SKRIPSI
PENGARUH MUTU RAW MATERIAL MINYAK TERHADAP MUTU DAN FORMULASI PRODUK CAKE MARGARINE DI PABRIK SCC&C PT UNILEVER INDONESIA, Tbk., CIKARANG
Oleh ANASTASIA SETIAWAN F24103023
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGARUH MUTU RAW MATERIAL MINYAK TERHADAP MUTU DAN FORMULASI PRODUK CAKE MARGARINE DI PABRIK SCC&C PT UNILEVER INDONESIA, Tbk., CIKARANG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ANASTASIA SETIAWAN F24103023
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH MUTU RAW MATERIAL MINYAK TERHADAP MUTU DAN FORMULASI PRODUK CAKE MARGARINE DI PABRIK SCC&C PT UNILEVER INDONESIA, Tbk., CIKARANG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ANASTASIA SETIAWAN F24103023
Dilahirkan pada tanggal 13 April 1985 di Pontianak, Kalimantan Barat
Tanggal lulus: 10 Agustus 2007
Menyetujui, Bogor, Agustus 2007
Adil Basuki Ahza, PhD
Ir. Maulana W. Jumantara
Dosen Pembimbing Akademik
Pembimbing Lapang
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP
Anastasia Setiawan F24103023. Pengaruh Mutu Raw Material Minyak terhadap Mutu dan Formulasi Produk Cake Margarine di Pabrik SCC&C PT Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang. Di bawah bimbingan: Adil Basuki Ahza, PhD., Ir. M. M. Noer Iman, dan Ir. Maulana W. Jumantara (2007). RINGKASAN
Cake margarine merupakan jenis margarin yang diproduksi secara khusus untuk pembuatan cake atau kue. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatannya adalah minyak nabati, garam, air, monodigliserida, BHA/ BHT, asam sitrat dan trinatrium sitrat, vitamin B2, ß-karoten, EDTA, dan flavor. Minyak nabati merupakan komponen terbesar dan terdiri dari tiga jenis, yaitu minyak kelapa sawit (PO), minyak kelapa (CN), dan minyak kelapa sawit terhidrogenasi (POs). Secara umum, proses produksi cake margarine dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu persiapan bahan baku, pencampuran (emulsifikasi), pendinginan dan kristalisasi, pengisian (filling), dan pengemasan. Persediaan yang seharusnya ada dihitung oleh Business Process and Control System (BPCS) berdasarkan input jumlah bahan baku yang datang dan jumlah produk yang dihasilkan (perhitungan teoritis), sedangkan persediaan aktual dihitung pada hari pelaksanaan stock taking dari material dan produk fisik yang ada. Different stock adalah selisih jumlah persediaan antara hasil perhitungan teoritis dan perhitungan secara fisik. Loss merupakan jumlah yang hilang selama proses produksi dan dianggap sebagai kerugian perusahaan. Different stock yang sangat besar selama tiga periode stock taking (125,83 ton) dan loss PO (50,83 ton) mendorong upaya penelusuran dan perbaikan untuk meminimalisasi jumlah tersebut. Penyusunan diagram Pareto menunjukkan bahwa 95,01% penyebab loss PO disebabkan oleh penggunaan formula campuran minyak pada produk cake margarine yang berbeda antara proses produksi aktual (6%) dengan standar pada sistem BPCS (8%). Hasil wawancara dengan pihak terkait, penelusuran data blocked produk, perhitungan koefisien korelasi, dan pengolahan data hasil percobaan rancangan faktorial menunjukkan bahwa parameter mutu utama bahan baku minyak yang harus dijadikan pertimbangan dalam penentuan formula yang tepat adalah solid fat content pada suhu 300C (N30) dan titik cair dari PO. Analisis alternatif solusi yang ada dilakukan melalui analisis data hasil percobaan, penggunaan alat bantu program Design Expert, dan perhitungan biaya bahan baku. Penetapan formula menghasilkan satu formula yang akan digunakan secara konsisten dalam proses produksi aktual dan standar pada sistem BPCS, yaitu formula 6%. Evaluasi internal pada proses produksi sebaiknya dilakukan setelah penggunaan formula 6% secara konsisten, dengan mengamati pemenuhan spesifikasi parameter titik cair dan N30 produk. Evaluasi juga dapat dilakukan dengan pembuatan diagram Pareto dari hasil perhitungan loss PO. Penelusuran pada common cause overweight produk, pengkajian sistem kalibrasi, dan pembinaan supplier sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan kinerja proses dan minimalisasi loss PO.
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Pontianak, 13 April 1985 dan merupakan anak pertama dari Ricky Setiawan dan Tjhin Koei Moi. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Sinar Matahari, dan selanjutnya penulis melanjutkan ke SD Kebon Dalem/ Pinggir, SLTP PL Domenico Savio, dan SMU Kolese Loyola Semarang. Pendidikan non formal yang ditempuh oleh penulis antara lain kursus Bahasa Inggris di LIA dan Bahasa Jerman di Goethe Institut. Pendidikan terakhir yang ditempuh adalah pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tingkat akhir pendidikannya di IPB, penulis juga memperoleh kesempatan belajar di Jepang dalam program Hokkaido University Short Term Exchange Program (HUSTEP) selama 11 bulan. Selain aktif dalam bidang akademik, penulis juga menjadi anggota organisasi intrakampus yaitu Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI), Tim Pendamping Mahasiswa Katolik IPB, serta berbagai kepanitiaan dalam kegiatan kampus. Berbagai pengalaman kerja juga telah diperoleh penulis, baik sebagai asisten praktikum maupun melalui kegiatan internship. Prestasi yang pernah diraih penulis selama menjadi mahasiswa antara lain Mahasiswa Berprestasi TPB tingkat fakultas, pemenang English Debate Competition tingkat IPB dan dalam fGw Student Forum, serta Mahasiswa Berprestasi tingkat Departemen ITP tahun 2007. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan melakukan penelitian dalam kegiatan magang yang berjudul ”Pengaruh Mutu Raw Material Minyak terhadap Mutu dan Formulasi Produk Cake Margarine di Pabrik SCC&C PT Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2007 sampai dengan bulan Juni 2007. Penelitian tersebut dilakukan di Pabrik Spread, Cooking Category and Culinary (SCC&C) di PT Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat, rahmat, dan penyertaannya selama penyusunan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik. Sejak penelitian dalam kegiatan magang ini dimulai sampai akhir penyusunan skripsi ini, telah banyak pihak yang membantu penulis. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Adil Basuki Ahza, PhD, selaku dosen pembimbing akademik, yang telah membagikan ilmunya, meluangkan waktunya, serta membimbing penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran. 2. Bapak Ir. Maulana W. Jumantara dan Bapak Ir. M. M. Noer Iman, selaku pembimbing lapang, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tugas akhirnya melalui kegiatan magang di PT Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang, serta membantu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran. 3. Bapak Dr. Ir. M. Arpah, MSi. dan Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc., yang telah berkenan meluangkan waktunya sebagai dosen penguji. 4. Bapak Budi Nurtama, yang telah membantu penulis dan memberi petunjuk dalam pengolahan data skripsi ini. 5. Pak Ariawan, Pak Mulyadi, Pak Slamet, Pak Imam, Pak Toto, Pak Taufik, Pak Emed, Pak Somadi, Pak Martua, Pak Edi, Pak Bahrun, Pak Pranoto, Pak Dedih, Pak Imam, Mas Agus, Mas Ratmin, Mas Halimi, Mas Asan, Mba Wiwit, serta segenap karyawan produksi SCC&C, yang telah banyak membagikan pengetahuannya kepada penulis dan membantu pelaksanaan penelitian ini. 6. Ibu Hing, Ibu Serena, Ibu Umi, Pak Kusmanto, Mas Yusuf, Mas Yusman, Pak Rahmat, Pak Eben, Mas Kiel, dan segenap karyawan quality control SCC&C, yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian. 7. Mas Aris, Mas Edi, Mba Rika, Mba Retno, Linda, Mba Reni, dan Pak Muklis, yang telah memberikan keceriaan, suasana kerja yang menyenangkan, banyak makanan, dukungan, dan kenangan yang tak terlupakan selama kegiatan magang. i
8. Papa, Mama, dan adikku Efan yang telah memberikan dukungan moral penuh cinta dan perhatian kepada penulis. 9. Teman sekamarku Agnes, dan sahabat-sahabatku: Rika, Tya, Bebe, Ola, Fena, Eko, dan Aji, yang telah membantu penulis dalam segala hal dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat- sahabatku Iin, Tetef, Cindy, Anna, Suti, yang telah setia dalam suka dan duka sampai saat ini. 11. Teman- teman satu bimbingan akademik: Aan, Lala, dan Intan, yang telah bersama- sama penulis berjuang dalam penyelesaian tugas akhir. 12. Seluruh teman- teman ITP’40 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas kebersamaan, bantuan, dan dukungannya selama 4 tahun ini. Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kata- kata yang salah. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan berbagai kegiatan ilmiah lainnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. viii I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A.
Latar Belakang ........................................................................................ 1
B.
Tujuan ..................................................................................................... 3
C.
Manfaat ................................................................................................... 3
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN.............................................................. 4 A.
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .................................................. 4
B.
Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ......................................................... 6
C.
Corporate Social Responsibility (CSR) .................................................. 7
D.
Lokasi Perusahaan ................................................................................. 11
E.
Bidang Usaha dan Pemasaran Perusahaan ............................................ 12
F.
Struktur Organisasi ............................................................................... 13
G.
Manajemen Perusahaan ......................................................................... 14
H.
Peraturan Kerja ..................................................................................... 14
I.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan .................................... 15
III. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 17 A.
Margarin ................................................................................................ 17
B.
bahan baku margarin ............................................................................. 18
C.
Karakteristik Fisik Margarin ................................................................. 25
D.
Diagram Ishikawa ................................................................................. 30
E.
Diagram Pareto...................................................................................... 30
F.
Bagan Kendali (Control Chart) ............................................................ 31
G.
Design Expert V.7 ................................................................................. 33
IV. KEGIATAN MAGANG ................................................................................ 35 A.
Deskripsi Kegiatan Magang .................................................................. 35 iii
B.
Identifikasi Permasalahan ..................................................................... 35
C.
Metodologi Pemecahan Masalah .......................................................... 36
V. SUMBER LOSS PO ........................................................................................ 42 VI. PARAMETER KRITIS DAN FORMULASI PRODUK ............................... 50 A.
Proses Produksi Cake Margarine ......................................................... 50
B.
Analisis Parameter Kritis Minyak dan Produk Cake Margarine .......... 56
C.
Penggunaan Formula yang Berbeda pada Cake Margarine ................. 64
D.
Penentuan Formula yang Tepat............................................................. 68
E.
Evaluasi Penerapan Formula 6% .......................................................... 77
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 78 A.
KESIMPULAN ..................................................................................... 78
B.
SARAN ................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80 LAMPIRAN .......................................................................................................... 82
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. SFI dan melting point dari jenis minyak yang berbeda ........................... 29 Tabel 2. Perbandingan nilai SFI dari dua produk bertitik cair sama ..................... 29 Tabel 3. Jumlah dan persentase masing-masing sumber loss PO ......................... 46 Tabel 4. Perhitungan loss PO dari penggunaan formula yang berbeda ................ 48 Tabel 5. Perhitungan loss PO dari sumber overweight produk ............................. 49 Tabel 6. Koefisien korelasi dari data histories produk (Januari-April 2007) ........ 62 Tabel 7. Koefisien korelasi dari data percobaan laboratorium ............................. 63 Tabel 8. Ringkasan optimasi formula hasil DX7 .................................................. 74 Tabel 9. Perhitungan biaya bahan baku minyak ................................................... 76
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Aspek-aspek vitalitas dari misi PT Unilever Indonesia ........................ 8 Gambar 2. Lambang brand produk pangan PT Unilever Indonesia ....................... 9 Gambar 3. Polimorfisme kristal lemak ................................................................. 27 Gambar 4. Tujuh tahap pengambilan keputusan model rasional .......................... 38 Gambar 5. Diagram Ishikawa penyebab loss PO .................................................. 42 Gambar 6. Diagram Pareto sumber-sumber loss PO ............................................ 47 Gambar 7. Proses produksi cake margarine Blue Band ....................................... 50 Gambar 8. A-unit pada MPU ................................................................................ 54 Gambar 9. C-unit pada MPU ................................................................................ 55 Gambar 10. Parameter spesifikasi produk yang sering tidak terpenuhi ................ 58 Gambar 11. Keputusan yang diambil berkaitan dengan pemenuhan spesifikasi produk .............................................................................................. 59 Gambar 12. Jenis minyak yang mempengaruhi mutu produk............................... 60 Gambar 13. Parameter kritis produk cake margarine ........................................... 61 Gambar 14. Diagram Ishikawa penggunaan fomula aktual yang tidak sesuai dengan formula standar .................................................................... 66 Gambar 15. Diagram Ishikawa untuk faktor yang mempengaruhi penentuan formula yang tepat ........................................................................... 69
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi PT Unilever Indonesia SCC&C Cikarang ......... 82 Lampiran 2. Standar Kualitas Margarin (SNI-01-3541-2002) .............................. 83 Lampiran 3. Metode analisis titik cair dan solid fat content (Nvalue) ..................... 84 Lampiran 4. Data blocked product cake margarine selama tahun 2006............... 86 Lampiran 5. Kuesioner wawancara untuk mengetahui parameter kritis mutu minyak dan produk........................................................................... 87 Lampiran 6. Koefisien korelasi data historis (Januari-April 2007)....................... 88 Lampiran 7. Koefisien korelasi berdasarkan data trial lab .................................... 90 Lampiran 8. Hasil pengolahan SPSS untuk pengaruh bahan baku PO dan POs bertitik cair berbeda terhadap titik cair produk ................................ 91 Lampiran 9. Hasil pengoahan data SPSS untuk pengaruh bahan baku PO dan POs dengan N30 berbeda terhadap N30 produk........................................ 92 Lampiran 10. Bagan kendali hardness cake margarine (Januari-April 2007)...... 93 Lampiran 11. Bagan kendali MP cake margarine (Januari-April 2007) .............. 95 Lampiran 12. Bagan kendali N30 cake margarine (Januari-April 2007) .............. 97 Lampiran 13. Hasil pengolahan data dengan DX7 (PO 370C 8.38%) .................. 99 Lampiran 14. Hasil pengolahan data dengan DX7 (PO 39.30C 11.64%) ........... 100
vii
DAFTAR ISTILAH
α (alfa)
bentuk kristal lemak yang paling rapuh dan bertitik cair paling rendah
β (beta)
bentuk kristal lemak yang paling stabil dan bertitik cair paling tinggi
β’ (beta prime)
bentuk kristal lemak yang paling halus, bentuk peralihan dari alfa ke beta
BPCS
Business Process and Control System, sistem komputer yang menghitung jumlah persediaan bahan baku berdasarkan input kedatangan bahan baku dan produk yang dihasilkan
CM
cake margarine, margarin kue berkualitas utama dari Blue Band, diproduksi khusus untuk industri pembuatan kue kering, biskuit, cake, dan roti manis
CN
coconut oil atau minyak kelapa
Cp
capability
process
index,
indeks
yang
menunjukkan
kemampuan suatu proses menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi Cpk
indeks Cp yang telah memperhitungkan ketidaknormalan distribusi data
DX7
Design Expert version 7, suatu program komputer yang dapat digunakan untk mengoptimasi formula suatu produk atau proses
MP
melting point atau titik cair (slip melting point), salah satu parameter mutu fisik margarin
MPU
Margarine Processing Unit, mesin votator dalam proses produksi margarin
Nvalue
istilah internal untuk menyatakan SFC
N30
SFC yang diukur pada temperatur 300C
PO
palm oil atau minyak kelapa sawit (olein fraction)
POs
palm
oil
solid
fraction
terhidrogenasi viii
atau
minyak
kelapa
sawit
SCC&C
Spread, Cooking Category and Culinary, salah satu divisi Foods di PT Unilever Indonesia, Tbk. yang memproduksi margarin dan bumbu penyedap rasa
SFC
solid fat content atau kandungan padatan lemak dalam margarin yang diukur menggunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) pada suhu tertentu
TR
technical return, perbandingan jumlah loss/ gain bahan baku terhadap jumlah konsumsi/ penggunaan bahan baku selama periode stock taking
A-unit
bagian dari mesin votator di mana terjadi pendinginan dengan refrijeran amonia cair
BB oil cock
campuran bahan-bahan tambahan yang larut dalam minyak
BB water cock
campuran bahan-bahan tambahan yang larut dalam air
blocked product
produk jadi yang mengalami penundaan pengeluaran dari bagian produksi karena tidak dapat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
C-unit
bagian dari mesin votator di mana terjadi proses kristalisasi tanpa disertai pendinginan
desireability
peluang tercapainya hasil sesuai yang diramalkan
different stock
selisih jumlah persediaan antara hasil perhitungan teoritis oleh BPCS dan hasil perhitungan secara fisik pada hari pelaksanaan stock taking
loss
jumlah yang hilang selama proses produksi dan dianggap sebagai kerugian perusahaan
overweight
pemasukan jumlah bahan/ produk yang melebihi jumlah yang seharusnya
released product
produk jadi yang diserahkan dari bagian produksi ke bagian gudang dan telah memenuhi spesifikasi yang ada
spool
proses pembersihan saluran pipa dari sisa-sisa produk menggunakan udara atau minyak
stock taking
kegiatan perhitungan jumlah stok/ persediaan yang diadakan pada periode tertentu (± 1 bulan) ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PT Unilever Indonesia, Tbk. adalah perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang pangan dan non pangan. Pabrik pangan (foods) menghasilkan produk-produk seperti margarin, bumbu penyedap rasa, minuman berbasis teh, kecap, dan snack. Pabrik Spread, Cooking Category and Culinary (SCC&C) merupakan Divisi yang memproduksi margarin dan bumbu penyedap rasa. Salah satu produk margarin tersebut adalah cake margarine dengan merk dagang Blue Band. Secara umum, margarin adalah emulsi air di dalam minyak (w/o) dengan bahan baku berupa minyak nabati minimal 80%. Cake margarine atau margarin kue merupakan jenis margarin berkualitas utama dari Blue Band yang diproduksi secara khusus untuk pembuatan kue kering, biskuit, cake, dan roti manis. Apabila dilihat secara sepintas, cake margarine memiliki penampakan yang sama dengan margarin meja yang dikonsumsi sehari-hari. Namun perbedaan komposisi minyak nabati dan bahan lain menyebabkan beberapa perbedaan, yaitu tingkat kekerasan (hardness), warna, rasa, dan flavor. Cake margarine memiliki warna kuning keemasan, tingkat keasinan sedang, dan memberikan aroma yang khas pada produk akhir. Selain mudah dicampur dengan bahan-bahan lain pada waktu diaduk, cake margarine juga memberikan pengembangan volume, tekstur yang lembut, dan meningkatkan stabilitas dari produk akhir. Komponen minyak nabati sebagai bahan baku cake margarine terdiri dari tiga jenis minyak, yaitu minyak kelapa sawit (palm oil/ PO), minyak kelapa sawit terhidrogenasi (palm oil solid fraction/ POs), dan minyak kelapa (coconut oil/ CN). Setiap jenis minyak memiliki persentase terhadap total kandungan minyak dalam margarin. Penamaan formula campuran diberikan berdasarkan persentase POs, misalnya formula 5% berarti terdapat kandungan POs sebanyak 0.05 bagian dalam setiap 100 bagian campuran minyak. Perubahan persentase POs yang digunakan akan mengakibatkan perubahan persentase jumlah PO secara otomatis, sedangkan persentase CN tetap.
2
Setiap periode tertentu (± 1 bulan), pabrik SCC&C mengadakan perhitungan persediaan (stock taking), di mana dilakukan perhitungan dan pencocokan antara persediaan aktual dengan persediaan yang ada seharusnya. Perhitungan dilakukan terhadap bahan baku maupun produk jadi. Persediaan yang seharusnya ada dihitung oleh Business Process and Control System (BPCS) berdasarkan input jumlah bahan baku yang datang dan jumlah produk yang dihasilkan (perhitungan teoritis), sedangkan persediaan aktual dihitung pada hari pelaksanaan stock taking dari material dan produk fisik yang ada. Stock taking akan menghasilkan different stock, yaitu selisih jumlah persediaan antara hasil perhitungan teoritis dan hasil perhitungan secara fisik. Selanjutnya dilakukan perhitungan loss/ gain dari hasil tersebut dengan mempertimbangkan faktor jumlah waste, adanya error system, dan penjualan minyak buangan ke koperasi. Loss didefinisikan sebagai jumlah yang hilang selama proses produksi dan dianggap sebagai kerugian perusahaan, sedangkan gain didefinisikan sebagai jumlah yang diperoleh selama proses produksi dan dianggap sebagai keuntungan perusahaan. PT Unilever Indonesia, Tbk. memiliki parameter internal, yaitu technical return (TR), yang menunjukkan perbandingan jumlah loss/ gain bahan baku terhadap jumlah konsumsi/ penggunaan bahan baku selama periode stock taking. Perumusan perhitungan different stock, loss/ gain, dan technical return yaitu: Different stock = jumlah stock sistem (teoritis) – jumlah stock fisik (aktual) Loss/ gain
= different stock – jumlah waste – jumlah akibat error system – jumlah penjualan minyak
Technical return = loss atau gain / monthly consumption Selama tiga periode stock taking (29 Januari – 21 April 2007), terdapat different stock yang sangat besar antara PO aktual dengan PO teoritis, yaitu 125,83 ton. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh loss PO sebesar 50,83 ton, yang dianggap sebagai kerugian perusahaan. Oleh karena itu, dilakukan penelusuran terhadap loss PO tersebut, sehingga dapat diketahui penyebab utamanya dan dilakukan tindakan perbaikan pada waktu mendatang. Salah satu sumber yang diduga memberikan peranan besar terhadap tingginya loss PO tersebut adalah penggunaan formula campuran minyak
3
yang berbeda antara produksi aktual dengan standar yang digunakan dalam perhitungan oleh sistem BPCS. Secara khusus, produksi cake margarine diduga menjadi sumber utama loss tersebut karena perbedaan formula campuran minyak yang cukup besar, yaitu 6% pada proses produksi aktual dan 8% pada standar dalam sistem BPCS. Apabila diproduksi 100 ton campuran minyak, maka secara aktual akan terdapat 6 ton POs, 84 ton PO, dan 10 ton CN dalam campuran tersebut. Sedangkan sistem BPCS melakukan pengurangan persediaan bahan baku minyak sejumlah 8 ton POs, 82 ton PO, dan 10 ton CN untuk setiap 100 ton campuran minyak tersebut. Dengan demikian dapat terlihat jelas bahwa terdapat penggunaan PO aktual yang lebih banyak daripada standar, dan mengakibatkan adanya different stock yang cukup besar. Namun penelusuran lebih lanjut tetap dilakukan untuk memastikan sumber-sumber loss PO tersebut dan menentukan persentase faktor penggunaan formula yang berbeda terhadap total jumlah loss PO. B. TUJUAN Penelitian yang dilakukan selama magang ini bertujuan menentukan formula yang tepat, sehingga terdapat persamaan formula antara yang digunakan dalam proses produksi aktual dan yang ditetapkan dalam sistem BPCS. C. MANFAAT Setelah tujuan dari kegiatan magang tercapai, maka akan diperoleh manfaat antara lain: 1. adanya konsistensi penggunaan formula aktual dengan standar, sehingga memungkinkan dilakukannya pengambilan keputusan tindakan perbaikan/ koreksi untuk memperkecil kesalahan penggunaan formula dalam proses produksi, 2. dihasilkannya produk yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, sehingga tidak terdapat kerugian akibat blocked/ rejected produk, 3. jumlah loss PO akan berkurang, sehingga memperkecil kerugian perusahaan.
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Unilever merupakan salah satu perusahaan terbesar di dunia yang beroperasi di sekitar 75 negara. Perusahaan berlogo “U” ini bergerak di bidang kebutuhan dasar dengan pasaran utama adalah deterjen, pangan, dan barang kosmetik. Unilever secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1930 dengan kantor pusat di London (Inggris) dan Rotterdam (Belanda). Unilever berawal dari peleburan dua perusahaan, yaitu Margarine Union dari Belanda dan Lever Brothers dari Inggris. Lever Brothers didirikan pada tahun 1885 oleh William Hesketh Lever dengan usaha utama di bidang sabun, selain juga menghasilkan margarin. Bisnis sabun tersebut merupakan yang terbesar di dunia, dengan warisan merk terkenal seperti Lux, Lifebuoy, Sunlight, dan Rinso. Sedangkan Margarine Union merupakan gabungan dari perusahaan Anton Jurgens Verenigde Fabrieken N. V. dan Van den Bergh Fabrieken N. V., yang mempunyai usaha utama di bidang lemak pangan dan sedikit bergerak di bidang sabun. Persamaan dari Lever Brothers dan Margarine Union adalah sama-sama memproduksi consumer goods, berkecimpung dalam bidang yang menggunakan bahan baku sama, dan mempunyai jalur distribusi yang luas. PT Unilever Indonesia, Tbk. mulai dirintis ketika sebuah pabrik sabun Lever Zeep Fabrieken N. V. dibangun pada tanggal 5 Desember 1933 di daerah Angke, Jakarta Kota. Dua tahun kemudian berdiri Van den Bergh’s Fabrieken N. V. di lokasi yang sama dan menghasilkan margarin Blue Band. Berikut ini adalah perkembangan PT Unilever Indonesia, Tbk.: 1936
Pabrik makanan Van der Bergh’s Fabrieken didirikan di Angke, Jakarta.
1941
Pabrik sabun Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV didirikan di Surabaya.
1944
Pabrik Non Soap Detergent (NSD) didirikan di Angke, Jakarta.
1948
Pabrik pengolahan minyak Oliefabriek Archa NV mulai beroperasi.
5
1952
Pabrik minyak Archa di daerah perbankan Jakarta dibeli oleh Unilever.
1957
Perkembangan Unilever terganggu akibat konfrontasi antara Indonesia dengan Belanda dan Malaysia.
1964
Unilever berproduksi kembali di bawah pemerintahan Indonesia.
1967
Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU PMA No. 1 tahun 1967, yang mengijinkan orang asing memiliki perusahaannya kembali. Sehingga Unilever menjadi lebih leluasa dalam menjalankan produksinya.
1970
Pabrik deterjen Rinso dioperasikan pertama kali di Angke, Jakarta.
1980
Pabrik Lever’s Zeepfabrieken NV, Van der Bergh’s Fabrieken, Olifabriek Archa NV, dan Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV melakukan merger dan menyatakan diri bernaung dalam perusahaan PT Unilever Indonesia.
1981
PT Unilever Indonesia mulai go public dan membuka penjualan saham sebesar 15% kepada investor Indonesia.
1982
Unilever melakukan relokasi pada karyawan produksi yang berasal dari Colibri-Ngagel menuju Rungkut, Surabaya.
1983
Pabrik
sabun
di
Colibri-Ngagel
dipindahkan
ke
Rungkut.
Selanjutnya didirikan pabrik kosmetik Elida Gibbs di Rungkut, Surabaya. 1989
Unilever memulai bisnis teh dengan merk lokal Sariwangi. Proses produksinya dilakukan oleh pihak ketiga di Citeureup, Bogor.
1990
Produk teh Sariwangi mulai dipasarkan.
1992
Pabrik ice cream Wall’s mulai beroperasi di Cikarang, Bekasi. Selain itu, penerapan Total Productive Maintenance (TPM) dilaksanakan di pabrik Angke.
1994
Pabrik sabun di Angke dipindahkan ke Rungkut. Produksi Lipton Tea dilakukan di ruang ganda di Citeureup, Bogor. Pada tahun yang sama juga dilakukan perluasan area pabrik Wall’s.
1995
Pabrik di Angke mulai dipindahkan ke Cikarang.
6
1996
Pabrik NSD dipindahkan dari Angke ke Cikarang. Kemudian dilakukan perluasan area cold storage pabrik Wall’s. Selain itu, Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) menganugerahkan penghargaan TPM Excellence Award kategori I untuk PT Unilever Indonesia.
1997
Pabrik makanan di Angke dipindahkan ke Cikarang. Pabrik kosmetik di Rungkut memperoleh akreditasi ISO 9001, diikuti pabrik lainnya. Proses produksi teh instan dipindahkan ke Citeureup.
1998
Pabrik Citeureup mulai menjalankan TPM dan berhasil memperoleh akreditasi ISO 9001.
1999
PT Unilever Indonesia meraih Unilever Safety Award, Bronze Excellent Trophy ISO 14001, akreditasi Occupational Health Service and Management System (OHSMS) BS 8800, dan lisensi produksi teh. Mulai dilakukan implementasi HACCP.
2000
PT Unilever Indonesia memperoleh penghargaan TPM Continuity Award, Unilever Safety Award, dan Silver Excellence Trophy. Pabrik teh dan teh instan dipindahkan ke Cikarang.
2001
Produksi Best Foods, Knorr, dan kecap Bango diambil alih oleh Unilever.
2002
Pabrik Food dan NSD menerima penghargaan “TPM Special Award”, dan pabrik Ice Cream menerima penghargaan “TPM Continuity Award”.
2003
Produksi snack Taro net dan Taro stick diambil alih, dan PT Rasa Mutu Utama diakuisisi oleh Unilever.
2004
Pabrik Food dan Ice Cream memperoleh akreditasi HACCP. Pabrik shampoo dipindahkan ke Cikarang-HPC Liquids Factory.
B. VISI, MISI, DAN TUJUAN PERUSAHAAN PT Unilever Indonesia, Tbk. mempunyai visi “menjadi pilihan pertama bagi pelanggan dan konsumen”, sedangkan misi yang dipegang adalah : 1. menjadi yang pertama dan terbaik di kelasnya dalam menemukan kebutuhan dan aspirasi dari konsumen. 2. menjadi dekat dalam pasar untuk pelanggan dan pemasok.
7
3. memindahkan aktivitas tambahan yang tidak bernilai dari semua proses. 4. mencapai kepuasan kerja untuk semua pihak. 5. menuju target usaha dan penambahan keuntungan dan kepastian mengenai upah untuk pekerja dan para pemegang saham. 6. patut mendapat kehormatan dan kesempurnaan, perhatian terhadap komunitas dan lingkungan. PT Unilever Indonesia, Tbk. adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri penyediaan kebutuhan sehari-hari (consumer goods), oleh karena itu perusahaan ini menetapkan tujuan pendirian sebagai berikut: 1. memenuhi kebutuhan sehari-hari setiap anggota masyarakat di manapun mereka berada, mengantisipasi aspirasi konsumen dan pelanggan, serta menanggapi secara kreatif dan kompetitif dengan produk-produk bermerk dan layanan yang meningkatkan kualitas kehidupan. 2. akar yang kokoh dalam budaya dan pasar lokal di dunia merupakan warisan yang tidak ternilai dan menjadi dasar bagi pertumbuhan di masa yang akan datang. Unilever akan menyertakan kekayaan pengetahuan dan kemahiran internasional untuk melayani konsumen lokal sehingga menjadikannya perusahaan yang benar-benar multilokal. 3. keberhasilan jangka panjang menuntut komitmen yang menyeluruh terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi terhadap kerjasama yang sangat efektif, dan kesediaan untuk menyerap gagasangagasan baru serta keinginan untuk belajar terus menerus. 4. percaya bahwa keberhasilan memerlukan perilaku bersama yang berstandar tinggi terhadap karyawan, konsumen dan masyarakat, serta dunia. Sebagai perwujudan dari komitmen perusahaan untuk menjamin standar mutu produk bertaraf internasional, seluruh pabrik PT Unilever Indonesia, Tbk. telah mendapat sertifikat ISO 9001. C. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Sebagai perusahaan multinasional, Unilever memiliki komitmen yang tinggi dalam menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu strategi bisnis yang terintegrasi bersama strategi-strategi yang lain.
8
Hal tersebut secara umum memiliki tujuan meningkatkan pangsa pasar dan penjualan, serta memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar sebagai bentuk kepedulian Unilever. Strategi bisnis tersebut tetap sejalan dengan visi dan misi PT Unilever Indonesia secara umum. PT Unilever Indonesia memiliki misi untuk menambah vitalitas dalam kehidupan, yaitu dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam bidang nutrisi, perawatan kebersihan, dan perawatan pribadi, dengan brand yang membantu orang merasa baik, terlihat baik, dan mendapatkan sesuatu yang lebih dalam hidup. Untuk mewujudkan misi tersebut dalam kehidupan, perusahaan telah memulai dengan kegiatan-kegiatan internal, dan saat ini perusahaan berkomitmen membagikan semangat misi tersebut kepada konsumen melalui kampanye brand produk dan kegiatan-kegiatan yang secara konsisten menyertakan misi sosial dalam rangka membagikan vitalitas kepada masyarakat secara lebih meluas. Dengan demikian, CSR merupakan bagian integral dari vitalitas kehidupan yang ingin dicapai dalam misi PT Unilever Indonesia.
Gambar 1. Aspek-aspek vitalitas dari misi PT Unilever Indonesia Perusahaan menyadari bahwa CSR merupakan dampak dari seluruh kegiatan bisnis perusahaan terhadap masyarakat. Beberapa wujud nyata dari CSR PT Unilever Indonesia antara lain : 1. melalui lebih dari 3000 tenaga kerja yang ada, perusahaan telah berinvestasi
dalam
pengembangan
sumber
daya
manusia
lokal,
9
menyalurkan pengetahuan dan keterampilan global, meningkatkan produktivitas
lokal,
serta
menciptakan
budaya
kepemimpinan,
keanekaragaman, dan nilai-nilai perusahaan. 2. melalui brand yang dimiliki, perusahaan berusaha mengikutsertakan misimisi sosial dan spiritual. Untuk beberapa brand food antara lain : a. Royco bumbu penyedap masakan : memperkuat wanita Indonesia melalui aspek nutrisi dan memasak serta benar-benar membantu mereka untuk memperoleh sesuatu yang lebih dalam hidup (empowering indonesian women through nutrition and cooking and truly helping her to get more out of life). b. Blue Band margarin : setiap Ibu ingin memberikan kebaikan pada anak-anaknya, sehingga mereka dapat menjadi yang terbaik (every Mum wants to give goodness to her children so that they can be the best they can be). c. Taro snack : membantu anak-anak Indonesia untuk memperoleh pengalaman menyenangkan dan hidup bahagia yang sepatutnya mereka peroleh (helping Indonesian children to have the fun adventurous and happy life they deserve). d. Teh SariWangi : brand yang paling memahami pentingnya berhubungan satu sama lain – tali yang mengikat (the brand that truly understands the importance of connecting with one another – the string that binds). e. Kecap Bango : melestarikan warisan sajian lezat kepulauan dan kehidupan orang-orang yang membuatnya (preserving the heritage of the archipelago’s delicious dishes and the livelihood of the people who make our product).
Gambar 2. Lambang brand produk pangan PT Unilever Indonesia
10
Perwujudan CSR dalam brand tersebut merupakan sarana inovasi yang penting, cara baru untuk memasuki pasar, sarana diferensiasi dan menciptakan konsumen yang loyal, serta motivasi bagi pekerja untuk merasa bangga dan bermakna dalam pekerjaan. 1. Konservasi energi dan air 2. Investasi pada proses manufacturing yang tidak menyebabkan polusi. Selama 3 tahun (2003-2005), PT Unilever Indonesia telah meraih 2 green status (zero emission) untuk pabrik Cikarang dan Rungkut. 3. Oxfam – Unilever Joint Research Project, yaitu mengeksplorasi hubungan antara bisnis dan kemiskinan secara internasional, atau secara lebih spesifik merupakan sebuah studi kasus Unilever di Indonesia. Beberapa hasil yang dicapai antara lain : terciptanya 300.000 lapangan kerja, 2/3 nilai yang dihasilkan didistribusikan ke partisipan selain Unilever, suplier domestik menyediakan 84% dari barang-barang dan pelayanan. 4. Perusahaan percaya bahwa kesuksesan membutuhkan standar yang paling tinggi dari perilaku perusahaan terhadap pekerja, konsumen, dan masyarakat serta lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan mendirikan ULI Peduli Foundation pada tanggal 27 November 2000. 5. Dalam bidang lingkungan, perwujudan CSR tersebut antara lain dengan menjadi bagian dalam pemecahan permasalahan lingkungan; mendukung masyarakat untuk mengubah kebiasannya dalam menjaga lingkungan, termasuk memisahkan dan mendaur ulang sampah; meningkatkan sanitasi dan menghijaukan daerah sekitarnya. 6. Terlibat dengan masyarakat dalam berbagai kegiatan bantuan kemanusiaan di daerah-daerah bencana di Indonesia, misalnya Nabire, Aceh, Yogyakarta dan lain-lain. Melalui penerapan berbagai program CSR tersebut, pihak perusahaan sendiri memperoleh keuntungan yang nyata, yaitu: 1. Peningkatan penjualan menjadi dua angka dan dapat dipertahankan selama lebih dari 15 tahun. 2. Penjualan mencapai lebih dari 1 milyar dolar.
11
3. Berhasil meraih pangsa pasar yang ada, memimpin dalam semua kategori utama dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Selama tahun 2005, PT Unilever Indonesia berhasil meraih 54 penghargaan dan 47 penghargaan di tahun 2006 dalam bidang CSR tersebut. Beberapa penghargaan tersebut antara lain : 1. Best Managed Companies, Best Corporate Governance, Best Investor Relations, Most Committed to Strong Dividend Policy dari Finance Asia. 2. The first Corporate Governance dari The Asset Magazine. 3. Gold & Indonesian Best Brand Awards (17 brands) dari Swa & Mars. 4. Indonesian Customer Satisfaction Awards (9 brands) dari Swa & Frontier. 5. Indonesia Most Admired Company dari Business Week 6. Green PROPER Award untuk Pabrik Cikarang dan Rungkut. D. LOKASI PERUSAHAAN PT Unilever Indonesia Tbk. memiliki kantor pusat di Gedung Graha Unilever, Jalan Gatot Subroto Kav. 15 Jakarta. Pabrik Unilever berada di dua lokasi, yaitu Cikarang-Bekasi dan Rungkut-Surabaya. Pabrik Cikarang terdiri dari pabrik foods di Jalan Jababeka IX Blok D No. 1-29 dan pabrik NSD (Non Soap Detergent) di Jalan Jababeka VI Blok O, Desa Wangun Harja, Kecamatan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat 17520. Pabrik foods dibagi menjadi tiga pabrik, yaitu SCC&C (Spread Cooking Category and Culinary), TBB (Tea Based Beverage), dan ice cream Wall’s. Pabrik foods Cikarang memproduksi makanan dan es krim, sedangkan pabrik NSD memproduksi deterjen. Pabrik di Rungkut memproduksi sabun dan kosmetik. Kedua pabrik di Cikarang tersebut memiliki luas sekitar 20 ha dan dilengkapi dengan kantor, mushola/ masjid, pos penjagaan, kantin, unit pengolahan limbah, gudang bahan mentah, tempat parkir, dan taman. Pemilihan lokasi pabrik dipengaruhi oleh faktor kestrategisan tempat untuk pemasaran produk, tersedianya sarana infrastruktur, kemudahan perluasan pabrik, dan kemudahan suplai bahan baku.
12
E. BIDANG USAHA DAN PEMASARAN PERUSAHAAN Secara umum, PT Unilever Indonesia Tbk. menghasilkan produk kebutuhan sehari-hari. Bidang produksinya dibagi menjadi empat divisi: 1. Divisi Home Care a. Non soap detergent Menghasilkan produk deterjen pencuci (bubuk dan krim) dengan merk dagang Rinso, Surf, Omo, dan Super Busa. Selain itu juga diproduksi cairan pewangi dan pelembut pakaian dengan merk dagang Comfort dan Molto. b. Household care Memproduksi cairan pembersih lantai, bahan pengkilap, dan penghilang kuman dengan merk dagang Super Pell, Sunlight, Vixal, dan Domestos. 2. Divisi Personal Care Divisi ini memproduksi barang kebutuhan perawatan pribadi yang terdiri dari hair (Clear, Sunsilk, Brisk, dan lain-lain), skin (Pond’s, Dove, Hazeline, Lux, Lifebuoy, Cuddle, dan lain-lain), deodorant (Axe dan Rexona), dan dental (Pepsodent dan Close Up). 3. Divisi Unilever Best Food (UBF) a. Spread Cooking Category and Culinary Memproduksi margarine dan bakery fat (Blue Band, Cake Margarine, Gold Margarine, Multi Margarine, Pastry Fat, Biscuit Fat, White Cream Fat, White Bread Emulsion, dan Cake Fat), aneka bumbu masakan (Royco dan Knorr), dan minuman serbuk (Sariwangi dan Lipton powdered mix). b. Tea Based Beverage Memproduksi teh untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor dengan merk dagang Sariwangi, Bushells, Choya, dan lain-lain. c. Snacks Memproduksi snack Taro net dan Taro stick. 4. Divisi Ice Cream Memproduksi es krim Wall’s dalam berbagai jenis, rasa, dan kemasan.
13
Produk-produk tersebut akan dipasarkan ke seluruh konsumen yang tersebar di Indonesia maupun di luar negeri. PT Unilever Indonesia, Tbk., sebagai perusahaan yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA), tidak menjual produknya langsung ke konsumen atau pengecer, tetapi melalui distributor dan pedagang-pedagang besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor-kantor depotnya terdapat di beberapa kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Padang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan sebagainya. Masing-masing depot dikelola oleh seorang manajer yang bertugas membantu para distributor dalam mempromosikan hasil produksi dari perusahaan kepada konsumen. F. STRUKTUR ORGANISASI Pabrik Foods Cikarang dipimpin seorang Supply Chain Director Food yang membawahi : 1.
General Manager Food, yang bertanggung jawab atas pengelolaan, lay out, dan kinerja pabrik foods.
2.
Production Manager, yang bertanggung jawab dalam perencanaan produksi dan output produksi sehari-hari.
3.
Plant Engineer, yang bertanggung jawab terhadap engineering perusahaan.
4.
Works Personel Manager, yang bertanggung jawab terhadap administrasi kepegawaiam, urusan rumah tangga, keuangan, dan pengadaan sumber daya manusia.
5.
Senior Development Manager, yang bertanggung jawab terhadap pengembangan perusahaan.
6.
Packaging Manager, yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dan efisiensi proses pengepakan.
7.
Quality Manager, yang bertanggung jawab terhadap pengawasan dan pengendalian mutu berdasarkan analisa dan penelitian laboratorium, keadaan bahan baku, pengendalian proses, dan keadaan produk jadi.
8.
Planning Manager, yang bertanggung jawab terhadap perencanaan program-program dalam rangka pengembangan perusahaan.
14
Struktur organisasi PT Unilever Indonesia Tbk. Pabrik SCC&C Cikarang dapat dilihat pada Lampiran 1. G. MANAJEMEN PERUSAHAAN PT Unilever Indonesia mengadopsi program Total Productive Maintenance (TPM) dalam sistem manajemennya. TPM merupakan metode untuk mewujudkan zero failure (tanpa kesalahan), zero accident (tanpa kecelakaan), dan zero defect (tanpa cacat). Dasar pelaksanaan TPM adalah lima “S”, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seikatsu dan Shitsuke. Seiri (clearing up) yaitu menyingkirkan benda yang tidak diperlukan. Seiton (organizing) yang berarti menempatkan barang yang dibutuhkan dengan rapi. Seiso (cleaning) yaitu membersihkan peralatan dan daerah kerja. Seikatsu (standardizing) berarti membuat standar kebersihan, pelumasan, dan inspeksi, sedangkan Shitsuke (training and discipline) berarti meningkatkan ketrampilan dan moral. Kelima dasar tersebut ditunjang oleh sembilan pilar TPM untuk keberhasilan pelaksanaan program, yang meliputi pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance); peningkatan bagian; pemeliharaan terencana (planned maintenance); pelatihan (training); kontrol awal dan pencegahan perawatan; pemeliharaan umum (quality maintenance); TPM di perkantoran (TPM in office); keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja (safety, healthy, and environment); dan manajemen rantai suplai (supply chain management). H. PERATURAN KERJA Administrasi kantor dilaksanakan setiap hari kerja dengan jadwal: Senin - Jumat
:
07.30 -15.00 WIB
Sabtu
:
07.30 -13.00 WIB
Istirahat
:
11.30 -12.00 WIB, atau 12.00-12.30 WIB
Sedangkan jadwal produksi harian dibagi menjadi 3 shift dengan pembagian: Shift pagi
:
06.00 - 14.00 WIB
Shift siang
:
14.00 - 22.00 WIB
15
Shift sore
:
22.00 - 06.00 WIB
Waktu operasional pabrik adalah 295 hari/tahun, 6 hari/minggu, 3 shift/hari. Sedangkan hari libur sebanyak 52 hari minggu, 12 hari libur umum, dan 6 hari Lebaran. Kerja lembur akan dilaksanakan bila ada pekerjaan yang tidak bisa ditangguhkan atau dilaksanakan pada jam kerja normal. Sistem pengupahan karyawan didasarkan atas tanggung jawab pekerjaan dan atau prestasi karyawan tersebut. Sedangkan dalam pelaksanaannya mengacu pada indeks harga konsumen, tingkat pengupahan, tingkat perkembangan ekonomi, dan kemampuan perusahaan. I. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN Tenaga kerja PT Unilever Indonesia, Tbk. Cikarang terbagi menjadi dua golongan, yaitu staf dan non staf. Yang dimaksud dengan karyawan staf adalah
orang-orang
yang
menjalankan
manajemen
perusahaan
dan
mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan, seperti kepala pabrik hingga kepala bagian. Adapun karyawan non staf terdiri dari karyawan tetap dan karyawan kontrak. Berdasarkan tanggung jawabnya karyawan tetap terdiri dari golongan A, B, dan C. Karyawan kontrak adalah karyawan yang berasal dari perusahaan tenaga kerja yang bekerja sama dengan PT Unilever Indonesia, Tbk. seperti CV Sapta Buana dan lain-lain. Jaminan kesejahteraan karyawan diwujudkan dalam bentuk fasilitasfasilitas jaminan sosial dan tunjangan-tunjangan. Hal tersebut tertuang dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang dibuat oleh serikat pekerja bersama pihak perusahaan. Serikat pekerja PT Unilever Indonesia berdiri pada tahun 1970-an dan pada tahun 1982 resmi menjadi anggota serikat pekerja seluruh Indonesia. Berdasarkan KKB tersebut fasilitas dan tunjangan yang diperoleh karyawan PT Unilever Indonesia adalah: 1. makan, disediakan untuk seluruh karyawan tetap pada jam-jam istirahat di kantin perusahaan. Pada bulan Ramadan diberikan uang makan sebesar 90% dari biaya makan untuk karyawan shift pagi. 2. fasilitas pengobatan diberikan gratis kepada karyawan dan keluarganya sampai dengan tiga anak, meliputi biaya perawatan di rumah sakit yang
16
telah ditunjuk, pembayaran gaji selama sakit, pengobatan dan perawatan gigi, penggantian biaya kacamata dan frame, penggantian biaya bersalin untuk pekerja wanita dan bantuan biaya bersalin istri pekerja. 3. koperasi karyawan. 4. program kepemilikan rumah. 5. tunjangan perumahan setahun sekali berupa uang. 6. program kepemilikan kendaraan bermotor. 7. klub olah raga, kesenian, rekreasi, dan pembinaan rohani. 8. program ASTEK. 9. tunjangan pensiun pada saat karyawan memasuki usia 55 tahun. 10. pembinaan keluarga berencana lestari dan balita. 11. santunan kematian. 12. tunjangan belajar anak karyawan yang berprestasi. 13. beasiswa bagi anak karyawan yang diterima di perguruan tinggi negeri. 14. program tabungan pendidikan. 15. penghargaan kerja diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 15 tahun dan 25 tahun. 16. tunjangan cuti setahun sekali dalam bentuk gaji ke-13. 17. cuti besar diberikan setiap 6 tahun masa kerja berupa 74 hari cuti di luar cuti tahunan dengan biaya pulang kampung ditanggung perusahaan atau dalam bentuk 2 bulan gaji ditambah 14 hari cuti di luar cuti tahunan. 18. kesempatan naik haji dengan pembayaran upah penuh. 19. Tunjangan Hari Raya (THR) 20. paket distribusi yang diberikan setiap akhir bulan berupa produk kebutuhan rumah tangga yang diproduksi oleh PT Unilever.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. MARGARIN Menurut SNI 01-3541-2002 (BSN, 2002), margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Standar tersebut juga menyebutkan bahwa margarin harus memiliki kandungan lemak minimal 80% dan kandungan air maksimal 18%. Persyaratan kualitas margarin secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Ditinjau dari segi mikrostruktur, margarin adalah emulsi air di dalam minyak yang mengandung droplet air terdispersi berdiameter 5-10 µm. Jumlah lemak terkristalisasi dalam fase kontinyu campuran minyak dan lemak, sangat menentukan kekuatan/ kekerasan produk (Podmore, 1994). Saat ini, karakteristik margarin telah disesuaikan dengan kebutuhan pasar, seperti spreadability setelah dikeluarkan dari lemari pendingin, kandungan asam lemak polyunsaturated, dan efek yang optimal dalam pembuatan produk panggang (Gander (1976) diacu dalam Young et al. (1994)). Fase lemak pada margarin terdiri dari minyak nabati, yang sebagian telah dipadatkan agar diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir. Ciri-ciri margarin yang menonjol adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, serta segera dapat mencair di dalam mulut (Astawan, 2004). Cake margarine atau margarin kue merupakan jenis margarin yang diproduksi secara khusus untuk pembuatan cake atau kue. Apabila dilihat secara sepintas, cake margarine memiliki penampakan yang sama dengan margarin meja yang dikonsumsi sehari-hari. Namun perbedaan komposisi minyak nabati dan bahan lain menyebabkan beberapa perbedaan, seperti tingkat kekerasan (hardness), warna, dan flavor. Cake margarine memiliki warna kuning keemasan, tingkat keasinan sedang, dan aroma yang khas pada produk akhir. Selain mudah dicampur dengan bahan-bahan lain pada waktu diaduk, cake margarine juga membantu pengembangan volume, memberikan tekstur yang lembut, dan meningkatkan stabilitas pada produk akhir.
18
Karakteristik fisik margarin sebagian besar dikendalikan oleh kandungan padatan lemak, misalnya karakteristik titik cair dan spreadability. Jumlah padatan yang diperlukan bergantung pada efek yang diharapkan pada adonan dan prosedur persiapan adonan (Young, et al., 1994). Menurut Podmore (1994), beberapa fungsi dari lemak dalam aplikasi bakery antara lain sebagai pelicin dan pelembut, menciptakan sistem aerasi pada adonan dan lapisan yang tidak mudah ditembus, serta memberikan sifat emulsifier dan flavor. B. BAHAN BAKU MARGARIN Cake margarine atau margarin kue merupakan jenis margarin yang diproduksi secara khusus untuk pembuatan cake atau kue. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cake margarine adalah minyak nabati, garam, air, monodigliserida, BHA/BHT, asam sitrat dan trinatrium sitrat, vitamin B2, ß- karoten, EDTA, dan flavor. Setiap komponen memiliki peran dan fungsi masing-masing baik dalam produk itu sendiri maupun dalam penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan kue. 1. Minyak nabati Minyak nabati merupakan komponen terbesar dalam pembuatan cake margarine. Ada tiga jenis minyak nabati yang digunakan, yaitu minyak kelapa sawit (palm oil/PO), minyak kelapa (coconut oil/CN), dan minyak kelapa sawit terhidrogenasi (palm olein solid fraction/POs50). Masingmasing minyak berperan dalam membentuk karakteristik margarin yang dihasilkan. Palm oil merupakan minyak nabati yang diekstrak dari daging buah kelapa sawit. Beberapa kelebihan dari minyak ini, antara lain adalah dapat memberikan kandungan lemak padat (solid fat content) yang dibutuhkan dengan sedikit atau tanpa hidrogenasi, mendukung pembentukan kristal β’ untuk menghasilkan struktur yang baik, dan mudah didapatkan dengan harga yang kompetitif (Padley et al., 1994). Palm oil banyak mengandung asam lemak jenuh sehingga berwujud semi padat pada suhu ruang. Titik cair dari minyak ini adalah sekitar 37-
19
380C. Sekitar 49.9% dari total kandungan asam lemak dalam palm oil merupakan asam lemak jenuh yang didominasi oleh asam palmitat, asam stearat, dan asam miristat. Sementara itu, asam lemak tidak jenuhnya terdiri atas asam oleat dan asam linoleat. Palm oil memiliki ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi dan panas (Padley et al., 1994). Coconut oil merupakan komponen minyak terbesar kedua setelah palm oil. Minyak ini diekstrak dari daging buah kelapa dan memiliki titik cair pada 24-250C sehingga akan berwujud cair pada suhu ruang dan tidak memerlukan pemanas untuk penyimpanannya. Coconut oil berkontribusi pada tekstur kelembutan margarin yang dihasilkan. Selain itu juga berpengaruh terhadap melting point dan solid fat content dari campuran minyak (Padley et al., 1994). Komponen minyak yang memiliki presentase paling kecil dalam margarin adalah palm oil solid fraction (POs50) atau minyak kelapa sawit terhidrogenasi. Adanya proses hidrogenasi, yaitu penambahan hidrogen pada ikatan tidak jenuh dari trigliserida, menyebabkan minyak kelapa sawit yang sebelumnya berwujud cair berubah menjadi padat. Pada suhu ruang minyak ini berwujud padat karena memiliki titik cair yang cukup tinggi, yaitu 50-520C. POs50 berperan dalam pembentukan tekstur keras (hardness) dari margarin. Lawson (1995) menyatakan bahwa minyak kelapa sawit terhidrogenasi merupakan salah satu minyak yang memiliki kecenderungan kuat dalam pembentukan kristal β’. POs50 yang digunakan dalam produksi cake margarine datang dari supplier dalam bentuk padat. Sebelum siap digunakan, minyak ini dicairkan terlebih dahulu pada melting tank yang dilengkapi dengan heat exchanger dengan air panas sebagai sumber panas. Setelah pencairan, minyak ditampung ke tangki POs50, dan siap digunakan dalam proses pencampuran. Komposisi yang tepat masing-masing minyak nabati tersebut akan sangat menentukan karakteristik margarin yang dihasilkan. Untuk memperoleh kekerasan, kelembutan, spreadability, titik cair, kandungan solid fat yang diinginkan, harus dilakukan perhitungan secara teliti,
20
mengingat setiap jenis minyak akan memberikan kontribusi yang berbedabeda sesuai dengan karakteristik asalnya. Menurut Lawson (1995), agar dapat digunakan pada rentang suhu yang lebar, maka produk-produk campuran lemak harus dibuat dari kombinasi trigliserida yang memiliki rentang titik cair yang lebar pula. 2. Garam Garam yang ditambahkan dalam pembuatan cake margarine ini berupa larutan garam jenuh 25-26% yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Pelarutan tersebut bertujuan agar pencampuran dengan bahanbahan lainnya dapat lebih mudah dan merata. Menurut Padley et al. (1994), penambahan garam bertujuan untuk menambah rasa, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada makanan, serta sebagai pengawet karena adanya tekanan osmotik dimana larutan menjadi hipertonik sehingga air dalam sel akan keluar akibatnya sel bakteri akan kekeringan serta menurunkan kemampuannya untuk mengikat air bebas. Margarin yang dihasilkan memiliki kadar garam sekitar 2.4-2.5%. Persentase tersebut memberikan kondisi aman bagi produk dari kerusakan mikrobiologis yang disebabkan oleh bakteri, kapang, maupun kamir, karena mikroba-mikroba tersebut tidak dapat hidup pada lingkungan dengan kadar garam tinggi. 3. Air Air merupakan komponen kedua yang terpenting setelah minyak, untuk menghasilkan suatu emulsi air dalam minyak. Dalam margarin, molekul-molekul air terperangkap atau terdispersi dalam kristal dan cairan minyak sebagai fase kontinyu. Menurut SNI 01-3541-2002, kadar air margarin adalah maksimal 18% (BSN, 2002). Perbandingan yang tepat antara air dan minyak dalam emulsi akan sangat menentukan kestabilan emulsi, karakteristik produk (terutama tekstur), ketahanan produk (terutama secara mikrobiologis), dan kerusakan produk/ ketengikan (berkaitan dengan hidrolisis minyak). Air juga berperan sebagai media untuk melarutkan bahan-bahan tambahan seperti
21
asam sitrat, trinatrium sitrat, EDTA, dan vitamin-vitamin (Padley et al., 1994). 4. Mono- dan di-gliserida Margarin merupakan emulsi air yang terdispersi dalam globulaglobula minyak. Winarno (1997) menyebutkan bahwa emulsi yang homogen dapat diperoleh melalui penambahan emulsifier, yang memiliki beberapa fungsi, yaitu : 1. mengurangi tegangan permukaan pada permukaan minyak dan air, sehingga dapat mendorong pembentukan emulsi dan kesetimbangan fase antara minyak, air, dan pengemulsi pada permukaan, yang mendukung kestabilan emulsi. 2. sedikit merubah sifat-sifat tekstur, awetan, dan reologi produk dengan pembentukan senyawa kompleks dengan komponen pati dan protein. 3. memperbaiki tekstur produk yang berbahan utama lemak dengan mengendalikan keadaan polimorf lemak. Emulsifier yang digunakan pada produk cake margarine adalah campuran mono- dan di-gliserida yang dihasilkan secara sintetis melalui reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol. Menurut Winarno (1997), mono- dan di-gliserida mengandung gugus karboksil yang bersifat lipofilik dan gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik, karenanya dapat bertindak sebagai emulsifier. Mono- dan digliserida lebih terikat pada minyak atau lebih larut dalam minyak (non polar) sehingga dapat membantu terjadinya dispersi air dalam minyak sehingga terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o). 5. Butylated Hidroxyanisole (BHA) dan Butylated Hidroxytoluene (BHT) Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Pada proses ketengikan biasanya berasal dari asam lemak tak jenuh. Molekul antioksidan akan teroksidasi, tetapi radikal bebas tidak terbentuk (Winarno, 1997).
22
BHA merupakan campuran dari dua isomer, yaitu 2- dan 3-tertbutil hidroksianisol. BHA berbentuk padatan putih menyerupai lilin, bersifat larut dalam lemak, dan tidak larut dalam air. Demikian pula BHT memiliki sifat-sifat yang mirip dengan BHA dan bersinergis dengan BHA sebagai antioksidan sintetis (Winarno, 1997). Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak dengan cara bereaksi dengan radikal asam lemak sehingga tidak terbentuk senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggung jawab terhadap flavor tengik pada makanan berlemak. Seringkali kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibandingkan satu jenis antioksidan saja. Oleh karena itu, pada produk cake margarine ini digunakan kombinasi BHA dan BHT yang dilarutkan terlebih dahulu bersama emulsifier dalam media palm oil untuk memberikan perlindungan yang maksimal dari kerusakan oksidatif (Winarno, 1997). 6. Asam Sitrat dan Trinatrium Sitrat Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergik. Beberapa asam organik tertentu dapat mengikat logam-logam (sekuestran), misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut: (a) memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan),
(b) meregenerasi
antioksidan utama, (c) mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, (d) menangkap oksigen, (e) mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen (Winarno, 1997). Asidulan merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna, atau menyelubungi aftertaste yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet. Kemudian pH rendah buffer yang dihasilkannya mempermudah proses
23
pengolahan. Bahan ini bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan (Winarno, 1997). Asam sitrat yang ditambahkan dalam produk cake margarine selain berfungsi sebagai asidulan juga berguna untuk mengikat logam yang dapat mengkatalisis
oksidasi
komponen
citarasa
dan
warna,
sehingga
mendukung fungsi EDTA sebagai senyawa pengkelat utama dan BHA/ BHT sebagai antioksidan utama. Dengan demikian, penambahan asam sitrat berfungsi sebagai asidulan sekaligus antioksidan sekunder. Penggunaan trinatrium sitrat bersama dengan asam sitrat berfungsi sebagai pengatur keasaman (acidity regulator) sehingga produk berada dalam rentang pH yang aman secara mikrobiologis sekaligus sesuai untuk kondisi kerja komponen-komponen lain (pewarna, antioksidan, pengkelat, vitamin). 7. ß- karoten Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya melibatkan faktor citarasa, warna, tekstur, dan nilai gizi. Faktor warna seringkali menjadi bahan pertimbangan awal secara visual yang sangat menentukan. Oleh karena itu, produk cake margarine menggunakan pewarna tambahan ßkaroten untuk memperbaiki warna sekaligus memperkuat warna asli margarin. ß- karoten tergolong ke dalam kelompok pigmen karotenoid yang memberikan warna kuning sampai merah oranye. Pigmen ini larut dalam lipida (minyak), sehingga dalam proses produksi cake margarine dilarutkan dalam media coconut oil bersama dengan bumbu-bumbu lainnya. 8. EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) Menurut Winarno (1997), zat pengikat logam atau sekuestran merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam
24
tersebut dalam bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna, citarasa, dan tekstur. Ion logam bebas mudah bereaksi dan mengakibatkan perubahan warna, ketengikan, kekeruhan, maupun perubahan rasa. Adanya ion logam, terutama besi dan tembaga, dapat mendorong terjadinya oksidasi lemak.
Oleh
karena
itu,
dibutuhkan
senyawa
pengkelat
untuk
menginaktivasi ion-ion logam tersebut. Senyawa pengkelat tersebut bersifat sinergistik dengan antioksidan karena menaikkan efektivitas antioksidan utamanya (Winarno, 1997). EDTA terdiri dari empat grup karboksil dan dua grup amina yang dapat membentuk kompleks yang kuat dengan ion Mn2+, Cc2+, Fe3+, dan Co3+ (Anonim, 2007a). Air dan bahan baku lain yang digunakan dalam proses pembuatan margarin dapat mengandung ion-ion logam yang dapat mengkatalisis proses oksidasi. Dengan penambahan EDTA, maka ion-ion tersebut akan diikat sehingga tidak dapat bekerja sebagai katalis oksidasi. Ion logam terkoordinasi dengan keempat gugus karboksil yang terdapat pada molekul EDTA. 9. Flavor Senyawa sintetik yang identik dengan komponen alami banyak digunakan untuk memberikan butter-like flavour dan rasa khas margarin. Beberapa senyawa yang penting dalam menciptakan flavor tersebut antara lain golongan diasetil, asam-asam lemak, dan keton (Young et al., 1994). Menurut Weiss (1983), komponen yang sering digunakan untuk memberikan flavor khas mentega antara lain asam butirat, asam lemak rantai pendek, dan senyawa lactones. Diasetil merupakan senyawa flavor yang sangat volatil sehingga cepat hilang dari produk yang mengalami perlakuan pemanasan selama proses produksi. Asam butirat bersifat lebih tidak volatil daripada diasetil dan dapat digunakan pada produk yang mengutamakan kestabilan flavor. Namun asam butirat memiliki bau yang tidak sedap dan merupakan faktor utama pada ketengikan mentega, apabila digunakan sebagai komponen tunggal. Oleh karena itu, asam butirat selalu digunakan bersama dengan
25
diasetil untuk menutupi kekurangan tersebut dan memberikan bau sedap khas mentega pada produk margarin. Komponen flavor yang ditambahkan pada produk cake margarine adalah asam butirat bersama diasetil yang memberikan flavor khas margarin, dan pineapple yang memberikan aroma nanas. Kedua flavor tersebut ditambahkan dalam bentuk serbuk yang dilarutkan terlebih dahulu dalam minyak coconut oil bersama dengan bumbu-bumbu lain. 10. Vitamin B2 Vitamin B2 atau juga dikenal sebagai riboflavin merupakan salah satu vitamin yang sangat dibutuhkan dalam berbagai proses seluler, terutama dalam metabolisme energi dan metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat. Pada umumnya, kekurangan vitamin B2 akan selalu diikuti oleh kekurangan vitamin-vitamin lainnya karena tubuh tidak mampu menggunakan vitamin atau peningkatan ekskresi vitamin dari tubuh akibat dari gangguan pada penyerapan usus. Oleh karena itu vitamin ini sangat penting untuk diperhatikan kecukupannya, yaitu 1.1-1.3 mg/kg berat badan, menurut standar RDA (Anonim, 2007c). Riboflavin juga bekerja sebagai antioksidan dalam tubuh yang dapat menetralisasi radikal-radikal bebas serta koenzim yang mengaktivasi konversi dan sintesis vitaminvitamin lainnya. Pada produk cake margarine, riboflavin ditambahkan sebagai suplemen, sekaligus memberikan kontribusi warna kuning sampai oranye pada produk. Penambahan vitamin ini dilakukan dengan melarutkan terlebih dahulu pada air bersama-sama dengan bumbu-bumbu lain. C. KARAKTERISTIK FISIK MARGARIN Menurut Podmore (1994), karakteristik fisik yang penting dari margarin adalah tekstur, kekuatan, dan daya gunanya. Karakteristik tersebut terutama dipengaruhi oleh perbandingan solid-liquid, titik cair kristal, geometri kristal (ukuran, bentuk, alignment), tingkat pembentukan campuran kristal, dan kemampuan kristal untuk saling menyatu membentuk sebuah jaringan. Sedangkan menurut Bumbalough (2000), karakteristik fisik margarin,
26
terutama tekstur, spreadability, warna, penampakan, dan melting profile, merupakan fungsi dari struktur lemak dan kondisi proses yang digunakan dalam proses produksi. Pada umumnya, semakin besar jumlah trigliserida padat dalam campuran, kekakuan jaringan akan semakin meningkat pula, karena terjadi peningkatan jumlah kristal dan kekuatan saling menyatu di antara kristalkristal tersebut. Perubahan suhu secara nyata akan mengubah kekuatan dan plastisitas produk dengan perubahan pada jumlah kristal yang ada, kekerasan, dan viskositas dari trigliserida cair. Kristalisasi lemak diawali dengan pembentukan inti kristal (nucleation) dalam sistem supercooled. Laju pendinginan, agitasi, dan tingkat pendinginan akan menentukan kecepatan pertumbuhan kristal, ukuran kristal, dan aglomerasi kristal, yang selanjutnya akan berpengaruh pada tekstur dan karakteristik pencairan dari produk (Podmore, 1994). Polimorfisme merupakan suatu fenomena pada kristal lemak yang dapat berada dalam bentuk berbeda-beda. Satu jenis trigliserida dapat memiliki lebih dari satu bentuk kristal yang berbeda-beda titik cairnya. Lemak dan trigliserida dapat memiliki tiga bentuk kristal dasar, yaitu α (alfa), β’ (beta prime), dan β (beta). Kristal alfa adalah bentuk yang paling tidak stabil dan memiliki titik cair terendah, sedangkan kristal beta memiliki kestabilan dan titik cair paling tinggi. Ketiga bentuk kristal tersebut dapat berada dalam bermacam-macam kombinasi, sehingga setiap trigliserida akan memiliki perilaku polimorfisme dan pencairan masing-masing (Timms, 1994). Ukuran kristal lemak biasanya berkisar antara 1-10μm. Kristal alfa berbentuk datar, transparan, dengan ukuran sekitar 5μm. Kristal beta-prime berbentuk seperti jarum dengan panjang sekitar 1μm. Kristal beta berbentuk besar, kasar, dan berukuran 25-50μm. Jika suatu lemak didinginkan dengan cepat, maka akan cenderung membentuk kristal alfa yang kecil. Namun bentuk tersebut tidak berlangsung lama dan dengan cepat berubah menjadi bentuk beta-prime yang memiliki kecenderungan tinggi untuk mengeras.
27
Kristal beta-prime dapat berubah menjadi kristal beta yang paling stabil, bergantung pada trigliserida penyusunnya dan sejarah suhunya.
Gambar 3. Polimorfisme kristal lemak (Podmore, 1994) Brennan et al. (1990) menyebutkan bahwa terdapat dua tipe polimorfisme,
yaitu
enantiotropisme
(reversibel)
dan
monotropisme
(irreversibel). Hampir semua polimorfisme trigliserida bersifat monotropik, di mana kristal bertitik cair rendah hanya dapat bertransformasi menjadi bentuk kristal dengan titik cair yang lebih tinggi. Proses kristalisasi berlangsung sangat cepat pada bentuk kristal bertitik cair rendah. Kemudian kristal tersebut dapat bertransformasi menjadi kristal dengan titik cair yang lebih tinggi, dan kecepatan transformasinya merupakan fungsi dari temperatur. Jika kristal dicairkan dan lemak cair tersebut didinginkan kembali, maka dapat dihasilkan kembali kristal dengan titik cair rendah. Penentuan jumlah padatan lemak merupakan salah satu prosedur analisis yang paling penting dalam industri minyak, lemak, dan produk turunannya. Sekarang ini, pengukuran solid fat content (SFC) menggunakan nuclear magnetic resonance (NMR) lebih populer dibandingkan dengan pengukuran solid fat index (SFI) menggunakan metode dilatometri. SFC merupakan indeks proporsi kristal lemak dan lemak cair pada suhu tertentu (Asianagri, 2007). Menurut Hendrikse et al. (1994), persentase solid yang dihasilkan dari pengukuran dengan NMR dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara respon dari inti hidrogen dalam fase solid dengan respon dari keseluruhan inti hidrogen dalam sampel. Dari percobaan yang dilakukan
28
oleh Steidley et al. (2004) dirumuskan bahwa pengukuran SFI menghasilkan nilai empiris untuk rasio solid/liquid, sedangkan NMR menghasilkan nilai mutlak SFC. Dari hasil pengukuran kedua parameter tersebut pada suhu 10400C, menunjukkan bahwa pada suhu 100C nilai SFC selalu lebih tinggi daripada SFI. Sedangkan pada suhu 21.1-400C, kedua nilai tersebut dapat dikatakan sama. Slip melting point (MP) adalah temperatur pada saat lemak dalam pipa kapiler yang berada di dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler. Titik cair lemak merupakan karakteristik nyata yang berkaitan dengan metode penentuan dari eksperimen, dan bukan merupakan karakteristik fisik dasar seperti pada senyawa murni (Timms, 1994). Sedangkan Lawson (1995) menyatakan bahwa complete melting point adalah temperatur pada saat lemak padat menjadi minyak cair seluruhnya. Setiap asam lemak murni memiliki titik cair spesifik. Minyak dan lemak merupakan campuran dari bermacam-macam asam lemak berupa trigliserida, sehingga tidak memiliki titik cair yang tajam (sharp). Menurut Lawson (1995), faktor-faktor yang penting dalam menentukan titik cair dan melting behaviour dari suatu produk antara lain adalah 1. rata-rata panjang rantai dari asam lemak. Semakin panjang rantai maka titik cairnya akan semakin tinggi. 2. posisi asam lemak pada molekul gliserol juga mempengaruhi titik cair. 3. proporsi relatif dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Semakin tinggi proporsi asam lemak tidak jenuh, maka titik cairnya akan semakin rendah. 4. teknik proses, seperti derajat hidrogenasi dan winterisasi. Menurut Weiss (1983), hubungan antara SFI dan melting point sangat bergantung pada jenis lemak yang dianalisis. Pada Tabel 1 dapat terlihat bahwa tiga jenis minyak/lemak yang berbeda memiliki titik cair yang hampir sama tetapi bervariasi pada nilai SFI-nya.
29
Tabel 1. SFI dan melting point dari jenis minyak yang berbeda SFI pada Minyak kedelai 0 hidrogenasi C F 47.5 50 10.0 33.0 70 21.1 25.1 80 26.7 12.5 92 33.3 1.4 104 40.0 Wiley melting 40.5 point (0C) Sumber: Weiss (1983) 0
Minyak biji kapas hidrogenasi 43.3 28.6 22.5 10.1 0.6 41.0
Minyak kelapa sawit 36.2 14.5 12.0 9.0 5.5 39.1
Demikian pula Lawson (1995) juga menyatakan bahwa titik cair dari suatu campuran lemak/minyak tidak dapat menjadi pedoman dalam mempelajari karakteristik fisiknya. Parameter yang lebih berhubungan dengan karakteristik fisiknya adalah perbandingan solid terhadap liquid pada temperatur 10-490C. Pada Tabel 2 terlihat bahwa dua produk yang berbeda dengan titik cair yang sama, ternyata memiliki nilai solid fat index yang berbeda.
Tabel 2. Perbandingan nilai SFI dari dua produk bertitik cair sama Parameter Titik cair
Solid shortening 119-1210F (48.2-49.30C)
Fluid shortening 119-1210F (48.2-49.30C)
23% 18% 15% 9% 0%
8% 7% 7% 6% 0%
Kandungan solid pada 500F (100C) 700F (210C) 920F (330C) 1050F (40.50C) 1200F (490C) Sumber: Lawson (1995)
Dari uraian di atas, terlihat bahwa kristalisasi dan jumlah solid-liquid akan sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik akhir margarin yang dihasilkan.
Oleh
karena
itu,
Podmore
(1994)
menegaskan
bahwa
perbandingan solid/liquid dan crystal habit yang tepat dalam campuran minyak juga harus menjadi perhatian dalam pengendalian analisis produk, dan tidak hanya berpusat pada sifat organoleptik dan kestabilan oksidatif yang baik.
30
D. DIAGRAM ISHIKAWA Diagram
Ishikawa
merupakan
diagram
sebab
akibat
yang
dikembangkan pertama kali oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram tersebut menjelaskan bagaimana bermacam-macam faktor dapat disortir dan dihubungkan satu sama lain (Ishikawa, 1982). Diagram Ishikawa didefinisikan sebagai grafik yang digunakan untuk mengeksplorasi dan menampilkan pendapat tentang sumber variasi dalam suatu proses. Tujuan akhirnya adalah menemukan beberapa sumber kunci yang berkontribusi secara signifikan terhadap permasalahan, sehingga dapat dijadikan target dalam upaya peningkatan/perbaikan (Anonim, 2007b). Selain itu diagram ini juga digunakan untuk mengetahui alasan yang mungkin ketika suatu proses mulai bermasalah, tidak menunjukkan kinerjanya secara tepat, atau tidak memberikan hasil yang diharapkan (NCDENR, 2002). Kategori penyebab yang umum digunakan adalah 5M yang meliputi Material (bahan), Machine (mesin/ peralatan), Manpower (tenaga kerja), Methods (metode), dan Mother nature (lingkungan). Faktor-faktor tersebut dapat diubah sesuai dengan kebutuhan, namun pada intinya adalah membuat kategori penyebab yang dapat mencakup keseluruhan kemungkinan. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembuatan diagram Ishikawa ini adalah brainstorming. Semakin spesifik suatu penyebab dirumuskan, maka akan semakin mudah mengetahui upaya perbaikan yang harus dilaksanakan Anonim, 2007b). E. DIAGRAM PARETO Diagram Pareto pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Italia, Vilvredo Pareto, pada tahun 1897 dan kemudian digunakan oleh Dr. M. Juran dalam bidang pengendalian mutu. Pada suatu diagram Pareto akan dapat diketahui suatu faktor merupakan faktor yang paling prioritas dibandingkan faktor-faktor lainnya, karena faktor tersebut berada pada urutan terdepan, terbanyak atau pun tertinggi pada deretan sejumlah faktor yang dianalisis. Melalui dua diagram Pareto yang diperbandingkan, akan dapat
31
dilihat perubahan seluruh/sebagian faktor-faktor yang sedang diteliti, pada kondisi yang berbeda (PMMI, 2005). Diagram Pareto dapat menunjukkan permasalahan mana yang harus diselesaikan pertama kali, untuk mengurangi cacat dan meningkatkan operasi. Dari pengalaman yang ada, Ishikawa (1982) menyatakan bahwa lebih mudah mengurangi kolom yang tinggi pada diagram tersebut menjadi setengahnya daripada mengurangi kolom yang pendek menjadi nol. Dalam situasi apapun, misalnya peningkatan mutu, peningkatan efisiensi, penghematan bahan baku dan energi, keamanan, dan sebagainya, jika yang menjadi tujuan adalah peningkatan, maka diagram Pareto dapat diaplikasikan. Selain itu, diagram Pareto juga dapat digunakan untuk memastikan dan mengukur dampak dari upaya peningkatan/ perbaikan yang telah dilakukan. Jika perbaikan tersebut efisien, maka akan terjadi perubahan urutan faktor penyebab pada diagram Pareto yang dibuat sebelum dan setelah perbaikan dilaksanakan. Namun pembandingan tersebut harus dilakukan dalam interval yang sama antara sebelum dan setelah pelaksanaan perbaikan, sehingga interpretasi yang dihasilkan akan lebih akurat (Ishikawa, 1982). F. BAGAN KENDALI (CONTROL CHART) Bagan kendali merupakan grafik atau bagan dengan garis batas pengendali, yang terdiri dari tiga jenis garis, yaitu batas pengendali atas (upper control limit/UCL), garis tengah (nilai rata-rata), dan batas pengendali bawah (lower control limit/LCL) (Ishikawa, 1982). Penggambaran bagan kendali tersebut bertujuan mendeteksi berbagai perubahan dalam proses yang akan ditunjukkan oleh titik-titik abnormal dari data yang diplotkan (Anonim, 2006). Tujuan utama dari bagan kendali adalah untuk mendeteksi penyebab khusus (special cause) dan mengurangi variasi dalam proses. Variasi yang terjadi dalam proses dapat disebabkan oleh penyebab umum (common cause) dan penyebab khusus (special cause). Penyebab umum selalu terjadi secara alami dalam proses dan menunjukkan proses yang stabil dan dapat terprediksi sehingga dapat meminimalisasi variasi. Suatu proses yang berjalan tanpa adanya penyebab khusus dapat dikatakan sebagai proses yang terkendali
32
secara statistik. Sedangkan penyebab khusus akan mengakibatkan variasi yang melebihi batas kendali, sehingga proses harus ditelusuri untuk mengidentifikasikan penyebabnya. Namun bagan kendali hanya dapat mendeteksi adanya penyebab khusus dan tidak dapat menemukan penyebab itu sendiri (Gryna, 2001). Ada dua tipe bagan kendali yang sering digunakan dalam proses produksi, yaitu bagan kendali tipe X dan R. Bagan kendali tipe X menunjukkan berbagai perubahan pada nilai rata-rata dari proses, sedangkan bagan kendali tipe R menunjukkan berbagai perubahan pada persebaran data dari proses (PMMI, 2005). Titik yang keluar dari garis batas kendali menunjukkan adanya penyebab khusus (special cause) yang harus dianalisis dan diselesaikan. Apabila peningkatan proses telah dilakukan dan variasi proses berhasil dikurangi, maka titik-titik tersebut akan menunjukkan suatu pola tertentu yang dapat diprediksikan dan lebih stabil (Anonim, 2006). Beberapa istilah yang sering digunakan dalam menganalisis bagan kendali antara lain adalah 1. Run, yaitu ketika beberapa titik secara terus menerus membentuk kenaikan garis pada salah satu sisi dari garis tengah, baik di atas maupun di bawah garis tengah. Jika terdapat tujuh titik berturut-turut pada salah satu sisi dari garis tengah, maka terjadi abnormalitas pada proses dan membutuhkan suatu penyesuaian. 2. Trend, yaitu jika terdapat sejumlah titik yang naik dan turun secara berkelanjutan (seperti bukit yang naik turun). Hal tersebut biasanya menunjukkan proses yang bergerak menuju ke luar batas kendali dan membutuhkan penyesuaian pada mesin. 3. Periodicity, yaitu jika titik-titik tersebut membentuk suatu pola naik-turun yang sama pada setiap interval tertentu. Dengan demikian harus dicari penyebab dari pergerakan yang seragam tersebut. 4. Hugging, yaitu jika titik-titik pada bagan kendali tampak seperti menempel dekat dengan garis tengah atau garis batas pengendali. Hal tersebut biasanya mengindikasikan bahwa data yang berbeda tipenya atau data yang
33
berasal dari faktor yang berbeda telah disatukan dalam subgrup (Anonim, 2006). G. DESIGN EXPERT V.7 Optimasi
merupakan
suatu
pendekatan
normatif
untuk
mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan suatu permasalahan. Melalui optimasi, permasalahan akan diselesaikan untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai dengan batasan yang diberikan (Ma’arif et al., 1989). Design expert V. 7 adalah suatu program komputer yang dapat digunakan untuk mengoptimasi formula suatu produk atau proses. Program ini menyediakan empat jenis rancangan percobaan dengan efisiensi tinggi, yakni factorial design, respons surface method (RSM), mixture design technique, dan combined design. Desain faktorial ditujukan untuk mengidentifikasi faktor penting yang mempengaruhi proses atau produk. RSM ditujukan untuk menetapkan proses yang ideal guna mencapai kinerja yang optimal. Mixture design ditujukan untuk mendapatkan formulasi yang optimal.
Combined
design
ditujukan
khusus
untuk
optimasi yang
menggabungkan antara komponen (bahan-bahan yang dicampur) dengan proses dalam satu rancangan (Anonim, 2005). Faktor adalah variabel atau fungsi kendala yang mempengaruhi proses optimasi. Run adalah formula atau banyaknya rancangan percobaan yang dapat dihasilkan, berdasarkan fungsi kendala (banyaknya dan rentang nilai) yang diberikan. Dalam menentukan model matematika yang cocok untuk optimasi, program ini akan memberikan rekomendasi berdasarkan nilai F dan R2 terbaik dari data respon yang telah diukur dan dimasukkan ke dalam rancangan percobaan. Terdapat lima model matematika yang diolah dalam program ini, yaitu mean, linear (persamaan garis lurus), kuadratik, kubik, dan special kubik (Anonim, 2005). Pada proses optimasi terdapat empat tahap, yaitu merancang percobaan, mengukur respon (parameter yang akan dioptimasi) dan memasukkan datanya ke dalam rancangan percobaan, analisis data, dan rekomendasi formula yang optimal. Pada tahap merancang percobaan khususnya untuk tujuan optimasi
34
formulasi, harus ditentukan faktor atau fungsi kendala yang mempengaruhi produk, kemudian ditentukan rentang nilainya (kuantitas masing-masing komponen, dari jumlah minimal hingga maksimal). Keluaran dari tahap perancangan adalah beberapa rancangan formula yang direkomendasikan untuk dicoba dan diukur responnya. Data respon yang telah diukur, kemudian dimasukkan ke dalam program DX7. Sebelum program melakukan optimasi, ditentukan dahulu respon yang akan dioptimasi beserta tujuannya, dimaksimalkan, diminimalkan, berada dalam rentang nilai tertentu atau tidak dioptimasi. Setelah itu, program akan secara otomatis melakukan optimasi berdasarkan data yang dimasukkan dan merekomendasikan formula baru yang paling optimal (Anonim, 2005).
IV. KEGIATAN MAGANG
A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang di PT Unilever Indonesia, Tbk. Cikarang dilaksanakan pada Divisi Makanan (Foods) SCC&C (Spread Cooking Category and Culinary) Blue Band Cake Margarine selama empat bulan, mulai tanggal 5 Februari 2007 sampai dengan 5 Juni 2007. Kegiatan magang dilakukan setiap hari kerja dengan mengikuti jam kerja perusahaan (pukul 07.30 – 17.00 WIB). Pembimbing lapang mahasiswa magang adalah Ir. Maulana W. Jumantara dan Ir. M. M. Noer Iman. Selama kegiatan magang, dilakukan penelitian dengan topik yang ditentukan oleh pembimbing lapang dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Selama magang, mahasiswa diberi tugas untuk mengatasi permasalahan penggunaan formula yang berbeda antara proses produksi aktual dan dalam sistem Business Process and Control System (BPCS), sebagai salah satu upaya mengurangi jumlah loss PO.
B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Tahap ini meliputi mengamati berbagai faktor eksternal dan internal sehingga dapat ditentukan faktor yang berkontribusi pada masalah; mengkaji kembali faktor-faktor tersebut sehingga dapat ditentukan penyebab utama dari permasalahan; dan mengintegrasikan faktor penyebab masalah dengan tujuan yang ditetapkan pada tahap kedua (Hellriegel et al., 2002). Permasalahan awal yang harus diidentifikasi pada tahap ini adalah faktor penyebab terjadinya loss PO. Penelusuran pertama terhadap sumber-sumber loss dilakukan menggunakan alat bantu diagram sebab akibat (Ishikawa). Pada diagram Ishikawa dirumuskan faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab. Selanjutnya dilakukan konsultasi dengan pihak accounting untuk memverifikasi penyebab yang telah diikutsertakan dalam perhitungan loss, sehingga diperoleh faktor-faktor penyebab yang utama. Penelusuran terhadap jumlah loss yang disebabkan oleh penggunaan formula yang berbeda dilakukan dengan membandingkan formula aktual
36
produksi dan formula dalam system BPCS. Dari data jumlah produksi selama periode stock taking maka dapat dilakukan perhitungan jumlah loss PO dari sumber penggunaan formula yang berbeda tersebut. Bagan kendali X-R digunakan untuk mengkaji berat bersih produk, sehingga dari hasil perhitungan rata-rata berat bersih produk dapat diketahui kontribusi faktor overweight terhadap jumlah loss total. Dari perhitungan kontribusi jumlah masing-masing penyebab tersebut, maka disusun sebuah diagram Pareto. Faktor penyebab yang memberikan persentase terbesar terhadap jumlah loss PO total, merupakan rumusan masalah yang selanjutnya akan dicari penyelesaiannya. Bahan baku minyak palm oil yang datang dari dua supplier memiliki fluktuasi mutu yang dapat mempengaruhi mutu cake margarine yang dihasilkan. Selama ini dilakukan penyesuaian formula dalam proses produksi aktual secara intuitif dan perhitungan sederhana untuk memperoleh produk sesuai spesifikasi dari raw material yang berfluktuasi kualitasnya. Formula yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh bagian Development pada sistem BPCS. Akibatnya, pada saat dilakukan perhitungan technical return, terdapat loss PO yang dianggap sebagai kerugian perusahaan. Melalui kegiatan magang ini akan dilakukan upaya untuk membenahi ketidaksesuaian formula tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah loss PO. Salah satu upaya yang dilakukan antara lain dengan menetapkan formula yang tepat, yang akan digunakan baik dalam proses produksi maupun sebagai standar dalam sistem BPCS, dengan mempertimbangkan faktor pemenuhan spesifikasi produk.
C. METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan penulis dalam rangka menganalisis permasalahan dan menyelesaikannya adalah sebagai berikut : 1. Mempelajari proses produksi Proses magang dilakukan dengan cara bekerja seperti layaknya karyawan di pabrik SCC&C PT Unilever Indonesia, Tbk.
sambil
37
mengamati dan terjun langsung dalam proses produksi mulai dari penerimaan
raw
material,
persiapan
bahan,
proses
pengolahan,
pengemasan, dan penggudangan. Selain itu, juga dipelajari tentang berbagai parameter mutu yang digunakan dalam spesifikasi produk, termasuk cara pengukuran dan batas-batas yang ditentukan.
2. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari materi dari referensi dan literatur yang mendukung di perpustakaan Fateta, PAU, dan IPB. Selain itu juga dilakukan studi pustaka melalui media elektronik. Studi pustaka ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang ilmiah dan akurat, data pelengkap dan pembanding tentang keseluruhan proses produksi, serta bahan penyusunan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
3. Analisis dan penyelesaian masalah Dalam analisis dan penyelesaian permasalahan, penulis menggunakan metode “proses pengambilan keputusan”. Hal tersebut didasarkan pada kondisi nyata di mana penyelesaian dapat tercapai setelah ada keputusan dari pihak terkait (Produksi dan Development) tentang kesamaan formula aktual dan formula standard. Menurut Hellriegel et al. (2002), model pengambilan keputusan rasional dapat digunakan untuk membantu pihak manejemen (Manajer Produksi dan Manajer Development) dalam menentukan keputusan yang terbaik. Model rasional menggambarkan seperangkat fase yang harus diikuti oleh individu atau kelompok untuk meningkatkan kondisi lingkungannya sehingga keputusan yang diambil nantinya akan menjadi logis dan optimal. Model tersebut dapat digunakan untuk membantu dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menentukan tujuan yang akan dicapai. Model umum rational decision making yang digunakan disajikan pada Gambar 4. Tahap “pendugaan dan perumusan masalah” telah tercakup dalam sub bab Identifikasi Permasalahan.
38
Pendugaan dan perumusan masalah
Penetapan tujuan
Tindak lanjut dan pengendalian
Pencarian solusi alternatif
Penerapan solusi terpilih
Pembandingan dan evaluasi solusi alternatif
Pemilihan di antara solusi alternatif
Gambar 4. Tujuh tahap pengambilan keputusan model rasional (Hellriegel et al., 2002)
a. Penetapan tujuan Tujuan adalah hasil yang hendak diperoleh dan merupakan indikator ke mana keputusan dan tindakan harus diarahkan. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan kualitatif/ general goal yang ditetapkan oleh pihak manajerial atau direksi, dan berupa tujuan kuantitatif/ operational goal seperti jumlah, batas waktu, dan lain-lain (Hellriegel et al., 2002). Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai ditetapkan dengan mengacu pada rumusan masalah, kebutuhan perusahaan, dan konsultasi dengan pembimbing lapang.
b. Pencarian solusi alternatif Hellriegel et al. (2002) menyatakan bahwa individu atau kelompok haruslah mencari solusi alternatif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tahap ini dapat dilakukan melalui konsultasi dengan ahli, pemikiran kreatif, penelitian, pengumpulan informasi historis, dan sebagainya. Penentuan parameter mutu kritis bahan baku minyak dan produk yang akan disertakan dalam penentuan formula yang tepat, ditempuh melalui penelusuran data blocked/released produk tahun 2006, wawancara, perhitungan koefisien korelasi, dan pengolahan data menggunakan SPSS. Proses blocked dan released produk ditelusuri dalam rangka menemukan faktor penyebab utama adanya blocked
39
produk, yaitu parameter mutu kritis, melalui data blocked produk cake margarine selama tahun 2006. Parameter yang memberikan kontribusi paling besar terhadap blocked produk dianggap sebagai parameter kritis dari tahap ini. Wawancara dilakukan terhadap operator Margarine Processing Unit (MPU), analyst laboratorium proses control, analyst dan supervisor quality control, supervisor produksi, serta manajer produksi dan asistennya. Pemilihan responden tersebut berdasarkan pada keterlibatan dan pengetahuannya tentang blocked produk. Kuesioner wawancara dirancang sedemikian rupa sehingga untuk mengetahui penyebab utama blocked produk serta upaya pencegahan dan penanganan yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan perhitungan koefisien korelasi terhadap parameter mutu tersebut, berdasarkan data produksi Januari- April 2007 dan hasil percobaan laboratorium. Dari koefisien korelasi yang dihasilkan, dapat diperoleh parameter mutu minyak dan produk yang paling berhubungan kuat dan disimpulkan sementara sebagai parameter mutu kritis produk. Pengolahan data hasil trial lab menggunakan SPSS dilakukan untuk memperoleh parameter kritis bahan baku minyak yang berpengaruh secara signifikan terhadap parameter kritis produk. Dari ketiga metode di atas, maka dapat disimpulkan parameter mutu kritis minyak dan produk yang akan digunakan dalam penentuan formulasi menggunakan DX7. Tahap pencarian solusi alternatif dilakukan melalui pembuatan diagram Ishikawa, konsultasi dengan pihak terkait, pembuatan bagan kendali X-R, dan perhitungan Cp/Cpk. Faktor-faktor yang dirangkum dalam diagram Ishikawa merupakan faktor yang mempengaruhi penentuan formula yang tepat. Sedangkan konsultasi dengan pihak terkait dilakukan dengan supervisor produksi, manajer produksi, dan technical manager foods yang pernah terlibat pada saat penetapan formula awal. Pembuatan bagan kendali X-R dan perhitungan Cp/Cpk dilakukan untuk mengkaji parameter mutu produk yang dihasilkan menggunakan
40
salah satu alternatif formula, yaitu formula 6% yang selama ini digunakan dalam proses produksi aktual. Pada tahap ini dapat diketahui kemampuan proses produksi dengan alternatif formula tersebut dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi.
c. Pembandingan dan evaluasi solusi alternatif Setelah ditemukan berbagai solusi alternatif, selanjutnya harus dilakukan pembandingan dan evaluasi di antara alternatif-alternatif tersebut. Analisis antara alternatif-alternatif yang diperoleh dilakukan dengan mempertimbangkan hasil yang akan tercapai dan biaya relatif yang dibutuhkan dari setiap pilihan solusi (Hellriegel et al., 2002). Pada
tahap
ini
dilakukan
percobaan
laboratorium
untuk
mengetahui perkiraan hasil yang diperoleh menggunakan solusi alternatif tersebut, yaitu melalui pengolahan menggunakan program Design Expert V.7. Dari hasil pengolahan tersebut, dapat diperoleh formula optimal yang ditawarkan sebagai solusi, dilengkapi dengan perkiraan parameter mutu produk yang akan dihasilkan, serta persamaan matematis yang dapat digunakan untuk memprediksikan parameter mutu produk yang dihasilkan. Selain itu juga dilakukan perhitungan biaya produksi langsung, khususnya biaya bahan baku, dari penggunaan alternatif solusi tersebut, sehingga dapat memperkuat pemilihan formula yang lebih ekonomis.
d. Pemilihan di antara solusi alternatif Hellriegel et al. (2002) berpendapat bahwa setiap solusi pasti memiliki konsekuensi positif dan negatif. Oleh karena itu, solusi terbaik adalah pilihan yang memiliki konsekuensi positif lebih banyak dan resiko lebih kecil. Tahap pemilihan solusi ini dilakukan berdasarkan hasil pembandingan dan evaluasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
41
e. Penerapan solusi terpilih Solusi yang telah dipilih dengan baik dan benar, tidak selalu memberikan hasil yang sukses. Dengan demikian solusi terpilih harus diterapkan dengan penuh tanggung jawab dan dilakukan secara efisien, sehingga diharapkan dapat tercapai hasil yang diharapkan (Hellriegel et al., 2002). Penerapan solusi terpilih dilakukan pada proses produksi aktual dan penggantian standar yang terdapat dalam sistem BPCS. Dengan demikian proses monitoring dan evaluasi dilakukan secara konsisten dan
datanya
dapat
digunakan
dalam
siklus
perbaikan
mutu
berkelanjutan untuk menghasilkan tindakan koreksi yang efektif.
f. Tindak lanjut dan pengendalian Penerapan solusi terpilih bukan berarti tujuan telah tercapai, namun harus dilanjutkan dengan pengendalian dan evaluasi hasil. Apabila implementasi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap solusi terpilih (Hellriegel et al., 2002). Permasalahan baru yang muncul akan diajukan dalam rencana perbaikan selanjutnya. Namun tetap harus dipastikan bahwa langkah perbaikan yang telah dirancang secara konsisten dilaksanakan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya permasalahan yang sama. Pengendalian dilakukan terhadap proses produksi aktual yaitu dengan mengamati produk yang dihasilkan, yaitu faktor pemenuhan spesifikasi. Sedangkan evaluasi hasil dilakukan dengan melihat hasil perhitungan loss mulai bulan Mei, yaitu setelah terdapat kesamaan formula antara proses produksi aktual dan standar yang terdapat dalam BPCS.
V. SUMBER LOSS PO
Selama tiga periode stock taking, terdapat total loss PO sebanyak 50,825 ton. Penelusuran terhadap sumber-sumber loss tersebut dilakukan menggunakan alat bantu diagram Ishikawa dan diagram Pareto, sehingga dapat diketahui sumber utama yang harus ditangani terlebih dahulu. Tahap pembuatan diagram Ishikawa diawali dengan pendugaan faktorfaktor yang berpotensi menyebabkan loss PO. Kemudian verifikasi di lapangan dilakukan melalui diskusi dan tanya jawab dengan karyawan secara langsung. Diagram Ishikawa yang dihasilkan (Gambar 5) memiliki empat kategori penyebab, yaitu manusia, bahan, mesin, dan metode.
METODE analisis& release produk akurasi spesifikasi parameter
MESIN
dokumentasi re-check akurasi
pengepakan jumlah penyegelan
OSI tank kalibrasi load cell overweight
mixing jumlah bahan kesesuaian formula
sampling pengambilan sampel standarisasi jumlah
sikap kerja kebiasaan motivasi kedisiplinan business awareness
input data akurasi periode input kesesuaian teori-aktual
tangki premix kalibrasi overweight
spool PO standarisasi jumlah ketrampilan kecepatan kerja ketelitian beban kerja kelelahan tuntutan produksi
tangki minyak PO level indicator sensor massa kalibrasi
MPU maintenance sisa produk di line kebocoran mesin filling HPP produk cacat mechanic seal A unit spill out tekanan sealer heat exchanger suhu sealer kebocoran underweight mechanic seal
LOSS PO
packaging material laminasi ketebalan minyak PO&POs ukuran lead locked tutup fluktuasi kualitas
pengetahuan dokumentasi metode sampling
MANUSIA
BAHAN Gambar 5. Diagram Ishikawa penyebab loss PO
43
1. Mesin Selama periode pengamatan, terdapat kebocoran pada mesin-mesin produksi, yaitu margarine processing unit (MPU) 1, 2, dan 3, serta heat exchanger (HE) 3. Kebocoran pada MPU terjadi pada bagian high pressure pump (HPP) dan mechanic seal A-unit, sedangkan pada HE terjadi pada bagian seal plate yang dialiri oleh minyak. Adanya kebocoran tersebut menyebabkan kehilangan produk margarin yang sangat besar, yang berarti terjadi kehilangan minyak PO. Oleh karena itu, faktor pemeliharaan mesin (maintenance) perlu ditinjau ulang untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi mesin. Perhitungan pesediaan aktual salah satunya dilakukan dengan melihat jumlah minyak serta produk yang terdapat di tangki dan line MPU. Kesalahan pembacaan jumlah pada tangki minyak PO dapat terjadi karena indicator level tidak berfungsi dengan baik, sehingga jumlah yang tercantum tidak sama dengan jumlah sebenarnya. Perbaikan dan kalibrasi masih belum sempurna dilakukan sampai periode teramati, sehingga hal tersebut menjadi salah satu sumber perbedaan jumlah PO aktual dan yang seharusnya. Pemasukan beberapa bahan pada proses produksi dilakukan secara otomatis dengan menggunakan prinsip gravimetri. Penimbangan larutan emulsifier dan sebagian PO dilakukan pada OSI tank, sedangkan sebagian PO yang lain serta minyak lain dilakukan pada premix tank yang memiliki load cell sebagai sensor untuk membuka dan menutup katup aliran setelah sejumlah berat tertentu tercapai. Berdasarkan pengamatan, kalibrasi terhadap kedua tangki tersebut belum dilakukan sesuai dengan sistem yang ditetapkan, sehingga hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya kesalahan penimbangan, baik overweight maupun underweight. Adanya overweight berarti jumlah bahan yang dimasukkan melebihi jumlah yang seharusnya atau yang terbaca, akibatnya terjadi perbedaan dengan jumlah PO yang dihitung oleh sistem BPCS sebagai PO yang seharusnya digunakan. Mesin filling telah di-setting agar jumlah produk yang dikeluarkan sesuai dengan berat bersih produk. Namun dalam kenyataannya masih sering terjadi underweight yang menyebabkan adanya waste produk, maupun overweight
44
yang menyebabkan kehilangan produk secara kasat mata. Setting mesin menjadi salah satu faktor yang menentukan dihasilkannya produk yang sesuai beratnya. Beberapa setting tersebut ternyata masih dilakukan secara manual atau belum terdapat standarisasi setting, misalnya pada parameter tekanan pompa piston. Sementara itu, belum adanya penetapan standar temperatur dan tekanan pada sealer menyebabkan terjadinya waste produk yang cukup tinggi akibat adanya penyesuaian manual pada setiap awal setting. Selain itu, kehilangan produk yang terjadi pada mesin filling juga dapat berupa tetesan produk (spill out) dari pipa keluaran produk. Kehilangan produk berarti juga terjadi kehilangan PO. 2. Metode Proses dokumentasi dan input data dapat menjadi sumber yang berpotensial menyebabkan tingginya jumlah PO yang tidak terlacak. Adanya kesalahan dalam pemasukan data atau tidak tercatatnya sejumlah data menyebabkan terjadinya perbedaan antara jumlah tercatat dengan jumlah yang seharusnya. Proses mixing juga berpotensi menjadi penyebab permasalahan karena adanya jumlah bahan yang tidak sesuai dengan formula seharusnya. Sedangkan metode pengambilan sampel dan spool PO berpotensi menyebabkan permasalahan karena belum adanya standarisasi jumlah dan sistem dokumentasi. Metode pengepakan yang kurang tepat dapat menjadi faktor penyebab masalah karena dapat menimbulkan waste produk. Penggunaan formula yang tidak sesuai dengan formula standar didorong oleh tuntutan menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi. Oleh karena itu, penentuan spesifikasi dan metode analisis yang tepat akan mempengaruhi penggunaan formula yang tepat. 3. Bahan Fluktuasi kualitas raw material menuntut penyesuaian formula agar produk yang dihasilkan tetap memenuhi spesifikasi. Namun penyesuaian formula tersebut sering dilakukan secara aktual saja tanpa adanya
45
penyesuaian pada sistem. Akibatnya pada perhitungan stok akhir terjadi perbedaan jumlah penggunaan aktual dengan jumlah penggunaan seharusnya berdasarkan sistem. Bahan baku yang sering berfluktuasi kualitasnya dan mempengaruhi formulasi adalah minyak nabati, khususnya PO dan POs50. Packaging
material
menjadi
faktor
penyebab
masalah
karena
ketidaksesuaian dengan spesifikasi akan menghambat kerja mesin filling dan packaging sehingga menimbulkan waste produk. Walaupun telah dilakukan pengecekan kualitas packaging material oleh bagian QC, namun terkadang masih terdapat beberapa bahan pengemas yang tidak sesuai spesifikasi dan baru diketahui setelah kemasan terisi produk, sehingga dianggap sebagai produk cacat dan dibuang sebagai waste. 4. Manusia Pengetahuan karyawan tentang proses dokumentasi dan sampling yang benar berpotensi menjadi faktor penyebab masalah, karena berhubungan dengan penggunaan metode yang benar. Sedangkan sikap, ketrampilan, serta beban kerja karyawan akan mempengaruhi tingkat efisiensi kerja yang selanjutnya juga mempengaruhi jumlah waste produk.
Selanjutnya dilakukan diskusi lanjutan dengan bagian accounting untuk mengetahui faktor-faktor yang belum dan telah diperhitungkan dalam loss PO. Hasil yang diperoleh yaitu angka loss telah memperhitungkan jumlah waste yang terdapat pada feeding tank (tangki penampung waste) dan bak pemisahan minyakair hasil pencairan pada bagian melting out department (MOD), selisih jumlah minyak yang digunakan akibat error system (khususnya pada produk frytol), dan penjualan minyak (mix oil) ke koperasi. Produk-produk cacat, tumpahan dari mesin, serta sisa-sisa sampling akan dibuang ke bagian MOD (melting out department), di mana akan dilakukan pencairan kembali margarin menjadi bentuk minyak cair dan dijual kembali sebagai mix oil. Beberapa jenis margarin seperti white cream fat, pastry fat, dan minyak samin, hanya terdiri dari fase minyak, atau tidak mengandung fase air. Oleh karena itu, sebelum dilakukan produksi margarin-margarin tersebut, air dan
46
sisa produk margarin yang mengandung air harus dibersihkan dari line produksi, yaitu dengan proses CIP (clean in place). Proses CIP membersihkan sisa-sisa produk yang terdapat pada line produksi dengan menggunakan air panas, larutan deterjen, dan air dingin. Akibat proses CIP tersebut, akan tersisa air di line produksi, yang harus dibuang apabila akan dilakukan produksi margarin non water phase. Cara yang dilakukan untuk membuang air tersebut adalah mendorong menggunakan minyak (PO) atau yang lazim disebut spool PO. Spool PO dilakukan dengan mengalirkan sejumlah tertentu PO ke line produksi sehingga mendorong air yang tersisa. Kemudian dilakukan pengukuran kadar air pada minyak yang terdapat di line. Pada akhir proses spool, kadar air harus kurang dari 0.1%. Penambahan jumlah PO terus dilakukan selama kadar air belum mencapai persentase tersebut, sehingga PO yang ditambahkan pada awal akan didorong dan dibuang sebagai waste. Dengan demikian, beberapa faktor penyebab loss PO yang ditemukan pada diagram Ishikawa, yaitu yang menimbulkan waste dan yang berkaitan dengan spool PO, dapat dikesampingkan karena telah diperhitungkan dalam rumusan loss PO oleh accounting. Faktor penyebab utama loss PO yang akan ditelusuri menggunakan diagram Pareto akan dikelompokkan lebih lanjut, yaitu penggunaan formula yang berbeda, overweight, dan penyebab lain-lain yang akan diuraikan lebih lanjut. Dari jumlah loss PO selama tiga periode stock taking dan penelusuran kuantitatif terhadap sumber-sumber loss, dapat dirangkum tiga penyebab utama loss PO (Tabel 3) dan dibuat diagram Pareto (Gambar 6) yang menunjukkan kontribusi masing-masing sumber terhadap loss. Tabel 3. Jumlah dan persentase masing-masing sumber loss PO Sumber Penggunaan formula yang berbeda Overweight Lain-lain Total
Cake Margarine Blue Band serbaguna
Loss PO ton 48,29 1,79 0,63 0,12 50,83
% 95,01 98,54 3,53 1,23 0,23 100,00
47
50
101.00
99.77
48.29
100.00 100.00
JUMLAH (TON)
99.00
98.54 40
98.00 97.00
30 96.00
95.01
20
95.00 94.00
10
PERSENTASE KUMULATIF
60
93.00
1.79
0.63
0.12
diff.recipe BB
overweight
lain-lain
0
92.00
diff.recipe CM
SUMBER LOSS PO
Keterangan : diff. recipe CM diff. recipe BB overweight
: penggunaan formula berbeda pada produk cake margarine : penggunaan formula berbeda pada produk BB serbaguna : kelebihan berat bersih produk dari yang seharusnya
Gambar 6. Diagram Pareto sumber-sumber loss PO
Dari diagram Pareto (Gambar 6) terlihat bahwa 95.01% loss PO disebabkan oleh penggunaan formula yang berbeda pada produk cake margarine. Penyebab lainnya, yaitu penggunaan formula yang berbeda pada Blue Band serbaguna, overweight, dan penyebab lain-lain, hanya memberikan kontribusi yang relatif kecil. Dengan demikian, penyebab utama penggunaan formula yang berbeda pada cake margarine menjadi prioritas utama dalam upaya minimalisasi loss PO. Berikut akan dijabarkan lebih lanjut perhitungan dari masing-masing faktor penyebab tersebut. 1. Penggunaan formula yang berbeda Penelusuran sumber loss PO dari penggunaan formula yang berbeda diawali dengan membandingkan formula yang digunakan dalam proses produksi aktual dengan formula standar yang terdapat pada sistem BPCS. Dari hasil pembandingan, ternyata terdapat perbedaan formula cake margarine antara proses produksi aktual dan standar. Namun dalam penelusuran, ternyata terdapat perbedaan penggunaan formula pada Blue Band serbaguna pada beberapa produksi dalam periode
48
stock take ke dua dan tiga, yaitu penggunaan aktual 4.5% akibat pemakaian raw material POs50 cair. Oleh karena itu perhitungan lebih lanjut terhadap Blue Band serbaguna juga dilakukan selama periode stock taking tersebut. Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah produksi selama periode yang diamati dan formula yang digunakan secara aktual pada produk cake margarine dan Blue Band serbaguna. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan loss PO dari penggunaan formula yang berbeda *) Periode Stock Taking 29/1-18/2 19/2-24/3
25/3-21/4
*)
Produk Cake Margarine Blue Band serbaguna Cake Margarine Blue Band serbaguna Cake Margarine
PO Aktual (ton) 452,95
PO BPCS (ton) 446,42
Loss PO (ton) 6,53
1620,68 876,04
1619,43 856,20
1,25 19,84
1007,35 967,73
1006,81 945,81
0,54 21,92 50,08
Total Asumsi yang digunakan antara lain: 1) Margarin terdiri dari 82% fase minyak dan 18% fase air. Perhitungan persentase PO dilakukan setelah dilakukan pengurangan fase air yang terdapat pada margarin. 2) Persentase PO aktual yang digunakan pada tergantung pada penggunaan formula pada masing-masing periode.
2. Overweight Produk Produk akhir margarin yang dihasilkan memiliki toleransi berat ± 2g untuk kemasan sachet dan tube, ± 25g untuk kemasan tin, dan ± 50g untuk kemasan bag-in-box. Selama proses produksi dilakukan penimbangan produk secara berkala sehingga diperoleh berat rata-rata produk. Keterbatasan mesin filling menyebabkan terjadinya overweight maupun underweight. Oleh karena itu, penelusuran loss PO juga dilakukan terhadap produk overweight. Untuk mengetahui rata-rata berat bersih produk dan kestabilan proses penimbangan, dilakukan pembuatan bagan kendali tipe X-R pada Blue Band
49
kemasan sachet 200g, tube 250g, bag-in-box 4.5kg, tin 1kg dan 2kg, serta produk PMG (Professional Margarine Group) bag-in-box 15kg. Ternyata berat bersih produk margarin masih berada dalam batas kendali yang ditetapkan, sehingga proses penimbangan dapat dikatakan in-control (terkendali). Sedangkan dari data rata-rata berat bersih produk menunjukkan bahwa hanya produk Blue Band serbaguna kemasan sachet 200g dan tube 250g yang mengalami overweight. Overweight produk tersebut dihitung berdasarkan jumlah produksi selama periode yang diamati, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan loss PO dari sumber overweight produk Produk Blue Band serbaguna
sachet tube
Σ produksi (ton) 3543,60 666,48
Total
Σ overweight (ton) 0,71 0,27
Σ loss PO (ton) 0,60 0,03 0,63
3. Lain-lain Beberapa sumber lain yang diduga memberikan kontribusi pada loss PO total antara lain keterbatasan alat penimbangan. Penelusuran terhadap sumber tersebut tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya data yang cukup akurat untuk perhitungan lebih lanjut. Pemasukan bahan baku minyak PO ke dalam tangki mixing dilakukan secara otomatis dengan penimbangan gravimetri. Secara berkala dilakukan kalibrasi terhadap alat tersebut, namun keterbatasan alat diduga menjadi sumber yang potensial terhadap kehilangan PO, walaupun jumlahnya relatif sangat kecil terhadap total loss PO. Penelusuran secara rinci dari sumber tersebut tidak dapat dilakukan karena tidak terdapat pencatatan data secara akurat.
VI. PARAMETER KRITIS DAN FORMULASI PRODUK
A. PROSES PRODUKSI CAKE MARGARINE Secara umum, proses produksi cake margarine dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu persiapan bahan baku, pencampuran (emulsifikasi), pendinginan dan kristalisasi, pengisian (filling), dan pengepakan. 1. Persiapan bahan baku Tahap persiapan ini meliputi pembuatan larutan garam, larutan emulsifier, dan bumbu-bumbu larut air serta larut minyak.
Larutan emulsifier PO, CN, POs Bumbu larut minyak
Pencampuran/ emulsifikasi di mixing tank (± 40 menit, 50-600C)
Larutan garam Bumbu larut air Air panas (700C)
Pendinginan (A-unit) dan Kristalisasi (C-unit) A1
A2
C1
A3
C2
Filling dan Pengemasan dalam bag-in-box 15 kg (LDPE-CFB) (25-30 oC) Blue Band Cake Margarine Gambar 7. Proses produksi cake margarine Blue Band
a. Pembuatan larutan garam (brine solution) Tahap ini merupakan salah satu titik kritis dalam HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) yaitu harus dipenuhinya kadar garam sesuai yang telah ditetapkan, karena kadar garam dalam margarin sangat menentukan daya awetnya secara mikrobiologis. Mula-mula garam kristal dilarutkan pada tangki salt saturation sampai jenuh. Media pelarutnya adalah air bersuhu ruang yang
51
dialirkan dari bagian dasar tangki, sehingga pelarutan lebih merata. Selanjutnya larutan garam jenuh tersebut dialirkan ke brine holding tank setelah melalui filter, sehingga diperoleh larutan garam jenuh yang siap digunakan dalam proses produksi. b. Pembuatan larutan emulsifier Emulsifier yang digunakan pada produk cake margarine adalah mono- dan di- gliserida dengan merk Admul. Sebelumnya dilakukan pelarutan terlebih dahulu dengan media pelarut palm oil. Penuangan Admul dalam bentuk serbuk dilakukan secara manual setelah ditimbang dengan tepat. Selain emulsifier, dalam larutan ini juga ditambahkan antioksidan BHA/ BHT yang juga bersifat larut dalam minyak. Penimbangan dan penuangan dilakukan secara manual. Selanjutnya larutan tersebut dialirkan ke tangki admul sol dan siap digunakan dalam proses produksi. c. Pembuatan bumbu larut air (BB water cock) dan bumbu larut minyak (BB oil cock) Bumbu larut air adalah larutan dengan media pelarut air dan bahan terlarut seperti asam sitrat dan trinatrium sitrat, vitamin B2, dan EDTA. Sedangkan bumbu larut minyak mengandung bahan-bahan terlarut asam butirat, flavor pineapple, dan pewarna β-karoten, dengan media pelarut minyak coconut oil. Kedua larutan bumbu tersebut dibuat di dalam ruang cocktail dan disiapkan di dalam wadah sehingga siap dituangkan oleh operator ketika melakukan pencampuran pada tangki mixing. 2. Pencampuran Proses pencampuran dilakukan pada mixing tank secara semi otomatis. Dosing dan pemasukan bahan baku minyak nabati, air panas, larutan garam, dan admul sol dilakukan secara otomatis dengan mekanisme pembukaan dan penutupan valve, serta memanfaatkan prinsip
52
pompa proporsionasi. Pemasukan BB oil cock dan BB water cock dilakukan secara manual, setelah sebelumnya ditimbang dan dipersiapkan di ruang cocktail. Setiap mixing tank memiliki kapasitas 4 ton, dilengkapi dengan pengaduk besar dan kecil yang akan berputar dan berhenti secara otomatis bergantung pada jumlah campuran yang terdapat di dalam tangki. Pengaduk kecil atau sering disebut turbo berbentuk baling-baling dengan tiga impeller, yang akan berhenti berputar apabila jumlah campuran mencapai kurang lebih 800ton, sedangkan pengaduk besar atau agitator baru akan berhenti setelah jumlah campuran mencapai kurang lebih 80ton. Agitator tersebut berfungsi mengaduk campuran ke arah tengah, sesuai dengan bentuknya yang menyerupai scraper. Sementara itu, turbo berfungsi untuk mengaduk campuran ke arah bawah. Pemasukan bahan dilakukan secara berurutan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Bahan-bahan fase minyak akan masuk terlebih dahulu baru kemudian dilakukan penambahan bahan-bahan fase air. Hal tersebut bertujuan memaksimalkan proses pencampuran dan pengadukan, sehingga diperoleh campuran yang homogen. Selain itu, urutan serta pengkondisian proses (waktu proses) juga bertujuan memaksimalkan kerja komponen-komponen yang ditambahkan. Proses mixing berlangsung pada suhu 50-55 oC agar minyak kelapa sawit hidrogenasi tetap dalam wujud cair. Setelah semua fase minyak dimasukkan ke mixing tank, terdapat waktu antara selama 5 menit untuk mengoptimalkan proses pengadukan. Kemudian larutan garam dipompa dari brine holding tank ke mixing tank, selanjutnya air panas dialirkan dari tangki air panas bersuhu 700C, dan terakhir bumbu botol larut air (BB water cock) ditambahkan secara manual. Proses agitasi berperan besar dalam pembentukan emulsi air di dalam minyak, yang difasilitasi oleh penambahan 0.1-0.2% emulsifying agent pada fase minyak. Pada proses lebih lanjut, emulsi akan distabilisasi oleh pembentukan kristal-kristal lemak. Droplet air yang terbentuk harus sangat
53
kecil (<5 µm), akan tetapi tidak terlalu kecil karena akan menyebabkan sensasi greasy dan kering pada mouthfeel (Young et al., 1994). 3. Pendinginan dan Kristalisasi Tahap pendinginan pada proses produksi margarin merupakan pendinginan kejut (shock cooling) dan pemadatan dengan cepat. Proses pendinginan akan menentukan sifat margarin, yaitu konsistensi, tekstur dan plastisitas. Tujuan dari pendinginan dimaksudkan tidak hanya untuk mengeluarkan panas sehingga terjadi pemadatan tetapi juga pendinginan keseluruhan emulsi sehingga diperoleh bentuk dan ukuran kristal yang diharapkan (Walstra, 2003). Karakteristik kristal ini dibentuk oleh ikatan Van der Waals di antara kristal. Ikatan ini lemah dan dapat dipecah dengan adanya pengadukan. Margarin dengan struktur yang mengandung kristal lebih kecil lebih plastis dan lembut daripada kristal besar. Kekerasan akan meningkat selama proses kristalisasi karena adanya formasi dari jembatan padat antara kristal lemak. Menurut Walstra (2003), pertumbuhan kristal lipid tergantung dari beberapa faktor, seperti total kristal permukaan, yang akan lebih besar jika kristal segera terbentuk, pengadukan, yang akan meningkatkan laju. Secara alami, laju pertumbuhan akan menurun ketika sebagian besar material yang dapat terkristal telah mengkristal. Proses pendinginan dan kristalisasi terjadi pada mesin MPU yang secara umum dibagi menjadi 3 bagian A-unit dan 2 bagian C-unit. Secara umum, pada A-unit akan terjadi proses pendinginan, sedangkan pada Cunit akan terjadi proses kristalisasi. a. A-unit Proses pemadatan terjadi pada sebuah scraped-surface heat exchanger atau lebih sering dikenal sebagai votator. Scraped-surface heat exchanger merupakan peralatan yang efisien sebagai penukar panas, karena dilengkapi dengan pisau yang dapat berotasi (Bumbalough, 2000).
54
Sebuah A-unit merupakan tabung pendingin yang diselubungi oleh tabung luar yang berisi amonia cair sebagai agen penyerap panas. Rotor pada tabung tersebut dilengkapi dengan pisau-pisau scraper dan berputar pada kecepatan tinggi (Young et al., 1994). Pisau tersebut berfungsi mengikis lapisan produk dari dinding tabung sehingga dapat memperlancar pertukaran panas sekaligus memberikan agitasi pada produk untuk menghasilkan campuran yang homogen (Bumbalough, 2000). Tekanan tinggi dan gaya sobek yang terjadi akan menginduksi pembentukan inti kristal dengan cepat, kristalisasi maksimal, dan pengadukan maksimal dalam waktu 4-10 detik. Pada lini proses margarin, biasanya digunakan tiga buah A-unit dengan total luas permukaan pendinginan sekitar 2.5m2 (Young et al., 1994).
Gambar 8. A-unit pada MPU b. C-unit Bagian C-unit atau crystallizer berbentuk sebuah silinder yang dilengkapi dengan pins pada dinding dalam dan rotor yang tersusun spiral, untuk memberikan pergerakan helical selama produk melewati tabung. Rangkaian tersebut memastikan tercukupinya waktu tinggal (residence time) yang panjang (beberapa menit) untuk menciptakan kondisi kesetimbangan dalam kristalisasi dan menjaga konsistensi emulsi agar tetap dapat dipompa untuk proses selanjutnya. Pada tahap ini tidak disertai pendinginan dan hanya berfungsi mempertahankan lemak dalam keadaan pengadukan (agitasi) yang seragam ketika proses kristalisasi berlangsung (Bumbalough, 2000).
55
Gambar 9. C-unit pada MPU A-unit merupakan alat pendinginan yang sangat efisien, sehingga emulsi akan meninggalkan A-unit pertama dalam keadaan supercooled. Dengan menempatkan C-unit setelah A-unit, fraksi lemak dengan titik cair tinggi akan dapat lebih mengkristal, sehingga menghasilkan produk yang lebih lunak, dan palatabilitas yang lebih baik (Young et al., 1994) Kristalisasi dan pendinginan lebih lanjut akan terjadi pada A-unit berikutnya. Untuk membentuk konsistensi filling yang baik, setelah A-unit biasanya ditempatkan C-unit ke dua dengan kecepatan rotasi tertentu. Kondisi proses harus diatur sedemikian rupa sehingga produk berada dalam kondisi cukup plastis dan keras untuk pengisian dan pengepakan (Young et al., 1994). Pada proses produksi cake margarine di PT Unilever Indonesia, digunakan tiga buah A-unit (A1, A2, A3) dan dua buah C-unit (C1, C2), dengan urutan proses A1-A2-C1-A3-C2. Tahap proses pada A1-A2-C1 dikondisikan sedemikian rupa sehingga dapat terjadi kristalisasi yang baik, sedangkan tahap proses pada A3-C2 dikondisikan untuk menghasilkan konsistensi filling yang baik sehingga memudahkan proses filling dan pengepakan. 4. Filling Setelah melewati mesin MPU, margarin akan dialirkan ke mesin filling unit. Filling unit menggunakan prinsip pompa piston, sehingga membutuhkan suplai udara bertekanan. Setelah proses filling selesai, katup akan menutup secara otomatis dan aliran akan menuju heat exchanger. Heat exchanger yang digunakan adalah plate heat exchanger dengan
56
sumber panas berupa air panas 900C, sedangkan pipa-pipa aliran memiliki sumber pemanas air bersuhu 700C. Pada heat exchanger, margarin akan dipanaskan pada suhu di atas titik cairnya untuk mencapai pencairan kristal lemak secara sempurna. Selain itu, pemanasan kembali akan meningkatkan suhu produk sehingga mendekati suhu produk yang masih ada di tangki mixing. Pengisian dilakukan secara otomatis, di mana setelah berat tertentu tertentu tercapai, mesin akan berhenti melakukan pengisian. Cake margarine merupakan produk yang dikemas dengan berat bersih 15kg, sehingga setelah bobot tersebut terdeteksi oleh sensor, maka pengisian akan otomatis berhenti. 5. Pengemasan Cake
margarine
merupakan
produk
yang
dikemas
dengan
menggunakan kemasan primer plastik LDPE (Low Density Poly Ethylene) dan kemasan sekunder kardus/box CFB (Corrugated Fiber Board) dengan berat bersih 15kg. Selanjutnya operator mengikat plastik secara manual menggunakan segel cableties, kemudian plastik dirapikan dan kardus ditutup. Untuk menyempurnakan penutupan, kardus direkatkan dengan menggunakan lem. Kardus akan melewati bagian pencetakan tanggal produksi dan kadaluwarsa, setelah itu kardus direkatkan dengan menggunakan tape secara otomatis pada rangkaian mesin filling. Produk yang telah dikemas dengan benar kemudian ditumpuk di atas palet-palet dan dipindahkan ke gudang penyimpanan. B. ANALISIS PARAMETER KRITIS MINYAK DAN PRODUK CAKE MARGARINE Bahan baku minyak dan produk cake margarine memiliki beberapa parameter spesifikasi yang ditetapkan untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan penentuan parameter kritis dari bahan baku minyak dan produk, sehingga dapat diperoleh faktor utama yang mempengaruhi penentuan formula yang tepat.
57
1. Penelusuran data blocked product Dari data blocked produk yang diperoleh pada tahun 2006 (Lampiran 4), terdapat total jumlah produk cake margarine yang diblok sebanyak 378,97 ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 73.55% diblok karena parameter melting point dan Nvalue (solid fat content) yang tidak memenuhi spesifikasi. Parameter spesifikasi lain yang juga memberi kontribusi terhadap blocked produk yaitu kadar air dan kadar NaCl. Parameter solid fat content untuk bahan baku minyak (PO dan POs) dan produk akhir margarin ditetapkan pada lima tingkat suhu, yaitu 20400C dengan interval suhu 50C, sehingga sering disebut dengan N20, N25, N30, N35, dan N40. Parameter tersebut ditetapkan oleh bagian research and development Unilever pusat untuk digunakan oleh perusahaan Unilever di berbagai negara, sehingga beberapa parameter menjadi kurang signifikan ditetapkan di Indonesia. Misalnya N20 dan N25 merupakan parameter yang ditetapkan untuk kestabilan produk selama distribusi di negara subtropis, sehingga nilainya akan menjadi kurang signifikan untuk diterapkan di Indonesia. N30 ditujukan untuk kestabilan produk selama transportasi/ distribusi di negara tropis dan berperan dalam aplikasi bakery, sedangkan N35 ditujukan untuk penerimaan konsumen dari segi organoleptik (oral melting) atau palatability. Produk cake margarine merupakan margarin yang digunakan untuk aplikasi bakery di industri. Parameter N30 mendapat prioritas pemenuhan spesifikasi pertama karena cake margarine tidak memerlukan karakteristik pelelehan di dalam mulut (oral melting) ataupun palatability seperti yang dimiliki oleh margarin meja pada umumnya. Dengan demikian, dari penelusuran blocked product, diperoleh parameter kritis produk cake margarine yaitu titik cair (MP) dan N30. 2. Wawancara Wawancara dilakukan terhadap 22 responden yang terdiri dari operator Margarine Processing Unit (MPU), analyst laboratorium proses control, analyst dan supervisor quality control, supervisor produksi, serta
58
manajer
produksi
dan
asistennya.
Pemilihan
responden
tersebut
berdasarkan pada keterlibatan dan pengetahuannya tentang blocked produk dan parameter kritis margarin. Kuesioner wawancara (Lampiran 5) dirancang sedemikian rupa sehingga untuk mengetahui penyebab utama blocked produk serta parameter kritis minyak dan produk. Pertanyaan pertama dan kedua diajukan sebagai pengantar untuk mendukung data blocked produk yang telah diperoleh. Sebanyak 40.9% dan 36.4% responden menyatakan bahwa produk cake margarine “sering” dan “agak sering” mengalami block karena tidak dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Pertanyaan nomor 3 ditujukan untuk mengetahui parameter spesifikasi produk yang sering tidak terpenuhi berdasarkan pengetahuan responden. Gambar 10 menunjukkan bahwa 54.5% responden menyatakan bahwa MP dan N30 merupakan dua parameter produk yang sering tidak dapat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Selain itu masih ada 45.5% responden yang menjawab MP. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan responden yang terbatas, terutama pada tingkat pelaksana. Selain itu, kerusakan alat NMR yang digunakan untuk analisis N30 sampai akhir tahun 2006 menyebabkan parameter MP menjadi pedoman utama, sehingga responden lebih sering mengetahui bahwa MP produk tidak dapat memenuhi spesifikasi karena tidak terdapat hasil analisis N30 produk.
JUMLAH JAWABAN (%
56
54.5
54 52 50 48 46
45.5
44 42 40 MP
MP&N30
PARAMETER SPESIFIKASI
Gambar 10. Parameter spesifikasi produk yang sering tidak terpenuhi
59
Pertanyaan ke empat diajukan untuk mengetahui keputusan yang diambil berkaitan dengan pemenuhan spesifikasi produk. Berdasarkan hasil penelusuran data blok produk, maka parameter yang diamati hubungannya adalah MP dan N30. Seluruh responden menyatakan bahwa parameter MP dan N30 saling berhubungan. Gambar 11 menunjukkan sebanyak 54.5% responden menyatakan produk seharusnya diblok apabila MP tidak memenuhi spesifikasi, walaupun N30 memenuhi spesifikasi. Jawaban tersebut sebagian besar diperoleh dari responden yang berada pada tingkat pelaksana. Sedangkan 45.5% responden menyatakan bahwa seharusnya produk tetap di-released karena N30 merupakan parameter yang dapat lebih dipercaya daripada MP, dan jawaban ini sebagian besar diperoleh dari responden pada tingkat supervisor dan manajer. Pada pertanyaan selanjutnya, yaitu keputusan yang diambil jika MP dapat memenuhi spesifikasi sedangkan N30 tidak dapat memenuhi spesifikasi, 45.5% responden tersebut konsisten dengan jawaban mereka sebelumnya, yaitu produk seharusnya diblok.
JUMLAH JAWABAN (%)
120
100 100 80 60
54.5
45.5
40 20 0
block
release
KEPUTUSAN YANG DIAMBIL MP NOT OK-N30 OK
Keterangan : MP NOT OK-N30 OK
MP OK-N30 NOT OK
MP OK-N30 NOT OK
: keputusan yang dipilih responden terhadap produk yang titik cairnya tidak memenuhi spesifikasi sedangkan N30-nya memenuhi spesifikasi : keputusan yang dipilih responden terhadap produk yang titik cairnya memenuhi spesifikasi sedangkan N30-nya tidak memenuhi spesifikasi
Gambar 11. Keputusan yang diambil berkaitan dengan pemenuhan spesifikasi produk
60
Perbedaan jawaban tersebut diduga disebabkan oleh tingkat pengetahuan responden tentang parameter MP dan N30. Sebagian besar responden tingkat pelaksana hanya mengetahui bahwa jika produk tidak dapat memenuhi salah satu spesifikasi maka seharusnya produk diblok. Sedangkan dari responden di atas tingkat pelaksana diperoleh pernyataan bahwa MP sebenarnya hanya merupakan indikator awal dari pedoman utama N30. Pada pertanyaan ke lima, seluruh responden menyatakan bahwa titik cair dan SFC (N30) minyak akan mempengaruhi titik cair dan SFC (N30) produk yang dihasilkan. Gambar 12 menunjukkan bahwa sebanyak 45.5% responden menyatakan bahwa karakteristik ketiga minyak nabati yang digunakan (PO, POs, dan CN) mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan. Sedangkan 36.4% responden menyatakan hanya mutu minyak PO dan POs yang mempengaruhi mutu produk, karena persentase minyak CN dalam campuran selalu tetap walaupun jumlah minyak PO dan POs berubah-ubah. Sisa responden yang lain menyatakan bahwa minyak hanya mutu minyak PO yang berpengaruh pada mutu produk, karena minyak tersebut memiliki persentase terbesar dalam campuran minyak.
JUMLAH JAWABAN (%)
50
45.5
45
36.4
40 35 30 25 20
18.2
15 10 5 0
PO
PO&POs JENIS MINYAK
PO,POs&CN
Gambar 12. Jenis minyak yang mempengaruhi mutu produk Namun apabila diminta untuk memberikan urutan dari pengaruh terbesar sampai pengaruh terkecil, seluruh responden menyatakan bahwa
61
minyak PO memiliki pengaruh terbesar karena persentasenya paling besar dalam campuran, kemudian diikuti dengan minyak POs dan minyak CN. Minyak CN berada pada urutan terakhir karena jumlahnya relatif selalu tetap walaupun terjadi perubahan pada persentase minyak PO dan POs. Pertanyaan terakhir diarahkan untuk mengetahui parameter kritis dari produk cake margarine. Diagram batang pada Gambar 13 menunjukkan 63.6% responden menyatakan bahwa SFC (terutama N30) merupakan parameter kritis yang lebih tepat digunakan sebagai pedoman penentuan karakteristik fisik produk. Namun masih terdapat 36.4% responden yang menyatakan bahwa MP lebih tepat dijadikan pedoman dalam penentuan karakteristik fisik margarin.
JUMLAH JAWABAN (%)
70
63.6
60 50 36.4
40 30 20 10 0
SFC(N30) MP PARAMETER SPESIFIKASI
Gambar 13. Parameter kritis produk cake margarine Secara keseluruhan, hasil wawancara menunjukkan bahwa parameter kritis yang lebih tepat dijadikan pedoman penentuan karakteristik fisik produk adalah N30. Jenis minyak yang paling berpengaruh terhadap produk adalah PO karena memiliki persentase terbesar dalam campuran minyak. 3. Perhitungan koefisien korelasi Bahan baku minyak yang akan diamati pengaruhnya adalah minyak kelapa sawit (PO) dan minyak kelapa sawit hidrogenasi (POs), karena perubahan persentase salah satu komponen akan berpengaruh terhadap komponen lainnya. Minyak kelapa (CN) tidak diamati pengaruhnya,
62
karena persentasenya tetap dalam setiap komposisi, sehingga dapat diasumsikan tidak berpengaruh terhadap fluktuasi kualitas produk akhir. Bahan baku minyak yang digunakan dalam proses produksi harus memenuhi rentang spesifikasi tertentu yang telah ditetapkan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk yang juga memenuhi rentang spesifikasi. Saling ketergantungan tersebut menyebabkan terjadinya fluktuasi kualitas produk sejalan dengan adanya fluktuasi kualitas minyak. Untuk membuktikan hubungan tersebut, dilakukan perhitungan koefisien korelasi antara titik cair minyak dan titik cair produk dari data historis dan trial lab (Lampiran 6 dan 7). Dari Tabel 6 terlihat bahwa berdasarkan data historis, titik cair PO dan titik cair produk memiliki koefisien korelasi yang kecil, yaitu +0.13. Angka tersebut menunjukkan bahwa tidak ada korelasi kuat antara titik cair PO dan titik cair produk. Demikian pula hubungan antara titik cair POs dan titik cair produk yang memiliki koefisien korelasi +0.28. Tabel 6. Koefisien korelasi dari data historis produk (Januari-April 2007) MP PO N30 PO MP POs N30 POs MP CM N30 CM
+0.28
+0.13 +0.48
+0.11
Sedangkan dari hasil pengukuran titik cair fat blend yang dibuat di laboratorium, ternyata terdapat korelasi yang lebih kuat (+0.78) antara titik cair PO dan titik cair fat blend daripada korelasi antara titik cair POs dan titik cair fat blend (+0.18). Korelasi antara titik cair POs dan titik cair produk dari hasil trial lab dan data historis telah menunjukkan hasil yang sejalan, yaitu tidak ada korelasi yang kuat antara keduanya. Sementara itu, korelasi antara titik cair PO dan titik cair produk dari hasil trial lab memiliki koefisien korelasi yang lebih besar dibandingkan koefisien korelasi dari data histories. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi proses, ketelitian pengukuran, maupun keterbatasan dokumen pada waktu pengumpulan data historis. Oleh karena itu, dilakukan analisis lebih lanjut
63
menggunakan rancangan percobaan faktorial dua arah untuk memperoleh hasil yang lebih tepat. Tabel 7. Koefisien korelasi dari data percobaan laboratorium MP PO MP CM
N30 PO
N30 POs
+0.18
+0.78
N30 CM
MP POs
+0.99
+0.23
Pada Tabel 6 terlihat bahwa koefisien korelasi N30 PO-CM (+0.48) lebih besar daripada koefisien korelasi N30 POs-CM (+0.11). Hal tersebut berarti bahwa N30 PO memiliki korelasi atau pengaruh yang lebih kuat terhadap N30 produk akhir. Hasil tersebut sejalan dengan perhitungan koefisien koerelasi dari data trial lab (Tabel 7), di mana korelasi N30 PO dan N30 fat blend (+0.99) lebih kuat daripada korelasi antara N30 POs dan N30 fat blend (+0.23). Secara keseluruhan, korelasi antara N30 minyak dan produk juga lebih kuat daripada korelasi antara titik cair minyak dan produk, sehingga untuk penentuan formula, parameter N30 akan lebih diutamakan daripada titik cair. 4. Rancangan percobaan faktorial dua arah Rancangan percobaan faktorial dua arah dilakukan untuk memperkuat hasil analisis yang diperoleh pada perhitungan koefisien korelasi. Rancangan percobaan ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh MP dan N30 dari minyak PO dan POs terhadap parameter MP dan N30 fat blend, tanpa melihat pengaruh dari interaksi keduanya. Rancangan dilakukan dengan dua faktor (PO dan POs), tiga level untuk setiap faktor, dan dua ulangan untuk setiap perlakuan, sehingga menghasilkan rancangan percobaan 2x3. Dari pengolahan data rancangan percobaan tersebut, diperoleh hasil bahwa perbedaan level titik cair pada faktor PO akan menghasilkan titik cair produk yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 8). Sehingga titik cair PO akan tetap digunakan sebagai pertimbangan
64
dalam penentuan formula yang tepat. Demikian pula hasil pengolahan data pada Lampiran 9, juga terdapat kesamaan hasil bahwa penggunaan bahan baku PO yang berbeda N30-nya akan menghasilkan N30 produk yang berbeda secara nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan MP dan N30 POs tidak berpengaruh secara nyata pada MP dan N30 fat blend yang dihasilkan karena memiliki nilai signifikansi >0.05. Hasil tersebut sejalan dengan hasil analisis menggunakan perhitungan koefisien korelasi, di mana koefisien korelasi PO-CM lebih besar daripada koefisien korelasi POs-CM, dan tidak terdapat korelasi antara N30 POs dan N30 produk Dengan demikian, pada optimasi formulasi, MP dan N30 POs tidak diperhatikan lebih lanjut berdasarkan hasil analisis tersebut. Hasil yang diperoleh sejalan dengan pernyataan Lawson (1995) bahwa titik cair dari suatu campuran lemak/minyak tidak dapat menjadi pedoman dalam mempelajari karakteristik fisiknya. Parameter yang lebih berhubungan adalah perbandingan solid terhadap liquid pada temperatur 10-490C. Demikian pula Timms (1994) menyatakan bahwa deskripsi lengkap tentang melting behaviour dari lemak ditunjukkan dengan penentuan SFC pada temperatur yang berbeda-beda. Boekenoogen (1964) diacu dalam Hendrikse et al. (1994), menyatakan bahwa terdapat beberapa metode untuk pengukuran titik cair lemak atau minyak. Namun hasil yang diperoleh hanya sedikit berhubungan dengan titik cair yang sebenarnya, karena lemak memiliki rentang pencairan yang bergantung pada perlakuan sampel. Untuk tujuan ilmiah, penentuan titik cair harus diganti dengan pengukuran dilatasi (SFI). Sedangkan untuk tujuan komersial, pengukuran titik cair dapat digunakan. Namun apabila dua buah tabung kapiler menghasilkan selisih 0.50C, maka penentuan harus diulangi.
C. PENGGUNAAN MARGARINE
FORMULA
YANG
BERBEDA
PADA
CAKE
Formula yang digunakan dalam proses produksi akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Dalam pembuatan margarin, kualitas produk
65
akhir akan sangat dipengaruhi oleh komposisi campuran minyak, bahan baku penunjang (ingredients), dan kondisi proses. Formula yang akan ditentukan dalam penelitian ini berkaitan dengan komposisi campuran minyak, sehingga dapat dihasilkan produk yang memenuhi spesifikasi dan didukung oleh efisiensi proses produksi. Pada saat penelitian dilakukan, terdapat empat formula aktual yang digunakan sebagai alternatif dalam proses produksi, yaitu 5.5%, 6%, 6.5%, dan 7%. Penentuan penggunaan alternatif formula tersebut didasarkan pada titik cair raw material PO dan POs sebagai indikator karena terjadi kerusakan NMR. Sejalan dengan hasil analisis bahwa fluktuasi titik cair minyak berkorelasi lemah terhadap fluktuasi titik cair produk, penggunaan indikator titik cair tersebut menyebabkan produk yang dihasilkan sering tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Akibatnya, selama tahun 2006 terdapat blocked produk mencapai 278.73 ton atau 4.43% dari total jumlah produksi, yang disebabkan parameter MP dan N30. Setelah NMR kembali dapat digunakan, yaitu awal tahun 2007, pemilihan penggunaan formula didasarkan pada N30 PO dan POs. Sedangkan formula yang digunakan antara 5.5% dan 6%. Standar formula yang terdapat dalam sistem BPCS (Business Process and Control System) adalah 8%, yaitu yang ditetapkan oleh bagian development pada sekitar tahun 1994. Karena sudah tidak terdapat data yang dapat dijadikan pembanding pada saat penggunaan formula 8% tersebut, pengkajian hanya dilakukan dengan diskusi dengan pihak terkait, yaitu bagian development dan produksi. Formula 8% ditetapkan berkaitan dengan terjadinya penurunan titik cair POs dari spesifikasi yang telah ditetapkan, yaitu dari 51-520C menjadi 50-510C disertai dengan solid fat content yang relatif rendah. Perubahan kualitas tersebut menyebabkan penurunan hardness margarin yang dihasilkan. Oleh karena itu, penambahan jumlah POs dari 5% menjadi 8% diharapkan dapat meningkatkan kembali hardness value dari margarin. Namun perubahan formula tersebut tidak disertai dengan perubahan rentang spesifikasi yang ditetapkan, khususnya titik cair dan Nvalue, sehingga
66
sering menimbulkan permasalahan terjadinya blocked produk. Setelah beberapa tahun, penggunaan formula 8% tersebut menjadi tidak relevan lagi ketika fluktuasi kualitas bahan baku minyak menjadi relatif meningkat. Akhirnya bagian produksi mengambil kebijakan mengubah formula aktual yang digunakan menjadi beberapa alternatif formula yang disesuaikan dengan kualitas bahan baku minyak, terutama titik cair dan Nvalue, dengan tujuan memperoleh produk yang memenuhi spesifikasi. Dengan demikian terjadi perbedaan antara formula aktual yang digunakan dengan formula standar yang terdapat dalam BPCS.
METODE
ALAT
pengambilan keputusan penentuan spesifikasi peralatan analisis pengalaman maintenance peninjauan ulang intuitif kalibrasi analisis wewenang akurasi/ blocked&released produk reproducibility kebutuhan konsumen PERBEDAAN prosedur parameter FORMULA sikap kerja kedisiplinan kebiasaan business awareness
minyak fluktuasi kualitas produk
AKTUAL DENGAN FORMULA STANDAR
pemenuhan spesifikasi
MANUSIA
BAHAN
Gambar 14. Diagram Ishikawa penggunaan fomula aktual yang tidak sesuai dengan formula standar
Dari pembuatan diagram Ishikawa (Gambar 14), maka dapat dirumuskan penyebab terjadinya penggunaan formula aktual yang tidak sesuai dengan formula standar, yaitu: 1. Bahan Bahan baku minyak PO dan POs memiliki spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan, sehingga produk yang dihasilkan nantinya juga akan memenuhi spesifikasi. Namun adanya fluktuasi kualitas bahan baku minyak tersebut menyebabkan bagian produksi membuat rule of thumb
67
menggunakan formula yang tidak sesuai dengan formula standar, untuk menghasilkan produk yang tetap memenuhi spesifikasi. Dari segi produk yang dihasilkan, penggunaan formula yang berbeda dilakukan karena tuntutan pemenuhan spesifikasi. Produk yang tidak memenuhi spesifikasi akan menyebabkan tingginya jumlah blocked produk, sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan. 2. Metode Penentuan spesifikasi suatu produk haruslah mempertimbangkan faktor perubahan kondisi proses serta fluktuasi kualitas bahan baku. Dengan demikian, adanya peninjauan ulang spesifikasi yang telah ditetapkan menjadi sangat penting. Setelah ada penetapan formula 8%, tidak terdapat peninjauan ulang spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga ketika terjadi perubahan kualitas bahan baku, menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat memenuhi spesifikasi. Selain itu, dalam peninjauan kembali spesifikasi tersebut, juga harus mempertimbangkan metode pengambilan keputusan yang digunakan oleh bagian yang berwenang, termasuk berdasarkan data historis yang ada atau pengalaman produksi. Metode analisis bahan baku dan produk akhir turut berperan menjadi penyebab penggunaan formula yang tidak sesuai standar karena terkadang prosedur analisis yang telah ditetapkan tidak dilaksanakan dengan semestinya. Hal tersebut mengakibatkan hasil analisis yang diperoleh menjadi kurang akurat dan selanjutnya menyebabkan penyesuaian pada bagian produksi untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi. 3. Alat Pemeliharaan
peralatan,
termasuk
sistem
kalibrasi,
akan
mempengaruhi kinerja alat tersebut. Peralatan analisis yang tidak dikalibrasi sesuai waktunya akan menyebabkan ketidaktepatan hasil analisis. Ketidaktepatan hasil analisis raw material dapat menyebabkan terjadinya penyesuaian formula sehingga tidak sama dengan formula
68
standar. Sedangkan ketidaktepatan hasil analisis pada finish product akan menyebabkan terjadinya blocked/ released produk yang tidak tepat pula. 4. Manusia Faktor sikap pekerja yang dapat menjadi penyebab penggunaan formula aktual yang tidak sesuai dengan formula standar antara lain adalah tingkat kedisiplinan, perilaku kebiasaan, dan business awareness (tingkat kepedulian). Kedisiplinan pekerja dalam menggunakan formula yang telah ditetapkan
berpotensi
menjadi
penyebab
masalah
ketika
terjadi
penggunaan formula yang tidak seharusnya tanpa sepengetahuan pihak yang berwenang. Tingkat kepedulian pekerja (business awareness) juga berpotensi menjadi faktor penyebab masalah. Pekerja yang telah memiliki kesadaran tinggi akan berupaya menghasilkan produk berkualitas tinggi yang memenuhi spesifikasi, namun tetap memperhatikan prosedur yang berlaku serta mempertimbangkan dari sisi loss dan profit perusahaan.
D. PENENTUAN FORMULA YANG TEPAT Sebelum dilakukan penentuan formula yang tepat, terlebih dahulu dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penentuan formula tersebut. Alat bantu yang digunakan adalah diagram Ishikawa (Gambar15) yang selain digunakan untuk mengetahui faktor penyebab masalah, juga dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hasil. Dari hasil brainstorming dan pengamatan lapangan, maka secara umum dapat dirumuskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan formula tersebut, yaitu: 1. Bahan Bahan baku minyak PO dan POs akan berpengaruh sangat besar dalam penentuan formula yang tepat. Fluktuasi kualitasnya, terutama titik cair dan Nvalue akan sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan.
69
Faktor harga bahan baku minyak tersebut hendaknya juga diperhitungkan, sehingga formula yang ditentukan tidak hanya menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi, tetapi juga efisien dari segi biaya produksi. Selain itu, spesifikasi produk akhir juga menjadi pertimbangan yang penting dalam penentuan formula tersebut. Di lain pihak, kebutuhan dan harapan konsumen hendaknya juga diperhatikan dalam spesifikasi tersebut.
LINGKUNGAN
METODE pengambilan keputusan hipotesis data historis kebijakan manajemen tenaga kerja efisiensi jumlah user friendly
suhu udara kestabilan produk kemudahan aplikasi minyak jumlah harga fluktuasi kualitas
MANUSIA
PENENTUAN FORMULA YANG TEPAT
produk spesifikasi kebutuhan konsumen
BAHAN
Gambar 15. Diagram Ishikawa untuk faktor yang mempengaruhi penentuan formula yang tepat
2. Metode Metode pengambilan keputusan yang tepat juga akan berpengaruh dalam penentuan formula. Data historis, kebijakan manajemen terkait, dan hipotesis yang tepat hendaknya menjadi faktor-faktor yang diperhatikan dalam penentuan formula tersebut. 3. Manusia Keseluruhan proses produksi haruslah mempertimbangkan faktor efisiensi dan kenyamanan pekerja. Dalam penentuan formula yang tepat, faktor yang juga mempengaruhi adalah kenyamanan pekerja dalam penggunaannya.
70
4. Lingkungan Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam penentuan formula yang tepat adalah suhu udara. Suhu proses, penyimpanan, dan distribusi akan sangat mempengaruhi kestabilan produk. Formula yang tepat diharapkan dapat meminimalisasi pengaruh suhu terhadap stabilitas produk, sehingga produk tetap berada dalam kualitas baik ketika sampai ke tangan konsumen. Selain itu, formula yang tepat juga harus dapat memudahkan konsumen dalam aplikasi produk tersebut.
Pihak manajemen produksi ingin mengajukan penggunaan formula 6% dalam proses produksi cake margarine, karena selama ini telah diperoleh hasil yang cukup memuaskan dengan penggunaan formula tersebut. Namun penggantian formula standar pada sistem BPCS adalah wewenang manajemen development. Oleh karena itu, pihak development meminta pembuktian lebih lanjut bahwa penggunaan formula 6% tersebut dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan dengan lebih baik dibandingkan formula standar 8% yang telah ada. Pada tahap penentuan formula yang tepat, penulis berusaha mengkaji kedua alternatif formula tersebut (6% dan 8%) tidak hanya menggunakan data empiris yang telah ada, tetapi juga melalui percobaan laboratorium dengan pembuatan fat blend untuk selanjutnya diolah dengan bantuan program DX7. Untuk memperkuat pemilihan penggunaan formula 6%, juga dilakukan perhitungan biaya bahan baku dari kedua alternatif formula tersebut. 1. Evaluasi data empiris produk Evaluasi data empiris dilakukan terhadap parameter kritis produk yang diperoleh dari hasil analisis sebelumnya, yaitu MP dan N30. Namun parameter hardness produk juga diamati untuk mengetahui faktor pemenuhan spesifikasi oleh produk. Evaluasi dilakukan terhadap data bulan Januasri- April 2007.
71
a. Hardness Menurut Podmore (1994), karakteristik fisik yang penting dari margarin adalah tekstur, kekuatan, dan daya gunanya. Karakteristik tersebut terutama dipengaruhi oleh perbandingan solid-liquid, titik cair kristal, geometri kristal (ukuran, bentuk, alignment), tingkat pembentukan campuran kristal, dan kemampuan kristal untuk saling menyatu membentuk sebuah jaringan. Oleh karena itu, pengamatan terhadap parameter SFC produk margarin seharusnya disertai dengan pengamatan pada hardness produk, karena kekerasan produk akan sangat ditentukan oleh nilai SFC. Pada percobaan laboratorium tidak dapat dilakukan pengukuran hardness fat blend yang dibuat, karena karakteristik hardness tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi minyak, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh proses pendinginan dan kristalisasi yang sangat menentukan polimorfisme kristal margarin yang terbentuk. Oleh karena itu, evaluasi terhadap hardness hanya dilakukan berdasarkan data historis selama Januari-April 2007. Dari bagan kendali yang dihasilkan (Lampiran 10), terdapat titiktitik yang melewati batas kendali, baik pada bagan kendali tipe X maupun tipe R, namun tetap berada dalam batas spesifikasi yang ditetapkan. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut terhadap out-of-control dari hardness produk tersebut, karena tetap dapat memenuhi spesifikasi yang ada. b. Melting point Selama bulan Januari-April 2007, sebagian besar proses produksi menggunakan formula 5.5% dan 6%, walaupun terkadang formula 6.5% masih digunakan. Dengan mengambil data dari dua shift dalam satu hari kerja, berhasil dibuat bagan kendali untuk titik cair produk (Lampiran 11). Pada bagan kendali X terdapat satu titik yang melewati batas kendali. Setelah ditelusuri, titik tersebut merupakan penggunaan formula 6.5% dalam proses produksi, dengan bahan baku minyak yang memiliki spesifikasi relatif tinggi. Secara keseluruhan,
72
proses masih sangat bervariasi karena terdapat perubahan penggunaan formula yang tidak teratur. Namun semua titik masih berada dalam batas spesifikasi yang ditetapkan. Setelah dilakukan perhitungan capability process (Cp), dihasilkan indeks
Cp
1.09.
Apabila
ketidaknormalan
distribusi
data
diperhitungkan, maka dihasilkan Cpk 1.03. Angka tersebut belum dapat dikatakan baik, karena standar yang sering digunakan untuk suatu proses dengan kapabilitas proses yang baik adalah Cp>1.33, walaupun semakin besar indeks tersebut maka proses dikatakan semakin baik. c. N30 ( Solid Fat Content pada 300C) Pengambilan data N30 produk dilakukan bersamaan dengan MP produk, yaitu dengan menggunakan data dari dua shift dalam satu hari kerja. Bagan kendali yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 18. Pada bagan kendali X terdapat satu titik yang keluar dari batas pengendali atas dan setelah ditelusuri, titik tersebut merupakan N30 produk yang dihasilkan dengan formula 6% berbahan baku minyak POs ”B” yang memiliki titik cair dan N30 relatif lebih tinggi dibandingkan POs ”A” yang biasanya digunakan. Pada bagan kendali tipe R, juga terdapat satu titik yang berada di luar batas pengendali atas. Hal tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan bahan baku minyak PO yang berbeda mutunya, sehingga menimbulkan fluktuasi mutu yang besar pada produk. Apabila penyebab-penyebab khusus tersebut dihilangkan, yaitu penggunaan POs ”B” yang mutunya tidak sama dengan POs ”A” serta pengendalian fluktuasi mutu minyak PO yang lebih ketat, maka proses dapat dikatakan terkontrol. Selain itu, proses juga masih dapat menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi dengan baik, walaupun masih belum dapat memenuhi batas pengendali yang ditetapkan. Indeks Cpk yang dihasilkan (dengan mempertimbangkan ketidaknormalan distribusi data) adalah 0.63, yang berarti proses
73
masih belum memiliki kapabilitas yang baik sehingga variasi yang terjadi masih sangat tinggi.
Dari keseluruhan evaluasi data empiris tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses produksi masih belum dapat dikatakan incontrol karena masih terdapat penyebab-penyebab khusus yang harus ditelusuri dan diperbaiki dalam rangka mengurangi variasi dalam proses. Penyebab khusus tersebut antara lain ketidakkonsistenan penggunaan formula dan fluktuasi mutu bahan baku yang terlalu besar. Apabila penyebab khusus tersebut dapat diselesaikan, maka variasi dalam proses akan berkurang dan kapabilitasnya meningkat. Proses yang ada masih dapat menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, hendaknya tidak menjadi acuan dalam peningkatan proses, karena proses masih belum dapat dikatakan terkontrol dan memiliki kapabilitas yang tinggi. 2. Hasil pengolahan DX7 pada data percobaan laboratorium Rancangan percobaan laboratorium yang dilakukan yaitu membuat fat blend atau campuran minyak menggunakan rentang formula 5.5-8% secara acak, sesuai dengan rancangan (run) yang disarankan oleh program DX7. Dengan mempertimbangkan fluktuasi mutu minyak dan berdasarkan hasil analisis parameter kritis minyak dan produk, maka percobaan dilakukan menggunakan minyak PO yang memiliki titik cair dan N30 terendah dan tertinggi dari rentang spesifikasi yang ada. Walaupun mutu minyak POs tidak berkorelasi kuat dengan mutu produk, fluktuasi mutu minyak tersebut juga dipertimbangkan dalam percobaan. Pada saat penelitian berlangsung, minyak POs yang ada tidak memiliki fluktuasi mutu yang besar, oleh karena itu percobaan hanya dilakukan dengan menggunakan minyak tersebut pada spesifikasi terendah dan tertinggi yang pernah ada. Setelah dilakukan pembuatan fat blend, pengukuran parameter kritis fat blend, dan pengolahan data dengan DX7, maka dapat diperoleh optimasi formula sesuai dengan persyaratan respon yang diinginkan.
74
Berbagai kemungkinan persyaratan diberikan untuk mengetahui berbagai kemungkinan formula optimal yang ditawarkan (Tabel 8). Pada pembuatan fat blend dengan menggunakan bahan baku PO dengan MP 370C dan N30 8,38, apabila Y1 adalah titik cair, Y2 adalah N30, X1 adalah persentase minyak PO, dan X2 adalah persentase minyak POs, maka dihasilkan persamaan berikut: Y1 = 0,30479*X1 -10,88276*X2 + 0,15310* X1* X2 (R2 = 0,9513) Y2 = 0,070022* X1 + 0,18931* X2 + 7,02745E-3* X1* X2 (R2=0,9979) Tabel 8. Ringkasan optimasi formula hasil DX7 PO MP N30 (0C) (%)
POs MP N30 (0C) (%)
Persyaratan Fat Blend Desire POs MP N30 MP N30 POs ability (%) (0C) (%) (0C) (%) (%) 36,60- 10,115,5 37,50 10,34 37,08- 10,4837-39 10-14 range 1 6,0 37,91 10,69 37,92- 11,758,0 38,81 11,98 37 8,38 50,5 82,06 37,43- 10,846,6 37-39 12 min 0,52 38,27 11,05 37,57- 11,0238 12 min 0,64 6,9 38,43 11,23 37,92- 11,7538 12 range 0,77 8,0 38,81 11,98 37,97- 12,665,5 38,56 13,63 38,17- 13,0237-39 10-14 range 1 6,0 38,72 13,91 38,19- 13,0439,3 11,64 50,8 82,85 6,1 38,73 13,93 38 12 min 0,73 37,97- 12,665,5 38 12 range 0,63 38,56 13,63 37-39 12 min 0,73 Rentang formula 5,5-8% masih ditawarkan sebagai formula optimal, dengan persyaratan masing-masing. Apabila persyaratan yang ditetapkan hanya “memenuhi spesifikasi”, maka formula 5,5-8% dapat digunakan dengan desireability (kemampuan terpenuhi) 1,0. Bila mempertimbangkan cost saving, yaitu penggunaan POs yang minimal, maka formula 6,9%
75
merupakan solusi yang tepat dengan kemampuan terpenuhi 0,64. Rentang spesifikasi fat blend yang diberikan merupakan perkiraan hasil yang diperoleh pada selang kepercayaan 95%. Pembuatan fat blend menggunakan PO dengan MP 39,30C dan N30 11,64 bertujuan untuk mengetahui kemungkinan fluktuasi mutu produk tertinggi. Persamaan yang dihasilkan adalah: Y1 = 0,41805* X1 + 3,71583* X2 – 0,037647* X1* X2 (R2 = 0,9640) Y2 = 0,12636* X1 + 4,37258* X2 – 0,046431* X1* X2 (R2 = 0,9655) Formula yang ditawarkan sebagai solusi adalah 5,5-6,1% dengan persyaratan “memenuhi spesifikasi” tanpa target tertentu. Apabila MP ditargetkan
380C,
N30 ditargetkan
12%,
dan
penggunaan
POs
diminimalkan untuk penghematan biaya bahan baku, maka formula 5,5% ditawarkan sebagai solusi yang terbaik dengan desireability yang cukup tinggi (0,75). Formula 8% tidak lagi ditawarkan sebagai solusi, karena penggunaan formula tersebut menghasilkan parameter kritis fat blend di luar spesifikasi yang ditetapkan. Dari kedua kemungkinan mutu bahan baku minyak PO tersebut, yaitu pada spesifikasi terendah dan tertinggi, formula 8% tidak dapat dipilih sebagai solusi karena pada spesifikasi minyak tertinggi, penggunaan formula tersebut akan menghasilkan produk di luar spesifikasi yang ditetapkan. Formula yang dapat digunakan dalam kedua kemungkinan fluktuasi minyak tersebut adalah 5,5-6,1%. Penggunaan formula 5,5% akan menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi dan memberikan penghematan biaya bahan baku minyak karena menggunakan POs paling sedikit. Selain itu, pada saat minyak PO berada pada spesifikasi yang tinggi, penggunaan formula 5,5% memiliki tingkat pemenuhan spesifikasi yang lebih tinggi dan beresiko relatif lebih kecil untuk melebihi batas spesifikasi yang ditetapkan. Namun setelah dilakukan diskusi lanjut dengan pembimbing lapang, penggunaan formula 5,5% pada saat minyak PO berada pada spesifikasi terendah, dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan hardness produk dan beresiko lebih besar tidak dapat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
76
Dengan mempertimbangkan pengalaman penggunaan formula 6% selama beberapa waktu lalu, mengevaluasi pemenuhan spesifikasi produk dengan penggunaan formula 6%, melihat kemungkinan bahwa formula tersebut masih ditawarkan sebagai solusi dalam optimasi formula dengan DX7, dan mengesampingkan minimalisasi penggunaan POs untuk penghematan biaya bahan baku, maka keputusan yang diambil adalah penggunaan formula 6%. Dengan demikian, diharapkan dapat dihasilkan produk yang tetap memenuhi spesifikasi dalam berbagai kemungkinan fluktuasi bahan baku minyak. 3. Perhitungan biaya bahan baku Penentuan formula yang tepat ditujukan terutama untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Pertimbangan biaya bahan baku menjadi prioritas kedua yang memperkuat dasar penentuan formula. Oleh karena itu, pada tahap penentuan formula, juga dilakukan perhitungan biaya bahan baku dari kedua alternatif formula (6% dan 8%).
Tabel 9. Perhitungan biaya bahan baku minyak Keterangan Penggunaan (kg/ton produk) Biaya bahan baku (Rp/ton produk) Biaya bahan baku (Rp/4.950 ton) Biaya bahan baku PO&POs (Rp) Cost saving formula 6% (Rp)
Formula 6% PO = POs= PO = POs= PO = POs=
Formula 8%
840 60 4.368.000 379.080 1.621.600.000 1.876.446.000
23.498.046.000
PO = POs= PO = POs= PO = POs=
820 80 4.264.000 505.440 1.106.800.000 2.501.928.000
23.608.728.000
110.682.000
Biaya bahan baku dihitung berdasarkan jumlah produksi cake margarine Juli-Desember 2007 yang telah direncanakan oleh planner, yaitu 4950 ton. Dengan menggunakan harga minyak yang berlaku per
77
bulan Mei 2007, yaitu Rp 5.200,00/kg PO dan Rp 6.318,00/kg POs, maka dapat dilakukan perhitungan biaya bahan baku minyak seperti terlihat pada Tabel 10. Apabila kedua alternatif formula (6% dan 8%) menghasilkan produk yang dapat memenuhi spesifikasi, maka hasil perhitungan biaya bahan baku minyak tersebut dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut. Penggunaan formula 6% akan memberikan penghematan biaya bahan baku minyak sebesar Rp 110.682.000,00 dibandingkan penggunaan formula 8%. Oleh karena itu, perusahaan hendaknya mengambil keputusan yang dapat meningkatkan profit yaitu penggunaan formula 6%. E. EVALUASI PENERAPAN FORMULA 6% Penerapan solusi terpilih bukan berarti tujuan telah tercapai, namun harus dilanjutkan dengan pengendalian dan evaluasi hasil. Apabila implementasi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap solusi terpilih (Hellriegel, et al., 2002). Evaluasi penerapan formula 6% sebaiknya dilakukan terhadap proses produksi aktual dan perhitungan loss mulai bulan Mei 2007, yaitu setelah terdapat persamaan formula aktual produksi dan standar dalam sistem BPCS. Evaluasi terhadap proses produksi dapat dilakukan dengan pembuatan bagan kendali dan indeks Cp. Setelah adanya penetapan formula 6%, proses diharapkan dapat berjalan lebih terkendali dan terdapat reduksi variasi dalam proses, yang ditunjukkan oleh nilai Cp. Apabila hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka penelusuran special cause harus ditelusuri kembali. Evaluasi pada hasil perhitungan loss PO dapat dilakukan dengan pembuatan diagram Pareto, sehingga dapat terlihat apakah terjadi perubahan pada sumbu horisontal, yaitu perubahan pada urutan penyebab loss PO.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Different stock yang sangat besar dan loss PO mendorong upaya penelusuran dan perbaikan untuk meminimalisasi jumlahnya. Penyusunan diagram Pareto menunjukkan bahwa 95,01% penyebab loss PO disebabkan oleh penggunaan formula campuran minyak pada produk cake margarine yang berbeda antara proses produksi aktual dengan standar pada sistem BPCS. Hasil wawancara dengan pihak terkait, penelusuran data blocked produk, perhitungan koefisien korelasi, dan pengolahan data hasil percobaan rancangan faktorial menunjukkan bahwa parameter mutu utama bahan baku minyak yang harus dijadikan pertimbangan dalam penentuan formula yang tepat adalah solid fat content pada suhu 300C (N30) dan titik cair dari PO. Penetapan formula dilakukan melalui analisis data hasil percobaan dan menggunakan alat bantu program Design Expert V.7, menghasilkan satu formula yang akan digunakan secara konsisten dalam proses produksi aktual dan standar pada sistem BPCS, yaitu formula 6%.
B. SARAN Evaluasi pada proses produksi sebaiknya dilakukan setelah penggunaan formula 6% secara konsisten (mulai Mei 2007), dengan mengamati pemenuhan spesifikasi parameter titik cair dan N30 produk melalui pembuatan bagan kendali dan indeks Cp. Setelah adanya penetapan formula 6%, proses diharapkan dapat berjalan lebih terkendali dan terdapat reduksi variasi dalam proses, yang ditunjukkan oleh nilai Cp. Apabila hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka penelusuran special cause harus ditelusuri kembali. Evaluasi pada hasil perhitungan loss PO sebaiknya juga dilakukan dengan pembuatan diagram Pareto, sehingga dapat terlihat apakah terjadi perubahan pada sumbu horisontal, yaitu perubahan pada urutan penyebab loss PO. Apabila tidak terjadi perubahan yang diharapkan, baik jumlah loss maupun urutan penyebab loss, maka penetapan formula 6% tidak berpengaruh
79
secara signifikan terhadap jumlah loss, dan penelusuran kembali penyebab loss harus dilakukan lebih lanjut. Berbagai alternatif formula yang digunakan dalam proses produksi aktual sebaiknya dipertimbangkan untuk diterapkan untuk mengantisipasi adanya fluktuasi kualitas bahan baku minyak. Namun langkah tersebut juga harus disertai peningkatan kinerja dan fleksibilitas pada sistem BPCS, sehingga tidak terjadi loss akibat perbedaan formula. Selain itu, peningkatan pada berbagai sarana yang digunakan dalam perhitungan jumlah persediaan fisik pada saat stock taking juga perlu segera dilakukan, sehingga perhitungan menjadi lebih akurat. Pengkajian berat bersih produk margarin menggunakan control chart tipe X-R menunjukkan bahwa tidak terdapat penyebab khusus (special cause) dalam proses. Dengan demikian, penelusuran pada common cause sebaiknya dilakukan lebih lanjut sehingga dapat menjadi acuan dalam peningkatan kinerja proses dan minimalisasi loss PO. Sistem kalibrasi yang telah ada dapat ditinjau kembali dalam rangka meminimalisasi terjadinya kesalahan penimbangan (overweight). Selain itu pembinaan supplier bahan baku minyak hendaknya lebih ditingkatkan dalam rangka mengurangi fluktuasi mutunya.
72
73
74
Tabel 8. Ringkasan optimasi formula hasil DX7
75
76
Tabel 9. Perhitungan biaya bahan baku minyak
77
E. Evaluasi Penerapan Formula 6%
78
VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN
79
80
DAFTAR PUSTAKA
81
82
LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi PT Unilever Indonesia SCC&C Cikarang
83
Lampiran 2. Standar Kualitas Margarin (SNI-01-3541-2002) No. 1
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan 1.1 Bau
-
normal
Normal
1.2 Rasa
-
normal
Normal
1.3 Warna
-
normal
Normal
2
Air
%(b/b)
max 18
max 18
3
Lemak
%(b/b)
min 80
min 80
4
Asam Lemak Bebas
%(b/b)
max 0.3
max 0.3
%(b/b)
max 4
max 4
dihitung sebagai asam oleat (dari % lemak) 5
NaCl
6
Vitamin A
IU/100 g
2500-3500
-
7
Vitamin D
IU/100 g
250-350
-
8
Asam Butirat
%(b/b)
max 0.2
max 0.2
9
Bilangan Asam
mg KOH/g
max 4
max 4
10
Bahan Makanan
sesuai SNI 01-0222-1987
Tambahan 11
Cemaran Logam
11.1 Timbal (Pb)
mg/kg
max 0.1
max 0.1
11.2 Tembaga (Cu)
mg/kg
max 0.1
max 0.1
11.3 Seng (Zn)
mg/kg
max 40
max 40
11.4 Timah (Sn)
mg/kg
max 40/250*
max 40/250*
11.5 Raksa (Hg)
mg/kg
max 0.03
max 0.03
mg/kg
max 0.1
max 0.1
kol/g
max 105
max 105
13.2 Coliform
APM/g
max 10
max 10
13.3 Eschericia coli
APM/g
<3
<3
12
Cemaran Arsen (As)
13
Cemaran Mikroba
13.1 Angka Lempeng Total
13.4 Staphylococcus aureus 13.5 Salmonella 13.6 Enterococci
Keterangan : IU
kol/g
max 10
max 102
kol/25g
negatif
negatif
kol/g
= International Unit
APM = Angka Paling Mungkin
2
2
max 10
max 102
84
Lampiran 3. Metode analisis titik cair dan solid fat content (Nvalue) PERSIAPAN SAMPEL MARGARIN Persiapan sampel ini dilakukan untuk sampel margarin yang mengandung air dan bahan-bahan selain minyak. Cara kerja : 1. Panaskan sampel + 50 g dalam beaker glass menggunakan waterbath 800C sampai sampel margarin mencair. 2. Pindahkan sampel ke dalam penangas air 800C dan diamkan sampai fase minyak dan fase air terpisah. 3. Saring fase minyak dengan kertas saring sambil diletakkan di dalam oven 600C hingga diperoleh sampel yang jernih. 4. Fase minyak sampel siap digunakan untuk pengukuran Nvalue dan titik cair.
PEMERIKSAAN TITIK CAIR Cara kerja : 1. Celupkan pipa kapiler ke dalam contoh minyak (fase minyak dari margarin) yang sudah dipanaskan setinggi ± 1cm, bersihkan degan tisu bagian luar kapiler. 2. Pasangkan pada termometer dengan diikat karet sejajar dengan ujung termometer. 3. Simpan termometer dan kapiler dalam freezer selama 5 menit. 4. Siapkan tabung titik cair diisi dengan air dingin dengan suhu maksimum 100C setinggi batas garis. 5. Celup termometer dan karet ke dalam tabung titik cair lalu nyalakan alat. 6. Air dalam tabung titik cair akan naik suhunya. Pada temperatur tertentu minyak dalam kapiler akan mencair ditandai dengan terjadinya lekukan pada ujung bawah kapiler, baca termometer bila terjadi lekukan. 7. Penetapan titik cair ini maksimum lima contoh, gunakan stopwatch untuk melihat temperatur antara 25-350C. Waktu yang dibutuhkan harus 2.5-3 menit.
85
PENENTUAN Nvalue (SOLID FAT CONTENT) Cara kerja : 1. Panaskan minyak di waterbath 800C. 2. Bila minyak tidak jernih, saring dahulu lalu panaskan lagi sampai suhu minyak 800C. 3. Aduk minyak sampai homogen, isi tabung sampai tingginya mencapai 3 cm, setiap tabung dipakai untuk pengukuran satu suhu. 4. Langsung masukkan tabung yang sudah diisi minyak 800C di waterbath 600C paling sedikit 5 menit. 5. Pindahkan tabung ke waterbath 00C, biarkan selama 60 menit (tidak boleh kurang dari 58 menit dan lebih dari 62 menit). 6. Keluarkan tabung dari waterbath 00C, keringkan secepatnya dan masukkan ke lubang dari metal block di waterbath yang suhunya sudah diatur sesuai kebutuhan selama 30-35 menit. 7. Nyalakan komputer dan aktifkan program untuk pengukuran dengan NMR. 8. Keluarkan tabung dari waterbath. 9. Langsung periksa Nvalue-nya dengan memasukkan tabung ke dalam wadah sampel dari alat.
86
Lampiran 4. Data blocked product cake margarine selama tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
TGL. PROD. 05/04/06 06/04/06 27/04/06 14/05/06 17/05/06 17/05/06 21/05/06 22/05/06 01/06/06 02/06/06 02/06/06 03/06/06 09/08/06 17/09/06
DUS
TON
REASON
2002 1980 1845 1755
30.03 29.7 27.68 26.3
Nacl >2.5,H2O>18 M.P tinggi M.P tinggi MP 38.5 oC
Release Release Block Release
2025 2070 630 1305 1260 1530 1305 1526 1980 765
30.4 31.05 9.45 19.58 18.9 22.95 19.58 22.89 29.7 11.48
MP 38.8 o C MP 38.5 oC NaCl 2.8 % NaCl 2.8 % MP tinggi MP tinggi MP tinggi MP tinggi H2O rendah high MP ( 39oC )
Release Block Block Block Release Release Release Release Release Block Release
11.48 Nacl rdh & tinggi 15 10/11/06 765 29.7 MP tinggi (39oC) 16 10/11/06 1980 MP tinggi (39oC) 17 15/11/06 540 8.1 25263 378.97 JUMLAH
DECISION
Release Block Bln Release November 06
87
Lampiran 5. Kuesioner wawancara untuk mengetahui parameter kritis mutu minyak dan produk 1. Selama ini (± tahun 2006), seberapa sering produk cake margarine bermasalah, dalam arti banyak terjadi blocked/ rejected produk? Sangat sering Jarang Sering Agak jarang Agak sering Sangat jarang 2. Apakah penyebabnya karena tidak dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan? Ya Tidak 3. Parameter spesifikasi apa yang paling sering tidak dapat terpenuhi? Titik cair SFC (N30) TC & SFC (N30) Lainlain Apakah parameter spesifikasi tersebut menjadi salah satu parameter yang penting dalam karakteristik cake margarine? Ya Tidak 4. Menurut Anda, apakah parameter titik cair dan SFC itu berhubungan? (jika “Ya”, dilanjutkan ke 4.1 dan 4.2; jika “Tidak”, dilanjutkan ke nomor 5) Ya Tidak Apa tindakan yang dilakukan jika titik cair tidak memenuhi spesifikasi, sedangkan SFC dapat memenuhi spesifikasi? block release Apa tindakan yang dilakukan jika titik cair memenuhi spesifikasi, sedangkan SFC tidak memenuhi spesifikasi? block release 5. Menurut Anda, apakah parameter titik cair dan SFC (N30) dari raw material minyak mempengaruhi titik cair dan SFC cake margarine yang dihasilkan? (jika “Ya” dilanjutkan ke 5.1; jika “Tidak” langsung ke nomor 6) Ya Tidak 5.1. Minyak mana yang berpengaruh? PO POs CN 5.2. Berilah urutan pengaruh minyak tersebut, mulai dari yang paling berpengaruh kuat! PO POs CN 6. Menurut Anda, di antara parameter titik cair dan SFC manakah yang lebih tepat menjadi pedoman penentu karakteristik fisik cake margarine? Titik cair SFC
88
Lampiran 6. Koefisien korelasi data historis (Januari-April 2007) No MP N30 MP N30 PO CM PO CM POs CM POs CM 1 38.5 38.3 7.99 10.74 51.0 38.3 88.44 10.74 2 38.0 38.3 9.50 11.28 51.3 38.3 88.25 11.28 3 38.0 38.0 9.87 11.59 51.3 38.0 88.31 11.59 4 37.8 38.0 9.87 11.36 51.3 38.0 87.94 11.36 5 37.3 38.3 9.87 11.09 51.0 38.3 88.39 11.09 6 37.3 38.0 8.49 10.79 51.0 38.0 74.43 10.79 7 37.3 37.8 8.50 10.87 50.5 37.8 80.23 10.87 8 38.0 37.3 8.23 10.67 50.5 37.3 80.23 10.67 9 38.0 38.0 8.16 10.70 50.5 38.0 80.38 10.70 10 38.0 37.5 9.76 12.07 50.5 37.5 80.42 12.07 11 38.0 37.5 9.41 11.56 50.5 37.5 80.37 11.56 12 38.0 38.0 9.41 11.72 50.5 38.0 80.73 11.72 13 37.8 38.3 8.74 11.17 50.5 38.3 80.59 11.17 14 37.3 38.0 8.74 11.54 50.5 38.0 80.67 11.54 15 37.8 38.8 9.24 11.15 50.5 38.8 79.64 11.15 16 37.8 37.8 8.90 11.53 50.5 37.8 80.11 11.53 17 37.8 38.0 8.52 11.29 50.5 38.0 80.11 11.29 18 37.8 37.5 9.09 11.32 50.5 37.5 80.61 11.32 19 37.5 37.5 9.09 11.68 50.5 37.5 84.16 11.68 20 37.0 37.3 8.38 11.23 51.0 37.3 83.90 11.23 21 37.5 38.0 8.62 12.19 51.5 38.0 88.39 12.19 22 37.0 38.0 6.17 10.99 51.0 38.0 88.28 10.99 23 38.0 38.5 7.63 9.94 51.8 38.5 88.11 9.94 24 38.0 38.0 8.53 10.65 50.0 38.0 83.81 10.65 25 38.0 39.0 8.53 10.83 51.0 39.0 85.64 10.83 26 38.0 38.8 9.54 11.19 51.0 38.8 85.66 11.19 27 38.0 38.0 9.38 11.42 51.8 38.0 89.42 11.42 28 38.0 39.0 9.59 11.69 51.5 39.0 89.15 11.69 29 38.0 38.3 9.32 11.29 51.5 38.3 88.92 11.29 30 38.0 37.5 8.57 10.39 51.5 37.5 89.63 10.39 31 38.3 38.0 8.46 10.79 51.0 38.0 81.69 10.79 32 37.8 38.0 9.24 10.31 51.0 38.0 81.12 10.31 33 38 38.3 8.93 10.53 51 38.3 82.17 10.53 34 38 38 8.22 10.19 51 38 82.10 10.19 35 37.8 37.5 7.90 10.68 50.8 37.5 82.22 10.68 36 37.8 37.5 7.90 10.67 50.8 37.5 81.36 10.67 37 38.5 37.5 9.89 10.71 50.5 37.5 82.26 10.71 38 38.5 38.8 9.54 11.18 50.5 38.8 82.60 11.18 39 38 38 9.78 11.41 50.8 38 81.00 11.41 40 37.5 38 9.24 11.21 50.5 38 81.63 11.21 41 37.5 37.5 9.01 11.78 50.5 37.5 82.35 11.78 42 37.5 37.8 9.01 11.85 50.5 37.8 82.12 11.85 43 37.8 38 7.58 10.75 50.5 38 81.70 10.75 44 37.8 37.8 8.84 10.06 50.5 37.8 82.29 10.06 45 37.8 37.8 7.82 10.14 50.5 37.8 81.75 10.14
89
Lanjutan Lampiran 6. Koefisien korelasi data historis (Januari-April 2007) No MP N30 MP N30 PO CM PO CM POs CM POs CM 46 37.5 38.3 8.83 9.78 50.5 38.3 81.89 9.78 47 37.5 38.3 8.27 10.16 50.5 38.3 82.63 10.16 48 37.5 38 8.27 10.14 50.5 38 81.83 10.14 49 37.3 38.3 8.27 10.08 50.5 38.3 82.24 10.08 50 37.3 38 7.92 10.12 50.5 38 82.86 10.12 51 37.5 38 9.45 11.35 50.5 38 81.89 11.35 52 37.5 38 8.98 11.42 50.5 38 82.26 11.42 53 37.8 38 9.10 10.20 50.5 38 82.18 10.20 54 37.8 37.8 9.10 10.97 50.5 37.8 82.31 10.97 55 38.3 37.8 9.10 11.21 50.5 37.8 82.64 11.21 56 38.3 37.5 9.59 10.86 50.5 37.5 82.62 10.86 Koefisien korelasi 0.13 0.48 0.28 0.11
90
Lampiran 7. Koefisien korelasi berdasarkan data trial lab No Melting Point N30 Fat Fat Fat Fat PO Blend POs Blend PO Blend POs Blend 1 38.5 38.3 50.8 38.3 10.57 11.99 82.64 11.99 2 38.5 38.4 50.8 38.4 10.57 11.97 82.64 11.97 3 38.0 37.5 50.8 37.5 9.15 10.89 82.97 10.89 4 38.0 37.5 50.8 37.5 9.15 10.88 82.97 10.88 5 38.0 38.3 50.5 38.3 8.99 11.03 81.63 11.03 6 38.0 38.5 50.5 38.5 8.99 11.14 81.63 11.14 7 38.8 38.6 50.5 38.6 10.56 12.16 81.63 12.16 8 38.8 38.8 50.5 38.8 10.56 12.13 81.63 12.13 9 37.8 38.0 50.8 38.0 8.99 10.70 82.97 10.70 10 37.8 37.8 50.8 37.8 8.99 10.79 82.97 10.79 11 38.8 38.5 50.8 38.5 10.56 12.11 82.97 12.11 12 38.8 38.3 50.8 38.3 10.56 12.01 82.97 12.01 13 38.8 37.8 50.3 37.8 10.56 12.12 81.42 12.12 14 38.8 38.3 50.3 38.3 8.38 10.24 81.42 10.24 15 37.5 37.5 50.3 37.5 8.99 10.85 81.42 10.85 16 37.5 37.5 50.3 37.5 8.38 10.21 82.06 10.21 17 38.0 37.8 50.3 37.8 8.38 10.23 82.06 10.23 18 38.0 37.8 50.3 37.8 11.64 13.00 82.85 13.00 19 37.0 37.0 50.5 37.0 11.64 13.26 82.85 13.26 correl 0.78 0.18 0.99 0.23
91
Lampiran 8. Hasil pengolahan SPSS untuk pengaruh bahan baku PO dan POs bertitik cair berbeda terhadap titik cair produk Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MP_CM Source Type III Sum df Mean F of Squares Square Corrected 4.456 4 1.114 14.097 Model Intercept 25802.347 1 25802.347 326541.333 MP_PO 3.981 2 1.991 25.191 MP_POS .474 2 .237 3.002 Error 1.027 13 .079 Total 25807.830 18 Corrected Total 5.483 17 a R Squared = .813 (Adjusted R Squared = .755)
Sig. .000 .000 .000 .085
Multiple Comparisons Dependent Variable: MP_CM LSD Std. Error Mean Difference (I-J) (I) (J) MP_PO MP_PO 37.5 38.0 -.633* .1623 38.8 -1.150* .1623 38.0 37.5 .633* .1623 38.8 -.517* .1623 38.8 37.5 1.150* .1623 38.0 .517* .1623 Std. Error Mean Difference (I-J)
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
.002 .000 .002 .007 .000 .007
-.984 -1.501 .283 -.867 .799 .166
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
(I) (J) MP_POS MP_POS 50.3 50.5 -.383* .1623 .034 50.8 -.100 .1623 .548 50.5 50.3 .383* .1623 .034 50.8 .283 .1623 .104 50.8 50.3 .100 .1623 .548 50.5 -.283 .1623 .104 Based on observed means. * The mean difference is significant at the .05 level.
-.734 -.451 .033 -.067 -.251 -.634
Upper Bound -.283 -.799 .984 -.166 1.501 .867
Upper Bound -.033 .251 .734 .634 .451 .067
92
Lampiran 9. Hasil pengoahan data SPSS untuk pengaruh bahan baku PO dan POs dengan N30 berbeda terhadap N30 produk Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: N30_FAT df Mean F Source Type III Square Sum of Squares Corrected Model 1.052 4 .263 6.688 Intercept 2327.666 1 2327.666 59222.358 N30_PO 1.048 2 .524 13.327 N30_POS .004 2 .002 .050 Error .511 13 .039 Total 2329.229 18 Corrected Total 1.562 17 a R Squared = .673 (Adjusted R Squared = .572)
Sig. .004 .000 .001 .952
Multiple Comparisons Dependent Variable: N30_FAT LSD Std. Error Mean Difference (I-J) (I) (J) N30_PO N30_PO 8.86 8.92 .1500 .11446 9.47 -.4200* .11446 8.92 8.86 -.1500 .11446 9.47 -.5700* .11446 9.47 8.86 .4200* .11446 8.92 .5700* .11446
Sig.
.213 .003 .213 .000 .003 .000
Std. Error Sig. Mean Difference (I-J) (I) (J) N30_POS N30_POS 81.20 82.10 -.0100 .11446 .932 82.43 -.0350 .11446 .765 82.10 81.20 .0100 .11446 .932 82.43 -.0250 .11446 .830 82.43 81.20 .0350 .11446 .765 82.10 .0250 .11446 .830 Based on observed means. * The mean difference is significant at the .05 level.
95% Confidence Interval Lower Bound -.0973 -.6673 -.3973 -.8173 .1727 .3227
Upper Bound .3973 -.1727 .0973 -.3227 .6673 .8173
95% Confidence Interval Lower Bound -.2573 -.2823 -.2373 -.2723 -.2123 -.2223
Upper Bound .2373 .2123 .2573 .2223 .2823 .2723
93
Lampiran 10. Bagan kendali hardness cake margarine (Januari-April 2007) Sub Grup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
X1
X2 145 180 140 115 180 115 120 140 140 140 160 175 175 180 180 180 180 180 180 145 160 135 110 150 125 150 125 140 145 150 140 140 160 180 180 180 160 160 140 140 140 120 125 140 140 135 105 140 125
X 160 145 140 180 160 120 125 135 140 165 170 170 180 180 185 180 180 170 180 160 170 140 120 180 120 150 135 145 140 150 160 150 180 160 180 140 160 160 140 140 135 120 130 140 140 130 110 140 130
R 152.5 162.5 140.0 147.5 170.0 117.5 122.5 137.5 140.0 152.5 165.0 172.5 177.5 180.0 182.5 180.0 180.0 175.0 180.0 152.5 165.0 137.5 115.0 165.0 122.5 150.0 130.0 142.5 142.5 150.0 150.0 145.0 170.0 170.0 180.0 160.0 160.0 160.0 140.0 140.0 137.5 120.0 127.5 140.0 140.0 132.5 107.5 140.0 127.5
15 35 0 65 20 5 5 5 0 25 10 5 5 0 5 0 0 10 0 15 10 5 10 30 5 0 10 5 5 0 20 10 20 20 0 40 0 0 0 0 5 0 5 0 0 5 5 0 5
94
50
125
130
127.5 149.65
Rata-rata Bagan X A2R = BPA = BPB =
5 8.9
Bagan R 16.73 BPA = 166.38 BPB = 132.92
29.1 0
200.0 190.0 180.0 170.0 160.0 150.0 140.0 130.0 120.0 110.0 100.0 1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
26
31
36
41
46
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
6
11
16
21
95
Lampiran 11. Bagan kendali melting point cake margarine (Januari-April 2007) Sub Grup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
X1
X2 37.5 37.8 37.3 38.0 38.0 37.0 38.0 38.0 38.0 38.0 38.0 38.0 38.5 37.8 38.0 37.8 38.8 38.3 38.3 38.0 38.0 38.0 38.3 38.0 38.3 37.3 37.5 38.0 38.0 38.8 38.0 37.5 38.0 38.0 38.0 38.0 39.0 38.3 38.0 38.0 37.5 38.0 37.8 37.8
X 37.8 38.0 37.5 38.0 38.0 38.0 38.0 38.0 37.8 38.0 38.0 37.8 38.0 37.8 38.3 38.0 38.5 38.3 37.8 38.8 38.3 39.0 38.0 38.0 38.0 37.5 38.0 37.5 38.0 37.8 37.5 38.3 38.0 38.5 37.5 38.0 38.0 37.5 38.3 37.5 38.0 37.5 37.8 38.3
R 37.65 37.90 37.40 38.00 38.00 37.50 38.00 38.00 37.90 38.00 38.00 37.90 38.25 37.80 38.15 37.90 38.65 38.30 38.05 38.40 38.15 38.50 38.15 38.00 38.15 37.40 37.75 37.75 38.00 38.30 37.75 37.90 38.00 38.25 37.75 38.00 38.50 37.90 38.15 37.75 37.75 37.75 37.80 38.05
0.3 0.2 0.2 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 0.2 0.0 0.0 0.2 0.5 0.0 0.3 0.2 0.3 0.0 0.5 0.8 0.3 1.0 0.3 0.0 0.3 0.2 0.5 0.5 0.0 1.0 0.5 0.8 0.0 0.5 0.5 0.0 1.0 0.8 0.3 0.5 0.5 0.5 0.0 0.5
96
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
38.0 38.0 38.0 37.5 38.0 37.8 37.3 37.8 37.0 38.0
38.0 38.0 37.8 38.0 37.3 37.3 38.0 37.8 37.8 38.0
38.00 38.00 37.90 37.75 37.65 37.55 37.65 37.80 37.40 38.00 37.943
Rata-rata Bagan X A2R = BPA = BPB =
0.0 0.0 0.2 0.5 0.7 0.5 0.7 0.0 0.8 0.0 0.34
Bagan R 0.648 BPA = 38.590 BPB = 37.295
1.13 0
39.00 38.80 38.60
X
38.40 38.20 38.00 37.80 37.60 37.40 37.20 37.00 1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
41
46
51
1.2 1.0
R
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 1
6
11
16
21
26
31
36
97
Lampiran 12. Bagan kendali N30 cake margarine (Januari-April 2007) Sub Grup 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
X1
X2 9.86 10.46 11.29 10.47 11.78 10.74 11.36 10.67 11.56 11.54 11.53 11.32 12.19 9.94 11.60 11.69 11.44 10.17 10.31 10.67 11.18 11.78 11.23 10.54 10.75 10.63 10.35 10.16 10.06 13.27 10.28 9.90 11.35 10.96 10.21 10.97 11.55 11.09 10.72 11.01
X 10.10 10.96 10.61 10.91 11.28 11.59 10.79 12.07 11.17 11.15 11.29 11.23 10.99 10.83 11.42 11.39 10.97 10.79 10.19 10.71 11.21 11.85 11.50 10.50 10.14 10.31 9.78 10.08 10.63 10.14 10.42 10.12 10.76 10.43 10.20 10.86 10.90 11.12 10.61 10.21
R 9.980 10.710 10.950 10.690 11.530 11.165 11.075 11.370 11.365 11.345 11.410 11.275 11.590 10.385 11.510 11.540 11.205 10.480 10.250 10.690 11.195 11.815 11.365 10.520 10.445 10.470 10.065 10.120 10.345 11.705 10.350 10.010 11.055 10.695 10.205 10.915 11.225 11.105 10.665 10.610
0.24 0.50 0.68 0.44 0.50 0.85 0.57 1.40 0.39 0.39 0.24 0.09 1.20 0.89 0.18 0.30 0.47 0.62 0.12 0.04 0.03 0.07 0.27 0.04 0.61 0.32 0.57 0.08 0.57 3.13 0.14 0.22 0.59 0.53 0.01 0.11 0.65 0.03 0.11 0.80
98
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
10.56 10.56 10.57 10.69 10.58 10.21 11.14 11.34 10.83 10.51 9.74 10.64 10.77 11.01
Rata-rata Bagan X A2R = BPA = BPB =
10.46 10.43 10.85 10.41 10.28 10.92 10.61 10.05 9.89 10.39 10.72 11.10 10.56 10.48
10.510 10.495 10.710 10.550 10.430 10.565 10.875 10.695 10.360 10.450 10.230 10.870 10.665 10.745 10.8064 Bagan R 0.9000 BPA = 11.7064 BPB = 9.9064
0.10 0.13 0.28 0.28 0.30 0.71 0.53 1.29 0.94 0.12 0.98 0.46 0.21 0.53 0.479 1.564 0
14.000 13.500 13.000 12.500 12.000 11.500 11.000 10.500 10.000 1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
36
41
46
51
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 1
6
11
16
21
26
31
99
Lampiran 13. Hasil pengolahan data dengan DX7 (PO 370C 8.38%) Design Actual Std Run PO (%) POs (%) 8 1 84.500 5.500 5 2 83.875 6.125 1 3 82.000 8.000 3 4 83.250 6.750 4 5 82.625 7.375 6 6 82.000 8.000 7 7 83.250 6.750 2 8 84.500 5.500
MP (0C) 37.0 37.8 38.5 37.9 38.1 38.3 37.9 37.0
N20 (%) 25.49 25.44 27.41 26.02 27.42 28.10 26.24 24.62
N25 (%) 17.78 18.83 20.23 19.43 19.85 19.90 18.97 17.54
N30 (%) 10.21 10.65 11.89 11.03 11.42 11.86 11.11 10.23
N35 (%) 5.83 5.99 7.08 6.29 6.64 6.95 6.59 5.75
N40 (%) 1.56 1.82 2.44 2.13 2.12 2.45 2.06 1.83
Response 1 Melting Point ANOVA for Mixture Quadratic Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 2.03 2 1.01 48.84 0.0005 significant Linear Mixture 1.93 1 1.93 93.28 0.0002 AB 0.091 1 0.091 4.40 0.0901 Residual 0.10 5 0.021 Lack of Fit 0.084 2 0.042 6.27 0.0847 not significant Pure Error 0.020 3 6.667E-003 Cor Total 2.13 7 Std. Dev. 0.14 R-Squared 0.9513 Mean 37.81 Adj R-Squared 0.9318 C.V. % 0.38 Pred R-Squared 0.8908 PRESS 0.23 Adeq Precision 14.870 Response 4 N30 ANOVA for Mixture Quadratic Model Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 3.03 2 1.52 1184.81 < 0.0001 significant Linear Mixture 3.03 1 3.03 2369.47 < 0.0001 AB 1.922E-004 1 1.922E-004 0.15 0.7144 Residual 6.402E-003 5 1.280E-003 Lack of Fit 2.552E-003 2 1.276E-003 0.99 0.4663 not significant Pure Error 3.850E-003 3 1.283E-003 Cor Total 3.04 7 Std. Dev. 0.036 R-Squared 0.9979 Mean 11.05 Adj R-Squared 0.9971 C.V. % 0.32 Pred R-Squared 0.9953 PRESS 0.014 Adeq Precision 74.943
100
Lampiran 14. Hasil pengolahan data dengan DX7 (PO 39.30C 11.64%) Design Actual Std Run PO (%) POs (%) 8 1 84.500 5.500 5 2 83.875 6.125 1 3 82.000 8.000 3 4 83.250 6.750 4 5 82.625 7.375 6 6 82.000 8.000 7 7 83.250 6.750 2 8 84.500 5.500
MP (0C) 37.0 37.8 38.5 37.9 38.1 38.3 37.9 37.0
N20 (%) 25.49 25.44 27.41 26.02 27.42 28.10 26.24 24.62
N25 (%) 17.78 18.83 20.23 19.43 19.85 19.90 18.97 17.54
N30 (%) 10.21 10.65 11.89 11.03 11.42 11.86 11.11 10.23
N35 (%) 5.83 5.99 7.08 6.29 6.64 6.95 6.59 5.75
N40 (%) 1.56 1.82 2.44 2.13 2.12 2.45 2.06 1.83
Response 1 Melting Point ANOVA for Mixture Quadratic Model *** Mixture Component Coding is L_Pseudo. *** Analysis of variance table [Partial sum of squares - Type III] Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 1.23 2 0.62 66.98 0.0002 significant Linear Mixture 1.23 1 1.23 133.36 < 0.0001 AB 5.515E-003 1 5.515E-003 0.60 0.4739 Residual 0.046 5 9.203E-003 Lack of Fit 0.046 2 0.023 Pure Error 0.000 3 0.000 Cor Total 1.28 7 Std. Dev. 0.096 R-Squared 0.9640 Mean 38.76 Adj R-Squared 0.9496 C.V. % 0.25 Pred R-Squared 0.9304 PRESS 0.089 Adeq Precision 17.779 Response 4 N30 ANOVA for Mixture Quadratic Model Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F Model 3.40 2 1.70 69.88 0.0002 significant Linear Mixture 3.39 1 3.39 139.42 < 0.0001 AB 8.388E-003 1 8.388E-003 0.35 0.5824 Residual 0.12 5 0.024 Lack of Fit 0.032 2 0.016 0.54 0.6320 not significant Pure Error 0.089 3 0.030 Cor Total 3.52 7 Std. Dev. 0.16 R-Squared 0.9655 Mean 13.98 Adj R-Squared 0.9516 C.V. % 1.11 Pred R-Squared 0.9135 PRESS 0.30 Adeq Precision 18.179