STUDI KARAKTERISTIK FISIK MUARA SUNGAI BATANG NATAL KABUPATEN MANDAILING NATAL Diva Yudha Utama Rangkuti1, Ahmad Perwira Mulia Tarigan2 1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Muara merupakan perairan pantai dimana mulut sungai bertemu dengan laut dan dimana air tawar bercampur dengan air asin yang berasal dari laut. Muara mempunyai nilai ekonomis yang penting karena dapat berfungsi sebagai alur penghubung antara laut dan daerah yang cukup dalam di daratan. Pentingnya pengetahuan tentang muara akan dapat membantu perkembangan bagi muara tersebut, salah satunya dengan cara studi karakteristik fisik muara yang mencakup pemodelan matematis pada muara tersebut. Pemodelan matematis muara dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel yang meliputi pemodelan bathimetri, pasang surut, arus dan salinitas. Pemodelan bathimetri telah menunjukkan lebar saluran dan kedalaman yang mengecil bila ditinjau dari mulut muara. Pemodelan pasang surut telah berhasil mensimulasi siklus pasang surut semidiurnal yaitu dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari semlam. Selain itu, siklus spring dan neap tides yang terjadi dua minggu sekali juga dapat disimuluasikan. Pemodelan arus berhasil menunjukkan arus pasang dan surut yang berbeda fase (90o) dengan air pasang surutnya. Pemodelan salinitas menggambarkan distribusi konsentrasi salinitas yang mengecil dari mulut muara ke arah hulu dengan pola distribusi normal. Kata kunci: Muara, Pemodelan Matematis, Bathimetri, Pasang Surut, Arus, Salinitas
ABSTRACT Estuariy is coastal waters where the mouth of the river meets the ocean and where he freshwater of the river mixes with the saline water from the ocean. Estuary has an important economic value because it can be functioned as a connector between sea and the area that quite deep in the mainland. The importance of knowledge about an estuary will be able to help the develpoment of that estuary itself and the area around it, one of them is with an estuary physical characteristic study that include a mathematic modeling in the estuary. An estuary modeling mathematic is done by using a Microsoft Excel Program which includes bathimetry modeling, tides, currents, and salinity. Bathimetry modeling has shown that channel width and depth is declining if it’s reviewed from the estuary’s mouth. Tides modeling has been succeded to simulate semidiurnal tides cycle which is two times tides and two times ebb in one day. Besides, spring tides and neap tides cycle that happened once per two weeks can be simulated. Currents modeling has been succeded to show tide currents and ebb in a different phase (90o). Salinity modeling shown distribution of salinity concentration which is declining from estuary mouth to the upstream with normal distribution. Keywords : Estuary, Mathematic Modeling, Bathymetry, Tides, Currents, Salinity
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Muara merupakan perairan pantai dimana mulut sungai bertemu dengan laut dan dimana air tawar bercampur dengan air asin yang berasal dari laut (Ji,2008). Muara membentuk zona transisi antara lingkungan sungai dengan lingkungan laut yang mendapat pengaruh dari laut seperti pasang surut, gelombang serta pengaruh dari sungai seperti arus sungai dan transpor sedimen. Hal ini menyebabkan muara bergantung pada kondisi air laut dan air tawar. Muara mempunyai nilai ekonomis yang penting, karena dapat berfungsi sebagai alur penghubung antara laut dan daerah yang cukup dalam di daratan. Pengaruh pasang surut yang masuk ke estuari dapat menyebabkan kenaikan muka air, baik pada waktu air pasang maupun air surut. Selama periode pasang air dari laut dan dari sungai masuk ke estuari dan terakumulasi dalam jumlah sangat besar, dan pada periode surut volume air tersebut akan
kembali ke laut, sehingga karena besarnya volume air yang dialirkan ke laut maka kedalaman aliran akan cukup besar. Selain itu kecepatan arus juga besar yang dapat mengerosi dasar muara sehingga dapat mempertahankan kedalaman aliran. Kondisi ini memungkinkan digunakannya muara sebagai alur pelayaran menuju ke daerah pedalaman. Dengan demikian keberadaan estuari akan mempercepat perkembangan daerah yang ada di sekitarnya, karena memungkinkan dibukanya pelabuhan-pelabuhan di daerah tersebut. Muara Batang Natal terletak di Kecamatan Natal yang berjarak sekitar 100 km dari Panyabungan, Ibu Kota Kabupaten Madina. Lokasi pekerjaan dapat dicapai dari Medan melalui jalan raya dengan kendaraan bermotor ke arah Selatan yang berjarak sekitar +350 km. Mengingat kondisi jalan raya Penyabungan – Natal yang berliku dengan kondisi di beberapa ruas jalan rusak berat dan dalam perbaikan, jarak 100 km ditempuh dalam waktu 4,5 jam perjalanan. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Lokasi Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA Bathimetri, Pasang Surut, Arus, Salinitas Penentuan bathimetri dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran bathimetri. Tujuan daripada pengukuran ini adalah membuat peta bathimetri/kedalaman perairan pantai untuk perhitungan gelombang. Pengukuran bathimetri sangat terkait dengan pengukuran topografi dan pengamatan tinggi muka air/pasang surut, sehingga pelaksanaan pekerjaan pengukuran bathimetri harus dilakukan bersamaan dengan pengukuran pasang surut. Pengukuran kedalaman dasar laut umumnya dengan menggunakan alat ukur echosounder. Kedalaman dasar laut terekam pada kertas echogram. Jalur pengukuran tegak lurus pantai, untuk menentukan posisi fix point setiap titik dengan cara ikatan ke muka sebelum pelaksanaan pengukuran dilakukan dengan bar check untuk kalibrasi alat. Untuk pemodelan pemodelan bathimetri ini rumus yang dipakai adalah (Wright et al., 1973): ( / ) = (1) ( / ) = (2) dimana Wx = Lebar muara di titik tinjau (m), W0 = Lebar muara tepat di mulut muara (m), Dx = Kedalaman muara di titik tinjau (m), D0 = Kedalaman muara tepat di mulut muara (m), x = nilai ukur atau bentang jarak antara titik tinjauan (m), L = dimensi horizontal dari panjang kawasan muara (m), a dan b = koefisien lebar dan kedalaman muara. Untuk lebih lanjut penggunanaan formula Wright et al. dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sketsa Formula Wright et al (1973) Pasang surut merupakan fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik menarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Pasang surut di Natal merupakan pasang surut tipe semi diurnal. Untuk pemodelan pasang surut digunakan dua komponen utama pasang surut yaitu M2 dan S2, dimana kedua komponen tersebut adalah komponen utama semi diurnal bulan dan matahari. Tabel 1 menunjukkan bahwa ada delapan komponen-komponen utama untuk tiga tipe pasang surut yang ada.
Simbol
Pasang surut Semi Diurnal Pasang surut Diurnal Pasang surut periode panjang
Periode
Tabel 1. Komponen Utama Pasang Surut Keterangan
M2 S2 N2
12.42 12.00 12.66
K2
11.97
K1 O1 P1 M1
23.93 25.82 24.07 327.86
Komponen utama semi diurnal bulan Komponen utama semi diurnal matahari Komponen bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan Komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahri-bulan Komponen matahari-bulan Komponen utama diurnal bulan Komponen utama diurnal matahari Komponen bulan dwi-mingguan
Amplitudo di Lokasi (cm) 19,93 39,31 5,71 23,43 7,26 -
Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Arus di permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut. Arus pasang surut terjadi terutama karena gerakan pasang surut air laut. Arus ini terlihat jelas di perairan muara sungai. Bila air laut bergerak menuju pasang, maka terlihat gerakan arus laut yang masuk ke dalam muara atau alur sungai, sebaliknya ketika air laut bergerak menuju surut, maka terlihat gerakan arus laut mengalir ke luar. Untuk mengetahui pergerakan massa air akibat pasang surut akan dilakukan pengukuran arus laut. Umumnya pengukuran arus akan dilakukan pada saat pasang purnama (pasang tinggi) dan pasang perbani (pasang rendah) masingmasing selama 25 jam. Pengukuran dilakukan setiap satu jam pada kedalaman 0.2, 0.6 dan 0.8 d (dimana d = kedalaman laut). Pada pemodelan kecepatan arus yang dihitung adalalah jumlah air yang mengalir, pertambahan kedalaman air tiap titik pengamatan. Debit air tawar dan pasang surut yang melalui penampang muara merupakan tingkat perubahan daripada volume air yang berasal dari hulu penampang. Tingkat perubahan volume air, pada gilirannya, merupakan perhitungan dari hasil perubahan kedalaman pasang surut, lebar dan panjang dari muara, dan kontribusi air tawar yaitu : ( , )=
/ ∆
∫ /
/
(3)
dimana W0 dan D0 = lebar dan kedalaman pada mulut muara, L = panjang muara, ∆ℎ = perubahan kedalaman pasang surut per detik, Q = debit air tawar, dan a dan b = koefisien lebar dan kedalaman muara. Dengan demikian, tujuan disini adalah hanya untuk menghitung volume air, yang melewati tiap penampang dan arus pasang surut rata-rata sepanjang siklus pasang surut. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Satauan salinitas adalah ppt (part per thousand) ataupun per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut (Wibisono, 2004). Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik kimia suatu perairan selain suhu, substrat,
pH, dan lain-lain. Pada Tabel 2 dapat dilihat kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰, muara 5-35‰ dan air tawar 0,55‰ (Nybakken, 1992). Tabel 2. Salinitas Air Berdasarkan Garam Terlarut Air Tawar Air Payau Air Asin (Saline) Air Garam (Brine) <0,05 % 0,05-3% 3-5% >5% Tingkat konsentrasi zat terlarut di dalam air dapat ditentukan dengan persamaan : = (4) Pemodelan salinitas adalah suatu penggambaran atas kadar garam yang terdapat pada air, baik kandungan atau perbedaannya sehingga untuk tiap daerah dimungkinkan terdapat perbedaan model salinitasnya, dan dapat diketahui tingkat kegaraman yang ada. Tingkat kegaraman ini berpengaruh pada berbagai hal sehingga pemodelan salinitas dapat dijadikan referensi untuk menggambarkan kondisi ekosistem pada daerah tersebut. Untuk memodelkan tingkat garam pada suatu muara, Gauss mengemukakan bahwa fungsi untuk mendeskripsikan variasi dapat ditulis kedalam persamaan berikut : ( )=
−
(5)
dimana Px = deskripsi variasi yang dipengaruhi pada titik tinjau, σp = variasi.
3. METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3 menjelaskan secara skematik lingkup dan tahapan penelitan. Mulai
Pengumpulan Data
Data Sekunder : Data Topografi Pengukuran Pasang Surut Pengukuran Arus
Pemodelan Bathimetri
Studi Literatur
Data Primer : Pengukuran Salinitas
Pemodelan Arus
Pemodelan Pasang Surut
Kesimpulan dan Saran
Selesai Gambar 3. Tahapan Penelitian Tugas Akhir
Pemodelan Salinitas
4. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA Bathimetri Diketahui data topografi Muara Sungai Batang Natal pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Data Topografi Muara Sungai Batang Natal Jarak (diukur dari hulu,m) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000
Titik
Lebar (m)
Kedalaman (m)
P19 P21 P23 P25 P27 P29 P31 P33 P35 P37 P39 P41 P43 P45 P47 P49 P51 P53 P55 P57 P59
66 60 58 70 50 66 74 52 60 70 62 62 76 58 50 68 52 50 66 75 73
3,6 4,2 3,4 4,1 3,2 3,7 3,8 6,7 2,3 3,1 7,2 3,1 4,8 3,2 3,9 3,6 4,8 4,3 4,0 4,2 4,2
Sebelum melakukan pemodelan tahapan dasar yang harus dilakukan adalah penyesuaian keadaan muara berdasarkan data yang ada. Penyesuaian ini adalah dengan mencari koefisien lebar dan kedalaman muara (a dan b). Untuk itu digunakan persamaan logaritma normal terhadap formula Wright et al dalam mencari koefisien lebar dan kedalaman muara. Hasil dari persamaan tersebut didapat koefisien lebar (a) sebesar 0,2431 dan koefisien kedalaman (b) 0,3232. Hasil dari perbandingan pemodelan lebar dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut : 80 70 60 50 40
a=0.2431
30
exs
20 10 0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 10001100120013001400150016001700180019002000 Grafik 1. Hasil perbandingan pemodelan lebar terhadap kondisi eksisting Muara Sungai Batang Natal Gambar di atas menunjukkan perbandingan pemodelan lebar muara Sungai Batang Natal dimana garis yang bergelombang adalah kondisi eksisting muara sedangkan garis lurus merupakan hasil pemodelan.
8 7 6 b=0,3 5
eksisting
4 3 2 1 0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 10001100120013001400150016001700180019002000 Grafik 2. Hasil perbandingan pemodelan kedalaman terhadap kondisi eksisting Muara Sungai Batang Natal Gambar di atas menunjukkan perbandingan pemodelan kedalaman muara Sungai Batang Natal dimana garis yang bergelombang adalah kondisi eksisting muara sedangkan garis lurus merupakan hasil pemodelan. Dari hasil pemodelan diatas, untuk lebih mudah melihat perbedaannya maka dapat dibuat tabel perbandingan antara kondisi eksisting terhadap pemodelan seperti Tabel 6 berikut. Tabel 6. Perbandingan bathimetri Muara Sungai Batang Natal antara pemodelan terhadap kondisi eksisting Titik Tinjau P19 P21 P23 P25 P27 P29 P31 P33 P35 P37 P39 P41 P43 P47 P49 P51 P53 P55 P57 P59
Lebar Eksisting (m) 66 60 58 70 50 66 74 52 60 70 62 62 76 50 68 52 50 66 75 73
Lebar Pemodelan (m) 57,34 58,04 58,74 59,45 60,18 60,91 61,65 62,40 63,15 63,92 64,70 65,48 66,28 63,84 67,90 68,72 69,56 70,40 71,26 73,00
Kedalaman Eksisting (m) 3,6 4,2 3,4 4,1 3,2 3,7 3,8 6,7 2,3 3,1 7,2 3,1 4,8 3,2 3,9 3,6 4,8 4,3 4,0 4,2
Kedalaman Pemodelan (m) 3,05 3,10 3,15 3,20 3,25 3,30 3,35 3,41 3,46 3,52 3,58 3,64 3,69 3,75 3,81 3,88 3,94 4,00 4,13 4,20
PASANG SURUT Pemodelan pasang surut dapat diwakilkan oleh perhitungan dari gelombang S2 (solar semi-diurnal), M2 (lunar semidiurnal), dan M4 (lunar quarter-diurnal). Tahapan awal yang dilakukan adalah dengan membuat kurva spring neap kemudian hitung tinggi air berdasarkan amplitudo komponen-komponen S2 dan M2. Setelah itu hitung amplitudo M4, kemudian buat kurva spring neap untuk menunjukkan fluktuasi muka air laut yang berpengaruh pada pemodelan muara. Untuk periode waktu digunakan selama 14 jam berdasarkan waktu pengamatan pasang surut. Hasil dari pemodelan spring neaps diatas dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
SPRING NEAPS
1,2
Kenaikan Muka Air
1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
240
264
288
312
336
-0,4 Grafik 3. Hasil perhitungan spring neap selama 14 hari pada Muara Sungai Batang Natal Sedangkan untuk grafik pengaruh perubahan kedalaman air laut serta grafik perubahan komponen pasut M4 adalah sebagai berikut : GRAFIK PENGARUH PERUBAHAN KETINGGIAN MUKA AIR LAUT
Tinggi Air (m)
4,0
PER.KEDALAMAN (m)
3,0 2,0 1,0 0,0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Periode Waktu (jam)
GRAFIK PERUBAHAN M4 Tinggi Air (m)
0,000 0,000 0,000 0,000
0
2
4
6
8
10
12
14
0,000
Periode Waktu (jam)
M4
Grafik 4&5. Grafik pengaruh perubahan kedalaman air laut serta grafik perubahan komponen pasut M4
ARUS Pada pemodelan ini, arus muara di modelkan dengan asusmsi bahwa perubahan kedalaman air mengarah kepada debit yang diketahui melalui potongan melintang, sehingga arus rata-rata (rasio volume air yang melewati potongan melintang) dapat ditentukan (Hardisty, 2007). Debit air tawar dan pasang surut yang melalui penampang muara merupakan tingkat perubahan daripada volume air yang berasal dari hulu penampang. Tingkat perubahan volume air, pada gilirannya, merupakan perhitungan dari hasil perubahan kedalaman pasang surut, lebar dan panjang dari muara, dan kontribusi air tawar. Pada pemodelan arus akan dibagi dalam empat tahapan yaitu pemodelan perubahan volume air dari hulu muara, pemodelan aliran pasang surut, pemodelan aliran air tawar, dan pemodelan aliran total. Hasilnya dapat dilihat pada Grafik 6 berikut.
GRAFIK TOTAL ALIRAN DAN KEC.ALIRAN Tinggi Air (m)
0,004 0,002 0,000 -0,002
M₄
0
2
-0,004
4
6
8
10
12
14
Aliran Pasut m/s
Periode Waktu (jam) Grafik 6. Garfik Total Aliran dan Kec. Aliran pada Muara Sungai Batang Natal
SALINITAS Tahapan awal untuk menghitung salinitas ini adalah menghitung koefisien dispersi dengan metode trial and error. Nilai koefisien dispersi akan diambil berdasarkan keadaan yang paling mendekati di lapangan. Kemudian gunakan kembali persamaan distribusi normal dengan koefisien dispersi yang telah ditetapkan. Tabel 7 merupakan hasil perhitungan salinitas dengan metode trial and error dan didapat hasilnya adalah sebesar 0,04678. Tabel 7. Hasil perhitungan salinitas dengan menggunakan Persamaan Distribusi Normal Jarak (dari hulu,km)
σx 0,04678
0,03
0,05
0,1
0,5
0
0
0
0
2,91E-86
0,0070447
0,1
0
0
0
8,55E-78
0,0153679
0,2
0
0
7,93E-281
9,26E-70
0,03221
0,3
3,58E-286
0
2,00E-250
3,69E-62
0,064863
0,4
1,99E-253
0
9,19E-222
5,40E-55
0,1254965
0,5
1,15E-222
0
7,76E-195
2,91E-48
0,2332889
0,6
6,85E-194
0
1,20E-169
5,77E-42
0,416663
0,7
4,24E-167
0
3,39E-146
4,21E-36
0,7149965
0,8
2,72E-142
0
1,76E-124
1,13E-30
1,17883
0,9
1,80E-119
2,40E-291
1,67E-104
1,12E-25
1,867354
1
1,24E-98
1,12E-240
2,91E-86
4,05E-21
2,8420409
1,1
8,86E-80
7,76E-195
9,26E-70
5,41E-17
4,1558727
1,2
6,55E-63
8,06E-154
5,40E-55
2,66E-13
5,8387833
1,3
5,02E-48
1,25E-117
5,77E-42
4,81E-10
7,8815331
1,4
3,98E-35
2,91E-86
1,13E-30
3,20E-07
10,221797
1,5
3,28E-24
1,01E-59
4,05E-21
7,83E-05
12,737144
1,6
2,79E-15
5,23E-38
2,66E-13
0,0070447
15,24913
1,7
2,46E-08
4,05E-21
3,20E-07
0,2332889
17,540674
1,8
0,002255
4,69E-09
0,0070447
2,8420409
19,385443
1,9
2,137667
0,0811843
2,8420409
12,737144
20,584172
21
21
21
21
21
2
Dari hasil diatas dapat dilihat yang paling mendekati dengan salinitas muara pada kondisi eksisting ialah dengan menggunakan koefisien dispersi (σx) senilai 0,04678.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil tinjauan dan analisa studi karakteristik fisik Muara Sungai Batang Natal, penulis dapat menyimpulkan dalam poin-poin sebagai berikut : 1. Muara Sungai Batang Natal merupakan muara yang didominasi oleh debit sungai, dan dari salinitas dapat dikelompokkan menjadi muara sudut asin, dimana debit air tawar lebih besar dibandingkan dengan debit yang ditimbulkan oleh pasang surut. 2. Berdasarkan data pasang surut dan tinjauan lapangan, maka Muara Sungai Batang Natal merupakan muara dengan pasang surut tipe semi-diurnal dimana terjadi dua kali pasang dan surut dalam satu hari. 3. Pada pemodelan bathimetri, terdapat selisih yang cukup jauh dengan kondisi di lapangan baik dalam lebar muara serta kedalamannya dengan perbedaan yang paling besar terdapat pada titik P25 dan P31 untuk bagian lebar dengan perbedaan sejauh ±12 m, sedangkan pada kedalaman perbedaan yang paling besar terdapat pada titik P39 dengan selisih 4 m. Hal ini disebabkan oleh adanya penyesuaian lebar dan kedalaman sungai untuk mencapai kondisi muara yang ideal berdasarkan pemodelan matematis. 4. Pada pasang surut dapat dilihat bahwa pengaruh pasang surut masih cukup besar sepanjang 2 km titik tinjau. Dan jika dibandingkan dengan pemodelan pasang surut hasilnya tidak jauh berbeda dengan yang ada di lapangan. 5. Pada pemodelan arus dapat dilihat semakin ke hulu kecepatan arus pasang akan semakin kecil karena adanya arus berlawanan yang berasal dari arah hulu. Hal ini sesuai dengan apa yang dilihat dari tinjauan ke lapangan.
Saran 1.
Untuk dapat melihat pengaruh pasang surut dibutuhkan data profil sungai dan pantai terlebih pada pasang surut beserta arus yang lebih akurat sehingga dapat memaksimalkan pemodelan ke depannya.
6. DAFTAR PUSTAKA Dahuri, R, dkk. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Gang Ji, Z. 2008. Hydrodynamics and Water Quality, Modeling Rivers, Lakes and Estuaries. Wiley Interscience. New Jersey. Hanafi, I. 2010. Tugas Akhir: Studi Karakteristik Fisik Muara Sungai Deli. Universitas Sumatera Utara. Medan Hardisty, J. 2007. Estuarine: Monitoring and Modeling Physical System. Blackwell Publishing. Huang, W., Jones, W.K. 2003. Field Experiment and Hydrodynamic Modeling of an Stratified Estuary in Florida, USA. International Conference on Estuaries and Coasts.China. Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai dan Prioritas Penanganannya. Jakarta. Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Pedoman Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Pengaman Pantai. Jakarta. Triatmodjo, B. 1996. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta. Sudardjat, C. 2011. Kajian Sedimentasi di Sekitar Muara Sungai Wanggu Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Air Institut Teknologi Bandung. Bandung