STUDI PERBANDINGAN ANTARA GABLE FRAME PENAMPANG I NON-PRISMATIS (TAPER) DENGAN PENAMPANG I PRISMATIS DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN DAN BIAYA Akbar Soesilo1 dan Daniel Rumbi Teruna2 1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Perpustakaan, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA E-mail:
[email protected] 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Perpustakaan, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA E-mail:
[email protected]
Abstrak Pada konstruksi bangunan bentang lebar, penggunaan material baja memiliki banyak keunggulan dibanding beton,. Dikarenakan sifat baja lebih praktis, stabil, dan kuat. Namun, penampang profil baja yang dihasilkan dari pabrik umumnya hanya berupa profil I, H, siku, C, hollow, dan pelat baja. Akibat keterbatasan dalam pemilihan penampang baja tersebut, desain portal baja dapat menjadi kurang efisien. Untuk mendapatkan desain portal baja yang optimal, salah satu modifikasi penampang yang favorit digunakan adalah penampang taper. Penampang ini dibentuk dari memodifikasi penampang I prismatis. Pada tulisan ini akan diperbandingkan antara portal baja berpenampang I prismatis (konvensional) dengan portal baja berpenampang I non-prismatis (taper) ditinjau dari segi biaya dan kekuatan. Bentang masing-masing portal baja adalah 29 meter dan 50 meter. Nilai D/C (demand capacity) ratio digunakan sebagai kriteria penerimaan konstruksi. Program SAP2000 v1.7 digunakan untuk memperhitungkan analisa struktur portal baja. Kemudian, pengecekan kriteria penerimaan pada elemen (member) mengacu kepada prinsip AISC-LRFD 2010. Beban kombinasi yang digunakan adalah beban yang memberikan kondisi paling kritis pada portal baja. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai D/C ratio kekuatan pada portal baja bentangan 29 meter adalah 0,6499 dan 0,5779, berturut-turut untuk portal baja berpenampang konvensional dan taper. Sedangkan nilai D/C ratio lendutannya berturut-turut adalah 0,838 dan 0,993. Kemudian, nilai D/C ratio pada portal baja bentangan 50 meter berturut-turut adalah 0,844 dan 0,975. Sedangkan nilai D/C ratio lendutannya berturut-turut adalah 0,8409 dan 0,697. Lebih lanjut, penggunaan modifikasi penampang baja taper pada portal baja bentangan 29 meter dan 50 meter akan menghemat biaya konstruksi hingga 25%, dibandingkan dengan penggunaan penampang baja konvensional.
Kata Kunci : Metode LRFD, Gable Frame, Taper Beam, D/C Ratio, Harga
Abstract In the construction of wide span buildings, the use of steel has more advantages than concrete. It is considered to be more practical, stable and stronger. However, the cross sectional shape of steel profiles produced by steel factory are mostly available in I-shaped, H-shaped, angle, channel, hollow, and plate. As a result of the limitation in choosing the steel section, the gable frame design may become less efficient. To achieve the optimal design of gable frame, one of the most favorable cross sectional modification is tapered cross section. This cross section is formed by modifying prismatic I-shaped steel section. This paper presents the comparison between prismatic I-shaped section gable frame (conventional) and non-prismatic I-shaped section gable frame (tapered) in terms of strength and cost.. The span of the gable frame is 29m and 50m. The D/C ratio is used as the acceptance criterion of construction. SAP2000 v17 is used to perform the structural analysis. Then, the acceptance criterion for element (member) is based on AISC-LRFD 2010. The load combinations used are those which give the most critical condition to the gable frame. The results show that D/C ratio of strength for 29-meter span gable frame is 0.6499 and 0.5779 for conventional and tapered gable frame, respectively. While, the D/C ratio of deformation is 0,838 and 0.993, respectively. Then, D/C ratio of strength for 50-meter span gable frame is 0.844 and 0.975, respectively. While, the D/C ratio of deformation is 0.8409 and 0.697, respectively. Moreover, the use of modified cross section (tapered) for 29-meter and 50-meter span gable frame reduces the construction cost up to 25% compared to the use of prismatic I-shaped cross section (conventional).
Keywords: LRFD Method, Gable Frame, Taper Beam, D/C Ratio, Cost 1
PENDAHULUAN Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang sering digunakan untuk struktur bangunan bentang lebar, dikarenakan sifat baja relatif stabil, kuat, pemasangan yang cepat, dan volumenya jauh lebih hemat dibandingkan dengan beton. (Charles G.Salmon, 1986). Namun, penampang profil baja pabrikan umumnya hanya berupa profil I, H, siku, hollow, channel, dan pelat, sehingga menyebabkan suatu keterbatasan pemilihan penampang baja dalam pendesainan struktur baja. Contoh beberapa jenis modifikasi penampang baja yang bertujuan untuk mengoptimalkan penampang profil baja pabrikan tersebut, adalah penampang baja taper dan penampang baja castella. Penampang baja castella/honeycomb adalah penampang baja yang memiliki banyak lubang-lubang menyerupai sarang lebah pada badan penampangnya (Boyer, 1964). Penampang ini memiliki banyak kelebihan dibanding penampang konventional, seperti inersia penampang naik drastic, kapasitas momen besar, kekakuan tinggi, lebih ringan sampai 36% dari IWF konvensional, lubang pada penmapang dapat digunakan sebagai jalur instalasi utilitas air dan listrik. Namun, pada penampang ini, memiliki beberapa kelemahan, yaitu berpotensi terjadi local buckling akibat lubang honeycombnya, tidak cocok diberlakukan sebagai kolom, dan tidak tahan terhadap beban sentries/pusat. (Megharief, 1997) Penampang baja taper adalah penampang baja yang bersifat meruncing, yaitu semakin ke ujung batang, penampangnya akan semakin besar/kecil. Dasar pemikiran rekayasa taper ini adalah mengacu kepada diagram momen pada portal baja, yaitu tinggi profil disesuaikan dengan momen yang terjadi. Penampang ini memiliki kelebihan yaitu inersia penampang tinggi pada salah satu sisinya, dan permodelannya sangat cocok untuk gable frame, dapat diberlakukan sebagai kolom maupun balok. Namun, pada penampang ini memiliki kelemahan yaitu kurang cocok untuk bentang yang terlalu besar karena umumnya akan dibatasi oleh lendutan/momen ultimate. (Blodget, 1976)
Gambar 1. Ilustrasi penampang baja konvensional IWF, baja kastela, dan baja taper
Gambar 2. Contoh konstruksi penampang baja konvensional IWF, baja kastela, dan baja taper di lapangan
TINJAUAN PUSTAKA Menurut Blodget (1976), momen akibat beban merata pada portal baja umumnya berbentuk parabola sedangkan perubahan tinggi profil tapered adalah linear, sehingga perlu dicari lokasi tinggi kritis/ciritcal depth, yaitu tinggi profil minimum batang tapered yang diperlukan untuk menahan momen aktual. Dari penelitian Bloadget (1976), untuk balok tumpuan sederhana terhadap pembebanan merata maka lokasi tinggi kritis akan terletak pada ¼ bentangnya, dan bukan ditengah-tengah meskipun dsitulah terletak momen maksimumnya. 2
Gambar 3. Lokasi tinggi kritis batang tapered terhadap momen aktual (Blodget, 1976) Menurut Wiryanto Dewobroto (2015), kriteria penerimaan keamanan konstruksi portal baja ditentukan oleh nilai D/C ratio, yaitu kuat nominal baja haruslah lebih tinggi dari kuat ultimate (akibat kombinasi gaya lentur dan aksial) yang terjadi. ANALISIS KEKUATAN STRUKTUR BAJA Suatu struktur portal baja dikatakan aman jika stabilitas dan kekuatan portal baja itu terpenuhi. Pada kriteria stabilitas, yaitu kestabilan servis layan dari portal baja, ditentukan oleh faktor yang sering disebut sebagai lendutan. Sedangkan pada kriteria kekuatan, yaitu ketahanan baja terhadap gaya-gaya yang terjadi, ditentukan oleh faktor tekuk local, tekuk global, dan nilai D/C ratio. Perhitungan stabilitas dan kekuatan struktur baja dijabarkan sebagai berikut 1. KUAT NOMINAL GAYA AKSIAL Nilai D/C ratio kekuatan ditentukan oleh ketahanan gaya aksial dan gaya lentur. Prosedur penentuan nilai D/C ratio gaya aksial dipaparkan seperti pada gambar 3 dibawah ini
Gambar 4. Skema kuat nominal gaya aksial
Untuk mendapatkan D/C ratio gaya aksial, terlebih dahulu profil baja harus dicek aman dari tekuk lokal. Tekuk Lokal ; pada sayap ; langsing jika
b E > 0,56 t Fy
Tekuk Lokal ; pada badan ; langsing jika
h E ; > 1, 49 tw Fy
;
Tidak langsing jika
b E < 0,56 t Fy
(1)
Tidak langsing jika
h E < 1,49 tw Fy
(2)
3
Dimana , b = lebar penampang ; t = tebal sayap ; E = modulus elastisitas baja ; Fy = kuat leleh baja, ; h = tinggi penampang ; tw = tebal badan. Kategori penampang haruslah termasuk dalam kategori tidak langsing, agar penampang dapat efektif dalam menahan gaya aksial yang terjadi. Apabila penampang masuk dalam kategori langsing, maka sebelum profil baja mencapai kekuatan leleh nya, akan terlebih dahulu mengalami tekuk lokal. Setelah diperhitungkan ketahanan terhadap tekuk lokal, perlu dicek juga kuat nominal aksial penampang agar tahan terhadap tekuk global, mengikuti persamaan sebagai berikut. Bila
Bila
Fy KL E Fy ≤ 4,71 atau ≤ 2,25, maka tekuk inelastis, maka : Fcr = [0,658 Fe ]Fy r Fy Fe
(3)
KL E Fy > 4,71 atau > 2,25, maka tekuk elastis, maka : Fcr = 0,877 Fe r Fy Fe
(4)
Setelah mendapat nilai Fcr dari kondisi (3) atau (4), maka nilai kuat tekan nominal Pn = FcrAg
(5)
Dan kemudian diperbandingkan terhadap nilai Pu, untuk mendapatkan D/C ratio aksial Pu < 1.0
(6)
Pn
Nilai D/C ratio aksial ini haruslah dibawah angka 1, agar struktur dapat menahan gaya aksial yang terjadi.
2. KUAT NOMINAL GAYA LENTUR Nilai D/C ratio kekuatan ditentukan juga oleh gaya lentur. Prosedur dalam menentukan nilai D/C ratio gaya lentur akan dipaparkan pada gambar 4 di bawah ini.
Gambar 5. Skema kuat nominal gaya lentur
Untuk mendapatkan D/C ratio gaya lentur, terlebih dahulu profil baja harus dicek aman dari tekuk lokal. Tekuk Lokal ; pada sayap : Langsing jika
b E > 1,0 t Fy
b ; Tidak kompak jika 0,38 E < b < 1,0 E ; Kompak jika > 0,38 Fy
t
Fy
t
E Fy
(7)
Tekuk Lokal ; pada badan
4
Langsing jika
h E > 5,70 tw Fy
; Tidak langsing jika 3,76 E < h < 5,70 E ;Kompak jik h < 3,76 E Fy
tw
Fy
tw
(8)
Fy
Dimana , b= lebar penampang ; t= tebal sayap ; E= modulus elastisitas baja ; Fy= kuat leleh baja, ; h= tinggi penampang ; tw = tebal badan Kategori penampang haruslah termasuk dalam kategori kompak, agar penampang dapat efektif menahan gaya lentur yang terjadi. Apabila penampang masuk dalam kategori langsing dan tidak kompak, maka sebelum profil baja mencapai kekuatan lelehnya, akan terlebih dahulu mengalami tekuk local. Setelah diperhitungkan ketahanan terhadap tekuk lokal, perlu dicek juga kuat nominal lentur penampang agar tahan terhadap tekuk global dan momen plastis, mengikuti persamaan sebagai berikut. Batas Plastis ; Mn = Mp = Fy Zx (9), Batas tekuk global : Jika Lb = Lr ; Mn = 0,7 SxFy
Jika Lp ≤ Lb ≤ Lr ; Mn = Cb[ Mp − ( Mp − 0,7 FySx )( Jika Lp > Lr; Mn = FcrSx ≤ Mp; Fcr =
(9)
Lb − Lp )] ≤ Mp Lr − Lp
C bπ 2 E Jc Lb 2 1 + 0,078 ( ) Lb Sxho rts ( )2 rts
(10) (11)
Setelah mendapat nilai Mn dari kondisi (9), (10), atau (11) diatas, maka dapat diketahui nilai D/C Mu < 1.0 (12). Nilai D/C ratio aksial ini haruslah dibawah angka 1, agar struktur aman. ratio lentur Mn 3. KUAT NOMINAL KOMBINASI GAYA LENTUR DAN AKSIAL (PORTAL) Nilai D/C ratio kekuatan pada portal baja ditentukan oleh kombinasi gaya lentur dan aksial yang telah dijelaskan pada point 1 dan 2. Prosedur dalam menentukan nilai D/C ratio gaya lentur akan dipaparkan pada gambar 6 di bawah ini. Gaya yang terjadi pada portal baja umumnya berupa kombinasi gaya aksial dan lentur. Berdasarkan AISC (2010) untuk mendapatkan nilai D/C ratio portal baja dapat digunakan persamaan dibawah ini: Pr Pr 8 Mrx Mry Jika ≥ 0,2 maka : + ( + ) ≤ 1,0 …… (12) Pc Pc 9 Mcx Mcy Pr Pr Mrx Mry Jika < 0,2 maka : +( + ) ≤ 1,0 … ... (13) Pc 2 Pc Mcx Mcy Gambar 6. Skema kuat nominal gaya lentur dengan aksial (portal)
4. SERVICE ABILITY / LENDUTAN Nilai D/C deformasi ditentukan dalam bentuk lendutan (servis layan). Akibat gaya gravitasi dan gaya horizontal yang bekerja pada portal baja, portal baja mengalami pergeseran/deformasi ke dua arah, yaitu axis x dan y. Perubahan deformasi portal baja diilustrasikan sseperta pada gambar 7 dibawah ini.
5
Pembebanan portal baja umumnya terkonsentrasi di bagian atap, sehingga menyebabkan lendutan yang besar disepanjang balok atap. Menurut SNI baja (1729:2015), lendutan maksimum tidak boleh melebihi lenduzan izin, L δ ijin = 240 …… (14)
Gambar 7. Ilustrasi lendutan baja
PERHITUNGAN PENAMPANG BAJA TAPER Perbedaan penampang baja taper dari penampang konvensional adalah perubahan dimensi sekaligus perubahan nilai inersia disetiap segmen panjangnya, sehingga perlu diketahui bahwa belum tentu nilai D/C ratio kritis berada di tempat gaya momen maksimal terjadi, dikarenakan nilai momen yang terjadi dan nilai inersia penampang tidak berada dalam 1 kurvatur. Berikut ilustrasi persamaan inersia penampang di tiap segmen.. Dimana : H’ = (H-y) ; Ho = H’ – tf ; Hw = H’ – 2tf ; A = 2(B*tf) + (Hw*tw) Ix total = ((
tw hw³) ) + (2(
b tf³)+(b tf ((
Iy total = ((
tw³ hw) ) + (2(
b³ tf ))
hn tf ) - ( ))²) 2 2
PERMODELAN STRUKTUR Model struktur yang akan ditinjau ada 4 jenis, yaitu : (1)Portal baja penampang konvensional dengan bentang 29 meter, (2)Portal baja penampang taper dengan bentang 29 meter, (3)Portal baja penampang konvensional dengan bentang 50 meter, (4)Portal baja penampang baja taper dengan bentang 50 meter
DESKRPSI BANGUNAN
Gambar 8 Model workshop A dan workshop B Workshop A : Bentang lebar bangunan = 29 meter ; jarak portal = 6m x 10 ; tinggi dinding = 10m ; tinggi atap = 2,2m, tinggi keseluruhan = 12,2m.; Sudut atap = 9°; Tekanan angin = 60kg/m2. Tebal panel seng zincalume = 0.4 mm dengan berat jenis 3.98 kg/m2. Workshop B : Bentang lebar bangunan = 50 meter ; jarak portal = 6m x 10, tinggi dinding = 6m ; tinggi atap = 3,7 m, tinggi keseluruhan = 9,7m.; Sudut atap = 9°; Tekanan angin = 60kg/m2. Tebal panel seng zincalume = 0.4 mm dengan berat jenis 3.95 kg/m2 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Workshop A (bentang 29 meter) Pada workshop A, didapati profil yang digunakan untuk portal baja penampang I prismatis (konvensional) adalah berupa IWF 420.200.9.14, sedangkan profil yang digunakan untuk portal baja penampang I non-prismatis (taper) adalah berupa IWF 300/492.199.7.11 yang dimodifikasi dari baja konvensional IWF 396.199.7.11 dan kemudian dikombinasikan dengan IWF 300.150.6.5.9.
Gambar 9. Susunan baja penampang taper pada rafter workshop A Pada segi kekuatan dan stabilitas, pada kombinasi pembebanan 1,2D+1,6L, didapati dengan bantuan program SAP2000, D/C ratio maksimum untuk WSA konvensional terjadi pada kolom sebesar 0,6499 ; sedangkan untuk WSA taper terjadi pada kolom sebesar 0,5779. Untuk lendutan maksimum dengan kombinasi pembebanan 1D+1L yang terjadi pada WSA konvensional terjadi pada rafter sebesar 100,57mm dan pada WSA taper terjadi pada rafter sebesar 120mm.. (lendutan izin = 120,83mm). Tabel 1. Perbandingan efisiensi berat baja konvensional dengan rekayasa baja taper WSA Kategori
Penampang I Prismatis (Konvensional)
Penampang I Non-Prismatis (Taper)
Efisiensi
KOLOM
IWF 200x450x9x14 (16,17 ton)
Taper IWF300/492x199x7x11 (11,95 ton)
26.12%
BALOK
IWF 200x450x9x14 (22,765 ton)
Taper IWF 300/492x199x7x11 (12,1 ton) ; IWF 300x150x6.5x9 (3,14 ton)
33.1%
Pada segi biaya, terlihat pada tabel 1, bobot portal baja modifikasi penampang I non-prismatis (taper) jauh lebih ringan 26.12% pada bagian kolom dan 33.1% pada bagian balok daripada portal baja penampang I prismatis (konvensional). Biaya yang terhematkan adalah sebagai berikut. = total berat baja * (harga material + biaya pemasangan + biaya pembentukan baja taper = [(16,17 ton+ 22,765ton) * (Rp10000/kg + Rp15000/kg + 0)] – [(11,95 ton +12,1 ton+3,14 ton)*(Rp10000/kg + Rp15000/kg + Rp2000/kg)] = Rp 239.245.000 (kurang lebih dua ratus empat puluh juta rupiah)
2. Workshop B (bentang 50 meter) Pada workshop B , didapati profil yang digunakan untuk portal baja penampang I prismatis (konvensional) adalah berupa IWF 396.199.7.11, sedangkan profil yang digunakan untuk portal baja 7
penamapng I non-prismatis (taper) adalah berupa IWF 250/442.174.6.9 yang dimodifikasi dari baja iwf konvensional 346.174.6.9
Gambar 10. Susunan baja penampang taper pada rafter workshop B Pada segi kekuatan dan stabilitas, pada kombinasi pembebanan 1,2D+1,6L, didapati dengan bantuan program SAP2000, D/C ratio maksimum untuk WSB konvensional terjadi pada kolom sebesar 0,844 ; sedangkan untuk WSB taper terjadi pada kolom sebesar 0,975. Untuk lendutan maksimum dengan kombinasi pembebanan 1D+1L yang terjadi pada WSB konvensional terjadi pada rafter sebesar 88,3 mm dan pada WSB taper terjadi pada rafter sebesar 73,21 mm.. (lendutan izin = 105 mm). Tabel 2. Perbandingan efisiensi berat baja konvensional dengan rekayasa baja taper WSB Kategori
Penampang I Prismatis (Konvensional)
Penampang I Non-Prismatis (Taper)
Efisiensi
KOLOM
IWF 396.199.7.11 (7,167 ton)
Taper IWF 250/442*174*6*9 (5,22 ton)
27.2%
BALOK
IWF 396.199.7.11 (29,595 ton)
Taper IWF 250/442x174x6x9 (21,588 ton)
27.1%
Pada segi biaya, terlihat pada tabel 2, bobot portal baja modifikasi penampang I non-prismatis (taper) jauh lebih ringan 27.2% pada bagian kolom dan 27.1% pada bagian balok daripada portal baja penampang I prismatis (konvensional). Biaya yang terhematkan adalah sebagai berikut. Total biaya yang terhemat kan = total berat baja * (harga material + biaya pemasangan + biaya pembentukan baja taper) = [(7,167 ton+ 29,595 ton) * (Rp10000/kg + Rp15000/kg + 0)] – [(5,22 ton + 21,588 ton)*(Rp10000/kg + Rp15000/kg + Rp2000/kg)] = Rp 195.234.000 (kurang lebih dua ratus juta rupiah)
KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat dibuat dari hasil analisis dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan baja taper terbukti lebih ekonomis (sekitar 20% - 25%) pada bentang 29m dan 50m. 2. Pembentukan baja taper akan menambah cost pada jasa pembentukannya (potong baja dan di las), namun akan menghemat penggunaan baja dari segi volume dan berat. 3. Penggunaan baja taper kurang cocok untuk bentang yang sangat lebar, karena umumnya akan dibatasi oleh lendutan akibat penampang yang mengecil. 8
SARAN Saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan hasil yang telah diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Analisis terhadap lebih banyak jenis penampang balok perlu dilakukan untuk lebih memperkaya data untuk meningkatkan daya guna dari persamaan empiris yang telah direkomendasikan.
REFERENSI [1] American Institute of Steel Construction. (2010). Sepcification for structural steel buildings. Chicago : AISC [2] Badan Standarisasi Nasional. (2010). RSNI 03-1727-2010 :Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain.Jakarta. [3] Blodget.(1976). “Design of Welded Structures”, The James F. Lincoln Arc Welding Foundation, Cleveland Ohio [4] Boyer, J.P. (1964).“Castellated Beams – Developments”, AISC Engineering Journal, July [5] Departemen Pekerjaan Umum. (2015). SNI 1729-2015 : Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. Jakarta [6] Dewobroto, Wiryanto (2011). Prospek dan Kendala pada Pemakaian Material Baja untuk Konstruksi Bangunan di Indonesia, Universitas Pelita Harapan, Banten [7] Dewobroto, Wiryanto (2015). Struktur Baja : Perilaku, Analisis & Desain –AISC 2010. Jakarta ; Lumina Press [8] Jihad Dokali Megharief, 1997, “Behavior of Composite Castellated Beams”, McGill University, Montreal, Canada [9] Salmon, Charles G., Jihn E.Johnson, Ir. WIra M.S.E (1986). Struktur Baja : Desain dan Perilaku Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
9