KAITAN PERILAKU GIZI IBU DENGAN STATUS IODIUM, KECERDASAN KOGNITIF DAN TINGGI BADAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DAERAH PANTAI KABUPATEN KARAWANG
NURAYU ANNISA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kaitan Perilaku Gizi Ibu dengan Status Iodium, Kecerdasan Kognitif dan Tinggi Badan Siswa Sekolah Dasar di Daerah Pantai Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Nurayu Annisa NIM I14090093
ABSTRAK NURAYU ANNISA. KaitanPerilaku Gizi Ibu dengan Status Iodium, Kecerdasan Kognitif dan Tinggi Badan Siswa Sekolah Dasar di Daerah Pantai Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH dan LEILY AMALIA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kaitan perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi ibu dengan status iodium, kecerdasan kognitif (diukur dengan skor IQ dan prestasi belajar) dan tinggi badan pada siswa sekolah dasar di daerah pantai Kabupaten Karawang. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan contoh siswa-siswi sekolah dasar kelas 5 dan 6 serta ibu/pengasuh dari siswa dengan jumlah masing-masing sebanyak 142. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antar pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh; antara pengetahuan dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar anak; serta antara praktik gizi ibu/pengasuh dengan skor IQ anak (p<0.05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan status iodium dan tinggi badan anak; antara pengetahuan dan sikap gizi ibu/pengasuh dengan skor IQ anak; antara sikap gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar anak; antara status iodium dengan skor IQ anak, serta antara prestasi belajar dan tinggi badan anak (p>0.05). Kata kunci: kecerdasan kognitif, pengetahuan gizi, praktik gizi, sikap gizi dan status iodium.
ABSTRACT NURAYU ANNISA. Relation of Nutritional Behavior of Mother with Iodine Status, Cognitive Intelligence and height on Elementary School Children in the Coastal Area of Karawang District. Supervised by LILIK KUSTIYAH and LEILY AMALIA. This study aimed to analyze interelation between nutritional behavior (knowledge, attitude and practices) of mothers with iodine status, cognitive intelligent (measured by IQ scores and academic achievment) and height of elementary school students. The study design was cross sectional with subjects of elementary school students grade 5 and 6 and mothers/caregivers of the students with each number as many as 142. The result showed that there were significant correlations (p<0.05) between mothers’/caregivers’ nutrition knowledge and practices with academic achievement of children; mothers’/caregivers’ nutrition practices with IQ scores of children. There were no significant correlations (p>0.05) between knowledge, attitudes and practices of mothers/caregivers with iodine status and height of children; nutrition knowledge and attitude of mothers/caregivers with IQ scores of children; nutrition attitude of mothers/caregivers with academic achievment of children; and between iodine status with IQ scores, academic achievment and height of children. Key words: cognitive intelligence, nutrion knowledge , nutrion attitudes , nutrion practices and iodine status.
KAITAN PERILAKU GIZI IBU DENGAN STATUS IODIUM, KECERDASAN KOGNITIF DAN TINGGI BADAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DAERAH PANTAI KABUPATEN KARAWANG
Oleh: Nurayu Annisa I14090093
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kaitan Perilaku Gizi Ibu dengan Status Iodium, Kecerdasan Kognitif dan Tinggi Badan Siswa Sekolah Dasar di Daerah Pantai Kabupaten Karawang Nama : Nurayu Annisa NIM : I14090093
Disetujui oleh
Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Pembimbing I
Leily Amalia, STP, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga usulan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 di daerah Karawang ini adalah penilaian status iodium, dengan judul Kaitan Perilaku Gizi Ibu dengan Status Iodium, Kecerdasan Kognitif dan Tinggi Badan Siswa Sekolah Dasar di Daerah Pantai Kabupaten Karawang. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Ibu Dr Ir Lilik Kustiyah, M.Si pembimbing akademik dan skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan. 2. Ibu Leily Amalia, STP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini serta selaku ketua tim peneliti payung yang telah memberikan izin untuk menggunakan data penelitian. 3. Ibu Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS; Bapak Dr Hadi Riyadi, MS; Ibu Dr Ir Tin Herawati, SP, M.Si; Mbak Reisi Nurdiani SP, M.Si, sebagai tim peneliti payung yang telah membimbing dalam pengambilan data lapang 5. Bapak/Ibu guru, anak-anak sekolah dasar beserta ibu/pengasuhnya di SDN Jaya Mulya 1, SDN Cemarajaya 2, SDN Tempuran 1, SDN Ciparagejaya 2, SDN Sungai Buntu 1 dan SDN Dongkal 1 yang telah bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. 6. Para pembahas seminar yaitu Ronald Sinery, Karina Indah Pertiwi dan Meirisa Rahmawati. 7. Bapak dr Yudi Amiarno,SpU (ayah), Dra Ratih Puspitawati (ibu), dr Nurdita Kartika (kakak) dan Muhammad Yuda Prakoso (adik), serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya selama ini. 8. Teman-teman Pondok Ginastri (Ina Rahmawati, Fajar Na’imah, Anggi Widyawati, Aulia Anggraini, Risa Sawitri dan lainnya) yang selalu memotivasi dan mendoakan. 9. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 46 (Rammona Jayana, Sarah Yuneke, Nurmildawaty, Maya Utami W, Feranita Dwi P, Nabila Nabiha Z, Heti Sondari, Chairunnisa Utami, Noer Herlina Hanum, Sutyawan, Agustino) dan teman-teman satu perjuangan Gizi Masyarakat 46 lainnya. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Demikian yang penulis sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang penulis lakukan.Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Bogor, September 2013 Nurayu Annisa
DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Hipotesis KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Karakteristik Contoh Anak Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Perilaku Gizi Ibu/Pengasuh Pengetahuan gizi ibu/pengasuh Status Iodium Kecerdasan Kognitif Intelligence quotient score/skor IQ Prestasi belajar Tinggi Badan Hubungan Antar Variabel Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan status iodium contoh Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan skor IQ contoh Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar contoh Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan tinggi badan anak Status iodium dengan skor IQ dan prestasi belajar contoh Status iodium dengan tinggi badan contoh anak Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
i ii iii iv iv 1 1 2 3 3 3 3 3 6 6 6 7 8 10 11 11 12 12 14 15 18 19 20 21 22 23 23 24 26 27 27 28 29 30 30 31 38
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Variabel, jenis dan cara pengumpulan data Teknik penskoran data praktik gizi Sebaran contoh anak berdasarkan jenis kelamin dan usia Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pekerjaan ibu/pengasuh dan ayah Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan besar keluarga Sebaran contoh ibu/pengasuh menurut kategori pengetahuan gizi Jumlah dan persentase contoh ibu/pengasuh yang menjawab benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi Sebaran contoh ibu/pengasuh menurut kategori sikap gizi Jumlah dan persentase contoh ibu/pengasuh yang menjawab sesuai terhadap pertanyaan mengenai sikap gizi Sebaran contoh ibu/pengasuh menurut kategori praktik gizi Sebaran contoh ibu/pengasuh yang menjawab benar terhadap pertanyaan mengenai praktik gizi Sebaran contoh anak berdasarkan status iodium dan jenis kelamin Rata-rata kadar iodium dalam urin contoh anak berdasarkan jenis kelamin dan status iodium Sebaran contoh anak berdasarkan skor IQ dan jenis kelamin Rata-rata skor IQ contoh anak berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan rata-rata nilai UAS dan jenis kelamin Rata-rata nilai UAS contoh anak berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan z-score dan jenis kelamin Rata-rata z-score berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh ibu/pengasuh berdasarkan sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh Sebaran contoh menurut kategori status iodium anak dan tingkat pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh Sebaran contoh menurut kategori skor IQ anak, pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh Sebaran contoh menurut kategori prestasi belajar anak dan pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh Sebaran contoh menurut kategori z-score anak dan pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh Sebaran contoh menurut kategori status iodiumskor IQ dan prestasi belajar anak Sebaran contoh menurut kategori status ioium dan z-score anak
7 9 12 13 14 15 15 16 16 17 18 19 19 20 20 21 22 22 23 24 25 26 27 28 29 29
DAGTAR GAMBAR 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
5
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji normalitas variabel 2 Hasil uji hubungan antar pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh 3 Hasil uji hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengsuh dengan status iodium contoh anak 4 Hasil uji hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh dengan skor IQ contoh anak 5 Hasil uji hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh dengan prestasi belajar contoh anak 6 Hasil hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh dengan tinggi badan contoh anak 7 Hasil uji hubungan status iodium dengan kecerdasan kognitif dan tinggi badan contoh anak
34 34 35 35 36 36 37
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Seorang ibu memiliki peran penting dalam menentukan kualitas anak. Keterlibatan ibu dalam pola asuh makan seorang anak merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Berdasarkan Safawi (2009) dalam Dasuki et al (2011), keterlibatan kaum perempuan secara intensif dalam program penanggulangan gizi buruk bisa menjadi kunci dalam penanggulangan masalah gizi sehingga perilaku gizi ibu sangat diperlukan untuk meningkatkan status gizi anak. Perilaku seseorang dapat dinilai dari pengetahuan, sikap dan praktiknya (Notoatmodjo 2003). Menurut Moehji (2003), pengetahuan gizi ibu tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan dan kegunaan bahan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan sehingga makanan yang dikonsumsi oleh anak memenuhi kebutuhan gizi, termasuk iodium, untuk memacu pertumbuhan tubuhnya. Iodium merupakan salah satu zat gizi esensial yang ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam tubuh yaitu sekitar 0.00004% dari berat badan atau setara dengan 15–23 mg. Iodium merupakan bagian dari hormon tiroksin yang berfungsi dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Dengan demikian, Status iodium dalam tubuh bisa merupakan salah satu indikator pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga defisiensi iodium dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan, seperti kretinisme dan menurunnya perkembangan fungsi otak (intelektual). Berdasarkan data UNICEF (2012), pada tahun 2007 terdapat sekitar 81% kabupaten di Indonesia yang memiliki prevalensi anak pendek yang sangat tinggi. Adapun berdasarkan data Riskesdas (2010), sekitar 35.6% anak Indonesia usia sekolah mengalami kependekan akibat masalah gizi kronis yang terdiri dari 15.1% sangat pendek dan 20% pendek, dengan demikian diperkirakan terdapat sekitar 7.3 juta anak Indonesia yang mengalami kependekan (stunted). Menurut Carlos (1997), iodium dalam hormon tiroksin berperan sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolisme dan produksi panas tubuh serta membantu perkembangan kecerdasan anak. Kecerdasan anak dapat diukur dengan intellegence qutient score (skor IQ) dan memantau prestasi belajar anak tersebut. Defisiensi iodium terbukti dapat menurunkan nilai IQ rata-rata anak sebesar 13.5 poin (Gibney 2008). Menurut Almatsier (2009), seorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan mengalami kehilangan skor IQ sekitar 20 poin. Kekurangan iodium pada anak-anak menyebabkan kemampuan belajar yang rendah. Kondisi tersebut dapat menurunkan prestasi belajar anak. Tingkat iodium dalam tubuh seseorang dapat digambarkan dengan status iodium sebagai kurang, cukup atau berlebih. Pengukuran status iodium yang dipergunakan untuk menilai status iodium di masyarakat yaitu ekskresi iodium dalam urin (EIU). Berdasarkan data BPPN (2007), median EIU anak sekolah di Indonesia pada tahun 2003 adalah 22.9 µg/L dan tergolong defisiensi tingkat sedang; dan hanya 16.7% yang memiliki status iodium cukup dengan median EIU
2 berkisar 100 µg/L. Berdasakan data Riskesdas (2007), secara nasional, sekitar 12.9% anak usia sekolah di 30 kabupaten/kota memiliki kadar iodium urin <100 µg/L,dang tergolong defisiensi iodium ringan. Begitu juga di Kabupaten Karawang, sebanyak 12.7% anak usia sekolah memiliki kadar ekskresi iodium dalam urin (EIU) <100 µg/L atau berada pada kategori defisiensi iodium ringan. Defisiensi iodium biasanya terjadi di wilayah pegunungan. Topografi wilayah yang miring menjadikan kadar iodium dalam tanah yang berasal dari air hujan cenderung mengalir ke dataran di bawahnya sehingga iodium dalam tanah dan tanaman setempat cenderung rendah. Sementara itu, wilayah pantai memiliki sumber makanan kaya iodium, yaitu makanan laut. Dengan demikian masyarakat pantai, termasuk anak-anak, diduga memiliki status iodium yang cukup. Berdasarkan hal tersebut, diduga anak-anak pantai memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan intelegensi yang baik. Meskipun demikian, ketersediaan makanan sumber iodium bisa saja tidak berdampak pada pemenuhan kebutuhan pertumbuhan dan pekembangan anak yang baik jika tidak didukung dengan penyediaan makan yang baik oleh ibu. Penyediaan makan keluarga seringkali sangat tergantung pada pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu dalam rumah tangga. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, diperlukan penelitian untuk menganalisis kaitan perilaku gizi ibu dengan status iodium, kecerdasan kognitif dan tinggi badan siswa sekolah dasar di daerah pantai, dalam hal ini Kabupaten Karawang. Hasil penelitian di wilayah pegunungan Cianjur menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pengetahuan dengan sikap dan praktik gizi serta praktik gizi dengan penggunaan garam beriodium. Sementara itu, terdapat hubungan yang cukup signifikan antara sikap gizi dengan penggunaan garam beriodium dan praktik gizi dengan konsumsi pangan sumber iodium. Tidak terdapat hubungan antara sikap dengan praktik gizi, pengetahuan dan sikap gizi dengan konsumsi pangan sumber iodium serta pengetahuan gizi dengan penggunaan garam beriodium.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan pokokpokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antar perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi contoh ibu/pengasuh siswa sekolah dasar di daerah pantai Kabupaten Karawang. 2. Apakah terdapat hubungan yang siginifikan antara perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi ibu/pengasuh dengan status iodium, kecerdasan kognititf (skor IQ dan prestasi belajar) serta tinggi badan contoh siswa sekolah dasar di daerah pantai Kabupaten Karawang. 3. Apakah terdapat hubungan yang siginifikan antara status iodium dengan kecerdasan kognitif (skor IQ dan prestasi belajar) serta tinggi badan contoh siswa sekolah dasar di daerah pantai Kabupaten Karawang.
3 Tujuan Tujuan Umum Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kaitan perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi ibu/pengasuh dengan status iodium, kecerdasan kognitif dan tinggi badan siswa sekolah dasar di daerah pantai Kabupaten Karawang. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh anak dan keluarga (pendidikan ibu/pengasuh dan ayah, pekerjaan ibu/pengasuh dan ayah, pendapatan keluarga dan besar rumah tangga) 2. Mengidentifikasi perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi contoh ibu/pengasuh. 3. Mengidentifikasi kadar iodium dalam urin (status iodium), kecerdasan kognititf (skor IQ dan prestasi belajar) serta tinggi badan contoh anak. 4. Menganalisis hubungan antar perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi ibu/pengasuh; antara perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi ibu/pengasuh dengan status iodium anak, kecerdasan kognititf (skor IQ dan prestasi belajar) serta tinggi badan anak; serta status iodium dengan kecerdasan kognitif (skor IQ dan prestasi belajar) dan tinggi badan anak.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antar perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi contoh ibu/pengasuh 2. Terdapat hubungan antara perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) gizi contoh ibu/pengasuh dengan status iodium, kecerdasan kognititf (skor IQ dan prestasi belajar) dan tinggi badan contoh anak. 3. Terdapat hubungan antara status iodium dengan kecerdasan kognititf (skor IQ dan prestasi belajar) dan tinggi badan contoh anak.
KERANGKA PEMIKIRAN Perilaku seseorang dinilai dari tiga aspek, yaitu pengetahuan, sikap dan praktik. Pengetahuan, sikap dan praktik akan saling berhubungan sesuai dengan tahapan perubahan perilaku, yaitu pengetahuan akan menjadi suatu sikap dan kemudian menghasilkan suatu tindakan nyata, apabila tindakan dilakukan terusmenerus maka menjadi suatu tindakan kebiasaan dan akhirnya membentuk gaya hidup (Notoatmodjo 2003). Seorang ibu merupakan pengelola sebuah rumah tangga, mulai dari mengasuh dan mendidik anak hingga menentukan menu makanan bagi anggota rumah tangga. Seorang ibu dapat menjadi kunci dalam penanggulangan masalah
4 gizi. Perilaku gizi ibudalam menentukan penyediaan makanan rumah tangga akan memengaruhi konsumsi pangan secara umum dan pangan sumber iodium dari anggota rumah tangga. Di sisi lain, penyediaan pangan sumber iodium dipengaruhi oleh ketersediaan pangan sumber iodium di masing-masing daerah. Daerah pantai diduga mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai mengandung cukup banyak iodium. Jenis dan jumlah pangan yang disediakan oleh seorang ibu akan memengaruhi pola konsumsi dan asupan gizi anggota rumah tangga, termasuk anak. Asupan gizi tersebut kemudian akan berpengaruh terhadap status gizi dan status iodium serta pemanfaatan gizi oleh organ tubuh, termasuk otak, dalam menentukan kecerdasan kognitif anak. Ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang baik tentu akan memiliki pola asuh anak yang dapat meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak, termasuk status gizi, status iodium dan kecerdasan anak. Status gizi di antaranya dapat diukur dari berat badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, ataupun tinggi badan menurut umur. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dapat menjadi indikator status gizi seseorang dalam jangka waktu lama (Supariasa et al 2012). Status iodium dapat digunakan sebagai tolak ukur keadaan gizi suatu masyarakat. Iodium merupakan zat gizi mikro dan dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Tubuh manusia tidak dapat memproduksi iodium sehingga harus diperoleh melalui makanan. Oleh karena itu, status iodium tubuh sangat tergantung pada asupan iodium dari bahan makanan. Status iodium dapat diukur dengan menggunakan indikator ekskresi iodium dalam urin. Pengukuran kadar iodium dalam sampel urin merupakan pengukuran iodium yang sangat dapat dipercaya atau diandalkan karena sebagian besar (lebih dari 90%) iodium yang diabsorbsi dalam tubuh akhirnya akan diekskresi lewat urin (Gibson 2005). Status iodium akan memengaruhi kecerdasan kognitif dan tinggi badan. Iodiummerupakan bagian dari hormon tiroid yang berfungsi mengatur pertumbuhan dan perkembangan saraf otot pusat, pertumbuhan tulang dan perkembangan fungsi otak (Zimmerman et al 2009). Menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), kecerdasan anak dapat diukur dengan dua cara, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan atau intellegence quotient (IQ), sementara pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi belajar siswa. Status iodium, kecerdasan kognitif dan tinggi badan anak dipengaruhi oleh karakteristik pada anak tersebut, meliputi umur dan jenis kelamin. Secara keseluruhan kerangka pemikiran pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh; status iodium; kecerdasan kognitif dan tinggi badan pada anak sekolah dasar dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Karakteristik Keluarga Pendidikan ayah dan ibu/pengasuh Pekerjaan ayah dan ibu/pengasuh Pendapatan Keluarga Besar keluarga
Daerah Pantai
Ketersediaan Pangan Sumber Iodium
Perilaku Gizi Ibu/pengasuh Pengetahuan Gizi Ibu/pengasuh
Sikap Gizi Ibu/pengasuh
Kecerdasan kognitif Skor IQ PrestasiBelajar
Praktik Gizi Ibu/pengasuh
Status Iodium: Ekskresi Iodium dalam Urin(UIE)
Tinggi badan: Status gizi berdasarkan TB/U
Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang dianalisis
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
Penyediaan makan rumah tangga
Konsumsi Pangan dan Pangan Sumber Iodium
6
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan sebagian data penelitian “Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) pada Anak Sekolah Dasar: Studi tentang Konsumsi Pangan, Aspek Sosio-Budaya dan Prestasi Belajar di Wilayah dengan Agroekologi Berbeda” (Amalia et al 2013). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional, yaitu peneliti berusaha mengumpulkan berbagai informasi pada suatu waktu dan peneliti tidak melakukan atau memberikan intervensi apapun kepada contoh. Penelitian dilakukan di tiga kecamatan di Kabupaten Karawang, yaitu: Kecamatan Cibuaya, Pedes dan Tempuran. Pengambilan data dilakukan pada bulan September 2012. Kabupaten Karawang dipilih secara purposif yang didasarkan pada kondisi geografis sebagai wilayah pantai di Jawa Barat dan ketiga kecamatan lokasi penelitian dipilih berdasarkan prevalensi GAKI terbesar pada Kabupaten Karawang (Dinas Kesehatan setempat tahun 2008), yaitu Kecamatan Cibuaya sebesar 10%, Kecamatan Tempuran sebesar 11.5% dan Kecamatan Pedes sebesar 12.5%. Pemilihan sekolah tempat penelitian dibantu oleh Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Kabupaten Karawang. Keenam sekolah terpilih adalah SDN Jaya Mulya 1 dan SDN Cemarajaya 2 (Kecamatan Cibuaya), SDN Tempuran 1 dan SDN Ciparagejaya (Kecamatan Tempuran), serta SDN Sungai Buntu 1 dan SDN Dongkal 1 (Kecamatan Pedes).
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dari penelitian ini adalah siswa-siswi pada enam SDN beserta ibu/pengasuh dari siswa tersebut. Contoh dalam penelitian ini adalah siswa-siswi sekolah dasar (SD) kelas 5 dan 6 serta ibu/pengasuhnya. Perhitungan jumlah contoh minimal berdasarkan pada rumus untuk Cross Sectional Study menurut Lameshow et al (1997) yaitu: n = Z2(1-α/2)P(1-P) d2 2 n = 1.96 x 0.127 (1-0.127) = 42.6 0.12 Dimana: n Z(1-α/2) P d
= Besar sampel = Tingkat signifikansi pada 95% (α = 0.05) = 1.96 = Prevalensi anak dengan EIU < 100 µg/L di Kabupaten Karawang (12.7 % berdasarkan Riskesdas 2007) = presisi/tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.1)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh 43 contoh. Jumlah calon contoh yang kelas 5 dan 6 dari 6 SDN lokasi terpilih berjumlah 148 siswa, seluruhnya dilakukan pemeriksaan urin untuk status iodium dengan indikator kadar ekskresi iodium dalam urin (EIU) di Lab Pusat Penelitian GAKI, Magelang. Dari hasil
7 pemeriksaan status iodium tersebut didapati enam siswa yang memiliki nilai kadar EIU 0, maka ditetapkan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 142 siswa dan 142 ibu/pengasuh. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian initerdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh anak (identitas siswa, umur, jenis kelamin); sosial ekonomi keluarga (pendidikan ibu/pengasuh dan ayah, pekerjaan ibu/pengasuh dan ayah, pendapatan rumah tangga dan besar rumah tangga); pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh; IQ, kadar iodium urin serta antropometri (TB) contoh anak. Adapun data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan nilai rapor siswa SD yang diperoleh dari sekolah. Variabel, jenis data dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data Kelompok Contoh
Ibu/pengasuh
Siswa SD
Variabel
Jenis Data
Karakteristik sosial ekonomi keluarga Pendidikan ibu/pengasuh dan ayah Pekerjaan ibu/pengasuh dan ayah Pendapatan keluarga Besar rumahtangga Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh Karakteristik contoh Identitas siswa Umur Jenis Kelamin Antropometri Tinggi Badan (TB) Prestasi belajar Nilai UAS siswa semester terakhir (Mata pelajaran : Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS) Skor IQ
Primer
Kadar iodium Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU)
Primer
Primer
Sekunder
Primer
Cara Pengumpulan Data Wawancara langsung ibu/pengasuh contoh dengan menggunakan kuesioner
Wawancara langsung contoh dengan menggunakan kuesioner menggunakan microtoise Data sekunder dari sekolah
Tes IQ olehPsikolog dengan metode Culture Fair Intellegence Test (CFIT 2A) Sampel urin
Data primer diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner kepada contoh anak dan ibu/pengasuh. Data antropometri berat tinggi badan anak dilakukan dengan cara pengukuran langsung menggunakan microtoise. Kuesioner yang digunakan telah diujicobakan sebelumnya pada anak dan ibu-ibu yang berada di sekitar kampus IPB Dramaga.
8 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan melalui tahapan pengeditan (editing) yang dilakukan dengan cara mengecek kelengkapan data, pengkodean (coding) yang dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data, pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan bahwa data yang dimasukkan telah lengkap.Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statitical Program for social Sciences (SPSS) versi 16.0. Analisis data yang digunakan meliputi analisis deskriptif, uji normalitas serta uji korelasi Spearman dan Pearson. Data umur yang didapat dikelompokkan menjadi anak-anak (9–12 tahun) dan remaja awal (13–14 tahun) (Hurlock 2004). Data pendidikan orang tuadibagi dalam enam kelompok, yaitu: tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan diploma (D3)/perguruan tinggi (PT). Data pekerjaan orang tua dikelompokkan menjadi petani, nelayan, pedagang, buruh tani, buruh nelayan, buruh non tani, PNS/ABRI, wiraswasta, ibu rumah tangga (IRT), tidak bekerja dan lainnya. Pendapatan keluarga merupakan total penghasilan yang didapatkan semua anggota keluarga (ayah, ibu, anak atau anggota keluarga lainnya) per bulannya dalam bentuk uang dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pengkategorian data pendapatan didasarkan pada Garis kemiskinan (GK) Jawa Barat tahun 2012 yaitu Rp242 104/kap/bulan (BPS Jawa Barat 2013). Berdasarkan Puspitawati (2010), data pendapatan keluarga dapat dikelompokkan menjadi miskin (<1GK), hampir miskin (1GK–2GK) dan menengah ke atas (>2GK). Data besar keluarga dikelompokkan menjadi kecil (≤4 orang), sedang (5–6 orang) dan besar (≥7 orang) (Hurlock 1998). Data pengetahuan gizi ibu/pengasuh diukur dengan menggunakan 10 pertanyaan mengenai garam beriodium dan GAKI. Jawaban benar diberi nilai 10 dan jawaban yang salah diberi nilai 0. Dengan demikian skor minimal adalah 0 dan skor maksimal adalah 100. Berdasarkan Khomsan (2000), tingkat pengetahuan gizi dikategorikan menjadi tiga, yaitu kurang (jika skor <60), sedang (jika skor 60–80) dan baik (jika skor ≥80). Data sikap gizi ibu/pengasuh diukur dengan menggunakan 10 pernyataan mengenai garam beriodium. Skor untuk jawaban sesuai adalah 2, ragu-ragu adalah 1 dan jawaban tidak sesuai adalah 0. Dengan demikian skor minimum adalah 0 dan skor maksiumum adalah 20. Tingkat sikap gizi ibu/pengasuh dihitung dengan membandingkan jumlah skor yang diperoleh dengan jumlah skor maksimum dikalikan 100. Berdasarkan Alibas (2002), data sikap gizi ibu/pengasuh dapat dikategorikan menjadi negatif jika skor<75 dan positif jika skor ≥75. Data praktik gizi/pengasuh merupakan cara ibu/pengasuh dalam pengelolaan garam beriodium yang terdiri dari pemilihan pangan serta jenis garam dan cara menggunakan garam beriodium yang diukur dengan menggunakan 12 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan didalam kuesioner memiliki skor nilai dengan rentang antara 0–2. Teknik penskoran praktik gizi ibu/pengasuh dapat dilihat pada Tabel 2. Tingkat praktik gizi ibu/pengasuh dihitung dengan cara membandingkan jumlah skor yang diperoleh dengan skor maksimum dikalikan 100. Data praktik gizi ibu/pengasuh kemudian dikategorikan sebagai kurang (jika skor <60), sedang (jika skor 60–80) dan baik (jika skor >80) (Khomsan 2000).
9 Tabel 2 Teknik penskoran data praktik gizi No. 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
Pertanyaan Media sebagai sumber informasi mengenai iodium Jenis lauk pauk yang dikonsumsi Konsumsi ikan laut dalam satu bulan Konsumsi kol dalam satu minggu Konsumsi singkong dalam satu minggu Konsumsi garam beriodium Konsumsi garam contoh dalam sehari Alasan membeli garam
Tempat ibu membeli garam beriodium Cara memasukkan garam beriodium saat pemasakan
11
Cara mengetahui garam beriodium
12
Tindakan yang dilakukan ketika ada anggota keluarga yang terkena gondok
0 0 media
Skor 1 1-2 media
0 lauk-pauk
1-2 jenis lauk
0 kali/bln
1-3 kali/bln
>2 jenis lauk pauk >3 kali/bln
>2 kali/minggu
1-2 kali/minggu
<1 kali/minggu
>2 kali/minggu
1-2 kali/minggu
<1 kali/minggu
Tidak pernah <2.5 g/kap/hari
Kadang-kadang
Setiap hari ≥2.5 g/kap/hari
-
Selain jawaban dapat mencegah gondok
-
-
-
Saat masakan belum matang atau saat masakan dimasak Bentuknya
Jawaban selain dibawa ke puskesmas/ dokter/mantri/ bidan
2 >2 media
Dapat mencegah gondok Semua jawaban Saat masakan sudah matang
-
Harganya
-
Keterangan dalam kemasannya Dibawa ke puskesmas/ dokter/mantri/ bidan
Status iodium diukur dengan menggunakan indikator ekskresi iodium dalam urin (EIU) yang diklasifikasikan menjadi defisiensi iodium berat (<20 µg/L), defisiensi iodium sedang (20–49 µg/L), defisiensi iodium ringan (50–99 µg/L), status iodum normal (100–200 µg/L), lebih (201–299 µg/L) dan status iodium berlebihan (>300 µg/L) (Gibney et al 2008). Mengingat data status iodium yang sangat beragam, dalam penelitian ini, status iodium contoh dikategorikan menjadi dua, yaitu sebagai tidak normal dan normal. Kategori tidak normal meliputi status iodium defisiensi berat, defisiensi sedang, defisiensi ringan, lebih dari cukup dan iodium berlebihan; sedangkan kategori normal merupakan contoh yang tergolong ke dalam kategori status iodium normal. Pengkategorian tersebut juga dilakukan karena status iodium yang kurang maupun berlebih memberi dampak kerusakan fungsi tubuh yang relatif sama. Kecerdasan kognitif contoh dilihat dari intelligence quoatient score (skor IQ) dan prestasi belajar. Berdasarkan Sumarwan dan Mutmainah (1996) yang sesuai dengan standar Stanford-Binet, data skor IQ diklasifikasikan menjadi di
10 bawah normal (<90), normal (90-109) dan di atas normal (>109). Berdasarkan Syah (2010), data prestasi belajar dapat diklasifikasikan menjadi kurang (<60), cukup (60–69), baik (70–79) dan sangat baik (>80). Data tinggi badan diukur dengan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) berdasarkan WHO (2012) dalam Gibney et al (2008), yaitu sangat pendek (z<-3), pendek (-3≤z<-2), normal (-2≤z≤+2).
Definisi Operasional Daerah pantai adalah daerah yang menjadi batas antara lautan dan daratan. Contoh adalah siswa SD kelas 5 dan 6 serta ibu/pengasuh dari siswa di Kabupaten Karawang. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh ayah dan ibu/pengasuh, dikelompokkan sebagai tidak sekolah, tidak tamat SD, SD,SLTP, SLTA, D3/PT. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu/pengasuh yang dibagi dalam 11 jenis pekerjaan. Pendapatan rumah tangga adalah penghasilan yang diterima oleh keluarga diperoleh dari total penghasilan dari anggota keluarga yang bekerja yang diklasifikasikan menjadi miskin (
Rp484 208 /kap/bulan) didasarkan garis kemiskinan Jawa Barat tahun 2012. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal satu rumah dan hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama dan dikelompokkan menjadi kecil (≤4 orang), sedang (5–6 orang) dan besar (≥7 orang). Pengetahuan gizi ibu/pengasuh adalah kemampuan contoh ibu/pengasuh dalam memahami tentang gizi yang diklasifikasikan menjadikurang (skor <60), sedang (skor 60–80) dan baik (skor >80). Sikap gizi ibu/pengasuh adalah perasaan, keyakinan dan kecenderungan contoh ibu/pengasuh untuk bertindak atau berperilaku terhadap gizi yang diklasifikasikan menjadi negatif (skor <75) dan positif (skor ≥75). Praktik gizi ibu/pengasuh adalah tindakan yang dilakukan oleh contoh ibu/pengasuh mengenai gizi yang diklasifikasikan menjadi kurang (skor <60), sedang (skor 60–80) dan baik (skor >80). Status Iodium adalah kadar median iodium urin contoh anak yang diklasifikasikan menjadi defisiensi iodium berat (<20 µg/L), defisiensi iodium sedang (20–49 µg/L), defisiensi iodium ringan (50–99 µg/L), status iodum ideal (100–200 µg/L), lebih dari cukup (201–299 µg/L) dan status iodium berlebihan (>300 µg/L). Kecerdasan kognitif adalah kemampuan contoh anak dalam melakukan abstraksi serta berpikir secara tepat untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru yang digambarkan dengan skor IQ dan prestasi belajar. Skor IQ adalah nilai IQ contoh anak yang diperoleh berdasarkan hasil test IQ yang dilakukan dengan tes Culture Intelligence Fair Test (CIFT) yang diklasifikasikan menjadi di bawah normal (<90), normal (90-109) dan di atas normal (>109). Prestasi Belajar adalah nilai rata-rata dari nilai rapor dan nilai ujian akhir semester (UAS) semester terakhir contoh anak meliputi mata pelajaran
11 Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS yang diklasifikasikan menjadi kurang (<60), cukup (60–69), baik (70–79) dan sangat baik (>80). Tinggi badan adalah ukuran linear contoh anak yang digambarkan dengan status gizi berdasarkan indikator TB/U yaitu sangat pendek (z<-3), pendek (3≤z<-2) dan normal (-2≤z≤+2).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Kabupaten Karawang terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kabupaten Karawang terletak antara 5o56` - 6o34` Lintang Selatan dan 107o02`-107o40` Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Kabupaten Subang Sebelah Tenggara : Kabupaten Purwakarta Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur Sebelah Barat : Kabupaten Bekasi Luas wilayah Kabupaten Karawang 1753.27 km2 atau 3.73% dari luasProvinsi Jawa Barat dan terbagi menjadi 30 (tiga puluh) kecamatan dengan jumlahdesa sebanyak 297 dan 12 kelurahan (Karawang Dalam Angka 2012). Kabupaten Karawang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara sehingga secara umum kondisi fisiografi didominasi oleh daerah yang relatif datar, dengan variasi ketinggian 0–5 m diatas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar berupa dataran pantai yang luas(Karawang Dalam Angka 2012). Keadaan hidro-oceanografi Kabupaten Karawang yaitu dilalui oleh aliran sungai yang melandai ke utara. Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bekasi, sedangkan Sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Kabupaten Karawang mempunyai panjang pantai sekitar 84.32 kmyang membentang di sembilan wilayah kecamatan (Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Tempuran, Pedes, Cilebar, Cibuaya,Tirtajaya, Batujaya, dan Pakisjaya). Laut teritorial kabupaten sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah yaitu seluas 4 mil dari pasang surut terendah, dengandemikian dapat diketahui luas laut keseluruhan Kabupaten Karawang adalah ±621.27 km². Pantai Karawang termasuk ke dalam Pantai Utara yang memiliki kondisitopografi laut/batimetri yang relatif mendatar/landai. Secara umum perairanKabupaten Karawang mempunyai kedalaman berkisar antara 0-20 m. Pada bagian pinggir pantai mempunyai kedalaman antara 0-5 m (Karawang Dalam Angka 2012). Jumlah penduduk Kabupaten Karawang pada tahun 2008 tercatat berjumlah 2 094 408 jiwa. Jumlah ini meningkat sebesar 38 939 jiwa atau 1.89%dari tahun 2007, yang pada saat itu jumlah penduduknya berjumlah 2 055
12 469jiwa. Pembagian jumlah penduduk antara pria danwanita tidak terlalu jauh berbeda, yaitu 1 060 919 jiwa pria dan 1 033 489 jiwawanita. Sex ratio penduduk Kabupaten Karawang adalah 10 265 yang artinya penduduk laki-laki hampir sebanding dengan penduduk perempuan. Dengan luas Kabupaten Karawang sebesar 175927 km², maka kepadatan penduduk per km² sebesar 1103 jiwa (Karawang Dalam Angka 2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Karawang tahun 2003, prevalensi GAKI di Kecamatan Majalaya sebesar 5.7%, Kecamatan Pangkalan sebesar 5.6%, Kecamatan Cimalaya Kulon sebesar 5.7%, Kecamatan Banyu Sari sebesar 6.2% dan Kecamatan Pakis Jaya sebesar 9.7%. Pada tahun 2008, prevalensi GAKI di Kecamatan Pangkalan sebesar 8.1%, Kecamatan Teluk jambe sebesar 6.5%, Kecamatan Purwasari sebesar 12.5%, Kecamatan Tegalsari sebesar 7.8%, Kecamatan Tempuran sebesar 11.5%, Kecamatan Pedes sebesar 12.5% dan Kecamatan Cibuaya sebesar 10%.
Karakteristik Contoh Anak Contoh anak dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 5 dan 6 SD, berjumlah 142 siswa dengan kisaran usia antara 9–14 tahun. Contoh anaktergolong kategori anak-anak (9-12 tahun) dan remaja awal (13-14 tahun) berdasarkan Hurlock (2004). Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh anak berdasarkan jenis kelamin dan usia Karakteristik contoh Jenis Kelamin: -Laki-laki -Perempuan Total Umur: -Anak-anak (9-12 tahun) -Remaja awal (13-14 tahun) Total Rata-rata±sd (tahun)
n
%
65 77 142
46 54 100.0
132 10 142 12±1
93 7 100.0
Rata-rata usia contoh anak adalah 12±1 tahun. Sebagian besar (93%) contoh adalah anak-anak yaitu 9-12 tahun. Sebanyak 54% contoh anak adalah perempuan dan 46% laki-laki.
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh meliputi pendidikan ibu/pengasuh dan ayah, pekerjaan ibu/pengasuh dan ayah, pendapatan keluarga dan besar rumah tangga. Keluarga adalah institusi pertama yang dikenal oleh anak, maka tidak mengherankan jika apa yang terjadi dan berlangsung di dalam keluarga akan menentukan bagaimana kualitas anak yang terbentuk (Hastuti 2009). Pendidikan ibu/pengasuh dan ayah merupakan tahapan pendidikan formal yang
13 dapat dicapai oleh ibu/pengasuh dan ayah. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orang tua disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan dan pekerjaan ibu/pengasuh dan ayah Sosial-Ekonomi Keluarga
Ayah
Ibu/pengasuh n %
n
%
14 70 40 8 8 2 142
9.9 49.3 28.2 5.6 5.6 1.4 100.0
8 80 41 10 3 0 142
5.6 56.3 28.9 7.0 2.1 0 100.0
13 20 22 18 21 11 1 10 0 7 19 142
9.2 14.1 15.5 12.7 14.8 7.7 0.7 7.0 0 4.9 13.4 100.0
8 0 35 10 0 3 1 0 85 0 0 142
5.6 0 24.6 7.0 0.0 2.1 0.7 0 59.9 0 0 100.0
Pendidikan orang tua (tahun) -Tidak sekolah (0) -Tidak tamat SD (≤6) -SD (≤9) -SMP (≤12) -SMA (≤15) -D3/PT (>15) Total Pekerjaan orang tua -Petani -Nelayan -Pedagang -Buruh tani -Buruh nelayan -Buruh non tani -PNS/ABRI -Wiraswasta -Ibu rumah tangga -Tidak bekerja -Lainnya Total
Pendidikan ibu/pengasuh dan ayah paling besar berada pada sebaran tidak tamat sekolah dasar (SD), baik ibu/pengasuh sebanyak 56.3% maupun ayah sebanyak 49.3%. Hanya 1.4% ayah yang berhasil mencapai jenjang diploma (D3)/perguruan tinggi (PT). Pendidikan formal dapat membentuk kematangan berpikir seseorang dan pada umumnya kematangan berpikir dapat membentuk kematangan sosial emosi seseorang yang nantinya juga akan membentuk perilakunya berinteraksi dengan anaknya (Hastuti 2009). Jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh ayah yaitu pedagang (15.5%) dan diikuti dengan selisih yang sedikit pada pekerjaan buruh nelayan (14.8%) dan nelayan (14.1%). Kondisi geografis Kabupaten Karawang yaitu wilayah pesisir pantai merupakan salah satu faktor banyaknya ayah yang bekerja sebagai pedagang hasil laut ataupun nelayan. Sedangkan sebagian besar ibu/pengasuh (59.9%) merupakan ibu rumah tangga (IRT) dan terdapat 24.6% ibu/pengasuh bekerja sebagai pedagang hasil laut. Rataan dari pendapatan keluarga adalah Rp 391 991±485 430/kap/bulan dengan pendapatan terendah sebesar Rp 17 143/kap/bulan dan yang tertinggi sebesar Rp 4 000 000/kap/bulan. Setengah dari keluarga contoh (50%) berada pada kategori miskin (
14 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan besar keluarga Sosial-Ekonomi n % Pendapatan (Rp/Kap/Bulan) -Keluarga miskin (<242 104) 71 50 -Keluarga hampir miskin (242 104-484 208) 36 25.4 -Keluarga menengah ke atas (>484 208) 35 24.6 Total 142 100.0 Rata-rata±sd (Rp/Kap/Bulan) 391 991±485430 Besar Keluarga -Keluarga kecil (≤4 orang) 69 48.6 -Keluarga sedang (5-6 orang) 61 43.0 -Keluarga besar (≥7 orang) 12 8.5 Total 142 100.0 Rata-rata±sd 5±1 Pendapatan memiliki keterkaitan dengan masalah gizi kurang yang dapat dijelaskan dengan hukum Engel, yaitu pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin mengecil dan sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat. Konsumsi pangan yang tidak beragam secara terus-menerus akan memengaruhi status gizi seseorang (Soekirman 2000). Berdasarkan Suhardjo (1989) pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan, terkadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan ialah pangan yang dimakan itu lebih mahal. Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Sebesar 58.6% keluarga contoh berada pada kategori kecil (≤4 orang). Rataan keluarga contoh adalah 5±1. Jumlah minimal keluarga contoh adalah 3 dan jumlah maksimal adalah 8. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 5. Menurut Suhardjo (1989), hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut.
Perilaku Gizi Ibu/Pengasuh Perilaku (manusia) adalah seluruh kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat terlihat oleh orang lain maupun yang tidak terlihat. Perilaku terbagi ke dalam 3 domain, yaitu kognitif, affektif, dan psikomotor. Ketiga domain ini dapat dinilai dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik (practice) (Notoatmodjo 2003).
15 Pengetahuan gizi ibu/pengasuh Pengetahuan gizi contoh ibu/pengasuh merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat. Nilai pengetahuan gizi contoh ibu/pengasuh memiliki keragaman, yaitu dari nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 100. Rata-rata pengetahuan gizi contoh ibu/pengasuh adalah 67±19.4. Pada Tabel 6 disajikan tingkat pengetahuan gizi contoh ibu/pengasuh. Tabel 6 Sebaran contoh ibu/pengasuh menurut kategori pengetahuan gizi Kategori -Kurang (<60) -Sedang (60-80) -Baik (>80) Total Rata-rata±sd
n 32 53 57 142
% 22.5 37.3 40.1 100.0 67±19
Pada Tabel 6 terlihat bahwa terdapat 40.1% contoh ibu/pengasuh yang memiliki pengetahuan gizi baik dengan skor ≥80. Jika dilihat pada tingkat pendidikan, sebanyak 56.3% contoh ibu/pengasuh tidak tamat SD. Tingkat pendidikan contoh ibu/pengasuh yang rendah belum tentu berdampak pada pengetahuan gizinya, karena pengetahuan gizi dapat berasal dari banyak sumber informasi seperti televisi, penyuluhan gizi dan lainnya. Tabel 7 No 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah dan persentase contoh ibu/pengasuh yang menjawab benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi
Pertanyaan Pengetahuan Gizi Penyakit gondok disebabkan karena kurang makan telur Ikan laut kaya akan gizi iodium Kurang iodium dapat menyebabkan anak tidak cerdas Garam krosok lebih baik daripada garam beriodium Terlalu banyak makan kol (kubis) dapat menyebabkan gondok Gondok adalah penyakit berbahaya sehingga harus dicegah dan diobati Gangguan yang dapat ditimbulkan akibat kekurangan iodium adalah cebol, kerdil, gondok dan bodoh 8 Kekurangan iodium dapat dicegah dengan makan makanan yang berasaldari laut dan mengkonsumsi garam beriodium 9 Penyakit gondok tidak hanya terjadi pada anak-anak 10 Kita dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beriodium sebanyak 1 sendok teh per hari
n 65 98 118 70 53 136
% 45.8 69 83.1 49.3 37.3 95.8
109
76.8
119
83.8
71
50
108
76.1
Sebaran contoh ibu/pengasuh yang menjawab benar pada tingkat pengetahuan gizi disajikan pada Tabel 7. Dari 10 pertanyaan yang diberikan, terdapat enam (6) pertanyaan yang banyak dijawab benar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah ikan laut kaya akan gizi iodium (69%); kurang iodium dapat menyebabkan anak tidak cerdas (83.1%); gondok adalah penyakit berbahaya sehingga harus dicegah dan diobati (95.8%); gangguan yang dapat ditimbulkan akibat kekurangan iodium adalah cebol, kerdil, gondok dan bodoh (76.8%);
16 kekurangan iodium dapat dicegah dengan makan makanan yang berasal dari laut dan mengonsumsi garam beriodium (83.8%) serta kita dianjurkan untuk mengonsumsi garam beriodium sebanyak satu sendok teh per hari (76.1%). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan (Notoatmodjo 2003). Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang kontribusi gizi dan berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan produktivitas (Soekirman 2000). Sikap gizi ibu/pengasuh Sikap gizi contoh ibu/pengasuh adalah perasaan, keyakinan dan kecenderungan untuk bertindak/berperilaku terhadap gizi. Nilai terendah sikap gizi contoh ibu/pengasuh sebesar 33.3 dan nilai tertingginya 73.3. Rata-rata sikap gizi sebesar 53±7. Pada Tabel 8 disajikan tingkat sikap gizi contoh ibu/pengasuh. Tabel 8 Sebaran contoh ibu/pengasuh menurut kategori sikap gizi Kategori n % -Negatif (<75) -Positif (≥75) Total Rata-rata±sd
142 0 142 53±7
100.0 0 100.0
Berdasarkan Tabel 8, semua (100%) contoh ibu/pengasuh memiliki sikap gizi negatif dengan nilai ≥75. Pengetahuan gizi yang tinggi belum tentu dapat menentukan sikap gizi yang positif pula. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertindak. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutupdari seseorang terhadap stimulus atau objek, untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas (Notoatmodjo 2007). Pada Tabel 9 disajikan sebaran contoh ibu/pengasuh yang menjawab benar pada tingkat sikap gizi. Tabel 9 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah dan persentase contoh ibu/pengasuh yang menjawab sesuai terhadap pertanyaan mengenai sikap gizi
Pertanyaan Sikap Gizi Penyakit gondok bukan penyakit karena kutukan Sering mengonsumsi ikan laut adalah baik untuk mencegah gondok Anak harus cerdas dan sehat Garam beriodium harus tersedia di dapur setiap hari Makan sayuran tiap hari penting agar sehat dan buang air besar (BAB) lancer Sumber protein hewani (daging, telur, ikan) perlu ada dalam menu makanan sehari-hari Bila ada keluarga yang terkena gondok, harus segera dibawa ke dokter Garam beriodium terasa kurang asin dibandingkan dengan jenis garambiasa/krosok Garam beriodium lebih mahal dibandingkan garam biasa/krosok Garam beriodium lebih banyak manfaatnya dibandingkan garam biasa/krosok
n % 23 16.2 19 13.4 47 33.1 4 2.8 1 0.7 63 44.4 3
2.11
104 73.2 100 70.4 4 2.8
17 Dari 10 pernyataan yang diberikan, hanya dua (2) pernyataan yang banyak dijawab benar yaitu garam beriodium terasa kurang asin dibandingkan dengan jenis garam biasa/krosok dan garam beriodium lebih mahal dibandingkan garam biasa/krosok. Dua pertanyaan yang banyak dijawab benar oleh contoh ibu/pengasuh tersebut dapat menjelaskan sikap gizi ibu/pengasuh yang negatif. Menurut Maria (2012), faktor yang dapat memengaruhi sikap seseorang adalah pengalaman pribadi dan kebudayaan. Ibu/pengasuh memiliki pengalaman mengenai rasa garam beriodium yang terasa kurang asin dan harganya yang lebih mahal dibandingkan garam biasa/krosok. Hal tersebut dapat menjadi suatu kebudayaan bagi ibu untuk lebih memakai garam biasa/krosok. Praktik gizi ibu/pengasuh Praktik gizi contoh ibu/pengasuh adalah tindakan yang dilakukan oleh ibu/pengasuh mengenai gizi. Nilai terendah dari praktik gizi contoh ibu/pengasuh sebesar 37.5 dan nilai tertinggi 79.2 dengan rata-ratasebesar 59±9.3. Berdasarkan Tabel 10, sebanyak 59.9% contoh ibu/pengasuh memiliki praktik gizi kurang dan tidak ada contoh ibu/pengasuh yang memiliki praktik gizi baik. Tabel 10 Sebaran contoh ibu/pengasuh menurut kategori praktik gizi Kategori -Kurang (<60) -Sedang (60-80) -Baik (>80) Total Rata-rata±sd
n 85 57 0 142 59±9
% 59.9 40.1 0.0 100.0
Berdasarkan Tabel 11, dari 12 pertanyaan yang diberikan terdapat lima (5) pertanyaan yang dapat dijawab benar oleh lebih dari 50% contoh ibu/pengasuh. Adapun jenis-jenis praktik gizi yang sering dilakukan contoh ibu/pengasuh adalah jenis lauk-pauk yang sering dikonsumsi (95.1%), konsumsi ikan laut pada rumah tangga kali/bulan (73.9%), setiap hari keluarga ibu mengonsumsi garam beriodium (83.1%), tempat ibu membeli garam beriodium (100%) dan penanganan jika ada anggota keluarga atau tetangga yang terkena gondok (97.2%). Banyaknya pertanyaan yang mampu dijawab benar oleh contoh ibu/pengasuh menunjukkan praktik gizi ibu/pengasuh yang masih kurang. Hal ini dapat terjadi dikarenakan ada faktor yang memengaruhinya, antara lain sikap gizi yang masih kurang, selain itu sumber informasi mengenai garam beriodium yang masih kurang. Menurut Notoatmodjo (2003), praktik adalah respon seseorang terhadap suatu rangsangan setelah seseorang mengetahui suatu objek kesehatan, kemudian ia akan mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya, dan selanjutnya ia akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya baik. Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005) praktik ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu sebagai berikut: Faktor-faktor predisposisi (disposing faktors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya praktik seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
18 Faktor-faktor pemungkin (enabling faktors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi praktik atau tindakan, yang dimaksud faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya suatu praktik. Faktor-faktor penguat (reinforcing faktors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya praktik. Tabel 11 Sebaran contoh ibu/pengasuh yang menjawab benar terhadap pertanyaan mengenai praktik gizi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pertanyaan Praktik Gizi Sumber informasi mengenai garam beriodium Jenis lauk-pauk yang sering dikonsumsi Konsumsi ikan laut pada rumah tangga (kali/bulan) Konsumsi kol pada rumah tangga (kali/bulan) Konsumsi singkong pada rumah tangga (kali/bulan) Setiap hari keluarga ibu mengonsumsi garam beriodium Jumlah garam beriodium yang dihabiskan oleh rumah tangga dalam 1 bulan Alasan ibu membeli garam beriodium Tempat ibu membeli garam beriodium Cara menggunakan garam beriodium saat memasak Cara mengetahui bahwa yang dibeli adalah garam beriodium Penanganan jika ada anggota keluarga atau tetangga yang terkena gondok
n 8 135 105 0 18 118
% 5.6 95.1 73.9 0 12.7 83.1
4
2.8
33 142 46 75
23.2 100 32.4 52.8
138
97.2
Green (1980) dalam Yudesti dan Priyatno (2013) mengemukakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan dan perilaku. Pengetahuan mengenai kesehatan mungkin perlu sebelum terlaksananya perilaku kesehatan, tetapi perilaku kesehatan yang diinginkan mungkin juga tidak terjadi kecuali jika orang tersebut memiliki motivasi yang kuat untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki.
Status Iodium Status iodium menggambarkan tingkat iodium yang terdapat di dalam tubuh seseorang. Metode yang dilakukan untuk mengukur status iodium contoh yaitu menggunakan indikator ekskresi iodium dalam urin (EIU).Cara ini memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi karena lebih dari 90% asupan iodium yang masuk ke dalam tubuh akan diekskresikan melalui urin (Gibson 2005). Pada Tabel 12 disajikan sebaran contoh anak berdasarkan status iodium. Sebanyak 41.5% contoh anak berada pada status iodium berlebihan dengan proporsi laki-laki 41.5% dan perempuan 41.6%. Hal ini sesuai dengan kondisi geografis dari contoh yang berada di daerah pantai. Menurut Almatsier (2009), di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai mengandung cukup banyak iodium.
19 Tabel 12 Sebaran contoh anak berdasarkan status iodium dan jenis kelamin Status Iodium (µg/L) Defisiensi iodium sedang (20-49) Defisiensi iodium ringan (50-99) Status iodium ideal (100-200) lebih dari cukup (201-299) Status iodium berlebihan (>300) Total
Perempuan n % 3 3.9 0 0 15 19.5 27 35.1 32 41.6 77 100.0
Laki-laki n % 1 1.5 0 0 14 21.5 23 35.4 27 41.5 65 100.0
Total n % 4 2.8 0 0 29 20.4 50 35.2 59 41.5 142 100.0
Pada Tabel 13 disajikan rata-rata ekskresi iodium urin contoh anak berdasarkan jenis kelamin. Rata-rata ekskresi iodium urin contoh berada pada asupan berlebihan (290.9±111.7 µg/L) dengan proporsi rata-rata laki-laki (293.5±111.3) lebih tinggi daripada perempuan (288.8±112.7). Nilai terendah kadar iodium contoh yaitu 43 µg/L dan nilai tertinggi 530 µg/L. Berdasarkan data Riskesdas (2007), nilai median kadar iodium urin anak 6-12 tahun pada 30 kabupaten/kota di Indonesia adalah 224 μg/L atau masuk dalam kategori lebih dari cukup. Nilai median kadar iodium anak 6-12 tahun Kabupaten Karawang adalah 229 μg/L. Tabel 13 Rata-rata kadar iodium dalam urin contoh anak berdasarkan jenis kelamin dan status iodium Staus Iodium (µg/L) Defisiensi iodium sedang (20-49) Defisiensi iodium ringan (50-99) Status iodium ideal (100-200) lebih dari cukup (201-299) Status iodium berlebihan (>300) Rata-rata±sd (µg/L)
Perempuan 44±2 0±0 175±18 249±26 399±68 288.8±112.7
Laki-laki 44 0±0 156±27 259±22 403±59 293.5±111.3
Total 44±1 0±0 166±24 254±25 401±64 290.9±111.7
Menurut Ratmawati (2013), asupan iodium yang lebih dari adekuat dan berlebihan dapat berpotensi dalam gangguan kesehatan seperti, IIH (iodine induced hyperthyroidism) dan tiroid auto imun. Iodine Induced Hyperthyroidism merupakan suatu kondisi yang dapat berkembang ketika seseorang sering terpapar dengan sumber iodium yang berlebihan. Dalam keadaan normal, penyerapan iodium dalam kelenjar tiroid telah diatur oleh sel folikel. Mekanisme ini untuk melindungi tubuh dari paparan iodium yang berlebihan dengan menghambat produksi dan pelepasan sejumlah hormon tiroid yang berlebihan. Pemeriksaan ekskresi iodium urin dapat digunakan untuk mengkoreksi terjadinya kekurangan atau kelebihan iodium, terutama ketika pelaksanaan iodisasi garam yang berlebihan serta kurangnyapemantauan sumber iodium yang dikonsumsi masyarakat. Kecerdasan Kognitif Kecerdasan kognitif merupakan kemampuan individu dalam melakukan abstraksi serta berpikir secara tepat untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru
20 (Marqiyah 2011). Menurut Gani (1984) dalam Agustina (2003), cara mengukur kecerdasan anak dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan psikotes yang menghasilkan ukuran taraf kecerdasan atau skor intellegence quotient (IQ). Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi belajar para murid. Intelligence quotient score/skor IQ Skor IQ/Intelligence Quotient score contoh merupakan nilai kecerdasan contoh berdasarkan hasil tesIQ yang dilakukan dengan tes Culture Intelligence Fair Test (CIFT) 2A.Menurut Wade dan Travis (2008), skor dalam sebuah tes IQ mencerminkan bagaimana hasil kerja seorang anak dengan anak lain yang berusia sama. Sebagian besar psikolog berkeyakinan bahwa tes IQ mengukur suatu kualitas umum yang memengaruhi kebanyakan kemampuan mental.Sebaran contoh anak berdasarkan skor IQ disajikan pada Tabel 14. Sebagian besar contoh (54.9%) memiliki skor IQ pada kategori normal, dengan contoh laki-laki sebesar 61.5% dan contoh perempuan 49.4%. Tabel 14 Sebaran contoh anak berdasarkan skor IQ dan jenis kelamin Kategori Di bawah rata-rata (<90) Rata-rata (90-109) Total
Perempuan n % 39 50.6 38 49.4 77 100.0
Laki-laki n % 25 38.5 40 61.5 65 100.0
Total n % 64 45.1 78 54.9 142 100.0
Nilai terendah skor IQ contoh yaitu 76 dan nilai tertinggi 103. Pada Tabel 15 disajikan rata-rata skor IQ contoh anak. Rata-rata skor IQ contoh adalah 90±6 dan rata-rata skor IQ contoh laki-laki lebih besar (91±7) dibandingkan dengan rata-rata skor IQ perempuan (89±5). Tabel 15 Rata-rata skor IQ contoh anak berdasarkan jenis kelamin Kategori Di bawah rata-rata (<90) Rata-rata (90-109) Rata-rata±sd
Perempuan 85±3 93±3 89±5
Laki-laki 84±4 96±4 91±7
Total 85±3 95±4 90±6
Lebih tingginya skor IQ laki-laki dibandingkan perempuan tidak menyebabkan contoh laki-laki lebih cerdas dibandingkan perempuan, karena setiap gender memiliki kelebihan masing-masing. Eleanor Maccoby dan carol jacklin (1974) dalam Santrock (2007) menyimpulkan bahwa laki-laki memiliki kemampuan matematika dan visuospasial (kemampuan yang dibutuhkan arsitek untuk mendesain sudut dan dimensi bangungan) yang lebih baik, sedangkan perempuan lebih baik dalam kemampuan verbalnya. Tinggi rendahnya skor IQ anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) Faktor Genetik, kecerdasan dapat diturunkan melalui gen-gen dalam kromosom. Oleh karena itu, ayah-ibu yang cerdas akan melahirkan anak yang
21 cerdas pula (2) Faktor Gizi, gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan selsel otak, terutama pada saat hamil dan pada waktu bayi, di mana sel-sel otak sedang tumbuh dengan pesatnya. Kekurangan gizi pada saat pertumbuhan, bisa berakibat berkurangnya jumlah sel-sel otak dari jumlah yang normal. (3) Faktor Lingkungan, lingkungan yang baik adalah lingkungan yang dapat memberikan kebutuhan mental bagi anak. Kebutuhan mental meliputi kasih sayang, rasa aman, pengertian, perhatian, penghargaan serta rangsangan intelektual. Faktor lingkungan lain yang juga mempunyai efek positif terhadap kecerdasan anak antara lain: hubungan orang tua dan anak, tingkat pedidikan ibu, dan riwayat sosial-budaya (Boeree 2003 dalam Masruroh 2011). Prestasi belajar Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan (Olivia 2011). Prestasi belajar contoh yang dilihat berupa nilai ujian akhir sekolah (UAS) contoh. Alasan dipakainya nilai UAS contoh karena diduga nilai UAS contoh belum ada intervensi tambahan atau pengurangan nilai dari pihak sekolah. Nilai UAS yang diukur yaitu rata-rata nilai dari Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengatahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Menurut Soetomo (1993) dalam Agustina (2003), keempat mata pelajaran tersebut dapat menggambarkan nilai kognitif siswa, dimana hasil pengukuran dinyatakan dalam bentuk angka. Sebaran contoh anak berdasarkan rata-rata nilai UAS disajikan pada Tabel 16.Berdasarkan Tabel 16, sebagian besar contoh (66.9%) memiliki prestasi belajar yang cukup (60-69) dengan proporsi laki-laki sebanyak 63.1% dan perempuan 70.1%. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata nilai UAS dan jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Kategori % n % n % n Kurang (<60) Cukup (60-69) Baik (70-79) Sangat baik (≥80) Total
14 54 8 1 77
18.2 70.1 10.4 1.3 100.0
11 41 12 1 65
16.9 63.1 18.5 1.5 100.0
25 95 20 2 142
17.6 66.9 14.1 1.4 100.0
Pada Tabel 17 disajikan rata-rata nilai UAS contoh anak. Rata-rata nilai UAS contoh adalah 64.6 ± 6.1 dan rata-rata contoh laki-laki (65.1±6.4) lebih besar daripada contoh perempuan (64.2±5.6), namun perbedaan ini hanya sedikit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mutiah (2011) di Tangerang, bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis kelamin siswa di daerah pantai. Begitu pula halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rijks (1986) dalam Nuryoto (2003) di India bagian selatan dan di Pakistan bagian Timur pada 3200 siswa SD, menunjukkan bahwa anak-anak usia SD mempunyai prestasi akademik yang tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan prestasi baru muncul saat mereka memasuki usia pra-remaja dan remaja. Perbedaan prestasi akademik ini menjadi makin rendah ketika mereka memasuki pendidikan tinggi.
22 Hal ini disebabkan oleh kesempatan unuk menikmati pendidikan tinggi bagi perempuan, di banyak negara, memang terbatas oleh karena berbagai faktor. Menurut Hawadi (2001), prestasi belajar merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar anak dapat berasal dari dalam dirinya sendiri (faktor internal), maupun dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor internal meliputi kecerdasan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Tabel 17 Rata-rata nilai UAS contoh anak berdasarkan jenis kelamin Kategori Kurang (<60) Cukup (60-69) Baik (70-79) Sangat baik (≥80) Rata-rata±sd
Perempuan 55.3±3.2 65±3 71.8±1.8 80 64.2±5.6
Total
Laki-laki 55.1±3 65±2 73.5±3.1 81 65.1±6.4
55.2±3 65±3 72.8±2.8 81±1 64.6±6.1
Tinggi Badan Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap berat badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama. Penilaian tinggi badan anak digunakan status gizi indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa et al 2012). Sebaran contoh berdasarkan z-score dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan z-score dan jenis kelamin Total Perempuan Laki-laki Kategori
Sangat pendek (<-3) Pendek (<-2) Normal (<2) Total
n 3 15 59 77
% 3.9 19.5 76.6 100.0
n 6 15 44 65
% 9.2 23.1 67.7 100.0
n 9 30 103 142
% 6.3 21.1 72.5 100.0
Berdasarkan Tabel 18, sebagian besar contoh anak (72.5%) memiliki tinggi badan yang normal dengan proporsi laki-laki sebanyak 67.7% dan perempuan 76.6%. Secara nasional prevalensi tinggi badan anak usia sekolah, 15.1% anak sangat pendek, 20.5% pendek dan 64.5% normal (Riskesdas 2010). Pada Tabel 19 disajikan rata-rata z-score contoh anak berdasarkan jenis kelamin. Rata-rata tinggi badan contoh anak tergolong normal (-1.39±1.10) dan rata-rata laki-laki (1.58±1.08) lebih tinggi daripada perempuan (-1.22±1.08).
23 Tabel 19 Rata-rata z-score berdasarkan jenis kelamin Kategori Sangat pendek (<-3) Pendek (<-2) Normal (<2) Total
Perempuan -3.4±0.2 -2.5±0.3 -0.8±0.8 -1.22±1.08
Laki-laki -3.7±0.4 -2.3±0.3 -1.0±0.8 -1.58±1.08
Total -3.6±0.4 -2.4±0.3 0.9±0.8 -1.39±1.10
Berdasarkan penelitian Hermawan (2007), tinggi badan anak laki-laki Karawang lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan Karawang sejak usia 4–7 tahun, berhimpit di usia 7–8 tahun, dan menjadi leih kecil di usia 8–11 tahun, lalu kembali menjadi lebih besar di usia 12–13 tahun. Menurut Soetardjo (2011), pada usia 6 tahun anak laki-laki lebih tinggi dan lebih berat daripada perempuan, namun pada usia 9 tahun tinggi badan anak perempuan rata-rata sama dengan anak laki-laki sedangkan berat badannya sedikit lebih besar.
Hubungan Antar Variabel Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh Pengetahuan akan menjadi suatu sikap dan kemudian menghasilkan suatu tindakan nyata, apabila tindakan dilakukan terus-menerus maka menjadi suatu kebiasaan dan akhirnya membentuk gaya hidup (Notoatmodjo 2003). Tabel 20 Sebaran contoh ibu/pengasuh berdasarkan pengetahuan, sikap dan praktik gizi Pengetahuan gizi ibu/pengasuh Kurang (<60) Sedang (60-80) Baik (≥80) n % n % n % Sikap gizi ibu/pengasuh: 32 100.0 53 100.0 57 100.0 Negatif (<75) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Positif (≥75) 32 100.0 53 100.0 57 100.0 Total Praktik gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 25 30 30 78.1 56.6 52.6 7 23 27 21.9 43.4 47.4 Sedang (60-80) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Baik (≥80) 32 100.0 53 100.0 57 100.0 Total
Total n % 142 100.0 0 0.0 142 100.0
85 57
59.9 40.1
0 0.0 142 100.0
Berdasarkan Tabel 19, sebanyak 57 ibu/pengasuh memiliki sikap gizi negatif memiliki pengetahuan gizi yang baik dan 52.6% ibu/pengasuh dengan praktik gizi yang kurang memiliki pengetahuan gizi yang baik. Berdasarkan Tabel 20, sebanyak 85 ibu/pengasuh dengan sikap gizi negatif memiliki praktik gizi yang kurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan gizi yang baik belum tentu dapat menentukan sikap gizi yang positif dan praktik gizi yang baik pula, namun pengetahuan, sikap dan praktik gizi memiliki hubungan yang signifikan.
24 Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pengetahuan gizi dengan sikap gizi (r=-0.2) dan sikap gizi dengan praktik gizi ibu/pengasuh (r=-0.2). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi maka semakin rendah sikap gizi dan semakin tinggi semakin tinggi sikap gizi maka semakin rendah praktik gizi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan yang tinggi belum tentu menunjukkan sikap yang tinggi. Sikap yang baik juga belum tentu cenderung mengindikasikan praktik yang baik. Azwar (2005) menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertindak. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas dan faktor dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo 2007). Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005), salah satu faktor utama dalam penentu praktik seseorang ialah faktor-faktor predisposisi (disposing factors), seperti sikap dan keyakinan. Tabel 20 Sebaran contoh ibu/pengasuh berdasarkan sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh Praktik gizi ibu/pengasuh Variabel Baik (≥80) Kurang (<60) Sedang (60-80) n % n % n % Sikap gizi ibu/pengasuh: 85 100.0 57 100.0 0 0.0 Negatif (<75) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Positif (≥75) 85 100.0 57 100.0 0 0.0 Total
Total N
%
142 0 142
100.0 0.0 100.0
Berdasarkan uji korelasi Sperman juga terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan praktik gizi (r=0.17). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi maka semakin tinggi praktik gizi. Berdasarkan teori dari Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman dan penelitian telah membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih awet daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan status iodium contoh Menurut Moehji (2003), bahwa pengetahuan gizi ibu tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan dan kegunaan bahan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan sehingga makanan yang di konsumsi oleh anak memenuhi kebutuhan gizinya, salah satunya adalah zat gizi iodium. Sebaran status iodium contoh anak menurut pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh disajikan pada Tabel 22. Sebanyak 38.9% ibu/pengasuh dengan pengetahuan gizi yang baik memiliki anak dengan status iodium tidak normal, namun dapat dilihat bahwa tidak semua ibu/pengasuh dengan
25 pengetahuan gizi yang baik memiliki sikap gizi positif dan praktik gizi yang baik. Hal inilah yang diduga menjadi salah satu akibat dari status iodium anak yang tidak normal. Berdasarkan hal tersebut, ibu/pengasuh harus memiliki pengetahuan gizi baik, yang tentunya didukung oleh sikap gizi positif dan praktik gizi baik. Berdasarkan hasil uji Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antar variabel. Banyak faktor yang dapat memengaruhi status iodium seseorang. Infeksi dan konsumsi pangan termasuk faktor penyebab langsung dari status iodium. Menurut Suhardjo dan Riyadi (1990), di dalam tubuh manusia terdapat interaksi sinergis antara zat gizi dan infeksi. Berbagai mekanisme patologis, baik sendiri maupun secara bersamaan, merupakan penyebab gizi kurang termasuk didalamnya berkurangnya konsumsi pangan karena tidak nafsu makan, menurunnya penyerapan gizi, larangan mengkonsumsi makanan tertentu, kehilangan cairan akibat diare, muntah-muntah, pendarahan yang berkelanjutan, serta karena adanya infeksi. Iodium merupakan zat gizi mikro, dimana zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit. Tubuh kita tidak dapat memproduksi sendiri zat gizi mikro sehingga harus diperoleh melalui makanan, maka dari itu konsumsi pangan yang tidak seimbang dan beragam akan memberikan kontribusi yang besar terhadap status iodium seseorang (Guyton dalam Maryani 2001). Interaksi iodium dengan zat gizi lain juga dapat mengakibatkan status iodium seseorang. Interaksi yang terjadi dapat menjadi pembantu ataupun penghambat dalam metabolisme iodium. Adapun zat gizi yang menjadi pembantu adalah zat besi dan vitamin A, sedangkan zat gizi yang menjadi penghambat adalah Thiosianat (Soekatri 2013). Tabel 21 Sebaran contoh menurut kategori status iodium anak dan tingkat pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh Status Iodium Variabel
Tidak normal n % Pengetahuan gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 28 24.8 41 36.3 Sedang (60-80) 44 38.9 Baik (≥80) 113 100.0 Total Sikap gizi ibu/pengasuh: 113 100.0 Negatif (<75) 0 0.0 Positif (≥75) 113 100.0 Total Praktik gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 67 59.3 46 40.7 Sedang (60-80) 0 0.0 Baik (≥80) 113 100.0 Total
Normal n %
Total n
%
4 12 13 29
13.8 41.4 44.8
32 53 57
22.5 37.3 40.1
100.0
142
100.0
29 0 29
100.0 0.0 100.0
142 0 142
100.0 0.0 100.0
18 11 0 29
62.1 37.9 0.0
85 57 0 142
59.9 40.1 0.0 100.0
100.0
26 Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan skor IQ contoh Ibu/pengasuh dengan pengetahuan dan sikap gizi yang baik akan membantu ibu/pengasuh dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai gizi yang baik untuk meningkatkan kecerdasan anak. Berdasarkan Tabel 23, sebesar 61.5% ibu/pengasuh dengan pengetahuan gizi kurang dan 100% ibu/pengasuh dengan sikap gizi kurang memiliki anak dengan skor IQ rata-rata. Skor IQ tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh, banyak faktor yang memengaruhi skor IQ. Berdasarkan Boeree (2003) dalam Masruroh (2011), tingkat kecerdasan anak dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor gizi dan faktor lingkungan. Hal ini juga didukung dengan hasil uji korelasi Spearman, bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap gizi dengan skor IQ (p>0.05). Meskipun tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap gizi ibu/pengasuh dengan skor IQ, namun pengetahuan dan sikap gizi yang baik tetap harus dimiliki oleh ibu/pengasuh. Berdasarkan Tabel 21, sebesar 70.3% ibu/pengasuh dengan praktik kurang memiliki anak dengan skor IQ di bawah rata-rata. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara praktik gizi dengan skor IQ (r=0.2). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi praktik gizi ibu/pengasuh maka semakin tinggi pula skor IQ anak. Pengetahuan yang baik dan sikap positif harus didukung dengan praktik yang baik. Menurut Notoatmodjo (2003), praktik adalah respon seseorang terhadap suatu rangsangan (stimulus). Setelah seseorang mengetahui stimulis atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, dan selanjutnya ia akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya/dinilai baik. Tabel 22 Sebaran contoh menurut kategori skor IQ anak, pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh Di bawah ratarata (<90) n % Pengetahuan gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 37 57.8 Sedang (60-80) 27 42.2 Baik (≥80) 0 0.0 Total 64 100.0 Sikap gizi ibu/pengasuh: Negatif (<75) 64 100.0 Positif (≥75) 0 0.0 Total 64 100.0 Praktik gizi ibu/pengaush: Kurang (<60) 45 70.3 Sedang (60-80) 19 29.7 Baik (≥80) 0 0.0 Total 64 100.0 Variabel
Skor IQ contoh Rata-rata (90-109) n %
Total n
%
48 30 0 78
61.5 38.5 0.0 100.0
85 57 0 142
59.9 40.1 0 100.0
78 0 78
100.0 0.0 100.0
142 0 142
100.0 0.0 100.0
40 38 0 78
51.3 48.7 0.0 100.0
85 57 0 142
59.9 40.1 0.0 100.0
27 Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar contoh Hurlock (1999) menyatakan bahwa proses perkembangan anak dipengaruhi oleh bentuk, jenis dan hubungan antara anggota keluarga, serta sikap dan tingkah laku anggota keluarga terhadap anak. Pada Tabel 24 disajikan mengenai sebaran contoh menurut kategori prestasi belajar anak dan pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh. Sebagian besar ibu/pengasuh dengan pengetahuan gizi yang sedang (37.9%), 95 ibu/pengasuh (100.0%) dengan sikap gizi negatif dan 62.1% ibu/pengasuh dengan praktik gizi kurang memiliki anak dengan prestasi belajar yang cukup. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar contoh (p<0.05), namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap gizi dengan prestasi belajar contoh (p>0.05). Hasil uji korelasi tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang positif antara pengetahuan dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar anak (r=0.2). Hal ini menunjukkan semakin tinggi pengetahuan dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar anak. Menurut Boeree (2003), prestasi belajar anak dapat disebabkan salah satunya oleh faktor gizi. Gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak dan zat gizi harus dipenuhi dari konsumsi sehari-hari. Konsumsi anak tergantung dari penyediaan makanan oleh ibu/pengasuh dimana diperlukan praktik gizi yang baik agar makanan yang tersedia dapat mencakup zat gizi yang baik. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih awet daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tabel 23 Sebaran contoh menurut kategori prestasi belajar anak dan pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh Variabel
Kurang (<60)
n % Pengetahuan gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 5 20 Sedang (60-80) 11 44 Baik (≥80) 9 36 Total 25 100.0 Sikap gizi ibu/pengasuh: Negatif (<75) 25 100.0 Positif (≥75) 0 0.0 Total 25 100.0 Praktik gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 17 68.0 Sedang (60-80) 8 32.0 Baik (≥80) 0 0.0 Total 25 100.0
Cukup (60-69) n %
Prestasi Belajar Anak Baik Sangat Baik (70-79) (≥80) n % n %
Total n
%
24 25.3 36 37.9 35 36.8 95 100.0
3 6 11 20
15 30 55 100.0
0 0 2 2
0.0 0.0 100.0 100.0
32 53 57 142
22.6 37.3 40.1 100.0
95 100.0 0 0.0 95 100.0
20 0 20
100.0 0.0 100.0
2 0 2
100.0 0.0 100.0
142 0 142
100.0 0.0 100.0
59 62.1 36 37.9 0 0.0 95 100.0
9 11 0 20
45.0 55.0 0.0 100.0
0 2 0 2
0.0 100.0 0.0 100.0
85 57 0 142
59.9 40.1 0.0 100.0
Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan tinggi badan anak Pada keadaan normal,tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Penilaian tinggi badan anak digunakan status gizi indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa et al 2012). Menurut Soekirman (2000), faktor
28 penyebab langsung dari status gizi seseorang meliputi penyakit infeksi dan konsumsi makanan.Pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh memiliki hubungan tidak langsung dengan tinggi badan. Sebaran contoh menurut kategori z-score anak dan pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh dapat dilihat pada Tabel 25 Sebesar 38.9% ibu/pengasuh dengan pengetahuan gizi kurang memiliki anak dengan tinggi badan normal, namun sebanyak 103 ibu/pengasuh (100%) dengan sikap gizi negatif dan 59.2% ibu/pengasuh dengan praktik gizi kurang memiliki anak dengan tinggi badan normal.Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel tersebut (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi badan anak tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh. Menurut Soekirman (2000), faktor penyebab langsung dari status gizi seseorang meliputi penyakit infeksi dan konsumsi makanan. Tinggi badan anak tetap dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh. Menurut Moehji (2003), bahwa pengetahuan gizi ibu tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan dan kegunaan bahan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan sehingga makanan yang di konsumsi oleh anak memenuhi kebutuhan gizinya untuk memacu pertumbuhan tubuhnya. Tabel 24 Sebaran contoh menurut kategori z-score anak dan pengetahuan, sikap serta praktik gizi ibu/pengasuh Tinggi Badan menurut Umur Contoh Anak Sangat pendek (<-3) Pendek (<-2) Normal (≤2) n % n % n % Pengetahuan gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 1 11.1 4 13.3 27 26.2 Sedang (60-80) 2 22.2 15 50 36 34.9 Baik (≥80) 6 66.7 11 36.7 40 38.9 Total 9 100.0 30 100.0 103 100.0 Sikap gizi ibu/pengasuh: Negatif (<75) 9 100.0 30 100.0 103 100.0 Positif (≥75) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 9 100.0 30 100.0 103 100.0 Praktik gizi ibu/pengasuh: Kurang (<60) 5 55.6 19 63.3 61 59.2 Sedang (60-80) 4 44.4 11 36.7 42 40.8 Baik (≥80) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 9 100.0 30 100.0 103 100.0
Total n
%
32 53 57 142
22.6 37.3 40.1 100.0
142 0 142
100.0 0.0 100.0
85 57 0 142
59.9 40.1 0.0 100.0
Status iodium dengan skor IQ dan prestasi belajar contoh Menurut Carlos (1997), iodium berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak. Berdasarkan Tabel 26, sebesar 56.6% anak dengan skor IQ ratarata dan 69.9% anak dengan prestasi belajar cukup memiliki status iodium tidak normal. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel tersebut (p>0.05). Tidak terdapatnya hubungan antara status iodium terhadap skor IQ disebabkan oleh beberapa faktor, yang pertama adanya faktor internal lain selain status iodium yang berhubungan dengan
29 kecerdasan seperti motivasi belajar, intensitas belajar dan faktor genetik. Faktor yang kedua adalah faktor eksternal seperti lingkungan belajar, strategi pembelajaran dan sarana prasarana belajar. Dengan demikian memberikan peluang bagi anak yang berstatus iodium kurang untuk memiliki kecerdasan yang baik, dan sebaliknya anak dengan status iodium baik tetapi tidak didukung oleh lingkungan yang mendukung juga akan memiliki kecerdasan kurang (Mutalazimah dan Asyanti 2009). Tabel 25 Sebaran contoh menurut kategori status iodiumskor IQ dan prestasi belajar anak Tidak Normal n % Skor IQ: Di bawah rata-rata (<90) Rata-rata (90-109) Total Prestasi Belajar: Kurang (<60) Cukup (60-69) Baik (70-79) Sangat Baik (≥80) Total
Status Iodium Normal n %
Total n
%
49 64 113
43.4 56.6 100.0
15 14 29
51.7 48.3 100.0
64 78 142
45.1 54.9 100.0
17 79 15 2 113
15.0 69.9 13.3 1.8 100.0
8 16 5 0 29
27.6 55.2 17.2 0.0 100.0
25 95 20 2 142
17.6 66.9 14.1 1.4 100.0
Status iodium dengan tinggi badan contoh anak Iodium merupakan jenis mineral yang sangat penting untuk sistem reproduksi disamping untuk produksi hormon tiroid yaitu hormon yang dibutuhkan untukpertumbuhan tulang (Zimmerman et al 2009). Berdasarkan Tabel 27, ditemukan sebesar 75.2% anak dengan tinggi badan normal memiliki status iodium tidak normal. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel tersebut (p>0.05). Tabel 26 Sebaran contoh menurut kategori status ioium dan z-score anak Z-Score Sangat pendek (<-3) Pendek (<-2) Normal (≤2) Total
Tidak Normal n % 8 7.1 20 17.7 85 75.2 113 100.0
Status Iodium Normal n % 1 3.4 10 34.5 18 62.1 29 100.0
Total n % 9 6.3 30 21.1 103 72.6 142 100.0
Banyak faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan seseorang, tidak hanya status iodium semata. Berdasarkan Supariasa (2002), faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan. Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Faktor eksternal (lingkungan) sangat menentukan tercapainya potensi genetik yang optimal. Apabila kondisi lingkungan kurang mendukung atau jelek, maka potensi genetik yang optimal tidak akan tercapai. Secara garis besar, faktor lingkungan dapat dibagi dua yaitu faktor pranatal dan
30 lingkungan pascanatal. Adapun faktor lingkungan pranatal adalah faktor lingkungan yang memengaruhi anak pada waktu masih dalam kandungan, seperti gizi ibu pada saat hamil, mekanis, stres, infeksi dan sebagainya. Faktor lingkungan pascanatal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak, yaitu: lingkungan biologis, lingkungan fisik, faktor psikososial dan faktor keluarga dan adat istiadat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Siswa SD yang menjadi contoh dalam penelitian ini berjumlah 142 orang dengan kisaran usia antara 9–14 tahun dengan proporsi 46% laki-laki dan 54% perempuan. Sebagian besar contoh berusia 9–12 tahun dengan presentase sebesar 93%.Presentase tingkat pendidikan orang tua paling besar adalah tidak tamat SD, baik ibu sebanyak 56.3% maupun ayah sebanyak 49.3%. Sebanyak 15% ayah contoh bekerja sebagai pedagang dan 59.9% ibu contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sebanyak 40% pendapatan keluarga contoh berada pada kategori miskin. Sebanyak 48.6% keluarga contoh berada pada kategori kecil (≤4). Sebanyak 40% contoh ibu/pengasuh memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi. Semua contoh ibu/pengasuh (100%)memiliki tingkat sikap gizi yang negatif. Sebanyak 59,9% contoh ibu/pengasuh yang memiliki praktik gizi kurang. Status iodium contoh diukur dengan menggunakan indikator ekskresi iodium dalam urin dan 41.5% contoh anak memiliki asupan iodium yang berlebihan. Sebanyak 62% contoh anak laki-laki dan 49% perempuan memiliki skor IQ rata-rata. Sebesar 63.1% contoh anaklaki-laki dan 70.1% perempuan berada pada kategori nilai UAS cukup.Sebanyak 67.7% contoh anak laki-laki dan 76.6% perempuan memiliki tinggi badan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (P<0.05) antara pengetahuan dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar; praktik gizi ibu/pengasuh dengan skor IQ, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan (P>0.05) antara pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu/pengasuh dengan status iodium dan tinggi badan; pengetahuan dan sikap gizi ibu/pengasuh dengan skor IQ; sikap gizi ibu/pengasuh dengan prestasi belajar; status iodium dengan tinggi badan, skor IQ dan prestasi belajar contoh anak. Saran Sikap gizi negatif dan praktik gizi yang kurang pada ibu/pengasuh menujukkan bahawa diperlukan adanya intervensi pengetahuan, sikap dan praktik gizi kepada sekolah dan ibu/pengasuh, meskipun pengetahuan gizi ibu/pengasuh tergolong baik. Intervensi yang diberikan dapat berupa penyuluhan atau pelatihan mengenai cara pengolahan makanan dan garam beriodium.
31
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Berita resmi statistik No. 06/01/Th. XVI. [internet]. [diacu 2013 Mei 5]. Tersedia dari: http://jabar.bps.go.id/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [BPPN]. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. [UNICEF]. 2012. Ringkasan Kajian: Gizi Ibu dan Anak. [internet]. [diacu 2013 April15].Tersediadari:http://www.unicef.org/indonesia/id/A6__B_Ringkasan_Kajian_Gizi.pdf. Agustina H. 2003. Alokasi Waktu Anak untuk Leisure dan Hubungan dengan Pestasi Belajar Siswa SD di Kota Medan [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alibas S. 2002. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dan Praktik Konsumsi Garam Beriodium dengan Mutu Garam Ditingkat Rumah Tangga [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Dasuki MS et al. 2011. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia 24-59 Bulan. Jurnal Biomedika 3 (1). Carlos JL. 1997. Histologi DasarEdisi ke-8. Jakarta: Penerbit ECG. Gibney MJ et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, penerjemah; Wisyastuti P dan Hardiyanti EA, editor. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford: Oxford University Press. Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu keluarga Konsumen Institut Pertanin Bogor. Hawadi RA. 2001. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta (ID): Erlangga. Hermawan .2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. Tjandrasa M, Zajarsih M, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. . 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta (ID): Erlangga. . 2004. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Erlangga. [Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Masyarakat. [Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Masyarakat. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lemeshow S, David WH, Janelle K. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Pramoni D, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Maria A. 2012. Pengetahuan, sikap dan praktik gizi seimbang serta hubungannya dengan status gizi mahasiswa Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
32 Maryani MS. 2011. Studi Hubungan Antara Parameter Penentu Status Iodium dengan Parameter Penentu Status Selenium pada Anak Sekolah Dasar dalam Menentukan Masalah GAKI Di Wilayah Pantai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Masruroh A. 2011. Hubungan Praktek Pemberian Asi, Pola Konsumsi Pangan, dan Fasilitas Belajar Terhadap Kecerdasan Logika Matematika Anak SDN 09 Pagi Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marqiyah S. 2011. Hubungan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)dengan Kecardasan Kognitif Siswa Kelas XII MA Al-Falah Jakarta [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas islam Negri Syarif Hidayatullah. Moehji S. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta (ID): Papas Sinar Sinanti. Mutalazimah dan Asyanti. 2009. Status Yodium dan Fungsi Kognitif Anak Sekolah Dasar Di SDN Kiyaran I Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi 10(1): 50 – 60. Mutiah W. 2011. Konsumsi Ikan, Status Gizi dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Kelas IV di Daerah Pantai dan Daerah Non Pantai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. . 2005. Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. . 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Nuryoto S. 1998. Perbedaan prestasi akademik antara laki-laki danperempuan studi di wilayah yogyakarta. Jurnal Psikologi (2): 16 - 24 Olivia F. 2011. Teknik Ujian Efektif. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. Pemerintah Kabupaten Karawang. 2012. Karawang Dalam Angka 2012. [internet]. [diacu 2013 April 15]. Tersedia dari:http://karawangkab.go.id/2013-02-1503-29-32/2013-02-14- 09-26-52/bab-1.html. Prameswari GN. 2005. Perbedaan Peningkatan Kadar Iodium dalam Urin antara Anak Sekolah Dasar yang Ascariasis dan Tidak Ascariasis setelah Pemberian Kapsul Iodol [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Prameswari GN. 2005. perbedaan peningkatan kadar iodium dalam urin antara anak sekolah dasar yang ascariasis dan tidak ascariasis setelah pemberian kapsul iodol. 2005. UNDIP semarang Puspitawati H. 2010. Pengaruh sosial ekonomi keluarga terhadap pola asuh belajar.Jurnal Ilmiah Keluarga dan Konsumen. ISSN: 1907-6037:46-55. Ratmawati. 2013. Perbandingan Hasil Nilai Ekskresi Yodium Urin Dengan Hasil Palpasi Kelenjar Gondok Dalam Status Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (Gaky) Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Mila Rachmawati & Anna Kuswanti [penerjemah]. Terjemahan dari: Child Development, eleventh edition. Jakarta: Erlangga. Soekatri. 2013. Interaksi Iodium dengan Zat Gizi Lain. [internet]. [diacu 2013 Agustus 17]. Tersedia dari: http://gizi.depkes.go.id/gaky/download/.
33 Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional. Sumarwan U dan Mutmainah A. 1996. Beberapa Variabel yang berhubungan dengan Tingkat kecerdasan Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal Media Gizi & Keluarga 20 (1): 25-34. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Pertanian Bogor. Suhardjo dan Riyadi H. 1990.Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Supariasa IDN. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Syah M. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta (ID): Rajawali Press. Wade C dan Travis C. 2008.PsikologiEdisi Ke-9. Jakarta: Penerbit Erlangga. Yudesti I dan Prayitno N. 2012. Perbedaan Status Gizi Anak SD Kelas IV dan V Di SD Unggulan (06 Pagi Makasar) Dan SD Non Unggulan (09 Pagi Pinang Ranti) Kecamatan Makasar Jakarta Timur Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan5(1). Zimmerman MB et al. 2009. Iodine Deficiency. Endocrine Reviews (4): 376-408.
34
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji normalitas variabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pengiz sikap gizi ibu ibu N Normal a Parameters
Mean Std. Deviation
Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
praktik gizi ibu
eiu iq contoh contoh
142
142
142
66.690
52.810
59.134
6.8799
9.3089
.165 .165 -.145 1.967 .001
.147 .147 -.101 1.752 .004
19.414 2 .187 .108 -.187 2.233 .000
142 142 290.93 90.134 7 111.70 6.1278 54 .081 .053 .081 .052 -.061 -.053 .964 .630 .310 .822
nilai uas contoh
tbu contoh
142
142
64.598
-1.3874
6.0034
1.09557
.089 .054 -.089 1.057 .214
.045 .045 -.041 .533 .939
Lampiran 2 Hasil uji hubungan antar pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh Correlations pengiz ibu Spearman's rho
pengiz ibu
Correlation Coefficient
praktik gizi ibu *
-.209
.
.013
.037
142
142
142
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.013
.
.006
N
142
142
142
**
1.000
N Correlation Coefficient
praktik gizi ibu Correlation Coefficient
-.209
.175
*
-.229
.175
*
1.000
Sig. (2-tailed)
sikap gizi ibu
sikap gizi ibu
-.229
**
Sig. (2-tailed)
.037
.006
.
N
142
142
142
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
35 Lampiran 3 Hasil uji hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengsuh dengan status iodium contoh anak Correlations sikap gizi ibu
pengiz ibu Spearman's rho pengiz ibu
Correlation Coefficient
-.127
.013
.037
.133
142
142
142
142
*
1.000
**
-.087
Sig. (2-tailed)
.013
.
.006
.305
N
142
142
142
142
**
1.000
.035
-.209
.
N sikap gizi ibu Correlation Coefficient
eiu contoh
-.209
*
eiu contoh *
1.000
Sig. (2-tailed)
praktik gizi ibu
praktik gizi ibu .175
-.229
Correlation Coefficient
.175
Sig. (2-tailed)
.037
.006
.
.682
N
142
142
142
142
-.127
-.087
.035
1.000
Sig. (2-tailed)
.133
.305
.682
.
N
142
142
142
142
Correlation Coefficient
*
-.229
Lampiran 4 Hasil uji hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh dengan skor IQ contoh anak Correlations pengiz ibu Spearman's rho pengiz ibu
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
-.209
*
.044
.157
.
.013
.606
.062
142
142
142
*
1.000
-.127
Sig. (2-tailed)
.013
.
.132
.000
N
142
142
142
142
Correlation Coefficient
.044
-.127
1.000
.193
Sig. (2-tailed)
.606
.132
.
.021
N
142
142
142
142
Correlation Coefficient
.157
**
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.062
.000
.021
.
N
142
142
142
142
sikap gizi ibu Correlation Coefficient
kategori praktik ibu
kategori praktik ibu
kategori iq
142
N
kategori iq
sikap gizi ibu
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
-.209
-.291
.193
-.291
**
*
36 Lampiran 5 Hasil uji hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh dengan prestasi belajar contoh anak Correlations sikap gizi ibu
pengiz ibu Spearman's rho pengiz ibu
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
sikap gizi ibu
praktik gizi ibu
*
1.000
-.209
.
.013
142
142
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.013
N
Correlation Coefficient
.175
nilai uas contoh *
.215
.037
.010 142
**
-.117
.
.006
.166
142
142
142
142
*
**
1.000
.212
.006
.
.011
Correlation Coefficient
.175
Sig. (2-tailed)
.037
-.229
-.229
142
142
142
*
-.117
.212
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.010
.166
.011
.
N
142
142
142
142
.215
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 6 Hasil hubungan pengetahuan, sikap dan praktik gizi contoh ibu/pengasuh dengan tinggi badan contoh anak Correlations pengiz ibu Correlation Coefficient
praktik gizi ibu
.013
.037
.768
142
142
142
142
*
1.000
**
-.119
Sig. (2-tailed)
.013
.
.006
.158
N
142
142
142
142
**
1.000
.024
sikap gizi ibu Correlation Coefficient
1.000
-.209
.
-.209
*
tbu contoh -.025
N
tbu contoh
sikap gizi ibu
*
Sig. (2-tailed)
praktik gizi ibu
*
142
Correlation Coefficient
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Spearman's rho pengiz ibu
*
142
-.209
N nilai uas contoh
praktik gizi ibu
.175
-.229
Correlation Coefficient
.175
Sig. (2-tailed)
.037
.006
.
.774
N
142
142
142
142
-.025
-.119
.024
1.000
Sig. (2-tailed)
.768
.158
.774
.
N
142
142
142
142
Correlation Coefficient
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
*
-.229
37 Lampiran 7 Hasil uji hubungan status iodium dengan kecerdasan kognitif dan tinggi badan contoh anak Correlations eiu contoh eiu contoh
Pearson Correlation
iq contoh 1
Sig. (2-tailed)
iq contoh
nilai uas contoh
tbu contoh
nilai uas contoh
tbu contoh
.091
.070
.134
.283
.411
.113
N
142
142
Pearson Correlation
.091
1
Sig. (2-tailed)
.283
N
142
Pearson Correlation
.070
Sig. (2-tailed)
.411
.000
N
142
142
142
142
Pearson Correlation
.134
.174
*
.147
1
Sig. (2-tailed)
.113
.039
.081
N
142
142
142
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
142 .294
**
142 .174
*
.000
.039
142
142
142
**
1
.147
.294
.081
142
38
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lampung, pada tanggal 21 Juli 1991, dari seorang Ayah yang bernama dr Yudi Amiarno, SpU dan seorang Ibu yang bernama Dra Ratih Puspitawati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan SMA di SMA Negeri 61 Jakarta Timur dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Pada tahun 2009, melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI), penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi seperti Gentra Kaheman dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitian tingkat Departemen dan Fakultas seperti Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2011, Nutrition Fair 2010 dan 2012, Masa Perkenalan Departemen 2011, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) 2011 dan Peduli Gizi Indonesia 2012. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Patofisiologi Gizi semester genap dan ganjil tahun ajaran 2010/2011, Bioetika dan Kesehatan Masyarakat semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 dan Pendidikan Gizi semester genap tahun ajaran 2012/2013. Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Songgodadi, Kecamatan Petungkriono,Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Pada bulan Februari-Maret 2013 penulis melaksanakan Internship Dietetic di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Jakarta Timur. Kasus yang ditangani oleh penulis saat Internship Dietetic adalah kasus bedah mayor (Appendix acute), kasus penyakit dalam (Unstable Angina Pectoris/UAP, NSTEMI, hipertensi emergensi) dan kasus anak (gizi buruk).