HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KOTA JAMBI
HILMA SYAFLY
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT Hilma Syafly. The Relationship of Nutrition Care Family Attitude (Kadarzi) With Nutritional Status Of Children in Jambi City. Supervised by Yayuk Farida Baliwati The purpose of this research is to analysis the relationship of nutrition care family atitude with children’s nutritional status in Jambi City. This research conducted through secondary data of “Assessment of Nutritional Status and Nutrition Care Family in Jambi City” by Health Office Section of Jambi. Data analysis process was conducted using descriptive and inferencial methods. The correlation among variables were analyzed with rank Spearman correlation test. Result of this research showed that most of subject has father’s level of education in the low group and mother in the medium group, father and mother’s age in the intermediate adult group, and families size was in small family group. Most of subjects has implemented five indicator of nutrition care’s family principle (KADARZI). More than half of subject already became nutrition care’s family, however the government’s target is not yet achieved on several programs namely exclusive breastfeeding and nutrition’s care family. Most of subject has children with normal status based on body weight to age indicator and height to age indicator. Statistically, family social caracteristic’s has correlation with nutriton care family attitude is father’s age (p = 0.082) and maternal education (p = 0.030). family social caracteristic’s has correlation with fave of nutrition care family indicator is maternal education with variety of foods consumed (p = 0.022), father’s age with exclusive breastfeeding (p = 0.028), family size with children’s weight (p = 0.005). Nutriton care family attitude has correlation with children’s nutritional status is variety of foods consumed with children’s nutritional status based on height to age indicator (p=0.073) and children’s weight with children’s nutritional status based on height to age indicator (p=0.017).
Keywords : Nutrition Care Family, Nutritional Status Of Children
RINGKASAN HILMA SYAFLY. Hubungan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dengan Status Gizi Balita di Kota Jambi. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI. Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) terhadap status gizi balita di Kota Jambi. Tujuan khususnya yaitu : (1) Menganalisis karakteristik sosial keluarga. (2) Menganalisis perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) berdasarkan lima indikator KADARZI di Kota Jambi (3) Menganalisis status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. (4) Menganalisis hubungan karakteristik sosial keluarga terhadap perilaku KADARZI. (5) Menganalisis hubungan perilaku KADARZI terhadap status gizi balita. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Data penelitian merupakan data dari Survei ”Penilaian Status Gizi dan KADARZI di Kota Jambi Tahun 2010” ini merupakan bagian dari penelitian ”Penilaian Status Gizi dan KADARZI di Provinsi Jambi Tahun 2010” yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jambi. Analis data penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus – Oktober 2010. Sampel ditentukan secara acak purposive dimana populasi berjumlah 240 kepala keluarga. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, meliputi data karakteristik sosial keluarga (pendidikan ibu, umur ibu dan jumlah anggota keluarga), KADARZI (penimbangan berat badan, pemberian ASI eksklusif, konsumsi makanan beraneka ragam, penggunakan garam beryodium, dan konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan) serta data antropometri balita (berat badan, tinggi badan dan umur). Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif statistik dan inferensial dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan kemudian dianalisa dan diolah dengan program SPSS 16,0 for windows. Hubungan antara variabel diuji dengan uji korelasi Spearman. Tingkat pendidikan ayah contoh relatif rendah sedangkan tingkat pendidikan ibu relatif sedang. Secara umum persentase terbesar tingkat pendidikan ayah berada pada kelompok tingkat pendidikan rendah (tamat ≤SMP) yaitu sebesar 46.7%, sedangkan persentase terbesar tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok tingkat pendidikan sedang (tamat SMA), yaitu sebesar 52.1%. Umur orang tua contoh terbanyak berada pada kelompok dewsa madya (30-49tahun) dimana persentase ayah adalah 74.2% dan ibu 55.4%. Jumlah anggota keluarga berkisar antara 3 sampai 14 orang. Hampir separuh dari jumlah keseluruhan contoh (44.2%) merupakan keluarga kecil yaitu beranggotakan ≤ 4 orang, persentase terkecil adalah keluarga besar yaitu 21.7%. Sebagian besar contoh telah melaksanakan penimbangan berat badan balita sesuai umur, memberikan ASI ekslusif dan mengkonsumsi makanan beraneka ragam, dengan persentase berturut-turut adalah 90.4%, 72.1%, 87.9% dan 98.8%. Semua contoh telah menggunakan garam beryodium setiap harinya dan mengkonsumsi suplemen gizi sesuai anjuran. Konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan terdiri dari 3 kriteria yaitu balita diberi kapsul vitamin A dosis tinggi 2 kali setahun, ibu nifas diberi 2 kapsul vitamin A dosis tinggi selama masa nifas, dan ibu hamil mendapat TTD minimal 90 butir selama masa kehamilan, dan hasil penelitian berturut-turut menunjukkan hasil 100%, 100% dan 75%. Berdasarkan target pencapaian program KADARZI berdasarkan Depkes (2007b) diketahui bahwa sebagian besar sampel telah mencapai target pada indikator pemantauan penimbangan berat badan balita, konsumsi makanan beraneka ragam, penggunaan garam beryodium dan konsumsi suplemen sesuai
anjuran (vitamin A dosis tinggi untuk balita usia 6-59 bulan dan ibu nifas), sedangkan untuk pemberian ASI ekslusif dan konsumsi TTD pada ibu hamil masih sedikit dibawah target yaitu 72.1% dari 80% target yang ingin dicapai untuk ASI ekslusif dan 75% dari 90% target yang ingin dicapai untuk pemberian TTD pada ibu hamil. Lebih dari separuh contoh (57.9%) merupakan keluarga sadar gizi dengan telah melaksanakan lima indikator KADARZI secara baik. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian KADARZI masih jauh dari target yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Terdapat 1.7% dan 7.9% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur pada kelompok gizi buruk dan gizi kurang serta terdapat 30.4% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur pada kelompok pendek.Hasil diatas menunjukkan bahwa penurunan angka kekurangan gizi (gizi kurang dan buruk) telah tercapai target yang diharapkan yaitu 9.6% (7.9% gizi kurang dan 1.7% gizi buruk) dari 18.4% target pemerintah. Sedangkan berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur diketahui bahwa balita dengan kategori pendek yaitu 30.4%, hal ini menunjukkan bahwa target pemerintah dalam penurunan angka anak pendek masih belum tercapai yaitu 25.0%. Proporsi terbesar contoh dengan tingkat pendidikan ayah rendah dan sudah KADARZI yaitu 33.3%, tingkat pendidikan ibu sedang dan sudah KADARZI yaitu 32.1%. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar contoh dengan perilaku KADARZI baik dan tingkat pendidikan ayah rendah, berturut sebesar 52.9%, 41.7%, 60.4%, 55.0% dan 60.4%, dan perilaku KADARZI baik dengan tingkat pendidikan ibu sedang, serturut turut sebesar 46.2,%, 38.3%, 52.1%, 47.9% dan 52.1%. Umur ayah-ibu dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar pada contoh dengan perilaku sudah KADARZI yaitu 42.1% dan 31.2%. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan umur ayah-ibu dewasa madya, berturut sebesar 64.6%, 51.7%, 74.2%, 68.3% dan 74.1%, serta 48.3%, 40.0%, 55.4%, 49.6% dan 55.4%. Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil memiliki proporsi terbesar pada contoh dengan perilaku sudah KADARZI yaitu 27.5%. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dan besar keluarga adalah keluarga kecil, berturut sebesar 38.3,%, 32.1%, 44.2%, 42.1% dan 44.2%. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa karakteristik sosial keluarga yang memiliki hubungan dengan perilaku KADARZI contoh yaitu umur ayah (p = 0.082), dan tingkat pendidikan ibu (p = 0.030). Karakteristik sosial keluarga yang memiliki hubungan dengan lima indikator KADARZI yaitu pendidikan ibu dengan makan makanan beragam (0.022), umur ayah dengan pemberian ASI ekslusif (p= 0.028) dan besar keluarga dengan penimbangan balita (p = 0.005). Proporsi terbesar contoh dengan perilaku sudah KADARZI dan status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur pada kelompok normal berturut-turut yaitu 50.0% dan 37.1%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik situasi KADARZI semakin baik status gizi balitanya baik berdasarkan indikator berat badan menurut umur maupun tinggi badan menurut umur. Berdasarkan hasil uji rank spearman correlation menunjukkan bahwa perilaku KADARZI contoh yang memiliki hubungan dengan status gizi balita contoh yaitu konsumsi makan makanan beraneka ragam dengan status gizi berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.073) dan hubungan variabel penimbangan balita dengan status gizi berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.017).
HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KOTA JAMBI
HILMA SYAFLY
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PENGESAHAN Judul : HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KOTA JAMBI Nama : HILMA SYAFLY NRP
: I 14086021
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Yayuk Farida Baliwati, MS NIP. 19630312 198703 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621204 198903 1 002
Tanggal Disetujui :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Singaraja, Bali pada tanggal 8 Agustus 1987. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak H.Syafrizal dan Ibu Hj.Nurlaili. Pada tahun 1992 penulis mulai mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Singaraja. 6 tahun menimba ilmu di Sekolah Dasar, penulis melanjutkan sekolah ke Pondok Pesantren madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung di Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada tahun 1998. 4 tahun mempelajari ilmu agama secara khusus, penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Ampek Angkek pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Depkes Padang. Pada tahun 2008 Penulis melaksanakan PKL di beberapa instansi diantaranya di RSUD Abdoel Moeloek Kota Bandar Lampung, Dinas Kesehatan Kota Solok, Hotel View Parai Bukittinggi, dan pada tahun 2008 penulis berhasil mendapat gelar Ahli Madya Gizi. Pada Bulan Oktober 2008 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut pertanian Bogor. Pada akhir 2009 penulis lulus dalam tes CPNS yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Kota Jambi dan bertugas di Puskesmas Perawatan Olak Kemang Kota Jambi. Pada tahun 2010 penulis mendapat pengalaman yang sangat berharga menjadi salah satu enumerator “Penilaian Status Gizi dan Keluarga Sadar Gizi Tahun 2010” yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dengan Status Gizi Balita Kota Jambi” sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan S1 Mayor Ilmu Gizi Departement Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberi saran dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan sarannya kepada penulis untuk lebih menyempurnakan skripsi ini.
3.
Ayah dan Ibu yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan serta semangat moril dan materil kepada penulis, serta kepada kakak dan adikadikku (Syafly bersaudara) semoga moto ”Rumahku Ka’bahku” selalu tertanam dalam diri kita
4.
Teman-teman seperjuangan X10C gizi angkatan 2 terutama ”anak padang” yang selalu penuh dengan motivasi, serta semua pihak yang banyak memberi nasehat dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca, yang sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya. Amin.
Bogor, April 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
iv
PENDAHULUAN .............................................................................. Latar Belakang ...................................................................... Tujuan ................................................................................... Hipotesis ............................................................................... Kegunaan Penelitian .............................................................
1 1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... Konsep Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).............................. Indikator KADARZI................................................................ Penilaian KADARZI............................................................... Karakteristik Sosial Keluarga................................................. Status Gizi Balita ..................................................................
4 4 6 12 14 18
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................
21
METODE PENELITIAN .................................................................... Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ................................. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ..................................... Jenis dan Cara pengumpulan Data ...................................... Pengolahan dan Analisis Data ..............................................
24 24 24 24 25
DEFINISI OPERASIONAL ...............................................................
28
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ Gambaran Umum Lokasi Penelitian...................................... Karakteristik Sosial Keluarga................................................. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)……………………………… Status Gizi Balita………………………………………………... Hubungan Antar Variabel......................................................
30 30 30 32 35 37
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ Kesimpulan............................................................................ Saran.....................................................................................
44 44 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
46
LAMPIRAN........................................................................................
50
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Kuesioner PSG dan KADARZI Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
50
2.
Master Tabel...............................................................................
53
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Pembangunan Kesehatan sebagaimana yang tercantum didalam Sistem Ketahanan Nasional (SKN) adalah untuk tercapainya hidup sehat bagi setiap penduduk Indonesia sehingga mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes RI 1997a). Memasuki abad ke 21, pembangunan kesehatan tidak lagi berlandaskan pada paradigma sakit, tetapi berlandaskan paradigma sehat. Upaya peningkatan, pencegahan dan penanggulangan masalah gizi dapat ditempatkan sebagai bagian ujung tombak paradigma sehat untuk mencapai Indonesia sehat 2010 (Depkes 2000a). Sesuai dengan paradigma sehat, perbaikan gizi pada Indonesia sehat 2010 lebih ditekankan pada peningkatan status gizi melalui upaya promotif dan preventif. Upaya-upaya ini dilakukan antara lain melalui pemberdayaan baik pada petugas kesehatan, masyarakat maupun keluarga.
Salah satu strategi
meningkatkan pemberdayaan keluarga adalah melalui upaya mewujudkan keluarga sadar gizi (KADARZI). Upaya ini merupakan suatu langkah strategis, mengingat sebagian masalah gizi timbul akibat pendidikan, perilaku dan lingkungan yang tidak mendukung (Depkes RI 2000b). Masalah gizi di Indonesia masih banyak terjadi terutama pada anak balita yang merupakan golongan rawan gizi. Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 yang menyebutkan bahwa status gizi buruk dan kurang pada balita berturut-turut adalah 5.4% dan 13.0%, dan Provinsi Jambi termasuk dalam 19 provinsi yang prevalensi gizi buruk dan kurang diatas prevalensi rataan nasional. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus berturut-turut yaitu 7.4% dan 6.2%, dan Provinsi Jambi juga termasuk dalam 21 provinsi yang prevalensi balita sangat kurusnya diatas rataan nasional dan 25 provinsi yang prevalensi balita kurusnya diatas rataan nasional. Kasus gizi yang ditemukan di Provinsi Jambi berdasarkan indikator berat badan menurut umur yang berada pada kelompok gizi buruk tahun 2007 sebesar 1.8%, angka ini cenderung menurun dibanding 3 tahun sebelumnya yaitu 1.9% di tahun 2006, 2.05% di tahun 2005 dan 2.1% di tahun 2004. Kasus gizi menurut indikator berat badan menurut umur di Kota Jambi pada tahun 2007 terdapat 1.1% balita gizi buruk dan 6.7% balita gizi kurang (Dinkes Provinsi Jambi 2008b). Data Puskesmas Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi pada Bulan November 2010 dari 28 anak yang dilaporkan mengalami kasus gizi, terdapat 4
2
balita yang menderita gizi buruk dan 24 balita gizi kurang berdasarkan indikator berat badan menurut umur, berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur ke 28 balita tersebut termasuk kategori pendek tetapi tidak ada satupun dari 28 balita tersebut yang mengalami gizi buruk berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi hasil pemetaan 2001 – 2004 mengenai KADARZI diketahui bahwa pada 2001 dari 7.583 Keluarga terdapat 55.90% yang telah KADARZI, pada tahun 2002 meningkat menjadi 56.51%, pada tahun 2003 menurun menjadi 48.50% dan pada tahun 2004 semakin menurun menjadi 42.09%. Data KADARZI di Kota Jambi pada tahun 2002 diketahui persentase keluarga yang sudah KADARZI dari 1000 Keluarga terdapat 52.80 yang KADARZI, pada tahun 2003 menurun drastis menjadi 19.64% dan pada tahun 2004 meningkat kembali menjadi 52.00%, naik turunnya persentase keluarga yang KADARZI salah satu penyebabnya dikarenakan kurangnya peran serta masyarakat terhadap program KADARZI (Dinkes Provinsi Jambi 2008a). Merubah perilaku keluarga menjadi keluarga sadar gizi guna menunjang perbaikan gizi masyarakat bukanlah hal yang mudah. Pendidikan gizi masyarakat yang terus menerus, termasuk penyebarluasan informasi melalui media masa, pembinaan dan penggerakan tokoh dan kelompok-kelompok masyarakat, serta pendampingan keluarga baik oleh tenaga profesional maupun masyarakat terlatih (Depkes 2007b). Guna memantau pencapaian dari masing-masing kegiatan tersebut dan mengetahui pencapaian target pemerintah maka diperlukan pemantauan terhadap situasi KADARZI dan status gizi balita. Tujuan Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalsis hubungan situasi keluarga sadar gizi (KADARZI) dengan status gizi balita di Kota Jambi. Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini : 1. Menganalisis karakteristik sosial keluarga 2. Menganalisis perilaku KADARZI berdasarkan lima indikator KADARZI di Kota Jambi yaitu menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif), makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan minum
3
suplemen gizi (tablet tambah darah, kapsul vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran 3. Menganalisis status gizi berdasarkan berat badan menurut umur dan tinggi badan balita menurut umur 4. Menganalisis hubungan karakteristik sosial keluarga dengan perilaku KADARZI 5. Menganalisis hubungan perilaku KADARZI dengan status gizi balita. Hipotesis 1. Karakteristik keluarga berkaitan dengan perilaku KADARZI keluarga 2. Karakteristik keluarga berkaitan dengan perilaku KADARZI berdasarkan lima indikator KADARZI 3. Perilaku KADARZI keluarga berkaitan dengan status gizi balita 4. Perilaku KADARZI keluarga berdasarkan lima indikator KADARZI berkaitan dengan status gizi balita. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Jambi dan Pemda Kota Jambi mengenai perilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) serta status gizi balita. selain itu, diharapkan bisa sebagai informasi untuk pengambilan kebijakan kedepannya untuk upaya peningkatan program KADARZI.
4
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keadaan gizi masyarakat Indonesia masih belum menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk, kurang vitamin A, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium dan gizi lebih (obesitas) masih banyak tersebar di kota dan desa di seluruh tanah air. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut antara lain adalah tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam memilih, mengolah dan membagi makanan di tingkat ruma tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas (Depkes 2007b). Perbaikan status gizi masyarakat merupakan fokus prioritas poin kedua dalam kerangka kebijakan pembangunan kesehatan sebagaimana yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) bidang kesehatan tahun 2010-2014. Salah satu upaya untuk memperbaiki status gizi masyarakat yaitu dengan cara peningkatan pelayanan gizi dan masyarakat melalui pembinaan gizi masyarakat yaitu melalui program KADARZI (Sarjunani 2009). KADARZI mulai dicanangkan sejak tahun 1998 yang dimotori oleh Departemen Kesehatan. Disebut keluarga sadar gizi jika sikap dan perilaku keluarga dapat secara mandiri mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya yang tercermin pada pola konsumsi yang beraneka ragam dan bergizi seimbang (Luciasari dkk 1996). KADARZI adalah keluarga yang telah mempraktekkan perilaku gizi yang baik dan benar sesuai kaidah imu gizi, dapat mengenali masalah gizi yang ada dalam keluarga atau lingkungan, serta mampu melakukan tindak lanjut untuk mengatasi masalah gizi yang ada berdasarkan potensi yang dimilikinya (Depkes RI 2000b). Depkes (2009a) lebih menjabarkan lagi pengertian KADARZI sebagai suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Tujuan umum program KADARZI adalah seluruh keluarga berperilaku sadar gizi, sedangkan tujuan khususnya yaitu agar meningkatnya kemudahan keluarga
dan masyarakat untuk memperoleh informasi gizi serta agar
meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi yang berkualitas (Depkes 2004). Sediaoetama (2006) perilaku sadar gizi
5
keluarga terutama ibu memiliki peran yang sangat penting terhadap keadaan gizi anaknya, terutama balita karena balita belum mampu untuk mengurus dirinya sendiri dengan baik. Strategi yang dilakukan untuk mencapai sasaran KADARZI yaitu 1) meningkatkan fungsi dan peran posyandu sebagai wahana masyarakat dalam memantau dan mencegah secara dini gangguan pertumbuhan balita ; 2) menyelenggarakan pendidikan atau promosi gizi secara sistematis melalui advokasi, sosialisasi, komunikasi informasi edukasi (KIE) dan pendampingan keluarga ; 3) menyelenggarakan kerjasama dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta pihak lainnya dalam mobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan rumah tangga, peningkatan daya beli keluarga dan perbaikan asuhan gizi ; 4) mengupayakan terpenuhinya kebutuhan suplementasi gizi terutama zat gizi mikro dan MP-ASI bagi balita GAKIN ; 5) meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas dan jaringannya dalam pengelolaan dan tata laksana pelayanan gizi ; 6)
mengupayakan
dukungan
sarana
dan
prasarana
pelayanan
untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi di puskesmas dan jaringannya ; serta 7) mengoptimalkan survailans berbasis masyarakat melalui pemantauan wilayah setempat gizi, sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk dan system kewaspadaan pangan dan gizi (Depkes 2004). Depkes (2007b) menjelaskan bahwa suatu keluarga dikatakan KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik secara terus menerus. Perilaku sadar gizi yang diharapkan terwujud terutama 1) menimbang berat badan secara teratur ; 2) memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI eksklusif) ; 3) makan beraneka ragam ; 4) menggunakan garam beryodium ; dan 5) minum suplemen gizi sesuai anjuran. Maka pada penelitian ini keluarga dikategorikan pada dua kategori yaitu (1) belum KADARZI bila keluarga belum melaksanakan kelima indikator KADARZI secara baik; dan (2) sudah KADARZI bila keluarga telah melaksanakan kelima indikator KADARZI secara baik. Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007 mengenai KADARZI, menunjukkan bahwa balita yang ditimbang selama 6 bulan terakhir dari waktu pengukuran secara rutin (≥ 4 kali), ditimbang 1-3 kali dan yang tidak pernah ditimbang berturut-turut adalah 45.4%, 29.1% dan 25.5%. pemberian suplemen gizi 47.6%. Secara nasional, sebanyak 62.3 rumah tangga Indonesia mempunyai
6
garam cukup iodium. 6 provinsi salah satunya Provinsi Jambi telah mencapai target Universal Salt Iodization 2010 (90%). Persentase nasional anak 6-59 bulan yang mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi adalah 71.5% dan Provinsi Jambi memililiki persentase diatas persentase nasional. Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur pada penduduk umur > 10 tahun adalah 93.6% dan Provinsi Jambi memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional (Depkes 2007a). Standar pencapaian KADARZI yaitu 80% dari keluarga menjadi KADARZI (Depkes 2007b). Target jumlah bayi dan balita yang dipantau pertumbuhannya setiap bulan dengan cara penimbangan berat badan yaitu sebesar 90%, jumlah bayi 0-6 bulan yang memperoleh ASI ekslusif sebesar 80%, keluarga menggunakan garam beryodium sebesar 90%, keluarga makan beraneka ragam sesuai kebutuhan 80%, bayi usia 6 – 11 bulan serta balita usia 12-59 bulan mendapatkan kapsul vitamin A dua kali pertahun sebesar 90%, ibu hamil mendapatkan minimal 90 tablet Fe selama masa kehamilan sebesar 95% dan ibu nifas mendapatkan kapsul vitamin A sebanyak 2 buah sebesar 90% (Depkes RI 2008). Indikator Keluarga Sadar Gizi Suatu keluarga dikatakan telah menjadi keluarga sadar gizi bila telah mempraktekkan dengan baik lima indikator KADARZI berikut : Penimbangan berat badan secara teratur Perubahan berat badan merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak. Bila kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang seharusnya, pertumbuhan anak terganggu dan anak berisiko akan mengalami kekurangan gizi. Sebaliknya bila kenaikan berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan indikasi risiko kelebihan gizi (Depkes 2009b). Menurut Gabriel (2008) perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizi, khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan yang baik untuk mendeteksi dan menentukan apakah anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak dengan menggunakan satu ukuran berat badan. Meskipun berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam status gizi dan status kesehatan (Suhardjo 1989).
7
Tujuan
dari
pemantauan
berat
badan
yaitu
untuk
mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah memburuknya keadaan gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir rendah dan terjadinya pendarahan pada saat melahirkan, dan mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa dan usia lanjut (Dinkes DKI Jakarta 2002 dalam Gabriel 2008). Cakupan kunjungan bayi 6 – 11 bulan dan cakupan pelayanan anak balita 12 – 59 bulan sebagai bagian dari Pelayanan kesehatan dasar (PKD) yang termuat dalam standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008, bahwa bayi dan balita memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan, minimal 8 kali dalam setahun (Depkes RI 2008). Senada dengan hal tersebut Dinkes Pemprov Jambi (2010) menjelaskan bahwa minimal pemantauan pertumbuhan bayi dan balita dilakukan 4 kali dalam 6 bulan. Target pemerintah untuk pelayanan pemantauan pertumbuhan bayi dan balita yaitu pada tahun 2010, 90% bayi dan balita dipantau pertumbuhannya minimal 8 kali dalam setahun (Depkes RI 2008). Pemberian ASI eksklusif pada bayi ASI adalah makanan dan minuman yang paling utama bagi bayi. Selain karena tidak akan pernah ada manusia yang sanggup memproduksi susu buatan sekualitas dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah SWT kepada seluruh anak manusia, untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin kelangsungan hidup anak manusia itu kelak di kemudian hari (Suhendar 2002). Depkes (2000a) mendefenisikan ASI sebagai makanan terbaik untuk bayi. Tidak ada satupun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 4 aspek, yaitu aspek gizi, aspek kekebalan, aspek ekonomi, dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak. Jelliffe & Jelliffe (1979) menyebutkan bahwa bayi baru lahir secara kodrati memerlukan ASI sebagai sumber zaat gizi. Melalui kegiatan menyusui, bayi tidak hanya mendapatkan makanan dan zat gizi pelindung yang perlu bagi pertumbuhannya, tetapi juga banyak hal lain yang secara psikologis berarti besar bagi perkembangan kualitas perilaku dan kepribadiannya kelak.
8
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garamgaram organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayi atau anak. Keunggulan ASI sebagai makanan bayi tidak diragukan lagi karena ASI mempunyai nilai gizi yang tinggi, mengandung zat-zat kekebalan yang dapat mencegah berbagai penyakit infeksi, terutama di negara-negara sedang berkembang (Winarno 1995). Menurut Depkes (1997b) ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi, yaitu kandungan asam amino essensial yang sangat penting untuk meningkatkan jumlah sel otak bayi terutama usia bayi 6 bulan. Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi bayi dari penyakit dan membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh. ASI mengandung protein tinggi yang mudah diserap oleh bayi, juga mengandung laktosa dan karbohidrat yang tinggi. Mineral yang terkandung di dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais 2004). Depkes
(2007b)
menganjurkan
pemberian
ASI
tanpa
makanan
pendamping hingga bayi berusia 6 bulan (ASI eksklusif). Roesli (2009), mendefinisikan ASI eksklusif sebagai pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Lebih tepatnya pemberian ASI secara Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan, dan setelah 6 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan padat. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun. Menurut Muchtadi (2002), ASI eksklusif terutama diberikan selama enam bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis. Pertumbuhan dan pembentukan psikomotor terjadi sangat cepat pada masa enam bulan pertama, sehingga pemberian ASI eksklusif akan sangat mendukung. Program ASI ekslusif merupakan salah satu dari pelayanan kesehatan dasar cakupan program desa siaga aktif pada subbidang promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang termuat dalam standar pelayanan minimal, bahwa bayi usia 0 – 6 bulan hanya memperoleh ASI saja tanpa makanan pendamping ASI. Target pemerintah untuk program ASI ekslusif yaitu pada tahun
9
2015 jumlah bayi 0 – 6 bulan yang hanya mendapat ASI saja tanpa ada makanan pendamping yang lain yaitu sebesar 80%. (Depkes RI 2008). Makan makanan beraneka ragam Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi (Pramuditya 2010). Penganekaragaman pangan adalah upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi penduduk (Almatsier 2006). Makanan dikatakan beraneka ragam adalah apabila setiap hidangan terdiri dari minimal 4 jenis bahan makanan yang terdiri dari bahan makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah-buahan yang bervariasi (Depkes 2000a). Pada buku lain Depkes (2009a) memberi pengertian mengenai makan beraneka ragam yaitu apabila balita mengkonsumsi makanan pokok, lauk-pauk, sayur dan buah setiap hari, apabila tidak ada balita maka pengertiannya menjadi, apabila keluarga mengkonsumsi makanan pokok, lauk-pauk, sayur dan buah setiap hari. Dalam Depkes (2000b) menjabarkan lagi bahwa makanan aneka ragam adalah hidangan dengan menu yang bervariasi, paling sedikit terdiri dari : 1) satu jenis makanan pokok, misalnya nasi, jagung, ubi kayu, kentang, sagu dan sebagainya yang merupakan sumber zat tenaga ; 2) satu jenis lauk pauk, misalnhya tempe, tahu, telur, ikan dan daging, dan sebagainya yang merupakan zat pembangun ; dan 3) satu jenis sayuran dan buah-buahan yang merupakan zat pengatur. Konsumsi
makanan
merupakan
faktor
yang
secara
langsung
mempengaruhi status seseorang (Hardinsyah & Martianto 1988). Menurut Depkes (2000a) ketidak sukaan seseorang terhadap makanan tertentu berdampak negatif terhadap pencapaian keseimbangan gizi. Oleh karena itu agar hal tersebut tidak terjadi maka perkenalan dan berikanlah aneka ragam makanan sejak
usia dini.
Hendaknya berbagai jenis
bahan makanan
diperkenalkan sejak usia dini. Program makan makanan beragam merupakan salah satu dari pelayanan kesehatan dasar cakupan program desa siaga aktif pada subbidang promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang termuat dalam standar pelayanan minimal, bahwa keluarga sekurang-kurangnya mengkonsumsi bahan pangan yang terdiri dari bahan pangan pokok, lauk hewani dan atau nabati serta
10
sayur atau buah. Target pemerintah untuk program makan makanan beragam yaitu pada tahun 2015 jumlah keluarga yang mengkonsumsi sekurang-kurangnya bahan pangan pokok, lauk, sayur atau buah yaitu sebesar 80%. (Depkes RI 2008). Penggunaan garam beryodium Garam beryodium adalah garam yang dikonsumsi setelah ditambahkan dengan kalium yodat (KIO3) sebanhyak 30 – 80 ppm. Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam baik tanah maupun air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Bila terjadi banjir dan hujan lebat pada suatu daerah akan menyebabkan terjadinya erosi yodium dan akan dibawa ke laut. Yodium dibutuhkan untuk pembentukan hormone tiroksin yang diperlukan oleh tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa (Dinkes Provinsi Jambi 2004) sedangkan menurut (Depkes 2000a) yodium adalah salah satu mineral yang sangat penting peranannya bagi tubuh manusia. Kekurangan yodium dapat menyebabkan berbagai gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Dinkes Provinsi Jambi 2004). Adapun gejala dan penyakit yang disebabkan oleh GAKY yaitu gondok, gangguan pertumbuhan fisik dan mental, serta menurunnya konsentrasi dan tingkat kecerdasan (Depkes 2000a). Konsumsi garam yang mengandung yodium dapat mengurangi risiko kejadian GAKY (Dinkes Provinsi Jambi 2004). Program konsumsi garam beriodium merupakan salah satu dari pelayanan kesehatan dasar cakupan program desa siaga aktif pada subbidang promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang termuat dalam standar pelayanan minimal, bahwa keluarga mengkonsumsi garam yang telah difortifikasi dengan mineral iodium. Target pemerintah untuk program konsumsi garam beriodium yaitu pada tahun 2015 jumlah keluarga yang mengkonsumsi garam beriodium yaitu sebesar 90%. (Depkes RI 2008). Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran Konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan RI (2007b) yaitu kapsul vitamin A dosis tinggi (kapsul biru untuk bayi usia 6-11 bulan, kapsul merah untuk balita usia 12 – 59 bulan), tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil, serta kapsul vitamin A merah dosis tinggi pada ibu nifas.
11
Pada bayi dan balita kapsul vitamin A berguna untuk kesehatan mata, terutama pada proses penglihatan dimana vitamin A berperan dalam membantu proses adaptasi dari tempat yang terang ke tempat yang gelap. Kekurangan vitamin A mengakibatkan kelainan dalam penglihatan karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar-kelenjar tidak memprosuksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata, yang disebut xerosis konjutiva. Bila kondisi ini terus berlanjut akan terbentuk bercak bitot (bitot spot) dan berujung pada kebutaan (Dinkes Provinsi Jambi 2004). Berdasarkan Depkes RI (2008) salah satu cakupan kunjungan bayi 6 – 11 bulan dan cakupan pelayanan anak balita 12 – 59 bulan pada pelayanan kesehatan dasar yang termuat dalam standar pelayanan minimal yaitu pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi, 100.000 IU (biru) untuk bayi dan atau 200.000 IU (merah) untuk balita sebanyak 2 buah pertahun. Target pemerintah untuk pemberian vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yaitu pada tahun 2010, 90% bayi dan balita telah mendapat vitamin A dosis tinggi sesuai umur sebanyak 2 tablet pertahun. Pada ibu nifas kapsul vitamin A diberikan kepada ibu agar bayi yang disusui tercukupi asupan vitamin A-nya mengingat bayi usia di bawah 6 bulan belum
mendapatkan kapsul
vitamin
A
(Dinkes
Provinsi
Jambi
2004).
Berdasarkan Depkes RI (2008) salah satu cakupan pelayanan nifas pada pelayanan kesehatan dasar yang termuat dalam standar pelayanan minimal untuk ibu nifas yaitu adanya pemberian kapsul Vitamin A dosis 200.000 IU (merah) sebanyak 2 buah. Dinkes Provinsi Jambi (2010) menambahkan bahwa pemberian kapsul vitamin A yaitu hingga 28 hari setelah melahirkan. Target pemerintah untuk pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas yaitu pada tahun 2015, 90% ibu hamil telah mendapat vitamin A dosis tinggi (Depkes RI 2008). Tablet tambah darah berguna untuk meningkatkan kandungan zat besi (Fe) dalam tubuh. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak sehingga pada ibu hamil apabila terjadi kekurangan zat besi dapat menyebabkan ibu hamil mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya, berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi yang dilahirkannya, serta dapat mengakibatkan terjadinya pendarahan sebelum dan pada saat melahirkan dan beresiko terjadinya kematian ibu dan bayi (Dinkes Provinsi Jambi 2004). Berdasarkan Depkes RI (2008) salah satu pelayanan kesehatan dasar untuk ibu hamil yang termuat dalam standar
12
pelayanan minimal yaitu ibu hamil mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan. Minimal 30 tablet pada masing-masing trimester kehamilan (Dinkes Provinsi Jambi 2010). Target pemerintah untuk pemberian TTD pada ibu hamil yaitu pada tahun 2015, 95% ibu hamil telah mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan sebagai bagian dalam pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil K-4 pada pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI 2008). Secara keseluruhan penggunaan 5 indikator KADARZI disesuaikan dengan karakteristik keluarga sebagai berikut (Depkes 2009a) : Tabel 1 Penggunaan lima indikator KADARZI disesuaikan dengan karakteristik keluarga No 1
2
3
4
Karakteristik keluarga Bila keluarga mempunyai ibu hamil, bayi 0 – 6 bulan, balita 6 – 59 bulan Bila keluarga mempunyai bayi 0 – 6 bulan dan balita 6 – 59 bulan Bila keluarga mempunyai ibu hamil, dan balita 6 – 59 bulan Bila keluarga mempunyai ibu hamil
Indikator kadarzi yang berlaku 1 2 3 4 5 √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
-
-
√
√
√
5
Bila keluarga mempunyai bayi 0 – 6 bulan
√
√
√
√
√
6
Bila keluarga mempunyai balita 6 – 59 bulan Bila keluarga tidak mempunyai bayi, balita, dan ibu hamil
√
-
√
√
√
-
-
√
√
-
7
Keterangan Indikator ke-5 yang digunakan adalah balita mempunyai kapsul vitamin A
Indikator ke-5 yang digunakan adalah balita memdapat kapsul vitamin A Indikator ke-5 yang digunakan adalah ibu hamil mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan atau minimal 30 tablet pertrimester kehamilan Indikator ke-5 yang digunakan adalah ibu nifas mendapat suplemen gizi
Keterangan : 1) Menimbang berat badan secara teratur, 2) Memberikan ASI ekslusif kepada bayi hingga usia 6 bulan, 3) Makan makanan beragam, 4) Menggunakan garam beryodium, 5) Minum suplemen gizi sesuai anjuran, ( √ ) berlaku, ( - ) tidak berlaku. Penilaian KADARZI Penilaian yang dilakukan terhadap keluarga untuk menentukan apakah keluarga tersebut telah KADARZI atau belum KADARZI dilihat berdasarkan lima indikator berikut : Penimbangan berat badan Depkes (2009a) menyebutkan bahwa penimbangan berat badan terutama balita sebaiknya dilakukan setiap bulan. Untuk penimbangan anak balita hasil
13
penimbangan dicatat dalam KMS atau KIA. Pengukuran penimbangan
berat
badan dapat menjadikan 1 orang anggota keluarga yang rajin menimbangkan berat badannya sebagai indikator, anggota keluarga yang biasa ditimbang berat badannya adalah balita, pemantauan penimbangan berat badan dilihat 6 bulan kebelakang
dari
waktu
pemantauan,
lalu
di
kelompkkan
berdasarkan
pengelompokan di bawah ini (Dinkes Provinsi Jambi 2010) : 1.
Balita berusia 12 – 59 bulan • Belum baik
: bila balita ditimbang < 4 kali dalam 6 bulan terakhir
• Baik
: bila balita ditimbang ≥ 4 kali dalam 6 bulan terakhir
2.
Bayi berusia 6 – 11 bulan • Belum baik
: bila balita ditimbang < 4 kali dalam 6 bulan terakhir
• Baik
: bila balita ditimbang ≥ 4 kali dalam 6 bulan terakhir
3.
4.
5.
Bayi berusia 4 – 5 bulan • Belum baik
: bila balita ditimbang < 3 kali sejak lahir
• Baik
: bila balita ditimbang ≥ 3 kali sejak lahir
Bayi berusia 2 – 3 bulan • Belum baik
: bila ballita ditimbang < 2 kali sejak lahir
• Baik
: bila balita ditimbang ≥ 2 kali sejak lahir
Bayi berusia 0 – 1 bulan • Belum baik
: bila balita belum pernah ditimbang sejak lahir
• Baik
: bila balita ditimbang minimal 1 kali sejak lahir.
Pemberian ASI ekslusif pada bayi Cara pengukuran pemberian ASI eksklusif dapat dilihat berdasarkan pengelompokan di bawah ini (Dinkes Provinsi Jambi 2010) : 1
Belum baik
: bila sudah diberikan makanan dan minuman lain selain
ASI hingga bayi berusia 6 bulan 2
Baik
: bila hanya diberikan ASI saja, tidak diberikan makanan
dan minuman selain ASI hingga bayi berusia 6 bulan.
14
Makan makanan beraneka ragam Metoda untuk mengukur keanekaragaman makanan keluarga dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada ibu konsumsi makan keluarga tentang konsumsi lauk hewani, buah dan atau sayur dalam menu keluarga. Dan dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu 1) belum baik bila dalam 3 hari terakhir tidak makan lauk hewani, buah dan atau sayur, 2) baik bila dalam 3 hari terakhir keluarga makan lauk hewani, buah dan atau sayur (Dinkes Provinsi Jambi 2010). Penggunaan garam beryodium Cara pengukuran penggunaan garam yodium yaitu dengan menguji contoh garam yang digunakan keluarga dengan tes yodina / tes amilum. Dikategorikan belum baik bila hasil tes warna tidak berubah / muda, hal ini menunjukkan bahwa garam tidak mengandung yodium, dan baik bila hasil tes berwarna ungu, hal ini menunjukkan bahwa garam yang digunakan sudah mengandung yodium (Dinkes Provinsi Jambi 2010). Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran Cara pengukuran konsumsi suplemen gizi pada KADARZI dijabarkan oleh (Dinkes Provinsi Jambi 2010) sebagai berikut : 1.
Bila terdapat bayi usia 6 – 59 bulan • Belum baik
: bila tidak mendapat kapsul vitamin A biru dan atau merah
• Baik
: bila mendapat kapsul vitamin A biru pada bulan Februari
dan Agustus (pada bayi usia 6 – 11 bulan) atau bila mendapat kapsul vitamin A merah pada bulan Februari dan Agustus (pada balita usia 12 – 59 bulan). 2.
3.
Bila terdapa ibu hamil • Belum baik
: bila jumlah TTD yang diminum belum sesuai anjuran
• Baik
: bila jumlah di yang diminum sudah sesuai anjuran
Bila terdapat ibu nifas • Belum baik
: bila tidak mendapat 2 kapsul vitamin A merah sampai hari
ke 28 • Baik
: bila mendapat 2 kapsul vitamin A merah sampai hari ke
28. Karakteristik Sosial Keluarga Keluarga sadar gizi (KADARZI) adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan menganalisis masalah gizi setiap anggota
15
keluarganya. Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu dalam keluarga dan bebas dari pencemaran (Depkes 2004). Berdasarkan Depkes (2007c) keluarga sadar gizi ditandai dengan adanya kemampuan keluarga tersebut untuk memenuhi pangan bagi semua anggota keluarga,
menjaga
kesehatan
lingkungan,
mencegah
penyakit
infeksi,
memberikan pengasuhan gizi dan kesehatan, serta perilaku keluarga tersebut mampu untuk memanfaatkan pendapatan, distribusi pangan dalam keluarga, memantau pertumbuhan dan perkembangan, memberkan pertolongan awal masalah kelainan gizi dan memperoleh pelayanan kesehatan. Menurut Gabriel (2008) faktor yang mempengaruhi keluarga mau berperilaku KADARZI diantaranya adalah faktor sosio demografi yang meliputi tingkat pendidikan orang tua, umur orang tua, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan, pengetahuan dan sikap ibu terhadap gizi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fitri (2008) di Kota Payakumbuh menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap perilaku KADARZI dan status gizi. Perilaku KADARZI dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan tingkat kesadaran keluarga akan pentingnya gizi. Sedangkan berdasarkan penelitian Simanjuntak (2009) bahwa perilaku KADARZI dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi keluarga dimana keluarga yang memiliki pendapatan lebih tinggi lebih banyak menerapkan KADARZI dari pada keluarga dengan pendapatan rendah. Pendidikan orang tua Campbell (2002) menyatakan bahwa pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Rahmawati (2006) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan
anak.
Adnyadewi
(2004)
menambahkan
bahwa
pendidikan
merupakan salah satu faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat.
16
Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anaknya (Soetjiningsih 1995), sedangkan menurut Suhardjo (1989) keadaan tingkat pendidikan orang tua yang rendah terutama ibu berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga terutama pola konsumsi pangan sehari-hari. Hasniyati (2010) menkategorikan tingkat pendidikan orang tua dalam 3 kategori yaitu 1) rendah, jika ≤SMP ; 2) sedang jika tamat hingga SMU ; dan 3) tinggi jika pendidikan terakhir adalah perguruan tinggi. Dan hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan signifikan (p-value 0,023) antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku kesehatan ibu untuk diri sendiri dan keluarga. Umur orang tua Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil dibandingkan usia yang lebih muda (Hurlock 1995 dalam Adwinanti 2004). Orang tua muda, terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh hati (Hurlock 1998). Berdasarkan WNPG (2004) dalam Yulianti (2010) umur orang tua dikategorikan pada 4 kelompok yaitu : 1) remaja (< 20 tahun) ; 2) dewasa muda (20-29 tahun) ; 3)dewasa madya (30-49 tahun) ; dan 4) dewasa lanjut(≥ 50 tahun). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Hasniyati (2010) dapat diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan (p-value 0,033) antara usia ibu dengan perilaku kesehatan ibu untuk diri sendiri dan keluarga. Hal ini dikarenakan semakin matang umur ibu maka semakin baik perilaku dan pola asuhnya terhadap anak sehingga dapat mempengaruhi perilaku kadarzi. Besar Keluarga Besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga karena mempengaruhi luas penghuni dalam suatu bangunan rumah yang akan
17
mempengaruhi pula kesehatan anak-anak. Jumlah anggota yang banyak, menyebabkan perhatian orang tua terutama ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1994). Afriyenti (2002) Menambahkan bahwa jumlah anggota keluarga (besar keluarga) juga berhubungan dengan pembagian ruang dan konsumsi zat gizi per penghuni rumah. Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit. Sehingga dapat mempengaruhi status gizi keluarga (Notoatmodjo 1997). Pada rumah tangga miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah bila jumlah orang yang harus diberi makan sedikit. Anak-anak yang sedang tumbuh paling rentan mengalami gizi kurang bila dibandingkan anggota keluarga yang lain. Hal ini disebabkan karena bila besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi dari pada golongan yang lebih tua (Suhardjo 1989). Hal ini lebih dikuatkan lagi dalam Suhardjo (1996) bahwa semakin sedikit jumlah anak makan kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang semakin baik. Selain konsumsi, besar keluarga juga ikut mempengaruhi perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk dan perawatan kesehatan (Sediaoetama 2006). Harjono (2000) menyatakan bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berdampak pula terhadap kurangnya perhatian pada kaidah-kaidah hidup sehat, seperti penyediaan makanan yang seimbang, kelayakan fasilitas rumah dan usaha untuk mewujudkan perilaku hidup yang sehat. Berdasarkan Hurlock (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu 1) keluarga besar (≥ 8 orang) ; 2) keluarga sedang (5-7 orang) ; dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang). Sedangkan untuk di Indonesia berdasarkan rujukan dari BKKBN (1998) besar keluarga dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu 1) keluarga besar (≥7 orang) ; 2) keluarga sedang (5-6 orang) ; dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang). Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
dilakukan
Widiyawati
(2004)
menunjukkan bahwa besar keluarga mempunyai hubungan yang terbalik dengan pola perilaku dalam pengasuhan anak oleh ibu.
18
Status Gizi Balita Status gizi adalah suatu kondisi dari beberapa kesehatan satu atau sekelompok orang karena konsumsi, penyerapan, dan pemanfaatan nutrisi (Riyadi 1993). Menurut Tarwotjo dan Soekirman (1987) status gizi merupakan indikasi keseimbangan antara asupan gizi dan eksresi. Dengan kata lain, bahwa status gizi merupakan cerminan dari konsumsi makanan dan pemanfaatannya. Riyadi (2001) lebih menjelaskan bahwa status gizi menggambarkan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai dampak dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Status gizi anak merupakan cerminan dari status gizi masyarakat (Suharjo dan Riyadi 1990). Menurut Suhardjo (1989), berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizi, khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan yang baik untuk mendeteksi dan menentukan apakah anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak dengan menggunakan satu ukuran berat badan. Meskipun berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam status gizi dan status kesehatan. Riyadi (2001) menjelaskan bahwa variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur status gizi adalah tinggi badan, berat badan dan usia. Penggunaan variabel-variabel tersebut dikombinasikan menjadi pengukuran tinggi badan menurut usia, berat badan menurut usia, dan berat badan menurut tinggi badan. Karakteristik berat badan yang sensitif, indeks berat badan menurut umur menggambarkan status gizi saat ini (Supariasa et al 2001). Riyadi (2001) lebih menjabarkan lagi bahwa indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak adalah berat badan menurut usia. Berat badan menurut umur digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu makan). Status gizi indeks tinggi badan menurut umur menurut Soekirman (2000) dapat memberikan gambaran perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat dari waktu ke waktu. Data status gizi berat badan menurut umur dikategorikan dalam kategori berdasarkan Depkes (2010) yaitu 1) gizi buruk (z-score < -3 SD) ; 2) gizi kurang (z-score -3 s/d < -2 SD) ; 3) normal (z-score -2 s/d 2 SD) ; dan 4) gizi lebih (z-
19
score > -2 SD). Status gizi tinggi badan menurut umur di kategorikan dalam 2 kelompok yaitu 1) pendek (z-score < -2 SD) ; 2) normal (z-score ≥ -2). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Pada tahun 2007 terdapat balita dengan status gizi buruk yaitu sebesar 1.8%, angka ini cenderung menurun dibanding 3 tahun sebelumnya yaitu 1.9% di tahun 2006, 2.05% di tahun 2005 dan 2.1% di tahun 2004. Kasus gizi berdasarkan indikator berat badan menurut umur di Kota Jambi pada tahun 2007 terdapat 1.1% balita gizi buruk dan 6.7% gizi kurang (Dinkes Provinsi Jambi 2008b). Kekurangan gizi pada tingkat tertentu dapat menyebabkan kematian secara langsung. Namun biasanya terlebih dahulu anak mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi (Depkes 1994b). Faktor yang menyebabkan kurang gizi pada balita menurut UNICEF meliputi beberapa tahapan yaitu penyebab langsung, tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Berdasarkan Soekirman
dalam (Depkes 2000b)
faktor penyebab kurang gizi dijelaskan sebagai berikut : pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi. Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga, pokok masalah yaitu berupa kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumberdaya masyarakat sehingga mempengaruhi kurangnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Dan keempat, akar masalah adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial. Pemeliharaan gizi anak sangat menentukan pertumbuhan fisiknya. Selain itu organ jaringan tubuh baru dapat berfungsi sempurna bila mendapat makanan yang cukup dan bergizi seimbang. Tingkat kesehatan yang buruk yang diakibatkan kurang baiknya pola asuh gizi dan kesehatan di rumah, secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada status gizi anak (Depkes 1994a). Pola asuh Gizi dan Kesehatan yang dapat diterapkan dalam tingkat rumah tangga salah satunya adalah KADARZI (Depkes 2007b). Cara menjaga agar anak tetap sehat yaitu anak diberi makanan yang cukup dengan menu seimbang, perlu adanya pemantauan berat badan dan tinggi badan secara teratur setiap bulan, serta konsumsi suplemen yang dianjurkan (Depkes 1994b). Berdasarkan Surjani (2009) target yang ingin dicapai pemerintah yang tertuang dalam RPJM bidang kesehatan 2010-2014 yaitu menurunkan prevalensi
20
kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dari 25.8% menjadi 18.4% dan menurunkan prevalensi anak balita yang pendek dari 36.8% menjadi 25.0%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gabriel (2008) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang positif dan nyata (p<0,05) hubungan antara perilaku KADARZI keluarga dengan status gizi balita.
21
Kerangka Pemikiran Keluarga sadar gizi (KADARZI) adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan menganalisis masalah gizi setiap anggota keluarganya. Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu dalam keluarga dan bebas dari pencemaran (Depkes 2004). Berdasarkan Depkes (2007c) keluarga sadar gizi ditandai dengan adanya kemampuan keluarga tersebut untuk memenuhi pangan bagi semua anggota keluarga,
menjaga
kesehatan
lingkungan,
mencegah
penyakit
infeksi,
memberikan pengasuhan gizi dan kesehatan, serta perilaku keluarga tersebut mampu untuk memanfaatkan pendapatan, distribusi pangan dalam keluarga, memantau pertumbuhan dan perkembangan, memberkan pertolongan awal masalah kelainan gizi dan memperoleh pelayanan kesehatan. Menurut Gabriel (2008) faktor yang mempengaruhi keluarga mau berperilaku KADARZI diantaranya adalah faktor sosio demografi yang meliputi tingkat pendidikan orang tua, umur orang tua, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan, pengetahuan dan sikap ibu terhadap gizi. Depkes (2007a) menyatakan bahwa suatu keluarga dikatakan KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik secara terus menerus. Perilaku sadar gizi yang diharapkan terwujud terutama 1) menimbang berat badan secara teratur ; 2) memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI eksklusif) ; 3) makan beraneka ragam ; 4) menggunakan garam beryodium ; dan 5) minum suplemen gizi sesuai anjuran. Kadarzi diharapkan mampu mengatasi masalah gizi. Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan. Masalah gizi yang sering dijumpai di masyarakat antara lain : kurang energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), anemia gizi besi (AGB) dan kekurangan vitamin A (KVA). Menurut Gabriel (2008) faktor yang mempengaruhi KADARZI diantaranya adalah faktor sosio demografi yang meliputi tingkat pendidikan orang tua, umur orang tua, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan, pengetahuan dan sikap ibu terhadap gizi. Balita merupakan kelompok umur yang rentan terkena masalah gizi. Masalah gizi yang sering terjadi pada usia balita biasanya disebabkan karna
22
tindakan gizi dan kesehatan yang kurang oleh keluarga terutama ibu (Depkes 2009b). Menurut Riyadi (2001), status gizi menggambarkan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai dampak dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Pemeliharaan gizi anak sangat menentukan pertumbuhan fisiknya. Selain itu organ jaringan tubuh baru dapat berfungsi sempurna bila mendapat makanan yang cukup dan bergizi seimbang.
23
Kerangka Pemikiran Pola asuh makan Pola asuh kesehatan Pengetahuan dan keterampilan kebersihan pribadi dan lingkungan
Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Ibu Umur Ibu Jumlah Anggota Keluarga Ekonomi
KADARZI Penimbangan berat badan secara teratur Pemberian ASI ekslusif Makan makanan beraneka ragam Penggunaan garam beryodium Konsumsi suplemen yang dianjurkan
Status Gizi Balita Berat Badan Menurut Umur
Status Gizi Balita Tinggi Badan Menurut Umur
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti
24
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain
penelitian
ini
adalah
cross
sectional
study.
Penelitian
dilaksanakan di Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi Provinsi Jambi, yang mana pemilihan tempat penelitan merupakan kecamatan yang memiliki kasus gizi buruk dan kurang yang cukup tinggi di Kota Jambi. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari Survei ”Penilaian Status Gizi dan KADARZI di Kota Jambi Tahun 2010” ini merupakan bagian dari penelitian ”Penilaian Status Gizi dan KADARZI di Provinsi Jambi Tahun 2010” yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jambi. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari data Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi, dimana contoh dari penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak balita. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2010. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Survei ”Penilaian Status Gizi dan KADARZI di Kota Jambi Tahun 2010” dilaksanakan di semua kelurahan di Kota Jambi yaitu 62 kelurahan dari 8 kecamatan yang ada di Kota Jambi. Pada masing-masing Kecamatan di tentukan jumlah klusternya, satu kluster mewakili satu rukun tetangga (RT). Satu kluster diambil 10 kepala keluarga (KK) sebagai contoh, 8 KK adalah KK yang memiliki balita dan 2 KK tanpa balita. Pemilihan keluarga yang menjadi contoh di dalam penelitian ini didapatkan secara purposive. Di kecamatan Danau Teluk terdapat 30 kluster, yang diteliti hanya pada KK yang memiliki balita, sehingga jumlah contohnya yaitu 240 KK. Data balita yang diambil adalah data balita termuda dalam keluarga tersebut. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder meliputi data karakteristik sosial keluarga (pendidikan orang tua, umur orang tua dan jumlah anggota keluarga), data KADARZI (penimbangan berat badan, pemberian ASI eksklusif, Konsumsi makanan beraneka ragam, penggunakan garam beryodium, dan konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan) serta data antropometri balita (berat badan, tinggi badan dan umur). Untuk lebih jelasnya, jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 2.
25
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data sekunder No 1
Kelompok data KADARZI
Data Penimbangan berat badan
Pemberian ASI eksklusif Konsumsi makanan beraneka ragam Konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan Penggunakan garam beryodium 2
Karakteristik sosial keluarga
Pendidikan orang tua Umur orang tua Jumlah anggota keluarga
3
Antropometri balita
Pengelompokan status gizi balita berdasarkan berat badan, tinggi badan dan umur
Cara pengumpulan data Wawancara dengan menggunakan koesioner Wawancara dengan menggunakan koesioner Wawancara dengan menggunakan koesioner Wawancara dengan menggunakan koesioner Pengujian garam yang digunakan dengan tes yodina / tes amilum Wawancara dengan menggunakan koesioner Wawancara dengan menggunakan koesioner Wawancara dengan menggunakan koesioner Pengukuran langsung
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan akan dientry menggunakan Microsoft excel for windows. Data dianalisis statistik dengan program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for Windows dan dipaparkan secara deskriptif dan pengkategorian serta disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui hubungan antar variabel yang berupa data ordinal lalu dikategorikan diuji mengunakan korelasi spearman. Data KADARZI diukur berdasarkan lima indikator KADARZI. Keluarga dikategorikan pada dua kategori yaitu (1) belum KADARZI bila keluarga belum melaksanakan kelima indikator KADARZI ; dan (2) sudah KADARZI bila keluarga telah melaksanakan kelima indikator KADARZI. Data indikator KADARZI berupa penimbangan berat badan diukur dengan cara mengajukan pertanyaan mengenai kebiasaan ibu membawa balita ke posyandu untuk ditimbang berat badannya. Penilaian pengukur penimbangan dapat dilihat berdasarkan pengelompokan di bawah ini (Dinkes Provinsi Jambi 2010) : 1
Balita berusia 12 – 59 bulan •
Belum baik
: bila balita ditimbang < 4 kali dalam 6 bulan terakhir
•
Baik
: bila balita ditimbang ≥ 4 kali dalam 6 bulan terakhir
26
2
Bayi berusia 6 – 11 bulan •
Belum baik
: bila balita ditimbang < 4 kali dalam 6 bulan terakhir
•
Baik
: bila balita ditimbang ≥ 4 kali dalam 6 bulan terakhir
3
4
5
Bayi berusia 4 – 5 bulan •
Belum baik
: bila balita ditimbang < 3 kali sejak lahir
•
Baik
: bila balita ditimbang ≥ 3 kali sejak lahir
Bayi berusia 2 – 3 bulan •
Belum baik
: bila ballita ditimbang < 2 kali sejak lahir
•
Baik
: bila balita ditimbang ≥ 2 kali sejak lahir
Bayi berusia 0 – 1 bulan •
Belum baik
: bila balita belum pernah ditimbang sejak lahir
•
Baik
: bila balita ditimbang minimal 1 kali sejak lahir.
Data
pemberian
ASI
eksklusif
diukur
dengan cara mengajukan
pertanyaan mengenai sampai anak umur berapa ibu memberikan ASI tanpa adanya pemberian makanan / minuman lain. Cara pengukuran pemberian ASI eksklusif dapat dilihat berdasarkan pengelompokan di bawah ini (Dinkes Provinsi Jambi 2010) : belum baik : bila sudah diberikan makanan dan minuman lain selain ASI hingga bayi berusia 6 bulan dan baik : bila hanya diberikan ASI saja, tidak diberikan makanan dan minuman selain ASI hingga usia 6 bulan Data
konsumsi
makanan
beraneka
ragam
diukur
dengan
cara
mengajukan pertanyaan mengenai konsumsi lauk hewani, buah dan atau sayur dalam menu keluarga keluarga dalam 3 hari terakhir. Cara pengukuran konsumsi makanan beraneka ragam dapat dilihat berdasarkan pengkategorian yaitu belum baik bila sekurangnya dalam 3 hari teerakhir keluarga tidak makan lauk hewani, buah dan atau sayur, baik bila sekurangnya dalam 3 hari terakhir keluarga makan lauk hewani, buah dan atau sayur (Dinkes Provinsi Jambi 2010). Data konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan diukur dengan cara mengajukan pertanyaan megenai konsumsi suplemen yang dianjurkan yang meliputi kapsul vitamin A untuk bayi (biru) dan balita (merah) pada bulan Februari dan Agustus dan kapsul vitamin A merah bagi ibu nifas, serta TTD untuk ibu hamil. Cara pengukuran konsumsi suplemen gizi pada KADARZI dijabarkan oleh (Dinkes Provinsi Jambi 2010) sebagai berikut :
27
1.
Bila terdapat bayi usia 6 – 59 bulan • Belum baik
: bila tidak mendapat kapsul vitamin A biru dan atau merah
• Baik
: bila mendapat kapsul vitamin A biru pada bulan Februari
dan Agustus (pada bayi usia 6 – 11 bulan) atau bila mendapat kapsul vitamin A merah pada bulan Februari dan Agustus (pada balita usia 12 – 59 bulan). 2.
3.
Bila terdapa ibu hamil • Belum baik
: bila jumlah TTD yang diminum belum sesuai anjuran
• Baik
: bila jumlah di yang diminum sudah sesuai anjuran
Bila terdapat ibu nifas • Belum baik
: bila tidak mendapat 2 kapsul vitamin A merah sampai hari
ke 28 • Baik
: bila mendapat 2 kapsul vitamin A merah sampai hari ke
28. Data penggunaan garam beryodium diukur berdasarkan hasil tes yodina / tes amilum pada garam yang dipakai keluarga untuk memasak sehari-harinya. Dan dikategorikan berdasarkan (Dinkes Provinsi Jambi 2010) : 1) belum baik bila hasil tes warna tidak berubah / muda, hal ini menunjukkan bahwa garam tidak mengandung yodium, dan 2) baik bila hasil tes berwarna ungu, hal ini menunjukkan bahwa garam yang digunakan sudah mengandung yodium. Data karakteristik sosial keluarga berupa data mengenai umur orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Umur orang tua dikategorikan dalam empat kelompok yaitu 1) remaja ; 2) dewasa muda ; 3) dewasa madya dan 4) dewasa lanjut. Pendidikan orang tua dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu 1) rendah, jika pendidikan dibawah setingkat SMP ; 2) sedang, jika pendidikan setara setara tingkat SMA ; dan 3) tinggi, jika pendidikan terakhir setara perguruan tinggi. Jumlah anggota keluarga dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu 1) keluarga besar (≥ 8 orang) ; 2) keluarga sedang (5 – 7 orang) ; dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang). Data status gizi berdasarkan indikator berat badan menurut umur dikategorikan dalam kategori berdasarkan Depkes (2010) yaitu 1) gizi buruk (zscore < -3 SD) ; 2) gizi kurang (z-score -3 s/d < -2 SD) ; 3) normal (z-score -2 s/d 2 SD) ; dan 4) gizi lebih (z-score > -2 SD). Status gizi berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur di kategorikan dalam 2 kelompok yaitu 1) pendek (z-score < -2 SD) ; 2) normal (z-score ≥ -2).
28
Data yang telah dikategorikan kemudian dianalisis korelasi antar variabel yang diteliti. Cara analisis korelasi antar variabel ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3 Cara analisis korelasi antar variabel yang diteliti No 1 2 3 4 5
Hubungan Variabel Yang Diteliti Hubungan pendidikan ibu dengan situasi KADARZI Hubungan umur ibu dengan situasi KADARZI Hubungan besar keluarga dengan situasi KADARZI Hubungan situasi KADARZI dengan status gizi berat badan perumur Hubungan situasi KADARZI dengan status gizi tinggi badan perumur
Analisis Korelasi spearman Korelasi spearman Korelasi spearman Korelasi spearman Korelasi spearman
Definisi Operasional Pendidikan orang tua : tingkat pendidikan yang ditempuh oleh orang tua yang dikategorikan dalam 3 kategori yaitu 1) rendah, jika ≤SMP ; 2) sedang jika tamat hingga SMU ; dan 3) tinggi jika pendidikan terakhir adalah perguruan tinggi. Umur orang tua : hasil selisih antara tanggal lahir orang tua dengan tanggal pengukuran
yang
dinyatakan
dengan
ukuran
tahun
yang
dikategorikan pada 3 kelompok yaitu : 1) remaja (< 20 tahun) ; 2) dewasa muda (20-29 tahun) ; 3)dewasa madya (30-49 tahun) ; dan 4) dewasa lanjut(≥ 50 tahun). Jumlah anggota keluarga : jumlah anggota keluarga yang dinyatakan dengan satuan orang dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu 1) keluarga besar (≥7 orang) ; 2) keluarga sedang (5-6 orang) ; dan 3) keluarga kecil (≤ 4 orang). Penimbangan berat badan : penimbangan yang dilakukan terhadap bayi dan atau balita secara rutin setiap bulannya selama enam bulam terakhir dan disesuaikan dengan usia bayi, dikategorikan dalam 2 kategori yaitu 1) belum baik, bila tidak melaksanakan penimbangan berat badan bayi dan atau balita minimal 4 kali selama 6 bulan terakhir atau disesuaikan dengan usia bayi; 2) baik, bila telah melaksanakan penimbangan bayi dan atau balita minimal 4 kali dalam 6 bulan terakhir atau disesuaikan dengan usia bayi. Konsumsi makanan beraneka ragam : Makanan yang dimakan keluarga dalam 3 hari terakhir minimal terdiri dari bahan makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan atau sayur-sayuran yang bervariasi. Dikategorikan dalam 2 kategori yaitu 1) belum baik, bila tidak mengkonsumsi minimal terdiri dari bahan makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan
29
dan atau sayur-sayuran yang bervariasi dalam 3 hari terakhir ; 2) baik, bila ada mengkonsumsi minimal terdiri dari bahan makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan atau sayur-sayuran yang bervariasi dalam 3 hari terakhir. Pemberian ASI ekslusif : pemberian ASI saja tanpa makanan pendamping hingga bayi berusia 6 bulan (ASI eksklusif). Dikategorikan dalam 2 kategori yaitu 1) belum baik, bila bayi dan balita diberikan makanan selain ASI sebelum usia 6 bulan ; 2) baik, bila bayi dan balita hanya diberi ASI saja hingga usia 6 bulan. Penggunaan garam beryodium : apabila keluarga menggunakan garam beryodium yang dilakukan dengan metoda uji yodometri dengan menggunakan indikator amilum dengan tititk akhir titrasi berwarna biru. Dikategorikan dalam 2 kategori yaitu 1) belum baik, bila hasil tes iodida menunjukkan warna tidak sesuai indikator ; 2) baik, bila hasil tes iodida menunjukkan warna sesuai indikator. Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran : Konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan RI (2007b) yaitu kapsul vitamin A dosis tinggi (kapsul biru untuk bayi usia 6-11 bulan, kapsul merah untuk balita usia 12 – 59 bulan), tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil, serta kapsul vitamin A merah dosis tinggi pada ibu nifas. Dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu 1) belum baik, bila jenis dan jumlah konsumsi suplemen belum sesuai anjuran ; 2) baik, bila jenis dan jumlah konsumsi suplemen sesuai anjuran. Perilaku KADARZI : Keadaan dimana keluarga menerapkan kelima indikator KADARZI dalam kehidupan sehari-hari di keluarga tersebut yang dikategorkan dalam 2 kelompok yaitu 1) belum KADARZI, bila keluarga belum menerapkan kelima indikator KADARZI ; 2) baik, bila keluarga telah menerapkan lima indikator KADARZI. Status gizi balita : suatu keadaan gizi balita yang dilihat dari hasil pengukuran antropometri dengan indeks berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur dan dibandingkan dengan standar baku WHONCHS.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Danau Teluk merupakan salah satu dari 8 kecamatan di Kota Jambi, Provinsi Jambi. Luas wilayah kecamatan ini adalah 15,70 Km². Batas Kecamatan Danau Teluk sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah selatan dengan Sungai Batang Hari, sebelah barat dengan Kabupaten Muaro Jambi dan sebelah timur dengan Kecamatan Pelayangan. Kecamatan Danau Teluk terdiri dari 5 kelurahan dan 42 RT. Kelurahan Ulu Gedong terdiri dari 9 RT, Kelurahan Olak Kemang terdiri dari 13 RT, Kelurahan Tanjung Pasir terdiri dari 6 RT, Kelurahan Tanjung Raden terdiri dari 10 RT dan Kelurahan Pasir Panjang terdiri dari 4 RT. Pelayanan kesehatan di kecamatan ini terdiri dari 1 puskesmas induk dan 3 puskesmas pembantu dan 14 posyandu. Pertimbangan yang mendasari pemilihan lokasi ini sebagai wilayah yang diambil data sekundernya yaitu karena Kecamatan Danau Teluk merupakan kecamatan yang memiliki kasus gizi (BB/U dan TB/U) terbanyak di Kota Jambi. Jumlah penduduk Kecamatan Danau Teluk berdasarkan sensus 2005 adalah 460.427 jiwa. Rata-rata pendidikan penduduk Kecamatan Danau Teluk adalah tamatan SMP atau sderajat. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Danau Teluk antara lain sebagai petani, buruh pabrik, nelayan sungai, pedangang dan pegawai negeri. Dalam keluarga yang berperan mencari nafkah adalah kaum pria dan kaum wanita sebagian besar berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Karakteristik Sosial Keluarga Tingkat Pendidikan orang tua Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat (Adnyadewi 2004). Tingkat pendidikan orang tua relatif rendah. Secara umum persentase terbesar tingkat pendidikan orang tua berada pada kelompok tingkat pendidikan rendah (tamat ≤SMP), yaitu 46.7%, sedangkan persentase terkecil berada pada kelompok tingkat pendidikan tinggi (tamat perguruan tinggi / akademi) yaitu sebesar 10.4%. Proporsi terbesar tingkat pendidikan ayah berada pada kelompok tingkat pendidikan rendah (tamat ≤SMP) yaitu 60.4%, sedangkan proporsi terbesar tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok tingkat
31
pendidikan sedang (tamat SMA) yaitu 52.1%. Tabel 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Tingkat Pendidikan Orang Tua Rendah Sedang Tinggi Total
Ayah
Ibu
Total
N
%
n
%
n
%
145 81 14 240
60.4 33.8 5.8 100.0
79 125 36 240
32.9 52.1 15.0 100.0
224 206 50 480
46.7 42.9 10.4 100.0
Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anaknya (Soetjiningsih 1995), sedangkan menurut Suhardjo (1989) keadaan tingkat pendidikan orang tua terutama ibu yang rendah berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga terutama pola konsumsi pangan sehari-hari. Dalam penelitian ini sebagian besar contoh memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga akan memberi pengaruh terhadap perilaku orang tua terutama ibu dalam mengelola keluarga terutama pola konsumsi pangan sehari-hari. Umur orang tua Umur orang tua pada contoh yang diteliti cukup beragam. Umur ayah termuda yaitu 20 tahun dan tertua adalah 80 tahun, sedangkan umur ibu termuda yaitu 18 tahun dan tertua adalah 66 tahun. Sebagian besar orang tua (64.8%) termasuk kategori umur dewasa madya atau berkisar umur antara 30-49 tahun. Dan persentase terkecil yaitu dari kelompok umur dewasa lanjut (2.1%). Proporsi terbesar umur ayah dan ibu berada pada kelompok dewasa madya yaitu berturut-turut sebesar 74.2% dan 55.4%. Tabel 5 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan umur orang tua. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur orang tua Umur Orang Tua Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Total
Ayah n 0 53 178 9 240
Ibu % 0.0 22.1 74.2 3.7 100.0
n 5 101 133 1 240
Total % 2.1 42.1 55.4 0.4 100.0
n 5 154 311 10 480
% 1.0 32.1 64.8 2.1 100.0
Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil dibandingkan usia yang lebih muda (Hurlock 1995 dalam Adwinanti 2004). Orang tua muda,
32
terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh hati (Hurlock 1998). Besar Keluarga Jumlah anggota keluarga berkisar
antara 3 sampai 14 orang.
Pengelompokan jumlah anggota keluarga mengacu pada anjuran pemerintah mengenai keluarga berencana (KB), yaitu dua anak cukup. Hampir separuh dari jumlah
keseluruhan
contoh
(44.2%)
merupakan
keluarga
kecil
yaitu
beranggotakan ≤ 4 orang, persentase terkecil adalah keluarga besar yaitu 21.7%. Tabel 6 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Keluarga besar Keluarga sedag Keluarga kecil Total
n 52 82 106 240
% 21.7 34.2 44.2 100.0
Jumlah anggota yang banyak, menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1994). Afriyenti (2002) Menambahkan
bahwa
jumlah
anggota
keluarga
(besar
keluarga)
juga
berhubungan dengan pembagian ruang dan konsumsi zat gizi per penghuni rumah. Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit. Sehingga dapat mempengaruhi status gizi keluarga (Notoatmodjo 1997). Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Lima Indikator KADARZI Lima indikator KADARZI terdiri dari menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI eksklusif), makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi sesuai anjuran. Sebagian besar contoh telah melaksanakan penimbangan berat badan balita sesuai umur, memberikan
33
ASI ekslusif, mengkonsumsi makanan beraneka ragam secara baik dengan persentase berturut-turut adalah 90.4%, 72.1% dan 87.9%. Semua contoh telah menggunakan garam beryodium setiap harinya dan mengkonsumsi suplemen gizi sesuai anjuran. Tabel 7 menunjukan sebaran contoh berdasarkan lima indikator KADARZI. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan 5 indikator KADARZI Pemantauan penimbangan berat badan
Belum baik N % 23 9.6
Baik N % 217 90.4
n 240
% 100.0
Pemberian ASI ekslusif
67
27.9
173
72.1
240
100.0
Konsumsi makanan beraneka ragam
29
12.1
211
87.9
240
100.0
Penggunaan garam beryodium
0
0
240
100
240
100.0
Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran
0
0
240
100
240
100.0
Indikator KADARZI
Total
Hasil penelitian ini bila dibandingkan dengan hasil RISKESDAS 2007, untuk penimbangan balita menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 45.4% berdasarkan data RISKESDAS dan 90.4% berdasarkan hasil penelitian, pemberian suplemen gizi menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 47.6% berdasarkan data RISKESDAS dan 100% berdasarkan hasil penelitian, balita yang mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 71.5% berdasarkan data RISKESDAS dan 100% berdasarkan hasil penelitian, konsumsi makan makanan beraneka ragam menunjukkan nilai yang lebih rendah yaitu 93.6% berdasarkan data RISKESDAS dan 87.9% berdasarkan hasil penelitian, pemberian suplemen gizi menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 47.6% berdasarkan data RISKESDAS dan 100% berdasarkan hasil penelitian. Berdasarkan target pencapaian pemerintah yang tertuang dalam standar pelayanan minimal diketahui bahwa sebagian besar indikator telah mencapai target. 90.4% bayi dan balita ditimbang setiap bulan dari 90% target pemerintah, 100% keluarga menggunakan garam beryodium dari 90% target pemerintah dan 87.9% keluarga makan beraneka ragam sesuai kebutuhan dari 80% target pemerintah dan 100% keluarga telah mendapatkan suplemen gizi sesuai anjuran. Indikator yang tidak tercapai yaitu 80% balita medapat ASI ekslusif sedangkan hasil penelitian menunjukkan hanya 72.1% balita yang mendapat ASI ekslusif. Hal ini menunjukkan bahwa program kesehatan yang diterapkan pemerintah yaitu pada program pemantauan pertumbuhan bayi dan balita,
34
konsumsi garam beriodium ditingkat rumah tangga, konsumsi makan makanan beragam dan konsumsi suplemen sesuai anjuran telah berhasil, namun untuk program ASI ekslusif masih belum berhasil. Penilaian konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran diihat berdasarkan 3 hal yaitu pemberian vitamin A dosis tinggi pada bayi 6 – 11 bulan serta balita 6 – 59 bulan, pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas dan pemberian TTD pada ibu hamil, namun mengingat semua contoh memiliki bayi atau balita maka indikator yang digunakan adalah pemberian vitamin A pada bayi dan balita. Tabel 8 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen gizi. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan Suplemen gizi yang dianjurkan Vitamin A dosis tinggi untuk balita usia 6-59 bulan sebanyak 2 kali dalam setahun
Belum baik n % 0 0
Baik
Total
N 240
% 100.0
N 240
% 100.0
Vitamin A dosis tinggi untuk ibu nifas sebanyak 2 buah selama masa nifas
0
0
13
100.0
13
100.0
Tablet tambah darah (TTD) untuk ibu hamil minimal 90 tablet selama masa kehamilan
3
25.0
9
75.0
12
100.0
Target pemerintah yang tertuang dalam standar pelayanan minimal untuk program pemberian kapsul vitamin A yaitu sebesar 90%, hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% bayi 6 – 11 bulan dan atau balita umur 6-59 bulan telah mendapatkan kapsul vitamin A dua kali pertahun atau sesuai dengan usia. Target pemerintah untuk ibu nifas dapat kapsul vitamin A yaitu sebear 90%, hasil penelitian menunjukkan 100% ibu nifas telah mendapatkan kapsul vitamin A merah sebanyak 2 buah. Program yang tidak tercapai yaitu ibu hamil mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan atau minimal 30 tablet tiap trimester kehamilan sedangkan hasil penelitian hanya 75.0% ibu hamil yang mengkonsumsi TTD sesuai anjuran. Hal ini menunjukkan bahwa program kesehatan yang diterapkan pemerintah yaitu program pemberian vitamin A pada bayi 0 – 6 bulan dan balita 12 – 59 bulan dua kali setahun serta pemberian vitamin A merah pada ibu nifas telah berhasil, namun pada program pemberian TTD pada ibu hamil masih belum berhasil. Perilaku KADARZI contoh Berdasarkan Depkes (2007b) pemerintah mempunyai upaya dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat melalui KADARZI yaitu dengan 80%
35
keluarga diharapkan telah menjadi KADARZI di tahun 2010. Lebih dari separuh contoh (57.9%) merupakan keluarga sadar gizi dengan telah melaksanakan lima indikator KADARZI secara baik. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian KADARZI masih jauh dari target yang diharapkan. Tabel 9 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI Perilaku KADARZI Belum KADARZI Sudah KADARZI Total
n 101 139 240
% 42.1 57.9 100.0
Sebagian besar contoh (57.9%) berada pada kategori perilaku keluarga sudah sadar gizi. Bila dibandingkan dengan data Dinas Kesehatan Kota Jambi hasil pemetaan, hasil penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 52.0% berdasarkan hasil pemetaan 2004 dan 57.9% berdasarkan hasil penelitian 2010, namun demikian hasil tersebut belum merupakan hasil yang ingin dicapai pemerintah yaitu sebesar 80% keluarga sudah menjadi keluarga sadar gizi. Hal ini menunjukkan bahwa program KADARZI di Kota Jambi belum berhasil. Hasil penelitian pada masing-masing indikator gizi yang sebagian besar telah mencapai target pemerintah (tabel 7)
sedangkan pada perilaku
KADARZInya masih jauh dari target pemerintah (tabel 9), hal ini disebabkan karena contoh tidak menerapkan kelima indikator KADARZI secara keseluruhan. Status Gizi Balita Berdasarkan Surjani (2009) target yang ingin dicapai pemerintah yang tertuang dalam RPJM bidang kesehatan 2010-2014 yaitu menurunkan prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dari 25.8% menjadi 18.4% dan menurunkan prevalensi anak balita yang pendek dari 36.8% menjadi 25.0%. Terdapat 1.7% dan 7.9% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur pada kategori gizi buruk dan gizi kurang serta terdapat 30.4% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur pada kategori pendek. Tabel 10 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur.
36
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur Status Gizi Berat badan menurut umur Gizi buruk Gizi kurang Normal Gizi lebih Tinggi badan menurut umur Pendek Normal
n
%
4 19 211 6
1.7 7.9 87.9 2.5
73 167
30.4 69.6
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa angka kekurangan gizi (gizi kurang dan buruk) telah berada dibawah target yang diharapkan yaitu 9.6% (7.9% gizi kurang dan 1.7% gizi buruk) dari 18.4% target pemerintah. Namun, berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur diketahui bahwa balita dengan kategori pendek yaitu 30.4% sedangkan target pemerintah yaitu dibawah 25.0%, hal ini menunjukkan bahwa target pemerintah dalam penurunan angka anak pendek masih belum tercapai. Status gizi anak merupakan cerminan dari status gizi masyarakat (Suharjo dan Riyadi 1990). Menurut Suhardjo (1989), berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizi, khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan yang baik untuk mendeteksi dan menentukan apakah anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak dengan menggunakan satu ukuran berat badan. Meskipun berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam status gizi dan status kesehatan. Karakteristik berat badan yang sensitif, indeks berat badan menurut umur menggambarkan status gizi saat ini (Supariasa et al 2001). Riyadi (2001) lebih menjabarkan lagi bahwa indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak adalah berat badan menurut umur. Berat badan menurut umur digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu makan). Status gizi indeks tinggi badan menurut umur menurut Soekirman (2000) dapat memberikan gambaran perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat dari waktu ke waktu.
37
Hubungan Antar Variabel Karakteristik Sosial Keluarga dengan Perilaku KADARZI Contoh Berperilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) merupakan suatu upaya dalam rangka meningkatkan status kesehatan dan status gizi keluarga terutama balita.
Melakukan pemantauan terhadap tumbuh kembang
balita serta
memberikan asupan makanan sesuai umur dan kebutuhan balita, jenis dan jumlah pangan yang sesuai serta memperhatikan asupan suplemen gizi yang dianjurkan dapat membantu upaya pemerintah dalam menurunkan kejadian kekurangan gizi. Pemberian suplemen gizi pada ibu hamil dan nifas, dapat menurunkan angka kejadian berat badan lahir rendah (BBLR), angka kematian ibu saat melahirkan, serta angka kematian bayi baru lahir. Tabel 11 menjelaskan sebaran contoh berdasarkan karateristik sosial keluarga dan perilaku KADARZI contoh. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dan perilaku KADARZI contoh Karakteristik sosial keluarga Tingkat pendidikan orang tua Ayah Rendah Sedang Tinggi Ibu Rendah Sedang Tinggi Umur orang tua Ayah Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Ibu Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Besar keluarga Keluarga besar Keluarga sedang Keluarga kecil
Perilaku KADARZI contoh Belum KADARZI Sudah KADARZI N %* n %*
65 34 2
27.1 14.2 0.8
80 47 12
33.3 19.6 5.0
41 48 12
17.1 20.0 5.0
38 77 24
15.8 32.1 10.0
0 18 77 6
0.0 7.5 32.1 2.5
0 35 101 3
0.0 14.6 42.1 1.2
3 39 58 1
1.2 16.2 24.2 0.4
2 62 75 0
0.8 25.8 31.2 0
25 36 40
10.4 15.0 16.7
27 46 66
11.2 19.2 27.5
* Hasil dari pembagian dengan total contoh Proporsi terbesar contoh pada perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI adalah contoh dengan tingkat pendidikan ayah pada kelompok rendah berturut-turut yaitu 27.1% dan 33.3%, sedangkan tingkat pendidikan ibu pada
38
kelompok sedang berturut-turut yaitu 20.0% dan 32.2%. Adnyadewi (2004) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat. Contoh dengan tingkat pendidikan orang tua (baik pada ayah maupun ibu) tinggi dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap (Campbell 2002). Umur ayah dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar baik pada contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI yaitu 32.1% dan 42.1%, begitu pula dengan umur ibu dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar baik pada contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI yaitu berturut-turut sebesar 24.2% dan 31.2%. Berdasarkan Hurlock (1998) usia muda juga cenderung menjadikan orang tua terutama ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh hati. Contoh dengan kategori umur orang tua (baik ayah maupun ibu) dewasa madya dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa orang tua terutama ibu yang lebih berumur telah menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh hati sesuai dengan pendapat Hurlock (1998). Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil memiliki proporsi terbesar baik pada contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI yaitu 16.7% dan 27.5%. Menurut Suhardjo (1996) bahwa semakin sedikit jumlah anak makan kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang semakin baik. Contoh dengan kategori keluarga kecil dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berdampak pula terhadap kurangnya perhatian pada kaidah-kaidah hidup sehat, seperti penyediaan makanan yang seimbang, kelayakan fasilitas rumah dan usaha untuk mewujudkan perilaku hidup yang sehat (Harjono 2000). Untuk melihat sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI dijelaskan dalam tabel 12.
39
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI Lima indikator KADARZI
Karakteristik sosial keluarga
Tingkat pendidikan Ayah Rendah Sedang Tinggi Ibu Rendah Sedang Tinggi Umur orang tua Ayah Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Ibu Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Besar keluarga Keluarga besar Keluarga sedang Keluarga kecil
Makan makanan beraneka ragam BB B
Pemberian ASI ekslusif
Penggunaan garam beriodium
Penimbangan balita
Konsumsi suplemen gizi
BB
B
BB
BB
BB
B
B
B
7.5 4.6 0.0
52.9 29.2 5.8
18.8 8.3 0.8
41.7 25.4 5.0
0.0 0.0 0.0
60.4 33.8 5.8
5.4 4.2 0.0
55.0 29.6 5.8
0.0 0.0 0.0
60.4 33.8 5.8
5.8 5.8 0.4
27.1 46.2 14.6
10.4 13.8 3.8
22.5 38.3 11.2
0.0 0.0 0.0
32.9 52.1 15.0
3.8 4.2 1.7
29.2 47.9 13.3
0.0 0.0 0.0
32.9 52.1 15.0
0.0 1.7 9.6 0.8
0.0 20.4 64.6 2.9
0.0 3.8 22.5 1.7
0.0 18.3 51.7 2.1
0.0 0.0 0.0 0.0
0.0 22.1 74.2 3.8
0.0 2.9 5.8 0.8
0.0 19.2 68.3 2.9
0.0 0.0 0.0 0.0
0.0 22.1 74.1 3.8
1.2 3.8 7.1 0.0
0.8 38.3 48.3 0.4
0.0 12.1 15.4 0.4
2.1 30.0 40.0 0.0
0.0 0.0 0.0 0.0
2.1 42.1 55.4 0.4
0.0 3.8 5.8 0.0
2.1 38.3 49.6 0.4
0.0 0.8 0.4 0.0
2.1 42.1 55.4 0.4
2.5 3.8 5.8
19.2 30.4 38.3
6.7 9.2 12.1
15.0 25.0 32.1
0.0 0.0 0.0
21.7 34.2 44.2
4.2 3.3 2.1
17.5 30.8 42.1
0.0 0.0 0.0
21.7 34.2 44.2
Keterangan : BB = Belum baik, B = Baik. Hasil dalam satuan persentase. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI dapat diketahui bahwa proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan tingkat pendidikan ayah pada kelompok rendah (berturut-turut yaitu 52.9%, 41.7%, 60.4%, 55.0% dan 60.4%), sedangkan tingkat pendidikan ibu pada kelompok sedang (berturut-turut yaitu 46.2%, 38.3%, 52.1%, 47.9% dan 52.1%). Adnyadewi (2004) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat. Contoh dengan tingkat pendidikan ibu tinggi dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap (Campbell 2002).
40
Umur ayah dan ibu dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar pada contoh berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan umur ayah pada kelompok dewasa madya, berturut sebesar 64.6%, 51.7%, 74.2%, 68.3% dan 74.1%. Proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan umur ibu pada kelompok dewasa madya, berturut sebesar 48.3%, 40.0%, 55.4%, 49.6% dan 55.4%. Berdasarkan Hurlock (1998) usia muda juga cenderung menjadikan orang tua terutama ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, orang tua yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati. Contoh dengan kategori umur ayah dan ibu pada kelompok dewasa madya dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa ayah dan ibu yang lebih berumur telah menerima perannya sebagai orang tua dengan sepenuh hati sesuai dengan pendapat Hurlock (1998). Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil memiliki proporsi terbesar pada contoh dengan perilaku sudah KADARZI yaitu 26.7%. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan besar keluarga adalah keluarga kecil, berturut sebesar 38.3,%, 32.1%, 44.2%, 42.1% dan 44.2%. Menurut Suhardjo (1996) bahwa semakin sedikit jumlah anak makan kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang semakin baik. Contoh dengan kategori keluarga kecil dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berdampak pula terhadap kurangnya perhatian pada kaidah-kaidah hidup sehat, seperti penyediaan makanan yang seimbang, kelayakan fasilitas rumah dan usaha untuk mewujudkan perilaku hidup yang sehat (Harjono 2000). Untuk mengetahui karakteristik sosial keluarga yang mempengaruhi status kesehatan anak balita, dilakukan uji analisis korelasi spearman. Pada penelitian ini karakteristik sosial keluarga yang diduga berpengaruh terhadap perilaku KADARZI antara lain tingkat pendidikan ayah dan ibu, umur ayah dan ibu dan besar keluarga. Tabel 13 menunjukkan hasil uji korelasi spearman pada variabel-variabel tersebut.
41
Tabel 13 Hasil uji analisis korelasi spearman karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh. Lima indikator KADARZI
Karakteristik sosial keluarga Tingkat pendidikan Ayah Ibu Umur Ayah Ibu Besar keluarga
Perilaku KADARZI contoh
Makan makanan beraneka ragam
Pemberian ASI ekslusif
Penggunaan garam beriodium
Penimbangan balita
Konsumsi suplemen gizi
r = 0.029 p = 0.657 r = 0.148 p = 0.022
r = 0.094 p = 0.148 r = 0.057 p = 0.379
r =p=r =p=-
r = -0.009 p = 0.891 r = 0.023 p = 0.724
r =p=r =p=-
r = 0.090 p = 0.166 r = 0.141 p = 0.030
r = -0.088 p = 0.175 r = 0.009 p = 0.895 r = -0.026 p = 0.689
r = -0.142 p = 0.028 r = -0.030 p = 0.649 r = 0.022 p = 0.730
r =p=r =p=r =p=-
r = 0.031 p = 0.633 r = -0.036 p = 0.576 r = 0.180 p = 0.005
r =p=r =p=r =p=-
r = -0.112 p = 0.082 r = -0.042 p = 0.522 r = 0.084 p = 0.194
Hasil uji analisis korelasi spearman (tabel 13) menunjukkan bahwa karakteristik keluarga yang berhubungan dengan perilaku KADARZI yaitu umur ayah (p = 0.082), tingkat pendidikan ibu (p = 0.030). Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, dapat diketahui bahwa variabel karakteristik keluarga yang memiliki hubungan dengan variabel lima indikator KADARZI yaitu variabel pendidikan ibu dengan makan makanan beragam (p = 0.022), umur ayah dengan pemberian ASI ekslusif (p = 0.028) dan besar keluarga dengan penimbangan balita (p = 0.005). Hubungan Perilaku KADARZI dan Status Gizi Balita Proporsi terbesar contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI adalah contoh dengan status gizi berat badan menurut umur dan
tinggi
badan
menurut
umur
pada
kelompok
normal.
Tujuan
diselenggarakannya program Kadarzi, yaitu adalah agar keluarga dapat mengatasi masalah gizi setiap anggotanya (Depkes 2009a). Perilaku orang tua terutama ibu memiliki peran yang sangat penting terhadap keadaan gizi anaknya (Sediaoetama 2006). Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI dengan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur dijelaskan dalam tabel 14.
42
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI dengan status gizi balita. Status gizi
KADARZI
Makan makanan beraneka ragam Belum baik Baik Pemberian ASI Belum baik Baik Pengunaan garam beriodium Belum baik Baik Penimbangan balita Belum baik Baik Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran Belum baik Baik Perilaku KADARZI Belum KADARZI Sudah KADARZI
Tinggi badan menurut umur
Berat badan menurut umur Gizi buruk
Gizi kurang
Normal
Gizi lebih
Pendek
Normal
0.0 1.7
1.7 6.2
10.0 77.9
0.4 2.1
5.4 25.0
6.7 62.9
0.8 0.8
2.1 5.8
24.2 63.8
0.8 1.7
7.1 23.3
20.8 48.8
0.0 1.7
0.0 7.9
0.0 87.9
0.0 2.5
0.0 30.4
0.0 69.6
0.0 1.7
0.4 7.5
9.2 78.8
0.0 2.5
0.8 29.6
8.8 60.8
0.0 1.7
0.0 7.9
0.0 87.9
0.0 2.5
0.0 30.4
0.0 69.6
0.8 0.8
3.8 4.2
36.2 51.7
1.2 1.2
11.2 19.2
30.8 38.8
Dari hasil penelitian diketahui bahwa keluarga yang belum KADARZI pada kelompok status gizi berat badan menurut umur normal lebih rendah (36.2%) dari pada yang sudah KADARZI (51.7%). Keluarga yang belum KADARZI pada kelompok status gizi tinggi badan menurut umur normal lebih rendah (30.8%) dari pada yang sudah KADARZI (38.8%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik perilaku KADARZI keluarga semakin baik status gizi balitanya baik berdasarkan indikator berat badan menurut umur maupun tinggi badan menurut umur. Proporsi terbesar contoh pada masing-masing indikator KADARZI yaitu contoh dengan perilaku baik dan berstatus gizi balita normal baik pada status gizi dengan indikator berat badan menurut umur maupun tinggi badan menurut umur. Untuk melihat hubungan antar variabel maka dilakukan uji korelasi spearman pada masing-masing variabel tersebut yang dijabarkan pada Tabel 15.
43
Tabel 15 Hasil uji korelasi spearman lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh terhadap status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. KADARZI Lima indikator KADARZI Makanan beraneka ragam Pemberian ASI ekslusif Penggunaan garam beriodium Penimbangan balita Konsumsi suplemen gizi Perilaku KADARZI
Berat badan menurut umur
Status gizi Tinggi badan menurut umur
r = 0.034 p = 0.597 r = 0.010 p = 0.880 r=p=r =-0.029 p = 0.654 r=p=r = 0.022 p = 0.251
r = 0.116 r = -0.068 r=r = -0.154 r=r = -0.068
p = 0.073 p = 0.293 p=p = 0.017 p=p = 0.292
Berdasarkan hasil uji rank spearman correlation menunjukkan bahwa perilaku KADARZI tidak berhubungan dengan status gizi balita baik berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. Bila dilihat hubungan masing-masing indikator KADARZI dengan status gizi balita, variabel yang memiliki hubungan yaitu konsumsi makan makanan beraneka ragam dengan status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.073) dan variabel penimbangan balita dengan status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.017).
44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar contoh memiliki tingkat pendidikan ayah pada kelompok rendah atau setara SMP kebawah (60.4%), sedangkan tingkat pendidikan ibu pada kelompok sedang yaitu setingkat SMA (52.1%). Sebagian besar contoh memiliki ayah dan ibu dengan kategori umur dewasa madya berturut-turut yaitu 74.2% dan 55.4%. Hampir separuh contoh memiliki besar keluarga termasuk dalam kelompok keluarga kecil yaitu beranggotakan ≤ 4 orang (44.2%). Berdasarkan lima indikator KADARZI diketahui bahwa sebagian besar contoh telah melaksanakan kelima indikator KADARZI (makan makanan beragam, pemberian ASI ekslusif, konsumsi garam beryodium, penimbangan balita dan konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran) secara baik, proporsinya secara berturut-turut yaitu 87.9%, 72.1%, 100%, 90.4% dan 100%. Berdasarkan perilaku KADARZI contoh diketahui bahwa lebih dari separuh contoh (57.9%) merupakan keluarga sadar gizi dengan telah melaksanakan lima indikator KADARZI secara baik. Sebagian besar contoh memiliki balita dengan status gizi berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur berada pada kelompok status gizi normal, yaitu sebesar 87.9% dan 69.6%. Berdasarkan uji korelasi spearman menunjukkan bahwa karakteristik keluarga yang berhubungan dengan perilaku KADARZI yaitu umur ayah (p = 0.082) dan tingkat pendidikan ibu (p = 0.030). Variabel karakteristik keluarga yang memiliki hubungan dengan variabel lima indikator KADARZI yaitu variabel pendidikan ibu dengan makan makanan beragam (p = 0.022), umur ayah dengan pemberian ASI ekslusif (p = 0.028) dan besar keluarga dengan penimbangan balita (p = 0.005).. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan bahwa perilaku KADARZI tidak berhubungan dengan status gizi balita baik berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. Variabel lima indikator KADARZI yang memiliki hubungan dengan status gizi balita yaitu konsumsi makan makanan beraneka ragam dengan status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.073) dan variabel penimbangan balita dengan status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p = 0.017).
45
Saran Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu mengingat masih rendahnya pencapaian program KADARZI maka diharapkan adanya peningkatan penyebaran informasi gizi, peran aktif petugas kesehatan dan kader dalam pendampingan keluarga untuk mewujudkan keluarga sadar gizi. Peningkatan upaya untuk meningkatan pencapaian program lima indikator KADARZI terutama pada program yang belum mencapai target yaitu program ASI ekslusif dengan cara melaksanakan penyuluhan mengenai penting ASI ekslusif bagi kesehatan dan kecerdasan anak, perawatan payudara sejak dini untuk memperoleh ASI yang berkualitas serta memotivasi ibu untuk memberikan ASI saja pada bayi 0 – 6 bulan. Peningkatan program kesehatan dalam upaya perbaikan status gizi masyarakat terutama balita, pemantauan dan tindakan cepat guna mengobati dan mencegah angka serta kasus gizi buruk menjadi meningkat melalui upaya pemberian bantuan pada balita yang dilaporkan menderita kasus gizi yaitu berupa pemberian PMT susu dan biskuit. Penilaian KADARZI dan status gizi secara kuantitatif kurang menggambarkan kondisi masyarakat yang sebenarnya, sebaiknya penilaian dilakukan secara kualitatif dengan memperhatikan faktor sosio-ekonomi masyarakat serta ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga.
46
DAFTAR PUSTAKA Adnyadewi IGA. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Anak Usia 3-5 Tahun pada Keluarga Miskin di Kota Bogor [skripsi]. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Afriyenti. 2002. Higiene dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan di Instansi Gizi RS Jiwa Pekan Baru dan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekan Baru [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Campbell K. 2002. Family Food Environments of Children : Does Sosioeconomics Status Make A Difference. Asia Pacific Joulnal Clinical Nutrition. Departemen Kesehatan RI. 1994a. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan KIA-Gizi dalam Rangka Pencapaian 6 Sasaran Kesejahteraan Anak. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI. . 1994b. Pedoman Pembinaan Kesehatan Anak TK. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI. . 1997a. Pedoman Pelaksanaan Pojok Gizi (POZI) Di Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. . 1997b. Petunjuk Pelaksanaan ASI Eksklusif. Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat dan Direkorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. . 2000a. Buku Pedoman Pembinaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Ditatanan Rumah Tangga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. . 2000b. Pedoman Kampanye Keluarga Mandiri Sadar Gizi (KADARZ). Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat dan Direkorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI. . 2004 Keluarga Mandiri Sadar Gizi (KADARZ) “Mewujudkan Keluarga Cerdas dan Mandiri”. Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat dan Direkorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI. . 2007a. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta : Departemen Kesehatan RI. . 2007b. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju KADARZI. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI.
47
. 2007c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. . 2008. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten / Kota. www.hukor.depkes.go.id. [11 April 2010]. . 2009a. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan dan Tokoh Masyarakat dalam Pengembangan Desa Siaga. Jakarta : Pusat Promosi Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. . 2009b. Pedoman Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI. Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. 2004. Penanggulangan Empat Masalah Gizi. Jambi : Seksi Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. . 2008a. Gizi Dalam Angka Provinsi Jambi. Jambi : Sub Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. . 2008b. Peta Situasi Gizi Provinsi Jambi. Jambi : Sub Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. . 2010. Petunjuk Teknis Penilaian Status Gizi dan Keluarga Sadar Gizi. Jambi : Sub Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Fitri SJ. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat Kesadaran Gizi Keluarga dan Hubungannya dengan Status Gizi Balita Di Kelurahan Parak Batuang Kecamatan Payakumbuh Barat Kotamadya Payakumbuh [kti]. Padang : Poltekkes Depkes RI Padang. Gabriel A. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Serta Hidup Bersih Dan Sehat Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi Dan Kesehatan Balita di Desa Cikarawang Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Martianto D. 1988. Menaksir Angka Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Bogor : Winasari. Harjono. 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat untuk Hidup Sehat (Kasus Kelurahan Jatirahayu, Kec. Pondok Gede, Kota Bekasi) [tesis]. Bogor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Institut Pertanian Bogor. Hasniyati. 2010. Hubungan Karakteristik Ibu, Pengetahuan Ibu Hamil dan Partisipasi Suami Terhadap Perilaku Perawatan Kehamilan Di Wilayah
48
Kerja Puskesmas Olak Kemang Kota Jambi [skripsi]. Jambi : Prodi S1 Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak edisi ke-6. M Tjandra dan Zarkasih, penerjemah. Jakarta : Erlangga. Jelliffe DB, Jellife EFP. 1979. Human Milk in the Modern World. New York: Oxford University Press. Luciasari dkk. 1996. Menjaga Kesehatan Balita. Jakarta : Puspita Swara. Muchtadi D. 2002. Gizi untuk Bayi (ASI, Susu Formula, dan Makanan Tambahan). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsp Dasar. Jakarta : Rineka Cipta. Perkins S, Vannais C. 2004. Breastfeeding for Dummies. USA: Wiley Publishing. Pramuditya SW. 2010. Kaitan Antara Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu, Serta Pola Asuh dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dan Status Gizi Anak [skrips]. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Puskesmas Perawatan Olak Kemang. 2010. Laporan Bulanan Bulan Oktober. Jambi : Puskesmas Perawatan Olak Kemang. Rahmawati. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam Desa Sukamantri [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogot. Riyadi H. 1993. Metode Penilaian Status Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. . 2001. Metode Penelitian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Roesli U. 2000. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta : Trubus Agriwidya. Sarjunani N. 2009. Rancangan RPJM 2010-2014 Kesehatan Proses Penyusunan dan Materi Kebijakan. Disampaikan pada Simposium Nasional Ke-5 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada 8 Desember 2009. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
49
. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor : Kerjasama Bumi Aksara dan PAU Pangan dan Gizi IPB. & Riyadi H. 1990. Metode Penilaian Gizi Masyarakat. Bogor : FN IUC, Institut Pertanian Bogor.
Suhendar K. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif dan Status Gizi Bayi Usia 4-6 Bulan [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sukarni. 1994 Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Tarwotjo LG & Soekirman. 1987. Status Gizi Anak. Gizi Indonesia, 12 (1) : 7-14. Tim Penyusun. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Widiyawati R. 2004. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu Dengan Pola Pengasuhan Anak Balita di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan bagi Bayi - Anak Sapihan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Yulianti R. 2010. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu, PHBS, dan Konsumsi Balita dengan Status Gizi Balita (TB/U) di Pedesaan dan Perkotaan [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
50
Lampiran 1 KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI DAN KADARZI PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DINAS KESEHATAN PROVINSI JAMBI TAHUN 2010 I. IDENTITAS LOKASI
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa / Kelurahan Tipe daerah Sub Desa (RW, Dusun, Kampung)
Tanggal wawancara (tgl-bulan-tahun) Nama pewawancara II. IDENTITAS RUMAH TANGGA 7. Nomor Urut Rumah Tangga 8.
Nama Kepala Rumah Tangga
9.
Nama Responden
10. Jumlah anggota rumah tangga 11. Jumlah balita dalam rumah tangga 12. Hubungan responden dengan balita 1. Ayah 2. Ibu 3. Kakak 4. Kakek/nenek 5. Pengasuh 6. Lainnya 13. Usia Ayah / Kepala Keluarga 14. Usia Ibu / Istri 15. Pendidikan orang tua : a. Pendidikan Ayah / Kepala Keluarga b. Pendidikan Ibu / Istri c. Pendidikan Responden 1 = tidak tamat sekolah 2 = tidak tamat SD 3 = tamat SD 4 = tamat SMP 5 = tamat SMA 6 = tamat perguruan tinggi 7 = tidak tahu
16. Apakah ada anggota keluarga yang menimbang berat badan secara teratur ? 1 = ada 2 = tidak (jika tidak langsung ke No.18) 17. Apakah semua anggota keluarga menimbang berat badan secara teratur minimal 3 bulan sekali ? 1 = ada 2 = tidak
51
III. PERTANYAAN UNTUK IBU HAMIL DAN IBU NIFAS ATAU YANG MEMPUNYAI BAYI USIA < 3 BULAN (Jika tidak ada Ibu hamil atau Ibu mempunyai bayi umur < 3 bulan, langsung kepertanyaan No.20)
18. Waktu Ibu hamil, apakah ibu mendapat tablet Fe (tablet tambah darah)? 1 = Ya 2 = Tidak 3 = Tidak tahu (Jika tidak, lanjutkan ke pertanyaan No.20) 19. Berapa tablet Fe yang pernah Ibu konsumsi selama masa kehamilan tersebut? (tablet) (Jika tidak ada Ibu nifas atau Ibu yang mempunyai bayi berumur 3 bulan, langsung ke pertanyaan No.22)
20. Waktu Ibu nifas, apakah Ibu pernah mendapatkan kapsul Vitamin A warna merah?(Tunjukkan contoh kapsulnya) 21. Berapa kapsul vitamin A yang pernah Ibu konsumsi selama nifas tersebut? …. kapsul IV. KONSUMSI KELUARGA 22. Apakah keluarga ini mengkonsumsi lauk hewani dalam 3 hari terakhir? 1 = Ya setiap hari 2 = Ya tidak setiap hari 3 = Tidak 23. Apakah keluarga ini mengkonsumsi buah atau sayur dalam 3 hari terakhir? 1 = Ya setiap hari 2 = Ya tidak setiap hari 3 = Tidak 24. Yodium dalam garam Mintalah kepada responden untuk mengambil contoh garam dari dapurnya yang digunakan untuk memasak setiap hari ; bila garam bata harus dihaluskan terlebih dahulu ; bila garam halus harus diambil bagian tengahnya. Lakukan pemeriksaan dengan meneteskan satu-dua tetes yodina tes ke dalam garam. Amati perubahan warna pada garam dan catat :
25. 26. 27. 28.
29.
1. Biru / ungu (± seperti pada contoh) 2. Tidak ada perubahan warna 3. Tidak dilakukan pemeriksaan 4. Tidak tersedia garam untuk pemeriksaan V. IDENTITAS BALITA TERMUDA Nama Tanggal lahir Umur Jenis kelamin 1 = Laki-laki 2 = Perempun VI. ASI DAN POLA MAKAN BAYI 0 – 5 BULAN Kemarin anak ibu diberi makan apa? 1 = ASI saja 2 = Susu formula 3 = Makanan lain 4 = 1 dan 2 5 = 1 dan 3 6 = 2 dan 3 7 = 1, 2 dan 3 8 = tidak tahu VII. KONSUMSI BALITA 6 – 59 BULAN
52
30. Sejak usia berapa anak (nama balita) diberi makan selain ASI? ….. bulan VIII. KAPSUL VITAMIN A UNTUK BALITA 6 – 59 BULAN 31. Berapa jumlah kapsul vitamin A yang diterima dan dikonsumsi balita dalam 1 tahun terakhir? …… Kapsul vitamin A biru …… Kapsul vitamin A merah IX. PENIMBANGAN BALITA 32. a. Jika umur anak < 6 bulan, sudah berapa kali anak Ibu ditimbang ? (berturut-turut) b. Jika umur anak ≥ 6 bulan, sudah berapa kali anak Ibu ditimbang dalam 6 bulan terakhir? (Kros cek dengan KMS atau buku KIA) DATA ANTROPOMETRI SELURUH BALITA DALAM RUMAH TANGGA Nama kepala keluarga : No.
Nama Balita
(sama dengan No.8)
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Umur (Bulan)
BB (Kg)
TB / PB (Cm)
Cara Mengukur
1. 2. 3. 4. Keterangan : * Jenis kelamin
: 1) Laki-laki 2) Perempuan ** Cara mengukur : 1) Terlentang 2) Berdiri Jambi, …… / …… / 2010 Pewawancara,
……………………………
Catatan pewawancara : ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………...
53
Lampiran 2 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Tingkat Pendidikan Orang Tua Rendah Sedang Tinggi Total
Ayah
Ibu
Total
n
%
n
%
n
%
145 81 14 240
60.4 33.8 5.8 100.0
79 125 36 240
32.9 52.1 15.0 100.0
224 206 50 480
46.7 42.9 10.4 100.0
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur orang tua Umur Orang Tua Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Total
Ayah n 0 53 178 9 240
Ibu % 0.0 22.1 74.2 3.7 100.0
n 5 101 133 1 240
Total % 2.1 42.1 55.4 0.4 100.0
n 5 154 311 10 480
% 1.0 32.1 64.8 2.1 100.0
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Keluarga besar Keluarga sedag Keluarga kecil Total
N 52 82 106 240
% 21.7 34.2 44.2 100.0
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan 5 indikator KADARZI Pemantauan penimbangan berat badan
Belum baik n % 9.6 23
Pemberian ASI ekslusif
67
27.9
173
72.1
240
100.0
Konsumsi makanan beraneka ragam
29
12.1
211
87.9
240
100.0
Penggunaan garam beryodium
0
0
240
100
240
100.0
Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran
0
0
240
100
240
100.0
Indikator KADARZI
Baik n % 217 90.4
n 240
Total % 100.0
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan Suplemen gizi yang dianjurkan Vitamin A dosis tinggi untuk balita usia 6-59 bulan sebanyak 2 kali dalam setahun
Belum baik n % 0 0
Baik
Total
n 240
% 100.0
n 240
% 100.0
Vitamin A dosis tinggi untuk ibu nifas sebanyak 2 buah selama masa nifas
0
0
13
100.0
13
100.0
Tablet tambah darah (TTD) untuk ibu hamil minimal 90 tablet selama masa kehamilan
3
25.0
9
75.0
12
100.0
54
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI Perilaku KADARZI Belum KADARZI Sudah KADARZI Total
N 101 139 240
% 42.1 57.9 100.0
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur Status Gizi Berat badan menurut umur Gizi buruk Gizi kurang Normal Gizi lebih Tinggi badan menurut umur Pendek Normal
n
%
4 19 211 6
1.7 7.9 87.9 2.5
73 167
30.4 69.6
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dan perilaku KADARZI contoh Karakteristik sosial keluarga Tingkat pendidikan orang tua Ayah Rendah Sedang Tinggi Ibu Rendah Sedang Tinggi Umur orang tua Ayah Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Ibu Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Besar keluarga Keluarga besar Keluarga sedang Keluarga kecil
Perilaku KADARZI contoh Belum KADARZI Sudah KADARZI n %* n %*
65 34 2
27.1 14.2 0.8
80 47 12
33.3 19.6 5.0
41 48 12
17.1 20.0 5.0
38 77 24
15.8 32.1 10.0
0 18 77 6
0.0 7.5 32.1 2.5
0 35 101 3
0.0 14.6 42.1 1.2
3 39 58 1
1.2 16.2 24.2 0.4
2 62 75 0
0.8 25.8 31.2 0
25 36 40
10.4 15.0 16.7
27 46 66
11.2 19.2 27.5
* Hasil dari pembagian dengan total contoh
55
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI Lima indikator KADARZI
Karakteristik sosial keluarga
Makan makanan beraneka ragam BB B
Tingkat pendidikan Ayah Rendah Sedang Tinggi Ibu Rendah Sedang Tinggi Umur orang tua Ayah Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Ibu Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Besar keluarga Keluarga besar Keluarga sedang Keluarga kecil
Pemberian ASI ekslusif
Penggunaan garam beriodium
Penimbangan balita
Konsumsi suplemen gizi
BB
B
BB
BB
BB
B
B
B
7.5 4.6 0.0
52.9 29.2 5.8
18.8 8.3 0.8
41.7 25.4 5.0
0.0 0.0 0.0
60.4 33.8 5.8
5.4 4.2 0.0
55.0 29.6 5.8
0.0 0.0 0.0
60.4 33.8 5.8
5.8 5.8 0.4
27.1 46.2 14.6
10.4 13.8 3.8
22.5 38.3 11.2
0.0 0.0 0.0
32.9 52.1 15.0
3.8 4.2 1.7
29.2 47.9 13.3
0.0 0.0 0.0
32.9 52.1 15.0
0.0 1.7 9.6 0.8
0.0 20.4 64.6 2.9
0.0 3.8 22.5 1.7
0.0 18.3 51.7 2.1
0.0 0.0 0.0 0.0
0.0 22.1 74.2 3.8
0.0 2.9 5.8 0.8
0.0 19.2 68.3 2.9
0.0 0.0 0.0 0.0
0.0 22.1 74.1 3.8
1.2 3.8 7.1 0.0
0.8 38.3 48.3 0.4
0.0 12.1 15.4 0.4
2.1 30.0 40.0 0.0
0.0 0.0 0.0 0.0
2.1 42.1 55.4 0.4
0.0 3.8 5.8 0.0
2.1 38.3 49.6 0.4
0.0 0.8 0.4 0.0
2.1 42.1 55.4 0.4
2.5 3.8 5.8
19.2 30.4 38.3
6.7 9.2 12.1
15.0 25.0 32.1
0.0 0.0 0.0
21.7 34.2 44.2
4.2 3.3 2.1
17.5 30.8 42.1
0.0 0.0 0.0
21.7 34.2 44.2
Keterangan : BB = Belum baik, B = Baik. Hasil dalam satuan persentase. Tabel 13 Hasil uji analisis korelasi spearman karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh. Lima indikator KADARZI
Karakteristik sosial keluarga Tingkat pendidikan Ayah Ibu Umur Ayah Ibu Besar keluarga
Perilaku KADARZI contoh
Makan makanan beraneka ragam
Pemberian ASI ekslusif
Penggunaan garam beriodium
Penimbangan balita
Konsumsi suplemen gizi
r = 0.029 p = 0.657 r = 0.148 p = 0.022
r = 0.094 p = 0.148 r = 0.057 p = 0.379
r =p=r =p=-
r = -0.009 p = 0.891 r = 0.023 p = 0.724
r =p=r =p=-
r = 0.090 p = 0.166 r = 0.141 p = 0.030
r = -0.088 p = 0.175 r = 0.009 p = 0.895 r = -0.026 p = 0.689
r = -0.142 p = 0.028 r = -0.030 p = 0.649 r = 0.022 p = 0.730
r =p=r =p=r =p=-
r = 0.031 p = 0.633 r = -0.036 p = 0.576 r = 0.180 p = 0.005
r =p=r =p=r =p=-
r = -0.112 p = 0.082 r = -0.042 p = 0.522 r = 0.084 p = 0.194
56
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI dengan status gizi balita. Status gizi Tinggi badan menurut umur
Berat badan menurut umur
KADARZI
Gizi buruk
Gizi kurang
Normal
Gizi lebih
Pendek
Normal
0.0 1.7
1.7 6.2
10.0 77.9
0.4 2.1
5.4 25.0
6.7 62.9
0.8 0.8
2.1 5.8
24.2 63.8
0.8 1.7
7.1 23.3
20.8 48.8
0.0 1.7
0.0 7.9
0.0 87.9
0.0 2.5
0.0 30.4
0.0 69.6
0.0 1.7
0.4 7.5
9.2 78.8
0.0 2.5
0.8 29.6
8.8 60.8
0.0 1.7
0.0 7.9
0.0 87.9
0.0 2.5
0.0 30.4
0.0 69.6
0.8 0.8
3.8 4.2
36.2 51.7
1.2 1.2
11.2 19.2
30.8 38.8
Makan makanan beraneka ragam Belum baik Baik Pemberian ASI Belum baik Baik Pengunaan garam beriodium Belum baik Baik Penimbangan balita Belum baik Baik Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran Belum baik Baik Perilaku KADARZI Belum KADARZI Sudah KADARZI
Tabel 15 Hasil uji korelasi spearman lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh terhadap status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. KADARZI Lima indikator KADARZI Makanan beraneka ragam Pemberian ASI ekslusif Penggunaan garam beriodium Penimbangan balita Konsumsi suplemen gizi Perilaku KADARZI
Berat badan menurut umur
Status gizi Tinggi badan menurut umur
r = 0.034 p = 0.597 r = 0.010 p = 0.880 r=p=r =-0.029 p = 0.654 r=p=r = 0.022 p = 0.251
r = 0.116 r = -0.068 r=r = -0.154 r=r = -0.068
p = 0.073 p = 0.293 p=p = 0.017 p=p = 0.292