Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
MANFAAT KONSEP GOOD GOVERNANCE BAGI INSTITUSI PEMERINTAH DAN BUMN DALAM KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN1 Oleh: Pandu Patriadi22 Abstraksi Menurut Wiston Churchil, Pemerintah tanpa visi maka negara akan hancur. Dalam konteks good governance (GG) para pemimpin negara cukup berikan ketauladanan dalam setiap hal sedangkan untuk masalah profesionalisme, efisiensi dan kinerja serahkan akhlinya yaitu kalangan profesionalisme. Dalam pergaulan negara-negara didunia, bangsa yang tidak menyelenggarakan prinsip-prinsip good governance (GG) akan memiliki kredibilitas yang rendah. Tidak ditegakkannya good governance akan terlihat dari kinerja yang rendah, tiadanya transparansi dan akuntabilitas, korupsi yang merajalela serta tidak terciptanya kepastian hukum. Pendekatan GG akan menuntut adanya pengembangan kinerja institusi baik pemerintah, bisnis dan masyarakat secara komprehensif pada semua tingkatan. Semua ini harus didukung dengan adanya sistem pelaporan akuntabilitas kepada publik yang merupakan prasyarat bagi terbentuknya pemerintahan yang good governance. Usaha optimal tidak dapat dilakukan hanya oleh sebagian masyarakat dan kalangan. Untuk menuju pemerintahan yang GG adalah dengan transformasi birokrasi yangmana merupakan sesuatu yang sulit dan akan menghadapi tantangan besar. Dimasa lalu pengelolaan sektor publik oleh pemerintah mempunyai peran dominan sekali dalam pelaksanaan pembangunan. Di era GG sekarang ini memerlukan reposisi peran institusi pemerintah, bisnis (BUMN, swasta nasional dan asing) serta masyarakat secara menyeluruh, untuk itu semua social responsibility dari setiap sektor atau unit ekonomi diukur dengan sudah atau belumnya implementasi GG dilaksanakan. Dalam rangka pelaksanaan good governance pada institusi pemerintahan dan good corporate governance pada BUMN, maka diharapkan semua pihak (terutama elit politik) menahan diri untuk tidak melibatkan diri dalam manajemen BUMN, sehingga manajemen akan lebih profesional dan diserahkan pada mekanisme pasar yang ada. Pemerintah serta elit politik seharusnya lebih banyak memposisikan diri sebagai fasilitator dan regulator. Berkaitan dengan UU No. 19/2003 tentang BUMN pasal 75, kebijakan privatisasi BUMN dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
I. Permasalahan dan Lingkup Good Governance (GG) 1.1. GG Pada Institusi Pemerintah Kurang dipahaminya manfaat penerapan good governance (GG) pada institusi pemerintah oleh sebagian pengambil kebijakan politik di negara ini merupakan permasalahan utama dari penerapan GG di Indonesia. Di era reformasi sebenarnya Paper Dikembangkan dari Paper Yang dipresentasikan pada Diskusi GCG BUMN di BAF Depkeu RI, 9 Agustus 2004. 2 Peneliti Bidang Keuangan dan Korporasi Departemen Keuangan RI, Jakarta, Tim GCG PT. ANTAM Tbk. 1
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
merupakan momentum yang tepat untuk menerapkan GG secara komprehensip disemua tingkatan (level) pemerintahan. Diharapkan pemerintahan periode tahun 2004 - 2009 mendatang dapat menangkap momentum sehingga institusi pemerintahan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam memecahkan permasalahan multikrisis di Indonesia. Terwujudnya GG adalah prasyarat bagi setiap pemerintahan yamg mengalami multikrisis (ekonomi, hukum, politik dan sosial), oleh sebab itu perlu diambil langkah-langkah strategis guna mewujudkan iklim pemerintahan yang baik (good governance). Dalam kegiatan ekonomi dan bisnis akan tampak ketertinggalan aparat institusi pemerintah dalam memahami konsep, metode, implementasi dan evaluasi good governance (GG) dibandingkan dengan beberapa pelaku bisnis baik BUMN, swasta nasional dan asing yang telah mulai memperaktekan GG secara benar dan konsisten. Walaupun sebenarnya Negara telah membekali visi dan misi sebagai landmark dokumen GG Negara Indonesia seperti yang diamanatkan pada alinea kedua Pembukaan UUS 1945 dan TAP MPR No. IV/ MPR/ 1999 (pada GBHN Tahun 1999 – 2004). Dengan disahkannya TAP MPR No. VII/ MPR/ 2001 Tentang Penyelenggaraan Negara yang baik dan bersih merupakan landasan operasional penerapan GG pada institusi negara. Keterlambatan atau ketidak tahuan tentang konsep, manfaat dan implementasi GG oleh pejabat institusi pemerintah akan menjadi permasalahan besar dalam menegakan GG di Indonesia. Mengingat konsep good government (GG) bersifat top-bottom maka lingkup (scope) pada dasarnya harus dimulai dan dimiliki oleh para pemimpin bangsa baik yang berada di pemerintahan (eksekutif), parlemen (legislatif) maupun kehakiman (yudikatif). Tanpa komitmen yang kuat maka GG pada institusi pemerintah dan pada institusi negara lainnya hanya bersifat wacana, konsep atau maksimal menjadi dokumen. Faktor kepemimpinan (leadership) menjadi utama dalam kondisi seperti sekarang ini, contoh konkrit dan keteladan menjadi kunci sukses penerapan GG di Indonesia. Faktor kepemimpinan dan kesadaran akan GG pada institusi pemerintah cepat dan lambat akan terjadi mengingat globalisasi ekonomi dunia dengan disepakatinya AFTA 2002, APEC 2010 dan WTO 2020 menjadikan dunia dengan kondisi yang sangat berbeda. Mengantisipasi perubahan global yang sangat cepat tersebut tentunya Indonesia harus mempersiapkan seluruh pelaku ekonomi menghadapi free market competition era sehingga dapat berkompetisi dan memenangkan persaingan. Untuk itu diperlukan pembagian tugas secara profesional dalam perekonomian (division of job). Selain itu hal yang mendorong perlunya pelaksanaan GG pada institusi pemerintah adalah banyaknya kejadian mismanagement pada pengelolaan ekonomi makro oleh pemerintah dibeberapa negara, masalah akan terjadi dan bersifat destruksi bila pemerintah negara-negara tersebut salah urus pada sektor-sektor vital dan sensitif seperti perbankan dan keuangan. Kejadian di sektor perbankan seperti di Jepang, Perancis, Spanyol, Turki dan Argentina (1990-an), Malaysia (1992-an), Thailand, Korea, Indonesia (1997-an), Cina (?) sangat menyentah kalangan pemerintahan akan perlunya prinsip GG dalam pengelolaan institusi pemerintah. 75
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
Menurut Kenichi Ohmae dalam Bonderless Nations (1990) mengingatkan bahwa pemerintah akan terlalu besar untuk mengurus yang kecil-kecil dan terlalu kecil untuk mengurus yang besar-besar. Pendapat ini tampaknya mendorong pembagian tugas dalam kegiatan perekonomian, dimana peran pemerintah sebagai regulator, pelaku dan profesi bisnis sebagai operator dan peran controller (publik, parlemen, akademisi, LSM dan pers) yang kuat dalam pengawasan kegiatan ekonomi. Pemerintah sebagai economic regulator harus mempunyai visi dan political will yang jelas berkaitan dengan posisi BUMN di era global ini. Walaupun terlihat terlambat dan berkesan add hoc, pemerintah Indonesia telah menyusun grand strategy BUMN yaitu menjadikan BUMN sebagai perusahaan kelas dunia (the world class company). Menurut Waren Keegan (1996) konsekuensi dari perusahaan kelas dunia atau global adalah harus melalui proses evolusi dan revolusi dari perusahaan domestik melalui perusahaan internasional, perusahaan multinasional dan perusahaan global. Dari pengalaman bisnis perusahaan-perusahaan kelas global seperti : Singapore Airlines (SQ), GE Elektric, Citibank, Siemens, Mitsubishi dan Samsung diperlukan waktu minimal 20 tahun untuk merealisasikannya. Menurut Adi Suyatno (2004), ada beberapa pengertian good governance dalam institusi pemerintahan yang didasari dari definition terms kata governance, yaitu : (i) the exercise of Political Power to manage a nation’s affairs atau Pelaksanaan Kekuasaan Politik untuk mengelola masalah-masalah suatu Negara (World Bank, 1997); (ii) the exercise of economic, political, and administrative authority to manage a country‘s affairs at all levels and means by which state promote social cohesion, integration, and ensure the well being of their population atau pelaksanaan kewenangan/ kekuasaan dibidang administrasi, ekonomi, dan politik dalam mengelola berbagai urusan negara guna mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan, integritas dan kohesivitas sosial dan kemasyarakatan (UNDP, 1997). Dari definisi ini maka dapat dirumuskan bahwa good governance institusi pemerintah adalah mencangkup hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat (society).
1.2.
GG Dari Sisi Korporasi (BUMN)
Secara umum permasalahan BUMN sebagai perusahaan juga menjadi permasalahan dari good governance (GG) di BUMN, sehingga menjadi concern semua pihak untuk menjalankan GG sebagai usaha memecahkan permasalahan di BUMN. Adapun permasalahan tersebut adalah : (i} belum maksimalnya nilai BUMN sebagai perseroan dan nilai perseroan bagi pemegang saham; (ii) belum dikelolanya BUMN secara efisien, transparan dan profesional seperti terlihat dari belum diberdayakannya kemandirian organ perseroan (RUPS, komisaris dan direksi); (iii) belum sejalannya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan tindakan organ perseroan yang didasari nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pandu Patriadi, 2004a). 76
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
Konsep dasar penerapan GG pada BUMN didasari atas 5 (lima) aspek dasar, yaitu: (i) the right of shareholders; (ii) the equitable of shareholders; (iii) the role of stakeholders; (iv) disclosure and transparency); (v) the responsibilities of the board. Dalam pelaksanaannya 5 (lima) aspek dasar GG tadi dijadikan 6 (enam) prinsip GG, yaitu : (1) fairness (keadilan); (2) transparency (keterbukaan); (3) accountability (tanggungjawab dan wewenang); (4) responsibility (pertanggung-jawaban); (5) disclosure (keterbukaan informasi); (6) independency (kemandirian). Seperti dalam suatu perusahaan pemikiran GG awalnya adalah tugas dari pendiri (founders), pemilik saham (stockholders), dan dewan komisaris. Penerapanan GG berkaitan dengan strategi perusahaan untuk menjalankan visi perusahaan, dimana visi perusahaan merupakan tugas atau bagian kerja dari pendiri (founders) atau pemilik perusahaan (stockholders). Oleh karenanya penerapan GG pada BUMN menjadi agenda yang penting dan mendesak, mengingat kepemilikan saham negara yang ada di BUMN bersifat kompleks dan berkaitan dengan kegiatan bisnis BUMN, seperti : masyarakat (public), stakeholders, stockholders dan investor (I Nyoman Tjager, 2004). Corporate governance sangat penting untuk membentuk perilaku korporasi, termasuk response perusahaan terhadap berbagai tekanan pasar, investasi baru dan peluang untuk tumbuh dalam pasar yang sangat dinamis. Kunci terciptanya GG dalam perusahaan adalah berfungsinya secara efektif organ perusahaan yang terjamin kualitas dan integritasnya sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan sekaligus memenuhi kepentingan seluruh shareholders dan stakeholder (FCGI, 2003). Corporate governance (GG) dalam BUMN sebagai perusahaan selanjutnya dapat disebut good corporate governance (GCG) mempunyai beberapa pengertian, yaitu : (i) corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lain, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (SK Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002); (ii) corporate governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta urusan-urusan perusahaan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan, dengan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain (Malaysian Finance Committee on Corporate Governance, February 1999); (iii) corporate governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia-FCGI), (iv) corporate governance as a exercise of power subject to the principles and rules of transparency, accountability and fairness and observance of informal norms of ethical conduct (Indonesian Institute for Corporate Directorship-IICD, 2004).
77
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
Selain itu penerapan GG di perusahaan pada umumnya dan BUMN pada khususnya juga didorong akan pergeseran konsep stockholders menuju kepada stakeholders, dimana tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada masalah internal perusahaan tetapi juga masalah eksternal perusahaan. Pada konsep stakeholders (Lingkungan Pemilik Saham Perusahan) adalah pihak-pihak yang terkait dengan organisasi yang terdiri atas karyawan, pelanggan, organisasi, investor, pernerintah dan masyarakat. Werther and Davis, (1996: 476). Hasil pengamatan Marwansyah, ( 2000:16) bahwa ada dua jenis stakeholder yaitu: (a) internal stakeholder yang terdiri dari karyawan atau pekerja, pernegang saham dan dewan direksi; (b) external stakeholder yang meliputi, konsumen dan klien, pesaing, pemasok, penawaran tenaga keria, lembaga/badan pernerintah, lembaga keuangan, senikat pekeda, media, dan special-interest group. Tabel 1 Perubahan Paradigma Dari Konsep Shareholders ke Stakeholders SHAREHOLDERS CONCEPT Fokus pada maksimalisasi pemenuhan kepentingan pemegang saham semata-mata Orientasi bisnis berjangka waktu pendek ( Short – Term Profits) Tidak mempertimbangkan eksternalitas negatip korporasi yang harus ditanggung oleh pihak lain
STAKEHOLDERS CONCEPT Fokus pada keseimbangan kepentingan seluruh stakeholder melalui aktivitas dan proses binis yang bertanggung jawab, transparan dan fair. Orientasi bisnis berjangka panjang ( Sustainable Operation ) Berupaya menjadi Good Corporate Citizen
Sumber: Sofjan Djalil, Corporate Governance Specialist Paper, 2001, diolah
Harus diakui bahwa bahwa praktek corporate governance yang baik dikalangan BUMN belum melembaga, bahkan terkesan sudah tenggelam kedalam budaya birokrasi yang sarat dengan regulasi. Keterlibatan birokrasi yang berlebihan dalam manajemen telah menyebabkan kinerja BUMN tidak menunjukan pertumbuhan yang berarti, Situasi ini mempengaruhi tatanan organ perusahaan (RUPS, Komisaris dan Direksi) yang tidak berfungsi sebagaimana seharusnya bahkan mengandung potensi konflik dan keracuan manajemen. Kondisi tidak berjalannya praktek corporate governance akan terlihat dari tingkat investasi, perolehan laba sebelum pajak dan kontribusi BUMN terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (pajak dan dividen) yang relatif rendah. Melihat permasalahan-permasalan ini menjadikan penegakan prinsip GG di BUMN menjadi agenda yang penting untuk diimplementasikan.
II. Dasar Penyusunan GG 2.1. Visi, Misi dan GG Institusi Pemerintah Secara konstitusional visi bangsa Indonesia merupakan cita-cita nasional yang telah dirumuskan pada alinea kedua Pembukaan UUS 1945, yaitu : Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan misi bangsa Indonesia 78
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
adalah tujuan nasional yang dirumuskan pada alinea keempat, yaitu : melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencedaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Secara operasional misi pemerintah RI telah dijabarkan pada GBHN Tahun 1999 – 2004 pada TAP MPR No. IV/MPR/1999 yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan telah ditetapkan visi dan misi bangsa Indonesia dan visi pemerintah RI maka secara filosofi dan konseptual kita sebagai bangsa telah memiliki dokumen good governance (GG), yang menjadi landmark dan benchmark yang baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada lagi alasan dari Pemerintah untuk tidak melaksanakan good governance di institusi pemerintahan dan disisi yang sama lembaga-lemabaga tinggi negara secara hukum wajib menegakannya. Permasalahan klasik bangsa kita adalah sangat canggih dalam menyususun konsep-konsep besar akan tetapi sangat lemah dalam implementasi dan penegakannya. Dasar hukum good governance pada institusi pemerintahan pertama adalah TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Penyelenggaraan Negara yang Baik dan Bersih, yang mencakup: (1) terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas dan bebas KKN; (2) terbentuknya penyelenggara negara yang peka dan tanggap terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat diseluruh wilayah negara, termasuk daerah terpencil dan perbatasan; (3) berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik dan pemerintahan. Kedua PP No. 1 Tahun 2000 tentang Pemerintahan yang baik, berisi antara lain: (1) kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsipprinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima; (2) demokrasi, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum dan diterima oleh seluruh masyarakat. Untuk menegakan GG pada institusi pemerintah tentunya diperlukan action plan atau agenda pemerintahan dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (Good Governance). Menurut Bintoro Tjokroamidjojo ada 5 (lima) agenda yang harus dilaksanakan, yaitu: (i) perubahan sistem politik ke arah sistem politik yang demokratis, partisipatif dan egalitarian; (ii) reformasi dalam sistem birokrasi militer (TNI), dimana kekuatan militer harus menjadi kekuatan yang profesional dan independent; (iii) reformasi dalam bidang administrasi publik perlu diarahkan pada peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah; (iv) reformasi pemerintahaan yang juga penting adalah perubahan dari pola sentralisasi ke desentralisasi; (v) menciptakan pemerintahan yang bersih (clean government). Untuk itu semua aparat institusi pemerintahan (birokrasi) perlu dipikirkan secara manusiawi berkaitan dengan wealfare system, manpower planning dan penegakan hukumnya.
79
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
2.2. UU dan Peraturan GG di BUMN Dasar hukum dan peraturan yang mengatur keberadaan sebuah BUMN di Indonesia, meliputi: Ketetapan MPR No. IV Tahun 1999 Tentang GBHN 1999-1004, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT), UndangUndang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU PM), Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Keputusan Menteri EKUIN No.Kep-10/M-EKUIN/1999 yang menetapkan oleh Komite Nasional Tentang Kebijakan Corporate Government (KNKCG) mengenai pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Government pada pengelolaan perusahaan-perusahaan perseroan, Keputusan Menteri Negara BUMN No.Kep-117/M-MBUMN/2002 Tentang Praktek Good Corporate Governance dan berbagai Peraturan Pasar Modal bagi BUMN going public. Latar belakang pentingnya diterapkan prinsip good corporate governance (GCG) adalah terjadinya krisis moneter di Indonesia sejak tahun 1997, telah menyebabkan krisis multidimensi, sehingga banyak perusahaan konglomerasi termasuk perbankan mengalami kebangkrutan. Berdasarkan hasil kajian Bank Dunia, krisis yang melanda Indonesia dan juga negara-negara asia lainnya, disebabkan oleh lemahnya implementasi good corporate governance (GCG) pada perusahaan-perusahaan di negaranegara tersebut. Kelemahan impelementasi GCG dapat dilihat dari minimnya keterbukaan perusahaan, termasuk keterbukaan dalam hal pelaporan kinerja keuangan, kewajiban kredit dan pengelolaan perusahaan terutama bagi perusahaan yang belum go public, kurangnya pemberdayaan komisaris sebagai pengawas terhadap aktifitas manajemen dan ketidakmampuan akuntan dan auditor memberikan kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan. Sebagai akibat kelemahan dalam implementasi GCG, maka perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaiangan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholders. Secara historis, dapat dilihat bahwa sebagai akibat dari lemahnya penerapan GCG, maka beberapa perusahaan besar di negara-negara maju telah mengalami Collaps seperti BCCI, UK (1988), Bank Barings, UK (1996), Enron Corp, US (2002). (Dr. Sofyan Djalil, LKDI, 10 April 2002). Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka Kementerian BUMN selaku lembaga pemerintah yang ditugaskan untuk melaksanakan fungsi sebagai pemegang saham/pemilik modal BUMN, merasa perlu untuk mewajibkan seluruh BUMN menerapkan GCG (I Nyoman Tjager, 2004). Langkah-langkah kongkrit yang telah dilakukan selama ini adalah : (i) membangun situs BUMN online dengan alamat www.bumn-ri.com guna mendorong implementasi transparansi; (ii) melakukan sosialisasi kepada BUMN mengenai prinsip-prinsip GCG dan pentingnya GCG bagi peningkatkan kinerja usaha; (iii) menerbitkan beberapa peraturan yang memuat prinsip-prinsip GCG, seperti: (a) UU No. 19/2003 tentang BUMN; (b) Kep Menteri BUMN No. Kep-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN; (c) Kep Menteri BUMN No. Kep-103/MBU/2002 tentang Komite Audit; (d) Kep Menteri BUMN No. Kep-104/MBU/2002 tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN; (e) 80
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
Kep Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN; (iv) memasukkan prinsip-prinsip GCG dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN; (v) memasukan dalam setiap keputusan RUPS BUMN suatu kewajiban kepada Direksi dan Komisaris untuk melaksanakan GCG; (vi) bekerjasama dengan PWs dan ADB serta BPKP untuk melakukan Assessment penerapan GCG pada BUMN; (vii) menyusun pedoman Statemen Of Corporate Intent (SCI) dan Appointment Agreements dan menerapkannya bagi BUMN; (viii) merumuskan konsep Public Services Obligation (PSO) pada BUMN; (ix) merumuskan konsep dan melakukan Audit Procurement bagi BUMN dengan menerapkan prinsip-prinsip transparansi, efisiensi, efektifitas dan fairness; (ix) menyusun konsep Restrechment bagi BUMN; (x)dan lain-lain kegiatan yang mendorong terciptanya sistem pengelolaan perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip GCG.
III. Konsep, Materi dan Karakteristik GG 3.1. Posisi UU dan Peraturan Pada Institusi Pemerintah Pemilihan umum (PEMILU) yang dilaksanakan pada tahun 2004, baik PEMILU Legislatif maupun Presiden/Wakil Presiden merupakan kekuasaan tertinggi dalam sistim negara demokrasi, hal tersebut dapat kita termilogikan sebagai rapat umum pemegang saham (RUPS) dan rapat umum pemegang saham – luar biasa (RUPS-LB) pada perusahaan. Karena dengan PEMILU Legislatif dapat ditentukan anggota DPR yang nanti bersama Presiden dapat mengesahkan produk UU dan Peraturan. Terminologi mikronya pada perusahaan adalah RUPS/RUPS-LB melalui mekanisme AD-ART dapat menugaskan Komisaris dan Direksi untuk menyusun dokumen good government (GG) perusahaan. Jadi secara sistematik dapat dikatakan bahwa produk hukum berupa UUD, TAP MPR, UU dan Peraturan Dibawah UU adalah dokumen good governance (GG). 3.2. GG Perusahaan (GCG) dan Stakeholders Pada BUMN Pada UU No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa organ pe erseroan di Indonesia (seperti juga di Belanda dan Jerman) memiliki dua badan (the dual board structure) yaitu Direksi dan Komisaris. Struktur ini berbeda dengan struktur perseroan di negara-negara Anglo Saxon yang pada umumnya hanya mengenal satu struktur yaitu Direksi. Selain kedua badan tersebut ada yang disebut pemegang saham yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan dapat mengambil keputusan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan atau Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham (RUPS-LB). Khusus terhadap pemegang saham minoritas tersedia mekanisme untuk membela haknya dari dominasi pemegang saham mayoritas yang pada zaman dulu praktis tidak mendapat perlindungan sama sekali sehingga selalu disebut sebagai pelengkap penderita yang nasibnya bergantung dari kebaikan hati pemegang saham mayoritas. Dari hubungan dan struktur organ
81
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
perseroan inilah berkembang the principles agency theory, stockholders dan stakeholders sehingga perlu diatur dalam good governance (GG). Tabel 2 10 Prinsip Good Governance Pada Instansi Pemerintahan Pengertian Tata Pemerintahan yang Baik, Tata Pamong yang Baik NO.
PRINSIP
1
Partisipasi
2
Penegakan Hukum
3
Transparansi
4
Kesetaraan
5
Daya Tanggap
6
Wawasan ke Depan
7
Akuntabilitas
8
Pengawasan
9
Efektifitas dan Efesiensi
10
Profesionalisme
PENJELASAN
Mendorong setiap warganegara untuk menggunakan hak dalam menyampaikan pendapat dlm proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan publik Mewujudkan adanya law enforcement yang adil tanpa kecuali (equal treatment) yang menunjung HAM dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Menciptakan kepercayan timbal balik antara pemerintah pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan untuk mendapatkan informasi Memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa pengecualian Membangun berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan partispasi masyarakat dalam proses pembangunan Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang melibatkan masyarakat Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggaraan pemerintahan agar mampu menyediakan pelayanan yang mudah, cepat, tepat dan kompetitif
KONVERSI KEPADA 5 PRINSIP GCG (T-A-R-I-F) (1) Transparansi (Transparency)
(3) Pertanggungjawaban (Responsibility) (1) Transparansi (Transparency)
(5) Kewajaran (Fairness) (3) Pertanggungjawaban (Responsibility) (6) Wawasan (Visioner)
(2) Akuntabilitas (Accountability) (2) Akuntabilitas (Accountability) (2) Akuntabilitas (Accountability) (4) Independensi (Independency)
Sumber : UN-DP, Depdagri, APEKSI, ADEKSI, APKASI, 2002, diolah
Prinsip-prinsip GCG bagi BUMN (SK Menteri BUMN No. Kep117/M.MBU/2002) adalah: (i) transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengembangkan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan; (ii) kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; (iii) akuntabilitas, 82
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; (iv) pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangundangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; (v) kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. Bagan 1 Perbandingan Antara Peraturan Perusahaan dan Peraturan Negara Perusahaan RUPS/Pemegang Saham
Pengawasan ADPengawasan melalui RUPS AD
melalui RUPS Pengawasan AD Pengawasan PKP Anggaran Komisaris PKP Direksi secara langsung Dasar melalui RUPS Pelaporan Pelaksanaan AD
Keinginan Shareholders
Negara
Pemilu Masyarakat
Auditor Eksternal
Pengawasan UUD melalui ST MPR
UUD
MPR
MP/SOP
SBUs
Komite Perusahaan
Arahan Strategis
Pelaporan Pelaksanaan UUD Keinginan Warga Negara
Pengawasan PKP secara langsung
Tap MPR
Rapat Paripurna DPR
Pemerintah
DPR melalui komisikomisi
Arahan Strategis
Audit Keuangan Perusahaan
UU
Masyarakat
Audit Keuangan Negara BPK
Sumber : GCG PT. Antam Tbk, 2003, diolah
83
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
3.3. Konsep GCG Dan Kebijakan Privatisasi BUMN Tap MPR No.IV/ MPR/ 1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004 yang menyatakan bahwa bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk melakukan privatisasi melalui pasar modal. Prosedur kebijakan privatisasi BUMN kemudian diperkuat dan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2000 Tentang PROPENAS Tahun 2000 – 2004, yang salah satu kegiatan pokoknya adalah kewajiban pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan kepemilikan BUMN melalui proses privatisasi. Untuk menjaga momentum kebijakan privatisasi BUMN pada bulan Juni 2003 pemerintah bersama dengan parlemen (DPR) telah mengesahkan UU No. 19/ 2003 Tentang BUMN yang menjadi dasar hukum dalam pengelolaan dan pengawasan BUMN. Kebijakan privatisasi BUMN pada awalnya dinilai memiliki probabilitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan kedua sumber pembiayaan yang lain. Secara teoritis privatisasi dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada publik untuk memiliki aset perusahaan sehingga ada kontrol yang lebih besar dari masyarakat (public) yang efektif bagi terciptanya efisiensi dan pencapaian good corporate governance. Sejalan dengan perkembangan dan dinamika sistem persaingan usaha, pemerintahan, perdagangan, hukum, teknologi serta pengelolaan perusahaan berdasarkan prinsipprinsip good corporate governance. Bagan 2 Legal Governance Models Indonesian /Dutch Law
US/UK/Australian Law
Shareholders
Shareholders
Commisioners
Board of Directors
Directors
Management
Management
Sumber: Iman Syahputra dan Amin Widjaja, Memahami Konsep Corporate Governance, Harvarindo, 2000, Jakarta.
BUMN dalam perjalanannya telah banyak mengalami pasang surut usaha baik yang diakibatkan oleh faktor eksternal yaitu keadaan ekonomi nasional dan internasional maupun keadaan internal yaitu manajemen perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijaksanaan baru atau akselerasi penyehatan BUMN yang akan ditetapkan pada BUMN. Pemerintah melalui Kantor Kementerian BUMN bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran-sasaran perseroan telah membuat masterplan. Dalam pencapaian tersebut harus jelas bahwa perseroan harus mampu mempertahankan kinerja komersial yang sehat dan bahkan juga mampu menghasilkan 84
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
produk dan jasa yang berkualitas bagi para konsumen dan memberikan kontribusi yang optimal bagi keuangan negara. Salah satu penyebab rentannya perusahaan-perusahaan di Indonesia terhadap gejolak perekonomian adalah lemahnya penerapan prinsip good corporate governance (mencakup 5 hal yaitu mengenai hak pemegang saham , perlakuan yang sama terhadap pemegang saham, peran shareholders, keterbukaan dan tansparansi , dan tanggung jawab direksi) dalam pengelolaan perusahaan. Kondisi tersebut ditandai dengan standar laporan yang minimal tentang kinerja keuangan perusahaan, khususnya tentang kewajiban utang piutang, tidak adanya direktur independen dan diragukannya independensi auditor (FCGI, 2002). Fakta bahwa hampir seluruh perusahaan yang dimiliki dan dikelola negara atau BUMN tidak memberikan kinerja finansial yang baik, pengembangan pasar yang memadai dan secara keseluruhan tidak mampu menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi. Laporan Bank Dunia tentang Private Sector di Indonesia tahun 1999 menunjukkan fenomena tersebut, yaitu: (1) kebanyakan BUMN menyedot anggaran pemerintah yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk pelayanan sosial; (2) kebanyakan BUMN mengambil kredit untuk investasi yang tidak tepat; (3) Kebanyakan BUMN lebih polutif daripada industri swasta; dan (4) kebanyakan BUMN perbaikan BUMN menghasilkan manfaat dalam mengurangi defisit fiskal. Berdasarkan Masterplan BUMN Tahun 2002 – 2006, data keuangan tahun 2001 menunjukkan dari kinerja keuangan 145 BUMN ternyata kebijakan pengembangan BUMN yang dilakukan selama ini tidak diarahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini dapat diindikasikan oleh beberapa karasteristik dan ciri BUMN dalam 5 tahun terakhir, yaitu tahun 1997 – 2001 sebagai berikut: (1) Produktivitas dan keuntungan BUMN sangat kecil, dari Total Laba Rp.28.793 Milyar untuk 145 BUMN yang memberikan kontribusi laba hanya sebanyak 120 BUMN, sedangkan 25 BUMN masih merugi sebesar Rp1.010 Miliar; (2) Rendahnya tingkat pengembalian atas modal (ROE), dimana pada awal krisis (1997) rata-rata ROE adalah 7,11% atau lebih rendah dari suku bunga pasar. Dan tahun 2001 telah meningkat menjadi 8,20%. Masih belum pulihnya keadaan perekonomian dunia, yang berdampak terhadap perekonomian Indonesia tentunya akan memperberat program privatisasi, dimana target kinerja keuangan BUMN yang ingin dicapai adalah: pendapatan 13%/tahun, EBT 12%/tahun, Total Aset dan Equity 8%/tahun , ROA dan ROE 4%/tahun. Bagan - 3 Kerangka Pemikiran Kebijakan Privatisasi BUMN KONDISI : BUMN Kurang Sehat Keuangan Negara Terbatas Globalisasi
REFORMASI: Restrukturisasi Privatisasi Penerapan GCG
KENDALA: Kapasitas Pasar Modal Keterbatasan Pengalaman Belum ada Persamaan Persepsi Regulasi
PERAN PEMERINTAH Regulator & Fasilitator SASARAN : Pemulihan Ekonomi/Sektor Riil Menunjang Keuangan Negara Pengembangan Pasar Modal Perluasan Pemilik Peningkatan Daya Saing Profesionalisme,
Transparansi dan Akuntabilitas 85
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
Hingga tahun 2004, baru ada 13 BUMN yang diprivatisasi, dengan melepas sekitar 25% sahamnya. Adapun keenam BUMN tersebut adalah PT. Semen Gresik, PT. Indosat, PT. Telkom, PT. Timah, PT. BNI, PT. Aneka Tambang, PT. Kimia Farma, PT. Indo Farma, PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam, PT. Bank Mandiri, PT. BRI, PT . PGN, dan PT. Adi Karya. Dari jumlah tersebut 4 BUMN telah melakukan initial public offering (IPO) di luar negeri (go international). Sejak dikeluarkannya SK Menteri Keuangan No.826/KMK.013/1992, seharusnya terdapat 30 sd 40 BUMN yang bisa melakukan go public. Dengan adanya kebijakan privatisasi, saham pemerintah akan berkurang dalam perseroan atau BUMN akibat dari penjualan saham yang sebelumnya merupakan mayoritas kepada investor, dengan demikian komposisi saham pemerintah dapat menjadi minoritas, fifty-fifty atau mayoritas tetapi tidak dominan (misal 51%). Akibatnya proporsi dari struktur badan Direksi dan Komisaris tentu berubah dari dominasi wakil pihak pemerintah (biasanya oleh Departemen Keuangan) kepada pihak investor (profesional). Selanjutnya sesuai Pasal 79- 93 UU No.1/1995 Kepengurusan Perseroan dijalankan oleh Direksi yang pada umumnya berupa kekuasaan untuk mengelola perseroan dengan itikad baik dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan perseroan. Rincian dari lingkup kerja dan tanggung jawab Direksi diatur lebih spesifik didalam Akta Perseroan sehingga praktis sebetulnya Direksi dan Komisaris tidak dapat menyimpang dari semua prisip-prinsip yang mendasari terjadinya good corporate governance, karena Direksi harus mencatat dan melaporkan semua kerjanya kepada pemegang saham, harus mengaudit pembukuan perseroan, mendapat persetujuan dari Komisaris dan atau pemegang saham untuk tindakan –tindakan hukum tertentu (seperti meminjam uang, penjamin aset perseroan, melakukan akuisisi, konsolidasi atau merger). Hal tersebut diatas merupakan prinsip-prinsip dasar dari pelaksanaan good corporate governance meliputi aspek transparansi dan akuntabilitas, yang untuk perseroan terbatas tertutup secara lebih eksplisit diuraikan dalam UU No.8 / 1995 dimana asas keterbukaan (disclosure) menjadi prinsip yang sangat penting. Perseroan tidak boleh terlambat menginformasikan kepada masyarakat (public) mengenai perubahan yang bersifat material pada perseroan , pernyataan yang menyesatkan (misleading statement), penghindaran atau percobaan penghindaran informasi (ommision or attempt to ommision) dan perdagangan orang dalam (insider trading) serta benturan kepentingan (conflict of interest) lainnya. Dalam konteks ini semua perseroan terbatas terbuka diwajibkan meminta bantuan profesi penunjang pasar modal yang tersiri dari konsultan independen seperti akuntan publik, konsultan hukum dan perusahaan penilai (appraisal). Para konsultan inilah yang melakukan audit keuangan dan hukum dan bakal dipakai oleh otoritas pasar modal dalam memberikan keputusan mereka. Jadi sesungguhnya peraturan perundangan kita sudah memiliki karasteristikkarasteristik yang mendukung terciptanya “good (corporate) governance” seperti yang disyaratkan UNDP (United Nation for Development Programme) yang meliputi transparansi, akuntabilitas, responsiveness dan partipasi. Sedangkan karasteristik equality, supremasi hukum dan efektifitas masih amat kurang. Hal ini terjadi, disebabkan pengawasan secara internal dan eksternal terhadap Direksi Perseroan masih amat lemah. Baik pemegang saham maupun Komisaris jarang menggunakan atau ”enggan” menggunakan wewenang mereka, atu sebaliknya Direksi cukup cerdas 86
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
dalam memuaskan keinginan pemegang saham atau Komisaris sehingga mereka menerima semua kebijakan Direksi. Disini dikenal yang disebut sebagai “the duties of care and dilligence” yang mengabaikan prinsip”fiduciary duties” dari Direksi kepada perseroan dan masyarakat. Seperti terlihat dalam perusahaan publik atau BUMN/BUMD, dimana pengangkatan Direksi terdiri atas perwakilan direksi yang diangkat oleh negara, karyawan dan kalangan independen seperti masyarakat/LSM setempat. Jadi kepentingan pemegang saham tidak lagi segalanya karena kepentingan pemegang saham harus bergandengan dengan kepentingan karyawan, masyarakat, negara bahkan masyarakat umum (p u b l i c ). Tujuan pemerintah melaksanakan kebijakan privatisasi BUMN adalah suatu langkah yang tepat dan tidak selulu dalam rangka menutup defisit anggaran. Tujuan lain yang lebih luas adalah : adanya transparency, accountability, kemandirian/bebas intervensi dan efficiency sebagai suatu perusahaan yang profesional. Implikasi lain dari BUMN yang telah go public adalah lebih berorientasi pada pasar, kompetitif dan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah. Dalam kondisi ini kontribusi lembaga keuangan (financial institutions) sangat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan dasar hukum dan peraturan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia. Salah satu titik rawan dari program kebijakan privatisasi BUMN yang harus dicermati adalah kemungkinan terjadinya monopoli pembelian aset BUMN. Hal ini mungkin saja terjadi karena struktur kepemilikan modal di Indonesia masih sangat sentralistik dan hanya dikuasai oleh segelintir manusia dan institusi. Akibat dari kondisi ini menunjukan kondisi dimana tidak dapat dihindarinya praktek para pemburu rente (rent seeker). Kesuksesan dalam privatisasi BUMN harus dapat didukung oleh perencanaan yang matang terutama terhadap aspek-aspek seperti legal framework, good corporate governance, penerapan prinsip-prinsip manajemen, minimalisasi implikasi politik terhadap keputusan manajemen dan yang paling penting adalah penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia.
IV. Manfaat Dokumen GG Bagi Stakeholders 4.1. Keterkaitan GG Dengan Visi Pemerintah Persepsi dunia luar terhadap Indonesia dapat menjadi referensi Pemerintah untuk mengambil tindakan revoluioner terhadap penerapan GG pada institusi pemerintahan, hal ini terkait dengan peran sentral pemerintah sebagai regulator dalam kegiatan ekonomi. Persepsi negatif terhadap peran pemerintah harus dieliminasi dengan diterapkannya GG pada institusi pemerintah. Adapun persepsi negatif terhadap Indonesia dari beberapa survey lembaga internasional adalah sbb: (i) Indonesia merupakan negara yang terburuk dalam penerapan Good Corporate Governance di Asia .(McKinsey Investor Opinion Survey, 1999-2000); (ii) Indonesia merupakan negara yang paling tinggi tingkat KKN-nya di ASIA (Hasil Survey Political and Economic Risk Colsultancy); (iii) Indonesia menduduki peringkat 88 Corruption Persception Index (CPI) 2001 dari 99 negara yang di-survey. (Survey CPI 2001-Transparancy International); (iv) Perceived Standard tentang kualitas keterbukaan (disclosure and transparancy) di Asia. Skor Indonesia = 4,7. Bandingkan dengan skor Singapura (3,0), Malaysia dan Philipina (4,2), Thailand (4,3), India (4,4), dan Cina (4,7). (Corporate Governance 1999 - Suvey of Institutional Investors-PWC); (5) Survey terhadap 495 Blue Chips in Emerging Market, dimana 18 sample merupakan 87
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
perusahaan dari Indonesia, menunjukkan hasil bahwa posisi GCG perusahaan Indonesia sangat buruk. Hal ini terlihat dari hasil survey berikut: (1) The Best: HSBC (Hong Kong); (2) The Best 2: Infosys (India); (3) The Best 3: SIA (Singapura); (4) The Best 50: None from Indonesia; (5)The Worst 25 : 5 from Indonesia (471,472,489,493 dan 495); (6) The Worst: 495 from Indonesia (Dr. Sofyan A. Djalil, LKDI, 10 April 2002, dari Credit Lyonnais SA, Emerging Market 2001,The Saint and The Sinner). 4.2. Manfaat GG Perusahaan (GCG) Bagi BUMN Menurut I Nyoman Tjager (2004) terdapat 5 (lima) manfaat diterapkannya Good Corporate Governance (GCG) bagi BUMN adalah : (1) memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing; (2) mendapatkan cost of capital yang lebih murah (debt/capital); (3) memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan; (4) meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholders dan stakeholders terhadap perusahaan; (5) melindungi Direksi dan Komisaris dari tuntutan hukum (Bernie Carmody, ADB, 8 November 2001). 4.3. Penerapan GCG Untuk Mendukung Kebijakan Privatisasi BUMN Dalam pergaulan negara-negara didunia, bangsa yang tidak menyelenggarakan good governance pasti akan dihargai rendah (berkredibilitas buruk), karena ketiadaan good governance akan tercirikan dari korupsi yang merajalela, tiadanya transparansi dan akuntabilitas, tidak terciptanya kepastian hukum, kinerja yang inefficiency dan tidak adanya visi strategis bangsa. Pada pergaulan internasional tidaklah mudah mempercayai negara yang penuh KKN, penuh gejolak sosial dan politik yang berkepanjangan, serta adanya rasa tidak aman (insecurerity), akibatnya investor dan wisatawan cenderung menahan diri untuk berinvestasi dan berkunjung, padahal hal ini diperlukan dalam memperbesar aksesbilitas (networking) dan likuiditas keuangan negara dalam rangka meningkatkan pendapatan negara serta multiplier effect lainnya. Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu praktek pengelolaan suatu perusahaan dengan mempertimbangkan keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan seluruh Stakeholders, hal tersebut memang merupakan praktek yang diharapkan investor dari suatu manajemen modern, mengingat pada dasarnya GCG berlandaskan prinsipprinsip universal pengelolaan manajemen perusahaan yang profesional, yaitu: tranparansi, akuntabilitas, fairness dan bertanggung jawab sebagai good corporate citizen (GCC). Latar belakang yang dominan timbulnya inisiatip pembentukan suatu good corporate governance adalah: collapse-nya BCCI (1980), collapse-nya Maxwell Group (1985), saving and Loans Debacle US (1988), bankrutnya Bank Barring (1990), krisis ekonomi di Asia Timur dan Tenggara (1995). Dalam era kompetisi yang sangat tinggi sekarang ini, tuntutan publik dan pasar terhadap penerapan GCG dalam manajemen perusahaan sangat tinggi dan menjadi suatu keharusan. Sejalan dengan itu, globalisasi berdampak pada terjadinya borderless nation dan berakibat perpindahan arus barang, jasa dan modal antar negara menuntut perusahaan untuk secara terus menerus (sustainable) mencari sumberdaya dan cara baru untuk meningkatkan kinerja serta menciptakan keunggulan komparatif sehingga akan memberikan nilai tambah stakeholders-nya.
88
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi Bagan 4 Keterkaitan GG dengan Visi Pemerintah Visi Pemerintah 2009 GG Pedoman Kebijakan Negara
Kebijakan Kabinet
Prosedur Standar Operasi (SOP)
Nilai-Nilai dan Standar Etika
Implementasi GG secara penuh, konsisten dan berkelanjutan
Sumber: GCG PT. Antam Tbk, 2003, diolah
Selanjutnya, terjadi perubahan paradigma pada orientasi perusahaanperusahan dalam rangka mengantisipasi era global (free trade) tersebut, yaitu dari orientasi konsep shareholders (pemilik) ke konsep stakeholders dimana pihak-pihak yang berkepentingan terlibat. Berkaitan dengan hubungan GCG dan investasi, survei yang dilakukan oleh Bank Dunia – Mc Kinsey Consulting Group mengindikasikan bahwa Investor Asing ( Asia, Eropa dan AS ) bersedia memberikan premium sebesar 26% – 28% bagi perusahaan di Indonesia yang secara effektif dan efisien telah mengimplementasikan praktek GCGnya. Good corporate governance hanya dapat tercapai bila terjadi interaksi serempak, seimbang dan selaras, serta saling melengkapi diantara ketiga unsur: sektor publik, swasta dan organisasi kemasyarakatan. Tema sentral (main problem) yang dapat dikembangkan dari paper ini adalah: seberapa jauh hubungan antara good corporate governance (GCG) yang menggunakan pendekatan konsep balance scorecard dengan kebijakan publik dan corporate social responsibility (CSR).
89
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
Bagan 5 Manfaat Bagi Insan BUMN dan Stakeholders
Implementasi GCG
Kepercayaan Dunia Usaha dan Pihak Eksternal
Perilaku Bisnis yang Beretika
Tidak Ada Mark-Up dan Praktek KKN
Penurunan Biaya Modal (Cost of Fund)
Kemudahan dalam Melakukan Ekspansi Pertumbuhan
Berkurangnya Beban Biaya Bagi Perusahaan
Peningkatan Imbal Hasil Bagi Karyawan Pemegang Saham
Sumber: GCG PT Antam Tbk, 2003, diolah
V. Penutup
5.1. Simpulan 5.1.1. GG Pada Institusi Pemerintah Kurang dipahaminya manfaat penerapan good governance (GG) pada institusi pemerintah oleh sebagian pengambil kebijakan politik di negara ini merupakan permasalahan utama dari penerapan GG di Indonesia. Di era reformasi sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk menerapkan GG secara komprehensip disemua tingkatan (level) pemerintahan. Diharapkan pemerintahan periode tahun 2004 - 2009 mendatang dapat menangkap momentum sehingga institusi pemerintahan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam memecahkan permasalahan multikrisis di Indonesia. Terwujudnya GG adalah prasyarat bagi setiap negara yang menginginkan multikrisis (ekonomi, hukum, politik dan sosial) segera diakhiri, perlu diambil langkah-langkah strategis guna mewujudkan iklim pemerintahan yang baik (good governance). 5.1.2.
GG Pada BUMN Dalam era perdagangan bebas dan era globalisasi dengan diratifikasinya kesepakatan AFTA 2003, APEC 2014 dan WTO 2020 memberikan kepada BUMN sebagai perusahaan (persero) untuk memanfaatkan peluang dan tantangan untuk mengembangkan usahanya sehingga mempunyai daya saing yang tinggi dan mandiri. Daya saing tersebut dapat dibuktikan dengan produktifitas, mandiri dan dibuktikan dengan tidak adanya campur tangan pemerintah. Dengan diberikannya peluang tersebut diharapkan BUMN selaku perseroan akan sangat berperan dalam perekonomian nasional sebagai penyedia barang dan jasa. Berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja persero telah dilakukan oleh pemerintah selama ini sehingga 90
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
memungkinkan persero mampu berperan sebagai badan usaha yang sehat dan efisien serta mampu meningkatkan sumbangan bagi ekonomi Indonesia dan meningkatkan sumbangan bagi negara (APBN) baik dalam bentuk deviden, yang menjadi bagian dari negara sebagai pemegang saham maupun dalam bentuk penerimaan pajak bagi negara. 5.1.3.
GCG Kebijakan Privatisasi BUMN Tujuan pemerintah dalam kebijakan privatisasi BUMN adalah suatu langkah yang tepat dan tidak selalu dalam rangka menutup defisit anggaran. Tujuan lain yang lebih luas adalah : adanya transparency, accountability, kemandirian, bebas intervensi dan efficiency sebagai suatu perusahaan yang profesional. Implikasi lain dari BUMN yang telah go public adalah lebih berorientasi pada pasar, kompetitif dan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah. Dalam kondisi ini kontribusi lembaga keuangan (financial institutions) sangat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan dasar hukum dan peraturan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia. Salah satu titik rawan dari program kebijakan privatisasi BUMN yang harus dicermati adalah kemungkinan terjadinya monopoli pembelian aset BUMN. Hal ini mungkin saja terjadi karena struktur kepemilikan modal di Indonesia masih sangat sentralistik dan hanya dikuasai oleh segelintir manusia dan institusi. Akibat dari kondisi ini menunjukan tidak dapat dihindarinya praktek para pemburu rente (rent seeker). Kesuksesan dalam privatisasi BUMN harus dapat didukung oleh perencanaan yang matang terutama terhadap aspek-aspek seperti legal framework, good corporate governance (GCG), penerapan prinsip-prinsip manajemen, minimalisasi implikasi politik terhadap keputusan manajemen dan yang paling penting adalah penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia. 5.2. Temuan 5.2.1. GG Pada Institusi Pemerintah Political will dari Negara dicirikan dengan ditetapkan UU BUMN, UU Privatisasi dan lembaga yang powerfull dalam melaksanakan kebijakan privatisasi BUMN menjadi faktor utama dalam keberhasilan kebijakan privatisasi. Dalam operasionalnya political will diwujudkan dengan kemampuan pemimpin pemerintahan dan parlemen untuk menyusun, mengesahkan dan meratifikasi UU dan peraturan yang berkaitan dalam kebijakan privatisasi BUMN, seperti UU BUMN, UU Privatisasi dan UU Lembaga Pelaksana Privatisasi. Dalam melaksanakan kebijakan pemerintah ini tentunya diperlukan penerapan dan penegakan good governance (GG) secara konsisten dan terus menerus. Peran pemerintah akan sangat penting dilihat dari reformasi BUMN, dimana dilakukan melalui tahapan proses seperti: (1) restrukturisasi (peningkatan posisi kompetitif perusahan melalui penajaman fokus bisnis, perbaikan skala usaha dan penciptaan core competencies); (2) profitisasi (peningkatan secara agresif efisiensi perusahaan sehingga mencapai profitabilitas dan nilai perusahaan yang optimum); (3) privatisasi (peningkatan penyebaran kepemilikan kepada masyarakat umum dan swasta asing maupun domestik untuk akses pendanaan, pasar, teknologi serta kapabilitas tingkat dunia). Esensi dari reformasi BUMN tahap awal adalah mengantarkan BUMN untuk melakukan privatisasi baik melalui pasar modal (going public) maupun non pasar modal. 91
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
5.2.2. GG Pada BUMN Temuan menunjukkan bahwa keberhasilan kebijakan program privatisasi BUMN memerlukan dukungan organ BUMN sebagai perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) dan manajemen BUMN. Hasil penelitian terhadap kebijakan privatisasi menunjukan bahwa kebijakan privatisasi BUMN akan berhasil dengan mengajak insan dan manajemen BUMN untuk terlibat proses privatisasi dari awal. Resistensi akan terjadi bila ternyata pemerintah selaku eksekutif dalam kebijakan privatisasi tidak melakukan sosialisasi yang benar tentang manfaat privatisasi BUMN bagi semua pihak, untuk itu semua komitmen penegakan GG di BUMN sangat menentukan. Kebijakan good governance (GG) BUMN dapat dilihat dari dampaknya terhadap perubahan tingkat efisiensi BUMN dan pada variabel kinerja BUMN, antara lain : produksi/ penjualan, permodalan, beban usaha, deviden, subsidi, pendapatan ekspor, pendapatan impor, pengeluaran pajak. Kontribusi nyata dari kebijakan privatisasi BUMN adalah dengan bergeraknya sektor keuangan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perekonomian nasional, seperti terlihat pada kinerja ekonomi, seperti : konsumsi (expenditure), investasi, pengeluaran pemerintah, tabungan, subsidi, devisa, penerimaan pajak dan GDP. 5.2.3. GCG Kebijakan Privatisasi BUMN Seiring dengan berjalannya upaya aplikasi good corporate governance BUMN akan sangat jelas terlihat pada BUMN going public, selain telah diundangkannya UU No. 19 Tentang BUMN juga adanya sinergi dari otoritas pasar modal tentang perlunya penegakan GG BUMN, diantaranya adalah : (i) Diterbitkannya Surat Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit pada tanggal 5 Mei 2000 yang berisi rekomendasi kepad Emiten / Perusahaan Publik untuk membentuk Komite Audit sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan Akuntabilitas Komisaris Independen; (ii) Diterbitkannya Peraturan Pencatatan Efek di Bursa Efek Jakarta (BEJ) No I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000 dimana di dalam peraturan tersebut terdapat ketentuan yang mengatur kewajiban bagi perusahaan yang tercatat di BEJ untuk memiliki Komisaris Independen. Kebijakan-kebijakan inilah pada dasarnya bertujuan untuk menerapkan, menegakan dan mengawal good governance pada BUMN. 5.3. Rekomendasi 5.3.1. GG Pada Institusi Pemerintah Dengan mengingat kendala waktu yang sempit ketika pemerintah harus mengeluarkan keputusan terbaik dan segera (the best decision) baik yang bersifat makro kebijakan maupun mikro strategi berkaitan dengan penegakan GG pada institusi pemerintahan. Keberhasilan keputusan tersebut tentunya tergantung dari dimensi analisisnya karena keputusan mengenai GG tidak hanya keputusan ekonomi dan bisnis tetapi berdimensi sosial, politik dan hukum secara sistematik dan simple. Rekomendasi yang dilakukan kepada kebijakan GG pada institusi pemerintahan di Indonesia adalah pemerintah Indonesia dan perlemen (DPR) harus melakukan kebijakan untuk mengoptimalkan 4 (empat), yaitu: (i) mendukung secara full commitment mengenai political will dari negara (dengan menengakkan UU dan peraturan) serta menciptakan lembaga yang powerfull dalam melaksanakan GG pada vinstitusi pemerintah; (ii) memberikan contoh nyata dan leadership dari para pemimpin 92
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
negara dan politik terhadap pelaksanaan GG pada institusi pemerintahan sehingga menjadi panutan dan kepastian usaha bagi masyarakat dan investor; (iii) memberikan kebijakan yang kondusif bagi pengembangan BUMN sehingga mendapat dukungan dari organ BUMN sebagai perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) dan manajemen BUMN. Kebijakan dan sosialisasi dapat menunjang tingkat keberhasilan program kebijakan privatisasi BUMN; (iv) menciptakan kebijakan yang kondusif sehingga tercipta sinergi dan dukungan sektor sektor strategis seperti institusi keuangan dan perbankan. 5.3.2. GG Pada BUMN Karena penerapan GG pada BUMN merupakan hal yang sensitif dan mempunyai dampak sosial, politik, hukum dan ekonomi terhadap stakeholders BUMN. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak pihak-pihak yang berposisi menolak (againts) terhadap implementasi dan penegakan GG BUMN di Indonesia, hal tersebut dikarenakan belum lengkapnya dasar hukum yang kuat terhadap operasionalisasi GG BUMN. Perlu penegakan pada UU dan peraturan yang ada, seperti UU No. 1 Tahun 1995 Tentang PT, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN untuk melakukan kebijakan implementasi GG BUMN yang sangat sensitif. Dengan melakukan benchmarking pada negara-negara lain maka diharapkan kualitas implementasi GG pada BUMN dapat ditingkatkan. 5.3.3. GCG Kebijakan Privatisasi BUMN Dalam melakukan upaya restrukturisasi dan privatisasi BUMN, sudah seharusnya didukung oleh semua pihak, dan dalam rangka pelaksanaan good governance pada institusi pemerintahan dan good corporate governance, maka diharapkan semua pihak (elit politik) menahan diri untuk tidak melibatkan diri dalam manajemen BUMN, sehingga manajemen akan lebih professional dan diserahkan pada mekanisme pasar yang ada. Dan pemerintah serta elit politik seharusnya lebih banyak memposisikan diri sebagai fasilitator dan regulator. Berkenaan dengan prinsip–prinsip privatisasi, berkaitan dengan UU No. 19/2003 tentang BUMN pasal 75, privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan kewajaran. Keberhasilan dan kegagalan kebijakan privatisasi dinegara-negara lain dapat dijadikan benchmark dan landmark untuk mengevaluasi kebijakan privatisasi BUMN melalui penjualan saham di pasar modal Indonesia, adapun rekomendasi kepada pemerintah dan otoritas pasar modal adalah : (i) target dan realisasi kebijakan privatisasi BUMN 2003 dan 2004 harus diamankan dengan dukungan political will, komitmen dan sosialisasi program privatisasi BUMN; (ii) unifikasi dasar hukum dari pasar keuangan internasional harus didukung oleh ratifikasi UU dan peraturan di pasar modal di Indonesia; (iii) karasteristik pelaku pasar modal yang rasional dan well educated people harus diantisipasi dengan komitmen implementasi GCG dan law enforcement di pasar modal Indonesia; (iv) berkaitan dengan Undang-undang No. 8/ 1995 tentang Pasar Modal dan UU No. 19/2003 Tentang BUMN yang harus diperhatikan adalah aspek disclosure (keterbukaan informasi) dari BUMN, hal ini sangat penting bagi BUMN sebagai eminten dan investor.
93
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
VI. Daftar Pustaka ----------------, TAP MPR No. IV/ MPR/ 1999 (Bab IV Arah Kebijakan Poin B Ekonomi No.28). ---------------, UU No. 25 Tahun 2000 Tentang Propenas Tahun 2000 – 2004. --------------, UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, beserta penjelasannya. -------------, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, beserta penjelasannya. -------------, UU No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, beserta penjelasannya. Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2000. Aswath, Damodaran, Corporate Finance : Theory and Practice, International Edition, Willey, New York, 2001. Felix Jebarus, Strategi Pemberdayaan BUMN, Swa Kelola Manajemen, Sept 1999, LMUI, Jakarta, 1999. Hall Hill, Privatization in Developing Countries, ANU Publishing, Brisbane, 1997. IK. Mardjana, Autonomy and Political Control in Indonesian Public Enterprises: A Principle Agent Approach, PhD Dissertation in Management, Monash University, Melbourne, 1993. IK. Mardjana, Korporatisasi dan Privatisasi : Sebagai Alternatif Pembenahan BUMN, Jurnal Keuangan dan Moneter, Volume 2 Nomor 1, Desember 1994, BAKM, Jakarta. I Nyoman Tjager, dkk, Good Corporate Governance BUMN di Indonesia, Bunga Rampai Kebijakan Fiskal, Gramedia, Jakarta, 2004. I Nyoman Tjager, Good Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komonitas Bisnis di Indonesia, PT. Prehalindo, Jakarta, 2002. Iman Syahputra T dan Amin Widjaja Tunggal, Memahami Konsep Corporate Governance, Harvarindo, Jakarta, 2002.
Iman Syahputra T dan Amin Widjaja Tunggal, Membangun Corporate Governance, Harvarindo, Jakarta , 2002. Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia, Teori Dan Implementasi, PPA FE UGM , Yogjakarta, 2002. Maasen, Gregory Fransisco, An Internasional Comparison of Corporate Governance Models, Spencer Stuart, Amsterdam-Netherlands, 2000. Marwah Diah, Kebijakan Privatisasi BUMN:Analisis Korporatisasi dan Privatisasi, Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.
M. Faisal A., Analisis Efektifitas dan Efisiensi BUMN, Swa Kelola Manajemen, Jan 2000, LMUI, Jakarta, 2000. Munir Fuady, Pasar Modal Modern : Suatu Tinjauan Hukum, Buku 1, Citra Aditya Bhakti, 2001. Roscoe Pound, An Introduction To The Philosophy Of Law, New Haven Yale University Press, New York, 1961. Pandu Patriadi, Evolusi dan Revolusi BUMN, Kontan, 30 Juli 1999, Jakarta, 1999. Pandu Patriadi, Kebijakan Makroekonomi Privatisasi BUMN di Indonesia, Bahan Seminar Nasional pada SUSPIN dan SUSGAB BUMN VIII, 28 dan 29 September 1999, Lemhanas, Jakarta. Pandu Patriadi, Konsep dan Implementasi GCG di BUMN, Paper Presentasi Implementasi GCG di PT Antam Tbk, 30 Desember 2003, Jakarta. 94
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004
Manfaat Konsep Good Governance Bagi Institusi Pemerintah dan BUMN dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Pandu Patriadi
Pandu Patriadi, Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Badan Analisa Fiskal, Depkeu RI, Jakarta, Volume 7, Nomor 4, Desember 2003. Pandu Patriadi (a), Segi Hukum Bisnis Dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Badan Analisa Fiskal, Depkeu RI, Jakarta, Volume 8, Nomor 1, Maret 2004. Pandu Patriadi (b), Analisis Hukum Bisnis Investasi Saham di Pasar Modal Indonesia, Paper Pelatihan Eksekutif PT Krakatau Stell, Cilegon, April, 2004. Pandu Patriadi (c), Analisis Financial Engineering Kebijakan Privatisasi BUMN Dengan Metode Non IPO, Paper Diskusi Eksekutif PT. PN III, Medan, Juni, 2004. Pandu Patriadi (d), Sinergi Kebijakan Makro Ekonomi dan Pengembangan Usaha BUMN, Paper Seminar Umum Ekonomi Bisnis, SESKO-AU, Lembang, 18 Agustus, 2004. Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. Sofjan Djalil, Penyempurnaan Kelembagaan Sebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Efisiensi BUMN, Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol. 2 No. 1, Desember 1994, BAKM, 1994. Walker, Bob dan Betty Con W., Privatization: Sell Off or Sell Out The Australian Experience, ABC Book, Sydney, 2001. ---------, The Essence of Good Corporate Governance; Konsep dan Implementasi Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia. YPPMI Institut, Jakarta, 2002 ---------, Pedoman Good Corporate Governance, Ref. 4.0, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, Jakarta, Maret 2001. ---------, Corporate Governance-Improving Competitiveness and Access to Capital in Global Markets, OECD, Jakarta, Apr 1998. ---------, Good Governance for Commisioner and Directors, Workshop Program, IICD, Jul, 2004. ---------, Mastering Good Corporate Governance, Paper of Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Jakarta, 2002. ---------, Pedoman Kebijakan Perusahaan (PKP) PT. Antam Tbk, Tim Sosialisasi GCG – EY, Jakarta, Desember 2003.
95
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 3
September 2004