SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP) Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya »Jl. Raya Darmo No. 68 - 78, Surabaya - Jawa Timur Selasa, 27 Agustus 2013. 1
HABIB ADJIE • NOTARIS – PPAT – PEJABAT LELANG KELAS II KOTA SURABAYA • JALAN TIDAR No. 244 KOTA SURABAYA. • TELP : 031 – 5483881 • FAX : 031 – 5469853. • 08121652894 • E-mail :
[email protected] • fb : Habib Adjie • twitter : adjieku61 • pin bb : 2AC92DC6 2 • WebBlog : habibadjie.dosen.narotama.ac.id
MATERI/RUANG LINGKUP RUU BHP (DALAM KONSIDERAN) Untuk memberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap : 1. pengurusan, 2.harta kekayaan dalam perwalian, 3. pengampuan, 4. ketidakhadiran, serta pengurusan harta peninggalan tidak terurus; 3
KEWENANGAN BHP (PASAL 1 ANGKA 1) Balai Harta Peninggalan adalah lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, harta peninggalan tidak terurus, pendaftaran surat wasiat, surat keterangan waris, kepailitan, titipan daluwarsa, dan dana transfer tunai yang tidak diklaim 4
DALAM RUU BHP TIDAK HANYA MENGATUR SEGALA HAL YANG BERKAITAN DENGAN HARTA PENINGGALAN YANG TIDAK TERURUS, TAPI JUGA (SECARA UMUM) MENGATUR MATERI YANG SEBENARNYA TELAH DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LAIN (Perwalian, Pengampuan, Ketidakhadiran). 5
BEBERAPA PASAL TERSEBUT DIBAWAH PERLU DITELAAH LEBIH LANJUT, ANTARA LAIN:
6
1. Pasal 3 Balai Harta Peninggalan menurut UndangUndang ini berlaku bagi warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia. 2. Pasal 9A Syarat badan hukum untuk dapat diangkat menjadi Wali harus: a. badan hukum Indonesia; dan a. tidak sedang dinyatakan pailit. 7
CATATAN : -Perlu diberi batasan keberlakuan BHP untuk Badan Hukum yang dimaksud dalam pasal tersebut, karena badan hukum Indonesia bisa : Perseroan Terbatas, Yayasan, Perkumpulan, Partai Politik, Dana Pensiun, Koperasi, Perkumpulan Satuan Penghuni Rumah Susun, Koperasi -Apakah untuk semua Badan Hukum tersebut ataukah perlu dibatasi ? Misalnya untuk Badan Hukum yang nirlaba saja : Yayasan, Perkumpulan.
8
3. Pasal 15 (1) Perwalian berakhir jika: a. anak dalam perwalian sudah dewasa atau melangsungkan perkawinan; b. Wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dicabut kekuasaannya sebagai wali berdasarkan penetapan pengadilan; atau c. anak dalam perwalian meninggal dunia. (2) Berakhirnya perwalian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal berakhirnya perwalian. 9
CATATAN : -Perlu diatur jika ternyata Wali (orang –
meninggal dunia, badan hukum – pailit/dilikuidasi) sedangkan anak masih membutuhkan Wali. -Siapakah yang akan melanjutkan Perwalian tersebut ? Apakah diangkat Wali Baru ? Siapa yang mengangkatnya ? Ataukan jika terjadi serta merta menjadi wewenang BHP ? 10
4. Pasal 19 (1) Wanita yang sedang hamil dan perkawinannya putus karena suaminya meninggal, untuk mengurus kepentingan anak dalam kandungan Balai Harta Peninggalan dapat diangkat menjadi pengampu.
11
CATATAN : -Subtansi pasal tersebut hanya mengatur untuk wanita sedang hamil – menikah – suaminya meninggal – demi kepentingan anak BHP dapat diangkat jadi Pengampu. -Apakah Perkawinan tersebut hanya untuk perkawinan yang tercatat di Catatan Sipil/KUA saja ? Bagaimana dengan Perkawinan yang tidak tercatat di Catatan Sipil/KUA ? -Bagaimana dengan perempuan hamil dan tidak menikah dan suaminya tidak diketahui ? 12
5. Pasal 1 Angka 14 RUU BHP : Surat Keterangan Hak Waris adalah surat keterangan yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang tentang susunan ahli waris dan pembagian warisan.
13
TIMBUL PERTANYAAN : 1.SIAPAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN PEJABAT YANG BERWENANG DALAM PASAL 1 ANGKA 14 TERSEBUT ? 2. TEPATKAH SURAT KETERANGAN WARIS BERISI TENTANG SUSUNAN AHLI WARIS DAN BAGIANNYA MASING-MASING ? 14
KEWENANGAN BHP MEMBUAT SURAT KETERANGAN WARIS Pasal 36 Balai Harta Peninggalan berwenang membuat Surat Keterangan Hak Waris. Pasal 38 Ketentuan mengenai Surat Keterangan Hak Waris lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri.
15
KEWENANGAN BHP SEBAGAIMANA TERSEBUT DALAM PASAL 36 RUU BHP PERLU DIPERTANYAKAN : APAKAH KEWENANGAN TERSEBUT BERLAKU UNTUK WARGA NEGARA INDONESIA DARI ETNIS TERTENTU ? (KEWENANGAN BHP YANG LAMA HANYA MEMBUAT SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK WNI TIMUR ASING (BUKAN TIONGHOA) ATAUKAH : UNTUK SELURUH WARGA NEGARA INDONESIA (TANPA MELIHAT ETNIS/GOLONGAN PENDUDUK)..? JIKA UNTUK SELURUH WNI, SANGGUPKAH BHP MELAYANINYA ? 16
1. APAKAH PEJABAT YANG DIMAKSUD DALAM PASAL 1 ANGKA 14 RUU BHP ADALAHG BHP .. ? 2. BUKANKAH DI INDONESIA MASIH ADA PLURALISME MATERIL HUKUM WARIS ? TEPATKAH JIKA KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT BHP MENCANTUMKAN BAGIAN MASING-MASING BERDASARKAN AGAMA/ADAT/BW… ? 17
DASAR HUKUM (SAAT INI/HUKUM POSITIF) PEMBUATAN KETERANGAN WARIS UNTUK WARGA NEGARA INDONESIA
Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menegaskan, bahwa yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dalam Penjelasan Pasal 2 tersebut, ditegaskan pula bahwa yang dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. Dengan demikian bahwa bangsa Indonesia asli tidak didasarkan kepada suku atau etnis tertentu saja, tapi adalah mereka telah menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya di bumi Indonesia dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas keinginan atau kehendak sendiri.
19
Pada sisi yang lain kelahiran Undang-undang Kewarganegaraan tersebut memberikan dampak hukum yang lain, yaitu terhadap kedudukan aturan hukum yang diberlakukan berdasarkan etnis tertentu, dalam arti bagaimana kedudukan aturan hukum yang diberlakukan berdasarkan etnis paska berlakunya Undangundang Kewarganegaraan tersebut..? Apakah aturan hukum tersebut masih berlaku secara imperatif, fakultatif atau alternatif…? Sebagai contoh bahwa B.W. pada awal berlakunya hanya untuk golongan atau etnis tertentu, yaitu berdasarkan S. 1847 – 23 yang menegaskan bahwa B.W. hanya berlaku bagi : (1) orang-orang Eropa; (2) orang-orang Indonesia turunan Eropa; dan (3) orang-orang yang disamakan dengan orang-orang Eropa, yaitu mereka yang pada saat itu beragama Kristen. Kemudian ketentuan tersebut berlaku pula kepada atau berdasarkan golongan penduduk yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda (Pasal 163 IS), bahwa penduduk di Hindia Belanda dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu (1) Golongan Eropa; (2) Golongan Timur Asing, dan (3) Golongan Bumiputera/Indonesia Asli. 20
Berdasarkan etnis/golongan penduduk tersebut sejak tahun 1919 terhadap Golongan Timur Asing, antara lain Cina dikenakan hampir seluruh ketentuan dalam B.W. dan Wv.K. dan terhadap Golongan Timur Asing bukan Cina diberlakukan B.W. mengenai Hukum Harta Kekayaan, disamping berlaku pula hukum dari asal negara mereka, dan untuk golongan Indonesia Asli berlaku Hukum Adat. Meskipun kemudian Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Surat Edaran nomor 3/1963, tanggal 5 September 1963, menganggap B.W. tidak sebagai undangundang, melainkan sebagai suatu dokumen yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum yang tidak tertulis. Dengan berlakunya Undang-undang Kewarganegaraan tersebut, maka semua aturan hukum yang berlaku untuk etnis tertentu secara imperatif sudah tidak berlaku lagi untuk golongan penduduk atau etnis tertentu, tapi aturan hukum tersebut bersifat alternatif atau fakultatif saja untuk Warga Negara Indonesia.
21
KETERANGAN HAK WARIS keterangan yang menerangkan/membuktikan siapa yang meninggal dunia, bagaimana status perkawinannya semasa hayatnya, siapa keluarga yang ditinggalkan atau ahliwaris yang ditunjuknya, siapa sebagai ahli waris dari siapa, dan tidak perlu mencantumkan hak/bagian para ahli waris.
Diskriminasi dalam pembuatan bukti sebagai ahli waris yang masih berdasarkan etnis (suku/golongan penduduk Indonesia) juga masih terdapat dalam : (a) Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jendral Agaria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster), tanggal 20 Desember 1969, nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan, dan (b) Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dalam 49 ayat (1) huruf (b) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama juncto Pasal 49 Undangundang Nomor 3 Tahun 2006, bahwa kewenangan Pengadilan Agama, antara lain menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Kewarisan. Bahwa bidang Kewarisan yang dimaksud antara lain “penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris dan penentuan bagian masing-masing ahli waris”. Substansi pasal tersebut menentukan bahwa untuk Warga Negara Indonesia yang beragama Islam (tidak melihat dari etnis/ras/suku bangsa), untuk menentukan keahliwarisannya (siapa sebagai ahli waris dari siapa dan hak/bagiannya) dapat mengajukan Permohonan Penetapan (Fatwa Waris) ke pengadilan agama setempat.
1. Bagi Golongan Eropah dibuat oleh Notaris. 2. Bagi Golongan Penduduk Asli (Bumiputra) dibuat dan ditanda-tangani oleh para ahliwaris sendiri, disaksikan oleh Lurah dan diketahui oleh Camat. 3. Bagi Golongan Timur Asing China dibuat oleh Notaris 4. Bagi Golongan Timur Asing Lain diterbitkan oleh BHP.
KESIMPULAN 1. Secara Normatif – Imperatif – Istimewa (untuk WNI beretnis Tionghoa/Cina) Notaris berwenang membuat Akta Keterangan Hak Waris. Pasal 15 ayat (1) UUJN sebagai perbuatan / tindakkan hukum yang diperintahkan peraturan perundangundangan. 2. Untuk WNI – pribumi dibuat dibawah tangan oleh para ahli warisnya yang kemudian disaksikan/dikuatkan oleh Kepada Desa/Lurah dan Camat di tempat tinggal terakhir pewaris.
3. Untuk WNI – beragama Islam dari Pengadilan Agama (Dalam 49 ayat (1) huruf (b) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama juncto Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, bahwa kewenangan Pengadilan Agama, antara lain menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di bidang Kewarisan. Bahwa bidang Kewarisan yang dimaksud antara lain “penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris dan penentuan bagian masing-masing ahli waris”. 4. Untuk WNI (selain Cina / Tionghoa dan pribumi) dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (BHP).
AGAR ADA UNIFIKASI HUKUM DALAM PEMBUATAN SURAT/AKTA KETERANGAN WARIS : 1. SEBAIKNYA BHP TIDAK PERLU MEMPUNYAI KEWENANGAN UNTUK MEMBUAT SURAT KETERANGAN WARIS. 2. SEBAIKNYA TENTUKAN/TUNJUK SATU PEJABAT SAJA YANG BERWENANG MEMBUAT AKTA/SURAT KETERANGAN WARIS, MISALNYA NOTARIS UNTUK SELURUH WARGA NEGARA INDONESIA. 28
DISARANKAN AGAR : 1. Pasal 1 Angka 14 RUU BHP diubah menjadi : Surat Keterangan Hak Waris adalah surat keterangan tentang susunan ahli waris yang dibuat di hadapan Notaris.
29
2. Pasal 36 dan Pasal 38 diubah menjadi : Pasal 36 Notaris berwenang membuat Surat atau Akta Keterangan Hak Waris. Pasal 38 Surat atau Akta Keterangan Waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 bagi Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dengan Fatwa Waris dari Pengadilan Agama. (Pasal 37 dihapus) 30
Untuk Pasal 36 diberikan Penjelasan sebagai berikut : Bahwa Surat atau Akta Keterangan Waris hanya mencantumkan siapa sebagai ahli waris dari siapa, dan dalam Surat atau Keterangan Waris tersebut tidak perlu menyebutkan bagian masingmasing ahli waris. Bahwa bagian masing-masing ahli waris tergantung pada agama/adat/peraturan perundang-undangan tentang kewarisan atau kesepakatan para ahli waris.
31
6. Pasal 39 (1) Notaris
yang membuat dan/atau menyimpan surat wasiat wajib melaporkan kepada Menteri untuk dimuat ke dalam daftar khusus surat wasiat.
32
CATATAN :
-Kewajiban Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 ayat (1) telah diatur sebagai Kewajiban Notaris yang tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h, i dan j UUJN. -Sebaiknya Pasal 19 ayat (1) tersebut dicabut saja agar tidak terjadi pengaturan ganda dengan Pasal Pasal 16 ayat (1) huruf h, i dan j UUJN. 33
BAHWA SUBTANSI RUU BHP TERNYATA JUGA MENGATUR DAN BERKAITAN DENGAN ; 1. Perwalian, 2. Pengampuan, 3. Ketidakhadiran 4. Harta Peninggalan Yang Tidak Terurus YANG TELAH ADA/DIATUR DALAM KUHPERDATA : 34
1. PERWALIAN (Pasal 331 – 344 KUHPerdata, Pasal 50 – 54 UU Perkawinan, UU Perlindungan Anak). 2. PENGAMPUAN (Pasal 433 – 462 KUHPerdata) 3. KETIDAKHADIRAN (Pasal 463 KUHPerdata). 5. Harta Peninggalan Yang Tidak Terurus (Pasal 1126 – 1139 KUHPerdata) 35
BAHWA DALAM : 1. Instustie voor de Weeskamer in Indonesie (Ordanantie van 5 Oktober 1872, Stb.1872 Nomor 166). 2. Vereeniging toteene regeling van het de kassen der weeskamers en der boedelkamers en regelling van het beheer dier Kassen (Ordonantie van 9 September 1897, Stb.1897 Nomor 231). PENGATURAN/PENGERTIAN TENTANG : Perwalian, Pengampuan, Ketidakhadiran, TETAP MENUNJUK KEPADA PASAL-PASAL YANG BERKAITAN DALAM KUHPERDATA. 36
TIMBUL PERTANYAAN : 1. APAKAH UU BHP AKAN TETAP MEMBERLAKUKAN/MENUNJUK KETENTUAN DALAM KUHPerdata MENGENAI : Perwalian, Pengampuan, Ketidakhadiran, (termasuk Bab 18, Pasal 1126 – 1139 KUHPerdata : Harta Peninggalan Yang Tidak Terurus) ATAU : 2. APAKAH AKAN MENCABUT PASAL-PASAL TERSEBUT KARENA AKAN DIATUR DALAM UU BHP ? 37
SOLUSI : AGAR TIDAK ADA PENGATURAN GANDA MENGENAI Perwalian, Pengampuan, Ketidakhadiran, Harta Peninggalan Yang Tidak Terurus YANG TERSEBUT DALAM KUHPerdata (DAN UU PERKAWINAN DAN UU PERLINDUNGAN ANAK UNTUK PERWALIAN) SERTA AGAR UNIFIKASI MENGENAI HAL TERSEBUT LEBIH BAIK PENGATURAN MENGENAI Perwalian, Pengampuan, Ketidakhadiran , Harta Peninggalan Yang Tidak Terurus YANG TERSEBUT DALAM KUHPerdata DAN UU PERKAWINAN – UU PERLINDUNGAN ANAK UNTUK DICABUT/DINYATAKAN TIDAK BERLAKU 38
TERIMAKASIH DAN SUKSES UNTUK KITA SEMUA
39