Studi Kualitas Udara Parameter Total Suspended Particulate (Studi Kasus: UKM CV Ligar) Windi Silvia, Djoko M. Hartono, dan Irma Gusniani Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Indonesia adalah salah satu negara dengan produksi kelapa terbesar di dunia dan berpotensi menghasilkan limbah tempurung kelapa dalam jumlah yang besar. Tempurung kelapa berguna sebagai bahan baku karbon aktif. Banyaknya manfaat dan kebutuhan berbagai industri akan karbon aktif, memunculkan industri berskala kecil yang memproduksi karbon aktif seperti CV Ligar. Belum tersedianya informasi mengenai emisi partikulat, khususnya parameter TSP yang diemisikan dari proses pembuatan karbon aktif, sehingga dilakukan studi kualitas udara dengan melakukan pengukuran konsentrasi TSP menggunakan alat HVAS dengan metode gravimetri di CV Ligar. Hasilnya menunjukan bahwa kualitas udara indoor melebihi standar baku mutu KEPMENKES RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 dan PP No. 41 Tahun 1999 dan memiliki kategori ISPU berbahaya. Sedangkan kualitas udara outdoor memiliki kategori ISPU sedang sampai sangat tidak sehat. Namun, pencemaran outdoor tidak seutuhnya dari aktivitas CV Ligar. Adanya UKM batu bata memengaruhi konsentrasi TSP. Parameter fisik udara memengaruhi besarnya konsentrasi TSP tetapi tidak satupun mendominasi.
Study of Air Quality of Total Suspended Particulate (Case Study: UKM CV Ligar) Abstract Indonesia is one of the the largest country with coconuts production in the world and has potential to produce coconut shell waste in large quantities. Coconut shell can be used as raw material of activated carbon. Many benefits and needs of various industries of activated carbon, growing small-scale industries that produce activated carbon such as CV Ligar. The unavailability of information on particulate emissions, especially parameter TSP emitted from the activated carbon manufacturing process, so the air quality study conducted by measuring the concentration of TSP using a high volume air samplers with gravimetric methods in CV Ligar. The result shows that the the quality of indoor air exceed KEPMENKES RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 and PP No. 41 Tahun 1999 standards and also has a category of dangerous ISPU. While outdoor air quality has ISPU category of moderate to very unhealthy. However, outdoor pollution is not full because activities of Ligar CV. The existence of a small industrial brick affect TSP concentration. Physical parameters of the air affects the amount of TSP concentration but none dominate.
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Key words: activated carbon; coconut shell waste; physical parameters of the air; TSP
Pendahuluan Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), Asia Pasifik mampu menghasilkan 82 % dari produk kelapa di dunia, sedangkan 18 % sisanya diproduksi atau dihasilkan oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan (Suhartana, 2006). Indonesia merupakan salah satu negara Asia Pasifik penghasil kelapa terbesar dengan produksi 33,94% sehingga berpotensi menghasilkan limbah tempurung kelapa dalam jumlah yang besar. Limbah tempurung kelapa dapat diolah kembali dan memiliki nilai ekonomi, salah satunya adalah sebagai bahan baku karbon aktif. Banyaknya manfaat dan kebutuhan berbagai industri akan karbon aktif, memunculkan industri berskala kecil yang memproduksi karbon aktif seperti CV Ligar . Belum tersedianya informasi mengenai emisi partikulat dalam proses produksi karbon aktif CV Ligar, khususnya parameter TSP, dan telah ditemukan hubungan antara TSP dan parameter fungsi paru-paru, gejala pernapasan, dan kematian (Al-Dahabi et al., 2010; Xianguo et al., 2003; Unal et al., 2011) disusunlah penelitian ini dengan tujuan : 1. Menganalisis kualitas udara indoor dengan paramater TSP selama proses produksi karbon aktif CV Ligar. 2. Menganalisis kualitas udara oudoor dengan paramater TSP selama proses produksi karbon aktif CV Ligar. 3. Menganalisis pengaruh parameter fisik udara (kecepatan angin, kelembaban udara, dan suhu) terhadap konsentrasi TSP di lokasi pembuatan karbon aktif dan lingkungan sekitarnya.
Tinjauan Teoritis Karbon aktif adalah karbon amorf berwujud padat yang memiliki luas permukaan internal yang memiliki rongga sehingga mempunyai daya serap yang besar terhadap gas, uap, dan zat yang berada dalam larutan (Haryadi et al., 2005). Menurut Goyal dan Bansal (2005), komposisi unsur dari karbon aktif tipikal adalah 88% C, 0,5% H, 0,5% N, 1,0% S, dan 6 sampai 7% O. Kandungan karbon aktif dapat bervariasi tergantung pada jenis bahan baku sumber dan kondisi proses aktivasi. Karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan yang
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
mengandung karbon, baik karbon organik maupun anorganik dengan syarat bahan tersebut mempunyai struktur berpori. Proses pembuatan karbon aktif dilakukan dalam dua tahap utama yaitu proses karbonasi, yaitu proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon yang berlangsung pada suhu 600-700 °C, dan proses aktivasi, merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas arang (Wijayanti, 2009). Proses penting lainnya diantara dua proses utama adalah proses merubah bentuk fisik karbon aktif dari arang tempurung menjadi granul sehingga siap diaktivasi, yaitu proses penggilingan (crushing), dan blowering yang dilakukan setelah aktivasi untuk menghilangkan debu yang tersisa di karbon aktif. Karbon aktif bermanfaat dalam berbagai kegiatan industri, seperti industri makanan, industri pengolahan air minum, industri obat, dan masih banyak industri lainnya sebagai penyerap dan penjernih (Alfathoni, 2011). Berdasarkan Clean Air Act 1970 menetapkan National Ambient Air Quality Standard (NAAQS) Suspended Particulate Matter (SPM) atau Total Suspended Solid (TSP) adalah salah satu dari enam zat utama pencemar udara. Megacu pada Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Udara, dalam waktu 24 jam, TSP yang diperkenankan sebesar 230 ug/Nm3 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 mengenai Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri kandungan debu maksimal adalah 150 ug/m3 dengan waktu paparan 8 jam. ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. digunakan untuk mengubah kadar pencemar udara yang terukur menjadi satu angka yang tidak berdimensi (KEPMENLH No. 45 Tahun 1997). ISPU berguna untuk menyediakan informasi mengenai kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu. Perhitungan ISPU mengacu pada Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997. Tabel 1. Kategori Indeks Pencemaran Udara ISPU 0-50 51-100 101-200 201-300 >300
TSP (µg/m3) PM2,5 (µg/m3) PM10 (µg/m3) Kategori 0-75 0-15 0-50 Baik 76-260 16-65 51-150 Sedang 261-375 66-150 151-350 Tidak sehat 376-625 151-250 351-420 Sangat tidak sehat >625 >251 >421 Berbahaya Sumber : Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Tabel 2. Efek Kategori ISPU Kategori ISPU Baik Sedang Tidak sehat Sangat tidak sehat Berbahaya
Efek Tidak ada efek Terjadi penurunan pada jarak pandang Jarak pandang turun dan terjadi pengotoran dimana-mana Sensitivitas meningkat pada pasien penyakit atshma dan bronkhitis Tingkat berbahaya bagi semua populasi yang terpapar Sumber : Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997
Metode Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di pabrik pembuatan karbon aktif CV Ligar di Nagrek, Jawa Barat. Penelitian dilakukan di dalam ruangan (indoor) yang di dalamnya terlaksana proses penggilingan, penyangraian, dan blowering; dan diluar ruangan (outdoor) dengan radius 50 m searah dengan hembusan angin. Penelitian ini mengacu pada SNI 19-7119.3-2005 mengenai Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metoda Gravimetri. Pada pengambilan sampel udara indoor, terdapat 4 titik sampel yaitu 2 titik pada zona pekerja (titik A dan B) yang diberi warna hijau seperti pada Gambar 4-2. Zona pekerja tersebut berjarak 1 meter dari pusat kegiatan. Kemudian 2 titik sampel lainnya pada sudutsudut ruangan (titk C dan D). Titik-titik tersebut diperkirakan merupakan titik yang tepat untuk menjadi titik sampel dengan pertimbangan faktor angin yang memengaruhi keadaan ruangan. Ketika pelaksanaan pengambilan sampel, digunakan alat HVAS, dengan ketinggian 1,7 m, sebanyak 2 alat bersamaan yaitu titik A bersamaan dengan titik B, dan titik C bersamaan dengan titik D. Penelitian dilakukan dari 08.00-12.00 untuk setiap titik sampel dimana pengukuran titik A dan B dilakukan 1 hari, begitu pula dengan titik C dan D, sehingga pengukuran indoor akan dilaksanakan selama 2 hari. Berikut denah lokasi penelitian dan titik sampling :
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Gambar 1. Sketsa Titik Sampling Indoor Sumber: olahan, 2012
Pada pengambilan sampel udara outdoor, pengambilan sampel dilakukan mengikuti arah hembusan angin sejauh 50 m dengan 5 titik sampel berjarak : 10 m, 20 m, 30 m, 40 m, dan 50 m dari lokasi pembuatan karbon aktif. Berikut ilustrasi pengambilan sampel udara outdoor :
Gambar 2. Sketsa Titik Sampling Outdoor Sumber: olahan, 2012
Pengambilan sampel outdoor, dilakukan selama 4 jam (08.00-12.00) dalam satu garis lurus celah udara pabrik CV Ligar setinggi 5 m seperti pada Gambar 4.3. Pengukuran dilakukan dengan memaksimalkan 2 alat HVAS yang ada dengan ketinggian alat 1,7 m. Terdapat 5 titik sampel outdoor, sehingga pengukuran dilakukan selama 3 hari dengan mengukur 2 titik perharinya (hari ke-1 titik A dan B, hari ke-2 titik C dan D, dan hari ke-3 titik E). Total hari pengambilan sampel selama 5 hari. Disetiap titik sampel yang telah ditentukan, diukur variabel primer yaitu TSP, dan variabel sekunder yaitu parameter fisik udara (suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin). Sebelum pengukuran konsentrasi TSP disaat kegiatan pembuatan karbon aktif
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
dilaksanakan, pada titik-titik sampel yang telah ditentukan akan diukur konsentrasi TSP ketika kegiatan pembuatan karbon aktif tidak dilaksanakan sebagai blanko penelitian. Setelah pengukuran kualitas udara dan parameter fisik udara dilaksanakan, dilakukan perhitungan konsentrasi TSP dengan Microsoft Office Excel 2007 yang kemudian dipetakan dengan Surfer 8. Setelah itu dilakukan analisis statistik dengan menggunakan SPSS untuk mengetahui hubungan parameter fisik udara dengan konsentrasi TSP.
Hasil dan Pembahasan Peningkatan laju produksi pabrik dan aktivitas ataupun kegiatan yang terjadi berdampak pada kualitas udara (Abdul-Wahab, 2005). Ketika pengukuran konsentrasi TSP di CV Ligar dilaksanakan, aktivitas produksi yang sedang berjalan meliputi penggilingan dan aktivasi. Tabel 3 menunjukan aktivitas dan kuantitas arang dan karbon aktif selama penelitian dilaksanakan serta lokasi pengukuran kualitas udara. Tabel 3. Aktivitas dan Kuantitas Arang dan Karbon Aktif selama Penelitian Dilaksanakan serta Lokasi Pengukuran Kualitas Udara Hari ke-... 1 2 3 4 5
Aktivitas
Jumlah
Persiapan dan penggilingan Penggilingan Penggilingan Aktivasi (penjemuran) Aktivasi (penjemuran)
1100 kg arang 700 kg arang 700 kg arang 2000 kg granul karbon aktif 2000 kg granul karbon aktif Sumber: Penulis, 2013
Lokasi Pengukuran Kualitas Udara Indoor Indoor Outdoor Outdoor Outdoor
Gambar 3. Hasil Pengukuran Kualitas Udara Indoor. (a) Titik A dan B; (b) Titik C dan D Sumber: Olahan, 2013
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Berdasarkan Gambar 3a, ketika proses penggilingan hari ke-1 dilaksanakan, titik A menunjukan fluktuasi yang sesuai dengan aktivitas yang terjadi di pabrik. Secara rinci, aktivitas hari ke-1 penelitian yaitu:
Jam ke-1 sampai jam ke-2 mobilisasi karung-karung arang tempurung kelapa ke area sekitar mesin penggiling dan aktivitas persiapan.
Jam ke-2 sampai jam ke-3 penggilingan mulai dilaksanakan.
Jam ke-3 sampai jam ke-4 peralihan waktu ke jam istirahat.
Terlihat pada jam ke-1 sampai ke-2, konsentrasi TSP menurun ketika mobilisasi karungkarung arang tempurung kelapa dan kegiatan persiapan mulai memasuki kegiatan penggilingan. Peralihan jam ke-2 sampai jam ke-3, konsentrasi TSP di titik A meningkat ketika penggilingan berlangsung. Jam ke-3 sampai jam ke-4, konsentrasi TSP menurun kembali dikarenakan peralihan waktu memasuki jam istirahat mesin penggiling. Letak titik A yang dekat dengan mesin penggiling mengakibatkan fluktuasi aktivitas penggilingan sesuai dengan konsentrasi TSP terukur. Hal ini dikarenakan jarak untuk TSP bertransportasi ke titik A tidak membutuhkan waktu lama walau tidak ada angin yang berhembus. Berdasarkan pengalaman di lapangan, debu yang teremisi dari mesin penggiling membutuhkan waktu bertransportasi untuk memenuhi ruangan pabrik. Berdasarkan hal tersebut, fluktuasi konsentrasi TSP di titik B mengalami perbedaan akibat aktivitas yang terjadi. Titik B terletak disudut ruangan (Gambar 1), sehingga bila dibandingkan dengan titik A, di titik B lebih berdebu baik dibagian langit-langit maupun lantainya. Berdasarkan Gambar 3b, ketika proses penggilingan hari ke-2 dilaksanakan, titik C menunjukan fluktuasi yang sesuai dengan aktivitas yang terjadi di pabrik. Rincian aktivitas pada hari ke-2 yaitu :
Jam ke-1 sampai jam ke-3 dilakukan penggilingan.
Jam ke-3 sampai jam ke-4 peralihan waktu ke jam istirahat.
Kenaikan konsentrasi TSP terjadi ketika penggilingan dilaksanakan, yaitu dimulai dari jam ke-1 sampai jam ke-3. Kemudian konsentrasi TSP mengalami penurunan ketika memasuki waktu istirahat dari jam ke-3 sampai ke-4. Hal ini menunjukan letak titik C masih dalam jangkauan transportasi TSP dari mesin penggiling sehingga tidak terlalu lama TSP sampai ke titik tersebut dibandingkan dengan titik D walaupun tidak ada angin yang berhembus. Korelasi aktivitas dengan konsentrasi pada titik D cenderung tidak terlihat. Hal ini dapat disebabkan letak titik D pada sudut ruangan dan jauh dari aktivitas produksi karbon aktif yang
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
dilakukan sehingga waktu penelitian selama 4 jam belumlah cukup untuk melihat fluktuasi TSP dari mesin penggiling bertransportasi ke titik D. Menurut Eštoková et al. (2010), partikulat dalam ruangan (indoor) dipengaruhi cara perawatan penghuni bangunan. Pabrik CV Ligar termasuk pabrik yang masih belum terawat dengan baik dengan adanya tumpukan debu di lantai, sudut ruangan, dan langit-langit bangunan. Dari hasil penelitian konsentrasi TSP indoor, debu-debu tersebut merupakan sumber pencemar lain disamping aktivitas produksi yang berlangsung di pabrik. Bila dilihat dari konsep pencemaran udara (Vallero, 2008) proses penggilingan sebagai sumber pencemar indoor dengan pencemar TSP
mengalami transportasi di dalam ruangan. Namun TSP
tersebut tidak memiliki tempat untuk mengilang dari udara atau biasa disebut dengan sinks, sehingga TSP terperangkap di dalam ruangan (di lantai, sudut ruangan, dan langit-langit bangunan) dan terus menjadi pencemar untuk reseptor yang ada di dalam ruangan tersebut. Dengan kondisi ventilasi yang sangat minimalis pada pabrik CV Ligar, maka sangat mendukung TSP semakin terperangkap di dalam ruangan pabrik. Dengan menggunakan Surfer 8, konsentrasi TSP indoor dipetakan sebagai berikut.
Gambar 4. Pemetaan Kualitas Udara Indoor Sumber: Olahan, 2013
Gambar 4 merupakan pemetaan kualitas udara indoor berdasarkan layout pabrik CV Ligar seperti pada Gambar 1. Persebaran TSP pada Gambar 4 merupakan pemetaan dari data konsentrasi rata-rata indoor yang dikonversi menjadi konsentrasi TSP 24 jam (C24). Dari Gambar 4 terlihat bahwa semakin ke sudut ruangan, semakin rapat garis kontur yang tergambar. Hal ini menunjukan serta menguatkan hasil pengukuran bahwa semakin ke sudut ruangan, semakin besar konsentrasi TSP terukur.
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Gambar 5. Hasil Pengukuran Kualitas Udara Outdoor Sumber: Olahan, 2013
Pengukuran hari ke-3 dilakukan di titik A’ dan B’ yang terletak di outdoor pabrik dengan aktivitas yang sedang berlangsung di pabrik CV Ligar adalah :
Jam ke-1 sampai jam ke-3 dilaksanakan proses penggilingan.
Jam ke-3 sampai jam ke-4 peralihan waktu ke jam istirahat.
Titik A’ dan B’ outdoor terpisah oleh sebuah bangunan dari sumber pencemar TSP. Ketika pengukuran hari ke-3 dilaksanakan, terdapat UKM batu bata yang sedang berproduksi yang terletak 20 m dari pabrik CV Ligar sehingga dapat menyebakan kurangnya akurasi konsentrasi TSP yang terukur. Berdasarkan Gambar 5a, fluktuasi konsentrasi di titik A cenderung tidak berkorelasi terhadap aktivitas yang sedang berjalan di pabrik. Hal ini dapat disebabkan oleh letak titik A yang dekat dan terhalang sebuah bangunan sehingga TSP tidak bisa bertransportasi ke titik A’. Begitupula dengan konsentrasi TSP yang terukur pada titik B. Letak titik B’ yang dekat dengan UKM batu bata juga dapat menyebakan TSP tidak berkorelasi dengan aktivitas di pabrik karena dari UKM batu bata dilakukan pembakaran sehingga dapat menjadi sumber TSP lainnya. Pada hari ke-4 penelitian, penelitian dilakukan di titik C’ dan D’. Aktivitas yang berlangsung pada pabrik CV Ligar hanyalah proses aktivasi (penjemuran) dari jam ke-1 sampai jam ke-4. Proses aktivasi dilaksanakan di halaman pabrik CV Ligar. Gambar 5b menunjukan fluktuasi konsentrasi TSP di titik C cenderung tidak terdapat korelasi dengan
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
aktivitas yang sedang berlangsung. Titik C’ terletak sangat dekat dengan UKM batu bata yang sedang berproduksi dan dapat menyebabkan kurangnya akurasi konsentrasi TSP yang terukur. Begitu pula dengan konsentrasi TSP pada titik D’. Pada hari ke-5, penelitian dilakukan di titik E’. Aktivitas yang terlaksana merupakan pengulangan aktivasi (penjemuran). Titik E’ merupakan titik pengukuran terjauh dari pabrik. Dikarenakan hal tersebut, kepulan debu dari aktivasi yang dilakukan di halaman pabrik, dapat tidak terukur ketika penelitian, sama halnya dengan titik C’ dan D’. Namun, di titik E’ tidak terpengaruh terlalu besar oleh TSP yang diemisikan dari UKM batu bata.
Gambar 6. Pemetaan Kualitas Udara Outdoor Sumber: Olahan, 2013
Faktor meteorologi seperti kecepatan angin, suhu, dan kelembaban udara memainkan peran penting dalam menentukan tingkat pencemaran udara (Al-Dahabi et al, 2010). Hubungan konsentrasi TSP dengan parameter fisik udara diketahui dari penelitian terdahulu yang relevan. Penelitian tersebut berasal dari berbagai belahan dunia, antara lain: Jordan (AlDahabi et al, 2010), India (Sivaramasundaram, 2010), dan Switzerland (Monn et al, 1995). Untuk mengetahui hubungan parameter fisik udara (suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin) terhadap konsentrasi TSP, dilakukan uji regresi linear dengan SPSS. Terdapat tiga variabel bebas dalam uji regresi linear pada penelitian ini, yaitu: suhu udara (x1), kelembaban udara (x2), dan kecepatan angin (x3). Variabel terikatnya adalah konsentrasi TSP (y). Uji regresi linear akan dikelompokan menjadi indoor (Tabel 4) dan outdoor (Tabel 5). Tabel 4. Persamaan Regresi Linear Indoor y = 7447,94 x1 + 872 x2 – 269105,25 r = 0,696 Koefisien korelasi Kuat Sumber: Olahan, 2013 Persamaan
Indoor
Ketika penelitian indoor, variabel yang memengaruhi hanya suhu udara dan kelembaban. Kecepatan angin terukur selama penelitian adalah 0 m/s, sehingga tidak terlihat pengaruh kecepatan angin terhadap penelitian indoor. Berdasarkan Tabel 4, nilai korelasi suhu dan kelembaban udara terhadap konsentrasi TSP adalah kuat. Nilai konstanta suhu udara adalah 7447,94 x1, hal ini menunjukan suhu udara berpengaruh positif terhadap konsentrasi
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
TSP indoor. Hal ini berarti semakin besar suhu udara yang terjadi di indoor, menjadikan konsentrasi TSP semakin besar. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian relevan yang terdahulu seperti di India (Sivaramasundaram, 2010) yang mempunyai variasi musim dan kondisi meteorologi yang mirip dengan Indonesia. Korelasi positif suhu udara dengan konsentrasi TSP dapat terjadi karena dengan meningkatnya suhu udara, debu yang teremisi semakin ringan, sehingga lebih lama mengendap ke permukaan tanah. Akibatnya dapat terhempas dan terhirup dengan mudah oleh reseptor. Berdasarkan Tabel 4, nilai konstanta kelembaban udara adalah 872 x2. Hal tersebut menunjukan nilai korelasi positif antara kelembaban udara dengan konsentrasi TSP. Pernyataan tersebut berbeda dengan penelitian terdahulu yang relevan yang menyatakan korelasi negatif antara kelembaban udara dengan konsentrasi TSP (Monn et al., 1995; AlDahabi et al., 2010; Sivaramasundaram et al., 2010). Sehingga dapat dinyatakan bahwa kelembaban udara tidak berpengaruh terhadap konsentrasi TSP indoor,
karena pada
umumnya, kelembaban udara yang tinggi mengakibatkan TSP semakin berat dan mempercepat pengendapan TSP ke permukaan tanah sehingga mengurangi emisi TSP yang terpajan ke manusia (Chen et al., 2012). Tabel 5. Persamaan Regresi Linear Outdoor Persamaan regresi Outdoor
Koefisien korelasi
y = -1,704 x1 – 2,306 x2 – 2282,02 x3 + 2639,16 r = 0,97 Sangat kuat Sumber: Olahan, 2013
Berdasarkan Tabel 5, nilai korelasi suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin terhadap konsentrasi TSP adalah sangat kuat. Nilai konstanta suhu udara adalah -1,704 x1, hal ini menunjukan nilai korelasi yang negatif antara suhu udara dengan konsentrasi TSP. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian di Switzerland (Monn et al, 1995). Namun hal ini dikarenakan adanya perilaku inversi musiman yang terjadi pada suhu di bawah 0° C, dan hal tersebut tidak terjadi di Indonesia. Sehingga pernyataan tersebut tidak dapat diterima dan menunjukan suhu udara tidak berpengaruh kuat terhadap konsentrasi TSP outdoor. Nilai konstanta kelembaban udara adalah -2,306 x2. Nilai tersebut menunjukan korelasi negatif antara kelembaban udara dengan konsentrasi TSP outdoor. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan penelitian terdahulu yang relevan bahwa semakin besar kelembaban udara akan semakin kecil konsentrasi TSP (Monn et al., 1995; Al-Dahabi et al., 2010; Sivaramasundaram et al., 2010).
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Berdasarkan Tabel 5, nilai konstanta kecepatan angin adalah -2282,02 x3. Nilai tersebut menunjukan korelasi negatif antara kecepatan angin dengan konsentrasi TSP outdoor. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu yang relevan di negara India (Sivaramasundaram et al, 2010) dan Jordan ketika musim panas (Al-Dahabi et al, 2010) yang variasi musiman memiliki kesamaan dengan Indonesia. Korelasi negatif tersebut menyatakan semakin besar kecepatan angin, maka akan semakin kecil konsentrasi TSP. Hal ini dikarenakan kecepatan angin mengontol penyebaran TSP sehingga terjadi pengenceran dan dispersi. Secara keseluruhan berdasarkan Tabel 4 dan 5, parameter fisik udara lebih berpengaruh ketika penelitian outdoor dengan nilai r = 0,97 dibandingkan dengan penelitian indoor yang memiliki nilai r = 0,696. Namun bila dibandingkan nilai korelasi indoor dan outdoor terhadap kesesuaian penelitian terdahulu yang dijabarkan dalan Tabel 6, terlihat ketidakselarasan pada hasil penelitian parameter fisik udara indoor dan outdoor. Hal ini menunjukan parameter fisik udara memiliki pengaruh terhadap konsentrasi TSP pada penelitian mengacu pada Tabel 4 dan 5, tetapi tidak ada salah satu parameter fisik udara yang berpengaruh sangat penting pada penelitian ini mengacu pada Tabel 6. Tabel 6. Kesesuaian Hasil Penelitian dengan Penelitian Terdahulu yang Relevan Parameter Fisik Udara Indoor Suhu udara o Kelembaban udara x Kecepatan angin N/A Sumber: Olahan, 2013
Outdoor x o o
Keterangan : o
: Sesuai dengan penelitian terdahulu yang relevan
x
: Tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang relevan
Perbandingan kualitas udara bersih dengan kualitas udara penelitian indoor dan outdoor dijabarkan dalam Tabel 7 dan Tabel 8. Pada tabel tersebut juga dijabarkan perbandingan terhadap standar baku mutu yang berlaku dan kategori ISPU dari kualitas udara terukur.
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Tabel 7. Kualitas Udara Indoor Kualitas Udara Bersih
Kualitas Udara Penelitian
C8 (μg/m )
KEPMENKES RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 (μg/m3)
C24 (μg/m3)
PP No. 41 1999 (μg/m3)
A
346,88
150
467,00
230
B
658,58
150
889,90
C
462,54
150
D
485,38
150
Titik
3
Kategori ISPU
C8 avg (μg/m3)
KEPMENKES RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 (μg/m3)
C24 avg (μg/m3)
PP No. 41 1999 (μg/m3)
Kategori ISPU
6403,90
150
5312,93
230
Berbahaya
230
Sangat tidak sehat Berbahaya
11258,95
150
9340,87
230
Berbahaya
627,24
230
Berbahaya
9419,94
150
7815,15
230
Berbahaya
660,53
230 Berbahaya 6588,09 Sumber: Olahan, 2013
150
5465,74
230
Berbahaya
Tabel 8. Kualitas Udara Outdoor Kualitas Udara Bersih Titik
Kualitas Udara Penelitian
C24 (μg/m3)
PP No. 41 1999 (μg/m3)
Kategori ISPU
C24 avg (μg/m3)
PP No. 41 1999 (μg/m3)
Kategori ISPU
A’
10,04
230
Baik
104,53
230
Sedang
B’
230,90
230
Sedang
609,84
230
Sangat tidak sehat
C’
27,61
230
Baik
237,53
230
Sedang
D’
N/A
230
N/A
467,20
230
Sangat tidak sehat
E
2,69
230
Baik 120,25 Sumber: Olahan, 2013
230
Sedang
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Berdasarkan Tabel 7, mengacu pada standar baku mutu KEPMENKES RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 mengenai kandungan debu maksimal didalam ruangan lingkungan kerja, kualitas udara bersih pabrik CV Ligar lebih besar dari standar yang ditentukan pada semua titik. Hal yang sama terjadi bila mengacu pada PP No. 41 Tahun 1999 dengan konsentrasi TSP 24 jam. Hal tersebut menunjukan kualitas udara ruangan kerja pabrik CV Ligar mengalami pencemaran udara walau aktivitas produksi tidak berjalan. Kurangnya perawatan pabrik dari debu sisa produksi menyebakan debu menumpuk di lantai dan menjadi sumber TSP jika aktivitas produksi tidak berjalan. Kategori ISPU kualitas udara bersih indoor menunjukan rentang dari sangat tidak sehat sampai berbahaya. Dalam keadaan pabrik yang tidak berproduksi, kualitas udara indoor pabrik berpengaruh buruk terhadap populasi (pekerja) yang berada di dalamnya. Bila dibandingkan dengan kualitas udara bersih indoor, konsentrasi TSP rata-rata indoor jauh lebih besar. Hal ini menunjukan kualitas udara pabrik CV Ligar semakin memburuk ketika aktivitas produksi berlangsung. Aktivitas produksi pembuatan karbon aktif yang berlangsung merupakan sumber pencemaran udara oleh TSP. Kategori ISPU kualitas udara rata-rata indoor menunjukan kategori berbahaya. Dalam keadaan pabrik yang berproduksi, kualitas udara indoor pabrik menjadi lebih buruk dan berbahaya terhadap populasi (pekerja) yang berada di dalamnya dibandingkan dalam keadaan tidak berproduksi. Mengacu pada Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997, kategori ISPU berbahaya berdampak pada penurunan jarak pandang, pengotoran debu dimana-mana, meningkatnya sensitivitas pada penderita atshma dan bronkhitis, dan tingkatan yang lebih berbahaya. Berdasarkan Tabel 8, mengacu pada standar baku mutu PP No. 41 Tahun 1999 kualitas udara bersih outdoor pabrik CV Ligar lebih kecil dari standar yang ditentukan hampir di semua titik. Di titik B’ konsentrasi TSP melebihi standar baku mutu. Dekatnya titik B’ dengan sumber pencemar TSP lainnya (UKM batu bata) dapat menjadi penyebab. Konsentrasi TSP di titik D’ tidak terukur. Kategori ISPU kualitas udara bersih outdoor menunjukan rentang dari baik hingga kategori sedang. Dalam keadaan pabrik yang tidak berproduksi, kualitas udara outdoor cenderung baik (tidak tercemar). Bila dibandingkan dengan kualitas udara outdoor pabrik CV Ligar lebih besar dari kualitas udara bersihnya. Mengacu pada standar baku mutu PP No. 41 Tahun 1999, sebagian besar konsentrasi TSP outdoor lebih besar dari standar baku mutu. Konsentrasi di titik A’ masih dibawah standar baku mutu. Dekatnya jarak titik A’ (10 m) dari pabrik CV Ligar, terhalangnya dengan sebuah bangunan, dan belum mengendapnya TSP ke titik A’ dapat menjadi penyebab hal tersebut. Konsentrasi di titik E’ juga masih dibawah standar baku mutu. Jauhnya jarak titik E’ (50 m) dari pabrik
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
CV Ligar dan adanya dispersi oleh angin dapat menyebabkan hal tersebut terjadi. Kategori ISPU kualitas udara rata-rata outdoor menunjukan rentang kategori dari sedang sampai sangat tidak sehat. Dalam keadaan pabrik yang berproduksi, kualitas udara outdoor pabrik menjadi lebih buruk terhadap populasi (masyarakat) yang berada di disekitar pabrik dibandingkan dalam keadaan tidak berproduksi. Mengacu pada Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997, kategori ISPU dengan rentang sedang sampai sangat tidak sehat efeknya mencakup penurunan jarak pandang, pengotoran debu dimana-mana, dan meningkatnya sensitivitas pada penderita atshma dan bronkhitis.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Aktivitas produksi karbon aktif merupakan sumber pencemaran udara oleh TSP di indoor pabrik CV Ligar. Konsentrasi TSP indoor ketika produksi karbon aktif berlangsung
telah
melebihi
standar
baku
mutu
KEPMENKES
RI
No.1405/MENKES/SK/XI/2002 dan PP No. 41 Tahun 1999. Berdasarkan nilai ISPU, kualitas udara indoor pabrik CV Ligar termasuk dalam kategori berbahaya sehingga mengakibatkan
penurunan
jarak
pandang,
pengotoran
debu
dimana-mana,
meningkatnya sensitivitas pada penderita atshma dan bronkhitis, dan tingkatan yang lebih berbahaya. 2. Berdasarkan nilai ISPU, kualitas udara outdoor pabrik CV Ligar memiliki rentang kategori sedang sampai sangat tidak sehat. Efeknya mencakup penurunan jarak pandang, pengotoran debu dimana-mana, dan meningkatnya sensitivitas pada penderita atshma dan bronkhitis. Pencemaran udara pada outdoor pabrik CV Ligar tidak seutuhnya akibat dari aktivitas produksi pabrik yang sedang berjalan. Adanya UKM batu-bata memengaruhi konsentrasi TSP yang terukur. 3. Parameter fisik udara (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) pada penelitian ini memiliki pengaruh terhadap konsentrasi TSP akibat produksi pabrik CV Ligar. Namun dari salah satu parameter fisik udara tersebut tidak ada pengaruh yang mendominasi.
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan, antara lain: 1.
Pengukuran kualitas udara dilakukan dalam waktu yang bersamaan pada semua titik sampling dalam kurun waktu yang cukup lama agar hasil penelitian lebih valid dan lebih terlihat korelasi parameter fisik udara terhadap konsentrasi TSP.
2.
Perhatikan laju alir alat HVAS ketika pengukuran dilakukan, laju alir 1,13 sampai 1,70 m3/menit merupakan laju ideal berdasarkan SNI 19-7119.3-2005. Laju alir memengaruhi kevalidan data konsentrasi terukur.
3.
Penelitian sejenis dapat dikembangkan pada UKM lainnya yang diduga sebagai pencemar udara, sehingga tersedia informasi kualitas udara untuk UKM tersebut.
Kepustakaan Books: Goyal, M., & Bansal, R. C. (2005). Activated Carbon Adsorbtion. USA: Taylor & Francis Group. Vallero, D. (2008). Fundamental of Air Pollution : 4th ed. . USA: AP.
Journal Article: Abdul-Wahab, S. (2006). Impact of fugitive dust emissions from cement plants on nearby communities. Ecological Modelling 195 , 338–348. Chen, L., Peng, S., Liu, J., & Hou, Q. (2012). Dry deposition velocity of total suspended particles and meteorological influence in four locations in Guangzhou, China. Journal of Environmental Sciences , 632–639. Eštoková, A., Števulová, N., & Kubincová, L. (2010). Particulate Matter Investigation in Indoor Environment. Global NEST Journal Vol 12 , 20-26. Haryadi, W., Muchalal, & Cahyono, R. N. (2005). Pembuatan Karbon Aktif Dari Kayu Randu dan Tempurung Kelapa dengan Proses Distilasi Kering Menggunakan Tanur dari Gerabah. Indo. J. Chem , 121 - 124.
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013
Monn, C., Braendli, O., Schaeppi, G., Schindler, C., Ackerman-Liebrich, U., Leuenberger, P., et al. (1995). Particulate Matter <10 (PM10) and Total Suspended Particulates (TSP) in urban, rural and alpine air in Switzerland. Atmospheric Environtment Vol. 29, No 19 , 2565-2573. Sivaramasundaram, K., & Muthusubramanian, P. (2010). A preliminary assessment of PM10 and TSP concentrations in Tuticorin, India. Air Qual Atmos Health 3 , 95–102. Suhartana. (2006). Pemanfaatan Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baku Arang Aktif dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Semarang: Laboratorium Kimia Organik FMIPA UNDIP. Unal, Y., Toros, H., Deniz, A., & Incecik, S. (2011). Influence of meteorological factors and emission sources on spatial and temporal variations of PM10 concentrations in Istanbul metropolitan area. Atmospheric Environment 45 , 5504-5513. Xianguo, L., Lijuan, F., Jianhua, Q., Xingmao, C., & Manping, Z. (2003). Concentrations and Distribution of Trace Metals of PM10 and TSP Particles Collected in the Qingdao Area. Journal of Ocean University of Qingdao , 189-194.
Online Document: Alfathoni, Girun. (2011). Produksi Karbon Aktif. PT Buana Petrolindo Nusantara Yogyakarta.
Final Report: Wijayanti, R. (2009). Arang Aktif dari Ampas Tebu sebagai Adsorben pada pemurnian Minyak Goreng Bekas. Bogor: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB.
Studi kualitas..., Windi Silvia, FT UI, 2013