HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN DAN IODIUM DENGAN STATUS IODIUM SISWA SD DI DAERAH PANTAI KABUPATEN KARAWANG
RAMMONA JAYANA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Iodium dengan Status Iodium Siswa SD di Daerah Pantai Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013
Rammona Jayana NIM I14090016
ii
iii
ABSTRAK RAMMONA JAYANA. Hubungan Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Iodium dengan Status Iodium Siswa SD di Daerah Pantai Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh LEILY AMALIA. Gangguan akibat kurang iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu mendapat perhatian mendalam karena berkaitan erat dengan perkembangan mental dan kecerdasan yang dapat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara konsumsi pangan sumber protein dan iodium dengan status iodium siswa SD di daerah pantai, Kabupaten Karawang. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan subyek penelitian sebanyak 142 siswa SD. Data primer terdiri dari konsumsi makanan, antropometri, dan iodium urin. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata status iodium siswa dikategorikan kelebihan. Berdasarkan indeks IMT/U dan TB/U status gizi contoh sebagian besar normal. Rata-rata asupan iodium total dan tingkat kecukupan iodium contoh sebagian besar dikategorikan cukup. Terdapat hubungan negatif signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan protein (r=-0.253) dengan status iodium. Tidak ada hubungan antara asupan iodium total dan status gizi dengan status iodium (p>0.05). Kata kunci: iodium, konsumsi pangan, protein, siswa SD, status iodium, status gizi
ABSTRACT RAMMONA JAYANA. The Association between Consumption of Protein and Iodine Food Sources with Iodine Status of Elementary School Students in the Coastal Area of Karawang District. Supervised by LEILY AMALIA. Iodine Deficiency Disorders (IDD) is one of the nutritional problems in Indonesia that needs to get deep attention because it is closely related to mental development and intelligence that can affect the quality of human resources. The study aimed to analyze the association between consumption of protein and iodine food sources with iodine status of elementary school students in the coastal area of Karawang District. The design of study was a cross sectional with 142 elementary school students as the subjects. Primary data consists of food consumption, anthropometry, and iodine urine. The results showed that the mean of iodine status of students was categorized as excess iodine status. Based on BMI/A and H/A index, most of the subjects had normal nutritional status. The average amount of iodine intake and iodine adequacy levels of the subjects were mostly categorized as adequate. There was a significant negative correlation (P <0.05) between protein adequacy level (r = -0.253) with iodine status. There was no significant correlation between intake of total iodine and nutritional status with iodine status (p> 0.05). Keywords: elementary students, food consumption, iodine status, iodine, nutritional status, protein
HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN DAN IODIUM DENGAN STATUS IODIUM SISWA SD DI DAERAH PANTAI KABUPATEN KARAWANG
RAMMONA JAYANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii Judul Nama NRP
: Hubungan Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Iodium dengan Status Iodium Siswa SD di Daerah Pantai Kabupaten Karawang : Rammona Jayana : I14090016
Disetujui oleh:
Leily Amalia, STP, M.Si Pembimbing I
Diketahui oleh:
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen
Tanggal lulus
iv
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan konsumsi pangan sumber protein dan iodium dengan status iodium anak SD di daerah pantai Kabupaten Karawang. Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penelitian sampai penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Leily Amalia, STP, M.Si selaku pembimbing skripsi penulis yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan pikirannya memberikan arahan, saran dan kritikan yang membangun kepada penulis hingga penyelesaian skripsi. 2. Ibu dr. Yekti Hartati Effendi selaku dosen pembimbing akademik selama empat tahun masa perkuliahan. 3. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu dan penguji skripsi yang telah memberikan saran bagi perbaikan skripsi ini. 4. Bapak Taufik (ayah), Ibu Nurmala Dewi (mama) dan adik-adik tercinta Nurman Ibrahim dan Zulfiqri Ramadhan serta keluarga besar akas Djamaludin yang telah banyak memberikan cinta, kasih sayang, dorongan semangat, dan kebahagian yang tiada henti kepada penulis. 5. Neys-van Hoogstraten Foundation yang telah memberikan bantuan biaya penelitian kepada tim peneliti. 6. Bapak/Ibu guru dan anak-anak sekolah dasar di SDN Jaya Mulya 1, SDN Cemarajaya 2, SDN Sungai Buntu 1, SDN Dongkal 1, SDN Tempuran 1 dan SDN Ciparagejaya yang telah bersedia berpartisipasi. 7. Keluargaku dan sahabat-sahabat teristimewa “Coconuts” Gizi Masyarakat angkatan 46. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini. 8. Para sahabat Penulis: Ajan, Vita, Liza, Wulan, Ratu, Meilisa, Galang, Fadli, Adini, Trina, Grace dan Asin. Terimakasih atas dorongan semangat, kebersamaan dan keceriaan selama ini. 9. Teman-teman seperjuangan : Nurayu, Milda dan Sarah yang telah bersama-sama melewati suka dan duka dalam turun lapang penelitian hingga menyelesaikan skripsi. 10. Seluruh dosen, staff Gizi Masyarakat, sahabat GM angkatan 44, 45, 47, 48 dan seluruh teman-teman di IPB serta semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang lebih besar dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, September 2013 Rammona Jayana
vi
DAFTAR ISI PRAKATA
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Kerangka Pemikiran
3
METODE PENELITIAN
5
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
5
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Karakteristik wilayah
8
Karakteristik Contoh
10
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
11
Status Gizi
13
Status Iodium
14
Asupan Zat Gizi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi
15
Tingkat Kecukupan Energi
17
Tingkat Kecukupan Protein
17
Konsumsi Pangan Sumber Protein
18
Konsumsi Pangan Sumber Iodium
19
Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Iodium
19
Konsumsi Garam
20
Asupan Iodium
22
vii Tingkat Kecukupan Iodium Hubungan Antar Variabel
23 23
Tingkat kecukupan protein dengan kadar iodium urin
23
Konsumsi pangan sumber protein dengan kadar iodium urin
24
Asupan iodium total dengan kadar iodium urin
24
Status gizi dengan kadar iodium urin
25
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Variabel , jenis dan cara pengumpulan data Kategori status gizi menurut IMT/U Kategori status gizi menurut TB/U Kriteria kadar iodium urin pada anak SD Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Sebaran contoh berdasarkan status gizi Sebaran status iodium contoh Rata-rata asupan zat gizi (TKG) contoh berdasarkan status Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi (TKG) contoh berdasarkan status iodium Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Rata-rata konsumsipangan sumber protein berdasarkan status iodium Konsumsi bahan pangan sumber iodium berdasarkan status iodium Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium Sebaran contoh berdasarkan jenis garam dan kadar iodium garam yang dikonsumsi Sebaran contoh berdasarkan kadar iodium garam yang dikonsumsi
6 7 7 8 11 11 12 12 13 14 15 16 16 17 18 18 19 20 21 22
viii 21. 22.
23.
Rata-rata asupan iodium contoh berdasarkan status iodium Sebaran contoh berdasarkan Tingkat Kecukupan Iodium (TKY) Hasil uji korelasi pangan sumber protein dengan kadar iodium urin
23 23 24
DAFTAR GAMBAR 1
Bagan kerangka pemikiran penelitian
4
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Uji Normalitas Variabel Uji Korelasi Pearson Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Kadar Iodium Urin Contoh Uji Korelasi Pearson Hubungan Asupan Iodium Total dengan Kadar Iodium Urin Contoh Uji Korelasi Pearson Hubungan Asupan Iodium Total dengan Kadar Iodium Urin Contoh
28 28 29 29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia disamping tiga masalah gizi lainnya yaitu Kekurangan Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), dan Anemia Gizi Besi (AGB). Masalah GAKI masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian besar dari pemerintah mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan secara tidak langsung mempengaruhi strategi pembangunan yaitu kualitas sumber daya manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS), wanita hamil, anak balita dan anak usia sekolah. Berdasarkan data WHO (2005), tercatat ada 130 negara di dunia mengalami masalah GAKI, termasuk Indonesia. Sementara di Indonesia, Survei Nasional pemetaan GAKI pada tahun 2004 menunjukkan bahwa sekitar 8.2% daerah di Indonesia masuk kategori endemik berat, 13.1% endemik sedang dan 35.8% endemik ringan. Hasil pemetaan GAKI secara nasional menunjukan adanya penurunan prevalensi GAKI pada anak SD yaitu dari 27.7% pada tahun 1990 menjadi 9.3% pada tahun 1998. Namun demikian pada tahun 2003 kembali meningkat menjadi 11.1%. Secara umum GAKI masih dianggap sebagai masalah karena prevalensi kejadiannya masih di atas 5% yang merupakan ambang batas masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Depkes RI 2005). Defisiensi iodium tidak hanya mengakibatkan gondok dan kretinisme saja, namun juga berpengaruh terhadap penurunan daya tahan terhadap penyakit, perkembangan otak (intelektual) yang terhambat dan berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ), produktivitas rendah bahkan terlahir cacat baik fisik maupun mental. Besarnya masalah GAKI pada masyarakat salah satunya dapat diketahui dengan dilakukan pemeriksaan Ekskresi Iodium Urin (EIU). EIU merupakan metode yang direkomendasikan oleh WHO, UNICEF dan ICIID karena reliabel untuk mengukur status iodium. Kadar iodium dalam urin merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui konsumsi iodium terkini. Lebih dari 90% sisa metabolisme iodium dalam tubuh akan dieksresikan lewat urin, sehingga EIU sesaat akan menggambarkan asupan iodium populasi (Riskesdas 2007). Kabupaten Karawang merupakan kabupaten yang sebagian besar wilayahnya terletak di pinggir pantai. Berdasarkan Riskesdas (2007) diketahui penggunaan garam beriodium di Kabupaten Karawang termasuk rendah yaitu 33.9%, lebih rendah dibandingkan penggunaan garam beriodium nasional yaitu 62.3%. Berdasarkan hasil pemantauan status gizi Dinas Kesehatan karawang selama tahun 2010, ditemukan masalah gizi seperti gangguan akibat kekurangan iodium, termasuk endemik GAKI yang tersebar dibeberapa desa di kabupaten karawang. Penderita GAKI biasanya ditemukan di pegunungan karena kandungan iodium dalam air dan tanah yang rendah ataupun tidak mengandung iodium sama sekali (Rusnelly 2006). Meskipun demikian, hasil survei GAKI menunjukkan bahwa di beberapa daerah pantai terdapat prevalensi gondok yang tinggi seperti di
2 Halmahera Utara, Kepulauan Banggai, Gunung Kidul dan Karawang. Faktorfaktor yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya GAKI di daerah pantai adalah rendahnya kandungan iodium pada air minum (0.89–1.47 ppm), cara pengolahan pangan hasil laut yang dapat menurunkan kadar iodium serta penggunaan garam yang tidak beriodium atau dengan jumlah yang kurang memenuhi syarat . Selain faktor-faktor di atas, faktor lain yang kemungkinan besar dapat mengakibatkan timbulnya GAKI yaitu pola konsumsi rendah protein, status gizi dan adanya zat goitrogenik dalam makanan. Hal-hal tersebut secara tidak langsung dapat mengakibatkan terhambatnya metabolisme iodium di dalam tubuh, yaitu terjadinya gangguan pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid (Rusnelly 2006). Secara teoritis, rendahnya unsur protein dalam serum akan menghambat transportasi hormon dari kelenjar tiroid yang dibutuhkan (Bitjoli 2010). Penelitian mengenai GAKI sering dilakukan pada anak usia sekolah dasar yaitu pada usia 6-12 tahun karena pertimbangan kerentanan mereka terhadap defisiensi iodium. Anak pada usia ini sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga perhatian terhadap gizi anak sekolah merupakan langkah strategis karena dampaknya secara langsung berkaitan dengan pencapaian SDM yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Iodium dengan Status Iodium Siswa SD di daerah Pantai Kabupaten Karawang”.
Perumusan Masalah Beberapa masalah yang akan dikaji dan dibahas lebih lanjut antara lain: a. Apakah terdapat hubungan antara konsumsi pangan sumber protein dengan kadar iodium urin pada siswa SD didaerah pantai Kabupaten Karawang? b. Apakah terdapat hubungan antara asupan iodium dengan kadar iodium urin pada siswa SD didaerah pantai Kabupaten Karawang? c. Apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan status iodium urin siswa SD didaerah pantai Kabupaten Karawang?
Tujuan Penelitian Tujuan umum : Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi pangan sumber protein dan asupan iodium dengan status iodium siswa SD di daerah pantai Kabupaten Karawang. Tujuan khusus : 1. 2. 3. 4.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh Menganalisis status gizi antropometri contoh Menganalisis pola konsumsi pangan sumber protein dan iodium contoh Menganalisis asupan dan tingkat kecukupan gizi contoh.
3 5. 6. 7. 8.
Menganalisis status iodium contoh Menganalisis hubungan konsumsi pangan sumber protein dengan kadar iodium urin contoh Menganalisis hubungan asupan protein dan iodium dengan kadar iodium urin contoh Menganalisis hubungan status gizi dengan kadar iodium urin contoh Manfaat Penelitian
Data hasil penelitian ini secara khusus diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi bagi warga setempat yang diteliti dan pemerintah setempat mengenai pentingnya konsumsi pangan sumber protein dan iodium dengan memperhatikan asupan pangan goitrogenik dan pengaruhnya terhadap status iodium yang nantinya akan berpengaruh pula kepada status gizi dan status GAKI siswa. Secara umum diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk keperluan penelitian yang lebih mendalam dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dalam program perbaikan gizi. Bagi perguruan tinggi diharapkan juga sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, pengembangan penelitian, dan pengabdian masyarakat.
KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik keluarga yang meliputi tingkat pendidikan orangtua, tingkat pendapatan rumah tangga, pekerjaan dan jumlah anggota rumah tangga dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan keluarga. Tingkat pendidikan orangtua akan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan gizinya, hal ini dikarenakan jika seorang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka akan cenderung memilih makanan yang bergizi tinggi dengan harga yang murah. Tingkat pendapatan rumah tangga dapat berpengaruh terhadap pola konsumsi suatu keluarga, dengan semakin besarnya pendapatan suatu keluarga maka pola konsumsi keluarga tersebut akan semakin baik dengan pola konsumsi yang baik maka status gizi keluargapun akan baik. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi keluarga karena dengan semakin besarnya jumlah anggota keluarga maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan bagian makanan yang lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Karakteristik keluarga tersebut selanjutnya akan mempengaruhi konsumsi pangan sehari, termasuk konsumsi bahan pangan sumber protein dan iodium. Konsumsi pangan sumber protein dan iodium dapat dikatakan baik jika konsumsi protein dan iodiumnya telah mencapai angka kecukupan gizi. Konsumsi bahan pangan tersebut yang nantinya akan mempengaruhi asupan dan tingkat zat gizi seseorang yaitu asupan dan tingkat kecukupan protein dan iodium serta zat gizi lainnya. Asupan dan tingkat kecukupan protein akan mempengaruhi status gizi dan status iodium. Asupan dan tingkat kecukupan iodium akan berpengaruh langsung terhadap status iodium. Status iodium memiliki keterkaitan dengan status gizi yang diukur menggunakan antropometri. Status gizi yang didasarkan indeks massa tubuh menurut umur menggolongkan individu menjadi kurus, normal, lebih, dan obese pada masa kini, sedangkan status gizi berdasarkan tinggi
4 badan menurut umur memberikan gambaran pemenuhan gizi di masa lampau. Secara keseluruhan kerangka pemikiran konsumsi pangan sumber protein dan iodium dengan status iodium pada anak sekolah dasar dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Ketersediaan Makanan Tanaman Hewan darat Ikan
Daerah Pantai
Sumber air minum Karakteristik keluarga Pendidikan Pekerjaan Besar Keluarga Pendapatan
Karakteristik contoh Jenis kelamin Umur Berat Badan dan Tinggi Badan
Konsumsi pangan: Konsumsi pangan sehari Konsumsi pangan sumber protein Konsumsi pangan sumber iodium
Asupan dan tingkat kecukupan protein
Asupan dan tingkat kecukupan gizi lain
Status Gizi Antropometri
Asupan dan tingkat kecukupan iodium
Status Iodium
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
5
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar dengan judul “Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) pada Anak Sekolah Dasar : Studi tentang Konsumsi Pangan, Aspek Sosio-Budaya dan Prestasi Belajar diWilayah dengan Agroekologi yang Berbeda”. Desain yang digunakan adalah cross sectional study dimana peneliti mengumpulkan berbagai informasi pada suatu waktu dan peneliti tidak melakukan atau memberikan intervensi apapun kepada contoh. Penelitian dilakukan di tiga kecamatan di wilayah pantai Kabupaten Karawang pada bulan September 2012. Kabupaten Karawang dipilih secara purposif berdasarkan agroekologi wilayah pantai di Jawa Barat. Tiga kecamatan lokasi penelitian dipilih berdasarkan prevalensi GAKI terbesar di Kabupaten Karawang (Dinas Kesehatan setempat tahun 2008), yaitu Kecamatan Cibuaya 10%, Kecamatan Tempuran 11.5% dan Kecamatan Pedes 12.5%. Pemilihan sekolah tempat penelitian dibantu oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kabupaten Karawang. Keenam sekolah terpilih adalah SDN Jaya Mulya 1 dan SDN Cemarajaya 2 (Kecamatan Cibuaya), SDN Tempuran 1 dan SDN Ciparagejaya (Kecamatan Tempuran), serta SDN Sungai Buntu 1 dan SDN Dongkal 1 (Kecamatan Pedes). Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dan contoh dalam penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar (SD) kelas 5 dan 6 beserta ibu/pengasuhnya. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 142 siswa yang berasal dari enam SD di tiga kecamatan di Kabupaten Karawang. Contoh diseleksi berdasarkan prevalensi terkena GAKI menurut rumus Lameshow et al. (1997). 𝑧 2 (1−α/2) P(1−P) n= 𝑑2 Dimana: n = Besar sampel Z(1-α/2) = Tingkat signifikansi pada 95% (α = 0.05) = 1.96 P = Prevalensi konsumsi garam beriodium daerah Karawang 33,9% (Riskesdas 2007) d = presisi/ tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.08) Dengan signifikansi 95% (α = 0.05), prevalensi konsumsi garam beriodium di Karawang 33.9% dan presisi 0.08 berdasarkan perhitungan di atas maka contoh minimum yang dibutuhkan adalah 135 contoh dari tiga kecamatan. Agar lebih mudah dalam pemilihan contoh sehingga jumlah contoh dibulatkan menjadi 150 contoh dimana masing-masing SD dibutuhkan 25 siswa dari kelas 5 dan kelas 6 yang akan dipilih secara acak (random) namun terdapat delapan contoh yang tidak termasuk dalam kriteria.
6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian yang didapatkan dari data Pemerintah Kabupaten Karawang 2012. Data primer meliputi karakteristik contoh (identitas siswa, umur, jenis kelamin); karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga serta besar keluarga); konsumsi protein (jenis dan jumlah); asupan iodium (frekuensi, jenis dan jumlah konsumsi pangan sumber iodium); status gizi (BB, TB dan usia); status iodium (Ekskresi Iodium Urin). Variabel data dan cara pengumpulan data primer disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Variabel , jenis dan cara pengumpulan data Responden & Contoh
Ibu/pengasuh
Variabel Karakteristik sosial ekonomi keluarga Pekerjaan Pendidikan Besar keluarga Pendapatan keluarga
Cara Pengumpulan Data
- Wawancara menggunakan kuesioner
- Wawancara menggunakan
Jenis dan jumlah konsumsi pangan sumber protein
Jenis, jumlah dan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium
Karakteristik contoh Identitas siswa Umur Jenis Kelamin
kuesioner metode Food Recall 1x24 jam selama 2 kali - Wawancara menggunakan kuesioner metode Food Frequency (FFQ)
- Wawancara
Anak SD Antropometri Berat Badan (BB) Tinggi Badan (TB)
Kadar Iodium Urin contoh
- Pengukuran langsung menggunakan timbangan injak, microtoise - Pengumpulan Urin Contoh
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengeditan (editing), pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengeditan dilakukan dengan cara pengecekan kelengkapan data, tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Data kemudian dimasukan (entry) ke dalam tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan
7 pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statitical Program for social Sciences (SPSS) versi 16.0. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia setelah data dikategorikan. Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi, rata-rata dan standard deviasi. Analisis inferensia dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel. Data yang dianalisis secara deskriptif adalah data karakteristik contoh (jenis kelamin, kelas dan usia), karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh, status gizi, status iodium, asupan gizi dan tingkat kecukupan gizi, frekuensi konsumsi pangan sumber iodium, konsumsi garam, asupan iodium, dan tingkat kecukupan iodium. Analisis secara statistik yang dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson dan uji beda one-way ANOVA. Uji analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan protein, konsumsi pangan sumber protein, asupan iodium total dan status gizi dengan kadar iodium urin contoh. Data besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang) (Hurlock 1998). Data pendapatan per kapita merupakan penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh oleh semua anggota keluarga yang bekerja kemudian dibagi dengan jumlah anggota keluarga dan digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu: miskin jika pendapatan perkapita <1 Garis Kemiskinan (GK), hampir miskin jika pendapatan pekapita 1GK–2GK dan menengah ke atas jika pendapatan perkapita >2GK (Puspitawati 2010). Garis kemiskinan yang digunakan adalah GK Jawa Barat 2012 yaitu Rp. 242.000/kap/bulan (Badan Pusat Statistik Jawa Barat 2013). Data pendidikan orang tua dibagi menjadi enam kelompok, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, SLTP, SLTA, dan D3/PT. Usia contoh dibagi menjadi usia anak-anak (9-12 tahun) dan remaja awal (13-14 tahun). Status gizi contoh dihitung berdasarkan data umur, berat badan, dan tinggi badan contoh dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan parameter tinggi badan menurut umur (TB/U) menggunakan software WHO anthroplus 2007. Kategori IMT/U dan TB/U masing-masing disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Kategori status gizi menurut IMT/U Nilai z-score Z < -3 -3 ≤ z < -2 -2 ≤ z ≤ +1 +1 < z ≤ +2 Z > +2 Sumber : WHO (2007)
Kategori Sangat kurus Kurus Normal Lebih Obesitas
Tabel 3 Kategori status gizi menurut TB/U Nilai z-score <-3 SD -3 ≤ z < -2 -2 ≤ z ≤ +2 Sumber : Gibney et al. (2008)
Kategori Sangat pendek Pendek Normal
8 Data status iodium diperoleh dengan menggunakan indikator Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU). Setelah itu, hasil data berupa median ekskresi iodium dalam urin dikategorikan menjadi enam status iodium. Kriteria epidemiologi iodium urin pada anak sekolah dasar dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Kriteria kadar iodium urin pada anak SD Median urinary Iodine (µg/L) <20 20-49 50-99 100-199 200-299 > 300
Kadar iodium dalam urin Defisiensi berat Defisiensi sedang Defisiensi ringan Cukup Lebih dari cukup Kelebihan
Sumber : Gibney et al. (2008) Data asupan iodium, merupakan penjumlahan dari asupan iodium yang berasal dari pangan-pangan sumber iodium dan garam beriodium. Asupan iodium diperoleh dengan melakukan pendekatan melalui rata-rata jenis dan jumlah pangan sumber iodium yang dikonsumsi sehari dalam satu ukuran takaran saji dikali dengan kandungan iodium dari bahan pangan yang mengacu pada Nutrisurvey (2007). Hasilnya kemudian digolongkan menjadi tiga berdasarkan angka kecukupan iodium sehari kelompok umur contoh, yaitu <120 µg/hr, 120240 µg/hr dan >240 µg/hr. Data konsumsi pangan diperoleh dari hasil recall 1x24 jam dengan pengulangan selama dua kali pada hari yang tidak berurutan (non consecutive repeated 2x24 hours recall). Kandungan energi dan zat gizi dari masing-masing pangan yang dikonsumsi contoh dihitung dengan menggunakan DKBM. Data konsumsi pangan kemudian dikonversikan kedalam data asupan energi (kkal), protein (g), dan iodium (µg). Data asupan energi, protein dan iodium tersebut kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG 2004) untuk mendapatkan data tingkat kecukupan gizi (TKG) menggunakan rumus menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) adalah sebagai berikut : Tingkat Kecukupan Zat Gizi =
𝑎𝑠𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝐴𝐾𝐺
𝑋 100 %
Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menjadi “defisit” jika = TKG ≤70%, “kurang” jika = TKG 71-80%, “sedang” jika = TKG 81-99%, dan “baik” jika = ≥ 100 % (Depkes 1996). Tingkat Kecukupan Iodium dikategorikan “cukup” jika ≥77% dan dikatakan kurang jika TKG <77% (Gibson 2005). Definisi Operasional Contoh adalah siswa SD kelas 5 dan 6 di Kabupaten Karawang. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh adalah karakteristik sosial ekonomi yang dimiliki keluarga contoh yang mempengaruhi dalam pemilihan makanan sumber protein dan iodium seperti besar keluarga, pendidikan, pendapatan dan pekerjaan.
9 Besar Keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang hidup dalam satu sistem manajemen rumah tangga Pendidikan Orang Tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh orang tua, dikelompokkan tidak sekolah, tidak tamat SD, SD,SLTP, SLTA, D3/ Perguruan Tinggi. Pekerjaan Orang Tua adalah pekerjaan utama dan sampingan yang memberikan kontribusi penghasilan bagi keluarga. Pendapatan keluarga adalah penghasilan yang diterima oleh keluarga diperoleh dari total penghasilan dari anggota keluarga yang bekerja. Jenis Konsumsi Pangan adalah bermacam-macam jenis bahan pangan yang dikonsumsi contoh Jumlah konsumsi pangan adalah total keseluruhan konsumsi pangan yang dikonsumsi contoh dalam satu hari Garam beriodium adalah garam dengan kandungan iodium sesuai anjuran SNI yaitu 30-80 ppm dalam bentuk KIO3. Tingkat kecukupan energi dan protein adalah persentase asupan energi dan protein contoh yang dibandingkan dengan AKG WNPG 2004. Pangan sumber protein adalah pangan yang mempunyai kandungan protein dan memenuhi 30% AKG Pangan sumber iodium adalah pangan yang mempunyai kandungan iodium dan memenuhi 10% AKG Status Iodium adalah median nilai iodium yang terdapat dalam urin yang diinterpretasikan menjadi 6 kategori; defisiensi tingkat berat = <20 µg/L, defisiensi tingkat sedang = 20-49 µg/L, defisiensi tingkat ringan = 50-99 µg/L, cukup = 100-199 µg/L, lebih dari cukup = 200-299 µg/L, dan kelebihan = ≥300 µg/L. Responden adalah ibu atau pengasuh contoh yang mengetahui seluk-beluk keluarga dan pola konsumsi pangan contoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Kabupaten Karawang berada dibagian utara Propinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak antara : 107º02` – 107º40` Bujur Timur dan 5º56` – 6º34` Lintang Selatan. Kabupaten Karawang tahun 2011 terdiri dari 30 kecamatan dengan jumlah desa seluruhnya 297 desa dan 12 kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Karawang mencapai 2.187.861 jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah 1.127.859 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 1.060.002 jiwa.Secara administratif, Kabupaten Karawang mempunyai batas–batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara batas alam yaitu Laut Jawa Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
10
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi Luas wilayah Kabupaten Karawang yaitu 1.753,27 km2 atau 3.73% dari luas Propinsi Jawa Barat, Karawang merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan subur di Jawa Barat, sehingga sebagian besar lahannya digunakan untuk pertanian. Bentuk tanah di Kabupaten Karawang sebagian besar berbentuk dataran yang relatif rata dengan variasi antara 0 – 5 m diatas permukaan laut. Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit–bukit dengan ketinggian antara 0 – 1200 m permukaan laut (Karawang Dalam Angka 2012). Lahan di Kabupaten Karawang dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan non-sawah, dimana lahan sawah dibagi menjadi lahan berpengairan teknis, setengah teknis dan berpengairan sederhana. Lahan non-sawah terdiri dari lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya, tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, tambak, kolam/tebet/empang, lahan yang sementara tidak diusahakan, lahan untuk tanaman kayu-kayuan dan perkebunan negara/swasta. Luas seluruh lahan di Kabupaten Karawang adalah 175.327 ha dengan perincian sebagai berikut: lahan sawah seluas 94.311 ha dan lahan kering seluas 81.016 ha. Dari jumlah tersebut sebesar 33.14% digunakan untuk bangunan dan halaman sekitarnya. Keadaan hidro-oceanografi Kabupaten Karawang yaitu dilalui oleh aliran sungai yang melandai ke utara. Sungai Citarum merupakan pemisah antara Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bekasi, sedangkan Sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar tertutup dataran pantai yang luas, yang terhampar di bagian pantai Utara dan merupakan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan– bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Di bagian tengah ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen, sedang di bagian Selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m diatas permukaan laut. Kabupaten Karawang mempunyai panjang pantai sekitar 84,32 Km yang membentang di sembilan wilayah kecamatan (Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Tempuran, Pedes, Cilebar, Cibuaya, Tirtajaya, Batu Jaya, dan Pakis Jaya). Karakteristik Contoh Contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas 5 dan 6 SD dari 3 kecamatan di daerah pantai Kabupaten Karawang. Contoh yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 142 orang dengan usia berkisar antara 9 sampai 13 tahun. Hampir seluruh contoh berada pada masa kanak-kanak (93.0%), sedangkan sebanyak 7.0% contoh sudah memasuki masa remaja awal. Sebagian besar contoh pada penelitian ini merupakan anak kelas 5 SD, yaitu sebanyak 82.4% dan sisanya sebanyak 17.6% adalah kelas 6. Berdasarkan jenis kelamin, sebaran contoh berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46.0% sedangkan contoh berjenis kelamin perempuan sebanyak 54.0%. Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.
11 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin Karakteristik contoh Kelompok Umur: Kanak-kanak (9-12) Remaja awal (13-14) Total Kelas : Kelas 5 Kelas 6 Total Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan Total
n
%
132 10 142
93.0 7.0 100
117 25 142
82.4 17.6 100
65 77 142
46.0 54.0 100
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh pada penelitian ini ditunjukkan oleh besar keluarga, usia orang tua contoh, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua dan tingkat pendapatan keluarga. Berikut merupakan pembahasan dari masing-masing karakteristik. Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama (Sukandar 2007). Besar keluarga dapat mempengaruhi konsumsi pangan rumah tangga. Peningkatan jumlah anggota keluarga tanpa pendapatan yang cukup akan berpengaruh terhadap ketidakseimbangan distribusi makanan di dalam keluarga. Besar keluarga dibagi menjadi 3 kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥7 orang) (Hurlock 2004). Secara umum, besar keluarga contoh yang termasuk dalam kategori kecil (≤4 orang) sebanyak 48.6%, kategori sedang (5-6 orang) sebanyak 47.2%, dan besar keluarga yang termasuk dalam kategori besar (≥7) hanya sebesar 4.2%. Data sebaran besar/jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar keluarga Kecil (≤ 4) Sedang (5-7) Besar (≥ 8) Total
n 69 67 6 142
% 48.6 47.2 4.2 100
Pendidikan Orang Tua Pendidikan berperan penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan. Seseorang yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki sikap dan perilaku
12 untuk memilih makanan dengan kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh (Sukandar 2007). Sebagian besar tingkat pendidikan ayah (49.3%) dan ibu (56.3%) adalah tidak tamat SD. Selain itu, sebanyak 28.2% ayah contoh hanya tamat SD dan sebanyak 28.9% ibu/pengasuh contoh hanya tamat SD. Hanya sebesar 0.7% ayah contoh yang menamatkan pendidikannya hingga D3/PT (Tabel 7). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan orangtua contoh tergolong rendah. Tingkat pendidikan orang tua contoh yang rendah menyebabkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin sedikit dan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Pendidikan terakhir Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SLTP SLTA D3/PT Total
Ayah n 15 70 40 8 8 1 142
Ibu
% 10.5 49.3 28.2 5.6 5.6 0.7 100
n 8 80 41 10 3 0 142
% 5.6 56.3 28.9 7.1 2.1 0.0 100
Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua contoh pada penelitian ini sangat beragam terdiri dari petani, pedagang, buruh tani, buruh nelayan, PNS/ABRI, wiraswasta, Ibu Rumah Tangga (IRT), buruh non tani, tidak bekerja dan lainnya (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua Pekerjaan Petani Nelayan Pedagang Buruh tani Buruh nelayan PNS/ABRI Wiraswasta IRT Buruh non tani Tidak bekerja Lainnya Total
Ayah n 13 20 22 18 21 1 10 0 11 7 19 142
Ibu % 9.1 14.1 15.5 12.7 14.8 0.7 7.0 0.0 7.8 4.9 13.4 100
n 8 0 35 10 0 1 0 85 3 0 0 142
% 5.6 0.0 24.7 7.0 0.0 0.7 0.0 59.9 2.1 0.0 0.0 100
Sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pedagang (15.5%) meliputi pedagang ikan, buah, sayur dan produk hasil laut. Sebanyak 14.8% ayah contoh
13 bekerja sebagai buruh nelayan dan sebanyak 14.1% bekerja sebagai nelayan. Hal ini karena tempat tinggal contoh tidak jauh dari laut. Ibu atau pengasuh contoh sebagian besar (59.9%) adalah ibu rumah tangga (IRT) dan terdapat 24.7% contoh bekerja sebagai pedagang. Jenis pekerjaan ini merupakan implikasi dari pendidikan orang tua contoh yang masih rendah. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak akan semakin kecil sehingga kemungkinan pendapatan yang diterima pun terbatas. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan yang didapat oleh keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil atau upah dari pekerjaannya. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan, sehingga terjadi hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi (Sediaoetama 1996). Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh yaitu sebanyak 50% keluarga contoh termasuk dalam kategori miskin, 25.4% keluarga contoh tergolong hampir miskin, dan sebesar 24.6% keluarga contoh yang termasuk tingkat ekonomi menengah atas. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh berada di atas garis kemiskinan yaitu Rp 391.991,- dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu Rp 485.430,-. Hasil penelitian ini menunjukan meskipun banyak keluarga yang termasuk ke dalam kategori miskin namun secara rata-rata pendapatan perkapitanya diatas garis kemiskinan. Hal ini dikarenakan di daerah tersebut ada keluarga yang sangat miskin dengan pendapatan minimum Rp.17.143,- dan ada pula keluarga yang pendapatannya sangat jauh diatas garis kemiskinan yaitu Rp. 4.000.000,-. Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi keluarga sehingga semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik dan beragam. Berikut sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga (kap/bulan) Miskin (< Rp.242.000) Hampir miskin (Rp.242.000-484.000) Menengah Atas (>Rp.484.000) Total Min-max (kap/bulan) Rataan±SD (kap/bulan) Status Gizi
n % 71 50.0 36 25.4 35 24.6 142 100 Rp.17.143-Rp.4000.000 391.991±485.430
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) untuk berbagai fungsi biologis (Briawan dan Madanijah 2008). Status gizi optimal dapat tercapai jika tubuh memperoleh cukup zat-zat yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan umum secara maksimal. Baik gizi kurang maupun lebih dapat menghambat optimalisasi pencapaian hal tersebut (Almatsier 2004). Penilaian status gizi seseorang atau sekelompok orang bertujuan untuk mengetahui baik buruknya status gizi (Riyadi 2003). Beberapa cara mengukur status gizi anak yaitu dengan pengukuran antropometri, klinik, dan laboratorium.
14 Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Indeks IMT/U
TB/U
Z-skor
Kategori
z < -3 sangat kurus -3 ≤ z ≤ -2 kurus -2 ≤ z ≤ +1 normal +1 ≤ z ≤ +2 lebih z ≥ +2 obesitas Total Rata-rata ± SD z < -3 sangat pendek -3 ≤ z ≤ -2 pendek z ≥ -2 normal Total Rata-rata ± SD
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 4 6.2 0 0.0 10 15.4 9 11.7 43 66.2 58 75.3 4 6.2 9 11.7 4 6.2 1 1.3 65 100 77 100 6 15 44 65
9.2 23.1 67.7 100
3 15 59 77
3.9 19.5 76.6 100
Total n % 4 2.8 19 13.4 101 71.1 13 9.2 5 3.5 142 100 -0.6 ± 1.4 9 6.3 30 21.1 103 72.5 142 100 -1.4 ± 1.1
Penilaian status gizi pada anak usia 5-19 tahun dapat dilakukan dengan menggunakan indeks IMT/U dan TB/U yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2007. Indeks antropometri yang digunakan pada indeks IMT/U dan TB/U yaitu zskor. Pengukuran status gizi menggunakan indeks IMT/U memberikan gambaran status gizi saat ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan indeks IMT/U sebagian besar contoh (71.1%) mempunyai status gizi normal yang dapat diartikan bahwa IMT contoh tergolong sesuai dengan umurnya dan berat badan contoh sudah proporsional dengan tinggi badannya. Selain itu juga terdapat contoh dengan status gizi sangat kurus (2.8%), kurus (13.4%), gemuk (9.2%) dan obesitas (3.5%). Jika dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan memiliki status gizi dengan kategori baik. Berdasarkan indeks TB/U, sebaran contoh sebagian besar (72.5%) berada pada kategori normal dan sebagian kecil berada pada kategori pendek (15%) dan sangat pendek (6.3%). Pengukuran status gizi menggunakan indeks TB/U memberikan gambaran status gizi masa lalu. Hal ini dikarenakan dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap defisiensi zat gizi dalam waktu yang singkat. Status Iodium Status iodium merupakan gambaran keadaan iodium seseorang didalam tubuh. Untuk mengetahui status iodium digunakan berbagai cara, salah satunya dengan penentuan kadar iodium dalam urin. Berdasarkan penelitian oleh Risticmedic et al (2009) mengenai metode untuk mengetahui status iodium pada manusia dikatakan bahwa kadar iodium dalam urin sangat berguna sebagai biomarker status iodium pada anak-anak dan remaja. Penilaian ekskresi iodium pada urin berarti menilai iodium yang berasal dari makanan dan minuman yang dikeluarkan melalui urin setelah mengalami metabolisme didalam tubuh. Dengan demikian penilaian ekskresi iodium urin merupakan petunjuk yang baik dari
15 asupan (konsumsi) iodium saat ini (Riskesdas 2007). Berikut tabel yang menyajikan sebaran contoh menurut status iodium. Tabel 11 Sebaran status iodium contoh
Status Iodium (µg/L) Defisiensi tingkat berat (<20) Defisiensi tingkat sedang (20-49) Defisiensi tingkat ringan (50-99) Cukup (100-199) Lebih dari cukup (200-299) Kelebihan (≥300) Total Rata-rata ± SD Median (µg/L)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 0 0.0 0 0.0 1 1.5 3 3.9 0 0.0 0 0.0 14 21.5 14 18.2 23 35.4 28 36.4 27 41.5 32 41.6 65 100 77 100 293.5 ± 111.3 288.8 ± 112.7 276 268
Total n % 0 0.0 4 2.8 0 0.0 28 19.7 51 35.9 59 41.5 142 100 290.9 ± 111.7 273.5
Berdasarkan tabel sebaran status iodium contoh, dapat diketahui bahwa rata-rata ekskresi iodium urin (EIU) contoh yaitu sebesar 290.9 µg/L. Sementara media EIU adalah 273.5 µg/L. Hasil ini cukup tinggi dan menunjukan rata-rata status iodium contoh lebih dari cukup. Sebagian besar contoh baik laki-laki (41.5%) maupun perempuan (41.6%) berada pada status kelebihan (41.5%). Status iodium lebih dari cukup sebesar 35.9%, cukup sebesar 19.7% dan sisanya sebanyak 2.8% memiliki status iodium defisiensi tingkat sedang. Keadaan geografis lokasi penelitian yang merupakan wilayah pantai dapat mempengaruhi status iodium contoh sehingga sebagian besar contoh berada pada kategori kelebihan. Kondisi tempat tinggal contoh yang dekat dengan laut memudahkan contoh untuk mendapatkan pangan hasil laut yang mengandung kadar iodium tinggi lebih sering dibanding masyarakat di daerah non pesisir. Ditambah kandungan iodium air dan garam yang tinggi sehingga menyebabkan kadar EIU yang tinggi. Keadaan status iodium yang berlebihan ini tidak bisa dibiarkan dan perlu mendapat perhatian lebih karena kelebihan iodium dapat menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar gondok. Median EIU yang tinggi dapat berisiko terjadi iodine-induce hyperthyroidism (IIH) dan penyakit autoimun pada kelenjar tiroid, rentan terhadap radiasi nuklir, dan beresiko terjadi hipertiroid yang sama bahayanya dengan hipotiroid (Susiana 2011). Asupan Zat Gizi dan Tingkat Kecukupan Gizi Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsiseseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu yaitu untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi. Almatsier (2002) menyatakan bahwa makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, sehingga tidak memadai
16 jumlah dan mutunya maka tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa sebagian besar asupan zat gizi contoh seperti energi, protein, Fe dan iodium tergolong cukup. Namun demikian masih terdapat beberapa zat gizi yang dikategorikan kurang yaitu vitamin A, vitamin C dan kalsium. Tingkat kecukupan energi tergolong pada normal dengan rata-rata asupan 1890 kkal. Selain dari pangan pokok dan pangan hewani, contoh umumnya mendapatkan makanan sumber energi dari makanan jajanan yang tinggi yang digoreng dan mengandung energi. Tingkat kecukupan protein tergolong lebih dengan rata-rata asupan 51.25 g, sebagian besar kecukupan protein ini berasal dari bahan pangan hewani terutama pangan laut. Hal ini karena kondisi wilayah tempat tinggal contoh yang dekat dengan pantai, sehingga pada umumnya bahan makanan masyarakat berasal dari hasil perikanan. Tingkat kecukupan zat besi (Fe) tergolong dalam kategori cukup dengan rata-rata asupan sebesar 19.23 mg, mengingat sebagian besar contoh lebih banyak mengonsumsi pangan sumber protein hewani. Sayogo (2007) menyatakan penyerapan zat besi heme yang umumnya terdapat pada pangan hewani lebih tinggi dibandingkan dengan sumber zat besi non heme. Tabel 12 Rata-rata asupan zat gizi contoh berdasarkan status iodium Asupan Energi (kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Iodium (mg)
Kurang 1884 46.8 544.0 41.9 306.6 27.3 30.0
Status Iodium Normal 2102 59.4 356.1 21.1 420.0 16.1 37.9
Rata-rata
Lebih 1686 47.6 318.1 21.1 310.0 14.3 37.7
1890 51.3 406.1 28.0 345.5 19.2 35.2
Tabel 13 Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi (TKG) contoh berdasarkan status iodium TKG (%) Energi Protein Vitamin A Vitamin C Kalsium Besi Iodium
Kurang 116.7 118.5 90.7 83.8 30.7 145.1 92.7
Status Iodium (%) Normal Lebih 126.7 98.6 148.0 113.9 59.3 53.3 40.8 41.5 42.0 31.5 102.7 83.4 145.2 133.9
Ratarata (%)
Kategori
114.0 126.8 67.8 55.4 34.7 110.4 123.9
Normal Lebih Kurang Kurang Kurang Cukup Cukup
Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium contoh tergolong kurang. Kecukupan kalsium contoh yang kurang diduga karena kebutuhan
17 kalsium pada usia contoh saat ini yang sangat membutuhkan kalsium tinggi (1000 mg) tidak diimbangi dengan asupan kalsium yang tinggi pula dari bahan pangan. Tingkat kecukupan vitamin A dan C contoh yang kurang disebabkan karena konsumsi sayur dan buah yang rendah. Anak-anak umumnya memang kurang menyukai sayur dan buah, dan lebih menyukai pangan yang digoreng dan jajanan. Anak sekolah biasanya mempunyai kebiasaan jajan yang didominasi makanan dengan karbohidrat tinggi tapi hanya mengandung sedikit protein, vitamin, mineral atau serat. Anak usia sekolah dasar (7-13 tahun) merupakan masa-masa pertumbuhan paling pesat kedua setelah masa balita. Kesehatan yang optimal akan meghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Asupan zat gizi yang baik diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental anak (Istiany dan Rusilanti 2013). Tingkat Kecukupan Energi Tingkat kecukupan energi adalah persentase asupan energi contoh yangdibandingkan dengan AKG 2004 yang sudah dikonversi sesuai berat badan masing-masing. Sebagian besar contoh, baik pria (35.4%) maupun wanita (37.7%) termasuk dalam kategori normal. Tingkat kecukupan energi contoh cukup bervariasikarena terdapat contoh yang tingkat kecukupan energinya defisit tingkat berat (14.8%) dan ada pula yang berlebih (26.1%). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan energi Defisiensi tingkat berat Defisiensi tingkat sedang Defisiensi tingkat ringan Normal Lebih Total
Laki-laki n % 10 9 7 23 16 65
15.4 13.8 10.8 35.4 24.6 100
Perempuan n 11 5 11 29 21 77
% 14.3 6.5 14.3 37.7 27.3 100
Total n 21 14 18 52 37 142
% 14.8 9.9 12.7 36.6 26.1 100
Tingkat Kecukupan Protein Tingkat kecukupan protein adalah jumlah asupan protein contoh dibandingkan dengan angka kecukupan protein yang terdapat pada AKG 2004 yang sudah dikonversi sesuai berat badan masing-masing. Jenis pangan sumber protein yang paling sering dikonsumsi yaitu protein hewani telur dan ikan laut. Karena kondisi tempat tinggal contoh dekat dengan pantai dan akses untuk mendapatkan pangan sumber protein hewani mudah sehingga tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh tergolong berlebih baik pria (38.5%) maupun wanita (46.8%). Namun demikian masih terdapat beberapa contoh, baik pria maupun wanita yang tergolong defisit berat (11.3%), defisit sedang (7.0%) dan defisit ringan (15.0%). Rata-rata tingkat kecukupan protein untuk wanita lebih tinggi dibandingkan pria, yaitu masing-masing 123.7% dan 117.8%. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Tabel 15.
18 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Protein Defisiensi tingkat berat Defisiensi tingkat sedang Defisiensi tingkat ringan Normal Lebih Total
Laki-laki n % 5 7 8 20 25 65
7.7 10.8 12.3 30.8 38.5 100
Perempuan n 11 3 7 20 36 77
% 14.3 3.9 9.1 26.0 46.8 100
Total n 16 10 15 40 61 142
% 11.3 7.0 10.6 28.2 43.0 100
Pangan Sumber Protein Protein merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh manusia. Protein berfungsi sebagai zat pembangun atau pertumbuhan dan zat pengatur tubuh. Protein anak usia 6-15 tahun banyak digunakan untuk pertumbuhan sel baru, pemeliharaan jaringan dan pengganti sel yang rusak (Devi 2012). Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan menjadi dua golongan yaitu protein hewani dan protein nabati. Sumber protein nabati antara lain adalah kacangkacangan, sedangkan sumber protein hewani antara lain adalah ikan, ayam, telur, daging dan susu. Berdasarkan hasil food recall 1x24 jam dengan pengulangan dua kali pada hari berbeda yang tidak berurutan, dapat diketahui bahwa kelompok bahan pangan sumber protein yang paling banyak dikonsumsi yaitu ikan dan hasil laut lainnya dengan konsumsi rata-rata yaitu 12.58 g/kapita/hari. Hasil ini diatas rata-rata konsumsi protein ikan nasional yaitu 7.7 g per kapita (BPS 2012). Tabel 16 menunjukkan bahwa pada contoh berstatus iodium kurang, normal dan lebih kelompok bahan pangan sumber protein yang paling banyak dikonsumsi yaitu ikan dan hasil laut. Hasil ini juga menunjukan bahwa semakin banyak protein dari ikan dan hasil laut lainnya yang dikonsumsi maka status iodium semakin berlebih. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial karena mengandung omega-3. Ikan mengandung 18% protein yang terdiri dari asamasam amino esensial yang tidak rusak pada waktu pemasakan. Ikan dan hasil laut lainnya juga merupakan bahan pangan sumber iodium. Rata-rata konsumsi pangan sumber protein contoh berdasarkan status iodium dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein berdasarkan status iodium Jenis pangan Daging Unggas Kacang-kacangan Ikan dan hasil laut Telur Susu dan olahannya Biskuit dan jajanan
Status Iodium (g/kapita/hari) Kurang Normal Lebih 4.08 3.12 3.68 6.60 7.45 8.95 3.69 5.12 5.06 8.66 13.93 15.15 6.88 5.55 5.75 4.72 2.82 3.62 6.26 5.04 5.23
19 Konsumsi Pangan Sumber Iodium Iodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan. Kandungan iodium pada buah dan sayur tergantung pada jenis tanah, jaringan hewan serta produk susu tergantung pada kandungan iodium dari pakan ternaknya sedangkan pangan asal laut diperoleh dari air laut. Asupan iodium pada manusia berasal dari makanan dan minuman yang berasal dari alam sekitarnya (Intje 2004). Sumber iodium lain adalah garam dan air yang difortifikasi. Garam termasuk bahan pangan pokok yang sering digunakan oleh masyarakat. Jenis garam yang di produksi berbeda tiap daerah dalam kandungan iodium dan bentuknya, hal ini tentunya berhubungan dengan kesukaan masyarakat sekitar. Konsumsi garam beriodium per hari per orang mendekati 10-12 gram dimana garam tersebut mengandung 76 µg iodium per gram (Intje 2004). Tabel 17 merupakan tabel konsumsi bahan pangan sumber iodium berdasarkan status iodium. Adapun jenis bahan pangan yang tercantum sudah diurutkan berdasarkan kadar iodium yang tertinggi didalam bahan pangan. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa bahan pangan sumber iodium yang paling banyak dikonsumsi yaitu kerang dengan rata-rata konsumsi yaitu 8.87 g/kapita/hari. Kandungan iodium didalam kerang yaitu 162 µg/takaran saji. Berdasarkan status iodium dapat dilihat bahwa pada beberapa bahan pangan, semakin banyak iodium dari bahan pangan yang dikonsumsi maka status iodium semakin berlebih. Tabel 17 Konsumsi bahan pangan sumber iodium berdasarkan status iodium Jenis pangan Kerang Udang Cumi Bandeng Salmon Kepiting Telur Susu
Kurang 1.24 5.75 0.00 0.00 0.39 0.00 0.04 0.17
Status iodium (g) Normal 12.08 6.30 0.38 3.81 7.98 0.45 0.19 0.71
Lebih 13.28 7.40 0.07 2.39 9.07 1.48 0.52 0.29
Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Iodium Frekuensi konsumsi pangan sumber iodium ditentukan dari bahan pangan yang tergolong sebagai pangan sumber iodium karena kandungan iodiumnya memenuhi 10% AKG iodium dalam tubuh. Distribusi contoh berdasarkan tingkat keseringan konsumsi pangan sumber iodium disajikan pada Tabel 18. Pangan sumber iodium yang paling sering dikonsumsi contoh dari semua jenis bahan pangan (>8 kali/bulan) adalah tahu/tempe (84.5%) dan telur (76.1%). Bahan pangan tersebut dikonsumsi setiap hari oleh sebagian besar contoh. Hal ini disebabkan oleh harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan jenispangan hewani yang lainnya. Bahan pangan sumber iodium hasil laut yang sering dikonsumsi yaitu ikan bandeng (18.3%) dan udang (14.8%). Rata-rata konsumsi ikan bendeng yaitu 5-6 kali/bulan dan udang 6-7 kali/bulan. Banyak pula contoh
20 yang mengkonsumsi susu dalam frekuensi sering, yaitu sebanyak 59.2% yaitu jenis susu kental manis karena harga yang lebih murah dibandingkan susu cair atau susu bubuk. Pada bahan pangan sumber iodium jenis pangan buah dan jajanan, yang paling sering dikonsumsi yaitu chiki (84.5%), biskuit (56.3%) dan jeruk (47.9%). Karena contoh merupakan anak-anak berusia sekolah sehingga hampir setiap hari anak-anak mengonsumsi jajanan seperti chiki dan biskuit. Konsumsi contoh terhadap bayam cukup besar, hal ini dikarenakan harga bayam yang relatif murah dan mudah diperoleh di pasar desa setempat. Selain itu, bayam sangat mudah dan cepat diolah. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium Pangan sumber iodium Kerang Udang Cumi Bandeng Salmon Kepiting Kakap Telur SKM Keju Sarden Hati sapi Hati ayam Tongkol Kembung Bayam Tahu/tempe Chiki Biskuit Rumput laut
Tidak pernah Sangat jarang Jarang Sering n % n % n % n % 27 19.01 13 9.15 99 69.72 3 2.11 17 11.97 2 1.41 105 73.94 18 12.68 134 94.37 1 0.70 3 2.11 4 2.82 84 59.15 2 1.41 30 21.13 26 18.31 132 92.96 2 1.41 8 5.63 0 0 29 20.42 9 6.34 88 61.97 16 11.27 57 40.14 11 7.75 66 46.48 8 5.63 2 1.41 0 0.00 32 22.54 108 76.06 9 6.34 0 0.00 49 34.51 84 59.15 88 61.97 1 0.70 45 31.69 8 5.63 40 28.17 14 9.86 79 55.63 9 6.34 101 71.13 14 9.86 26 18.31 1 0.70 33 23.24 5 3.52 81 57.04 23 16.20 109 76.76 2 1.41 22 15.49 9 6.34 132 92.96 1 0.70 5 3.52 4 2.82 14 9.86 0 0.00 60 42.25 68 47.89 2 1.41 0 0.00 20 14.08 120 84.51 4 2.82 0 0.00 17 11.97 121 85.21 12 8.45 0 0.00 49 34.51 81 57.04 74 52.11 14 9.86 41 28.87 13 9.15
Konsumsi Garam Garam beriodium adalah garam yang telah diiodisasi sesuai dengan SNI dan mengandung iodium ≥30 ppm untuk konsumsi manusia atau ternak dan industri pangan (Depkes 2010). Di masyarakat garam yang dikonsumsi adalah garam yang diperoleh dengan proses penguapan air laut maupun cara lain yang aman untuk digunakan sebagai bahan makanan.Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 69 tahun 1994 tentang pengadaan garam beriodium yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam penelitian ini ada 20 merek garam yang dikonsumsi oleh contoh dengan jenis dan kadar iodium yang berbeda. Jenis garam didasarkan pada bentuk garam, yaitu curah dan briket. Garam berbentuk curah disini adalah garam yang berbentuk kristal kasar dan yang sudah halus, biasanya
21 dibungkus rapi dalam kemasan sedangkan briket yaitu garam yang berbentuk bata atau kotak dengan ukuran tertentu. Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa jenis garam yang paling banyak dikonsumsi yaitu garam dengan merek GRT sebanyak 26.1%. Merek GRT ini terbagi menjadi GRT biasa (23.2%) dan GRT Super (2.8%). Perbandingan yang mengkonsumsi garam bata/briket dan garam curah cukup jauh. Bentuk garam merek GRT yang lebih banyak dikonsumsi adalah curah sebesar 24.0% sedangkan yang mengkonsumsi briket merek GRT sebesar 2.1%. Bentuk garam jenis curah banyak digunakan oleh rumah tangga karena bentuknya yang halus, mudah diperoleh diwarung dekat tempat tinggal, dan mudah dicampurkan kedalam masakan. Merek garam lain yang banyak dikonsumsi contoh adalah Daun yaitu sebanyak 23.2%. Berikut merupakan sebaran contoh berdasarkan jenis garam dan kadar iodium garam tang dikonsumsi yang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis garam dan kadar iodium garam yang dikonsumsi Merek Garam
Kadar Iodium Garam (ppm) Bata/briket
Mawar Samudra Jaya Surya Koki GRT GRT Super Ikan Daun JBL Gapuro Wali Reffina Jangkrik Menjangan Indo Cotis Badak Putra T Empang Cap 78 Garam meja Jaring Koi Tidak ada Merek Min-Max (ppm) Rata-rata±Stdev
Curah
14.30 10.60 6.30 32.80 8.70 22.20 10.20 18.00 12.15 12.20 22.75 20.69 13.80 4.20 20.60 1.10 15.90 45.50 16.90 10.60 7.40 8.80 6.30 5.00 14.50 8.10 1.1-45.5 13.1±9.7
Garam yang dikonsumsi Bata/Briket Curah n % n % 2 1.4 1 0.7 1 0.7 1 0.7 4 2.8 1 0.7 32 22.5 2 1.4 2 1.4 2 1.4 2 1.4 31 21.8 1 0.7 1 0.7 6 4.2 1 0.7 1 0.7 1 0.7 1 0.7 1 0.7 1 0.7 1 0.7 5 3.5 1 0.7 14 9.8 6 4.2 20 14.1 17
11.9
125
87.8
Kadar iodium garam yang dikonsumsi (ppm), baik briket maupun curah, sebagian besar kurang dari 30 ppm (Tabel 19). Rata-rata kadar iodium garam yang dikonsumsi hanya 13.1 ppm. Rendahnya kandungan iodium ini tidak memenuhi
22 Standar Nasional Indonesia yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu bekisar 30-80 ppm. Rendahnya kandungan iodium garam yang dikonsumsi rumah tangga ditambah rendahnya asupan bahan pangan sumber iodium akan menyebabkan gejala gangguan akibat kurang iodium seperti gondok, gangguan pertumbuhan fisik dan mental, serta hipotiroid juvenile (Depkes 2010). Garam dengan kadar iodium tertinggi yaitu garam dengan merek Indo Cotis dengan kandungan iodium garam sebesar 45.50 ppm sedangkan garam dengan kadar iodium terendah yaitu garam dengan merek Jangkrik dengan kandungan iodium garam hanya sebesar 1.10 ppm. Pengukuran kadar iodium garam dilakukan dengan metode titrasi. Hasilnya yaitu sebanyak 90.8% garam contoh yang dikonsumsi mengandung iodium kurang dari 30 ppm dan hanya 9.2% garam contoh yang mengandung iodium lebih besar dari 30 ppm (Tabel 20). Hasil ini sesuai dengan hasil dari Riskesdas (2007), yang menyatakan bahwa cakupan konsumsi garam mengandung cukup iodium (≥30 ppm) secara nasional yaitu 62.3% dan masih jauh dari target USI (Universal salt Iodization) yaitu 90%. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kadar iodium garam yang dikonsumsi Kadar Iodium Garam <30 ppm ≥30 ppm Total
n 129 13 142
% 90.8 9.2 100
Asupan Iodium Asupan iodium contoh didapatkan dari pangan sumber iodium dan garam beriodium. Asupan iodium yang berasal dari pangan diperoleh dengan menghitung frekuensi konsumsi pangan dikali dengan kandungan iodium dari tiap bahan pangan pertakaran saji. Sedangkan asupan iodium dari garam diperoleh dari kuantitas konsumsi garam per hari (g) dikali dengan kadar garam yang diuji. Asupan iodium berdasarkan AKG anak usia sekolah yaitu 120 µg. Kemudian dibagi menjadi tiga kategori yaitu <120 µg, 120-240 µg, dan >240 µg. Berdasarkan hasil yang diperoleh sumbangan iodium dari pangan sumber iodium terlihat lebih tinggi dibanding dengan sumbangan dari garam beriodium. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya tingkat frekuensi contoh dalam mengkonsumsi pangan sumber iodium dan tingginya kadar iodium suatu bahan pangan tersebut dibandingkan bahan pangan lainnya. Untuk wilayah didekat laut, sebagian iodium yang diperoleh dari tanah akan masuk ke dalam tanaman, hewan, dan produk pangan yang dihasilkan (Gibney et al. 2008). Pangan dari laut mempunyai kadar iodium yang sangat tinggi, sehingga walaupun dengan frekuensi yang sedikit, asupannya dapat mengimbangi bahkan melebihi asupan iodium dari pangan yang bukan berasal dari laut. Begitupula dengan sumbangan iodium dari garam, tinggi rendahnya sumbangan iodium dari garam dipengaruhi oleh kandungan iodium garam dan jumlah garam yang dikonsumsi per hari (gram). Walaupun asupan iodium dari garam rendah tetapi asupan iodium dari bahan pangan sumber iodium cukup, sehingga asupan iodium total dikategorikan cukup yaitu sebesar 45.8%. Berdasarkan status iodium dapat dilihat bahwa semakin banyak iodium dari bahan pangan yang dikonsumsi maka status iodium semakin berlebih Begitu pula dengan konsumsi iodium dari garam. Berdasarkan uji beda one way ANOVA,
23 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status iodium kurang, normal dan lebih. Berikut merupakan sebaran contoh berdasarkan asupan iodium yang disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Rata-rata asupan iodium contoh berdasarkan status iodium Sumber Iodium
Status Iodium Normal 120.57 46.77 167.33 170.66±25.90
Kurang 117.02 29.56 146.58
Makanan Garam Total Iodium Rata-rata±SD
Lebih 131.91 66.17 198.07
Tingkat Kecukupan Iodium Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan iodium dengan kategori cukup yaitu sebesar 81.7% (Tabel 22). Hal ini menunjukan bahwa didaerah pantai rata-rata tingkat kecukupannya iodiumnya tercukupi. Namun demikian masih terdapat contoh yang memiliki tingkat kecukupan iodium kurang. Hal ini diduga karena contoh kurang mengkonsumsi garam yang kadar iodiumnya sesuai dengan persyaratan yang sesuai dengan standar SNI yaitu ≥30 ppm. Konsumsi garam dengan kadar iodium yang rendah akan mempengaruhi sumbangan iodium untuk tingkat kecukupannya. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan Tingkat Kecukupan Iodium (TKY) TKY Kurang (<77%) Cukup (>77%) Total Rata-rata±SD
n 26 116 142
% 18.31 81.69 100 156.74%±133.33%
Hubungan antar Variabel Tingkat Kecukupan Protein dan Kadar Iodium Urin Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan kadar iodium urin (p<0.05, r=0.253). Hal ini menunjukan bahwa semakin rendah tingkat kecukupan protein maka semakin tinggi kadar iodium urin atau sebaliknya. Secara teoritis, rendahnya konsumsi protein, secara tidak langsung dapat menyebabkan rendahnya kadar iodium urin. Bitjoli (2010) menyatakan bahwa rendahnya unsur protein dalam serum akan menghambat transportasi hormon dari kelenjar tiroid yang dibutuhkan untuk merangsang produksi TSH. Rendahnya TSH akan memicu kelenjar tiroid untuk bekerja lebih keras sehingga hampir seluruh asupan iodium dipakai untuk sintesa hormon T3 dan T4 lalu di eksresikan ke dalam sirkulasi yaitu oleh ginjal ke dalam urin. Karena seluruh iodium telah digunakan sehingga jumlah iodium didalam urin sedikit (Susiana 2011). Hasil pada penelitian ini menunjukan hubungan yang negatif (r=-0.253), namun hubungan ini dapat dikatakan lemah. Hal ini diduga karena daerah
24 penelitian yang dekat dengan pantai sehingga konsumsi protein yang rendah tidak akan berpangaruh banyak terhadap kadar iodium urin. Tingginya kadar iodium urin berasal dari asupan pangan sumber iodium, asupan garam dan air minum. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada contoh dengan status gizi lebih memiliki persentase tingkat kecukupan protein lebih rendah dari contoh dengan status kurang dan normal. Hasil penelitian Santoso (2006), menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan EIU didaerah endemis GAKI. Konsumsi Bahan Pangan Sumber Protein dan Kadar Iodium Urin Berdasarkan uji korelasi Pearson terlihat hubungan beberapa bahan pangan sumber protein dengan kadar iodium urin. Bahan pangan sumber protein yang berhubungan dengan kadar iodium urin yaitu telur dan protein nabati seperti kacang-kacangan (p<0.05). Berdasarkan penelitian Remer et al. (2006), konsumsi telur, susu, ikan dan daging berpengaruh signifikan dengan kadar iodium urin 24 jam anak usia sekolah di Jerman. Adapun bahan pangan yang tidak berhubungan dengan kadar iodium urin pada penelitian ini yaitu daging, unggas, ikan, susu dan biskuit sumber protein (p>0.05) (Tabel 23). Hasil ini sesuai dengan penelitian Andersen et al. (2005), yang menyatakan bahwa susu tidak berpengaruh terhadap ekskresi iodium urin (p>0.05). Selain itu, Leung et al. (2011) juga menyatakan bahwa ikan tidak berhubungan dengan tingginya konsentrasi iodium urin (p>0.05) pada subjek dewasa di kawasan Boston. Tabel 23 Hasil uji korelasi pangan sumber protein dengan kadar iodium urin Pangansumber protein Daging Unggas Telur Kacang Ikan Susu Biskuit
r -0.132 -0.054 -0.215 -0.219 0.043 -0.154 0.042
p 0.373 0.666 0.025 0.017 0.661 0.139 0.652
Asupan Iodium Total dan Kadar Iodium Urin Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara asupan iodium total dengan kadar iodium urin (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa asupan iodium contoh tidak berpengaruh terhadap kadar iodium urin contoh. Perrine et al. (2013), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penambahan garam dapur pada makanan tidak berhubungan signifikan dengan rata-rata iodium urin pada anak-anak di Amerika. Hasil penelitian Zulaeka (2010), juga menunjukan tidak adanya hubungan antara tingkat konsumsi makanan sumber iodium dengan status iodium wanita usia subur. Kandungan iodium dalam suatu bahan pangan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kadar iodium dalam tubuh, tetapi kandungan iodium dalam bahan makanan juga tergantung dari kandungan organik tempat hidup (habitat) bahan makanan tersebut. Kandungan iodium dalam bahan makanan juga akan hilang atau berkurang akibat proses pengolahan. Pada daerah dataran rendah, asupan iodium bukan merupakan faktor risiko terjadi GAKI. Kadar iodium urin yang tinggi tidak hanya disebabkan dari asupan
25 makanan dan garam saja tetapi kandungan iodium tanah dan air yang dikonsumsi juga berpengaruh menyebabkan tingginya kadar iodium urin. Selain itu, faktor yang mempengaruhi kandungan iodium adalah pangan sumber goitrogenik, adanya vitamin dan mineral seperti besi, seng dan juga vitamin A serta infeksi cacing pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan absorpsi iodium disaluran cerna. Status Gizi dan Kadar Iodium Urin Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara status gizi baik yang diukur berdasarkan indeks z-score IMT/U maupun indeks z-score TB/U dengan kadar iodium urin contoh (p>0.05). Hasil ini menunjukan bahwa semakin baik status gizi contoh belum tentu akan memiliki status iodium yang baik pula yang dilihat dari kadar iodium urin contoh. Rusnelly (2006), menunjukan bahwa hasil uji pengaruh status gizi terhadap kejadian GAKI tidak berpengaruh signifikan. Status gizi seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah cadangan iodium dalam tubuh karena lemak adalah tempat penyimpanan sebagian besar cadangan iodium di dalam tubuh namun status gizi seseorang tidak hanya ditentukan oleh salah satu jenis zat gizi makronutrien atau mikronutiren saja, tetapi akumulasi dari beberapa jenis zat gizi yang berhubungan satu sama lain.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang tergolong normal baik menggunakan indeks IMT/U maupun indeks TB/U. Pengukuran status gizi menggunakan indeks IMT/U yang menggambarkan status gizi saat ini dan indeks TB/U yang memberikan gambaran status gizi masa lalu. Rata-rata status iodium contoh baik laki-laki maupun perempuan berada pada kategori kelebihan (rata-rata EIU 291 μg/L dan median 273.5 μg/L). Rata-rata asupan zat gizi contoh tergolong normal/cukup (energi, protein, Fe dan iodium). Namun masih terdapat beberapa zat gizi yang dikategorikan kurang yaitu vitamin A, vitamin C dan kalsium. Sebagian besar tingkat kecukupan protein dan iodium contoh tergolong pada kategori normal. Berdasarkan hasil recall dapat disimpulkan bahwa bahan pangan sumber protein yang paling banyak di konsumsi yaitu ikan dan hasil laut lainnya. Berdasarkan FFQ, dapat diketahui pangan sumber iodium yang paling sering dikonsumsi contoh dari semua jenis bahan pangan yaitu tahu/tempe sedangkan jenis pangan sumber iodium yang paling banyak dikonsumsi yaitu kerang. Asupan iodium total yang berasal dari asupan bahan pangan sumber iodium dan asupan garam menunjukan bahwa sebagian besar asupan iodium total dikategorikan cukup. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan semakin rendah tingkat kecukupan protein maka semakin tinggi kadar iodium urin.. Hasil uji korelasi juga menunjukan tidak adanya hubungan antara asupan iodium total dengan kadar iodium urin (p>0.05). Hal ini disebabkan karena, pada daerah dataran rendah, asupan iodium bukan merupakan faktor risiko terjadinya GAKI. Kadar iodium urin tidak memiliki hubungan dengan status gizi contoh, baik
26 dengan indeks TB/U (p=0.113) maupun indeks IMT/U (p=0.154). Hal ini menunjukkan bahwa baik atau buruknya status gizi contoh belum tentu dapat ditentukan oleh status iodium yang dimilikinya. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait. Saran Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu pada penentuan status iodium sebaiknya menggunakan metode lain agar dapat dibandingkan pengaruhnya terhadap asupan dan status gizi. Perlu diteliti lebih lanjut pada anak-anak yang mengalami kelebihan kadar iodium urin, karena diduga akibatnya akan sama dengan hipotiroid. Selain itu hasil penelitian disarankan untuk pemerintah agar lebih memerhatikan kadar iodium garam dan status iodium pada anak usia sekolah di daerah pantai yang tidak merata, dimana ditemukan status iodium yang berlebihan namun ditemukan pula anak dengan status iodium defisiensi.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Andersen S, Hvingel B, Kleinschmidt K, Jorgensen T, Laurberg P. 2005. Changes in iodine excretion in 50-69 y-old denizens of an arctic society in transition and iodine excretion as a biomarker of the frequency of consumption of traditional Inuit foods. Am J Clin Nutr. 81, 656-63. Bitjoli D, Haluan J, Simbolon D. 2010. Identifikasi Kondisi dan Status Gizi Masyarakat Pesisir Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal repository IPB. Briawan D & Madanijah S. 2008. Penilaian status gizi cara antropometri. Departemen Gizi Masyarakat. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Berita resmi statistik No. 06/01/Th. XVI. [internet]. [diacu 2013 Mei 5]. Tersedia dari: http://jabar.bps.go.id/. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat [internet]. [diacu 2013 Mei 3] Tersedia dari: www.depkes.go.id. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar [internet]. [diacu 2013 Mei 3] Tersedia dari: www.depkes.go.id. Devi N. 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta (ID) : Kompas Media Nusantara. Gibney et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford: Oxford University Press. Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. Tjandrasa M, Zajarsih M, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. .2004. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Erlangga.
27 Intje P. 2004. Mengenal iodium lebih jauh dan masalah gangguan akibat kurang iodium (GAKI). Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Istiany & Rusilanti 2013. Gizi Terapan. Bandung (ID): PT. Remaja Rosdakarya. Lemeshow S, David WH, Janelle K. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Pramoni D, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Leung AM, Lamar A, He X, Braverman LE, Pearce EN. 2011. Iodine status and thyroid function of Boston-area vegetarians and vegans. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 96 (8): E1303. Pemerintah Kabupaten Karawang. 2012. Karawang Dalam Angka. 2012 [internet]. [diacu 2013 Mei 3] Tersedia dari: http://karawangkab.go.id/ 2013-02-1503-29-32/2013-02-14-09-26-52/bab-1.html. Perrine CG, Sullivan KM, Flores R, Caldwell KL, Grummer-Strawn LM. 2013. Intakes of dairy products and dietary supplements are positively associated with iodine status among U.S. children. J Nutr. Jul;143(7):1155-60. doi: 10.3945/jn.113.176289. Puspitawati H. 2010. Pengaruh sosial ekonomi keluarga terhadap pola asuh belajar.Jurnal Ilmiah Keluarga dan Konsumen. ISSN: 1907-6037:46-55. Remer T, Fonteyn N, Alexy U, Berkemeyer S. 2006. Longitudinal examination of 24-h urinary iodine excretion in schoolchildren as a sensitive, hydration status–independent research tool for studying iodine status. Am J Clin Nutr. 83: 639-46. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar Indonesia. 2007. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) [internet]. [diacu 2013 April 30] Tersedia dari gizi.depkes.go.id/gaky/lb-gaky.pdf. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar Indonesia. 2007. Laporan Nasional Riskesdas 2007 [internet]. [diacu 2013 Mei 12] Tersedia dari www.depkes.go.id. Ristic-medic D, Piskackova Z, Hooper L, Ruprich J, Casgrain A, Ashton K, Pavlovic M, Glibetic M. 2009. Methods of assessment of iodine status in humans: a systematic review. Am J Clin Nutr. 89(suppl):2052S–69S. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Antropometri. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB. Rusnelly. 2006. Determinan kejadian gaky pada anak sekolah dasar di dataran rendah dan dataran tinggi kota pagar alam Propinsi Sumatera Selatan. [tesis]: program pascasarjana gizi masyarakat universitas diponegoro. Santoso E, Hadi H, Sudargo T. 2006. Hubungan antara konsumsi makanan goirogenik dan status iodium pada ibu hamil di Kecamatan endemis GAKI. Jurnal berita kedokteran masyarakat. 22(3): 93-99. Sayogo S. 2007. Gizi Ibu Hamil. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sediaoetama A. D. 1996. Ilmu Gizi Jilid 1. Jakarta: Bharata Karya Aksara. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanitasi Petani Sawah Beririgasi di Banjar Jawa Barat. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Susiana S. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ekskresi iodium urin (eiu) pada anak SD di SDN 1 Sumberejo Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora. skripsi: program studi ilmu gizi fakultas kedokteran universitas diponegoro. semarang. [WHO] World Health Organization. 2005. Assessment of IDD and monitoring their elimination, 2nd edition. Geneva: WHO.
28 ____. 2007. BMI for age (5-19 years) [internet][diacu 2013 Mei 3]. Tersedia dari: http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/. Zulaeka S & Yuliastuti I. 2010. Hubungan tingkat konsumsi zat gizi dengan status yodium pada wanita usia subur di daerah endemik GAKI. UMS Surakarta. Jurnal Kesehatan. ISSN 1979-7621, Vol.3, No. 1, Juni 2010: 66-77.
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
TB/U N
kadar iodium
asupan
urin
iodium
IMT/U
TKP
142
142
142
142
142
Mean
-1.3874
-.5896
290.9366
2.2003
1.2099E2
Std. Deviation
1.09557
1.36530
111.70543
.24913
5.24355E1
Absolute
.045
.058
.081
.047
.107
Positive
.045
.058
.081
.047
.107
Negative
-.041
-.040
-.061
-.032
-.079
Kolmogorov-Smirnov Z
.533
.688
.964
.561
1.270
Asymp. Sig. (2-tailed)
.939
.732
.310
.911
.080
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Lampiran 2 Uji Hubungan TKP dengan Kadar Iodium Urin Correlations TKP TKP
Pearson Correlation
kadar iodium urin 1
Sig. (2-tailed) N kadar iodium urin
Pearson Correlation
.023 142
142
-.253*
1
Sig. (2-tailed)
.023
N
142
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-.253*
142
29
Lampiran 3 Uji Hubungan Asupan Iodium Total dengan Kadar Iodium Urin Correlations kadar iodium urin kadar iodium urin
Pearson Correlation
asupan iodium
1
.019
Sig. (2-tailed)
asupan iodium
.819
N
142
142
Pearson Correlation
.019
1
Sig. (2-tailed)
.819
N
142
142
Lampiran 4 Uji Hubungan Status Gizi dengan Kadar Iodium Urin Correlations kadar iodium urin kadar iodium urin
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
TB/U
IMT/U
TB/U
IMT/U
.134
-.120
.113
.154
N
142
142
142
Pearson Correlation
.134
1
.137
Sig. (2-tailed)
.113
N
142
142
142
-.120
.137
1
Sig. (2-tailed)
.154
.103
N
142
142
Pearson Correlation
.103
142
30
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Serang, pada tanggal 15 Februari 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Taufik dan Nurmala Dewi. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK Alkhairriyyah Ramanuju (1996 – 1997), kemudian menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Simpang 3 (1997-1998) dan SD Negeri Pancoran (1998-2003), dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Kramatwatu, Serang (2003-2006) dan menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kramatwatu, Serang (2006-2009). Penulis diterima sebagai mahasiswa Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB angkatan 46 pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, antara lain UKM Lingkungan Seni Sunda Gentra Kaheman pada tahun 2010, Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) sebagai staff divisi Desain dan Infokom periode 2010/2011 dan sebagai ketua divisi Desain dan Infokom periode 2011/2012 serta Tim Redaksi Majalah Komunitas FEMA IPB pada tahun 2011 dan 2012. Penulis juga turut aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti, MPF (Masa Perkenalan Fakultas) FEMA “HERO 47”, MPD (Masa Perkenalan Departemen) Gizi Masyarakat “Energy 47” tahun 2011, Musyawarah Nasional ILMAGI tahun 2011, 5th E’SPENT (Ecology Sport And Art Event) tahun 2012, Nutrition Fair 2010 dan 2012, Seminar Populer “Kampanye Sarapan Sehat” pada tahun 2012, DoYouLead (Indonesian Young Food and Nutrition Leadership) 2013, serta Seminar Pangan dan Gizi 2013. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Metabolisme Zat Gizi, Pendidikan Gizi, dan Manajemen Jasa Makanan dan Gizi (MJMG) pada tahun 2013. Selain itu, pada tahun 2011 hingga 2013 penulis menjadi salah satu tim penyuluh Ajinomoto-IPB Nutrition Program (AINP) di SDN 02 Cijeruk, Bogor. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan hibah Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) dengan judul “Minuman Fungsional dengan Potensi Antioksidan dan Serat dari Daun Tanaman Lokal Berkhasiat Obat Sterculia Oblongata R. Brown” dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penulis pernah menerima beasiswa prestasi peningkatan akademik (PPA) pada semester 3 hingga semester 8. Pada tahun 2012 penulis berkesempatan mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Jolotigo, Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan selama hampir dua bulan. Selain itu penulis juga mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di RS Islam Jakarta Pondok Kopi pada tahun 2013.