ANALISIS PENGEMBANGAN POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN HUTAN WEHEA KECAMATAN MUARA WAHAU KABUPATEN KUTAI TIMUR Iin Sumbada Sulistyorini1 dan Chandradewana Boer2 1
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur, Sangatta. Keanekaragaman Hayati Fahutan Unmul Samarinda
2
Laboratorium Konservasi
ABSTRACT. Potential Development Analysis of Ecotourism at Wehea Forest Area Muara Wahau Subdistrict, East Kutai Regency. The purposes of the research were to determine ecoturism potency of Wehea forest (especially the diversity of flora and fauna), to design the management landscape and activities concerning the ecotourism development. Methods used in this research were mostly collecting the secondary data (biological diversity) and directly collecting the primary data in the field such as the type of ecotourism objects and also the opinion of the communities near research location. Both data were analyzed to descriptive and displayed in table, image and text. Wehea forest had a unique and interesting natural resources for ecotourism destinations. The uniqueness could be seen from the high diversity of flora and fauna. There were still many primary species found in the research location such as many species of family Dipterocarpaceae, pasak bumi (Eurycoma longifolia), black orchid (Coelegyn spp. and Acriopsis sp.) and many species of medicinal plants. The fauna consisted of primates, mammals, reptiles and bird species. Together with the landscape is Wehea forest perfectly ready to be developed as ecotourism objects in East Kalimantan. There were four objects destination for ecotourism could be prepared, i.e Four Six Two Five with the facilities of Flying Fox, Giant Tree with tree house and Canopy Bridge, Water Falls Bats with the bridge on either side of the waterfall facility and the View Point strip. From the four objects each ecotourism had a rich and unique flora and fauna and diverse landscape conditions to be explored. Ecotourism activities in Wehea forest area should be directed to environmentally sound tourism. Kata kunci: ekowisata, Wehea, keanekaragaman hayati, Gruti, Dipterocarpaceae
Saat ini ekowisata telah berkembang, wisata tidak hanya sekedar melakukan pengamatan burung, mengenderai kuda, penelusuran jejak di hutan belantara tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Ekowisata kemudian merupakan suatu bentuk perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan hidup. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, sehingga merupakan bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab (Fandeli dan Mukhlison, 2000). Hutan Wehea merupakan areal eks-HPH PT Gruti III yang kemudian diusulkan untuk menjadi hutan lindung. Kawasan hutan Wehea yang unik memiliki karakteristik lahan yang bergelombang dengan kelerengan curam sampai sangat curam, keanekaragaman jenis flora dan fauna yang sangat tinggi dan sungai-sungai kecil serta batuan di sungai. Kondisi ekosistem masih baik karena hutan Wehea 54
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
55
hanya sebagian kecil yang diekploitasi oleh HPH PT Gruti III, selain itu kepedulian masyarakat Wehea terhadap hutan tersebut masih tinggi untuk menjaga dari gangguan perambah hutan dan perburuan liar (Anonim, 2005). Pengembangan ekowisata hutan Wehea merupakan suatu pemikiran yang bertumpu pada perlunya keseimbangan pemanfaatan antara fungsi ekologi dan ekonomis hutan Wehea. Hutan Wehea sebagai ekosistem dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan fenomena alam yang menarik merupakan aset yang bernilai tinggi untuk pengembangan ekowista. Potensi objek wisata alam di kawasan hutan Wehea perlu dinventarisasi untuk membuat suatu rencana pengembangan ekowisata dan dirumuskan suatu gagasan atau model ekowisata yang lebih sehat dan bermanfaat, berkelanjutan serta dapat meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar. Dengan demikian permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu bagaimana objek biologi dan fenomena alam dikembangkan melalui suatu desain fasilitas dan aktivitas untuk menambah daya tarik objek sehingga memikat para pengunjung untuk berwisata ke hutan Wehea. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan Wehea, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2009 sampai April 2010. Penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder dan survei lapangan untuk pengumpulan data primer yang berupa kondisi kawasan dan menganalisis temuan-temuan di lapangan. Langkah selanjutnya adalah penyusunan skenario awal pengembangan ekowisata dengan melakukan desain jalur ekowisata dan desain fasilitas ekowisata yang bisa mendukung kegiatan ekowisata di hutan Wehea. Untuk mengetahui dukungan terhadap rencana pengembangan ekowisata dilakukan dengan menggunakan kuesioner terhadap masyarakat dari Desa Nehas Liah Bing dan wawancara dengan pejabat di daerah Kutai Timur. Penentuan lokasi ditetapkan berdasarkan sebaran objek wisata alam yang menarik. Selain potensi alam dan lansekap, keragaman jenis flora dan fauna dapat pula sebagai dasar penentuan lokasi/unit wisata. Identifikasi potensi lansekap dilakukan dengan penjelajahan di kawasan hutan Wehea, analisis lansekap dilakukan dengan model pengharkatan, yaitu dengan pemberian skor berdasarkan parameter yang digunakan oleh Fandeli (2002). Dari data sekunder tentang keragaman flora dan fauna di hutan Wehea dilakukan analisis dengan pendekatan deskriptif, yaitu pengelompokkan flora dan fauna untuk mengetahui jenis yang dilindungi maupun tidak dilindungi serta jenis flora yang bisa berkhasiat obat. Penilaian ODTWA (Objek Daya Tarik Wisata Alam) didasarkan atas semua potensi keseluruhan hutan Wehea baik potensi flora, fauna, alam dan segala bentuk kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan hutan. Penilaian ODTWA berbentuk daratan di kawasan hutan Wehea, menggunakan pedoman analisis daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (Anonim, 2003).
56
Sulistyorini dan Boer (2010). Analisis Pengembangan Potensi Ekowisata
Setelah penentuan lokasi di mana setiap lokasi memiliki keunikan dan kekhasan baik flora, fauna dan potensi lansekap, selanjutnya dilakukan desain di tiap lokasi, ada dua point yang dicoba untuk didesain, yaitu pembuatan jalur ekowisata pada setiap lokasi yang memiliki potensi daya tarik objek ekowisata dan melakukan desain fasilitas pada jalur-jalur yang sudah dibuat yang dapat mendukung aktivitas ekowisata di tiap lokasi yang sudah ditentukan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian secara administratif berada di Desa Nehas Liah Bing Kecamatan Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur, termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Wahau yang merupakan DAS penting di Kabupaten Kutai Timur. Kawasan hutan Wehea memiliki kelerengan dari landai (<8%) hingga sangat curam (>40%) dan curah hujan yang tinggi yaitu mencapai 2.012 mm/thn. Perlindungan terhadap kawasan hutan Wehea sangat diperlukan dalam rangka melindungi kawasan di bawahnya dari erosi dan limpasan air sungai serta sedimentasi. Untuk ke lokasi ini bisa dicapai dengan jalan darat melalui jalan poros Samarinda Bontang sekitar 12 jam menggunakan kendaraan roda empat (Anonim, 2005). Pengelolaan hutan Wehea di Kutai Timur melalui sebuah badan di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup Kutai Timur dengan nama, yaitu Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea (Huliwa). Visi pengelolaan hutan Wehea adalah terjaminnya keanekaragaman hayati dan habitat orangutan serta sebagai penyangga kehidupan masyarakat Kutai Timur dan sekitarnya. Kemudian yang berkaitan dengan ekowisata, yaitu pada salah satu rencana pengelolaan hutan Wehea menyebutkan perlu adanya pendayagunaan potensi hutan Wehea untuk objek wisata. Hal ini diharapkan dari kegiatan-kegiatan ekowisata dapat menciptakan lapangan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat sekitar kawasan terutama masyarakat Wehea. Penduduk Desa Nehas Liah Bing berjumlah 1.938 jiwa dari 421 kepala keluarga pada tahun 2008. Sebagian besar penduduk di desa tersebut adalah suku Wehea dan sebagian kecil pendatang dari suku Jawa, Kutai dan Bugis. Suku Wehea adalah suku yang pertama kali mendiami wilayah Wahau, desa tersebut merupakan desa tertua di antara kelima desa suku Wehea lainnya dan desa-desa lainnya yang berada di wilayah Muara Wahau. Ketersedian Potensi Ekowisata Hutan Wehea Hutan Wehea merupakan hutan hujan tropis dataran rendah yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi, baik flora maupun fauna. Untuk fauna terdapat sekitar 193 jenis yang tergolong dari 108 marga dan 44 famili (Arbain, 2007), selain itu dari hasil riset TNC (The Nature Conservancy) Kutai Timur menemukan sekitar 55 jenis pohon. Dari sekian banyak jenis di kawasan tersebut sebagian besar ditumbuhi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae seperti keruing (Dipterocarpus sp.), bengkirai (Shorea laevis), tengkawang (S. pinanga), kapur (Dryobalanops spp.), mangerawan (Hopea mengerawan) dan lain-lain. Kemudian dari hasil identifikasi terdapat juga sekitar 21 jenis yang merupakan
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
57
tumbuhan berkhasiat obat seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), tebu tawar (Costus speciosus), sengkuang (Dracontomelon dao), pasak bumi (Eurycoma longifolia), medang (Litsea sp.) dan sebagainya. Menurut Fandeli (1992), vegetasi merupakan unsur alami dan potensi keragaman yang harus dimiliki oleh suatu kawasan ekowisata dan merupakan aset wisata yang utama dalam pengembangan ekowisata. Selanjutnya untuk fauna, berdasarkan data sekunder dari Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea dan TNC Kutai Timur ditemukan 9 jenis primata, 12 jenis tupai, 19 jenis mamalia, 17 jenis reptil dan 168 jenis burung. Selain itu terdapat juga beberapa jenis fauna langka/dilindungi dan jenis fauna endemik Kalimantan Timur seperti burung enggang (hornbill), orangutan (Pongo pygmaeus), rusa sambar (Cervus unicolor), macan dahan (Neofelis nebulosa), pelanduk (Tragulus nafu) dan lain-lain. Potensi keragaman jenis fauna yang terdapat di hutan Wehea merupakan suatu atraksi wisata alam yang bisa menjadi daya tarik potensial untuk dinikmati oleh masyarakat atau wisatawan terlebih masyarakat perkotaan yang mengalami kesulitan untuk menikmati secara langsung kehidupan fauna di alam bebas. Potensi lansekap yang merupakan atraksi alam dalam penilaiannya menggunakan model pengharkatan (scoring model) yang mengacu pada parameter yang digunakan oleh Fandeli dan Muhammad (2009). Dari hasil penilaian diperoleh informasi tentang tingkat kualitas lansekap untuk 4 lokasi yang direncanakan menjadi tujuan ekowisata seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Kualitas Lansekap di Lokasi Rencana Ekowisata Hutan Wehea Lokasi Empat Enam Dua Lima Pohon Raksasa Air Terjun Kelelawar Menara Pandang
Tingkat kualitas Kualitas A (Tinggi) Kualitas B (Sedang) Kualitas A (Tinggi) Kualitas B (Sedang)
Skor 23 15 19 16
Menurut Fandeli dan Muhammad (2009), dalam penetapan pengembangan ekowisata yang berbasis ekologi perlu mengetahui kondisi lansekap dan juga pemilihan aktivitas serta beberapa fasilitas wisata alam harus disesuaikan dengan lansekap alami yang tersedia. Selanjutnya menurut Hartono (1988) dalam Aqla (2002), unsur yang paling penting menjadi daya tarik dari sebuah tujuan ekowisata adalah kondisi alam, gejala atau fenomena alam (lansekap) serta kondisi flora dan fauna (keunikan ekosistem). Dilihat dari dua unsur objek wisata yaitu biologi (flora dan fauna) dan lansekap pada penjelasan di atas menunjukkan, kawasan hutan Wehea memiliki modal dasar yang sangat menarik untuk pengembangan ekowisata. Untuk memastikan lebih lanjut dicoba untuk menilai secara keseluruhan kawasan hutan Wehea, mulai dari flora, fauna, keunikan sumberdaya alam, kepekaan sumberdaya alam, keamanan kawasan dan bentuk kegiatan ekowisata yang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria penilaian Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) berupa daratan dari dari Ditjen PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam). Dari hasil survei lapangan dan perhitungan dengan menjumlahkan nilai masing-masing unsur
58
Sulistyorini dan Boer (2010). Analisis Pengembangan Potensi Ekowisata
tersebut, maka dapat diketahui tingkat kualitas ODTWA berupa daratan di kawasan hutan Wehea, yaitu kualitas tinggi dengan total skor 210, yang mana tingkat kualitas tinggi tersebut memiliki total skor 201 sampai 240. Selain potensi biologi (flora dan fauna), lansekap dan atraksi alam lainnya, terdapat juga potensi budaya masyarakat Wehea yang dalam pengelolaan ekowisata nantinya bisa menjadi satu paket kunjungan ekowisata hutan Wehea dan wisata pedesaan di Desa Nehas Liah Bing. Masyarakat Wehea di Desa tersebut sebagian besar masih memegang teguh aturan adat dan masih melaksanakan ritual adat seperti kegiatan Lom Plai yang dilaksanakan setiap tahun, kegiatan acara ini merupakan suatu rangkaian ritual atau prosesi penghormatan dalam rangka menjaga kesakralan padi yang dipercaya berasal dari Putri Long Diang Yung yang dikorbankan untuk menyelamatkan seluruh masyarakat dari bencana kelaparan. Di antara kegiatan dalam acara Lom Plai terdapat kesenian tradisional seperti tarian-tarian, musik dan lain-lainnya yang bisa menarik minat para pengunjung, baik lokal mapun wisatawan mancanegara. Potensi budaya masyarakat Wehea sangat mendukung dalam pengembangan ekowisata di hutan Wehea, sehingga partisipasi masyarakat Wehea sangat diperlukan melalui atraksi budaya yang dimilki. Dari usaha kegiatan ekowisata dengan partisipasi masyarakat diharapkan mampu meningkatkan perekonomian mereka. Jika hal tersebut berjalan baik, maka prinsip-prinsip pengembangan ekowisata seperti yang pernah dikemukakan oleh Fandeli dan Mukhlison (2000) bisa berjalan dengan baik, yaitu melestarikan budaya masyarakat sekitar hutan, konservasi, partisipasi masyarakat dan peningkatan ekonomi masyarakat. Wisata pedesaan merupakan produk ekowisata yang disebut wisata minat khusus, sehingga wisata pedesaan di Desa Nehas Liah Bing bisa dijadikan satu paket kunjungan dengan ekowisata hutan Wehea. Selain itu bisa disatukan juga dengan objek ekowisata yang lokasinya berdekatan dengan hutan Wehea seperti gua Kongbeng di Kecamatan Kongbeng dan penelusuran sungai Wahau dan sungai Telen untuk menikmati keanekaragam hayati di kanan kiri sungai serta budaya masyarakat yang bermukim di pinggir sungai tersebut. Desain Ekowisata Hutan Wehea Setelah dapat dipastikan hutan Wehea memiliki potensi yang tinggi untuk pengembangan ekowisata terbatas yang mengedepankan wisata berwawasan lingkungan, selanjutnya dibuat suatu rancangan atau desain jalur ekowisata dan fasilitas ekowisata yang dapat menambah daya tarik ekowisata di hutan Wehea. Ada empat jalur ekowisata di hutan Wehea yang menghubungkan empat lokasi yaitu Empat Enam Dua Lima, Pohon Raksasa, Air Terjun Kelelawar dan Menara Pandang. Keunggulan dari jalur-jalur tersebut yaitu: 1. Keempat lokasi tersebut saling berdekatan, sehingga pembuatan unit lokasi untuk kegiatan ekowisata tidak memanfaatkan kawasan hutan Wehea terlalu luas. 2. Untuk jalur ke menara pandang sebelumnya sudah ada bekas jalan logging, tetapi kondisi jalannya rusak, tinggal bagaimana upaya untuk perbaikan jalan sehingga bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat atau roda dua.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
59
3. Untuk tiga lokasi berikutnya (Empat Enam Dua Lima, Pohon Raksasa dan Air Terjun Kelelawar) sudah ada sebagian dirintis dan diberi tanda oleh pihak pengelola. Pada ketiga jalur tersebut jika ditempuh dengan jalan kaki akan menemui beberapa sungai terutama untuk lokasi Air Terjun Kelelawar dan Empat Enam Dua Lima. 4. Pada keempat jalur tersebut sama-sama memiliki keanekaragaman hayati hutan tropis yang sangat tinggi terutama jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae. 5. Ada beragam objek yang bisa ditawarkan pada jalur-jalur tersebut seperti sungaisungai, air terjun, lereng dari landai sampai sangat curam, gua kelelawar, batuan, relief, susunan vegetasi, pohon raksasa dan satwa yang mungkin ditemukan, dari beberapa objek tersebut bisa menjadi daya tarik untuk kegiatan ekowisata. 6. Jalur-jalur yang menghubungkan keempat lokasi tersebut berdekatan dengan base camp Badan Pengelola dan Base camp TNC, sehingga dapat memudahkan para pengunjung untuk mendatangi keempat lokasi ekowisata tersebut, selain itu lokasi tersebut juga tidak jauh dari pos masuk hutan Wehea. Untuk meningkatkan daya tarik objek ekowisata dan menarik minat pengunjung/wisatawan dilakukan suatu desain (rancangan) fasilitas pada empat jalur yang menghubungkan empat lokasi ekowisata seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Desain Fasilitas dan Aktivitas Ekowisata di Hutan Wehea Lokasi
4625
Pohon Raksasa
Objek wisata alam 1. Keunikan dan keanekaragaman flora dan fauna 2. Sungai 3. Topografi yang unik/ekstrim 1. Keunikan dan keanekaragaman flora dan fauna 2. Pohon besar
1. Keunikan dan keanekaragaman flora Air dan fauna Terjun 2. Sungai Kelelawar 3. Air Terjun 4. Kelelawar di gua kecil 1. Keunikan dan keanekaragaman flora Menara dan fauna Pandang 2. Hamparan pemandangan alam hutan tropis
Aktivitas 1. Pendidikan lingkungan 2. Tracking (jelajah hutan) 3. Menikmati pemandangan alam 4. Memancing 5. Fotografi 1. Pendidikan lingkungan 2. Pengamatan dan pengenalan jenis tumbuhan 3. Observasi pengamatan satwa 4. Menikmati Pemandangan 5. Fotografi
1. Pendidikan lingkungan 2. Menikmati pemandangan menyusuri sungai 3. Menikmati/mengamati aktivitas kelelawar 4. Fotografi 1. Pendidikan lingkungan 2. Camping ground 3. Menikmati Pemandangan alam 4. Berkendaraan 5. Fotografi
Fasilitas 1. Tangga untuk menuruni dan menaiki bukit 2. Gazebo di bagian atas bukit 3. Rumah istirahat 4. Flying fox 1. Tangga untuk menaiki dan menuruni bukit 2. Gazebo di bagian atas bukit 3. Canopy bridge 4. Papan nama pengenal pohon 5. Rumah pohon 1. Tangga di setiap air terjun 2. Gazebo di pinggir sungai
1. Akses jalan yang bisa untuk roda empat 2. Gazebo ditempatkan antara dua menara 3. Menara yang lebih tinggi dan tempat untuk istirahat
60
Sulistyorini dan Boer (2010). Analisis Pengembangan Potensi Ekowisata
Kemudian dari tabel di atas dibuat sebuah desain berupa peta yang memperlihatkan desain fasilitas pada jalur-jalur ekowisata yang menghubungkan empat lokasi tujuan ekowisata hutan Wehea seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Desain Fasilitas pada Jalur Ekowisata di Hutan Wehea
Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata Hutan Wehea Untuk kelancaran dalam pengembangan ekowisata dan melibatkan masyarakat sekitar dalam pengelolaan ekowisata nantinya, perlu untuk mengetahui kondisi masyarakat sekitar kawasan yaitu masyarakat Wehea. Dari hasil kuesioner diketahui ada sekitar 76% responden menyetujui rencana pengembangan ekowisata dan sisanya kemungkinan tidak setuju karena ketidaktahuan mereka mengenai ekowisata itu sendiri. Untuk tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar telah menempuh pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU), kemudian untuk tingkat umur menunjukkan usia produktif lebih besar, hal tersebut bisa menguntungkan nantinya dalam pengelolaan ekowisata di hutan Wehea karena tersedia cukup tenaga kerja lokal, tinggal upaya dari pihak Pengelola dan Pemerintah Daerah untuk mengasah pengetahuan dan keterampilan masyarakat di bidang ekowisata.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
61
Selanjutnya hasil wawancara dengan beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, mereka secara umum menanggapi positif tentang rencana pengembangan ekowisata di hutan Wehea. Potensi ekowisata hutan Wehea merupakan satu daya tarik dari berbagai daya tarik ekowisata yang ada di Kutai Timur atau di Kalimantan Timur. Ke depan perlu inventarisasi menyeluruh potensi ekowisata yang ada di Kaltim sehingga bisa dibuatkan atau ditetapkan beberapa paket kunjungan ekowisata yang terencana. Untuk kawasan hutan Wehea sendiri keberadaannya cukup strategis bila dibuatkan suatu paket ekowisata dengan beberapa tempat ekowisata yang ada di Kaltim. Kawasan hutan Wehea tidak jauh dari jalan poros trans-Kaltim yang menghubungkan kota Berau, Sangatta, Samarinda dan Balikpapan. Dari lokasi hutan Wehea bisa memudahkan perjalanan menuju ke Kabupaten Berau atau terus ke utara daerah Malinau, Bulungan dan Tarakan, selain itu dari Wehea juga bisa jalan darat ke Sangatta, Bontang dan Samarinda atau menelusuri sungai dengan kapal dari Muara Wahau ke Samarinda. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hutan Wehea sangat unik dan menarik untuk dijadikan tujuan ekowisata. Keunikan terlihat dari tingginya keanekaragaman hayati flora dan fauna. Untuk flora masih banyak terdapat jenis alami hutan tropis terutama dari famili Dipterocarpaceae, selain itu terdapat juga tumbuhan seperti pasak bumi (E. longifolia), anggrek hitam (Coelegyn spp. dan Acriopsis sp.) serta beberapa jenis tumbuhan yang berkhasiat untuk obat. Untuk potensi fauna ada beragam jenis mulai dari primata, mamalia, reptil dan jenis burung serta nuansa hutan hujan tropis alami dengan masih banyaknya pacet (Haemadipsa sp.). Potensi lansekap juga sangat menarik, sehingga bisa menjadi modal dasar bagi upaya pengembangan dan pengelolaan ekowisata yang dapat mendatangkan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Dari potensi objek ekowisata di hutan Wehea bisa dijadikan satu paket kunjungan dengan wisata pedesaan atau wisata minat khusus di Desa Nehas Liah Bing. Terdapat empat jalur ekowisata yang dapat disiapkan, yaitu jalur ke lokasi Empat Enam Dua Lima dengan fasilitas Flying Fox, Pohon Raksasa dengan fasilitas rumah pohon, Canopy Bridge, Air Terjun Kelelawar dengan fasilitas jembatan di kanan kiri air terjun dan Menara Pandang. Dari keempat jalur ekowisata masingmasing memiliki kekayaan dan keunikan flora dan fauna serta kondisi lansekap berbeda-beda untuk dijelajahi. Pengembangan potensi ekowisata di Wehea diarahkan pada tercapainya keseimbangan antara fungsi konservasi dan rekreasi, dengan mengedepankan kegiatan wisata berwawasan lingkungan. Saran Melakukan peningkatan dan pengembangan fasilitas maupun utilitas, sehingga kegiatan-kegiatan ekowisata yang bisa dilakukan di hutan Wehea semakin menarik dan beragam dengan tetap mengutamakan wisata yang berwawasan pendidikan lingkungan. Pengelolaan ekowisata yang lebih terpadu dengan melibatkan seluruh
62
Sulistyorini dan Boer (2010). Analisis Pengembangan Potensi Ekowisata
stakeholder pariwisata khususnya di Kutai Timur serta melibatkan dan memperhatikan keinginan masyarakat sekitar kawasan hutan Wehea. Kemudian perlu dilakukan studi lanjutan mengenai kelayakan lingkungan, kelayakan teknis dan kelayakan finansial dalam pengelolaan ekowisata di hutan Wehea. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Kriteria Penilaian dan Pengembangan ODTWA, Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Bogor. Anonim. 2005. Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Eks HPH Gruti III sebagai Kawasan Hutan Lindung Wehea “Long Skung Metgueen” di Kabupaten Kutai Timur. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Sangatta.. Aqla, M. 2002. Studi Pengembangan Ekowisata pada Kawasan Konservasi di Loksado Kalimantan Selatan. Tesis Magister Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Arbain. 2007. Keanekaragaman Floristik Sub Daerah Aliran Sungai Sekung Hutan Lindung Wehea, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Skripsi Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian, Sangatta. Fandeli, Ch. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Prinsip Dasar dan Penerapannya dalam Pembangunan. Liberty, Yogyakarta. Fandeli, Ch. dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dan Unit Konservasi Sumberdaya Alam Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta. Fandeli, Ch. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fandeli Ch. dan Muhammad. 2009. Prinsip-prinsip Dasar Mengkonservasi Lansekap. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.