PROSPEK PENGEMBANGAN HUTAN WISATA DI KECAMATAN MUARA KOMAM KABUPATEN PASER The Prospect of Recreation Forest Development in Muara Komam Sub District Paser Regency Eny Kartika Wjayanti1), Achmad Ariffien Bratawinata2) dan Paulus Matius2) Abstract. The aims of this study were to determine the characteristics of habitat, uniqueness and the beauty of nature, the variety of plants and animals, the response of the people around the habitat and also the readiness of the government to develop recreation forest. The research was conducted in Muara Komam Sub District, exactly in Batu Botuk and Muara Karo Villages. This study used qualitative method with the combination of primary data collection through questionnaire, interview, field observation and collecting secondary data from related agencies. The data were analyzed descriptively to identify the problems and the potential of recreation forest in order to determine the prospect of recreation forest in Muara Komam Sub District. The SWOT analysis was done to make the study of development plan. Result of this research indicated that the area has a good potential to develop to be a tourism forest and classified as a main potential. This main potential can be divided into non-biological, biological, cultural and another potentials. There are also some supporting potentials such as activities, facilities and accessibility of the area. Such potentials can be found in Muara Komam such as Losan and Mangkulangit Caves. However, there are some problems faced in the development of the area. It is important to improve promotion and marketing activity to introduce this tourism objects to the public. In addition, the development of tourism means and infrastructures should consider the conservation of natural resources and environment. Kata kunci : prospek pengembangan, hutan wisata, analisis SWOT
Propinsi Kalimantan Timur yang memiliki areal hutan yang luas menyimpan potensi yang dapat dijadikan objek wisata alam. Potensi ini dapat dijumpai di wilayah Kecamatan Muara Komam dengan berbagai keindahan alam yang dimiliki seperti goa alam (Goa Losan dan Goa Mangkulangit) dan beberapa jenis satwa yang hidup dalam ekosistem alam yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Hutan tropis di Indonesia khususnya di Kalimantan Timur mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi, baik flora maupun fauna. Sumberdaya hutan
___________________________________________________________________ 1) Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya 2) Laboratorium Dendrologi dan Ekologi Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
32
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
33
memberikan manfaat yang multiguna bagi masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar hutan, sehingga pelestariannya merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan. Pemanfaatan hutan yang berorientasi pada pemungutan hasil hutan berupa kayu harus dipadukan dengan pemungutan hasil hutan non kayu seperti tanaman obat, buah-buahan, getah, madu, rotan, bahkan produksi air bersih serta pemanfaatan dari segi kepariwisataan yang dikenal sebagai wisata alam atau ekowisata. Kawasan hutan tropis di Muara Komam memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dan keunikan sumberdaya alam yang sangat potensial. Hal tersebut juga didukung oleh kemudahan aksesibilitas menuju kawasan yaitu dapat dijangkau lewat darat. Adanya kepastian status kawasan serta kegiatan penataan kawasan merupakan persyaratan mutlak untuk menjadikan suatu daerah sebagai kawasan wisata. Dengan berlakunya undang-undang otonomi daerah, maka aset ini perlu digali dan dikembangkan dalam rangka menunjang pendapatan daerah. Pariwisata adalah sektor yang sangat strategis untuk meningkatkan jumlah devisa negara, mengingat Indonesia dianugerahi Yang Maha Kuasa potensi wisata alam yang indah dan kaya akan jenis maupun ragamnya, namun dengan modal daya tarik berupa keindahan alam dan keanekaragaman belum merupakan jaminan bagi keberhasilan industri pariwisata, masih banyak yang diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pengelolaan, pelayanan, penyediaan sarana dan prasarana wisata alam serta banyak hal lainnya (Hartono, 1988). Propinsi Kalimantan Timur yang memiliki areal hutan yang luas menyimpan potensi yang dapat dijadikan objek wisata alam. Potensi ini dapat dijumpai di wilayah Kecamatan Muara Komam dengan berbagai keindahan alam yang dimiliki seperti goa alam (Goa Losan dan Goa Mangkulangit) dan beberapa jenis satwa yang hidup dalam ekosistem alam dan tidak dimiliki oleh daerah lain. Tetapi sampai saat ini potensi tersebut belum mendapat perhatian yang serius dari pihak terkait, sehingga pengelolaannya masih bersifat tradisional oleh masyarakat setempat. Sebagai langkah awal dalam mengangkat dan mengembangkan potensi wisata alam yang ada di wilayah Kecamatan Muara Komam diperlukan adanya kerja sama oleh semua pihak. Dengan pengembangan Muara Komam menjadi hutan wisata, maka kelestarian hutan dapat dijaga dan masyarakat di sekitarnya dapat juga menikmati manfaatnya dengan melibatkannya secara langsung, sehingga masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik habitat, keunikan dan keindahan alam sebagai persyaratan hutan wisata di hutan Muara Komam, mengetahui respon dari masyarakat sekeliling hutan Muara Komam untuk dibangunnya hutan wisata, mengetahui kesiapan pemerintah setempat baik sarana maupun prasarananya dalam pembentukan hutan wisata. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang potensi ekowisata hutan tropis yang dapat mendukung pengembangan hutan wisata di Muara Komam; diharapkan pengelolaan dan pengawasan kawasan hutan yang dilindungi yang selama ini menjadi hambatan bisa teratasi, karena kawasan wisata alam mendatangkan hasil yang cukup besar dengan cara menjual keindahan alam dan lingkungan melalui informasi yang lugas dan sederhana;
34
Wijayanti dkk. (2007). Prospek Pengembangan Hutan Wisata
pengelolaan wisata alam pada suatu kawasan hutan yang dilindungi menyerap tenaga kerja yang banyak misalnya untuk jasa pelayanan, pengelolaan, jasa informasi maupun pemandu wisata, sehingga masyarakat sekitar hutan dapat dilibatkan secara langsung tentunya dengan dibekali bimbingan mengenai konservasi lingkungan, sehingga hasil dari penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya; dapat memberikan masukan berupa saran dan informasi kepada pemerintah daerah setempat sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pengembangan Muara Komam menjadi hutan wisata. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada kawasan Goa Losan di Desa Batu Botuk dan kawasan Goa Mangkulangit di Desa Muara Kuaro Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser Propinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini membutuhkan waktu 4 bulan efektif yang dimulai pada bulan Juni sampai September 2004. Dalam kegiatan penelitian ini yang menjadi objek utama adalah potensi wisata yang ada di Muara Kuaro dan Batu Botuk serta masyarakat di sekitar kawasan wisata dan pengunjung wisata yang ada. Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan dan mempelajari berbagai informasi yang tersedia dari berbagai sumber yang dapat digunakan sebagai bahan pendukung pelaksanaan penelitian. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan yaitu kondisi biofisik berupa jenis flora dan fauna, responden berupa sikap penduduk dan pemerintah setempat (instansi terkait). Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui pengamatan langsung yang meliputi pengumpulan dan pencatatan data, wawancara, pengisian daftar pertanyaan dan studi kepustakaan. Dalam pengambilan sampel (responden) untuk penduduk di sekitar kawasan objek dilakukan secara acak dan terstruktur. Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 10 % dari jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Batu Botuk dan Muara Kuaro. Dari data primer dan data sekunder tersebut dilakukan identifikasi dan inventarisasi kegiatan pengembangan apa yang dapat dilakukan untuk setiap potensi biogeofisik yang ada. Secara keseluruhan, metode pengumpulan dan pengolahan serta analisis data dalam penelitian diringkaskan pada Tabel 1. Data dan informasi yang diperoleh dari kuesioner, wawancara, studi literatur/dokumentasi dan pengamatan di lapangan kemudian diedit, selanjutnya diklasifikasikan dan ditabulasikan sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan data kondisi dan keadaan biogeofisik, sarana dan prasarana, instansi terkait, serta masyarakat sekitar kawasan objek wisata alam dilakukan analisis prospek pengembangan ekowisata dengan metode analisis SWOT yang terdiri dari analisis kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) (Rangkuti, 2003). Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengidentifikasi beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi kekuatan (S) dan kelemahan (W), sedangkan faktor eksternal meliputi peluang (O) dan ancaman (T).
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
35
Tabel 1. Jenis dan Uraian Data, Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis Data No.
Jenis dan uraian data
1. Transportasi yang digunakan untuk menuju kawasan 2. Usaha-usaha yang telah dilakukan dan pengembangan selanjutnya dalam pelestarian kawasan 3. Potensi kawasan yang dapat dikembangkan 4. Pendapat masyarakat tentang keberadaan kawasan wisata dan upaya pengembangan 5. Kendala dalam usaha pengembangan kawasan 6. Penataan kawasan 7. Kondisi umum kawasan: a. Administratif b. Pemanfaatan kawasan c. Biogeofisik
Metode pengumpulan data primer Pengamatan lapangan (observasi) dan wawancara Pengamatan lapangan (observasi) dan wawancara
Metode analisis data Deskriptif kualitatif Klasifikasi dan deskriptif kualitatif
Pengamatan lapangan (observasi) dan wawancara Wawancara, kuesioner
Deskriptif kualitatif
Wawancara, kuesioner
Deskriptif kualitatif
Pengamatan lapangan
Deskriptif kualitatif
Studi dokumentasi Studi dokumentasi Studi dokumentasi
Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif
Deskriptif kualitatif
Hasil identifikasi disusun dalam format matrik SWOT menurut Suwantoro (2001). Penentuan strategi pengembangan didasarkan atas faktor internal dan eksternal dengan model sebagai berikut: i) strategi S–O dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, ii) strategi S–T dibuat dengan menggunakan kekuatan yang ada untuk mengatasi segala ancaman yang ada, iii) strategi W–O dibuat dengan memanfaatkan peluang dan meminimalkan kelemahan yang ada dan iv) strategi W–T dibuat untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Pengelompokan Potensi Ekowisata Identifikasi dan pengelompokan potensi ekowisata meliputi potensi alam, biologi dan budaya. Potensi ekowisata di luar ketiga potensi tersebut dimasukkan ke dalam potensi lainya. Untuk mendukung kegiatan ekowisata dilakukan beberapa identifikasi potensi pendukungnya yang meliputi fasilitas yang tersedia, aksesibilitas menuju lokasi dan aktivitas yang dapat dilakukan berdasarkan potensi yang ada. Potensi wisata yang diidentifikasi meliputi: 1. Potensi alam. Potensi alam yang terdapat di Kecamatan Muara Komam di antaranya: sumber mata air, wisata air terjun, sungai dan Bukit Karst (bukit kapur). 2. Goa Losan. Kekhasan Goa Losan adalah: goanya cukup besar dan dalam sampai sejauh 1 km, di dalamnya terdapat ruang terbuka sehingga pengunjung dapat melihat sinar matahari, terdapat stalagtit dan stalagmit yang cukup baik, di dalamnya terdapat bermacam-macam goa lagi, yaitu: Goa Walet berjarak sekitar 900 m dari pintu Goa Losan ke arah kanan, Goa Tengkorak berjarak kurang lebih
36
Wijayanti dkk. (2007). Prospek Pengembangan Hutan Wisata
1000 m dari pintu Goa Losan ke arah kiri dan Goa Musik terletak di sebelah kiri dari pintu Goa Losan. 3. Goa Mangkulangit. Kekhasan Goa Mangkulangit adalah: letak goa di pinggir sungai, dapat dipadukan dengan wisata sungai, seni budaya penduduk asli Paser yang tinggal sekitar sungai, variasi flora dan fauna dan penambangan emas tradisional. 4. Potensi biologi 4.1. Potensi flora. Secara umum hutan di kawasan Goa Mangkulangit yang direncanakan akan dikembangkan sebagai hutan wisata terdiri dari semak belukar, padang alang-alang, tanaman buah-buahan serta berbagai jenis pohon. Selain itu dijumpai pula berbagai jenis anggrek (Orchid sp.), jamur (fungi), bambu (Bambusa sp.), rotan (Calamus sp.), jahe-jahean (Zingiberaceae) dan sirih hutan (Piper aduncum) yang dapat digunakan sebagai obat oleh penduduk sekitar dan pada dinding goa terdapat jenis paku-pakuan (Pteridophyta) serta lumut (Briophyta). Beberapa bagian dari hutan ini dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk berladang. Tetapi di bagian lain tetap terjaga kondisinya yaitu dengan ditemukannya jenis-jenis pohon besar yang cukup tua dan telah mempunyai akar banir (buttress) yang cukup besar. Gambaran umum dari tajuknya (conopy), ada beberapa bagian yang tampak terkesan menyambung, terutama pada kawasan yang masih banyak pohonnya, selain itu terdapat juga jenis komersil seperti Meranti Merah (Shorea smithiana), Meranti Putih (Shorea leprosula) dan Banggeris (Koompasia excelsa). Secara umum, vegetasi di kawasan ini didominasi oleh jenis sungkai (Peronema canescens), beringin (Ficus sp.) dan Lea indica. 4.2. Potensi fauna. Potensi fauna yang terdapat pada kawasan hutan Goa Mangkulangit di Kecamatan Muara Komam masih cukup banyak dan beragam, baik mamalia, aves maupun jenis reptilia. Dari jenis mamalia yang ada adalah: bekantan (Nasalis larvatus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), babi hutan (Sus barbatus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), beruang madu (Helarctos malayanus), landak (Hystrix brachyura), musang (Arctogalidia trivirgata), kucing batu (Felis marmorata), macan dahan (Neofelis nebulosa), tupai (Tupaia dorsalis) dan kelelawar (Pteropus vampyrus). Jenis aves yang ada antara lain: walet (Aerodramus vanikorensis), walet sriti, walet sapi, (Collocalia esculenta), cuit, cica hijau (Cissa thalassina), pelatuk (Sasiaab normis), kacer (Prinia polychroa), murai batu, burung pipit, burung gereja (Passer montanus), burung pialing, burung karuang (karuang berjambul dan karuang tidak berjambul), enggang gading (Buceros rhinoceros), gagak hutan (Corvus enca). Jenis reptilia yang ada antara lain: biawak (Varanus bornensis), berbagai jenis ular, ikan (pisces) dan lain-lain. Selain itu juga dijumpai berbagai jenis serangga, kupukupu dan lain-lain. Potensi fauna yang beragam ini dari tahun ke tahun semakin berkurang jumlahnya, bahkan akhirnya mendekati kepunahan (masih ada tetapi sudah sangat jarang dijumpai). Hal ini disebabkan karena kebiasaan berburu masyarakat setempat yang sangat bergantung pada alam dalam pemenuhan kebutuhan akan protein.
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
37
Berburu juga merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Dayak di samping menangkap ikan, mengumpulkan buah-buahan dan jenis tanaman lainnya dari hutan (King, 1988 dalam Sarjono, 1995). Hal serupa dilakukan juga oleh masyarakat Kecamatan Muara Komam. Gangguan terhadap keanekaragaman hayati di kawasan hutan Muara Komam khususnya untuk jenis burung dan kijang adalah cukup tinggi. Gangguan tersebut berupa kegiatan perburuan dan penebangan yang dilakukan masyarakat setempat. 4.3. Potensi budaya. Daya tarik ekowisata selain bertumpu pada potensi sumberdaya alam dan biologi juga bertumpu pada potensi budaya. Batasan daerah potensi budaya pada penelitian ini adalah daerah-daerah yang mempunyai aktivitas dan atraksi budaya masyarakat setempat yang masih asli seperti kegiatan perekonomian, acara ritual, kerajinan tangan, situs sejarah, bentuk bangunan serta pola hidup lainnya. Potensi budaya tersebut antara lain: 4.3.1. Pesta Panen. Penduduk Desa Muara Komam sebagian besar bekerja sebagai petani. Pesta panen ini dilakukan setiap setahun sekali setelah padi sawah yang ditanam siap untuk dipanen. Dalam pesta panen ini penduduk bergotong royong dalam mengerjakan sawah dari anggota penduduk yang satu secara bergiliran ke sawah anggota penduduk yang lain. Panganan yang menjadi ciri dari pesta panen ini adalah adanya emping yang dibuat dari pesta panen ini adalah terjalinnya rasa persaudaraan antar penduduk Desa Muara Komam, baik penduduk asli maupun pendatang. 4.3.2. Tari Giring-giring. Tari giring-giring merupakan tari yang dilakukan saat penyambutan tamu yang ditarikan oleh beberapa orang gadis. Saat ini tari giringgiring sudah jarang dilakukan. Untuk tetap mempertahankan dan melestarikannya penduduk Muara Komam sering mengikutsertakan wakilnya mengikuti festival seni dan budaya. Tari giring-giring ini perlu dibina, sehingga dapat menjadi salah satu potensi budaya yang menarik. 4.3.3. Upacara Adat Belian. Kegiatan budaya yang tidak kalah menariknya adalah upacara Adat Belian ”Mamulio Ngadap Klusan”. Upacara Adat Belian merupakan upacara adat suku Paser yang berupa kegiatan pengobatan atau bila habis sembuh dari sakit. Mamulio Ngadap Klusan berarti mensucikan diri sebelum menghadap sang pencipta. Upacara ini dipimpin oleh seorang yang disebut ”Mulung”. Meskipun upacara adat Belian ini sudah jarang dilakukan, namun bisa menjadi objek daya tarik wisata yang menarik bila dapat dijaga dan dilestarikan. 4.3.4. Legenda Batu Ayus. Di Kecamatan Muara Komam pada potensi wisata Goa Mangkulangit ada legenda tentang orang kuat suku Paser yang bernama ”Ayus”. Dikisahkan Ayus adalah orang kuat yang berwajah tampan. Mempunyai keponakan seorang putri yang sangat cantik bernama putri ”Ave”. Suatu saat Ayus sangat bernafsu kepada putri Ave, tetapi Ayus sadar bahwa putri Ave adalah keponakannya, sehingga dilampiaskanlah nafsunya pada sebuah batu. Hal ini diperkuat dengan adanya batu Tengkong Ayus. Ada juga batu Tai Ayam Ayus. Batu ini pada musim kemarau mengeluarkan aroma bau tidak sedap. Menurut legenda, batu ini dahulu sebagai tempat untuk melihara ayam Ayus. Di sekitar Goa Mangkulangit ada batu yang dipercaya sebagai tempat pemandian putri Ave.
38
Wijayanti dkk. (2007). Prospek Pengembangan Hutan Wisata
Selain itu terdapat pula batu tempat mengikat tali alat penangkap ikan milik Ayus yang disebut ”Bubu”. 4.3.5. Kerajinan Rotan. Kerajinan tangan terbuat dari bambu dan rotan yang dibuat suku paser selain untuk dijual juga untuk digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Kerajinan tangan antara lain berupa nyiru, lanjun, bubu, anjat, karpet dan lain-lain. 4.4. Potensi lainnya. Berdasarkan hasil identifikasi potensi ekowisata untuk pengembangan hutan wisata di Muara Komam ditentukan beberapa potensi yang tidak termasuk ke dalam potensi alam, biologi maupun budaya, potensi tersebut dimasukkan ke dalam potensi lainnya yaitu: penambangan emas, pengambilan madu dalam hutan, perkebunan dan camping ground. Identifikasi potensi pendukung kegiatan ekowisata dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan. Identifikasi potensi pendukung ini meliputi aktivitas yang dapat dilakukan, fasilitas yang tersedia pada kawasan wisata dan aksesibilitas mencapai kawasan. Sebagai kawasan yang memiliki ekowisata yang menarik seyogyanya kawasan ini dilengkapi dengan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang memadai. Namun karena pengelolaannya belum optimal, dari hasil pengamatan di lokasi tidak ada fasilitas penunjang wisata seperti shelter, gazebo dan lain-lain yang dapat menunjang keberadaan wisata. Fasilitas sarana yang dibangun adalah dermaga perahu yang dijadikan sebagai lokasi keberangkatan pengunjung. Dari Muara Komam Dermaga ini dibangun pada tahun 2001 dan dilengkapi fasilitas 2 buah perahu yang dimiliki oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) setempat. Selain 2 buah perahu ini pengunjung dapat pula menyewa perahu penduduk. Untuk menunjang kegiatan komunikasi di daerah ini telah tersedia jaringan telepon warung telekomunikasi (wartel) Rotan Timur, sehingga bisa dimanfaatkan oleh pengunjung. Untuk mencapai kawasan Kecamatan Muara Komam bila perjalanan dilakukan dari Balikpapan, mula-mula menuju Kebupaten Penajam Paser Utara dengan menggunakan kapal ferry selama 1 jam atau dengan speed boat selama 15 menit. Dari Penajam dilanjutkan menuju Kuaro dengan menggunakan L-300 perjalanan dilanjutkan menuju Kecamatan Muara Komam dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam yang berjarak 56 km. Potensi wisata yang terdapat di Kecamatan Muara Komam cukup beragam. Hal ini mempengaruhi ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Adapun aktivitas yang dapat dilakukan antara lain: wisata sungai (berakit, memancing, berenang, penelusuran sungai), kegiatan fotografi, panjat tebing (rock climbing), penelitian, penelusuran goa, pengamatan jenis-jenis pohon, pengamatan satwa, wisata budaya dan lain-lain. Pengunjung Objek Wisata dan Penduduk Sekitar Kawasan Wisata Bagian ini membahas dan memberikan uraian mengenai penduduk di sekitar kawasan wisata dan wisatawan atau pengunjung objek wisata. Data untuk ini adalah data primer yang diambil dari responden dengan menggunakan daftar
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
39
pertanyaan terstruktur atau kuesioner dan juga data sekunder dari literatur yang ada. 1. Penduduk desa sekitar kawasan wisata Penduduk desa sekitar kawasan wisata yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Batu Botuk dan Muara Kuaro. Penduduk Desa Muara Kuaro yang menjadi responden berjumlah 130 responden dan penduduk Desa Batu Botuk berjumlah 200 responden. Karakteristik penduduk yang menjadi responden secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Proporsi Responden (%) Menurut Kelas Umur dan Jenis Kelamin Umur 15–<25
Laki 15,75
25–<35 35–<45
33,33 15,21
Perempuan 9,10
Jumlah 24,85
12,12 4,21
45,45 19,42
45–55
6,68
3,60
10,28
Jumlah
70,97
29,03
100,00
Responden yang diambil untuk sampel berjumlah 330 orang yang terdiri dari 234 orang laki-laki dan 96 orang perempuan. Dapat dilihat dari Tabel 2 bahwa 71 % adalah laki-laki dan terbanyak berada pada kelas umur 25–<35 tahun. Tabel 3. Proporsi Responden (%) Menurut Kelas Umur dan Pendidikan Umur 15–<25 25–<35 35–<45 45–55 Jumlah
SD 17,61 15,52 11,21 5,45 49,79
SLTP 10,30 12,42 2,12 1,21 26,05
SLTA 4,24 8,18 4,54 3,33 20,29
PT 0,00 0,00 2,12 1,75 3,87
Jumlah 32,15 36,12 19,99 11,74 100,00
Dilihat dari tingkat pendidikan responden, proporsi terbesar berada pada tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar (49,79 %). Hal ini dapat diartikan bahwa penduduk sekitar kawasan wisata di Kecamatan Muara Komam hampir sekitar 50 % penduduknya lulus Sekolah Dasar, 26 % lulus SLTP, 20 % lulus SLTA dan hanya sekitar 4 % lulus Perguruan Tinggi. 2. Hasil wawancara Wawancara dilakukan kepada masyarakat setempat yaitu penduduk Desa Muara Kuaro, Muara Komam dan Batu Botuk. Hasil wawancara dan jawaban kuesioner yang diberikan menunjukkan sikap penduduk sekitar kawasan wisata sebagian besar penduduk setuju bila kawasan tersebut dikembangkan sebagai Kawasan Hutan Wisata. Pada Tabel 4 terlihat, bahwa 71,43 % responden bersikap setuju jika kawasan tersebut dilakukan pengembangan hutan wisata. Keberadaan Hutan Wisata di Kecamatan Muara Komam dengan segala objek wisata dan daya tariknya
40
Wijayanti dkk. (2007). Prospek Pengembangan Hutan Wisata
diharapkan dapat menjadi alternatif sumber pendapatan bagi Kabupaten Paser sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Tabel 4. Proporsi Responden (%) Menurut Sikap Penduduk desa Muara Kuaro Muara Komam Batu Botuk Jumlah
Setuju 32,85 4,29 34,29 71,43
Sikap Tidak setuju 1,42 0,58 8,60 10,60
Tidak tahu 2,86 0,86 14,28 18,00
Jumlah 37,13 5,73 57,17 100,00
Wawancara juga dilakukan dengan instansi terkait yaitu Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser Tanah Grogot, Dinas Kehutanan Kabupaten Paser Tanah Grogot, Pemda setempat dalam hal ini Kecamatan Muara Komam dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Kabupaten Paser (PEMA, Himpli, LAP dan Forpad). Tabel 5. Hasil Wawancara Mengenai Sikap Tentang Pengembangan Hutan Wisata (%) pada Beberapa Dinas Dalam Lingkup Pemkab Kabupaten Paser Instansi Dispar Dishutbun Kec. M.K. LSM Jumlah
Setuju 20,00 12,50 17,50 15,00 65,00
Sikap Tidak setuju 2,50 5,00 2,50 5,00 15,00
Tidak tahu 2,50 7,50 5,00 5,00 20,00
Jumlah 25,00 25,00 25,00 25,00 100,00
Sikap setuju dikembangkannya Kawasan Hutan Wisata ditunjukkan dengan tingginya angka sebesar 65 %, yang berarti bahwa instansi-instansi tersebut mendukung pengembangan hutan wisata di Muara Komam. Hal ini juga terbukti dengan adanya usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten Paser melalui instansi terkait telah berupaya untuk melakukan pengelolaan dalam kawasan ini dengan membangun prasarana berupa dermaga perahu yang diharapkan dapat menarik perhatian pengunjung. Selain itu, untuk menunjang pengembangan kawasan ini, instansi terkait dalam hal ini Dinas Pariwisata berkoordinasi dengan pihak Kecamatan Muara Komam sudah pernah melakukan penyuluhan mengenai masyarakat sadar wisata untuk membangun kesadaran masyarakat setempat, namun perubahan yang terjadi dari penyuluhan ini hanya sedikit. Promosi melalui pembuatan brosur, leaflet, booklet tayangan televisi lokal maupun nasional juga telah diupayakan untuk memperkenalkan objek wisata ini. Meskipun yang bersikap setuju menunjukkan angka yang tinggi, namun tidak dibarengi dengan pengelolaan yang baik terhadap kawasan ini. Terbukti tidak adanya perawatan dan pengelolaan terhadap prasarana yang telah ada, seperti gazebo yang ada di bawah Goa Losan rusak tidak terawat.
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
41
3. Pengunjung wisata dari Kabupaten Paser Dari hasil data primer selama penelitian lebih kurang 4 bulan tercatat data pengunjung sebagai berikut: Tabel 6. Proporsi Pengunjung Wisata Lokal Penduduk Kabupaten Paser (%) Umur
Laki
Perempuan
15<25 25< 35 35< 45 4555 Jumlah
25,52 22,45 10,20 6,12 64,29
10,20 18,37 5,10 2,04 35,71
Jumlah 35,72 40,82 15,30 8,16 100,00
Pengunjung wisata lokal berasal dari daerah sekitar Kecamatan Muara Komam dan Kabupaten Paser, yaitu dari Desa Muara Kuaro, Muara Komam, Batu Botuk, Prayon, Muara Payang dan Tanah Grogot. Dari hasil wawancara dengan 98 orang yang berkunjung ke objek wisata ini memberikan indikasi, bahwa wisatawan yang pernah datang cenderung untuk datang kembali. Wisatawan yang datang umumnya ingin mendapatkan ketenangan dan ingin menikmati keindahan alam. Pada Tabel 8 terlihat, bahwa proporsi pengunjung wisata terbesar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 64,29 %. Fenomena ini dapat diartikan bahwa laki-laki lebih menyukai tantangan di alam terbuka dibandingkan perempuan, karena kawasan ini merupakan objek wisata alam yang penuh resiko. Tabel 7. Proporsi Anak Sekolah dan Perguruan Tinggi (%) yang berkunjung ke Wisata Alam Muara Komam Pendidikan
Laki
Perempuan
SD SLTP SLTA PT Jumlah
12,24 15,30 24,50 10,20 62,24
5,11 10,20 16,33 6,12 37,76
Jumlah 17,35 25,50 40,83 16,32 100,00
Pada Tabel 7 terlihat, bahwa proporsi pengunjung bila dilihat dari tingkat pendidikannya, maka yang terbesar adalah tamatan SLTA yaitu 24,50 %. Aktivitas yang dilakukan oleh pengunjung anak sekolah berupa kemah satu malam, sedangkan pengunjung yang lain hanya bersifat pengunjung harian. 4. Wisatawan dari luar Kabupaten Paser Dari hasil pemantauan selama penelitian pengunjung dari luar Kabupaten Paser hanya bersifat singgah untuk beristirahat dalam perjalanan dari Samarinda dan Balikpapan menuju ke Banjarmasin maupun sebaliknya, baik menggunakan kendaraan umum maupun pribadi, sehingga kawasan ini disebut sebagai kawasan “Wisata Antara”.
42
Wijayanti dkk. (2007). Prospek Pengembangan Hutan Wisata
Kendala Pengembangan Kawasan Dalam upaya pengembangan kawasan selalu ada kendala di dalamnya. Kendala-kendala ini harus dapat dirumuskan sebagai bahan evaluasi pengembangan kawasan selanjutnya, sekaligus dicarikan solusi yang tepat. Seperti diketahui dari hasil penelitian, bahwa sebagian besar penduduk di Muara Komam setuju dengan pengembangan hutan wisata, hal ini merupakan kekuatan yang bisa dimanfaatkan. Dari sisi daya tariknya, kawasan ini sangat menarik dan sayang bila tidak dikelola secara lestari karena keanekaragaman hayati yang ada bisa menjadi punah. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengembangan hutan wisata ini, yaitu: a. Belum adanya penetapan akan hutan wisata, tetapi masih merupakan usulan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Paser Tanah Grogot kepada Pemerintah Daerah. b. Kurang optimalnya peran lembaga pengelola. Pada potensi wisata Goa Losan sebenarnya telah dilakukan pengelolaan, tetapi sampai tahun anggaran 2003 pengelolaan tersebut dihentikan. Hal ini dikarenakan tidak adanya anggaran dana (dana yang ada sebelumnya dari Dinas Pariwisata Seni dan Budaya dan sejak tahun 2003 sampai sekarang dihentikan). c. Di dalam Goa Losan yang sebelumnya telah diberi penerangan, namun sekarang lampu penerangan tersebut tidak ada (hilang), sehingga pengelolaan kawasan harus lebih dioptimalkan yaitu dengan membentuk lembaga pengelola yang berbasiskan masyarakat setempat, sedangkan pemerintah bertanggung jawab dalam hal pendanaan, pengarahan dan penyuluhan serta melakukan promosi kawasan dengan tahap awal pengenalan potensi wisata. Dukungan dari stakeholders lain juga mutlak diperlukan agar pengelolaan dapat berjalan optimal. Diharapkan dengan adanya keputusan Bupati mengenai pelimpahan sebagian wewenang Pemerintah Daerah ke kecamatan termasuk di dalamnya masalah kepariwisataan, pihak kecamatan dapat berinisiatif untuk membentuk lembaga pengelola ini. d. Belum adanya batas-batas wilayah hutan yang jelas. Belum pernah dilakukan penataan ulang wilayah pada kawasan ini, termasuk dalam kawasan budidaya non kehutanan. e. Fasilitas wisata khususnya untuk menunjang kegiatan wisata pada kawasan ini masih belum ada. Satu-satunya prasarana yang menunjang kegiatan wisata adalah adanya dermaga perahu yang dibangun pada tahun 2001. Adanya pembangunan dermaga perahu ini dapat meningkatkan aksesibilitas menuju objek wisata, sehingga memperlancar dan memudahkan dalam menempuh perjalanan. Saat ini dermaga tersebut mulai rusak, karena tidak adanya perawatan dan mulai ditinggalkan dengan dibukanya jalur darat. f. Untuk menunjang kegiatan wisata seyogyanya tersedia fasilitas di dalam kawasan. Fasilitas wisata yang lengkap akan memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata. Namun yang perlu diingat dalam pembangunan fasilitas wisata ini tidak akan mengubah
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
43
bentuk dan bentang alam terlalu besar, sehingga aspek kealamian kawasan tetap terjaga. g. Terbatasnya kapasitas sumberdaya manusia (SDM). Kapasitas SDM turut mempengaruhi keberhasilan pengembangan objek wisata alam. Dalam hal ini, SDM yang dimaksud terdiri atas pegawai Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser Tanah Grogot selaku lembaga pengelola dan penduduk Desa Muara Komam yang seharusnya dilibatkan dalam pengelolaan. Latar belakang atau tingkat pendidikan dari SDM tersebut dapat dijadikan indikator dalam mengetahui kapasitas sumberdaya manusia. Sebagai contoh, dari 21 pegawai Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser hanya 2 orang atau sekitar 9,52 % yang latar belakang pendidikannya di bidang pariwisata, yang mana satu di antaranya masih dalam status pegawai tidak tetap, padahal peran dinas ini sebagai lembaga pengelola membutuhkan orang yang mengerti bidang tersebut. Kemudian pada penduduk Desa Muara Komam yang tingkat pendidikannya sebagian besar hanya sampai jenjang Sekolah Dasar (SD), masih membutuhkan binaan dan pengarahan untuk dapat melibatkan mereka dalam pengelolaan objek wisata alam ini. h. Dampak negatif wisata alam. Kegiatan pariwisata termasuk wisata alam selain menimbulkan dampak positif tentu juga akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif wisata alam yang terdapat pada objek wisata alam Goa Losan dan Goa Mangkulangit yaitu berupa coretan tangan pengunjung (vandalisme) pada dinding batu goa tersebut. Bukan saja tidak bagus dipandang namun juga dapat menghilangkan aspek alami kawasan. Selain itu, pengunjung juga cenderung untuk mengambil potensi biologi kawasan berupa fauna atau flora yang ada. Kegiatan yang seperti ini bila dibiarkan dikhawatirkan dapat menurunkan tingkat keragaman hayati yang ada. i. Untuk mengantisipasi dampak negatif wisata alam, pengelola harus mensosialisasikan etika pengunjung dalam bentuk pemberitahuan atau papan pengumuman dan pemantauan secara simultan, dengan demikian kegiatan wisata dapat terus berjalan dengan meminimalisir dampak negatif yang akan ditimbulkan. j. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendanaan adalah masalah yang cukup krusial dalam suatu pengembangan objek wisata. Saat ini pengembangan obyek wisata alam ini masih bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Paser. Namun jumlah anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan pengembangan objek wisata di Kabupaten Paser sangat terbatas dan hanya merupakan urutan yang kesekian pada daftar APBD. Memang untuk pengembangan objek wisata ini tidak hanya bisa mengandalkan APBD, untuk itu Pemerintah Daerah harus bisa mempromosikan objek-objek wisata ini kepada dunia usaha agar dapat menarik investor untuk membantu dalam hal pendanaan bagi pengelolaan objek wisata alam. k. Kurangnya kerja sama antar instansi yang terkait. Kegiatan pariwisata adalah kegiatan multi sektor yang melibatkan banyak pihak. Pengelolaan potensi wisata yang ada di Muara Komam masih di bawah kewenangan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser. Alangkah baiknya bila Dinas Pariwisata bisa menjalin kerja sama yang baik dengan instansi lain seperti
44
l.
Wijayanti dkk. (2007). Prospek Pengembangan Hutan Wisata
BKSDA, Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan, Biro Perjalanan dan lain-lain. Selain itu dalam pengelolaan kawasan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Paser dapat melibatkan stakeholders lain seperti LSM, akademisi dan tentu saja dengan masyarakat setempat. Pemasaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah selaku pengelola objek wisata alam dirasakan masih sangat kurang. Hal ini tampak dari hasil kuesioner yang menyatakan bahwa 68,75 % pengunjung dan penduduk mengetahui informasi keberadaan kawasan ini dari teman atau saudara. Pengelola dapat meningkatkan kegiatan promosi atau pemasaran wisata melalui event promosi wisata (expo), leaflet, booklet atau brosur.
Analisis Strategi Pengembangan Kepariwisataan Berikut ditampilkan analisis SWOT untuk mengkaji prospek pengembangan kawasan untuk tujuan wisata di Muara Komam. Analisis strategi pengembangan kepariwisataan didasarkan atas faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam pengembangan kepariwisataan. Tabel 8. Analisis SWOT Prospek Pengembangan Kawasan Wisata Muara Komam Faktor internal Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness) a. Keunikan dan a. Pendanaan keindahan kawasan b. Rendahnya melihat b. Keberadaan satwa investor liar c. Kurangnya sarana dan c. Budaya masyarakat prasarana d. Dukungan d. Status kawasan tidak jelas masyarakat e. Kurangnya kegiatan promosi f. Kemampuan SDM yang terbatas g. Kurangnya koordinasi dan kerja sama antar instansi terkait
Faktor eksternal Peluang (Opportunity) Ancaman (Threat) a. Keterkaitan dengan a. Dampak negatif dari objek wisata lain kegiatan pariwisata b. Adanya akses jalan berupa sampah, dan transportasi pencemaran air dan c. Promosi oleh randalisme stasiun TV lokal b. Perburuan satwa c. Pembukaan lahan d. Kegiatan penambangan emas
Hasil pengamatan di lapangan dan diskusi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dapat diidentifikasi unsur-unsur yang digunakan untuk penentuan strategi pengembangan kepariwisataan. Implementasi dari setiap strategi yang sudah teridentifikasi dapat dijabarkan secara rinci seperti berikut: 1. Meningkatkan promosi dan pengembangan variasi jenis wisata. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan strategi ini meliputi: a. Menerbitkan brosur, leaflet dan booklet yang berisi Kawasan Wisata Muara Komam. Penerbitan tersebut dapat dilakukan dengan menitipkan pada biro-biro perjalanan umum, biro-biro perjalanan wisata, hotel-hotel dan penerbitan media massa cetak. b. Membuat sequel tayangan TV yang memuat objek-objek wisata yang berada di Kawasan Wisata Muara Komam beserta ceritera rakyat dan kesenian rakyat yang terkait.
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
45
c. Potensi keanekaragaman flora dan fauna sangat potensial untuk dikembangkan menjadi paket wisata pendidikan, khususnya untuk murid SLTA. Oleh karena itu perlu dibuat perencanaan track perjalanan wisata, karena perjalanan akan dilakukan di dalam hutan. 2. Pengembangan model desa wisata/camping ground. Lokasi daerah tujuan wisata yang jauh dari pusat permukiman/perkotaan akan sangat sulit jika dikembangkan menjadi wisata satu hari (one day based recreation) dan menjadi sangat mahal jika pengembangan ditekankan pada penyediaan infrastruktur transportasi dan akomodasi bermalam seperti hotel/penginapan. Alternatif yang memungkinkan adalah melalui pengembangan model Desa Wisata, di mana wisatawan dapat tinggal di permukiman penduduk. Untuk itu beberapa hal perlu dipersiapkan, di antaranya adalah: a. Melakukan studi dan perencanaan lebih detail dalam aspek sosial-budaya masyarakat. b. Memberikan penyuluhan secara lebih luas kepada masyarakat khususnya berkaitan dengan lingkungan dan permukiman sehat. c. Melakukan pembinaan dan pengembangan kesenian rakyat yang dapat dikemas sebagai atraksi wisata. Berkaitan dengan butir 1.c, kemungkinan lain yang dapat dilakukan selain model desa wisata adalah pengembangan camping ground. Model ini sangat cocok untuk wisata pendidikan tingkat murid SLTA, selain biaya yang diperlukan lebih murah, juga lebih mendekatkan pada alam, menumbuhkan kemandirian dan memberikan nuansa petualangan sesuai dengan perkembangan usia. 3. Pembangunan terintegrasi dan memperluas jaringan kepariwisataan. a. Pembangunan kepariwisataan bukanlah pembangunan yang terpisah dan tersendiri melainkan terkait dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Guna meminimalkan biaya investasi, kegiatan pariwisata perlu dikaitkan dengan aktivitas yang sudah ada di dalam suatu wilayah pengembangan. Dalam konteks ini, pengembangan pariwisata dapat diintegrasikan dengan pengembangan kawasan lindung yang ada. b. Pengembangan wilayah pariwisata perlu memperhatikan skala prioritas yang ditinjau dari potensi faktor pendukung kepariwisataan. c. Konteks pengembangan secara spasial harus dikaitkan dengan kepariwisataan secara regional dan nasional, karena Muara Komam merupakan satu mata rantai dalam rangkaian arus wisatawan nasional terutama Propinsi Kalimantan Timur. d. Prinsip diversifikasi produk wisata harus diusahakan agar tidak ada duplikasi dengan daerah tujuan wisata lain. e. Berkaitan dengan butir 3.d, perlu dipikirkan pengembangan paket wisata yang menghubungkan Muara Komam dengan daerah tujuan wisata lain. 4. Meningkatkan peran serta masyarakat dan kelembagaan lokal. a. Model desa wisata maupun pengembangan camping ground dapat menjadi cara mengatasi permasalahan terkait dengan kurangnya minat investor di sektor pariwisata. Kedua model tersebut lebih memberikan peluang kepada masyarakat
46
Wijayanti dkk. (2007). Prospek Pengembangan Hutan Wisata
untuk terlibat secara nyata dalam pengelolaan kepariwisataan, terkait dengan strategi pada butir 2. b. Perlu dikembangkan organisasi atau lembaga ditingkat masyarakat untuk konservasi, baik konservasi alam maupun budaya. c. Pembinaan terhadap pemuda untuk menjadi pemandu wisata yang berkualitas. d. Pembinaan atau kerja sama dengan kelompok-kelompok sadar wisata, pecinta alam dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk berperan serta dalam kegiatan kepariwisataan. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kawasan wisata Muara Komam mempunyai keanekaragaman yang sangat tinggi yang dapat menjadi potensi wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. Potensi wisata yang ada meliputi objek dan daya tarik wisata seperti goa dan pemandangan alam, juga hal yang dapat dikemas menjadi atraksi wisata yaitu kesenian rakyat dan penambangan emas tradisional. Keunikan habitat yang sangat menarik para wisata lokal dan luar adalah berupa tebing bercadas yang terjal, goa dengan beberapa objek di dalamnya, wilayah perkampungan yang dibelah sungai dengan jembatan gantungnya, tebing miring yang menutup sungai (Goa Mangkulangit). Keanekaragaman flora antara tapak satu dengan tapak-tapak lainnya banyak berbeda, sehingga indikator vegetasi bisa mencirikan habitusnya. Keanekaragaman fauna ada yang tinggal pada tempat-tempat tertentu, seperti uwauwa (klampiau) banyak dijumpai di pinggir sungai, sedangkan jenis-jenis lain menyebar berpindah-pindah antara habitat satu dengan yang lainnya sesuai dengan penyediaan pakan. Jenis kelelawar dan walet secara berkelompok hanya bisa dijumpai pada goa (di dalam goa). Banyak peninggalan benda-benda bersejarah berupa kerajinan tangan yang telah tua umurnya yang disimpan di museum mini berupa bahan dari kayu, rotan dan batu-batuan. Fungsi kawasan Kecamatan Muara Komam untuk daerah wisata sangatlah diharapkan sekali oleh masyarakat dan pemerintah daerah setempat, sebab akan berdampak positif terhadap kemajuan perekonomian, budaya dan pendidikan. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar kawasan dan instansi terkait yang ada sangat memungkinkan untuk pengembangan hutan wisata. Ditinjau dari status pengelolaan, belum terealisir penetapan wilayah hutan wisata oleh Pemerintah Daerah sehubungan dengan adanya beberapa faktor, antara lain sumberdaya manusia kepariwisataan di daerah, anggaran dan keterpaduan kepentingan antara lembaga-lembaga di darah Kabupaten Paser. Saran Atas dasar kenyataan tersebut, maka saran yang dapat diberikan untuk pengembangan kepariwisataan di Muara Komam adalah: pemerintah daerah Kabupaten Paser harus secepatnya menetapkan wilayah Muara Komam sebagai wilayah wisata, perlu adanya penjagaan lingkungan dari ancaman kerusakan akibat penambangan emas liar melalui penyadaran masyarakat akan keikutsertaannya
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
47
dalam menjaga lingkungan dari kerusakan yang dapat merugikan mereka sendiri, mencegah penebangan liar dan pemburuan binatang-binatang liar, tersedianya sumberdaya manusia di bidang wisata alam dan benda-benda budaya, tersedianya anggaran daerah yang cukup untuk menyediakan pembiayaan sarana dan prasarana dalam rangka pengembangan kawasan wisata dan hutan wisata, perlu dikembangkan kerja sama pengembangan paket wisata yang menjadikan kawasan wisata Muara Komam menjadi bagian dari keberadaan daerah tujuan wisata lainnya, perlu dilakukan pengembangan model “Desa Wisata” untuk kawasan Muara Komam sebagai upaya mengurangi kebutuhan pembiayaan investasi. DAFTAR PUSTAKA Hartono, S. 1988. Ketersediaan Potensi Alam di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengembangan Wisata Alam, Yogyakarta. Rangkuti, F. 2003. Analisis SWOT, Teknik Membelah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suwantoro, G. 2001. Dasar-Dasar Pariwisata. Penerbit Andi, Yogyakarta.