Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
STUDI BANDING KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN DI BEBERAPA NEGARA Oleh: Pandu Patriadi1 Abstraksi Dalam periode tahun 1950 hingga 1970-an, pemerintah di banyak negara mengambil bagian aktif dalam perekonomian dan BUMN (SOEs = State Owned Enterprises) banyak berperan sebagai alat dalam melaksanakan program pemerintah. Kehadiran negara dalam kegiatan ekonomi dan bisnis diberi pembenaran argumentasi untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure) serta untuk memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sejak awal 1980-an dimulai dengan terjadinya krisis keuangan dan ekonomi dunia, membuat pemikiran baru muncul tentang perlunya kebijakan privatisasi BUMN sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Konsep ini menekankan persaingan pasar sebagai sarana mencapai efisiensi dan pengalihan aset pemerintah ke masyarakat (publik). Kebijakan privatisasi BUMN menjadi metode yang menjanjikan dalam mewujudkan perbaikan kinerja, efisiensi manajemen dan memenangkan persaingan usaha. Out-put dari penelitian ini adalah: (1) menyusun check list keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kebijakan privatisasi BUMN di beberapa negara dapat meningkatkan efisiensi manajemen; (2) merekomendasikan posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN sehingga dapat meningkatkan efisiensi manajemen BUMBN. Metode penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder dengan melakukan studi banding pada kebijakan privatisasi BUMN di beberapa negara seperti dikawasan Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa Timur. Temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan kebijakan program privatisasi BUMN ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu: (1) political will dari negara (dicirikan dengan ditetapkan UU BUMN, UU Privatisasi dan lembaga yang powerfull dalam melaksanakan kebijakan privatisasi BUMN); (2) leadership para pemimpin negara dan politik terhadap pelaksanaan kebijakan privatisasi BUMN; (3) dukungan organ BUMN sebagai perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) dan manajemen BUMN terhadap program kebijakan privatisasi BUMN; (4) kesediaan serta dukungan sektor dan institusi keuangan. Rekomendasi dari hasil penelitian adalah pemerintah sebagai eksekutor kebijakan privatisasi bersama-sama parlemen (DPR) harus mengoptimalkan ke empat faktor-faktor utama yang menentukan dalam kebijakan privatisasi BUMN. Pengalaman keberhasilan dan kegagalan, advantages dan disadvantages kebijakan privatisasi BUMN di beberapa negara harus menjadi benchmark dan landmark bagi kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia.
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pilihan terhadap kebijakan privatisasi BUMN (SOEs) dilakukan karena perkembangan dan perubahan yang cepat terhadap lingkungan bisnis perusahaan (business environments). Selain itu kebijakan privatisasi BUMN juga didorong masalah ekonomi (seperti keterkaitan BUMN dengan APBN dan pajak), masalah keuangan (strategi keuangan yang 1
Peneliti bidang keuangan dan korporasi Badan Analisia Fiskal Departemen Keuangan RI.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 55
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
harus diambil dalam kebijakan privatisasi sesuai dengan tujuan privatisasi tersebut), masalah property right, hukum bisnis dan masalah politik. Masalah terakhir ini sering menjadi penentu utama terhadap kebijakan privatisasi BUMN di beberapa negara. Kebijakan privatisasi dapat dipakai untuk berbagai alasan, seperti : untuk mendapatkan kas, mendapatkan nilai tukar luar negeri, mendapatkan utang luar negeri, mendorong pengembangan industri yang spesifik, mendorong investasi asing; memperbaiki atau mengembangkan pasar modal, menyebarkan kepemilikan diseluruh sektor ekonomi, dan implementasi pasar bebas. Program privatisasi juga membantu pemerintah untuk mengurangi defisit APBN dengan mengakhiri biaya subsidi bagi BUMN. Program privatisasi BUMN dibanyak negara telah terbukti dapat meningkatkan efisiensi BUMN dan mendorong pertumbuhan ekonomi terutama disektor-sektor infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Banyak sektor ekonomi di negara-negara sedang bekembang (NSB) yang dicirikan dengan intervensi pemerintah pada BUMN telah menjadi kelaziman, hal ini merupakan efek yang merusak iklim bagi pengembangan bisnis BUMN di beberapa negara. Kondisi usaha yang tidak sehat ini akan mengakibatkan terjadinya: terhalangnya kompetisi, lumpuhnya semangat kewirausahaan dan inisiatif, mengalihkan pinjaman dari kegiatan yang produktif ke hal yang tidak produktif, dan menurunkan standar hidup masyarakat. Ada beberapa analis ekonomi yang meneliti tentang keterlibatan sektor publik di negara-negara yang termasuk dalam NSB, penelitian oleh Elliot Berg (1987) memperkirakan bahwa perusahaan publik di NSB hanya memberikan 10% dari produk domestik bruto (PDB = GDP = gross domestic product). Commander (1987) mengestimasi dalam tahun 1980-an para mafia (parastatal) pada Badan Pemasaran Coklat di Ghana telah menggelembungkan sekitar 20% dari harga resminya, akibatnya kontribusi BUMN coklat di Ghana tersebut meningkat terhadap PDB. Penelitian Short (1983) pada International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa partisipasi BUMN didalam pertumbuhan ekonomi, hanya mengandalkan kontribusi perusahaan publik tersebut bagi GDP dan dalam bentuk gross fixed capital. Kontribusi rata-rata BUMN di negara industri maju (industrial countries) mencapai 9,6% - 11,1% dari produk nasional bruto (PNB = GNP = gross national product), hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara akumulasi dana dan kontribusi perusahaan (BUMN) dengan kondisi ekonomi di masing-masing negara. Sedangkan bagi NSB rata-rata sebesar 8.6% - 27% dari PDB. Gambaran data-data ini mengidentifikasikan bahwa BUMN di NSB membutuhkan jumlah dana yang lebih besar untuk mengerjakan produksi ditingkat yang lebih rendah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 56
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang mempunyai fakta bahwa hampir seluruh perusahaan yang dimiliki dan dikelola negara atau BUMN tidak memberikan kinerja finansial yang baik, pengembangan pasar yang memadai dan secara keseluruhan tidak mampu menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi. Laporan Bank Dunia tentang public sector di Indonesia tahun 1999 menunjukkan fenomena tersebut, yaitu: (1) kebanyakan BUMN menyedot anggaran pemerintah yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk pelayanan sosial; (2) kebanyakan BUMN mengambil kredit untuk investasi yang tidak tepat; (3) kebanyakan BUMN tidak efisien dibandingkan perusahaan swasta; dan (4) diharapkan dengan perbaikan manajemen BUMN menghasilkan efisiensi. Proyeksi hasil penelitian tim PSPK BAF menunjukaan bahwa tahun 2004, 2005 dan 2006 jumlah BUMN yang kinerjanya mengalami kerugian berjumlah 70 BUMN (45% dari 154 BUMN) dengan nilai total kerugian lebih besar daripada total keuntungan BUMN yaitu sebesar Rp33,376 triliun (tahun 2004), Rp35,150 triliun dan Rp37,971 triliun (Pandu Patriadi dan Purwoko, 2003). 1.2 Permasalahan Penelitian Di banyak negara sering dihadapkan pada dilema untuk menarik investasi swasta dimana sebuah perusahaan publik telah ada, meskipun telah terjadi kekurang efisiensian perusahaan publik. Keberadaan investor asing atau domestik sering dibuat frustrasi dengan adanya perlakuan yang tidak menyenangkan dan ketidakadilan serta seringnya usaha mereka terdepak dalam bisnis, sementara bagi pemerintah kondisi ini dijadikan alasan untuk mempertahankan BUMNnya. Menurut Neal S Zank (1993), secara spesifik permasalahan kebijakan privatisasi BUMN ini dapat ditemukan dalam bidang pertanian, keuangan serta bidang perdagangan. Di sektor pertanian, kebijakan pemerintah dan pelaksanaan programnya yang telah menghambat operasi pasar dan semangat kewirausahaan sebagai usaha untuk: (a) memproteksi atau mensubsidi pendapatan pembeli dengan meyakinkan adanya harga rendah bagi pembeli di pedesaan atas kebutuhan primer; atau (b) sebagai pendapatan bagi pemerintah itu sendiri dengan adanya pajak yang dikenakan bagi penjualan petani atas komoditas yang diekspor. Subsidi pertanian dapat dikaitkan dengan pengendalian harga yang dilakukan beberapa negara adalah dalam pemasaran dan distribusi. Penelitian Nathan (1988) menunjukkan bahwa pemerintah sering ikut campur secara langsung di sistem distribusi dalam proses input - output di sektor pertanian agar dapat menjalankan kontrolnya. Intervensi pemerintah dan mafia juga merintangi pengembangan sektor pemasaran swasta di bisnis pertanian. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 57
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Di sektor keuangan (financial system), pasar finansial yang efektif adalah sangat diperlukan untuk mengejar pertumbuhan basis perekonomian yang berkelanjutan. Dengan memperluas keterlibatan pemerintah dalam sistem finansial akan menghambat perkembangan pasar finansial yang efektif, akibat langsung adalah biaya intermediasi finansial akan meningkat. Kebijakan regulasi bidang moneter dan finansial yang melumpuhkan intermediasi finansial menciptakan financial repression. Kebijakan ini dapat berakibat buruknya sistem moneter domestik dan pasar modal. Keterlibatan pemerintah dalam sistem finansial merupakan partisipasi langsung sebagai bentuk kepemilikan pemerintah di institusi finansial atau kontrol yang berlebihan pada kegiatan sektor swasta, dan telah menghambat perkembangan pasar keuangan dan kewirausahaan kegiatan sektor swasta. Hambatan pemerintah dalam kebebasan masuk di pasar finansial hampir selalu mengurangi kuantitas dan kualitas pelayanan finansial yang didapatkan, dan menghalangi atau mengubah pertumbuhan ekonomi. Kebalikannya dengan kompetisi di perbankan dan jasa intermediasi keuangan cenderung untuk membatasi tingkat bunga yang dibayarkan dan diterima oleh deposan. Kompetisi ini jika dikombinasikan dengan dilakukannya reformasi bidang finansial akan meningkatkan efisiensi ketika jasa intermediasi keuangan diperlukan dalam mendukung kebijakan privatisasi. Monopoli Perdagangan (trade monopolies), bidang perdagangan menunjukkan satu atau sedikit sektor ekonomi yang mempunyai strategi dan efek saling silang dalam perekonomian, dimana sektor perdagangan di beberapa negara biasa di dominasi oleh para mafia (parastatals) atau aparat yang mendukung monopoli, yang kehadirannya akan: (a) memperlihatkan keterlibatan perusahaan swasta dalam perdagangan, yang tentunya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi; dan (b) menciptakan rintangan tambahan pada liberalisasi dimasa depan, yaitu ketika sektor atau industri yang inefisien tidak dapat berjalan saat kebijakan diterapkan. Hal ini akan memberikan proteksi disektor itu dari suatu sistem pasar, oleh karenanya sistem perekonomian yang membatasi perdagangan internasional hampir selalu membutuhkan kebijakan tersendiri bagi BUMN atau pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa yang penting. Dengan demikian sekali diproteksi dan diisolasi dari pasar dunia, BUMN akan melanjutkan operasinya dengan ketergantungan yang besar pada subsidi negara. Subsidi ini akan mengurangi keterlibatan perusahaan swasta dalam kegiatan ekspor impor komoditi tertentu, dengan demikian negara itu menjadi terkunci dalam sebuah pola perdagangan tertentu dan ketergantungan teknologi yang akan mempercepat hilangnya keunggulan komparatifnya sebagai suatu hal penting dalam kegiatan ekspor. Karena permasalahan kebijakan privatisai BUMN mempunyai dampak yang sangat luas bagi perekonomian maka lingkup permasalahan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 58
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
yang akan diteliti akan dibatasi pada dampak kebijakan privatisasi kepada efisiensi dimana efisiensi yang dimaksud adalah rasio antara hasil yang diperoleh dengan unsur sumber daya (resources) yang dipergunakan. Perbandingan output dan input dan berhubungan dengan biaya (cost) sehingga disebut juga tefisiensi merupakan strtategi tepat biaya (Komaruddin, 1994 : 269). Tema sentral penelitian (the research problem) adalah bagaimana posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN di beberapa negara sehingga dapat meningkatkan efisiensi BUMN?. Dengan melihat permasalahan dan tema sentral penelitian dapat menjadi alasan pentingnya dilakukan penelitian dengan judul “Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di beberapa Negara”. 1.3 Identifikasi Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan tema sentral penelitian, maka identifikasi permasalahan penelitian (research identifications) dapat disusun sebagai berikut : 1. Bagaimana kebijakan privatisasi BUMN di berbagai negara dapat meningkatkan efisiensi BUMN ? 2. Bagaimanakah posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN di berbagai negara ? 1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian (the research aims) ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah dalam kebijakan privatisasi BUMN berkaitan dengan peningkatan efisiensi BUMN di negara-negara lain. Adapun tujuan dari penelitian (research objectives) adalah sesuai dengan identifikasi dari permasalahan yang ada, yaitu : 1. Untuk mengidentifikasi dan analisis seberapa jauh kebijakan privatisasi BUMN di berbagai negara dapat meningkatkan efisiensi BUMN. 2. Melakukan identifikasi dan analisis terhadap posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN di berbagai negara. 1.5 Kegunaan Penelitian Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengambil keputusan dan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia, baik di jajaran pemerintah maupun parlemen (DPR), sehingga mempunyai landasan conceptual framework dan operational Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 59
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
framework dalam meningkatkan kualitas kebijakan program privatisasi BUMN di Indonesia. Selain itu bagi para pengambil keputusan dan kebijakan, baik di pemerintahan maupun parlemen (DPR) di Indonesia diharapkan advantages dan disadvantages kebijakan privatisasi BUMN di negara-negara lain dapat menjadi pertimbangan strategik bagi program kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia dimasa-masa mendatang. Secara teoritis, penelitian dengan metode deskriptif dan studi banding ini diharapkan dapat menjadi review of related literature yang berguna bagi kalangan akademisi yang mencermati kebijakan privatisasi BUMN. Karena studi kebijakan privatisasi BUMN merupakan studi yang sangat populer dan diminati banyak disiplin ilmu diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan konstruktif bagi pengembangan BUMN di Indonesia.
II. Konsep dan Kerangka Pemikiran Kebijakan Privatisasi BUMN 2.1 Konsep Kebijakan Privatisasi BUMN 2.1.1 Dasar Teori Kebijakan Privatisasi BUMN Dasar pemikiran atau filosofi dari kebijakan privatisasi BUMN adalah penekanan pada persaingan pasar sebagai sarana dalam mencapai efisiensi dengan pengalihan aset dari negara (pemerintah) kepada masyarakat (swasta). Pilihan privatisasi atau swastanisasi BUMN dilakukan karena secara natural merupakan lembaga bisnis yang berorientasi kepada keuntungan dan efisiensi. Dalam teori ekonomi dan manajemen keuangan tidak ada cara (metode) privatisasi BUMN yang sederhana dan dapat diterapkan untuk semua keadaan karena setiap BUMN memiliki karateristik yang berbeda. Metode privatisasi yang dilakukan di negara lain juga tidak selalu merupakan metode yang tepat untuk diterapkan karena masing-masing negara berbeda budaya dan tradisi sehingga kebijakan privatisasi BUMN harus disesuaikan dengan lingkungan keadaan yang spesifik (Madsen Pirie, 2002). Negara-negara yang memiliki infrastruktur keuangan yang maju dapat melakukan privatisasi BUMN melalui pasar modal dan atau menggunakan jasa bank komersial. Sebaliknya negara-negara yang tidak memiliki pasar modal yang maju dapat menawarkan penjualan dengan menggunakan sistem voucher atau penjualan kredit kepada para manajer dan karyawan dimana saham dijual tanpa melalui bursa saham. Lain halnya jika BUMN memerlukan investasi baru, maka sebaiknya sasaran penjualan BUMN diarahkan kepada investor yang memiliki uang tunai, daripada dijual kepada para karyawan yang hanya bersedia membayar selama beberapa tahun. (Osama, 1998, Privatization and Development).
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 60
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Bagan - 1 Definisi Privatisasi Peacock (1930) Pemindahan kepemilikan industri dari pemerintah ke sektor swasta
Dunleavy (1980) Pemindahan permanen dari aktifitas produksi barang dan jasa yg dilakukan perusahaan negara ke swasta
Clementi (1980) Pemindahan kepemilikan perusahaan sektor publik ke swasta Pirie (1980) Pemindahan produksi barang dan jasa dari sektor publik ke sektor swasta Posner (1980) Berpindahnya pengelolaan perusahaan dari publik ke swasta Kay dan Thompson (1970) Perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta
Kesimpulan :
DEFINISI PRIVATISASI
Company Act (1980) Penjualan yg berkelanjutan sekurangnya sebesar 50% dari saham milik pemerintah ke swasta
privatisasi adalah perubahan kepemilikan perusahaan negara menjadi milik swasta
Beesley dan Littlechild (1980) Pembentukan perusahaan
Shackleton (1970) Pemindahan kepemilikan perusahaan sektor publik ke swasta Sumber : Indra Bastian, 2002, diolah
Kebijakan privatisasi BUMN di pasar modal pada dasarnya adalah kemauan politik negara (political will) untuk melakukan proses transparan dan pengawasan publik (public security). Dasar pemikiran yang melatar belakangi penjualan saham BUMN melalui pasar modal memerlukan dukungan, seperti: (i) perilaku pemerintah dan (ii) transparansi dan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 61
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
pengawasan masyarakat. Perubahan politik pemerintahan akan secara mudah mempengaruhi manajemen. Keinginan suatu rejim pemerintah untuk menjamah tugas-tugas manajemen BUMN akan muncul kembali bila tidak ada pengawasan publik. Disamping itu dengan kondisi struktur kepemilikan modal yang belum merata ditakutkan penjualan saham BUMN secara keseluruhan (total sales) dapat berakibat pengalihan monopoli dari negara kepada swasta atau kelompok tertentu yang mendominasi modal. Akan tetapi dengan penjualan saham BUMN secara bertahap dan sebagian demi sebagian (partial sale) akan menjadi kontrol dari pemegang saham publik dan minoritas lainnya kepada BUMN untuk menjalankan manajemen perusahaan secara transparan. Kondisi ini secara positif akan menjadi policy recommendation bagi pemerintah untuk memberlakukan BUMN sebagai badan usaha komersial melalui privatisasi di pasar modal. Bob Walker dan Betty Con (2001) berpendapat bahwa kebijakan privatisasi BUMN dengan menjual saham (public offering) di pasar modal domestik maupun internasional justru dapat mengatasi kendala konsentrasi pemilikan modal di negara-negara berkembang. Hal ini dapat dilakukan dengan peraturan anti monopoli yang membantasi dominasi kepemilikan saham. Kondisi ini di sisi lain tentunya menjadi stimulus bagi BUMN yang akan masuk bursa untuk melakukan korporatisasi dan profitisasi. Dari pengalaman negara-negara lain ditunjukan bahwa pasar modal adalah sarana proses belajar (learning curve) yang efektif dan menjadi rujukan bagi kemajuan sektor-sektor usaha lainnya. Kebijakan privatisasi juga merupakan terobosan dalam mengurangi dan melepaskan politisasi BUMN yang sering menghambat kinerja manajemen BUMN. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan implikasi yang signifikan terhadap perubahan structure–conduct–performance BUMN di Indonesia yang semula bersifat birokratis menjadi bersifat kewirausahaan (enterpreneurship) dan sadar biaya (cost conscious). Hasil penelitian Peter Mc. Person 2 menunjukan bahwa kebijakan privatisasi BUMN di NSB akan berjalan baik bila pemerintah dapat memperhatikan dan melaksanakan 5 (lima) langkah strategis, yaitu: (1) privatisasi akan berjalan cepat bila pemimpin negara/pemerintahan memiliki komitmen kuat untuk reformasi ekonomi; (2) privatisasi tidak akan berjalan mudah bila terjadi politisasi BUMN; sehingga mengurangi minat investor; (3) tidak ada model tunggal untuk sukses privatisasi; (4) model ideal dari privatisasi masih merupakan proses yang harus disempurnakan; (5) kebijakan privatisasi bukan sekedar berarti pemindahan kepemilikan dari negara kepada private sector tetapi juga 2
Peter Mc. Person, 1986, Privatization:; Economic Performance Analysis, New York, Mc Graw Hill. USA
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 62
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
berarti diberlakukannya mekanisme pasar. Studi yang dilakukan oleh Hall Hill (1997) dari ANU, Australia3 menunjukan bahwa program kebijakan privatisasi akan lebih mudah apabila mendapat dukungan dari manajemen BUMN (dewan direksi dan karyawan). Untuk mencapai tujuan tersebut manajemen dan karyawan harus diyakinkan akan berbagai keuntungan dari seluruh pihak dari proses tersebut. Pihak karyawan harus diberikan informasi selengkapnya mengenai kemungkinan job losses dan unemployment dari kebijakan privatisasi BUMN. Bila tidak didukung kelompok internal banyak kasus yang menyebabkan kegagalan privatisasi seperti pada British Gas pada tahun 1980. Penelitian akademik menunjukkan bahwa kebijakan privatisasi BUMN akan lebih berhasil bila menerapkan Fourteen Steps of Privatization dari Lance Marston (1986) dengan melakukan benchmarking pengalaman privatisasi BUMN di Mexico, seperti yang terlihat pada tabel-1. Akan tetapi pendapat lain mengatakan bahwa keberhasilan kebijakan privatisasi di Mexico dikarenakan dalam pelaksanaannya didukung oleh Amerika Serikat yang terikat organisasi North American Free Trade Area (NAFTA). Tabel - 1 Tahapan Kebijakan Privatisasi BUMN di NSB Tahap I – Pengembangan Institusi 1. Persiapan Privatisasi 2. Penilaian Terhadap Situasi Politik 3. Menciptakan Koalisi Sektor Swasta 4. Pengembangan Strategi Dan Petunjuk Pelaksanaan Tahap II – Pemilihan Target 5. Tinjauan Terhadap Kebijakan 6. Survey Terhadap Organisasi 7. Evaluasi Bisnis 8. Analisis Strategis
Tahap III – Transfer ke Privatisasi Privatization Transfer 9. Estimasi Nilai (Value) 10. Sosialisasi dan Pengkondisian Proses Privatisasi 11. Evaluasi dan Pemilihan Peserta Tender 12. Negoisasi dan Pelaksanaan Transfer Tahap IV – Monitoring Hasil 13. Established Regulatory and Oversight Mechanism 14. Monitoring Terhadap Kinerja dan Efisiensi
Sumber : Lance Marston, Preparing for Privatization, ICS, 1986
2.1.2 Kebijakan Privatisasi BUMN Untuk Meningkatkan Efisiensi Beberapa studi juga telah dilakukan pada negara-negara industri dan berkembang untuk mempelajari secara empiris dampak dari privatisasi. Studi pada negara-negara industri yang besar, memperlihatkan pelaksanaan kebijakan privatisasi membuat efisiensi yang luar biasa bagi 3
Hall Hill, 1997 Privatization in Developing Countries, Brisbane, ANU Publishing, Brisbane, Australia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 63
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
perusahaan swasta sebagai lawan dari perusahaan publik pada struktur pasar, daripada kepada kepemilikan, sementara studi di negara-negara berkembang menyatakan sedikit perbedaan efisiensi antara perusahaan publik dan perusahaan swasta, Kikeri dkk (1994). Studi yang telah dilakukan oleh: (a) Galal, Jones, Tandon dan Vogelsang (1994) di Inggris, Chile, Malaysia dan Mexico; (b) Megginson, Nash dan Van Randenborgh (1994) di Austria, Canada, France, Germany, Chile dan 13 negara lainnya; oleh (c) La Porta dan Lopez-de Silanes (1997) di Mexico , memperlihatkan pertimbangan keuntungan ekonomi dari adanya program privatisasi BUMN . Selanjutnya sampel yang diambil dari 500 perusahaan dilebih 32 negara, Dewenter dan Malatesta (1998) menunjukkan bukti empiris bahwa BUMN kurang efisien dibanding perusahaan swasta. Pada saat yang sama dilakukan pula studi untuk sampel tambahan dari 63 perusahaan swasta, dan ditemukan fakta bahwa privatisasi sendiri menaikkan kinerja perusahaan. Sejumlah studi seperti yang dilakukan Frydman, Gray, Hessel dan Rapaczynki (1997) juga telah dilakukan pada program privatisasi di masa transisi, dengan mengakomodir kondisi-kondisi seperti: (a) situasi transisi paska era komunis; (b) keadaan yang siap terhadap gejolak masa transisi dan kondisi yang jauh dari kondisi normal; (c) menawarkan sebuah uji hipotesa yang unik terutama tentang aturan kepemilikan dalam perilaku korporasi, kinerja perusahaan dan efisiensi. Tabel - 2 Hubungan Kebijakan Privatisasi BUMN Terhadap Kinerja dan Efisiensi No
Hipotesa yang Diuji
1
Privatisasi mempunyai dampak positip bagi perusahaan untuk menggerakan pertumbuhan revenue.
2
Privatisasi meningkatkan profitabilitas
3
Privatisasi menghasilkan perbaikan pada efisiensi operasional.
Peneliti yang Menguji Hipotesis Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Silanes (1997); Grosfeld dan Nivet (1997); Frydman dkk (1997); Commander dkk (1996) Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998). Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998); Anderson dkk (1997)
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 64
Indikator yang Dipakai
Penjualan (real sales)
Profit Margin (return on sales) Dan Cost per Unit
Sales per Employee
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Lanjutan Tabel - 2 Hubungan Kebijakan Privatisasi BUMN Terhadap Kinerja dan Efisiensi No
Hipotesa yang Diuji
4
Privatisasi tidak akan mengurangi jumlah karyawan
5
Privatisasi berpengaruh positip terhadap tingkat upah pekerja
Peneliti yang Menguji Hipotesis Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan estrin (1997); Commander (1996). La Porta dan Lopez De Silanes (1997); Commander (1996).
Indikator yang Dipakai
Number of Employee
Unit Labour Cost
Sumber :Yuri Perevalov, ect, 2003, diolah.
Riset BUMN di Polandia oleh Grosfeld dan Nivet (1997) memperlihatkan bahwa dengan kendala waktu yang sempit ketika harus mengeluarkan keputusan terbaik dan segera (the best decision) baik yang bersifat makro kebijakan maupun mikro strategi berkaitan dengan kebijakan privatisasi BUMN. Keberhasilan keputusan tersebut tentunya tergantung dari dimensi analisisnya karena keputusan mengenai BUMN tidak hanya keputusan ekonomi dan bisnis tetapi berdimensi sosial, politik dan hukum secara sistematik dan simple, bahwa privatisasi perusahaan yang dilakukan dengan investasi besar dan kapasitas yang besar untuk mendapatkan pertumbuhan yang besar. Frydman dkk (1997,1998) menemukan bahwa kepemilikan swasta secara dramatis memperbaiki kinerja dan revenue perusahaan di Czech Republic, Hungary dan Polandia. Anderson, Djankov, Pohl dan Claessens (1997) melakukan analisis yang komprehensip program privatisasi dilebih dari 6.000 perusahaan industri di Bulgaria, Republik Czech, Hungary, Polandia , Rumania, Republik Slovakia dan Slovania memperlihatkan privatisasi terhadap perusahaan, telah mencapai sukses dengan tingkat pertumbuhan produktifitas buruh yang lebih baik dan pertumbuhan dalam produksi total, dibanding dengan BUMN. Tetapi pada saat yang sama, Konings (1997) mengklaim bahwa ada sedikit atau tidak ada perbedaaan dalam kinerja pada program privatisasi dan BUMN di Slovenia, Hungary dan Romania. Earl dan Estrin (1996) memperlihatkan bukti empirik bahwa privatisasi di Rusia telah mempunyai dampak terhadap efisiensi perusahaan, tetapi hampir tidak berdampak sama sekali pada struktur pasar domestik dan penguatan “budget constraint” . Selanjutnya ditemukan effek yang sistematis dari kepemilikan swasta pada beberapa tipe dari jenis restrukturisasi dan produktifitas buruh. Pada tahun 1997, Earl dan Estrin membuat analisis perbandingan pada kinerja ekonomi di lebih 2000 BUMN Rusia serta perusahaan swasta memperlihatkan bahwa indikator basis ekonomi perusahaan swasta lebih unggul dibanding BUMN. Kox dkk Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 65
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
(1997) berpendapat perbedaan yang signifikan terjadi pada efektifitas produksi dan kurang pada indikator keuangan. Perevalov dkk (1998) menganalisis perusahaan industri di daerah Sverdlovsk Rusia, dan mendapatkan pengaruh positip privatisasi terhadap kinerja, walaupun pengaruh ini tidak terlihat pada proses dimasa transisi. Saat yang sama, menurut program riset di Russia oleh World Bank, perubahan kepemilikan umumnya kurang baik jika dikaitkan dengan indikator kinerja seperti penjualan, upah dan pekerja (Commander dkk, 1996). 2.1.3 Dampak Kebijakan Privatisasi BUMN Terhadap Perekonomian Dalam mencapai tujuan privatisasi, pemerintah harus melakukan uji kecocokan atau studi banding antara perusahaan publik dengan swasta. Pemilihan sebuah perusahaan untuk mengikuti program privatisasi tergantung kepada siapa penanganan privatisasi perusahaan dilakukan untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi, mencapai inovasi, mempunyai sistem insentip yang tepat dan sebagainya. Selanjutnya program privatisasi menjadi tidak sekedar transfer sebuah organisasi atau fungsi dari publik kepada sektor swasta. Hal ini merupakan proses untuk menyelesaikan banyak tujuan pembangunan yang besar. Hubungan antara sebuah strategi privatisasi yang sukses dan tujuan pembangunan dapat ditemukan jika: (a) pembangunan merupakan sebuah keadaan kebijakan yang membantu; (b) kendurnya entry pasar dan hambatan akses masuk; (c) meluasnya kepemilikan dalam BUMN4. Selanjutnya adanya program privatisasi BUMN, berdampak pada perekonomian nasional seperti yang terlihat pada perubahan pada kebijakan pemerintah dan kontrol regulasi, program privatisasi dapat dianggap sebagai kendaraan yang memfasilitasi transisi menuju pasar bebas dimana aktivitas ekonomi akan lebih terbuka menuju kekuatan pasar yang lebih kompetitif dengan jaminan bebasnya keluar dan masuk, tanpa aturan, regulasi atau subsidi yang menjadi hambatan dalam kompetisi. Selain itu membuat keuntungan untuk melihat kebijakan yang lebih luas terhadap efek seluruh perusahaan baik besar maupun kecil. Keadaan kebijakan eksternal yang krusial yaitu : tarif, tingkat nilai tukar dimana ekspor dan impor menjadi hal penting, dan regulasi bagi investor asing. Bahkan lebih menonjol lagi adalah dalam karakter kebijakan domestik, misalnya: keadaan pasar keuangan, termasuk akses modal; pergerakan bebas dari harga input dan ouput; penerapan yang adil bagi pajak dan
4
Neal S.Zank,1999, Privatization in LDCs: Encouraging Economic Growth And Efficiency.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 66
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
regulasi; dan kemudahan kepastian hukum dan arbitrase yang mutlak berlaku dalam kasus-kasus perselisihan bisnis. Program privatisasi memberikan proses untuk menyebarkan kepemilikan bisnis lebih luas kepada publik, dimana meningkatnya probabilitas kepemilikan bisnis tidak akan melahirkan sejumlah kecil kelompok makmur atau konglomerat bagi industri atau keuangan. Langkah yang diambil oleh pemimpin politik dan ekonomi dalam dalih privatisasi akan menghancurkan pola kaku dalam kegiatan ekonomi yang menghambat kepemilikan bagi sejumlah kelompok kecil atau kelas masyarakat. Penggunaan saham mengambang dalam privatisasi mengijinkan rakyat jelata umumnya dan bekerja pada perusahaan pemerintah di bidang industri dan pertanian khususnya untuk mendapatkan keuntungan yang dipertaruhkan bagi kesuksesan perusahaannya, dimana ini akan menunjukkan kenaikan produktifitas. Artinya dengan privatisasi akan menyediakan dasar ekonomi yang lebih luas dan memungkinkan sejumlah besar penduduk untuk mempunyai keuntungan untuk berpartisipasi dan menikmati keuntungan dari pertumbuhan perusahaan. Tabel - 3 Kontribusi BUMN Terhadap Perekonomian Nasional
3
BUMN (Variabel Analisis) Produksi / penjualan Permodalan • Equity • Liabilities Beban Usaha
4 5 6 7 8 9
Dividen Subsidi Pendapatan Ekspor Pendapatan Impor Pengeluaran Pajak Total Pendapatan
1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9
NEGARA (Benchmark) Konsumsi (expenditure) Investasi • Direct • Portfolio Pengeluaran Pemerintah (Pembangunan) Tabungan Subsidi (transfer payment) Devisa (+) Devisa (-) Penerimaan Pajak GDP
Sumber : Lawrence R. Jauch (1995), Business Policy and Management, diolah.
Privatisasi juga dapat dianggap sebagai suatu mekanisme dalam menciptakan, meningkatkan dan memperbanyak kompetisi. Untuk melakukan ini semua, program privatisasi BUMN harus diiringi pula oleh perombakan hambatan masuk pasar dan adopsi sebuah kebijakan yang dianggap dapat membantu perkembangan. Selanjutnya, privatisasi harus diatur agar dapat menarik investasi swasta dengan memindahkan efek keruwetan dari kepemilikan pemerintah. Kompetisi dalam hambatan pasar
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 67
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
sebelumnya sering membuat suatu perbedaan dalam kinerja dan daya respon dari permintaan. Banyak barang dan jasa yang disediakan dengan adanya monopoli pemerintah sebenarnya tidak dibutuhkan. Hal ini memberi penekanan terhadap manfaat dimana transformasi sebuah monopoli publik pada monopoli swasta adalah terbatas pada keuntungan ekonomi dan politik yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan proses privatisasi. Untuk mencapai efisiensi, suksenya program privatisasi dapat juga diukur oleh nilai (value) yang dilepaskan dalam perusahaan seperti: pengurangan pemanfaatan utang, produksi nilai tukar dan kontribusi kepada GDP. Jika tidak ada unsur politik dalam program privatisasi, satu option yang mendorong langsung kompetisi BUMN oleh perusahaan swata adalah dengan deregulasi pasar. Hal lain untuk mencapai perubahan lingkungan kebijakan yang memperbolehkan bagi kompetisi yaitu dengan menyakinkan untuk: (a) menghilangkan seluruh hambatan entri dan proteksi pasar, mensubsidi dan pengukuran lainnya yang dapat mengurangi kompetisi; (b) mengurangi monopoli pemerintah; dan (c) mendorong efisiensi dan kemampuan BUMN untuk bekerja seperti halnya perusahaan swasta dalam sebuah lingkungan pasar yang bebas dan kompetitif.
Bagan - 2 Dampak Kebijakan Privatisasi BUMN Perubahan Kebijakan Pemerintah
Kontrol Regulasi
Keuntungan Secara Ekonomi
Instrumen Jangka Panjang
Penyebaran Kepemilikan
Peningkatan Kompetisi
KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN
Kapitalisasi Pasar Peningkatan Kemampuan Institusi
Mobilisasi Tabungan
Sumber : Hall Hill, 1997, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 68
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
2.2
Kerangka Pemikiran Privatisasi
dan
Operasional
(Pandu Patriadi)
Penelitian
Kebijakan
Kinerja BUMN yang tidak sehat, defisit anggaran pemerintah dan tuntutan globalisasi menjadi pendorong utama reformasi. Sedangkan pada tahap implementasinya kendala yang terjadi seperti kapasitas pasar modal, keterbatasan pengalaman serta belum adanya kesamaan persepsi dalam hal regulasi menjadi hambatan yang berarti pencapaian tujuan reformasi ini. Peran pemerintah selaku regulator dan fasilitator serta parlemen sebagai controller yang didukung pemberdayaan masyarakat menjadi dominan bagi keberhasilan program privatisasi BUMNdi beberapa negara. Kebijakan privatisasi BUMN merupakan metode perbaikan manajemen BUMN dan ekonomi pada umumnya. Kedua metode itu menggunakan pendekatan pasar dan persaingan sebagai sarana dalam mendorong efisiensi ekonomi, (I Ketut Marjana, 1994). Dengan menumbuhkan persaingan dan mendorong kekuatan pasar akan mencegah intervensi birokrasi dan ikut campur kepentingan politik dalam kegiatan perusahaan yang going concern, sebaliknya merupakan insentif bagi pengelola unit usaha menjadi sadar biaya (cost conscious). Bagan - 3 Kerangka Pemikiran Kebijakan Privatisasi BUMN
KONDISI: BUMN Kurang Sehat Keuangan Negara Terbatas Globalisasi
PERAN PEMERINTAH Regulator & Fasilitator REFORMASI: Restrukturisasi Privatisasi Penerapan GCG
KENDALA: Kapasitas Pasar Modal Keterbatasan Pengalaman Belum ada Persamaan Persepsi Regulasi
Sumber : Master Plan BUMN 2002-2006, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 69
SASARAN: Pemulihan Ekonomi/Sektor Riil Menunjang Keuangan Negara Pengembangan Pasar Modal Perluasan Pemilik Peningkatan Daya Saing Profesionalisme, Transparansi dan Akuntabilitas
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
III. Implementasi Kebijakan Privatisasi Negara 3.1
Program Privatisasi Internasional
BUMN
Dengan
(Pandu Patriadi)
BUMN di Beberapa Dukungan
Lembaga
Beberapa ekonom seperti Galal dkk (1994) dan Meggison dkk (1994) berpendapat bahwa pembebanan (imposition) dari kebijakan privatisasi BUMN dan deregulasi pada negara-negara berkembang dapat merupakan bentuk baru dari imperialisme ekonomi. Kondisi ini menyebabkan beberapa negara telah mengadopsi sisi advantages dari kebijakan privatisasi dan regulasi yang mendukungnya dengan mengabaikan bantuan lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF yang didanai melalui bantuan khususnya dari negara industri seperti Inggris, Jepang dan Amerika Serikat (USA). Bagaimanapun skala waktu privatisasi dan regulasi pada praktiknya ditentukan oleh pinjaman dan kondisi bantuan negara-negara besar tersebut5. Di berbagai pemerintahan, proses privatisasi telah disebarkan sampai pemerintahan daerah dan didalam praktiknya, latar belakang ekonomi dan politik ternyata dominan mempengaruhi proses privatisasi itu sendiri. Sebagai contoh di beberapa negara Afrika, dimana BUMN dan BUMD-nya mendapatkan kritik tajam tentang ketidak efisiensian, kekurangahlian dan tingkat korupsi yang tinggi. Bantuan berbagai negara donor yang pada umumnya berupa pinjaman dan biasanya mengabaikan 3 faktor diatas. Lembaga internasional yang menyediakan pendanaan bagi program privatisasi bagi negara-negara berkembang antara lain: World Bank atau IMF (International Monetary Fund), Bank Pembangunan (Inter-American Development Bank, The African dan Asian Development Bank, Institusi-institusi Keuangan (bank, pialang, akuntan dan konsultan manajemen). Diantara program bantuan luar negeri (overseas aid) yang mempromosikan inisiatif sektor publik melalui privatisasi adalah The US Agency for International Development (USAID). Menurut Neal S Zank (1993) program privatisasi telah menjadi perhatian utama bagi Badan atau Agensi dari AS untuk Pembangunan Internasional atau US Agency for International Development (USAID) yang merupakan bantuan luar negeri (LN) secara bilateral dari pemerintah AS. Meskipun USAID menentukan program privatisasi sebagai peralihan fungsi, kegiatan dan organisasi dari publik ke sektor swasta, USAID juga melihat privatisasi sebagi suatu kendaraan yang memfasilitasi yang mengarah ke pasar bebas dan membuat kompetisi di pasar. Kompetisi yang terjadi selama perusahaan yakin akan efisiensi produksi dan memperbaiki standar hidup. Maka dengan memperluas 5
Indra Bastian, Privatisasi Di Indonesia : Teori dan Implementasi, Salemba Empat, Jakarta,2002, hal 65-68.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 70
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
cakupan program privatisasi dalam kompetisi dan efisiensi tentunya akan memperbaiki kinerja ekonomi dan standar hidup di NSB dalam jangka panjang. Pada tahun 1981, USAID memperkenalkan sebuah program yang disebut inisiatip perusahaan swasta (Private Enterprises Initiative = PEI) yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di negara sedang berkembang (NSB). Inisiatip ini didasarkan oleh suatu keyakinan bahwa operasional perusahaan swasta: akan berorientasi pada pasar yang lebih terbuka dan kompetitif, menunjukan keleluasaan dan memberikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. PEI disusun dalam 3 bagian yaitu : dialog tentang kebijakan, bantuan pada perusahaan privat dan penggunaan sektor swasta sebagai sebuah mekanisme jasa pengiriman. Sejak 1986 USAID telah mengarahkan pemerintahan di NSB dan Negara Miskin dalam pelaksanaan program privatisasinya dengan melakukan fokus utamanya dalam perubahan pengambilan kebijakan dan menyediakan bantuan teknis. Dukungan privatisasi oleh USAID di banyak negara tidak membutuhkan transfer sumber daya yang besar, karena seluruh dana untuk melakukan transfer aset publik kepada sektor swasta datang dari sumber daya sektor swasta itu sendiri. Mekanisme privatisasi memakai: divesture penuh atau parsial, private sale, public stock offering, management contract, lease dan debt-equity swaps. USAID melakukan berbagai mekanisme untuk mendukung upaya privatisasi di NSB (Schumacher dkk,1993). Deskripsi mekanisme dalam dialog kebijakan dilakukan dengan program-program oleh US AID, yang dilakukan oleh Shair (1998) , antara lain: (i) Economic Support Fund (ESF), merupakan program untuk memajukan stabilitas ekonomi dan politik, terutama dimana AS mempunyai kepentingan bagi kebijakan politik keamanan luar negerinya. Bentuk bantuan ESF adalah dengan menyediakan cash transfer dan finansial bagi impor komoditi atau bantuan proyek yaitu terdiri dari proyek pengembangan modal dan bantuan teknis. ESF sering digunakan untuk mendorng pemerintah di NSB dalam melakukan reformasi kebijakannya; (ii) PL-480 Programmes, menyediakan berbagai tipe bantuan pangan bagi NSB terutama dalam bentuk komoditi pertanian atau pinjaman berbunga lunak bagi pembelian komoditi pertanian AS. Umumnya dikenal sebagai istilah program Food for Peace. Program PL-480 kadang sebagai dipakai sebagai cara untuk mendukung upaya reformasi kebijakan pemerintahanj di NSB; (iii) The Africa Economic Policy Reform Program (EPRP), dimulai pada tahun fiskal 1985, dan bantuan US AID dimungkinkan dengan memperbesar dialog kebijakan di Africa dengan target menambah bantuan finansial di negara Africa yang berkeinginan mereformasi kebijakannya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 71
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
(iv) Commodity Import Programs (CPIS), merupakan program untuk mendorong perubahan kebijakan dan memperkuat industri swasta lokal dengan memperbolehkan perusahaan swasta untuk memperoleh dana LN dalam mengimpor peralatan modal, material bahan mentah industri dan suku cadang bagi industri yang produktif; (v) Project-Level Assistance dan Technical Assistance, merupakan bantuan investasi yang ditujukan bagi tujuan pengembangan objek khusus dengan sumberdaya tertentu dan skala waktu. 3.2. Contoh Implementasi Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara 3.2.1. Implementasi Kebijakan Privatisasi Di Negara-negara Miskin (LCDs = Less Developing Countries) Dibawah ini merupakan ilustrasi dan gambaran dari pelaksanaan kebijakan program privatisasi dalam berbagai teknik yang merupakan bantuan oleh USAID dalam rangka mendukung program privatisasi di NSB atau LCDs pada dekade 1980-an (Neal S Zank, 1993): a. Bangladesh USAID mendampingi program privatisasi oleh Bangladesh Agricultural Development Corporation (BADC) secara parsial. Upaya yang dilakukan dengan fokus pada pengembangan kompetisi penuh bagi distribusi fertiliser terutama aspek marketing dan harga. Dalam tahap awal proyek perbaikan distribusi fertiliser, USAID memperluas aturan sektor privat dalam memainkan fungsi pasar retail yang kritis dan penjualannya pada tingkat lokal, yang tadinya dikontrol oleh BADC. Pada tahap kedua aturan penjualan sektor privat ditingkatkan pada tingkat regional dan nasional. Hasil evaluasi akhir, proyek ini secara langsung menghasilkan perubahan kebijakan yang memfasilitasi pembentukan sebuah pasar bebas bagi distribusi fertiliser. Pasar kini merupakan 99% dari seluruh distribusi fertiliser dan harga retail fertiliser telah dapat dikontrol secara penuh dan subsidi terhadap fertiliser telah dihilangkan. Derelegulasi harga dan penghilangan subsidi mengakibatkan dampak negatif bagi penggunaan fertiliser di Bangladesh. Kegagalan kebijakan privatisasi BUMN di Bangladesh dikarenakan pemerintah kurang mengakomodasikan kepentingan bisnis yang lebih luas. b. Costa Rica Program ESF (Economic Support Fund) dipakai oleh USAID untuk membangkitkan mata uang lokal yang biasa digunakan sebagai mekanisme yang dipercaya dalam penjualan atau likuidasi bagi perusahaan yang dilakukan oleh holding company milik negara (BUMN), Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 72
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
yaitu Codesa. Kondisi dari 42 perusahaan Codesa adalah 9 telah dijual pada sektor privat, 17 telah dilkuidasi, 5 diambil alih oleh kementerian lain, 7 dalam proses likuidasi dan 3 dalam proses penjual total atau parsial. Menurut UU , Codesa harus mempertahankan posisinya sebagai minoritas. Perusahaan terprivatisasi yang diikutsertakan antara lain : pemprosesan ikan tuna, produk kopi, penerbangan, transportasi, produk aluminium, mesin pemisah biji kapas dan perusahaan agro industri lainnya. Kebijakan privatisasi BUMN di Costa Rica secara relatif dapat dikatakan berhasil karena pemerintah mengakomodasikan aspek efisiensi dan economic of scale dalam bisnis. c. Gambia Bantuan USAID dalam program privatisasi di Gambia adalah untuk mendorong efisiensi dan produktivitas proses dan pemasaran dari produk pertanian dan inputan-nya. USAID memakai pola PL-480 yang bersama pemerintah Gambia untuk men-divest dan memprivatisasi Gambia Produce Marketing Board (GPMB). Pembebasan bantuan pangan dan dana mata uang lokal amat sulit dalam mengambil kebijakan khusus dan benchmark institusi atau target Pemerintah. Kegagalan privatisasi BUMN di Gambia dikarenakan tingkat efisiensi eksternal yang masih rendah terutama dilihat dari dukungan yang rendah dari lembaga keuangan yang belum terbentuk secara sempurna di negara Afrika Selatan ini. d. Ghana Dalam sebuah program peningkatan produksi pertanian, misi USAID yang bekerja bersama pemerintah Ghana untuk memprivatisasi impor dan distribusi fertiliser. Rincian perencanaan implementasi privatisasi telah disiapkan dan disetujui, subsidi harga fertiliser dikurangi dari 30% ke 15% dan retail telah diperkenalkan di 2 daerah dari 10 daerah yang ada. Secara umum kebijakan privatisasi BUMN di negara Afrika Barat ini kurang berhasil meciptakan efisiensi di sektor pertanian. d. Honduras Dorongan utama program di Honduras dan bantuan teknis USAID dilakukan terhadap Conadi dan Cohdefor, 2 parastatal yang menguasai 66 portofolio dan 4 perusahaan. Hal ini menyedot keuangan terbesar dalam anggaran nasional. Karena redit dan investasinya di portofolio mencapai sekitar US$400 juta. Antara 1986 dan 1989 dilakukan privatisasi terhadap 8 perusahaan, diantaranya: Fucensa sebuah perusahaan pengecoran logam, diprivatisasi dengan melakukan swap utang dan diharapkan menghasilkan ekspor tahunannya dalam 3-4 tahun dapat mencapai $10 juta serta menciptakan 200 jenis pekerjaan baru; Contessa, sebuah pabrikan dan eksportir funitur kualitas tinggi dilelang pada Desember 1988 dan dijual dengan mekanisme debt-asset Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 73
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
swap; SIC, sebuah pabrik pabrikasi panel telah melakukan divestasi; Pacarsa, sebuah perusahaan kertas dijual tahun 1988 dan kini hanya memperkerjakan 75 orang; Inhomsa, pabrik funitur diberhentikan operasinya tahun 1981 dan diprivatisasi pada tahun 1987. Kini memperkerjakan 120 orang dan diharapkan ekspornya mencapai $ 5 juta per tahun. Kebijakan privatisasi di negara Amerika Tengah ini secara mikro dapat menyelamatkan kinerja BUMN karena dapat meningkatkan efisiensi usaha akan tetapi ternyata efisiensi mikro tidak secara langsung dapat menciptakan efisiensi pada skala makro karena kompleksitas permasalahan politik, hukum dan ekonomi di negaranegara Amerika Tengah. e. Jamaica Program privatisasi di Jamaica merupakan kombinasi antara bantuan teknis dan training, dialog kebijakan bersyarat yang digabung dengan bantuan USAID dengan program ESF. Untuk itu pemerintah Jamaica telah menyetujui privatisasi 39 perusahaan . Pada Desember 1986 program privatisasi yang sangat visibel dengan didukung US AID dilakukan pada National Commercial Bank (NCB), dilanjutkan dengan privatisasi lainnya. Hingga Juni 1987, lebih dari 70% saham pada Carribean Cement Company dapat diperoleh dengan penawaran : 91 juta yang dijual pada 24.000 pembeli, dengan 99% dibeli oleh karyawan perusahaan. Dari data pasca privatisasi terdapat 27 % peningkatan produksi dan 67% pada profit selama tahun 1987 Privatisasi parsial pada Telecomunication of Jamaica (TOJ) pada bulan September 1988 mengurangi kepemilikan pemerintah dari 53 % menjadi 40 %, dimana lebih dari 105 juta saham dibeli oleh karyawan perusahaan dan pribadi. TOJ diharapkan mempunyai total 17.000 pemilik saham. Dalam tahun 1988, pemerintah melakukan divestasi 1 hotelnya, salah satu dari 8 hotel yang dimiliki. Kesimpulannya dalam skala mikro kebijakan privatisasi BUMN di Jamaica dapat menciptakan efisiensi usaha yang signifikan terdapat kinerja BUMN. f. Malawi Pada tahun 1981, Malawi memulai program privatisasinya pada Agricultural Development and Mareting Corporation (Admarc), akibat kerugian besar finansial yang membahayaan sistem bank komersial. Ketika Juli 1989, beberapa estate, 2 pengembangan pertanian besar, sebuah perusahaan engineering, perusahaan kilang minyak dan National Seed Company telah secara penuh dan parsial didivestasi. USAID memberikan bantuan teknis melalui perusahaan AS yaitu Delloite Haskin & Sells. Upaya privatisasi juga dilakukan pada beberapa aset Admarc, yaitu: perusahaan terbesar transportasi bis, perusahaan ikan komersial, perusahaan yang memproduksi rotan, peternakan sapi dan holding Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 74
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
company pelelangan tembakau. Hipotesis bahwa tidak ada metode kebijakan privatisasi BUMN yang dapat berlaku disemua negara ternyata terbukti di Malawi akan tetapi target efisiensi usaha ternyata masih dapat dilakukan di negara Afrika ini. g. Mali Pada tahun 1985, USAID memulai sebuah Economic Policy Programme di Mali untuk menduung fiskal, anggaran dan reformasi terhadap lingkungan bisnis sehingga dimungkinkan dilakukan privatisasi. Hasil reformasi yang dilakukan terlihat dengan adanya : pengurangan 50% tingkat payroll pajak; pengurangan 5% dari maksimum pajak bisnis dan 25% pengurangan pajak minimum keuntungan; rata-rata 17% pada pembatasan administrasi valuasi cukai; pengkontrolan harga pada beberapa jenis barang dan pemberlakuan aturan komersil baru. Sebuah bantuan penelitian oleh USAID yang menganalisis dan mengembangkan pendekatan privatisasi dari jasa pengantaran kedokteran hewan telah dilengkapi dan selanjutnya pemerintah melegalkan praktek privat dari dokter hewan. Dalam skala ekonomi yang relatif kecil ternyata kebijakan privatisasi BUMN di Mali dapat meningkatkan efisiensi usaha. h. Senegal USAID memakai program ESF, dengan program yang bertujuan agar terbentuk kemandirian dan pemakaian mata uang lokal untuk mengakselerasikan implementasi liberalisasi pasar di Senegal dan penarikan produksi serta kegiatan pemasaran dari para parastatal. Hasil yang tampa adalah tercapainya : (a) sekitar 75% distribusi fertiliser kini berada ditangan sektor swasta; (b) subsidi untuk perusahaan minyak kacang tanah yaitu biaya overhead dan stabilisasi harga telah dapat dihilangkan pada musim tanam 1985-86; (c) subsidi untuk kacang telah dicabut dalam masa 3 tahun akhir program pada tahun fiskal 1988-89; (d) manajemen stok bibit Senegal telah dihilangkan memasuki musim tanam 1987-86, dan kini perusahaan bibit kacang, perdagangan dan pabrik kacang berada disektor swasta; (e) seluruh hambatan yang mencabut dalam hal penyimpanan dan pergerakan produk sereal, kecuali harga, memperbolehkan pedagang swasta dan produsen untuk dapat bebas memasuki pasar; (f) petani diperbolehkan untuk menjual produk sereal pada pembeli pada harga bebas, dan pemerintah hanya menjaga harga pagu minimal.; dan (g) perusahaan pembibitan swasta diberikan keuntungan untuk memperluas aturannya dalam mendukung atau kegiatan konservasi hutan. Rogram privatisasi BUMN di Senegal dapat meningkatkan kepemilikan swasta masyarakat dan secara signifikan dapat meningkatkan eisiensi usaha.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 75
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
3.2.2. Implementasi Kebijakan Privatisasi Di negara Eropa Timur dan eks USSR Gelombang privatisasi masal di negara–negara Eropa Timur dan negara Persemakmuran Eks USSR dimulai pasca runtuhnya tembok Berlin dan munculnya gerakan reformasi di Rusia. Karena sistem pasar modalnya masih belum berkembang program privatisasinya dilakukan dengan sistem kupon/voucher serta pemberian kredit bagi manajer dan karyawan. Dampak kebijakan privatisasi diharapkan pada tahap awal minimal dapat meningkatkan efisiensi usaha BUMN yang diprivatisasi mengingat sistim sosialis yang selama ini berjalan tidak mengakomodasikan wacana efisiensi usaha. Ilustrasi dibawah ini akan memberikan deskripsi tentang kebijakan privatisasi BUMN secara masal di negara-negara eks komunis Eropa Timur dan USSR 6: a. Albania Penawaran dimulai sejak Mei 1995 dengan Undang-undang Privatisasi tahun 1991. Jumlah Target BUMN yang akan diprivatisasi mencapai 833, hingga akhir 1996 BUMN terprivatisasi mencapai jumlah 97, tidak ada konsesi bagi manajemen untuk dapat memiliki saham dan tidak ada pembatasan minimum bagi kepemilikan saham pemerintah kecuali bagi perusahaan roti (51%) dan 3 perusahan elektronik. Dan uniknya hanya 1 manajer investasi yang menangani. Efisiensi kebijakan privatisasi sudah dimulai dari efisiensi institusi yang menjalankan program privatisasi, hasil yang diharapkan dari kebijakan privatisasi di Albania ternyata dapat terlihat dari efisiensi usaha BUMN yang telah diprivatisasi. b. Armenia Dengan diberlakukannya UU tentang Privatisasi, Denasionalisasi Perusahaan Negara serta Penyelesaian Pelaksanaan pada tahun 1992 jumlah BUMN yang ditawarkan mencapai 1100 dan penawaran perdananya dimulai sejak Oktober 1994 hingga Maret 1995. Hingga akhir 1996 BUMN terprivatisasi mencapai 626 perusahaan, dan ditangani oleh 2 manajer investasi. Sedangkan konsesi kepemilikan saham bagi pekerja sebanyak 20% gratis ditambah 16% sesuai dengan harga nominal. Pembatasan kepemilikan saham minimal pemerintah tidak ada. Pengawasan dilakukan oleh Badan Privatisasi yang terdiri dari komisi Privatisasi dan Menteri Privatisasi. Dampak program privatisasi dapat menimbulkan efisiensi usaha ditingkat mikro ekonomi pada tahap-tahap awal.
6
Wright, Vincent, and Luisa Perrotti, 2000, Privatization And PublicPolicy, Vol .I, diolah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 76
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
c. Bulgaria Dasar Undang-undangnya adalah UU Transformasi dan Privatisasi BUMN dan BUMD tahun 1992 (di amandemen tahun 1994) dengan penawaran dimulai pada Januari 1996. Jumlah BUMN yang ditargetkan mencapai 3485 dan jumlah yang terjual pad periode privatisasi masal mencapai 968 perusahaan. Bagi insider konsesi saham yang diberikan sebesar 20% dengan harga diskon 50%. Dari sisa sekitar 2500 perusahaan, di gelombang II program privatisasi pemerintah akan menyisakan kepemilikannya sebanyak 30% dari jumlah saham .di sejumlah 20% perusahaan. Kebijakan privatisasi dengan payung hukum yang kuat sangat mendukung keberhasilan program privatisasi BUMN di Bulgaria, sehingga efisiensi usaha dalam level mikro dapat mengakibatkan efisiensi makro ekonomi nasional. d. Czhech Republik Gelombang I program privatisasi dimulai sejak Mei 1992 hingga Desember 1992 dan gelombang II sejak desember 1993 hingga November 1994 dengan jumlah target BUMN mencapai 3900 perusahaan, dan yang terprivatisasi mencapai : gelombang I 988 dan gelombang II 861 perusahaan. Dasar dasar yang dipakai adalah UU Syarat dan Transfer Kepemilikan Pemerintah ke orang lain tahun 1991, Program privatisasi di Republik Czhech diawasi oleh Kementrian Kepemilikan Negara, Administrasi dan Privatisasi. Tidak ada konsesi bagi manajemen atau pekerja. Pemerintah mempertahankan kepemilikan 40 %, dan menyisakan hak veto di 45 perusahaan yang strategis. Jumlah Manajer investasi yang terdaftar mencapai 434 perusahaan. Hipotesis yang mengatakan bahwa ketidakstabilan politik dan keamanan ternyata berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan program privatisasi ternyata terbukti di Republik Czheck, akibatkan tidak terlalu berhasil program privatsasi di negara ini. e. Georgia Program privatisasi di Georgia dimulai pada Juni 1995 hingga 1996 berdasarkan UU Privatisasi Bagi BUMN tahun 1991 dan diawasi oleh Menteri Manajemen Aset Negara. Jumlah BUMN yang akan dimasukkan program ini mencapai 1180, dan BUMN yang terprivatisasi hingga akhir 1996 mencapai 407 perusahaan. Para pekerja diberikan saham kepemilikan sebesar 5% secara gratis; 3% ditawarkan dengan potongan 20% dan sekitar 28% dipasarkan kepada manajer dan pekerja melalui lelang. Kepemilikan saham pemerintah dipertahankan 65% di sekitar 900 perusahaan. Privatisasi BUMN degan memberikan ksempatan kepemilikan kepada karyawan BUMN (EMBO = Employment Management Buy Out) ternyata cukup berhasil di Georgia
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 77
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
dan efisiensi usaha dapat ditingkatkan karena semangat rasa kepemilikan usaha yang positif. f.
Kazakhtan Berdasarkan UU Privatisasi 1991 periode penawaran dilakukan mulai April 1994 hingga Januari 1996 dan pengawasan dilakukan ole Komite Negara bagi Kepemilikan Teritorial dan Komite Privatisasi, hingga Akhir 1996 program privatisasi masal dilakukan terhadap 497 BUMN. Jatah kepemilikan saham bagi pekerja dan manajer sebesar 10% secara gratis dan kepemilikan saham minimal pemerintah dipertahankan hingga sekitar 39%. Jumlah Manajer investasi mencapai 169 perusahaan hingga akhir 1996. Secara signifikan program privatisasi dapat menciptakan efisiensi di Republik Asia Tengah ini, banyak investor dari manca negara tertarik menanamkan modalnya di negara ini mengingat BUMN yang mengelola sumber daya alam (terutama minyak, gas dan tambang) juga diprivatisasi dengan metode yang menarik investor asing.
g. Kyrgyz Republik Bagi Republik Kyrgyz masa penawaran dan periode alokasi dilakukan mulai Januari 1992 hingga Desember 1992 dengan jumlah target BUMN yang diprivatisasi pada program massal ini mencapai 1500 dan yang terjual hingga akhir 1996 mencapai 450. Dasar perundangan yang digunakan adalah UU Nasionalisasi dan Privatisasi Kepemilikan Negara tahun 1994 serta untuk pengawasannya dilakukan oleh Pendanaan Kepemilikan Pemerintah. 5% saham dicadangkan bagi pekerja dana manajer dan kepemilikan saham pemerintah masih ada di 580 perusahaan. Jumlah manajer investasi yang menangani sebanyak 17. Efisisensi usaha di level mikro akibat kebijakan privatisasi BUMN ternyata dalam jangka tertentu (3 – 5 tahun) dapat menciptakan efisiensi ekonomi makro di tingkat nasional. h. Lithuania Sebagai negara persemakmuran eks USSR, Lithuania cukup besar menyertakan BUMN pada program privatisasi massal yaitu sebanyak 8.457 perusahaan dengan BUMN yang berhasil diprivatisasi mencapi 5.666 dan ditangani oleh 300-400 manajer investasi yang kemudian dikurangi hingga tinggal 180 perusahaan. Perundangan yang digunakan adalah UU Privatisasi Awal Perusahaan Negara tahun 1991 dan UU BUMN dan BUMD tahun 1995. Periode pembagian kupon dilakukan sejak 1991 – Juli 1995 dan Pembayarannya dilakukan Juli 1995. Untuk pengawasannya dilakukan oleh Komite Privatisasi Pusat dan Daerah serta Menteri Ekonomi. Awalnya 10% dari saham dari modal dijual kepada pekerja dengan harga khusus, tapi kemudian manajer dan pekerja diperbolehkan mendapatkan 50% saham dengan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 78
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
tender terbatas. Saham pemerintah dipertahankan 15% dari BUMN terprivatisasi. Keberhasilan kebijakan privatisasi di negara yang berbatasan langsung dengan Jerman adalah adanya dukungan efisiensi eksternal yang berasal dari lembaga keuangan (perbankan, non bank dan pasar modal). Unifikasi sistim ekonomi Lithuania dengan Eropa Barat memungkinkan kebijakan privatisasi BUMN mendapat tanggapan positif dari investor internasional. Efisiensi eksternal ternyata berdampak positif terhadap kebijakan privatisasi BUMN di Lithuania sehingga efisiensi usaha pada level mikro secara otomatis dapat tercapai. i.
Moldova Berdasarkan UU Privatisasi 1991, distribusi kupon, penawaran dilakukan Maret 1993 hingga nopember 1995 dibawah supervisi Menteri Privatisasi dan Administrasi Kepemilikan Negara serta Cabang Kementerian dan Daerah. Dari 166 BUMN yang diikutsertakan, hingga akhir 1996 telah berhasil dilakukan privatisasi bagi 874 perusahaan. Konsesi bagi insider perusahaan (pekerja dan manajer) adalah 20% dengan harga nominal dan bagi suplier bidang pertanian menerima 50% saham sebagai komisi.Pemerintah menahan 16% saham kepemilikannya. Skala ekonomi dari program privatisasi BUMN dapat menjadi referensi keberhasilan suatu kebijakan privatisasi. Karena nilai aset yang diprivatisasi terbatas mengakibatkan dampak program privatisasi berupa efisiensi tidak dapat tercapai secara optimal di Moldova.
j.
Polandia Polandia merupakan negara Eropa Timur yang menyertakan BUMN dalam target program privatisasi paling banyak setelah Rusia yaitu sebanyak 8.653 perusahaan, tetapi jumlah BUMN yang terprivatisasi hanya mencapai 512 perusahaan. Dasar hukum yang digunakan adalah UU Privatisasi BUMN tahun 1990 dan UU Dana Investasi Nasional tahun 1993. Jatah saham bagi pekerja dan manajer diberikan sebesar 15% secara gratis. Pemerintah menahan 25% kepemilikannya dimana 5% akan dipergunakan dalam program reprivatisasi dan 20% untuk keperluan lain. Ketidakberhasilan program privatisasi BUMN di Polandia dikarenakan masih enggannya pemerintah melepas kepemilikan saham di BUMN, hal ini menyebabkan investor yang akan membeli saham di negara ini mempertimbangkan secara selektif juga. Akibatkan tidak banyak dana internasional yang mengalir untuk membeli saham BUMN sehingga efisiensi usaha tidak bisa diharapkan secara optimal di BUMN Polandia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 79
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
k. Russia Setelah pecah menjadi federasi, Russia merupakan negara terbesar yang menyertakan BUMN dalam target program privatisasinya yaitu sebanyak 20.000 hingga 26.000 dengan perusahaan komersial yang berpatisipasi mencapai 16.000 dan hingga akhir 1996 jumlah perusahaan yang terprivatisasi mencapai 15.052 dan jumlah manajer investasi yang menangani mencapai jumlah lebih dari 650 perusahaan. Masa penawaran dimulai sejak Agustus 1992 hingga Juli 1994 dan supervisinya dibawah otoritas Komite Federal Bagi Manajemen Kepemilikan Negara. Jatah (konsesi) bagi insider diberikan secara tertutup bagi manajer dan pekerja sebesar 25% saham secara gratis serta hak sebagai tambahan untuk membeli 10% dengan diskon hingga 30%. Saham kepemilikan pemerintahan ditahan sekitar 20% oleh Badan Kepemilikan Federal dan 5% oleh pemerintah daerah setempat sebagai agen yang membantu menjual. Perundangan-undangan yang digunakan adalah UU Privatisasi Negara dan Perusahaan Daerah Federasi Rusia tahun 1991. Rusia merupakan kasus unik karena merupakan pasar BUMN terbesar di dunia, kompleksitas masalah politik, keamanan dan ekonomi menjadi referensi investor yang akan membeli saham BUMN di Rusia. Banyak investor yang mendapatkan BUMN yang baik dengan harga murah dan melalui financial engineering dalam waktu dibawah 5 tahun telah menjadi perusahaan yang sangat valuable dan menguntungkan. Tetapi disisi lain karena karakteristik usaha dan manajemen warisan masa komunis mengakibatkan banyak BUMN yang dijual tidak menemukan pembelinya dan bahkan nilainya menjadi merosot dari waktu ke waktu. l.
Republik Slovak Setelah pecah dari Czechoslovakia gelombang program privatisasi masal di Republik Slovakia dimulai sejak Mei 1992 hingga Desember1992 dibawah UU Syarat dan Transfer Kepemilikan Pemerintah kepada Orang lain tahun 1991, dengan supervisi oleh Badan Kepemilikan Nasional Kementerian Privatisasi dan Pusat Privatiasasi Masal di Kementerian Keuangan. Hingga akhir 1996 jumlah perusahaan yang dijual mencapai 530. Tidak ada prioritas bagi pemberian konsesi insider, tetapi amandemen memberikan kebebasan pajak bagi investasi dalam program EMBO. Kepemilikan negara disisakan bagi 25% perusahaan diluar program privatisasi. Ketikan pecah dari Czechoslovakia tidak diketahui jumlah saham yam yang tersisa pada perusahaan yang terprivatisasi. Akan tetapi secara umum program privasasi BUMN di Slovakia dapat mencipkan efisiensi usaha pada tingkat mikro.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 80
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
m. Romania Program privatisasi masal di Romania dilakukan berdasarkan UU privatisasi bagi Perusahaan Komersial tahun 1991 dan UU Percepatan Privatisasi tahun 1995 dibawah kendali Perwakilan Nasional untuk Privatisasi dari Badan Kepemilikan Negara. Jumlah target BUMN yang dikomersialisasikan mencapai 6.280 Bagi insider perusahaan diberikan 10% saham yang ditawarkan dengan diskon 10%, dan bagi suplier serta pelanggan di 1840 perusahaan pertanian diberikan kemudahan untuk memiliki 20% - 33% saham. Bagi daerah tertentu 70% saham masih dimiliki pemerintah. Dapat dikatakan bahwa walaupun dipayungi oleh UU Privatisasi akan tetapi program privatisasi BUMN di Rumania tidak mencapai target yang diharapkan, hal ini dikarenakan masih enggan melepaskan sahamnya pada BUMN tertentu yang ternyata diminati oleh investor swasta. Dilema ini sering terjadi karena pemerintah tidak sepenuh hati melaksanakan kebijakan privatisasi BUMN. n. Ukraina Jumlah BUMN di negara Ukraina yang menjadi target program privatisasi mencapai jumlah 14.000 dengan jumlah perusahaan yang terjual mencapai 3500, serta manajer investasi yang menangani mencapi lebih dari 350. Masa pembagian kupon dan penawaran dilakukan sejak Maret 1992 hingga Juli 1994, dan pengawasan dilakukan oleh Badan Kepemilikan Negara. Bagi manajemen dan pekerja ditawarkan saham sebanyak 5% dengan diskon 10%. Saham minimal kepemilikan pemerintah sekitar 30%. Perundangan-undangan yang digunakan adalah UU Privatisasi Aset Perusahaan Negara tahun 1992. Secara umum kebijakan privatisasi BUMN Ukrania dapat meningkatkan efisiensi usaha BUMN privatisasi akan tetapi secara makronasional belum terlihat secara signifikan hal ini dikarenakan enfironment of business yang kurang mendukung. o. Uzbekistan Negara eks USSR ini menargetkan BUMN yang dikomersialisasikan dalam program privatisasi masalnya mencapai 11.800 perusahaan dan jumlah perusahaan yang terjual mencapai 2.300. Manajer investasi yang menangani program ini sebanyak 30-50 perusahaan.Jumlah saham yang dicadangkan bagi manajer dan pekerja sebanyak 23% dengan harga nominal, sedangkan kepemilikan minimal saham pemerintah sekitar 26%.Dasar hukum bagi program privatisasi masal di Uzbekistan adalah Program Pemerintah untuk Denasionalisasi dan Privatisasi tahun 1994 (Program Kabinet) dan untuk pengawsannya dilakukan oleh Badan Kepemilikan Negara Pusat Koordinasi Pasar Modal. Keberhasilan program privatisasi BUMN di Uzbekistan karena Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 81
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
didukung secara konsisten oleh pimpinan negara tersebut (pemerintahan dan parlemen) selain itu BUMN yang diprivatisasi banyak yang merupakan BUMN yang bergerak dalam bidang minyak, gas dan pertambangan sehingga menarik investor manca negara. Walaupun mengalami transisi sistim politik dan ekonomi dari komunis ke pasar bebas, dampak kebijakan privatisasi berupa efisiensi usaha secara umum bisa tercapai di Uzbekistan. 3.2.3 Implementasi Kebijakan Privatisasi BUMN Di negara Amerika Latin Krisis utang di dekade 1980an, tinggi tingkat inflasi dan stagnasi ekonomi meyakinkan pembuat keputusan dihampir seluruh kawasan Amerika Latin akan kebutuhan reformasi struktural agar dapat memulihkan tingkat pertumbuhan dan kompetitif didunia internasional. Salah satu reformasi struktural adalah dengan mundurnya peran negara dalam keterlibatannya secara langsung pada aktivitas ekonomi. Privatisasi diharapkan sebagai suatu metode untuk memecahkan sejumlah masalah yang terjadi, sehingga dapat: meningkatkan efisiensi, memberikan kontribusi bagi kebutuhan fiskal, mengurangi utang luar negeri , serta membuat ekonomi lebih menarik bagi modal dalam dan luar negeri. Selanjutnya dibawah ini ilustrasi pelaksanan program privatisasi di beberapa negara utama di Amerika Latin (Shirley, 1994): a. Chile Chile merupakan negara pioner dalam melaksanakan kebijakan proses privatisasi di amerika Latin dibawah pemerintah diktator militer yang berkuasa sejak tahun 1973 hingga 1990. Setelah terjadi kudeta pada tahun 1974, dibawah pemerintahan Allende, 257 perusahaan dan sekitar 3.700 lahan pertanian dikembalikan kepada pemilik semula, tanpa melibatkan transasksi moneter. Dalam periode 1974-1978, lebih dari 500 perusahaan dan bank di reprivatisasi, dengan melibatakan transakasi moneter. Sejak Chile mengalami gejolak resesi hebat pada dekade 1970an, hanya sekelompok kecil yang dapat berpartisipasi dalam program reprivatisasi, yang menunjukan adanya pemusatan kepemilikan. Menjelang akhir 1970an, 10 grup terbesar mengkontrol lebih dari 250 korporasi dan sekitar 70% saham saham perusahaan yang diperdagangkan di pasar modal, Maloney (1992). Ketika resesi melanda diawal 1980an, mengancam terjadinya disintegrasi di sektor finansial, pemerintah berusaha mengambil alih beberapa bank dan perusahaan. Selama 1980an, pemerintah Chile mempromosikan gelombang kedua privatisasi, yang diikuiti perusahaan, bank dan institusi keuangan yang telah diambil alih pemerintah selama operasi penyelamatan diawal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 82
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
1980an. Seluruhnya bernilai sama dengan sekitar 6% dari GDP, Hachette dan Luders (1988). Ada 4 metode privatisasi yang dipakai yaitu : (1) popular capitalism yaitu mengijinkan perusahaan atau perseorangan menerima pinjaman subsidi dari bank pembangunan (CORFO) untuk membeli saham 2 bank terbesar dan dana pensiun. Menjelang 1987 telah 55.000 pemegang saham yang berpartisipasi; (2) worker capitalism yaitu mengijinkan pekerja di sektor publik untuk membeli saham perusahaan publik; (3) indirect popular capitalism, yaitu mengijinkan dana pensiununtuk menginvestasikan di pasar modal dan dalam bentuk aset yang beresiko rendah; (4) traditional capitalism, yaitu terdiri dari penjualan blok saham kepada pembeli secara lelang langsung. Dasar pemikirannya adalah untuk menyebarkan kepemilikan kepada masyarakat seperti pekerja, perusahaan, grup investasi tanpa diskriminasi antara investor domestik dan luar negeri. Sepanjang 1990 telah 30 perusahaan publik yang diprivatisasi, seluruh saham telah dijual oleh pemerintah. Perusahaan publik itu meliputi : pabrik baja, perusahaan telepon, listrik, telekomunikasi, pabrik kimia, pertambangan termasuk perusahaan penerbangan nasional. Secara bertahap dampak kebijakan privatisai yaitu efisiensi usaha dapat tercapai di negara Amerika Latin tepi Pasifik ini. b. Argentina Program privatisasi di Argentina dimulai sejak 1989. Menjelang 1990 kebijakan privatisasi telah dilakukan pada stasiun televisi, perusahaan petrokimia, beberapa jasa kargo kereta api, telekomunikasi, perusahan penerbangan, perusahaan minyak dan penyelenggara jalan tol. Pada tahun 1993 program privatisasi meluas ke perusahaan seperti: distribusi gas, listrik, air minum, air limbah, kereta api, pelabuhan, pelayanan pos dan berbagai macam perusahaan manufaktur. Untuk meningkatkan nilai aset perusahaan yang akan diprivatisasi, pemerintah membantu perusahaan publik dengan memberikan insentip. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan :regulasi aturan yang memperbolehkan monopoli secara legal, pengenaan harga terhadap pemakaian utilitas publik diijinkan untuk menutupi semua biaya (tidak sekedar variabel cost), kontrak jangka panjang dilakukan untuk memberikan perusahaan yang akan diprivatisasi inputan harga yang rendah dari perusahaan publik dan atau memberikan garansi tertentu terhadap permintaan outputnya pda haraga yang bervariasi, dan utang perusahaan yang diprivatisasi dapat dikurangi atau dihilangkan, tentunya dengan dianggap sebagai kewajiban tambahan. Sebagai gantinya, pemerintah membebankan target baik secara kuantitatif
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 83
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
maupun kualitatif bagi jasa yang telah ditransfernya, sejumlah permintaan investasi yang diminta perusahaan. Gelombang pertama privatisasi di Argentina dilakukan pada sektor yang paling kompetitif, seperti telekomunikasi dan penerbangan. Ada 2 alasan: (1) sektor ini hanya memberikan dampak kecil bagi sekelompok masyarakat yang pendapatan kecil; (2) ada alasan politis bahwa sektor ini telah dicoba oleh pemerintahan sebelumnya, sehingga partai tidak dapat menentangnya. Agar penjualan BUMN dapat dilakukan secara pantas, pemerintah memakai kekuatan regulasi dalam meningkatkan harga, yaitu dengan membuat pinjaman palsu (quasi-rent). Negara akan mendapatkan peningkatan dari nilai tukar, mengurangi utang luar negeri, dengan mengurangi kebutuhan akan investasi proyek keuangan dan dengan menjanjikan adanya peningkatan pajak dari perusahaan terprivatisasi. Menurut Petrecolla dkk (1992), belanja modal pemerintah telah dikurangi antar tahun 1998 hingga 1991 sebesar 2 % dari GDP, yang seharusnya didapat dari revenue privatisasi dan transfer penggunaan modal pada sektor swasta. Kebijakan privatisasi BUMN dapat dikatakan kurang berhasil di Argentina hal ini disebabkan oleh kondisi yang buruk dari sistim keuangan karena salah urus kebijakan makro ekonomi di negara ini. Hipotesis bahwa keberhasilan dan kegagalan kebijakan privatisasi didukung oleh kelembangan keuangan di negara tersebut ternyata terbukti di Argentina. c. Mexico UUD 1917 memberikan kekuasaaan kepada pemerintah untuk melindungi urusan ekonomi yang menyangkut hajat orang banyak, dan hal ini dilakukan dengan adanya program nasionalisasi perusahaan minyak asing tahun 1938 dan sistem perbankan tahun 1982. Dalam tahun 1970 di Mexico telah ada 391 perusahaan publik, dan ini telah meningkat menjadi 1.000 pada tahun 1982. Program privatisasi Mexico dimulai pada masa pemerintahan De La Madrid tapi dengan istilah disincorporation yaitu dengan UU Federal dan Parastatal Entities pada tahun 1986, dimana dinyatakan bahwa pemerintah menguasai penuh sektor-sektor strategis seperti: minyak, petrokimia, tenaga listrik, energi nuklir, komunikasi satelit, kereta api dan pelayanan pos; sedangkan bidang yang menjadi prioritas utama dan dapat dikuasai sektor swasta meliputi: media, transportasi dan perbankan; sementara di sektor lain pemerintah menarik diri dan perusahaan dapat 100% dimiliki pihak asing. Selanjutnya restrukturisasi terhadap perusahaan pemerintah yang dilakukan, mencakup 3 bidang, yaitu: (1) pemerintah dapat memutuskan kontrak terhadap bidang yang telah lama ada seperti jalan, gedung dan perawatan; (2) untuk bidang tertentu seperti Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 84
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
pendanaan pensiun, dapat dilakukan oleh sektor swasta; (3) BUMN bidang industri dan keuangan dapat dijual ke sektor swasta. Selama periode 1982-1985, disincorporation meluas di bidang yang tidak menjadi prioritas yaitu penjualan perusahaan tektil, consumer good penting seperti kimia, komponen otomotif dsb. Akibatnya 196 perusahaan terkena, 143 dilikuidasi, 41 merger dan 11 dijual ke sektor swasta. Pengaruh krisis ekonomi pad tahun 1985-1987, ketika harga minyak jatuh, investasi menurun dan modal investasi lari keluar, pemerintah menjual beberapa perusahaan dengan modal pemerintah di perusahaan itu berkisar antara 25% hingga 50%. Pada periode ini terjadi 406 disincorporation meliputi: 205 likuidasi, 54 merjer dan 147 dijual ke sektor swasta. Privatisasi menjadi pilihan utama diakhir masa pemerintahan De La Madrid ketika 123 privatisasi baru disahkan yang meliputi ; 49 likuidasi, 14 merjer dan 60 penjualan. Pemerintahan Salinas de Gotari mengintensifkan program privatisasi termasuk diantaranya yang termasuk dalam sektor strategis seperti :minyak, telepon, pertambangan dan perbankan. Menjelang Maret 1991 jumlah BUMN yang tersisa tinggal 269, dibandingkan sejumlah 1.155 pada tahun 1982. Dalam suatu penelitian antara tahun 1982 hingga 1987, program privatisasi Mexico telah mengurangi GDP sebesar 29,6 %. Selain itu program ini telah memberi dampak besar bagi tenaga kerja, dimana antara tahu 1983-1989 sekitar 200.000 pekerjaan hilang (40.000 di sektor baja, 100.000 di minyak; 15.000 pertambangan; 5.000 truk dan mobil; 3.000 di fertilizer dan 2.000 di pabrik gula). Keberhasilan kebijakan privatisasi BUMN di Mexico juga didukung oleh aliran dana internasional ke Mexico mengingat keanggotaan negara tersebut pada NAFTA (North America Free Trade Area) sehingga Amerika Serikat dan Canada sangat mendukung kebijakan privatisasi di negara ini. Efisiensi usaha BUMN secara signifikan dapat tercapai di Mexico. d. Brazil Usaha awal untuk mengendalikan meluasnya BUMN di Brasil dilakukan pada tahun 1979 dengan dilakukannya Program Nasional Debirokratisasi. Program ini tidak berdampak banyak bagi proses privatisasi, tetapi digunakan pemerintah untuk lebih menekan ekspansi yang berlebihan pada BUMN. Ketika Komisi khusus untuk nasionalisai didirikan tahun 1981, diidentifikasikan 140 BUMN yang dapat segera diprivatisasi dan merekomendasikan penjualan 50 perusahaan dimasa depan. Sepanjang tahun 1980an, gelombang privatisasi mengalami kemunduran, hal ini dikarenakan alasan: (1) tidak adanya komitmen Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 85
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
politik terhadap pelaksanaan program ini, seperti yang dilakukan diawal 1980an yang hanya mempunyai kepentingan dalam mengendalikan ekspansi daripada merubah aturannya; (2) negara dalam keadaan resesi berat di pertengahan 1980an sehingga hanya ada sedikit pembeli; (3) penjualan BUMN hanya dihalangi oleh perusahaan Brasil lainnya; dan (4) agar efektive sebuah proses privatisasi skala besar dibuat agar terjadi liberalisasi terhadap kendali pemerintah (khususnya terhadap kontrol harga), hal ini ditolak oleh pemerintah. Program privatisasi skala besar dilakukan pada masa pemerintahan The Collor sejak April 1990. Komite Privatisasi yang dipimpin oleh Presiden Bank Pembangunan Brasil (BNDES) dibentuk sebagai institusi yang mengatur pelaksanan program privatisasi ini. Hingga Oktober 1992, 17 perusahaan telah diprivatisasi dan 24 lainnya dijadwalkan untuk tahun 1992-1993. BUMN yang diprivatisasi kebanyakan bergerak dibidang petrokimia, industri baja dan fertiliser, dan proses privatisasi ini pemerintah menerima pendapatan total sebesar USD 4 milyar dan 24 BUMN lainnya akan bernilai sekitar USD 14 miliar. Kebijakan liberalisasi yang diperkenalkan pemerintahan The Collor ini dilakukan dengan memperkecil tarif dan hambatan lain untuk impor. Hal ini dilakukan karena jika privatisasi dapat meningkatkan pemberdayaan kekuatan ekonomi di beberapa industri, maka kompetisi internasional yang lebih besar menghasilkan sistem ekonomi yang lebih terbuka dan akan menghindari penyalahgunaan kekuatan ekonomi. Dengan demikian pengaruh kekuatan ekonomi sekelompok tidak akan berhasil jika dilakukan dengan sistem pasar yang tertutup bagi kompetisi asing. Disparitas kepemilikan aset nasional di Brasil menjadi masalah utama mengapa kebijakan privatisasi BUMN ternyata hanya mengeser kepemilikan pemerintah kepada kepemilikan aset nasional yang notabene orang atau kelompok itu-itu saja. Efisiensi mikro yang diharapkan menjadi dampak utama kebijakan privatisasi BUMN ternyata tidak dapat terlalu diharapkan di Brasil dapat menciptakan efisiensi. 3.3. Implementasi Kebijakan Privatisasi BUMN Di Indonesia Berdasarkan Masterplan BUMN Tahun 2002-2006, menunjukkan bahwa kinerja keuangan 145 BUMN tidak diarahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini dapat diindikasikan oleh beberapa karasteristik dan ciri BUMN dalam 5 tahun terakhir, yaitu tahun 1997 – 2001 sebagai berikut: (1). produktivitas dan keuntungan BUMN sangat kecil, dari Total Laba Rp.28.793 Milyar untuk 145 BUMN yang memberikan kontribusi laba hanya sebanyak 120 BUMN, sedangkan 25 BUMN masih merugi sebesar Rp.1.010 Milyar; (2). rendahnya tingkat pengembalian atas modal (ROE), Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 86
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
dimana pada awal krisis (1997) rata-rata ROE adalah 7,11% atau lebih rendah dari suku bunga pasar. Dan tahun 2001 telah meningkat menjadi 8,20%. Masih belum pulihnya keadaan perekonomian dunia, yang berdampak terhadap perekonomian Indonesia tentunya akan memperberat program privatisasi, dimana target kinerja keuangan BUMN yang ingin dicapai adalah: pendapatan 13%/tahun, EBT 12%/tahun, Total Aset dan Equity 8%/tahun, ROA dan ROE 4%/tahun. Hingga tahun 2001, baru ada 8 BUMN yang diprivatisasi, dengan melepas sekitar 25% sahamnya. Adapun keenam BUMN tersebut adalah PT. Semen Gresik, PT. Indosat, PT. Telkom, PT.Timah, PT.BNI, PT. Aneka Tambang, PT. Pelindo II – Jakarta dan PT. Pelindo III-Surabaya. Dari jumlah tersebut 4 BUMN telah melakukan initial public offering (IPO) di luar negeri (go international). Sejak dikeluarkannya SK Menteri Keuangan No.826/KMK.013/1992, seharusnya terdapat 23 BUMN yang bisa melakukan go public, akan tetapi sampai akhir 1999 hanya 6 BUMN atau sekitar 26 %; dan sampai awal 2002 program privatisasi untuk tahun 2001 (carry over) yang terdiri dari 9 BUMN belum satupun yang dilaksanakan. Dengan melihat perkembangan Pasar Modal yang tumbuh pesat dibandingkan dengan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya, Tap MPR No: II/MPR/1993 Tentang GBHN secara khusus memberikan arahan agar Pasar Modal terus dikembangkan melalui kerangka hukum yang kokoh dan penegakan etika bisnis yang dapat melindungi pemodal, sehingga pada gilirannya Pasar Modal dapat menjadi wahana mobilisasi dana masyarakat dalam dan luar negeri guna membiayai kebutuhan jangka panjang dan wahana bagi pemodal untuk melakukan investasi serta sarana pemerataan melalui penyebaran kepemilikan saham kepada masyarakat. Dengan demikian, baik secara makro maupun mikro pasar modal Indonesia memiliki peranan strategis dalam pertumbuban ekonomi nasional 7. Tabel 4 Program Privatisasi BUMN di Indonesia Tahun 2002 - 2003 A. Carry Over 2001 No
Nama BUMN
1
PT. Wisma Nusantara International PT. AP II PT. Indofarma Tbk
2 3
Hotel
Kepemilikan Pemerintah (%) 42
Rencana Dijual (%) Sd 42
Bandara Farmasi
100 80,73
Sd 49 Sd 29
Bidang Usaha
Metode Privatisasi
Target Date
SS
Maret
Kompetitif & Minoritas
SS SS
Mei Juni
Kompetitif Kompetitif
Keterangan
T7 Mas Achmad Daniri, Manfaat Sistem Perdagangan Efek Tanpa Penyerahan Fisik, Jakarta, 1995, hlm: 12. Lihat pula Sumantoro, Aspek-aspek Hukum dan Polensi Pasar Modal di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm : 79. Lihat pula Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Ghalia Indonesia, 1990, hlm : 45. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 87
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Lanjutan A. Carry Over 2001 No
Nama BUMN
Bidang Usaha
Kepemilikan Pemerintah (%)
Rencana Dijual (%)
Metode Privatisasi
Target Date
Keterangan
4
PT.Kimia Farma Tbk
Farmasi
90,3
Sd 51
SS
Juni
Kompetiif
5
PT. Indosat Tbk
Telkom
65
Sd 45
Juni/Okt
Sunset
6
PT. Batubara Bukit Asam
Tambang
100
Sd 35
Placement / SS SS
Agustus
Kompetitif
7
PT. Indocement TP Tbk
Semen
16,87
Sd 16,87
Tender
Desember
Kompetitif & Minoritas
8
PT. Semen Gresik Tbk*)
Semen
-
-
SS
-
Kompetitif
9
PT. Bank Mandiri **)
Perbankan
100
Sd 30
IPO
Juni
Kompetitif
Bidang Usaha
Kepemilikan Pemerintah (%)
Rencana Dijual (%)
Metode Privatisasi
Target Date
Keterangan
Ban
9,9
Sd 9,9
SS
Juli
Kompetitif & Minoritas
Konsultan
36,6
Sd 36,6
SS
Juli
Kompetitif & Minoritas
Offer
B. Usulan Tahun 2002 – 2003 No
Nama BUMN
1
PT. Intirub
2
PT. Atmindo
3
PT. Cambrics Primissima
Tekstil
52,79
Sd 52,79
SS
Juli
Kompetitif
4
PT. Iglas
Gelas
64
Sd 64
SS
Agustus
Kompetitif
5
PT. Jakarta In’l Hotel
Hotel
3,3
Sd 3,3
SS
Agustus
Kompetitif & Minoritas
6
PT. Kertas Blabak
Kertas
1,64
Sd 1,64
SS
Sept
7
PT. Kertas Padalarang
Kertas
48,5
Sd 48,5
SS
Sept
8
PT. Kertas Basuki Rahmat
Kertas
10
Sd 10
SS
Sept
Kompetitif & Minoritas Kompetitif & Minoritas Kompetitif & Minoritas
9
PT. Indah Karya
Konsultan
100
-
Likuidasi
Oktober
Kompetitif
10
PT. Indra Karya
Konsultan
100
Sd 100
AS / SS
Oktober
Kompetitif
11
PT. Virama Karya
Konsultan
100
Sd 100
AS / SS
Oktober
Kompetiif
12
PT. Yodya Karya
Konsultan
100
Sd 100
AS / SS
Oktober
Kompetitif
13
PT. Rukindo
Pengerukan
100
Sd 100
SS
November
Kompetitif
14
PT. Rekayasa Industri
Konsultan
4,97
Sd 4,97
SS
November
Kompetitif & Minoritas
15
PT. Angkasa Pura I
Bandara
100
Sd 49
IPO/SS
Desember
Kompetitif
16
PT. Danareksa ***)
Jasa Keuangan
100
Sd 49
IPO/SS/
-
Kompetitif
EMBO
Keterangan : *) : Masih menunggu Keputusan Pemerintah **) : Pelepasan saham Portapel dari Enlarged Capital ***) : Menunggu Restrukturisasi Internal
SS : Strategic Sale IPO : Initial Public Offering EMBO : Management or Buyout AS : Asset Sale
Jumlah BUMN yang direncanakan akan diprivatisasi tahun 2002 sebanyak 25 BUMN, dalam pelaksanaannya hanya mampu terjual 4 BUMN, yaitu PT. Indosat Tbk, PT. Telkom Tbk, PT TB Bukit Asam dan PT. Wisma Nusantara Indonesia. Nilai penjualan saham keempat BUMN tersebut mencapai Rp7.954 miliar. Rendahnya pelaksanaan privatisasi Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 88
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
BUMN pada tahun 2002 tersebut antara lain disebabkan: 1) belum adanya persepsi yang sama terhadap kebijakan privatisasi BUMN di antara stakeholder; 2) belum pulihnya kondisi perekonomian nasional sehingga berpengaruh pada minat investor untuk membeli saham yang diprivatisasi; dan 3) terbatasnya kapasitas dan kemampuan SDM yang ada untuk menangani pelaksanaan restrukturisasi dan privatisasi BUMN dalam jumlah yang besar. Untuk mengatasi permasalahan pelaksanaan privatisasi BUMN di tahun 2002 tersebut, maka pada tahun 2003 Kementerian BUMN telah dan akan menempuh kebijakan secara aktif dengan melaksanakan sosialisasi dalam rangka penyamaan persepsi di antara stakeholder terhadap pelaksanaan privatisasi BUMN. Sementara itu dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional dan dunia tahun 2004, Kementerian BUMN akan menempuh langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: 1) meningkatkan upaya revitalisasi bisnis dalam rangka meningkatkan shareholder value BUMN yang ada; 2) meningkatkan efektivitas manajemen BUMN, baik di tingkat komisaris, direksi, maupun karyawan; 3) meningkatkan kualitas operasi, pelayanan dan pendapatan BUMN; 4) menyempurnakan sistem pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN sehingga tercipta tingkat efisiensi yang semakin tinggi; 5) melanjutkan pelaksanaan restrukturisasi dan privatisasi BUMN; 6) meningkatkan sosialisasi tentang privatisasi BUMN di semua level stakeholder; serta 7) meningkatkan kapasitas dan kemampuan SDM di lingkungan Kementerian BUMN melalui pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan ini diperlukan dalam rangka untuk menangani privatisasi BUMN. Untuk menutup defisit APBN sebesar Rp.24,417 triliun pada tahun 2004 diharapkan program privatisasi BUMN dapat memberikan kontribusi kepada APBN minimal Rp.5 triliun. Dengan kegagalan target nilai privatisasi APBN 2002/2003 sekitar Rp.2 triliun maka diharapkan pada APBN tahun 2004 dapat dikontribusikan Rp.7 triliun.
IV. Metodologi Penelitian 4.1. Data, Obyek dan Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan ilmu ekonomi terutama dari ilmu bidang keuangan dalam melihat kepustakaan (data sekunder) berupa kebijakan privatisasi BUMN di negara-negara lain baik itu negara–negara miskin, negara sedang berkembang (NSB), negaranegara eks komunis di Eropa Timur dan bekas Uni Soviet (USSR). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari kepustakaan, web-site, jurnal dan dilihat dari tujuannya penelitian ini dilakukan untuk memperoleh deskripsi dan gambaran mengenai kebijakan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 89
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
program privatisasi BUMN di negara-negara sedang berkembang dab industri maju dilihat dari latar belakang, proses, implementasi serta dampaknya terhadap perekonomian dan efisiensi. Studi banding secara komprehensip dilakukan untuk dapat mengidentifikasi karasteristik pelaksanaan kebijakan privatisasi di masing-masing negara. 4.2. Metode Analisis Metode analisis yang dilakukan studi banding (comparative study) dengan melakukan kajian kepustakaan mengenai kebijakan privatisasi BUMN di negara-negara miskin, negara sedang berkembang (NSB) dan negara negara eks Eropa Timur dan Uni Soviet (USSR), dari data-data sekunder tersebut diharapkan dapat diidentifikasikan dan dianalisis dampak implementasi kebijakan privatisasi BUMN dimasing-masing negara tersebut terhadap tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Dari masing-masing tahapan identifikasi dan analisis tersebut akan dapat diklasifikasikan faktor-faktor yang menjadi advantages dan disadvantages kebijakan privatisasi di masing-masing negara, sehingga dapat menjadi rekomendasi kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia. 4.3. Kerangka Analisis
Bagan - 4 Kerangka Analisis Penelitian
Metode Analisis
Dasar Teori
Kerangka Pemikiran
Studi Banding Implementasi kebijakan Privatisasi
Identifikasi Dan Analisis
Rekomendasi Kebijakan Privatisasi BUMN Di Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 90
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
V. Analisis Kebijakan Privatisasi BUMN di Negara- negara Lain 5.1. Analisis berkaitan seberapa jauh kebijakan privatisasi BUMN dapat meningkatkan efisiensi Pengembangan sektor swasta (private sector) merupakan pembuka jalan bagi inisiatip sektor swasta untuk tujuan sosial yang berguna dalam mereduksi kemiskinan yang parah. Sejalan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh sektor publik, inisiatip swasta khususnya pasar kompetitif merupakan potensi yang besar dalam pertumbuhan. Pasar privat berfungsi sebagai mesin yang memproduksi pertumbuhan, menciptakan pekerjaan yang produktif dan pendapatan yang lebih baik. Dengan didukung pemerintah yang memegang peranan penting dalam regulasi, pendanaan serta sistem pelayanan, inisiatip swasta dapat membantu menyediakan dasar pelayanan dan syarat-syarat bagi pemberdayaan kemiskinan yaitu dengan memperbaiki bidang-bidang seperti: kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Dengan adanya keikutsertaan sektor swasta diberbagai sektor telah memberikan kontribusi penting dalam menghapus fiscal constraint dan memperbaiki efisiensi pelayanan sektor-sektor tersebut . Kecenderungan program privatisasi telah dimulai sejak tahun 1970 dan 1980 hingga 1990an. Negara-negara berkembang banyak yang melakukan hal ini, yaitu dengan menyediakan pelayanan yang lebih baik akan mendapatkan keuntungan dari kompetisi yang lebih besar serta lebih fokus pada pelanggan. Kondisi pada lingkungan bisnis BUMN yang berubah ternyata terjadi juga di Indonesia, disatu sisi lembaga bisnis swasta secara jelas mempunyai orientasi melulu pada keuntungan (profit oriented) dan efisiensi adalah alat untuk mempertinggi tingkat keuntungan. Sedangkan disisi lain negara adalah lembaga politik yang cenderung berorientasi pada program sosial-politik. Sadar biaya (cost conscious) sering tidak menjadi hal yang utama dan orientasi program sosial politik mendorong intervensi pemerintah pada operasional BUMN menjadi dominan. Interpretasi dari analisis terhadap dampak kebijakan privatisasi BUMN dapat meningkatkan efisiensi dan mendorong pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari beberapa perbedaan teori atau pandangan (view side) yang berpendapat bahwa perusahaan pemerintah (BUMN) kurang efisien dibanding perusahaan publik/swasta, kondisi ini menyebabkan dukungan yang besar terhadap kebijakan privatisasi BUMN di NSB, adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Dari sudut pandang sosial (social view), Shapiro dan Willig (1990) menemukan bahwa BUMN di NSB dapat dijadikan adalah alat untuk menyembuhkan kegagalan pasar dengan menerapkan kebijaksanaan harga (pricing policies) dengan memperhatikan biaya sosial yang terjadi. Di negara-negara sosialis umumnya bidang Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 91
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
usaha perusahaan BUMN memainkan peranan penting dalam menyediakan jasa dan fungsi sosial seperti : perumahan, kesehatan, fasilitas rekreasi, dan lainnya. Fungsi-fungsi dan pembiayaannya akan berpengaruh negatip terhadap efektivitas kinerja BUMN tersebut. Ada pendapat lain yang dikemukakan di negara sosialis upah amat dibatasi dan tidak jauh berbeda antara satu pekerja dan yang lain, dengan kondisi ini tambahan fungsi sosial dan penyediaan jasa dapat dipertimbangkan dalam mengajukan kegiatan yang lebih efektif. 2. Perusahaan publik/swasta diawasi sendiri oleh kepentingan pemilik sendiri, dimana pemilik mempunyai insentip yang kuat untuk memaksimalkan profit dibandingkan yang dilakukan oleh pemerintah, karena adanya modal mereka dan tanggungjawab keuangan terhadap keputusan yang mereka ambil. Perusahaan swasta lebih berani menawarkan insentip dan gaji yang layak bagi para manajer, Barberis dkk (1996). Perusahaan publik mungkin akan lebih sulit mendapatkan pengakuan dari masyarakat/publik, sehingga hukuman terhadap kegagalan memaksimalkan profit akan lebih kasar dan keras, tetapi akan lebih baik jika mencapainya, Phelps (1992). 3. Interpretasi dari Teori Ekonomi Neo-Classic menjelaskan bahwa hubungan antara kepemilikan dan kinerja adalah lemah (tidak berhubungan). Efisiensi lebih ditentukan oleh struktur pasar dan tingkat kompetisi daripada siapa pemilik aset/modal, Nellis (1991). Kompetisi atau persaingan usaha akan membuat sebuah alokasi sumberdaya menjadi efisien, mengurangi kemerosotan manajemen dan mendorong usaha manajemen dan pekerja, serta memperlihatkan pengurangan biaya investasi atau perbaikan mutu dari pengeluaran, Koning (1997). 4. Dengan adanya kompetisi, keuntungan yang lebih besar pada perbandingan kinerja, dan pada gilirannya usaha manajemen dan kemungkinan tingkat kebangkrutan menyebabkan insentip yang lebih baik bagi direksi. Sebuah struktur kepemilikan ditujukan sebagai menekan pasar, oleh karenanya, dalam jangka panjang, setiap perusahaan yang mampu bertahan dalam persaingan usaha akan mempunyai struktur kepemilikan yang optimal, (Demsetz dan Lehn (1985). 5. Bagaimanapun privatisasi akan memperkuat pasar, dengan melaksanakan efisiensi perusahan (the competition view). Menurut Kikeri dkk (1994) banyaknya dan lemahnya BUMN akan memperlambat pertumbuhan sektor swasta (dan akan menaikkan persaingan). Pemerintah sering menghambat masuknya perusahaan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 92
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
swasta yang akan bersaing dengan BUMN/SOE’s, pemberian pinjaman oleh pemerintah kepada BUMN sering mengacaukan pemberian kredit bagi perusahaan swasta, perbankan cenderung beranggapan bahwa pemerintah merupakan jaminan yang harus dipatuhi bagi pemberian kredit BUMN, ini merupakan persepsi yang tidak menguntungkan bagi sektor swasta, dan ketidakmauan menerima kritikan terhadap penyimpangan peraturan yang ada, akan menaikkan biaya usaha dan membatasi kemauan mengembangkan usaha bagi sektor swasta. 6. Bagaimanapun privatisasi akan memperkuat pasar, dengan melaksanakan efisiensi perusahan (the competition view). Menurut Kikeri dkk (1994) banyaknya dan lemahnya BUMN akan memperlambat pertumbuhan sektor swasta (dan akan menaikkan persaingan). Pemerintah sering menghambat masuknya perusahaan swasta yang akan bersaing dengan BUMN, pemberian pinjaman oleh pemerintah kepada BUMN sering mengacaukan pemberian kredit bagi perusahaan swasta, perbankan cenderung beranggapan bahwa pemerintah merupakan jaminan yang harus dipatuhi bagi pemberian kredit BUMN, ini merupakan persepsi yang tidak menguntungkan bagi sektor swasta, dan ketidakmauan menerima kritikan terhadap penyimpangan peraturan yang ada, akan menaikkan biaya usaha dan membatasi kemauan mengembangkan usaha bagi sektor swasta. Sektor swasta lebih menginginkan adanya disiplin bagi pasar uang komersial dibanding BUMN, hal ini terjadi karena BUMN dijalankan dengan apa yang disebut sebagai “soft budget constraint”, Barberis (1996). Mereka sering mendapatkan suntikan modal dengan tingkat bunga lebih rendah dari pasar dan banyak menerima subsidi dari pemerintah. Bagaimanapun pendapat bahwa pandangan persaingan hanya berlaku tentu saja jika sektor swasta lebih efektif daripada BUMN. Maka dari itu, mengapa berdasarkan teoritis belum jelas bahwa kepemilikan akan menentukan profitabilitas dan efisiensi yang relatip berhubungan secara signifikan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 93
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Tabel - 5 Dampak Kebijakan Privatisasi BUMN Terhadap Peningkatan Efisiensi & Pertumbuhan Ekonomi Jumlah Kelompok Negara
Periode Privatisasi
Target BUMN Yg diprivatisasi
Perusahaan Komersial Yg Ikut Privatisasi Massal
Perusahaan Yg terprivatisasi
833
400
97
Mei 1995 -
Armenia
1100
1100
626
Oktober 94 - Maret 95
Bulgaria
3485
968
968
Januari 96 -
Czhech Republik
3900
1849
1849
Gel I : Mei -Desember 92 Gel II: Des 93 – Nop 94
Georgia
1189
880
407
Juni 95 – Juli 96
Kazakhstan
na
1712
497
April 94 – Januari 96
Kyrgz Republik
1500
900
450
Lithuania
8457
6661
5666
Moldova
1600
1139
874
Eropa Timur & Eks USSR Albania
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4
Gel I : Jan – Des 92 Gel II : Maret 94 Kupon : 1991 – Juli 95 Kas Privatisasi : Juli 95 Maret 93 – Nop 95
Desember 2003 94
Metode Kebijakan Privatisasi
Lelang kupon, penjualan secara kas bagi Perusahan kecil Restitusi bagi proram yg overlap dengan program kupon, membuat sistem bottleneck agar transaksi terlayani baik. EMBO, 10 perusahaan melalui tender internasional diikuti yang lain Penjualan langsung, tender, lelang, MBO dan privatisasi spontan Lelang secara kas dan peserta dapat melakukan investasi untuk sisa saham Spontan privatisasi sebelum tahap pembagian kupon, lelang kas untuk perusahaan kecil dan kasuitis bagi perusahaan besar, ESOP Beberapa saham ditransfer ke pekerja dan sebagian dijual dengan tender Setelah privatisasi dengan kupon, dilakukan privatisasi dg kas (tender internasional), MBO , lelang via pasar modal dan JV privatisasi Lelang saham secara kas, penjualan asset, tender internasional.
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Lanjutan Tabel - 5 Dampak Kebijakan Privatisasi BUMN Terhadap Peningkatan Efisiensi & Pertumbuhan Ekonomi Jumlah Kelompok Negara
Target BUMN Yg diprivatisasi
Perusahaan Komersial Yg Ikut Privatisasi Massal
Perusahaan Yg terprivatisasi
Polandia
8853
1049
512
Romania
6280
3900
na
Russia
20000-26000
16000
15052
Republik Slovak
na
1264
530
Ukrania
14000
8200
3500
Uzbekistan
11800
3631
2300
Periode Privatisasi
Metode Kebijakan Privatisasi
Eropa Timur & Eks USSR Nopember 95 Okt 92 – Juni 95 Agustus 96 Agustus – Desember 92 Mei – Desember 92 Gel I : Maret 92 – Juli 94 Gel II : Desember 94 Tidak ada pembagian kupon
Sumber : Wright, Vincent, and Luisa Perrotti, 2000, Privatization And PublicPolicy, Vol .I, diolah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4
Desember 2003 95
Sejalan denganprivatisasi massal dilakukan likuidasi dengan EMBO dan privatisasi modal (tender internasional dan IPO) Lelang terbuka, tender terbuka dan terbatas, IPO, EMBO, likuidasi dan debt equity swaps Tender investasi, lelang kas, kompetisi secara komersil, pembelian saham dg bantuan modal bank Penjualan langsung, tender terbuka, restitusi dan transfer asset kepada pemda. EMBO, disewakan pada pekerja, IPO, privatisasi spontan, tender bagi investor local dan asing. Lelang, penjualan langsung, joint venture, penjualan saham lewat pasar modal.
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
5.2 Analisis berkaitan dengan posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN di Negara Lain Posisi dan peran pemerintah dalam program kebijakan privatisasi BUMN menjadi sentral mengingat di negara-negara terutama NSB, sektor negara atau sektor yang ditangani pemerintah masih dominan dalam memberikan kontribusi ekonomi negara atau sumbangan terhadap GDP. Selama krisis ekonomi dunia yang dimulai pada akhir tahun 1980-an, peran sektor pemerintah di NSB menjadi dominan hal ini terlihat dari kontribusi sektor pemerintah yang masih diatas 50% dari PDB, dibanyak NSB krisis dapat menjadi peluang peran pemerintah untuk memimpin recovery ekonomi dimasing-masing negara. Walaupun kondisi politik dan ekonomi tampaknya tidak begitu cerah tetapi beberapa negara berhasil menunjukan kinerja pemerintahan yang berhasil melewati masa-masa krisis tersebut. Berkaitan dengan kebijakan privatiasi BUMN di banyak NSB ternyata peran pemerintah menunjukkan posisi yang penting hal ini dikarenakan karakteristik NSB dimana sektor swasta belum begitu kuat dan confidence dalam memimpin perekonomian negara. Dengan political will yang kuat dari pemimpin eksekutif dan legislatif akan mendorong tingkat keberhasilan kebijakan privatisasai BUMN di NSB. Jadi posisi dan peran pemerintah dalam kebijakan privatisasi BUMN menjadi penting dan sentral di NSB. Interpretasi berkaitan dengan identifikasi dan analisis terhadap posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN dapat dilihat dari beberapa perbedaan interpretasi mengenai teori dimana peran dan posisi pemerintah menjadi sentral dan penting mengingat kondisi dimana sektor pemerintah dan BUMN adalah memimpin (leader) dalam perekonomian suatu negara, kondisi ini menyebabkan dukungan yang besar dari pemerintah terhadap kebijakan privatisasi BUMN, adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Menurut pandangan politis (politics view), perusahaan swasta tidak mengalami campurtangan secara politik. Shleifer dan Vishny (1994) berpendapat bahwa campur tangan politis pada perusahaan akan menghasilkan tenaga kerja yang berlebihan, jeleknya pemilihan lokasi dan produk, ketiadaan investasi dan buruknya insentip bagi para direksi. BUMN mungkin lebih rentan dimanfaatkan untuk menekan bagi kepentingan suatu grup, sementara perusahaan swasta dapat fokus semata-mata hanya memaksimalkan profit dan umumnya penanam modal swasta berpandangan jangka panjang ketika memperoleh aset yang dapat dijual. Sebaliknya pemilihan aset yang dinikmati oleh para politisi cenderung untuk jangka pendek dan singkat, Phelps (1992). Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 95
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
2. Pendapat lain, dengan tidak adanya kepentingan terhadap institusi menjadikan pemilik perusahaan publik/swasta tidak tertarik untuk menahan aset perusahaan (walaupun berkondisi baik) dalam jangka panjang, namun tidak demikian bagi para politisi, dimana adanya kepentingan lebih bersifat spekulatif dan jangka pendek, Nellis (1999). Selanjutnya, campur tangan politisi berubah menjadi jangka panjang dan lebih menyukai perbaikan kinerja perusahaan. 3. Pengawasan oleh pemerintah cenderung bersifat birokratis, kaku dan lebih memenuhi kepentingan tertentu yang terlihat pada peraturan yang ada, dimana tujuan tertentu lebih diutamakan, Nellis (1991). Dengan kepemilikan publik, pemerintah akan menahan diri terhadap penggunaan aset perusahaan yang akan mendorong terjadinya pemecahbelahan perilaku dalam perusahaan. Pemerintah akan mudah dikritisi bagi tekanan politik untuk memelihara keberadaan celah tersebut seperti upah tinggi/usaha yang rendah, tingginya dan rasa aman dalam bekerja dsb, ini menunjukkan adanya kehilangan insentip, Perroti dan Guney (1993). 4. Pendapat yang berlawanan mengatakan, menurut agency theory, pemerintah adalah pemilik tunggal dan mutlak di BUMN sehingga dapat memonitor para manajer lebih seksama, dibanding pemilik saham perusahaan publik yang akibat banyaknya pemilik sehingga akan bertele-tele dalam memonitor para manajernya, Dewenter dan Malatesta (1998). Perlu ditambahkan, dalam masa perubahan kepemilikan, jajaran direksi dapat lepas kontrol, hal ini disebabkan hilangnya sebuah pegangan dasar hukum, kondisi yang vakum dan terjadinya korupsi yang merajalela, hal ini disebabkan pemilik baru dan manajer lebih tertarik untuk memperkaya diri sendiri dalam waktu yang singkat. Pemilik baru akan menerima ekuiti ekspemerintah dengan harga sangat murah dan mempunyai alasan untuk tidak dapat memaksimalkan profit tapi merubah ekuiti itu menjadi keadaaan yang lebih likuid dan memilikinya dengan memindahkannya ke bank luar negeri atau cara-cara lain pencucian uang (money laundring). 5. Pemilik perusahaan swasta akan memilih manajer terbaik untuk menjalankan perusahaannya agar beroperasi secara optimal (the human capital view). Jajaran direksi di BUMN dipilih kemampuannya sepanjang para politisi berkuasa, amanat politisi dan lobi-lobi sangat berperan. Kebalikan dengan perusahaan publik yang kemampuannya dipilih untuk menjalankan perusahaan secara efisien, Barberis dkk (1998). BUMN agaknya lebih ditekankan untuk memakai secara politis orang yang diinginkan daripada yang
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 96
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
mempunyai kemampuan terbaik dalam memenuhi tugas yang diinginkan, Krueger (1990). 6. Berkaitan dengan sektor dan institusi keuangan menjadi penting dalam keberhasilan kebijakan privatisasi BUMN, dalam kondisi ini kebijakan pemerintah yang dapat bersinergi dengan kesediaan dan dukungan sektor dan institusi keuangan menjadi sangat penting dan mendesak. 7. Secara makro ekonomi kebijakan dan strategi reformasi BUMN harus didukung oleh sektor keuangan yang kuat baik dalam negeri (domestik) maupun dukungan sektor keuangan luar negeri (internasional). Dari studi kepustakan dapat interpretasikan bahwa keberhasilan dan kegagalan kebijakan privatisasi BUMN di beberapa Negara sangat tergantung kepada kesiapan dan dukungan sector keuangan domestik (lihat Tabel - 6). Tabel - 6 Sektor Finansial : Regulator, Operator dan Controller Sector Markets Products
Real
Banking BoI .MoF (S) : Lender Investor (Is) : Commerce Bank, Rular Bank (D): Borrowser
Suporting
Operators
Institutions Regulators
Financial Money Debt Underlying
Controller
Non Banking GD o FI. Mof (S) : Investor (Is) : Financing Investment Insurance (D) : Borrowser
Capital Equty Derivative Capital Market ICMS.Mof (S) : Investor (Is) : Securities Company (D) : Emitens, Agents
Professional and Institutions Law Firm, Notary, Public Accountant, Financial Consultant, Stock Exchange, Administration Consultant, Clearing, Custody, Depository, Sub Broker, Valuer, Appraisal, Actuary, Rating, Agency, Data Consultant, Profider, Human, Resources Development Public, Market, Parlement, Non Government Officer (NGO), Academic and Sentence Society, Proffesion Organization and Association, Legal and Justier, Institutions, Police, Student Union, Press
Source :Be Elaborated from Megginson William, 1998
VI. Kesimpulan, Temuan dan Rekomendasi Kebijakan 6.1 Kesimpulan Dari illustrasi dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan mendorong pemerintah untuk memprivatisasi BUMN termasuk aset dan jasanya, telah dapat memberikan pelajaran yang berharga dalam mengembangkan program privatisasi yang berhasil. Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikutnya :
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 97
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
6.1.1.
Berkaitan dengan kebijakan meningkatkan efisiensi
privatisasi
(Pandu Patriadi)
BUMN
dapat
1. Secara spesifik keberhasilan kebijakan privatisasi BUMN akan terasa dampaknya terhadap peningkatan efisiensi bila ditujukan pada sektor-sektor yang populer di masyarakat, seperti : sektor pertanian, sektor keuangan dan sektor perdagangan. 2. Program privatisasi memberikan proses untuk menyebarkan kepemilikan bisnis lebih luas kepada publik, penggunaan saham BUMN privatisasi mengakibatkan masyarakat dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dari kinerja BUMN, kondisi ini akan kondusif untuk menaikan produktifitas dan kinerja keuangan. Artinya dengan privatisasi akan menyediakan dasar ekonomi yang lebih luas dan memungkinkan sejumlah besar penduduk untuk mempunyai keuntungan untuk berpartisipasi dan menikmati keuntungan dari pertumbuhan perusahaan. 3. Kontribusi kebijakan privatisasi BUMN dapat dilihat dari dampaknya terhadap perubahan tingkat efisiensi BUMN, terlihat pada variabel kinerja BUMN pasca privatisasi , antara lain : produksi/penjualan, permodalan, beban usaha, deviden, subsidi, pendapatan ekspor, pendapatan impor, pengeluaran pajak. 4. Kontribusi nyata dari kebijakan privatisasi BUMN adalah dengan bergeraknya sektor keuangan semua ini secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perekonomian nasional, seperti terlihat pada kinerja ekonomi, seperti : konsumsi (expenditure), investasi, pengeluaran pemerintah, tabungan, subsidi, devisa, penerimaan pajak dan GDP. 6.1.2. Berkaitan dengan posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN di beberapa negara 1.
Privatisasi merupakan sebuah proses politik penting. Faktor politik dan budaya sering membatasi jalannya dan langkah privatisasi, sebagai hal yang menolak kebijakan ekonomi ini. Komitmen yang kuat dari pemerintah menjadi kata kunci (keyword) dari keberhasilan kebijakan privatisasi di beberapa Negara.
2. Ada beberapa kelompok dalam sektor publik atau private yang mempunyai kepentingan buat kelompoknya dalam mengambil keuntungan adanya program privatisasi. Kelompok ini memberikan kontribusi bagi resiko yang harus dihadapi oleh pemerintahan. Kebijakan pemerintah harus governance tetapi adil (fair) bagi semua pihak yang ingin berperan dalam program
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 98
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
privatisasi BUMN, dari studi kepustakaan terlihat bahwa keberhasilan program privatisasi banyak terjadi dinegara dengan tingkat kolusi, nepotisme dan korupsi (KKN) nya rendah. 3. Sistim politik yang stabil dan pemerintahan yang kuat menjadi jaminan terhadap tingkat keberhasilan program privatisasi BUMN. Investor dalam maupun luar negeri sangat berkepentingan terhadap keamanan modal yang diinvestasikan pada BUMN privatisasi. Sebaliknya pada negara dimana sistim politik dan pemerintahan yang tidak stabil maka tingkat keberhasilan program privatisasi sangatlah rendah. 4. Pemerintah yang dapat mendorong secara kondusif sektor dan institusi keuangan mempunyai peluang untuk melihat keberhasilan program privatisasi yang dicanangkan, sebaliknya bila sektor dan institusi keuangan di negara tersebut tidak dikembangkan oleh kebijakan pemerintahnya maka dapat dipastikan bahwa program privatisasi BUMN menjadi tidak berhasil. 6.2. Temuan 6.2.1. Kebijakan privatisasi BUMN dapat meningkatkan efisiensi Keberhasilan kebijakan privatisasi BUMN dalam meningkatkan efisiensi BUMN dapat lebih direalisasikan bila sosialisasi program privatisasi dilakukan secara governance, profesional, konsisten sehingga masyarakat dan investor menjadi jelas tentang manfaat program privatisasi bagi seluruh pelaku ekonomi. Negara-negara yang mempunyai institusi yang secara khusus menagani program privatisasi ternyata mencatat keberhasilan dalam merealisasikan target-target privatisasi seperti nilai dan jumlah BUMN yang diprivatisasi. Ada beberapa karakteristik institusi yang mengelola program privatisasi tersebut, yaitu: didirikan berdasarkan UU; mempunyai kewenangan yang luas; jangka waktu pekerjaannya terbatas dan ditentukan (misal 3-5 tahun). Lembaga atau institusi seperti ini dapat diharapkan untuk melaksanakan kebijakan privatisasi BUMN sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 6.2.2.
Posisi dan peran pemerintah dalam proses kebijakan privatisasi BUMN
1. Temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan kebijakan program privatisasi BUMN memerlukan dukungan organ BUMN sebagai perusahaan (RUPS, komisaris dan Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 99
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
direksi) dan manajemen BUMN. Hasil penelitian terhadap kebijakan privatisasi menunjukan bahwa kebijakan privatisasi BUMN akan berhasil dengan mengajak insan dan manajemen BUMN untuk terlibat proses privatisasi dari awal. Resistensi akan terjadi bila ternyata pemerintah selaku eksekutif dalam kebijakan privatisasi tidak melakukan sosialisasi yang benar tentang manfaat privatisasi BUMN bagi semua pihak. 2. Political will dari Negara dicirikan dengan ditetapkan UU BUMN, UU Privatisasi dan lembaga yang powerfull dalam melaksanakan kebijakan privatisasi BUMN menjadi faktor utama dalam keberhasilan kebijakan privatisasi. Dalam operasionalnya political will diwujudkan dengan kemampuan pemimpin pemerintahan dan parlemen untuk menyusun, mengesahkan dan meratifikasi UU dan peraturan yang berkaitan dalam kebijakan privatisasi BUMN, seperti UU BUMN, UU Privatisasi dan UU Lembaga Pelaksana Privatisasi. 3. Peran pemerintah akan sangat penting dilihat dari reformasi BUMN, dimana dilakukan melalui tahapan proses seperti: (1) restrukturisasi (peningkatan posisi kompetitif perusahan melalui penajaman fokus bisnis, perbaikan skala usaha dan penciptaan core competencies); (2) profitisasi (peningkatan secara agresif efisiensi perusahaan sehingga mencapai profitabilitas dan nilai perusahaan yang optimum); (3) privatisasi (peningkatan penyebaran kepemilikan kepada masyarakat umum dan swasta asing maupun domestik untuk akses pendanaan, pasar, teknologi serta kapabilitas tingkat dunia). Esensi dari reformasi BUMN tahap awal adalah mengantarkan BUMN untuk melakukan privatisasi baik melalui pasar modal (going public ) maupun non pasar modal. 6.3. Rekomendasi Dengan mengingat kendala waktu yang sempit ketika harus mengeluarkan keputusan terbaik dan segera (the best decision) baik yang bersifat makro kebijakan maupun mikro strategi berkaitan dengan permasalahan kebijakan privatisasi BUMN. Keberhasilan keputusan tersebut tentunya tergantung dari dimensi analisisnya karena keputusan mengenai BUMN tidak hanya keputusan ekonomi dan bisnis tetapi berdimensi sosial, politik dan hukum secara sistematik dan simple. Rekomendasi yang dilakukan kepada otoritas kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia adalah mencoba melakukan optimalisasi terhadap temuan penting yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu keberhasilan kebijakan program privatisasi BUMN di negara lain dalam meningkatkan efisiensi BUMN ditentukan oleh empat faktor utama, untuk itu pemerintah Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 100
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Indonesia dan perlemen (DPR) harus melakukan kebijakan untuk mengoptimalkan 4 (empat) faktor tersebut, yaitu : 1. Mendukung secara full commitment mengenai political will dari negara (dengan menengakkan UU BUMN, UU Privatisasi, dsb.) serta menciptakan lembaga yang powerfull dalam melaksanakan kebijakan privatisasi BUMN. 2. Memberikan contoh nyata dan leadership dari para pemimpin negara dan politik terhadap pelaksanaan kebijakan privatisasi BUMN sehingga menjadi panutan dan kepastian usaha bagi masyarakat dan investor. 3. Memberikan kebijakan yang kondusif bagi pengembangan BUMN sehingga mendapat dukungan dari organ BUMN sebagai perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) dan manajemen BUMN. Kebijakan dan sosialisasi dapat menunjang tingkat keberhasilan program kebijakan privatisasi BUMN. 4. Menciptakan kebijakan yang kondusif sehingga tercipta sinergi dan dukungan sektor serta institusi keuangan dalam kebijakan privatisasi BUMN.
VII. Daftar Pustaka Bastian, Indra, 2002, Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi, Salemba Empat, Jakarta Besanko, David, D., Dranoe and Mark Shanley, 2001, Economics of Strategy, John Willey and Sons, Inc., New York, USA. Bishop, Matthew (ed.), 1995, Privatization and Economic Performance, Oxford University Press Inc., New York, USA. Damodaran, Aswath, 2001, Corporate Finance : Theory and Practice, John Willey and Sons, Inc., Singapore. Daniri, Mas Achmadi, 1995, Menuju Bursa Efek Berskala Internasional, Jakarta, Publikasi BEJ, Jakarta. Daniri, Mas Achmad, 1995, Manfaat Sistem Perdagangan Efek Tanpa Penyerahan Fisik, Jakarta Danso, Alex, 1992, Privatization of State Owned Enterprises in Africa : The Case of Ghana, Southeastern Political Review. Hall Hill, 1997, Privatization in Developing Countries, Brisbane, ANU Publishing, Brisbane, Australia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 101
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
(Pandu Patriadi)
Lavoie, Chiara Gratton, 2000, Essay On Privatization, PhD in Economics, Virgia State University, Blacksburg, USA. Mardjana, Ketut, 1993, Autonomy and Political Control in Indonesian Public Enterprises, PhD in Management, Monash University Publication, Melbourne, AUS. Mario, Andrade and De Castro Mario A, 1999, The Privatization and Project Finance Adventure : Acquiring a Colombian Public Utility Company, Spring, USA. Megginson, William L.,1998, Corporate Finance Theory, Addison Wesley Education Publ. Inc., New York, USA Neal S.Zank, 1993, Privatization in LDCs : Encouraging Economic Growth And Efficiency, Edgar Publishing, USA. Schumacher, Ute and Gladstone., H, 1993, Privatization in Developing Economies : The Case of Jamaica, Edgar Publishing, USA Peter Mc. Person, 1986, Privatization: Economic Performance Analysis, New York, Mc Graw Hill. USA. Pull, David, 2000, Privatization: Conceptual and Implementations, PhD in Business Management, MIT Publication, Massachusett, USA Shair, Osama J.A.R., 1998, Privatization and Development, St. Martin Press, Inc., New York, USA. Shirley, Mary M, 1994, Privatization in Latin America : Lesson for Transitional Europe, World Development, 22 (9), Elsevier Science Ltd, USA. Sumantoro, 1988, Aspek-aspek Hukum dan Potensi Pasar Modal di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Waing Hong Po, 1999, Economic Analysis of Privatization, PhD in Economics, Virginia Polytechnic and State University, USA. Werner Baer, 1994, Privatization in Latin America, World Economy 17 (4) , Blackwell Publisher Ltd, USA. -------------, 1997, Laporan Kegiatan Pasar Modal Indonesia Tahun 1997, BAPEPAM Jakarta -------------, 2001, Master Plan BUMN Tahun 2002 – 2006, Kantor Kementrian Negara BUMN, Jakarta
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 102
Desember 2003
Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4 103
(Pandu Patriadi)
Desember 2003