STUDI EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN DALAM RANGKA PEMBIAYAAN APBN Oleh : Pandu Patriadi
I.
Rekomendasi
Pemerintah dapat memilih dua pendekatan untuk mengstimasi nilai privatisasi BUMN yang lebih realisitis untuk tahun anggaran 2003, yaitu : 1.1.Pendekatan Makro. Asumsi yang dipakai
0,4% PDB dan Pertumbuhan PDB 2003 sebesar 10% dari 2002. 0,4% PDB dan Pertumbuhan PDB 2003 sebesar 15% dari 2002.
1.2.Pendekatan Mikro. Skenario Pelepasan Saham Pemerintah
Perkiraan Hasil Privatisasi BUMN (Miliar)
Skenario Pesimis (20%) Skenario Konservatif (40%) Skenario Optimis (60%)
7.415,7 7.752,7
Perkiraan Hasil Privatisasi BUMN (Rp milyar) 3.068,0 6.136,0 9.205,2
Untuk memperoleh hasil privatisasi tersebut di atas, maka prioritas pertaman BUMN yang dipilih adalah 25 BUMN start utama yaitu : PT Yodhia Karya, PT Indra Karya, PT Indofarma, PT Bio Farma, PT Batu Bara Bukit Asam, PT Semen Gresik Tbk, PT Primissima, PT Iglas, PT Bahana Graha Reksa, PT Sarinah, PT Kimia Farma, Perum Jasa Tirta I, PT Bali Tourism & Devel. Corp, PT Kawasan Berikiat Nusantara, PT PDI Pulau Batam, PTPN III, PTPN X, PT PSB, PT Perhutani, PT Balai Pustaka, PT AnekaTambang Tbk, Perusahaan Gas Negara, PT Telkom, PT Asuransi Kesehatan Indonesia, dan PT Industri Soda Indonesia. Metode privatisasi yang dipakai umumnya IPO, dua diantaranya (PT Telkom dan PT Antam) Right Issue dan sebagian lagi b isa memilih Strategic Sale.
II.
Permasalahan Penelitian
Pertanyaan-pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah: kebijakan privatisasi BUMN seharusnya untuk apa dan apakah dapat dilaksanakan secara efektif dan sejauh mana sasaran privatisasi dapat dicapai ? Bagaimana posisi kebijakan privatisasi BUMN untuk pembiayaan defisit APBN dan kebijakan privatisasi BUMN untuk pengembangan bisnis BUMN ? Apakah metode kebijakan privatisasi BUMN yang selama ini dijalankan pemerintah sudah efektif untuk pembiayaan defisit APBN ? Bagaimana proyeksi penerimaan privatisasi BUMN terhadap APBN pada tahun anggaran 2003 dan 2004 ?
III. Maksud Dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan landasan berpikir kebijakan privatisasi BUMN sebagai pembiayaan defisit APBN dengan menentukan metode kebijakan privatisasi BUMN yang tepat. Tujuan penelitian dapat disusun secara konsisten untuk menjawab identifikasi masalah penelitian, yaitu :
1
1.
2. 3.
IV.
Menganalisis metode apa yang paling tepat dan reliable untuk melakukan privatisasi BUMN, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN tahun anggaran 2003 dan 2004 maupun dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN dalam jangka panjang Melakukan analisis terhadap BUMN-BUMN mana saja yang berpeluang besar untuk diprivatisasikan dalam tahun anggaran 2003 Melakukan proyeksi untuk mengetahui seberapa besar perkiraan hasil privatisasi BUMN yang mungkin diperoleh pemerintah untuk tahun anggaran 2003
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan policy research yang dimaksudkan untuk me-review kebijakan privatisasi BUMN yang telah ditempuh pemerintah dalam tahun anggaran 2001 dan 2002 yang diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya “policy error”. Oleh karena itu, kajian dititikberatkan pada analisis data sekunder, baik yang bersumber dari pengalaman empirikal di negara lain, pelaksanaan privatisasi BUMN yang telah dilakukan baik pada tahun 2001 maupun 2002 serta dep interview dengan para pakar, manajemen BUMN dan pejabat pemerintah yang terkait. Sedangkan untuk memperoleh informasi yang detail tentang pelaksanaan privatisasi BUMN, dilakukan “studi kasus” di beberapa BUMN yang dipilih secara sengaja (purposive sampling). Adapun nama-nama BUMN yang dijadikan objek studi kasus tersebut dikategorikan ke dalam tiga golongan. Pertama, BUMN-BUMN yang telah diprivatisasikan pada tahun 2001, yaitu PT Telekom dan PT Sucofindo. Kedua, BUMN yang direncanakan akan diprivatisasikan pada tahun 2002, antara lain PT Indosat, PT Rukindo, PT Kimia Farma, PT Industri Gelas, dan PT Tambang Bukit Asam, serta Bank Mandiri. Ketiga, BUMN yang tidak dijadikan sasaran pemerintah untuk diprivatisasikan dalam tahun anggaran 2002 yang dipilih menurut kriteria jenis industri. Pilihan metode privatisasi, apakah IPO, Right Issue, Strategic Sale atau metode lainnya, ditetapkan dengan pempertibangkan faktor-faktor seperti (I) ukuran nilai privatisasi, (ii) kondisi kesehatan keuangan dalam tiga tahun terakhir, (iii) waktu yang tersedia bagi BUMN untuk melakukan privatisasi, (iv) kondisi pasar, (v) status perusahaan, apakah sudah atau belum go public, dan (v) rencana jangka panjang perseroan (RJPP) masing-masing BUMN. Sementara metode yang dipakai untuk memperkirakan angka privatisasi sakan rangka pembiayaan APBN adalah: (I) model makro ekonomi, dengan terlebih dahulu menetapkan sasaran indikatif hasil privatisasi BUMN untuk menutup defisit anggaran yaitu sebesar 0,4% dari PDB. Perhitungannya diawali dengan memperkirakan pertumbuhan PDB dalam 4 (empat) tahun terakhir (2000 – 2003). (ii) menghitung persentase realisasi hasil privatisasi dalam setiap tahun anggaran dan dibandingkan dengan sasaran Propenas. (iii) menghitung perkiraan hasil privatisasi BUMN dengan cara sebagai berikut : Perkiraan Optimis : HP-BUMN2003 = (( PDBt-1 + PDB) *0,4)) (Propenas) Perkiraan Konservatif : HP-BUMN2003 = (( PDBt-1 + PDB) *0,2)) (APBN) Model Mikro. Selain pendekatan Makro (yang telah dibahas di depan), penelitian ini juga mencoba menggunakan pendekatan mikro (analisis kharateristik dan fundamental perusahaan) untuk menentukan skala prioritas BUMN yang akan diprivatisasikan dan mengestimasi nilai privatisasi BUMN yang bisa diharapkan pemerintah untuk tahun anggaran 2002. Adapun model yang dipakai sebagaimana digambarkan dalam bagan 2.2-1 dibawah ini : Pendekatan mikro ini memfokuskan perhatian pada kondisi permintaan dan penawaran suatu unit usaha serta porsi saham pemerintah yang akan dilepas ke publik. Ada 2 (dua) tahap yang perlu dilakukan, yaitu : (1) mengidentifikasi posisi BUMN yang akan diprivatisasikan, dan (2) menghitung proyeksi nilai privatisasi. Pada tahap pertama, tujuannya untuk mengetahui peluang keberhasilan privatisasi. Peluang ini sangat ditentukan oleh posisi penawaran yang dicerminkan oleh “tingkat
2
profitabilitas” BUMN dengan posisi permintaan yang dicerminkan oleh “tingkat penyediaan barang dan jasa” (public utilities). Hipotesis yang dipakai adalah : “semakin tinggi posisi profitabilitas dan kharateristik industri suatu BUMN, maka semakin tinggi peluang keberhasilan saham pemerintah untuk diprivatisasikan, begitu pula sebaliknya”. Untuk mengetahui peluang keberhasilan privatisasi BUMN, diperlukan perhitungan skala prioritas BUMN dengan cara sebagai berikut : Menghitung skor profitabilitas, berdasarkan ROA dan ROI; Menghitung skor kharateristik industri berdasarkan produksi yang dihasilkan untuk konsumsi masyarakat (private goods and public goods); Berdasarkan dua cara diatas, kemudian menghitung nilai gabungan dengan membagi angka 9 dikalikan dengan 100. SP = ((SPr + SKh)/9 * 100)) Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi. Menetukan skala prioritas dan mengimplementasikan dalam program privatisasi yang dibagi ke dalam 4 (empat) skala prioritas, yaitu : 1. Prioritas Pertama, >µ+σ (60-100) 2. Prioritas Kedua, µ+σ (60-79) 3. Prioritas Ketiga, µ-σ (40-59) 4. Prioritas Keempat, <µ-σ (20-39) Pada tahap kedua, tujuannya untuk memperoleh besaran nilai hasil privatisasi. Pada tahap ini sangat ditentukan oleh persepsi swasta terhadap nilai saham per lembar dan porsi saham yang bersedia dilepaskan oleh pemerintah. Setelah memperileh/mengidentifikasi namanama BUMN menurut skala prioritas privatisasi dan nilai privatisasi masing-masing BUMN tersebut, kemudian dilakukan estimasi nilai privatisasi BUMN berdasarkan “5 (lima) skenario pelepasan saham” yang kemukinan dilakukan pemerintah, masing-masing 20%, 30%, 40%, 50% dan 60%, dengan catatan bahwa 20% merupakan estimasi pesmis, 40% merupakan estimasi moderat (konserfatif) dan 60% merupakan estimasi optimis.
V.
Temuan
Ketidaksesuaian antara target privatisasi yang dianggarakan dalam APBN dengan realisasinya disebabkan karena dua sebab. Pertama, sasaran tersebut merupakan rencana indikatif yang dihtung hanya dari persentase terhadap PDB setelah memperhitungkan besarnya defisit anggaran yang harus ditutup dengan financing. Variance yang cukup besar dalam perolehan hasil privatisasi dalam tahun anggaran 2001 tersebut sebenarnya dapat diminimalisir jika pemerintah lebih rasional dalam memilih metode privatisasi yang paling tepat untuk masing-masing BUMN. Metode privatisasi yang dimaksud umumnya hanya maliputi dua metode, yakni public offering dan private offering. Pada metode public offering tersedia dua sum metode, yaitu penawaran perdana saham BUMN ke publik (initial public offering/IPO) dan penawaran saham terbatas (right issue). Sementara pada metode private offering, tersedia dua pilihan sum metode yaitu strategic sale dan metode-metode lain yang tidak tergolong ke dalam strategic sale seperti private sale, new private investment, EMBO dan fragmentation. Sedangkan pemilihan terhadap metode privatisasi tersebut perlu mempertimbangkan paling tidak 9 (sembilan) aspek, yaitu porsi saham pemerintah pada masing-masing BUMN, nilai saham pemerintah, nilai ekuitas, laba sebelum pajak, laba ditahan, tingkat kesehatan BUMN, rencana ekspansi, status go public, dan porsi saham yang bersedia bisa dilepas pemerintah. Estimasi makro hasil privatisasi BUMN untuk tahun anggaran 2003 adalah sebagai berikut : 1) Dihitung dengan asumsi rata-rata pertumbuhan PDB 3 (tiga) tahun terakhir (19992001) sebesar 10-15 persen. Apabila diasumsikan pertumbuhan rata-PDB rata 10 persen per tahun, maka PDB tahun 2003 akan menjadi Rp1.853.915,8 miliyar, sehingga apabila sasaran indikatif yang dipakai dalam Propenas untuk hasil privatisasi
3
2)
3)
sebesar 0,4% dari PDB, maka diperkirakan hasil privatisasi pada tahun 2003 sebesar Rp7.415,7 trilyun. Sedangkan apabila diasumsikan rata-rata pertumbuhan PDB sebesar 10 persen per tahun, maka dengan cara yang sama diperkirakan hasil privatisasi BUMN pada tahun 2003 sebesar Rp7.752,7 trilyun. Apabila memperhatikan realisasi hasil privatisasi BUMN pada tahun anggaran 2001 yang hanya sebesar 0,2% dari PDB, maka maka dengan asumsi pertumbuhan rata-rata PDB 10 persen dan 15 persen per tahun diperkirakan hasil privatisasi BUMN tahun 2003 hanya sebesar Rp3.707,8 milyar dan Rp3.876,4 milyar. Secara rerata, realisasi privatisasi BUMN dalam peride tahun 1998/999 hingga 2001 hanya sebesar 23,22 persen dengan rerata penerimaan sebesar Rp2.206,55 milyar, dan mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar –25,6 persen. Sehingga dari kedua indikator di atas dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu antara tahun 1998/99 hingga tahun 2002, target privatisasi yang ditetapkan dalam APBN “terlalu optimis”. Kondisi ini memberikan citra kurang baik dari publik terhadap penyusunan dan kinerja pencapaian anggaran.
Dari pendekatan mikro, ada beberapa kesimpulan penting yaitu : Hanya ada 25 BUMN yang tergolong berpeluang besar untuk diprivatisasikan pada tahun anggaran 2003. Ke 25 BUMN tersebut adalah (bukan ranking) : PT Yodhia Karya, PT Indra Karya, PT Indofarma, PT Bio Farma, PT Batu Bara Bukit Asam, PT Semen Gresik Tbk, PT Primissima, PT Iglas, PT Bahana Graha Reksa, PT Sarinah, PT Kimia Farma, Perum Jasa Tirta I, PT Bali Tourism & Devel. Corp, PT Kawasan Berikiat Nusantara, PT PDI Pulau Batam, PTPN III, PTPN X, PT PSB, PT Perhutani, PT Balai Pustaka, PT AnekaTambang Tbk, Perusahaan Gas Negara, PT Telkom, PT Asuransi Kesehatan Indonesia, dan PT Industri Soda Indonesia. 2) Bila diasumsikan 100 persen kepemilikan saham pemerintah di lepas ke publik, maka nilai peluang privatisasi yang diharapkan hanya sebesar Rp15.340 milyar. Karena dengan membagi 3 (tiga) skenario pelepasan saham pemerintah, maka skenario pesimis (20 persen) estimasi hasil privatisasi sebesar Rp3.068, 0 milyar, skenario konservatif (40%) sebesar Rp6.136,0 milyar dan skenario optimis (60%) sebesar Rp9.205,2 milyar. 1)
DAFTAR PUSTAKA _______, Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal _______, Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Keuangan Negara Blinder, et.al., 1995, The Economics of Public Finance : Studies of Government Finance, The Brookings Institution, Washinton DC, USA Damodaran, Aswath, 2001, Corporate Finance : Theory and Practice, John Willey and Sons, Inc., Singapore Jensen, Michael C., Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance and Take Over, The American Economic Review, Vol. 76, Issue 2. May 1986, p.323-329. Lavoie, Chiara Gratton, 2000, Essay On Privatitazation, PhD in Economics, Virgia State University, Blaksburg, USA Megginson, William L.,1998, Corporate Finance Theory, Addison Wesley Education Publ. Inc., New York, USA Sekaran Uma, 2000, Research Methods for Business : A Skill Building Approachs, John Willey and Sons, Inc, New York, USA Syahrir I., Pandu P. and Yudhi, 2000, LQ 45 : Conceptual and Benefit Analysis, YBAKM, MoF, Jakarta
4
5