POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2
PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat tugas dari negara untuk mengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura seluas 2.442.101 hektar. Di sekitar hutan tersebut bermukim masyarakat daerah hutan (MDH) sebanyak 5.456.986 Kepala Keluarga yang tersebar di 5.403 desa, yang kehidupannya tergantung pada hutan. Apabila satu keluarga terdiri dari 4 orang saja maka masyarakat yang tergantung pada hutan sangat banyak. Masyarakat sekitar hutan melakukan penanaman padi, jagung dan kedelai di dalam kawasan hutan secara tumpangsari. Akan tetapi, produktivitas tanaman baik kayu maupun non kayu masih sangat rendah. Hal ini karena pemanfaatan ruang untuk budidaya pertanian hanya sekitar 70% dari luas lahan tanaman, lahan berupa lahan tadah hujan sehingga kering dan kurang subur, dan cara budidaya tanaman pertanian belum intensif.
PROGRAM GERAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN KEMITRAAN (GP3K) Berdasarkan Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor S-136/MBU/ 2012 tanggal 19 Maret 2012, Perum Perhutani bersama-sama dengan tiga BUMN yang lain (Sang Hyang Sri, PT Pertani, dan PT Pusri Holding/Pupuk Indonesia) ditunjuk menjadi operator pelaksana GP3K. Program ini berfungsi untuk membantu memberdayakan petani sekitar hutan. Program ini mengembangkan tiga komoditas pangan yaitu padi, jagung dan kedelai. Tugas Perum Perhutani yaitu penanaman kedelai dalam kawasan hutan. Untuk mendukung keberhasilan tanaman kedelai tersebut, Perum Perhutani melakukan pengawalan terhadap budidaya tanaman kedelai, menyalurkan pinjaman untuk sarana produksi pertanian seperti benih unggul, pupuk dan obat-obatan, dan menyediakan lahan hutan yang masih memungkinkan ditanami secara tumpangsari, serta bekerjasama dengan Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) dan kelompok tani untuk melakukan intensifikasi budidaya tanaman kedelai dan melakukan sinergi dengan BUMN untuk memperoleh dukungan pendanaan GP3K. Dasar pelaksanaan program GP3K adalah Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam menghadapi iklim ekstrim, Surat Menteri Negara BUMN Nomor S-136/MBU/2012 tanggal 19 Maret 2012 perihal Penugasan Pelaksanaan Program-Program Pangan BUMN, Surat Menteri Negara BUMN No S352/MBU/2011 tanggal 20 Juni 2011 perihal sumber pendanaan dari 25 BUMN dalam bentuk pinjaman. Adapun tujuan program GP3K adalah: (a) Menyediakan sarana produksi pertanian, (b) Meningkatkan produktivitas lahan hutan, (c) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani anggota LMDH dan kelompok tani. Sedangkan sasarannya adalah: (a) Mendukung pemenuhan kebutuhan kedelai nasional, (b) Meningkatkan produktivitas lahan dengan target produksi 1-1,5 ton per hektar biji kering. Sesuai Surat Dirjen Tanaman Pangan No. 039/SR.120/C/01/2012 tanggal 31 Januari 2012, kebutuhan benih GP3K tahun 2012 Perum Perhutani tidak dapat dipenuhi dari benih Cadangan Benih Nasional (CBN). Dengan standar kebutuhan benih tanaman kedelai sebanyak 40 kg/ha, sehingga untuk luasan 4.334,15 ha memerlukan benih
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
13
sebanyak 173.366 kg. Sedangkan kebutuhan pupuk Urea sebanyak 151.695 kg dan NPK sebanyak 303.391 kg berdasar dosis 35 kg/ha dan 70 kg/ha, masing-masing untuk pupuk Urea dan NPK. Untuk kebutuhan pupuk tersebut, masing-masing unit akan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian setempat dan BUMN pupuk pada wilayah kerjanya. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kedelai di hutan adalah: (1) Produktivitas sangat rendah. Produksi kedelai di hutan maksimal hanya 1 t/ha dengan rata-rata produksi 0,5 t /ha; (2) Kondisi tanah kritis; dan (3) Pendidikan petani di sekitar hutan tentang pertanian relatif lebih rendah dibanding petani lainnya. Program GP3K mengupayakan beberapa hal antara lain, 1). Pengawalan terhadap petani dalam upaya intensifikasi budidaya bekerjasama dengan PPL; (2) Menyalurkan pinjaman untuk saprotan; (3) Menyediakan lahan secara cuma-cuma. Hal ini yang menyebabkan petani bertahan meskipun produktivitas di hutan rendah; dan (4) Bekerjasama dengan masyarakat hutan untuk meningkatkan hasil pertanian. Bila dibandingkan kondisi pertanaman tiga komoditas pangan pada tahun 2011 dan 2012, maka luas lahan yang ditanami kedelai pada tahun 2011 sebesar 13.000 ha, pada tahun 2012 menurun drastis hanya tinggal 4.000 ha. Sedangkan pertanaman padi pada tahun 2011 seluas 48,000 ha menjadi 55.000 ha pada tahun 2012, dan pertanaman jagung dari 75.000 ha menjadi 85.000 ha pada tahun 2012. Tren penurunan areal kedelai sangat terlihat di lahan hutan sehingga muncul pertanyaan “Mau dikemanakan kedelai?” dan “Apakah akan mampu swasembada?” Bila petani kedelai di hutan hanya dibiarkan mengalir seperti saat ini, maka hal tersebut mustahil terjadi bahkan yang mungkin terjadi petani tidak akan menanam kedelai dan kedelai akan hilang dari lahan hutan.
POTENSI LAHAN PERHUTANI Apabila kita membicarakan mengenai potensi kedelai di hutan sebenarnya areal yang bisa dimanfaatkan cukup banyak. Di Perhutani ada 3 unit yaitu Jateng, Jatim, dan Jabar, masing-masing unit mempunyai KPH, di Jabar ada 14, di Jateng 20, dan di Jatim 23 KPH (Tabel 1, 2 dan 3). Di unit Jateng, kedelai telah diusahakan selama 2 tahun, dimana petani masih dapat menanam kedelai dua kali pada areal seluas 20.000 ha. Selain hutan jati, ada potensi yang abadi yaitu di hutan kayu putih yang luasnya 3.400 ha yang sangat potensial untuk kedelai karena kayunya pendek dan tiap tahun ditebang sehingga sinar matahari masih cukup banyak untuk tanaman kedelai. Namun bila dapat dipertahankan sampai 3 tahun maka potensinya mampu mencapai 30.000 ha di Jateng. Ini adalah potensi artinya daerah yang cocok untuk kedelai. Di Jatim ada 36.000 ha dengan lahan kayu putih seluas 3.500 ha. Apabila dapat diupayakan dengan tumpang gilir sebanyak 3 x dalam 3 tahun maka di Jatim dapat mencapai 40.000 ha sedangkan di Jabar relatif kecil hanya 2.000 ha (Tabel 4, 5).
14 Suwarno: Potensi Pengembangan Kedelai di Kawasan Hutan
Table 1.
Potensi tanaman kedelai Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, tahun 2011 dan 2012. KPH
Luas Tumpang Sari (ha)
Balapulang Blora Cepu Gundih Kebonharjo Kedu Selatan Kendal Mantingan Pati Pekalongan Timur Pemalang Purwodadi Randublatung Semarang Surakarta Telawa Jumlah
Tahun 2011 780,60 451,30 39,20 1.325,20 208,10 103,90 221,20 574,80 1.703,80 1.224,80 612,70 103,00 1.200,50 202,50 818,10
Tahun 2012 461,20 418,00 73,20 799,10 148,90 161,90 587,60 1.223,10 854,50 734,30 95,20 1.046,30 417,80 817,70
9.569,70
7.838,80
Tanaman Kayu Putih (ha)
1.849,90 412,60 1.162,10 3.424,60
Jumlah
1.241,80 869,30 112,40 3.974,20 357,00 103,90 383,10 1.162,40 2.926,90 2.079,30 1.347,00 198,20 2.246,80 1.032,90 2.797,90 20.833,10
Tabel 2. Potensi tanaman kedelai Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. No
KPH
Luas Tumpang Sari (ha)
1
Banyuwangi Selatan
2
Banyuwangi Utara
3
Blitar
4
Tahun 2011 471,80
Tahun 2012 195,40
Tanaman Kayu Putih (ha)
Jumlah 667,20
218,94
162,00
380,94
1.114,10
1.155,70
2.269,80
Bojonegoro
949,40
992,10
1.941,50
Bondowoso
1.112,20
162,70
1.274,90
Jatirogo
207,40
46,40
253,80
7
Jember
473,50
157,00
630,50
8
Jombang
1.034,20
9
Kediri
10
5 6
790,00
244,20
1.270,00
973,50
Madiun
512,30
336,70
11
Malang
470,70
262,80
12
Mojokerto
826,70
475,60
2.243,50 901,50
1.750,50
1.875,70
3.178,00
733,50
13
Nganjuk
452,30
204,30
656,60
14
Ngawi
1.147,90
550,80
1.698,70
15
Padangan
1.220,60
530,30
1.750,90
16
Parengan
448,30
101,10
549,40
1.695,40
429,80
2.125,20
17
Probolinggo
18
Saradan
19 Jumlah
Tuban
917,30
902,80
1.199,60
679,40
804,20
1.820,10 2.683,20
15.498,44
8.562,60
3.581,40
27.642,4 4
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
15
Tabel 3. Potensi tanaman kedelai Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Luas tumpang sari (ha)
N o
KPH
1 2 3 4 5 8 9 10 11 12 13 14
Banten Bogor Sukabumi Cianjur Purwakarta Garut Tasikmalaya Ciamis Sumedang Majalengka Indramayu Kuningan
Tahun 2011 552,62 1.300,52 1.948,74 1.299,56 1.608,06 1.225,88 628,78 575,37 2.200,90 505,08 2.468,26 542,04
Jumlah
14.855,81
Tahun 2012 665,49 531,28 4.957,79 1.825,12 2.551,53 148,99 1.189,20 564,49 792,06 249,66 2.117,66 1.168,49 16.761,76
Tanaman kayu putih (ha)
1.909,59 1.909,59
Jumlah 1.218,11 1.831,80 6.906,53 3.124,68 4.159,59 1.374,87 1.817,98 1.139,86 2.992,96 754,74 6.495,51 1.710,53 33.527,16
RENCANA DAN REALISASI KEDELAI DI KAWASAN PERHUTANI Pada tahun 2011 di ketiga unit Purhutani wilayah Jawa, rencana tanam kedelai di lahan hutan Perhutani sebanyak 13.527 hektar ternyata dapat direalisikan semuanya. Dengan kata lain target luas tanam kedelai di lahan hutan di 21 kabupaten tercapai semuanya (Tabel 4). Dari luas panen tersebut diperoleh hasil 16 ton kedelai. Perhutani wilayah Jawa Tengah hanya mempunyai satu lokasi untuk GP3K, sedangkan wilayah Jawa Timur menyumbangkan 20 lokasi di 20 kabupaten. Luas lahan hutan yang diperuntukkan untuk tanaman kedelai tumpangsari tanaman jati bervariasi antar kabupaten dengan kisaran mulai dari 23 hektar di Magetan hingga 3700 hektar di Ponorogo. Tabel 4. Tanaman kedelai GP3K 2011 di Perum Perhutani No. 1
2
Unit/KPH Jawa Tengah 1 Gundih 2 Semarang Jumlah Jawa Tengah Jawa Timur 1 Banyuwangi Selatan 2 Blitar 3 Jember 4 Jombang 5 Malang 6 Mojokerto 7 Ngawi 8 Parengan 9 Saradan Jumlah Jawa Timur Total
Rencana Tanam (ha)
Target Produksi (ton)
674,20 126,00 800,20
1.011 189 1.011
905,55 1.109,48 75,00 33,03 44,55 76,95 631,05 231,00 427,34 3.533,95 4.334,15
1.358 1.664 113 50 67 115 947 347 641 5.301 6.312
16 Suwarno: Potensi Pengembangan Kedelai di Kawasan Hutan
Keterangan Musim tanam kedelai direncanakan pada bulan September 2012 dan dilakukan pemanenan pada Desember 2012
Pada tahun 2012, program GP3K rencananya hanya dilaksanakan di dua lokasi di Jawa Tengah dan Sembilan lokasi di Jawa Timur. Jumlah rencana luas tanam hanya 4300 an hektar dengan target produksi sebesar 6,3 t kedelai (Tabel 5). Angka-angka tersebut jauh lebih rendah dari yang dilakukan pada tahun 2011 yang lalu. Luasnya pertanaman kedelai di lahan hutan hingga mencapai 12.000 ha pada tahun 2011, karena adanya bantuan benih kedelai dari Pemerintah. Namun pada tahun 2012 tidak ada bantuan, akibatnya petani beralih ke tanaman lain sehingga jumlah petani kedelai turun drastis. Tabel 5. Rencana Tanaman kedelai GP3K 2012 Perum Perhutani (Tervalidasi) No 1
Unit / KPH
Target Produksi (ton)
Keterangan
Jawa Tengah 1
Gundih
2
Semarang
Jumlah Jawa Tengah 2
Rencana Tanam (ha)
674,20 126,00 800,20
1.011 189 1.011
905,55 1.109,48 75,00 33,03 44,55 76,95 631,05 231,00 427,34 3.533,95 4.334,15
1.358 1.664 113 50 67 115 947 347 641 5.301 6.312
Jawa Timur 1
Banyuwangi Selatan
2
Blitar
3
Jember
4
Jombang
5
Malang
6
Mojokerto
7
Ngawi
8
Parengan
9
Saradan
Jumlah Jawa Timur Total
Musim tanam kedelai direncanakan pada bulan September 2012 dan dilakukan pemanenan pada Desember 2012
Selain itu ada juga potensi di beberapa daerah (sekitar 75000 ha) yang biasanya ditanami padi, dan dapat dimanfaatkan untuk kedelai pada musim marengan. Namun yang menjadi masalah apakah petani mau menanam kedelai? Salah satu penyebab tidak menariknya budidaya kedelai adalah daya saing kedelai terhadap tanaman lain yaitu padi dan jagung, yang sangat rendah. Harga beras 1,5 kali lebih tinggi dari harga kedelai. Selain itu, produksi kedelai di hutan sangat rendah yaitu kurang dari 1 ton, dan bila dibanding dengan jagung yang mampu menghasilkan 6-7 ton di hutan atau minimal 5 ton dengan harga Rp 2.000-2.500/kg. Dengan demikian, ada perbedaan yang cukup signifikan yang mendorong petani memilih tanaman lain karena petani masih mendapat keuntungan.
PENUTUP Terdapat beberapa alasan petani tidak/kurang tertarik untuk menanam kedelai: (1) Petani ingin memanam komoditas yang mudah atau tidak perlu pemeliharaan misalnya ketela pohon. Di hutan, kita tidak bisa melarang petani menanam ubi kayu, karena petani Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
17
hanya melakukan pemeliharaan selama satu bulan pada awal pertumbuhan dan selanjutkan bisa ditinggal hingga waktu panen tiba. Tidak demikian dengan kedelai yang memerlukan perawatan lebih intensif dan petani belum siap, (2) Hasil kedelai jauh lebih rendah dibanding jagung dan tidak menguntungkan secara ekonomi, (3) Tanaman jagung yang diserang hama atau penyakit masih dapat menghasilkan dan dapat dijual, namun tidak untuk komoditas kedelai, (4) Produksi kedelai di hutan sangat rendah demikian juga harga jualnya, (5) Dukungan pemerintah untuk komoditas padi dan kedelai serta jagung berbeda. Pengalaman GP3K, pinjaman hanya boleh untuk menanam padi dan tidak untuk jagung dan kedelai, sehingga import lebih mudah daripada peningkatan produksi dalam negeri, dan (6) HPP kedelai internasional (Rp. 4.100) lebih rendah daripada HPP nasional (Rp 6.800). Apabila harus meningkatkan areal tanam kedelai, yang dapat dimanfaatkan adalah lahan kayu putih. Luas areal kayu putih sekitar 10.000 ha bisa dikembangkan untuk kedelai, hanya tinggal bagaimana menatanya agar lebih baik. Kedelai di hutan dapat ditanam pada musim marengan dan pada marengan dijual utk bibit. Namun masalah lain yang juga mungkin timbul adalah apakan Sang Hyang Sri mau membeli bibit yang dihasilkan dari kedelai hutan? jika tidak akan sulit. Harus ada insentif kepada petani kedelai. Pengembangan polatanam yang cocok untuk kedelai hutan, misalnya tumpang gilir. Kebijakan impor kedelai perlu ditinjau kembali. Selain untuk tanaman kedelai, lahan hutan juga dapat dimanfaatkan untuk menanam umbi Porang. Tanaman porang sangat istimewa karena dapat tumbuh dengan sangat baik di bawah naungan. Tanaman ini sangat cocok ditanam di hutan jati. Dengan luas hutan jati di Indonesia sekitar 1,2 juta ha dan produksi umbi sekitar 1 t/ha maka dapat dihasilkan 15–20 ton porang. Harga umbi Porang juga relatif tinggi, yaitu Rp 2000/kg umbi segar sehingga petani dapat menghasilkan Rp 30-40 juta/ha/th. Meskipun panen baru bisa dilakukan setelah tahun ketiga namun selanjutnya bisa panen sekali setahun. Umbi Porang dapat diolah menjadi tepung dengan rendemen mencapai 5% dan harga tepung Rp 200.000 per kilo. Tepung ini diekspor ke Jepang sebagai bahan kosmetik, obat-obatan, lem pesawat, dan paling banyak untuk makanan seperti mie konja. Sekarang petani telah cerdas dan akan memilih komoditas yang menguntungkan. Sebagai contoh sawah ditanami pohon sengon karena sengon dapat meghasilkan Rp 200 juta setelah tanaman berumur 6 tahun dengan tingkat hasil Rp33 juta/ha/th. Uang sebanyak itu merupakan hal yang tidak mungkin bila menanam padi apalagi kedelai. Karena itu minat petani terutama petani hutan untuk menanam kedelai semakin menurun.
18 Suwarno: Potensi Pengembangan Kedelai di Kawasan Hutan