STATUS IODIUM, STATUS GIZI, DAN KECERDASAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH PANTAI KABUPATEN KARAWANG
SARAH YUNEKE TOFANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Status Iodium, Status Gizi dan Kecerdasan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pantai Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Sarah Yuneke Tofani NIM I14090024
ABSTRAK SARAH YUNEKE TOFANI. Status Iodium, Status Gizi dan Kecerdasan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pantai Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh LEILY AMALIA. Penelitian bertujuan untuk menganalisis status iodium, status gizi dan kecerdasan serta hubungan antara status iodium dan status gizi dengan kecerdasan kognitif dan prestasi belajar pada siswa sekolah dasar di wilayah Kabupaten Karawang. Jumlah contoh pada penelitian ini sebanyak 142 siswa SD. Hasil menunjukkan rata-rata status iodium siswa dikategorikan kelebihan. Berdasarkan indeks IMT/U dan TB/U status gizi contoh sebagian besar normal. Tingkat kecerdasan siswa pada kategori “rata-rata” sedangkan prestasi belajar pada kategori cukup. Hasil uji hubungan menunjukkan tidak terdapat hubungan antara status iodium dengan tingkat kecerdasan dan prestasi belajar. Terdapat hubungan signifikan antara tingkat kecerdasan dengan status gizi berdasarkan indeks TB/U, tetapi tidak berhubungan dengan indeks IMT/U. Kecenderungan hubungan signifikan terlihat pada prestasi belajar dengan status gizi berdasarkan indeks TB/U, namun tidak berhubungan berdasarkan indeks IMT/U. Tidak ada hubungan antara status iodium dengan status gizi berdasarkan indeks IMT/U atau TB/U. Kata kunci: status iodium, status gizi, tingkat kecerdasan, prestasi belajar
ABSTRACT SARAH YUNEKE TOFANI. Iodine Status, Nutritional Status, and Intelligence on Elementary School Children in the Coastal Area of Karawang District. Supervised by LEILY AMALIA. The study was aimed to analyze iodine status, nutritional status and intelligence and also to analyze correlation between iodine status and nutritional status with cognitive intelligent and academic achievement among elementary school students. The samples were 142 students of elementary school. The results showed that the mean of iodine status of students was categorized as leftover. Based on BMI/A and H/A index, having normal nutritional status. Most of students were having cognitive intelligent as “average”. Highest percentage of categorized academic achievement is “sufficient”. Based on pearson correlation test, there was a no significant correlation between iodine status with cognitive intelligent and also with academic achievement. There was significant between cognitive intelligent and nutritional status measured by H/A index, but have no correlation by BMI/A index. Almost significant correlation showed between academic achievement and nutritional status with H/A index, but have no correlation by BMI/A index. No significant correlation also showed between iodine status and nutritional status, whether by BMI/A or by H/A. Key words: iodine status, nutritional status, cognitive intelligent, academic achievement
STATUS IODIUM, STATUS GIZI, DAN KECERDASAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH PANTAI KABUPATEN KARAWANG
SARAH YUNEKE TOFANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Status Iodium, Status Gizi dan Kecerdasan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pantai Kabupaten Karawang : Sarah Yuneke Tofani Nama : 114090024 NIM
Disetujui oleh
Leily Amalia S.TP, M .Si
Pembimbing
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
, 13 2013
Judul Skripsi : Status Iodium, Status Gizi dan Kecerdasan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pantai Kabupaten Karawang Nama : Sarah Yuneke Tofani NIM : I14090024
Disetujui oleh
Leily Amalia S.TP, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Penulis bersyukur dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul “Status Iodium, Status Gizi, dan Kecerdasan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pantai Kabupaten Karawang”. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Ibu Leily Amalia S.TP, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan selama kegiatan akademik. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Franky L (ayah), Ibu Herlinawati (ibu) dan Fransisca Lavinia (kakak), serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya selama ini. 5. Andika Widhi J yang selalu memberikan semangat, motivasi dan selalu membantu dalam pembuatan makalah ilmiah ini. 6. Rekan-rekan Kopelkhu PMK yang selalu memotivasi dan mendoakan. 7. Penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan Gizi Masyarakat (Lativa, Weny, Ibeth, Nisa, Evi, Mona, Ayu, dan Milda) dan teman-teman satu perjuangan GM angkatan 46 lainnya. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Sarah Yuneke Tofani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
ABSTRAK
ii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
5
Desain, Waktu dan Tempat
5
Cara Pengambilan Contoh
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Jenis dan cara pengumpulan data penelitian Kriteria status iodium urin Kategori status gizi menurut IMT/U Kategori status gizi menurut TB/U Klasifikasi IQ Menurut Wechsler Klasifikasi penilaian prestasi belajar Jenis analisis hubungan antar variabel Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Sebaran contoh menurut status Iodium Sebaran contoh menurut status gizi Sebaran contoh menurut tingkat kecerdasan (IQ) Sebaran contoh menurut prestasi belajar Sebaran contoh berdasarkan status iodium dan tingkat kecerdasan Sebaran contoh berdasarkan status iodium dan prestasi belajar Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U) dan tingkat kecerdasan Sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) dan tingkat kecerdasan Sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) dan tingkat kecerdasan secara sederhana Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U) dan prestasi belajar Sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) dan prestasi belajar
6 7 8 8 8 8 9 11 12 12 13 14 15 17 19 20 21 22 23 24 24 25 26
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar
4
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Hasil uji statistik hubungan status iodium dengan kecerdasan Hasil uji statistik hubungan status iodium dengan prestasi belajar Hasil uji statistik hubungan status gizi dengan kecerdasan Hasil uji statistik hubungan status gizi dengan prestasi belajar Hasil uji statistik hubungan status iodium dengan status gizi
32 32 32 33 33
PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan gizi kurang merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Diposisikannya masalah gizi sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, lebih disebabkan karena perannya yang signifikan terhadap perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Kekurangan zat-zat gizi akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan dan perkembangan sosial dalam masyarakat. Empat masalah gizi utama di Indonesia saat ini adalah Kekurangan Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Secara khusus, salah satu dari empat persoalan gizi utama saat ini, yakni kasus GAKI berdampak pada kasus defisit Intelligence Quotient (IQ). Kekurangan Iodium masih menjadi masalah besar di beberapa negara di dunia, khususnya negara-negara berkembang. Dilaporkan sekitar 38% dari jumlah penduduk dunia terkena resiko gangguan akibat kekurangan Iodium. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi masyarakat di Indonesia. Diperkirakan 140 juta poin IQ hilang akibat kekurangan Iodium, karena sekitar 42 juta orang hidup di daerah endemik, 10 juta di antaranya menderita gondok, 3.5 juta menderita GAKI lain seperti hipotiroid, dan terdapat 9000 bayi kretin. Kekurangan Iodium dapat menyebabkan gondok, terjadinya kretinisme, menurunnya kecerdasan, gangguan pada otak, bisu-tuli, serta pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran dan kematian pada bayi. Pada usia anak sekolah kekurangan gizi merupakan hambatan yang serius bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa karena mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah, sakit-sakitan dan menurunnya konsentrasi saat belajar. Menurut Mutalazimah & Asyanti (2009), kejadian GAKI pada anak usia sekolah menyebabkan hasil belajar yang lebih rendah. Cara untuk mengetahui tingkat kerawanan GAKI di suatu daerah ada bermacam-macam diantaranya adalah dengan mengukur kadar ekskresi iodium dalam urin. Menurut WHO (2001), tingkat kepercayaan indikator ini sangat tinggi, dan spesimen urin mudah diperoleh. Suatu individu dikatakan normal apabila nilai iodium urin ≥ 100-199 µg/L urin. Pengukuran kadar ekskresi iodium dalam urin merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui kecenderungan suatu daerah mengalami endemik GAKI atau tidak. Status gizi diduga berpengaruh terhadap kejadian GAKI karena secara teoritis cadangan lemak merupakan tempat penyimpanan iodium. Jumlah simpanan iodium di dalam tubuh setiap individu akan berbeda sesuai dengan kondisi status gizinya. Status gizi kurang atau buruk akan berisiko pada biosintesis hormon tiroid karena kurangnya TBP (Thyroxin binding Protein) sehingga sintesis hormon tiroid akan berkurang (Djokomoeljanto 1987). Kadar iodium urin anak dengan status gizi baik lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan status gizi kurang setelah diberikan kapsul iodium selama tiga hari berturut-turut (Prihartini 2001). Pemerintah Indonesia telah mengusahakan berbagai cara untuk dapat menanggulangi masalah gizi dan GAKI. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara
2 lain fortifikasi iodium pada garam, iodisasi air minum, suntik minyak iodium, dan suplementasi kapsul iodium (Arisman 2004). Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia melakukan program pencapaian dan pelestarian Universal Salt Iodization (garam beriodium untuk semua). Adapun target program tersebut adalah 90% rumah tangga mengkonsumsi garam beriodium cukup (≥30 ppm) secara nasional, propinsi maupun kabupaten/kota. Kekurangan iodium memang bisa terjadi pada masyarakat mana saja, baik pada masyarakat yang bermukim di daerah pegunungan maupun yang mendiami wilayah pesisir. Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang sebagian besar merupakan daerah pantai yang luas. Kawasan pantai memiliki sumberdaya pangan yang banyak mengandung gizi termasuk iodium, misalnya ikan dan rumput laut yang seharusnya lebih jarang ditemukan masalah GAKI. Besarnya potensi tersebut sangat ironis jika dibandingkan dengan adanya kejadian GAKI dengan prevalensi sebesar 1.7% (Pemetaan GAKI Nasional 2003). Selain itu kabupaten Karawang memiliki prevalensi konsumsi garam tidak beriodium yang cukup tinggi, yaitu sebesar 90.7% (Riskesdas 2007). Hal tersebut mungkin terjadi karena masih kurangnya upaya pencegahan dan penanggulangan, sebagai akibat kurangnya data dan informasi tentang faktor penyebab terutama yang terkait dengan pola konsumsi dan sosial-ekonomi masyarakat di kabupaten tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui status gizi, status iodium dan tingkat kecerdasan pada anak sekolah dasar di daerah pantai kabupaten Karawang. Selain itu, diperlukan pula analisis untuk melihat hubungan status iodium, status gizi, dan kecerdasan. Penelitian dilakukan pada anak sekolah dasar karena kelompok ini merupakan kelompok yang masih dalam masa pertumbuhan dan sangat memerlukan perhatian akan kecerdasan.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar di daerah pantai 2. Bagaimana hubungan status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar di daerah pantai
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar di wilayah pantai Kabupaten Karawang. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya : 1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga contoh (umur, jenis
3 kelamin, besar keluarga, pendapatan per kapita, dan pendidikan orang tua) 2. Mengidentifikasi status iodium contoh 3. Mengidentifikasi status gizi antropometri contoh 4. Mengidentifikasi tingkat kecerdasan skor Intelligence Quotient (IQ) contoh 5. Mengidentifikasi prestasi belajar contoh 6. Menganalisis hubungan status iodium dan status gizi dengan tingkat kecerdasan contoh 7. Menganalisis hubungan status iodium dan status gizi dengan prestasi belajar contoh 8. Menganalisis hubungan antara status iodium dan status gizi contoh
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar di wilayah pantai sehingga dapat dijadikan acuan untuk program pemerintah terkait penanggulangan GAKI dan perbaikan gizi, khususnya di daerah pantai kabupaten Karawang. Selain itu, hasil analisis antar variabel dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian lebih mendalam di masa yang akan datang.
KERANGKA PEMIKIRAN Kecerdasan merupakan kemampuan individu untuk berpikir, belajar dari pengalaman, dan mempraktekkan apa yang diperolehnya dalam pemecahan suatu masalah. Menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), cara mengukur kecerdasan anak dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan atau intellegence quotient (IQ). Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi belajar para murid. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah peran gizi dimana salah satu zat gizi tersebut adalah iodium. Hal ini dikarenakan iodium berperan penting dalam perkembangan mental (fungsi otak) dan pertumbuhan fisik, khususnya pada kelompok anak usia sekolah. Dengan demikian, status iodium memiliki keterkaitan dengan status gizi yang diukur menggunakan antropometri. Status gizi yang didasarkan indeks massa tubuh menurut umur menggolongkan individu menjadi kurus, normal, lebih, dan obese pada masa kini, sedangkan status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur memberikan gambaran pemenuhan gizi di masa lampau. Pemenuhan gizi yang baik bagi tubuh, terutama yang diperlukan otak, akan mempengaruhi fungsi otak dan kecerdasan individu (Maharani 2012). Secara tidak langsung karakteristik keluarga seperti pendidikan orang tua, besar keluarga, dan pendapatan per kapita akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi keluarga. Perbedaan dalam segi kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi dapat terlihat dari status sosial ekonomi keluarga. Konsumsi pangan yang tidak seimbang dan beragam memberikan kontribusi yang besar terhadap
4 status gizi anak. Selain itu, kurangnya pengetahuan keluarga terkait pangan sumber iodium, garam beriodium, dan pangan goitrogenik akan menentukan status iodium anak. Oleh karena itu, terdapat harapan bahwa dengan status gizi dan status iodium yang baik maka kecerdasan individu akan baik pula. Secara keseluruhan kerangka pemikiran status gizi, status iodium, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Karakteristik Contoh - Jenis Kelamin - Umur - Berat Badan dan Tinggi Badan
Karakteristik Keluarga - Pendidikan Orang tua - Besar Keluarga - Pendapatan Per Kapita
Konsumsi Pangan
- Pangan Sumber Iodium - Garam Beriodium
Status Gizi
Pangan Goitrogenik
Status Iodium
Kecerdasan : - Intelligence Quotient (IQ) - Prestasi Belajar
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar
5
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul “Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) pada Anak Sekolah Dasar: Studi Tentang Konsumsi Pangan, Aspek Sosio Budaya dan Prestasi Belajar di Wilayah dengan Agroekologi Berbeda”. Penelitian dapat terlaksana atas bantuan hibah dari Neys-van Hoogtraten Foundation (NHF). Desain penelitian adalah cross sectional study, yaitu pengukuran variabel terikat dan bebas atau kausa/efek diobservasi pada saat yang sama (Gibney et al. 2008). Lokasi penelitian ini bertempatkan di wilayah pantai Kabupaten Karawang Bekasi. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu Kabupaten Karawang sebagai wilayah pantai yang ada di Jawa Barat. Selain itu pemilihan tempat dibantu oleh Pusat Pembinaan dan Pendidikan (Pusbindik) atau Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Kabupaten Karawang dengan pertimbangan kemudahan akses untuk melaksanakan penelitian dan satu kecamatan terdiri dari dua sekolah dasar, dengan karakteristik yaitu satu sekolah dasar berada dekat dengan akses jalan utama dan satu sekolah dasar lainnya berada cukup jauh dari akses jalan. Keenam sekolah terpilih adalah SDN Jaya Mulya 1 dan SDN Cemarajaya 2 (Kecamatan Cibuaya), SDN Tempuran 1 dan SDN Ciparagejaya (Kecamatan Tempuran), serta SDN Sungai Buntu 1 dan SDN Dongkal 1 (Kecamatan Pedes). Pengambilan data dilaksanakan pada bulan September 2012.
Contoh dan Cara Pengambilan Contoh Populasi dan contoh dipilih menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria contoh merupakan siswa yang tengah duduk di bangku kelas V SD di enam SDN yang telah ditentukan. Jika jumlah siswa kelas V SD masih belum mencukupi, maka ditambah dari siswa kelas VI yang umurnya mendekati kelas V. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 142 orang. Berdasarkan rumus perhitungan jumlah sampel minimum untuk cross sectional study diperoleh jumlah contoh yang diperlukan adalah 135 orang. Dengan demikian jumlah contoh dalam penelitian ini sudah mencukupi jumlah sampel minimum (Lameshow 1997). n= Dimana: Zα = Tingkat signifikansi pada 95% (α = 0.05) = 1.96 p = Cakupan konsumsi garam beriodium di kabupaten Karawang sebesar 33.9% d = Presisi/limit error (0.08)
6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran dan wawancara langsung dengan contoh. Data primer ini meliputi data karakteristik contoh dan keluarga (jenis kelamin, umur, besar keluarga, pendapatan per kapita, dan pendidikan orang tua), antropometri (berat badan dan tinggi badan), median ekskresi iodium dalam urin, dan skor intelligence quotient (IQ). Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung yang diambil meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan prestasi belajar contoh (nilai UAS) Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No 1
2
3
Jenis Data Karakteristik contoh
Karakteristik keluarga
Antropometri
Variabel Jenis kelamin Umur Besar Keluarga
Pendapatan per kapita Pendidikan orang tua Berat badan
Tinggi badan
4
Ekskresi iodium dalam urin (EIU)
Kadar iodium dalam urin
5
Intelligence Quotient (IQ)
Skor IQ
6
Prestasi belajar
Nilai UAS
Cara Pengumpulan Data Wawancara langsung dengan contoh dan data sekunder pihak sekolah yang terkait Wawancara langsung dengan ibu contoh menggunakan kuesioner
Berat badan diukur menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg Tinggi badan diukur menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm Pengukuran langsung Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU) dengan metode spektrofotometer Pengukuran langsung dengan melakukan Culture Fair Intelligence Test (CFIT 2A) pada contoh Data diperoleh dari pihak sekolah yang dijadikan lokasi penelitian.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Tahapan pengolahan data primer diawali dengan pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan
7 analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code book sebagai panduan entry dan pengolahan data, kemudian data dimasukkan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan statistik. Tahapan analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16,0 for Windows. Analisis secara statistik menggunakan uji korelasi Pearson juga dilakukan untuk menganalisis hubungan status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar. Data jenis kelamin dan umur contoh diperoleh dengan melakukan wawancara kepada contoh. Untuk lebih memastikan umur contoh, peneliti meminta data sekunder kepada pihak sekolah yang dijadikan lokasi penelitian. Data sekunder berupa tanggal, bulan, dan tahun lahir selanjutnya diubah menjadi umur dalam tahun. Data besar keluarga diketahui dengan menanyakan kepada ibu contoh jumlah anggota keluarganya. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang) Hurlock (1998) dalam Lusiyana (2011). Data pendapatan per kapita diketahui dengan wawancara langsung kepada ibu contoh. Pendapatan per kapita dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu keluarga miskin (<1GK), hampir miskin (1GK - 2GK) dan menengah keatas (> 2GK) (Puspitawati 2010) dengan batas garis kemiskinan Propinsi Jawa Barat tahun 2012, yaitu Rp242 104 (BPS Jabar 2013). Data pendidikan orang tua diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada ibu contoh. Pendidikan orang tua dibagi menjadi enam kelompok, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, dan D3/PT. Data status iodium diperoleh dengan menggunakan metode Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU). Setelah itu, hasil data berupa median ekskresi iodium dalam urin dikategorikan menjadi enam status iodium. Kriteria epidemiologi iodium urin pada anak sekolah dasar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kriteria status iodium urin Kadar Iodium dalam Urin (ug/L) <20 20-49 50-99 100-199 200-299 ≥300
Status Iodium Defisiensi tingkat berat Defisiensi tingkat sedang Defisiensi tingkat ringan Cukup Lebih dari cukup Kelebihan
Dampak Defisiensi iodium berat Defisiensi iodium sedang Defisiensi iodium ringan Optimal Berisiko hipertiroid Berisiko hipertiroid, autoimun tiroid disease
Sumber : WHO (2001)
Status gizi contoh dihitung berdasarkan data umur, berat badan, dan tinggi badan contoh dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan parameter tinggi badan menurut umur (TB/U) menggunakan software WHO anthroplus 2007. Kategori IMT/U dan TB/U masing-masing disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
8 Tabel 3 Kategori status gizi menurut IMT/U Nilai z-skor z skor < -3 -3 ≤ z skor < -2 -2 ≤ z skor ≤ +1 +1 < z skor ≤ +2 z skor > +2
Kategori Sangat kurus Kurus Baik Lebih Obese
Sumber : WHO (2007)
Tabel 4 Kategori status gizi menurut TB/U Nilai z-skor z skor <-3 SD -3 ≤ z skor < -2 -2 ≤ z skor ≤ +2
Kategori Sangat pendek Pendek Normal
Sumber : Gibney (2008), WHO (2005)
Data skor intelligence quotient (IQ) diperoleh dengan melakukan Culture Fair Intelligence Test (CFIT 2A) pada contoh oleh psikolog. Hasil tes kemudian melalui proses skoring dan interpretasi. Klasifikasi IQ yang dikembangkan oleh Wechsler dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Klasifikasi IQ Menurut Wechsler Klasifikasi Sangat Superior Superior Diatas Rata-rata Rata-rata Dibawah Rata-rata Borderline Cacat Mental
Skor IQ ≥ 130 120-129 110-119 90-109 80-99 70-79 ≤ 69
Sumber: Feldhusen dalam Hawadi (2002); Santrock (2007)
Data prestasi belajar diperoleh dari nilai UAS contoh. Nilai merupakan rata-rata dari masing-masing keempat nilai mata pelajaran yang terdapat di enam sekolah yang menjadi lokasi penelitian. Mata pelajaran tersebut adalah Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Tingkat prestasi belajar diperoleh dengan cara menginterpretasikan rata-rata skor prestasi terhadap kalsifikasi penilaian prestasi pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Klasifikasi penilaian prestasi belajar Nilai (Skala 10) 8.0 – 10 6.6 – 7.9 5.6 – 6.5 4.0 – 5.5 < 4.0 Sumber : Arikunto (2005)
Interpretasi Baik sekali Baik Cukup Kurang Gagal
9 Analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16.0 for Windows. Untuk mengetahui hubungan antar variabel, maka dilakukan analisis secara statistik menggunakan uji korelasi Pearson. Variabel dan jenis analisis korelasi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7 Jenis analisis hubungan antar variabel Variabel 1 Status iodium Status iodium Status gizi
Variabel 2 Status gizi Tingkat IQ Prestasi belajar Tingkat IQ Prestasi belajar
Jenis Analisis Korelasi Uji korelasi Pearson Uji korelasi Pearson Uji korelasi Pearson Uji korelasi Pearson Uji korelasi Pearson
Definisi Operasional Contoh adalah siswa sekolah dasar dari enam sekolah terpilih di Kabupaten Karawang, tengah duduk di bangku kelas V SD atau kelas VI yang umurnya mendekati siswa kelas V. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga inti yang hidup dibawah satu atap yang sama dan makan dari satu dapur dan pendapatan yang sama. Pendapatan per kapita adalah adalah jumlah penerimaan per bulan yang diperoleh setiap anggota rumah tangga, yaitu bapak, ibu atau anggota lainnya yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah) setiap satu bulan dibagi dengan besar keluarga, untuk kemudian dibagi berdasarkan garis batas kemiskinan Propinsi Jawa Barat tahun 2012. Pendidikan orang tua adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ayah dan ibu contoh, dibagi menjadi enam jenjang pendidikan yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, SLTP, SLTA, dan D3/PT. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu contoh, dibagi menjadi 11 jenis pekerjaan. Status Iodium adalah median nilai iodium yang terdapat dalam urin yang diinterpretasikan menjadi 6 kategori. GAKI adalah sekumpulan gejala yang terjadi pada setiap tahap kehidupan, khususnya gangguan perkembangan fungsi kognitif pada anak sekolah dasar, akibat defisiensi iodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang diakibatkan oleh konsumsi, absorbsi, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan melalui indek massa tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori dan berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yang dikelompokkan menjadi 3 kategori. Kecerdasan adalah keterampilan berpikir dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Tingkat kecerdasan adalah hasil skoring dari Culture Fair Intelligence Test (CFIT 2A) yang diinterpretasikan menjadi 6 kategori.
10 Prestasi Belajar adalah penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan dan diwujudkan dalam bentuk nilai rata-rata dari masing-masing keempat mata pelajaran dan dikategorikan menjadi 5 kategori.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada posisi 5º56’ - 6º34’ LS dan 107º02’ - 107º40’ BT. Secara administratif, Kabupaten Karawang mempunyai batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara : Laut Jawa : Kabupaten Purwakarta Sebelah selatan Sebelah timur : Kabupaten Subang Sebelah barat : Kabupaten Bekasi Sebelah tenggara : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1 753.27 km² atau 3.73% dari luas Provinsi Jawa Barat dan terbagi menjadi 30 (tiga puluh) kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 297 dan 12 kelurahan (Karawang Dalam Angka 2012). Kabupaten Karawang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara sehingga secara umum kondisi fisiografi didominasi oleh daerah yang relatif datar, dengan variasi ketinggian 0–5 m diatas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar berupa dataran pantai yang luas, yang terhampar di bagian pantai utara dan terbentuk dari batuan sedimen yang terdiri dari bahanbahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik (Karawang Dalam Angka 2012). Keadaan hidro-oceanografi Kabupaten Karawang yaitu dilalui oleh aliran sungai yang melandai ke utara. Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bekasi, sedangkan Sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Kabupaten Karawang mempunyai panjang pantai sekitar 84.32 km (RDTR Tanjung Baru 2003) yang membentang di sembilan wilayah kecamatan (Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Tempuran, Pedes, Cilebar, Cibuaya, Tirtajaya, Batujaya, dan Pakisjaya). Laut teritorial kabupaten sesuai Undang- Undang Otonomi Daerah seluas 4 mil dari pasang surut terendah, dengan demikian dapat diketahui luas laut keseluruhan Kabupaten Karawang adalah ± 621.27 km². Pantai Karawang termasuk ke dalam Pantai Utara yang memiliki kondisi topografi laut/batimetri yang relatif mendatar/landai. Secara umum perairan Kabupaten Karawang mempunyai kedalaman berkisar antara 0-20 meter. Pada bagian pinggir pantai mempuyai kedalaman antara 0-5 meter (Karawang Dalam Angka 2012). Lahan di Kabupaten Karawang dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan non-sawah, dimana lahan sawah dibagi menjadi lahan berpengairan teknis, setengah teknis dan berpengairan sederhana. Lahan non-sawah terdiri dari lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya, tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, tambak, kolam/tebet/empang, lahan yang sementara tidak diusahakan,
11 lahan untuk tanaman kayu-kayuan dan perkebunan negara/swasta. Luas seluruh lahan di Kabupaten Karawang adalah 175 327 ha dengan perincian sebagai berikut: lahan sawah seluas 94 311 ha dan lahan kering seluas 81 016 ha. Dari jumlah tersebut sebesar 33.14% digunakan untuk bangunan dan halaman sekitarnya (DCK Kabupaten Karawang 2004). Jumlah penduduk Kabupaten Karawang pada tahun 2008 tercatat berjumlah 2 094 408 jiwa. Jumlah ini meningkat sebesar 38 939 jiwa atau 1.89% dari tahun 2007, yang pada saat itu jumlah penduduknya berjumlah 2 055 469 jiwa. Pembagian jumlah penduduk antara pria dan wanita tidak terlalu jauh berbeda, yaitu 1 060 919 jiwa pria dan 1 033 489 jiwa wanita. Dengan demikian, sex ratio penduduk Kabupaten Karawang adalah 102.65 yang artinya penduduk laki-laki hampir sebanding dengan penduduk perempuan. Luas Kabupaten Karawang sebesar 1 759.27 km², maka dari itu kepadatan penduduk per km² sebesar 1 103 jiwa (Karawang Dalam Angka 2012).
Karakteristik Contoh Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas 5 dan 6 SD dari enam SD yang terletak di tiga kecamatan di daerah Kabupaten Karawang. Contoh berjumlah 142 siswa dengan usia berkisar antara 9 sampai 14 tahun yang dibagi menjadi 2 kategori menurut Hurlock (2004), yaitu masa akhir kanak-kanak/late chilhood (6-12 tahun) dan masa remaja awal (13-14 tahun). Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 8 . Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin Karakteristik contoh Kelompok umur (th) Kanak-kanak (9-12) Remaja awal (13-14) Total Kelas 5 6 Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
n
%
132 10 142
93.0 7.0 100
117 25 142
82.4 17.6 100
65 77 142
45.8 54.2 100
Hampir seluruh contoh (93%) berada pada masa kanak-kanak, sedangkan (7%) contoh sudah memasuki masa remaja awal. Sebagian besar contoh (82.4%)
12 merupakan kelas 5 dan sisanya yaitu 17.6% adalah kelas 6. Contoh perempuan (54.2%) lebih banyak dibandingkan dengan contoh laki-laki (45.8%). Karakteristik Keluarga Selain karakteristik contoh, karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, tingkat pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, dan tingkat pendapatan keluarga. Besar Keluarga Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Data sebaran besar/jumlah anggota keluarga dapat dilihat dalam Tabel 9. Dari tabel diketahui bahwa besar keluarga contoh umumnya tergolong kategori kecil (48.6%) dan kategori sedang (43.0%). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kategori Kecil Sedang Besar Total
n 69 61 12 142
% 48.6 43.0 8.5 100
Pendidikan Orang Tua Keluarga inti terdiri atas orang tua dan anak, dimana orang tua berperan sebagai pendidik dan menjadi panutan bagi anak-anaknya. Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pola pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam mendorong dan memotivasi anaknya dalam meningkatkan prestasi belajar. Semakin tinggi pengetahuan orangtua semakin banyak pula pengetahuan yang diberikan kepada anaknya (Agustina 2003). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Ayah Pendidikan terakhir Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA D3/PT Total
n 15 70 39 9 7 2 142
% 10.6 49.3 27.5 6.3 4.9 1.4 100
Ibu/pengasuh n 8 80 40 11 3 0 142
% 5.6 56.3 28.2 7.7 2.1 0 100
13 Berdasarkan pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan orang tua contoh pada umumnya rendah. Persentase tertinggi yaitu berada pada kategori tidak sekolah dan tidak tamat SD baik pada ayah sebanyak 59.9% maupun ibu atau pengasuh contoh sebanyak 61.9%. Hanya sebagian kecil orang tua contoh yang mencapai jenjang pendidikan tamat SMP, SMA atau D3/Perguruan Tinggi. Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua sangat berpengaruh terhadap pendapatan suatu keluarga yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar anak-anaknya. Pekerjaan orang tua contoh dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain petani, nelayan, pedagang, buruh tani, buruh nelayan, buruh non tani, wiraswasta, PNS/ABRI, Ibu Rumah Tangga (IRT), tidak bekerja dan lainnya. Sebaran pendidikan orang tua contoh dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Pekerjaan Petani Nelayan Pedagang Buruh tani Buruh nelayan Buruh non tani PNS/ABRI Wiraswasta IRT Tidak bekerja Lainnya Total
Ayah n % 13 9.2 20 14.1 22 15.5 18 12.7 21 14.8 11 7.7 1 0.7 10 7.0 0 0 7 4.9 19 13.4 142 100
Ibu n 8 0 35 10 0 3 1 0 85 0 0 142
% 5.6 0 24.6 7.0 0.0 2.1 0.7 0 59.9 0 0 100
Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa jenis pekerjaan orang tua contoh beragam dan cenderung merata untuk kategori ayah, persentase tertinggi hanya sebanyak 15.5% untuk pekerjaan sebagai pedagang dan diikuti dengan selisih yang sedikit pada pekerjaan buruh nelayan (14.8%) dan nelayan (14.1%). Hal tersebut dikarenakan kondisi geografis kabupaten Karawang yang sebagian besar berupa wilayah pesisir, sehingga sangat mendukung untuk bermata pencaharian sebagai nelayan maupun pedagang hasil laut. Sedangkan untuk kategori ibu sebagian besar (59.9%) merupakan ibu rumah tangga (IRT) dan terdapat 24.6% ibu/pengasuh contoh bekerja sebagai pedagang hasil laut. Pendapatan per Kapita Keluarga Pendapatan per kapita adalah jumlah penerimaan per bulan yang diperoleh setiap anggota rumah tangga, yaitu bapak, ibu atau anggota lainnya yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah) setiap satu bulan dibagi dengan besar keluarga (Maharani 2012). Menurut Hardinsyah (1997), pendapatan menentukan daya beli
14 terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan dan kesehatan. Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga. Tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga diklasifikasi menurut garis kemiskinan Propinsi Jawa Barat tahun 2012, yaitu Rp242 104 (BPS Jabar 2013). Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita keluarga dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga Miskin (< 1GK) Hampir miskin (1GK-2GK) Menengah atas (>2GK) Total Min-max (Rp) Rataan±SD
n % 71 50.0 36 25.4 35 24.6 142 100 17 143 – 4 000 000 391 991 ± 485 430
Berdasarkan tabel diatas yang menyajikan besar pendapatan keluarga di atas, sebagian dari keluarga contoh (50%) dikategorikan sebagai keluarga yang miskin karena pendapatan per kapita mereka berada di bawah angka garis kemiskinan. Pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh berkisar antara Rp17 143 sampai Rp4 000 000 dengan rata-rata Rp392 000. Menurut Engel et al (1994) pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga nantinya akan mempengaruhi sosial ekonominya. Selain itu, pendapatan suatu keluarga yang rendah akan mempengaruhi penyediaan pangan menjadi tidak beragam dan lebih mengutamakan pangan tinggi karbohidrat. Konsumsi pangan yang tidak seragam secara terus-menerus akan mempengaruhi status gizi individu dalam keluarga (Soekirman 2003).
Status Iodium Status iodium menggambarkan tingkat iodium yang terdapat dalam tubuh, apakah tergolong kurang, cukup atau berlebih. Pengukuran status iodium dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu biokimia dan tanda-tanda klinis. Teknik Thyroid Stimulating Hormones (TSH), kadar kreatinin dalam urin, dan Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU), termasuk ke dalam metode biokimia. Sementara itu, metode berdasarkan tanda-tanda klinis dilakukan dengan melihat secara langsung perbesaran kelenjar tiroid. Pada tingkat defisiensi awal, perbesaran kelenjar tiroid belum terlihat sehingga akan lebih tepat jika menggunakan pengukuran status iodium menggunakan metode biokimia (Achadi 2007). Dalam penentuan status iodium, salah satu metode biokimia yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi yaitu mengukur ekskresi iodium dalam urin (EIU). Hal ini dikarenakan lebih dari 90% asupan iodium yang masuk ke dalam tubuh akan diekskresikan melalui urin (Nat et al. 1992 dalam Gibson 2005). Menurut Arisman (2004), sampel urin di pagi hari atau sewaktu dalam metode EIU dapat menjadi petunjuk yang menggambarkan besaran asupan iodium harian pada suatu populasi.
15 Metode EIU merupakan metode yang banyak digunakan oleh penelitipeneliti nasional maupun internasional. Menurut Charoensiriwatana et al. (2010) dalam penelitiannya mengenai konsumsi telur yang diperkaya iodium untuk menanggulangi masalah defisiensi iodium di Thailand, bahwa metode EIU dapat digunakan sebagai penilai yang valid dalam melaporkan asupan iodium dalam makanan, dan salah satu metode yang baik untuk memonitor situasi GAKI pada skala besar dan untuk mendukung upaya masyarakat dalam mengeliminasi kejadian GAKI. Hasil laboratorium berupa kadar ekskresi iodium dalam urin selanjutnya dikategorikan menjadi enam untuk menentukan status iodium contoh. Berikut tabel yang menyajikan sebaran contoh menurut status iodium. Tabel 13 Sebaran contoh menurut status Iodium Kadar EIU (µg/L) <20
Status Iodium
Defisiensi tingkat berat 20-49 Defisiensi tingkat sedang 50-99 Defisiensi tingkat ringan 100-199 Cukup 200-299 Lebih dari cukup ≥300 Kelebihan Total Median ± SD
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n % n %
n
%
0
0
0
0
0
0
1
1.5
3
3.9
4
2.8
0
0
0
0
0
0
14 21.5 23 35.4 27 41.5 65 100 276 ± 111.3
14 18.2 28 36.4 32 41.6 77 100 268 ± 112.7
Total
28 19.7 51 35.9 59 41.5 142 100 274 ± 111.7
Berdasarkan tabel di atas, median ekskresi iodium urin contoh yaitu berada pada status lebih dari cukup (274 µg/L). Sebagian besar (41.5 %) contoh berada pada status kelebihan (≥ 300 µg/L) dan hanya 2.8 % contoh yang memiliki status iodium defisiensi tingkat sedang. Selanjutnya diikuti dengan status iodium cukup dan lebih dari cukup. Ekskresi iodium dalam urin contoh laki-laki paling tinggi berada pada status kelebihan (41.5%) dan terendah berada pada status defisiensi tingkat sedang (1.5%). Demikian halnya dengan contoh perempuan, dimana status iodium tertinggi yaitu berada pada status kelebihan (41.6%) dan terendah pada status defisiensi tingkat sedang (3.9%). Median EIU pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, yaitu 293.5 µg/L pada laki-laki dan 288.8 µg/L pada perempuan. Median EIU keduanya termasuk dalam kategori status iodium lebih dari cukup (200-299 µg/L). Iodium merupakan salah satu mineral mikro yang diperlukan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg per hari. Tubuh biasanya mengandung 20 sampai 30 mg iodium, dimana lebih dari 75% berada di kelenjar tiroid dan sisanya didistribusikan ke seluruh tubuh, terutama kelenjar mamae, mukosa lambung, dan darah (Mahan dan Stump 2004). Iodium dibutuhkan oleh hormon tiroid agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal, seperti mengatur suhu tubuh, sintesa protein, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf serta fungsi neuromoskular (Almatsier 2004).
16 Iodium sangat dibutuhkan pada setiap tahap kehidupan, seperti pada saat janin, anak-anak, dewasa maupun saat kondisi fisiologis hamil. Sejalan dengan penelitian Clifton et al. (2013) pada wanita hamil di Australia selatan, dimana pemberian roti yang telah difortifikasi iodium dapat meningkatkan status iodium wanita hamil yang mengalami defisiensi yang diukur melalui EIU, namun tidak mencukupi kebutuhan iodium wanita hamil yang dianjurkan. Sebagian besar status iodium contoh berada pada kategori lebih dari cukup, hal ini sesuai dengan keadaan geografis Kabupaten Karawang yang sebagian besar berupa wilayah pantai dan mata pencaharian sebagian besar penduduknya nelayan. Kabupaten Karawang memiliki sumberdaya alam pangan kaya iodium seperti hasil perikanan. Kondisi geografis inilah yang mengindikasikan kebiasaan makan contoh akan hasil laut yang kaya akan iodium lebih sering dan mencukupi dibandingkan dengan kebiasaan makan masyarakat di daerah non pesisir. Namun sangat ironi, bila di daerah pesisir masih ditemukan kejadian GAKI. Menurut Bitjoli et al. (2009), rendahnya konsumsi garam beriodium dan tingginya konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogenik berpeluang besar berpengaruh atau menjadi penyebab terjadinya GAKI atau gondok di kawasan pesisir kabupaten Halmahera Utara. Jika konsumsi garam iodium dianggap konstan, maka konsumsi zat goitrogen akan meningkatkan peluang terjadinya gondok atau GAKI sebesar 0.010. Sebaliknya jika konsumsi zat goitrogenik dianggap konstan, maka konsumsi garam iodium akan menurunkan peluang terjadinya gondok sebesar 0.027. Hal tersebut didukung pula dengan hasil penelitian Madanijah dan Hirmawan (2007), yaitu tingkat kecukupan energi, protein, konsumsi pangan goitrogenik dan kadar iodium dalam garam yang digunakan diduga mempunyai hubungan dengan kejadian gondok pada murid SD di Kabupaten Tasikmalaya. Perlu diperhatikan nilai EIU pada penelitian ini yang berada pada kategori kelebihan. Kelebihan iodium pada contoh dapat menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar gondok. Median EIU yang tinggi dapat beresiko terjadi iodine-induce hyperthyroidsm dan penyakit autoimun pada kelenjar tiroid, rentan terhadap radiasi nuklir, dan beresiko terjadi hipertiroid yang sama bahayanya dengan hipotiroid (Susiana 2011)
Status Gizi Menurut Supariasa et al. (2001) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Adapun Gibson (2005) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Status gizi optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun lebih dapat menghambat optimalisasi pencapaian hal
17 tersebut (Almatsier 2004). Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Berdasarkan hasil penelitian Amare et al. (2012), micronutrient yang berkorelasi signifikan terhadap status gizi anak-anak di sekolah Meseret, Gondar, Ethiopia yaitu mineral seng dan besi yang diukur berdasarkan indeks TB/U dan IMT/U. Pada penelitian ini, pengukuran status gizi menggunakan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Sebaran contoh menurut status gizi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh menurut status gizi Indeks
Z-skor
IMT/U
z skor < -3 Sangat kurus -3 ≤ z skor ≤ -2 Kurus -2 ≤ z skor ≤ +1 Baik +1 ≤ z skor ≤ +2 Lebih z skor≥ +2 Obese Total Rata-rata ± SD z skor< -3 Sangat pendek -3 ≤ z skor ≤ -2 Pendek z skor ≥ -2 Normal Total Rata-rata ± SD
TB/U
Kategori
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 4 6.2 0 0 10 15.4 9 11.7 43 66.2 58 75.3 4 6.2 9 11.7 4 6.2 1 1.3 65 100 77 100 -0.8 ± 1.5 -0.4 ± 1.2 6 9.2 3 3.9 15 23.1 15 19.5 44 67.7 59 76.6 65 100 77 100 -1.6 ± 1.1 -1.2 ± 1.1
Total n % 4 2.8 19 13.4 101 71.1 13 9.2 5 3.5 142 100 -0.6 ± 1.4 9 6.3 30 21.1 103 72.5 142 100 -1.4 ± 1.1
Tabel 14 menggambarkan status gizi contoh berdasarkan indeks IMT/U dan TB/U. Pengukuran status gizi menggunakan indeks IMT/U memberikan gambaran status gizi saat ini. Status gizi pada contoh berdasarkan indeks IMT/U tertinggi (71.1%) berada pada kategori baik, dan hanya sebagian kecil (2.8%) contoh berada pada kategori sangat kurus. Berdasarkan jenis kelamin, baik lakilaki maupun perempuan, persentase tertinggi contoh berada pada kategori normal. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam kondisi normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertumbuhan tinggi badan pula. Dengan demikian, berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Anak-anak dan remaja merupakan kelompok usia yang masih mengalami masa pertumbuhan fisik sangat cepat seiring dengan pertambahan umur. Oleh karena itu, indikator IMT/U merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini, yang disesuaikan dengan umur (Supariasa et al. 2001). Berdasarkan indeks TB/U, sebaran contoh sebagian besar (72.5%) berada pada kategori normal dan sebagian kecil (6.3%) berada pada kategori sangat pendek. Pengukuran status gizi menggunakan indeks TB/U memberikan gambaran status gizi masa lalu. Hal ini dikarenakan dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap defisiensi zat gizi dalam waktu yang singkat.
18 Kecerdasan Kognitif Pada usia tujuh tahun, seorang anak memasuki tahap operasional konkret, karena pada saat ini anak sudah mulai dapat berpikir lebih logis daripada tahap sebelumnya (praoperasional) sehingga telah dapat menggunakan logika untuk memecahkan masalah secara konkret (Papalia et al. 2008). Proses pematangan otak tidak terhenti pada usia 10 tahun, namun berlanjut hingga usia remaja, bahkan sampai usia 20 tahun. Pada usia 10 tahun, berat otak anak sudah mencapai 95% berat otak dewasa. Kecerdasan atau intelligence didefinisikan sebagai bentuk kemampuan seseorang dalam memperoleh pengetahuan (mempelajari dan memahami), mengaplikasikan pengetahuan (memecahkan masalah), serta berfikir abstrak (Giedd 2002). Menurut Boeree (2003), Kecerdasan seorang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetik, faktor gizi dan faktor lingkungan. Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang paling penting. Hal tersebut didukung oleh Belachew et al. (2011), yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif dan emosional yang optimal dan fungsi fisiologi pada anak-anak dan remaja memerlukan akses makanan yang cukup dalam hal kuantitas dan kualitas pada semua tahap kehidupan. Selain itu, menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), cara mengukur kecerdasan anak dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan taraf kecerdasan (IQ). Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi belajar di sekolah. Tingkat Intelligence Quotient (IQ) Intelligence Quotient atau IQ adalah skor yang diperoleh dengan tes intelegensi. Kecerdasan ini diatur oleh bagian korteks otak yang dapat memberikan kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi (Boeree 2003). Tinggi rendahnya IQ seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain 1) faktor genetik; 2) faktor gizi, gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak terutama pada saat hamil dan pada waktu bayi, dimana sel otak sedang berkembang dengan pesatnya. Sebagian besar peneliti setuju bahwa faktor genetik bukanlah penentu utama kecerdasan. Meskipun dukungan genetik mempengaruhi intelektual seseorang, namun pengaruh lingkungan dan kesempatan yang tersedia bagi anak juga dapat mengubah skor IQ mereka secara signifikan (Santrock 2007). Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian, bahwa anak-anak yang diberi suplemen gizi protein selama beberapa tahun, meskipun tingkat sosial ekonomi orang tuanya rendah, menunjukkan peningkatan kinerja dalam tes kecerdasan, dibandingkan dengan kelompok anak yang tidak diberikan suplemen gizi protein (Neisser et al. 1996). Adapun tes kecerdasan yang digunakan adalah Culture Fairness Intelligence Test (CFIT) 2A. Tes CFIT disusun oleh Cattel sedemikian rupa sehingga pengaruh kelancaran verbal, kondisi budaya dan tingkat pendidikan terhadap hasil tes diperkecil. Untuk itu, dalam CFIT hanya ada gambar sebagai materi yang terdiri dari empat sub tes, yaitu subtes Seri, subtes Klasifikasi, subtes Matriks, dan subtes Persyaratan Topologi. Oleh karena itu, perbedaan tingkat
19 pendidikan contoh (kelas 5 dan 6 SD) dalam penelitian ini tidak mempengaruhi hasil tes kecerdasan (Sukadji 1983 dalam Hawadi 2002). CFIT Skala dua dimaksudkan untuk anak usia 8-14 tahun dan tes ini berfungsi untuk mengukur fluid ability yang dibawa sejak lahir atau kecerdasan hereditas. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan. Tabel 15 Sebaran contoh menurut tingkat kecerdasan (IQ) Skor IQ ≥ 130 120-129 110-119 90-109 80-99 70-79 ≤ 69
Tingkat Kecerdasan
Sangat Superior Superior Atas Rata-rata Rata-rata Bawah Rata-rata Borderline Cacat Mental Total Rata-rata ± SD
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 40 61.5 38 49.4 21 32.3 35 45.5 4 6.2 4 5.2 0 0 0 0 65 100 77 100 91.3 ± 6.9 89.2 ± 5.2
Total n % 0 0 0 0 0 0 78 54.9 56 39.4 8 5.6 0 0 142 100 90.1 ± 6.1
Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar contoh (54.9%) berada pada kategori tingkat kecerdasan rata-rata, diikuti dengan kategori bawah rata-rata (39.4%) dan terakhir pada kategori borderline (5.6%). Tidak terdapat contoh dengan tingkat kecerdasan diatas rata-rata, superior, maupun sangat superior. Demikian juga tidak terdapat contoh yang cacat mental. Tingkat kecerdasan untuk kategori rata-rata contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perempuan, begitu juga sebaliknya untuk kategori bawah rata-rata dimana persentase pada contoh perempuan lebih tinggi disbanding dengan contoh lakilaki. Adapun beberapa literatur yang meneliti tingkat kecerdasan anak SD, dimana salah satunya yaitu penelitian Mutalazimah dan Asyanti (2009) yang mengukur tingkat kecerdasan IQ anak SD di daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden yakni 66% mempunyai IQ rata-rata, dan 34% mempunyai IQ dibawah rata-rata. Hal ini menunjukkan daerah endemis GAKI seperti di Desa Kiyaran Kecamatan Cangkringan tidak ditemukan responden yang mempunyai IQ diatas rata-rata dan yang superior. Tingkat kecerdasan IQ pada masa anak-anak dapat mengalami naik turun, dan menjadi lebih stabil pada masa remaja dan dewasa. Menurut Azwar (1996) naik turunnya IQ pada anak disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam pendidikan, kesiapan secara emosional dalam menerima suatu pendidikan tertentu dan keadaan dalam keluarga. Perpecahan dalam keluarga sering mengakibatkan seorang anak mengalami kemunduran. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan cara pengukuran kecerdasan kognitif secara tidak langsung. Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku karena memperoleh
20 pengalaman belajar berupa pengetahuan. Prestasi belajar menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Untuk mengetahui seberapa jauh pengalaman belajar telah dipahami siswa, dilakukan evaluasi hasil belajar. Melalui hasil belajar diketahui pula apakah proses belajar sendiri telah berlangsung secara efektif. Untuk itu, beberapa kegiatan yang bisa dilakukan guru adalah mengajukan pertanyaan secara lisan, memberikan pekerjaan rumah, memberikan tes tertulis dan juga penampilan aktual dari tugas keterampilan (Woolfolk 1990 dalam Hawadi 2001). Menurut Rina (2008) dalam Masruroh (2011), prestasi belajar anak dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Dalam penelitian ini, prestasi belajar menggunakan nilai rata-rata keempat mata pelajaran dalam ujian akhir sekolah (UAS) contoh. Berikut tabel yang menyajikan sebaran contoh menurut prestasi belajar. Tabel 16 Sebaran contoh menurut prestasi belajar Prestasi Belajar
Nilai 8.0 - 10 6.6 – 7.9 5.6 – 6.5 4.0 – 5.5 < 4.0
Baik sekali Baik Cukup Kurang Gagal Total Rata-rata ± SD
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 1 1.5 1 1.3 30 46.2 29 37.7 28 43.1 42 54.5 6 9.2 5 6.5 0 0 0 0 65 100 77 100 65.1 ± 6.4 64.2 ± 5.6
Total n % 2 1.4 59 41.5 70 49.3 11 7.7 0 0 142 100 6.5 ± 0.6
Berdasarkan nilai rata-rata UAS keempat mata pelajaran contoh, dapat dilihat bahwa persentase tertinggi (49.3%) contoh berada pada kategori cukup, diikuti dengan kategori baik (41.5%) dengan selisih persentase yang tidak terlalu tinggi. Selain itu, hanya 1.4% contoh yang berada pada kategori baik sekali dan 7.7% contoh berada pada kategori kurang. Tidak terdapat contoh dengan kategori gagal. Apabila dilihat dari perbandingan berdasarkan jenis kelamin, prestasi belajar contoh laki-laki lebih baik dibandingkan dengan contoh perempuan yang didasarkan pada perbedaan proporsi contoh laki-laki dan perempuan pada setiap kategori prestasi belajar. Menurut Agustina (2003), melalui prestasi belajar dapat diketahui apakah proses belajar telah berlangsung secara efektif atau belum. Seorang siswa dapat dikatakan sukses apabila ia secara relatif konstan dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah tanpa mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah. Pada masa ini, anak telah menguasai keterampilan dasar membaca, menulis, aritmatik, dan secara formal dihadapkan pada dunia yang lebih besar dan budayanya. Prestasi menjadi tema sentral yang lebih dari dunia anak, dan kontrol diri meningkat (Santrock 2007; Syaodih 2007).
21 Hubungan Antar Variabel Status Iodium dengan Tingkat Kecerdasan Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status iodium dengan tingkat kecerdasan IQ contoh (r=0.091, p=0.283). Hal ini menunjukkan bahwa status iodium contoh tidak berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan contoh. Tidak adanya hubungan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan anak yaitu, yang pertama adanya faktor genetik. yang kedua adalah faktor lingkungan meliputi kasih sayang, rasa aman, pengertian, perhatian, penghargaan serta rangsangan intelektual. Kekurangan rangsangan intelektual pada masa bayi dan balita dapat menyebabkan hambatan pada perkembangan kecerdasannya (Boeree 2003). Adapun faktor lain yang mendukung, yaitu menurut Mc Wayne (2004), anak yang tumbuh dengan penghasilan orang tua yang rendah mempunyai risiko tertundanya perkembangan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tumbuh dengan penghasilan orang tua yang tinggi. Berikut adalah Tabel 17 yang menyajikan sebaran contoh berdasarkan status iodium dan tingkat kecerdasan. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan status iodium dan tingkat kecerdasan Status Iodium Tingkat kecerdasan Rata-rata Bawah rata-rata Borderline Total
Def. tingkat sedang n % 2 1.4
n 13
0
0.0
3
2 4
1.4 2.8
Total
Lebih dari cukup
Kelebihan
% 9.2
n 28
% 19.7
n 35
% 24.6
n 78
% 54.9
2.1
1
0.7
4
2.8
8
5.6
12 8.5 28 19.7
22 51
15.5 35.9
20 59
14.1 41.5
Cukup
56 39.4 142 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase tertinggi (24.6%) contoh berada pada status iodium kelebihan dengan tingkat kecerdasan rata-rata. Sedangkan tidak ada contoh (0%) yang berada pada status iodium defisiensi tingkat sedang dengan tingkat kecerdasan bawah rata-rata. Apabila dilihat dari kategori status iodium yang dihubungkan dengan tingkat kecerdasan, maka persentase tingkat kecerdasan rata-rata (24.6%) dan bawah rata-rata (2.8%) paling tinggi berada pada status iodium kelebihan. Selain itu, untuk kategori tingkat kecerdasan borderline memiliki persentase tertinggi pada status lebih dari cukup (15.5%). Kekurangan zat gizi pada saat pertumbuhan bisa berakibat berkurangnya jumlah sel-sel otak dari jumlah normal. Penelitian terhadap anak sekolah yang tinggal di daerah endemis iodium menunjukkan gangguan kinerja belajar serta nilai kecerdasan (IQ). Hasil meta analisis dari 18 penelitian menyebutkan bahwa dari hasil tes kognitif rata-rata menunjukkan adanya penurunan IQ sebesar 13.5 poin pada anak-anak yang defisiensi iodium (WHO 2001). Sekitar 5%-30% kerusakan otak diakibatkan oleh GAKI. Seorang anak yang menderita kretinisme
22 mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20 poin. Kekurangan iodium pada anak-anak menyebabkan kemampuan belajar yang rendah (Almatsier 2009). Status iodium pada kategori kelebihan, bukan menjadi indikator pencapaian tingkat kecerdasan yang tinggi pula. Kecerdasan anak banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti halnya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Wibowo (1994), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan anak antara lain status gizi, hubungan orang tua – anak, lama pendidikan ibu dan latar belakang sosial budaya. Status Iodium dengan Prestasi Belajar Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status iodium dengan tingkat prestasi belajar contoh (r=0.070, p=0.406). Hal ini menunjukkan bahwa status iodium contoh tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar contoh. Sama halnya dengan hubungan antara status iodium dengan tingkat kecerdasan IQ, Tidak adanya hubungan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut Walgito (1980) yang diacu dalam Supriyadi (1990) prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya intelegensi seseorang, tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain : faktor individu, yang meliputi aspek fisik, motivasi, minat, konsentrasi, keingintahuan, kepribadian yang seimbang, kepercayaan terhadap diri sendiri, disiplin diri, faktor lingkungan dan faktor materi yang dipelajari. Berikut adalah Tabel 18 yang menyajikan sebaran contoh berdasarkan status iodium dan prestasi belajar. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan status iodium dan prestasi belajar Prestasi belajar Baik sekali Baik Cukup Kurang Total
Def. tingkat sedang n %
Status Iodium Lebih dari Cukup cukup n % n %
n
%
n
%
Total
Kelebihan
1
0.7
0
0
1
0.7
0
0
2
1.4
0 2 1 4
0.0 1.4 0.7 2.8
15 9 4 28
10.6 6.3 2.8 19.7
21 25 4 51
14.8 17.6 2.8 35.9
23 34 2 59
16.2 23.9 1.4 41.5
59 70 11 142
41.5 49.3 7.7 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 23.9% contoh yang memiliki status iodium kelebihan dan prestasi belajar kategori cukup. Terdapat 17.6% contoh dengan status iodium lebih dari cukup dan prestasi belajar kategori cukup. Sebesar 16.2% contoh dengan status iodium kelebihan dan prestasi belajar kategori baik. Tidak ada contoh (0%) yang memiliki status iodium defisiensi tingkat sedang yang berprestasi belajar baik , status iodium cukup yang berprestasi belajar baik sekali ataupun status iodium kelebihan dengan prestasi belajar baik sekali.
23 Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan Anak usia sekolah mempunyai aktivitas yang lebih banyak sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak pula. Di samping itu, sistem penyimpanan glikogen di otot pada anak sangat sedikit, mengakibatkan terbatasnya persediaan asam amino untuk glikoneogenesis. Hal ini dapat berdampak pada keadaan anak yang menjadi tidak bersemangat, lemah, dan lesu (Soetjiningsih 2002). Pengaruh makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia (neurotransmitter) dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Pamularsih 2009). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi yang diukur dengan indeks TB/U dengan tingkat kecerdasan contoh (r=0.174, p=0.039). Hubungan yang bersifat positif tersebut mengartikan semakin baik status gizi contoh yang diukur dengan indeks TB/U maka semakin tinggi tingkat kecerdasan yang diperoleh contoh. Akan tetapi tidak ada hubungan antara status gizi yang diukur dengan indeks IMT/U dengan tingkat kecerdasan contoh (r=0.096, p=0.256). Pengukuran status gizi dengan indeks TB/U untuk menggambarkan status gizi masa lampau, sedangkan pengukuran dengan indeks IMT/U menggambarkan status gizi masa kini. Tingkat kecerdasan seseorang merupakan kemampuan komulatif seseorang yang terus berkembang dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu asupan gizi sejak masa kecilnya. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu (Khomsan 2004). Berikut adalah Tabel 19 yang menyajikan sebaran contoh berdasarkan status gizi dan tingkat kecerdasan. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U) dan tingkat kecerdasan Status Gizi (IMT/U) Tingkat kecerdasan
Sangat kurus n % 2 1.4
n 11
% 7.7
n 54
0.7
1
0.7
5
0.7 2.8
7 19
4.9 13.4
Rata-rata Bawah rata1 rata Borderline 1 Total 4
Kurus
Baik
Total
Lebih
Obese
% 38.0
n 7
% 2.8
n 4
% 2.8
n 78
% 54.9
3.5
1
0
0
0
8
5.6
42 29.6 101 71.1
5 13
0.7 3.5
1 5
0.7 3.5
56 142
39.4 100
Ada beberapa literatur yang meneliti mengenai kaitan status gizi dengan kecerdasan anak, salah satunya yaitu pernyataan dari UNICEF (1998) dalam
24 Beban Ganda Masalah dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional (2005) dimana anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibandingkan rata-rata anakanak yang tidak stunted. Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah yang merupakan indikator adanya kurang gizi kronis (Depkes 2004). Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa kurang dari separuh (38%) contoh memiliki status gizi baik dengan tingkat kecerdasan rata-rata berdasarkan indeks IMT/U. Namun, sebesar 29.6% contoh dengan tingkat kecerdasan borderline dan 3,5% contoh yang berada dalam kategori tingkat kecerdasan di bawah rata-rata juga memiliki status gizi baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa contoh dengan status gizi baik memiliki proporsi tertinggi untuk setiap tingkat kecerdasan, baik rata-rata, bawah rata-rata maupun borderline. Selain itu, proporsi contoh terbanyak untuk setiap klasifikasi status gizi, yaitu obese, lebih, baik, kurus, dan sangat kurus memiliki tingkat kecerdasan rata-rata. Adapun persentase status gizi berdasarkan indeks TB/U paling banyak berada pada status normal untuk semua kategori tingkat kecerdasan, baik rata-rata, bawah rata-rata, maupun borderline. Hal tersebut juga berlaku untuk kategori tingkat kecerdasan, dimana tingkat kecerdasan kategori rata-rata merupakan persentase yang tertinggi untuk semua klasifikasi status gizi dengan indeks TB/U. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) dan tingkat kecerdasan Status Gizi (TB/U) Tingkat kecerdasan Rata-rata Bawah rata-rata Borderline Total
Sangat pendek n % 4 2.8 1 0.7 4 2.8 9 6.3
Pendek n 17 3 10 30
% 12.0 2.1 7.0 21.1
Normal n 57 4 42 103
% 40.1 2.8 29.6 72.5
Total n 78 8 56 142
% 54.9 5.6 39.4 100
Adapun penyederhanaan dari tabel diatas tersebut, maka sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) menjadi kategori pendek dan normal, sedangkan tingkat kecerdasan terdiri atas kategori rata-rata dan dibawah rata-rata yang ditunjukkan oleh Tabel 21 berikut. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) dan tingkat kecerdasan secara sederhana
Status Gizi (TB/U) Pendek Normal Total
Rata-rata (>90) n % 21 14.8 57 40.1 78 54.9
Tingkat Kecerdasan Bawah rata-rata Total (<90) n % n % 18 12.7 39 27.5 46 32.4 103 72.5 64 45.1 142 100
25 Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa persentase tertinggi contoh (40.1%) yang berstatus gizi normal berdasarkan indeks TB/U memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, atau lebih baik dibandingkan contoh yang memiliki status gizi pendek. Status Gizi dan Prestasi Belajar Apabila dilihat hubungan antara status gizi dan prestasi belajar menggunakan uji korelasi Pearson, maka ada kecenderungan untuk berhubungan secara signifikan (r=0.146, p=0.082) untuk pengukuran dengan indeks TB/U. Akan tetapi tidak terdapat hubungan dengan indeks IMT/U (r=0.058, p=0.489). Hal ini kurang sejalan dengan penelitian Mutiah (2012) yang mengungkapkan bahwa semakin baik status gizi siswa berdasarkan IMT/U dan TB/U menunjukkan siswa semakin berprestasi. Makanan memiliki pengaruh terhadap perkembangan otak, apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Anwar 2008). Kekurangan atau kelebihan zat-zat esensi gizi bisa mempengaruhi terjadinya learning disabilities (gangguan belajar), bekerja kurang, kesakitan sampai kematian. Masalah-masalah gizi yang terjadi di Indonesia masih sangat banyak antara lain Kekurangan Energi Protein (KEP), Anemia, Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) yang sangat mempengaruhi konsentrasi dan kemampuan belajar siswa (Depkes 2005). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U) dan prestasi belajar Status Gizi (IMT/U) Prestasi belajar Baik sekali Baik Cukup Kurang Total
Sangat kurus n % 0 0 1 0.7 3 2.1 0 0 4 2.8
Kurus n 0 11 6 2 19
Baik
% n 0 2 7.7 41 4.2 50 1.4 8 13.4 101
% 1.4 28.9 35.2 5.6 71.1
Lebih n 0 2 10 1 13
% 0 1.4 7.0 0.7 9.2
Obese n 0 4 1 0 5
% 0 2.8 0.7 0 3.5
Total n % 2 1.4 59 41.5 70 49.3 11 7.7 142 100
Berdasarkan Tabel 22, sebanyak 35.2% contoh dengan status gizi baik dan prestasi belajar cukup menurut indeks IMT/U, diikuti dengan persentase contoh yang memiliki status gizi baik dengan prestasi belajar baik sebanyak 28.9%. Selain itu, terdapat 7.7% contoh yang memiliki status gizi kurus namun memiliki prestasi belajar yang baik. Seperti halnya dengan tingkat kecerdasan (IQ), prestasi belajar seseorang banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Apabila status gizi seorang anak baik,
26 namun dari segi lingkungan seperti motivasi, intensitas belajar, sarana prasarana dan lain-lain tidak mendukung satu sama lain, maka kemampuan bawaan (fluid ability) seorang anak tidak dapat berkembang dengan baik dalam menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan saat berada di sekolah. Kemampuan penguasaan pelajaran inilah yang dinilai dalam bentuk skor atau angka prestasi belajar. Tabel 23 menunjukkan bahwa sebanyak 33.8% contoh yang memiliki status gizi normal dan prestasi belajar baik berdasarkan indeks TB/U. Selain itu diikuti persentase dengan selisih yang sedikit yaitu contoh yang memiliki status gizi normal dengan prestasi belajar yang cukup. Sama seperti pengukuran dengan indeks IMT/U, terdapat 11.3% contoh yang memiliki status gizi pendek namun memiliki prestasi belajar yang cukup. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (TB/U) dan prestasi belajar Status Gizi (TB/U) Prestasi belajar Baik sekali Baik Cukup Kurang Total
Sangat pendek n % 0 0 2 1.4 7 4.9 0 0 9 6.3
Pendek n 0 9 16 5 30
% 0 6.3 11.3 3.5 21.1
Normal n 2 48 47 6 103
% 1.4 33.8 33.1 4.2 72.5
Total n 2 59 70 11 142
% 1.4 41.5 49.3 7.7 100
Hal ini didukung oleh pernyataan Mutazalimah dan Asyanti (2009) yang menyatakan adanya faktor lain selain status gizi yang berhubungan dengan kecerdasan seperti motivasi belajar, intensitas belajar dan faktor genetik. Adapun faktor eksternal yang berpengaruh antara lain adalah lingkungan belajar, strategi pembelajaran dan sarana prasarana belajar. Dengan demikian, peluang bagi anak yang berstatus gizi kurang untuk memiliki kecerdasan yang baik, dan sebaliknya anak dengan status gizi baik tetapi tidak didukung oleh lingkungan yang mendukung juga akan memiliki kecerdasan kurang. Status Iodium dan Status Gizi Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan antara status iodium dengan status gizi contoh baik yang diukur berdasarkan indeks TB/U (r=0.134, p=0.113) maupun dengan indeks IMT/U (r=-0.120, p=0.154). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status iodium contoh belum tentu memiliki status gizi yang baik pula. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan Pendek, kurus dibandingkan teman-teman sebayanya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu (Khomsan 2004). Iodium merupakan salah satu zat gizi yang berperan dalam pertumbuhan. Senyawa T3 berfungsi mengontrol laju metabolisme basal sel. Selama terjadi proses tumbuh kembang, iodium sangat dibutuhkan untuk membantu produksi senyawa T3. Apabila kadar senyawa T3 kurang akibat kebutuhan iodium yang
27 tidak tercukupi, maka laju metabolisme basal sel akan rendah, sehingga proses tumbuh kembang menjadi terganggu dan terhambat. Salah satu cara pengukuran status gizi yang berhubungan dengan salah satu fungsi mineral iodium sebagai bagian hormon pertumbuhan yaitu dengan pengukuran status gizi berdasarkan indeks TB/U. Indeks TB/U memberikan gambaran status gizi di masa lalu, dimana jika anak mengalami defisiensi di masa lalu maka kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan fisik yang menyebabkan anak mengalami stunting (tubuh yang pendek). Sedangkan pengukuran status gizi IMT/U untuk mengukur keadaan kekurangan dan kelebihan gizi saat ini akibat konsumsi makronutrien seperti energi dan protein. Status gizi kurang seseorang tidak hanya ditentukan oleh defisiensi salah satu jenis zat gizi makronutrien atau mikronutrien saja, namun akumulasi dari beberapa jenis zat gizi yang berhubungan satu sama lain. Seperti hal nya dengan pernyataan Bakri et al (2002) dimana status gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata status iodium contoh berada pada kategori kelebihan (median EIU 291 μg/L). Persentase contoh perempuan (41.5%) yang memiliki kategori median EIU kelebihan tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan contoh lakilaki (41.6%). Pengukuran status gizi menggunakan indeks IMT/U yang menggambarkan status gizi saat ini dan indeks TB/U memberikan gambaran status gizi masa lalu. Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang tergolong normal baik menggunakan indeks IMT/U (71.1%) maupun indeks TB/U (72.5%). Cara mengukur kecerdasan anak dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan taraf kecerdasan (IQ). Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi belajar di sekolah. Lebih dari separuh contoh (54.9%) memiliki tingkat kecerdasan (IQ) berada pada kategori rata-rata dimana proporsi untuk contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perempuan untuk kategori ini. Apabila dilihat dari prestasi belajar, sebagian besar contoh memiliki prestasi belajar yang cukup (49.3%). Secara garis besar, prestasi belajar contoh laki-laki lebih baik daripada contoh perempuan yang didasarkan pada perbedaan proporsi contoh laki-laki dan perempuan pada kategori baik dan baik sekali. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan antara status iodium dengan kecerdasan, baik berdasarkan pengukuran melalui tingkat kecerdasan (r=0.091, p=0.283) maupun prestasi belajar (r=0.070, p=0.406). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik status iodium contoh belum tentu meningkatkan tingkat kecerdasan maupun kualitas prestasi belajar contoh. Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi yang diukur dengan indeks TB/U dengan tingkat kecerdasan (r=0.174, p=0.032). Akan tetapi, untuk
28 pengukuran status gizi dengan indeks IMT/U tidak terdapat hubungan dengan tingkat kecerdasan (r=0.096, p=0.256). Hal ini menunjukkan semakin baik status gizi masa lampau contoh yang diukur dengan indeks TB/U maka semakin baik pula tingkat kecerdasan contoh. Selain itu, ada kecenderungan untuk berhubungan signifikan antara status gizi dengan indeks TB/U dengan prestasi belajar (r=0.146, p=0.082) dan tidak terdapat hubungan status gizi dengan indeks IMT/U dengan prestasi belajar (r= 0.058, p=0.489). Status iodium tidak memiliki hubungan dengan status gizi contoh, baik dengan indeks TB/U (r=0.134, p=0.113) maupun indeks IMT/U (r=-0.120, p=0.154). Hal ini menunjukkan bahwa baik atau buruknya status gizi contoh belum tentu dapat ditentukan oleh status iodium yang dimilikinya. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait.
Saran Dalam penentuan status iodium pada penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan metode lain agar dapat dibandingkan pengaruhnya terhadap kecerdasan maupun dengan status gizi. Perlu dilakukan penelitian lebih dalam terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status iodium, status gizi dan kecerdasan. Pemerintah juga perlu memerhatikan status iodium yang anak usia sekolah di daerah pantai yang tidak merata, dimana ditemukan status iodium yang berlebihan namun ditemukan pula anak dengan status iodium defisiensi dengan cara peningkatan pengetahuan ibu akan konsumsi sumber iodium serta sosialisasi garam beriodium pada keluarga anak yang mengalami defisisensi iodium.
DAFTAR PUSTAKA Achadi E. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada. Agustina H. 2003. Alokasi waktu anak untuk leisure dan hubungannya dengan prestasi belajar siswa SD di kota Medan [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, IPB. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama Amare et al. 2012. Micronutrient levels and nutritional status of school children living in Northwest Ethiopia. Nutrition Journal, No 11, 2012: 108. Anwar H.M. 2008. Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkat Kualitas Tumbuh Kembang Anak. [internet]. [diacu 2013 Juni 15]. Tersedia dari: http://www.whandi.net/index.php. Arikunto S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta (ID): Bumi Aksara. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Penerbit Buku kedokteran EGC. Azwar S. 1996. Pengantar Psikologi Intelegensi. Jakarta (ID): Pustaka Pelajar.
29 Belachew et al. 2011. Food insecurity, school absenteeism and educational attainment of adolescents in Jimma Zone Southwest Ethiopia: a longitudinal study. Nutrition Journal, No 10, 2011: 29. Bitjoli et al. 2009. Identifikasi Kondisi dan Status Gizi Masyarakat Pesisir Kabupaten Halmahera Utara. Bogor Boeree GC. 2003. Intelligence and IQ. Shippenburg University. [internet]. [diacu 2013 April 20]. Tersedia dari: http://webspace.ship.edu/cgboer/intelligence. html. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Berita resmi statistik No. 06/01/Th. XVI. [diacu 5 Mei 2013]. Tersedia dari: http://jabar.bps.go.id/ Charoensiriwatana et al. 2010. Consuming iodine enriched eggs to solve the iodine deficiency endemic for remote areas in Thailand. Nutrition Journal, No 9, 2010: 68. Clifton et al. 2013. The impact of iodine supplementation and bread fortification on urinary iodine concentrations in a mildly iodine deficient population of pregnant women in South Australia. Nutrition Journal, No 12, 2013: 32. [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 1996. Gangguan akibat kekurangan iodium dan garam beriodium. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Djokomoeldjanto R. 1987. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dan Gondok Endemik. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, cetakan ke-4, Hal 449-454. Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford: Oxford University Press.Gropper et al. 2009 Gibney et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartona A [penerjemah]. Terjemahan dari: Public Health Nutrition. Jakarta (ID): EGC. Giedd J N. 2002. PBS Interview : Insides the Teenage Brain. [internet]. [diacu 2013 Juni 20]. Tersedia dari: http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/ shows/teenbrain/interviews/giedd.html. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Advenced Nutrition and Human Metabolism, Fifth Edition. USA: Wadsworth. Hardinsyah.1997. Ekonomi Gizi. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hartono. 2004. Identifikasi Faktor yang Diduga Berhubungan dengan Kejadian Gondok pada Anak Sekolah Dasar di Daerah Dataran Rendah (Studi di Kelurahan Kejayan Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan). Jurnal GAKI Indonesia (Indonesian Journal of IDD) Vol 3, No.1-3. [internet]. [diacu 2013 April 20]. Tersedia dari: http://www.idd_indonesia.net/. Hawadi RA. 2001. Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia. _____.2002. Identifikasi Keberbakatan Intelektual Melalui Metode Non-tes. Jakarta (ID): Grasindo. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. M. Tjandrasa, M. Zajarsih, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): Grasindo. Lemeshow S, David WH & Janelle K. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Pramoni D, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Press.
30 Lusiyana N. 2011. Pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi kaitannya dengan status gizi balita di desa Paberasan Kabupaten Sumenep [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Madanijah & Hirmawan. 2007. Faktor-faktor sosial ekonomi keluarga yang berhubungan dengan kejadian gondok pada murid SD. Jurnal Gizi dan Pangan, Vol 2, No 1, 2007: 47-55. Maharani P. 2012. Status iodium, status gizi, dan kecerdasan pada anak sekolah dasar di wilayah pegunungan kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Mardhiah H. 2010. Efektifitas metode bermain dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada siswa kelas VI SD Islam An-Nizam [skripsi]. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Masruroh A. 2011.Hubungan praktek pemberian ASI, pola konsumsi pangan, dan fasilitas belajar terhadap kecerdasan logika matematika anak SDN 09 pagi Jakarta Utara [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB Mc Wayne C. 2004. A multivariate examination of parent involvement and the social and academic competencies of urban kindergarten children. Psychology in the Schools. 41: 363-375. Mutalazimah & Asyanti S. 2009. Status iodium dan fungsi kognitif anak sekolah di SDN Kiyaran Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009: 50 – 60 Neisser U, Boodoo G, Bouchard Jr T J , Boykin A W, Brody N, Ceci S.J, Halpern DF et al. 1996. Intelligence: Knowns and Unknowns. [internet]. [diacu 2013 Juli 30]. Tersedia dari: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/ download?doi=10.1.1.134.1282&rep=rep1&type=pdf Ode CA. 2012. Pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan pada PT. BRI cabang Binjai [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Pamularsih, A. 2009. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa di Sekolah Dasar Negeri 2 Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Laporan Penelitian. [internet]. [diacu 2013 Juli 30]. Tersedia dari: http://etd.eprints.ums.ac.id/5923/1/J300060019.PDF. Papalia D E et al. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta (ID): Kencana. Pemerintah Kabupaten Karawang 2012. Karawang Dalam Angka 2012. [internet]. [diacu 2013 April 15]. Tersedia dari: http://karawangkab.go.id/2013-02-1503-29-32/2013-02-14-09-26-52/bab-1.html. Prihatini et al. 2001. Pengaruh status gizi terhadap kadar yodium urin setelah pemberian kapsul minyak beryodium pada anak sekolah dasar di daerah gondok endemik. Laporan penelitian Litbang Depkes. [internet]. [diacu 2013 Mei 20]. Tersedia dari: http://www.litbang.depkes.go.id/p3gizi/ Abstraklapen2001.html. Rina.2008. Konsumsi pangan, status gizi, dan prestasi belajar pada siswa-siswi SMA Assalaam Surakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Antropometri. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian,IPB
31 Rusnelly. 2006. Determinan kejadian GAKI pada anak sekolah dsar di dataran rendah dan dataran tinggi kota Pagar Alam Propinsi Sumatera Selatan [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Mila Rachmawati & Anna Kuswanti [penerjemah]. Terjemahan dari: Child Development, eleventh edition. Jakarta: Erlangga. Soemantri AG. 1978. Hubungan anemia kekurangan zat besi dengan konsentrasi dan prestasi belajar [tesis]. Semarang: Program pascasarjana, Universitas Diponegoro. Soekirman. 2003. Ilmu gizi dan aplikasinya. Untuk keluarga dan masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Soetjiningsih dan Suandi I.K.G. 2002. Gizi untuk Tumbuh Kembang Anak. In : Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia Ed. 1. Jakarta (ID): CV Sagung Seto. Suhardjo. 2003. Berbagai Pendidikan Gizi. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku kedokteran ECG. Suryabrata. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Susiana S. 2011. Faktor faktor yang berhubungan dengan ekskresi iodium (EIU) pada anak sekolah dasar di SDN 1 Sumberejo kecamatan Randublatung kabupaten Blora [skripsi]. Semarang : Universitas Diponegoro. Sutomo. 2007. Prestasi belajar anak yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syah M. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta (ID): Rajawali Press Syahbudin S. 2002. GAKI dan Usia. Jurnal GAKI Indonesia Volume 1, N0. 1. hal. 13 [UNICEF] The United Nations Children's Fund. 2008. Sustainable Elimination Of Iodine Deficiency. New York. www.unicef.org [WHO] World Health Organization. 2001. Assessment of IDD and monitoring their elimination, 2nd edition. Geneva. _____. 2007. BMI for age (5-19 years).[ internet]. [diacu 2013 April 20]. Tersedia dari: http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/. Wibowo R. 1994. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan anak prasekolah [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta : LIPI. Zimmermann et al, 2005, High thyroid volume in children with excess dietary iodine intakes, Am J Clinical Nutrition, 83:108-14.
32
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji statistik hubungan status iodium dengan kecerdasan Correlations Status Iodium Status Iodium
Kecerdasan
Pearson Correlation
1
.091
Sig. (2-tailed)
Kecerdasan
.283
N
142
142
Pearson Correlation
.091
1
Sig. (2-tailed)
.283
N
142
142
Lampiran 2 Hasil uji statistik hubungan status iodium dengan prestasi belajar Correlations Status Iodium Status Iodium
Pearson Correlation
Prestasi Belajar 1
.070
Sig. (2-tailed)
Prestasi Belajar
.406
N
142
142
Pearson Correlation
.070
1
Sig. (2-tailed)
.406
N
142
142
Lampiran 3 Hasil uji statistik hubungan status gizi dengan kecerdasan Correlations TB/U TB/U
Pearson Correlation
IMT/U 1
Sig. (2-tailed)
IMT/U
Kecerdasan *
.137
.174
.103
.039
N
142
142
142
Pearson Correlation
.137
1
.096
Sig. (2-tailed)
.103
N
142
.256 142
142
33 Kecerdasan
Pearson Correlation
.174
*
.096
Sig. (2-tailed)
.039
.256
N
142
142
1
142
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 4 Hasil uji statistik hubungan status gizi dengan prestasi belajar Correlations TB/U TB/U
Pearson Correlation
IMT/U 1
Sig. (2-tailed)
IMT/U
Prestasi Belajar
Prestasi Belajar
.137
.146
.103
.082
N
142
142
142
Pearson Correlation
.137
1
.058
Sig. (2-tailed)
.103
N
142
142
142
Pearson Correlation
.146
.058
1
Sig. (2-tailed)
.082
.489
N
142
142
.489
142
Lampiran 5 Hasil uji statistik hubungan status iodium dengan status gizi Correlations Status Iodium Status Iodium
Pearson Correlation
TB/U 1
Sig. (2-tailed)
TB/U
IMT/U
IMT/U
.134
-.120
.113
.154
N
142
142
142
Pearson Correlation
.134
1
.137
Sig. (2-tailed)
.113
N
142
142
142
-.120
.137
1
Sig. (2-tailed)
.154
.103
N
142
142
Pearson Correlation
.103
142
34
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara pasangan Bapak Franky Luntungan dan Ibu Herlinawati Chandra. Penulis dilahirkan di kota Bogor, 16 April 1991. Pendidikan penulis dimulai dari TK Baptis pada tahun 1996, SD Budi Mulia pada tahun 1997. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah ke SMPN 2 Bogor pada tahun 2003, dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi yaitu SMAN 3 Bogor pada tahun 2006. Tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiwa Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK sebagai mahasiswa Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama menjadi mahasiwa penulis aktif sebagai pengurus komisi pelayanan khusus (KOPELKHU) pada UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) tahun 2010-2011. Selain itu pada tahun yang sama, penulis juga aktif sebagai anggota pada klub kulinari sebagai klub dibawah naungan Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI). Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan baik yang diselenggarakan oleh HIMAGIZI, ILMAGI dan PMK. Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Lok Padi, Site Satui, Kalimantan Selatan yang bekerja sama dengan PT. Arutmin Indonesia pada Juni-Agustus 2012. Selain itu penulis juga pernah Internship Dietetic di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta pada Februari-Maret 2013.