PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA PABERASAN KABUPATEN SUMENEP
NOVI LUSIYANA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT NOVI LUSIYANA. Maternal Nutrition Knowledge and Nutrition Behavior Aware Family Relation to nutritional status of children in the Village Paberasan Sumenep. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI and MIRA DEWI The purpose of this research is to study the link between maternal nutrition knowledge, attitudes toward nutrition conscious family nutritional status of children. The design of this study is cross sectional study. Research sites in the village of Paberasan, Sumenep conducted in the month from February to June 2011. The results of this study were mostly (72.7%) samples had a per capita family income >Rp213.383 is non-poor families. For 63.6% of samples included in the family of small (≤4 family members). The majority (20%) infants were within 25-36 months of age with the female sex. Based on the characteristics of the toddler's mother, the average age of mothers was 30.2 years with a standard deviation of 6:29. Most (38.2%) mothers were primary school graduates, and most (61.8%) mothers choose not to work. Maternal nutrition knowledge largely included in either category and were respectively 34.5% and 30.9%, there are still women who have low knowledge of nutrition. Most (76.4%) samples had a family behaviors aware of good nutrition, 23.6% were categorized as examples, and there are no families with nutrition conscious behavior of a low family. Based on the index BB/U, the majority (87.3%) infants, including good nutritional status. There are still 10.9% the nutritional status of infants who have less and 1.8% of infants who have poor nutritional status. Based on the index TB/U, 36.4% have children under five who included the nutritional status of normal and contained 29.1% including the nutritional status of infants who are very short and for 32.7% including the short nutritional status. Based on the index BB/TB, the majority (70.9%) infants including nutritional status is normal and there are still 1.8% of the nutritional status of infants who have very thin and 9.09% nutritional status of infants who have thin. There is a real connection between nutritional knowledge of mothers with Kadarzi behavior (p<0.05). This suggests that the better maternal nutritional knowledge it will be better the behavior Kadarzi. There is no relationship between level of maternal nutrition knowledge with the nutritional status of children as measured by using an index BB/U (p=0.40), the index TB/U (p=0.27) and BB/TB (p=0.08). There is no relationship between the behavior Kadarzi the nutritional status of children as measured by using an index BB/U (p=0.89), the index TB/U (p=0.09), and based on the index BB/TB (p=0.79). There are several other factors that also affect the nutritional status of children that there are infectious diseases, lack of attention to the child's mother, and children who do not want to eat. Key words: maternal nutrition knowledge, Nutrition Behavior Aware Family, nutritional status of children.
RINGKASAN NOVI LUSIYANA. Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Di bawah bimbingan Yekti Hartati Effendi dan Mira Dewi . Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kaitan antara pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi terhadap status gizi balita. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) Mengetahui karakteristik balita (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga), dan karakteristik ibu balita (umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan); (2) Mengetahui pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi; (3) Mengetahui status gizi balita; (4) Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi dengan status gizi balita. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan teknik wawancara yang dilaksanakan pada bulan Februari–Juni 2011 di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita serta ibu balita yang tinggal di desa terpilih yaitu 355. Contoh dalam penelitian ini adalah balita serta ibu yang memenuhi kriteria. Kriteria calon contoh yaitu: (1) berusia 13-60 bulan; (2) tercatat di posyandu desa terpilih; (3) tinggal bersama ibu; (4) ibu balita bersedia untuk diwawancara. Berdasarkan perhitungan rumus Lemeshow et al. (1997) perkiraan jumlah contoh diperoleh sebesar 49. Pemilihan contoh diambil dari seluruh (empat) posyandu di desa terpilih. Jumlah balita yang memenuhi kriteria sebanyak 284 balita. Setelah itu dilakukan simple random sampling. Total calon contoh yang dipilih sebesar 60 yaitu untuk mengantisipasi terjadinya data yang tidak lengkap. Sebanyak 55 yang memiliki data lengkap untuk dijadikan contoh. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik balita (umur dan jenis kelamin) dan karakteristik keluarga (pendapatan per kapita, besar keluarga), karakteristik ibu balita (umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan); (2) status gizi balita (data antropometri: berat badan dan tinggi badan); (3) pengetahuan gizi ibu tentang sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, dan periode pemberian ASI eksklusif; (4) perilaku Kadarzi tentang perilaku menimbang berat badan secara rutin, konsumsi makanan yang beragam, konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan saat hamil/nifas. Data sekunder meliputi keadaan umum wilayah penelitian yang diperoleh dari laporan desa dan data Puskesmas Pamolokan. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entri dan analisis data. Data dientri menggunakan Microsoft Excel dan dianalisis dengan SPSS 16.0 for windows. Analisis data menggunakan uji korelasi spearman. Berdasarkan karakteristik keluarga, pendapatan keluarga sebagian besar (72.7%) contoh >Rp213.383 yaitu termasuk keluarga tidak miskin. Sebagian besar (63.6%) contoh termasuk dalam keluarga kecil (≤4 anggota keluarga). Berdasarkan karakteristik balita, Sebagian besar (20%) balita berada dalam rentang umur 25-36 bulan dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan karakteristik ibu balita, rata-rata umur ibu dalam penelitian ini adalah 30.2 tahun dengan standar deviasi 6.29. Sebagian besar (38.2%) ibu balita lulusan SD, dan sebagian besar (61.8%) ibu balita memilih untuk tidak bekerja. Sebagian besar ibu balita memiliki pengetahuan gizi baik dan sedang yaitu masing-masing 34.5% dan masih terdapat 30.9% ibu balita yang termasuk dalam kategori rendah.
Sebagian besar (76.4%) contoh memiliki perilaku keluarga sadar gizi yang baik, 23.6% contoh termasuk kategori sedang, dan tidak terdapat keluarga yang memiliki perilaku keluarga sadar gizi yang rendah. Berdasarkan indeks BB/U, sebagian besar (87.3%) balita termasuk status gizi baik. Masih terdapat 10.9% balita yang memiliki status gizi kurang dan 1.8% balita yang memiliki status gizi buruk. Berdasarkan indeks TB/U, terdapat 36.4% balita yang termasuk status gizi normal dan terdapat 29.1% balita yang termasuk status gizi sangat pendek dan sebesar 32.7% termasuk status gizi pendek. Berdasarkan indeks BB/TB, sebagian besar (70.9%) balita termasuk status gizi normal dan masih terdapat 1.8% balita yang memiliki status gizi sangat kurus dan 9.09% balita yang memiliki status gizi kurus. Terdapat hubungan nyata antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku Kadarzi (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula perilaku Kadarzi. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita yang diukur dengan indeks BB/U (p=0.40), the indeks TB/U (p=0.27), dan BB/TB (p=0.08). Tidak terdapat hubungan antara perilaku Kadarzi dengan status gizi balita yang diukur dengan menggunakan indeks BB/U (P=0.89), TB/U (p=0.09), dan berdasarkan indeks BB/TB (p=0.79).
PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA PABERASAN KABUPATEN SUMENEP
NOVI LUSIYANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep
Nama
: Novi Lusiyana
NRP
: I14070004
Disetujui : Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked NIP. 19471029 197901 2 001
dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si NIP. 19761116 200501 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengetahuan Gizi Ibu dan Perilaku Keluarga Sadar Gizi Kaitannya dengan Status Gizi Balita di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, saran, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Prof.Dr.Ir.Hardinsyah,MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang memberikan saran dan masukan. 3. Dr.Ir.Sri Anna Marliyati,M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan arahan selama penulis menjalani masa perkuliahan. 4. Para pembahas seminar: Riksa Aditya P, Mutia Fermanda, Robiah Al Adawiyyah, dan Dyan Fajar Ch. Atas saran yang telah diberikan. 5. Direktorat Kemahasiswaan IPB yang telah memberikan bantuan beasiswa BCA kepada penulis, khususnya dalam hal biaya perkuliahan selama semester 5,6,7, dan 8 tahun ajaran 2009-2011. 6. Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat serta Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Sumenep. 7. Kepala Desa Paberasan, Kepala dan Staf Puskesmas Pamolokan, Bidan Desa Paberasan dan para Kader Posyandu, serta Masyarakat Desa Paberasan yang telah memberi izin dan bantuan selama penelitian. 8. Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang yang tulus. Terima kasih atas semua yang telah diberikan baik dukungan moril maupun materi selama menempuh pendidikan. Adek Anni Lailatul Udhiyah yang selalu mendoakan dan memberikan semangatnya. 9. Sahabat-sahabat penulis: Dwi Murni M, Linda Dwi Jayanti, Merita, Yulia W, Dara Kristanti, Novi Purnamasari yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
10. Teman-teman
LUMINAIRE
atas
kebersamaannya
selama
menjalani
perkuliahan. 11. Teman-Teman Wisma Shinta Family yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 12. Semua teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala kebersamaan, dorongan, semangat, serta bantuan yang diberikan selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Akhirkata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya. Amin.
Bogor, .........2011 Novi Lusiyana
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Sumenep, Madura pada tanggal 10 November 1988. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Gatot Mulyadi dan Juhariya. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Lalangon pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 6 Sumenep pada tahun 2003, dan menamatkan pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Negeri 1 Sumenep pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2007. Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan kuliah di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya organisasi daerah Keluarga Mahasiswa Madura (GASISMA), UKM yang ada di IPB yaitu Gentra Kaheman. Penulis juga tercatat sebagai bendahara departemen PSDMK BEM FEMA IPB pada tahun 2010-2011. Selain itu, penulis aktif dalam berbagai kegiataan kepanitianan ( Samisaena, Bonjour (Be Good in Journalistic), MPKMB (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru) sebagai komisi disiplin, E’spend sebagai divisi danus, MPD (Masa Perkenalan Departemen) sebagai koordinator divisi danus, Bisnis Plan sebagai bendahara, Capacity Building sebagai koordinator humas, dan Panitia seminar CSR nasional sebagai bendahara). Pada bulan Agustus- Oktober 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Penulis juga pernah mengikuti Internship Dietetik (ID) pada bulan April-Mei 2011 di Rumah Sakit Harapan Kita Anak dan Bunda Jakarta.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................... i DAFTAR TABEL ..................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................vii PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................................. 3 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Balita ............................................................................................................... 4 Gizi pada Anak Balita ............................................................................... 4 Pertumbuhan Fisik Balita ......................................................................... 4 Keluarga .......................................................................................................... 5 Besar Keluarga ........................................................................................ 5 Pendapatan Per kapita Keluarga .............................................................. 6 Karakteristik Ibu............................................................................................... 6 Umur ........................................................................................................ 6 Pendidikan ............................................................................................... 7 Pekerjaan ................................................................................................. 7 Pengetahuan Gizi ............................................................................................ 7 Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) ......................................................................... 8 Tujuan dan Sasaran Kadarzi .................................................................. 10 Strategi Operasional Kadarzi.................................................................. 12 Pendampingan ....................................................................................... 12 Status Gizi ..................................................................................................... 14 Penilaian Status Gizi .............................................................................. 14 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ...................................... 21 Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Makan Balita dengan Status Gizi Balita ................................................................................................ 22 METODE PENELITIAN...................................................................................... 24 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .......................................................... 24 Jenis dan Cara pengumpulan data ................................................................ 25 Pengolahan dan Analisis Data....................................................................... 27 Definisi Operasional ...................................................................................... 29 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 31 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 34
ii
Profil Desa..................................................................................................... 34 Karakteristik Keluarga ................................................................................... 35 Pendapatan dan Besar Keluarga ........................................................... 35 Karakteristik Balita......................................................................................... 35 Umur dan Jenis Kelamin Balita .............................................................. 35 Karakteristik Ibu balita ................................................................................... 36 Tingkat Pendidikan................................................................................. 37 Pekerjaan Ibu ......................................................................................... 37 Pengetahuan Gizi Ibu .................................................................................... 38 Perilaku Keluarga Sadar Gizi......................................................................... 42 Status Gizi Balita ........................................................................................... 48 Hubungan antar variabel ............................................................................... 50 Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku keluarga sadar gizi .... 50 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Balita ................... 51 Hubungan Perilaku Kadarzi dengan Status Gizi Balita ........................... 52 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 54 Kesimpulan ................................................................................................... 54 Saran ............................................................................................................ 55 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 56 LAMPIRAN ........................................................................................................ 59
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
Tabel 1 Identifikasi perilaku Kadarzi................................................................... 11 Tabel 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median............... 19 Tabel 3 Klasifikasi status gizi menggunakan Z–Skor ......................................... 20 Tabel 4 Jenis data dan cara pengumpulan data ................................................ 26 Tabel 5 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS .................................... 28 Tabel 6 Sebaran balita di Desa Paberasan berdasarkan usia ............................ 34 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita dan besar keluarga .......................................................................................................................... 35 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin ........................... 36 Tabel 9 Sebaran umur ibu ................................................................................. 36 Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu ........................... 37 Tabel 11 Sebaran pekerjaan ibu ........................................................................ 38 Tabel 12 Persentase pengetahuan gizi ibu ........................................................ 38 Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan aspek-aspek pengetahuan gizi ibu ....... 39 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (Sumber dan jenis zat gizi) .............................................................................................................. 39 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (manfaat dan akibat kekurangan zat gizi) ........................................................................................... 40 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi (Air Susu Ibu)............ 41 Tabel 17 Perilaku keluarga sadar gizi ................................................................ 42 Tabel 18 Perilaku keluarga sadar gizi pada masing-masing indikator ................ 42 Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (penimbangan berat badan).... 43 Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi makanan beragam) 44 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi garam beryodium) . 45 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi ASI) ........................ 46 Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan Kadarzi (konsumsi suplemen zat gizi pada balita dan ibu hamil/menyusui)........................................................................... 47 Tabel 24 Status gizi balita .................................................................................. 48 Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan perilaku Kadarzi .............................................................................................................. 50 Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan status gizi balita ........................................................................................................... 52
iv
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan status gizi balita ........................................................................................................... 53
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1. Kerangka pemikiran ....................................................................................... 33 2. Kerangka pemilihan contoh............................................................................ 25
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
Lampiran 1 Kuesioner ........................................................................................ 60 Lampiran 2 Perilaku KADARZI........................................................................... 66 Lampiran 3 Pengetahuan Gizi............................................................................ 67 Lampiran 4 Hasil uji statistik .............................................................................. 68
PENDAHULUAN Latar Belakang Suatu bangsa dapat dikatakan semakin maju jika tingkat pendidikan penduduknya tinggi, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidupnya panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan merupakan tujuan pembangunan nasional. Tujuan utama pembangunan nasional kemudian direalisasikan dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Target utama MDGs dalam hal menurunkan angka kematian anak adalah menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara tahun 1990 hingga tahun 2015. Untuk menurunkan angka kematian balita pemerintah mempunyai target menurunkan prevalensi gizi buruk menjadi <3.5% dan gizi kurang <15% (Stalker 2008). Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat terciptanya sumberdaya manusia masa depan yang berkualitas. Pendidikan, keterampilan dan kesehatan individu merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia. Terbentuknya individu yang berkualitas berasal dari keluarga yang berkualitas. Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan SDM berkualitas. Keluarga adalah unit sosial dasar yang strukturnya ditentukan oleh tradisi dan hukum (Suhardjo 1989a). Pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi, dan kesehatan dilaksanakan terutama di tingkat keluarga. Sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kadarzi adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya (Depkes 2007b). Beberapa contoh perilaku Kadarzi yaitu memantau berat badan secara teratur, makan beraneka ragam, mengkonsumsi garam beryodium, memberikan hanya ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan, mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi bagi anggota keluarga yang membutuhkan (Depkes 2007b). Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita Indonesia. Secara nasional prevalensi berat kurang pada tahun 2010 adalah 17.9% gizi kurang dan 4.9% gizi buruk. Prevalensi sangat kurus secara nasional
2
tahun 2010 masih 6.0% dan tidak banyak berbeda dengan keadaan tahun 2007 sebesar 6.2%. Demikian pula halnya dengan prevalensi gizi kurus sebesar 7.3% pada tahun 2010 yang tidak berbeda banyak dengan keadaan tahun 2007 sebesar 7.4%. Di wilayah Jawa Timur, prevalensi gizi kurang pada tahun 2010 sebesar 12.3%, gizi buruk 4.4%, gizi baik 75.3%, dan gizi lebih 7.6%. Prevalensi status gizi berdasarkan TB/U sebesar 20.9% balita termasuk status gizi sangat pendek, 14.9% pendek, dan 64.1% normal. Prevalensi status gizi berdasarkan BB/TB sebesar 7.3% balita termasuk status gizi sangat kurus, 6.8% kurus, 68.8% normal, dan 17.1% gemuk (Depkes RI 2010). Pengetahuan gizi ibu berkaitan dengan perilaku Kadarzi. Pengetahuan gizi ibu yang baik akan meningkatkan kesadaran ibu untuk menerapkan perilaku Kadarzi. Perilaku Kadarzi salah satu faktor yang berhubungan terhadap status gizi balita (Gabriel 2008). Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat yang masih rendah dapat menghambat pelaksanaan perilaku Kadarzi. Hal ini dapat terlihat pada penimbangan berat badan ketika bayi lahir (kurun waktu 6-48 jam) yang hanya dilakukan pada 84.8% bayi. Masih dijumpai 11.1% bayi lahir dengan berat badan <2500 gram. Pemantauan pertumbuhan yang seharusnya dilakukan setiap bulan, ditemui hanya 49.4% yang melakukan pemantauan pertumbuhan 4 kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir. Terdapat 23.8% balita yang tidak pernah ditimbang pada kurun waktu 6 bulan terakhir. Kepemilikan KMS dijumpai hanya pada 30.5% balita. Hanya terdapat 15.3% bayi yang diberikan ASI eksklusif. Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi masih ada 11.1% bayi yang disusui setelah 48 jam. Pemberian kolostrum dilakukan oleh 74.7% ibu kepada bayinya. Persentase distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar 69.8% (Depkes RI 2010). Di Jawa Timur, masih mencapai 72.7% balita yang melakukan penimbangan ≥4 kali pada kurun waktu 6 bulan terakhir dan 22% balita yang melakukan penimbangan 1-3 kali pada kurun waktu 6 bulan terakhir. Masih mencapai 40.4% balita yang memiliki KMS, 29.2% disimpan ditempat lain, 17.0% hilang, dan 13.4% tidak pernah memiliki. Masih mencapai 78.7% balita yang diberiikan vitamin A untuk umur 6-59 bulan selama 6 bulan (Depkes RI 2010). Oleh karena itu penelitian tentang pengetahuan gizi ibu, perilaku Kadarzi kaitannya dengan status gizi balita penting untuk dilakukan.
3
Tujuan Tujuan umum Mempelajari kaitan antara pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi terhadap status gizi balita. Tujuan khusus 1. Mengetahui karakteristik balita (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga), dan karakteristik ibu balita (umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan) 2. Mengetahui pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi 3. Mengetahui status gizi balita 4. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dan perilaku keluarga sadar gizi dengan status gizi balita. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang hubungan pengetahuan gizi, perilaku Kadarzi dengan status gizi balita. Dapat dijadikan bahan acuan untuk melaksanakan program-program perbaikan gizi serta peningkatan perilaku Kadarzi sesuai dengan program yang telah dicanangkan oleh pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Sehat.
TINJAUAN PUSTAKA Balita Gizi pada Anak Balita Balita memerlukan perhatian yang sangat serius karena pada masa balita adalah masa tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan secara fisik dan perkembangan psikomotorik. Pada masa ini balita harus memiliki kondisi gizi yang baik. Keadaan gizi yang baik dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita. Apabila kebutuhan zat gizi balita tidak terpenuhi maka akan mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan Pemberian ASI saja pada bayi setelah usia 6 bulan tidak lagi dapat memberikan cukup energi dan zat gizi untuk meningkatkan tumbuh kembang anak secara optimal. Pada usia di atas 6 bulan, bayi harus diberikan makanan pelengkap selain pemberian ASI. Periode usia bayi antara 6 hingga 24 bulan merupakan periode transisi yang sangat penting, sebab pada periode ini terdapat kemungkinan terjadinya ketidakcukupan asupan gizi yang paling besar serta trauma emosional yang dapat menimbulkan stres akibat hubungan ibu dengan bayi yang kurang dekat (Gibney 2009). Pertumbuhan Fisik Balita Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan besar sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur (Hidayat 2004). Menurut Jellife & Jellife (1989), pertumbuhan merupakan peningkatan pada ukuran tubuh baik organ-organ maupun jaringan-jaringannya dari masa konsepsi melalui tahap kanak-kanak dan remaja sampai kepada masa dewasa. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu internal (termasuk pengaruh genetik) dan eksternal (termasuk status gizi). Pada pertumbuhan yang lebih atau normal sering disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi secara bersamaan atau secara berurutan. Menurut Sediaoetama (2000), jika seorang anak diukur berat badannya secara periodik maka akan terdapat suatu gambaran atau pola pertumbuhan anak tersebut. Terdapat dua fase pertumbuhan cepat (growth spurt) pada pola pertumbuhan seseorang, yaitu periode bayi dan balita serta periode remaja (adolescence). Diantara kedua fase tersebut terdapat fase pertumbuhan lambat (growth plateau), yaitu periode sekolah dan bagian akhir fase dewasa. Pada fase pertumbuhan diperlukan banyak bahan baru dalam bentuk zat-zat gizi
5
dibandingkan dengan fase umur dewasa. Terutama pada fase growth spurt, kebutuhan zat gizi akan meningkat dengan pesat sehingga suatu kondisi defisiensi pada fase umur ini akan segera berpengaruh pada pertumbuhan anakanak tersebut. Gizi kurang banyak menimpa anak-anak balita sehingga golongan anakanak ini disebut golongan rawan gizi. Masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makanan orang dewasa atau bukan anak merupakan masa gawat karena ibu atau pengasuh anak mengikuti kebiasaan yang keliru (Sajogyo et al 1994). Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung banyak hal antara lain umur (Soekirman 2000). Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak atau ayah dan anaknya atau anak dan ibunya (pasal 1 ayat 10 UU No.10 tahun 1992). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah 1 atap dan keadaan saling ketergantungan Karakteristik keluarga terdiri dari usia orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua, pengeluaran, besar keluarga serta usia dan jenis kelamin anak. Karakteristik keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pengasuhan dan pemberian stimulasi kepada anak. Pasangan yang menikah muda akan lebih rentan terhadap adanya badai dan tantangan dalam kehidupan
keluarga. Individu yang relatif lebih muda pada umumnya belum
memiliki kematangan untuk mengendalikan emosinya dan hal ini mempengaruhi terhadap cara pengasuhan anak (Hastuti 2008). Besar Keluarga Besar keluarga akan mempengaruhi status kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi zat gizi anggota keluarga dan mempengaruhi luas
per penghuni di dalam suatu
bangunan rumah yang berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang banyak, menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya semakin berkurang dan terhadap anggota keluarga yang lain, serta perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1989). Menurut Suhardjo (1989b), hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Terutama pada keluarga yang sangat miskin, pemenuhan terhadap kebutuhan makanan akan
6
lebih muda apabila anggota keluarga semakin sedikit. Pangan yang tersedia untuk keluarga besar mungkin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dari setengah anggota keluarga tersebut. Jumlah anak yang semakin sedikit akan meminimalisasi terjadinya gizi kurang. Anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga miskin akan rawan dengan terjadinya kurang gizi diantara anggota keluarga terutama bagi anak yang paling kecil. Hal ini dapat terjadi karena bisa dipengaruhi oleh besarnya anggota keluarga. Apabila anggota keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak akan berkurang ( Suhardjo dkk 1988). Pendapatan Per kapita Keluarga Pendapatan adalah salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini terkait dengan daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga (Rokhana 2005). Menurut Suhardjo (1989a), faktor penghasilan merupakan faktor kedua yang juga dominan dalam menentukan gaya hidup keluarga maupun masyarakat suatu wilayah. Dalam rangka penganekaragaman konsumsi pangan suatu keluarga, daya beli harus sanggup membeli bahan pangan yang mencukupi, baik secara kualitas maupun kuantitas. Keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah, lebih cenderung untuk membeli bahan pangan, dan makin tinggi penghasilan seseorang maka menurun bagian penghasilan yang digunakan untuk membeli bahan pangan atau makanan. Meningkatnya penghasilan seseorang, terjadilah perubahan dalam susunan makanan. Pengeluaran uang yang semakin banyak tidak menjamin semakin beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi yaitu terletak pada harga yaitu bahan pangan atau makanan yang dibeli lebih mahal (Suhardjo 1989a). Karakteristik Ibu Umur Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak menggunakan pengalaman orang terdahulu. Pada umumnya orang tua muda lebih
mementingkan
kepentingannya sendiri dibandingkan
kewajibannya untuk mengasuh dan mengurus anak. Hal ini menyebabkan secara kualitas dan kuantitas pengasuhan yang dilakukan kurang terpenuhi. Sebaliknya
7
orang tua yang berumur lebih cenderung untuk melaksanakan kewajibannya dalam mengasuh anak semaksimal mungkin dan sepenuh hati (Hurlock 1998). Pendidikan Pendidikan adalah faktor yang sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang tua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anak (Soetjiningsih 1998). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003). Keluarga miskin dengan derajat pendidikan yang rendah, selain tidak bisa menyediakan makanan yang bergizi bagi seluruh anggotanya, juga tidak mampu merawat dan membina anaknya dengan baik sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan rumah tangga tidak terjamin (Syarief 1997). Pekerjaan Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kualitas dan kuantitas makanan. Ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi, didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum pada semua tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan dan rendahnya daya beli tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak (Suhardjo 1989b) Pengetahuan Gizi Pengetahuan
gizi
merupakan
prasyarat
penting
untuk
terjadinya
perubahan sikap dan perilaku gizi. Bagi masyarakat pedesaan, pengetahuan gizi dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti misalnya dari kader program gizi. Pengetahuan juga merupakan hal yang mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengkonsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan
semakin
memperhatikan
kualitas
dan
kuantitas
pangan
yang
dikonsumsinya (Khomsan dkk 2009). Menurut Suhardjo dkk (1988), suatu hal
8
yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan : 1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi. 3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Pengetahuan tentang gizi dan makanan yang harus dikonsumsi agar tetap sehat, merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Pengetahuan tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan–kebutuhan bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Selain itu, jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitatif dan kuantitatif, akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya (Notoatmodjo 2005). Menurut Suhardjo (1989b), faktor konseptual dan pengetahuan umum maupun pengetahuan kesehatan dan gizi merupakan kelompok faktor yang menonjol dalam mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan. Pangan umumnya
penyelenggaraan
makanan
dalam
rumah
tangga
sehari-hari
dikoordiner oleh ibu. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra putrinya. Ibu merupakan guru pertama bagi anak. Oleh karena itu ibu harus mengajarkan pola makan yang beragam dan seimbang sejak dini. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarga (Depkes RI 2008). Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu dalam keluarga. Depkes (2007c) menetapkan lima norma atau perilaku Kadarzi, yaitu sebagai berikut: 1. Menimbang berat badan secara rutin setiap bulan bagi seluruh anggota keluarga.
9
Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan ibu hamil. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh dari waktu ke waktu. Perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan, dan tanggung jawab. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah memburuknya keadaan gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya pendarahan saat melahirkan, mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa dan usia lanjut (Dinkes DKI Jakarta 2002). 2. Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam. Beraneka ragam berarti pangan yang dikonsumsi memenuhi tri guna makanan yaitu makanan sebagai sumber tenaga (karbohidrat, lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin, mineral). Selain itu beraneka ragam makanan yaitu makan sebanyak 2-3 kali sehari yang terdiri dari tiga macam kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan tersebut adalah 1) makanan pokok, sebagai sumber zat tenaga seperti beras, jagung, umbi, singkong, mie; 2) lauk pauk, sebagai sumber gizi pembangun seperti ikan, telur, ayam, daging, tempe, kacang-kacangan, tahu; dan 3) sayuran dan buahbuahan, sebagai sumber zat pengatur seperti bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang panjang, sawi, dan singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka, nanas (Dinkes DKI Jakarta 2002). Mengkonsumsi
makanan
yang
beragam
sangat
baik
untuk
keberlangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena fungsi dari makanan yang beragam yaitu untuk melengkapi zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari penyakit kekurangan gizi. Akibat dari tidak mengkonsumsi makanan yang beragam, maka akan terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh khususnya pada balita (Dinkes DKI Jakarta 2002). 3. Mengkonsumsi garam beryodium Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di dalam, baik di tanah maupun di air dan merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (GAKI 2007). Garam beryodium adalah
10
garam yang telah ditambah zat iodium yang diperlukan oleh tubuh (Dinkes DKI Jakarta 2002). Fungsi iodium dalam tubuh manusia adalah untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa. Adapun pangan sumber iodium yaitu ikan, kerang-kerangan dan rumput laut (Depkes RI 2008). Penanggulangan gondok endemik dilakukan dengan pelarutan iodium dan iodisasi garam konsumsi. Produksi garam beryodium telah dilakukan iodisasi yang berasal dari garam yang dikeluarkan dari stok nasional (Suhardjo 2008) 4. Memberikan ASI eksklusif (selama 6 bulan) ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi serta memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan makanan yang dibuat oleh manusia. Air susu ibu sangat menguntungkan yaitu dilihat dari segi gizi, kesehatan, maupun dari segi sosial ekonomi (Suhardjo 1989b). ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi, sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa makanan dan minuman selain ASI. Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Dinkes DKI Jakarta 2002). 5. Mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi untuk anggota keluarga yang membutuhkan. Tujuan dan Sasaran Kadarzi 1. Tujuan Umum Seluruh keluarga berperilaku sadar gizi. 2. Tujuan Khusus a. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh informasi gizi b. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi yang berkualitas. 3. Sasaran a. 80% balita ditimbang setiap bulan b. 80% bayi 0-6 bulan diberi ASI saja (ASI eksklusif) c. 90% keluarga menggunakan garam beryodium d. 80% keluarga makan beraneka ragam sesuai kebutuhan e. Semua balita gizi buruk dirawat sesuai standar tata laksana gizi buruk
11
f. Semua anak 6-24 bulan GAKIN mendapatkan MP-ASI g. 80% balita (6-59 bulan) dan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A sesuai anjuran h.80%
ibu
hamil
mendapatkan
TTD
minimal
90
tablet
selama
kehamilannya. 4. Indikator dan Definisi Operasional Perilaku Kadarzi akan diukur minimal dengan 5 (lima) indikator yang menggambarkan perilaku sadar gizi. Penggunaan 5 indikator disesuaikan dengan karakteristik keluarga sebagai berikut: Tabel 1 Identifikasi perilaku Kadarzi No
Keluarga
1
Bila keluarga mempunyai Ibu hamil, bayi 0-6 bulan, balita 6-59 bulan Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan, balita 6-59 bulan, Bila keluarga mempunyai ibu hamil, balita 6-59 bulan, Bila keluarga mempunyai Ibu hamil Bila keluarga mempunyai bayi 0-6 bulan Bila keluarga mempunyai balita 6-59 bulan Bila keluarga tidak mempunyai bayi, balita dan ibu hamil
2
3
4
5
6
7
Indikator Kadarzi yang berlaku *) 1 2 3 4 5 √
Keterangan
√
√ √
√ Indikator ke 5 yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A
√
√
√
√
√ -
√
-
√
√
√ Indikator ke 5 yang digunakan adalah balita mendapat kapsul vitamin A
-
-
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√ Indikator ke 5 yang digunakan adalah ibu hamil mendapat TTD 90 tablet √ Indikator ke 5 yang digunakan adalah ibu nifas mendapat suplemen gizi √ -
-
-
√
√
-
-
*) Keterangan: 1. Menimbang berat badan secara teratur. 2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif). 3. Makan beraneka ragam. 4. Menggunakan garam beryodium. 5. Minum suplemen gizi (TTD, kapsul Vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran.
12
√ : berlaku - : tidak belaku Strategi Operasional Kadarzi Strategi untuk mencapai sasaran Kadarzi adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan fungsi dan peran posyandu sebagai wahana masyarakat dalam memantau dan mencegah secara dini gangguan pertumbuhan balita. 2. Menyelenggarakan pendidikan/promosi gizi secara sistematis melalui advokasi, sosialisasi, Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dan pendampingan keluarga. 3. Menggalang kerjasama dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta pihak lainnya dalam mobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan rumah tangga, peningkatan daya beli keluarga dan perbaikan asuhan gizi. 4. Mengupayakan terpenuhinya kebutuhan suplementasi gizi terutama zat gizi mikro dan MP-ASI bagi balita GAKIN. 5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas dan jaringannya dalam pengelolaan dan tatalaksana pelayanan gizi. 6. Mengupayakan
dukungan
sarana
dan
prasarana
pelayanan
untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi di puskesmas dan jaringannya. 7. Mengoptimalkan surveilans berbasis masyarakat melalui Pemantauan Wilayah Setempat Gizi, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa Gizi Buruk dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (Depkes 2007a). Pendampingan Tenaga yang terlibat dalam persiapan pendampingan keluarga adalah Tim Puskesmas yang terdiri dari pimpinan puskesmas, Bidan koordinator dan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG); Penyuluh kesehatan, Bidan Poskesdes; Kader Poskesdes; dan Kepala Desa/Lurah. Setelah memperoleh pelatihan, kader pendamping melaksanakan tugastugas sebagai berikut: 1. Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran. Kader pendamping membuat jadwal kunjungan dengan mengisi formulir 3 berdasarkan kesepakatan dengan keluarga sasaran. Formulir 3 diisi dengan cara mengelompokkan sasaran berdasarkan jarak terdekat antara masing-masing
13
keluarga sasaran. Kunjungan direncanakan sesuai dengan berat ringannya masalah gizi yang dihadapi keluarga. 2. Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan. Kader pendamping melakukan kunjungan ke keluarga sasaran yang berjumlah 10-20 keluarga. Masing-masing keluarga sasaran akan didampingi secara berkelanjutan sebanyak rata-rata 10 kali kunjungan disesuaikan dengan berat ringannya masalah sampai keluarga tersebut mampu mengatasi masalah gizi yang dihadapi. 3. Mengidentifikasi dan mencatat masalah gizi yang terjadi pada keluarga sasaran. Meskipun pada saat pendataan telah diketahui masalah gizi keluarga sasaran, namun kader pendamping masih perlu melakukan identifikasi secara teliti masalah gizi yang dihadapi pada saat kunjungan. Identifikasi masalah gizi dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan 5 perilaku Kadarzi yang dapat dicatat pada formulir 4. 4. Memberikan nasehat gizi sesuai permasalahannya. Setelah diketahui masalah gizi yang dihadapi keluarga sasaran, maka kader pendamping memberikan nasehat yang sesuai dengan masalahnya. Nasehat yang disampaikan berisi anjuran atau cara-cara untuk mengatasi dan mencegah terulangnya masalah yang dihadapi. 5. Mengantarkan
kasus
rujukan
dan
menindaklanjuti
masalah
pasca
rujukan/perawatan. Peran kader pendamping sangat penting untuk memfasilitasi supaya keluarga yang mempunyai balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturutturut, BGM dan balita gizi buruk bersedia dirujuk. 6. Menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) untuk membahas masalah gizi yang ditemukan selama kegiatan pendampingan. Kader pendamping menjalin kerjasama dengan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan donatur untuk membantu memecahkan masalah gizi keluarga melalui pertemuan kelompok kerja Kadarzi desa. 8. Mencatat perubahan perilaku Kadarzi Kader pendamping mencatat perubahan perilaku keluarga sasaran pada akhir proses pendampingan. Perubahan perilaku yang diukur meliputi lima perilaku Kadarzi (formulir 4).
14
9. Kader merekap hasil perubahan perilaku dari seluruh keluarga yang didampingi dengan menggunakan formulir 5 (Depkes 2007b). Untuk mewujudkan perilaku Kadarzi, sejumlah aspek perlu dicermati. Aspek ini berada di semua tingkatan yang mencakup 1) tingkat keluarga, 2) tingkat masyarakat, 3) tingkat pelayanan kesehatan, dan 4) tingkat pemerintah. Di tingkat keluarga, aspek tersebut adalah i) pengetahuan dan keterampilan keluarga dan ii) kepercayaan, nilai dan norma yang berlaku. Sementara, di tingkat masyarakat yang perlu diperhatikan sebagai faktor pendukung perubahan perilaku keluarga, adalah i) norma yang berkembang di masyarakat dan ii) dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) yang mencakup eksekutif, legislatif, tokoh agama/masyarakat, LSM, ormas, media massa, sektor swasta dan donor. Di tingkat pelayanan kesehatan mencakup pelayanan preventif dan promotif. Di tingkat pemerintahan mencakup adanya kebijakan pemerintah yang mendukung dan pelaksanaan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan (Depkes 2007c). Status Gizi Menurut Suhardjo (2008), status gizi adalah keadaan kesehatan individuindividu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari zat gizi dalam bentuk variabel tertentu. Contoh: KEP merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran energi dan protein di dalam tubuh seseorang (Supariasa dkk 2001). Menurut Dorice M. dalam Sarwono Waspadji (2004), mengatakan bahwa status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi. Dengan demikian asupan zat gizi mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi adalah keadaan kesehatan individu yang ditentukan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi. Penilaian Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan, yang dampak fisiknya dapat diukur secara antropometri (Suhardjo 2003). Menurut Hardinsyah & Martianto (1988), konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status
15
gizi seseorang. Salah satu indikator yang menentukan status gizi keluarga adalah dengan mengetahui status gizi balita dan anak yang peka terhadap konsumsi zat gizi. Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh karena itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi bayi dan balita (Notoadmodjo 2007b). Menurut Supariasa dkk (2002), status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Penilaian gizi secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik, sedangkan penilaian gizi secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologis. Cara yang digunakan untuk menentukan status gizi sangat tergantung pada tahapan keadaan kurang gizi. Indikator yang digunakan tergantung pada waktu, biaya, tenaga, dan tingkat ketelitian penelitian yang diinginkan, serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya. Penilaian status gizi secara antropometri secara umum adalah berhubungan dengan ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Menurut Supariasa dkk (2002), pengukuran antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan aupan energi dan protein. Ketidakseimbangan tersebut terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa kelebihan dari penilaian status gizi secara antropometri menurut Supariasa dkk (2002) adalah prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar; relatif tidak membutuhkan tenaga ahli; alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan lama; metodenya tepat dan akurat; dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau; serta dapat mengidentifikasi status gizi baik, kurang, dan buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas. Adapun beberapa kelemahan dari penilaian status gizi secara antropometri antara lain tidak sensitif untuk mendeteksi status gizi dalam waktu singkat; adanya faktor di luar gizi seperti penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi; adanya kesalahan pada saat pengukuran sehingga dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
16
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Menurut Supariasa dkk (2002), kombinasi antara beberapa parameter disebut sebagai indeks antropometri. Adapun beberapa indeks antropometri yang sering digunakan antara lain Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda-beda. Menurut Wattelow (1973) dalam Notoadmodjo (2007a), penilaian status gizi yang dianjurkan adalah dengan menggunakan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) hanya cocok untuk mengukur status gizi pada masa lalu, sedangkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) tidak atau kurang mampu membedakan antara malnutrisi akut dan malnutrisi kronik. Status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) lebih mencerminkan status gizi saat ini. Berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan, atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebaliknya, indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih menggambarkan status gizi masa lalu, sebab tinggi badan lebih menggambarkan pertumbuhan skeletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertumbuhan umur (Riyadi 2003). Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi, sebab indeks BB/TB dapat memberikan gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan pada waktu sekarang, sehingga indeks ini dijadikan sebagai indikator kekurusan (Supariasa dkk 2002). Pada prinsipnya, penilaian status gizi pada balita serupa dengan penilaian status gizi pada periode kehidupan lain. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan tentu bergantung kepada penyakit yang diderita (Arisman 2004). Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. 1) Penilaian Status Gizi Secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
17
a. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan
energi)
dapat
menurunkan
spesifikasi
dan
sensitivitas
pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu (Supariasa dkk 2001). Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein
dan energi.
Ketidakseimbangan
ini
terlihat
pada
pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk 2001). Indeks antropometri ada 3 yaitu : a). Berat badan menurut umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, kondisi kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang tidak normal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa dkk 2001). Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari pemakaian indikator BB/U. Kelebihan indikator BB/U:
18
•
Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum
•
Dapat medeteksi kegemukan
•
Sensitif untuk melihat perubahan status gizi
Kelemahan pemakaian indikator BB/U: •
Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terjadi oedeem
•
Kesulitan dalam memperoleh data umur yang akurat.
•
Kesalahan dalam pengukuran karena baju yang tidak dilepas atau anak yang bergerak terus.
•
Masalah sosial budaya yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbang anaknya (Soekirman 2000).
b). Tinggi badan menurut umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa dkk 2001). Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari pemakaian indikator TB/U. Kelebihan indikator TB/U: •
Dapat memberikan informasi keadaan gizi masa lampau
•
Dapat dijadikan indikator sosial ekonomi penduduk.
Kelemahan pemakaian indikator TB/U: •
Tidak dapat memberikan informasi keadaan gizi masa kini.
•
Kesulitan dalam melakukan pengukuran tinggi badan pada kelompok balita.
•
Kesalahan dalam pembacaan skala ukur.
•
Kesulitan dalam mendapatkan data umur yang akurat (Soekirman 2000)
c). Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa dkk 2001). Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari pemakaian indikator BB/TB. Kelebihan indikator BB/TB: •
Independen terhadap umur dan ras
19
•
Dapat menilai kurus atau gemuk dan keadaan marasmus atau KEP berat lain.
Kelemahan pemakaian indikator BB/TB: •
Kesalahan dalam pengukiran karena baju yang tidak dilepas atau anak yang bergerak terus.
•
Masalah sosial budaya yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbang anaknya.
•
Kesulitan dalam melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan pada kelompok balita.
•
Kesalahan dalam pembacaan skala ukur.
•
Tidak dapat memberikan gambaran tentang pendek, normal, atau jangkung (Soekirman 2000). Dari berbagai jenis-jenis indeks tersebut, untuk menginterpretasikannya
dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para Ahli Gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu, persen terhadap median, persentil dan standar deviasi unit. i). Persen Terhadap Median Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50. Tabel 2 Klasifikasi status gizi menggunakan persen terhadap median Status Gizi
Gizi baik
Indeks BB/U
TB/U
BB/TB
>80%
>90%
>90%
Gizi sedang
71%-80%
81%-90%
81%-90%
Gizi kurang
61 % - 70 %
71 % - 80 %
71 % - 80 %
Gizi buruk
≤60 %
≤70 %
≤70 %
Sumber : Yayah K. Husaini, Antropometri Sebagai Indeks gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika, No.8 Th.XXIII, 1997. Hlm 269 dalam (Supariasa dkk 2001).
ii). Persentil Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap median, akhirnya mereka memilih cara persentil. Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada di atasnya dan setengahnya berada di bawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke 50 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik (Supariasa dkk 2001). iii). Standar Deviasi Unit (SD)
20
Standar
deviasi
unit
disebut
juga
Z-skor.
WHO
menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan (Supariasa dkk 2001). Rumus perhitungan Z – Skor : Z – Skor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujuk Tabel 3 Klasifikasi status gizi menggunakan Z–Skor Status Gizi
Indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Gizi Lebih
≥ + 2 SD
Gizi Baik
≥ - 2 SD dan < + 2 SD
Gizi Kurang
≥ - 3 SD dan < - 2 SD
Gizi Buruk
< - 3 SD
Sumber : Soekirman 2000.
b. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelialtissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa dkk 2001). Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tandatanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan secara fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa dkk 2001). c. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa dkk 2001). Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa dkk 2001). d. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
21
struktur dari jaringan (Supariasa dkk 2001). Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa dkk 2001). 2). Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. a. Survei Konsumsi Pangan Survei konsumsi pangan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa dkk 2001). Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa dkk 2001). b. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan
dengan
gizi
(Supariasa
dkk
2001).
Penggunaannya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa dkk 2001). c. Faktor Ekologi Bengoa dalam Supariasa dkk (2001), mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa dkk 2001). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut Sjahmien Moehji (2002), ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi, khususnya gangguan gizi pada bayi dan balita adalah tidak sesuainya jumlah zat gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka atau pola makan yang salah dan adanya penyakit infeksi atau status kesehatan. Pembahasan
22
tentang pola makan telah diuraikan di atas. balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KKP). Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makan bagi kelompok balita ini. 1) balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi. 2) balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah keuangan. Anak itu sudah tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dan ketrampilan untuk mengurus anak dengan baik. 3) ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak balita, apalagi mengurusnya. 4) balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik, dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk makanannya. 5) balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum cukup mempunyai immunitas atau daya tahan untuk melawan bahaya kepada dirinya (Sediaoetama 2000). Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan manelan dan mencerna makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah. Keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang gizi (Suhardjo dkk 1988). Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Makan Balita dengan Status Gizi Balita Menurut Suhardjo (2008), dalam penyediaan makanan keluarga dalam hal ini dilakukan oleh seorang ibu, banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi. Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Orang mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih
23
makanan yang paling menarik panca indera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut (Sedioetama 2000). Kondisi status gizi yang baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal (Depkes RI 2003). Tingkat konsumsi ditentukan
oleh
kualitas
serta
kuantitas
hidangan.
Kualitas
hidangan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain (Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti 1999). Dengan pengetahuan tentang gizi yang baik, seorang ibu dapat memilih dan memberikan makan bagi balita baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang memenuhi angka kecukupan gizi. Asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi dapat mempengaruhi status gizi.
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan jumlah balita bawah garis merah (BGM) di desa terpilih sebesar 3.9% yaitu paling tinggi dibandingkan delapan desa lain yang jumlah balita BGMnya berada dalam rentang 0.4%-3.6% (Laporan Puskesmas Pamolokan 2010). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari – Juni 2011. Jumlah Dan Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita serta ibu balita yang tinggal di desa terpilih yaitu 355. Contoh dalam penelitian ini adalah balita serta ibu yang memenuhi kriteria. Kriteria calon contoh yaitu: (1) berusia 13-60 bulan; (2) tercatat di posyandu desa terpilih; (3) tinggal bersama ibu; (4) ibu balita bersedia untuk diwawancara. Perkiraan jumlah contoh dalam penelitian ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow et al 1997). n= z21-α/2 .p(1-p) d2 Keterangan : n = Jumlah minimal contoh penelitian z= Tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05) p = 15%; estimasi persentase keluarga yang melakukan Kadarzi di Desa Paberasan (%) d = 10% ; akurasi (batas toleransi proporsi (%) n= (1.96)2. 0.15 (1-0.15)= 49 0.12 Berdasarkan perhitungan rumus di atas, perkiraan jumlah contoh sebesar 49 contoh, yang dipilih dari empat posyandu di Desa Paberasan. Pemilihan contoh diambil dari seluruh (empat) posyandu di desa terpilih. Jumlah balita yang memenuhi kriteria sebanyak 284 balita. Setelah itu dilakukan acak sederhana. Total calon contoh yang dipilih sebanyak 60 yaitu untuk mengantisipasi terjadinya
25
data yang tidak lengkap. Sebanyak 55 yang memiliki data lengkap untuk dijadikan contoh. Kerangka pemilihan contoh dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:
Kecamatan Kota Sumenep
purposive Puskesmas Pamolokan
purposive Desa Paberasan Jumlah balita= 355
memenuhi kriteria
Posyandu I n=102
Posyandu II n= 96
Posyandu III n= 63
Posyandu IV n= 23
calon contoh n= 13
calon contoh n= 5
calon contoh n= 12
calon contoh n=4
random calon contoh n= 22
calon contoh n= 20
data lengkap calon contoh n= 20
calon contoh n=19
55 Contoh Gambar 1 Kerangka pemilihan contoh
Jenis dan Cara pengumpulan data Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Jenis data primer meliputi: 1. Data karakteristik balita (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (pendapatan per kapita, besar keluarga), dan karakteristik ibu balita (umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan) 2. Data status gizi balita (data antropometri: berat badan dan tinggi badan) 3. Pengetahuan gizi ibu tentang sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, dan periode pemberian ASI eksklusif.
26
4. Perilaku Kadarzi tentang perilaku menimbang berat badan secara rutin, konsumsi makanan yang beragam, konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan saat hamil. Data sekunder sebagai data pendukung yang diambil meliputi keadaan umum wilayah penelitian yang diperoleh dari laporan desa dan Puskesmas Pamolokan. Data primer (karakteristik keluarga, karakteristik balita, karakteristik ibu balita, pengetahuan gizi ibu, dan perilaku Kadarzi) dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data antropometri dikumpulkan dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Alat pengukuran berat badan berupa timbangan injak dengan ketelitian 0.5 kg sedangkan alat ukur tinggi badan menggunakan microtoise. Secara keseluruhan, jenis variabel, data yang dikumpulkan, dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 4 di bawah. Tabel 4 Jenis data dan cara pengumpulan data No 1
Variabel Karakteristik Balita
Data yang dikumpulkan Umur dan jenis kelamin
2
Karakteristik keluarga
Pendapatan per kapita keluarga, besar keluarga
3
Karakteristik ibu balita
Umur , pendidikan, pekerjaan
4
Status gizi contoh
Berat badan dan tinggi badan
Pengukuran langsung menggunakan timbangan injak dan microtoise
5
Pengetahuan gizi ibu
Sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, periode pemberian ASI eksklusif
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
6
Perilaku Kadarzi
Menimbang berat badan secara rutin, konsumsi makanan yang beragam, konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan ibu hamil/nifas.
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
7
Gambaran umum lokasi penelitian
kondisi
Arsip desa dan puskesmas
geografis,
kesehatan
pelayanan
Cara pengumpulan
Wawancara dengan menggunakan kuesioner
27
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel dan program SPSS 16.0 for Windows. Hasil interpretasi data menggunakan signifikan α=0.1 karena penelitian bersifat lapang sehingga banyak faktor luar yang dapat mempengaruhi hasil penelitian yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti Karakteristik balita meliputi data umur dan jenis kelamin balita. Umur balita dibagi menjadi empat kelompok yaitu 13-24 bulan, 25-36 bulan, 37-48 bulan, dan 49-60 bulan (WH0 2006). Data jenis kelamin balita terdiri atas dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Karakteristik keluarga meliputi besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga. Data besar keluarga diolah dengan mengelompokkan berdasarkan jumlah anggota keluarga. Besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7), dan keluarga besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1998). Pendapatan per kapita keluarga dikategorikan menjadi dua yaitu keluarga miskin dan tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan Jawa Timur tahun 2010 yaitu Rp. 213.383 per kapita per bulan (BPS 2010) Karakteristik ibu balita meliputi umur, pendidikan, dan pekerjaan ibu. Data umur ibu dikelompokkan menjadi remaja (< 20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dewasa akhir (>65 tahun) (Papalia & old 1986). Data tingkat pendidikan ibu diolah menjadi delapan kategori, yaitu tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, SD/Sederajat, SLTP/Sederajat, SLTA/Sederajat, dan
Akademik/Diploma,
Sarjana,
Pascasarjana.
Jenis
pekerjaan
ibu
dikelompokkan menjadi tidak bekerja atau ibu rumah tangga, petani, pedagang, PNS, sopir, pegawai swasta, PRT, dan lain-lain. Pengetahuan gizi ibu diukur dengan menggunakan 20 pertanyaan tentang sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat zat gizi dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, serta periode pemberian ASI eksklusif. Masingmasing pertanyaan diberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah, sehingga total nilai maksimal yang diperoleh adalah 20 dan total nilai minimum yang diperoleh adalah 0. Penilaian pengetahuan gizi ibu dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan gizi ibu baik bila total nilai >80%, sedang bila 60-80%, dan kurang bila <60% (Khomsan 2007). Perilaku Kadarzi diukur menggunakan 21 pertanyaan tentang perilaku menimbang berat badan secara rutin, konsumsi makanan yang beragam,
28
konsumsi garam beryodium, pemberian ASI eksklusif, konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan saat hamil. Masing-masing pertanyaan diberikan nilai 3 untuk jawaban a (selalu), nilai 2 untuk jawaban b (kadang-kadang), dan nilai 1 untuk jawaban c (tidak pernah). Kemudian rata-rata nilai dari masing-masing indikator dikalikan dengan faktor konversi. Indikator penimbangan berat badan dan konsumsi makanan beragam diberikan skor 5, skor 2 untuk penggunaan garam beriodium dan suplementasi gizi, dan skor 1 untuk pemberian ASI aksklusif. Penilaian perilaku Kadarzi dikategorikan menjadi tiga yaitu perilaku Kadarzi rendah jika total nilai ≤60%, sedang bila total nilai 60-80%, dan baik bila total nilai ≥80%. Status gizi balita dinilai berdasarkan indeks berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB), tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap umur (BB/U) dengan menggunakan software antropometri 2005. Status gizi balita berdasarkan indeks BB/TB, TB/U, dan BB/U dikategorikan menjadi empat menurut standar baku z-skor Depkes RI 2008, yaitu: Tabel 5 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS No
Indeks yang dipakai
Batas pengelompokan
Sebutan status gizi
1
BB/U
<-3 SD
Gizi buruk
-3 s/d <-2 SD
Gizi kurang
-2 s/d+2 SD
Gizi baik
>+2 SD
Gizi lebih
<-3 SD
Sangat pendek
-3 s/d <-2 SD
Pendek
-2 s/d +2 SD
Normal
>+2 SD
Tinggi
<-3 SD
Sangat kurus
-3 s/d <-2 SD
Kurus
-2 s/d +2 SD
Normal
>+2 SD
Gemuk
2
3
TB/U
BB/TB
Sumber : Depkes RI 2008
Data pendukung lain yang dianalisis meliputi data umum tentang gambaran umum wilayah penelitian dari laporan desa dan puskesmas. Data-data yang telah dikategorikan menggunakan sistem komputerisasi Microsoft excel kemudian diolah dengan menggunakan analisis korelasi menurut spearman.
29
Definisi Operasional Contoh adalah balita serta ibu balita. Balita yang status gizinya diukur, yang memenuhi kriteria, yaitu balita laki-laki dan/atau perempuan berusia 13-60 bulan, tercatat di posyandu, tinggal bersama ibu, dan ibu balita bersedia diwawancara. Responden adalah ibu balita yang diwawancarai untuk memperoleh data mengenai contoh selama penelitian berlangsung Ibu balita adalah ibu yang memberikan informasi dan diteliti, dan memiliki balita berumur 13-60 bulan Besar keluarga adalah banyaknya orang yang hidup dalam satu bangunan rumah dan makan pendapatan yang sama. Besar keluarga diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) Pendapatan keluarga adalah jumlah penerimaan per kapita perbulan yang diperoleh ayah, ibu, atau anggota keluarga lain yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah) setiap satu bulan. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan utama yang dilakukan ayah dan ibu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, meliputi tidak bekerja atau ibu rumah tangga, petani, pedagang, PNS, sopir, pegawai swasta, PRT, dan lainlain. Pendidikan orang tua adalah pendidikan formal terakhir ayah dan ibu, dikategorikan menjadi delapan, yaitu tidak pernah sekolah, tidak tamat SD,SD/ sederajat, SLTP/Sederajat, SLTA/Sederajat, dan Akademik/Diploma, Sarjana, Pascasarjana. Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan ibu balita tentang sumber dan jenis zat gizi, manfaat zat gizi dan akibat kekurangan zat gizi, dan periode pemberian ASI eksklusif. Perilaku Kadarzi adalah praktek atau tindakan-tindakan anggota keluarga yang berkaitan dengan gizi keluarga yang meliputi menimbang berat badan secara teratur setiap bulan yang dinilai baik jika menimbang >4 kali dalam enam bulan terakhir, mengkonsumsi makanan yang beranekaragam yang dinilai dengan telah mengkonsumsi lauk hewani dan buah setiap hari, mengkonsumsi garam beryodium yang dinilai baik jika telah melihat label yodium pada garam yang dibeli, memberikan ASI eksklusif selama enam bulan yang dinilai baik jika memberikan ASI saja hingga balita berusia 6 bulan, mengkonsumsi suplemen
30
gizi sesuai dengan anjuran yang dinilai baik jika balita 12-59 bulan mengkonsumsi
vitamin
setiap
bulan
februari
dan
agustus,
ibu
hamil
mengkonsumsi minimal 90 tablet TTD dan ibu nifas mengkonsumsi 2 kapsul vitamin selama masa nifas. Status gizi balita adalah kondisi tubuh balita berdasarkan tiga indeks antropometri
yaitu
berat
badan
terhadap
tinggi
badan
(BB/TB)
untuk
mencerminkan masalah gizi akut, tinggi badan terhadap umur (TB/U), untuk mencerminkan masalah gizi kronis, dan berat badan terhadap umur (BB/U) untuk mencerminkan masalah gizi kronis dan akut dengan empat kategori mengacu pedoman Depkes RI 2008.
KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya manusia
dan
kualitas
hidup.
Program
perbaikan
gizi
bertujuan
untuk
meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat. Pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi status gizi balita, pendidikan rendah menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah gizi balita. Selain itu umur dan pekerjaan ibu secara tidak langsung juga mempengaruhi status gizi balita. Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak. Ibu yang masih muda lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan kewajibannya untuk mengasuh anak. Hal ini menyebabkan secara kualitas dan kuantitas pengasuhan yang dilakukan kurang terpenuhi. Ibu yang bekerja juga memiliki perhatian yang kurang terhadap anak karena disibukkan dengan pekerjaannya (Hurlock 1998). Besarnya keluarga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita, jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar tersebut (Suhardjo dkk 1988). Keluarga yang memiliki anak maksimal dua orang mempunyai anak dengan status gizi lebih baik daripada keluarga yang memiliki lebih dari dua anak. Pendapatan keluarga juga mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah, lebih cenderung untuk membeli bahan pangan, dan makin tinggi penghasilan seseorang maka menurun bagian penghasilan yang digunakan untuk membeli bahan pangan atau makanan (Suhardjo 1989a). Pengetahuan gizi ibu juga terbukti berhubungan dengan status gizi dalam penelitian Gabriel (2008). Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Sediaoetama 2000). Semakin bertambah pengetahuan gizi ibu maka seorang ibu akan semakin mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya termasuk pada anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga (Suhardjo dkk 1988). Kurangnya
32
pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 2008). Faktor-faktor yang berkaitan langsung terhadap status gizi adalah perilaku Kadarzi. Perilaku Kadarzi berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi ibu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu maka semakin baik perilaku Kadarzi. Faktor lain yang berkaitan langsung terhadap status gizi adalah ketahanan pangan dan perilaku hidup bersih. Aktifitas ibu secara tidak langsung dapat berkaitan terhadap status gizi yang tergantung kepada kecukupan konsumsi zat gizi. Oleh karena itu, diharapkan bahwa dengan pengetahuan gizi ibu yang baik serta perilaku Kadarzi yang baik akan berdampak baik bagi masyarakat.
33
Karakteristik keluarga: • Besar keluarga • Pendapatan per kapita Karakteristik ibu: • Umur • Pendidikan • Pekerjaan
Ketahanan pangan keluarga
Pengetahuan gizi ibu
Pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku keluarga sadar gizi • Makan beraneka ragam • Penimbangan rutin BB balita • Penggunaan garam beridium • Pemberian ASI eksklusif • Suplementasi gizi
Konsumsi zat gizi balita
Keterangan
:Variabel tidak diteliti : Variabel yang diteliti : Hubungan tidak diteliti : Hubungan diteliti Gambar 2 Kerangka pemikiran
STATUS GIZI BALITA (BB/TB, TB/U, BB/U)
Status kesehatan anak
34
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara
: Desa Poja
Sebelah selatan : Desa Kacongan Sebelah timur
: Desa Beraji
Sebelah barat
: Desa Parsanga
Desa Paberasan memiliki luas permukiman 129 ha/m2, luas persawahan 192 ha/m2, dan luas perkebunan 157 ha/m2. Jumlah penduduk sebanyak 1806 orang laki-laki dan 1877 orang perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1090 KK. Jumlah balita yang ada di Desa Paberasan tahun 2008: Tabel 6 Sebaran balita di Desa Paberasan berdasarkan usia Usia (tahun)
Laki-Laki
Perempuan
0
22
38
1
22
24
2
24
37
3
25
34
4
27
38
5
20
24
Sumber: Profil Desa Paberasan
Terdapat 50 laki-laki dan 55 perempuan yang tamat SD, 52 laki-laki dan 70 perempuan yang tamat SMP, 60 laki-laki dan 62 perempuan yang tamat SMA. Terdapat 12 laki-laki dan 8 perempuan yang tamat D1, 20 laki-laki dan 25 perempuan yang tamat D2, 40 laki-laki dan 50 perempuan yang tamat D3, dan 30 laki-laki dan 35 perempuan yang tamat S1. Pada umumnya masyarakat Desa Paberasan memiliki pekerjaan sebagai petani dan buruh tani. Terdapat 370 lakilaki dan 150 perempuan yang bekerja sebagai petani, 395 laki-laki dan 300 perempuan yang bekerja sebagai buruh tani. Masyarakat yang bekerja sebagai PNS yaitu 132 laki-laki dan 10 perempuan. Masyarakat Desa Paberasan juga ada yang bekerja sebagai pedagang yaitu 200 orang laki-laki dan 10 perempuan. Berdasarkan profil puskesmas tahun 2010, jumlah posyandu di Desa Paberasan sebanyak 4 posyandu. Posyandu yang terdapat di desa tersebut semuanya tergolong posyandu madya. Posyandu Madya merupakan posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang atau lebih, namun cakupan program utamanya (KB, KIA,
35
Gizi, dan Imunisasi) masih rendah, yaitu kurang dari 50% (Sulaeman A dkk 2010). Jumlah balita yang ditimbang di Desa Paberasan sebanyak 71.5%, balita yang naik berat badannya sebanyak 70%, balita yang BGM sebanyak 3.9%. Masih mencapai 64.3% ibu yang memberikan ASI eksklusif. Selain itu juga terkait dengan penggunaan garam beryodium, Desa Paberasan hanya 85.7% yang menggunakan garam beryodium (Profil Puskesmas Pamolokan 2010). Karakteristik Keluarga Pendapatan dan Besar Keluarga Sebagian besar (72.7%) contoh memiliki pendapatan per kapita >Rp.213.383. Keluarga yang memiliki pendapatan per kapita >Rp.213,383 tergolong keluarga tidak miskin berdasarkan batas garis kemiskinan. Pendapatan per kapita terendah sebesar Rp.120.000 dan pendapatan per kapita keluarga tertinggi sebesar Rp.875.000. Besar anggota keluarga juga perlu untuk diperhatikan karena merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang. Hal ini dilihat dari pola konsumsi dan luas hunian rumah dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal di dalamnya. Jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya semakin berkurang dan terhadap anggota keluarga yang lain, serta perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1989). Sebagian besar (63.6%) contoh termasuk dalam keluarga kecil dan tidak ada contoh yang termasuk dalam kategori keluarga besar. Berdasarkan Hurlock (1998) keluarga kecil adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga ≤4 orang. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita dan besar keluarga. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita dan besar keluarga Jumlah anggota keluarga
Total
Pendapatan per kapita (Rp/bulan)
≤Rp 213,383
>Rp 213,383
n
%
n
%
N
%
≤4
0
0
35
63.6
35
63.6
5-7
15
27.3
5
9.1
20
36.4
Total
15
27.3
40
72.7
55
100
Karakteristik Balita Umur dan Jenis Kelamin Balita Balita memerlukan perhatian yang sangat serius karena pada masa balita adalah masa tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan secara fisik
36
dan perkembangan psikomotorik. Pada masa ini balita harus memiliki kondisi gizi yang baik. Keadaan gizi yang baik dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita. Sebagian besar (29.1%) balita berada dalam rentang umur 13-24 bulan dan 49-60 bulan. Berdasarkan pengelompokan jenis kelamin, dapat diketahui 63.6% balita berjenis kelamin perempuan dan sisanya berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 36.4%. Berdasarkan data laporan desa, balita yang terdapat di desa tersebut sebagian besar adalah perempuan. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin balita: Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur (Bulan)
13-24 25-36 37-48 49-60 Total
Jenis kelamin laki-laki n 6 2 3 9 20
Total perempuan
% 10.9 3.6 5.5 16.4 36.4
n 10 11 7 7 35
% 18.2 20.0 12.7 12.7 63.6
N 16 13 10 16 55
% 29.1 23.6 18.2 29.1 100
Sebaran contoh juga dapat dilihat berdasarkan umur dan jenis kelamin balita. Sebagian besar (20%) balita berjenis kelamin perempuan pada umur 2536 bulan dan sebagian kecil (3.6%) balita berjenis kelamin laki-laki pada rentang umur 25-36 bulan. Berdasarkan data laporan desa tahun 2008, balita yang terdapat di Desa Paberasan sebagian besar berada dalam rentang umur 25-36 bulan dan sebagian besar memiliki jenis kelamin perempuan. Karakteristik Ibu balita Umur Ibu Sebagian besar (94%) ibu berada dalam rentang umur 20-40 tahun. Namun terdapat ibu balita yang masih memiliki umur di bawah 20 tahun yaitu sebesar 1.8%. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan umur ibu: Tabel 9 Sebaran umur ibu Umur (Tahun)
n
%
<20
1
1.8
20-40
52
94.5
41-65
2
3.6
Sebagian besar (94.5%) ibu berada dalam rentang umur 20-40 tahun. Menurut Papalia & old (1986), dalam rentang umur 20-40 tahun termasuk dalam
37
kategori dewasa awal. Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak menggunakan pengalaman orang terdahulu. Pada umumnya orang tua muda lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan kewajibannya untuk mengasuh dan mengurus anak. Hal ini menyebabkan secara kualitas dan kuantitas pengasuhan yang dilakukan kurang terpenuhi. Sebaliknya orang tua yang berumur lebih cenderung untuk melaksanakan kewajibannya dalam mengasuh anak semaksimal mungkin dan sepenuh hati (Hurlock 1998). Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan ibu berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Sebagian besar (38.%) ibu adalah lulusan SD dan tidak ada ibu yang tidak pernah sekolah. Berikut ini disajikan tabel persentase tingkat pendidikan ibu: Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu Tingkat Pendidikan
n
%
Tidak tamat SD
1
1.8
SD
21
38.2
SLTP
18
32.7
SLTA
10
18.2
D3
1
1.8
S1
4
7.3
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak
karena
tingkat
pendidikan
ibu
berpengaruh
terhadap
tingkat
pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003). Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang tua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anak (Soetjiningsih 1998). Pekerjaan Ibu Sebagian besar (61.8%) ibu adalah ibu rumah tangga. Para wanita yang sudah memiliki anak sebagian besar lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Hal ini bertujuan untuk mengurus anak di rumah dan melakukan pekerjaan rumah yang cukup menguras tenaga. Namun ada juga ibu yang
38
memilih untuk bekerja di luar rumah misalnya sebagai PNS, padagang, PRT, dan petani. Ibu yang sibuk bekerja biasanya menitipkan anak mereka kepada nenek atau saudaranya. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan pekerjaaan ibu: Tabel 11 Sebaran pekerjaan ibu Pekerjaan Tidak Bekerja Petani PNS Pegawai Swasta PRT Lain
n 34 9 1 5 1 5
% 61.8 16.4 1.8 9.1 1.8 9.1
Meningkatnya penghasilan keluarga yang berasal dari ibu yang bekerja akan memperbaiki konsumsi pangan seluruh anggota keluarga. Pada saat yang sama, ibu akan kehilangan waktu yang berharga bersama anak-anak mereka dalam memberi makan dan mengasuh anak-anaknya, terutama anak yang masih kecil (Khomsan 2004). Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar ibu memilih untuk tidak bekarja dan mengurus anak mereka di rumah. Kondisi tersebut sangat berdampak positif terhadap anak-anak mereka karena ibu dapat meluangkan waktunya untuk mengurus keluarga khususnya anak-anak mereka yang masih kecil yang membutuhkan perhatian lebih dari orang tua khususnya dari seorang ibu. Pengetahuan Gizi Ibu Pengetahuan gizi merupakan salah satu perihal penting yang perlu diperhatikan karena berkaitan terhadap perubahan sikap dan perilaku gizi seseorang. Berikut ini tabel yang menyajikan persentase pengetahuan gizi ibu berdasarkan kategori yag telah ditentukan: Tabel 12 Persentase pengetahuan gizi ibu Tingkat pengetahuan gizi ibu
n
%
19
34.5
Sedang (skor 60-80%) Rendah (skor <60%)
19 17
34.5 30.9
Total Rata-rata±SD
55 68.82±16.44
100
Baik
(skor >80%)
Sebagian besar (34.5%) ibu masing-masing memiliki pengetahuan gizi baik dan sedang dan masih terdapat ibu yang memiliki pengetahuan gizi rendah
39
yaitu sebesar 30.9%. Menurut suhardjo (2003) dalam penyediaan makanan keluarga dalam hal ini dilakukan oleh ibu, banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi. Semakin banyak pengetahuan gizi ibu maka akan semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang akan dipilih untuk dikonsumsi. Ibu yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi maka akan cenderung memilih makanan yang paling menarik panca indera dan tidak mempertimbangkan dari aspek gizi makanannya (Sedioetama 200). Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar ibu memiliki pengetahuan gizi baik dan sedang. Ibu yang memiliki pengetahuan yang
baik
kemungkinan memilih dan
menyediakan makanan bagi anggota keluarga baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang memenuhi angka kecukupan gizi. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi rendah adalah ibu yang hanya lulusan SD, selain itu juga ibu yang kurang aktif dalam mengakses informasi terutama informasi kesehatan. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan aspek-aspek pengetahuan gizi ibu: Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan aspek-aspek pengetahuan gizi ibu Aspek Baik n
Pengetahuan gizi ibu Sedang % n %
Rendah n %
Jenis dan sumber zat gizi Fungsi dan akibat kekurangan zat gizi
6
10.9
15
27.3
34
61.8
35
63.6
11
20
9
16.4
Air Susu Ibu
22
40
18
32.7
15
27.3
Berdasarkan tabel di atas, terdapat 10.9% ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik terkait dengan aspek jenis dan sumber zat gizi, 63.6% ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik terkait fungsi dan akibat kekurangan zat gizi, dan terdapat 40% ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik terkait aspek air susu ibu. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu terkait dengan sumber dan jenis zat gizi: Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (Sumber dan jenis zat gizi) Pertanyaan
Benar
Salah
n
%
n
%
Sumber kalsium dan fosfor
32
58.2
23
41.8
Sumber protein hewani
40
72.7
15
27.3
Menu 3B
36
65.5
19
34.5
Sumber zat besi
22
40.0
33
60.0
4
7.3
51
92.7
29
52.7
26
47.3
Sumber zat pembangun Zat gizi pendukung pertumbuhan anak
40
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pengetahuan gizi ibu yaitu pertanyaan terkait dengan sumber dan jenis zat gizi. Terdapat enam pertanyaan yang terkait dengan indikator tersebut. Pertanyaan yang banyak dijawab dengan benar yaitu pertanyaan tentang sumber protein hewani yaitu sebesar 72.7% ibu yang menjawab dengan benar. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar ibu balita mengetahui bahwa ikan merupakan sumber protein. Informasi tersebut mereka dapatkan dari iklan-iklan di televisi atau media massa lainnya. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan tentang sumber zat pembangun yaitu sebesar 92.7% ibu yang menjawab salah. Berdasarkan hasil penelitian, banyak ibu yang menjawab bahwa zat gizi yang merupakan zat pembangun adalah nasi dan kentang. Karena menurut mereka nasi dan kentang merupakan sesuatu yang sering dikonsumsi seseorang untuk memberikan rasa kenyang. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator pengetahuan gizi terkait dengan manfaat dan akibat kekurangan zat gizi: Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu (manfaat dan akibat kekurangan zat gizi) Pertanyaan Benar Salah
Fungsi zat besi Akibat kekurangan yodium Akibat kekurangan vitamin A Masalah gizi kurang diindonesia Penyebab anak kurang gizi Manfaat konsumsi tablet besi selama masa kehamilan Manfaat garam beryodium Pencegah dehidrasi Manfaat kalsium Akibat makanan dan minuman tidak bersih
n 20.0 52.0 45.0
% 36.4 94.5 81.8
n 35.0 3.0 10.0
% 63.6 5.5 18.2
38.0 35.0
69.1 63.6
17.0 20.0
30.9 36.4
33.0 51.0 47.0 53.0
60.0 92.7 85.5 96.4
22.0 4.0 8.0 2.0
40.0 7.3 14.5 3.6
53.0
96.4
2.0
3.6
Indikator lain yang digunakan untuk mengukur pengetahuan gizi ibu yaitu pertanyaan terkait dengan manfaat dan akibat kekurangan zat gizi. Pertanyaan yang digunakan terkait dengan hal tersebut terdiri dari sepuluh pertanyaan. Pertanyaan yang paling banyak dijawab benar oleh ibu balita adalah pertanyaan tentang manfaat kalsium dan akibat makanan dan minuman tidak bersih yaitu masing-masing sebesar 96.4% ibu balita yang menjawab benar. Sedangkan pertanyaan yang banyak dijawab dengan salah yaitu pertanyaan tentang fungsi
41
zat besi. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator pengetahuan gizi terkait dengan Air Susu Ibu (ASI): Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi (Air Susu Ibu) Pertanyaan Cairan kolostrum Usia awal pemberian ASI Periode ASI eksklusif Periode pemberian ASI
Benar n 27.0 49.0 47.0 44.0
Salah % 49.1 89.1 85.5 80.0
n 28.0 6.0 8.0 11.0
% 50.9 10.9 14.5 20.0
ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi serta memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan makanan yang dibuat oleh manusia. Air susu ibu sangat menguntungkan yaitu dilihat dari segi gizi, kesehatan, maupun dari segi sosial ekonomi (Suhardjo 1989b). ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi, sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa makanan dan minuman selain ASI. Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Dinkes DKI Jakarta 2002). Berdasarkan hasil penelitian, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar yaitu pertanyaan tentang usia awal pemberian ASI. Terdapat 89.1% ibu balita yang menjawab dengan benar pertanyaan tersebut. Banyak ibu balita yang sudah mengetahui hal tersebut dan sebagian ibu sudah menerapkan hal tersebut kepada anak-anak mereka. Sebagian besar ibu balita telah memberikan ASI kepada anak mereka sejak anak mereka baru lahir, namun ada juga ibu balita yang tidak memberikan ASI mereka setelah anak mereka lahir. Hal tersebut disebabkan karena ASI yang tidak keluar, sehingga ibu menangani hal tersebut dengan memberikan susu formula kepada anaknya. Alasan lain ibu memberikan susu formula kepada anak mereka yaitu karena adanya ibu yang sibuk bekerja, sehingga anak mereka diasuh oleh saudara atau neneknya. Terdapat pertanyaan yang banyak dijawab salah yaitu pertanyaan tentang cairan kolustrum. Cairan kolustrum ini belum popular atau belum banyak dikenal oleh orang awam. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan ibu balita, sebagian besar dari mereka sudah memberikan cairan kolustrum kepada anak mereka yang baru lahir.
42
Perilaku Keluarga Sadar Gizi Perilaku keluarga sadar gizi perlu diterapkan oleh setiap keluarga. Terdapat lima perihal yang termasuk dalam perilaku keluarga sadar gizi yaitu: menimbang berat badan secara rutin tiap bulan, mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, mengkonsumsi garam beryodium, memberikan ASI eksklusif, dan memberikan suplemen gizi kepada anggota keluarga. Berikut ini persentase perilaku keluarga sadar gizi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan: Tabel 17 Perilaku keluarga sadar gizi Perilaku Kadarzi Baik
(skor >80%)
Sedang (skor 60-80%)
n
%
42
76.4
13
23.6
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar keluarga berperilaku keluarga sadar gizi baik, tidak terdapat keluarga yang memiliki perilaku keluarga sadar gizi yang rendah. Terdapat contoh yang pendidikan terakhir ibu adalah lulusan SD namun dapat menerapkan perilaku Kadarzi baik. Terdapat beberapa hal yang ditemukan dari hasil wawancara yang diduga terkait dengan hal tersebut yaitu adanya faktor ekonomi, ketersediaan pangan di daerah tersebut, dan pengalaman orang terdahulu. Berikut ini disajikan tabel perilaku keluarga sadar gizi pada masing-masing indikator Tabel 18 Perilaku keluarga sadar gizi pada masing-masing indikator Perilaku Kadarzi
Baik
Sedang
Rendah
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
Penimbangan berat badan
18
32.7
36
65.5
1
1.8
55
100
Konsumsi makanan beragam
23
41.8
32
58.2
0.0
55
100
Konsumsi garam beryodium
50
90.9
4
7.3
1
1.8
55
100
Air susu ibu Suplementasi zat gizi pada balita dan ibu hamil/nifas
51
92.7
2
3.6
2
3.6
55
100
49
89.1
4
7.3
2
3.6
55
100
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar (65.5%) contoh berperilaku Kadarzi baik terkait dengan penimbangan berat badan secara rutin. Terkait dengan indikator Air Susu Ibu, sebagian besar (92.7%) contoh telah berperilaku baik. Terkait dengan konsumsi garam beryodium, terdapat 90.9% contoh yang
43
telah berperilaku baik. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator Kadarzi terkait dengan penimbangan berat badan: Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (penimbangan berat badan) Pertanyaan
Penimbangan ibu hamil Penimbangan balita Pengecekan KMS Pemeriksaan kesehatan
Baik n 33 21 15 42
% 60.0 38.2 27.3 76.4
sedang n 20 34 34 13
% 36.4 61.8 61.8 23.6
Rendah n 2 0 6 0
% 3.6 0.0 10.9 0.0
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku Kadarzi yaitu penimbangan berat badan. Terdapat empat pertanyaan yang terkait dengan indikator tersebut. Sebagian besar (76.4%) contoh sudah mencapai kategori baik dalam membawa anggota keluarga ke bidan/dokter/puskesmas ketika anggota keluarga ada yang sakit. Sedangkan perilaku penimbangan rutin balita tiap bulan masih 38.2% contoh yang mencapai kategori baik. Pemeriksaan kesehatan dapat dikategorikan baik apabila setiap terdapat anggota keluarga yang sakit selalu membawanya ke bidan//dokter/puskesmas, dan penimbangan balita tiap bulan dapat dikategorikan baik apabila contoh rutin tiap bulan menimbang berat badan ke posyandu. Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan balita. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah memburuknya keadaan gizi (Dinkes DKI Jakarta 2002). Masih terdapat ibu balita yang malas untuk membawa anaknya ke posyandu, hal tersebut disebabkan karena tempat posyandu yang susah dijangkau yaitu jauh dari tempat tinggal mereka. Namun ada juga balita yang jarang ditimbang karena saat hari penimbangan sedang tidak ada di rumah yaitu terkadang orang tuanya membawa anaknya berkunjung ke rumah saudara atau kakek nenek mereka. Perilaku yang jarang dilakukan oleh ibu balita yaitu melihat ulang KMS setelah menimbang di posyandu yaitu masih ada yang tergolong rendah. Menurut Roedjito (1989), KMS merupakan sebuah kartu tebal yang dapat dilipat yang dapat digunakan untuk menggunakan garis pertumbuhan anak dari 0 sampai 5 tahun. Penggunaan KMS yang paling penting adalah untuk membandingkan dan menilai pertumbuhan berat anak dalam jangka waktu
44
tertentu. Terdapat 10.9% contoh yang masih tergolong rendah dalam pengecekan KMS. Hal tersebut terjadi karena masih ada ibu balita yang ternyata tidak mempunyai KMS karena ada sebagian dari mereka yang KMSnya hilang, atau dibawa oleh kader posyandu. Beraneka ragam pangan yang dikonsumsi memenuhi tri guna makanan yaitu makanan sebagai sumber tenaga (karbohidrat, lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin, mineral). Selain itu beraneka ragam makanan yaitu makan sebanyak 2-3 kali sehari yang terdiri dari empat macam kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan tersebut adalah 1) makanan pokok, sebagai sumber zat tenaga seperti beras, jagung, umbi, singkong, mie; 2) lauk pauk, sebagai sumber gizi pembangun seperti ikan, telur, ayam, daging, tempe, kacang-kacangan, tahu; dan 3) sayuran dan buahbuahan, sebagai sumber zat pengatur seperti bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang panjang, sawi, dan singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka, nanas (Dinkes DKI Jakarta 2002). Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator Kadarzi yang terkait dengan konsumsi makanan beragam: Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (konsumsi makanan beragam) Pertanyaan Baik Sedang Rendah
Konsumsi ibu Konsumsi ayah Konsumsi balita Ketersediaan sayuran Ketersediaan buah-buahan Konsumsi buah-buahan
n
%
n
%
n
%
40 41 29 17 5 8
72.7 74.5 52.7 30.9 9.1 14.5
14 13 12 37 44 43
25.5 23.6 21.8 67.3 80.0 78.2
1 1 14 1 6 4
1.8 1.8 25.5 1.8 10.9 7.3
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, frekuensi makan ayah masih mencapai 74.5% contoh yang termasuk dalam kategori baik, sedangkan frekuensi makan balita masih mencapai 52.7% contoh yang tergolong dalam katerogi baik. Frekuensi makan seseorang dapat dikatakan baik apabila seseorang makan tiga kali dalam sehari. Terdapat 9.1% contoh yang setiap hari terbiasa menyediakan buah-buahan di rumah. Terdapat 25.5.% balita yang tidak tentu frekuensi makannya dalam sehari. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu balita, ternyata terdapat balita yang bahkan tidak pernah makan nasi sampai berumur 14 bulan. Asupan hanya diperoleh dari susu dan biskuit yang biasa dikonsumsi.
45
Mengkonsumsi
makanan
yang
beragam
sangat
baik
untuk
keberlangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena fungsi dari makanan yang beragam yaitu untuk melengkapi zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari penyakit kekurangan gizi. Akibat dari tidak mengkonsumsi makanan yang beragam, maka akan terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh khususnya pada balita (Dinkes DKI Jakarta 2002). Konsumsi garam beryodium merupakan indikator ketiga yang digunakan untuk melihat perilaku Kadarzi. Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di dalam tanah maupun di air dan merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (GAKI 2007). Garam beryodium adalah garam yang telah ditambah zat iodium yang diperlukan oleh tubuh (Dinkes DKI Jakarta 2002). Fungsi iodium dalam tubuh manusia adalah untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa. Adapun pangan sumber iodium yaitu ikan, kerang-kerangan dan rumput laut (Depkes RI 2008) Penanggulangan gondok endemik dilakukan dengan pelarutan iodium dan iodisasi garam konsumsi. Untuk produksi garam beryodium telah dilakukan iodisasi yang berasal dari garam yang dikeluarkan dari stok nasional (Suhardjo 2008). Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator Kadarzi yang terkait dengan konsumsi garam beryodium: Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (konsumsi garam beryodium) Pertanyaan
Baik
Sedang
Rendah
n
%
n
%
n
%
Pemilihan garam beryodium
50
90.9
4
7.3
1
1.8
Penggunaan garam beryodium
50
90.9
5
9.1
0
0.0
Ketersediaan garam beryodium
50
90.9
5
9.1
0
0.0
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu balita, sebagian besar sudah mengetahui akibat dari kekurangan yodium. Oleh karena itu sebagian besar keluarga sudah menggunakan garam beryodium. Namun masih terdapat beberapa keluarga yang kadang tidak memperhatikan ketika membeli garam. Hal ini disebabkan karena terdapat ibu yang belum mengetahui manfaat dari garam beryodium sehingga ibu tidak selalu membeli garam yang beryodium. Beberapa ibu balita berpendapat bahwa garam beryodium kurang terasa asinnya sehingga
46
terkadang ibu memilih garam yang tidak beryodium. Garam beryodium merupakan garam yang telah ditambah zat yodium yang diperlukan oleh tubuh. Pada kemasan biasa ditulis “garam beryodium”. Kegunaan garam beryodium yaitu mencegah terjadinya penyakit Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Akibat tidak menggunakan/memasak dengan garam beryodium, yaitu terjadinya penyakit Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) yang ditandai dengan membesarnya kelenjar gondok di daerah leher, sehingga mengurangi daya tarik seseorang. Pertumbuhan anak tidak normal yang disebut kretin/kerdil. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan perilaku konsumsi garam beryodium keluarga baik dari segi pemilihan, penggunaan, maupun ketersediaannya 90.9% contoh yang mencapai kategori baik. Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif di masyarakat. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan tidak memberikan makanan dan minuman lain selain ASI pada bayi umur 0-6 bulan. Kegunaan memberikan ASI eksklusif, yaitu : ASI merupakan makanan bayi
yang
paling
sempurna,
murah dan mudah
memberikannya pada bayi. ASI saja dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal pada bayi sampai berumur 6 bulan. ASI yang pertama keluar disebut kolustrum berwarna kekuningan, dan mengandung zat kekebalan untuk mencegah timbulnya penyakit. Oleh karena itu harus diberikan kepada
bayi
dan
jangan
sekali-sekali
dibuang.
Keluarga
tidak
perlu
mengeluarkan biaya untuk makanan bayi 0-6 bulan. Dengan ASI mempererat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi. Oleh karena itu pemberian ASI eksklusif dijadikan salah satu indikator dalam mengukur perilaku Kadarzi. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan indikator Kadarzi yang terkait dengan konsumsi ASI: Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (konsumsi ASI) Pertanyaan
Baik
Sedang
Rendah
n
%
n
%
n
%
Pemberian ASI eksklusif
46
83.6
7
12.7
2
3.6
Pemberian ASI dalam sehari
43
78.2
10
18.2
2
3.6
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat 83.6% ibu yang telah memberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Namun masih terdapat 3.6% ibu yang tidak pernah memberikan ASI eksklusif. Akibat tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi, yaitu: Bila bayi umur 0-6 bulan diberi makanan lain
47
selain ASI, dapat terjadi gangguan alat pencernaan. Bayi tidak mempunyai ketahanan tubuh untuk mencegah penyakit. Bila bayi diberikan susu botol sering terjadi mencret, kemungkinan bayi tidak cocok dengan susu bubuk atau cara membuatnya tidak bersih, dan pengeluaran biaya rumah tangga lebih banyak. Mengurangi ikatan cinta kasih antara ibu dan anak. Berdasarkan frekuensi pemberian ASI dalam sehari, terdapat 78.2% ibu yang telah memberikan ASI dalam sehari lebih dari 8 kali, namun terdapat 3.6% ibu yang tidak pernah memberikan ASI dalam sehari. Hal tersebut disebabkan karena ASI yang tidak keluar sehingga sejak lahir telah diberikan susu formula. Tindakan yang perlu dilakukan bila ibu belum memberikan ASI saja pada bayi mulai umur 0-6 bulan, yaitu: memberikan pendidikan gizi atau pengetahuan tentang pentingnya memberikan ASI saja pada bayi mulai umur 0-6 bulan. Mempersiapkan ibu agar dapat menyusui bayinya segera setelah melahirkan dengan menganjurkan makan-makanan bergizi yang dapat meningkatkan ASI, misalnya kacang-kacangan, sayuran hijau, ikan, telur dan buah-buahan. Mulai umur 6 bulan bayi dapat diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Indikator kelima yang digunakan untuk mengukur perilaku Kadarzi yaitu terkait dengan suplementasi zat gizi pada balita dan ibu hamil/nifas. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen zat gizi pada balita dan ibu hamil/menyusui: Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi (konsumsi suplemen zat gizi pada balita dan ibu hamil/menyusui) Pertanyaan
Pemberian tablet besi pada masa kehamilan Konsum tablet besi pada masa kehamilan Pemberian kapsul vitamin A pada masa nifas Konsumsi vitamin A pada masa nifas Pemberian vitamin A pada balita Konsumsi vitamin A pada balita
Baik
Sedang
Rendah
n
%
n
%
n
%
32
58.2
17
30.9
6
10.9
37
67.3
7
12.7
11
20.0
18
32.7
22
40.0
15
27.3
14
25.5
24
43.6
17
30.9
36
65.5
19
34.5
0
0.0
48
87.3
5
9.1
2
3.6
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 87.3% contoh yang konsumsi vitamin A balita sudah tergolong baik. Konsumsi vitamin A dapat dikatakan baik apabila
48
balita selalu mengkonsumsi kapsul vitamin A setiap mendapatkan kapsul tersebut. Tidak ada balita yang tidak pernah mendapatkan kapsul vitamin A dari posyandu, namun masih ada balita yang tidak selalu mendapatkan kapsul vitamin A dari posyandu. Hal tersebut disebabkan karena saat jadwal pemberian vitamin A balita tidak melakukan kunjungan posyandu. Terdapat 30.9% ibu yang konsumsi vitamin A pada masa nifas masih tergolong rendah. Konsumsi vitamin A pada masa nifas dapat tergolong rendah apabila ibu balita tidak pernah mengkonsumsi vitamin A saat masa kehamilan/nifas. Status Gizi Balita Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dalam masyarakat cara pengukuran status gizi yang paling sering dilakukan dengan menggunakan metode antropometri. Pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Berikut ini disajikan tabel penilaian status balita: Tabel 24 Status gizi balita Indeks BB/U
Total rata-rata±SD Min TB/U
Total rata-rata±SD Min BB/TB
Total rata-rata±SD Min
Status gizi gizi buruk gizi kurang gizi baik gizi lebih
n 1 6 48 0
sangat pendek pendek normal tinggi
16 18 20 1 55
sangat kurus kurus normal gemuk
1 5 39 10 55
% 1.8 10.9 87.3 0.0 100 -1.03±1.02 -3.96 29.1 32.7 36.4 1.8 100 -2.31±1.79 -5.52 1.82 9.09 70.91 18.18 100 0.47±1.94 -4.3
49
Pengukuran status gizi balita menggunakan indeks BB/U mencerminkan masalah gizi akut kronis. Sebagian besar (87.3%) balita memiliki status gizi baik, masih terdapat 10.9% balita yang memiliki status gizi kurang dan 1.8% balita yang memiliki status gizi buruk. Besarnya angka gizi kurang dan gizi buruk yang ada menunjukkan adanya masalah kesehatan karena melebihi cut of point yang telah ditentukan. Berdasarkan Kepmenkes No.902/XVIII/2002 yaitu angka gizi buruk dapat dikatakan suatu masalah apabila melebihi cut of point 0.5% gizi buruk. Balita yang memiliki status gizi buruk adalah balita yang susah makan dan menderita penyakit infeksi. Balita yang memiliki status gizi buruk adalah balita yang pendidikan terakhir ibunya adalah SD. Orang tua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anak (Soetjiningsih 1998). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat
pemahamannya
terhadap
perawatan
kesehatan,
hygiene,
dan
kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003). Balita dengan status gizi buruk diduga disebabkan karena ibu balita memiliki pendidikan yang masih rendah, sehingga belum mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anak. Namun terdapat balita yang memiliki status gizi baik dengan pendidikan terakhir ibu adalah SD. Hal tersebut bisa saja terjadi karena ibu balita lebih aktif dalam mengakses informasi, salah satunya dengan cara aktif mengikuti kegiatan penyuluhan sehingga lebih banyak ilmu yang didapat dari hasil penyuluhan yang dilakukan saat kegiatan posyandu dilakukan. Indeks TB/U menggambarkan masalah gizi kronis. TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Berdasarkan indeks TB/U, sebagian besar (36.4%) balita memiliki status gizi normal namun masih terdapat 29.1% balita yang memiliki status gizi sangat pendek dan sebesar 32.7% balita yang memiliki status gizi pendek. Hal tersebut dapat dikatakan masalah kesehatan karena sudah melebihi cut of point yang telah ditentukan. Berdasarkan Kepmenkes No.902/XVIII/2002 yaitu persentase status gizi pendek dan sangat pendek dapat dikatakan suatu masalah apabila melebihi cut of point 2.5%. Ketidakcukupan pemenuhan kebutuhan zat gizi dapat menyebabkan masalah gizi yaitu salah satunya terhambatnya pertumbuhan tinggi badan yang tidak optimal sehingga tidak sesuai dengan anak-anak lain seusianya. Stunting merefleksikan proses
50
kegagalan dalam mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan yang subnormal. Menurut Supariasa 2001, pertumbuhan tinggi badan relatif sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek dan erat kaitannya dengan kondisi status sosial ekonomi. Pengukuran status gizi menggunakan indeks BB/TB mencerminkan status gizi pada saat ini. Berdasarkan indeks BB/TB, sebagian besar (70.9%) balita memiliki status gizi normal, masih terdapat 1.8% balita yang memiliki status gizi sangat kurus dan 9.09% balita yang memiliki status gizi kurus. Kondisi tersebut dapat dikatakan suatu masalah kesehatan karena sudah melebihi cut of point yang telah ditentukan berdasarkan Kepmenkes No.902/XVIII/2002 yaitu persentase status gizi sangat kurus dan kurus dapat dikatakan suatu masalah apabila melebihi cut of point 1%. Menurut Dorice M. dalam Sarwono Waspadji (2004), status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi. Hubungan antar variabel Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku keluarga sadar gizi Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan uji spearman, terdapat hubungan nyata antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku Kadarzi (p<0.05). Terdapat hubungan positif antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku Kadarzi. Semakin baik pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula perilaku Kadarzi. Hal ini sejalan dengan pernyataan khomsan 2007 yaitu tingkat pengetahuan seseorang yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan perilaku Kadarzi. Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan perilaku Kadarzi Perilaku Kadarzi
Tingkat pengetahuan gizi ibu Baik
Baik Sedang Total
Sedang
Total
Rendah
n
%
n
%
n
%
N
%
16
29.1
15
27.3
9
16.4
40
72.7
3
5.5
4
7.3
8
14.5
15
27.3
19
34.5
19
34.5
17
30.9
55
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 29.1% contoh yang memiliki pengetahuan gizi ibu dan perilaku Kadarzi yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa ibu balita telah menerapkan dengan baik pengetahuan yang
51
dimiliki. Menurut Soediatama (1996) dalam khomsan (2009), semakin baik pengetahuan gizi maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Orang yang semakin baik pengetahuan gizinya, lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya sebagai dasar sebelum mengkonsumsi makanan tertentu. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Balita Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, secara keseluruhan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita yang diukur dengan menggunakan indeks BB/U (p=0.40), indeks TB/U (p=0.27) dan BB/TB (p=0.08). Status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi saja, terdapat beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap status gizi balita yaitu terdapat penyakit infeksi, kurangnya perhatian ibu terhadap anak, dan anak yang tidak mau makan (Anderson 1995). Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan manelan dan mencerna makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah. Keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang gizi (Suhardjo dkk 1988). Menurut Suhardjo 2008, dalam penyediaan makanan keluarga dalam hal ini dilakukan oleh seorang ibu, banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi. Semakin baik pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Kondisi status gizi yang baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
terjadinya
pertumbuhan
fisik,
perkembangan
otak,
dan
kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal (Depkes RI 2003). Dengan pengetahuan gizi yang baik, seorang ibu dapat memilih dan memberikan makan bagi balita baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang memenuhi angka kecukupan gizi. Asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi dapat mempengaruhi status gizi. Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan status gizi balita yang diukur dengan indeks BB/TB.
52
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dan status gizi balita Status gizi balita
Indek BB/U Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Total Indek TB/U Sangat pendek Pendek Normal Tinggi Total Indek BB/TB Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Total
Tingkat pengetahuan gizi ibu Baik Sedang Rendah n % n % n %
Total N
%
0 2 17 19
0 3.6 30.9 34.5
1 1 17 19
1.8 1.8 30.9 34.5
0 3 14 17
0 5.5 25.5 30.9
1 6 48 55
1.8 10.9 87.3 100
3 9 6 1 19
5.5 16.4 10.9 1.8 34.5
8 2 9 0 19
14.5 3.6 16.4 0.0 34.5
5 7 5 0 17
9.1 12.7 9.1 0.0 30.9
16 18 20 1 55
29.1 32.7 36.4 1.8 100
1 1 16 1 19
1.8 1.8 29.1 1.8 34.5
0 2 14 3 19
0 3.6 25.5 29.1 58.2
0 2 9 6 17
0 3.6 16.4 20 40
1 5.0 39.0 10 55
1.8 9.1 70.9 18.2 100
Berdasarkan tabel di atas, terdapat 29.1% contoh yang memiliki tingkat pengetahuan gizi ibu baik dengan status gizi balita normal (indeks BB/TB). Hal ini membuktikan bahwa ilmu dan pengetahuan yang didapat diterapkan dengan baik untuk mengurus keluarga dan anak mereka. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan lebih mengerti dalam menyediakan makanan untuk anggota keluarga dengan mempertimbangkan dari aspek gizinya. Namun terdapat juga contoh yang memiliki pengetahuan gizi baik dengan status gizi balita yang sangat kurus. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, hal tersebut terjadi karena balita yang susah makan sehingga balita kekurangan zat gizi. Hubungan Perilaku Kadarzi dengan Status Gizi Balita Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarga (Depkes RI 2008). Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu dalam keluarga. Status gizi adalah keadaan kesehatan individu yang ditentukan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi.
53
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji spearman, tidak terdapat hubungan antara perilaku Kadarzi dengan status gizi balita yang diukur dengan menggunakan indeks BB/U (p=0.89), indeks TB/U (p=0.09), dan berdasarkan indeks BB/TB (p=0.79). berdasarkan hasil penelitian,didapat contoh yang mengalami penyakit infeksi, pola makan yang tidak teratur, dan kurang perhatian orang tua. Status gizi balita sangat sentitif yang dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu praktek makan, perhatian, dan infeksi (Anderson 1995). Berikut ini disajikan tabel sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi dan status gizi balita: Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi dan status gizi balita Status gizi
Indek BB/U gizi buruk gizi kurang gizi baik gizi lebih Total Indek TB/U sangat pendek Pendek Normal Tinggi Total Indek BB/TB sangat kurus Kurang Normal Gemuk Total
Perilaku Kadarzi Baik Sedang n % n
Total %
n
%
1 4 35 0 40
1.8 7.3 63.6 0.0 72.7
0 2 13 0 15
0.0 3.6 23.6 0.0 27.3
1 6 48 0 55
1.8 10.9 87.3 0.0 100.0
12 12 16 0 40
21.8 21.8 29.1 0.0 72.7
4 6 4 1 15
7.3 10.9 7.3 1.8 27.3
16 18 20 1 55
29.1 32.7 36.4 1.8 100.0
0 3 31 6 40
0.0 5.5 56.4 10.9 72.7
1 2 8 4 15
1.8 3.6 14.5 7.3 27.3
1 5 39 10 55
1.8 9.1 70.9 18.2 100
Berdasarkan tabel di atas terdapat 61.8% contoh yang memiliki perilaku Kadarzi yang baik dengan status gizi balita yang normal (indeks BB/TB). Namun terdapat juga keluarga yang memiliki perilaku Kadarzi yang baik dengan status gizi balita yang kurus. Hal ini disebabkan karena ada faktor lain yang juga berperan dalam mempengaruhi status gizi balita. Menurut Depkes RI (2001), banyak faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain: kesediaan pangan, mutu makanan, cara pengolahan, pola asuh anak, kesediaan air bersih dan sanitasi, kesadaran masyarakat untuk menggunakan sarana kesehatan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar (72.7%) contoh memiliki pendapatan per kapita keluarga >Rp213.383 yaitu termasuk keluarga tidak miskin. Sebagian besar (63.6%) contoh termasuk dalam keluarga kecil (≤4 anggota keluarga). Berdasarkan karakteristik balita, Sebagian besar (20%) balita berada dalam rentang umur 2536 bulan dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan karakteristik ibu balita, rata-rata umur ibu 30.2 tahun dengan standar deviasi 6.29. Sebagian besar (38.2%) ibu balita lulusan SD, dan sebagian besar (61.8%) ibu balita memilih untuk tidak bekerja. Pengetahuan gizi ibu sebagian besar termasuk dalam kategori baik dan sedang yaitu masing-masing 34.5% dan masih terdapat 30.9% ibu yang memiliki pengetahuan gizi rendah. Pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan terkait dengan manfaat kalsium dan akibat makanan dan minuman yang tidak bersih. Terdapat 96.4% ibu balita yang menjawab dengan benar pertanyaan yang terkait dengan manfaat kalsium serta akibat makanan dan minuman tidak bersih. Pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan terkait dengan sumber zat pembangun, terdapat 92.7% contoh yang menjawab salah. Sebagian besar (76.4%) contoh yang berperilaku keluarga sadar gizi yang bai dan 23.6% contoh yang berperilaku Kadarzi sedang. Perilaku Kadarzi yang sudah banyak dilakukan dengan baik oleh contoh terkait dengan konsumsi garam beryodium. Terdapat 90.9% contoh yang telah berperilaku baik dalam hal konsumsi garam beryodium. Berdasarkan indeks BB/U, sebagian besar (87.3%) balita memiliki status gizi baik. Masih terdapat 10.9% balita yang memiliki status gizi kurang dan 1.8% balita yang memiliki status gizi buruk. Berdasarkan indeks TB/U, terdapat 36.4% balita yang memiliki status gizi normal dan masih terdapat 29.1% balita yang memiliki status gizi sangat pendek dan sebesar 32.7% memiliki status gizi pendek. Berdasarkan indeks BB/TB, sebagian besar (70.91%) balita memiliki status gizi normal dan masih terdapat 1.8% balita yang memiliki status gizi sangat kurus dan 9.09% balita yang memiliki status gizi kurus. Kondisi tersebut dapat dikatakan suatu masalah kesehatan karena sudah melebihi
cut
of
No.902/XVIII/2002.
point
yang
telah
ditentukan
berdasarkan
Kepmenkes
55
Terdapat hubungan nyata antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku Kadarzi (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik pula perilaku Kadarzi. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita yang diukur dengan indeks BB/U (p=0.40), the indeks TB/U (p=0.27) and BB/TB (p=0.08). Tidak terdapat hubungan antara perilaku Kadarzi dengan status gizi balita yang diukur dengan menggunakan indeks BB/U (P=0.89), TB/U (p=0.09), and berdasarkan indeks BB/TB (p=0.79). Terdapat beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap status gizi balita yaitu terdapat penyakit infeksi, kurangnya perhatian ibu terhadap anak, dan anak yang tidak mau makan. Menurut Depkes RI (2001), banyak faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain: kesediaan pangan, mutu makanan, cara pengolahan, pola asuh anak, kesediaan air bersih dan sanitasi, kesadaran masyarakat untuk menggunakan sarana kesehatan. Saran Saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan yaitu: a. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan gizi ibu, disarankan kepada ibu hendaknya lebih aktif dalam mengikuti perkembangan informasi kesehatan khususnya menyangkut balita baik melalui kegiatan penyuluhan maupun dari media cetak b. Dalam
upaya
penanggulangan
terjadinya
status
gizi
kurang-buruk,
disarankan untuk meningkatkan kerjasama dari segala pihak, salah satunya dari pihak puskesmas, perlunya pemantauan status gizi pada balita secara berkala oleh sub bagian gizi sehingga keadaan status gizi balita dapat diketahui dan segera dilakukan penanggulangan apabila terjadi penurunan status gizi. c. Dalam upaya meningkatkan perilaku keluarga sadar gizi disarannya kepada pihak puskesmas untuk mengadakan penyuluhan tentang keluarga sadar gizi (Kadarzi) kepada masyarakat agar masyarakat lebih paham tentang pentingnya perilaku keluarga sadar gizi. Penyuluhan difokuskan tentang pentingnya penimbangan berat badan secara rutin dan konsumsi makanan beragam.
56
DAFTAR PUSTAKA [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta: Depkes RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes RI. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2007a. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2007b. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta: Departemen Kesehatan. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2007c. Pedoman Strategi KIE Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta: Departemen Kesehatan. [Dinkes] Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2002. Konseling Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). http://gizi.net [14 Februari 2011]. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. BPS. 2010. Berita Resmi Statistik.http://www.bps.go.id [10 Maret 2011]. Gabriel A. 2008. Perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) serta hidup bersih dan sehat ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita di Desa Cikarawang, Bogor [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. GAKY.
2007. Gangguan Akibat Kekurangan http://www.info.php.htm [14 Februari 2011].
Yodium
(GAKY).
Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2009.Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Public Health Nutrition. Hardinsyah & Martianto D. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. Hastuti D. 2008.Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
57
Hidayat A. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Surabaya: Direktorat Jenderal. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. M. Tjandrasa, M. Zajarsih, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Jellife & Jellife. 1989. Community Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Khomsan A. 2007. Teknik Pengukuran pengetahuan Gizi. Bogor: Departemen Gizi masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Khomsan dkk.2009. Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu Serta Perbaikan Gizi Balita. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Lemeshow S, David WH & Janelle K. 1997.Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Pramoni D, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Madanijah S. 2003. Model pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini [Disertasi]. Bogor: Program Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. Notoatmodjo S. 2005. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2007a. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Papalia DE and SW Old. 1986. Human Development. USA: Mac Graw-Hill. Rahmawati D. 2006.Status gizi dan perkembangan anak di Taman Pendidikan Karakter Semai Benih Bangsa Utera Alam, Desa Sukamantri Kecamatan Taman Sari Bogor.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2003. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Departemen Gizi Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Rokhana NA. 2005. Hubungan antara pendapatan keluarga dan pola asuh gizi dengan status gizi anak balita di Betokan Demak. [Skripsi]. Semarang: Fakultas ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Sajogyo et al. 1994.Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta: UGM Press. Sarwono Waspadji dkk.2003. Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi. Jakarta: FKUI. Sediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat.
58
Singarimbun M. & Effendy. 1985. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Sjahmien Moehji. 2002. Ilmu Gizi (Pengetahuan Dasar ilmu Gizi). Jakarta : PT. Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti. 1999. Kesehatan Dan Gizi. Jakarta : PT. Soekirman.2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat jenderal pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Stalker
P. 2008. Millennium Development Goals (MDGs). www.undp.or.id/pubs/docs/Let%20Speak%20Out%20for%20MDGs%20%20ID.pdf [2 Februari 2011].
Suhardjo dkk. 1988. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Suhardjo.1989a. Sosial Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Suhardjo.1989b. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Suhardjo.2008. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukarni M. 1989. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Supariasa dkk.2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. WHO. World Health Organization. 2006. WHO Anthro 2005 for personals computers manual: software for assessing growth and development of the world’s children. http:/who.int/childgrowth/software/ [11 Februari 2011].
LAMPIRAN
60
Lampiran 1Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN GIZI IBU, PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI BALITA
Nama sheet : Coverld Identitas keluarga 1. Tanggal kunjungan :………………………………………………………….. 2. No. Ibu balita
:…………………………………………………………..
3. Alamat desa
:…………………………………………………………..
4. Nama ibu balita
:…………………………………………………………..
5. Nama balita
:……………………………………………………………………………………..
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
61
A Nama Sheet : Sosekkel A. SOSIAL EKONOMI KELUARGA BALITA A1 No
A2 Nama
A3 Posisi dalam keluarga
A4 JK
A5 Umur
A6 pendidikan
A7 Pekerjaan
(A3) posisi dalam keluarga : 1=suami (ayah), 2= istri (ibu), 3= anak, 4=saudara lainnya, 5= kakek/nenek (A4) jenis kelamin : 1= laki-laki, 2= perempuan (A5) umur : dalam tahun (A6) Pendidikan : 1. Tidak pernah sekolah
5. SLTA/Sederajat,
2. Tidak tamat SD
6. Akademik/Diploma
3. SD/ sederajat
7. Universitas/sarjana
4. SLTP/Sederajat
8. Pascasarjana/S2/S3
(A7) Pekerjaan 1. Tidak bekerja
5. Supir
2. Petani
6. Pegawai swasta
3. Pedagang
7.bibi cuci
4. PNS
8. Lain-lain
(A8) Pendapatan Ayah
:……………..
Ibu
:………………
Anggota keluarga yang lain :……………
62
B. Nama Sheet : Karba B. KARAKTERISTIK BALITA B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9
Nama lengkap balita Anak keUsia Tempat,tanggal lahir Jenis kelamin Berat badan lahir Panjang badan lahir Berat badan sekarang Tinggi badan sekarang
…….tahun………bulan 1. laki-laki 2. Perempuan ……………kg …………..cm …………...kg …………..cm
C. Nama Sheet :Pengizbu C. PENGETAHUAN GIZI IBU No
Pertanyaan 1
C1
C2
C3 C4
C5
C6
C7
C8
C9
C10
C11
Kalsium dan fosfor banyak terdapat pada: Sumber protein hewani adalah :
Daun singkong, kangkung Ikan, telur, tahu
Fungsi zat besi adalah: Makanan yang kita konsumsi harus bergizi dan: Sumber zat besi banyak terdapat pada : Anjuran untuk mengkomsumsi garam beryodium untuk mencegah : Kekurangan vitamin A dapat menimbulkan: Yang termasuk masalah gizi kurang di Indonesia : Penyebab anak kurang gizi adalah : Konsumsi tablet besi selama kehamilan bertujuan untuk mencegah : Makanan pendamping ASI (MP-ASI) yag dibuat oleh ibu-ibu rumah tangga
Pilihn jawaban 2 3 Daging ayam, Susu, keju telur Tempe, kacang, tahu
Susu, ikan ,telur
Supaya tubuh kuat Mengandung banyak lemak
Pembentukan darah Beraneka ragam
Pembentukan tulang dan gigi Mahal harganya
Ikan teri, hati, daun singkong
Telur, buncis, wotel
Daging ayam, pare, telur
Rabun (sakit mata)
Gondok
Busung lapar
Sariawan
Anemia
Rabun (sakit mata)
Kurang energi protein
Kurang vitamin C
Kurang vitamin D
Kurang makan dan infeksi Anemia
Infeksi dan banyak bermain Kegemukan
Kurang makan dan banyak bermain Keguguran
Nasi, kentang
Hati, tempe
Bayam, wortel
Skor
63
C12
C13
C14
C15
C16
C17
C18
C19
C20
sebaiknya mengandung sumber zat pembangun yaitu : Yag dimaksud cairan kolostrum : Anak sebaiknya mulai diberi ASI pada usia : Anak sebaiknya diber ASI saja tanpa tambahan makanan lain sampai usia: Menurut ibu ASI sebaiknya diberikan sampai usia : Manfaat garam beryodium adalah untuk : Untuk mencegah dehidrasi berapa banyak sebaiknya minum air setiap hari : Menurut ibu mafaat kalsium adalah untuk : Menurut ibu, makanan dan minuman yang tidak bersih dapat mengakibatkan penyakit : Zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anak adalah :
Cairan bening kekuningan
Cairan kental berwarna putih
Sejak lahir
Cairan kental, keruh kekuningan 7 hari
2 bulan
6 bulan
9 bulan
6 bulan
1 tahun
2 tahun
Mencegah gondok
Sumber zat pembangun
Sumber vitamin
3 gelas
5 gelas
8 gelas
Pertumbuhan tulang dan gigi
Mencegah gondok
Mencegah sariawan
Cacar
Malaria
Diare
Protein
Vitamin
Karbohidrat
6 bulan
64
D. Nama Sheet : KadarziBu D. PERILAKU KADARZI No D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
D9
D10
D11
Pertanyaan Apakah ibu melakukan penimbangan berat badan saat hamil di Posyandu/puskesmas? a. selalu (tiap bulan b. kadang-kadang (tidak tiap bulan c. tidak pernah Berapa kali ibu membawa anak balita ibu menimbang di Posyandu dalam 6 bulan terakhir? a. 6 kali b. <6 kali c. tidak pernah Apakah ibu melihat ulang KMS anak ibu setelah menimbang di Posyandu 6 bulan terakhir? a. selalu (6 kali) b. kadang-kadang (<6 kali) c. tidak pernah Apakah ibu membawa anggota keluarga ke bidan/dokter/puskesmas ketika sakit untuk mendapat pertolongan? a. selalu b.kadang c.tidak pernah Berapa kali ibu makan dalam sehari? a. 3 kali sehari b. 2-3 kali sehari c. 1-2 kali sehari Berapa kali ayah makan dalam sehari? a. 3 kali sehari b. 2-3 kali sehari c. 1-2 kali sehari Berapa kali balita makan dalam sehari? a. 3 kali sehari b. 2-3 kali sehari c. tidak tentu Apakah ibu menyediakan menu sayuran setiap hari untuk keluarga? a. selalu (setiap waktu makan) b. kadang-kadang (tidak setiap waktu makan) c. tidak pernah Apakah ibu menyediakan buah-buahan di rumah untuk dikonsumsi keluarga setiap hari? a. selalu (setiap hari b. kadang-kadang (tidak setiap hari) c. tidak pernah Apakah ibu mengkonsumsi buah-buahan di rumah untuk dikonsumsi keluarga setiap hari? a. selalu (setiap hari b. kadang-kadang (tidak setiap hari) c. tidak pernah Apakah ibu memperhatikan dan memilih garam beryodium ketika membeli garam? a. selalu (setiap membeli) b. kadang-kadang (pernagh tidak memperhatikan) c. tidak pernah
Skor Jawaban
65
D12
D13
D14
D15
D16
D17
D18
Apakah ibu menggunakan garam beryodium setiap kali masak? a. selalu (setiap kali masak) b. kadang-kadang (pernah tidak menggunakan) c. tidak pernah Bagaimana persediaan garam beryodium di rumah? a. selalu ada b. kadang-kadang ada c. tidak pernah ada Apakah ibu memberikan ASI eksklusif sampai usia anak balita ibu 6 bulan? a. memberikan ASI saja sampai usia bayi 6 bulan b. memberikan ASI saja sampai usia bayi < 6 bulan c. tidak pernah memberikan ASI saja Berapa kali ibu memberikan ASI dalam sehari? a. 8-12 kali b. <8 kali c. tidak pernah Apakah ibu mendapatkan tablet besi dari posyandu/bidan saat hamil? a. selalu (tiap periksa >4 bulan kehamilan) b. tidak selalu mendapat ketika periksa kehamilan c. tidak pernah Apakah ibu mengkonsumsi tablet besi mulai usia kehamilan >4 bulan? Sesuai anjuran bidan b. tidak sesuai anjuran c. tidak pernah Apakah ibu mendapat kapsul vitamin A ketika masa nifas? a. mendapat 2 kali (setelah melahirkan dan <28 hari) b. mendapat 1 kali ( setelah melahirkan atau <28 hari) c. tidak pernah mengkonsumsi
D19
Apakah ibu mengkonsumsi kapsul vitamin A ketika masa nifas? a. mengkonsumsi 2 kali (setelah melahirkan dan <28 hari) b.mengkonsumsi 1 kali ( setelah melahirkan atau <28 hari) c. tidak pernah mengkonsumsi
D20
Apakah anak balita ibu mendapatkan kapsul vitamin A (merah) dari Posyandu a. selalu (setiap bulan vitamin A) b. Tidak.selalu mendapat c. tidak pernah
D21
Apakah ibu memberikan kapsul vitamin A kepada anak balita ibu? a. selalu (setiap mendapat kapsul vitamin A) b. tidak selalu dikonsumsi c. tidak pernah
66
Lampiran 2 Perilaku Kadarzi Pertanyaan
baik n
sedang
%
n
%
Rendah n
%
total N
%
Penimbangan berat badan Penimbangan ibu hamil
33
60.0
20
36.4
2
3.6
55
100.0
Penimbangan balita
21
38.2
34
61.8
0
0.0
55
100.0
Pengecekan KMS Pemeriksaan kesehatan Konsumsi makanan beragam
15
27.3
34
61.8
6
10.9
55
100.0
42
76.4
13
23.6
0
0.0
55
100.0
Konsumsi ibu
40
72.7
14
25.5
1
1.8
55
100.0
Konsumsi ayah
41
74.5
13
23.6
1
1.8
55
100.0
Konsumsi balita
29
52.7
12
21.8
14
25.5
55
100.0
Ketersediaan sayuran Ketersediaan buahbuahan
17
30.9
37
67.3
1
1.8
55
100.0
5
9.1
44
80.0
6
10.9
55
100.0
8
14.5
43
78.2
4
7.3
55
100.0
50
90.9
4
7.3
1
1.8
55
100.0
50
90.9
5
9.1
0
0.0
55
100.0
50
90.9
5
9.1
0
0.0
55
100.0
46
83.6
7
12.7
2
3.6
55
100.0
43
78.2
10
18.2
2
3.6
55
100.0
32
58.2
17
30.9
6
10.9
55
100.0
37
67.3
7
12.7
11
20.0
55
100.0
18
32.7
22
40.0
15
27.3
55
100.0
14
25.5
24
43.6
17
30.9
55
100.0
36
65.5
19
34.5
0
0.0
55
100.0
48
87.3
5
9.1
2
3.6
55
100.0
Konsumsi buah-buahan Konsumsi garam beryodium Pemilihan garam beryodium Penggunaan garam beryodium Ketersediaan garam beryodium Air susu ibu Pemberian ASI eksklusif Pemberian ASI dalam sehari Suplementasi zat gizi pada balita dan ibu hamil/nifas Pemberian tablet besi pada masa kehamilan Konsum tablet besi pada masa kehamilan Pemberian kapsul vitamin A pada masa nifas Konsumsi vitamin A pada masa nifas Pemberian vitamin A pada balita Konsumsi vitamin A pada balita
67
Lampiran 3 Pengetahuan Gizi Pertanyaan
Sumber dan jenis zat gizi Sumber kalsium dan fosfor Sumber protein hewani Menu3b Sumber zat besi Sumber zat pembangun Zat gizi pendukung pertumbuhan anak Manfaat dan akibat kekurangan zat gizi Manfaat zat gizi Akibat kekurangan yodium Akibat kekurangan vitamin A Masalah gizi kurang diindonesia Penyebab anak kurang gizi Manfaat konsumsi tablet besi selama masa kehamilan Manfaat garam beryodium Pencegah dehidrasi Manfaat kalsium Akibat makanan dan minuman tidak bersih Air susu ibu Cairan kolostrum Usia awal pemberian ASI Periode ASI eksklusif Periode pemberian ASI
Benar
Salah
Total
n
%
n
%
n
%
32 40 36 22 4 29
58.2 72.7 65.5 40.0 7.3 52.7
23 15 19 33 51 26
41.8 27.3 34.5 60.0 92.7 47.3
55 55 55 55 55 55
100 100 100 100 100 100
20.0 52.0 45.0 38.0 35.0
36.4 94.5 81.8 69.1 63.6
35.0 3.0 10.0 17.0 20.0
63.6 5.5 18.2 30.9 36.4
55 55 55 55 55
55 55 55 55 55
33.0 51.0 47.0 53.0 53.0
60.0 92.7 85.5 96.4 96.4
22.0 4.0 8.0 2.0 2.0
40.0 7.3 14.5 3.6 3.6
55 55 55 55 55
55 55 55 55 55
27.0 49.0 47.0 44.0
49.1 89.1 85.5 80.0
28.0 6.0 8.0 11.0
50.9 10.9 14.5 20.0
55 55 55 55
55 55 55 55
68
Lampiran 4 Hasil uji statistik
Hubungan pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi ibu Correlations pengis Spearman's rho
pengis
Correlation Coefficient
pendidikan
1.000
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient
.001
55
55
**
1.000
.001
.
55
55
.427
Sig. (2-tailed)
**
.
N pendidikan
.427
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hubungan pengertahuan gizi dengan perilaku keluarga sadar gizi Correlations pengis Spearman's rho
pengis
Correlation Coefficient
kadarzi .278
.
.040
55
55
Sig. (2-tailed) N kadarzi
*
1.000
Correlation Coefficient
.278
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.040
.
55
55
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi balita Correlations pengis Spearman' pengis s rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
statusgizBBU
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
statusgizBBU
1.000
-.117
.
.401
54
54
-.117
1.000
.401
.
54
54
69
Correlations pengis Spearman' pengis s rho
Correlation Coefficient
statusgizTBU
1.000
.152
.
.268
55
55
Correlation Coefficient
.152
1.000
Sig. (2-tailed)
.268
.
55
55
Sig. (2-tailed) N statusgizTBU
N
Correlations statusgizBB pengis Spearman' pengis s rho
Correlation Coefficient
TB
1.000
-.242
.
.078
54
54
-.242
1.000
.078
.
54
54
Sig. (2-tailed) N statusgizBBTB
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Hubungan perilaku Kadarzi dengan status gizi balita Correlations kadarzi Spearman' kadarzi s rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
statusgizBBU
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
statusgizBBU
1.000
-.018
.
.898
54
54
-.018
1.000
.898
.
54
54
70
Correlations kadarzi Spearman' kadarzi s rho
Correlation Coefficient
statusgizTBU
1.000
-.226
.
.098
55
55
-.226
1.000
.098
.
55
55
Sig. (2-tailed) N statusgizTBU
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations statusgizBB kadarzi Spearman' kadarzi s rho
Correlation Coefficient
1.000
.038
.
.786
54
54
Correlation Coefficient
.038
1.000
Sig. (2-tailed)
.786
.
54
54
Sig. (2-tailed) N statusgizBBTB
TB
N