STUDI KASUS ATAS PENGGUNAAN CONSEPTUAL FRAMEWORK DALAM PELAPORAN KEUANGAN “TRANSFORMASI PT. JAMSOSTEK KE BPJS KETENAGAKERJAAN DAN PELAPORAN KEUANGAN RUMAH SAKIT BADAN LAYANAN UMUM”
OLEH YUDIANTO ENDANG TRI PRATIWI SRI APRIYANTI HUSAIN
MAKALAH Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pelaporan Korporat yang diampu oleh Ibu Mirna Mirya, SE., MSA., Ak., AAP A
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi pengambil keputusan yang bersifat ekonomi juga dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terus-menerus berubah karena adanya globalisasi, baik lingkungan bisnis yang bertumbuh bagus, dalam keadaan stagnas maupun depresi. Tiap-tiap negara tentu saja mempunyai standar akuntansi yang berbeda dengan negara yan lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kondisi ekonomi, paham ekonomi yang dianut serta perbedaan kondisi politik dan sosial di tiap-tiap negara. Dengan keadaan yang seperti ini, tentu saja laporan akuntansi pada perusahaan di masing-masing negara juga berbeda (Sadjiarto,1999). Adanya transaksi antar negara dan prinsip akuntansi yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan standar akuntansi yang berlaku secara international. Oleh karena itu, muncul organisasi yang bernama IASB atau International Accounting Standard Board yang mengeluarkan International Financial Reported Standard (IFRS). IFRS kemudian dijadikan sebagai pedoman penyajian laporan keuangan diberbagai negara. Masalah selanjutnya muncul adalah bagaimana penerapan IFRS di masing-masing negara mengingat perbedaan lingkungan ekonomi, politik, hokum, dan sosial. Lingkungan adalah salah satu isu utama dalam masyarakat dan menjadi bagian yang signifikan dalam pengaruhnya terhadap perekonomian suatu negara. Alasan utama penyajian laporan keuangan yang memenuhi standar adalah untuk kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri di masa depan, baik ditinjau dari segi pengguna internal maupun pengguna eksternal. Pengakuan publik akan kelengkapan dan ketransparanan laporan keuangan sebuah perseroan terbuka meningkatkan tekanan sektor bisnis untuk menyediakan laporan keuangan yang kompatibel dan sesuai standar (Imanuella, 2007). Namun dalam prosesnya terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan konvergensi ke IFRS ini. Mulai dari perbedaan budaya tiap negara, perbedaan sistem pemerintahan, perbedaan kepentingan antar perusahaan, serta tingginya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan prinsip akuntansi. Konvergensi PSAK ke IFRS di Indonesia telah berlaku efektif dan full adoption sejak tahun 2012. SAK yang dikonvergensikan dengan IFRS ini
2 | Page
diterapkan pada entitas-entitas yang memilii fungsi fidusia (memegang kepentingan orang banyak) atau disebut juga dengan berakuntabilitas publik. Contoh entitas yang memiliki fungsi fidusia adalah entitas perbankan, BUMN, dan entitas yang menjual saham di pasar modal. Komponen utama dari SAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang diadopsi dari International Accounting Standard (IAS) dan International Financial Reporting Standard (IFRS), dan Interpretasi atas Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diadopsi dari Standard Interpretation Committee (SIC) dan International Financial Reporting Interpretation Committee (IFRIC). Hal ini berarti bahwa IFRSs terdiri dari IAS, IFRS, IFRIC dan SIC. Perbedaanya, IAS dibuat oleh International Accounting Standard Committee (IASC) organisasi pendahulu IASB yang berdiri pada tahun 1973. IASC ini kemudian direstrukturisasi menjadi IASB pada tahun 1999. Pada tahun 2001, IASC menjadi foundation (IASCF) yang mendanai IASB. Sejak saat itu, IASB meneruskan tugas dari IASC. Untuk membedakan produk buatan IASC dan IASB, standar-standar yang selanjutnya dibuat oleh IASB dinamai dengan IFRS. SIC dibuat oleh Interpretation Committee, suatu komite khusus yang berfungsi membuat interpretasi dari IAS yang Principle Based. Interpretasi ini sifatnya menjelaskan lebih lanjut mengenai hal-hal yang lebih detail. IFRIC dibuat oleh International Financial Reporting Interpretation Committee, suatu komite khusu yang membuat interpretasi dari IFRS. Perkembangan ekonomi dan dunia usaha telah menimbulkan persaingan yang makin tajam, demikian halnya dengan badan-badan pelayanan publik seperti PT Jamsostek yang bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan maupun industri pelayanan kesehatan ikut merasakan dampak dari perubahan interpretasi prinsip akuntansi yang ada. Selain harus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, organisasi tersebut juga harus bertanggungjawab atas pengelolaan keuangannya berdasarkan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Begitupun dampak dari kemajuan teknologi, menuntut pembiayaan dan investasi yang sangat mahal, sementara itu kemampuan pemerintah dalam membiayai pelayanan kesehatan masyarakat semakin terbatas. Oleh karena itu perlunya memberikan otonomi dengan ruang gerak yang lebih leluasa bagi organisasi yang bergerak
3 | Page
pada pelayanan publik dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya. Upaya yang perlu dilakukan adalah penataan kembali secara administratif maupun dalam pengelolaan keuangan, agar kekayaan negara yang tertanam pada organisasi tersebut dapat dipergunakan secara lebih optimal. Salah satu upayanya adalah dapat beroperasi dengan lebih efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, maka perlu diberikan status Badan Layanan Umum (BLU) terhadap rumah sakit yang berorientasi pada usaha pelayanan masyarakat dan status badan pelayanan umum pada PT Jamsostek yang sebelumnya berbentuk perseroan beralih menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Diharapkan dengan status tersebut pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan mutu pelayanan kesehatan dapat meningkat. Disamping itu kemandirian BLU rumah sakit dalam pemupukan dan pengelolaan sumber daya dapat lebih ditingkatkan. Peningkatan kebutuhan masyarakat atas pelayanan kesehatan yang diberikan BLU rumah sakit, menuntut manajemen BLU rumah sakit untuk bekerja secara profesional. Selain itu, walaupun sumber daya yang tersedia sangat terbatas BLU rumah sakit tetap diharuskan untuk dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien. Sebagai ciri khusus dari usaha jasa pelayanan kesehatan di BLU rumah sakit adalah sulitnya meramalkan kebutuhan pelayanan, baik jenis, jumlah maupun mutu pelayanan yang diperlukan masyarakat. Sementara itu, di sisi lain BLU rumah sakit dituntut untuk selalu siap dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana, tenaga serta dana yang dibutuhkan harus selalu siap dalam rangka mendukung pelayanan tersebut. Selanjutnya dalam pengelolaan sumber daya, BLU rumah sakit juga dituntut untuk dapat menyajikan data dan informasi yang akurat, tersaji secara tepat waktu bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya di bidang keuangan, meliputi transaksi keuangan yang mencakup sumber daya, pendapatan dan beban, maka diperlukan sarana dalam bentuk laporan keuangan. Laporan
Keuangan
BLU rumah sakit
menyediakan informasi yang menyangkut
disusun dengan tujuan untuk
posisi
keuangan,
kinerja
dan
perubahan posisi keuangan. Selain itu laporan keuangan BLU rumah sakit juga
4 | Page
dapat dipergunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Suatu laporan keuangan akan bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Perlu diketahui bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan BLU rumah sakit, karena secara umum laporan
keuangan hanya menggambarkan
pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan. Walaupun demikian, dalam beberapa hal BLU rumah sakit perlu menyediakan informasi non-keuangan yang mempunyai pengaruh keuangan di masa depan. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam Paper ini yaitu: 1) Bagaimana Conceptual Framework dalam pelaporan keuangan ? 2) Bagaimana Transformasi PT. Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan ? 3) Bagaimana Pelaporan keuangan Rumah Sakit yang berbentuk Badan Layanan Umum (BLU)? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan Paper ini yaitu: 1) Untuk mengetahui Conceptual Framework dalam pelaporan keuangan. 2) Untuk mengetahui transformasi PT. Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan. 3) Untuk mengetahui pelaporan keuangan rumah sakit berbentuk Badan Layanan Umum.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Conseptual Framework pada Pelaporan Keuangan
5 | Page
Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh FASB sebagai : “a coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent standards and that presecribes the nature, function, and limits of financial accounting and reporting”. Definisi FASB, menyatakan bahwa kerangka konseptual akuntansi adalah : suatu sistem yang koheren; sub-sub sistemnya adalah (1) tujuan (objectives) dan (2) Konsep fundamental yang saling terkait. Yang dimaksud tujuan adalah konsep-konsep yang mendasari akuntansi keuangan, yakni yang menuntun kepada pemilihan transaksi, kejadian, dan keadaan-keadaan
yang
harus
dipertanggungjawabkan,
pengakuan
dan
pengukurannya, cara meringkas serta mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Kerangka dasar ini merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi: a. Komite penyusun standar akuntansi keuangan, dalam pelaksanaan tugasnya; b. Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan; c. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum; dan d. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Institut Akuntan Indonesia pada bulan September 1994 memutuskan mengadopsi kerangka konseptual yang disusun oleh International Accounting Standard Committee (IASC) sebagai dasar penyusunan dan informasi keuangan di Indonesia. Sedangkan Negara-negara Amerika dan Australia sudah memiliki kerangka konseptual sendiri. Kerangka konseptual yang akan dibahas dalam teori akuntansi akan mengacu pada kerangka konseptual yang dikembangkan di USA. 2.1.1
The role of A Conceptual Framework (Peran Kerangka Konseptual) Peran kerangka kerja konseptual dari tingkat akuntansi, bertujuan untuk
menyediakan struktur teori akuntansi. Kerangka konseptual dapat dipandang
6 | Page
sebagai teori akutansi yang terstruktur (Belkaoui, 1993), karena struktur kerangka konseptual sama dengan struktur teori akutansi yang didasarkan pada proses penalaran logis. Yang dapat digambarkan dalam bentuk hierarki yang memiliki beberapa tingkatan yaitu : 1) Pada tingkat tertinggi yang teoritis : Kerangka konseptual menyatakan ruang lingkup dan tujuan pelaporan keuangan. 2) Pada tingkatan selanjutnya : Kerangka konseptual mengidentifikasi dan mendefinisikan karakteristik kualitatif informasi keuangan (seperti relevansi, keandalan, komparatif, dan dimengerti) dan elemen dasar akuntansi (seperti aktiva, kewajiban, ekuitas, biaya pendapatan, dan keuntungan). 3) Pada tingkat operasional yang lebih rendah : Kerangka konseptual berkaitan dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan (Rules) tentang pengukuran dan pengakuan elemen laporan keuangan dan tipe informasi yang perlu disajikan. 2.1.2
Objectives of Conceptual Framework (Tujuan Kerangka Konseptual) Tujuan kerangka konseptual adalah untuk memberikan pedoman dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum (General purposes financial statements). IASB dan FASB mempertimbangkan kerangka tujuan utama pelaporan keuangan adalah untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pengguna. Informasi tersebut akan dipilih salah satu dasar kegunaannya dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan ini terlihat ingin dicapai dalam pelaporan yaitu: 1) Berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2) Berguna dalam menilai prospek arus kas. 3) Tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya dan perubahan di dalamnya. Kerangka IASB dikembangkan mengikuti jejak dari pembuat standar AS, FASB, pada periode 1987-2000 FASB menerbitkan laporan konsep tujuh mencakup topik-topik berikut: 1) Tujuan dari pelaporan keuangan oleh perusahaan bisnis dan organisasi nonprofit. 2) Karakteristik kualitatif informasi akuntansi yang berguna. 3) Unsur-unsur laporan keuangan. 4) Kriteria untuk pengakuan dan pengukuran unsur-unsur laporan keuangan.
7 | Page
5) Penggunaan arus kas dan menyajikan informasi nilai dalam pengukuran akuntansi. Tujuan utama laporan keuangan adalah memberikan informasi yang : 1) Bermanfaat dalam membuat keputusan kredit dan investasi oleh pihak yang ingin memahami kegiatan ekonomik dan bisnis perusahaan. 2) Membantu kreditor dan investor yang ada atau yang potensial, serta pemakai lain dalam menentukan jumlah, waktu dan ketidakpastian aliran kas di masa yang akan datang. Mengenai sumber – sumber ekonomi, tuntutan terhadap sumber ekonomi, dan perubahan di dalamnya. Oleh karena itu tujuan laporan keuangan dapat di klasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: 1) Tujuan secara luas adalah menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditor dan pemakai lainnya untuk membuat keputusan. 2) Tujuan secara sempit adalah menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kepentingan kreditor, investor untuk menaksirkan penerimaan kas dari investasi, pinjaman kepada perusahaan. 3) Tujuan yang terakhir adalah menyampaikan informasi yang bermanfaat untuk penentuan prospek aliran kas bagi usaha perusahaan. 2.1.3 Sifat Kerangka Konseptual Kebutuhan akan pengembangan kerangka konseptual didasarkan pada beberapa alasan antara lain : 1) Bermanfaat; Penentuan standar akutansi harus dikembangkan/dibangun dan berkaitan dengan konsep dan tujuan yang telah ditetapkan. 2) Masalah-masalah praktik baru dan berisiko tinggi terhadap perkembangan akuntansi harus secara cepat di pecahkan, dengan melihat kerangka dasar teori yang ada. 3) Kerangka konseptual meningkatkan pemahaman pemakai statement keuangan dan kepercayaan terhadap laporan keuangan. 4) Kerangka konseptual mendukung komparabilitas pernyataan informasi laporan keuangan suatu perusahaan. 2.1.4 Pengembangan Kerangka Konseptual
8 | Page
Pengembangan
Kerangka
konseptual
menggambarkan
ruang
lingkup
keseluruhan dari kerangka konseptual dan mencantumkan dokumen-dokumen yang berhubungan dan diterbitkan sampai dengan tahun 1982 oleh FASB. Pada tingkat pertama, tujuan menunjukan sasaran dan maksud dari akuntansi. Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 (Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises) menyajikan sasaran dan maksud dari akuntansi untuk perusahaan bisnis. Statement of Financial Accounting Concepts No. 4 (Objectives of Financial Reporting by Non business Organizations) menyajikan sasaran dan maksud dari akutansi untuk organisasiorganisasi non bisnis. Pada Tingkat kedua, hal-hal yang fundamental meliputi karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi (Statement of Financial Accounting Concepts No. 2) dan definisi dari elemen-elemen dalam laporan keuangan (Statement of Financial Accounting No. 3) . Secara ringkas, lima Statement of Financial Accounting Concepts yang dikeluarkan dan berhubungan dengan pelaporan keuangan untuk perusahaan bisnis adalah : 1) SFAC
No.
1,
“Objectives
of
Financial
Reporting
by
Business
Enterprises”, yang menyajikan sasaran dan maksud dari akuntansi. 2) SFAC No. 2, “Qualitative Characteristics of Accounting Information”, yang melihat karakteristik-karakteristik yang membuat informasi akutansi berguna. 3) SFAC No. 3, “Elemen of Financial Statements of Business Enterprises”, yang memberikan definisi mengenai elemen-elemen dalam laporan keuangan, seperti aktiva, kewajiban, pendapatan, dan beban. 4) SFAC No. 5, “Recognition and Measurement in Financial Statements of Business Enterprises”, yang menetapkan pengakuan dan kriteria pengukuran fundamental serta pedoman mengenai bagaimana informasi sebaikanya secara formal dicantumkan dalam laporan keuangan. 5) SFAC No. 6, “Elements of Financial Statements”, yang menggantikan SFAC No. 3 dan memperluas ruang lingkupnya untuk ikut mencakup organisasiorganisasi nirlaba. 6) SFAC No. 7, “Using Cash Flow Information and Present Value in Accounting
Measurements”,
memberikan
sebuah
kerangka
untuk
menggunakan arus kas dan menyajikan nilai-nilai sebagai basis pengukuran.
9 | Page
Tingkat ketiga, pedoman operasional yang dipergunakan oleh akuntan dalam menentukan dan menerapkan standar akutansi meliputi kriteria pengakuan, laporan keuangan versus pelaporan keuangan dan pengukuran (Statement of Financial Accounting Standards No. 33). Tingkat
keempat,
mekanisme
penyajian
yang
digunakan
untuk
menyampaikan informasi akuntansi meliputi pelaporan penghasilan, pelaporan arus dana dan likuiditas, dan pelaporan posisi keuangan. 2.1.5 The objective of Financial Statement (Tujuan Laporan Keuangan) 1. Tujuan Laporan Keuangan Perusahaan Bisnis FASB memulai usahanya dalam mengembangkan sebuah konstitusi bagian akuntansi dan pelaporan keuangan pada bulan November tahun 1978, FASB menerbitkan pedoman luas yang bersifat perintah yang menyatakan tujuan dari pelaporan keuangan dalam Statment of Financial Accounting Concepts No. 1, Objectives of Financial Reporting by Business. Pernyataan ini tidak hanya dibatasi pada isi dari laporan keuangan saja. Pelaporan keuangan tidak hanya membuat laporan keuangan namun juga caracara lain dalam mengkomunikasikan informasi yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan informasi yang diberikan oleh sistem akuntansi yaitu: informasi mengenai sumber daya, kewajiban, penghasilan perusahaan, dan lain-lain. Adapun tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut: a) Memberikan informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor maupun yang sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat investasi, kredit, dan keputusan-keputusan lain yang serupa secara rasional. b) Memberikan informasi untuk membantu para calon investor dan kreditor serta para pangguna lain yang sudah ada dalam menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari penerimaan kas prospektif untuk deviden atau bunga dan penerimaan dari penjualan, penebusan, atau jatuh temponya surat berharga atau pinjaman. c) Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi dari perusahaan, klaim untuk sumber daya tersebut (kewajiban dari perusahaan untuk mentransfer sumber daya ke entitas dan ekuitas pemilik lainnya), serta dampak
10 | P a g e
dari transaksi-transaksi, peristiwa, dan kejadian yang mengubah sumber daya dan klaim atas sumber daya tersebut. d) Memberikan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan selama periode tersebut. e) Memberikan informasi mengenai bagaimana perusahaan memperoleh dan menggunakan kasnya, mengenai pinjaman dan pembayaran kembali pinjaman tersebut, mengenai transaksi-transaksi modalnya, termasuk dividen kas dan distribusi sumber daya ekonomi lainnya kepada pemilik. f) Memberikan informasi mengenai bagaimana manajemen dari sebuah perusahaan menggunakan tanggung jawab pengurusannya kepada pemilik (pemegang saham) untuk penggunaan sumber daya perusahaan yang dipercayakan kepadanya. g) Memberikan informasi yang berguna bagi para manajer dan direktur dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan keinginan dari pemilik. 2. Tujuan Laporan Keuangan Perusahaan Non Bisnis Tujuan pelaporan keuangan oleh organisasi-organisasi non bisnis antara lain sebagai berikut: a) Tidak memiliki indikator kinerja yang dapat dibandingkan dengan laba pada perusahaan bisnis. b) Pada umumnya tidak menjadi subjek ujian dari kompetisi dalam pasar. Tiga karakteristik utama yang membedakan organisasi-organisasi non bisnis adalah sebagai berikut: a) Sejumlah besar sumber daya diterima dari penyedia sumber daya, yang tidak mengharapkan untuk menerima pembayaran kembali ataupun keuntungan ekonomi yang proposional terhadap sumber daya yang telah mereka berikan. b) Operasi bisnisnya terutama bergerak untuk tujuan-tujuan selain penyediaan barang atau jasa yang mendapatkan laba atau ekuivalen laba. c) Tidak ada saham kepemilikan yang pasti yang dapat dijual, dialihkan, atau ditebus, atau yang akan menjadi hak atas bagian dari distribusi nilai sisa dari sumber daya pada saat organisasi dilikuidasi. Terdapat empat kelompok yang khususnya berkepentingan dengan informasi yang disajikan oleh pelaporan keuangan oleh organisasi non bisnis : a) Penyedia sumber daya: pemimjam, pemasok, karyawan, pembayar pajak, anggota dan kontributor.
11 | P a g e
b) Elemen penyusun yang menggunakan dan memperoleh keuntungan dari jasajasa yang diberikan oleh organisasi. c) Badan-badan penyelenggara dan pengawas yang bertanggungjawab untuk membuat kebijakan dan mengawasi serta menilai para manajer dari organisasi non bisnis. d) Manajer organisasi-organisasi nonbisnis. Untuk memenuhi kebutuhan informasi dari pengguna-pengguna diatas, FASB mengeluarkan exposure draft yang memberikan tujuan-tujuan berikut ini: 1) Informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan mengenai alokasi sumber daya. 2) Informasi yang bermanfaat dalam menilai jasa dan kemampuan untuk memberikan jasa. 3) Informasi yang bermanfaat dalam menilai kepengurusan dan kinerja manajemen. 4) Informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, sumber daya bersih, dan pembebanan-pembebanannya. 5) Kinerja organisasional: pelaporan keuangan oleh organisasi non bisnis hendaknya meberikan informasi mengenai kinerja organisasi dalam periode tertentu. 6) Likuiditas: Pelaporan keuangan oleh organisasi non bisnis hendaknya memberikan
informasi
mengenai
bagaimana
organisasi
non
bisnis
memperoleh dan menggunakan dana kasnya, mengenai pinjaman dan pembayaran kembali pinjaman tersebut, serta mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas organisasi. 7) Penjelasan dan interpretasi manajer: pelaporan keuangan oleh organisasi non bisnis hendaknya mencakup penjelasan dan interpretasi untuk membantu penyedia sumber daya dan pengguna-pengguna lain memahami informasi keuangan yang diterima. 2.1.6
Qualitative Characteristic of Accounting Information (Karakteristik
Kualitatif Informasi Akuntansi) 1. Karakteristik kualitatif dari informasi akutansi a) Kualitas Primer : Relevansi dan Reliabilitas Relevansi: Informasi akuntansi mampu untuk mempengaruhi keputusan pengguna informasi dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan.
12 | P a g e
Predective value: membantu memuat prediksi tentang hasil akhir dari
masa lalu, kini dan masa depan. Feed-back value: menjustifikasi atau mengoreksi harapan masa lalu. Timeliness: harus tersedia sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas
untuk mempengaruhi keputusan. Reliabilitas: Jika bebas dari
pengertian
menyesatkan,
kesalahan
menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan. Keandalan suatu informasi tergantung pada tingkat ketepatan
penyajiannya atas suatu peristiwa. Verifiability: hasil yang serupa akan dihasilkan jika digunakan metode
pengukuran yang sama oleh pengukur-pengukur independen. Representational & Faithfulness: angka-angka dan penjelasan mewakili
apa yang betul-betul ada dan terjadi. Neutrality: informasi tidak dapat dipilih untuk kepentingan kelompok tertentu, informasi tidak bias sehingga tidak mengarahkan penerima informasi kepada hasil yang diinginkan atau mempengaruhi mode prilaku
tertentu. 2. Kualitas Sekunder Komparabilitas: Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu pengukuran penyajian dampak keuangan transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan periode yang berbeda. Konsistensi: Mengaplikasikan perlakuan akutansi yang sama untuk kejadian yang serupa setiap periode. Perusahaan dapat mengganti satu metode ke metode lainnya asalkan dapat menunjukkan bahwa metode yang baru lebih baik daripada metode sebelumnya. 2.2 Transformasi PT Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan 2.2.1 Perintah Transformasi
13 | P a g e
Perintah transformasi kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial diatur dalam UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Penjelasan Umum alinea kesepuluh UU SJSN menjelaskan bahwa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dibentuk oleh UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang tengah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru. Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). UU BPJS adalah pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005. Penjelasan Umum UU BPJS alinea keempat mengemukakan bahwa UU BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Kedua pasal ini mengamanatkan pembentukan BPJS dan transformasi kelembagaan PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero) dan PT TASPEN (Persero) menjadi BPJS. Transformasi kelembagaan diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban.
2.2.2
Makna Transformasi UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata “transformasi” sebagai perubahan
bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi.
14 | P a g e
1. Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri dari PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Keempatnya adalah badan hukum privat yang didirikan sesuai ketentuan UU No.19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Misi yang dilaksanakan oleh keempat Persero tersebut merujuk pada peraturan perundangan yang mengatur program-program jaminan sosial bagi berbagai kelompok pekerja. Walaupun program-program jaminan sosial yang tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan semangat kerja para pekerja. Program JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja. Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Begitu pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN, penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil adalah insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja. Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota POLRI atas penghasilan yang layak. Sebaliknya di era SJSN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merepresentasikan negara dalam mewujudkan hak konstitusional warga negara atas jaminan sosial dan hak atas penghidupan yang layak. Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Penyelenggaraan sistem jaminan
15 | P a g e
sosial berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan martabat manusia. BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya kehidupan dasar warga negara dengan layak. Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk memenuhi prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peserta. Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca amandemen UUD NRI 1945. Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan untuk memberikan sumbangan pada perekonomian nasional dan pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan pendirian BUMN jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional sebagaiman diuraikan di atas.
2. Perubahan Badan Hukum Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial – PT ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah empat badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada pemegang saham. Keempatnya bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik saham yang tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh penguasa negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri mendirikan persero
16 | P a g e
setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa negara dengan Undang-Undang, yaitu UU SJSN dan UU BPJS. Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah. RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan. Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara. Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS. Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh Presiden. Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan DPR. Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur pekerja, unsur pemberi kerja dan unsur tokoh masyarakat. Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan sosial. Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan sanksi kepada peserta. Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik memiliki kekuasaan dan
17 | P a g e
kewenangan untuk mengatur publik melalui kewenangan membuat peraturanperaturan yang mengikat publik. Sebagai
badan
hukum
publik,
BPJS
wajib
menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh Presiden. BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat 30 Juni tahun berikutnya. Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi. Reposisi kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara. Pasal 40 ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS. BPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS). 2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS). 3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS). 4. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS). 5. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS). 18 | P a g e
6. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS). 7. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS). 8. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS). 9. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS). 10. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS). 11. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU BPJS).
2.2.3 Proses Transformasi UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Namun, UU BPJS tidak jelas mengatur apakah ketentuan ini juga berlaku bagi pembubaran dan transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero). Proses transformasi keempat BUMN Persero tersebut tidaklah sederajat. Ada tiga derajat transformasi dalam UU BPJS:
19 | P a g e
1) Tingkat tertinggi adalah transformasi tegas. UU BPJS dengan tegas mengubah PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, membubarkan PT JAMSOSTEK (Persero) dan mencabut UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK. 2) Tingkat kedua adalah transformasi tidak tegas. UU BPJS tidak secara eksplisit mengubah PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan, maupun pencabutan peraturan perundangan terkait pembentukan PT ASKES (Persero). UU BPJS hanya menyatakan pembubaran PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan sejak beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014. Perubahan PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan tersirat dalam kata pembubaran PT ASKES (Persero) dan beroperasinya BPJS Kesehatan. 3) Tingkat ketiga adalah tidak bertransformasi. UU BPJS tidak menyatakan perubahan maupun pembubaran PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero). UU BPJS hanya mengalihkan program dan fungsi kedua Persero sebagai pembayar pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan selambatnya pada tahun 2029. Bagaimana nasib kedua Persero tersebut masih menunggu rumusan peraturan Pemerintah yang didelegasikan oleh Pasal 66 UU BPJS. Di samping terdapat tingkatan transformasi, UU BPJS menetapkan dua kriteria proses transformasi BPJS. UU BPJS memberi tenggat 2 tahun sejak pengundangan UU BPJS pada 25 November 2011 kepada PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) untuk beralih dari Perseroan menjadi badan hukum publik BPJS. Namun, saat mulai beroperasi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan terpaut 1,5 tahun. Kriteria pertama adalah transformasi simultan. PT ASKES (Persero) pada waktu yang sama bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan beroperasi. Mulai 1 Januari 2014 PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan pada saat yang sama BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan sesuai ketentuan UU SJSN.
20 | P a g e
Kriteria kedua adalah transformasi bertahap. PT JAMSOSTEK (Persero) bertransformasi dan beroperasi secara bertahap. Pada 1 Januari 2014, PT JAMSOSTEK (Persero) bubar dan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, namun tetap melanjutkan penyelenggaraan tiga program PT JAMSOSTEK (Persero)–jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua. BPJS Ketenagakerjaan diberi waktu 1,5 tahun untuk menyesuaikan penyelenggaraan ketiga program tersebut dengan ketentuan UU SJSN dan menambahkan program jaminan pensiun ke dalam pengelolaannya. Selambatlambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan telah menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun sesuai UU SJSN.
2.2.4
Transformasi PT ASKES (Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan Transformasi PT ASKES (Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan
dalam dua tahap: 1. Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. 2. Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan
diakhiri
dengan
beroperasinya
BPJS
Ketenagakerjaan
untuk
penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015. Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan:
21 | P a g e
1. Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan. 2. Pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan. 3. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik. 4. Pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan. Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas: 1. Laporan keuangan penutup PT Askes(Persero), 2. Laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kesehatan. 3. Laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan. Seperti halnya pembubaran PT ASKES (Persero), pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan. Pada saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh 22 | P a g e
kantor akuntan publik. Menteri Keuangan mengesahkan posissi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan. Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI. Untuk pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi, mulai saat pembubaran PT JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.
2.2.5 Peraturan Pelaksanaan UU BPJS Telaah enam berlalu sejak pengundangan UU BPJS, belum satupun peraturan pelaksanaan UU BPJS selesai diundangkan. Terdapat duapuluh satu pasal UU BPJS mendelegasikan pengaturan teknis operasional ke peraturan di bawah undang-undang. Delapan pasal mendelegasikan peraturan pelaksanaan ke dalam Peraturan Pemerintah. Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan Presiden. Satu pasal mendelegasikan ke Keputusan Presiden. Satu pasal
23 | P a g e
mendelegasikan ke Peraturan BPJS. Dua pasal mendelegasikan ke Peraturan Direktur dan 1 pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan Pengawas. Delapan pasal mendelegasikan ke dalam Peraturan Pemerintah untuk mengatur hal-hal di bawah ini: 1. Tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara dan setiap orang yang tidak mendaftarkan diri kepada BPJS; pendelegasian dari pasal 17 ayat (5). 2. Besaran dan tata cara pembayaran iuran program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian; pendelegasian dari pasal 19 ayat (5) huruf b. 3. Sumber aset BPJS dan penggunaannya; pendelegasian dari pasal 41 ayat (3). 4. Sumber aset dana jaminan sosial dan penggunaannya; pendelegasian dari pasal 43 ayat (3). 5. Presentase dana operasional BPJS dari iuran yang diterima dan/atau dari dana hasil pengembangan; pendelegasian dari pasal 45 ayat (2). 6. Tata cara hubungan BPJS dengan lembaga-lembaga di dalam negeri dan di luar negeri, serta bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi/lembaga internasional; pendelegasian dari pasal 51 ayat (4). 7. Tatacara pengenaan sanksi administratif kepada anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar ketentuan larangan; pendelegasian dari pasal 53 ayat (4). 8. Tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan; pendelegasian dari pasal 66.
24 | P a g e
Delapan pasal mendelegasikan ke Peraturan Presiden untuk mengatur hal-hal di bawah ini: 1. Tata cara penahapan kepesertaan wajib bagi Pemberi Kerja untuk mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti; pendelegasian dari pasal 15 ayat (3). 2. Besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan; pendelegasian dari pasal 19 ayat (5) huruf a. 3. Tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi; pendelegasian dari pasal 31. 4. Tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu; pendelegasian dari pasal 36 ayat (5). 5. Bentuk dan isi laporan pengelolaan program; pendelegasian dari pasal 37 ayat (7). 6. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi; pendelegasian dari pasal 44 ayat (8). 7. Daftar pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI dan tidak dialihkan kepada BPJS Kesehatan; pendelegasian dari pasal 57 huruf c dan pasal 60 ayat (2) huruf b. Satu pasal mendelegasikan ke keputusan Presiden untuk menetapkan keanggotaan panitia seleksi untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi; pendelegasian dari pasal 28 ayat (3). Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan BPJS untuk mengatur pembentukan unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta serta tatakelolanya; pendelegasian dari pasal 48 ayat (3). Dua pasal mendelegasikan ke Peraturan Direktur untuk mengatur:
25 | P a g e
1. Tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi; pendelegasian dari pasal 24 ayat (4). 2. Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi karyawan BPJS; pendelegasian dari pasal 44 ayat (7). Satu pasal mendelegasikan ke Peraturan Dewan Pengawas untuk mengatur tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Pengawas.
2.2.6 Peraturan Pelaksanaan UU SJSN Setelah hampir delapan tahun pengundangan UU SJSN pada 19 Oktober 2004, baru satu perintah pendelegasian yang dilaksanakan dari 22 pasal yang memerintahkan pengaturan lanjut materi muatan UU SJSN. Perintah yang telah dilaksanakan adalah pembentukan Peraturan Presiden tentang susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Perintah lainnya yang telah dilaksanakan adalah putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUU-III/2005, yaitu membentuk UU BPJS. Duapuluh satu perintah pengaturan lanjut tentang penyelenggaraan jaminan sosial dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Tujuh Peraturan Pemerintah: 1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja. 2. Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. 3. Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. 4. Penyelenggaraan Program Jaminan Kematian. 5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Sosial. 6. Tata cara pengelolaan dan pengembangan dana jaminan sosial.
26 | P a g e
7. Cadangan Teknis
Dua Peraturan Presiden: 1. Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. 2. Penahapan pendaftaran peserta.
2.3 PELAPORAN KEUANGAN RUMAH SAKIT BADAN LAYANAN UMUM 2.3.1 Karakteristik BLU Rumah Sakit Berdasarkan peraturan perundang-undangan BLU rumah sakit memiliki karakteristik, antara lain, sebagai berikut : 1) BLU rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip efisiensi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang etis dan sehat, serta tidak semata-mata mencari keuntungan. 2) BLU rumah sakit merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan, pendidikan, penelitian, dan pengembangan serta usaha lain dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. 3) Untuk mendukung pembiayaan kegiatan sesuai dengan
tugas
dan
wewenangnya, BLU rumah sakit: a) Dapat menerima bantuan dan atau subsidi yang berasal dari APBN/APBD berupa uang ataupun barang; b) Berhak menerima pembayaran hasil jasa pelayanan, pendidikan, dan penelitian di bidang kesehatan serta hasil usaha-usaha lain yang sah; c) Dapat menerima hasil kerja sama dengan pihak lain yang terkait. d) Penerimaan yang diperoleh sebagai imbalan jasa yang diberikan BLU rumah sakit merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 4) Dalam rangka pengembangan usaha, BLU rumah sakit dapat :
27 | P a g e
a) Menerima hibah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; b) Menerima pinjaman dari bank, lembaga keuangan lain dan atau pinjaman dari luar negeri berdasarkan usulan Menteri Keuangan; dan Bekerja
BLU
atas persetujuan
sama dengan lembaga lain yang
mempunyai keterkaitan fungsi. 5) Kekayaan BLU rumah sakit merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, yang dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk membiayai kegiatan operasional BLU rumah sakit. 6) Modal BLU rumah sakit tidak terbagi atas saham-saham. 2.3.2 Akuntansi Rumah Sakit 1. Perlakuan Akuntansi a) Pengakuan (Recognition) 1) Kas dan setara kas diakui pada saat diterima oleh BLU; 2) Kas dan setara kas berkurang pada saat digunakan; dan 3) Kas dan setara kas berkurang pada saat dicadangkan. b) Pengukuran (Measurement): 1) Kas dan setara kas dicatat sebesar nilai nominal; dan 2) Kas dan setara kas diukur sebesar nilai nominal pada saat diterima. c) Penyajian (Presentation) Kas dan setara kas merupakan pos/akun yang paling likuid (lancar) dan lazim disajikan pada urutan pertama unsur aset / aset dalam neraca. d) Pengungkapan (Disclosure) 1) Kebijakan yang diterapkan dalam menentukan komponen kas dan setara kas. 2) Rincian jenis dan jumlah kas dan setara kas, sebagai berikut: (a) Kas; (b) Bank; dan (c) Setara kas. 3) Kas dan setara kas yang dibatasi penggunaannya tidak dapat diklasifikasikan sebagai kas dan setara kas dalam aset lancar. Kas dan setara kas tersebut harus diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar.
28 | P a g e
2. Ilustrasi Jurnal a) Pada saat penerimaan kas dan setara kas: Kas/setara kas………………………….
xxx
Pendapatan pelayanan…………………
xxx
Piutang…………………………………………
xxx
Ekuitas…………………………………………
xxx
Akun yang dituju lainnya………………………
xxxx
b) Pada saat penggunaan kas dan setara kas : Aset lain……………………………….
xxx
Utang…………………………………..
xxx
Beban yang dikeluarkan………………
xxx
Dana dicadangkan…………………….
xxx
Akun yang dipengaruhi lain …………
xxx
Kas/setara kas………………………………….
Xxx
Laporan Keuangan yang lengkap terdiri dari: 1) Neraca; 2) Laporan Aktivitas; 3) Laporan Arus Kas; dan 4) Catatan Atas Laporan Keuangan
29 | P a g e
3. Ilustrasi Laporan Aktivitas
30 | P a g e
31 | P a g e
32 | P a g e
33 | P a g e
4. Ilustrasi Laporan Arus Kas
34 | P a g e
35 | P a g e
36 | P a g e
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Mencermati ruang lingkup pengaturan transformasi badan penyelenggara jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS, keberhasilan transformasi bergantung pada ketersediaan peraturan pelaksanaan yang harmonis, konsisten dan dilaksanakan secara efektif. Kemauan politik yang kuat dari pemerintah
dan
komitmen
pemangku
kepentingan
untuk
melaksanakan
trasnformasi setidaknya tercermin dari kesungguhan menyelesaikan agendaagenda regulasi yang terbengkalai. Peraturan perundangan jaminan sosial yang efektif akan berdampak pada kepercayaan dan dukungan publik akan transformasi badan penyelenggara. Publik hendaknya dapat melihat dan merasakan bahwa transformasi badan penyelenggara bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan SJSN, sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pembangunan dukungan publik diiringi dengan sosialisasi yang intensif dan menjangkau segenap lapisan masyarakat. Sosialisasi diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pentingnya penyelenggaraan SJSN dan penataan kembali penyelenggaraan program jaminan sosial agar sesuai dengan prinsipprinsip jaminan sosial yang universal, sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan UU SJSN. Selanjutnya dalam pengelolaan sumber daya, dengan status BLU yang diberikan pada rumah sakit diharapkan dapat menyajikan informasi keuangan yang akurat, tersaji secara tepat waktu bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya di bidang keuangan, meliputi transaksi keuangan yang mencakup sumber daya, pendapatan dan beban, maka diperlukan sarana dalam bentuk laporan keuangan. 3.2 Saran SAK di Indonesia telah mengadopsi penuh IFRS sejak tahun 2012. Hal ini diharapkan akan semakin membawa perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat bersaing dengan perusahaan internasional lainnya. Karena dengan melakukan
37 | P a g e
adopsi ini tentunya penyajian laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan juga akan semakin akuntabel dan transparan. Perusahaan atau organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat sebaiknya segera menerapkan standar akuntansi keuangan berbasis IFRS. Hal ini terkait adanya perubahan terhadap Conseptual Framework Standar Akuntansi Keuangan yang telah dikonvergensi IFRS.
38 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA Imanuella, Intan. 2009. Adopsi Penuh dan Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional. Jurnal Ilmiah Widya Warta, Vol.33, No.1, Hal. 69-75. Mediaty. 2012. Implementasi IFRS dan Isu-Isu Krusial dalam Konvergensi IFRS. Laporan Penulisan Buku Ajar Universitas Hasanuddin. Makassar. Sadjiarto, Arya. 1999. Akuntansi Internasional: Harmonisasi versus Standarisasi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1, No.2, Hal.144-161. Warta Jams. 2013. Bertransformasi untuk Memberikan Layanan & Manfaat yang Lebih Baik. Buletin Jamsostek, Vol.01. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial http://erika0391989.wordpress.com/2012/02/08/a-conceptual-framework-forfinancial-accounting-and-reporting/ http://financeacountingtraining.blogspot.com http://henrich27.blogspot.com/2013/05/conceptual-framework-for-financial.html http://staff.blog.ui.ac.id/martani/ www.iaiglobal.ac.id www.jamsostek.co.id
39 | P a g e