SOSIALISASI DAN GELAR TEKNOLOGI BUDI DAYA KEDELAI DI KAWASAN HUTAN DI JAWA TENGAH Tri Sudaryono, Bambang Prayudi, Suprapto, Teguh Prasetyo, Agus Hermawan dan Yulianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Bukit Tegalepek, Sidomulyo KP 101 Ungaran 50501, Email :
[email protected]
ABSTRAK Pada awal tahun 2010, impor kedelai Indonesia masih cukup tinggi yaitu sekitar satu juta ton, 0,2 juta ton diantaranya diimpor oleh Bulog dan sisanya oleh pihak swasta. Kondisi ini mengindikasikan bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mencapai swasembada kedelai masih menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu terobosan peningkatan areal tanam kedelai adalah di areal hutan Perum Perhutani dengan tegakan muda (1–4 tahun) yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Hal ini bermanfaat dalam mendukung terwujudnya swasembada kedelai tahun 2014, pemanfaatan lahan-lahan sub optimal, menekan kuota impor kedelai, dan peningkatan kesejahteraan petani sekitar hutan. Potensi lahan untuk pengembangan tanaman pangan termasuk kedelai di areal hutan Perhutani Unit I Jawa Tengah seluas 41.039,70 ha, sedangkan target untuk pengembangan kedelai pada tahun 2012 adalah seluas 800,20 ha. Untuk mewujudkan besarnya potensi areal hutan Perum Perhutani tersebut sebagai areal produsen kedelai, telah dilaksanakan sosialisasi gelar teknologi budi daya kedelai di kawasan hutan jati muda di Gesa Guwo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, dalam areal KPH Telawa, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, pada Maret – Juni 2012; yang merupakan kerjasama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPTP Jawa Tengah, Balitkabi) dengan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Boyolali. Kegiatan tersebut melibatkan 23 petani koperator di sekitar hutan dengan luas tanam 6,5 ha, menggunakan varietas Grobogan, Anjasmoro dan Argomulyo. Jarak tanam jati 3 X 3 m, okupasi per ha lahan untuk kedelai seluas 0,67 ha. Rata-rata produktivitas yang dicapai untuk varietas Grobogan sebesar 1,61 t/ha setara dengan 2,40 t/ha monokultur kedelai; Anjasmoro sebesar 1,74 t/ha setara dengan 2,59 t/ha monokultur kedelai; dan Argomulyo 1,60 /ha setara dengan 2,39 t/ha monokultur kedelai. Respons terhadap kegiatan tersebut dari masyarakat petani sekitar hutan, Manajemen Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Boyolali sangat baik. Produksi kedelai tersebut semuanya telah ditampung oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali untuk dijadikan benih bagi lahan sawah pada MK II. Kata kunci : sosialisasi, teknologi, kedelai, kawasan hutan
ABSTRACT Socialization and dissemination of soybean cultivation technology at forest area in Central Java. One effort to increase soybean planting areas is the use of forest area under young teak trees (1 – 4 years old) belongs to Perum Perhutani Unit I Central Java which managed by Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). This activity is urgent to some extents i.e. supporting the realization of soybean self-sufficiency in 2014, the utilization of sub-optimal soils, decrease of the amount of imported soybean, and the increase of farmer’s welfare surrounding forest areas. There are about 41,039.70 ha of areas belongs to Perum Perhutani Unit I Central Java that potential for developing food crops i.e. soybean, whereas in 2012 it is targeted for 800.2 ha of planted area only. To promote those areas becoming soybean areas, the program on socialization and technology dissemination of soybean cultivation activities at
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
323
Guwo Village, Kemusu District, Boyolali Region under Telawa Forestry Management, was undertaken. This activity was done by Agency Agriculture Research and Development, Perum Perhutani Unit I Central Java and Boyolali Regency Government, started in March and finished in June 2012. The activities involved 23 cooperator farmers; served up to 6.5 ha, using Grobogan, Anjasmoro and Argomulyo varieties. Productivity of Grobogan, Anjasmoro and Argomulyo under intercropping with teak trees were 1.6 t, 1.7 t, and Argomulyo 1.6 t ha-1, respectively. Farmers in the surrounding forest, Perum Perhutani, and The Regional Government got impressed with these activities and will develop the program next year. All soybean seeds have been taken by Boyolali Regency Government, and will be planted at wetland areas on the second period of dry season. Key words: Socialization, technology, soybean, forest area
PENDAHULUAN Dalam lima tahun terakhir, produksi kedelai nasional hanya dapat memenuhi 35−40% dari kebutuhan nasional. Produksi kedelai tahun 2009 sebanyak 972,95 ribu ton biji kering, dibandingkan produksi tahun 2008, terjadi kenaikan sebesar 197,24 ribu ton (25,43%). Namun pada tahun 2010 produksi mengalami penurunan sebanyak 1,07 %, menjadi 962,54 ribu ton biji kering atau terjadi penurunan sebanyak 10,41 ribu ton. Penurunan produksi tahun 2010 disebabkan oleh turunnya luas panen sebesar 12,43 ribu ha (1,72%) sebagai dampak perubahan iklim yang ekstrim, sedangkan rata–rata produktivitas diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8 kg/ha atau 0,59% (Adisarwanto 2010). Berbagai upaya untuk menekan laju impor kedelai telah dilakukan antara lain melalui peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, perbaikan akses pasar, pengembangan insentif harga dan pengembangan infrastruktur, serta kelembagaan permodalan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Pada kenyataannya memasuki awal tahun 2010 impor kedelai Indonesia masih tinggi yaitu sekitar 1 juta ton, yang 0,2 juta ton diimpor oleh Bulog dan sisanya oleh swasta. Kondisi ini mengindikasikan bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut di atas masih menghadapi berbagai permasalahan. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah sentra produksi kedelai dengan kontribusi sebesar 14,2% terhadap produksi kedelai nasional, sehingga diharapkan dapat berperan dalam memenuhi target produksi nasional menuju swasembada kedelai 2014. Sejak tahun 2008, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah telah melakukan upaya-upaya untuk peningkatan produksi kedelai, antara lain melalui program percepatan penerapan peningkatan mutu intensifikasi (P4MI) dan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), mendorong optimalisasi pemanfaatan lahan, perluasan areal tanam, pengembangan penangkar dan produsen benih kedelai, serta memantapkan sistem jaringan benih antar lapang (Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah 2008 ). Namun demikian peningkatan produksi yang telah dicapai belum dapat mengimbangi peningkatan laju permintaan. Upaya pengembangan kedelai yang lebih nyata diarahkan melalui peningkatan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) di lahan sawah irigasi dan tadah hujan, lahan kering yang diberakan dengan sistem monokultur maupun tumpangsari, areal tanam perkebunan, serta hutan yang belum menghasilkan (tegakan muda); sementara peningkatan produktivitas dilakukan melalui penggunaan varietas unggul bermutu serta budi daya kedelai 324
Sudaryono et al.: Gelar Teknologi Budi Daya Kedelai di Kawasan Hutan Jawa Tengah
yang baik dan benar. Perluasan areal dan peningkatan produktivitas masih terkendala dengan nilai kompetitif kedelai dengan komoditas pangan lainnya, terlebih pada areal tanam sawah irigasi, tadah hujan dan di lahan kering (Prasetyo 2011). Salah satu terobosan peningkatan areal kedelai adalah di areal hutan Perum Perhutani yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Potensi lahan untuk pengembangan tanaman pangan termasuk kedelai di areal hutan perhutani Jawa Tengah seluas 41.039,70 ha, sedangkan target untuk pengembangan kedelai pada tahun 2012 adalah seluas 800,20 ha. Sebagai sarana untuk mendiseminasikan inovasi teknologi budi daya kedelai di kawasan hutan diperlukan pelatihan, gelar teknologi budi daya kedelai dan temu lapang, supaya petani di daerah kawasan hutan mampu mempraktekkannya. Tujuan kegiatan untuk mensosialisasikan inovasi teknologi budidaya kedelai dan mendiseminasikan teknologi produksi kedelai di kawasan hutan dengan tegakan jati muda (1–4 tahun) melalui gelar teknologi.
METODOLOGI Sosialisasi dan Penentuan Lokasi Kegiatan Koordinasi dan konsultasi dilakukan dengan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dilanjutkan ke Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa di Boyolali. Bersama petugas KPH Telawa yang ditunjuk, melakukan peninjauan lokasi yang memenuhi syarat mengenai kesesuaian lahan untuk usahatani kedelai, partisipasi petani dan kemudahan akses untuk keperluan diseminasi. Selanjutnya melaksanakan sosialisasi kegiatan baik kepada aparat Perum Perhutani maupun para petani calon koperator pelaksana kegiatan, untuk menyamakan persepsi tentang tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut. Gelar teknologi budidaya kedelai di kawasan hutan Gelar teknologi di kawasan hutan dilaksanakan pada bulan Maret−Juni 2012, mengikuti waktu tanam setempat pada MK I 2012, di kawasan hutan jati muda di wilayah Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, KPH Telawa, sesuai dengan program perluasan areal kedelai di kawasan hutan. Gelar teknologi budi daya di laksanakan seluas 6,5 ha dengan melibatkan 23 petani koperator. Paket teknologi budidaya kedelai yang diimplementasikan di lahan kering di bawah tegakan jati muda pada pola tanam kedua setelah jagung dan atau padi gogo adalah : (1) benih bermutu dengan daya tumbuh > 90%, (2) varietas yang di tanam adalah Argomulyo, Anjasmoro dan Grobogan, (3) tanpa olah tanah, (4). penggunaan pupuk organik, (5) jarak tanam 40 cm x 15 cm, (6) pemupukan dengan 25 kg Urea/ha dan 250 kg Phonska/ha, (7) pengendalian gulma dilakukan seminggu sebelum tanam dengan herbisida dan pada umur 2-3 MST serta secara manual pada 6-7 MST, (8) pengendalian hama dan penyakit tanaman didasarkan atas dasar hasil pemantauan, (9) panen apabila polong sudah berwarna kecoklatan dan sudah kering, (10) penanganan pasca panen (pengeringan dengan sinar matahari dan penyimpanan dalam karung plastik). Pengambilan data agronomi dan sosial ekonomi dilakukan secara periodik dan dianalisis sesuai peruntukannya. Temu lapang Temu lapang dilaksanakan dengan jumlah peserta 250 orang yang melibatkan Gubernur Jawa Tengah, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Badan Litbang Pertanian, Bupati Boyolali, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pertanian Kabupaten Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
325
Boyolali, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Boyolali, petani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), peneliti dan penyuluh. Acara pokok panen, temu lapang, temu wicara dilaksanakan di lokasi gelar teknologi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sosialisasi dan Penentuan Lokasi Kegiatan Koordinasi dan konsultasi dengan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah memberikan hasil yang menggembirakan, bahwa Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah menyambut baik kegiatan sosialisasi dan gelar teknologi budi daya kedelai di kawasan hutan, karena lahan hutan dengan tegakan jati muda sangat potensial untuk produksi kedelai. Sesuai dengan persyaratan yang diminta, pada kesempatan ini terpilih lokasi kegiatan di Petak 89 A, RPH Ngrombo, BKPH Guwo, KPH Telawa yang terletak di Desa Guwo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali. Pelaksanaan kegiatan juga memperoleh dukungan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, serta Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali. Pada pelaksanaan sosialisasi yang diadakan di KPH Telawa dihadiri oleh 100 peserta yang terdiri atas manajemen Perum Perhutani Unit I, Administratur KPH Telawa, Penyuluh Pertanian/Kehutanan Kabupaten Boyolali, Petani LMDH, peneliti dan penyuluh lingkup Badan Litbang Pertanian (BPTP Jawa Tengah dan Balitkabi). Sosialisasi tersebut disertai dengan diskusi interaktif terungkap bahwa pengetahuan penyuluh tingkat kabupaten dan petani LMDH mengenai budidaya kedelai masih perlu ditingkatkan, terutama inovasi teknologi budidaya kedelai yang mutakhir (pengelolaan tanaman terpadu – PTT kedelai). Sosialisasi dilanjutkan dengan peninjauan lapangan (lokasi gelar teknologi) disertai dengan diskusi. Dengan sosialisasi tersebut diharapkan terjadi transfer teknologi dari para peneliti kepada penyuluh pertanian/kehutanan Kabupaten Boyolali. Gelar teknologi budidaya kedelai di kawasan hutan Kondisi lahan merupakan lahan yang sebelumnya ditanami oleh petani LMDH dengan padi gogo dan jagung. Pertumbuhan maupun hasil yang dicapai cukup baik, dengan hasil rata-rata padi gogo 3,24 t/ha dan jagung 4,85 t/ha. Oleh karena ketersediaan air di lahan sangat tergantung pada curah hujan, penanaman dilakukan sesegera mungkin setelah panen padi gogo dan jagung, dengan memanfaatkan jerami padi gogo dan jagung sebagai mulsa. Dengan jarak tanam jati 3 x 3 m, maka okupasi lahan yang dapat ditanami kedelai dalam satu ha mencapai 0,67 ha saja. Hasil keragaan agronomis masing-masing varietas kedelai dalam gelar teknologi tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Keragaan agronomis tiga varietas kedelai pada gelar teknologi, Telawa, MK I 2012 Varietas Grobogan Anjasmoro Argomulyo
Tinggi tanaman (cm) 51,2 73,7 53,8
Umur panen (hari) 74 84 76
Jumlah polong isi/tan 47 64 46
Jumlah polong hampa/tan 1 1 1
Hasil di bawah jati muda (t/0,67 ha) 1,6 1,7 1,6
Hasil setara monokultur (t/ha) 2,4 2,6 2,4
Varietas Anjasmoro secara fisik lebih tinggi dan memiliki umur panen yang lebih panjang dibanding varietas Grobogan dan Argomulyo. Kondisi tersebut membuat varietas Anjasmoro berpeluang melakukan proses fotosintesis yang lebih maksimal, disertai 326
Sudaryono et al.: Gelar Teknologi Budi Daya Kedelai di Kawasan Hutan Jawa Tengah
pembentukan jumlah polong yang juga lebih banyak daripada dua varietas lainnya. Jumlah polong isi ketiga varietas tersebut di atas 97-98%, yang berarti proses fotosintesis berlangsung maksimal, dan kondisi organisme pengganggu utama dikendalikan dengan baik. Pengendalian OPT utama tersebut di atas menggunakan karbosulfan 25,53% sebagai perawatan benih untuk mengendalikan hama lalat bibit, sekali penyemprotan dengan beta sipermetrin 15 g/l untuk mengendalikan hama perusak daun, dan dua kali penyemprotan dengan deltametrin 25 g/l untuk mengendalikan hama pengisap polong, sesuai dengan anjuran Marwoto et al. (2011). Dibangunnya embung-embung kecil sebagai penampung air hujan dari bahan terpal plastik ternyata sangat bermanfaat dalam proses pengendalian OPT utama (sebagai pelarut pestisida). Manfaat lain embung-embung kecil tersebut adalah untuk kenservasi air sehingga erosi permukaan dapat diminimalkan (Adi et al. 2003; Utami et al. 2007; Suprapto et al. 2011), serta dapat digunakan untuk memelihara ikan dalam skala kecil. Satu buah embung dapat dimanfaatkan untuk 2 ha lahan kedelai. Hasil kedelai yang dipanen telah ditampung oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali dengan harga Rp 7.000,- /kg (saat itu harga di pasar umum antara Rp 6.500,- - Rp 6.000), yang selanjutnya dilakukan sortasi supaya dapat dijadikan benih untuk MK II di lahan sawah. Hasil analisis finansial usahatani kedelai menurut harga di pasar umum (Rp 6.000) tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. No. I
II III IV V
Analisis finansial usahatani kedelai di lahan kering kawasan hutan jati muda,Telawa, MK I, 2012. (Harga Rp 6.000,- /kg – di pasar umum) Komponen biaya per varietas (Rp / ha) Grobogan Anjasmoro Argomulyo
Uraian Biaya A. Biaya tidak tetap 1. Bahan Benih Pupuk Insektisida Rhound Up 2. Pembuatan embung 3. Tenaga Kerja (persiapan, proses produksi, panen dan pasca panen) B. Biaya tetap 1. Sewa lahan 2. Penyusutan alat 3. Bunga atas modal (3%/musim tanam) Total Biaya Hasil (t/0,67 ha) Penerimaan Keuntungan R/C
400.000 490.000 250.000 260.000 450.000
400.000 490.000 250.000 260.000 450.000
400.000 490.000 250.000 260.000 450.000
2.200.000
2.200.000
2.200.000
400.000 100.000 136.500 4.686.500 1,425 8.550.000 3.893.500 1,82
400.000 100.000 136.500 4.686.500 1,517 9.102.000 4.415.500 1,94
400.000 100.000 136.500 4.686.500 1,378 8.268.000 3.581.500 1,76
Analisis finansial menunjukkan nilai R/C lebih dari 1 yang mengindikasikan bahwa usahatani kedelai di lahan kawasan hutan memberikan keuntungan yang layak. Hal tersebut didukung oleh kesesuaian lahan untuk produksi kedelai, penguasaan inovasi teknologi budi daya berwawasan konservasi oleh petani pelaksana, motivasi petani
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
327
berusahatani kedelai yang tinggi, pengawalan yang ketat dalam penerapan teknologi oleh petugas/penyuluh (Amang et al. 1996) dan jaminan harga jual yang sangat baik oleh pemerintah kabupaten. Oleh karena itu perlu perhatian yang sungguh-sungguh mengenai deliniasi lahan yang memiliki kesesuaian untuk usahatani kedelai di kawasan hutan yang berwawasan konservasi, pelatihan bagi petani pelaksana, pendampingan teknologi budi daya yang intensif oleh petugas, jaminan pasar maupun jaminan harga yang layak, serta proses panen dan pasca panen yang benar. Temu lapang Panen kedelai pada gelar teknologi telah dilaksanakan oleh Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Kepala Badan Litbang Pertanian, Bupati Boyolali, dan Manajemen Perhutani Unit I Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Boyolali, menyambut baik kegiatan tersebut karena dapat menghasilkan kedelai dengan kualitas baik dan berproduksi tinggi. Dalam temu wicara, para petani cukup antusias untuk melaksanakan kegiatan usahatani kedelai dengan harapan dapat difasilitasi dengan baik oleh pemerintah, terutama jaminan pasar dan harga yang layak, sehingga petani mendapat keuntungan yang layak pula. Selama ini usahatani kedelai kalah bersaing dengan komoditas jagung maupun kacang hijau karena komoditas tersebut berisiko besar terhadap perubahan iklim, gangguan OPT yang cukup berat (Arsyad dan Syam 1995), dan tidak adanya jaminan pasar maupun jaminan harga yang layak dari pemerintah. Penyebab lain adalah daya simpan benih kedelai yang relatif rendah dan daya berkecambahnya akan menurun secara cepat (Manwan dan Soemarno 1996).
1.
2.
KESIMPULAN Sosialisasi dan gelar teknologi budidaya kedelai dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif antara petani, peneliti/penyuluh, pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya meningkatkan produksi kedelai, menuju terwujudnya swa sembada kedelai 2014. Keterpaduan dalam pelaksanaan faktor-faktor penentu keberhasilan usahatani kedelai di kawasan hutan seperti deliniasi kesesuaian lahan, penguasaan teknologi budi daya berwawasan konservasi, ketersediaan modal usahatani, pendampingan yang intensif oleh petugas, proses panen dan pasca panen, serta jaminan pasar maupun jaminan harga merupakan kunci sukses dalam peningkatan produksi kedelai. DAFTAR PUSTAKA
Adi, A., Sidik H. Tala’ohu, dan Piet van der Poel. 2003. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta Adisarwanto, T. 2010. Strategi Peningkatan Produksi Kedelai Sebagai Upaya untuk Memenuhi Kebutuhan Di Dalam Negeri dan Mengurangi Impor. Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol.3 Nomor 4. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta Amang, B., Husein Sawit, dan Anas Rachman. 1996. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arsyad, D.M. dan M. Syam. 1995. Kedelai: Sumber Pertumbuhan Produksi dan Teknik Budi daya. Puslitbang Pertanaian Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian, Bogor
328
Sudaryono et al.: Gelar Teknologi Budi Daya Kedelai di Kawasan Hutan Jawa Tengah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Mewujudkan Hutanku Lestari Rakyatku Mukti. Bali Ndeso mBangun Deso. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah. 2008. Rencana Strategis Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah 2008–2013. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah ,Ungaran. Manwan, I. dan Soemarno. 1996. Perkembangan dan Penyebaran Produksi Kedelai. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor Marwoto, S., Hardaningsih dan A. Taufik. 2011. Hama, Penyakit, dan Masalah Hara pada Tanaman Kedelai. Identifikasi dan Pengendaliannya. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. 67 p. Prasetyo, T. 2011. Manajemen Usaha Tani Kedelai Berwawasan Agribisnis. Makalah pada Semiloka Nasional 14 Juli 2011. Dukungan untuk Pemberdayaan Petani dalam Pengembangan Agribisnis Pedesaan. Semarang. 10 p. Suprapto, H. Anwar, M.N. Setiapermas, Qanitah, A. Hermawan dan Sartono. 2011. Laporan Pendampingan MP3MI di Kabupaten Boyolali. 51 p. (tidak dipublikasikan) Utami, S.R., S. Kurniawan, S. Rajagukguk, C. Prayogo. 2007. Apakah Sistem Agroforestry Dapat Memperlambat Kemunduran Kesuburan Tanah Terdegradasi. Prosiding Himpunan Ilmu Tanah Indonesia IX. Yogyakarta.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
329