Techno, ISSN 1410 - 8607 Volume 14 No. 2, Oktober 2013 Hal. 29 – 41
STRATEGI PENGELOLAAN SEDIMENTASI WADUK (Management Strategy to Reservoir Sedimentation) 1
Teguh Marhendi
Program Studi Sipil, Fakutas Teknik Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh waluh PO Box 202 Purwokerto 53182 Telp. (0281)636751 ext 130 Email:
[email protected] ABSTRAK Waduk-waduk di Indonesia hampir tidak lepas dari masalah sedimentasi. Problem sedimentasi menjadi agenda penting yang selalu mengganggu operasional waduk, termasuk mempengaruhi terhadap umur fungsi waduk itu sendiri. Erosi lahan yang tinggi di daerah hulu waduk (Daerah Tangkapan Waduk) menjadi sumber utama penyebab tingginya sedimentasi waduk. Hal ini secara umum didorong oleh perubahan tutupan lahan atau adanya pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan kaidah konservasi di DTA waduk.Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas beberapa strategi dalam mengelola sedimentasi waduk baik secara teknis maupun non teknis yang dapat mengurangi peningkatan sedimentasi waduk. Penanganan sedimentasi waduk secara umum dapat dibedakan menjadi empat jenis kegiatan atau usaha, yaitu: menekan laju erosi kawasan hulu, meminimalkan beban sedimen yang masuk ke waduk, meminimalkan jumlah sedimen yang mengendap di waduk dan mengeluarkan endapan sedimen di waduk. Disamping itu dapat juga ditempuh melalui penanganan secara vegetatif dan sosial dimana masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan sedimentasi waduk. Kata Kunci: Sedimentasi waduk, Pengelolaan, erosi lahan ABSTRACT Indonesian’s Reservoir have sedimentation problems. Sedimentation problems was influenced reservoir operation, and then usefull lifetime the reservoir. A height land erosion at watershed is a improtant of source that caused reservoir sedimentation. That its are caused by landuse change’s or used land that do not conservation.This paper is aimed to study some strategy to manage reservor sedimentation.The management of sedimentation reservoir can be different to four kind, minimalization erosion rate at up stream, minimalization sedimentation to reservoir, minimaliation sedimentation suspension on reservor and export sedimentation suspension from reservoir and then doing by vegetative and social activity by humanity activity in reservoir management. Key word : Reservoir Sedimentation, management, land erosion
PENDAHULUAN Permasalahan sedimentasi waduk menjadi permasalahan umum pada waduk-waduk di Indonesia. Erosi lahan yang tinggi menyebabkan
peningkatan produksi sedimen, dan berdampak pada pengurangan kapasitas maupun umur fungsi waduk. Beberapa waduk di Indonesia umumnya mengalami problem 29
Teguh Marhendi
operasional tersebut dengan meningkatnya sedimentasi sepanjang tahun. Kejadian erosi lahan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung, baik terhadap DAS, waduk maupun terhadap manusia atau lingkungan. Erosi yang terus-menerus, akan menyebabkan kerusakan struktur tanah, merubah kegemburan tanah yang berimbas pada lahan pertanian serta menyebabkan operasi waduk menjadi terganggu. Sumber utama sedimentasi waduk berasal dari erosi lahan di daerah tangkapan waduk. Beberapa karakter Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti topografi, kelerengan, persoalan landuse/lancover berpengaruh terhadap peningkatan aliran sedimen di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang selanjutnya mengalir ke waduk. Untuk beberapa waduk, problem pokok peningkatan erosi disebabkan landcover yang tidak sesuai peruntukan atau terjadi perubahan fungsi hutan di hulu DAS. FAKTOR PENYEBAB EROSI DAN SEDIMENTASI Erosi merupakan salah satu proses geomorfologi yang berhubungan dengan terjadinya sedimentasi yang tidak mungkin dihindari sama sekali melainkan perlu diantisipasi untuk mengurangi resiko yang ditimbulkan. Sedangkan sedimentasi adalah proses pengendapan butir-butir tanah yang telah hanyut atau terangkut air pada tempat-tempat yang lebih rendah.
Sedimentasi yang terjadi pada sungai disamping menyebabkan pendangkalan sungai juga sering menimbulkan penciutan lebar sungi akibat pembentukan tanah baru. Peningkatan sedimentasi ini pada akhirnya akan mengurangi kapasitas saluran atau sungai yang dapat mempengaruhi kemampuan sungai dalam menampung debit aliran. Erosi didefinisikan sebagai proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin baik berlangsung secara alamiah maupun akibat tindakan manusia. Erosi ada yang bersifat normal (geological erosion) dan erosi yang dipercepat (acceleration erosion). Erosi yang normal terjadi secara alamiah melalui beberapa tahap meliputi pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah menjadi butiran-butiran tanah yang kecil, pemindahan partikel tanah tersebut baik oleh air maupun angin, dan pengendapan partikel tanah yang terangkut tadi ke tempat yang lebih rendah atau dasar sungai. Erosi yang dipercepat (acceleration erosion) terjadi sebagai akibat pengaruh tindakan atau perbuatan manusia yang bersifat negatif terhadap tanah atau akibat kesalahan dalam pengelolaan tanah pertanian. Erosi jenis ini banyak menimbulkan kerugian sebagai akibat kerusakan sistem lingkungan atau DAS.
30 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Strategi Pengelolaan Sedimentansi Waduk
Gambar 1 Jenis-jenis erosi
Faktorfaktor yang dapat mendorong terjadinya proses erosi meliputi, faktor iklim, faktor tanah, topografi, faktor tutupan lahan dan faktor kegiatan atau perilaku manusia. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa faktor iklim akan menentukan nilai indek erosivitas hujan, sementara faktor tanah dengan sifat atau kerakteristikanya menentukan erodibilitas tanah. Topografi akan berpengaruh terhadap kecepatan aliran permukaan yang mampu mengangkut pertikel tanah. Faktor tutupan lahan (vegetasi) bersifat melindungi tanah dari timpaan langsung air hujan yang dapat merusak susunan tanah bagian atas. Disamping itu, tanaman dengan akarnya mampu memperbaiki susunan tanah. Sedangkan faktor perilaku manusia dapat lebih mempercepat laju erosi akibat perilaku negatif terhadap tanah dan tanaman. PENYEBARAN DAERAH EROSI Langbein and Schumm, 1958 dalam Suripin 2001, menjelaskan bahwa penelitian tentang hubungan antara kehilangan tanah dan iklim pada skala dunia menunjukkan bahwa erosi maksimum terjadi pada daerah yang mempunyai hujan efektif rata-rata tahunan 300 mm. Kondisi iklim akan menentukan kecenderungan erosi, hal ini disebabkan karena mencerminkan
tidak saja besarnya dan pola curah hujan akan tetapi juga jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah. Erosi di daerah beriklim basah yang masih tertutup vegetasi hutan lebat dan rimbun dengan tanah stabil sesungguhnya tidak berarti apa-apa selama vegetasinya belum terganggu. Namun jika vegetasi pelindungnya lenyap, maka curah hujan yang tinggi dan erosif akan mampu menyebabkan erosi yang besar. Pada daerah kering baik yang masih alami maupun yang telah terganggu, kadang ditandai oleh tanah yang bersifat mudah erosi (peka) dan vegetasi yang tidak stabil serta tidak merata yang disebabkan oleh rendahnya kandungan air tanah selama musim kering. Sementara itu pada daerah agak kering cenderung hujan terjadi dalam musim yang singkat dan sering terjadi dengan intensitas yang tinggi. Hal ini mengakibatkan laju erosi yang tinggi bahkan pada tempat-tempat yang agak datar sekalipun. Oleh karena itu ancaman bahwa erosi yang tertinggi terjadi di daerah tropika basah yang telah terganggu vegetasinya dan di daerah agak kering adalah benar, jika dibandingkan dengan di daerah kering dan daerah tropik basah yang belum terganggu vegetasinya.
31 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Teguh Marhendi
Gambar 2 Hubungan antara yield sedimen dan hujan efektif rata-rata tahunan hutan dan cara pengolahan tanah Di Indonesia penelitian masalah yang tidak sesuai dengan kaidah erosi yang dilakukan dengan terarah konservasi pada daerah tersebut dan baik masih sangat sedikit. Dames menyebabkan laju erosi menjadi (1955) melaporkan bahwa dari sekitar sebesar 28,5 ton/ha/th atau ekivalen 1,6 juta ha tanah di daerah bagian dengan 1,9 mm lapisan tanah atau timur Jawa Tengah ( Yogyakarta, lebih dari dua kali laju erosi di Surakarta dan sebagian karesidenan 1911/1912. Semarang dn Jepara-Rembang) telah mengalami erosi berat seluas 36%, DAMPAK EROSI DAN SEDIMENTASI erosi sedang 10,5 %, erosi ringan Air akan mengalir dipermukaan 4,5% dan tidak tererosi 49%. tanah apabila jumlah air hujan lebih Kerusakan tanah di daerah ini besar dari kemampuan tanah meningkat seiring meningkatnya menginfiltrasi air ke lapisan yang lebih jumlah penduduk sejak tahun 1900. dalam. Akibat penurunan porositas Sementara itu, dalam penelitiannya di tanah, karena sebagaian pori tertutup daerah Cilitung, Van Dijk and oleh partikel tanah yang halus, maka Vogelzang (1948) menjelaskan bahwa laju infiltrasi akan semakin berkurang. tingkat kerusakan erosi meningkat Hal ini akan mengakibatkan aliran air seiring dengn meningkatnya kegiatan dipermukaan semakin banyak dan penduduk membuka tanah pertanian menimbulkan kemerosotan kesuburan tanpa pengolahan yang benar. Dari fisik tanah. Akibat langsung dari erosi hasil penelitian diperoleh kandungan adalah hilangnya lapisan atas atau sedimen Cilitung pada tahun lapisan olah tanah, sedikit demi sedikit 1911/1912 diperkirakan besarnya erosi sehingga sampai pada lapisan bawah (sub soil) yang umumnya memiliki sifat sekitar 13,2 ton/ha/th yang ekivalen dengan 0,9 mm lapisan tanah. fisik tanah yang lebih jelek. Sementara itu akibat penebangan
32 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Teguh Marhendi
Tabel 1Tebal lapisan tanah tererosi setiap tahun di Indonesia Erosi Daerah Aliran Sungai Tebal (mm) Ton/ha (γ ± 1,5) Ciliwung 2,25 0,15 Brantas 0,60 9,00 Cimanuk 0,80 12,00 Banyu Putih 0,40 6,00 Cilamaya 1,40 21,00 Jragung 2,50 37,50 1,80 27,50 Serayu 1,40 21,00 Lusi 5,00 75,00 Penggaron Sumber : Suripin (2001) mempengaruhi daerah hilirnya dimana Berkurangnya unsur hara dalam material sedimen diendapkan. Banyak tanah terjadi akibat tanah terangkut bangunan-bangunan sipil di daerah pada waktu panen, pencucian dan hilir yang akan terganggu, seperti terangkut pada waktu peristiwa erosi. saluran-saluran, jalur navigasi air, Apabila erosi berjalan terus-menerus bahkan waduk-waduk akan mengalami mengikis lapisan permukaan tanah, pengendapan sedimen. Disamping itu maka dengan sendirinya akan kandungan sedimen yang tinggi pada terangkut kompleks liat dan humus air sungai juga akan merugikan pada serta partikel tanah lain yang kaya penyediaan air bersih yang bersumber dari air permukaan, biaya pengolahan akan unsur hara tanaman. Berikut akan menjadi mahal. Salah satu diberikan contoh data mengenai tebal keuntungan yang dapat diperoleh dari dan banyaknya lapisan olah tanah pengendapan sedimen barangkali yang tererosi setiap tahun di penyuburan tanah jika sumber Indonesia. sedimen berasal dari tanah yang Besarnya daya dukung dan subur. kelestarian produktivitas sumberdaya alam tanah dan air sangat ditentukan PENGELOLAAN SEDIMENTASI oleh interaksi dan cara manusia WADUK mengolah sumberdaya alam itu sendiri Secara umum problem yang dengan faktor lingkungan bio fisik. dihadapi waduk-waduk di Indonesia Apabila penggunaan sumberdaya adalah tingginya sedimen yang masuk tanah melampaui batas kemampuan ke waduk. Beberapa waduk di tanah yang bersangkutan tanpa ada Indonesia bersifat multi purpose yang usaha-usaha teknologi tertentu tidak hanya untuk satu kepentingan sebagai masukan, maka akan terjadi saja melainkan difungsikan untuk tanah-tanah gersang yang tidak beberapa tujuan seperti irigasi, produktif. Hal ini tentunya akan lebih perlindungan banjir, air minum, mengkhawatirkan lagi dan berbahaya perikanan, pariwisata serta untuk jika terjadi di daerah-daerah aliran energi listrik. Dengan demikian, sungai. tingginya sedimentasi akan Erosi tanah tidak hanya menimbulkan terganggunya sistem berpengaruh negatif pada lahan operasional waduk tersebut. dimana terjadi erosi, pada kenyataannya erosi juga akan 34 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Strategi Pengelolaan Sedimentansi Waduk
Peningkatan produksi sedimen di daerah tangkapan waduk biasanya dipengaruhi oleh buruknya kondisi DAS di atas waduk itu sendiri. Kondisi DAS yang buruk tersebut mendorong peningkatan erosi lahan yang menjadi sumber produksi sedimen. Ketersediaan data untuk analisis sedimentasi waduk umumnya sangat terbatas sehingga sangat menyulitkan dalam upaya pengelolaannya. Hanya beberapa waduk saja yang melakukan pengukuran data sedimen secara periodik. Di samping terbatasnya data, metode pengukuran sampel sedimen yang tidak sesuai standar juga menjadi kendala (Kironoto, 2001). Berdasarkan definisi International Commission of Large Dams (ICOLD),
di Indonesia telah dibangun 82 buah bendungan besar (Suripin, 2001). Dari jumlah tersebut 25 buah dibuat sebelum tahun 1975. Saat ini jumlah tersebut telah bertambah dengan dibangunnya beberapa waduk baru sampai tahuan 2008 ini. Sebagian besar waduk-waduk di Indonesia tersebut saat ini telah mengalami permasalahan sedimentasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian, sedimentasi beberapa beberapa waduk di jawa menunjukkan kondisi sedimentasi yang bervariasi dari 0,42 mm/tahun sampai 12,74 mm/tahun dengan ratarata 3,82 mm/tahun. Berikut disajikan data sedimentasi beberapa waduk di Indonesia.
Tabel 2 Tingkat pelumpuran di beberapa sungai di Jabar DAS Cimanuk: Cipeles Cilutung Cikeruh Cihanggam Citanduy: Cimuntur Cikwung Ciseel Citarum Ciliwung Cisanggarung Range rendah-tinggi sungai di Jawa Range rendah-tinggi sungai di luar Jawa
Kadar ratarata (mg/lt) 2850 5520 2190 9390-5520
Lumpur maks 2 (t/km /th) 8840 20360 4610 1510-20300
67-2790
152-9610
Angkutan (jt.ton/th) 25,0 2,0 7,2 2,8
Lumpur 2 (t/km /th) 7820 4880 12000 11200
Intensitas Erosi (mm/th) 6,0 3,8 9,2 8,6
9,49 1,75 0,73 0,23 3,79 0,28-25,0
3740 3030 1910 1470 933 933-12000
2,9 2,3 1,5 1,1 0,70 0,10 8,00 0,1-23
0,17-1,40
33-1133
0,33-0,87
Sumber : Suripin, 2001
35 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Teguh Marhendi
Tabel 3 Laju sedimentasi waduk Nama Bendungan
Wlingi Sengguruh Sutami Mrica Labor Selorejo Saguling Wonogiri Cirata Jatiluhur Sermo Kedung ombo Sempor Wadaslintang Rata-rata
Tahun selesai 1977 1988 1973 1989 1975 1970 1996 1982 1988 1967 1996 1989 1978 1996
Kapasitas 6 3 (10 m ) 24,00 23,00 343,00 165,00 36,10 62,30 875,00 560,00 2.165,00 2.556,00 25,00 723,00 52,00 443,00
Luas DAS 2 (km )
Kapasitas waduk, (mcm)
2.890 1.659 2.050 1.022 160 236 2.283 1.350 4.119 4.500 22 614 43 196
8 14 167 141 226 264 383 415 526 568 1136 1178 1209 2260
Yield sedimen, (mm/th) 0,42 1,43 2,08 3,38 1,18 2,47 1,57 8,44 1,27 2,72 4,33 5,72 12,74 4,39
50% kapasitas terisi sedimen, (tahun) 10 5 40 19 95 53 122 25 207 104 131 103 47 257 3,72
Sumber : Edy Susilo(2001), Janat Pranowo (2001) Mengacu Sumber : Suripin, 2001
Tabel 3, nampak bahwa laju sedimentasi waduk besar di Jawa Barat seperti Saguling, Jatiluhur dan Cirata memiliki laju sedimen yang lebih rendah dibandingkan waduk besar di Jawa Tengah seperti Wonogiri, Mrica, Wadaslintang dan Kedung Ombo. Selanjutnya dari Tabel 3 diatas dapat dilakukan suatu korelasi antara laju sedimentasi dengan luas DAS-nya seperti terlihat pada gambar 3
36 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Strategi Pengelolaan Sedimentansi Waduk
Gambar 3 Hubungan luas DAS dengan laju sedimen
Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap sedimentasi waduk Sedimentasi yang terjadi pada waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi fisiografi dan hidroklimatologi daerah tangkapan, aktivitas dan perilaku pemanfaatan lahan di daerah tangkapan, serta pola operasi waduk. Kondisi fisiografi lahan yang akan mempengaruhi produksi sedimen, antara lain; tipe tanah permukaan dan formasi geologi, penutup lahan, tataguna lahan, topografi lahan, kerapatan jaringan drainasi, morfologi sungai, karakteristika sedimen (ukuran butir dan kandungan mineral), karakteristika hidraulik sistem alur, laju erosi lahan dan sistem alur. Parameter penting dari kondisi hidroklimatologi yang dipandang berpengaruh dalam proses sedimentasi waduk adalah hujan manusia yang secara umum memberikan kontribusi terhadap peningkatan laju erosi permukaan antara lain pemanfaatan hasil hutan, pembangunan permukiman, pengolahan tanah, pembangunan
(jumlah dan intensitas), iklim di daerah tangkapan, serta respon kejadian hujan di daerah tangkapan terhadap aliran yang ditimbulkan di sistem alur. Seperti halnya fenomena longsoran, interaksi antara hujan (dengan suatu karakteristikanya), dengan permukaan tanah akan menyebabkan terjadinya erosi permukaan yang berlainan antara suatu kawasan dengan kawasan yang lain. Karakteristika hujan ditunjukkan tidak hanya besarnya hujan dalam sehari, namun juga intensitas hujan (jam-jaman). Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, aktifitas dan pemanfaatan lahan di daerah tangkapan waduk akan meningkat, baik secara ekspansi lahan maupun peningkatan intensitas lahan. Dengan adanya aktifitas tersebut akan terjadi perubahan sifat dan krakteristika daerah tangkapan. Beberapa aktifitas infrastruktur (jalan, jaringan air bersih, bangunan utilitas umum, dan lain-lain).
37 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Teguh Marhendi
Strategi pengelolaan sedimentasi waduk Terdapat dua kelompok kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi laju sedimentasi waduk, yaitu kegiatan pada daerah tangkapan, serta kegiatan pada waduknya sendiri. Tingkat kemudahan dan keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan sangat tergantung pada tingkat permasalahan sedimentasi dari waduk yang bersangkutan. Namun demikian, pada umumnya penanganan sedimentasi dengan cara evakuasi atau pembuangan sedimen dari dalam waduk dengan cara pengerukan merupakan alternatif terakhir yang sebaiknya dihindari. Untuk itu suatu strategi pengelolaan sedimentasi waduk perlu disusun secara cermat, sehingga pilihan jenis kegiatan penanganan akan merupakan pilihan terbaik baik dari segi teknis ataupun non-teknis. Penyusunan strategi pengelolaan sedimentasi waduk perlu didasarkan pada runtutan kajian yang memandu kearah pilihan terbaik atas kegiatan penanganan yang harus dilakukan. Penanganan sedimentasi waduk secara umum dapat dibedakan menjadi empat jenis kegiatan atau usaha, yaitu: a). Menekan laju erosi kawasan hulu, b) Meminimalkan beban sedimen yang masuk ke waduk, c) Meminimalkan jumlah sedimen yang mengendap di waduk dan d) Mengeluarkan endapan sedimen di waduk. a. Penekanan Laju Erosi Kawasan Hulu Penekanan laju erosi kawasan hulu merupakan tindakan penting yang harus dilakukan dalam upaya pengurangan masalah sedimentasi waduk. Tindakan penekanan laju erosi kawasan hulu dapat dilakukan secara struktural (perlakukan sipil dan vegetasi), ataupun tindakan non-
struktural (sosial). Pada umumnya penekanan laju erosi kawasan hulu akan berhasil baik apabila usikan atau sentuhan manusia terhadap lahan kawasan hulu dikurangi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. b. Usaha meminimalkan beban sedimen yang masuk ke waduk Fenomena aliran sedimen yang masuk ke waduk sebagai kelanjutan migrasi sedimen hasil erosi permukaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Sejauh jumlah yang masuk ke dalam waduk tidak dalam jumlah yang berlebihan maka hal tersebut tentunya bukan merupakan keberatan. Dengan demikian persoalannya terletak pada bagaimana usaha yang harus dilakukan dalam upaya memperkecil jumlah sedimen yang masuk ke waduk tersebut. Pengurangan beban sedimen yang masuk ke waduk dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penangkapan sedimen melalui sistem alur cekungan, serta pengalihan sedimen yang akan masuk ke waduk tersebut ke daerah lain di luar waduk. Pada cara pertama umumnya ditempuh dengan membangun checkdam dan kantong pasir, sedangkan pada cara yang kedua ditempuh dengan cara membangun sudetan atau sand bypass. Perlu diingat bahwa fungsi bangunan dalam menahan material untuk tidak mengalir menuju ke waduk adalah terbatas. Selain tergantung pada ketersediaan aliran air, juga tergantung pada jenis sedimen yang dapat ditahan ataupun oleh bangunanbangunan tersebut. Pada umumnya hanya material berukuran relatif besar (ukuran butir pasir dan yang lebih besar) yang dapat ditahan oleh bangunan-bangunan tersebut. Sedangkan butir-butir halus (lebih kecil dari ukuran pasir) akan tetap lolos dan mengalir menuju ke waduk. 38
Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Strategi Pengelolaan Sedimentansi Waduk
c. Usaha meminimalkan jumlah sedimen yang mengendap di waduk Walaupun jumlah sedimen yang masuk ke waduk cukup besar, permasalahan sedimentasi masih dapat diatasi dengan cara mencegah terjadinya deposisi sedimen yang masuk tersebut ke dasar waduk. Cara ini umumnya disebut pelewatan (sluicing) sejumlah sedimen yang masuk ke waduk tersebut. Beberapa persyaratan umum yang dapat menunjang keberhasilan kegiatan pelewatan sedimen antara lain adalah tersedia volume air yang cukup selama waktu pelewatan sedimen, bentuk kolam waduk memanjang dan jenis sedimen yang akan dikeluarkan mempunyai ukuran relatif kecil (fraksi lumpur atau lempung) d. Pemindahan (evacuation) sedimen keluar dari waduk Usaha pengurangan jumlah sedimen yang masuk ke waduk serta pencegahan sedimen yang mengendap di dasar waduk kemungkinan tidak cukup untuk mengatasi permasalahan sedimentasi waduk Apabila dijumpai kondisi yang demikian maka pemindahan sedimen keluar dari waduk merupakan upaya terakhir yang tetap harus dilaksanakan. Dua cara yang sering ditempuh adalah dengan cara penggelontoran (flushing) melalui fasilitas keluaran bawah (bottom outlet), serta pengerukan (dredging). Persyaratan tindakan penggelontoran sedimen adalah hampir sama dengan persyaratan tindakan pelewatan sedimen, antara lain tersedia volume air yang cukup selama waktu penggelontoran sedimen, jenis sedimen yang akan dikeluarkan mempunyai ukuran relatif kecil (fraksi lumpur atau lempung), hanya sedimen yang berada di dekat daerah pintu pengambilan saja yang dapat digelontor dan perlu disertai
dengan penguraian sedimen yang terlanjur memadat, misalnya dengan metode penyemprotan dengan bubble jet. Sedangkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pengerukan atau dredging adalah volume sedimen yang akan dikeruk, lokasi pengerukan yang tidak membahayakan stabilitas struktur bendungan, lokasi tempat pembuangan bahan hasil pengerukan dan masalah lingkungan lainnya (pencemaran jalan akses, dll). Setiap usaha penanganan, baik di sistem lahan, sistem alur, ataupun di waduknya sendiri, harus mempunyai tolok ukur, dan sedapat mungkin dikuantifikasi. Tolok ukur keberhasilan penanganan sedimentasi waduk ditetapkan berdasar beberapa pendekatan, antara lain : 1) Menurunnya nilai erosi daerah tangkapan, 2) Menurunnya jumlah sedimen yang masuk ke waduk, 3) Menurunnya gradien perubahan nilai SDR, 4) Bertahannya kapasitas tampung waduk, 5) Meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha konservasi daerah tangkapan. Penanganan Secara Vegetatif Metode konservasi kawasan hulu dalam rangka mengurangi atau mencegah sedimen masuk ke waduk dapat ditempuh dengan penanganan struktural maupun non-struktural. Penanganan struktural termasuk pembangunan tampungan sedimen, bangunan terjunan untuk mengurangi erosi alur, perlindungan tebing untuk mengurangi erosi tebing, serta bangunan pengendali dasar sungai (ambang) untuk menstabilkan elevasi dasar sungai. Penanganan nonstruktural mencakup perbaikan daerah tangkapan dengan perbaikan tanaman 39
Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Teguh Marhendi
penutup dan rotasi tanaman untuk menekan laju erosi serta dengan pengaturan tanaman untuk menahan angkutan sedimen. Penanganan Secara Sosial Keberhasilan penanganan sedimentasi waduk sangat tergantung pada aktivitas manusia sehari-hari pada lahan yang memberi kontribusi terhadap sedimentasi waduk, khususnya kawasan di hulu waduk. Di dalam mengelola kawasan hulu, peran serta masyarakat yang tinggal di kawasan hulu sangat diperlukan, dengan suatu alasan bahwa merekalah yang sehari-hari berdekatan dengan lahan kawasan hulu tersebut. Pengembangan peran serta masyarakat perlu didahului dengan penjaringan kondisi sosial masyarakat (mata pencaharian, persepsi konservasi lahan, nilai budaya masyarakat, khususnya dalam berinteraksi dengan alam sekitarnya, dan lain-lain). Mengetahui pola aspirasi masyarakat kawasan hulu adalah langkah bijaksana yang harus dilakukan, untuk kemudian bersamasama dengan tingkat kesesuaian lahan mencarikan bentuk konservasi lahan yang paling sesuai bagi masyarakat tersebut. Nilai lebih dan kompetitif suatu kegiatan perlu diciptakan agar masyarakat dapat menerima manfaat langsung dengan keikut sertaan mereka dalam kegiatan konservasi lahan kawasan hulu. Implementasi atau pelaksanaan dari konservasi tanah dan air sangat tidak mungkin hanya dilaksanakan secara struktural. Tindakan secara tidak langsung yang bersifat nonstruktural sangat perlu dilakukan demi kesuksesan tindakan secara struktural. Di dalam membangun suatu kegiatan non-struktural yang terkait dengan pengembangan peran serta masyarakat, maka tata perundangan
yang ada, misal Undang-Undang No.41 Tahun /1999 tentang peran serta masyarakat, ataupun UndangUndang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air, perlu diacu secara arif dengan memperhatikan kesesuaiannya di lapangan. Selanjutnya perlu diingat bahwa pengembangan kegiatan nonstruktural dalam upaya pengelolaan sedimentasi waduk mempunyai beberapa tujuan pokok. Tujuan pokok tersebut adalah: a) menunjang pelaksanaan penaganan sedimentasi waduk secara struktural; b) menunjang pelaksanaan konservasi lahan; dan c) memberi kesempatan kepada masyarakat di sekitar obyek untuk berperan serta melakukan tindakan pengamanan sedimentasi waduk serta memperoleh peningkatan kesejahteraan dengan adanya kegiatan penanganan struktural, termasuk penanganan secara vegetasi. KESIMPULAN Memperhatikan uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Secara umum waduk-waduk di Indonesia mengalami problem sedimentasi yang cukup serius yang diakibatkan oleh kegagalan konservasi di daerah tangkapan waduk, seperti penebangan hutan, rusaknya green belt atau perluasan lahan pemukiman. 2. Tingginya sedimentasi umumnya berimbas pada problem operasional maupun umur operasi waduk 3. Peningkatan sedimentasi didorong oleh tingginya erosi lahan pada daerah tangkapan waduk itu sendiri 4. Beberapa permasalahan seperti data sedimen yang tidak akurat, 40
Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013
Strategi Pengelolaan Sedimentansi Waduk
terbatasnya data sedimen yang dapat digunakan, metode pengambilan sampel sedimen di sungai yang tidak sesuai standar, serta tidak berhasilnya program konservasi tanah di daerah tangkapan waduk menjadi kendala, baik pada waktu perencanaan maupun pada waktu waduk sudah beroperasi DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007, The Study on Countermeasures for sedimentation in The Wonogiri Multipurpose DAM Reservoir in The Republik of Indonesia, Draft Finalt Report, JICA Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, Penerbit IPB (IPB Press), Bogor. Brown, L.S. and Flavin, Ch., 1988, The earth vital signs; in stark, L. (ed). Stte of the World, 1988. A worldwatch Institute Report on Prgogress toward a sustainable soceity. W.W. Norton $ co., New York Chay Asdak, 1999, DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air sebagai Indikator Sentral, Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air, Jakarta Chay Asdak, 2007, Lokakarya Tepung Lawung III Pelestarian DAS Citarum Hulu, di Gedung Mohammad Toha, Kompleks Perkantoran Pemkab Bandung E John Russell, 2001, Soil Conditions and Plant Growth, Reprint, Delhi, Biotech, , vi, 635 p Eko Agus Krisdiyanto, 2005, Analisis Karakteristika Sedimentasi Waduk Wadaslintang, Tugas Akhir, FT UGM, Yogyakarta
El-Swaify, Arsyad S., and Krisnarajah P., 1983, Soil erosion by water, In Carpenter, R.A (ed), Naturl System for Development; 99161 Macmillan Pbl. Co, New York Kironoto, 2001, Bahan Kuliah Sedimentasi Waduk Linsley, R.K.,et al, 1980, Applied Hydrology, New Delhi: Mc.Graw-Hill,Publication Co Sri Astuti Soedjoko dan Chafid Fandeli, 2002, Indikator dan Parameter Kerusakan Ekosistem Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Serayu), Proseding Seminar, Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS, Surakarta Sudjarwadi, 1994, Penelitian Sedimentasi Waduk PLTA PB Sudirman, Draft Final Report, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta Suripin, 2001, Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air, Penerbit Andi Yogyakarta. Suripin, 2001, Pengaruh Sedimentasi Waduk Terhadap Keberlanjutan Pembangunn, Jurnal dan Pengembangan Keairan, No. 1 Tahun 8, 8 juli 2001, Laboratorium Pengaliran JTS FT Undip, Tembalang, Semarang. Team Kajian Erosi dan Sedimentasi, 2002, Kajian Erosi dan Sedimentasi Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur, Laporan penelitian
41 Techno Volume 14 No 2 Oktober 2013