GEOLOGI DAERAH MUARA WAHAU, KECAMATAN MUARA WAHAU, KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SERTA STUDI PERHITUNGAN SUMBERDAYA NIKEL DAERAH “ X ”
Dede Tedi Arip . S
(1),
Oleh : Akhmad Syafuan (2), Dandy Rieza Auliandri (3). Abstrak
Secara administratif daerah penelitian berada di Muarawahau dan sekitarnya, Kecamatan Muarawahau, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, dengan luas penelitian 8 km X 8 km atau sekitar 6400 Km2. Secara geografis terletak pada 1060 34’ 60’’ BT – 10 10’ 25’’LS dan 1060 34’ 60’’ BT – 10 06’ 05’’LS. Gemorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu, Satuan Geomorfologi Perbukitan Monoklin, Satuan Geomorfologi Pebukitan Lipat Patahan, Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial. Pola aliran sungai yang berkembang didaerah penelitian adalah Pola Aliran Trelis, dengan genetika sungai konsekuen, subsekuen, obsekuen. Stadia erosi sungai berada pada stadia muda dan dewasa, dengan stadia geomorfik dewasa. Satuan Batupasir Sisipan Batulempung diendapkan, pada kala Oligosen Akhir (N2), di lingkungan darat (fluvial), dengan ketebalan ± 540 m. Satuan Batulempung Perselingan Batupasir Sispan Konglomerat diendapkan pada Kala Miosen Awal (N3) – Miosen Awal (N8) pada lingkungan laut dangkal zona neritik tengah, dengan ketebalan ±1500 m. Satuan Konglomerat Sisipan Batugamping, Batupasir Dan Batulempung Lensa Batubara diendapkan pada kala Miosen Tengah(N9), pada lingkungan laut dangkal zona neritik tengah menuju zona transisi, dengan ketebalan ±700 m. Satuan Endapan Alluvial terdiri dari material – material lepas berukukuran lempung, pasir, kerikil, sampai kerakal berumur Holosen – Resen Struktur geologi daerah penelitian terjadi pada kala miosen tengah (N12 – N14), diawali dengan pembentukan, kekar, lipatan, dan patahan, meliputi Sinklin Sungai kancil, Sinklin Sungai Payau, Antiklin Bukit Pasak Bumi, serta diakhiri oleh Sesar Mendatar Bukit Pacet, Sesar Mendatar Bukit Pasak Bumi, Sesar Mendatar Sungai Embung. Dengan gaya utama yang bekerja berarah N 900 E. Studi khusus perhitungan sumberdaya nikel daerah ‘X’ luas area prospek 8.0 Ha, dengan metoda area pengaruh (influence area), didapat kadar nikel 1.4 - 1.7 % = 543,750 metrik ton, kadar nikel 1.8 – 2.0 % = 322,500 metrik ton, kadar nikel > 2.0 % = 798,750 metrik ton, Jumlah keseluruhan Sumberdaya Terunjuk dikali faktor: 1,665,000 metrik ton. Kadar rata – rata ore nikel = 2.00 %, ketebalan rata – rata ore nikel = 9, 87 m, jumlah ketebalan rata – rata lapisan penutup = 6.20 m, dengan volume tanah penutup 906,750 metrik ton, maka didapat striping ratio 1 : 1. Dari perhitungan total sumberdaya nikel terunjuk hanya 60% yang dapat diambil dari keseluruhan sumberdaya dengan luas area 8 Ha, dikarnakan data pemborannya belum sampai tahap eksplorasi detail ( 25 – 12,5 meter), maka jumlah sumberdaya : 656,000 metrik ton. Berdasarkan jumlah sumberdaya tersebut, mengacu harga pasar nikel dunia berdasarkan London Metal Exchange (LME), dengan harga $ 15 tiap ton untuk kadar nikel rata – rata 2.0 %, didapat $ 9,840,000 dikonversi ke rupiah tanggal 24 November 2014, untuk 1 $ = Rp 12,290, didapat Rp 120,933,600,000.
Kata – kata kunci : antiklin, sinklin, pararel laminasi, ripple mark, garnierite, peridotit
1 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
1.
Umum
Daerah Muarawahau, Kecamatan Muarawahau, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, merupakan daerah perbukitan yang terletak pada zona antiklinorium Samarinda bagian Utara. Daerah Muarawahau termasuk kedalam cekungan Kutai., Sejarah sedimentasi cekungan ini mengalami fasa transgresi dan regresi laut. Fasa trasnsgersi laut membentuk endapan batuan karbonat dan serpih berumur Paleogen. Fasa Regresi membentuk endapan deltaic yang kaya akan lapisan batubara berumur Neogen. (Allen dan Chamber, 1998) Berdasarkan pemaparan peneliti terdahulu penulis tertarik untuk memetakan kondisi geologi di area konsesi eksplorasi PT. Kaltim Mineral. Khususnya untuk mengetahui sebaran lapisan batubara dari Formasi Wahau.
30 %. Karakteristik relief permukaan sedang – terjal pola perbukitan memanjang berarah Utara – Selatan. (Gambar 2.2), dengan ketinggian berkisar antara 150 – 250 meter diatas permukaan laut, persentasi lereng 200 – 300. Pola aliran sungai yang berkembang di satuan ini berupa pola aliran trelis dengan genetika sungai konsekuen, tingkat stadia. Satuan perbukitan ini disusun oleh Satuan Batupasir, Sisipan Batulempung. Perbukitan ini dikontol oleh struktur geologi berupa lipatan, bagian sayap sinklin dengan kemiringan lapisan batuan ke arah Timur, Dari penjelasan ciri dari morfologi perbukitan monoklin dapat disimpulkan stadia geomorfik dewasa.
Perbukitan Monoklin pada Bukit Pacet Antiklin Bukit Pasak Bumi
Gambar 2.2 Morfologi perbukitan monoklin dengan kemiringan lapisan batuan kearah Timur. Foto diambil di lokasi pengamatan DT – 68 ke arah Barat.
2.1.2
Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian
2.
KONDISI GEOLOGI
2.1
Geomorfologi
Secara umum daerah penelitian tersusun atas morfologi perbukitan dan lembah dengan ketinggian berkisar 90 – 250 meter diatas permukaan laut, dengan persentasi lereng 20 350. Perbukitan ini terbentuk oleh batuan sedimen yang dikontrol oleh struktur geologi, berupa lipatan dan patahan. Berdasarkan genetika pembentukan bentang alam yang mencakup apek struktur, proses dan tahapan, maka geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga). 2.1.1
Satuan Geomorfologi Perbukitan Monoklin
Satuan geomorfologi ini menempati daerah penelitian dibagian Barat, dengan luas area +
Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan
Satuan geomorfologi ini menempati lokasi penelitian di bagian Barat, Selatan, Timur dan Utara daerah penelitian, yang meliputi Sungai Embung dan Sungai Beruang. Dengan luas area + 65%. Satuan ini memiliki ciri relief permukaan sedang sampai kasar dengan ketinggian 90 – 250 m, dengan persentasi lereng 100 - 350, bentuk morfologi perbukitan dengan relief permukaan halus – sedang, lembah yang mememanjang berarah Utara – Selatan. Satuan ini tersusun oleh batuan sedimen berupa Satuan Batupasir Sisipan Batulempung tufan, Satuan batulempung perselingan batupasir sisipan konglomerat, serta Satuan Konglomerat Sisipan Batugamping, Batupasir dan Batulempung lensa Batubara. Perbukitan ini lebih dominan dikontrol oleh struktur geologi berupa lipatan dan patahan, yang menghasilkan pola perbukitan memanjang ke arah Utara – Selatan, dengan ciri lain adanya bukit antiklin yang terpotong oleh sesar mendatar (Gambar 2.2), berdasarkan penjelasan ciri morfologi 2
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
diatas dapat disimpulkan satuan ini masuk stadia dewasa Antiklin Bukit Pasak Bumi
Antiklin Bukit Pasak Bumi
Antiklin Bukit Sesar Pasak Bumi mendatar Sungai Embung
Gambar 2.2 Morfologi perbukitan yang terpotong oleh sesar mendatar, terletak di bagian Barat lokasi penelitian Foto diambil lokasi penelitian DT - 69 ke arah Barat Laut.
2.1.3
Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
Satuan ini menempati + 5% dari luas daerah penelitian. Secara morfometri satuan ini berbentuk dataran, dengan ketinggian berkisar antara 75 – 90 meter dari permukaan laut, dengan kemiringan lereng antara 2% - 5%. Satuan ini tersusun oleh endapan sungai berupa kerakal, kerikil, pasir, dan lempung yang bersifat lepas. ( Gambar 2.3.). Proses sedimentasi yang masih berlangsung sampai saat ini, b erdasarkan penjelasan diatas, maka stadia gemorfik satuan ini tahapan muda.
tengah daerah penelitian, dengan persentasi luas hingga 36%. Satuan ini umumnya menempati morfologi perbukitan landai yang memanjang berarah Utara ke Selatan dengan ketinggian 200 – 250 meter dpl dengan kemiringan lereng 200 - 300, Kedudukan satuan batuan ini memiliki bidang perlapisan berarah Utara – Selatan, dengan kemiringan kearah Barat - Timur membentuk lipatan antiklin. Berdasarkan hasil rekontruksi penampang dipeta geologi memiliki ketebalan lebih dari ± 540 meter. Bagian bawah satuan ini dicirikan oleh batupasir masiv tidak memperlihatkan bentuk perlapisan yang baik, bisa dijumpai di sepanjang Bukit Pacet, dengan ketebalan perlapisan 1 – 2 meter. Dibagian tengah satuan ini mulai hadirnya batulempung bersifat tufan sebagai sisipan dalam batupasir dengan ketebalan sisipan 10 cm – 20 cm, seperti bisa dijumpai di bagian Bukit Pacet. Batupasir, warna segar abu – abu terang, kompak, , bentuk butir menyudut tanggung membulat tanggung ukuran butir pasir halus sampai sedang porositas baik, terpilah baik sedang, kemas tertutup, terdiri dari kuarsa, feldsfar masa dengan semen oksida besi. Dari hasil analisa petrografi conto dari DT-255, menunjukan bahwa batupasir tersebut adalah : Feldsfatik Arenit (Gilbert, 1953). Batulempung, berwarna putih - putih keruh, lunak, non karbonatan, bersifat tufan.
Gambar 2.3 Dataran aluvial memperlihatkan gosong pasir, yang diambil dihilir Sungai Embung.
2.2
Statigrafi
Statigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan batuan, di mulai dari tua ke muda : 2.2.1 Satuan Batupasir Batulempung
Sisipan
Pada peta geologi satuan ini diwakili oleh warna kuning. Penyebaran satuan batuan ini menempati daerah penelitian bagian barat dan
Gambar 2.4 Foto singkapan batupasir sisipan batulempung. Foto diambil dilokasi pengamatan DT – 135.
Karena tidak dijumpai fosil dalam satuan ini maka untuk penentuan umur dilakukan
3 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
menggunakan hukum superposisi, hal ini ditandai dengan adanya kesamaan jurus dan kemiringan lapisan batuan terhadap satuan yang lebih muda yaitu Satuan Batulempung Selang – Seling Batupasir Sisipan Konglomerat yang berumur Miosen Awal – Miosen Tengah ( N4 – N9 ), dari penjelasan tersebut umur Satuan Batupasir Sisipan Batulempung ini lebih tua dari Miosen Awal (N4) yaitu Oligosen Akhir Penentukan lingkungan pengendapan mengambil dari ciri litologi, baik secara megaskopis maupun petrografi serta asosiasi batuan. Dari hasil analisa megaskopis serta didukung data petrografis dalam batupasir memiliki ciri bentuk butir menyudut – membulat tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka dengan komposisi utama yang didominasi oleh kuarsa 60%, sedikit kehadiran feldsfar 18% dan lithik 10%, dengan kehadiran lempung < 10%, semen oksida besi. Nama sayatan batuan : Feldsfatik Arenit (Gilbert, 1953). Dengan melihat penjelasan diatas lingkungan pengendapan satuan batupasir sisipan batulempung pada lingkungan darat. Kedudukan statigrafi Satuan Batupasir Sisipan Batulempung, dengan satuan dibawahnya tidak diketahui , karena satuan yang lebih tua tidak tersingkap di bagian lokasi penelitian. Hubungan Satuan Batupasir Sisipan Batulempung, dengan satuan batulempung Selang – Seling batupasir adalah selaras, hal ini ditandai dengan adanya kesamaan jurus dan kemiringan lapisan batuan antara kedua satuan batuan. 2.2.2 Satuan Batulempung Selang – Seling Batupasir Sisipan Konglomerat. Pada peta geologi diwakili oleh warna hijau. Penyebaran satuan batuan ini menempati daerah penelitian bagian barat dan timur dengan persentasi luas hingga ± 47%. Satuan ini umumnya menempati morfologi lembah dan perbukitan bagian dengan ketinggian 100 – 150 meter dpl, dengan kemitingan lereng 5 300 . Kedudukan satuan batuan memiliki bidang perlapisan berarah Utara – Selatan, dengan kemiringan kearah Barat - Timur membentuk lipatan berupa sinklin, yang telah mengalami pensesararan. Berdasarkan hasil
rekontruksi penampang dipeta geologi memiliki ketebalan lebih dari 1500 m. Bagian bawah dicirikan oleh perlapisan tipis sampai sedang batulempung dengan ketebalan 20 – 80 cm, serta batupasir 10 – 20 cm, bagian ini dicirikan oleh batulempung dengan sementasi karbonat pada batupasir dan batulempung, struktur sedimen yang dijumpai pada batupasir berupa pararel laminasi. Bagian tengah dicirikan oleh perlapisan batupasir mulai menebal dengan ketebalan 30 – 60 cm, sementara batulempung mulai menipis dengan ketebalan 20 – 40 cm, bagian ini ditandai dengan semen karbonat dalam batulempung mulai berubah menjadi semen oksida besi, sementara pada batupasirnya sendiri sementasi berubah menjadi oksida besi, hal ini dicirikan dari pelapukan batuannya berwarna kuning kemerahan, struktur sedimen yang dijumpai pada batupasir berupa ripple mark. Bagian atas satuan dicirikan oleh perlapisan batupasir yang menebal ke bagian atas dengan ketebalan 0,7 – 1,2 meter juga ditandai hadirnya sisipan konglomerat dalam batupasir dengan ketebalan sisipan 30 - 70 cm. Batulempung mulai menunjukan pelapisan yang menipis dengan ketebalan 10 – 20 cm, , dibagian atas satuan ini semen karbonat berubah menjadi oksida besi. Struktur sedimen yang dijumpai pada perlapisan batupasir berupa pararel laminasi.
Batulempung : warna abu – abu gelap sampai sedang, ukuran butir lanau – lempung, kompak, semen karbonat Batupasir : warna abu – abu terang, kompak, ukuran butir pasir halus sampai sedang, bentuk butir membulat sampai menyudut tanggung, terpilah buruk sampai sedang, kemas terbuka, porositas baik, tersusun atas kuarsa, feldsfar dan lithik, dengan semen karbonat. Dari hasil analisa petrografi conto dari DT-109, menunjukan bahwa batupasir tersebut adalah : Subfeldsfatik Lithik Arenit (Gilbert, 1953). Konglomerat : memiliki warna abu abu, kompak, fragmen berukuran butir (3 mm - 50 mm), fragmen terdiri dari kuarsa, batulempung, batupasir, rijang, bentuk butir membulat sampai membulat tanggung, terpilah 4
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
baik sampai sedang, kemas terbuka porositas baik, masa dasar pasir sedang halus, semen oksida besi. Dari hasil analisa petrografi kode sayatan MY-135A, menunjukan bahwa batupasir tersebut adalah : Chiefly Volcanik Lithik Arenit (Gilbert, 1953).
pengamatan DT – 289 mewakili bagian bawah satuan, ditandai dengan munculnya fosil Globigerinoides primordius, dan punahnya Chiloguembelina cubensi, menunjukan umur relatif : Miosen Awal (N4 – N5). MY – 17 mewakili bagian bagian atas satuan. Bagian bawah ditandai munculnya fosil
Globigerinoides primordius, dan punahnya Globigerinoides sicanus, menunjukan umur relatif rentang Miosen Awal – Miosen Tengah (N8 – N9).Dapat disimpulkan bahwa Satuan Batulempung Selang - Seling Batupasir Sisipan Konglomerat diendapkan pada kala Miosen Awal – Miosen Tengah (N4 – N9).
A
Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan kehadiran foraminifera bentonik.
Nodogerina Laevigata Bermudez, Nodosarella, Uvigerina sp, Dentalina sp, Bolivina sp. dapat disimpulkan lingkungan pengendapatan pada lingkungan Neritik Tengah kedalaman 20 – 200 meter. 2.3 B Gambar 2.5 Singkapan batulempung selang – seling batupasir, ciri bagian bawah satuan. (A). perselingan batupasir dan lempung. (B), Struktur sedimen pararel laminasi dalam batupasir., Foto diambil di lokasi pengamatan DT – 177.
Struktur Geologi Daerah Penelitian
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian lipatan, kekar, dan sesar. Arah umum dari sumbu lipaatan umumnya berarah Utara-Selatan, sedangkan sesar mendatar Timurlaut-Baratdaya. Penarikan struktur sesar berdasarkan bukti sesar berupa cermin sesar, breksiasi, pola kekar regional, pergeseran batuan, perubahan kedudukan batuan, pola kelurusan bukit, sungai dan lembah Penamaan struktur di daerah penelitian berdasarkan nama sungai dan bukit yang dilalui oleh struktur 2.3.1
Gambar 2.6 Singkapan batupasir sisipan konglomerat. Foto diambil di lokasi pengamatan DT – 68.
Kekar
Hasil analisis pola umum kekar, shear fracture yang berkembang di daerah penelitian khususnya di jalur sesar mempunyai arah umum Timurlaut – Baratdaya (N 250 E – N 850 E), ektension fracture mempunyai arah umum Timurlaut (N 500 E – N 700 E), dengan release fracture (N 800 E – N 100 E).
Penentuan umur satuan batuan ini berdasarkan pada kehadiran foraminifera plankton yang terkandung dalam batulempung menggunakan
Zonasi Blow (1969) dalam Postuma ( 1971). Conto batuan yang diambil pada lokasi 5 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
2.3.2.3 Antiklin Bukit Pasak Bumi
Gambar 4.3. Shear Fracture (warna kuning), Extension fracture (warna hijau), Release fracture (warna merah), diambil di hulu S. Embung.
2.3.2
Lipatan
Struktur lipatan yang berkembang didaerah penelitian adalah sinklin dan antiklin, yang secara umum membentuk pola lipatan berarah Utara – Selatan. Terdapat dua buah sinklin yang terdapat dibagian Barat dan Timur lokasi penelitian yaitu sinklin Sungai Kancil dan sinklin Sungai Payau. Serta satu buah antiklin yaitu antiklin Bukit Pasak Bumi. 2.3.2.1 Sinklin S. Kancil Sinklin ini berkembang di daerah penelitian hanya dibagian barat lokasi penelitian disekitar Sungai Kancil. Arah sumbu berarah relatife Barat – Timur, sepanjang ± 8,4 Km. Kedudukan lapisan batuan pada sayap bagian Barat berkisar N 3000 E – N 3200 E, dengan besar kemiringan lapisan batuan berkisar 200 400. Sedangkan sayap bagian Timur memiliki kedudukan lapisan N 1700 E – N 2000 E, dengan kemiringan lapisan berkisar 200 - 350. 2.3.2.2 Sinklin S. Payau Sinklin ini berkembang di daerah penelitian hanya dibagian Timur lokasi penelitian disekitar Sungai Payau. Arah sumbu berarah relatife Barat – Timur, sepanjang ± 5,4 Km. Kedudukan lapisan batuan pada sayap bagian Barat berkisar N 3100 E – N 3550 E, dengan besar kemiringan lapisan batuan berkisar 350 450. Sedangkan sayap bagian Timur memiliki kedudukan lapisan N 1780 E – N 2100 E, dengan kemiringan lapisan berkisar 240 - 470.
Antiklin ini berkembang di daerah penelitian hanya dibagian tengah lokasi penelitian disekitar Bukit Pasak Bumi. Arah sumbu berarah relatife Barat – Timur, sepanjang ± 8,6 Km. Kedudukan lapisan batuan pada sayap bagian Barat berkisar N 3350 E – N 3500 E, dengan besar kemiringan lapisan batuan berkisar 200 - 350. Sedangkan sayap bagian Timur memiliki kedudukan lapisan N 1350 E – N 1650 E, dengan kemiringan lapisan berkisar 200 - 470. 2.3.3
Sesar
Stuktur patahan yang berkembang di daerah penelitian adalah sesar mendatar, dengan arah umum Baratdaya – Timurlaut, melibatkan hampir keseluruhan satuan yang ada terkecuali satuan Konglomerat sispan Batugamping, Batupasir dan Batulempung, dan endapan Alluvial. 2.3.3.1 Sesar Mendatar Bukit Pacet Sesar mendatar Bukit Pacet, diambil dari nama bukit yang dilewati oleh sesar. Sesar mendatar ini merupakan sesar mendatar menganan dengan arah Baratdaya – Timurlaut yang memanjang melalui sungai Embung bagian Utara memotong satuan Batupasir sisipan Batulempung tufan dan satuan Batulempung selang – seling batupasir sisipan Konglomerat, dengan panjang sesar ± 2,7 Km. 2.3.3.2 Sesar Mendatar Bukit Pasak Bumi Sesar mendatar Bukit Pasak Bumi diambil dari nama Bukit yang dilewati oleh sesar. Sesar mendatar ini merupakan sesar mendatar menganan dengan arah Baratdaya – Timurlaut (N 520 E) yang memanjang Bukit Pasak Bumi, memotong satuan Batupasir sisipan batulempung tufan dan satuan Batulempung selang – seling batupasir sisipan Konglomerat, dengan panjang sesar ± 4,5 Km. 2.3.3.3 Sesar Mendatar Sungai Embung Sesar mendatar Sungai Embung diambil dari nama Sungai yang dilewati oleh sesar. Sesar mendatar ini merupakan sesar mendatar menganan dengan arah Baratdaya – Timurlaut (N 650 E) yang memanjang melalui Sungai Embung memotong satuan Batupasir sisipan 6
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
Batulempung Tufan dan satuan Batulempung selang – seling batupasir sisipan Konglomerat, dengan panjang sesar ± 3.6 km.
2.3.4 Mekanisme Penelitian
Struktur
Daerah
Mekanisme pembentukan struktur di daerah penelitian berawal dari terbentuknya perlipatan berupa sinklin dan antiklin, setelah perlipatan terbentuk gaya terus bekerja sehingga menimbulkan patahan berupa sesar sesar mendatar, jika ngambil gaya utama yang membentuk pola struktur geologi didaerah penelitian, dari pola lipatan berupa sinklin dan antiklin dengan arah umum sumbu N 00 E, maka gaya yang membentuk lipatan N 900 E, dimana arah ini membentuk sudut tegak lurus terhadap sumbu lipatan N 00 E. 2.4
Sejarah Geologi Daerah Penelitian
Sejarah geologi daerah penelitian di mulai pada kala Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah (N3 – N10). Dengan diendapkannya Formasi Wahau, pada bagian bawah dicirikan Satuan Batupasir Sisipkan Batulempung, pada bagian tengah cicirikan oleh Satuan Batulempung Selang – Seling Batupasir Sisipan Konglomerat, sedangkan pada bagian atas, dicirikan oleh Satuan Konglomerat Sisipan Batugamping, Batupasir, Batulempung Lensa Batu Bara. Diendapkan pada lingkungan darat sampai transisi. Kemudian pada kala Miosen Tengah (N11) terjadi pengangkatan perlipatan dan pensesaran dengan di temukannya Sinklin Sungai Payau, Sinklin Sungai Kancil dan, Antiklin Bukit Pasak Bumi yang diikuti oleh patahan dan pensesaran dengan ditemukannya Sesar Mendatar Bukit Pacet, Sesar Mendatar Bukit Pasak Bumi, Sesar Mendatar Sungai Embung.
3.1
Metoda Penelitian
Metode yang digunakan dalam penghitungan sumberdaya nikel ini menggunakan metode area pengaruh (influence area), untuk kasifikasi sumberdaya berdasarkan (SNI 196728.4-2002) tabel 3.1. Tabel 3.1 Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan
Pengeboran dilakukan untuk mendapatkan informasi kandungan mineral, ketebalan dan conto untuk dilakukan analisa kadar, mesin yang digunakan dalam kegiatan ini adalah jenis koken. Metode polygon digunakan untuk menghitung sumberdaya yang terkandung pada daerah penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengeboran dan pemetaan laterit. Metode konvensional ini digunakan pada endapan yang relatif homogen dan mempunyai geometri yang sederhana, kadar pasa suatu luasan didalam polygon ditaksir dengan nilai, conto yang berada di tengah – tengah polygon ini sering disebut dengan metode polygon daerah pengaruh (areal of influence) . Daerah pengaruh dibuat dengan menghubungkan jarak antar titik bor dan membagi dua jarak tersebut dengan satu garis sumbu, lalu garis sumbu tersebut dihubungkan dengan garis sumbu antar titik yang lain sehingga membentuk polygon pada daerah titik bor tertentu (Gambar 3.2).
Kemudian pada kala Holosen - Resen terjadi proses pelapukan dan erosi dengan ditemukannya endapan aluvial berupa krakal, bongkah, krikil sampai lempung yang menutupi satuan Formasi Wahau tersebut diatas, yang di batasi bidang erosi. 3.
Perhitungan daerah ‘ X ’
sumberdaya
nikel Gambar 3.2 Metode polygon
7 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
3.2 Penyebaran Laterit
3.3
Daerah penelitian termasuk dalam komplek ultramafik berdasarkan Peta Geologi Lembar Batui, Surono, Simanjuntak, Situmorang, 1975. Dimana dari batuan ultrabasa berupa peridotit yang dijumpai dalam keadaan segar sampai lapuk, dibeberapa tempat terubah menjadi serpentinin, rekahan yang banyak diisi oleh mineral garnierit (Gambar 3.3). Hasil pelapukan inilah yang menghasilkan tanah laterit, yang diharapkan menghasilkan laterit nikel dengan kandungan nikel yang baik. Laterit nikel yang dijumpai didaerah penelitian berwarna kemerahan-coklat kemerahan.
Mengacu perhitungan sumberdaya nikel berdasarkan (SNI 19-6728.4-2002), maka untuk perhitungan sumberdaya dengan jarak antar titik bor 50 m, termasuk Sumberdaya Terunjuk. Penghitungan dilakukan dengan mengetahui luas tiap – tiap polygon pada suatu titik bor, ketebalan dan berat jenisnya. Dengan menggunakan rumus :
Gambar 3.3 Singkapan batuan induk Peridotit
Berdasarkan hasil penelitian, penyebaran laterit nikel di daerah penelitian terdapat pada punggungan dan lereng landai dengan ketebalan bijih 3 sampai 21 meter dan ketebalan rata – rata tanah penutup 6.20 meter. Laterit nikel yang dijumpai di lapangan (Gambar 3.4), diamati dan dideskripsi dengan seksama, posisinya diplot dengan GPS, didokumentasikan dalam foto dan diambil sampelnya untuk dianalisa di laboratorium.
Perhitungan Sumberdaya
Luas polygon area pengaruh x ketebalan ore x berat jenis bijih nikel (1.6) = … metrikton
Perhitungan sumberdaya dilakukan pada daerah prospek 1, dengan luas area 8 Hektar, dari 52 titik bor dengan cut of grade Ni 1.39%. Untuk perhitungan sumberdaya dengan Cut of grade Nikel 1.39 %. didapat kadar nikel 1.4 1.7 % = 543,750 metrik ton, kadar nikel 1.8 – 2.0 % = 322,500 metrik ton, kadar nikel > 2.0 % = 798,750 metrik ton, Jumlah keseluruhan Sumberdaya Terunjuk 1.665.000 metrik ton. Kadar rata – rata ore nikel = 2.00 %, ketebalan rata – rata ore nikel = 9, 87 m, jumlah ketebalan rata – rata lapisan penutup = 6.20 m, dengan volume tanah penutup 906,750 metrik ton, maka didapat striping ratio 1 : 1. Dikarnakan data pemborannya belum sampai tahap eksplorasi detail ( 25 – 12,5 meter), maka tingkat keyakinan perhitungan sumberdaya berdasarkan (SNI 19-6728.42002), didapat 60% dari jumlah sumberdaya keseluruhan yaitu : 656,000 metrik ton. Jika dikalikan dengan harga pasar nikel sekarang dari London Metal Exchange (LME), untuk harga tiap ton dengan kadar Nikel rata – rata 2.0 % = $ 15, maka didapat $ 9.840.000,00 dikonversi ke rupiah tanggal 24 November 2014, 1 $ = Rp 12,290.Untuk jumlah keseluruhan sumberdaya terunjuk dengan luasan area 8 Ha, didapat Rp. 120.933.600.000,00 4. Kesimpulan dan Diskusi Berdasarkan dari hasil analisis secara keseluruhan derah penelitian maka daerah penelitian yaitu : daerah Muara Wahau Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai
Gambar 3.4 Laterit di daerah prospek
8 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Dapat disimpulkan sebagai berikut : Gemorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu : 1) Satuan Geomorfologi Perbukitan Monoklin, 2) Satuan Geomorfologi Pebukitan Lipat Patahan, 3) Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial. Pola aliran sungai yang berkembang didaerah penelitian adalah pola aliran trelis, dengan genetika sungai konsekuen, subsekuen, obsekuen. Stadia erosi sungai berada pada stadia muda dan dewasa, dengan stadia geomorfik dewasa. Berdasarkan pembagian lithostatigrafi, maka statigrafi daerah penelitian terdiri dari 4 (empat) satuan, dengan urutan batuan tertua ke muda sebagai berikut: (a) Satuan Batupasir Sisipan Batulempung diendapkan, pada kala Oligosen Akhir ( N3 ), di lingkungan darat (fluvial), dengan ketebalan ± 540 m. (b) Satuan Batulempung Perselingan Batupasir Sispan Konglomerat diendapkan pada Kala Miosen Awal – Miosen Tengah ( N4 – N9 ) pada lingkungan laut dangkal zona neritik tengah – neritik luar, dengan ketebalan ±1500 m. (c) Satuan Konglomerat Sisipan Batugamping, Batupasir dan Batulempung Lensa Batubara diendapkan pada kala Miosen Tengah ( N10 ), pada lingkungan transisi, dengan ketebalan ±700 m. (d) Satuan Endapan Alluvial terdiri dari material – material lepas berukukuran lempung, pasir, kerikil, sampai kerakal berumur Holosen – Resen. Struktur geologi daerah penelitian terjadi pada kala Miosen Tengah ( N11 ), diawali dengan pembentukan, kekar, lipatan, dan patahan, meliputi Sinklin Sungai kancil, Sinklin Sungai Payau, Antiklin Bukit Pasak Bumi, serta diakhiri oleh Sesar Mendatar Bukit Pacet, Sesar Mendatar Bukit Pasak Bumi, Sesar Mendatar Sungai Embung. Dengan gaya utama yang bekerja berarah N 900 E. Sejarah geologi didaerah penelitian dimulai pada kala Oligosen Akhir – Miosen Tengah. Studi khusus perhitungan sumberdaya nikel daerah ‘X’ luas area prospek 8.0 Ha, dengan metoda area pengaruh (influence area), Cut of grade Nikel perhitungan kadar 1.39 %. didapat kadar nikel 1.4 - 1.7 % = 543,750 metrik ton, kadar nikel 1.8 – 2.0 % = 322,500 metrik ton,
kadar nikel > 2.0 % = 798,750 metrik ton, Jumlah keseluruhan Sumberdaya Terunjuk 1.665.000 metrik ton. Kadar rata – rata ore nikel = 2.00 %, ketebalan rata – rata ore nikel = 9, 87 m, jumlah ketebalan rata – rata lapisan penutup = 6.20 m, dengan volume tanah penutup 906,750 metrik ton, maka didapat striping ratio 1 : 1. Dikarnakan data pemborannya belum sampai tahap eksplorasi detail ( 25 – 12,5 meter), maka tingkat keyakinan perhitungan sumberdaya didapat 60% dari jumlah sumberdaya keseluruhan yaitu : 656,000 metrik ton. Berdasarkan jumlah sumberdaya tersebut, mengacu harga pasar nikel dunia berdasarkan London Metal Exchange (LME), dengan harga $ 15 tiap ton untuk kadar nikel rata – rata 2.0 %, maka dengan jumlah sumberdaya 656.000 metrik ton didapat nilai $ 9.840.000,00 dikonversi ke rupiah tanggal 24 November 2014, untuk 1 $ = Rp 12.290,00 didapat Rp 120.933.600.000,00
DAFTAR PUSTAKA 1. Allen G. P Chamber, J. L. C., 1998, Sedimentation of The Modern and Miocene Mahakam Delta, Indonesia Petroleum Association, Jakarta. 2. Asikin, S., 1986, Geologi Struktur Indonesia, Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. 3. Angela L. Coe., 2010, Geological Field Techniques, The Open University Walton Hall, Milton Keynes, United Kingdom. 4. Badan Standarisasi Nasional ., 2002, Sumberdaya mineral spasial bagian 4, (SNI 19-6728.4-2002), Indonesia. 5. Dunham, 1962, Op Cit Mudjur M., 1985, Petrografi Batuan Metamorf dan Batuan Sedimen, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan Bogor. 6. Darman, H., dan F. Hasan Sidi, 2000, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian Association of Geologists, pp. 131-140. 7. Elias, M., Nickel Laterites Deposits – Geological Overview, Resources and Exploitation, in Giant Ore Deposits : 9
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
Characteristic, Genesis and Exploration, eds Dr Cooke and J. Pongratz. CODES Special Publication 4, Centre of Ore Deposits Research, University of Tasmania, pp. 205-220.
19. Soeria Atmadja, R., 1981, Ophiolites in The Halmahera Paired Belts, East Indonesia, Geological Research and Development Centre, Spec. Publ. No. 2, pp. 363-372.
8. George H. Davis 1984, Structural Geology of Rock and Regions, The University of Arizona, New York, United States of America.
20. Sukamto, R., T. Apandi, S. Supriatna dan A. Yasin, 1981, The Geology and Tectonics of Eastern Indonesia, Geological Research and Development Centre, Spec. Publ. No. 2, pp. 349-362.
9. Gilbert, 1954, Petrography and Introduction to The Study of Rock Thin Section, W.H. Freemen and Co, San fransisco 10. Guilbert, J. M., & F.C. Jr. Park, 1986, The Geology of Ore Deposits, W. H. Freeman and Co, New York, 531 hal. 11. Harsolumakso, A.H., 1997, Buku Pedoman Geologi Lapangan, Jurusan Teknik Geologi, FTM, ITB, 143 hal. 12. Lobeck, A. K., 1939, Geomorphology : An Intruduction to the Study of Landscape, First Edition, Ninth Impression, Mc GrawHill Book Company, New York and London, 731 p. 13. McGowen J.H., and Groat C.G., 1971, Van Horn Sandstone, West Texas: An Alluvial Fan Model For Mineral Exploration, Bureau of Economic Geology, University of Texas at Austin.
21. Sutisna, D. T., Dwi Nugroho Sunuhadi, Agus Pujobroto dan Danny Z. Herman, 2006, Perencanaan Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit di Daerah Wayamli, Teluk Buli, Halmahera Timur sebagai Model Perencanaan Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit di Indonesia, Buletin Sumber Daya Geologi, Volume 1 No. 3, Pusat Sumberdaya Geologi, hal. 48-56. 22. Thornbury, William D., Principles of Geomorphology, Second Edition, John Willey and Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto, 594 p. 23. Walter T. Huang, Ph. D., 1962, Petrology, Departemen of geology, Baylor University, New York. 24. William, H., Turner, Fj., Gilbert, C.M., 1954 Petrography An Introduction to The Study of Rocks In Thin Section, W,H. Freeman and Company, San Fransisco.
14. Moody J.D., and Hill M J., 1956, Whrench Fault Tectonik, Bull Of Geol, Soc Of Amerika. Vol 67.
PENULIS
15. Postuma, J. A., 1971, Manual of Planktonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, London, New York, 419p.
1. Dede Tedi Arip. S, ST. (Alumni , 2015). Program Studi Fakultas Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.
16. Richard C. Selley 2000, Applied Sedimentology, Second Edition, Royal School of Mines Imperial Collage Of Sience, Technology, and Medicine London, United Kingdom.
2. Ir. Akhmad Syafuan, MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan. 3. Dandy Rieza Auliandri, ST. Project Manager PT. Kaltim Mineral.
17. S. Supriatna dan H. Z Abidin., 1995, Peta Geologi Lembar Muarawahau, Kalimantan. Bandung Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi. 18. Samm Boggs, Jr. 2006, Principles of Sedimentology and Stratigraphy, Univeristy of Oregon, New Jersey.
10 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan