eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (2): 491-500 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2014
STRATEGI PEOPLE POWER DALAM MENENTANG PRIVATISASI AIR DI BOLIVIA TAHUN 2000 Fajriansyah1 NIM.0702045138
Abstract The results showed that, the sale of the water company SEMAPA state to private companies Aguas del Tunari is one alternative to improve the economy declines and to expand access and water services are less than the maximum. However, after the privatization of water is done, there is a fourfold increase in the price of the previous price so bring harm to the poor and increase the water crisis in Bolivia. This causes the resistance of the people to the government carried through the massive protests in 2000. Initially, the struggle of the people of Bolivia began with a peaceful demonstration but the demonstration did not work, so people then do a demonstration anarchist who eventually managed to stop the privatization of water Aguas del Tunari have decided to leave Bolivia. Keywords : Privatization, Water, Action, People Pendahuluan Bolivia merupakan negara yang berada di kawasan Amerika Latin dengan luas wilayah sekitar 1.098.580 Km2. Negara ini berbatasan langsung dengan Brasil (dibagian utara dan timur), Paraguay dan Argentina (dibagian selatan), serta Chili dan Peru (dibagian barat). Secara Demografis, etnis Bolivia terdiri dari 70% komunitas lokal (pribumi), dan 30% keturunan bangsa eropa. Komunitas lokal terbesar adalah suku Aymara, Quechua dan Guarani, sedangkan penduduk yang lain merupakan bangsa pendatang seperti keturunan Jerman, Yugoslavia, Asia dan Timur Tengah. Bolivia kaya dengan sumber daya alam seperti, perak, timah, koka dan pertambangan yang terkenal ditemukan oleh bangsa Inka, kemudian dieksploitasi oleh bangsa Spanyol, serta memiliki cadangan gas alam terbesar kedua di Amerika Latin setelah Venezuela. (http://www.boliviainfoforum.org, diakses pada tanggal 1 April 2013).
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 491-500
Tingginya tingkat korupsi diberbagai sektor menyebabkan Bolivia menjadi negara termiskin di Amerika Selatan. Selain itu, keadaan ekonomi yang terus menurun dapat dihubungkan pada beberapa faktor yaitu pertama, menurunnya harga perak pada awal tahun 1980 yang berdampak pada sumber pemasukan utama Bolivia. Kedua, terjadi pada akhir tahun 1980 dan diawal tahun 1990 karena bantuan ekonomi ditarik oleh negara-negara barat yang sebelumnya telah mencoba menjaga rezim pasar bebas melalui bantuan keuangan. Ketiga, penghapusan panen koka yang didukung oleh AS, karena 80% tanaman koka digunakan untuk produksi kokain dunia. Dengan adanya pengurangan penanaman koka, terjadi kehilangan pendapatan dari hasil tanaman tersebut, khususnya para petani yang kehilangan pekerjaan mereka. (www. annabelle.aumars.perso.sfr.fr, diakses pada tanggal 1Maret 2013 Maret 2013). Walaupun pemerintah telah berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian di Bolivia sejak tahun 1985, namun krisis ekonomi terus melanda Bolivia sampai pada tahun 1999 sehingga hutang luar negeri Bolivia mengalami peningkatan. Selain itu, rendahnya akses dan pelayanan air untuk wilayah pedesaan menyebabkan Bank Dunia menawarkan kepada pemerintah pinjaman dana dengan syarat privatisasi perusahaan air. Menurut Bank Dunia, pengelolaan air yang buruk di dalam negara menyebabkan buruknya kualitas dan rendahnya penetrasi sistem pengelolaan air di seluruh dunia. Hanya dengan mengurangi peran pemerintah maka negara dapat mengalokasikan sumber daya untuk aktifitas sebagai prioritas utama, mengusahakan pelayanan lebih murah dan berkualitas, serta membuka kesempatan bagi keterlibatan pihak swasta. (World Bank. 1997). Dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan ekonomi negara dan ingin memperluas akses air kepada wilayah pedesaan, sehingga perusahaan air di kota Cochabamba yaitu SEMAPA dijual kepada investor swasta yang bernama Aguas del Tunari yang berasal dari Amerika Serikat. Pemerintah memberikan kontrak 40 tahun kepada Aguas del Tunari untuk mengelola dan menyalurkan air kepada masyarakat yang tidak mendapatkan akses sebelumnya. (www.pdfebookshub.com, diakses pada tanggal 19 April 2013). Namun setelah privatisasi dilakukan, terjadi kenaikan harga empat kali lipat dari harga sebelumnya yang menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu membeli air dengan penghasilan yang rendah. Akibatnya, pada tahun 2000 rakyat melakukan aksi demonstrasi damai di pusat kota Cochabamba dalam bentuk pawai massal, blokade dan pemogokan umum, namun pemerintah mengabaikan aksi tersebut karena menolak untuk menurunkan harga air walaupun negosisasi telah dilakukan, sehingga aksi yang dilakukan rakyat terus berlanjut dengan melakukan demonstrasi anarkis dalam bentuk perlawanan kepada militer pemerintah yang menyebabkan tujuh orang tewas, 175 rakyat dan 51 polisi terluka, 200 demonstran di tangkap. Dengan adanya kejadian tersebut, pada akhirnya Aguas del Tunari memutuskan untuk meninggalkan Bolivia dan pemerintah mencabut kontrak dan hukum air. 492
Strategi People Power Dalam Menentang Privatisasi Air Di Bolivia Tahun 2000 (Fajriansyah)
Kerangka Dasar Teori 1. Social Movement Menurut Wilson, gerakan sosial adalah sebuah gerakan yang dilakukan secara sadar, yang diorganisasikan untuk melakukan perubahan terhadap sebuah tatanan sosial dengan cara yang non institusional. Selanjutnya gerakan sosial juga mengacu pada aksi kolektif untuk mengubah semua atau beberapa aspek dalam masyarakat, gerakan sosial dapat mengakibatkan kekacauan, demonstrasi, kekerasan, pembentukan perserikatan dan partai politik baru atau mengambil bagian dalam aksi protes. ( John Wilson. 1973). Menurut Jenkins, gerakan sosial terjadi karena adanya perubahan kesempatan, tersedianya sumber daya, dan adanya organisasi untuk melakukan sebuah aksi kolektif. Gerakan sosial yang terjadi adalah sebuah gerakan yang rasional, hal ini dilandasi oleh suatu pemikiran yang matang dan penuh perhitungan dalam memperoleh kesempatan politik melakukan gerakan. (Craig J. Jenkins. 1983). Gerakan sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah. Perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat. Ditandai oleh penggunaan cara-cara diluar kelembagaan negara atau bahkan yang bertentangan dengan prosedur hukum dan kelembagaan negara. Karena gerakan sosial itu lahir dari masyarakat maka kekurangan apapun yang terjadi di dalam pemerintah menjadi sorotannya. (Yuwen Jen. 1973). Menurut Mario Diani, ada empat unsur utama gerakan sosial, yaitu : 1. Jaringan yang kuat tetapi interaksinya bersifat informal atau tidak terstruktur. Dengan kata lain, terdapat ikatan ide dan komitmen bersama diantara para anggota dari gerakan tersebut, meskipun masing-masing anggota diklasifikasikan berdasarkan latar belakang, profesi dan kelas sosial yang berbeda. 2. Terdapat sharing keyakinan dan solidaritas antar anggota. 3. Ada aksi bersama dengan membawa isu yang bersifat konfliktual. Hal ini berkaitan dengan desakan terhadap perubahan tertentu. 4. Aksi yang dilakukan bersifat berkelanjutan. Dalam hal ini, konsep yang peneliti gunakan yaitu Social Movement terkait dengan konsep People Power, yang mana People Power merupakan gerakan politik, strategi, dan tentang perubahan sosial, gerakan ini menempatkan masyarakat pada posisi melawan otoritas yang mengendalikan negara dan merupakan pihak keamanan negara seperti polisi, tentara, birokrasi dan bahkan media. Akan tetapi disinilah adu strategi terjadi, dimana masyarakat membutuhkan strategi untuk menjadikan gerakan mereka mampu membawa perubahan yang diinginkan. (Bernard Raho. 2004).
493
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 491-500
2. Politics of Water Menurut Tony Turton, politik air terjadi karena berhubungan dengan pentingnya air dalam kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Adanya faktorfaktor utama yang terjadi seperti, perubahan iklim, pencemaran air, kualitas sumber air, distribusi yang terbatas penyalahgunaan air dan permintaan yang terus meningkat sehingga air menjadi langka dan berpotensi terjadinya isu politik dalam negara. Hal ini yang menyebabkan air menjadi sumber daya alam yang strategis secara global dan melalui perebutan sumber daya yang meenyebabkan konflik. Implikasinya bahwa, dimana tidak ada kelangkaan maka tidak akan ada politik air. Menurut Peter Mollinga, politik air di pengaruhi oleh ketersediaan air yang akan menimbulkan kekhawatiran sangat besar bagi setiap negara dengan potensi kelangkaan, karena terlibatnya aktor politik yang memiliki kepentingan sosial untuk menguasai air sebagai perencanaan untuk mengelola sumber daya air. Kebijakan kelompok kepentingan sebagai aktor utama dalam hal alokasi, distribusi dan kontrol sumber air, sehingga berpengaruh terhadap negara. Kompleksitas air merupakan hal yang menentukan bagi manusia, karena air merupakan zat yang unik dan tidak dapat digantikan untuk kebutuhan sehingga benar-benar penting dalam kehidupan. Dalam banyak hal, air sering menimbulkan masalah karena terdapat aktor politik dalam kondisi kelangkaan yang menyebabkan air menjadi sangat krusial sehingga sering terjadi masalah yang sangat rentan terhadap konflik dan sangat sulit untuk di selesaikan. (Cristiana Mcclinton. 2012). Menurut Barlow dan Clarke, ada 3 bentuk privatisasi air yaitu : 1. Penjualan sistem perawatan dan pelayanan milik publik secara penuh, penjualan ini dilakukan oleh pemerintah kepada investor swasta. 2. Perusahaan diberikan perjanjian konsesi atau sewa untuk mengambilalih pelayanan air, membiayai sistem operasional dan perawatan serta mengumpulkan pembayaran dan menyimpan sumber yang ada sebagai keuntungan usaha bagi perusahaan tersebut. 3. Perusahaan swasta dikontrak oleh pemerintah untuk mengelola pelayanan dan diberi upah administratif sehingga, pembayaran tarif dari konsumen tidak dapat dilakukan oleh perusahaan tersebut juga tidak boleh mengambil untung dari sumber yang didapat. Pengambilaihan jasa pelayanan air dari pemerintah ke swasta mengakibatkan munculnya serangkaian prinsip komersial yang berbeda saat mendapatkan kontrak konsesi, dalam sistem ini margin untuk profit harus dimasukkan ke dalam perhitungan artinya, keuntungan perusahaan juga harus ditanggung oleh konsumen. (www.lingkungan25.blogspot.com, diakses pada tanggal 31 Oktober 2013 Dalam permasalahan di Bolivia, air menjadi langka dalam kehidupan yang disebabkan oleh privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki sistem perekonomian dan pelayanan air untuk masyarakat yang belum mendapatkan air sebelumya, namun setelah privatisasi dilakukan terjadi kenaikan
494
Strategi People Power Dalam Menentang Privatisasi Air Di Bolivia Tahun 2000 (Fajriansyah)
harga yang menyebabkan masyarakat miskin mendapatkan dampak dari tingginya harga sehingga terjadi permasalahan yang menyebabkan konflik sosial. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, yaitu memberikan gambaran melalui data dan fakta-fakta yang ada tentang strategi people power dalam menentang privatisasi air di Bolivia tahun 2000, Serta teknik analisa data yang digunakan penulis adalah teknik analisis kualitatif. Hasil Penelitian Privatisasi air yang dilakukan pemerintah Bolivia merupakan penjualan perusahaan negara SEMAPA kepada perusahaan swasta Aguas del Tunari karena terjadi krisis ekonomi di Bolivia sejak tahun 1985 sampai 1999, sehingga Bank Dunia menawarkan kepada pemerintah Bolivia pinjaman dana dengan syarat privatisasi perusahaan air untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian di Bolivia. (www. pdfebookshub.com, diakses pada tanggal 19 April 2013). Selain adanya alasan krisis ekonomi dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh bantuan finansial dari Bank Dunia, alasan lain pemerintah Bolivia melakukan privatisasi perusahaan SEMAPA karena adanya masalah pada sektor air yaitu, rendahnya akses dan pelayanan kepada masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, kurangnya biaya untuk memperluas dan memelihara infrastruktur yang ada, serta tidak ada program penggunaan kembali air limbah sehingga pemerintah setuju untuk menjual SEMAPA yang berada di kota Cochabamba kepada Aguas del Tunari dan memberikan kontrak privatisasi kepada perusahaan tersebut dengan jangka waktu 40 tahun yang menjamin tingkat keuntungan tahunan sebesar 16%. Aguas del Tunari juga menyetujui proyek pembangunan bendungan misicuni yang telah direncanakan oleh pemerintah dan mencabut subsidi yang telah diberikan kepada masyarakat sebelumnya. (www.revolutionarycommunist.org, diakses pada tanggal 23 Juli 2013). Dengan adanya biaya proyek pembangunan bendungan misicuni yang sangat mahal, sehingga Aguas del Tunari terpaksa meningkatkan harga air lebih tinggi dari harga sebelumnya kepada konsumen (dari $5 menjadi $25). Hal ini menyebabkan masyarakat sulit untuk memperoleh air untuk kebutuhan seharihari, terutama masyarakat miskin karena mereka tidak mampu untuk membeli air dengan penghasilan yang rendah. (www.nvdatabase.swarthmore.edu. diakses pada tanggal 20 Juni 2013). Setelah privatisasi air dilakukan, dampak yang dirasakan oleh masyarakat Bolivia, yaitu semakin meningkatnya krisis air, terjadi kesenjangan sosial dan banyaknya masyarakat yang menjadi pengangguran yang disebabkan Aguas del Tunari tidak mempekerjakan tenaga kerja dari masyarakat lokal karena kemampuan mereka yang kurang memadai. Adanya dampak buruk yang dirasakan oleh masyarakat setelah privatisasi air menyebabkan rakyat melakukan aksi protes kepada pemerintah Bolivia melalui 495
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 491-500
demonstrasi damai dan anarkis. (www.democracyctr.org, diakses pada tanggal 10 Juni 2012). A. Demonstrasi Damai. Pada tanggal 22 Desember tahun 1999, aksi protes rakyat kepada pemerintah dimulai untuk yang pertama kalinya di plaza pusat kota Cochabamba. Oscar Oliviera, para pekerja perkotaan dan pedesaan berjalan menuju pusat kota untuk memobilisasi dan memblokade jalan. Sekitar 200 rakyat berkumpul melakukan pertemuan terbuka kepada pemerintah untuk membahas masalah yang terjadi dan memberikan batas waktu sampai 11 Januari tahun 2000 untuk meninjau kontrak dan hukum air, serta menurunkan harga air. Selain itu, rakyat berjanji akan kembali memblokade jalan raya jika tidak terjadi perubahan dengan harga air yang mereka bayar. (www.nvdatabase.swarthmore.edu, diakses pada tanggal 20 Juni 2013). Pada tanggal 11 Januari tahun 2000, karena tidak terjadi penurunan dengan harga air yang dibayarkan oleh masyarakat sehingga Oscar Oliviera, para petani dan para buruh pabrik kembali melakukan demonstrasi damai yang kedua kalinya di pusat kota Cochabamba dalam bentuk pemogokan umum, blokade bandara dan jalan raya utama kota. Sekitar 1000 pengunjuk rasa berkumpul di alun-alun pusat kota Cochabamba menumpukkan batu dan pohon untuk menghentikan semua aktifitas lalu lintas. Kemudian pada tanggal 12 Januari, para buruh pabrik melakukan mogok kerja selama 24 jam di Quillacolo salah satu wilayah di kota Cochabamba dan 500 pekerja pabrik sepatu bersepeda menuju pusat kota untuk menyampaikan kepada seluruh pekerja lainnya agar bergabung dalam aksi demonstrasi tersebut. Untuk menanggapi situasi tersebut, pada tanggal 13 Januari pemerintah melakukan negosiasi yang pertama kepada rakyat meminta waktu selama tiga bulan untuk meninjau kontrak privatisasi dan hukum air. Namun pada saat itu pemerintah menolak untuk menurunkan harga air sehingga para pengunjuk rasa merencanakan untuk kembali melakukan demonstrasi damai di pusat kota Cochabamba. Pada tanggal 4 Februari, aksi protes yang direncanakan oleh demonstran sebelumnya dilakukan. Oscar Oliviera, para buruh pabrik dan para petani melakukan demonstrasi damai yang ketiga kalinya dengan kembali menutup jalan menuju kota Cochabamba. Sementara itu, para karyawan yang bekerja denga gaji rendah, para pekerja borongan, pedagang kaki lima, mahasiswa dan anak-anak tunawisma bergabung untuk mendukung aksi tersebut dengan membawa spanduk yang bertuliskan mengecam neoliberalisme, Bank Dunia dan IMF. Dengan adanya aksi yang dilakukan rakyat tersebut sehingga pemerintah mengirim 1.000 polisi dan tentara di pusat kota tempat aksi protes dilakukan, serta menembakkan gas air mata yang menyebabkan dua demonstran buta. Hal ini meningkatkan ketegangan di kalangan masyarakat Bolivia yang pada akhirnya mengakibatkan masyarakat melakukan demonstrasi anarkis. 496
Strategi People Power Dalam Menentang Privatisasi Air Di Bolivia Tahun 2000 (Fajriansyah)
B. Demonstrasi Anarkis Demonstrasi anarkis merupakan bentuk tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh rakyat Bolivia karena militer pemerintah melakukan kekerasan kepada para demonstran yang menyebabkan Oscar Oliviera mengorganisir para pengunjuk rasa melakukan aksi demonstrasi anarkis yang pertama kalinya kepada pemerintah pada tanggal 5 Februari. Para pengunjuk rasa melempar polisi dan tentara yang dikirim dari kota La Paz dengan batu dan batu bata, sehingga terjadi bentrokan antara militer dengan para pengunjuk rasa yang melukai 175 demonstran. Dengan adanya kejadian tersebut, pada tanggal 6 Februari pemerintah kembali melakukan negosiasi yang kedua kalinya kepada Oscar Oliviera dan para pemimpin organisasi lainnya. Dalam negosiasi tersebut, pemerintah setuju untuk membekukan kenaikan suku bunga dan membentuk komisi untuk meninjau kembali kontrak dan hukum air yang terdiri dari pemimpin petani lokal, pemimpin serikat buruh dan komite air lingkungan. Setelah negosiasi yang kedua dilakukan, para pengunjuk rasa melakukan pertemuan publik yang melibatkan sekitar 60.000 demonstran. Mereka menyampaikan kepada Oscar Oliviera dan para pemimpin lainnya agar menuntut pemerintah dengan menyatakan, pengelolaan air yang dilakukan harus jelas sehingga tidak ada keraguan bahwa perusahaan swasta mampu melayani kepentingan rakyat dengan baik, 95% kontrak yang diberikan kepada Aguas del Tunari dan hukum air nasional harus dirubah untuk menjamin kontrol publik dari sistem irigasi pedesaan, perusahaan negara harus dijalankan oleh rakyat bukan perusahaan swasta dan tuntutan yang disampaikan rakyat harus disetujui oleh pemerintah dan Aguas del Tunari. Setelah pertemuan publik yang dilakukan para pengunjuk rasa tersebut. Pada tanggal 3 April Oscar Oliviera dan para pemimpin lainnya menyampaikan tuntutan rakyat kepada pemerintah, namun pemerintah tetap menolak untuk menyetujui tuntutan mereka. Menurut pemerintah, dibutuhkan investor swasta untuk memperbaiki perekonomian negara dan mengembangkan sistem pelayanan, serta melanggar kontrak akan memberikan hak pergantian dana sebesar $25 Juta kepada pemilik perusahaan sebagai biaya kompensasi. Pemerintah juga menyampaikan kepada rakyat untuk tetap bersabar dan memberikan waktu bagi pemilik perusaahaan baru untuk menunjukkan manfaat dari keterlibatan mereka. (http://democracyctr.org, diakses pada tanggal 03 Juni 2013). Walaupun pemerintah telah menyampaikan alasan untuk tidak membatalkan kontrak air, namun para pengunjuk rasa tetap melakukan aksi demonstrasi yang kedua kalinya dalam bentuk blokade jalan untuk menutup semua akses menuju kota tetapi pemerintah tidak merespon aksi tersebut, sehingga para pengunjuk rasa berkumpul di plaza pusat kota Cochabamba yang dihadiri sekitar 70.000 demonstran dan Oscar Oliviera penyampaikan kepada para pengunjuk rasa bahwa mereka harus memberikan batas waktu selama 24 jam kepada pemerintah untuk mengakhiri kontrak privatisasi, namun para pengunjuk rasa tidak mau menunggu
497
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 491-500
batas waktu tersebut dan melakukan kerusakan dikantor Aguas del Tunari tetapi berhasil dihentikan oleh Oscar Oliviera. Pada tanggal 6 April para pengunjuk rasa terus melakukan aksi mereka, sekitar 65.000 rakyat berpartisipasi dalam aksi tersebut dan organisasi petani nasional mulai melakukan pemblokiran sebagian besar jalan di kota-kota lain Bolivia yaitu La Paz Oruro dan Potosi. Dengan adanya aksi demonstrasi yang terus berkembang, sehingga pada tanggal 8 April Hugo Banzer yang menjadi presiden pada saat itu mengumumkan negara dalam keadaan darurat militer dan terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa dengan melemparkan tabung gas, batu, bom molotov dan kawat berduri ke jalan, kemudian militer pemerintah melakukan perlawanan dengan menembakkan amunisi dan gas air mata yang menyebabkan seorang mahasiswa bernama Hugo Daza yang berumur 17 tahun tewas. Demonstrasi berlanjut sampai pada tanggal 9 April dan para pengunjuk rasa juga terus menuntut pemerintah untuk mencabut kontrak dan hukum air. Sekitar 100.000 rakyat atau 90% dari penduduk Bolivia berpartisipasi dalam aksi demonstrasi yang besar, sehingga para militer pemerintah kembali menembakkan amunisi dan gas air mata untuk menghentikan para pengunjuk rasa. Dengan adanya kejadian tersebut, militer pemerintah menyampaikan kepada para pejabat Aguas del Tunari bahwa mereka tidak bisa menjamin keselamatan perusahaan karena adanya konflik yang terjadi, sehingga Aguas del Tunari akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Bolivia dan pemerintah menyatakan kontrak dicabut karena Aguas del Tunari meninggalkan Bolivia sebelum menyelesaikan kontrak mereka. Pada tanggal 10 April, pemerintah nasional di kota Cochabamba dan Oscar Oliviera melakukan negosiasi yang keempat kalinya untuk menyelesaikan konflik dan melakukan perjanjian untuk mengakhiri krisis air yang terjadi. Kemudian Oscar Olivera dan para pejabat pemerintah menandatangani kesepakatan yang membatalkan kontrak terhadap Aguas del Tunari, sistem air juga diserahkan kembali kepada tokoh-tokoh masyarakat, serta Undang-Undang Nomor 2029 tentang air dicabut. Komponen kunci yang terdapat dalam perjanjian tersebut, antara lain : 1. Dilakukan kesepakatan antara pemerintah dan Aguas del Tunari untuk mengakhiri kontrak. 2. Puluhan rakyat yang ditangkap selama aksi protes terjadi akan di lepas. 3. Pemerintah menyetujui perubahan hukum air nasional yang merupakan penyebab kerusakan terhadap sistem air sehingga terjadi protes yang dilakukan masyarakat untuk mempertahankan hak mereka. 4. Pemerintah akan memberikan biaya kompensasi finansial bagi keluarga yang tewas dan terluka. Konflik yang terjadi di Bolivia berakhir pada tanggal 13 April 2000 dan pada tahun 2001, Bechtel dan asosiasi perusahaan mengajukan permasalahan tersebut 498
Strategi People Power Dalam Menentang Privatisasi Air Di Bolivia Tahun 2000 (Fajriansyah)
kepada pengadilan Arbitrase yang dijalankan oleh Bank Dunia yaitu, Pusat Internasional Penyelesaian Sengketa (ICSID) untuk disidangkan di Washington DC. Bechtel menuntut pemerintah Bolivia agar mengganti $25 juta sebagai biaya kompensasi, namun melalui berbagai proses yang dilakukan, pada akhirnya pemerintah Bolivia mampu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dari pengadilan dan sepakat untuk tidak memberikan biaya kompensasi untuk kontrak yang telah dibatalkan. (www.polarisinstitute.org, diakses pada tanggal 23 Juli 2013). Kesimpulan Demonstrasi damai yang dilakukan rakyat Bolivia dalam bentuk pemogokan umum, mobilisasi dan blokade jalan utama pusat kota Cochabamba untuk menuntut pemerintah agar menghentikan kontrak dan hukum air pada awalnya tidak berhasil, karena pemerintah menolak untuk memenuhi tuntutan yang disampaikan rakyat. Walaupun rakyat telah melakukan aksi protes melalui demonstrasi damai sebagai bentuk penolakan terhadap privatisasi tersebut. Kemudian demonstrasi anarkis yang dilakukan rakyat Bolivia sebagai bentuk aksi protes selanjutnya karena pemerintah mengabaikan tuntutan rakyat dan pada akhirnya berhasil untuk menolak privatisasi air. Dengan melakukan berbagai aksi perlawanan dan penolakan kepada pemerintah dalam bentuk pelemparan militer dengan batu, bom molotov dan blokade seluruh jalan utama, serta sekitar 100.000 rakyat berpartisipasi dalam aksi demonstrasi tersebut yang menyebabkan negara dalam keadaan darurat militer, sehingga Aguas del Tunari memutuskan untuk meninggalkan Bolivia karena militer pemerintah tidak mampu menjamin keselamatan perusahaan tersebut. Melalui aksi demonstrasi anarkis, rakyat berhasil menghentikan kontrak air dan mengakhiri konflik yang terjadi dengan melakukan negosiasi kepada pemerintah.
Daftar Pustaka 1. Buku Jenkins, Craig J. 1983. Resource Mobilization Theory and The Study of Social Movement, (Annual Review of Sociology). Jen, Yu-wen. 1973. The Taiping Revoluitonary Movement. London: Yale University Press. Mcclinton, Cristiana. 2012. Politics and Water. Delhi : University Publications. Raho, Bernard. 2004. Sosiologi Sebuah Pengantar. Penerbit Ledalero. Maumere. Wilson, John. 1973, Introduction to Social Movement, (New York: Basic Book). World Bank, 1997, The State in a Changing World : World DevelopmentReport, Oxford : Oxford Unversity Press. World Bank, 1997, The State in a Changing World : World DevelopmentReport, Oxford : Oxford Unversity Press.
499
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014: 491-500
2. Media massa cetak dan elektronik / internet Bolivians demonstrate against water privatization in Cochabamba ‘Water War', 2000, terdapat dalam http://nvdatabase.swarthmore.edu/content/bolivians-demonstrateagainst-water-privatization-cochabamba-water-war-2000. Diakses pada tanggal 20 juni 2013. Bolivia Country Profile, terdapat dalam http://www.boliviainfoforum.org.uk//. Diakses pada tanggal 1 April 2013. Negara Bolivia, terdapat dalam http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/Presiden%20Bolivia%20Evo%20Mor ales%20tokoh%20kiri%20yang%20dimusuhi%20AS.htm. Diakses pada tanggal 1Maret 2013 Maret 2013. Privatisasi Air : Kapitalisme Yang Merusak Lingkungan Hidup, terdapat dalam http://lingkungan25.blogspot.com/2008/02/privatisasi-airkapitalisme-yang.html. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013. The 1999-2000 Cochabamba Water War / FRFI 213 Feb / Mar 2010, terdapat dalam http://www.revolutionarycommunist.org/index.php/latinamerica/1695-the-1999-2000-cochabamba-water-war--frfi-213-feb-mar-2010.html. Diakses pada tanggal 23 Juli 2013. The Cochabamba Water War and its Aftermath, terdapat dalam http://democracyctr.org/blog/2009/04/cochabamba-water-war-and-its aftermath.html. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012. Water Wars: How One City's Fight Against a Multinational Ignited a Movement Battling Water Privatization, terdapat dalam http://www.polarisinstitute.org. Diakses pada tanggal 23 Juli 2013. Water Privatization Case Study: Cochabamba, Bolivia, terdapat dalam http://pdfebookshub.com/download/Water-Privatization-Case-StudyCochabambaBolivia_aHR0cDovL3d3dy5jaXRpemVuLm9yZy9kb2N1b WVudHMvQm9saXZpYV8oUERGKS5QREY=. Diakses pada tanggal 19 April 2013. Bolivia’s War Over Water Dispatches from the Scene: February-April 2000, terdapat dalam http://democracyctr.org/bolivia/investigations/boliviainvestigations-the-water-revolt/bolivias-war-over-water/. Diakses pada tanggal 03 Juni 2013.
500