut adalah data perairan yang digunakan : Tabel 5.1 Data gelombang di perairan lokasi SFT direncanakan
13
5.3
Tekanan Hidrostatis Perhitungan tekanan hidrostatis menggunakan bantuan program bantu SAP 2000 v.14 dengan memasukkan data – data yang telah didapatkan di atas.
Gambar 5.1 Gambar potongan memanjang kondisi perairan lokasi SFT direncanakan. 5.2
Penentuan Teori Gelombang Penentuan teori gelombang yang digunakan pada tugas akhir ini menggunakan grafik yang terdapat pada API RP-2A WSD2000 sebagai berikut :
Gambar 5.2 Grafik Penentuan Teori Gelombang (Sumber : API RP-2A WSD – 2000)
Gambar 5.3 Input data karakteristik beban gelombang pada SAP 2000 Faktor kinematik gelombang pada input data beban gelombang diambil angka 0,9 karena faktor kinematik di daerah tropis berkisar antara 0,85 – 0,95. Sesuai dengan asumsi program SAP 2000 bahwa beban gelombang bersamaan dengan profil arus, maka perlu dimasukkan pula profil kecepatan arus perairan. Kecepatan arus akibat pengaruh pasang surut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 10 pada bab 2. Berikut adalah hasil perhitungan profil arus air akibat pengaruh pasang surut : Tabel 5.2 Profil kecepatan arus akibat pengaruh pasang surut.
Sesuai dengan grafik 5.2 maka perlu dihitung dulu parameter – parameter yang diperlukan untuk menentukan teori gelombang yang diperlukan. Berikut adalah perhitungan parameter untuk penentuan teori gelombang yang digunakan :
Berdasarkan hasil perhitungan di atas didapatkan bahwa teori gelombang yang akan digunakan pada tugas akhir ini adalah teori Stokes orde 5.
14
Sedangkan kecepatan arus akibat angin dapat menggunakan persamaan 11 pada bab 2.
Tabel 5.3 Profil kecepatan arus akibat pengaruh angin
Profil arus yang dimasukkan ke dalam tabel current profile pada software SAP 2000 hanya dibolehkan satu tabel. Oleh karena itu, data-data hasil perhitungan kecepatan arus akibat angin dan pasang surut akan dijumlahkan. Hal ini disebabkan karena pada studi ini akan memperhitungkan keadaan lingkungan berada pada kondisi yang kritis dimana arus akibat pasang surut dan angin terjadi secara bersamaan. Hasil perhitungan kecepatan arus maksimum yang terjadi tiap kedalaman dari seabed adalah sebagai berikut :
atau faktor hambatan yang mengurangi kecepatan arus, dengan kata lain kehadiran struktur mengakibatkan arus menyebar dan sebagian tidak melalui struktur atau hanya mengelilingi struktur. Pada studi ini akan digunakan blockage factor sebesar 1. Profil arus yang dimasukkan ke dalam input data software SAP 2000 adalah sebagai berikut :
Gambar 5.4 input profil arus pada SAP 2000 Setelah data gelombang dan profil arus dimasukkan ke dalam input software SAP 2000, akan dilihat hasil perhitungan panjang gelombang yang terjadi sesuai dengan teori gelombang Stokes. Hasil perhitungan panjang gelombang tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Tabel 5.4 Profil kecepatan arus total
Hasil analisa tersebut dimasukkan ke dalam tabel data current profile pada software SAP 2000. Pada API RP 2A-WSD 2000 terdapat penggunaan blockage factor
Gambar 5.5 output beban gelombang pada SAP 2000 Dari hasil analisa SAP 2000 diketahui bahwa panjang gelombang (L) adalah 35,3213 m. Angka gelombang (k)
15
dapat dihitung dengan memasukkan panjang gelombang (L) ke dalam persamaan sebagai berikut : ( ) Teori gelombang yang telah digunakan juga akan dikontrol apakah sudah benar atau belum agar analisa gelombang yang akan dihitung bisa sesuai dengan peraturan API RP 2A-WSD 2000. Karena sebelumnya hanya menggunakan periode gelombang hasil pencatatan di lapangan (T). Kontrol penggunaan teori tersebut adalah sebagai berikut : (
)
(
)
Setelah itu akan dicek juga apakah teori stokes sudah valid untuk digunakan. Pengecekan tersebut adalah sebagai berikut :
(
)
Hasil perhitungan angka gelombang (k) yang juga telah dihitung sebelumnya akan digunakan untuk menentukan besarnya tekanan hidrostatis sesuai dengan kedalaman (z), dimana tinggi permukaan laut (d) dari seabed yang digunakan adalah pada saat terjadi pasang yaitu 21 m. Tinggi gelombang yang digunakan pada perhitungan tekanan hidrostatis ini juga akan menggunakan tinggi gelombang maksimum yang akan dihitung sebagai berikut :
Sehingga, tekanan tersebut adalah :
16
hidrostatis
perairan
Tabel 5.5 hasil perhitungan tekanan hidrostatis 3
Hz (m)
γ (N/m )
ρ(N/m2)
2.232
0.674
10050
6776.123
34.642
2.232
2.473
10050
24851.232
34.642
2.232
4.332
10050
43533.474
8.628
34.642
2.232
5.278
10050
53043.311
2.667
7.233
34.642
2.232
6.233
10050
62641.681
2.311
5.094
34.642
2.232
8.164
10050
82049.119
10
1.956
3.605
34.642
2.232
10.116
10050
101667.287
11
1.778
3.043
34.642
2.232
11.098
10050
111535.337
12
1.600
2.578
34.642
2.232
12.083
10050
121434.617
14
1.245
1.880
34.642
2.232
14.061
10050
141308.597
16
0.889
1.422
34.642
2.232
16.046
10050
161260.347
18
0.533
1.146
34.642
2.232
18.037
10050
181270.921
20
0.178
1.016
34.642
2.232
20.033
10050
201328.894
21
0.000
1.000
34.642
2.232
21.032
10050
211373.763
z
k(d-z)
cosh [k(d-z)] cosh kd Hw (m)
0
3.734
20.929
34.642
2
3.378
14.675
4
3.023
10.296
5
2.845
6 8
Dari tabel perhitungan di atas dapat diketahui bahwa besarnya tekanan hidrostatis yang bekerja pada struktur SFT tergantung dari kedalaman laut, dimana jika struktur SFT diletakkan semakin dalam maka struktur akan mendapatkan tekanan hidrostatis yang lebih besar daripada jika struktur diletakkan di daerah yang lebih dangkal. Prototype struktur SFT pada studi ini akan diletakkan sedalam 5 m dari permukaan laut. Pada tabel di atas, angka yang berwarna merah adalah tekanan hidrostatis yang akan bekerja pada prototype struktur SFT tersebut. Tekanan hidrostatis tersebut akan bekerja pada seluruh permukaan badan tunnel dan kabel SFT walaupun tekanan hidrostatis yang bekerja pada kabel tidak akan terlalu berpengaruh pada kabel SFT tersebut. BAB VI ANALISA NUMERIK 6.1
Pemodelan Struktur Agar hasil analisa numerik sesuai / mendekati kenyataan, maka diperlukan suatu pemodelan struktur yang dapat mendefinisikan secara tepat karakteristik struktur, baik karakteristik material, pembebanan maupun tipe struktur.Karena pada tugas akhir ini menggunakan program bantu SAP 2000, maka pemodelan struktur penampang SFT mengikuti kaidah – kaidah yang berlaku / telah ditetapkan oleh pembuat software tersebut. Dalam program SAP 2000, elemen struktur dibagi menjadi beberapa macam tipe,
diantaranya adalah elemen frame dan area. Elemen frame merupakan sebuah elemen struktur yang didefinisikan suatu garis. Tipe ini digunakan untuk memodelkan suatu balok, kolom ataupun rangka batang.Sedangkan tipe area digunakan untuk memodelkan elemen struktur yang didefinisikan sebagai sebuah bidang.Diantaranya adalah struktur pelat lantai, dinding, dan lain sebagainya. Untuk memudahkan pemodelan, maka struktur pada tugas akhir ini digambar dengan menggunakan program bantu AutoCad versi 2007. Agar gambar dapat digunakan pada program SAP 2000, maka kaidah menggambar harus mengikuti definisi yang telah ditetapkan pada program SAP 2000 sebagai berikut : Tabel 6.1 Definisi model struktur SAP 2000 - AutoCAD SAP 2000 AutoCAD Frame Line Shell 3d face Joint Point Setelah digambar, maka struktur kemudian diimpor oleh program SAP 2000 sesuai dengan definisi yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan impor suatu gambar adalah satuan yang digunakan pada SAP 2000 maupun AutoCAD harus sama. Sebab kebanyakan default satuan pada SAP 2000 berbeda dengan yang ada pada AutoCAD.Contohnya adalah untuk satuan panjang, pada AutoCAD satuan panjang defaultnya adalah milimeter sedangkan pada SAP 2000 adalah feet. Sehingga sebelum diimpor, terlebih dahulu satuan diformat dengan satuan yang sama. Berikut adalah pemodelan struktur yang digunakan pada tugas akhir ini :
Tabel 6.2 Pemodelan Struktur penampang SFT pada program bantu SAP 2000
6.2
Meshing Karakteristik utama dari program bantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan adalah membagi – baginya menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. Semakin banyak dalam membagi suatu problem maka akan menghasilkan output yang semakin mendekati kondisi nyatanya. Sebagai contoh ialah untuk menghitung luas lingkaran, maka lingkaran dibagi menjadi beberapa bagian yang berbentuk kotak. Semakin banyak kotak maka akan semakin mendekati bentuk lingkaran. Metode pembagian ini sering disebut dengan istilah Meshing. Dalam tugas akhir ini, meshing diperlukan karena beberapa hal.Salah satunya adalah untuk mendekati bentuk penampang SFT yang berupa lingkaran dan oval. Hal ini disebabkan karena pada program bantu SAP 2000 tidak dapat mendefinisikan suatu garis kuadratik / lengkung. Sehingga SAP 2000 tidak dapat mendefinisikan suatu obyek yang berbentuk oval ataupun lingkaran seperti hal nya pada AutoCAD. Meshing pada obyek dengan bentuk lingkaran dilakukan dengan membagi lingkaran menjadi 36 bagian, yang mana tiap – tiap bagian terdiri dari 2 garis yang membentuk sudut 10◦. Sedangkan pada obyek berbentuk oval, meshing dilakukan dengan membagi keliling oval menjadi beberapa bagian dengan panjang busur yang sama. Dalam tugas akhir ini obyek dengan bentuk oval dibagi menjadi 40 bagian.
17
6.4
Gambar 6.1 Meshing pada penampang melintang SFT bentuk Lingkaran
Gambar 6.2 Meshing pada penampang melintang SFT bentuk oval. Selain meshing untuk mendekati bentuk obyek, pada tugas akhir ini dilakukan meshing untuk memperkecil bagian – bagian struktur, utamanya struktur yang dimodelkan sebagai shell. Meshing dilakukan dengan cara membagi penampang arah memanjang menjadi beberapa bagian dengan panjang tiap bagian masing – masing 0,5 meter. 6.3
Pemodelan Kabel Pada analisa numerik, kabel SFT dimodelkan sebagai frame yang dilekatkan pada sabuk baja yang mengelilingi penampang SFT.Material kabel didefinisikan pada program SAP sebagai tendon. Atribut yang dimasukkan diantaranya adalah weight per volume sebesar 77,0253 KN/m3 dan nilai fy dan fu masing – masing 1676 MPa dan 1860 Mpa. Untuk dimensi kabel, digunakan kabel dengan diameter luar 52 mm. Karena pada kenyataannya kabel tidak menahan momen, maka model kabel pada SAP harus direlease. Yaitu mendefinisikan kabel sebagai frame yang dianalisa tidak menerima momen pada batang tersebut.
18
Definisi Pembebanan Ada beberapa model beban yang digunakan pada tugas akhir ini, yaitu : 1. Dead ( Beban mati struktur ) Dead adalah beban mati struktur itu sendiri. Program SAP secara otomatis akan menghitung beban mati struktur sesuai dengan dimensi yang diberikan dan nilai berat jenis atau pun berat volume tiap elemen struktur. 2. Buoyancy ( gaya uplift air ) Buoyancy adalah beban yang berupa tekanan air ke atas terhadap suatu benda yang terendam di dalam air. Besar buoyancy ditetapkan secara manual dengan nilai total gaya angkat ( uplift force ) yang didapatkan pada persamaan 2dibagi denganpanjang diameter atau panjang transversal struktur. Gaya ini bekerja pada permukaan struktur yang menghadap arah gravitasi. 3. Live ( Lalu Lintas ) Beban hidup yang dimasukkan pada model struktur tugas akhir ini merupakan beban hidup UDL dan KEL.Beban hidup UDL bekerja pada permukaan lantai kendaraan yang kemudian diteruskan kepada balok memanjang dan melintang yang selanjutnya diteruskan kepada badan penampang.Nilai beban UDL sesuai dengan BMS 92.Demikian juga nilai beban KEL.Hanya saja lokasi pembebanan KEL ditempatkan pada balok melintang yang berada di tengah – tengah bentang. 4. Wave ( Gelombang) Beban gelombang pada program SAP 2000 mengacu pada API RP 2000 WSD.Pembebanan gelombang pada SAP 2000 hanya bekerja pada struktur rangka saja. Untuk struktur shell, beban harus dimasukkan secara manual. 5. Water Pressure ( Tekanan Hidrostatis) Tekanan hidrostatis adalah beban tekanan pada permukaan badan penampang akibat fungsi massa air serta kedalaman. Sehingga besar beban hidrostatis yang dimasukkan
pada program SAP harus dimasukkan secara manual. Nilai yang dimasukkan sesuai dengan perhitungan beban hidrostatis pada bab sebelumnya. Beban – beban tersebut diatas didefinisikan sifat kemudian pembebanannya. Dalam SAP, sifat pembebanan didefinisikan sebagai load case. Load Caseakan menentukan bagaimana beban tersebut dibebankan pada struktur, sehingga mempengaruhi hasil analisa yang dikeluarkan. Pada tugas akhir ini semua sifat pembebanannya berupa linear static.Linear static adalah sifat pembebanan yang mengabaikan sifat dinamis.Tipe ini digunakan hampir pada semua model struktur.Kecuali pada beban gelombang yang oleh SAP didefinisikan sebagai beban yang bersifat multi step static. Yaitu mengkombinasikan beban yang telah didefinisikan sebagai multi step statis dengan beban lain yang berbeda tipe load case-nya. Setelah mendefinisikan semua macam beban dan sifat pembebanan, maka selanjutnya adalah menentukan macam – macam kombinasi pembebanan. Berikut adalah macam – macam kombinasi pembebanan pada tugas akhir ini : SFT
Tabel 6.3 Kombinasi Pembebanan
yang memiliki nilai berbeda sesuai dengan kedalaman. Sebagai contoh adalah grouping penampang untuk pembebanan Buoyancy . Karena beban buoyancy bekerja pada setengah badan penampang terendam, maka dipilih semua setengah badan yang terendam, kemudian digabungkan ke dalam grup dengan nama yang dikehendaki. Ketika akan memasukkan / assignment beban, maka tinggal dipilih grup tersebut lalu dimasukkan nilai buoyancy yang telah didapatkan sebelumnya. Input Pembebanan Dalam memasukkan nilai beban perlu diperhatikan satuan pada program SAP. Dalam tugas akhir ini, semua beban yang dimasukkan menggunakan satuan metrik ( KN,m). Karena beban mati dan gelombang dapat dihitung secara otomatis oleh program, maka tidak perlu lagi menginputkan beban mati dan gelombang ke dalam analisa. Kecuali pada penampang yang terbuat dari beton, maka beban gelombang harus dimasukkan secara manual, yakni dengan memberikan beban tekanan kepada dinding penampang sesuai dengan fungsi kedalaman penampang terendam. Hal ini disebabkan bahwa program SAP hanya dapat menganalisa beban gelombang pada struktur frame saja. Berikut adalah nilai beban – beban yang akan dimasukkan ke dalam program : 6.6
Tabel 6.4 Input beban untuk model penampang SFT bentuk lingkaran
Grouping Model Struktur Grouping model struktur adalah mengelompokkan beberapa bagian – bagian struktur sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengguna. Dalam tugas akhir ini, grouping dilakukan berdasarkan input pembebanan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan proses memasukkan beban pada model struktur. Terutama untuk memasukkan beban hidrostatis, dan buoyancy 6.5
19
Tabel 6.5 Input Beban penampang SFT bentuk oval
untuk
model
Gambar 6.6 Input beban buoyancy pada bagian tengah penampang lingkaran Tabel 6.6 Input beban gelombang statis pada penampang lingkaran
Gambar 6.7 Input beban buoyancy pada bagian tengah penampang oval
Gambar 6.4 Input beban gelombang statis pada bagian tengah penampang lingkaran Gambar 6.8 Input beban tekanan hidrostatis pada bagian tengah penampang lingkaran
Gambar 6.5 Input beban gelombang statis pada bagian tengah penampang oval
Gambar 6.9 Input beban tekanan hidrostatis pada bagian tengah penampang oval 20
Output Analisa Numerik Hasil analisa numerik yang dilakukan oleh program bantu SAP 2000 adalah deformasi struktur dan gaya – gaya dalam pada struktur. Hasil – hasil tersebut dapat ditampilkan ke dalam tabel atau pun ke dalam gambar. Karena model numerik yang digunakan memiliki ribuan elemen, serta penamaan elemen yang tidak berurutan, maka akan sulit untuk melihat hasil analisa numerik menggunakan tabel keluaran hasil analisa. Sehingga untuk mempermudah, ditentukan terlebih dahulu lokasi elemen yang akan ditinjau. Lokasi ini dipilih berdasarkan keluaran gambar hasil analisa numerik, yang mana lokasi tersebut memiliki lendutan atau gaya – gaya dalam yang paling besar. Lokasi tersebut adalah di tengah bentang SFT. Pada tugas akhir ini dipilih 2 lokasi elemen yang akan dilihat hasil analisa numeriknya. Lokasi elemen pertama (1) yang akan dilihat adalah bagian tengah dari penampang mendatar, yang sekaligus merupakan lokasi dari elemen kabel. Lokasi kedua (2) adalah di seperempat penampang mendatar.Berikut adalah gambar lokasi penampang yang akan dianalisa : 6.7
Gambar 7.1 Posisi titik tinjau elemen model penampang bentuk lingkaran
Gambar 7.2 Posisi titik tinjau elemen model penampang bentuk Oval Dengan menentukan terlebih dahulu posisi elemen yang ditinjau, maka hasil analisa numerik dapat dilihat secara teliti dan cepat. Hasil analisa numerik kemudian ditabelkan sehingga memudahkan proses pembandingan.
Gambar 6.10 Lokasi elemen SFT yang akan dianalisa Setelah penentuan lokasi, selanjutnya ditentukan elemen yang akan ditinjau. Elemen penampang yang dipilih adalah elemen yang berada di tepi - tepi penampang. Posisi ini dipilih karena posisi elemen yang berada di tepi adalah posisi yang menerima beban paling besar daripada posisi yang lain. Berikut adalah penentuan posisi pada model penampang
BAB VII DESKRIPSI HASIL ANALISA NUMERIK 7.1
Umum Perbandingan hasil analisa numerik dilakukan dengan melihat nilai tegangan dan lendutan pada badan penampang antara penampang SFT lingkaran baja dengan penampang SFT lingkaran beton, serta melihat nilai lendutan dan gaya – gaya dalam pada struktur rangka pada penampang SFT lingkaran baja dengan penampang SFT oval baja. Besar tegangan yang terjadi dikontrol terhadap tegangan ijin material yang digunakan. Tegangan ijin untuk material dari baja adalah sebesar 273 MPa dan untuk material dari beton adalah 4,5MPa. Nilai tegangan ijin ini pada baja berasal dari 21
angka kuat leleh (fy = 410 MPa ) dibagi dengan angka keamanan 1,5 (ASD), sedangkan untuk beton adalah 10% dari nilai kuat tekan karakteristik beton (fc’ = 45 MPa ) 7.2 Perbandingan Penampang SFT Lingkaran Beton –Lingkaran Baja Berdasarkan tabel keluaran hasil analisa numerik pada masing – masing penampang yang terdapat pada bab VI, besar tegangan aktual yang terjadi pada masing – masing penampang, baik saat kondisi layan atau non layan, kemudian dibandingkan terhadap tegangan ijin masing – masing material. Besar perbandingan dinyatakan dalam persen. Dengan menggunakan perbandingan terhadap tegangan ijin, maka dapat dilihat seberapa besar kapasitas penampang dalam menahan beban. Selain itu, perbandingan juga melihat besar lendutan yang terjadi pada tiap elemen penampang. Tabel 7.1 Perbandingan penampang SFT lingkaran beton – lingkaran baja
Dari tabel perbandingan hasil analisa numerik tersebut, dapat dilihat bahwa penampang beton memiliki lendutan yang lebih besar daripada penampang baja. Hal ini tampak dari besar lendutan maksimum penampang beton yaitu 127,5 mm pada bagian tengah penampang mendatar saat kondisi layan, jauh lebih besar daripada lendutan penampang baja yaitu 22,4 mm pada seperempat bentang mendatar. 7.3 Perbandingan Penampang SFT Lingkaran Baja –Oval Baja Hampir sama seperti perbandingan penampang antara SFT lingkaran beton dengan lingkaran baja sebelumnya, pembandingan hasil analisa numerik pada penampang baja dengan bentuk oval dengan bentuk lingkaran ini menggunakan besar rasio tegangan aktual terhadap tegangan ijin penampang serta besar lendutan pada tiap
22
elemen penampang yang ditinjau. Hanya saja, selain melihat besar tegangan pada penampang, juga dilihat besar gaya dalam yang terjadi pada elemen rangka pengaku struktur penampang. Tabel 7.2 Perbandingan penampang SFT lingkaran baja – oval baja
Dari tabel perbandingan hasil analisa numerik pada penampang, dapat dilihat bahwa besar tegangan maksimum pada penampang baja dengan bentuk oval lebih kecil daripada tegangan maksimum penampang baja dengan bentuk lingkaran, yaitu 219,15 MPa dibandingkan dengan 249, 24 MPa. Keduanya berada pada bagian tengah bentang mendatar. Tetapi sebaliknya dengan besar lendutan yang terjadi. Lendutan maksimum pada penampang SFT dengan bentuk lingkaran adalah sebesar 22,4 pada seperempat bentang mendatar. Sedangkan lendutan maksimum pada penampang SFT dengan bentuk oval adalah sebesar 28 mm pada seperempat bentang mendatar penampang. Tabel 7.2 Perbandingan frame SFT lingkaran baja – oval baja
Untuk besar gaya pada elemen frame, penampang baja dengan bentuk oval memiliki besar gaya aksial (P), geser (V2) dan Momen (M) maksimum masing – masing berurutan adalah 393,7 kN, 45,01 kNm dan 90,89 kN. Sedangkan untuk penampang lingkaran besar gaya dalam P, V dan M berurutan adalah 440,97 kN, 68,32 kNm dan 273,33 kN. Semuanya berada pada bagian tengah bentang mendatar.
5. Hasil analisa numerik menunjukkan bahwa penampang beton memiliki rasio perbandingan tegangan aktual terhadap tegangan ijin yang lebih kecil dibandingkan penampang baja. Hasil analisa numerik juga menunjukkan bahwa lendutan penampang beton lebih besar daripada penampang baja. Untuk bentuk penampang, penampang oval memiliki lendutan tepi yang lebih besar daripada penampang lingkaran.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan 1. Perairan di antara pulau karya dan pulau Panggang memiliki tinggi gelombang harian 1,2 m dengan periode 3,58 detik. Serta panjang gelombang 35 m. 2. Beban gelombang yang terjadi dihitung dengan menggunakan persamaan Stokes orde 5. 3. Dimensi penampang lingkaran yang dianalisis adalah berdiameter dalam 5 m. Penampang oval berdiameter tegak dalam 4 m dan diameter mendatar dalam 9 m. Penampang beton yang dianalisa numerik memiliki ketebalan 45 cm. Penampang baja yang dianalisa numerik menggunakan pelat baja 15 mm dengan rangka pengaku arah memanjang siku 180.180.20 dan pengaku arah melintang 200.200.20. 4. Variasi pembebanan pada analisa numerik ditetapkan berdasarkan kondisi layan dan non layan ( tidak ada aktifitas lalu lintas di dalam SFT ). Kombinasi pembebanan yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 8.1 Pembebanan SFT
Tabel 8.2 Tegangan dan lendutan maksimum elemen shell penampang SFT
Tabel 8.3 Besar gaya dalam elemen frame penampang SFT
6. Perbedaan hasil analisa numerik disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perbedaan kekakuan material, perbedaan kekakuan struktur, pengaruh bentuk penampang dan pengaruh kedalaman penampang.
Kombinasi
8.2
Saran 1. Karena keterbatasan SAP 2000 dalam memodelkan beban gelombang pada elemen shell, maka hendaknya penelitian selanjutnya menggunakan program bantu analisa numerik yang dapat memodelkan beban gelombang pada elemen shell. 2. Studi penampang SFT ini belum membahas pengaruh kabel dan detail – detail pada struktur penampang SFT, diantaranya adalah sambungan dan perletakan pada SFT.
23
DAFTAR PUSTAKA Ahrens, Donna. 1997. SUBMERGE FLOATING TUNNEL : a concept whose time arrived. Tunneling And Underground Space Technology, Vol.12, No. 2, hal 317 – 336. Petroleum Institute. 2000. American Recommended Practice for Planning, Designing and Constructing Fixed Offshore Platforms – Working Stress Design (API RP 2A-WSD). Washington, D.C : API. Nallayarasu.S 2009. Offshore Structures Analysis and Design. Madras : Department of Ocean Engineering, Indian Institue of Technology Madras. Triatmojo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta : Beta Offset. Fei,G.,Lu,w.,Wu,X.,Hong,Y. 2010. Fluidstructure interaction of submerged floating tunnel in wave field. Procedia Engineering 4. hal 263 - 271. Hong, Youshi., Gei,Fe. 2010. Dynamic response and structural integrity of submerged floating tunnel due to hydrodynamic load and accidental load. Procedia Engineering 4. hal 35 – 50. Jakobsen, Bernt. 2010. Design of the Submerged Floating Tunnel operating under various conditions. Procedia Engineering 4. hal 71 – 79. Kunisu, Hiroshi. 2010. Evaluation of wave force acting on Submerged Floating Tunnels. Procedia Engineering 4. hal 99 - 105. Mazzolani, F.M., Faggiano, B., Esposto, M., Martire, G. 2009. A new challenge for strait crossing : the emmersed cable supporting bridge. NSCC2009. hal 138 – 145.
24
Tveit, Per. 2000. Ideas Downward Arched and Other Underwater Concrete Tunnels. Tunneling And Undergroud Space Technology, Vol 15, No 1. hal 70 – 78. Zhang, K., Xiang, Y., Du, Y. 2010. Research on tubular segment design of submerged floating tunnel . Procedia Engineering 4. hal 199 – 205. Zhang, S.,Wang, L.,Hong, S. 2010. Structural analysis and safety assessment of submerged floating tunnel prototype in Qiandao Lake (China). Procedia Engineering 4. hal 179– 187.