EVALUASI PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI Metti Verawati*, Ririn Nasriati** 1. FIK Unmuh Ponorogo Indonesia *Email:
[email protected] Abstrak Pendahuluan. Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak dan apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional. Pemenuhan gizi masyarakat tergantung erat dengan pola perilaku orang tersebut. Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi yang baik sehingga sampai saat ini masih dijumpai adanya masalah gizi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perilaku Keluarga Sadar Gizi di Ponorogo. Metode. Pada penelitian ini mendeskripsikan perilaku keluarga sadar gizi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak balita Di Desa Lembah Dusun Ngijo Kecamatan Babadan Ponorogo. Sampel dalam penelitian ini adalah 46 ibu dengan kriteria ibu yang mempunyai balita usia 6-59 bulan. Untuk analisa data dan penarikan kesimpulan, perilaku keluarga sadar gizi, maka peneliti menggunakan indikator yang sudah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Hasil. Sebagian besar (80,4%) berperilaku belum baik. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah beperilaku gizi yang baik dengan menerapkan kelima indikator kadarzi dengan menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja sampai umur 6 bulan (ASI Ekslusif), makan beranekaragam, menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi (kapsul vitamin A dosis tinggi). Analisis. Responden yang berperilaku belum baik dalam Kadarzi dipengaruhi dari pengetahuan berdasarkan sumber informasi yang kurang. Diskusi. Disarankan untuk petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan tentang Kadarzi pada keluarga sehingga keluarga faham pentingnya Kadarzi dan dapat merubah perilaku yang belum baik. Keyword : Perilaku Keluarga Sadar Gizi, Balita BEHAVIOR EVALUATION ON GOOD NUTRITION FAMILY Abstract Introduction. Nutrition is essential for life. Malnutrition in children can cause some negative effects such as slow growth of the body, prone to disease, reduced levels of intelligence, and the child's mental disturbance. Serious nutritional deficiencies can cause the death of the child and it can be a limiting factor in national development if malnutrition continue to occur. Nutrition communities depend closely with the person's behavior patterns. In fact there are many families who do not have good nutrition so that there are nutritional problems in Indonesia. The purpose of this study was to determine the behavior of Family Literacy Nutrition in Ponorogo. Methods. This study describes the behavior of the family aware of nutrition. The populations in this study are all parents who have young children in the village of Valley Village Ngijo District of Babadan Ponorogo. The samples in this study were 46 mothers with criteria mothers with children aged 659 months. For data analysis and conclusion, nutrition conscious family behavior, the researchers used indicators that have been established by the Ministry of Health. Results. Most (80.4%) have not been well behaved. A family called Kadarzi when it applied good nutrition by implementing the five indicators Kadarzi to weigh on a regular basis, provide breast milk (ASI) only until the age of 6 months (exclusive breastfeeding), eating diverse, using iodized salt and drink nutritional supplements ( high dose vitamin A capsules). Analysis. Respondents who have not behaved well in
31
Kadarzi influenced of the knowledge based resources are lacking. Discussion. It is recommended for health workers to provide health education about Kadarzi on families so that families understand the importance of Kadarzi and can change behavior which is not good. Keywords: Behavioral Nutrition Aware Family, Toddler
pertimbangan untuk menempatkan keempat provinsi tersebut sebagai prioritas utama upaya penanggulangan gizi buruk. (Siswono, 2010). Dari Dinas Kesehatan Ponorogo didapatkan data bahwa balita yang datang ke Posyandu dan ditimbang jumlahnya 44667 Balita dari situ diketahui status gizinya, gizi buruk 249, gizi kurang 2310, gizi baik 41457 dan gizi lebih 651 Balita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurul tahun 2013 diKecamatan Babadan, dari 80 balita yang diobservasi, didapatkan data balita dengan status gizi kurang sejumlah 37 balita, status gizi buruk 21 balita, dan 2 balita dengan gizi lebih. Pemenuhan gizi masyarakat tergantung erat dengan pola perilaku orang tersebut. Yang dimaksud dengan Kadarzi adalah keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi diPosyandu, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin A dan Tablet Tambah Darah), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi yang baik sehingga sampai saat ini
Pendahuluan Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangat penting bagi kehidupan. Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status gizi balita. Balita merupakan kelompok yang rawan terhadap masalah kesehatan dan kekurangan gizi. (Mardawati, 2008) Menurut hasil pemantauan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, selama tahun 2005 sampai dengan 2009, jumlah temuan kasus balita gizi buruk amat berfluktuasi. Tahun 2005-2007 jumlah kasus cenderung menurun dari 76178, 50106, dan 39080. Akan tetapi tahun 2007 dan 2008 cenderung meningkat yaitu 41290 dan 56941. Yang menarik, terdapat empat provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo yang selalu hadir berturut-turut dari 2005-2009. Provinsi NTT pada tahun 2005, 2007 dan 2008, menduduki posisi teratas sedangkan tahun 2006 dan 2009 masing-masing ditempati Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keempat provinsi tersebut selama 5 tahun berturut-turut (2005-2009) masuk ke dalam kategori 10 provinsi dengan kasus tertinggi. Kondisi ini sebaiknya menjadi bahan 32
masih dijumpai adanya masalah gizi di Indonesia.(Suparmanto 2007). Merubah perilaku keluarga menjadi keluarga sadar gizi bukanlah hal mudah, diperlukan suatu upaya pendidikan gizi masyarakat yang terus menerus, termasuk penyebarluasan infomasi melalui media massa, pembinaan dan penggerakan tokoh dan kelompokkelompok masyarakat, serta pendampingan keluarga baik oleh tenaga profesional maupun masyarakat terlatih. ( Karolina, E, 2012) Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perilaku Keluarga Sadar Gizi di Ponorogo.
a. Karakteristik responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan meninbang BB secara teratur. Tabel 1: Distribusi frekwensi responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan meninbang BB secara teratur.
No 1 2
Kadarzi ( Menimbang BB ) Baik Belum Baik Jumlah
Frekwensi (f)
Prosentase (%)
44 2 46
95,6 4,4 100
Sumber : Kuesioner tahun 2015 Berdasarkan table 1 didapatkan dari 46 responden, hampir seluruhnya (95,6%) berperilaku baik dalam menimbang BB balita. b. Karakteristik responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan makan beraneka ragam.
Metode Desain penelitian ini adalah deskripsi.Penelitian mendeskripsikan perilaku sadar gizi keluarga. Variabel dalam penelitian ini adalah Perilaku sadar gizi pada keluarga di Kecamatan Babadan kabupaten Ponorogo Penelitian ini dilaksanakan di Dukuh Ngijo Desa Lembah Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak balita Kecamatan Babadan Ponorogo, sampel dipilih berdasarkan kriteria sampel dengan teknik sampling Purposive Sampling dengan jumlah sampel 46 responden. Untuk analisa data perilaku keluarga sadar gizi, maka peneliti menggunakan indikator pengukuran dan penarikan kesimpulan, peneliti menggunakan sumber berdasarkan dari Departemen Kesehatan.
Tabel 2. Distribusi frekwensi responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan makan beraneka ragam. No
1 2
Kadarzi ( Makan beraneka ragam ) Baik Belum Baik Jumlah
Frekwensi (f)
Prosentase (%)
29 17
63 37
46
100
Sumber : Kuesioner tahun 2015 Berdasarkan table 2 didapatkan dari 46 responden, sebagian besar (63%) berperilaku baik dalam makan beraneka ragam. c. Karakteristik responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan konsumsi garam beryodium.
Hasil Penelitian 33
Tabel 5: Distribusi frekwensi responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran.
Tabel 3. Distribusi frekwensi responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan konsumsi garam beryodium. No
1 2
Kadarzi ( Konsumsi Garam Beryodium ) Baik Belum Baik Jumlah
Frekwensi (f)
Prosentase (%)
39 7 46
84,8 15,2 100
No
1 2
1 2
Frekwensi (f)
Prosentase (%)
31 15
67,4 32,6
46
100
Prosentase (%)
31 15 46
67,4 32,6 100
Tabel 6. Distribusi frekwensi responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi).
Tabel 4. Distribusi frekwensi responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan pemberian ASI Eksklusif. Kadarzi ( ASI eksklusif ) Baik Belum Baik Jumlah
Frekwensi (f)
\ Sumber : Kuesioner tahun 2015 Berdasarkan table 5 didapatkan dari 46 responden, sebagian besar (67,4%) berperilaku baik pemberian suplemen gizi sesuai anjuran f. Karakteristik responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi).
Sumber : Kuesioner tahun 2015 Berdasarkan table 3 didapatkan dari 46 responden, hampir seluruhnya (84,8%) berperilaku baik dalam mengkonsumsi garam beryodium. d. Karakteristik responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) berdasarkan pemberian ASI Eksklusif
No
Kadarzi (pemberian suplemen gizi sesuai anjuran) Baik Belum Baik Jumlah
No 1 2
Perilaku Keluarga Sadar Gizi Baik Belum Baik Jumlah
Frekwensi (f)
Prosentase (%)
9 37
19,6 80,4
46
100
Sumber : Kuesioner tahun 2015 Berdasarkan table 6 didapatkan dari 46 responden, sebagian besar (80,4%) berperilaku belum baik.
Sumber : Kuesioner tahun 2015 Berdasarkan table 4 didapatkan dari 46 responden, sebagian besar (67,4%) berperilaku baik dalam pemberian ASI Eksklusif.
Tabel 7. Frekwensi jumlah indicator Kadarzi. No
1 2 3 4 5 Jumlah
e. Karakteristik responden berdasarkan Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran.
Jumlah Indikator 1 indikator 2 indikator 3 indikator 4 indikator 5 indikator
Frekwensi (f) 1 3 10 23 9 46
Sumber: Kuesioner 2015 34
Prosentase (%) 2% 6% 22% 50% 20% 100%
Berdasar table 7. Didapatkan dari 46 responden, 23 responden hanya melakukan 4 indikator dalam Kadarzi.
Perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah memburuknya keadaan gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya pendarahan pada saat melahirkan, dan mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa dan usia lanjut (Dinkes DKI Jakarta 2002 dalam Gabriel 2008). Hal ini dapat disebabkan karena rutinitas penimbangan ini biasanya dilakukan oleh ibu yang rumahnya dekat dengan posyandu atau rumah kader. Dari hasil observasi peneliti pada saat pengumpulan data, sebagian besar ibu yang membawa balitanya ke posyandu untuk menimbang balitanya rumahnya berdekatan dengan posyandu. Selain jarak rumah dengan posyandu, hal ini juga dipengaruhi oleh status ibu hampir setengahnya ( 37,5 % ) sebagai ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga mempunyai cukup waktu untuk merawat balita, termasuk membawa balitanya ke posyandu untuk ditimbang. Menimbang berat badan secara teratur maka segera dapat diketahui apabila terjadi penyimpangan pola pertumbuhan untuk dilakukan perbaikan dan pencegahan kearah yang lebih jelek. Berdasarkan table 1 juga didapatkan hasil 2 responden berperilaku kurang baik dalam
Pembahasan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) berdasarkan penimbangan balita secara teratur. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 46 responden, hampir seluruhnya (95,6%) berperilaku baik dalam menimbang BB balita. Menimbang BB balita dikategorikan baik jika dilakukan lebih dari sama dengan 4x berturut-turut. Pemantauan pertumbuhan balita bisa dilakukan dengan menimbang berat badan balita di rumah maupun di posyandu atau di puskesmas. Pemantauan ini dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan balita dan bisa mencegah masalah sedini mungkin apabila terjadi penyimpangan. Pemantauan pertumbuhan ini dapat dilihat dari KMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95,6% ibu yang secara teratur menimbang berat badan balitanya setiap bulan dengan kategori baik. Artinya angka tersebut sudah cukup baik, menurut Depkes (2007), dari target cakupan penimbangan balita minimal adalah 80%. Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan ibu hamil. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh (fisik) dari waktu ke waktu. 35
menimbang balitanga secara teratur diposyandu. Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena aspek masalah pada tingkat keluarga, aspek tersebut adalah pengetahuan dan keterampilan keluarga. Dari data demografi didapatkan bahwa responden yang tidak menimbang BB balitanya secara teratur berpendidikan SD dan pekerjaan petani. Pendidikan SD adalah pendidikan dasar, dengan pendidikan yang dimiliki responden adalah SD maka dimungkinkan pengetahuan responden tentang KADARZI dalam masih kurang sehingga berpengaruh dalam perilaku KADARZI. a. Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan makan beraneka ragam. Berdasarkan table 2 didapatkan dari 46 responden, sebagian besar (63%) berperilaku baik dalam makan beraneka ragam. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita mendapat asupan gizi yang lengkap dan seimbang, yang terdiri dari karbohidrat ( nasi atau bubur ), protein hewani ( telur, ayam ) dan nabati ( tahu dan tempe ), sayur, buah dan susu setiap hari. Teori Herdiansyah (2006) dalam Gabriel 2008, bahwa makanan beranekaragam saja belum cukup sehingga perlu didukung dengan jumlah asupannya yang mencukupi kebutuhan tubuh. Praktek keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan setiap individu dalam keluarga dan bebas dari pencemaran. Pemenuhan makanan yang beragam sesuai indicator Kadarzi dipengaruhi salah satunya oleh status ekonomi keluarga. Berdasarkan data demografi responden didapatkan data bahwa 25 responden yang berpenghasilan > Rp. 500.000-Rp. 1.000.000 dan lebih dari Rp. 1.000.000 memiliki perilaku yang baik dalam penyediaan makanan beragam bagi keluarganya. Orang tua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anaknya (Soetjiningsih 1995). Kondisi ekonomi keluarga adalah salah satu factor yang dapat mempengaruhi kehidupan keluarga lainnya, diantaranya pendidikan keluarga, kesehatan dan gizi balita, serta kualitas tumbuh kembang anak balita (Gunarsa & Gunarsa 1985 dalam Gabriel 2008). Kebiasaan responden untuk menyediakan makanan yang beraneka ragam di rumah memberi peluang bagi balitanya untuk dapat menerima pangan yang berkualitas dan berkuantitas gizi baik. Makan makanan yang beragam dapat mencukupi kebutuhan gizi seseorang karena tidak ada satu jenis panganpun yang kandungan zat gizinya lengkap. Konsumsi pangan yang kurang beragam akan menimbulkan ketidakseimbangan antara masukan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dampak negatif selanjutnya adalah akan mengakibatkan terjadinya penyakit 36
namun belum diyakini apakah jumlah yodium yang digunakan cukup atau tidak karena hanya melihat label pada garam saja, penanganan dan cara penyimpanan garam yang kurang baik dapat menyebabkan kandungan dalam yodium berkurang bahkan hilang. Dari tabel 3. juga didapatkan 7 responden perilaku KADARZI dari aspek konsumsi garam beryodium. Dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan amilum dan KI, hasilnya tidak berwarna ungu tua tetapi ungu sangat muda mendekati putih. Hal ini menunjukkan kadar yodium pada garam rendah. Menurut Depkes RI (2005) garam beryodium baik adalah garam yang mempunyai kandungan yodium dengan kadar yang cukup (>30 ppm kalium yodat). Berdasar analisis masalah Depkes tahun 2007, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam. c. Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan table 4. didapatkan dari 46 responden, sebagian besar (67,4%) berperilaku baik dalam pemberian ASI Eksklusif. ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi, sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan tanpa minuman dan makanan lain selain ASI. Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat
kekurangan gizi.(Gabriel, 2008) Berdasarkan table 2. didapatkan 17 respoenden belum baik dalam berperilaku KADARZI dalam aspek penyediaan makanan beragam. Hal ini disebabkan karena status social ekonomi keluarga. Hasil data demografi keluarga didapatkan hampir setengahnya berpenghasilan < Rp. 500.000 perbulan dan mempunyai anak lebih dari 1. Dengan kondisi status ekonomi keluarga tersebut akan menghambat pemenuhan nutrisi yang beragam pada anggota keluarga. Menurut Depkes tahun 2007, aspek yang perlu dicermati pada masalah KADARZI di tingkat keluarga, adalah i) pengetahuan dan keterampilan keluarga dan ii) kepercayaan, nilai dan norma yang berlaku. Berdasar analisis masalahnya adalah sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untuk penyiapannya. b. Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan konsumsi garam beryodium. Berdasarkan table 3 didapatkan dari 46 responden, hampir seluruhnya (84,8%) berperilaku baik dalam mengkonsumsi garam beryodium. Hal ini dapat dikarenakan meskipun sebagian besar keluarga sudah menggunakan garam beryodium 37
tumbuh dan berkembang secara optimal. Kolostrum merupakan ASI yang pertama keluar, berwarna kekuningkuningan dan mengandung zat kekebalan tubuh untuk mencegah timbulnya penyakit (Dinkes DKI Jakarta 2002 dalam Gabriel 2008). Bayi sangat dianjurkan untuk diberi ASI Eksklusif kerena pencernaan bayi belum siap untuk mencerna makanan selain ASI. ASI juga mengandung zat-zat kekebalan yang sangat diperlukan oleh bayi karena bayi sangat rentan terhadap penyakit (Karolina, 2012) Robertson (1998) dalam Gabriel 2008, menyatakan bahwa pada empat sampai enam bulan pertama kehidupan manusia, satusatunya bentuk pangan yang dapat diterima oleh tubuh bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). ASI memiliki beberapa keuntungan apabila dibandingkan dengan susu formula, misalnya kandungan protein pada ASI cocok bagi metabolisme tubuh bayi. Selain itu, ASI mengandung zat antibodi yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi terhadap berbagai penyakit. Kandungan lemak dan zat besi pada ASI juga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh bayi sehingga dapat dengan mudah digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Kelebihan lain dari ASI adalah suhu ASI yang sesuai dengan kondisi bayi, steril, serta adanya ikatan yang kuat antara ibu dengan bayinya akibat dari praktek pemberian ASI. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa pemberian ASI secara eksklusif enam bulan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
bayi.
Berdasarkan table 4 didapatkan terdapat 33, 6% berperilaku belum baik dalam pemberian ASI Eksklusif. Sementara b e r d a s a r k a n d a t a Depkes tahun 2007, pada analisis masalah keluarga d i d a p a t k a n perilaku gizi lain yang belum baik adalah masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh pekerjaan ibu. Berdasarkan data demografi didapatkan data bawa 11 responden sebagai ibu bekerja bukan ibu rumah tangga. Ibu yang bekerja tidak penuh berada dirumah sehinnga mereka dalam memberikan ASI tidak bisa full, tetapi ditambah makanan tamtambahan berupa bubur, buah dan susu formula. d. Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi) berdasarkan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran. Vitamin A sangat diperlukan oleh tubuh, penyakit akibat kekurangan vitamin A ini disebut xeropthalmia. Menurut Poejiadi (1994) dalam Karolina, dkk tahun 2012 vitamin A berperan dalam sintesis mukoprotein dan polisakarida yang berfungsi mempertahankan kesatuan epitel, khususnya jaringan mata, mulut, alat pernafasan, alat pernafasan, dan saluran genital. Oleh karena itu, apabila terjadi kekurangan vitamin dan mineral maka akan terjadi gangguan pembentukan mukosa yang dapat menyebabkan tubuh mudah terkena infeksi sehingga jadi mudah sakit. Berdasarkan table 5 didapatkan dari 46 responden, 38
sebagian besar (67,4%) berperilaku baik dalam pemberian suplemen gizi sesuai anjuran. Vitamin dan mineral memiliki peran bagi pertumbuhan dan perkembangan balita. Kekurangan vitamin dan mineral dapat menyebabkan timbulnya penyakit- penyakit tertentu serta menghambat pertumbuhan balita. Di dalam tubuh, zat besi berperan untuk melaksanakan transpor oksigen dari paru-paru ke jaringan serta dalam proses respirasi sel. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin darah atau anemia gizi besi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan pendarahan gusi yang diakibatkan oleh tubuhnya yang mudah terjadi luka dan infeksi. Vitamin A berperan pada sintesis mukoprotein dan mukopolisakarida yang berfungsi mempertahankan kesatuan epitel, khususnya jaringan mata, mulut, alat pencernaan, alat pernapasan, dan saluran genital (Poedjiadi 1994 dalam Gabriel 2008). Berdasarkan table 5 didapatkan dari 46 responden, hampir setengahnya (33,6%) berperilaku belum baik dalam pemberian suplemen gizi sesuai anjuran. Berdasarkan analisis masalah Depkes tahun 2007 didapatkan bayi dan balita yang telah mendapat Kapsul Vitamin A baru mencapai 74 %. e. Perilaku Keluarga Sadar Gizi ( Kadarzi). Berdasarkan table 6 didapatkan dari 46 responden, sebagian besar (80,4%) berperilaku belum baik. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar keluarga belum malaksanakan perilaku KADARZI sepenuhnya.
Keluarga termasuk sudah berperilaku baik dalam KADARZI apabila sudah melaksanakan semua indicator KADARZI yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI Eksklusif dan makan beranekaragam makanan, menggunakan garam beryodium dan memberikan kapsul vitamin A kepada balita. Apabila salah satu dari indikator KADARZI tidak dilaksanakan maka keluarga belum baik dalam perilaku KADARZI. Pada hasil penelitian ini didapatkan data berdasarkan jumlah indicator Kadarzi sejumlah 23 reponden hanya melaksanakan 4 indikator dari 5 indikator Kadarzi, 10 responden menjalankan 3 dari 5 indikator Kadarzi, 3 responden yang malaksanakan 2 dari 5 indikator Kadarzi dan 1 responden yang melaksanakan 1 indikator. Yang melaksanakan kelima indicator hanya sejumlah 9 responden atau 20%. Berdasarkan data tersebut yang bisa dikategorikan mempunyai perilaku baik kadarzi sejumlah 20% Menurut Gabriel (2008) faktor yang mempengaruhi KADARZI diantaranya adalah faktor sosio demografi yang meliputi tingkat pendidikan orang tua, umur orang tua, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan, pengetahuan dan sikap ibu terhadap gizi. Berdasarkan data dari 37 responden (80,4%) yang berperilaku belum baik dalam Kadarzi dipengaruhi dari pengetahuan berdasarkan sumber informasi, 35 diantaranya belum pernah mendapatkan informasi tentang Kadarzi. Sumber informasi akan 39
mempengaruhi pengetahuan responden dan pengetahuan akan mempengaruhi perilaku. Apabila informasi tidak didapat maka akan berdampak pengetahuan akan kurang dan perilaku yang terbentuk belum baik. Pengetahuan gizi seseorang menentukan perilaku gizinya kelak. Bahkan Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan tentang gizi dan makanan merupakan faktor penentu kesehatan seseorang (Gabriel, 2008).
Vitamin dan mineral memiliki peran bagi pertumbuhan dan perkembangan balita. f. Sebagian besar (80,4%) berperilaku belum baik, (80,4%). Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah beperilaku gizi yang baik dengan menerapkan kelima indikator kadarzi dengan menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja sampai umur 6 bulan (ASI Ekslusif), makan beranekaragam, menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi (kapsul vitamin A dosis tinggi). Responden yang berperilaku belum baik dalam Kadarzi dipengaruhi dari pengetahuan berdasarkan sumber informasi yang kurang.
Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: a. Hampir seluruhnya (95,6%) berperilaku baik dalam menimbang BB balita. Hal ini dapat disebabkan karena rutinitas penimbangan ini biasanya dilakukan oleh ibu yang rumahnya dekat dengan posyandu atau rumah kader dan status ibu hampir setengahnya ( 37,5 % ) sebagai ibu rumah tangga. b. Sebagian besar (63%) berperilaku baik dalam makan beraneka ragam. Hal ini dipengaruhi oleh status social ekonomi responden yang relative tinggi. c. Hampir seluruhnya (84,8%) berperilaku baik dalam mengkonsumsi garam beryodium. Hal ini dipengaruhi d. Sebagian besar (67,4%) berperilaku baik dalam pemberian ASI Eksklusif. Hal in dipengaruhi oleh status responden adalah sebagai ibu rumah tangga. e. Sebagian besar (67,4%) berperilaku baik pemberian suplemen gizi sesuai anjuran.
Saran Berdasarkan simpulan diatas, secara umum hasil penelitian menunjukkan hampir seluruhnya berperilaku belum baik dalam Kadarzi dipengaruhi dari pengetahuan berdasarkan sumber informasi, maka disarankan untuk petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan tentang Kadarzi pada keluarga sehingga keluarga faham pentingnya Kadarzi dan dapat merubah perilaku yang belum baik. Pendidikan yang diberikan petugas kesehatan bisa melalui kader posyandu, dimana kader bisa menjadi penggerak bagi keluarga yang mempunyai balita sehingga menjadi keluarga sadar giszi yang baik.
40
Siswono, 2010, http://gizi. depkes. go.id/kasus-gizi-buruk-empatprovinsi-tak-pernah-absen Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta http://gizi.depkes.go.id/wp-content/ uploads/2012/05/strategi-KIEKadarzi.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/1 23456789/28016/4/Chapter%2 0II.pdf
Daftar Pustaka Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, edisi revisi II. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, S. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Depkes, 2007, Pedoman Strategi KIE Keluarga sadar Gizi, Departemen Kesehatan Gabriel, A, 2008, Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) serta Hidup Bersih dan Sehat Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa Cikarawang Bogor, Skripsi, IPB Karolina, E, 2012, Hubungan Perilaku Sadar Gizi Keluarga dengan Status Gizi Balita di gayo Lues. portalgaruda.org/download_artic le.php?article=131331&val=410
Merdawati, L, 2008, Upaya Perbaikan Gizi Balita Melalui Gerakan Kadarzi di Nanggalo, Padang. Warta Pengabdian Andalas Volume XIV, Nomor 21 Desember 2008 Masruri, M, 2013, Hubungan Perilaku Sadar Gizi Keluarga dengan Status Gizi pada Balita : tidak dipublikasikan Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta Sudiman, H, 2012, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Remaja tentang Kadarzi, http://ejournal.litbang.depkes.g o.id/index.php/MPK/article/vie w/2632/615 41