PENGARUH MUSIM TERHADAP PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN LABA/RUGI PERUSAHAAN GENTENG (Studi Kasus UKM Genteng Press Mahkota)
Oleh ALDHIKA DARAJAT H24103045
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
iii
ABSTRAK Aldhika Darajat. H24103045. Pengaruh Musim Terhadap Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi Perusahaan Genteng (Studi Kasus UKM Genteng Press Mahkota). Di bawah bimbingan Budi Purwanto. Industri genteng merupakan salah satu industri unggulan yang ada di kota Cilegon, selain industri bata. Tiap tahunnya terjadi peningkatan unit usaha genteng di Cilegon. Dampak yang ditimbulkan dari membanjirnya perusahaan dalam industri genteng adalah terjadinya persaingan yang tajam dengan perusahaan yang sejenis. Selain itu, UKM dihadapkan pada kendala utama pada industri genteng yaitu pengaruh musim. Kondisi tersebut menuntut UKM Mahkota untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi dimana biaya produksi merupakan dasar bagi penetapan harga jual. Melalui efisiensi biaya produksi, UKM Mahkota akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran dan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi yang selama ini dilakukan UKM Mahkota, menganalisis perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi UKM Mahkota dengan metode full costing dan variable costing untuk menentukan pengambilan keputusan UKM Mahkota tetap beroperasi atau tidak pada musim hujan dan musim kemarau, dan menganalisis perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi UKM Mahkota dengan metode activity based costing untuk menentukan efisiensi biaya produksi UKM Mahkota. Metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dan laba/rugi pada penelitian ini adalah metode full costing, variable costing dan activity based costing. Analisis data dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terutama dilakukan pada pada perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi dengan menggunakan ketiga metode, sedangkan analisis kualitatif diperlukan dalam membandingkan hasil dari ketiga jenis perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi genteng dengan metode perusahaan, diperoleh harga pokok produksi yang tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 300 per genteng. Dan perhitungan laba/ruginya hanya dengan penambahan Rp 100 per genteng. Metode ini sangat sederhana dan tidak sesuai dengan kaidah perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi menurut standar akuntansi biaya. Pada metode full costing, harga pokok produksi diperoleh dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik yang bersifat tetap maupun yang bersifat variabel. Rata-rata harga pokok produksi yang diperoleh dengan menggunakan metode ini selama periode bulan Juli 2006April 2007 adalah sebesar Rp 319,97 per genteng dan rata-rata laba bersih sebesar Rp 5.647.141,62. Pada metode variable costing, total harga pokok produksi diperoleh dengan menjumlahkan biaya behan baku, biaya tenaga kerja variabel dan biaya overhead pabrik yang bersifat variabel. Rata-rata harga pokok produksi yang diperoleh dengan menggunakan metode ini selama periode bulan Juli 2006April 2007 adalah sebesar Rp 294,20 per genteng dan rata-rata laba bersih sebesar Rp 10.447.141,62. Menurut metode full costing, harga jual harus dapat menutup
iv
total biaya, termasuk biaya tetap di dalamnya. Jadi, berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode full costing, perusahaan akan mengalami kerugian pada saat musim hujan. Hal ini dikarenakan metode full costing, memperhitungkan biaya-biayanya secara akurat, tidak ada penundaan pembebanan biaya overhead seperti yang dilakukan metode variable costing. Namun tetap saja metode ini mempunyai kelemahan dengan pembebanan biaya overhead yang berlebihlebihan sehingga biaya overhead tetap dibebankan pada musim hujan yang mengakibatkan perusahaan menderita kerugian yang besar. Metode full costing berguna terutama dalam pengambilan keputusan perusahaan dalam jangka panjang dan pelaporan akuntansi. Di dalam metode variable costing, apabila harga jual tersebut telah menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada harga jual yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali. Oleh karena itu, berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing, dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengalami kerugian pada musim hujan. Namun hal itulah yang menjadi kelemahan metode variable costing, laba yang dihasilkan adalah laba semu karena pembebanan biaya overheadnya ditunda padahal semua biaya tidak boleh ditunda pembebanannya setiap periode akuntansi. Metode variable costing berguna pada pengambilan keputusan jangka pendek dimana perusahaan dapat merencanakan harga jual dan laba jangka pendek terutama pada saat musim hujan. Dan berdasarkan kedua metode tersebut, dapat disimpulkan bahwa UKM Mahkota sebaiknya tetap beroperasi pada saat musim hujan dan kemarau. Metode activity based costing mencoba mengatasi masalah pembebanan biaya overhead pabrik. Biaya overhead akan dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi aktivitasnya secara nyata. Rata-rata harga pokok produksi yang diperoleh dengan menggunakan metode ini selama periode bulan Juli 2006April 2007 adalah sebesar Rp 308,27 per genteng dan rata-rata laba bersih sebesar Rp 7.841.171,62. Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing, dalam proses produksi genteng yang dilakukan oleh UKM Mahkota, terdapat beberapa sumber inefisiensi biaya yang bersumber dari pengangguran aktivitas overhead dan pemborosan akibat dari pelaksanaan aktivitas yang tumpang tindih. Untuk menekan biaya produksi genteng, aktivitas overhead perlu dikurangi waktunya dan perlu dilakukan perbaikan dalam teknis pelaksanaan aktivitas, melalui usaha pemberian instruksi teknis yang benar dan penambahan jam supervisi pada aktivitas penyimpanan dan pergudangan.
v
PENGARUH MUSIM TERHADAP PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN LABA/RUGI PERUSAHAAN GENTENG (Studi Kasus UKM Genteng Press Mahkota)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh ALDHIKA DARAJAT H24103045
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
vi
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN PENGARUH MUSIM TERHADAP PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN LABA/RUGI PERUSAHAAN GENTENG (Studi Kasus UKM Genteng Press Mahkota)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh ALDHIKA DARAJAT H24103045
Menyetujui, Januari 2008
Ir. Budi Purwanto, ME. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Ujian: 24 Januari 2008
Tanggal Lulus:
vii
RIWAYAT HIDUP aaaaaPenulis dilahirkan pada tanggal 18 Mei 1985 di Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta. Penulis yang bernama lengkap Aldhika Darajat adalah anak pertama pasangan ayahanda Kartono dan ibunda Karmiyatun dari tiga bersaudara. aaaaaPenulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak YPWKS II Cilegon tahun 1990, lulus tahun 1991. Kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Cilegon tahun 1991 dan lulus tahun 1997. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cilegon, tamat pada tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Cilegon, pada tahun 2003, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajeman (FEM). aaaaa Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu himpunan profesi Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor yang bernama Center Of Management (COM@) menjabat sebagai sekretaris direktorat Produksi, Operasi dan Kewirausahaan pada periode tahun 2004-2005. Pada periode 2005-2007, penulis juga aktif sebagai panitia di beberapa kegiatan kampus, peserta seminar dan pelatihan.
viii
KATA PENGANTAR aaaaaBismillahirrahmanirrahim, aaaaaSegala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada suri tauladan manusia, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman. aaaaaTiada kata yang layak kita haturkan selain mengucap rasa syukur kehadiratNya atas segala kesempatan
dan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Musim Terhadap Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi Perusahaan Genteng (Studi Kasus UKM Genteng Press Mahkota)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi yang selama ini dilakukan UKM Mahkota, menganalisis perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi UKM Mahkota dengan metode full costing dan variable costing untuk menentukan pengambilan keputusan UKM Mahkota tetap beroperasi atau tidak pada musim hujan dan musim kemarau, dan menganalisis perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi UKM Mahkota dengan metode activity based costing untuk menentukan efisiensi biaya produksi UKM Mahkota. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Ir. Budi Purwanto, ME. sebagai pembimbing skripsi yang telah begitu banyak memberi bimbingan, saran, dan masukannya selama proses penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Ibu Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM. dan Ibu Farida Ratnadewi, SE, MM. atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, kritik serta saran. 3. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen, seluruh staf dosen pengajar dan karyawan/wati Departeman Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 4. Bapak H. Ma’sum Asikin sebagai pemilik sekaligus pimpinan UKM Mahkota yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
ix
penelitian di UKM Mahkota dan atas kesediaannya untuk melakukan wawancara dan memberikan informasi yang berarti bagi penulis. 5. Kedua orang tuaku (Papah dan Mamah), adik-adikku (Fikri Kharisma dan Aulia Rahmah), sepupu-sepupuku dan seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan, memberi kasih sayang, dorongan, dan kesabarannya dalam menghadapi penulis. 6. Rekan satu bimbingan (Yunia, Prita, Sekar, Kak Yani) untuk kerjasama dan motivasi selama bimbingan dan konsultasi skripsi. 7. Ketiga sahabat terbaikku (Hendra Putratama, Nabih Berri, dan Kamaludin) untuk kebersamaannya selama lima tahun ini. 8. Luh Rahmi Susanti atas perhatian, doa, dukungan dan motivasinya. 9. Sahabat-sahabat terbaik (Aditya Novian, Ruslan Efendi, Efri Yenni, Etty Nurbaeti, R. Rinrin, Ch., Else Ariani, Yan Risiana, Yayuk Lestari, Irwan Hermawan, Rd. Gema, Hilman R, Roni JW, Ulfathul A, Siti Pasus Is., Cornelia L, Ipeh, Nela, Ike R, Ali, Rizki dan Kiki) untuk keceriaan dan kebersamaannya selama ini. 10. Rekan-rekan Manajemen angkatan 40 untuk persahabatan selama 4 tahun di masa perkuliahan. 11. Teman-temanku yang ada di Cilegon, Bogor, Jakarta, dan Bandung untuk doa dan dukungannya. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kepada semuanya, semoga Allah SWT memberikan balasan dengan lebih baik lagi, karena Dia-lah sebaik-baik pemberi balasan. Akhir kata, semoga hasil penelitian yang jauh dari sempurna ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Bogor, Januari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
x
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR....................................................................................
iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
xi
I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................
1 1 3 4 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1. Industri Genteng................................................................................ 2.2. Pengertian Genteng ........................................................................... 2.3. Klasifikasi Genteng........................................................................... 2.3.1. Berdasarkan Bahan Bakunya.................................................. 2.3.2. Berdasarkan Bentuknya.......................................................... 2.4. Proses Pembuatan Genteng ............................................................... 2.4.1. Bahan Asal .............................................................................. 2.4.2. Proses ...................................................................................... 2.5. Teknologi dalam Pembuatan Genteng .............................................. 2.6. Skala Usaha dalam Industri Genteng ................................................ 2.7. Struktur Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi Perusahaan Genteng .............................................................................................
6 6 7 7 7 8 10 10 10 12 12
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 3.1.1. Konsep Biaya .......................................................................... 3.1.2. Klasifikasi Biaya ..................................................................... 3.1.3. Harga Pokok Produksi ............................................................ 3.1.4. Pengumpulan Harga Pokok Produksi ..................................... 3.1.5. Penentuan Harga Pokok Produksi........................................... 1. Metode Full Costing............................................................ 2. Metode Variable Costing..................................................... 3. Metode Activity Based Costing............................................ 3.1.6. Penentuan Laba/Rugi............................................................... 1. Metode Full Costing............................................................ 2. Metode Variable Costing..................................................... 3. Metode Activity Based Costing............................................ 3.1.7. Manajemen Berbasis Aktivitas ............................................... 3.1.8. Perbedaan antara Metode Activity Based Costing dengan
14 14 14 14 18 18 19 19 21 22 26 26 27 27 28
xi
13
Metode Konvensional ............................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 3.3. Metode Penelitian ............................................................................. 3.3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 3.3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 3.3.3. Pengumpulan Data .................................................................. 3.3.4. Pengolahan dan Analisis Data................................................. 1. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode UKM....................................................................... 2. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Full Costing............................................................ 3. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Variable Costing..................................................... 4. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Activity Based Costing............................................
29 30 32 32 32 33 34 35 35 36 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 4.1. Gambaran Umum Perusahaan........................................................... 4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .................................. 4.1.2. Lokasi dan Letak Pabrik.......................................................... 4.1.3. Struktur Organisasi ................................................................. 4.1.4. Ketenagakerjaan...................................................................... 4.1.5. Aktivitas Usaha Mahkota ....................................................... 4.1.6. Proses Produksi Genteng di Mahkota ..................................... 4.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi UKM Mahkota 4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Full Costing dan Metode Variable Costing ......................... 4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Full Costing ............................................................... 4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Variable Costing ........................................................ 4.3.3. Penentuan Keputusan Perusahaan........................................... 4.4. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Activity Based Costing ......................................................... 4.4.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Activity Based Costing ............................................................ 4.4.2. Perhitungan Laba/Rugi dengan Metode Activity Based Costing ............................................................ 4.4.3. Efisiensi Biaya Produksi Genteng UKM Mahkota .................
40 40 40 41 41 41 42 44 49
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 1. Kesimpulan................................................................................................ 2. Saran ..........................................................................................................
90 90 91
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
92
LAMPIRAN...................................................................................................
93
xii
51 51 59 67 69 69 86 88
DAFTAR TABEL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Halaman Jenis dan sumber data ............................................................................. Pembagian kerja karyawan UKM Mahkota............................................ Daftar mesin dan peralatan produksi UKM Mahkota ............................. Perhitungan harga pokok produksi laba/rugi genteng dengan metode UKM Mahkota ........................................................................................ Biaya bahan baku UKM Mahkota........................................................... Biaya tenaga kerja langsung UKM Mahkota .......................................... Biaya overhead pabrik UKM Mahkota................................................... Ringkasan perhitungan harga pokok produksi genteng dengan metode full costing .............................................................................................. Biaya pemasaran UKM Mahkota............................................................ Biaya administrasi dan umum UKM Mahkota ....................................... Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode full costing ................ Biaya bahan baku UKM Mahkota........................................................... Biaya tenaga kerja langsung UKM Mahkota .......................................... Biaya overhead pabrik UKM Mahkota................................................... Ringkasan perhitungan harga pokok produksi dengan metode variable costing..................................................................................................... Biaya pemasaran UKM Mahkota............................................................ Biaya administrasi dan umum UKM Mahkota ....................................... Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing ........ Biaya bahan baku UKM Mahkota........................................................... Biaya tenaga kerja langsung UKM Mahkota .......................................... Ikhtisar aktivitas UKM Mahkota ............................................................ Biaya penggunaan bahan penolong UKM Mahkota ............................... Biaya penggunaan listrik UKM Mahkota ............................................... Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dan kendaraan UKM Mahkota .................................................................................................. Biaya penyusutan mesin dan peralatan UKM Mahkota.......................... Biaya penyusutan kendaraan UKM Mahkota ......................................... Biaya penyusutan bangunan UKM Mahkota .......................................... Jumlah produksi genteng UKM Mahkota ............................................... Jumlah pembelian bahan UKM Mahkota ............................................... Konsumsi KWH UKM Mahkota ............................................................ Konsumsi jam peralatan UKM Mahkota ................................................ Konsumsi luas bangunan UKM Mahkota ............................................... Penggunaan sumber daya tidak langsung yang timbul pada produksi genteng UKM Mahkota .......................................................................... Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya unit yang diproduksi ......................................................... Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya jumlah pembelian bahan ...................................................
viii
33 42 47 49 51 52 53 55 56 57 58 59 60 61 63 64 65 66 69 70 71 71 72 73 74 74 75 75 76 76 77 77 78 79 79
DAFTAR TABEL No.
Halaman
36. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya Kilowatt Hour (KWH)...................................................... 37. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya jam peralatan..................................................................... 38. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya luas bangunan ................................................................... 39. Perhitungan tarif kelompok baya overhead pabrik ................................ 40. Perhitungan alokasi biaya overhead pabrik ............................................ 41. Ringkasan perhitungan harga pokok produksi dengan metode activity based costing........................................................................................... 42. Biaya pemasaran UKM Mahkota............................................................ 43. Biaya administrasi dan umum UKM Mahkota ....................................... 44. Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode activity based costing
ix
80 81 81 83 84 85 86 86 87
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ............................................................... 2. Bagan alir proses produksi genteng UKM Mahkota...............................
x
31 48
1
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Daftar pertanyaan wawancara................................................................. 94 2. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Juli 2006.............................................................................. 97 3. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Agustus 2006....................................................................... 98 4. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan September 2006................................................................... 99 5. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Oktober 2006....................................................................... 100 6. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Januari 2007 ........................................................................ 101 7. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Februari 2007 ...................................................................... 102 8. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Maret 2007 .......................................................................... 103 9. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan April 2007 ........................................................................... 104 10. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Juli 2006 ................................................................. 105 11. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Agustus 2006 .......................................................... 106 12. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan September 2006 ...................................................... 107 13. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Oktober 2006 .......................................................... 108 14. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Januari 2007 ............................................................... 109 15. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Februari 2007.......................................................... 110 16. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Maret 2007.............................................................. 111 17. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan April 2007............................................................... 112 18. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Juli 2006....................................................... 113 19. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Agustus 2006............................................... 114 20. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan September 2006............................................ 115 21. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Oktober 2006 .......................................................... 116 22. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Januari 2007............................................................ 117
1
2
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
23. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Februari 2007.......................................................... 24. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Maret 2007.............................................................. 25. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan April 2007...............................................................
2
118 119 120
3
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tidak dapat dipisahkan dari semakin meningkatnya usaha kecil menengah (UKM). Pada masa krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997, sebagian besar UKM tetap dapat bertahan bahkan cenderung mengalami peningkatan dibandingkan usaha besar yang kadang mengalami kegagalan dan menjadi beban pemerintah. Hal ini didasari oleh kekuatan UKM dalam mengelola sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang dapat memberikan kontribusi optimal bagi kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi. Namun masih banyak pihak yang meremehkan UKM sehingga secara langsung mempengaruhi kebijakan yang akan diambil dalam rangka pengembangan UKM. Hal ini dapat terlihat dari fakta bahwa terdapat lembaga keuangan dan lembaga pemerintahan yang masih belum serius dalam membina UKM. Mestinya pengembangan UKM menjadi gerakan ekonomi nasional secara integral. Menurut data yang dicatat oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dalam Departemen Koperasi dan UKM (DepKop) tahun 2007, UKM mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3% dari tahun 1998 hingga tahun 2006. Perkembangan dan pertumbuhan UKM begitu pesat. Jumlah unit UKM menurut sektor ekonomi sebanyak 47.102.744 unit pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan sebesar 48.929.636 unit pada tahun 2006. Dalam hal penyerapan tenaga kerja oleh UKM juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 83.233.793 orang pada tahun 2005 dan meningkat menjadi 85.416.493 orang pada tahun 2006. Peranan UKM dalam penciptaan produk domestik bruto (PDB) nasional juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, peran UKM dalam penciptaan PDB nasional tercatat sebesar Rp 1.491.061,9 milyar dan mengalami peningkatan sebesar Rp 1.778.745,7 milyar pada tahun 2006.
3
4
Jika dilihat dari penyebarannya, pelaku UKM hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Pola seperti ini menjadikan peran UKM secara konseptual akan mudah dioptimalkan mengingat jangkauan perbankan sudah mencapai daerah-daerah di seluruh tanah air. Dilihat dari konsep otonomi daerah, keberadaan dan penyebaran UKM yang ada di seluruh tanah air akan menjadi motor penggerak ekonomi daerah dan ikut memberdayakan potensi ekonomi setempat yang sejalan dengan otonomi daerah. Demikian halnya yang terjadi di kota Cilegon, sektor UKM memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonominya disamping sektor usaha besarnya. Dari data yang dicatat oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kota Cilegon tahun 2007, kontribusi UKM dalam penciptaan PDB daerah sebesar Rp 9.784.253 juta pada tahun 2006, meningkat sebesar 17,8 % dibandingkan tahun 2005 yang hanya sebesar Rp 8.036.678 juta. Pertumbuhan PDB UKM terjadi di semua sektor ekonomi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 8,2 persen, diikuti sektor industri pengolahan sebesar 8,1 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 7,9 persen. Dari data dapat diketahui bahwa jumlah UKM sektor bangunan untuk wilayah Kota Cilegon mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005 berjumlah 2.180 unit meningkat menjadi 2.321 unit pada tahun 2006. Salah satu sub sektor dari industri bangunan adalah industri genteng. Jumlah perusahaan dalam industri tersebut mencapai 146 unit pada tahun 2006. UKM Mahkota merupakan salah satu unit usaha yang bergerak di bidang produksi genteng. UKM ini berada di Desa Ketileng yang dikenal sebagai sentra industri genteng di Kota Cilegon. Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai pengrajin genteng. Sampai tahun 2006, jumlah industri genteng di wilayah tersebut berjumlah 44 unit. Produk UKM Mahkota ini cukup dikenal di Kota Cilegon karena memiliki kualitas dan harga yang cukup bersaing. Pabrik genteng ini dapat memproduksi genteng rata-rata 200.000 genteng per bulan dengan harga jual Rp 400 per genteng, sehingga omzet rata-ratanya sebesar Rp 80.000.000 per bulan. Namun semakin banyaknya jumlah UKM industri genteng dan bata-genteng di kota tersebut membuat persaingan yang lebih ketat. Selain itu, industri genteng
4
5
adalah industri yang bersifat musiman. Pada waktu musim kemarau produksi genteng meningkat, hal ini dikarenakan mudahnya mendapatkan bahan baku dan permintaan akan genteng juga meningkat. Pada waktu musim hujan produksi genteng menurun, hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan pasokan bahan baku yang mengakibatkan harga bahan baku menjadi mahal dan permintaan genteng oleh konsumen juga menurun, yang disebabkan oleh sulitnya akses jalan menuju produsen genteng. Untuk mengatasi masalah pada waktu musim hujan, banyak UKM yang melakukan pemotongan harga untuk meningkatkan penjualan dan bersaing dengan UKM lain, meskipun dengan mengorbankan kualitas gentengnya untuk mengendalikan biaya-biaya produksinya. Dalam menghadapi persaingan yang ketat ini, UKM Mahkota memiliki strategi sendiri yaitu menjual produk gentengnya dengan harga tetap pada waktu musim kemarau maupun pada waktu musim hujan. UKM Mahkota ingin menjaga kualitas gentengnya dan menjaga hubungan dengan pelanggannya meskipun lebih banyak terjadi penurunan keuntungan. 1.2. Rumusan Masalah Dampak yang ditimbulkan dari membanjirnya perusahaan dalam industri genteng adalah terjadinya persaingan yang tajam dengan perusahaan yang sejenis. Selain itu, UKM dihadapkan pada kendala utama pada industri genteng yaitu pengaruh musim. Kondisi tersebut menuntut UKM Mahkota untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi dimana biaya produksi merupakan dasar bagi penetapan harga jual. Melalui efisiensi biaya produksi, UKM Mahkota akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran dan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Dengan demikian, sudah seharusnya setiap pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya.
5
6
Permasalahan yang dapat dirumuskan melalui penelitian ini antara lain adalah : 1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi yang selama ini dilakukan di UKM Mahkota? 2. Bagaimana metode alternatif perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi dengan menggunakan metode full costing dan variable costing pada musim hujan dan musim kemarau? 3. Bagaimana metode alternatif lain perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi dengan menggunakan metode activity based costing? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi yang selama ini dilakukan UKM Mahkota. 2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi UKM Mahkota dengan metode full costing dan variable costing untuk menentukan pengambilan keputusan UKM Mahkota tetap beroperasi atau tidak pada musim hujan dan musim kemarau. 3. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi UKM Mahkota dengan metode activity based costing untuk menentukan efisiensi biaya produksi UKM Mahkota. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan diperoleh melalui kegiatan penelitian mengenai penentuan harga pokok produksi ini adalah struktur biaya dan harga pokok produksi yang sesuai untuk diterapkan pada kondisi usaha yang bercirikan fluktuasi musim dengan pengendalian biaya-biayanya.
6
7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan hanya sebatas pada perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi. 2. Penelitian ini dilakukan pada usaha pembuatan genteng yang berproduksi massa, bukan atas dasar pesanan. 3. Penelitian ini dilakukan pada usaha pembuatan genteng yang menggunakan teknologi sederhana yaitu mesin-mesin sederhana yang masih dibantu dengan tenaga manusia. 4. Penelitian ini dilakukan hanya dengan melihat sisi pengusaha sebagai pelaku ekonomi dan tidak memasukkan unsur aspek dan kebijakan mengenai lingkungan.
7
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Genteng Kegiatan produksi pada industri genteng menghasilkan output utama berupa genteng, yang merupakan salah satu bahan bangunan dan merupakan komponen utama dalam pembuatan rumah sekaligus juga dalam mempercantik rumah itu sendiri. Genteng yang diproduksi pun bermacammacam bentuknya, tergantung kemampuan teknologi yang dimiliki oleh unit usahanya. Genteng biasa, umumnya yang terbuat dari tanah liat, biasanya di produksi oleh unit usaha skala kecil sampai menengah. Sedangkan untuk unit usaha dengan skala besar, yang mempunyai kecukupan modal dan teknologi tinggi, biasanya tidak hanya memproduksi satu atau dua jenis genteng saja. Gentengnya pun tidak hanya yang biasa saja, namun juga genteng beton. Genteng yang telah di produksi oleh unit usaha tersebut kemudian dipasarkan melalui toko-toko bangunan, atau dipasarkan sendiri. Strategi pemasarannya bermacam-macam, mulai dari promosi mulut ke mulut sampai kepada pemasangan iklan di media cetak. Seringkali unit usaha itu tidak
melakukan
serangkaian
promosi
untuk
memasarkan
produk
gentengnya, mereka hanya menunggu pembeli datang ke tempat mereka untuk membeli gentengnya. Hal ini dikarenakan unit-unit usaha ini berada di kawasan sentra usaha genteng, atau bisa kita sebut juga pasar genteng. Salah satunya bisa dijumpai di Kota Cilegon, tepatnya di desa Ketileng. Tingginya permintaan konsumen akan produk genteng di Kota Cilegon dan sekitarnya, terutama genteng yang terbuat dari tanah liat, disebabkan oleh harganya yang cukup murah dan kualitas gentengnya pun tidak kalah dengan genteng beton atau genteng tanah liat lain yang dibuat dengan teknologi tinggi. Dengan tingginya permintaan akan produk genteng tersebut, peluang untuk pengembangan produk yang akan menghasilkan kualitas genteng yang cukup tinggi semakin terbuka. Salah satu masalah yang dihadapi adalah keterbatasan modal dan teknologi yang dimiliki serta fluktuasi musim. Menurut data dari Badan Meteorologi dan Geofisika
8
9
(BMG), musim kemarau di Propinsi Banten terjadi sekitar bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2006 dan untuk musim hujan terjadi sekitar bulan Desember 2006 sampai dengan bulan Maret 2007. Pada saat musim kemarau penjualan genteng meningkat, hal ini disebabkan mudahnya mendapatkan bahan baku dan tingginya permintaan genteng oleh konsumen. Pada saat musim hujan, hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan bahan baku dan permintaan genteng oleh konsumen pun menurun. Sebagian besar usahausaha genteng yang ada di Kota Cilegon adalah usaha dengan skala kecil sampai menengah. Selain itu, masalah lain yang dihadapi dalam industri pembuatan genteng di Kota Cilegon ini adalah minimnya penguasaan terhadap pembuatan sistem akuntansi terutama sistem akuntansi biaya. 2.2. Pengertian Genteng Genteng merupakan salah satu penutup atap yang menjadi bagian terpenting dari atap (Wardana, 2004). Genteng adalah produk keramik yang tergolong jenis raga porus dengan kualitas rendah dimana bahan utamanya adalah tanah liat (clay). Dan genteng juga merupakan elemen utama pelindung bangunan dari panas dan hujan.. Jenis bahan lain yang dapat digunakan sebagai penutup atap yaitu sirap, asbes, fibersemen, beton, dan baja atau metal. Jenis, bentuk, bahan pembuat dan warna genteng berkembang mengikuti tren desain arsitektur. Fungsinya pun tidak lagi sebatas penutup atap, tapi sekaligus elemen mempercantik rumah. 2.3. Klasifikasi Genteng 2.3.1. Berdasarkan bahan bakunya Genteng dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Genteng tanah. Bahan dasar pembuatan genteng tanah adalah tanah liat yang dicetak baik secara manual (dengan tangan) atau menggunakan mesin press yang kemudian dibakar dengan sempurna. 2. Genteng beton. Terbuat dari campuran pasir atau abu batu dengan semen PC yang dicetak menggunakan mesin.
9
10
2.3.2. Berdasarkan bentuknya Genteng terdiri atas beragam jenis, yaitu: 1. Genteng Kodok Genteng kodok mempunyai bidang datar dan di bagian tengah bawah terdapat peninggian yang menyerupai kodok serta di salah satu tepinya terdapat lekukan beralur. Pembuatan genteng kodok ini dilakukan secara manual dengan tangan dan ada juga dengan mesin. Agar penampilan genteng lebih baik pada saat pemasangannya dan mencegah serangan lumut, genteng ini perlu dicat dengan cat genteng. Saat ini di pasaran sudah banyak beredar model genteng kodok yang sudah diglazur dengan warna transparan dan cokelat transparan. Tujuannya adalah untuk mencegah serangan lumut. Bahan dasar genteng kodok berupa tanah liat. Kelebihan genteng kodok ini antara lain berharga murah dan berbobot ringan, tetapi cukup kuat untuk diinjak. Sementara kekurangannya antara lain dalam hal pemasangan yang harus memerlukan kerapian dan ketelitian. Selain itu, bila permukaan genteng tidak di glazur maka akan mudah berlumut sehingga tampak kumuh. Genteng kodok tergolong ringan dibandingkan jenis lainnya, yaitu hanya sekitar 1,5-1,8 kg per buah. 2. Genteng Plentong. Genteng plentong atau genteng biasa ini memiliki permukaan yang datar. Seperti halnya genteng kodok, bahan dasar pembuatan genteng ini pun adalah tanah liat. Genteng ini paling umum digunakan karena selain harganya relatif murah, pemasangannya juga cukup mudah. Kebutuhan per meter persegi atap sebanyak 25 buah dengan berat 1,5 kg/buah. Kelebihan genteng plentong antara lain murah dan ringan. Sementara kekurangannya adalah sedikit rapuh atau kurang kuat untuk diinjak dan mudah terkena atau terserang lumut sehingga tampak kotor.
10
11
3. Genteng Morando Genteng ini ada yang diglazur dan ada yang non-glazur. Genteng yang belum diglazur sebaiknya perlu dicat untuk mencegah serangan lumut dan jamur. Genteng ini juga terbuat dari tanah liat. Spesifikasi genteng morando antara lain berat 2,3 kg/buah, isi 18 buah per m2, jarak rusuk 40 cm, jarak reng 27,5 cm, sistem sambungan interlock (seperti pemasangan batu bata), dan sudut kemiringan atap minimum 19 derajat. Kelebihan genteng morando antara lain cukup ringan, murah dan kuat. Sementara kekurangannya antara lain diperlukan ketelitian pada saat pemasangan agar tampak rapi. 4. Genteng Keramik Genteng ini cukup kuat dibanding jenis lainnya. Di pasaran genteng keramik memiliki banyak model dan warna. Bahan dasar pembuatan
genteng
ini
pun
adalah
tanah
liat.
Proses
pembuatannya melalui pembakaran pada suhu mencapai 1.100 derajat celcius dengan waktu selama 18 jam. Dengan pembakaran seperti ini menyebabkan genteng keramik cukup kuat dan tidak porus. Artinya, air tidak merembes dari permukaan genteng. Pembakarannya menggunakan oven sehingga ukuran genteng lebih presisi dan seragam. Setelah pembakaran, proses pembuatan selanjutnya adalah pewarnaan dan pemberian glazur. Dengan glazur, genteng ini mampu memantulkan panas sampai 90 % sehingga ruangan di bawahnya relatif dingin. Pilihan warna yang disediakan produsen di pasaran cukup banyak, di antaranya natural, oranye, kuning, biru, hijau, maroon, tosca, cokelat, abuabu, dan sebagainya. Adapun spesifikasi genteng keramik adalah berat 3,2 kg/buah, isi 14 buah /m2, jarak usuk 40 cm, dan sistem sambungan interlock.
11
12
5. Genteng Beton Di pasaran genteng beton juga memiliki banyak model dan warna, mulai dengan model lekukan sampai model rata atau flat. Warnanya pun bervariasi mulai dari cokelat, biru, hijau, atau kombinasi 2-3 warna dalam satu genteng. Bahan baku pembuatan genteng beton ini adalah campuran semen, pasir, bahan pengikat, bahan penguat, dan bahan pewarna. Ada dua tipe genteng beton, yaitu centurian dan nova pallace. Genteng beton tipe nova pallace merupakan produk dari lafarge yang modelnya berupa pelat atau rata. Cara pemasangan genteng tipe nova pallace ini sama dengan pola bata. Warnanya cukup beragam, yaitu hitam, cokelat, hijau, merah bata, dan maroon. 2.4. Proses Pembuatan Genteng 2.4.1. Bahan asal Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan genteng adalah tanah liat, tidak ada campuran pasir dan batu. 2.4.2. Proses 1. Tanah liat yang telah bersih dari pasir dan batu, kemudian dicampur oleh air dan diaduk. Proses pengadukan ini dilakukan manual oleh pekerja hanya dengan menggunakan bantuan tangan dan alat sederhana (mis, cangkul dan sekop). Tujuan dari pencampuran dan pengadukan ini adalah didapatkan tanah liat yang agak padat dan kenyal seperti adonan kue agar mudah diolah (dengan kata lain tidak hancur seperti pasir biasa). 2. Tanah liat yang telah diaduk kemudian dibawa ke mesin penggilingan. Tanah liat dimasukkan ke mesin sedikit demi sedikit dari bagian atas, lalu akan terbentuk tanah liat yang lebih padat dan lebih kenyal lagi dengan bentuk balok-balok. Setelah itu, tanah liat yang berbentuk balok-balok itu di bawa ke tempat pencetakan.
12
13
3. Ditempat pencetakan tanah liat yang berbentuk balok-balok itu disimpan sekaligus dicetak. Proses pencetakannya yaitu mulamula tanah liat itu dipotong seperlunya lalu ditaruh pada alat cetak. Setelah dicetak genteng yang masih basah tersebut didiamkan sebentar di tempat pencetakan dan diletakkan pada rak-rak yang tersedia, tujuannya adalah agar genteng menjadi setengah kering dan tidak berubah bentuk atau rusak ketika dijemur atau dikeringkan. 4. Genteng-genteng yang sudah setengah kering tersebut kemudian dijemur atau dikeringkan dibawah sinar matahari dari mulai pagi sampai sore, tujuannya adalah agar genteng menjadi lebih kering dan keras sehingga nanti pada waktu proses pembakaran genteng tidak mengalami cacat ataupun pecah. 5. Genteng-genteng yang telah benar-benar kering dan keras tersebut kemudian dibawa ke tempat pembakaran. Satu tempat pembakaran mampu menampung sekitar 8000 genteng. Proses pembakaran
dimulai
dengan
meletakkan
genteng-genteng
tersebut didalamnya kemudian baru dibakar, pembakarannya pun masih terbilang sederhana yaitu hanya menggunakan kayu bakar yang diletakkan dibawah tungku pembakaran ini. Proses pembakaran ini memakan waktu sehari semalam, dan apinya juga harus dijaga tidak boleh mengecil ataupun padam. 6. Genteng yang telah selesai dibakar tetap didiamkan terlebih dulu didalam tungku pembakaran sampai agak dingin, baru kemudian dibawa ke gudang untuk didinginkan kembali dan disimpan. Di gudang
ini
dilakukan
quality
control,
tujuannya adalah
memisahkan genteng yang benar bagus (tanpa cacat, retak atau rusak) dengan genteng yang kurang bagus (sedikt cacat atau retak) dan yang benar-benar rusak (patah atau pecah).
13
14
2.5. Teknologi dalam Pembuatan Genteng Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon, teknologi yang dipakai dalam industri genteng dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Teknologi rendah. Bisa juga dikatakan teknologi sederhana. Teknologi ini masih dipakai oleh industri genteng dengan skala kecil sampai menengah. Dalam teknologi ini, masih banyak menggunakan tenaga manusia untuk mencetak genteng dan panas matahari dalam pengeringannya. Untuk pembakarannya pun masih digunakan tungku sederhana yang terbuat dari batu bata dan menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. 2. Teknologi tinggi. Teknologi ini sudah diterapkan pada industri genteng dengan skala menengah keatas. Dalam teknologi ini, untuk mencetak gentengnya sudah digunakan mesin yang dapat mencetak secara otomatis. Dan untuk pengeringannya pun tidak menggunakan panas matahari, biasanya digunakan oven khusus. Untuk pembakarannya digunakan tungku dari baja dengan bahan bakar minyak tanah atau gas. 2.6. Skala Usaha dalam Industri Pembuatan Genteng Mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau 2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar/tahun. Untuk kriteria usaha menengah: 1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5 miliar, dan 2. Untuk sektor non-industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3 miliar. Selain itu, Biro Pusat Statistik mempunyai kriteria usaha kecil jika karyawannya 5-19 orang; jika kurang dari 5 karyawan digolongkan usaha rumah tangga, dan usaha menengah jika terdiri atas 20-99 karyawan.
14
15
Berdasarkan pengertian mengenai kriteria usaha kecil menengah menurut Undang-undang dan Biro Pusat Statistik, maka industri genteng pun memiliki kriteria yang sama. Dan menurut kriteria dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon, industri genteng dengan skala usaha kecil memiliki kekayaan tidak lebih dari Rp 100 juta dan memiliki karyawan 5 sampai 20 orang. Dan untuk industri genteng dengan skala menengah, kriterianya adalah memiliki kekayaan diatas Rp 100 juta sampai Rp 500 juta dan memiliki 20 sampai 100 karyawan. 2.7. Struktur Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi Perusahaan Genteng Komponen pembentuk harga pokok produksi dari perusahaan genteng pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Biaya bahan baku Biaya bahan baku dari perusahaan genteng umumnya adalah tanah liat. 2. Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja dialokasikan berdasarkan aktivitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan genteng tersebut. Misalnya untuk bagian pembuatan genteng dan bagian pengiriman. 3. Biaya overhead pabrik (biaya lain-lain) Biaya overhead pabrik atau menurut perusahaan genteng umumnya adalah biaya lain-lain. Yang mencakup biaya lain-lain adalah biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Misalnya biaya bahan bakar, biaya listrik dan air dan biaya penyusutan. Pada perhitungan keuntungannya, perusahaan genteng umumnya menambahkan sejumlah keuntungan yang diinginkannya ke dalam harga pokok produksinya, sehingga akan didapatkan harga jual genteng.
15
16
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Biaya Perusahaan yang bertujuan mencari laba maupun perusahaan nirlaba bertujuan mengolah masukan berupa sumber ekonomi lain yang nilainya harus lebih tinggi dari nilai masukannya. Dengan demikian perusahaan akan mampu mempertahankan eksistensinya dan berkembang (Mulyadi, 1999). Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi, akan menghasilkan keuntungan (Swastha dan Ibnu Sukotjo dalam Rahany, 2003). Menurut Hansen (1999), biaya merupakan uang atau nilai setara uang yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan akan memberikan keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan. Menurut Mulyadi (1999), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Sehingga dapat disimpulkan dalam definisi biaya tersebut ada empat unsur pokok, yaitu: 1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. 2. Diukur dalam satuan uang. 3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi. 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. 3.1.2. Klasifikasi Biaya Biaya
diklasifikasikan
dengan
berbagai
macam
cara.
Umumnya, klasifikasi biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan pengklasifikasian tersebut. Lebih lanjut Mulyadi (1999) mengklasifikasikan biaya menurut:
16
17
1. Obyek Pengeluaran Dalam cara klasifikasi ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama obyek pengeluarannya adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. Contoh pengklasifikasian biaya atas dasar obyek pengeluaran dalam perusahaan kertas adalah sebagai berikut: biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah, biaya depresiasi, biaya mesin, biaya asuransi dan biaya bunga. 2. Fungsi Pokok dalam Perusahaan Menurut fungsi pokoknya dalam perusahaan, biaya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Biaya produksi Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Secara garis besar, biaya produksi ini di bagi menjadi : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut pula dengan istilah biaya utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead cost sering disebut dengan istilah biaya konversi (conversion cost) yang merupakan biaya untuk mengkonversi (mengubah) bahan baku menjadi produk jadi. 2. Biaya pemasaran Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya pengiriman, biaya perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, dan biaya gudang produk jadi. 3. Biaya administrasi dan umum Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah
17
18
kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan. Biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum dapat di sebut juga dengan biaya nonproduksi. 3. Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk ataupun departemen. Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi dua : biaya produksi
tidak
departemen,
langsung.
biaya
dibagi
produksi langsung dan biaya Dalam
hubungannya
menjadi dua:
biaya
dengan langsung
departemen dan biaya tidak langsung departemen. Sehingga pengelompokkan biaya menurut hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, yaitu: 1. Biaya langsung (direct cost). Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Contoh dari biaya langsung, yaitu : biaya produksi langsung dan biaya langsung departemen. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Sedangkan biaya langsung departemen yaitu semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. 2. Biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Dalam hubungannya dengan departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di suatu departemen tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen.
18
19
4. Perilakunya dalam Hubungannya dengan Volume Kegiatan
Perubahan
Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi: 1. Biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 2. Biaya semivariabel. Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semivariabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel. 3. Biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu. 5. Jangka Waktu Manfaatnya Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua: 1. Pengeluaran modal (capital expenditures). Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai harga pokok aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contohnya adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk reparasi besar terhadap aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran,
dan
pengeluaran
pengembangan suatu produk.
19
untuk
riset
dan
20
2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures). Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Contohnya antara lain adalah biaya iklan, biaya telepon, dan biaya tenaga kerja. 3.1.3. Harga Pokok Produksi Manullang (1995), menyatakan bahwa harga pokok produksi adalah jumlah biaya seharusnya untuk memproduksikan suatu barang ditambah biaya seharusnya lainnya hingga barang itu berada di pasar. Menurut Mulyadi (1999), harga pokok produksi merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (berupa persediaan produk jadi). Lebih lanjut Mulyadi (1999) menyatakan bahwa ada tiga tujuan utama dari perhitungan harga pokok produksi, yaitu: 1. Sebagai dasar untuk menetapkan harga di pasar penjualan produk. 2. Untuk menetapkan besar laba yang akan didapat dalam pertukaran, dan 3. Sebagai alat untuk menilai efisiensi dari suatu proses produksi. 3.1.4. Pengumpulan Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (1999), dalam pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya yaitu : biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi ini membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode masih dalam proses. Biaya nonproduksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk. Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara produksi. Secara garis besar, cara memproduksi produk dapat dibagi menjadi dua macam : produksi atas dasar pesanan dan produksi massa. Dan metode pengumpulan produksinya pun dibagi menjadi dua, yaitu:
20
21
1. Metode harga pokok pesanan (job order cost method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan untuk memenuhi pesanan tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan. 2. Metode harga pokok proses (process cost method). Pengumpulan harga pokok produksi ini digunakan pada perusahaan yang berproduksi massa. Dalam metode ini biayabiaya produksi dikumpulkan untuk periode tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam periode tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk periode tersebut dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian harga pokok proses (process cost method) dan harga pokok pesanan (job order cost method) tersebut, dapat dikatakan bahwa keduanya merupakan metode yang berdasarkan volume based costing. 3.1.5. Penentuan Harga Pokok Produksi Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi terdapat tiga metode, yaitu: full costing, variable costing dan activity based costing (Mulyadi, 2003). 1. Metode Full Costing Full costing atau sering pula disebut absorption atau conventional costing adalah metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk.
21
22
Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (unsur harga pokok penjualan) apabila produk jadi tersebut telah terjual. Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal, maka jika dalam suatu periode biaya overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut, akan terjadi pembebanan overhead lebih atau pembebanan overhead kurang. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tersebut digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok produk yang masih dalam persediaan tersebut (baik yang berupa persediaan produk dalam proses maupun produk jadi). Namun jika dalam suatu periode akuntansi tidak terjadi pembebanan overhead lebih atau kurang, maka biaya overhead tetap tidak mempunyai pengaruh terhadap perhitungan laba/rugi sebelum produknya laku dijual. Full costing hanya secara sederhana mengelompokkan biaya menurut fungsi pokok organisasi perusahaan manufaktur, sehingga biaya dikelompokkan menjadi biaya produksi (yang terjadi di fungsi produksi) dan biaya nonproduksi (biaya yang terjadi di fungsi selain fungsi produksi seperti pemasaran dan fungsi administrasi dan umum). Biaya produksi merupakan komponen biaya penuh produk, sedangkan biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum diperlakukan sebagai biaya periode dalam full costing.
22
23
2. Metode Variable Costing Variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Dalam metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian biaya overhead pabrik tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya. Metode full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual. Jadi biaya overhead pabrik yang terjadi, baik yang berperilaku tetap maupun variabel, masih dianggap sebagai aktiva (karena melekat pada persediaan) sebelum persediaan tersebut terjual. Sebaliknya metode variable costing tidak menyetujui penundaan pembebanan biaya overhead pabrik tetap tersebut (atau dengan kata lain tidak menyetujui pembebanan biaya overhead tetap kepada produk). Menurut metode variable costing, penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama dalam periode yang akan datang. Variable costing memperbaiki informasi biaya penuh produk dengan mengelompokkan biaya menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Namun, karena variable costing memiliki tujuan yang sama dengan full costing yaitu ditujukan terutama untuk keperluan penilaian persediaan (inventory evaluation) yang dicantumkan dalam neraca dan dalam perhitungan laporan rugi laba bagi pihak luar perusahaan, maka perbaikan yang dilakukan oleh variable costing hanya terbatas pada biaya fase produksi saja. Variable costing
23
24
hanya memperhitungkan biaya penuh produk terbatas pada biaya produksi variabel saja. Biaya produksi tetap diperlakukan sebagai biaya periode. Selain itu, variabilitas biaya menurut variable costing hanya dihubungkan dengan aktivitas yang bersangkutan dengan jumlah produk yang diproduksi. Oleh karena itu, jika biaya penuh produk tidak hanya bervariasi dalam hubungannya dengan jumlah produk yang dihasilkan namun sebagian besar yang lain bervariasi dengan aktivitas yang bersangkutan dengan batch produksi dan aktivitas yang bersangkutan dengan produk, maka biaya penuh produk menurut variable costing tidak menggambarkan secara cermat sumber daya yang dikorbankan untuk produk. 3. Metode Activity Based Costing Activity based costing merupakan metode penentuan harga pokok produk yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok produk secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk (Mulyadi, 1993). Sistem penentuan biaya dengan activity based costing adalah sistem akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa (Simamora, 1999). Activity based costing juga menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver). Menurut Carter dan Usry (2002), activity based costing (ABC) didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dangan volume (non
24
25
volume related factor). ABC mengakui bahwa banyak biayabiaya lain yang pada kenyataannya dapat ditelusuri tidak ke unit output, tetapi ke aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output.
Dalam
ABC,
dasar
yang
digunakan
untuk
mengalokasikan biaya overhead disebut sebagai penggerak atau pemicu (driver). Pemicu sumber daya (resource driver) adalah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari suatu sumber daya ke berbagai aktivitas berbeda yang menggunakan sumber daya tersebut. Pemicu aktivitas (activity driver) adalah suatu dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari suatu aktivitas ke produk, pelanggan, atau objek biaya. ABC mengakui aktivitas, biaya aktivitas, dan pemicu aktivitas pada tingkatan agregasi yang berbeda dalam satu lingkungan produksi. Empat tingkat yang umumnya diidentifikasikan adalah unit, batch, produk dan pabrik. Tingkatan yang berbeda sebenarnya adalah tingkatan agregasi data yang berbeda. Suatu batch adalah jumlah, atau agregasi, dari unit-unit identik menyusunnya. Suatu produk adalah agregasi dari banyak batch. Suatu pabrik dapat dianggap sebagai suatu agregasi dari semua produknya. 1. Biaya tingkat unit (unit level activity cost). Biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya energi dan biaya angkutan. Biaya ini dibebankan kepada produk berdasarkan jumlah unit produk yang dihasilkan. 2. Biaya tingkat batch (batch level activity cost). Biaya ini berhubungan dengan batch produk yang dihasilkan. Setup cost, yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan mesin dan peralatan. Sebelum suatu order produksi diproses, biaya pengangkutan bahan baku dalam pabrik, biaya inspeksi, biaya order pembelian dan lain-lain. Besar kecilnya biaya ini tergantung dari frekuensi order
25
26
produksi yang diolah oleh fungsi produksi. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap order produksi. 3. Biaya tingkat produk (product level activity cost). Biaya ini berhubungan dengan penelitian dan pengembangan produk tertentu dan biaya-biaya untuk mempertahankan produk agar tetap dipasarkan. Biaya ini tidak dipengruhi oleh jumlah unit produksi dan jumlah batch produksi yang dilaksanakan oleh divisi pemasaran. Contoh biaya ini adalah biaya desain produk, desain proses pengolahan produk dan pengujian produk. Biaya ini dibebankan kepada produk berdasarkan taksiran jumlah unit produk tertentu yang akan dihasilkan selama umur produk tersebut. 4. Biaya tingkat pabrik (facility level activity cost). Biaya
ini
berhubungan
dengan
kegiatan
untuk
mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Biaya depresiasi dan amortisasi, biaya asuransi, biaya gaji karyawan kunci perusahaan. Biaya ini dibebankan kepada produk atas dasar taksiran unit produk yang dihasilkan pada kapasitas normal divisi penjualan. Sistem activity based costing memiliki manfaat dan keterbatasan, berikut adalah manfaat dan keterbatasan dari activity-based costing: 1. Manfaat Activity Based Costing Activity based costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh alokasi biaya metode konvensional (full costing dan variable costing). Activity based costing juga memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa, dan aktivitas perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka panjang.
26
27
Menurut Blocher (2000), manfaat utama activity based costing adalah: 1. Activity based costing menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarah pada pengukuran profitabilitas yang lebih akurat dan kepada keputusan strategik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar dan pengeluaran modal. 2. Activity based costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk meningkatkan product value dan process value dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desai produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan value. 3. Activity based costing memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis 2. Keterbatasan Activity Based Costing Meskipun activity based costing memberikan alternatif penelusuran biaya ke produk individual secara lebih baik, tetapi juga mempunyai keterbatasan yang harus diperhatikan sebelum menggunakannya untuk menghitung biaya produk (Blocher, 2000). 1. Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut. Contoh beberapa biaya untuk
mempertahankan
fasilitas,
seperti
aktivitas
membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi.
27
28
2. Mengabaikan biaya. Keterbatasan lain dari activity based costing adalah beberapa biaya yang diidentifikasi pada produk tertentu dapat diabaikan dari analisis. Aktivitas yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset dan pengembangan, rekayasa produk dan klaim garansi. 3. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem activity based costing sangat mahal untuk dikembangkan dan implemetasikan. Disamping itu juga membutuhkan waktu yang banyak. Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif, biasanya diperlukan waktu yang
lebih
untuk
mengembangkan
dan
mengimplementasikan activity based costing dengan sukses. 3.1.6. Penentuan Laba/Rugi 1. Metode Full Costing Laporan laba/rugi yang disusun dengan metode full costing menitikberatkan pada penyajian unsur-unsur biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi-fungsi pokok yang ada dalam perusahaan (Mulyadi, 1999). Dengan demikian laporan laba/rugi metode full costing adalah sebagai berikut: Hasil penjualan Harga pokok penjualan (termasuk BOP tetap) Laba/rugi bruto Biaya pemasaran Biaya administrasi dan umum
xx xx xx
-
xx xx + xx xx
Laba/rugi bersih
Laporan laba/rugi tersebut menyajikan biaya-biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi produksi, pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum.
28
29
2. Metode Variable Costing Laporan
laba/rugi
metode
variable
costing
lebih
menitikberatkan pada penyajian biaya sesuai dengan perilakunya dalam
hubungannya
dengan
perubahan
volume
kegiatan
(Mulyadi, 1999). Laporan laba/rugi dengan metode variable costing adalah sebagai berikut: Hasil penjualan Dikurangi biaya-biaya variabel: Biaya produksi variabel Biaya pemasaran variabel Biaya administrasi dan umum variabel Laba/rugi kontribusi Dikurangi biaya-biaya tetap: Biaya produksi tetap Biaya pemasaran tetap Biaya administrasi dan umum tetap
xx xx xx xx + xx xx xx xx xx + xx xx
Laba/rugi bersih
Dalam laporan laba/rugi variable costing tersebut biaya tetap disajikan dalam kelompok tersendiri yang harus ditutup dari laba kontribusi yang diperoleh perusahaan, sebelum timbul laba bersih. Dengan menyajikan semua biaya tetap dalam satu kelompok tersendiri dalam laporan laba/rugi ini, manajemen dapat memusatkan perhatian pada perilaku biaya tetap ini dan dapat melakukan pengawasan terhadap biaya tersebut, baik dalam perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Metode Activity Based Costing Menurut Mulyadi (2003), untuk penyusunan laporan laba/rugi menurut activity based costing digolongkan ke dalam tiga unsur berikut ini: 1) harga pokok produk yang dijual, 2) biaya pemasaran, 3) biaya administrasi dan umum. Laporan laba/rugi dengan metode activity based costing adalah sebagai berikut:
29
30
Hasil penjualan Harga pokok produk yang dijual Laba/rugi bruto Biaya usaha: Biaya pemasaran Biaya administrasi dan umum
xx xx xx xx xx + xx xx
Laba/rugi bersih 3.1.7. Manajemen Berbasis Aktivitas
Menurut Hansen dan Maryanne (1999), manajemen berbasis aktivitas atau activity based management (ABM) adalah suatu sistem yang luas, pendekatan terintegrasi yang memfokuskan perhatian manajemen pada aktivitas dengan tujuan meningkatkan nilai pelanggan dan keuntungan, ABM mengutamakan kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas (ABC) dan analisis proses. Manajemen berbasis aktivitas menurut Cooper dan Kaplan dalam Tunggal (2000), adalah manajemen yang menggunakan informasi yang diperoleh dari metode ABC untuk melakukan perbaikan berbagai aktivitas dalam perusahaan. Perbaikan proses produksi dapat dilakukan menurut empat cara, yaitu : 1. Reduksi aktivitas adalah mengurangi waktu usaha yang diperlukan untuk membentuk suatu aktivitas. 2. Eliminasi aktivitas adalah mengurangi satu atau beberapa aktivitas dari rangkaian proses produksi tanpa mengganggu atau mengurangi kegunaan produk yang diciptakan. 3. Seleksi aktivitas adalah memilih alternatif desain produksi yang memberikan biaya produksi lebih rendah. 4. Kebersamaan (sharing) aktivitas adalah menggabungkan atau melakukan beberapa aktivitas secara bersama-sama untuk skala ekonomi usaha.
30
31
3.1.8. Perbedaan Metode Activity-Based Costing dengan Metode Konvensional Menurut Tunggal (2003), metode activity-based costing dan metode konvensional (full costing dan variable costing) mempunyai perbedaan sebagai berikut: 1. Activity-based costing mengunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk
mengkonsumsikan. Metode
konvensional mengalokasikan biaya overhead secara arbitrer berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif dengan demikian gagal menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk individual. 2. Fokus activity-based costing adalah biaya, mutu, dan faktor waktu. Metode konvensional terutama fokus pada kinerja keuangan
jangka pendek, seperti laba. Apabila
metode
konvensional digunakan untuk menetapkan harga dan untuk mengidentifikasi produk yang menguntungkan, angka-angka tidak dapat diandalkan. 3. Metode konvensional mengukur sumber daya yang dikonsumsi dalam proporsi terhadap jumlah unit dari produk individual, akan tetapi beberapa sumber daya tidak disebabkan oleh jumlah unit yang diproduksi, tetapi merupakan suatu fungsi dari aktivitas batch, produk, dan penopang aktivitas. Keuntungan utama menggunakan activity-based costing adalah kemampuannya untuk mengukur konsumsi overhead berdasarkan aktivitas batch, dan penopang produk dan mengalokasikan overhead secara akurat ke produk.
31
32
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Tujuan dari didirikannya suatu usaha, terutama usaha kecil menengah (UKM), adalah untuk mendapatkan keuntungan guna menjaga kelangsungan hidupnya. Perencanaan keuntungan bukan hal yang mudah untuk dilakukan karena penetapannya harus didasarkan pertimbangan baik dari internal maupun
eksternal
yang
secara
langsung
maupun
tidak
langsung
mempengaruhi penetapan keuntungan itu sendiri. Dalam penetapan keuntungan yang diperoleh oleh UKM selama jangka waktu tertentu, maka UKM perlu mengetahui berapa hasil yang diperoleh dari penjualan hasil produksinya tersebut, dan biaya-biaya yang harus diperhitungkan dalam rangka penjualan hasil produksi yang dimaksud. Untuk itu UKM perlu menetapkan suatu harga pokok yang tepat dalam memasarkan produknya agar mampu bersaing di pasaran. Persaingan yang semakin ketat dalam industri genteng, terutama persaingan dalam hal harga jual genteng, membuat UKM Mahkota harus jeli dalam menetapkan harga jualnya. Penetapan suatu harga jual tidak terlepas dari penetapan harga pokok produksi, karena dalam menentukan harga jual perlu dipertimbangkan harga pokok produksi disamping biaya pemasaran dan administrasi dan umum. UKM Mahkota masih menggunakan metode yang sederhana dan tidak mengikuti sistem akuntansi biaya dalam penentuan harga pokok produksi dan laba/ruginya. Untuk itu, dilakukan suatu alternatif penghitungan harga pokok produksi dan laba/rugi dengan menggunakan metode full costing, variable costing, dan activity based costing. Ketiga metode yang digunakan dalam penetapan harga pokok produksi dan laba/rugi ini akan dihitung untuk kemudian dibandingkan guna mengetahui metode mana yang cocok untuk UKM yang bergerak di industri genteng ini dan juga menguntungkan baik untuk UKM Mahkota itu sendiri maupun konsumennya. Secara garis besar, kerangka pemikiran penelitian ini seperti yang terlihat pada gambar 1 di bawah ini
32
33
Persaingan Penjualan
UKM Mahkota
Biaya Produksi
Harga Pokok Produksi
Laba/Rugi
Penentuan Harga Pokok Produksi
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja
Harga Pokok Penjualan
Metode UKM
Biaya Overhead Pabrik
Metode Full Costing
Metode Variable Costing
Perbandingan
Penentuan Harga Pokok Produksi yang Tepat
Rekomendasi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Ket :
yang telah dilakukan yang akan di teliti
33
Metode ABC
34
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM genteng press Mahkota yang berlokasi di Jln. Ketileng Timur no. 92 RT/RW 01/01, desa Ketileng, kota Cilegon. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan UKM yang bergerak di bidang bangunan yang memproduksi genteng dengan berbagai model, selain itu perusahaan adalah UKM cukup dikenal oleh masyarakat di desa Ketileng, kota Cilegon dan produknya cukup dikenal oleh masyarakat khususnya oleh instansi pemerintah. Waktu penelitian ini dilaksanakan secara efektif selama tiga bulan, yaitu dimulai dari bulan April hingga bulan Juni. 3.3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan data sekunder yang digunakan diperoleh dari laporan produksi dan dokumen-dokumen perusahaan serta lembaga-lembaga terkait, dan literatur yang relevan dengan penelitian. Periode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode akuntansi tahun 2006 sampai dengan tahun 2007, pada bulan Juli sampai dengan Oktober tahun 2006 untuk musim kemarau dan pada bulan Januari tahun 2007 sampai dengan April tahun 2007. Periode analisis tersebut didasarkan pada informasi berdasarkan BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) mengenai musim kemarau dan musim hujan dan laporan keuangan UKM Mahkota pada saat musim kemarau dan musim hujan tersebut. Jenis dan sumber data disajikan pada Tabel 1.
34
35
Tabel 1. Jenis dan sumber data Jenis Data I. Data primer 1. Struktur organisasi 2. Kegiatan produksi a. Volume produksi b. Kapasitas produksi c. Jam tenaga kerja langsung d. Biaya bahan baku dan bahan penolong e. Biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan f. Biaya penyusutan mesin dan kendaraan g. Aktivitas produksi 3. Personalia a. Jumlah pekerja b. Gaji pekerja II. Data sekunder 1. Data laporan produksi 2. Profil perusahaan 3. Data unit usaha kecil, menengah dan besar 4. Data perkembangan industri genteng 5. Berbagai literatur dan karya ilmiah yang dianggap relevan dengan penelitian a. Hasil penelitian terdahulu mengenai penetapan harga pokok produksi b. Buku teks mengenai metode penetapan harga pokok produksi yang datanya masih relevan untuk digunakan
Sumber Data Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Departemen Koperasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Hasil penelitian oleh peneliti sebelumnya Buku teks yang relevan dengan penelitian
3.3.3. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis melakukan riset lapangan (field research) untuk memperoleh data-data yang diperlukan yaitu dengan cara langsung mendatangi perusahaan dimana penulis melakukan penelitian dan menemui pihak-pihak yang terkait yang dapat memberikan data yang relevan dengan penelitian. Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh data dari perusahaan yang bersangkutan adalah sebagai berikut:
35
36
1. Wawancara mendalam (indepth interview) yang dilakukan terhadap pihak perusahaan dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang terkait dengan tujuan penelitian. Pemilihan tersebut
dilakukan
secara
sengaja
(purposive)
dengan
mempertimbangkan faktor pemahaman mengenai aktivitas produksi dan perhitungan harga pokok produksi. 2. Pengamatan (observasi) terhadap aktivitas produksi yang dilakukan para pekerja dalam menghasilkan produk. 3. Studi literatur dengan memanfaatkan berbagai laporan dan bukubuku penunjang yang relevan. 3.3.3. Pengolahan dan Analisis Data Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produk pada penelitian ini adalah metode full costing, variable costing dan activity-based costing. Penggunaan ketiga metode ini bertujuan untuk membandingkan harga pokok produksi mana yang akan memberikan keuntungan yang optimal bagi UKM Mahkota. Analisis data dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan pada perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi dengan metode perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi yang selama ini dilakukan oleh perusahaan dan dengan menggunakan metode full costing, variable costing dan activity based costing. Sedangkan analisis kualitatif yaitu dengan
melakukan
analisis
deskriptif
komparatif
untuk
membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi dengan menggunakan metode UKM Mahkota dan metode full costing, variable costing dan activity based costing serta melihat perbandingan dari hasil perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi dengan berdasar pada keempat metode tersebut:
36
37
A. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode UKM Mahkota Perhitungan harga pokok produksi genteng per unit yang dilakukan oleh perusahaan sangat sederhana. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam penetapan harga pokok produksi meliputi biaya tanah liat, kayu bakar, solar dan miyak tanah, ongkos cetak, ongkos bakar dan angkut, biaya kerusakan dan pemeliharaan dan biaya penyusutan. Biaya-biaya tersebut belum dikelompokkan ke dalam biaya-biaya pembentuk harga pokok produksi seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead (biaya lainlain). Perhitungan biaya-biaya tersebut tidak diperhitungkan secara rinci tetapi hanya dikelompokkan ke dalam satu kelompok biaya-biaya
dan
merupakan
dianggarkan setiap bulannya.
suatu
estimasi
biaya
yang
Untuk perhitungan laba atau
ruginya, dilakukan dengan penambahan keuntungan Rp 100 dari harga pokok produksi tersebut. B. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Full Costing Menurut Mulyadi (1999), pada metode full costing semua biaya diperlakukan sebagai harga pokok tanpa memperhatikan apakah biaya tersebut variabel atau tetap. Harga pokok produksi dengan metode full costing terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel. Laporan laba/rugi dengan metode full costing menyajikan biaya-biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi produksi, pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Dengan demikian, perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi menurut metode full costing adalah sebagai berikut:
37
38
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Biaya produksi : Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja Biaya overhead pabrik tetap Biaya overhead pabrik variabel Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan Laba/rugi bruto Biaya komersial: Biaya pemasaran Tetap Variabel Biaya administrasi dan umum Tetap Variabel Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
xx xx
xx xx xx xx + xx + xx xx xx xx
xx xx xx xx + xx xx
C. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Variable Costing Menurut Mulyadi (1999), dalam metode variable costing hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Dalam laporan laba/rugi variable costing, biaya tetap disajikan dalam kelompok tersendiri yang harus ditutup dari laba kontribusi yang diperoleh perusahaan, sebelum timbul laba bersih. Dengan demikian perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi menurut metode variable costing adalah sebagai berikut:
38
39
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Biaya produksi : Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja Biaya overhead pabrik variabel Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan Biaya pemasaran variabel Biaya administrasi dan umum variabel Total biaya variabel Laba/rugi kontribusi Biaya tetap: Biaya overhead pabrik tetap Biaya pemasaran tetap Biaya administrasi dan umum Tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
xx xx
xx xx xx + xx + xx xx xx xx xx + xx xx xx xx xx + xx xx
D. Analisis Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Activity Based Costing Perhitungan harga pokok produksi dengan metode activity based costing diawali dengan pengidentifikasian tahapan dan aktivitas produksi yang menghasilkan produk genteng. Biaya overhead pabrik (biaya tidak langsung) yang ditimbulkan akibat dilakukannya aktivitas tersebut meliputi biaya penggunaan bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya listrik, biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan, biaya penyusutan mesin dan peralatan, serta biaya penyusutan kendaraan. Pemicu biaya/cost driver (suatu kegiatan yang menimbulkan biaya) yang dipilih untuk perhitungan meliputi jumlah unit yang diproduksi (JU), jam peralatan (JP), kilowatt hour (KWH), jumlah pembelian bahan (JPB) dan luas bangunan (LB).
39
40
Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan aktivitas terdiri dari dua tahap (Tunggal, 1995), tahap pertama yaitu: 1. Pengelompokkan berbagai aktivitas ke dalam berbagai kelompok 2. Menghubungkan berbagai biaya dari setiap kelompok aktivitas. 3. Pengelompokkan biaya overhead pabrik kedalam kelompok biaya yang homogen. 4. Penentuan tarif kelompok (pool rate).
Penentuan Tarif Kelompok
=
Jumlah biaya Jumlah pemicu biaya yang terpilih
..(1)
Dari hasil perhitungan diatas akan diperoleh tarif pemacu biaya, misalnya Rp/KWH. Tahap kedua yaitu penelusuran masingmasing biaya overhead pabrik ke berbagai model produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok (pool rate). Dengan demikian, biaya overhead pabrik yang dibebankan dari setiap kelompok biaya ke setiap produk dihitung sebagai berikut:
Biaya yang dibebankan = Tarif kelompok x Unit pemacu biaya
..(2)
Total biaya overhead pabrik per unit produk diperoleh dengan pertama-tama menelusuri biaya overhead pabrik dari kelompok ke produk individual. Total ini kemudian dibagi dengan jumlah unit yang dihasilkan hasilnya adalah biaya overhead pabrik per unit. Keseluruhan biaya yang akan dikalkulasikan selanjutnya dikelompokkan ke dalam: 1. Biaya langsung yang meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
40
41
2. Biaya overhead pabrik (biaya tidak langsung) yang meliputi biaya penggunaan bahan penolong, biaya penggunaan listrik, biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan, biaya penyusutan mesin dan peralatan, serta biaya penyusutan kendaraan. Penyusunan laporan laba/rugi menurut activity based costing digolongkan ke dalam tiga unsur berikut ini: 1) harga pokok produk yang dijual, 2) biaya pemasaran, 3) biaya administrasi dan umum. Dengan demikian perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi menurut metode activity based costing adalah sebagai berikut: Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Biaya produksi : Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja Biaya overhead pabrik Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan Laba/rugi bruto Biaya usaha: Biaya pemasaran Biaya administrasi dan umum Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
41
xx xx
xx xx xx + xx + xx xx xx xx xx xx + xx xx
42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Mahkota didirikan pada bulan Maret 1982 di Desa Ketileng, Kota Cilegon, Propinsi Banten sebagai usaha kecil menengah yang bergerak di bidang bangunan yang memproduksi genteng press. Mahkota dirintis oleh bapak H. Maksum bersama istrinya sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Pada awal berdirinya Mahkota
belum
terdaftar
dalam
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan (Disperindag) kota Cilegon, namun baru pada tahun 1993
Mahkota
memiliki
surat
izin
dengan
No.
048/30.20.020/lmd/b/Iz.00.01/IV/2006 dan terus diperbaharui sampai sekarang. Menurut Disperindag, Mahkota termasuk industri genteng press dengan skala usaha kecil menengah (UKM). Sebelum didirikannya Mahkota, H. Maksum bekerja di perusahaan genteng milik ayahnya. Karena ingin berusaha mandiri maka ia membuat sebuah pabrik baru di samping perusahaan ayahnya pada tahun 1982 dengan pinjaman modal dari bank. Dari pabrik itulah awal mulanya Mahkota. Berkat kerja kerasnya dan dukungan dari sang istri, Mahkota terus mengalami perkembangan. Pada tahun 1992, karena semakin banyaknya permintaan konsumen akan produk gentengnya, Mahkota membuat beberapa pabrik baru. Industri genteng adalah salah satu dari industri bangunan selain industri bata, yang dipengaruhi oleh musim. Banyak UKM sejenis yang tidak mampu bertahan dengan kendala musim tersebut. Namun, Mahkota, dari awal berdirinya sampai dengan sekarang masih terus bertahan dan terus mengalami perkembangan karena produk mereka yang bagus dan dikenal oleh masyarakat khususnya masyarakat Cilegon. Produk genteng Mahkota juga tidak hanya dikenal di daerah Cilegon saja, banyak pelanggannya juga yang datang dari Kabupaten Serang, Lebak dan Pandeglang.
42
43
4.1.2. Lokasi dan Letak Pabrik Kantor Mahkota berada di rumah bapak H. Maksum, yaitu di jalan Ketileng Timur no. 92 RT/RW 01/01 Cilegon. Pabrik dari Mahkota berada di 3 lokasi. Yang pertama bersebelahan dengan kantor, disini digunakan sebagai tempat pencetakan dan gudang. Pabrik yang kedua berjarak sekitar 200 meter, disini digunakan sebagai tempat pembakaran dan juga sekaligus tempat pencetakan dan pengeringan. Pabrik yang ketiga bersebelahan dengan pabrik kedua, disini hanya digunakan sebagai tempat pembakaran. 4.1.3. Struktur Organisasi Mahkota merupakan perusahaan keluarga, sehingga hampir semua kegiatan manajemen masih dipegang oleh bapak H. Maksum dibantu dengan istrinya. H. Maksum sebagai pimpinan dan pendiri memegang bagian keuangan dan operasional perusahaan, sedangkan untuk bagian sumber daya manusia dipengang oleh istrinya. Kegiatan produksi diserahkan langsung kepada karyawannya dan mendapat pengawasan langsung dari pimpinan. 4.1.4. Ketenagakerjaan Karyawan dari Mahkota terdiri dari 24 orang yang merupakan pekerja tetap, selain itu ada tambahan dari anggota keluarganya yang kadang ikut membantu. Pembagian tugas didasarkan pada aktivitas produksi yang dilakukan oleh Mahkota. Karyawan yang bertugas mencampur
dan
mengaduk,
menggiling,
mencetak
dan
mengeringkan, dan mengangkut genteng dari tungku pembakaran ke gudang, bekerja selama enam hari dalam seminggu mulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Bagi karyawan yang bertugas membakar genteng bekerja sehari semalam dengan bergantian. Tenaga kerja yang dimiliki oleh Mahkota berasal dari latar belakang pendidikan yang beragam. Sebagian besar tenaga kerja memiliki latar belakang pendidikan sebagai lulusan SD hingga SLTP. Sebagian ada yang tidak memiliki latar belakang pendidikan.
43
44
Tidak terdapat ketentuan mengenai kualifikasi tertentu yang harus dipenuhi oleh pekerja agar dapat bekerja di Mahkota. Sistem upah yang diberlakukan oleh Mahkota untuk para karyawannya diseuaikan dengan beban kerjanya yang telah disesuaikan Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku di Kota Cilegon. Perusahaan juga memberikan fasilitas rumah, listrik, air, dan pengobatan gratis kepada para karyawannya. Untuk para karyawan yang sudah pensiun juga mendapat tunjangan, dan posisinya bisa digantikan oleh keturunannya. Pembagian kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pembagian kerja karyawan UKM Mahkota Bagian Jumlah Upah/Genteng (orang) (Rp) Pencampuran dan pengadukan 5 90 Penggilingan 5 90 Pencetakan dan pengeringan 10 90 Pembakaran dan pendinginan 2 20 Penyimpanan dan pergudangan 2 10 Jumlah 24 300 4.1.5. Aktivitas Usaha Mahkota Mahkota merupakan suatu unit usaha kecil menengah yang bertujuan untuk memproduksi genteng. Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh Mahkota berupa penjualan genteng kepada para konsumen tetapnya yaitu toko-toko bangunan maupun individual yang tersebar di Kota Cilegon, Serang, dan Lebak. Dalam proses produksi genteng terdapat beberapa tahap proses produksi yang dilakukan. Setiap bagian dalam perusahaan melaksanakan tahaptahap proses produksi untuk menghasilkan produk jadi berupa genteng. Pada saat ini Mahkota telah memproduksi genteng plentong ukuran standar sebagai produk utamanya dan genteng besar dan karpus
sebagai
produk
sampingannya.
Berdasarkan
hasil
pengamatan, aktivitas Mahkota terdiri dari tiga aktivitas utama yaitu aktivitas pembelian bahan baku, aktivitas produksi, dan aktivitas penjualan hasil produksi. Aktivitas produksi Mahkota dapat dibagi menjadi lima aktivitas utama, yaitu pencampuran dan pengadukan,
44
45
penggilingan, pencetakan dan pengeringan, pembakaran dan pendinginan, dan pergudangan. 1. Aktivitas Pembelian Bahan Baku Sebagai suatu usaha yang mengolah bahan baku tanah liat menjadi genteng, Mahkota membutuhkan pasokan bahan baku dalam jumlah yang cukup secara kontinu setiap bulan. Ketersediaan bahan baku tanah liat yang cukup setiap bulan sangat penting untuk menjaga kelancaran dan kontinuitas Mahkota dalam berproduksi. Selama ini pasokan bahan baku tanah liat dipenuhi dari beberapa pengusaha tanah liat dan pasir yang berada di kota Serang dan Lebak. Pembelian bahan baku dilakukan setiap dua hari sekali, dengan dikirim langsung oleh pihak produsen dan Mahkota membayar langsung secara tunai kepada pihak produsen. Pembelian bahan baku tanah liat dapat dilakukan setiap hari disesuaikan dengan pesanan, tapi kadang tidak dapat dilakukan setiap hari disesuaikan dengan ketersediaan dari pihak produsen dan kondisi cuaca untuk pengiriman. Harga pembelian ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasaran disesuaikan dengan kualitas bahan baku dan kuantitas bahan baku yang dibeli. 2. Aktivitas Produksi Proses produksi genteng di Mahkota terdiri dari beberapa tahapan. Setiap komponen perusahaan bertanggung jawab terhadap setiap tahapan dalam proses produksi perusahaan. Proses produksi yang dilakukan oleh Mahkota dapat dibagi menjadi
lima
pengadukan,
aktivitas
utama,
penggilingan,
yaitu
pencetakan
pencampuran dan
pembakaran dan pendinginan, dan pergudangan.
45
dan
pengeringan,
46
3. Aktivitas Penjualan Produk akhir yang dihasilkan oleh Mahkota berupa genteng plentong dengan kualitas yang baik. Sistem pemasaran dilakukan dengan cara memberitahukan kepada konsumen tetap secara langsung. Sistem penjualan dilakukan dengan pembayaran tunai atau dibayar dimuka untuk pesanan dengan jumlah besar. Harga jual ditetapkan sesuai dengan harga yang berlaku di pasaran dan tetap sepanjang tahun, tidak mengalami penurunan pada saat musim hujan atau tidak mengalami kenaikan pada saat musim panas. Volume penjualan genteng Mahkota pada periode bulan Juli 2006 sampai dengan Juni 2007 tercatat sebesar 2.400.000 genteng dengan harga jual rata-rata Rp 400 per genteng. 4.1.6. Proses Produksi Genteng di Mahkota Proses produksi merupakan suatu cara atau metode dan teknik dalam mencipakan suatu produk melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia (bahan baku, mesin, dan sumber daya manusia) menjadi produk jadi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diidentifikasi tahapan-tahapan dan aktivitas yang dilakukan oleh Mahkota dalam memproduksi genteng. Proses produksi yang dilakukan oleh Mahkota dapat dibagi menjadi lima, yaitu pencampuran dan pengadukan, penggilingan, pencetakan dan pengeringan, pembakaran dan pendinginan, dan pergudangan. 1. Pencampuran dan Pengadukan Untuk menghasilkan genteng dengan kualitas baik Mahkota membutuhkan pasokan bahan baku yang bermutu secara berkesinambungan. Untuk menjaga kualitas bahan baku, sebelum proses pencampuran dan pengadukan, dilakukan kontrol kualitas penyimpanan bahan baku. Manajemen, dalam hal ini bapak H. Maksum dan istri, yang melakukan inspeksi dan supervisi secara rutin untuk menjamin bahwa bahan baku tanah liat dalam kondisi yang baik.
46
47
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan genteng adalah tanah liat, tidak ada campuran pasir dan batu. Untuk itu, sebelum diproses tanah liat harus dikeringkan terlebih dahulu dan disaring (dipisahkan dari campuran pasir dan batu) dengan alat saringan pasir. Proses pencampuran merupakan suatu proses dimana tanah liat yang sudah disaring dicampur dengan air. Pencampuran ini bertujuan untuk mendapatkan tanah liat yang lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Pencampuran ini dilakukan secara manual yaitu perlakukan pengadukan dengan menggunakan cangkul. Proses pengadukan diawali dengan meletakkan tanah liat pada tempat pengadukan, kemudian disiram dengan air sedikit sampai merata. Setelah itu dilakukan pengadukan dengan menggunakan cangkul hingga campuran
merata. Setelah
campuran merata, campuran itu dipisahkan dan diletakkan di dekat
mesin
giling
untuk
selanjutnya
dilakukan
proses
penggilingan. 2. Penggilingan Tanah liat yang telah diaduk tersebut kemudian dibawa ke mesin penggilingan. Proses penggilingan merupakan proses untuk membuat tanah liat lebih padat dan tidak mudah hancur serta menbentuknya menjadi balok-balok agar mempermudah dalam pengolahan pada proses berikutnya. Proses penggilingan ini diawali dengan memasukkan tanah liat ke mesin giling sedikit demi sedikit dari bagian atas mesin, kemudian tanah liat tersebut akan keluar dari bagian belakang mesin dengan bentuk balokbalok. Setelah itu, campuran tanah liat yang sudah halus dan berbentuk balok-balok itu di bawa ke tempat pencetakan.
47
48
3. Pencetakan dan Pengeringan Ditempat pencetakan, tanah liat yang berbentuk balok-balok itu disimpan sekaligus dicetak. Proses pencetakannya yaitu mulamula tanah liat dipotong secukupnya lalu ditaruh pada alat cetak. Setelah dicetak genteng yang masih basah tersebut didiamkan sebentar di tempat pencetakan dan diletakkan pada rak-rak yang tersedia, tujuannya adalah agar genteng menjadi setengah kering dan tidak berubah bentuk atau rusak ketika dijemur atau dikeringkan. Genteng-genteng yang sudah setengah kering tersebut kemudian dijemur atau dikeringkan dibawah sinar matahari dari mulai pagi sampai sore, tujuannya adalah agar genteng menjadi lebih kering dan keras sehingga nanti pada waktu proses pembakaran genteng tidak mengalami cacat ataupun pecah. 4. Pembakaran dan Pendinginan Genteng-genteng yang telah benar-benar kering dan keras tersebut kemudian dibawa ke tempat pembakaran. Satu tempat pembakaran mampu menampung sekitar 8000 genteng. Proses pembakaran
dimulai
dengan
meletakkan
genteng-genteng
tersebut didalamnya kemudian baru dibakar, pembakarannya pun masih terbilang sederhana yaitu hanya menggunakan kayu bakar yang diletakkan dibawah tungku pembakaran ini. Proses pembakaran ini memakan waktu sehari semalam, dan apinya juga harus dijaga pada suhu sekitar 1000oc tidak boleh mengecil ataupun padam. Genteng yang telah selesai dibakar tetap didiamkan terlebih dulu didalam tungku pembakaran sampai dingin, baru kemudian dibawa ke gudang.
48
49
5. Penyimpanan dan Pergudangan Genteng yang telah selesai dibakar kemudian dibawa ke gudang untuk disimpan. Di gudang ini dilakukan quality control, tujuannya adalah memisahkan genteng yang benar bagus (tanpa cacat, retak atau rusak) dengan genteng yang kurang bagus (sedikit cacat atau retak) dan yang benar-benar rusak (patah atau pecah). Genteng-genteng yang telah melewati proses quality control barulah siap untuk dijual. Mesin dan peralatan yang digunakan untuk mendukung proses produksi data dilihat pada Tabel 3, dan proses produksi genteng UKM Mahkota secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 3. Daftar mesin dan peralatan produksi UKM Mahkota No. Jenis Jumlah Fungsi 1 Cangkul 5 Mengaduk pasir dan air pada proses pencampuran dan pengadukan 2 Sekop 5 Memindahkan pasir dari truk atau memindahkan pasir ke tempat pencampuran dan pengadukan 3 Saringan Pasir 4 Menyaring atau memisahkan pasir dari batubatu sebelum diaduk 4 Mesin Giling 2 Mengiling tanah liat yang telah diaduk dan membentuknya menjadi balok-balok 5 Mesin Cetak 20 Mencetak tanah liat yang telah digiling menjadi genteng 6 Tungku 2 Membakar genteng yang pembakaran telah dicetak
49
50
Pengadaan Bahan Baku
Bahan Baku
Proccessing
Pencampuran dan Pengadukan
Penggilingan
Pencetakan dan Pengeringan
Pembakaran dan Pendinginan
Pergudangan
Genteng Uji Kualitas
Pendistribusian
Gambar 2. Bagan Alir Proses Produksi Genteng UKM Mahkota
50
51
4.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi UKM Mahkota Metode perhitungan harga pokok produksi yang digunakan oleh UKM Mahkota selama ini sangat sederhana. Hal ini dikarenakan UKM Mahkota tidak memiliki pengetahuan mengenai sistem akuntansi biaya dan tidak memiliki tenaga ahlinya. UKM Mahkota berpandangan bahwa sistem akuntansi biaya adalah suatu pengelolaan biaya yang rumit dan sulit untuk diterapkan. Dalam pelaksanaan sistem tersebut diharuskan mencatat seluruh pengeluaran dan pemasukan secara detail hingga satu rupiah sekalipun dan diperlukan tenaga ahli untuk melakukannya. Oleh karena itu UKM Mahkota berasumsi bahwa dengan menerapkan sistem akuntansi biaya hanya akan menambah biaya. UKM Mahkota juga berasumsi bahwa dengan mencatat seperlunya setiap pengeluaran dan pemasukan itu sudah cukup. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam penetapan harga pokok produksi UKM Mahkota meliputi biaya tanah liat, kayu bakar, solar dan miyak tanah, ongkos cetak, ongkos bakar dan angkut, biaya kerusakan dan pemeliharaan
dan
biaya
penyusutan.
Biaya-biaya
tersebut
belum
dikelompokkan ke dalam biaya-biaya pembentuk harga pokok produksi seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead. Perhitungan biaya-biaya tersebut tidak diperhitungkan secara rinci tetapi hanya dikelompokkan ke dalam satu kelompok biaya-biaya dan merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan setiap bulannya. Pada Tabel 4 berikut dapat dilihat perhitungan harga pokok produksi genteng per unitnya dengan asumsi rata-rata produksi 200.000 genteng setiap bulan. Tabel 4. Perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi per unit genteng dengan metode UKM Mahkota No. 1 2 3 4 5 6 7
Komponen Ongkos cetak Biaya tanah liat Biaya kayu bakar Biaya solar dan minyak tanah Biaya kerusakan dan pemeliharaan Ongkos bakar dan angkut Penyusutan Harga pokok produksi Penambahan keuntungan Harga jual
Sumber : Data perusahaan (diolah)
51
Jumlah (Rp/Unit) 90 70 60 20 20 20 20 300 100 400
52
Dari Tabel 4 terlihat bahwa harga pokok produksi genteng dengan metode UKM Mahkota adalah Rp 300 per genteng. Untuk perhitungan laba atau ruginya, dengan penambahan keuntungan Rp 100 maka harga jual genteng adalah Rp 400 per genteng, jika rata-rata produksi adalah 200 ribu genteng per bulan maka keuntungan per bulan adalah sebesar Rp 20 juta. Namun dengan berfluktuasinya musim, perusahaan tidak memungkinkan untuk selalu berproduksi sebanyak 200 ribu genteng. Pada waktu musim hujan produksi genteng menurun, hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan pasokan bahan baku dan permintaan genteng oleh konsumen juga menurun, disebabkan oleh sulitnya akses jalan menuju produsen genteng. Pada waktu musim kemarau produksi genteng meningkat, hal ini diseababkan mudahnya mendapatkan bahan baku dan permintaan akan genteng juga meningkat. Dengan berfluktuasinya musim tersebut akan menyebabkan berbedanya harga pokok produksi genteng tiap bulannya dan akan mengakibatkan perubahan keuntungan maupun kerugian yang dialami oleh UKM Mahkota. Metode perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi yang dilakukan oleh UKM Mahkota tidak sesuai dengan kaidah perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi menurut standar akuntansi biaya. Hal ini menyebabkan harga pokok produksi tidak mencerminkan penggunaan biaya yang seharusnya menjadi komponen pembentuk harga pokok produksi. Bila hal ini terus terjadi akan menyebabkan pengambilan keputusan yang dapat merugikan UKM Mahkota.
52
53
4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Full Costing dan Metode Variable Costing 4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Full Costing Perhitungan harga pokok produksi genteng UKM Mahkota diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan banyaknya produksi genteng pada periode tersebut. Pada metode full costing, total biaya produksi genteng diperoleh dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang bersifat tetap maupun yang bersifat variabel. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan genteng adalah tanah liat. Bahan baku tersebut diperoleh dari beberapa pengusaha tanah liat dan pasir yang berada di kota Serang dan Lebak, dimana harga bahan baku ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasaran disesuaikan dengan kualitas bahan baku dan kuantitas bahan baku yang dibeli. Biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh UKM Mahkota pada waktu musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Biaya bahan baku UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Biaya Bahan Baku (Rp) 13.140.000 15.120.000 17.640.000 18.000.000 15.660.000 13.500.000 11.340.000 10.260.000
Sumber : Data perusahaan (diolah) Perhitungan biaya tenaga kerja diperoleh dari biaya yang dikeluarkan UKM Mahkota untuk mengupah tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Upah tenaga kerja langsung didasarkan pada keputusan manajemen dimana upah tersebut dihitung berdasarkan berapa banyak karyawan dapat memproduksi genteng dalam sebulan. karyawan bagian pengadukan, penggilingan, dan pencetakan mendapatkan Rp 90 untuk setiap satu
53
54
buah genteng yang diproduksi. Karyawan bagian pembakaran mendapatkan Rp 20 untuk setiap satu buah genteng yang diproduksi. Sedangkan karyawan bagian pengangkutan mendapatkan Rp 10 setiap satu buah genteng yang diproduksi. Biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan upah yang telah ditetapkan tersebut dikalikan dengan jumlah produksi per bulannya. Penggunaan biaya tenaga langsung pada metode full costing dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Biaya tenaga kerja langsung UKM Mahkota Musim
Kemarau
Hujan
Bulan
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Produksi (Satuan)
175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
Ongkos Cetak (Rp) (a) 15.768.000 18.144.000 21.168.000 21.600.000 18.792.000 16.200.000 13.608.000 12.312.000
Ongkos Bakar (Rp) (b) 3.504.000 4.032.000 4.704.000 4.800.000 4.176.000 3.600.000 3.024.000 2.736.000
Ongkos Angkut (Rp) (c) 1.752.000 2.016.000 2.352.000 2.400.000 2.088.000 1.800.000 1.512.000 1.368.000
Total BTKL (Rp) (a+b+c) 21.024.000 24.192.000 28.224.000 28.800.000 25.056.000 21.600.000 18.144.000 16.416.000
Sumber : Data perusahaan (diolah) Komponen biaya lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi adalah biaya overhead pabrik. Jenis biaya overhead pabrik yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing adalah biaya-biaya yang bersifat tetap maupun yang bersifat variabel seperti biaya listrik dan air, solar, minyak tanah, minyak pelicin (lincir), kayu bakar, penyusutan mesin, penyusutan kendaraan dan penyusutan bangunan. Komponen biaya overhead pabrik untuk penggunaan metode full costing dapat dilihat pada Tabel 7.
54
55
Tabel 7. Biaya overhead pabrik UKM Mahkota No 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen BOP Listrik Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan bangunan Total
T/V
Juli ‘06
Agustus ‘06
September
Bulan Oktober ‘06 Januari ‘07
‘06
Februari
Maret ‘07
April ‘07
‘07
V V V
857.450 2.825.100 1.642.500
935.450 3.250.800 1.890.000
1.120.400 3.792.600 2.205.000
1.215.800 3.870.000 2.250.000
917.800 3.366.900 1.957.500
701.500 2.902.500 1.687.500
675.800 2.438.100 1.417.500
635.850 2.205.900 1.282.500
V V
657.000 10.950.000
756.000 12.600.000
882.000 14.700.000
900.000 15.000.000
783.000 13.050.000
675.000 11.250.000
567.000 9.450.000
513.000 8.550.000
T
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
T
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
1.200.000
T
1.200.000 21.732.050
1.200.000 24.232.250
1.200.000 27.500.000
1.200.000 28.035.800
1.200.000 24.875.200
1.200.000 22.016.500
1.200.000 19.348.400
1.200.000 17.987.250
Sumber : Data perusahaan (diolah)
55
56
Setelah komponen pembentuk biaya produksi diidentifikasi, kemudian dijumlahkan dan didapatkan total biaya produksi. Selanjutnya, harga pokok produksi genteng diperoleh dengan membagi total biaya produksi genteng dengan jumlah produksi genteng setiap bulannya. Sebagai contoh pada bulan Juli 2006, total biaya produksi sebesar Rp 55.898.050 diperoleh dari jumlah bahan baku sebesar Rp 13.140.000 ditambah dengan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 21.024.000 dan biaya overhead pabrik sebesar Rp 21.732.050. Harga pokok produksi genteng per satuan sebesar Rp 319,04 diperoleh dengan membagi total biaya produksi sebesar Rp 55.898.050 dengan jumlah produksi pada bulan Juli yaitu sebesar 175.200 genteng. Ringkasan perhitungan harga pokok produksi genteng dengan menggunakan metode full costing dapat dilihat pada Tabel 8. Dari perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa nilai harga pokok
produksinya
berbeda-beda
setiap
bulannya.
Hal
ini
disebabkan karena jumlah produksi dan harga bahan baku serta biaya overhead pabrik yang berbeda setiap bulannya. Perbedaan jumlah produksi ini juga disebabkan oleh permintaan pasar yang berbeda dan ketersediaan bahan baku yang dipengaruhi oleh fluktuasi musim. Harga pokok produksi genteng tertinggi terjadi pada bulan April 2007 sebesar Rp 328,41 per genteng. Hal ini disebabkan pada bulan tersebut terdapat biaya overhead yang bersifat tetap seperti penyusutan mesin, penyusutan kendaraan dan penyusutan bangunan, sehingga biaya tersebut dibebankan kepada produk walaupun produk tersebut hanya diproduksi dalam kapasitas kecil.
56
57
Tabel 8.
Ringkasan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing
Musim
Bulan
Biaya Bahan Baku (Rp)
Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
13.140.000 15.120.000 17.640.000 18.000.000 15.660.000 13.500.000 11.340.000 10.260.000
Hujan
Biaya Tenaga Kerja (Rp)
Biaya Overhead Pabrik Tetap (Rp) 21.024.000 4.800.000 24.192.000 4.800.000 28.224.000 4.800.000 28.800.000 4.800.000 25.056.000 4.800.000 21.600.000 4.800.000 18.144.000 4.800.000 16.416.000 4.800.000 Rata-rata HPP
57
Biaya Overhead Pabrik Variabel (Rp) 16.932.050 19.432.250 22.700.000 23.235.800 20.075.200 17.216.500 14.548.400 13.187.250
Total Biaya Produksi (Rp)
Produksi (Satuan)
HPP per Genteng (Rp)
Harga Jual per Genteng (Rp)
55.896.050 63.544.250 73.364.000 74.835.800 65.591.200 57.116.500 48.832.400 44.663.250
175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
319,04 315,20 311,92 311,81 314,13 317,31 322,96 328,41 319,97
400 400 400 400 400 400 400 400
58
Pada bulan Oktober 2006 rata-rata produksi yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan bulan yang lain, hal ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan genteng oleh konsumen, sehingga biaya yang dikonsumsi per genteng akan lebih sedikit dan ini menyebabkan harga pokok produksinya menjadi lebih kecil yaitu sebesar Rp 311,81. Perhitungan harga pokok produksi genteng dengan menggunakan metode full costing dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan 9. Laporan laba/rugi dengan metode full costing menyajikan biaya-biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi produksi, pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode full costing dapat dilihat pada Tabel 11. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berfungsi untuk memasarkan produk. Biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan UKM Mahkota hanya biaya-biaya pemasaran yang bersifat variabel. Biaya-biaya yang termasuk biaya pemasaran adalah biaya komunikasi dan biaya perjalanan pimpinan perusahaan. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya pemasaran UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
58
Total Biaya (Rp) 175.000 203.000 259.000 238.600 97.300 99.800 86.000 82.000
59
Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan selain yang berfungsi untuk memproduksi dan memasarkan produk. Biaya-biaya administrasi dan umum yang dikeluarkan UKM Mahkota hanya biaya-biaya administrasi dan umum yang bersifat variabel. Biaya-biaya yang termasuk biaya administrasi dan umum adalah biaya alat tulis kantor dan biaya pembuatan surat. Biaya administrasi dan umum yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Biaya administrasi dan umum UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Total Biaya (Rp) 75.000 64.000 98.000 102.000 94.500 83.000 56.000 69.000
Dari perhitungan laba/rugi dengan menggunakan metode full costing pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa nilai laba/ruginya berbeda-beda setiap bulannya. Laba tertinggi diperoleh pada bulan Agustus 2006 sebesar Rp 36.318.341,43, hal ini disebabkan oleh meningkatnya penjualan genteng UKM Mahkota. Sedangkan kerugian tertinggi diperoleh pada bulan Februari 2007 sebesar Rp
-
9.159.611,00, karena pada bulan tersebut terjadi musim hujan yang mengakibatkan permintaan genteng oleh konsumen menurun.
59
59
Tabel 11. Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode full costing (dalam Rp) Juli ‘06 Penjualan Harga pokok penjualan: Persediaan awal Harga pokok produksi
80.624.000
Musim kemarau Agustus ‘06 September ‘06 103.588.000 104.536.000
Oktober ‘06
Januari ‘07
Musim hujan Februari ‘07 Maret ‘07
105.600.000
77.440.000
60.980.000
48.550.000
12.036.591,29
3.458.408,57
0
-832.831,12
0
6.194.724,44
9.354.413,44
55.896.050
63.544.250
73.364.000
74.835.800
65.591.200
57.116.500
48.832.400
67.932.641,29 3.458.408,57
67.002.658,57 0
73.364.000,00 -832.831,12
74.002.968,88 0
65.591.200,00 6.194.724,44
63.311.224,44 9.354.413,44
58.186.813,44 13.251.278,92
Harga pokok penjualan
64.474.232,72
67.002.658,57
74.002.968,88
59.396.475,56
53.956.811
44.935.534,53
37.929.366,57
Laba/rugi bruto
23.349.767,28
36.585.341,43
30.339.168,88
31.597.031,12
16.843.524,44
-8.976.811
-8.785.534,53
175.000 0
203.000 0
259.000 0
238.600 0
97.300 0
99.800 0
86.000 0
75.000 0
64.000 0
98.000 0
102.000 0
94.500 0
83.000 0
56.000 0
250.000
267.000
357.000
340.600
191.800
182.800
142.000
23.099.767,28
36.318.341,43
29.982.168,88
31.256.431,12 16.651.724,44 5.647.141,62
-9.159.611,00
-8.927.534,53
Harga pokok produk siap jual Persediaan akhir
Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih Rata-rata laba bersih
59
60
4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Variable Costing Pada metode variable costing, perhitungan harga pokok produksi genteng Mahkota diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan banyaknya produksi genteng pada periode tersebut. Total biaya produksi genteng diperoleh dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik hanya yang bersifat variabel. Komponen pembentuk biaya produksi seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung pada metode variable costing sama seperti pada metode full costing, yang membedakan pada komponen pembentuk biaya overheadnya metode variable costing hanya menggunakan biaya overhead yang bersifat variabel. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan pembelian bahan baku setiap bulannya. Biaya bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya bahan baku UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Biaya Bahan Baku (Rp) 13.140.000 15.120.000 17.640.000 18.000.000 15.660.000 13.500.000 11.340.000 10.260.000
Sumber : Data perusahaan (diolah) Perhitungan biaya tenaga kerja diperoleh dari biaya yang dikeluarkan UKM Mahkota untuk mengupah tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Upah tenaga kerja langsung didasarkan pada keputusan manajemen dimana upah tersebut dihitung berdasarkan berapa banyak karyawan dapat memproduksi genteng dalam sebulan. karyawan bagian pengadukan, penggilingan, dan pencetakan mendapatkan Rp 90 untuk setiap satu buah genteng yang diproduksi. Karyawan bagian pembakaran
60
61
mendapatkan Rp 20 untuk setiap satu buah genteng yang diproduksi. Sedangkan karyawan bagian pengangkutan mendapatkan Rp 10 setiap satu buah genteng yang diproduksi. Biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan upah yang telah ditetapkan tersebut dikalikan dengan jumlah produksi per bulannya. Penggunaan biaya tenaga langsung dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Biaya tenaga kerja langsung UKM Mahkota Musim
Kemarau
Hujan
Bulan
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Produksi (Satuan)
175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
Ongkos Cetak (Rp) (a) 15.768.000 18.144.000 21.168.000 21.600.000 18.792.000 16.200.000 13.608.000 12.312.000
Ongkos Bakar (Rp) (b) 3.504.000 4.032.000 4.704.000 4.800.000 4.176.000 3.600.000 3.024.000 2.736.000
Ongkos Angkut (Rp) (c) 1.752.000 2.016.000 2.352.000 2.400.000 2.088.000 1.800.000 1.512.000 1.368.000
Total BTKL (Rp) (a+b+c) 21.024.000 24.192.000 28.224.000 28.800.000 25.056.000 21.600.000 18.144.000 16.416.000
Sumber : Data perusahaan (diolah) Pembebanan biaya overhead pabrik didasarkan pada biaya yang hanya terjadi berkaitan dengan proses produksi. Biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang tidak berkaitan dengan proses produksi (seperti gaji karyawan administrasi) dibebankan ke dalam biaya adminstrasi dan umum serta biaya pemasaran. Jenis biaya overhead pabrik yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi dengan metode variable costing adalah biaya-biaya yang bersifat variabel seperti biaya listrik dan air, solar, minyak tanah, minyak pelicin (lincir), kayu bakar. Komponen biaya overhead pabrik untuk penggunaan metode variable costing dapat dilihat pada Tabel 14.
61
61
Tabel 14. Biaya overhead pabrik UKM Mahkota No
BOP
T/V
Juli ‘06
Agustus ‘06
1
Listrik
V
857.450
935.450
September ‘06 1.120.400
2
Solar Minyak tanah Minyak lincir
V
2.825.100
3.250.800
V
1.642.500
V V
3 4 5
Kayu bakar Total
Bulan Oktober ‘06 Januari ‘07 1.215.800
917.800
Februari ‘07 701.500
3.792.600
3.870.000
3.366.900
2.902.500
2.438.100
2.205.900
1.890.000
2.205.000
2.250.000
1.957.500
1.687.500
1.417.500
1.282.500
657.000
756.000
882.000
900.000
783.000
675.000
567.000
513.000
10.950.000 16.932.050
12.600.000 19.432.250
14.700.000 22.700.000
15.000.000 23.235.800
13.050.000 20.075.200
11.250.000 17.216.500
9.450.000 14.548.400
8.550.000 13.187.250
Sumber : Data perusahaan (diolah) Ket: T = Tetap V = Variabel
61
Maret ‘07
April ‘07
675.800
635.850
62
Setelah komponen pembentuk biaya produksi diidentifikasi, kemudian dijumlahkan dan didapatkan total biaya produksi. Selanjutnya, harga pokok produksi genteng diperoleh dengan membagi total biaya produksi genteng dengan jumlah produksi genteng setiap bulannya. Sebagai contoh pada bulan Juli 2006, total biaya produksi sebesar Rp 51.096.050 diperoleh dari jumlah bahan baku pada bulan Juli yang berupa tanah liat sebesar Rp 13.140.000 ditambah dengan biaya tenaga kerja sebesar Rp 21.024.000 dan biaya overhead pabrik sebesar Rp 16.932.050. Harga pokok produksi genteng per satuan sebesar Rp 291,64 diperoleh dengan membagi total biaya produksi sebesar Rp 51.096.050 dengan jumlah produksi pada bulan Juli yaitu sebesar 175.200 genteng. Ringkasan perhitungan harga pokok produksi genteng dengan menggunakan metode variable costing dapat dilihat pada Tabel 15. Dari perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa nilai harga pokok produksinya berbeda-beda setiap bulannya. Hal ini disebabkan karena jumlah produksi dan harga bahan baku serta biaya overhead pabrik yang berbeda setiap bulannya. Perbedaan jumlah produksi ini juga disebabkan oleh permintaan pasar yang berbeda dan ketersediaan bahan baku yang dipengaruhi oleh fluktuasi musim. Harga pokok produksi genteng tertinggi terjadi pada bulan April 2007 sebesar Rp 293,11 per genteng. Hal ini disebabkan pada bulan tersebut perusahaan tetap berproduksi dan meningkatkan kapasitas produksi dari bulan sebelumnya walaupun permintaan genteng masih menurun, sehingga secara keseluruhan akan menaikkan harga pokok produksi genteng rata-rata pada bulan tersebut dan menurunkan keuntungan.
62
63
Tabel 15. Ringkasan perhitungan harga pokok produksi dengan metode variable costing Total Biaya Biaya Biaya Musim Bulan Biaya Bahan Produksi Overhead Tenaga Baku (Rp) (Rp) Pabrik Kerja (Rp) Variabel (Rp) Kemarau Juli ‘06 13.140.000 21.024.000 16.932.050 51.096.050 Agustus ‘06 15.120.000 24.192.000 19.432.250 58.744.250 September ‘06 17.640.000 28.224.000 22.700.000 68.564.000 Oktober ‘06 18.000.000 28.800.000 23.235.800 70.035.800 Januari ‘07 Hujan 15.660.000 25.056.000 20.075.200 60.791.200 Februari ‘07 13.500.000 21.600.000 17.216.500 52.316.500 Maret ‘07 11.340.000 18.144.000 14.548.400 44.032.400 April ‘07 10.260.000 16.416.000 13.187.250 39.863.250 Rata-rata HPP
63
Produksi (Satuan)
HPP per Genteng (Rp)
Harga Jual per Genteng (Rp)
175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
291,64 291,39 291,51 291,81 291,14 290,64 291,22 293,11 294,20
400 400 400 400 400 400 400 400
64
Harga pokok produksi terendah terjadi pada bulan Februari 2007 yaitu sebesar Rp 290,64. Hal ini disebabkan keputusan manajemen dengan menurunkan kapasitas produksi genteng pada bulan tersebut. Perhitungan harga pokok produksi genteng dengan menggunakan metode variable costing dapat dilihat pada Lampiran 10 sampai dengan 17. Dalam laporan laba/rugi variable costing, biaya tetap disajikan dalam kelompok tersendiri yang harus ditutup dari laba kontribusi yang diperoleh perusahaan, sebelum timbul laba bersih. Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing dapat dilihat pada Tabel 18. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berfungsi untuk memasarkan produk. Biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan UKM Mahkota hanya biaya-biaya pemasaran yang bersifat variabel. Biaya-biaya yang termasuk biaya pemasaran adalah biaya komunikasi dan biaya perjalanan pimpinan perusahaan. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Biaya pemasaran UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Total Biaya (Rp) 175.000 203.000 259.000 238.600 97.300 99.800 86.000 82.000
Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan selain yang berfungsi untuk memproduksi dan memasarkan produk. Biaya-biaya administrasi dan umum yang dikeluarkan UKM Mahkota hanya biaya-biaya administrasi dan umum yang bersifat variabel. Biaya-biaya yang termasuk biaya administrasi dan umum adalah biaya alat tulis kantor dan biaya pembuatan surat. Biaya administrasi dan umum yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 17.
64
65
Tabel 17. Biaya administrasi dan umum UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Total Biaya (Rp) 75.000 64.000 98.000 102.000 94.500 83.000 56.000 69.000
Dari perhitungan laba/rugi dengan menggunakan metode variable costing pada Tabel 18, dapat dilihat bahwa nilai laba/ruginya berbeda-beda setiap bulannya. Laba tertinggi diperoleh pada bulan Agustus 2006 sebesar Rp 36.615.327,73, hal ini disebabkan oleh meningkatnya penjualan genteng UKM Mahkota. Pada perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing tidak didapat kerugian, hal ini dikarenakan metode ini menunda perhitungan biaya tetap per bulannya. Sehingga perhitungan harga pokok produksinya tidak memasukkan unsur biaya tetap, dan mengakibatkan harga pokok produksinya menjadi kecil dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan metode full costing. Laba terendah diperoleh pada bulan Maret 2007 sebesar Rp 2.956.059,12, karena pada bulan tersebut terjadi musim hujan yang mengakibatkan permintaan genteng oleh konsumen menurun.
65
66
Tabel 18. Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing (dalam Rp) Penjualan Harga pokok penjualan: Persediaan awal Harga pokok produksi variabel
Juli ‘06 80.624.000
Musim kemarau Agustus ‘06 September ‘06 103.588.000 104.536.000
Oktober ‘06 105.600.000
Januari ‘07 77.440.000
Musim hujan Februari ‘07 Maret ‘07 60.980.000 48.550.000
April ‘07 51.360.000
11.292.591,29
3.161.422,27
0
-778.341,33
0
5.741.391,11
8.568.280,11
11.948.739,23
51.096.050
58.744.250
68.564.000
70.035.800
60.791.200
52.316.500
44.032.400
39.863.250
Harga pokok produk siap jual Persediaan akhir
62.388.641,29 3.161.422,27
61.905.672,27 0
68.564.000,00 -778.341,33
69.257.458,67 0
60.791.200,00 5.741.391,11
58.057.891,11 8.568.280,11
52.600.680,11 11.948.739,23
51.811.989,23 17.837.338,81
Harga pokok penjualan variabel
59.227.219,02
61.905.672,27
69.342.341,33
69.257.458,67
55.049.808,89
49.489.611
40.651.940,88
33.974.650,42
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
75.000 175.000 59.477.219,02
64.000 203.000 62.172.672,27
98.000 259.000 69.699.341,33
102.000 238.600 69.598.058,67
94.500 97.300 55.241.608,89
83.000 99.800 49.672.411,00
56.000 86.000 40.793.940,88
69.000 82.000 34.125.650,42
Laba/rugi kontribusi
21.146.780,98
41.415.327,73
34.836.658,67
36.001.941,33
22.198.391,11
11.307.589,00
7.756.059,12
17.234.349,58
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
4.800.000
0 0 4.800.000
0 0 4.800.000
0 0 4.800.000
0 0 4.800.000
0 0 4.800.000
0 0 4.800.000
0 0 4.800.000
0 0 4.800.000
16.346.780,98
36.615.327,73
30.036.658,67
31.201.941,33 17.398.391,11 10.447.141,62
6.507.589,00
2.956.059,12
12.434.349,58
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih Rata-rata laba bersih
66
69
4.3.3. Penentuan Keputusan Perusahaan Harga pokok produksi rata-rata yang tertinggi diperoleh dengan menggunakan metode full costing yaitu sebesar Rp 319,97. Hal ini disebabkan dalam metode full costing, penentuan harga pokok produksi dilakukan dengan memperhitungkan semua unsur biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap. Hal ini mengakibatkan biaya produksi yang diperhitungkan akan menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan metode yang lain. Sedangkan harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing merupakan harga pokok produksi rata-rata yang paling rendah dibandingkan metode full costing dan metode UKM Mahkota, yaitu sebesar Rp 294,20. Hal ini disebabkan dalam metode variable costing komponen pembentuk harga pokok produksi hanya menggunakan biaya-biaya yang bersifat variabel saja, yaitu biaya tenaga kerja langsung variabel dan biaya overhead pabrik variabel. Hal ini mengakibatkan biaya produksi yang diperhitungkan akan menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan metode yang lain. Laba kotor rata-rata yang paling rendah diperoleh dari perhitungan laba/rugi yang menggunakan metode full costing yaitu sebesar Rp 5.647.141,62. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya produksi yang diperhitungkan dalam penentuan harga pokok produksi, dimana dalam metode full costing semua komponen biaya produksi merupakan unsur pembentuk harga pokok produksi yang bersifat variabel maupun tetap. Sedangkan laba kotor rata-rata tertinggi diperoleh dari perhitungan laba/rugi yang menggunakan metode variable costing yaitu sebesar Rp 10.447.141,62. Hal ini terjadi karena metode variable costing lebih menitikberatkan pada biaya yang perilakunya sesuai dengan perubahan volume kegiatan (classification by cost behaviour), sehingga komponen biaya tetap yang dikeluarkan tidak diperhitungkan dalam komponen biaya
69
70
produksi. Hal ini mengakibatkan biaya produksi menjadi rendah dan harga pokok produksi akan menjadi kecil sehingga akan menaikkan laba kotor yang diperoleh. Ditinjau dari sudut penentuan harga, perbedaan pokok antara full costing dan variable costing adalah terletak pada konsep penutupan biaya. Menurut metode full costing, harga jual harus dapat menutup total biaya, termasuk biaya tetap di dalamnya. Jadi, berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode full costing, perusahaan akan mengalami kerugian pada saat musim hujan. Hal ini dikarenakan metode full costing, memperhitungkan biayabiayanya secara akurat, tidak ada penundaan pembebanan biaya overhead seperti yang dilakukan metode variable costing. Namun tetap saja metode ini mempunyai kelemahan dengan pembebanan biaya overhead yang berlebih-lebihan sehingga biaya overhead tetap dibebankan pada musim hujan yang mengakibatkan perusahaan menderita kerugian yang besar. Metode full costing berguna terutama dalam pengambilan keputusan perusahaan dalam jangka panjang dan pelaporan akuntansi. Di dalam metode variable costing, apabila harga jual tersebut telah menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada harga jual yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali. Oleh karena itu, berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing, dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak mengalami kerugian pada musim hujan. Namun hal itulah yang menjadi kelemahan metode variable costing, laba yang dihasilkan adalah laba semu karena pembebanan biaya overheadnya ditunda padahal semua biaya tidak boleh ditunda pembebanannya setiap periode akuntansi. Metode variable costing berguna pada pengambilan keputusan jangka pendek dimana perusahaan dapat merencanakan harga jual dan laba jangka pendek terutama pada saat musim hujan. Dan berdasarkan
70
71
kedua metode tersebut, dapat disimpulkan bahwa UKM Mahkota sebaiknya tetap beroperasi pada saat musim hujan dan kemarau.
4.4. Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Laba/Rugi dengan Metode Activity Based Costing 4.4.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Activity Based Costing Metode activity based costing mencoba untuk mengatasi kesalahan pada pembebanan biaya, terutama untuk pembebanan biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik akan dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi aktivitasnya secara nyata. Perhitungan biaya langsung aktivitas (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja) yang dilakukan oleh metode activity based costing sama dengan metode full costing dan metode variable costing, hanya saja yang berbeda pada perhitungan biaya tidak langsung (biaya
overhead).
Total
biaya
produksi
diperoleh
dengan
penjumlahan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan oleh UKM Mahkota untuk melakukan pembelian bahan baku setiap bulannya. Biaya bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya bahan baku UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Biaya Bahan Baku (Rp) 13.140.000 15.120.000 17.640.000 18.000.000 15.660.000 13.500.000 11.340.000 10.260.000
Sumber : Data perusahaan (diolah) Perhitungan biaya tenaga kerja diperoleh dari biaya yang dikeluarkan UKM Mahkota untuk mengupah tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Upah tenaga kerja langsung didasarkan pada keputusan manajemen dimana upah
71
72
tersebut dihitung berdasarkan berapa banyak karyawan dapat memproduksi
genteng
dalam
sebulan.
karyawan
bagian
pengadukan, penggilingan, dan pencetakan mendapatkan Rp 90 untuk setiap satu buah genteng yang diproduksi. Karyawan bagian pembakaran mendapatkan Rp 20 untuk setiap satu buah genteng yang diproduksi. Sedangkan karyawan bagian pengangkutan mendapatkan Rp 10 setiap satu buah genteng yang diproduksi. Biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan upah yang telah ditetapkan tersebut dikalikan dengan jumlah produksi per bulannya. Penggunaan biaya tenaga langsung dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Biaya tenaga kerja langsung UKM Mahkota Musim
Kemarau
Hujan
Bulan
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Produksi (Satuan)
175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
Ongkos Cetak (Rp) (a) 15.768.000 18.144.000 21.168.000 21.600.000 18.792.000 16.200.000 13.608.000 12.312.000
Ongkos Bakar (Rp) (b) 3.504.000 4.032.000 4.704.000 4.800.000 4.176.000 3.600.000 3.024.000 2.736.000
Ongkos Angkut (Rp) (c) 1.752.000 2.016.000 2.352.000 2.400.000 2.088.000 1.800.000 1.512.000 1.368.000
Total BTKL (Rp) (a+b+c) 21.024.000 24.192.000 28.224.000 28.800.000 25.056.000 21.600.000 18.144.000 16.416.000
Sumber : Data perusahaan (diolah) Penggunaan sumber daya tidak langsung akan menimbulkan biaya tidak langsung aktivitas yaitu biaya overhead pabrik yang merupakan biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Tahapan dalam perhitungan biaya overhead berdasarkan activity based costing adalah sebagai berikut: 1. Pengidentifikasian aktivitas dan biaya aktivitas Aktivitas yang timbul dari pemakaian sumber daya tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 21. Aktivitas tersebut dikelompokkan berdasarkan hierarki aktivitas dan pemicu biayanya.
72
73
Tabel 21. Ikhtisar aktivitas UKM Mahkota Hierarki Aktivitas
Aktivitas
Unit level activity Batch related activity Product sustaining activity Facility sustaining activity
Penggunaan bahan penolong Pemakaian mesin Pemakaian lampu Pemeliharaan mesin dan peralatan Pemeliharaan kendaran Penyusutan mesin dan peralatan Penyusutan kendaraan Penyusutan bangunan
Pemicu Biaya JU KWH KWH JU JPB JP JPB LB
= jumlah unit yang diproduksi = jumlah pembelian bahan = kilowatt hour = jam peralatan = luas bangunan
JU Keterangan: JPB KWH JP LB
Berdasarkan Tabel 21, biaya overhead yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung meliputi: a. Unit Level Activity Cost Unit level activity cost adalah biaya aktivitas produksi yang timbul pada unit level activity sebagai akibat dari penggunaan sumber daya oleh aktivitas tersebut. Aktivitas yang timbul pada unit level activity adalah penggunaan bahan penolong sehingga biaya yang ditimbulkan yaitu biaya penggunaan bahan penolong. Bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi genteng terdiri dari solar, minyak tanah, minyak lincir (pelicin), dan kayu bakar. Biaya penggunaan bahan penolong pada musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Biaya penggunaan bahan penolong UKM Mahkota Musim
Bulan
Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06
Biaya Solar (Rp) 2.825.100 3.250.800
73
Biaya Minyak Tanah (Rp) 1.642.500 1.890.000
Biaya Minyak Lincir (Rp) 657.000 756.000
Biaya Kayu Bakar (Rp) 10.950.000 12.600.000
Total (Rp)
16.074.600 18.496.800
74
Hujan
September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
3.792.600 3.870.000 3.366.900 2.902.500 2.438.100 2.205.900
2.205.000 2.250.000 1.957.500 1.687.500 1.417.500 1.282.500
882.000 900.000 783.000 675.000 567.000 513.000
14.700.000 15.000.000 13.050.000 11.250.000 9.450.000 8.550.000
21.579.600 22.020.000 19.157.400 16.515.000 13.872.600 12.551.400
b. Batch Related Activity Cost Batch related activity cost adalah biaya aktivitas produksi yang timbul pada batch related activity sebagai akibat dari penggunaan sumber daya oleh aktivitas tersebut. Biaya tersebut meliputi biaya penggunaan listrik untuk mesin dan lampu. Sumber daya listrik yang digunakan untuk proses produksi oleh perusahaan dipasok oleh PLN. Sumber daya ini digunakan dalam aktivitas pemakain mesin pompa air dan lampu listrik. Biaya pemakaian listrik pada musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Biaya penggunaan listrik UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Biaya Penggunaan Listrik (Rp) Pemakaian Pemakaian Mesin Lampu 804.250 53.200 877.850 57.600 1.054.950 65.450 1.147.310 68.490 862.450 55.350 655.200 46.300 631.000 44.800 591.750 44.100
Total 857.450 935.450 1.120.400 1.215.800 917.800 701.500 675.800 635.850
c. Product Sustaining Activity Cost Product sustaining activity cost adalah biaya aktivitas produksi yang timbul pada Product sustaining activity sebagai akibat dari penggunaan sumber daya oleh aktivitas tersebut yang meliputi biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dan biaya pemeliharaan kendaraan. Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dan perbaikan
74
75
mesin dan kendaraan serta pembelian spare part mesin dan kendaran. Biaya
pemeliharan
mesin
dan
peralatan
yang
dikeluarkan seperti biaya perbaikan dinamo mesin giling, roda mesin, pelumas mesin, dinding tungku pembakaran, dan alat cetak. Sedangkan biaya pemeliharaan kendaraan seperti biaya penggantian oli, servis mesin, dan perbaikan bak. Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dan kendaran pada musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dan kendaraan UKM Mahkota (dalam Rp) Musim
Bulan
Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Hujan
Mesin Giling 0 0 300.000
Mesin Cetak 0 0 75.000
0 190.000 0 0 450.000
0 120.000 185.000 0 0
Jenis Tungku Pembakaran 0 0 250.000
Kijang Bak 100.000 100.000 150.000
0 330.000 0 180.000 0
0 0 150.000 0 100.000
Total 100.000 100.000 775.000 0 640.000 335.000 180.000 550.000
d. Facility Sustaining Activity Cost Facility sustaianing activity cost adalah biaya aktivitas produksi yang timbul pada facility sustaining activity sebagai akibat dari penggunaan sumber daya oleh aktivitas tersebut yang meliputi: 1. Biaya penyusutan mesin dan peralatan Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi meliputi: mesin giling, mesin cetak, tungku pembakaran, cangkul, sekop dan saringan pasir. Perhitungan
nilai
penyusutan
diperoleh
dengan
menggunakan metode jam kerja, yaitu: Tarif penyusutan
harga perolehan – nilai residu
=
taksiran jam mesin
75
....(3)
76
Taksiran
jam
mesin
merupakan
kebijakan
dari
perusahaan. Biaya penyusutan yang dibebankan kepada mesin dan peralatan diperoleh dari perkalian antara tarif penyusutan dengan jam mesin dan peralatan aktual per bulannya. Pemakaian jam mesin dan perlatan aktual per bulannya bervariasi untuk masing-masing mesin dan peralatan sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Biaya penyusutan mesin dan peralatan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Biaya penyusutan mesin dan peralatan UKM Mahkota (dalam Rp) Musim
Bulan
Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Hujan
Mesin Giling 326.500 326.500 326.500 326.500 326.500 326.500 326.500 326.500
Mesin Cetak 154.640 154.640 154.640 154.640 154.640 154.640 154.640 154.640
Jenis Tungku Pembakaran 752.300 752.300 752.300 752.300 752.300 752.300 752.300 752.300
Peralatan
Total
74.620 74.620 74.620 74.620 74.620 74.620 74.620 74.620
1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060
2. Biaya penyusutan kendaraan Perhitungan biaya penyusutan kendaraan diperoleh dengan menggunakan metode garis lurus. Metode garis
=
lurus
Taksiran
umur
harga perolehan – nilai residu Taksiran umuir kegunaan
kegunaan
merupakan
....(4)
kebijakan
perusahaan yaitu 5 tshun. Biaya penyusutan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Biaya penyusutan kendaraan UKM Mahkota Jenis Kendaraan Kijang Bak
Biaya Penyusutan (Rp/Tahun) 6.000.000
Biaya Penyusutan (Rp/Bulan) 500.000
3. Biaya penyusutan bangunan Bangunan yang digunakan adalah bangunan pabrik yang berada di tiga lokasi. Nilai biaya penyusutan
76
77
bangunan dihitung berdasarkan luas ruangan yang digunakan. Biaya penyusutan yang timbul akibat di pergunakannya bangunan dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Biaya penyusutan bangunan UKM Mahkota (dalam Rp) Musim
Bulan
Kemarau
Hujan
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Pabrik 1 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000
Jenis Bangunan Pabrik 2 381.550 381.550 381.550 381.550 381.550 381.550 381.550 381.550
Pabrik 3 193.450 193.450 193.450 193.450 193.450 193.450 193.450 193.450
Total 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000
2. Perhitungan Pemicu Biaya Perhitungan pemicu biaya diperlukan untuk menentukan tarif kelompok biaya overhead pabrik. Pemicu biaya yang akan dihitung antara lain: a. Jumlah unit yang diproduksi (JU) Jumlah produksi genteng pada musim kemarau dan musim hujan selama delapan bulan dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Jumlah produksi genteng UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
b. Jumlah pembelian bahan (JPB)
77
Jumlah Produksi (Unit) 175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
78
Jumlah pembelian bahan dihitung berdasarkan berapa kali dilakukan pembelian bahan baku dan penolong yang diperlukan untuk memproduksi produk genteng. Jumlah pembelian bahan pada musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Jumlah pembelian bahan UKM Mahkota Musim
Bulan
Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Hujan
Jumlah Produksi (Unit) 175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
Jumlah Pembelian Bahan 8x 8x 9x 9x 7x 7x 7x 7x
c. Kilowatt Hour (KWH) Perhitungan konsumsi KWH mesin merupakan hasil perkalian antara daya mesin dengan jumlah jam pemakaian mesin serta jumlah mesin tersebut. Lampu penerangan digunakan sesuai dengan keperluan. Konsumsi KWH lampu penerangan juga dilakukan dengan cara yang sama. Konsumsi listrik selama delapan
bulan sebesar 6.644
KWH. Pembebanan konsumsi kwh pada produk dilakukan dengan cara sebagai berikut: Konsumsi KWH
=
Total KWH (8 bulan) Total produksi
x
jumlah
....(5)
produksi/unit
Konsumsi pemicu biaya kilowatt hour
pada musim
kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Konsumsi KWH UKM Mahkota Musim Kemarau
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06
78
Jumlah Produksi (Unit) 175.200 201.600
Konsumsi KWH 761,80 876,60
79
September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Hujan
235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
1022,70 1043,56 907,90 782,67 657,44 591,35
d. Jam peralatan (JP) Jam peralatan adalah waktu yang digunakan dalam pemakaian mesin dan alat untuk memproduksi produk UKM Mahkota. Total konsumsi jam peralatan selama 8 bulan adalah 8.160. Selanjutnya konsumsi jam peralatan dibebankan ke produk yang dihasilkan. Pembebanan konsumsi jam peralatan dapat dilakukan dengan cara: Konsumsi JP
=
Total JP (8 bulan) Total produksi
x
jumlah produksi/unit
....(6)
Konsumsi jam peralatan pada musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Konsumsi jam peralatan UKM Mahkota Musim
Bulan
Musim Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Musim Hujan
Jumlah Produksi (Unit) 175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
Konsumsi JP (Jam) 935,62 1076,60 1256,04 1281,67 1115,05 961,25 807,45 726,28
e. Luas bangunan (LB) Luas bangunan ynga dihitung, digunakan untuk mempertimbangkan konsumsi luas bangunan kepada tiap tahap produksi genteng..masing-masing bangunan pabrik memiliki kontribusi terhadap tiap tahap produksi. Konsumsi luas bangunan dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Konsumsi luas bangunan UKM Mahkota
79
80
Musim Musim Kemarau
Musim Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Konsumsi Luas Bangunan (m2) Pabrik Pabrik Pabrik 1 2 3 300 300 200 300 300 200 300 300 200 300 300 200 300 300 200 300 300 200 300 300 200 300 300 200
Total 800 800 800 800 800 800 800 800
3. Pengelompokkan Aktivitas Aktivitas-aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya tidak langsung secara bersama dalam proes produksi genteng dapat dikelompokkan ke dalam satu kelompok. Biaya aktivitas produksi yang timbul merupakan biaya overhead pabrik bersama yang dikelompokkan dalam satu kelompok biaya berdasarkan pemicu biayanya. Biaya yang ditimbulkan dari aktivitas penggunaan sumber daya dan potensial pemicu biaya. Dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Penggunaan sumber daya tidak langsung yang timbul pada produksi genteng UKM Mahkota Sumber Daya Tidak Langsung Biaya bahan penolong Biaya listrik Biaya penyusutan
Biaya pemeliharaan
Keterangan:
Aktivitas Penggunaan bahan penolong Pemakaian mesin Pemakaian lampu Penyusutan mesin giling Penyusutan mesin cetak Penyusutan tungku pembakaran Penyusutan peralatan Penyusutan kendaraan Penyusutan bangunan Pemeliharaan mesin giling Pemeliharaan mesin cetak Pemeliharaan tungku pembakaran Pemeliharaan kendaran
JU JPB KWH JP LB
80
Pemicu Biaya JU KWH KWH JP JP JP JP JPB LB JU JU JU JPB
= jumlah unit yang diproduksi = jumlah pembelian bahan = kilowatt hour = jam peralatan = luas bangunan
81
Biaya overhead tersebut memiliki pemicu biaya yang berbeda-beda sehingga perlu dikelompokkan ke dalam satu kelompok biaya berdasarkan pemicu biayanya masing-masing. Setelah dikelompokkan maka biaya-biaya tersebut dibebankan kepada
masing-masing
berdasarkan
pemicu
aktivitas
dari
biayanya.
tahapan
produksi
Pengelompokkan
dan
pembebanan tersebut akan dilakukan sebagai berikut: a. Kelompok biaya 1 Kelompok biaya 1 merupakan kelompok biaya aktivitas produksi yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung berdasarkan pemicu biaya jumlah unit yang diproduksi. Pengelompokkan biaya aktivitas produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya unit yang diproduksi Musim
Musim Kemarau
Musim Hujan
Bulan
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Penggunaan bahan penolong 16.074.600 18.496.800 21.579.600 22.020.000 19.157.400 16.515.000 13.872.600 12.551.400
Biaya aktivitas (Rp) Pemeliharaan Pemeliharaan mesin giling mesin cetak 0 0 300.000
0 0 75.000
Pemeliharaan tungku pembakaran 0 0 250.000
0 190.000 0 0 450.000
0 120.000 185.000 0 0
0 330.000 0 180.000 0
Total
16.074.600 18.496.800 22.204.600 22.020.000 19.797.400 16.700.000 14.052.600 13.001.400
b. Kelompok biaya 2 Kelompok biaya 2 merupakan kelompok biaya aktivitas produksi yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung berdasarkan pemicu biaya jumlah pembelian bahan. Pengelompokkan biaya aktivitas produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya jumlah pembelian bahan Musim
Biaya aktivitas (Rp) Penyusutan Pemeliharaan kendaraan kendaran
Bulan
81
Total
82
Musim Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Musim Hujan
500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000
100.000 100.000 150.000 0 0 150.000 0 100.000
600.000 600.000 650.000 500.000 500.000 650.000 500.000 600.000
c. Kelompok biaya 3 Kelompok biaya 3 merupakan kelompok biaya aktivitas produksi yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung berdasarkan pemicu biaya kilowatt hour (KWH). Pengelompokkan biaya aktivitas produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya kilowatt hour (KWH) Musim Musim Kemarau
Musim Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Biaya aktivitas (Rp) Pemakaian Pemakaian mesin lampu 804.250 53.200 877.850 57.600 1.054.950 65.450 1.147.310 68.490 862.450 55.350 655.200 46.300 631.000 44.800 591.750 44.100
Total 857.450 935.450 1.120.400 1.215.800 917.800 701.500 675.800 635.850
d. Kelompok biaya 4 Kelompok biaya 4 merupakan kelompok biaya aktivitas produksi yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung berdasarkan pemicu biaya jam peralatan. Pemicu biaya jam peralatan dihitung berdasarkan berapa besar penyusutan penggunaan peralatan dan mesin yang digunakan. Pengelompokkan biaya aktivitas produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 37.
82
83
Tabel 37. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya jam peralatan Penyusutan mesin giling
Musim
Bulan
Musim Kemarau
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Musim Hujan
Biaya aktivitas (Rp) Penyusutan Penyusutan mesin cetak tungku pembakaran
Penyusutan peralatan
Total
326.500 326.500
154.640 154.640
752.300 752.300
74.620 74.620
1.308.060 1.308.060
326.500 326.500 326.500 326.500 326.500 326.500
154.640 154.640 154.640 154.640 154.640 154.640
752.300 752.300 752.300 752.300 752.300 752.300
74.620 74.620 74.620 74.620 74.620 74.620
1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060
e. Kelompok biaya 5 Kelompok biaya 5 merupakan kelompok biaya aktivitas produksi yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung berdasarkan pemicu biaya luas bangunan.
Pengelompokkan
biaya
aktivitas
produksi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Pengelompokkan dan pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan pemicu biaya luas bangunan Musim Musim Kemarau
Musim Hujan
Biaya aktivitas (Rp) Pabrik Pabrik Pabrik 1 2 3
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07
83
225.000 225.000
381.550 381.550
193.450 193.450
225.000
381.550
193.450
225.000
381.550
193.450
225.000 225.000
381.550 381.550
193.450 193.450
Total 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000
84
225.000 225.000
Maret ‘07 April ‘07
381.550 381.550
193.450 193.450
800.000 800.000
4. Menghitung Tarif Biaya Tarif biaya overhead pabrik merupakan pembagian antara jumlah biaya overhead pabrik yang homogen dalam satu kelompok dengan jumlah konsumsi pemacu biayanya. Hasil pembagian tersebut dinamakan tarif kelompok. Perhitungan tarif kelompok biaya overhead pabrik dapat dilihat pada Tabel 39. 5. Pengalokasian Biaya Setelah tarif kelompok biaya diketahui maka dilakukan pengalokasian biaya ke masing-masing produk. Pengalokasian tersebut dilakukan dengan mengalikan tarif kelompok biaya dan aktivitas yang dikonsumsi oleh masing-masing produk. Selanjutnya menjumlahkan biaya di setiap kelompok tersebut. Perhitungan alokasi biaya overhead pabrik dapat dilihat pada Tabel 40. Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode activity based costing menghitung total biaya produksi dengan menjumlahkan total biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang terdiri dari biaya-biaya atas
aktivitas pencampuran dan
pengadukan, penggilingan,
pencetakan dan pengeringan, pembakaran dan pandinginan dan aktivitas penyimpanan dan pergudangan. Harga pokok produksi genteng per satuan diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan total produksi genteng selama periode akuntansi berjalan.
84
85
Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode activity based costing dapat dilihat pada Tabel 41.
Tabel 39. Perhitungan tarif kelompok biaya overhead pabrik UKM Mahkota Kelompok biaya
Kelompok biaya 1
Kelompok biaya 2
Kelompok biaya 3
Kelompok biaya 4
Kelompok biaya 5
Bulan
Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07 Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07 Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07 Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07 Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Nilai Biaya (Rp) (a)
Pemicu Biaya (b)
16.074.600 18.496.800 22.204.600 22.020.000 19.797.400 16.700.000 14.052.600 13.001.400 600.000 600.000 650.000 500.000 500.000 650.000 500.000 600.000 857.450 935.450 1.120.400 1.215.800 917.800 701.500 675.800 635.850 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 1.308.060 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000
175.200 JU 201.600 JU 235.200 JU 240.000 JU 208.800 JU 180.000 JU 151.200 JU 136.000 JU 8 JPB 8 JPB 9 JPB 9 JPB 7 JPB 7 JPB 7 JPB 7 JPB 761,80 KWH 876,60 KWH 1.022,70 KWH 1.043,56 KWH 907,90 KWH 782,67 KWH 657,44 KWH 591,35 KWH 935,62 JP 1.076,60 JP 1.256,04 JP 1.281,67 JP 1.115,05 JP 961,25 JP 807,45 JP 726,28 JP 800 LB 800 LB 800 LB 800 LB 800 LB 800 LB 800 LB 800 LB
85
Tarif Biaya (Rp/Satuan Pemicu Biaya) (a/b) Rp 91,75/JU Rp 91,75/JU Rp 94,40/JU Rp 91,75/JU Rp 94,81/JU Rp 92,77/JU Rp 92,94/JU Rp 95,60/JU Rp 75.000/JPB Rp 75.000/JPB Rp 72.222,22/JPB Rp 55.555,55/JPB Rp 71.428,57/JPB Rp 92.857,14/JPB Rp 71.428,57/JPB Rp 85.714,28/JPB Rp 1.125,55/KWH Rp 1.067,13/KWH Rp 1.095,53/KWH Rp 1.165,05/KWH Rp 1.010,90/KWH Rp 896,29/KWH Rp 1.027,92/KWH Rp 1.075,25/KWH Rp 1.398,06/JP Rp 1.214,99/JP Rp 1.041,41/JP Rp 1.020,59/JP Rp 1.173,09/JP Rp 1.360,79/JP Rp 1.619,98/JP Rp 1.801,04/JP Rp 1.000/LB Rp 1.000/LB Rp 1.000/LB Rp 1.000/LB Rp 1.000/LB Rp 1.000/LB Rp 1.000/LB Rp 1.000/LB
86
86
84
Tabel 40. Perhitungan alokasi biaya overhead pabrik Kelompok biaya Kelompok biaya 1 Konsumsi JU (unit) Tarif per pemicu (Rp/unit) Jumlah biaya (Rp) Kelompok biaya 2 Konsumsi JPB (kali) Tarif per pemicu (Rp/kali) Jumlah biaya (Rp) Kelompok biaya 3 Konsumsi KWH (kwh) Tarif per pemicu (Rp/kwh) Jumlah biaya (Rp) Kelompok biaya 4 Konsumsi JP (jam) Tarif per pemicu (Rp/jam) Jumlah biaya (Rp) Kelompok biaya 5 Konsumsi LB (m2) Tarif per pemicu (Rp/ m2) Jumlah biaya (Rp) Total keseluruhan biaya kelompok (Rp) Jumlah produksi (unit) Biaya overhead per unit (Rp/unit)
Juli ‘06
Agustus ‘06
September ‘06
Oktober ‘06
Bulan Januari ‘07
Februari ‘07
Maret ‘07
April ‘07
175.200 91,75 16.074.600
201.600 91,75 18.496.800
235.200 94,40 22.204.600
240.000 91,75 22.020.000
208.800 94,81 19.797.400
180.000 92,77 16.700.000
151.200 92,94 14.052.600
136.000 95,60 13.001.400
8 75.000 600.000
8 75.000 600.000
9 72.222,22 650.000
9 55.555,55 500.000
7 71.428,57 500.000
7 92.857,14 650.000
7 71.428,57 500.000
7 85.714,28 600.000
761,80 1.125,55 857.450
876,60 1.067,13 935.450
1.022,70 1.095,53 1.120.400
1.043,56 1.165,05 1.215.800
907,90 1.010,90 917.800
782,67 896,29 701.500
657,44 1.027,92 675.800
591,35 1.075,25 635.850
935,62 1.398,06 1.308.060
1.076,60 1.214,99 1.308.060
1.256,04 1.041,41 1.308.060
1.281,67 1.020,59 1.308.060
1.115,05 1.173,09 1.308.060
961,25 1.360,79 1.308.060
807,45 1.619,98 1.308.060
726,28 1.801,04 1.308.060
800 1.000 800.000
800 1.000 800.000
800 1.000 800.000
800 1.000 800.000
800 1.000 800.000
800 1.000 800.000
800 1.000 800.000
800 1.000 800.000
19.640.110 175.200
22.140.310 201.600
26.083.060 235.200
25.843.860 240.000
23.323.260 208.800
20.159.560 180.000
17.336.460 151.200
16.345.310 136.000
307,10
304,82
305,89
302,68
306,70
306,99
309,65
316,33
84
85
Tabel 41. Ringkasan perhitungan harga pokok produksi dengan metode activity based costing Total Biaya Biaya Biaya Musim Bulan Biaya Bahan Produksi Overhead Tenaga Baku (Rp) (Rp) Pabrik Kerja (Rp) (Rp) Juli ‘06 Kemarau 13.140.000 21.024.000 19.640.110 53.804.110 Agustus ‘06 15.120.000 24.192.000 22.140.310 61.452.310 September ‘06 17.640.000 28.224.000 26.083.060 71.947.060 Oktober ‘06 18.000.000 28.800.000 25.843.860 72.643.860 Januari ‘07 Hujan 15.660.000 25.056.000 23.323.260 64.039.260 Februari ‘07 13.500.000 21.600.000 20.159.560 55.259.560 Maret ‘07 11.340.000 18.144.000 17.336.460 46.820.460 April ‘07 10.260.000 16.416.000 16.345.310 43.021.310 Rata-rata HPP
85
Produksi (Unit)
HPP per Genteng (Rp)
175.200 201.600 235.200 240.000 208.800 180.000 151.200 136.000
307,10 304,82 305,89 302,68 306,70 306,99 309,65 316,33 308,27
Harga Jual per Genteng (Rp) 400 400 400 400 400 400 400 400
86
4.4.2. Perhitungan Laba/Rugi dengan Metode Activity Based Costing Penyusunan laporan laba/rugi menurut activity based costing digolongkan ke dalam tiga unsur berikut ini: 1) harga pokok produk yang dijual, 2) biaya pemasaran, 3) biaya administrasi dan umum. Perhitungan laba/rugi kotor dengan metode activity based costing dapat dilihat pada Tabel 44. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berfungsi untuk memasarkan produk. Biaya-biaya yang termasuk biaya pemasaran adalah biaya komunikasi dan biaya perjalanan pimpinan perusahaan. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 42. Biaya pemasaran UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
Total Biaya (Rp) 175.000 203.000 259.000 238.600 97.300 99.800 86.000 82.000
Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan selain yang berfungsi untuk memproduksi dan memasarkan produk. Biaya-biaya yang termasuk biaya administrasi dan umum adalah biaya alat tulis kantor dan biaya pembuatan surat. Biaya administrasi dan umum yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43 Biaya administrasi dan umum UKM Mahkota Musim Kemarau
Hujan
Bulan Juli ‘06 Agustus ‘06 September ‘06 Oktober ‘06 Januari ‘07 Februari ‘07 Maret ‘07 April ‘07
86
Total Biaya (Rp) 75.000 64.000 98.000 102.000 94.500 83.000 56.000 69.000
87
Tabel 44. Ringkasan perhitungan laba/rugi dengan metode activity based costing (dalam Rp) Penjualan Harga pokok penjualan: Persediaan awal Harga pokok produksi
Juli ‘06 80.624.000
Musim kemarau Agustus ‘06 September ‘06 103.588.000 104.536.000
Oktober ‘06 105.600.000
Januari ‘07 77.440.000
Musim hujan Februari ‘07 Maret ‘07 60.980.000 48.550.000
April ‘07 51.360.000
11.515.791,29
3.328.975,76
0
-816.745,96
0
6.048.152,33
9.050.287,94
12.705.313,98
53.804.110
61.452.310
71.947.060
72.643.860
64.039.260
55.259.560
46.820.460
43.021.310
Harga pokok produk siap jual Persediaan akhir
65.319.901,29 3.328.975,76
64.781.285,76 0
71.947.060,00 -816.745,96
71.827.114,04 0
64.039.260,00 6.048.152,33
61.307.712,33 9.050.287,94
55.870.747,94 12.705.313,98
55.726.623,98 19.250.454,56
Harga pokok penjualan
61.990.925,54
64.781.285,76
72.763.805,96
71.827.114,04
57.991.107,67
52.257.424,40
43.165.433,96
36.476.169,42
Laba/rugi bruto
25.833.074,46
38.806.714,24
31.772.194,04
33.772.885,96
18.248.892,33
-7.277.424,40
-7.015.433,96
-4.316.169,42
175.000
203.000
259.000
238.600
97.300
99.800
86.000
82.000
75.000 250.000
64.000 267.000
98.000 357.000
102.000 340.600
94.500 191.800
83.000 182.800
56.000 142.000
69.000 151.000
25.583.074,46
38.539.714,24
31.415.194,04
33.432.285,96 18.057.092,33 7.841.171,62
-7.460.224,40
-7.157.433,96
-4.467.169,42
Biaya usaha: Biaya pemasaran Biaya administrasi & umum Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih Rata-rata laba bersih
87
4.4.3. Efisiensi Biaya Produksi Genteng UKM Mahkota Dalam proses produksi genteng yang dilakukan oleh UKM Mahkota, terdapat beberapa sumber inefisiensi biaya yang bersumber dari pengangguran aktivitas overhead dan pemborosan akibat dari pelaksanaan aktivitas yang tumpang tindih. Untuk menekan biaya produksi genteng, aktivitas overhead perlu dikurangi waktunya dan perlu dilakukan perbaikan dalam teknis pelaksanaan aktivitas, melalui usaha pemberian instruksi teknis yang benar dan penambahan jam supervisi pada aktivitas penyimpanan dan pergudangan. Untuk melakukan efisiensi biaya, UKM Mahkota perlu melakukan pengelolaan aktivitas secara lebih baik. Beberapa cara yang dapat ditempuh oleh UKM Mahkota untuk melakukan efisiensi biaya adalah sebagai berikut. Cara pertama, UKM Mahkota dapat mengurangi aktivitas yang berasal dari perbaikan proses produksi. Waktu proses yang dapat dikurangi antara lain, adalah jam kerja mesin giling. Untuk jam kerja mesin, jam kerja 2 buah mesin giling dengan rata-rata 8 jam kerja mesin per hari per mesin dapat memproduksi maksimum 240 ribu genteng per hari. Sedangkan besarnya volume produksi genteng UKM Mahkota saat ini hanya mencapai rata-rata 200 ribu genteng per hari atau masih berada dibawah kapasitas maksimum. Hal tersebut terjadi karena dalam proses produksi genteng UKM Mahkota sering terjadi pengangguran jam kerja mesin. Hal tersebut memberikan suatu informasi kerja mesin yang tidak efisien. Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan
jam
kerja
mesin
perusahaan
dapat
melakukan
pengurangan jam kerja mesin dari 8 jam per hari menjadi 7 jam per hari, sehingga selama proses produksi tidak terjadi pengangguran jam kerja mesin.
94
Cara kedua, yaitu dengan memperbaiki teknis pelaksanaan aktivitas. Misalnya pada aktivitas penggilingan dan penyimpanan, pemborosan yang terjadi dalam penggilingan karena jam kerja mesin tidak dioptimalkan dan pada saat pengangkutan yang kurang baik mengakibatkan banyak genteng yang rusak, dapat diperbaiki dengan pemberian instruksi teknis yang lebih baik pada karyawan pabrik. Cara ketiga, yaitu dengan menghilangkan aktivitas yang tidak perlu. Namun hal ini masih belum bisa dilakukan karena aktivitas yang ada pada UKM Mahkota sangat penting dalam proses produksinya. Cara keempat adalah dengan memilih aktivitas yang berbiaya rendah. UKM Mahkota telah melakukan hal tersebut dengan memilih melakukan pencampuran dan pengadukan dangan cara manual. Mahkota
tidak
memilih
menggunakan
mesin
karena
dapat
menambah biaya produksinya. Selain itu, UKM Mahkota masih belum menggunakan alat pembakaran yang lebih modern karena keterbatasan biaya. Cara kelima, biaya produksi dapat dihemat melalui kebersamaan aktivitas. Berdasarkan pengamatan, UKM Mahkota belum melakukan usaha tersebut, hal dapt dilihat melalui penggunaan peralatan dan mesin produksi secara tidak bersamaan untuk melakukan proses produksi genteng. Yang terakhir, biaya produksi dapat dihemat dengan cara menghilangkan salah satu proses produksi. Cara ini dilakukan melalui penerapan teknologi yang lebih efektif dan efisien. Untuk saat ini, cara ini sulit dilterapkan pada perusahaan karena keterbatasan teknologi produksi yang dimiliki oleh UKM Mahkota.
95
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada UKM Mahkota di Kota Cilegon, maka hasil yang dapat disimpulkan adalah : 1. UKM Mahkota menggunakan metode perhitungan yang sederhana untuk menghitung harga pokok produksinya. Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi genteng dengan metode perusahaan, diperoleh harga pokok produksi yang tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 300 per genteng. Dan perhitungan laba/ruginya hanya dengan penambahan Rp 100 per genteng. Metode ini sangat sederhana dan tidak sesuai dengan kaidah perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi menurut standar akuntansi biaya. 2. Berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode full costing, ratarata harga pokok produksi yang diperoleh adalah sebesar Rp 319,97 per genteng dan rata-rata laba bersih sebesar Rp 5.647.141,62. Menurut metode full costing, UKM Mahkota masih bisa menghasilkan laba pada saat musim kemarau dan bisa menutup biaya tetapnya Dan berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing, rata-rata harga pokok produksi yang diperoleh adalah sebesar Rp 294,20 per genteng dan rata-rata laba bersih sebesar Rp 10.447.141,62. Menurut metode variable costing, pada musim hujan, apabila harga jual tersebut telah menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada harga jual yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali. Oleh karena itu, berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode full costing dan variable costing, dapat disimpulkan bahwa perusahaan harus tetap beroperasi pada saat musim kemarau dan musim hujan. 3. Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing, rata-rata harga pokok produksi yang diperoleh adalah sebesar Rp 308,27 per genteng dan rata-rata laba bersih sebesar Rp 7.841.171,62. Dalam proses produksi genteng yang dilakukan oleh UKM Mahkota, terdapat beberapa sumber inefisiensi biaya yang
96
bersumber dari pengangguran aktivitas overhead dan pemborosan akibat dari pelaksanaan aktivitas yang tumpang tindih. Untuk menekan biaya produksi genteng, aktivitas overhead perlu dikurangi waktunya dan perlu dilakukan perbaikan dalam teknis pelaksanaan aktivitas, melalui usaha pemberian instruksi teknis yang benar dan penambahan jam supervisi pada aktivitas penyimpanan dan pergudangan.
2. Saran 1. UKM Mahkota disarankan memperbaiki perhitungan harga pokok produksi dan laba/ruginya dan melakukan pencatatan biaya-biaya berdasakan komponen pembentuk harga pokok produksinya secara detail. Bila hal ini dilakukan maka kesalahan pembebanan biaya tidak akan terjadi lagi dan akan menguntungkan perusahaan. 2. UKM Mahkota disarankan tetap beroperasi pada saat musim kemarau dan musim hujan. Karena berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode full costing, UKM Mahkota masih bisa menghasilkan laba pada saat musim kemarau dan bisa menutup biaya tetapnya Dan berdasarkan hasil perhitungan laba/rugi dengan metode variable costing, pada musim hujan, apabila harga jual tersebut telah menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada harga jual yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali. 3. Untuk menekan biaya produksi genteng, UKM Mahkota disarankan mengurangi aktivitas overheadnya dan perlu dilakukan perbaikan dalam teknis pelaksanaan aktivitas, melalui usaha pemberian instruksi teknis yang benar dan penambahan jam supervisi pada aktivitas penyimpanan dan pergudangan.
97
DAFTAR PUSTAKA Blocher, Edward J., Kung H.C and Thomas W.L. 2000. Cost Management : A Strategic Emphasis. McGraw-Hill Companies Inc, USA. Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 2007. Data Statistik dan Perkembangan UKM di Indonesia. www.depkop.go.id. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon 2007. Data Industri Genteng dan Perkembangannya di Kota Cilegon. www.banten.go.id/cilegon/disperindag. Garrison, R. H and Eric W. Noreen. 2000. Managerial Accounting. McGraw-Hill Companies Inc, USA. Hansen, Don R., Mowen, Maryanne M. 1999. Akuntansi Manajemen (Terjemahan). Edisi 4, Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Manullang, M. 1995. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Liberty, Yogyakarta. Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi YKPN, Yogyakarta. _______. 2003. Activity-Based Cost System. Edisi Keenam. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Partomo, T. S. dan Soejoedono. 2005. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Rahany, Lanny Angginia. 2003. Penetapan Harga Pokok Produksi Kecap Dengan Metode Activity Based costing di PT Surabraja Food Industry Cirebon, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, T. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Salemba Empat, Jakarta. Tunggal, Amin Widjaja. 2003. Activity Based Costing Untuk Manufakturing dan Pemasaran. Harvarindo, Jakarta.
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara
Pertanyaan Wawancara UKM Genteng Press Mahkota Jl. Ketileng Timur No. 92, Cilegon, Banten
I. Pertanyaan tentang sejarah umum dan perkembangan perusahaan 1. Bagaimana proses berdirinya perusahaan (meliputi tahun berdirinya dan pendirinya)? 2. Mengapa diberi nama Mahkota? 3. Perusahaan bergerak dibidang usaha apa? 4. Bagaimana status badan hukumnya? 5. Fasilitas apa saja yang dimiliki oleh UKM Mahkota?
II. Pertanyaan tentang kegiatan perusahaan 1. Apa saja produk yang dihasilkan oleh UKM Mahkota? 2. Apa saja varian produk genteng yang dihasilkan? 3. Bagaimana proses produksi dari setiap produk genteng yang dihasilkan? 4. Apakah ada varian produk baru? 5. Bagaimana kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh UKM Mahkota yang meliputi distribusi pemasaran, daerah pemasaran, pangsa pasar, segmen pasar, dan bagaimana serta apa saja program promosi yang dilakukan dalam memasarkan produknya?
III. Pertanyaan tentang aspek personalia 1. Berapa jumlah karyawan di UKM Mahkota, baik pria dan wanita? 2. Bagaimana status karyawan, apakah karyawan tetap atau karyawan borongan? 3. Berapa hari kerja dalam seminggu dan berapa jam kerja dalam sehari? 4. Bagaimana latar belakang pendidikan karyawan? 5. Apakah terjadi peningkatan jumlah karyawan di UKM Mahkota?
100
Lanjutan lampiran 1.
6. Apakah terdapat kualifikasi tertentu yang diutamakan perusahaan dalam merekrut karyawan?
IV. Pertanyaan tentang struktur organisasi 1. Bagaimana struktur organisasi UKM Mahkota? 2. Apa tugas dari masing-masing bagian?
V. Pertanyaan tentang produksi perusahaan 1. Bagaimana proses produksi produk genteng yang dilakukan UKM Mahkota, apakah berdasarkan proses atau pesanan? 2. Bagaimana aktivitas produksi produk genteng dan sarana produksinya apa saja yang digunakan? 3. Berapa produk genteng yang dihasilkan UKM Mahkota dalam sebulan? 4. Bahan baku apa saja yang diperlukan dalam proses produksi genteng dan berapa jumlah bahan baku yang diperlukan tersebut? 5. Siapa saja yang terlibat dalam proses produksi genteng? 6. Berapa jumlah karyawan yang diperlukan dalam proses produksi genteng? 7. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku yang digunakan dalam proses produksi genteng? 8. Berapa jumlah jam tenaga kerja langsung yang dibutuhkan dalam proses produksi genteng? 9. Berapa upah karyawan yang harus dikeluarkan dari setiap produk genteng yang dihasilkan? 10. Biaya operasional apa saja yang dikeluarkan UKM Mahkota dalam proses produksi genteng? 11. Bagaimana komposisi penggunaan listrik dan air dalam proses produksi genteng (berapa KWH listrik yang digunakan)? 12. Berapa jam kerja peralatan dan mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi genteng?
101
Lanjutan lampiran 1.
13. Berapa biaya yang diperlukan UKM Mahkota yang meliputi biaya penyusutan bangunan dan mesin, biaya bahan penolong, biaya pemeliharaan (seperti apakah ada servis mesin dan penggantian komponen) dan lainnya? 14. Bagaimana aktivitas yang dilakukan UKM Mahkota dalam proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku sampai pergudangan? 15. Berapa biaya yang dikeluarkan UKM Mahkota untuk pemasaran dan administrasi dan umum? 16. Bagaimana penetapan harga pokok produksi dan laba/rugi untuk produk genteng yang selama ini diterapkan oleh UKM Mahkota?
102
Lampiran 2. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Juli 2006 (dalam Rp) 87.824.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
12.036.591,29
0
13.140.000 15.768.000 3.504.000 1.752.000 857.450 2.825.100 1.642.500 657.000 10.950.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 55.896.050 55.896.050
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 55.896.050 67.932.641,29 3.458.408,57 64.474.232,72 23.349.767,28
Laba/rugi kotor Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
175.000 0 75.000 0 250.000 23.099.767,28
103
Lampiran 3. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Agustus 2006 (dalam Rp) 103.588.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
3.458.408,57
0
15.120.000 18.144.000 4.032.000 2.016.000 935.450 3.250.800 1.890.000 756.000 12.600.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 63.544.250 63.544.250
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 63.544.250 67.002.658,57 0 67.002.658,57 36.585.341,43
Laba/rugi kotor Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
203.000 0 64.000 0 267.000 36.318.341,43
104
Lampiran 4. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan September 2006 (dalam Rp) 104.536.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
0
0
17.640.000 21.168.000 4.704.000 2.352.000 1.120.400 3.792.600 2.205.000 882.000 14.700.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 73.364.000 73.364.000
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 73.364.000 73.364.000 -832.831,12 74.196.831,12 30.339.168,88
Laba/rugi bruto Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
259.000 0 98.000 0 357.000 29.982.168,88
105
Lampiran 5. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Oktober 2006 (dalam Rp) 105.600.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
-832.831,12
0
18.000.000 21.600.000 4.800.000 2.400.000 1.215.800 3.870.000 2.250.000 900.000 15.000.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 74.835.800 74.835.800
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 74.835.800 74.002.968,88 0 74.002.968,88 31.597.031,12
Laba/rugi kotor Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
238.600 0 102.000 0 340.600 31.256.431,12
106
Lampiran 6. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Januari 2007 (dalam Rp) 76.240.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
0
0
15.660.000 18.792.000 4.176.000 2.088.000 917.800 3.366.900 1.957.500 783.000 13.050.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 65.591.200 65.591.200
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 65.591.200 65.591.200 6.194.724,44 59.396.475,56 16.843.524,44
Laba/rugi kotor Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
97.300 0 94.500 0 191.800 16.651.724,44
107
Lampiran 7. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Februari 2007 (dalam Rp) 44.980.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
6.194.724,44
0
13.500.000 16.200.000 3.600.000 1.800.000 701.500 2.902.500 1.687.500 675.000 11.250.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 57.116.500 57.116.500
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 57.116.500 63.311.224,44 9.354.413,44 53.956.811 -8.976.811
Laba/rugi kotor Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
99.800 0 83.000 0 182.800 -9.159.611,00
108
Lampiran 8. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan Maret 2007 (dalam Rp) 36.150.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
9.354.413,44
0
11.340.000 13.608.000 3.024.000 1.512.000 675.800 2.438.100 1.417.500 567.000 9.450.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 48.832.400 48.832.400
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 48.832.400 58.186.813,44 13.251.278,92 44.935.534,53 -8.785.534,53
Laba/rugi kotor Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
86.000 0 56.000 0 142.000 -8.927.534,53
109
Lampiran 9. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode full costing untuk bulan April 2007 (dalam Rp) 32.160.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar Penyusutan mesin Penyusutan kendaraan Penyusutan gedung
13.251.278,92
0
10.260.000 12.312.000 2.736.000 1.368.000 635.850 2.205.900 1.282.500 513.000 8.550.000 2.400.000 1.200.000 1.200.000 44.663.250 44.663.250
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan
0 44.663.250 57.914.528,92 19.985.162,34 37.929.366,57 -5.769.366,57
]Laba/rugi kotor Biaya komersial: Biaya pemasaran Variabel Tetap Biaya administrasi & umum Variabel Tetap Jumlah biaya komersial Laba/rugi bersih
82.000 0 69.000 0 151.000 -5.920.366,57
110
Lampiran 10. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable Costing untuk bulan Juli 2006 (dalam Rp) 87.824.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
11.292.591,29
0
13.140.000 15.768.000 3.504.000 1.752.000 857.450 2.825.100 1.642.500 657.000 10.950.000 51.096.050 51.096.050
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 51.096.050 62.388.641,29 3.161.422,27 59.227.219,02
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
75.000 175.000 59.477.219,02
Laba/rugi kontribusi
21.146.780,98
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 16.346.780,98
111
Lampiran 11. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Agustus 2006 (dalam Rp) 103.588.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
3.161.422,27
0
15.120.000 18.144.000 4.032.000 2.016.000 935.450 3.250.800 1.890.000 756.000 12.600.000 58.744.250 58.744.250
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 58.744.250 61.905.672,27 0 61.905.672,27
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
64.000 203.000 62.172.672,27
Laba/rugi kontribusi
41.415.327,73
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 36.615.327,73
112
Lampiran 12. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan September 2006 (dalam Rp) 104.536.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
0
0
17.640.000 21.168.000 4.704.000 2.352.000 1.120.400 3.792.600 2.205.000 882.000 14.700.000 68.564.000 68.564.000
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 68.564.000 68.564.000 -778.341,33 69.342.341,33
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
98.000 259.000 69.699.341,33
Laba/rugi kontribusi
34.836.658,67
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 30.036.658,67
113
Lampiran 13. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Oktober 2006 (dalam Rp) 105.600.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
-778.341,33
0
18.000.000 21.600.000 4.800.000 2.400.000 1.215.800 3.870.000 2.250.000 900.000 15.000.000 70.035.800 70.035.800
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 70.035.800 69.257.458,67 0 69.257.458,67
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
102.000 238.600 69.598.058,67
Laba/rugi kontribusi
36.001.941,33
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 31.201.941,33
114
Lampiran 14. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Januari 2007 (dalam Rp) 76.240.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
0
0
15.660.000 18.792.000 4.176.000 2.088.000 917.800 3.366.900 1.957.500 783.000 13.050.000 60.791.200 60.791.200
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 60.791.200 60.791.200 5.741.391,11 55.049.808,89
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
94.500 97.300 55.241.608,89
Laba/rugi kontribusi
22.198.391,11
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 17.398.391,11
115
Lampiran 15. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Februari 2007 (dalam Rp) 44.980.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
5.741.391,11
0
13.500.000 16.200.000 3.600.000 1.800.000 701.500 2.902.500 1.687.500 675.000 11.250.000 52.316.500 52.316.500
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 52.316.500 58.057.891,11 8.568.280,11 49.489.611
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
83.000 99.800 49.672.411,00
Laba/rugi kontribusi
11.307.589,00
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 6.507.589,00
116
Lampiran 16. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan Maret 2007 (dalam Rp) 36.150.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
8.568.280,11
0
11.340.000 13.608.000 3.024.000 1.512.000 675.800 2.438.100 1.417.500 567.000 9.450.000 44.032.400 44.032.400
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 44.032.400 52.600.680,11 11.948.739,23 40.651.940,88
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
56.000 86.000 40.793.940,88 7.756.059,12
Laba/rugi kontribusi Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 2.956.059,12
117
Lampiran 17. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode variable costing untuk bulan April 2007 (dalam Rp) 32.160.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik Listrik dan Air Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar
11.948.739,23
0
10.260.000 12.312.000 2.736.000 1.368.000 635.850 2.205.900 1.282.500 513.000 8.550.000 39.863.250 39.863.250
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi Harga pokok penjualan variabel
0 39.863.250 51.811.989,23 17.837.338,81 33.974.650,42
Biaya administrasi & umum variabel Biaya pemasaran variabel Total biaya variabel
69.000 82.000 34.125.650,42
Laba/rugi kontribusi
17.234.349,58
Biaya tetap: BOP tetap Biaya administrasi & umum tetap Biaya pemasaran tetap Jumlah biaya tetap Laba/rugi bersih
4.800.000 0 0 4.800.000 12.434.349,58
118
Lampiran 18. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Juli 2006 (dalam Rp) 87.824.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
11.515.791,29
0
13.140.000 15.768.000 3.504.000 1.752.000
2.825.100 1.642.500 657000 10.950.000 857.450 100.000 1.308.060 500.000 800.000 53.804.110 53.804.110
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi
0 53.804.110 65.319.901,29 3.328.975,76
Harga pokok penjualan
61.990.925,54
Laba/rugi kotor
25.833.074,46
Biaya usaha: Biaya pemasaran Biaya administrasi & umum Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
175.000 75.000 250.000 25.583.074,46
119
Lampiran 19. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Agustus 2006 (dalam Rp) 103.588.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
3.328.975,76
0
15.120.000 18.144.000 4.032.000 2.016.000
3.250.800 1.890.000 756.000 12.600.000 935.450 100.000 1.308.060 500.000 800.000 61.452.310 61.452.310
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi
0 61.452.310 64.781.285,76 0
Harga pokok penjualan
64.781.285,76
Laba/rugi kotor
38.806.714,24
Biaya usaha: Biaya pemasaran Biaya administrasi & umum Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
203.000 64.000 267.000 38.539.714,24
120
Lampiran 20. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan September 2006 (dalam Rp) 104.536.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
0
0
17.640.000 21.168.000 4.704.000 2.352.000
3.792.600 2.205.000 882.000 14.700.000 1.120.400 775.000 1.308.060 500.000 800.000 71.947.060 71.947.060
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi
0 71.947.060 71.947.060 -816.745,96
Harga pokok penjualan
72.763.805,96
Laba/rugi kotor
31.772.194,04
Biaya usaha: Biaya pemasaran Biaya administrasi & umum Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
259.000 98.000 357.000 31.415.194,04
121
Lampiran 21. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Oktober 2006 (dalam Rp) 105.600.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
-816.745,96
0
18.000.000 21.600.000 4.800.000 2.400.000
3.870.000 2.250.000 900.000 15.000.000 1.215.800 0 1.308.060 500.000 800.000 72.643.860 72.643.860
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi
0 72.643.860 71.827.114,04 0
Harga pokok penjualan
71.827.114,04
Laba/rugi kotor
33.772.885,96
Biaya usaha: Biaya pemasaran
238.600
Biaya administrasi & umum
102.000
Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
340.600 33.432.285,96
122
Lampiran 22. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Januari 2007 (dalam Rp) 76.240.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
0
0
15.660.000 18.792.000 4.176.000 2.088.000
3.366.900 1.957.500 783.000 13.050.000 917.800 640.000 1.308.060 500.000 800.000 64.039.260 64.039.260
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi
0 64.039.260 64.039.260 6.048.152,33
Harga pokok penjualan
57.991.107,67
Laba/rugi kotor
18.248.892,33
Biaya usaha: Biaya pemasaran
97.300
Biaya administrasi & umum
94.500
Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
191.800 18.057.092,33
123
Lampiran 23. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Februari 2007 (dalam Rp) 44.980.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
6.048.152,33
0
13.500.000 16.200.000 3.600.000 1.800.000
2.902.500 1.687.500 675.000 11.250.000 701.500 335.000 1.308.060 500.000 800.000 55.259.560 55.259.560
Persediaan akhir produk dalam proses Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual Persediaan akhir produk jadi
0 55.259.560 61.307.712,33 9.050.287,94
Harga pokok penjualan
52.257.424,4
Laba/rugi kotor
-7.277.424,4
Biaya usaha: Biaya pemasaran
99.800
Biaya administrasi & umum
83.000
Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
182.800 -7.460.224,40
124
Lampiran 24. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan Maret 2007 (dalam Rp) 36.150.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
9.050.287,94
0
11.340.000 13.608.000 3.024.000 1.512.000
2.438.100 1.417.500 567.000 9.450.000 675.800 180.000 1.308.060 500.000 800.000 46.820.460 46.820.460
Persediaan akhir produk dalam proses
0
Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual
46.820.460 55.870.747,94
Persediaan akhir produk jadi
12.705.313,98
Harga pokok penjualan
43.165.433,96
Laba/rugi kotor
-7.015.433,96
Biaya usaha: Biaya pemasaran
86.000
Biaya administrasi & umum
56.000
Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
142.000 -7.157.433,96
125
Lampiran 25. Perhitungan HPP dan laba/rugi genteng dengan metode activity based costing untuk bulan April 2007 (dalam Rp) 32.160.000
Pendapatan penjualan genteng Harga pokok penjualan : Persediaan awal produk jadi Harga pokok produksi : Persediaan awal produk dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Tanah liat Biaya tenaga kerja Ongkos cetak Ongkos bakar Ongkos angkut Biaya overhead pabrik 1. Biaya tingkat unit aktivitas a. Biaya penggunaan bahan penolong Solar Minyak tanah Minyak lincir (pelicin) Kayu bakar 2. Biaya tingkat batch produksi a. Biaya listrik 3. Biaya tingkat produksi aktivitas a. Biaya pemeliharaan 4. Biaya tingkat fasilitas aktivitas a. Biaya penyusutan mesin b. Biaya penyusutan kendaraan c. Biaya penyusutan bangunan
12.705.313,98
0
10.260.000 12.312.000 2.736.000 1.368.000
2.205.900 1.282.500 513.000 8.550.000 635.850 550.000 1.308.060 500.000 800.000 43.021.310 43.021.310
Persediaan akhir produk dalam proses
0
Harga pokok produksi Harga pokok produk yang tersedia untuk di jual
43.021.310 55.726.623,98
Persediaan akhir produk jadi
19.250.454,56
Harga pokok penjualan
36.476.169,42
Laba/rugi kotor
-4.316.169,42
Biaya usaha: Biaya pemasaran
82.000
Biaya administrasi & umum
69.000
Jumlah biaya usaha Laba/rugi bersih
151.000 -4.467.169,42