SKRIPSI
PROSES PERANCANGAN SISTEM PEMERIKSAAN MUTU ORGANOLEPTIK PRODUK BUMBU PELEZAT SERBAGUNA SELAMA PROSES PRODUKSI DI PT. UNILEVER INDONESIA, TBK., CIKARANG
Oleh HANNA HERTA WASTI SIBARANI F24102126
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
i
Hanna Herta Wasti Sibarani. F24102126. Proses Perancangan Sistem Pemeriksaan Mutu Organoleptik Produk Bumbu Pelezat Serbaguna selama Proses Produksi di PT. Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang. Di bawah bimbingan: C. Hanny Wijaya dan Maulana W. Jumantara. 2007. RINGKASAN Mutu produk bagi suatu industri pangan seperti PT. Unilever Indonesia, Tbk. merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dijaga konsistensinya. Penyimpangan mutu produk dapat berakibat pada ketidakefisiensian berproduksi. Manajemen pabrik SCC&C PT. Unilever Indonesia, Tbk. menetapkan kebijakan untuk menerapkan sistem pemeriksaan mutu selama proses produksinya. Penetapan kebijakan ini berawal dari data historis pabrik yang menunjukkan tingginya jumlah produk yang tertahan dan tidak dapat segera dijual ke pasar. Salah satu penyebabnya ialah penyimpangan mutu organoleptik yang lolos dari ruang produksi. Pelaksanaan sistem pemeriksaan mutu selama proses produksi diharapkan dapat membantu pabrik SCC&C dalam menjaga konsistensi mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna. Peningkatan kapasitas produksi menjadi kendala bagi para operator untuk melakukan pemeriksaan mutu secara kontinu. Hal ini akhirnya mendorong manajemen pabrik SCC&C untuk membuka lapangan pekerjaan baru, yakni quality checker. Quality checker bertugas untuk memeriksa mutu produk selama proses produksi berlangsung, termasuk mutu organoleptik. Proses perancangan sistem pemeriksaan mutu organoleptik dilaksanakan dari segi manajemen dan segi teknis. Proses perancangan segi manajemen meliputi perancangan dan persiapan dokumen pendukung sistem seperti instruksi kerja. Proses perancangan segi teknis meliputi perbaikan metode uji organoleptik yang berlaku, pengembangan deskripsi kriteria mutu atribut kunci, dan persiapan sarana dan prasarana penunjang. Perbaikan pendekatan metode uji organoleptik dilakukan dengan menentukan atribut-atribut kunci produk bumbu pelezat serbaguna. Atribut-atribut kunci untuk produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam meliputi penampakan powder (free flowing, warna powder kuning muda dan bebas benda asing), flavor asin, gurih, spicy yang, meaty dan warna larutan kuning. Atribut-atribut kunci untuk produk bumbu pelezat serbaguna rasa sapi meliputi penampakan powder (free flowing, warna powder coklat muda dan bebas benda asing), flavor asin, gurih, spicy yang berasal dari lada, meaty dan warna larutan coklat. Batasan penerimaan mutu yang hendak dikembangkan dalam kegiatan magang dilakukan untuk atribut flavor dan warna larutan. Batasan penerimaan mutu atribut flavor belum berhasil dikembangkan. Batasan penerimaan atribut warna larutan sudah berhasil dikembangkan dan disajikan dalam bentuk fisik foto atau gambar larutan produk bumbu pelezat serbaguna. Dokumen pendukung sistem dirancang hingga terbentuknya rancangan instruksi kerja pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi dan format uji organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna. Sarana dan prasarana penunjang yang perlu disiapkan dalam implementasi sistem meliputi ruangan pemeriksaan mutu di dalam ruang produksi bumbu pelezat serbaguna di pabrik SCC&C dan perangkat pendukung yang akan digunakan dalam uji organoleptik.
i
PROSES PERANCANGAN SISTEM PEMERIKSAAN MUTU ORGANOLEPTIK PRODUK BUMBU PELEZAT SERBAGUNA SELAMA PROSES PRODUKSI DI PT. UNILEVER INDONESIA, TBK., CIKARANG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh HANNA HERTA WASTI SIBARANI F24102126
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
i
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PROSES PERANCANGAN SISTEM PEMERIKSAAN MUTU ORGANOLEPTIK PRODUK BUMBU PELEZAT SERBAGUNA SELAMA PROSES PRODUKSI DI PT. UNILEVER INDONESIA, TBK., CIKARANG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh HANNA HERTA WASTI SIBARANI F24102126 Dilahirkan pada tanggal 26 Februari 1984 di Jakarta Tanggal lulus: 15 Agustus 2007 Menyetujui, Bogor,
Agustus 2007
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr.
Ir. Maulana Wahyu Jumantara
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
i
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Februari 1984. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Harli Sibarani dan Edwina R.M. Lumbantobing. Pendidikan dasar penulis lalui di SD Marsudirini, Jakarta (1990-1996), SLTP Marsudirini
Immaculata,
Jakarta
(1996-1999).
Penulis
melanjutkan pendidikannya ke tingkat menengah di SMU Fons Vitae I, Jakarta (1999-2002). Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (sekarang Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama studinya di IPB, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan. Penulis terpilih menjadi Ketua Panitia Buku Asrama Putri IPB A-1, Ketua Panitia Lepas Landas Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian, serta Ketua Seksi Acara Panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII serta aktif dalam sejumlah kepanitiaan lainnya. Penulis juga aktif dalam UKM-PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) melalui Komisi Literatur di mana penulis pernah bertugas sebagai desainer layout dan penulis kontributor untuk Buletin Anggur Baru, Pemimpin Redaksi Buletin Anggur Baru (2003-2004) dan Wakil Koordinator Bidang Pelayanan (2004-2005). Pada tahun 2005-2006, penulis terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar Hokkaido University Student Exchange Program (HUSTEP) di Hokkaido University, Hokkaido, Jepang dengan beasiswa Japan Student Service Organization (JASSO). Selama studinya di Hokkaido, penulis aktif menjadi pengajar bahasa Indonesia melalui Nusantara Sapporo Indonesia (NSI), dan aktif dalam kegiatan seni pertunjukkan angklung bersama Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Sapporo. Penulis menyelesaikan studinya di IPB dengan melaksanakan tugas akhir dalam bentuk kegiatan magang di PT. Unilever Indonesia, Tbk. yang disusun menjadi skripsi dengan judul “Proses Perancangan Sistem Pemeriksaan Mutu Organoleptik Produk Bumbu Pelezat Serbaguna di PT. Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Ir. Maulana W. Jumantara.
i
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas skripsi ini yang telah terselesaikan dengan baik dan atas tahun-tahun studi di IPB yang telah penulis lalui. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan yang besar selama masa studi penulis di IPB dan selama penulisan skripsi ini: 1. Bapak, Ibu, Adik Ima, dan Adik Dimba. Thank you for your prayers, support and unconditional love for me. His love is in you. 2. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. atas semua bimbingan, nasehat, arahan selama studi penulis dan penulisan skripsi ini serta atas kesediaannya menjadi orang tua di kampus. 3. Bapak Maulana W. Jumantara selaku pembimbing lapang selama penulis melaksanakan kegiatan magang di PT. Unilever Indonesia, Tbk. 4. Ir. Tjahja Muhandri, MT. atas kesediaannya memberikan arahan, masukan selama kegiatan magang penulis dan atas kesediaannya menguji penulis saat ujian akhir sarjana. 5. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. atas kesediaannya menguji penulis saat ujian akhir sarjana dan memberikan masukan-masukan yang konstruktif untuk penulisan skripsi ini. 6. Ir. Budi Nurtama, MAgr. atas arahan-arahannya mengenai analisis statistik dan penyajian grafik di dalam skripsi ini. 7. Bapak Prima A. Susatya, Bapak Rochman Suhaya, Bapak Noer Iman dan Bapak Ariawan A. Herjuno atas bimbingan dan arahannya selama penulis melaksanakan kegiatan magang di Pabrik TBB dan Pabrik SCC&C PT. Unilever Indonesia, Tbk. 8. Ibu Mita Fermita, Ibu Aryani Sulistyowati, dan Ibu Lani Witarsa atas kesediaannya untuk berdiskusi banyak tentang produk di skripsi ini dan membuatkan semua sampel. 9. Tante Yanti atas waktunya serta berbagai arahan, masukan, informasi, kesempatan dan pinjaman buku-bukunya; Tante Nungki dan Naka yang telah menjadi teman penulis selama magang dan menulis skripsi.
vi
10. Teman-teman tercinta di TPG, khususnya Arvi, Yessica, Inggrid, Fenni, Karen, Steisi, Inal, Randy, Nanda, Rebeck, Tintin, Prasna, anak-anak Pubi (Ina, Farah, Nene, Tukep, Dora, Tissa, Tante, Nuy), kelompok D4 (Pretty, Dikres, Kiki), Okta, Ratna, Rika, Anas, Tya, Agnes, K’Mei, K’Yo, dan K’Helen. 11. Tissa: thank you for the information! Marlyna: thank you for the tips! 12. Teman-teman sepelayanan dari Komlit, PMK IPB atas semua doa dan dukungannya: Willy, Miaz, Prima, Christo, Naomi, Senta, dan semuanya. 13. Teman-teman sebimbingan angkatan 38-42: Mohung, Herold, Maya, Vivi, Aponk, Dea, Tuti, Eko, Bebe, Dion. 14. Teman-teman yang tak lekang oleh waktu dan terus memberi dukungan serta doa: Cheer, Nina, Lindsey, Brian, Miju, Louis, Eri, Akihisa, Hanasaka-san dan teman-teman English Cell. 15. Pak Ali Awaludin atas bantuannya mencarikan dan mengirimkan jurnal dari Sapporo, Jepang. 16. ‘Artis-artis’ Quality dan Office TBB: Pak Syahrul, Teh Nenden, Pak Kusnawa, Desi, Nanang, Mang Uwing, Dodo, Bu Diah, Mang Opan, Mang Roni. 17. Teman-teman TPM, Office SCC&C: Mas Edi, Mas Aris, Mbak Rika, Mbak Retno, Mbak Reni, Pak Mukhlis; bapak-bapak Supervisor Produksi SCC: Pak Mulyadi, Pak Slamet, Pak Imam, Pak Toto, Pak Tri; dan teman-teman Quality SCC&C: Bu Serena Wiranta, Bu Umi, Mbak Netih, Mas Kiel, Pak Eben, Pak Sule, Pak Kusmanto, Pak Yusman dan Pak Yusman (mikro) atas kesediaannya berdiskusi dan belajar banyak tentang product quality. 18. Pak Nunung dan teman-teman dari Oikumene Unilever Cikarang yang bersedia menerima penulis menjadi satu keluarga. 19. Semua panelis uji organoleptik yang telah bersedia meluangkan waktu untuk training dan seluruh uji organoleptik yang dilakukan: Evita, Masyuli, Pak Giyono, Pak Mamat, Pak Zulham, Yogo, Edi, Hernu, Andreas, Gundi, Sardan, Slamet, Ari, Jihan, dan Pudji. 20. Semua karyawan PT. Unilever Indonesia, Tbk yang telah begitu hangat menerima penulis menjadi bagian dari keluarga PT. Unilever Indonesia, Tbk. Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR..............................................................................
vi
DAFTAR ISI............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xiii
I. PENDAHULUAN..............................................................................
1
A. LATAR BELAKANG...................................................................
1
B. TUJUAN........................................................................................
2
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN.............................................. A. SEJARAH,
BIDANG
USAHA,
DAN
3
PRODUK
PERUSAHAAN.............................................................................
3
B. LOKASI PERUSAHAAN.............................................................
3
C. MANAJEMEN PERUSAHAAN..................................................
4
D. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN.............................
5
III. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
6
A. BUMBU PELEZAT SERBAGUNA.............................................
6
B. BAHAN
BAKU
BUMBU
PELEZAT
SERBAGUNA
PRODUKSI PT. UNILEVER INDONESIA, TBK.......................
6
1. Garam.........................................................................................
6
2. Gula............................................................................................
7
3. Penguat Rasa MSG....................................................................
7
4. Perisa..........................................................................................
8
5. Lemak nabati..............................................................................
8
6. Rempah-rempah.........................................................................
9
7. Zat Pewarna...............................................................................
10
C. PROSES PRODUKSI BUMBU PELEZAT SERBAGUNA DI PT. UNILEVER INDONESIA, TBK............................................
11
D. MUTU DAN PEMERIKSAAN MUTU........................................
11
viii
E. PEMERIKSAAN MUTU ORGANOLEPTIK.............................. F. MUTU
ORGANOLEPTIK
BUMBU
13
PELEZAT
SERBAGUNA...............................................................................
16
G. ALAT PENGENDALI MUTU......................................................
17
IV. KEGIATAN MAGANG....................................................................
18
A. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN...........................................
18
B. METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH..............................
18
1. Penelitian Pendahuluan..............................................................
20
2. Penelitian Lanjutan....................................................................
21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................
28
A. KEBIJAKAN MUTU
PENERAPAN
SELAMA
PROSES
SISTEM
PEMERIKSAAN
PRODUKSI
DI
PABRIK
SCC&C..........................................................................................
28
B. ANALISIS KEBUTUHAN PERUSAHAAN...............................
30
1. Upaya Mencari Penyebab Potensial Permasalahan...................
31
2. Hasil Studi Pustaka dan Kajian terhadap Persyaratan Penerapan Pemeriksaan Mutu Organoleptik.............................
35
C. TINDAKAN PERBAIKAN YANG DILAKUKAN.....................
41
1. Perbaikan Metode Uji Organoleptik..........................................
42
2. Penentuan Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk.......................................
42
3. Penentuan Batasan Penerimaan Mutu Organoleptik Masingmasing Atribut Kunci.................................................................
47
4. Perbaikan Dokumen Pemeriksaan Mutu Organoleptik Bumbu Pelezat Serbaguna...................................................................... D. PERANCANGAN
DAN
PERSIAPAN
SARANA
63
DAN
PRASARANA PENUNJANG.......................................................
65
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................
67
A. KESIMPULAN..............................................................................
67
B. SARAN..........................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
69
LAMPIRAN...............................................................................................
72
ix
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Persiapan Sampel Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam............................................................................................ 23
Tabel 2.
Persiapan Sampel Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi............................................................................................. 23
Tabel 3.
Skor Uji Organoleptik di Pabrik SCC&C.................................... 36
Tabel 4.
Atribut-atribut Sensori Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dan Sapi Hasil Focus Group Discussion........................... 44
Tabel 5.
Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk............................................................... 45
Tabel 6.
Hasil Uji Duncan terhadap Intensitas Atribut Sampel Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam........................................ 54
Tabel 7.
Hasil Uji Duncan terhadap Intensitas Atribut Sampel Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi.......................................... 60
x
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Proses Perancangan Sistem Pemeriksaan Mutu Organoleptik Bumbu Pelezat Serbaguna selama Proses Produksi............................................................ 19 Gambar 2. Diagram Alir Arus Produk Akhir dari Divisi Produksi ke Divisi Finish Product Storage.................................................
28
Gambar 3. Diagram Pareto Penyimpangan Mutu Penyebab Blocked Product Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. (Agustus 2006-Februari 2007)....................... 30 Gambar 4. Diagram Sebab Akibat Permasalahan Organoleptically Blocked Product di PT. Unilever Indonesia, Tbk....................
31
Gambar 5. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AA terhadap Intensitas Atribut Asin Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam............................................................................... 52 Gambar 6. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AG terhadap Intensitas Atribut Gurih Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam...............................................................................
52
Gambar 7. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AS terhadap Intensitas Atribut Spicy (AS) Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam.............................................................
53
Gambar 8. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AK terhadap Intensitas Atribut Spicy (AK) Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam............................................................. 53 Gambar 9. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AM terhadap Intensitas Atribut Meaty Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam...............................................................................
53
Gambar 10. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AP terhadap Intensitas Atribut Warna Larutan Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam.............................................................
54
Gambar 11. Hubungan antara Intensitas Atribut Warna Larutan dengan Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam............................................................. 55
xi
Gambar 12. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SA terhadap Intensitas Atribut Asin Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi.................................................................................. 58 Gambar 13. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SG terhadap Intensitas Atribut Gurih Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi.................................................................................. 58 Gambar 14. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SS terhadap Intensitas Atribut Spicy Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi..................................................................................
59
Gambar 15. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SM terhadap Intensitas Atribut Meaty Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi.................................................................................. 59 Gambar 16. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SF terhadap Intensitas Atribut Warna Larutan Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi................................................................
59
Gambar 17. Hubungan antara Intensitas Atribut Warna Larutan dengan Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi................................................................ 61
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Struktur Organisasi Divisi Foods PT. Unilever Indonesia, Tbk.....................................................................................
73
Struktur Organisasi Pabrik SCC&C PT. Unilever Indonesia, Tbk......................................................................
74
Proses Produksi Bumbu Pelezat Serbaguna di PT. Unilever Indonesia, Tbk.......................................................
75
Contoh Lembar Uji Organoleptik-Penentuan Batasan Penerimaan Mutu Produk Bumbu Pelezat Serbaguna.............................................................................
76
Ringkasan Hasil Uji Korelasi dan Regresi Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5.............................................................
78
Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Asin Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
80
Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Gurih Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
81
Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Spicy (AS) Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
82
Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Spicy (AK) Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5.............................................................
83
Lampiran 10. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Meaty Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
84
Lampiran 11. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Warna Larutan Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5.............................................................
85
Lampiran 12. Ringkasan Hasil Uji Korelasi dan Regresi Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5.............................................................
86
Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
xiii
Lampiran 13. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Asin Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
88
Lampiran 14. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Gurih Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
89
Lampiran 15. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Spicy Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
90
Lampiran 16. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Meaty Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5.............................................................................
91
Lampiran 17. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Warna Larutan Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5.............................................................
92
Lampiran 18. Hasil Uji Korelasi antara Intensitas Atribut Warna Larutan dan Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Bumbu Pelezat Serbaguna dengan Software SPSS 11.5...............................
93
Lampiran 19. Rancangan Kriteria Mutu Warna Larutan Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk.......................................................................................
94
Lampiran 20. Rancangan Instruksi Kerja Pemeriksaan Mutu Organoleptik selama Proses Produksi di PT. Unilever Indonesia, Tbk......................................................................
95
Lampiran 21. Rancangan Format Uji Organoleptik Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk..
98
Lampiran 22. Denah Lokasi Ruangan Pemeriksaan Mutu di dalam Ruang Produksi Bumbu Pelezat Serbaguna, Pabrik SCC&C, PT. Unilever Indonesia, Tbk.................................
99
xiv
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Bumbu pelezat serbaguna adalah salah satu jenis produk pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Beragam varian dan merk bumbu pelezat serbaguna dipasarkan di Indonesia. Oleh karena itu, persaingan antar produsen bumbu pelezat serbaguna di Indonesia pun menjadi semakin ketat. Masing-masing perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen termasuk mutu produk mereka masing-masing. Mutu adalah salah satu faktor penentu keberhasilan suatu produk yang beredar di pasaran saat ini. Masyarakat yang semakin maju terus menuntut peningkatan mutu produk yang mereka konsumsi, termasuk produk pangan. Oleh karena itu, jaminan mutu (Quality Assurance) kemudian memegang peranan penting dalam industri pangan. Jaminan mutu menurut Ishikawa (1982) adalah kondisi terjaminnya suatu produk sehingga produk tersebut dibeli oleh konsumen dengan penuh keyakinan dan kepercayaan serta digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Penerapan jaminan mutu dalam suatu industri diharapkan mampu memberikan proteksi terhadap kemungkinan terjadinya masalah-masalah mutu melalui isyarat dini baik dari sisi internal maupun eksternal (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Sebelum perusahaan melepas produk untuk dijual ke pasar, perusahaan harus memastikan bahwa produk yang mereka produksi telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Data historis milik pabrik Spread Cooking Category and Culinary (SCC&C), PT. Unilever Indonesia, Tbk. pada akhir tahun 2006 hingga awal tahun 2007 menunjukkan persentase jumlah produk bumbu pelezat serbaguna yang ditahan (blocked product) yang cukup tinggi. Produk yang ditahan adalah produk-produk akhir yang telah melewati proses serah terima dari Divisi Produksi ke Divisi Finish Product Storage (FPS) tetapi dinyatakan tidak memenuhi syarat setelah diperiksa oleh Divisi Quality. Produk-produk
1
seperti demikian tidak dapat langsung dilepaskan ke pasar tetapi harus dikembalikan ke Divisi Produksi untuk ditindak lanjuti. Produk-produk yang ditahan akibat tidak terpenuhinya standar mutu, termasuk standar mutu organoleptik, akan dianalisa lebih lanjut untuk dilihat kelayakannya untuk dijual. Produk-produk yang dinilai masih layak dijual akan dikerjakan ulang agar produk bumbu yang terkemas di dalamnya dapat digunakan kembali. Kegiatan pengerjaan ulang membutuhkan biaya yang tinggi, dari segi bahan baku kemasan, tenaga kerja, dan waktu. Selain itu, tingginya jumlah produk akhir yang ditahan berarti semakin rendah pula area gudang yang dapat digunakan untuk menyimpan produk akhir yang dapat dilepas ke pasar. Manajemen pabrik SCC&C PT. Unilever Indonesia, Tbk. memiliki kebijakan agar produk-produk yang tidak memenuhi syarat mutu tidak lolos ke konsumen atau tidak keluar dari ruang produksi. Tingginya jumlah produk bumbu pelezat serbaguna yang ditahan di gudang mendorong manajemen pabrik SCC&C untuk mengeluarkan kebijakan baru, yakni menerapkan sistem pemeriksaan mutu, termasuk pemeriksaan mutu organoleptik produk, selama proses produksi oleh karyawan yang bertugas khusus untuk memeriksa mutu produk. Karyawan-karyawan ini dinamakan quality checker. Quality checker harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang mutu produk, mulai dari produk standar hingga penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi pada produk. Kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna belum pernah dilaksanakan sebelumnya di pabrik SCC&C. Oleh karena itu, perlu dirancang dan disusun sistem yang baik demi kelancaran kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi. B. TUJUAN Tujuan dari kegiatan magang ini adalah untuk melakukan proses perancangan sistem pemeriksaan mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi sebagai upaya untuk mengurangi jumlah produk yang ditahan di gudang akibat tidak terpenuhinya standar mutu organoleptik.
2
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH, BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN PT.
Unilever
Indonesia,
Tbk.
merupakan
suatu
perusahaan
multinasional yang di Indonesia berstatus PMA (Penanaman Modal Asing). Perusahaan ini bergerak di bidang pengolahan pangan, deterjen, sabun, serta kosmetik dan termasuk perusahaan consumer goods terbesar di dunia. PT. Unilever Indonesia, Tbk merupakan cabang dari Unilever Ltd. yang beroperasi di 75 negara. Unilever Ltd. adalah hasil penggabungan perusahaan margarin, Margarine Union dan perusahaan sabun, Lever Brothers pada tahun 1930. Unilever pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1933 dan mengubah namanya menjadi PT. Unilever Indonesia, Tbk. pada tahun 1980. Bidang produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. terbagi menjadi empat divisi, yakni Divisi Home Care, Divisi Personal Care, Divisi Foods, dan Divisi Ice Cream. Divisi Home Care memproduksi deterjen dan produkproduk kebersihan untuk rumah tangga. Divisi Personal Care memproduksi produk-produk kebutuhan perawatan pribadi seperti shampo, body lotion, pasta gigi, dan deodoran. Divisi Ice Cream memproduksi es krim. Divisi Foods memiliki dua pabrik, yakni Spread Cooking Category and Culinary (SCC&C) dan Tea Based Beverages (TBB). Pabrik SCC&C memproduksi margarin dan bakery fat dengan merk dagang Blue Band, Minyak Samin, Master Cake Margarine, Multi Margarine, Cake Fat, Biscuit Fat, White Bread Emulsion, Gold Margarine, Pastry Fat, White Cream Fat, White Cream Fat Industry, dan Frytol, serta bermacam-macam bumbu masak dengan merk dagang Royco dan Knorr. Pabrik TBB memproduksi teh untuk dikonsumsi di dalam negeri maupun untuk diekspor dengan merk dagang Sariwangi, Bushells, Choya, Lipton, dan PG. B. LOKASI PERUSAHAAN PT. Unilever Indonesia, Tbk. berkantor pusat di Gedung Graha Unilever di Jl. Gatot Subroto Kav. 15, Jakarta Selatan. Pabrik Unilever
3
terdapat di dua kawasan industri, yaitu di Kawasan Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi. Pabrik Unilever yang berlokasi di Rungkut, Surabaya memproduksi sabun dan bahan kosmetik seperti Lux, Sunsilk, Pepsodent, Citra, dan sebagainya, sedangkan yang berlokasi di Cikarang, Bekasi memproduksi makanan dan non soap detergent. Di kawasan industri Cikarang, pabrik Unilever terbagi menjadi dua bagian, yaitu pabrik Foods yang terdiri atas pabrik SCC&C (Spread Cooking Category and Culinary), TBB (Tea Based Beverages), dan Ice Cream Wall’s serta pabrik NSD (Non Soap Detergent) dengan alamat Jl. Jababeka IX Blok D No.1-29 (Foods) dan Jl. Jababeka VI Blok O (NSD), Cikarang, Bekasi, Jawa Barat 17520. C. MANAJEMEN PERUSAHAAN Program pengembangan manajemen yang diberlakukan PT. Unilever Indonesia, Tbk. adalah program Total Productive Maintenance (TPM). Program TPM mengembangkan metode untuk mewujudkan zero failure (tanpa kesalahan), zero accident (tanpa kecelakaan), dan zero defect (tanpa cacat). Hal ini diwujudkan dengan perolehan sertifikat Total Productive Maintenance (TPM) dari Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM), Jepang oleh pabrik-pabrik PT. Unilever Indonesia, Tbk. Sebagai perwujudan dari komitmen perusahaan untuk menjamin standar mutu produk bertaraf internasional, seluruh pabrik PT Unilever Indonesia, Tbk. telah mendapat sertifikat ISO 9001, serta penghargaan nihil kecelakaan dari Unilever Global maupun pemerintah RI. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja karyawan, PT Unilever Indonesia, Tbk. juga mulai menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Untuk menjamin keamanan produk pangannya, pabrik-pabrik Divisi Foods dan Divisi Ice Cream PT. Unilever Indonesia, telah memperoleh sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
4
D. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN PT. Unilever Indonesia, Tbk. menggunakan struktur organisasi staf dan lini. Bentuk struktur organisasi pabrik SCC&C adalah struktur garis dan staf. Pada struktur ini pendelegasian wewenang langsung dan tidak langsung dilakukan oleh general manager, sedangkan general manager bertanggung jawab langsung kepada Supply Chain Director. Bagan struktur organisasi di pabrik SCC&C dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian struktur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Supply Chain Director Mengkoordinasi
aktivitas
teknik
dari
kegiatan
perusahaan
dan
bertanggung jawab memastikan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari seluruh sistem manajemen mutu perusahaan. 2. General Manager Manufacturing Foods Bertanggung jawab atas efektivitas dan efisisensi manajemen dari seluruh segi operasi, memastikan persediaan produk dengan mutu yang baik, biaya rendah, dan tepat waktu. 3. Production Manager Mengelola mutu produk sesuai spesifikasi dan kondisi proses, memastikan bahan mentah, materi pengemas, dan produk akhir disimpan dalam kondisi yang sesuai, mudah digunakan, dan mudah dipindahkan. 4. Engineering Manager Merencanakan dan mengatur pemeliharaan alat dan sarana pendukung proses produksi dan memastikan seluruh peralatan terinstalasi dengan benar. 5. Quality Manager Mengelola seluruh uji spesifik yang sesuai dan memeriksa mutu bahan mentah, material pengemas, dan produk akhir. 6. Development Manager Bertanggung jawab dalam pengembangan produk termasuk pemilihan bahan baku, formulasi, perancangan proses produksi dan spesifikasi produk.
5
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. BUMBU PELEZAT SERBAGUNA Bumbu pelezat serbaguna (seasoning) adalah campuran dari satu atau lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah yang ketika ditambahkan ke dalam suatu makanan, baik selama manufaktur maupun dalam persiapannya sebelum makanan itu disajikan, dapat memperkuat citarasa alami dari makanan tersebut sehingga meningkatkan penerimaannya oleh konsumen (Farell, 1985). Lee (1994) menjelaskan bahwa bumbu pelezat serbaguna dapat berupa campuran sederhana seperti campuran garam dan rempah-rempah yang digunakan untuk memperkuat flavor dari suatu produk daging. Akan tetapi, bumbu pelezat serbaguna dapat juga berupa campuran kompleks yang terdiri atas rempahrempah, flavor, pewarna, pemanis, dan sebagainya. Bumbu pelezat serbaguna umumnya berbentuk bubuk (powder) atau blok atau kubus. Bumbu pelezat serbaguna produksi PT. Unilever Indonesia Tbk, Cikarang, yang banyak terdapat di pasaran berbentuk powder dengan dua varian, rasa sapi dan ayam. Menurut Standar Nasional Indonesia, bumbu pelezat serbaguna mengandung ekstrak tertentu seperti ekstrak daging sapi (SNI 01-4273-1996), ayam (SNI 01-4281-1996) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan lainnya. B. BAHAN BAKU BUMBU PELEZAT SERBAGUNA PRODUKSI PT. UNILEVER INDONESIA, TBK. Bumbu pelezat serbaguna terdiri atas sejumlah bahan yamg memberikan pengaruh terhadap citarasa bahan pangan. Underriner (1994) menjelaskan bahwa sebaiknya bahan baku berbentuk bubuk siap pakai adalah salah satu bentuk dasar bahan baku bumbu pelezat serbaguna. Bahan baku bumbu pelezat serbaguna hasil produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. adalah sebagai berikut: 1. Garam Garam (NaCl) merupakan komponen utama dalam bumbu pelezat serbaguna produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. Menurut Hanas (1994),
6
garam termasuk suatu penguat rasa (flavor enhancer). Garam adalah bumbu makanan yang seringkali dipakai dalam setiap proses pemasakan. Umumnya garam berbentuk kristal berwarna putih pada suhu ruang dan tidak dapat terdisosiasi dengan mudah. Garam akan tetap kering pada RH 75% ke bawah, tetapi akan terlarut pada RH yang lebih tinggi. Garam termasuk bahan yang bersifat higroskopis. Garam dapat bertindak sebagai pengawet dengan menurunkan aktivitas air (aw) dan membatasi jumlah mikroba dalam bahan pangan. Garam juga dapat digunakan sebagai carrier dalam campuran flavor dengan memilih struktur kristalin yang sesuai untuk memerangkap bahan flavor (Hanas, 1994). 2. Gula Kemanisan adalah salah satu sensasi rasa paling penting bagi manusia. Gula (gula kristal putih) dalam bumbu pelezat serbaguna berperan sebagai pemanis. Akan tetapi, gula juga dapat berperan sebagai bulking agent, texture modifier, mouth-feel modifier dan pengawet (Salminen dan Hallikinen, 2002). Gula bersifat higroskopis sehingga jika ditambahkan ke dalam suatu bahan pangan akan mempengaruhi kekerasan dan teksturnya. Hal ini perlu diperhatikan dalam proses produksi maupun penyimpanan bumbu pelezat serbaguna yang menggunakan gula. Gula dapat menjadi lumpy jika terlalu banyak mengikat air dari udara. Akan tetapi, hal ini dapat dicegah dengan pencampuran dengan bahan tambahan pangan lainnya. 3. Penguat Rasa MSG MSG adalah penguat rasa yang terpenting kedua setelah garam dalam bumbu pelezat serbaguna. Penguat rasa adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk menguatkan rasa atau citarasanya (Sugita, 2002). Beberapa bahan yang paling sering digunakan sebagai penguat rasa meliputi monosodium L-glutamat (MSG), 5`-inosinat monofosfat (IMP), dan 5`-guanilat monofosfat (GMP).
7
MSG tidak memiliki rasa yang khas, tetapi dapat menguatkan citarasa bahan pangan lain, terutama daging dan ikan (Brown, 2000). MSG berperan untuk memberikan dengan rasa ‘gurih’ dalam bumbu pelezat serbaguna dan biasa dipakai dalam sup, kaldu, saus, dan kuah daging. MSG sangat larut air tetapi tidak higroskopik. MSG tidak mengalami dekomposisi saat dimasak dan selama penyimpanan, penampakan serta mutunya tidak berubah (Hanas, 1994). MSG dinyatakan sebagai bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi oleh JECFA (Joint Expert Committee
on
Food
Additives),
FAO
(Food
And
Agricultural
Organizaion), WHO (World Health Organization), Scientific Committee on Foods of the European Community, dan FDA (Food and Drug Administration). 4. Perisa Perisa adalah bahan yang dapat memberikan citarasa yang khas pada suatu bahan pangan. Perisa yang digunakan dalam bumbu pelezat serbaguna milik PT. Unilever Indonesia, Tbk adalah perisa daging ayam dengan ekstrak daging ayam dan perisa daging sapi dengan ekstrak daging sapi. Sinki dan Gordon (2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ekstrak umumnya adalah suatu senyawa aromatik yang diproduksi dengan memperlakukan suatu bahan alami yang masih mentah dengan suatu pelarut. Bahan ini dikonsentrasikan parsial maupun total dengan menghilangkan semua pelarut. Perisa ekstrak berbentuk larutan atau semipadat yang umumnya larut di dalam alkohol atau campuran air. Flavor yang digunakan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. dalam produksi bumbu pelezat serbaguna berbentuk padat. Keduanya termasuk flavor campuran antara flavor alami dan flavor buatan. 5. Lemak Nabati Lemak nabati yang digunakan dalam bumbu pelezat serbaguna milik PT. Unilever Indonesia, Tbk. adalah minyak kelapa sawit yang
8
dihidrogenasi sehingga titik lelehnya menjadi 50oC. Dengan demikian, bentuknya menjadi padat pada suhu ruang. Fungsi minyak kelapa sawit terhidrogenasi dalam bumbu pelezat serbaguna ialah sebagai pengikat dan pelapis bahan-bahan lain yang ditambahkan sebagai campuran bumbu serta sebagai agen anti debu. Proses pelapisan tersebut dinamakan pembasahan (wetting) padatan dengan cairan. Menurut Mollet dan Grubenmann (2001), debu adalah partikel-partikel di dalam atmosfer yang memiliki diameter 0,002-100 µm dan berasal dari bahan baku yang telah tercampur. Sebagai anti debu, minyak nabati akan mencegah bumbu pelezat serbaguna agar tidak mudah tercecer ketika diisikan ke dalam kemasan. Dengan demikian, peluang bumbu terjepit di dalam seal menjadi lebih kecil. Menurut Gunstone (2002), minyak nabati yang digunakan sebagai pelapis produk pangan harus berbentuk cair pada suhu ruang dan harus memiliki stabilitas
oksidatif
yang
tinggi.
Minyak
kelapa
sawit
terhidrogenasi yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan bumbu pelezat serbaguna harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 75-80oC sehingga bentuknya menjadi cair dan lebih mudah digunakan. 6. Rempah-rempah Rempah-rempah adalah bagian aromatik dari tanaman yang dapat digunakan untuk memberikan flavor ke dalam makanan (Clarke, 1994). Produk bumbu pelezat serbaguna miliki PT. Unilever Indonesia, Tbk. juga menggunakan sejumlah rempah-rempah seperti berikut: a. Lada Lada (Piper nigrum L.) adalah salah satu rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu masakan di dunia. Lada memiliki rasa yang pedas dan aroma yang khas. Lada yang biasa digunakan terdiri atas lada hitam, lada putih, dan lada hijau. Masing-masing terbentuk sebagai hasil fermentasi. Rasa pedas paling kuat terdapat pada lada hijau, sedangkan rasa pedas paling lemah terdapat pada lada putih. Lada
9
hitam memiliki rasa pedas yang sedang (Clarke, 1994). Rasa dan aroma lada yang khas diberikan oleh hidrokarbon monoterpen (Katzer, 2006). Kekhasan seperti inilah yang disukai. Lada yang biasa digunakan dalam proses produksi bumbu pelezat serbaguna berbentuk bubuk. b. Seledri Seledri (Apium graveolens L.) adalah tanaman aromatik. Bagian yang digunakan dari tanaman seledri dalam bumbu pelezat serbaguna adalah bijinya. Menurut Clarke (1994), biji seledri memiliki rasa pahit khas seledri. Umumnya biji seledri digunakan dalam bentuk utuh dalam bumbu pelezat serbaguna atau bentuk bubuk. Biji seledri banyak digunakan di dalam sup dan saus. c. Kunyit Kunyit (Curcuma longa L.) atau turmeric adalah tanaman rempah dan obat yang banyak ditanam di daerah Asia Tenggara. Minyak atsiri kunyit, cucurmin, memberikan warna kuning dan flavor mild serta earthy (Clarke, 1994). Kunyit banyak digunakan sebagai pewarna alami untuk warna kuning pada berbagai makanan olahan. Kunyit banyak digunakan dalam bentuk bubuk karena warna yang diberikannya lebih stabil. 7. Zat Pewarna Zat pewarna yang digunakan adalah zat pewarna makanan yang diizinkan dan bersertifikasi. Di PT. Unilever Indonesia, Tbk., zat pewarna sebagai bahan baku hanya digunakan untuk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam. Pewarna yang digunakan akan memberikan warna kuning lemon. Pewarna yang digunakan bersifat stabil pada kisaran pH 3-8, juga terhadap panas (105oC) dan asam. Pewarna tersebut juga bersifat stabil terhadap cahaya tetapi kurang stabil terhadap basa dan SO2.
10
C. PROSES PRODUKSI BUMBU PELEZAT SERBAGUNA DI PT. UNILEVER INDONESIA, TBK. Proses produksi bumbu pelezat serbaguna di PT. Unilever Indonesia, Tbk. terdiri atas lima tahap utama, yakni penimbangan bahan, pencampuran (mixing), pengayakan, pengisian dan pengeliman. Proses produksi bumbu pelezat serbaguna di PT. Unilever Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3. Satu campuran bumbu pelezat serbaguna dalam pabrik SCC&C PT. Unilever Indonesia, Tbk. dinamakan satu batch produk bumbu pelezat serbaguna. Campuran bumbu pelezat serbaguna yang dicampur di dalam mesin mixer. Kegiatan mengeluarkan campuran bumbu dari dalam mesin mixer dinamakan dumping atau unloading. Tahap produksi setelah dumping ialah ageing. Ageing adalah waktu pendiaman produk agar terbentuk karakter produk sesuai yang diinginkan, khususnya karakteristik flavor. Bumbu pelezat serbaguna terdiri atas sejumlah bahan yang memiliki karakteristik flavor yang berbeda. Setelah pencampuran, beragam flavor yang berasal dari bahan yang berbeda akan terbentuk menjadi satu kesatuan flavor. Hal ini dinamakan efek ageing (Hirasa dan Takemasa, 1998). Tahap ageing dilanjutkan dengan proses pengayakan. Pengayakan bertujuan untuk menahan benda-benda asing yang mungkin terdapat dalam campuran bumbu pelezat serbaguna dan partikel-partikel bumbu yang berukuran besar. Setelah pengayakan, campuran bumbu pelezat serbaguna dikemas pada masing-masing ukuran kemasan sesuai dengan varian yang diproduksi. Produk bumbu pelezat serbaguna yang telah dikemas kemudian dikemas lanjut di dalam kemasan sekunder berupa kardus fibrite. Setelah itu, produk bumbu pelezat serbaguna ini disimpan di gudang sebelum diluncurkan untuk dijual di pasar. D. MUTU DAN PEMERIKSAAN MUTU Mutu memiliki beragam definisi. Umumnya mutu dinilai dari penampilan, hasil kerja atau pemenuhan terhadap persyaratan. Para ahli telah memberikan beragam definisi mengenai mutu. Juran (1974) diacu dalam
11
Herjanto (2006) mengartikan mutu sebagai kesesuaian dengan kegunaan (fitness for use). Crosby (1979) diacu dalam Herjanto (2006) mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian dengan persyaratan. Gasperz (2006b) mendefinisikan mutu sebagai segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan. Mutu memiliki peranan yang besar dalam menjaga nama baik perusahaan dan dalam mengembangkan usahanya. Reputasi perusahaan seringkali ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam mengendalikan mutu komoditas yang dihasilkannya dan kemampuannya dalam melayani keinginan konsumen. Saat ini, mutu menjadi faktor penting bagi suatu perusahaan dalam rangka memasuki dan memperoleh pangsa pasar. Perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang miskin sumber daya alam berhasil menguasai pasar dunia dengan menjaga mutu produk-produknya tetap tinggi. Pencapaian mutu produk yang telah ditetapkan termasuk sasaran utama produksi bagi perusahaan selain untuk mencapai volume dan kecepatan produksi (Soekarto, 1990). Kedua sasaran itu dapat saling bertentangan. Oleh karena itu, keduanya harus dapat dicapai secara simultan. Untuk itu perlu kerjasama yang erat antara sistem produksi dan sistem pengendalian mutu (quality control). Soekarto (1990) menjelaskan bahwa pengendalian mutu bertujuan untuk memberi pedoman mutu bagi produsen, melindungi konsumen, dan mengendalikan proses di tingkat industri. Salah satu aplikasi dari sistem pengendalian mutu adalah kegiatan pengawasan atau pemeriksaan mutu (quality inspection). Pemeriksaan mutu adalah suatu kegiatan pengukuran karakteristik mutu untuk mengetahui kesesuaian produk yang dihasilkan dengan standar atau spesifikasi. Standar atau spesifikasi mutu menurut ISO adalah suatu spesifikasi teknis mengenai mutu suatu komoditas atau dokumen lain yang dibuat dengan cara kerjasama dan konsensus antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan dasar ilmu pengetahuan, teknologi dan pengalaman sehingga standar mutu itu dapat dimanfaatkan masyarakat secara optimal. Standar atau spesifikasi digunakan sebagai acuan yang akan
12
membantu perusahaan dalam menjaga dan mengukur mutu produk yang dihasilkannya agar tetap seragam. Pemeriksaan mutu produk diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada perusahaan itu sendiri (internal) dan pelanggan (eksternal) bahwa mutu produk yang dihasilkan benar-benar telah sesuai dengan spesifikasi. Semakin sering pemeriksaan dilakukan, maka semakin sedikit peluang produk cacat yang lolos atau terkirim ke konsumen. Pemeriksaan mutu umumnya dilakukan dalam bentuk pengujian, seperti uji mikrobiologi, uji organoleptik, dan sebagainya, atau dalam bentuk pengukuran, seperti pengukuran panjang, berat, dan sebagainya. Muhandri dan Kadarisman (2005) menjelaskan bahwa kegiatan pemeriksaan mutu sebaiknya meliputi langkah-langkah penyusunan standar dan
spesifikasi
mutu,
pengukuran
karakteristik
mutu
dari
produk,
pembandingan hasil pengukuran dengan standar, penentuan status kesesuaian, pemisahan produk yang tidak sesuai, dan pembuatan catatan hasil pemeriksaan. Bentuk kegiatan pemeriksaan mutu bervariasi mengikuti kebutuhan dan kondisi yang terjadi di perusahaan. Oleh karena itu, tidak ada bentuk pemeriksaan mutu yang benar-benar sama untuk semua perusahaan. Pemeriksaan mutu umumnya dilaksanakan di dalam perusahaan sebelum produk dijual ke pasar di bawah tanggung jawab divisi Jaminan Mutu (Quality Assurance/QA). Namun, tanggung jawab akan mutu produk tidak hanya menjadi tanggung jawab divisi QA semata, tetapi juga divisi produksi dan Research and Development (R&D) yang ada di perusahaan tersebut. E. PEMERIKSAAN MUTU ORGANOLEPTIK Mutu organoleptik adalah mutu produk yang dinilai dari sifat-sifat organoleptiknya. Sifat organoleptik adalah sifat-sifat produk yang tidak dapat diukur dengan instrumen fisik selain dengan menggunakan indera manusia sebagai alat pengukur, yakni mata untuk melihat, hidung untuk mencium, telinga untuk mendengar, kulit untuk meraba serta rongga mulut untuk mencicip produk. Sifat organoleptik banyak ditemukan pada produk pangan, seperti rasa, aroma, warna, tekstur di dalam mulut, kerenyahan, dan
13
sebagainya. Orang yang bertindak sebagai alat pengukur sifat-sifat organoleptik dinamakan panelis. Mutu organoleptik suatu produk dapat diketahui dari spesifikasi mutu organoleptik yang digunakan perusahaan. Carpenter et al. (2000) menjelaskan bahwa spesifikasi organoleptik adalah suatu dokumen yang secara jelas mengidentifikasikan karakter-karakter organoleptik yang penting dari suatu produk dan dapat dijadikan dasar persetujuan antara pembeli dan penjual produk tersebut. Spesifikasi organoleptik sebaiknya dilengkapi dengan deskripsi atribut-atribut produk, baik yang diterima atau tidak (Floyd, 1999). Pencapaian mutu organoleptik produk dapat diketahui melalui uji organoleptik. Uji organoleptik adalah uji yang dilakukan untuk menilai suatu produk dengan menggunakan indera manusia sebagai alat pengukur (Meilgaard et al., 1999). Uji organoleptik banyak dilakukan untuk menilai beragam produk yang dikonsumi manusia seperti bahan pangan, kosmetik, obat-obatan, tekstil dan sebagainya. Selain untuk pemeriksaan mutu, uji organoleptik juga banyak digunakan dalam upaya pengembangan produk dan pemasarannya. Menurut Poste et al. (1991), secara garis besar, uji organoleptik terbagi menjadi tiga jenis uji utama, yakni uji pembedaan (difference test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective test). Uji pembedaan dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar sejumlah sampel produk. Uji deskripsi dilakukan untuk mengetahui deskripsi aspek organoleptik suatu produk. Uji afektif dilakukan untuk mengetahui penerimaan atau preferensi panelis terhadap produk. Muñoz (2002) menggunakan istilah in-plant QC/sensory program untuk sistem pemeriksaan mutu organoleptik di dalam pabrik. Penerapan pemeriksaan mutu organoleptik di dalam suatu perusahaan menuntut komitmen dari manajemen perusahaan (Floyd, 1999). Persyaratan minimum untuk menerapkan kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik di dalam suatu perusahaan meliputi pemilihan metode uji organoleptik yang paling sesuai dengan perusahaan, pendefinisian atribut kunci serta batasannya, penetapan spesifikasi organoleptik produk, pelatihan panelis, protokol penyiapan dan
14
penyajian sampel, implementasi, monitoring, serta penggunaan hasil uji organoleptik dalam proses pembuatan keputusan (Muñoz, 2002). Muñoz et al. (1992) diacu dalam Muñoz (2002) menjelaskan bahwa ada beberapa metode uji organoleptik yang dapat digunakan dalam program pengawasan mutu. Metode uji ini meliputi analisa deskripsi yang disederhanakan (reduced descriptive analysis), beda dari kontrol (difference from control), rating mutu, dan metode “masuk/keluar” (“in/out”). Suatu metode uji organoleptik harus dapat memberikan data organoleptik yang berguna dan dapat dipercaya. Selain itu, metode ini juga harus dapat bersifat praktis. Selanjutnya Muñoz menambahkan bahwa dalam kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik, penilaian perlu difokuskan hanya pada atribut kritis yang bersama-sama akan mendefinisikan kisaran mutu produk yang khas atau off. Atribut kritis adalah atribut-atribut organoleptik yang menonjol dari suatu produk dan mempengaruhi hampir keseluruhan mutu produk tersebut. Ada beberapa istilah yang digunakan para ilmuwan untuk atribut seperti ini. Ivory (1994) menggunakan istilah parameter kritis, Meilgaard et al. (1999) menggunakan istilah atribut sensori kunci dan Carpenter et al. (2000) menggunakan istilah parameter mutu. Istilah yang digunakan dalam tulisan ini adalah atribut kunci. Atribut kunci merupakan kunci dalam menentukan mutu produk sesuai dengan spesifikasi atau tidak. Panelis dalam kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik harus melewati tahap penyeleksian sensori dan harus mengikuti serangkaian pelatihan termasuk pelatihan mengenai uji organoleptik, spesifikasi produk dan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan mutu yang muncul pada produk (Carpenter et al., 2000). Lokasi pemeriksaan mutu organoleptik juga harus diperhatikan. Jika pemeriksaan mutu organoleptik dilakukan di dalam pabrik, sebaiknya lokasi pemeriksaan tidak terkontaminasi aroma atau bau dari produk-produk yang dihasilkannya. Selain itu, produk sebaiknya tidak diperiksa di daerah-daerah yang cenderung akan mengubah karakteristik organoleptik produk seperti karena adanya perbedaan suhu dan RH yang tinggi.
15
F. MUTU ORGANOLEPTIK BUMBU PELEZAT SERBAGUNA Mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna diatur atau diuraikan di dalam spesifikasi organoleptiknya. Spesifikasi produk akhir sebaiknya terdiri atas definisi atribut-atribut yang signifikan dan terukur. Menurut Lee (1994), spesifikasi organoleptik bumbu pelezat serbaguna berisi deskripsi umum flavor, aroma, warna dan penampakan umum produk. Umumnya, spesifikasi organoleptik disusun dalam satu kesatuan spesifikasi produk bersama-sama dengan: 1) keterangan bahan baku (komposisi, bahan tambahan pangan, informasi kuantitatif jika diperlukan, status legal jika penetapannya termasuk dalam legislasi flavor), 2) standar mikrobiologi (angka lempeng total, kapang dan khamir, E. coli, koliform, Salmonella, kelompok atau organisme patogen lain), 3) karakteristik kimia dan fisik (kadar garam, air, lemak, protein, ukuran partikel, warna), 4) flavor (rasa dan aroma), dan 5) umur simpan, kemasan, penyimpanan, dan syarat penanganan. Ivory (1994) menjelaskan bahwa dalam praktik industri bumbu pelezat serbaguna terdapat tiga indikator kritis terhadap konsistensi mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna bagi para pengguna akhir produk tersebut. Ketiga indikator kritis tersebut adalah flavor, warna, dan kadar garam. Flavor menurut
Hall (1968) diacu dalam Sinki dan Gordon (2002) adalah total
karakter dari semua bahan yang dimasukkan ke dalam mulut dan dirasakan oleh indera perasa dan pencium, serta oleh reseptor sakit dan perasa di dalam mulut sebagaimana yang diterima dan diinterpretasikan oleh otak. Flavor termasuk dalam sifat organoleptik bumbu pelezat serbaguna yang tidak dapat diukur oleh alat pengukur selain indera manusia. Begitu pula halnya warna, tetapi warna dapat pula diukur secara objektif, misalnya dengan colorimeter. Warna menurut von Elbe dan Schwartz (1999) termasuk salah satu atribut mutu terpenting dari bahan pangan. Hal ini dikarenakan warna adalah karakteristik pertama yang diterima oleh konsumen dan sangat diperlukan dalam mengidentifikasi dan menerima suatu produk pangan (Hanas, 1994). Warna suatu bahan pangan seringkali dikaitkan dengan jenis bahan baku suatu produk pangan, tingkat kematangan, bahkan persepsi flavor. Walaupun kadar garam tidak diukur secara organoleptik, rasa asin yang dihasilkan oleh garam
16
dapat diukur secara organoleptik. Oleh karena itu, jika kedua parameter ini dikontrol secara bersamaan, data yang satu akan menunjang data lainnya. G. ALAT PENGENDALI MUTU Alat pengendali mutu atau yang biasa dikenal dengan Seven Tools for Quality Control adalah instrumen fundamental yang digunakan manajemen mutu dalam upaya untuk meningkatkan mutu produk terus-menerus. Alat bantu ini dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa dan digunakan untuk mengidentifikasi masalah utama, menganalisis proses produksi, mengontrol terjadinya fluktuasi mutu produk, serta untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah
mutu
yang
ada
maupun
terhadap
penyimpangan-
penyimpangan mutu yang mungkin terjadi di masa depan (Arpah, 2006). Alat pengendali mutu terdiri atas check sheet, diagram Pareto, diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan atau diagram Ishikawa, histogram, diagram pencar, grafik, dan bagan kendali. Ketujuh alat ini dinamakan juga The Old Seven Tools for Quality Control. Saat ini telah dikembangkan tujuh alat pengendali mutu yang baru oleh Japanese Society for Quality Control, yakni diagram afinitas, diagram hubungan timbal balik, diagram pohon, grid prioritas, diagram matriks, bagan proses keputusan program, dan diagram jaringan kerja (Herjanto, 2006). Alat-alat tersebut hanyalah alat bantu dan tidak semua alat harus digunakan di dalam suatu perusahaan. Manajemen perusahaan sebaiknya memilih alat yang paling sesuai dengan permasalahan yang hendak dipecahkan. Manajemen juga dapat memodifikasi alat yang ada dan mengembangkan alat baru yang dinilai lebih sesuai dengan kondisi perusahaan.
17
IV. KEGIATAN MAGANG
A. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Manajemen pabrik SCC&C mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan sistem pemeriksaan mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna selama proses produksinya. Hal ini didorong oleh beberapa hal, seperti tingginya jumlah produk bumbu pelezat serbaguna yang tertahan akibat penyimpangan mutu organoleptik dan meningkatnya kapasitas produksi bumbu pelezat serbaguna. Peningkatan kapasitas produksi tentu saja harus diiringi dengan pemeliharaan mutu produk, bahkan dengan peningkatan mutu produk jika memungkinkan. Kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna akan dilaksanakan oleh karyawan yang bertindak sebagai panelis. Akan tetapi, kegiatan ini belum pernah diterapkan sebelumnya di dalam pabrik SCC&C. Oleh karena itu, kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi harus dipersiapkan dengan baik hingga terbentuk suatu sistem kerja yang sistematis dan berdaya guna. Persiapan dan perancangan yang dikehendaki meliputi persiapan tenaga kerja, prosedur kerja, serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. B. METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metode pemecahan masalah terbagi atas tiga bagian utama, yakni penelitian
pendahuluan,
penelitian
lanjutan
dan
perumusan
langkah
implementasi (Gambar 1). Kegiatan yang dilakukan selama kegiatan magang adalah penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Perumusan langkah implementasi tidak dilaksanakan selama kegiatan magang karena keterbatasan waktu yang ada.
18
Penelitian Pendahuluan
Analisis penyebab blocked product bumbu pelezat serbaguna
Diagram Pareto blocked product
Observasi, wawancara dan studi pustaka
Analisis kebutuhan perusahaan
Penelitian* Lanjutan
Perumusan** Langkah Implementasi
Tidak
Diagram akibat
sebab
Kajian terhadap spesifikasi organoleptik bumbu pelezat serbaguna, metode dan dokumen pemeriksaan mutu organoleptik
Referensi insruksi kerja spesifikasi
Penentuan atribut kunci bumbu pelezat serbaguna
Profil atribut kunci, FGD, studi pustaka
Penentuan batasan penerimaan mutu produk bumbu pelezat serbaguna berdasarkan atribut kunci terpilih
Uji hedonik,uji rating, analisis korelasi dan regresi
Perbaikan metode uji organoleptik, dokumen uji organoleptik untuk pemeriksaan mutu organoleptik
Rancangan lembar kriteria mutu produk, instruksi kerja, format uji organoleptik
Pelatihan panelis
Perancangan keseluruhan sistem kerja pemeriksaan mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi
Perancangan sistem sesuai dengan kebutuhan?
Panelis terlatih untuk pemeriksaan harian Perancangan pembagian waktu, area/ruang kerja dan kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi
Ya Implementasi kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi * Upaya perbaikan metode uji organoleptik untuk pemeriksaan mutu organoleptik **Usulan tahap kegiatan selanjutnya karena tidak dilaksanakan selama kegiatan magang
Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Proses Perancangan Sistem Pemeriksaan Mutu Organoleptik Bumbu Pelezat Serbaguna selama Proses Produksi
19
1. Penelitian Pendahuluan a. Diagram Pareto Diagram Pareto merupakan diagram yang digunakan untuk mengetahui penyebab dari suatu masalah. Diagram Pareto menunjukkan 80% masalah dapat diatasi jika penyebab utama yang umumnya ditimbulkan oleh sekelompok kecil penyebab utama (20%) dapat diselesaikan (Arpah, 2006). Diagram Pareto dalam penelitian pendahuluan ini digunakan untuk mengetahui variasi penyimpangan mutu yang menjadi penyebab penahanan bumbu pelezat serbaguna. b. Observasi Lapang, Wawancara dan Studi Pustaka Observasi lapang dilakukan dengan mengamati dan ikut serta dalam proses produksi untuk mengetahui proses produksi yang dilakukan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu bumbu pelezat serbaguna. Wawancara dilakukan oleh penulis terhadap karyawan yang bekerja di PT. Unilever Indonesia, Tbk., baik karyawan yang menangani produk secara langsung maupun Divisi Produksi, Quality, dan Development dari pabrik SCC&C. Studi pustaka dilakukan dengan mencari literatur di perpustakaan PT. Unilever Indonesia, Tbk., perpustakaan Fateta, perpustakan PAU-IPB, perpustakaan lainnya serta internet.
c. Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat atau diagram Ishikawa atau diagram tulang ikan (fishbone) adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara suatu masalah (efek) dengan penyebab potensialnya (Herjanto, 2006). Diagram sebab akibat digunakan untuk mengembangkan variasi yang luas atas suatu topik dan hubungannya, termasuk dalam perencanaan suatu kegiatan. Penyusunan diagram sebab akibat umumnya dilakukan setelah pelaksanaan brainstorming. Diagram sebab akibat terdiri atas satu batang pokok yang menggambarkan kepala ikan, yakni akibat atau masalah yang akan dicari penyebabnya. Cabang dari batang pokok menunjukkan penyebab dari
20
masalah itu. Pada umumnya, pengelompokannya didasarkan atas unsur manusia, mesin, metode, material, dan lingkungan. Faktor-faktor penyebab yang lebih rinci ditulis pada ranting dari masing-masing cabang. Analisis dilakukan dengan membandingkan data atau keadaan dengan persyaratan tiap faktor dalam hubungannya dengan akibat, sehingga dapat diketahui penyebab utama yang mengakibatkan terjadinya masalah yang diamati. d. Kajian terhadap Spesifikasi Bumbu Pelezat Serbaguna, Metode dan Dokumen Pemeriksaan Mutu Organoleptik Spesifikasi bumbu pelezat serbaguna serta metode dan dokumen pemeriksaan mutu organoleptik dikaji untuk mengetahui kesesuaiannya dengan kebutuhan perusahaan. Spesifikasi bumbu pelezat serbaguna dikaji untuk mengetahui apakah sudah mencakup spesifikasi organoleptik serta deskripsi tentang atribut-atribut kunci bumbu pelezat serbaguna. Metode dikaji untuk mengetahui jenis uji organoleptik yang biasa digunakan dalam pemeriksaan mutu organoleptik bumbu. Dokumen pemeriksaan mutu organoleptik yang dikaji meliputi instruksi kerja dan format uji organoleptik yang digunakan dalam pemeriksan mutu bumbu pelezat serbaguna. 2. Penelitian Lanjutan a. Penentuan Atribut Kunci Bumbu Pelezat Serbaguna Tahap awal dalam menentukan atribut kunci produk bumbu pelezat serbaguna dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD). FGD termasuk analisa kualitatif yang dilakukan selama 1 atau 2 jam untuk menentukan respon secara keseluruhan terhadap suatu konsep atau prototipe (Meilgaard et al., 1999). Kegiatan ini dipimpin oleh seorang moderator. FGD dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan atribut-atribut utama yang terdeteksi dari produk bumbu pelezat serbaguna yang dianalisa. Bahan yang digunakan adalah gold standard produk bumbu pelezat serbaguna yang diproduksi dengan skala laboratorium. Gold standard adalah produk standar yang terbuat dari bahan-bahan baku terpilih dan bebas cacat untuk digunakan kemudian sebagai standar pokok (ultimate standard) yang
21
menjadi patokan dari semua penilaian (Ivory, 1994). Kegiatan ini diikuti oleh 8-12 panelis terpilih yang merupakan karyawan pabrik SCC&C. Masing-masing panelis diberi larutan 0,016% (w/v) gold standard bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan rasa sapi dan diminta untuk mengevaluasi flavor (rasa dan aroma), warna larutan dan warna powder masing-masing produk serta mendeskripsikan atribut-atribut yang terdeteksi. Hasilnya ditulis dengan bahasa masing-masing panelis pada lembar kuesioner. Informasi tentang atribut flavor dan warna yang diperoleh dijabarkan dan ditulis di papan tulis oleh moderator. Selanjutnya atribut flavor dan warna yang maknanya saling tumpang-tindih dieliminasi. Atributatribut yang tersisa kemudian diberi definisi untuk digunakan kemudian. Tahap selanjutnya dalam FGD adalah melakukan konsensus terhadap atribut flavor dan warna terpilih. Tujuannya ialah untuk menentukan atribut flavor dan warna yang terdeteksi oleh semua panelis dan disetujui oleh semua panelis dengan persepsi dan definisi yang sama. Atribut-atribut hasil konsensus akan digunakan sebagai calon atribut kunci yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan mutu rasa dan aroma selama proses produksi. Atribut-atribut yang tidak terpilih tidak akan dipakai sebagai calon atribut kunci untuk produk bumbu pelezat serbaguna. Calon atribut kunci yang diperoleh akan disesuaikan dengan profil atribut sensori dan spesifikasi organoleptik bumbu pelezat serbaguna yang ada di dalam perusahaan. Pada saat yang sama, dilakukan diskusi dengan Divisi Development dan Divisi Quality. Calon atribut-atribut kunci akan dipilih menjadi atribut kunci jika dinilai mewakili keseluruhan mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna. b. Penentuan Batasan Penerimaan Mutu Produk Serbaguna berdasarkan Atribut Kunci Terpilih
Bumbu
Pelezat
Penentuan batasan penerimaan mutu produk bumbu pelezat serbaguna dilakukan dengan pendekatan uji organoleptik. Uji organoleptik berupa uji rating dan uji hedonik dilakukan secara bersamaan terhadap sampel bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan rasa sapi. Sampel yang diuji
22
akan mewakili masing-masing atribut kunci terpilih. Uji-uji organoleptik ini dilaksanakan dengan menggunakan panelis terlatih. Panelis terlatih diperoleh dari hasil seleksi panelis. Kegiatan ini terdiri atas tiga tahap utama, yakni persiapan sampel, pelatihan panelis dan uji organoleptik. 1) Persiapan Sampel Bumbu Pelezat Serbaguna Sampel-sampel
untuk
uji
organoleptik
disiapkan
dengan
menentukan bahan baku pendukung atribut terlebih dahulu. Bahan baku pendukung atribut adalah bahan-bahan baku yang akan membentuk atribut sensori produk. Hasil penentuan bahan baku pendukung atribut beserta konsentrasinya untuk masing-masing varian bumbu pelezat serbaguna dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Persiapan Sampel Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam Perlakuan* A B C D E Bahan baku pendukung atribut
Asin
Gurih
AA1 AA2 AA3 AA4 AA5
AG1 AG2 AG3 AG4 AG5
AA
AG
Spicy (AS) AS1 AS2 AS3
Atribut Spicy (AK) AK1 AK2 AK3
AS
AM1 AM1 AM3 AM4 AM5
Warna larutan AP1 AP2 AP3 AP4 AP5
AM
AP
Meaty
AK
*Jenis perlakuan dibedakan berdasarkan urutan konsentrasi bahan baku pendukung atribut dari yang terendah (A) hingga yang tertinggi (E)
Tabel 2. Persiapan Sampel Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi Atribut Perlakuan* A B C D E Bahan baku pendukung atribut
Asin
Gurih
Spicy
Meaty
SA1 SA2 SA3 SA4 SA5
SG1 SG2 SG3 SG4 SG5
SS1 SS2 SS3
SM1 SM2 SM3 SM4 SM5
Warna larutan SF1 SF2 SF3 SF4 SF5
SA
SG
SS
SM
SF
*Jenis perlakuan dibedakan berdasarkan urutan konsentrasi bahan baku pendukung atribut dari yang terendah (P) hingga yang tertinggi (T)
23
Masing-masing atribut kunci akan dibuat lima sampel dengan konsentrasi yang berbeda, mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar. Perbedaan perlakuan konsentrasi bahan baku pendukung atribut diharapkan akan membentuk korelasi yang positif dengan intensitas atribut. Jika konsentrasi bahan baku pendukung atribut di dalam formula normal terlalu kecil, maka hanya tiga buah sampel yang akan disiapkan untuk atribut sebagai simulasi dari tidak dimasukkannya bahan baku pendukung atribut ke dalam campuran bumbu, dimasukkannya bahan baku pendukung atribut ke dalam campuran bumbu sesuai formula normal, dan bahan baku dimasukkan berlebih ke dalam campuran bumbu. Persiapan sampel dilaksanakan bersama-sama dengan Divisi Development. 2) Pelatihan Panelis Pelatihan panelis terdiri atas sejumlah tahapan, yakni pengenalan sistem olfaktori, pelatihan bahasa flavor dan deskriptor (flavor dan warna larutan) khusus untuk atribut kunci terpilih, serta pengenalan dan pelatihan penggunaan skala hedonik dan skala garis untuk uji rating. Pelatihan bahasa flavor serta deskriptor-flavor dan warna larutan bertujuan agar setiap panelis dapat mempelajari, mengingat dan mengidentifikasi deskriptor yang akan digunakan untuk mendeskripsikan atribut-atribut produk bumbu pelezat serbaguna. Pengenalan dan pelatihan penggunaan skala garis bertujuan agar panelis mengenal skala garis yang akan digunankan serta dapat menggunakannya dengan baik. Pelatihan penskalaan akan diambil dari Sensory Evaluation Techniques (Meilgaard et al., 1999). Setelah itu, para panelis dilatih untuk mengetahui letak skor rating produk bumbu pelezat serbaguna pada skala garis berdasarkan profil atribut sensori yang telah terbentuk. Dengan demikian, nilai ini menjadi patokan dalam menilai intensitas atribut produk saat uji rating.
24
3) Uji Organoleptik 3.1) Uji Hedonik (Meilgaard et al., 1999) Para panelis diminta untuk menentukan kesukaan mereka terhadap masing-masing sampel bumbu pelezat serbaguna yang diuji. Skala yang digunakan adalah skala hedonik 7 tingkat, dimulai dari ‘amat sangat tidak suka’ (=1) hingga ‘amat sangat suka’ (=7). 3.2) Uji Rating Uji rating dilakukan untuk mengetahui nilai intensitas masing-masing
atribut
kunci.
Para
panelis
diminta
untuk
menentukan nilai intensitas masing-masing atribut kunci yang diuji pada skala garis sepanjang 15 cm. Ujung kiri menyatakan ‘tidak ada sama sekali’, sedangkan ujung kanan menyatakan ‘amat sangat kuat’. Garis ini lalu dikonversi menjadi nilai dengan kisaran 1-7. 4) Pengolahan Data dan Analisis Data hasil uji organoleptik divalidasi dengan memperhatikan keragaman data. Data diterima apabila memenuhi: X-SD ≤ d ≤ X+SD di mana: X = rata-rata data kesukaan atau intensitas atribut SD = simpangan baku data hedonik atau intensitas atribut d
= data kesukaan atau intensitas atribut
Setelah itu, data dihitung rata-ratanya dan dilakukan uji korelasi untuk mengetahui korelasi antara sifat terukur obyektif (konsentrasi bahan baku pendukung atribut) sampel dengan sifat terukur subyektifnya (intensitas atribut). Uji korelasi dilanjutkan dengan analisa ragam (ANOVA) regresi untuk melihat signifikansi model regresi yang diperoleh kelompok sampel masing-masing atribut kunci pada taraf 5%. Model regresi yang signifikan pada taraf 5% dapat dipakai selanjutnya untuk memprediksi konsentrasi bahan baku pendukung atribut yang harus ditambahkan pada campuran bumbu untuk mendapatkan intensitas atribut yang diinginkan.
25
Uji selanjutnya ialah analisa ragam (ANOVA) dan uji Duncan dilakukan untuk melihat perbedaan antar sampel dalam perlakuan atribut yang sama. Jika masing-masing sampel tersebut dapat dibedakan secara signifikan pada taraf 5%, dilakukan uji korelasi antara intensitas atribut dengan tingkat penerimaan panelis. Jika hasil uji korelasi bersifat positif, berarti terdapat hubungan antara intensitas atribut dengan penerimaan panelis dan data dari kedua variabel dapat dipakai untuk menentukan batasan penerimaan mutu. Penentuan batasan penerimaan mutu produk dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara nilai penerimaan panelis dan nilai intensitas atribut lalu dibandingkan dengan intensitas atribut yang terdapat pada profil atribut sensori. Sampel dengan intensitas atribut yang sama dengan intensitas atribut pada profilnya dinyatakan sebagai produk standar. Batasan penerimaan mutu ditentukan dengan melihat nilai hedonik yang diperoleh masing-masing sampel. Sampel dengan nilai hedonik 4 hingga 7 dapat diterima dan dijual ke pasar. Sampel dengan nilai hedonik 1 hingga 3 dinyatakan sebagai produk yang telah menurun mutu organoleptiknya dan tidak dapat diterima untuk dijual ke pasar. c. Perbaikan Metode Uji Organoleptik dan Dokumen dalam Pemeriksaan Mutu Organoleptik Metode uji organoleptik yang selama ini digunakan akan diperbaiki jika dinilai informasi yang diberikan oleh metode tersebut tidak mendukung proses penerapan sistem pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi. Tujuannya agar metode uji organoleptik lebih mudah dipahami panelis dan tepat guna. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengganti jenis uji organoleptik yang digunakan, memperbaiki sistem penilaian yang ada, atau memberi keterangan tambahan mengenai deskripsi produk untuk masing-masing nilai yang ada. Bentuk perbaikan harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Perbaikan dokumen dalam pemeriksaan mutu organoleptik dapat dilakukan dengan memperbaiki instruksi kerja serta format uji organoleptik
26
yang ada. Instruksi kerja adalah dokumen yang merinci pelaksanaan pekerjaan yang menunjang penerapan prosedur di fungsi terkait dan dapat berupa uraian langkah kerja, tabel atau diagram alir. Format uji organoleptik adalah contoh dokumen kosong yang digunakan oleh pemeriksa (panelis) dalam mencatat hasil pemeriksaan mutu organoleptik suatu produk. Format uji organoleptik pada akhirnya akan berisi informasi mengenai skor atau nilai mutu masing-masing sampel produk yang diperiksa. Dokumen lainnya yang perlu dipersiapkan adalah lembar deskripsi atau kriteria mutu produk yang dapat digunakan panelis sebagai bantuan dalam menilai mutu produk.
27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEBIJAKAN PENERAPAN SISTEM PEMERIKSAAN SELAMA PROSES PRODUKSI DI PABRIK SCC&C
MUTU
Kebijakan manajemen pabrik SCC&C untuk menerapkan sistem pemeriksaan mutu produk bumbu pelezat serbaguna dilatarbelakangi oleh sejumlah hal. Salah satunya adalah karena tidak semua produk akhir bumbu pelezat serbaguna yang telah disimpan di gudang dapat segera dilepas ke pasar setelah diperiksa mutunya, termasuk mutu organoleptik. Produk seperti demikian harus ditahan terlebih dahulu di dalam pabrik. Bagi perusahaan, penurunan mutu produk merupakan salah satu penghambat utama efisiensi. Selain itu, produk dengan penyimpangan mutu berpeluang menjadi limbah. Hal ini akan menjadi penghambat dalam mencapai sasaran TPM, yakni zero accident (tidak ada kecelakaan), zero waste (tidak ada limbah), dan zero breakdown (tidak ada kerusakan). Semua produk yang diproduksi oleh Divisi Produksi akan diserahkan ke Divisi Finish Product Storage untuk disimpan di gudang. Produk-produk akhir yang telah disimpan di gudang akan diperiksa mutunya sebelum dilepas ke pasar, yakni paling lambat satu hari setelah produksi. Pemeriksaan mutu semua produk akhir dilakukan oleh Divisi Quality (Gambar 2).
PRODUKSI Serah terima bon palet
FINISH PRODUCT STORAGE
FINISH PRODUCT Ya QUALITY CHECK
BLOCKED PRODUCT
OK?
Tidak
RELEASED PRODUCT
Gambar 2. Diagram Alir Arus Produk Akhir dari Divisi Produksi ke Divisi Finish Product Storage
28
Pemeriksaan mutu yang dilakukan oleh Divisi Quality terhadap produk akhir bumbu pelezat serbaguna meliputi analisa mikrobiologi (Total Viable Count, kapang, khamir dan koliform), analisa kimiawi (kadar NaCl, kadar air), dan uji organoleptik (rasa, warna dan penampakan). Semua produk akhir, termasuk produk bumbu pelezat serbaguna, yang dinilai tidak memenuhi persyaratan mutu sesuai spesifikasi, baik dari produk pangannya maupun kemasannya, akan ditahan di gudang agar tidak segera terjual ke pasar. Produk ini dinamakan blocked product. Setiap blocked product dilengkapi dengan informasi keputusan akhir dari Divisi Quality. Blocked product dengan penyimpangan mutu yang tidak dapat ditolerir harus ditolak (reject) dan dihancurkan. Namun, blocked product dengan penyimpangan mutu yang masih dapat ditolerir dapat digunakan kembali sebagai bahan baku dalam produksi berikutnya. Produk seperti demikian, dinamakan produk rework. Rework akan dilaksanakan oleh Divisi Produksi dan tentu saja membutuhkan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit. Data historis milik PT. Unilever Indonesia, Tbk. menunjukkan bahwa sejak bulan Agustus tahun 2006 hingga bulan Februari tahun 2007 terdapat 23,19 ton produk bumbu pelezat serbaguna yang ditahan akibat penyimpangan mutu, baik pada produk akhir maupun pada kemasan (Gambar 3). Penyebab penahanan produk akhir bumbu pelezat serbaguna selama waktu tersebut adalah karena tidak terpenuhinya spesifikasi mutu (substandard) flavor, warna, penampakan (appearance), kemasan, berat produk dalam kemasan, dan mikrobiologi. Dalam diagram Pareto, 80% masalah dapat diatasi jika penyebab utama yang umumnya ditimbulkan oleh sekelompok kecil penyebab utama (20%) dapat diselesaikan (Arpah, 2006). Gambar 3 menunjukkan bahwa 80% masalah penyimpangan mutu yang menyebabkan tertahannya produk akhir bumbu pelezat serbaguna disebabkan oleh penyimpangan mutu flavor dan kemasan.
Selain
itu,
manajemen
pabrik
SCC&C
menilai perlunya
dilaksanakan kegiatan pemeriksaan mutu selama proses produksi demi mencapai sasaran produksi yang simultan antara volume dan kecepatan
29
produksi serta mutu produk yang telah ditetapkan. Kegiatan pemeriksaan mutu produk di pabrik SCC&C direncanakan untuk mengawasi mutu berbagai varian produk, khususnya pada kemasan dan mutu organoleptiknya. Akan tetapi, tulisan ini difokuskan pada kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik
60
4
40
2
20
0
0
Persen
6
Penyimpangan mutu warna
80
Penyimpangan mutu mikrobiologi
8
Benda asing
100
Penyimpangan mutu berat
10
Penyimpangan mutu penampakan
120
Penyimpangan mutu kemasan
12
Penyimpangan mutu flavor
Ton
produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan rasa sapi.
Jenis Penyimpangan Mutu Ton
Gambar 3.
Persen Akumulatif
Diagram Pareto Penyimpangan Mutu Penyebab Blocked Product Akhir Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. (Agustus 2006-Februari 2007)
B. ANALISIS KEBUTUHAN PERUSAHAAN Analisis kebutuhan perusahaan dalam proses perancangan sistem pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yakni dengan mencari penyebab permasalahan serta dengan studi pustaka. Dengan mengetahui penyebab-penyebab potensial permasalahan,
maka dapat
diambil tindakan perbaikan
yang
tepat.
Permasalahan utama yang ada di dalam pabrik SCC&C adalah tingginya jumlah blocked product dengan penyimpangan mutu organoleptik. Produkproduk seperti demikian kemudian dinamakan organoleptically blocked product.
30
1. Upaya Mencari Penyebab Potensial Permasalahan Upaya untuk mencari penyebab-penyebab potensialnya dilakukan dengan penyusunan diagram sebab akibat (Gambar 4). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), penyebab suatu masalah dapat dipetakan menjadi lima kategori, yaitu man (manusia), machine (mesin), material (bahan baku), method (metode), dan environment (lingkungan). Analisa ini diawali dengan tahap brainstorming. Metode
Manusia Prioritas Manajemen waktu
Kerjasama
Beban Kerja
Antar divisi Keseragaman Persepsi
Rasa Warna Spesifikasi bumbu
Form Instruksi
Pengetahuan
Dokumen
Jenis Kelamin Penilaian
Usia
Intensitas
Kepekaan indera
Konsentrasi
Uji organoleptik
Atribut kunci Batasan Penerimaan
Pelatihan Pengalaman Keahlian
Frekuensi Waktu Perangkat pendukung
Kesediaan Kerajinan
Fasilitas
Motivasi
Lokasi Metode uji organoleptik Pemeriksaan
Ruangan Pemeriksaan Pencahayaan RH
Keinginan belajar Sikap Kerja
Alat uji organoleptik Timbangan Wadah saji
Suhu
Bumbu
Organoleptically blocked product
Spesifikasi organoleptik Warna powder Warna larutan Rasa Benda asing
Lokasi
Kesalahan/Penyimpangan Bahan baku Proses produksi
Lingkungan
Gambar 4.
Mesin
Material
Diagram Sebab Akibat Permasalahan Organoleptically Blocked Product di PT. Unilever Indonesia, Tbk.
31
a. Material Organoleptically
blocked
product
terjadi
akibat
adanya
penyimpangan mutu organoleptik yang ditemukan pada produk bumbu pelezat serbaguna. Penyimpangan mutu adalah kondisi di mana produk tidak memenuhi persyaratan yang diberikan dalam spesifikasi produk. Spesifikasi produk bumbu pelezat serbaguna yang ditetapkan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. terdiri atas beberapa kategori termasuk spesifikasi organoleptik. Parameter-parameter organoleptik bumbu pelezat serbaguna yang terdapat dalam spesifikasi organoleptiknya terdiri atas penampakan powder, warna larutan, dan flavor (rasa dan aroma). Parameter-parameter ini harus dipenuhi oleh setiap produk. Produk yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut dinilai tidak akan diterima oleh konsumen sehingga tidak boleh dilepas ke pasar dan ditahan di dalam pabrik. Organoleptically blocked product dapat terbentuk akibat penyimpangan mutu bahan baku atau ketika terjadi kesalahan selama proses produksi. Oleh karena itu, penahanan produk seperti demikian dapat dicegah jika dilakukan pengontrolan selama proses produksi. b. Manusia Analisis kategori Manusia difokuskan kepada operator produksi bumbu pelezat serbaguna. PT. Unilever Indonesia, Tbk. dalam program TPMnya, memberi wewenang kepada para operator untuk memelihara produksi yang berkesinambungan pada keseluruhan lini dengan efisien. Operator tidak hanya bertanggung jawab dalam mencapai sasaran produksi tetapi juga dalam memelihara mutu produk yang dihasilkannya, termasuk mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna. Pada awal tahun 2006, para operator diberi tugas untuk memeriksa mutu oganoleptik bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi. Namun, tugas itu tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh para operator sehingga kegiatan itu pun terpaksa dihentikan. Para operator menilai kegiatan tersebut sulit dilaksanakan karena kesulitan
32
operator dalam membagi waktu untuk memeriksa mutu organoleptik bumbu serta mengoperasikan mesin produksi. Tugas ini menjadi bertambah berat dengan ditingkatkannya kapasitas produksi bumbu pelezat serbaguna yang menuntut konsentrasi penuh para operator dalam proses produksi. Kesulitan lainnya dirasakan operator dalam proses menilai mutu organoleptik produk. Para operator ditugaskan menjadi panelis tanpa pernah mengikuti seleksi maupun pelatihan untuk mengenal spesifikasi produk serta uji organoleptik. Beberapa operator yang telah lanjut usia memiliki kepekaan penginderaan yang lebih rendah daripada operator yang masih muda. Namun, operator-operator tersebut masih ditugaskan. Oleh karena itu, butuh penyeleksian ulang atas seluruh karyawan produksi termasuk operator dalam rangka mencari panelis yang tepat untuk kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna. Panelis yang telah terkumpul kemudian perlu dilatih secara berkala hingga dapat ditugaskan untuk memeriksa mutu organoleptik produk. c. Metode Organoleptically
blocked
product
ditentukan
dari
hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh Divisi Quality. Pemeriksaan ini hanya dilakukan ketika bumbu sudah berbentuk produk akhir yang sudah dikemas. Akibatnya, tindakan pencegahan tidak dapat dilakukan dan nilai kerugian yang diterima menjadi lebih besar. Jika setiap produk diperiksa terlebih dahulu sebelum dikemas dan dikeluarkan dari ruang produksi, maka kemungkinan produk untuk ditahan karena penyimpangan mutu organoleptik menjadi lebih kecil. Dengan demikian, hal ini akan mengurangi kerugian yang mungkin dihasilkannya. Kegiatan
pemeriksaan
mutu
organoleptik
produk
tidak
dilaksanakan selama proses produksi, sehingga tindakan pencegahan terhadap produk-produk dengan penyimpangan mutu organoleptik tidak dapat diambil. Oleh karena itu, kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik
33
sebaiknya dilaksanakan juga selama proses produksi dalam bentuk uji organoleptik. Uji organoleptik dalam kegiatan pemeriksaan mutu harus didukung dengan pemenuhan persyaratan pendukung lain termasuk lokasi, waktu, dan frekuensi pemeriksaan serta dengan tersedianya peralatan-peralatan uji yang tepat. Kegiatan pemeriksaan akan dapat berjalan dengan baik jika produk dapat dinilai dengan tepat tanpa keraguan. Oleh karena itu, batasan-batasan penerimaan produk harus diuraikan dengan jelas. Batasan-batasan penerimaan produk sebaiknya disesuaikan dengan spesifikasi organoleptik produk dan dengan pendekatan penentuan atribut kunci. Setiap produk yang diperiksa harus dapat dinilai kesesuaiannya dengan spesifikasi atau standar dan cara penilaiannya tidak boleh membingungkan panelis. Cara penilaian atau persepsi dalam menentukan mutu produk serta hasilnya sebaiknya seragam antar divisi yang satu dengan lainnya, terutama antara Divisi Produksi, Quality dan Divisi Development. Dengan demikian, setiap keputusan yang diambil terhadap suatu produk dapat disetujui oleh divisi-divisi lain yang memiliki tanggung jawab yang sama atas mutu produk tersebut. Kegiatan
pemeriksaan
mutu
organoleptik
harus
dapat
didokumentasikan sehingga dapat terus terkontrol. Dokumen-dokumen yang perlu dipersiapkan dapat berupa instruksi kerja maupun lembar pencatatan atau form hasil pemeriksaan. Persiapan dokumen yang baik akan mendukung keberhasilan kegiatan pemeriksaan tersebut. Semua persyaratan di atas belum terpenuhi di dalam pabrik SCC&C, kecuali di dalam Laboratorium Quality milik Divisi Quality yang terletak cukup jauh dari pabrik. Oleh karena itu, jika pemeriksaan mutu organoleptik hendak dilaksanakan selama proses produksi, manajemen pabrik SCC&C harus memberikan dukungan yang penuh dan mempersiapkan segala keperluannya sebelum kegiatannya diaplikasikan.
34
d. Lingkungan Kategori lingkungan difokuskan pada kondisi di sekitar ruang produksi yang berperan dalam tidak terpantaunya mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna selama proses produksi. Kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik tidak boleh dilaksanakan di dalam ruang produksi jika menggunakan air. Uji organoleptik terhadap rasa dan warna larutan bumbu mengharuskan operator melarutkan sampel dengan air sebelum diuji. Oleh karena itu, penyiapan sampel harus dilaksanakan di ruang persiapan sampel yang berada di luar ruang produksi. Ruangan persiapan sampel yang ada saat ini dinilai terlalu jauh dari ruang produksi. Akibatnya, para operator harus menggunakan waktunya untuk berjalan dari ruang produksi ke ruang persiapan sampel untuk uji organoleptik. Hal ini dinilai mengganggu kegiatan produksi. Jika pemeriksaan mutu organoleptik hendak dilaksanakan selama proses produksi, maka perlu dibuat ruangan baru di dalam area ruang produksi yang berfungsi sebagai tempat persiapan sampel dan pemeriksaan mutu produk. Ruangan tersebut harus memenuhi persyaratan GMP yang ditetapkan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. termasuk persyaratan suhu dan RH. e. Mesin Mesin dalam kategori ini lebih dikhususkan kepada perangkat pendukung pelaksanaan pemeriksaan mutu organoleptik. Beberapa perangkat pendukung yang dibutuhkan untuk uji organoleptik meliputi timbangan dan wadah saji. Perangakat-perangkat tersebut belum semuanya tersedia di dalam pabrik SCC&C. Oleh karena itu, perangkat ini perlu dilengkapi. 2. Hasil Studi Pustaka dan Kajian terhadap Persyaratan Penerapan Pemeriksaan Mutu Organoleptik Muñoz (2002) menjelaskan bahwa persyaratan minimum yang harus
dipenuhi
untuk
menerapkan
kegiatan
pemeriksaan
mutu
35
organoleptik di dalam suatu perusahaan meliputi pemilihan metode uji organoleptik yang paling sesuai dengan perusahaan, pendefinisian atribut kunci serta batasannya, penetapan spesifikasi organoleptik produk, pelatihan
panelis,
protokol
penyiapan
dan
penyajian
sampel,
implementasi, monitoring, serta penggunaan hasil uji organoleptik dalam proses pembuatan keputusan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian terhadap masing-masing persyaratan tersebut, yakni apakah sudah dipenuhi atau belum di dalam pabrik SCC&C. a. Kajian terhadap Metode Uji Organoleptik yang Berlaku Metode uji organoleptik yang digunakan di dalam pabrik SCC&C harus sama dengan yang digunakan oleh Divisi Quality. Metode uji organoleptik ini berupa uji beda dari kontrol yang dipadukan dengan uji skoring. Uji beda dari kontrol adalah uji pembedaan keseluruhan untuk melihat ada tidaknya atau besarnya perbedaan antara sampel uji dengan sampel kontrol (Meilgaard et al., 1999). Yang dimaksud dengan sampel kontrol dalam uji organoleptik yang dilaksanakan di pabrik SCC&C adalah sampel standar, yakni sampel produk yang semua persyaratan mutunya terpenuhi. Uji skoring adalah uji yang dilakukan oleh panelis terhadap suatu produk dengan memberikan nilai atau skor sesuai dengan sensasi yang diterimanya, terutama intensitas atribut (Holmes, 1997). Masing-masing skor
umumnya
dipadukan
dengan
deskripsi
produk
sehingga
mempermudah panelis dalam menentukan nilai, beda halnya dengan skor yang digunakan di pabrik SCC&C (Tabel 3). Tabel 3. Skor Uji Organoleptik di Pabrik SCC&C Skor
Keterangan
8
Lebih bagus dari standar
7
Sesuai dengan standar
6
Sedikit lebih buruk dari standar tapi masih dapat diterima
5
Tidak dapat diterima
4
Tidak dapat diterima
36
Skor seperti di atas digunakan untuk menilai mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna secara keseluruhan. Akan tetapi, skor tersebut akan sulit digunakan dalam penilaian karena tidak ada panduan yang deskriptif yang dapat digunakan oleh panelis ketika menilai mutu organoleptik produk. Selain itu, informasi yang dapat diberikan dari skor tersebut terbatas pada perbedaan antara sampel uji dengan sampel standar. Jika diterapkan dalam kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi, informasi seperti ini tidak cukup untuk menentukan
langkah perbaikan
yang
harus
diambil.
Penerapan
pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi bertujuan untuk memantau mutu produk sebelum dikeluarkan dari ruang produksi. Selain itu, juga untuk mengetahui langkah perbaikan yang harus diambil jika terdapat penyimpangan mutu organoleptik pada produk. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap metode uji organoleptik dan sistem penilaian yang selama ini digunakan. Hal ini dilakukan dengan mencari panduan atau petunjuk uji organoleptik yang berlaku secara nasional atau internasional yang tidak berbeda jauh dengan yang telah dilaksanakan di PT. Unilever Indonesia, Tbk. Pendekatan berikutnya dilakukan dengan mengacu pada SNI 012346-1991
mengenai
Petunjuk
Pengujian
Organoleptik
Produk
Perikanan. Sama halnya dengan PT. Unilever Indonesia, Tbk. jenis uji organoleptik yang digunakan dalam SNI 01-2346-1991 berupa uji skoring. Uji skoring yang diuraikan dalam SNI 01-2346-1991 tidak dikombinasikan dengan uji beda dari kontrol. Oleh karena itu, uji beda dari kontrol diputuskan untuk tidak dilakukan lagi bersama-sama dengan uji skoring dalam kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik di PT. Unilever Indonesia, Tbk. Perbaikan berikutnya dilakukan untuk skor. Skor yang ada sebaiknya dipadukan dengan deskripsi produk sesuai dengan sebaran gradasi mutunya. Selain itu, skor 4 dan 5 yang terlihat tumpang tindih,
37
sebaiknya dijadikan satu agar penilaian lebih efisien. Dengan demikian, metode uji organoleptik yang akan digunakan selanjutnya berupa uji skoring dengan skor yang dilengkapi dengan deskripsi produk. b. Kajian terhadap Spesifikasi Organoleptik dan Atribut Kunci PT. Unilever Indonesia, Tbk. telah memiliki spesifikasi organoleptik untuk produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam maupun rasa sapi. Akan tetapi, atribut-atribut kunci untuk masing-masing varian tersebut belum pernah ditentukan sebelumnya. Atribut kunci perlu ditentukan dalam kegiatan pemeriksaan mutu karena tidak semua atribut dapat diperiksa dengan seksama dalam kegiatan pemeriksaan mutu. Oleh karena itu, penentuan mutu produk harus diwakili oleh beberapa atribut yang mewakili keseluruhan mutu produk, yakni atribut kunci. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa PT. Unilever Indonesia, Tbk. perlu segera menentukan atribut-atribut kunci dari produk yang hendak dikontrol mutunya, yakni produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan rasa sapi. Penentuan atribut kunci sebaiknya melibatkan Divisi Produksi sebagai pihak yang memproduksi produk, Divisi Development sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengembangan produk dan Divisi Quality yang bertanggung jawab atas pencapaian mutu produk. Atribut-atribut kunci yang terpilih sebaiknya dilengkapi dengan informasi mengenai batasan-batasan penerimaannya. c. Kajian terhadap Panelis dan Sistem Pelatihannya Pabrik SCC&C belum memiliki kelompok panelis yang bertugas untuk memeriksa mutu produk-produknya. Oleh karena itu, pabrik SCC&C sebaiknya melakukan seleksi panelis terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi. Panelis dapat diperoleh dari karyawan produksi atau dari luar. Keputusan ini harus ditentukan oleh manajemen pabrik SCC&C. Selain itu, pabrik SCC&C menerapkan kebijakan untuk mempekerjakan karyawan baru yang bertugas memeriksa mutu produk
38
selama proses produksi. Karyawan tersebut disebut quality checker. Quality checker tidak hanya bertugas untuk
memeriksa
mutu
organoleptik bumbu pelezat serbaguna, tetapi juga mutu kemasan serta mutu produk-produk lainnya yang diproduksi pabrik SCC&C. Akan tetapi, quality checker diharapkan juga memiliki kemampuan sebagai panelis dalam uji organoleptik. Dengan demikian, quality checker dapat diikutsertakan dalam kelompok panelis dalam kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi. Dengan kata lain, seorang quality checker dapat bertindak sebagai panelis dalam uji organoleptik, tetapi seorang panelis tidak harus seorang quality checker. Sebaliknya, seorang quality checker tidaklah harus menjadi panelis dalam uji organoleptik jika quality checker tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagai panelis. Seorang panelis harus memenuhi beberapa persyaratan untuk dapat melakukan pemeriksaan mutu organoleptik. Kelima panca inderanya harus berfungsi dengan baik. Seorang panelis harus memiliki penglihatan yang baik dan tidak buta warna agar dapat membedakan warna serta penampakan produk. Begitu pula dengan indera perasa dan penciumannya. Hal ini penting dalam uji-uji organoleptik yang berkaitan dengan rasa dan aroma. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pabrik SCC&C perlu melakukan seleksi panelis sebelum melaksanakan kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi. Langkah selanjutnya adalah memberikan pelatihan kepada panelis-panelis tersebut dan mengatur pembagian jam kerja kepada masing-masing panelis. d. Kajian terhadap Protokol Penyiapan dan Penyajian Sampel Protokol penyiapan dan penyajian sampel dapat diketahui dari instruksi kerja pengujian organoleptik yang ada di PT. Unilever Indonesia, Tbk. Mutu penampakan powder sampel bumbu pelezat serbaguna disiapkan tanpa perlu dilarutkan. Akan tetapi, untuk memeriksa mutu rasa dan warna larutan, sampel perlu dilarutkan dengan
39
air panas (0,016% (b/v)). Sampel dapat dicicip pada suhu ±45oC. Protokol ini dinilai sudah baik dan tidak perlu diubah. Akan tetapi, instruksi kerja yang ada sebaiknya dilengkapi dengan informasi mengenai tata cara pengambilan sampel, jenis atribut yang diperiksa, dan tata cara pengembalian sampel jika sampel masih dapat digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu, instruksi kerja yang ada perlu diperbaiki agar tata cara pemeriksaan mutu organoleptik dapat dipahami oleh panelis dengan baik. e. Kajian terhadap Implementasi, Monitoring, dan Penggunaan Hasil Uji Organoleptik dalam Proses Pembuatan Keputusan Uji organoleptik selama proses produksi bumbu pelezat serbaguna pernah dilaksanakan pada awal tahun 2006. Namun kegiatan itu terpaksa dihentikan karena persiapan yang kurang dan keterbatasan operator sebagai panelis dalam menilai. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, para operator tersebut belum pernah diseleksi dan mengikuti pelatihan uji organoleptik. Oleh karena itu, para operator merasa kesulitan dalam melaksanakan uji organoleptik dan menilai mutu organoleptik produk. Para operator cenderung menilai bahwa semua produk yang diujinya memenuhi spesifikasi yang ada walaupun produk yang sama dinyatakan tidak memenuhi spesifikasi ketika diuji oleh Divisi Quality dan Divisi Development. Oleh karena itu, setiap panelis yang akan ditugaskan untuk memeriksa mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna harus diseleksi dan dilatih dengan baik. Pelatihan ini sebaiknya diselenggarakan bersama-sama dengan Divisi Quality dan Divisi Development. Dengan demikian, persepsi antara semua divisi terkait untuk mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna dapat disamakan serta divalidasi. Hasil uji organoleptik yang digunakan oleh Divisi Quality digunakan untuk menentukan boleh tidaknya produk dilepas ke pasar. Namun, hasil tersebut tidak memberikan informasi yang jelas ketika
40
ditemukan organoleptically blocked product. Akibatnya, Divisi Produksi tidak dapat melakukan tindakan perbaikan ataupun tindakan pencegahan. Jika uji organoleptik akan dilaksanakan selama proses produksi, maka hasil uji organoleptik harus dilengkapi dengan informasi yang jelas saat ditemukan produk dengan penyimpangan mutu organoleptik. Dengan demikian, tindakan perbaikan maupun tindakan pencegahan dapat diambil dengan tepat. Hasil uji organoleptik dapat diketahui dari format uji organoleptik yang digunakan. Oleh karena itu, format uji organoleptik perlu dirancang dengan baik sehingga dapat memberikan informasi yang jelas dan dapat digunakan sebagai dasar dalam pembuatan keputusan. C. TINDAKAN PERBAIKAN YANG DILAKUKAN Tindakan perbaikan yang dilakukan diperoleh dari hasil analisa kebutuhan perusahaan. Tindakan perbaikan ini sekaligus berupa proses perancangan sistem pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi. Secara garis besar, proses perancangan terbagi atas perancangan dari segi teknis dan segi manajemen. Perancangan segi teknis meliputi perbaikan metode uji organoleptik, penentuan atribut kunci bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan sapi serta batasan mutunya, pelaksanaan seleksi panelis dan pelatihan panelis serta persiapan lainnya yang meliputi persiapan sarana dan prasarana penunjang seperti ruangan pemeriksaan dan perangkat pendukung uji organoleptik. Perancangan segi manajemen meliputi persiapan dokumen seperti instruksi kerja, format uji organoleptik dan lembar deskripsi mutu produk. Tindakan perbaikan yang dilakukan selama kegiatan magang terdiri atas perbaikan metode uji organoleptik, penentuan atribut kunci dan batasan mutunya, persiapan dokumen, dan persiapan sarana dan penunjang lainnya. Seleksi dan pelatihan panelis dan implementasi sistem pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi tidak dilaksanakan selama kegiatan magang.
41
1. Perbaikan Metode Uji Organoleptik Hasil kajian terhadap metode uji organoleptik yang berlaku menunjukkan bahwa uji skoring dapat tetap digunakan, tetapi tidak halnya dengan uji beda dari kontrol. Oleh karena itu, penggunaan sampel standar yang akan dibandingkan dengan sampel uji tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, sampel standar dapat digunakan dalam uji segitiga. Jika panelis menemukan kesulitan dalam menentukan mutu sampel, panelis dapat melaksanakan uji segitiga untuk melihat ada tidaknya perbedaan antara sampel uji dengan sampel standar. Sampel standar diperoleh dari stok sampel standar milik Divisi Quality. Tata cara uji organoleptik sebaiknya dituliskan di dalam instruksi kerja pemeriksaan mutu organoleptik. Skor yang selama ini digunakan dapat terus digunakan, tetapi perlu dilengkapi dengan deskripsi produk pada masing-masing skor. Deskripsi produk tidak perlu dicantumkan pada format uji organoleptik, tetapi dapat didokumentasikan dalam bentuk lembar kriteria mutu untuk masing-masing atribut kunci terpilih. Lembar ini dapat diletakkan pada tempat yang mudah dilihat di dalam ruang pemeriksaan mutu sehingga dapat dilihat dengan mudah oleh panelis saat memeriksa mutu organoleptik produk. 2. Penentuan Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. Produk bumbu pelezat serbaguna terdiri atas sejumlah atribut sensori. Akan tetapi, tidak semua atribut sensori dapat diperiksa selama kegiatan produksi. Beberapa atribut sensori, seperti flavor, memiliki intensitas yang rendah sehingga membutuhkan konsentrasi penuh dari panelis saat diuji. Selain itu, tidak semua atribut berperan dalam upaya pemenuhan spesifikasi organoleptik produk. Seringkali, pemenuhan spesifikasi mutu hanya dipengaruhi oleh sejumlah atribut sensori, yakni atribut kunci. Upaya untuk menentukan atribut kunci diawali dengan melakukan Focus Group Discussion. Kegiatan ini difokuskan untuk mengetahui atribut-atribut kunci bumbu pelezat serbaguna dari segi flavor, warna
42
powder dan warna larutan sesuai dengan spesifikasi organoleptiknya. Panelis yang diikutsertakan adalah para karyawan Divisi Produksi, Divisi Quality, dan Divisi Development yang telah lulus tahapan seleksi panelis. Panelis berjumlah 12 orang. Masing-masing panelis diberi larutan 0,016% (b/v) serta 10 g powder bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan sapi dan diminta untuk menjelaskan atribut-atribut apa saja yang diterimanya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Terdapat 16 atribut flavor, 3 atribut warna larutan dan 1 atribut warna powder yang dapat dideteksi oleh panelis dari produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam. Para panelis juga dapat mendeteksi 20 atribut flavor, 1 atribut warna larutan dan 1 atribut warna powder bumbu pelezat serbaguna rasa sapi. Pelaksanaan Focus Group Discussion juga ditujukan untuk mengetahui atribut-atribut mana saja yang dapat dengan mudah diketahui oleh panelis. Hal ini diketahui dari banyaknya panelis yang mendeskripsikannya. Dengan demikian, atribut tersebut juga berpeluang untuk dijadikan atribut kunci. Penentuan atribut kunci selanjutnya dilakukan dengan melihat jenis penyimpangan mutu organoleptik yang pernah ditemukan oleh Divisi Quality serta diskusi dengan Divisi Development sebagai pihak yang menetapkan spesifikasi produk. Selain itu, atribut-atribut yang terpilih menjadi atribut kunci sebaiknya merupakan atribut-atribut yang menjadi ciri khas produk yang senantiasa dijaga mutunya demi kepuasan konsumen. Dengan demikian, atribut kunci yang diperoleh merupakan atribut-atribut yang memiliki peranan penting dalam upaya memenuhi spesifikasi organoleptik produk demi kepuasan konsumen. Atribut-atribut kunci yang terpilih untuk produk bumbu pelezat serbaguna yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. meliputi flavor asin, gurih, meaty, dan spicy, warna larutan, serta penampakan. Keenam atribut kunci tersebut digunakan baik untuk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam maupun sapi. Secara sederhana, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Akan tetapi, atribut penampakan tidak akan dianalisa dalam
43
kegiatan magang ini karena akan dianalisa secara khusus oleh Divisi Development, terutama untuk mendeskripsikan free flowing. Tabel 4. Atribut-atribut Sensori Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dan Sapi Hasil Focus Group Discussion
Warna Warna Powder Larutan
Flavor
Jenis Atribut
Atribut yang Dideteksi Bumbu Pelezat Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Serbaguna Rasa Ayam Sapi Asin Asin Manis Manis Gurih Gurih Asam Asam Kaldu ayam Kaldu sapi Daging ayam mentah Daging sapi Daging ayam rebus Lemak sapi rebus Merica Daging sapi goreng Bawang Daging sapi hangus Bawang putih Merica Kunyit Bawang Lemak Bawang putih Daun seledri segar Bawang goreng Kacang Bumbu mie instan Mantap Minyak Tidak ada getir Kopi Brokoli/sayuran Cengkeh Daun serai Ketumbar Kuning muda Coklat Kuning kehijauan Kuning Putih kekuningan
Coklat
Flavor asin terpilih menjadi atribut kunci karena beberapa alasan. Atribut asin tercantum di dalam spesifikasi organoleptik produk bumbu
44
pelezat serbaguna di PT. Unilever Indonesia, Tbk bersama-sama dengan atribut meaty dan spicy. Asin terbentuk dari garam yang terkandung di dalam bumbu pelezat serbaguna. Sebagian besar garam berasal dari bahan baku garam yang ditambahkan tersendiri ke dalam campuran bumbu pelezat serbaguna. Walaupun demikian, ada pula garam yang telah tercampur dengan bahan baku lainnya, yakni komponen flavor.
Penampak- Warna an Powder larutan
Flavor
Tabel 5. Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. Atribut Bumbu Pelezat Bumbu Pelezat Kunci Serbaguna Rasa Ayam Serbaguna Rasa Sapi Asin Gurih Meaty Spicy
Asin Gurih Meaty Spicy
Kuning
Coklat
Warna kuning muda
Warna coklat muda
Free flowing
Free flowing
Tidak ada benda asing
Tidak ada benda asing
Secara fisik, pengawasan mutu garam juga dapat dilakukan dengan analisa kadar NaCl. Kadar NaCl merupakan salah satu bagian dari spesifikasi produk bumbu pelezat serbaguna di PT. Unilever Indonesia. Uji organoleptik terhadap atribut asin menjadi pelengkap pengawasan mutu garam. Dengan demikian, atribut flavor asin menjadi atribut penting yang perlu dijaga mutunya dalam produksi bumbu pelezat serbaguna di PT. Unilever Indonesia, Tbk. Atribut flavor gurih tidak terdapat di dalam spesifikasi organoleptik produk. Akan tetapi, atribut merupakan atribut sensori yang menggerakkan mutu produk bumbu pelezat serbaguna. Soekarto (1990) menggunakan istilah sifat mutu organoleptik untuk mendefinisikan sifat-sifat mutu yang digunakan sebagai kriteria dalam menentukan tingkat mutu organoleptik produk. Atribut gurih berasal dari bahan-bahan penguat rasa yang ada di dalam produk.
45
Atribut meaty merupakan atribut flavor yang memberikan sensasi berupa rasa dan aroma daging. Penggunaan istilah meaty dipilih karena lebih universal daripada istilah chicken flavor atau beef flavor. Hal ini akan mempermudah panelis dalam menjalankan tugas mereka untuk memeriksa mutu produk. Penggunaan istilah yang terlalu bervariasi dinilai terlalu menyulitkan para karyawan dalam menilai dan membedakan produk. Walaupun penggunaan istilah meaty digunakan baik untuk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam maupun sapi, deskripsi istilah ini tetap harus dibedakan untuk masing-masing produk. Meaty untuk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam berarti flavor daging ayam, sedangkan untuk bumbu pelezat serbaguna rasa sapi berarti flavor daging sapi. Kedua atribut ini harus dijaga mutunya karena kedua atribut inilah yang menjadi ciri khas utama bumbu pelezat serbaguna produk PT. Unilever Indonesia, Tbk. Atribut meaty pada produk bumbu pelezat serbaguna berasal dari komponen-komponen flavor yang ada di dalamnya. Spicy merupakan atribut flavor yang memberi rasa dan aroma rempah-rempah. Atribut spicy dijadikan atribut kunci karena terdapat di dalam spesifikasi. Selain itu, atribut ini pulalah yang memberikan kekhasan pada produk bumbu pelezat serbaguna PT. Unilever Indonesia, Tbk. Sama halnya dengan istilah meaty, istilah spicy digunakan baik untuk produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam maupun rasa sapi. Atribut ini sebenarnya digunakan untuk mendeskripsikan sensasi yang diberikan oleh keseluruhan rempah-rempah yang ada di dalam bumbu. Akan tetapi, untuk mempermudah kegiatan pengujian, dipilih referensi berupa bahan baku rempah-rempah yang benar-benar menonjol dari masing-masing varian produk. Referensi yang digunakan untuk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam ialah bahan baku AK dan AS, sedangkan untuk bumbu pelezat serbaguna rasa sapi dipilih bahan baku SS. Warna larutan menjadi atribut kunci karena warna larutan dinilai penting dalam upaya pemenuhan kepuasan konsumen. Konsumen mengonsumsi produk bumbu pelezat serbaguna tidak dalam bentuk powder, tetapi dalam bentuk aplikasi ke masakan. Salah satu cara pengaplikasiannya
46
ialah dengan dilarutkan di dalam air. Dengan demikian, warna larutan menjadi penting untuk dijaga mutunya. 3. Penentuan Batasan Penerimaan Mutu Organoleptik Masing-masing Atribut Kunci Langkah selanjutnya adalah menentukan batasan-batasan untuk masing-masing atribut kunci tersebut. Batasan standar masing-masing atribut dapat diketahui dari profil atribut sensori (profil flavor dan warna) dari masing-masing produk. Profil atribut sensori diperoleh dari hasil kegiatan Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yang dilaksanakan oleh Divisi Development. Profil atribut kunci akan menunjukkan intensitas masing-masing atribut dari produk gold standard untuk produk bumbu pelezat serbaguna, baik rasa ayam maupun rasa sapi. Produk gold standard adalah produk yang semua persyaratan mutunya terpenuhi dan menjadi target dalam produksi sehari-hari (Ivory, 1994). Intensitas standar masing-masing atribut penting untuk diketahui agar batas penerimaan mutu dapat disusun. Semua sampel produk yang dibuat kemudian diuji secara organoleptik untuk untuk mengetahui apakah konsentrasi bahan baku di dalam campuran bumbu mempengaruhi intensitas yang diterima oleh panelis. Hal ini dianalisis dengan uji korelasi dan analisa ragam terhadap model regresi linier antara konsentrasi bahan baku pendukung atribut dengan intensitas atribut hasil uji rating. Variasi konsentrasi bahan baku pendukung atribut ditentukan sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat membentuk suatu hubungan yang linier dengan intensitas atributnya. Dengan demikian, dapat diperoleh serangkaian sampel dengan intensitas yang berbeda, mulai dari yang kecil hingga yang besar. Titik-titik di mana produk masih dapat diterima atau tidak akan ditentukan pada kisaran intensitas ini. Model regresi linier yang signifikan dapat terus digunakan untuk memprediksi konsentrasi bahan baku pendukung atribut yang harus ditambahkan ke dalam campuran bumbu pelezat serbaguna untuk memperoleh intensitas atribut seperti yang
47
dikehendaki atau sebaliknya. Dengan demikian, model regresi dapat digunakan dalam tahap pelatihan. Analisa ragam dan uji Duncan dilakukan untuk melihat perbedaan antar sampel. Setiap sampel dalam kelompok perlakuan atribut yang sama diharapkan dapat dibedakan secara signifikan oleh para panelis pada taraf 5%. Tujuannya agar masing-masing sampel dapat mewakili kondisi mutu yang berbeda yang akan ditentukan penerimaannya kemudian. Jika tidak ditemukan hubungan linier yang erat antara konsentrasi bahan baku pendukung atribut dengan intensitas atributnya serta tidak ada perbedaan yang signifikan antar sampel dalam perlakuan atribut yang sama, maka sampel tersebut dinyatakan belum dapat digunakan sebagai bahan dalam penentuan batasan penerimaan mutu. Sampel-sampel tersebut pun harus diformulasi ulang sehingga dapat diperoleh sampel yang paling tepat untuk menentukan batasan penerimaan mutu. Jika terdapat hubungan yang erat antara konsentrasi bahan baku pendukung atribut yang ditambahkan dalam campuran bumbu dengan intensitas yang dihasilkannya dan setiap sampel dalam kelompok atribut yang sama dapat dibedakan secara signifikan pada taraf 5%, kelompok sampel tersebut akan digunakan dalam upaya penentuan batasan penerimaan mutu. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap masing-masing sampel yang diuji. Hasil uji hedonik dan uji rating terhadap intensitas atribut diuji korelasi untuk melihat keeratannya. Hubungan yang erat menunjukkan bahwa intensitas atribut akan mempengaruhi kesukaan atau penerimaan panelis terhadap produk. Jika hasil uji korelasi bersifat positif, maka akan dibuat grafik hubungan antara nilai hedonik dan nilai intensitas atribut. Grafik ini kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan batasan penerimaan mutu produk. Uji organoleptik yang dilakukan berupa uji rating dan uji hedonik terhadap serangkaian sampel yang dibuat untuk masing-masing atribut kunci. Jumlah panelis untuk uji organoleptik ini sebanyak 10 orang. Mereka merupakan karyawan Divisi Produksi yang telah lulus seleksi panelis.
48
a. Persiapan Sampel Intensitas masing-masing atribut kunci produk bumbu pelezat serbaguna sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan baku penyusunnya. Oleh karena itu, sampel uji dibuat dengan memodifikasi konsentrasi bahan baku yang memberikan pengaruh yang besar terhadap intensitas atribut sesuai dengan formula bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan rasa sapi yang berlaku. Bahan baku ini selanjutnya disebut bahan baku pendukung atribut. Dengan demikian, diharapkan dapat diperoleh variasi produk dengan beragam intensitas atribut sensori yang memiliki hubungan yang erat dan linier dengan konsentrasi bahan baku pendukungnya. Modifikasi formula dilakukan dengan mengacu pada batas bawah dan batas atas kadar garam yang ditetapkan dalam spesifikasi produk. Kadar garam dijadikan acuan karena kadar garam menunjukkan banyaknya garam yang terkandung di dalam produk dan secara tertulis, kadar garam didokumentasikan di dalam spesifikasi produk. Secara objektif, banyaknya garam di produk dapat diukur dengan analisa kadar garam (NaCl). Namun, secara objektif, banyaknya garam di dalam produk juga dapat diukur dengan uji organoleptik, yakni dengan uji rating terhadap atribut asin. Garam akan memberikan cita rasa asin terhadap suatu produk. Dengan demikian, garam merupakan komponen yang dapat terukur secara objektif dan subjektif. Spesifikasi produk bumbu pelezat serbaguna milik PT. Unilever Indonesia, Tbk. mencantumkan target, batas bawah dan batas atas kadar garam yang harus dicapai. Batas bawah dan batas atas kadar garam merupakan batasan penerimaan produk menurut spesifikasi. Produk dinilai tidak memenuhi spesifikasi jika kadar garam produk melewati batasan-batasan tersebut. Hal ini melatarbelakangi asumsi bahwa intensitas atribut asin yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh konsentrasi kadar garamnya. Dengan kata lain, kadar garam target akan memberikan intensitas atribut asin standar yang sesuai profil atribut.
49
Kadar garam batas bawah diasumsikan akan memberikan intensitas asin yang lebih rendah dari intensitas standarnya. Sebaliknya, kadar garam batas atas diasumsikan akan memberikan intensitas atribut asin yang lebih tinggi dari intensitas standar. Pada intensitas atribut pada batas bawah dan batas atas inilah, produk diharapkan menunjukkan intensitas yang nilai mutunya lebih rendah. Jika dinilai dengan skor uji organoleptik yang berlaku, maka produk pada batas bawah dan batas atas tersebut akan bernilai 6, yakni sedikit lebih buruk dari standar tapi masih dapat diterima. PT. Unilever Indonesia, Tbk. menetapkan target kadar garam yang harus dipenuhi adalah sebesar 65%. Banyaknya garam yang terukur berasal dari garam yang ditambahkan khusus sebagai bahan baku, maupun dari garam yang telah tercampur dengan bahan baku lainnya, seperti di dalam komponen flavor. Batas bawah kadar garam yang diperbolehkan sebesar 62%, sedangkan batas atasnya sebesar 68%. Besar perbedaan antara kadar garam target-batas bawah dan target-batas atas bersifat sama. Dengan menggunakan persentase perbedaan ini, konsentrasi masing-masing bahan baku pendukung atributatribut kunci lainnya dimodifikasi secara proporsional. Dengan demikian, dapat diperoleh sampel yang intensitasnya diperkirakan berada di batas bawah dan batas atas persyaratan mutu. Konsentrasi masing-masing bahan baku pendukung atribut dibuat berurutan sehingga diharapkan terbentuk hubungan yang linier antara konsentrasi bahan baku pendukung atribut dengan intensitas deskriptifnya. Hal ini berlaku untuk semua atribut kecuali atribut spicy. Sangat kecilnya konsentrasi bahan baku pendukung atribut spicy di dalam formula menimbulkan kesulitan dalam upaya pembuatan sampel. Oleh karena itu, modifikasi formula untuk atribut spicy dilakukan dengan tidak menambahkan sama sekali serta melipatgandakan konsentrasi bahan baku yang memberikan flavor spicy. Perlakuan ini diasumsikan pula sebagai bentuk simulasi dari kegiatan produksi di lapangan. Produk yang tidak ditambahkan bahan baku pendukung atribut
50
diasumsikan terjadi ketika operator peracikan tidak menimbang bahan baku tersebut atau ketika bahan baku tersebut tidak dimasukkan ke dalam mixer. Sebaliknya, produk dengan kelebihan bahan baku pendukung atribut terjadi ketika operator peracikan menimbang dua kali bahan bahan baku tersebut. b. Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam Bahan baku pendukung atribut kunci bumbu pelezat serbaguna rasa ayam terdiri atas AS (asin), AG (gurih), AS (spicy-AS), AK (spicyAK), AM (meaty), dan AP (warna larutan). Perlakuan penambahan bahan baku divariasikan mulai dari konsentrasi terkecil hingga yang terbesar (Tabel 1) dengan tetap memasukkan sampel dengan konsentrasi bahan baku pendukung atribut sesuai formula normal sebagai salah satu bentuk perlakuannya. Lampiran 5 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa hanya sampelsampel untuk perlakuan atribut warna larutan bumbu pelezat serbaguna rasa ayam yang memiliki korelasi positif dan model regresi yang signifikan antara konsentrasi bahan baku pendukung atributnya dengan intensitas atributnya, yakni warna larutan. Hasil ini menunjukkan bahwa ketika konsentrasi bahan baku AP meningkat, maka intensitas warna yang diterima oleh panelis juga akan meningkat. Akan tetapi, sampelsampel yang disiapkan untuk perlakuan atribut lainnya menunjukkan hal yang sebaliknya. Konsentrasi bahan baku pendukung atribut yang ditambahkan pada sampel-sampel untuk perlakuan atribut asin, gurih, spicy, dan meaty tidak memiliki korelasi sama sekali dengan intensitas atribut yang dihasilkannya (Lampiran 5, Gambar 5-Gambar 9). Model regresi masingmasing kelompok sampel ini pun tidak signifikan pada taraf 5% dan tidak dapat digunakan kembali. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang erat antara variasi konsentrasi yang diberikan terhadap bahan baku AA, AG, AS, AK, dan AM (Tabel 1) dalam membentuk
51
intensitas atribut asin, gurih, spicy dan meaty pada bumbu pelezat serbaguna rasa ayam. Hasil analisa ragam (Lampiran 6-Lampiran 11) menunjukkan bahwa semua sampel dari masing-masing kelompok atribut dapat dibedakan secara signifikan pada taraf 5%, kecuali sampel-sampel untuk atribut spicy-AK. Sampel-sampel untuk atribut AK tidak dapat dibedakan secara signifikan pada taraf 5% (Lampiran 9). Tabel 6 menunjukkan bahwa sampel-sampel untuk atribut asin hanya dapat dibedakan menjadi empat kelompok. Namun, sampel untuk perlakuan D tidak dapat
Intensitas Atribut (Asin)
dibedakan secara signifikan dengan sampel perlakuan A dan B.
7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 y = 0.069x + 0.017 R2 = 0.505
2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AA
Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AA terhadap Intensitas Atribut Asin Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam
Intensitas Atribut (Gurih)
Gambar 5.
7.00
y = -0.063x + 4.750 R2 = 0.036
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AG
Gambar 6. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AG terhadap Intensitas Atribut Gurih Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam
52
Intensitas Atribut (Spicy-AS)
7.00 6.00 5.00 y = -17.167x + 2.942 R2 = 0.836
4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AS
Gambar 7. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AS terhadap Intensitas Atribut Spicy (AS) Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam
Intensitas Atribut (Spicy-AK)
7.00 6.00 5.00 y = 0.037x + 2.133 R2 = 0.558
4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AK
Intensitas Atribut (Meaty)
Gambar 8. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AK terhadap Intensitas Atribut Spicy (AK) Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam
7.00 6.00 5.00 4.00 y = 0.629x + 3.313 R2 = 0.450
3.00 2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AM
Gambar 9. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AM terhadap Intensitas Atribut Meaty Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam
53
Intensitas Atribut (Warna Larutan)
7.00 6.00 y = 307.059x + 1.394 R2 = 0.975
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku AP
Gambar 10. Hubungan antara Konsentrasi Bahan Baku AP terhadap Intensitas Atribut Warna Larutan Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam Tabel 6 menunjukkan bahwa sampel-sampel untuk atribut gurih hanya dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Begitu pula halnya dengan sampel-sampel untuk atribut spicy-AS dan meaty. Hanya sampelsampel untuk atribut warna larutan yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya secara signifikan pada taraf 5%. Tabel 6. Hasil Uji Duncan terhadap Intensitas Atribut Pelezat Serbaguna Rasa Ayam Atribut** Perlakuan* Spicy Spicy Asin Gurih (AS) (AK) A 3,63a 3,90a 2,81b 2,05a b b b B 4,41 4,43 2,69 2,42a C 5,02c 4,48b 1,78a 2,29a ab a D 4,02 4,48 E 5,56d 3,64b
Sampel Produk Bumbu
Meaty 4,61a 4,51a 5,49b 5,45b 4,80a
Warna larutan 1.25a 2.91b 3.12c 4.01d 4.89e
* Jenis perlakuan dibedakan berdasarkan urutan konsentrasi bahan baku pendukung atribut dari yang terendah hingga tertinggi ** Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak dapat dibedakan secara nyata pada taraf 5%
Dengan demikian, sampel-sampel untuk atribut asin, gurih, spicyAS, spicy-AK, dan meaty diputuskan belum dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan batasan penerimaan mutu produk. Hasil uji korelasi, analisa ragam terhadap model regresi, analisa ragam dan uji Duncan terhadap lima kelompok sampel belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, formulasi ulang perlu dilakukan
54
untuk membuat sampel-sampel yang dapat digunakan dalam penentuan batasan penerimaan mutu atribut asin, gurih, spicy dan meaty bumbu pelezat serbaguna rasa ayam. Sampel-sampel untuk atribut warna larutan memenuhi semua persyaratan yang dikehendaki. Sampel-sampel ini dinilai sudah dapat mewakili kondisi mutu yang berbeda yang mungkin terjadi pada produk. Oleh karena itu, sampel-sampel ini akan digunakan sebagai bahan dalam menentukan batasan penerimaan mutu atribut warna larutan. Uji korelasi antara intensitas atribut warna larutan hasil uji rating dengan tingkat penerimaan panelis hasil uji hedonik terhadap sampelsampel untuk atribut warna larutan bumbu pelezat serbaguna rasa ayam menunjukkan bahwa kedua variabel ini berkorelasi pada taraf 5% (Lampiran 18). Hasil ini menunjukkan bahwa intensitas atribut warna larutan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap bumbu pelezat serbaguna rasa ayam. Dengan demikian, dapat dibuat suatu grafik hubungan antara intensitas atribut warna larutan dengan tingkat penerimaan panelis (Gambar 11).
Tingkat Penerimaan Panelis
7.00 6.00 5.05
5.00 4.48 4.00
4.62
3.73
3.00 2.00 1.00 1.00
2.28
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
Intensitas Atribut (Warna Larutan)
Gambar 11. Hubungan antara Intensitas Atribut Warna Larutan dengan Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam
55
Penentuan batasan penerimaan mutu bumbu pelezat serbaguna berdasarkan atribut warna larutan dilakukan dengan menghubungkan intensitas atribut sampel dengan tingkat penerimaannya oleh panelis serta menyesuaikannya dengan skor uji organoleptik yang telah digunakan selama ini (Tabel 3). Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk diskusi bersama antara Divisi Produksi, Divisi Quality dan Divisi Development. Selain itu, penentuan batasan penerimaan mutu juga didasarkan pada intensitas atribut warna larutan seperti yang tercantum pada profil atribut sensorinya. Pada profil atribut sensori bumbu pelezat serbaguna rasa ayam, intensitas atribut warna larutan bernilai 3. Nilai ini dijadikan intensitas standar warna larutan. Jika intensitas ini diberi skor yang biasa digunakan dalam uji organoleptik di pabrik SCC&C (Tabel 3), maka produk dengan intensitas tersebut akan diberi skor 7. Penentuan
batasan
penerimaan
mutu
dilakukan
dengan
memutuskan bahwa sampel produk yang memperoleh tingkat penerimaan panelis antara 4 (netral) hingga 7 (amat sangat suka), dapat diterima oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. Sampel produk yang memperoleh nilai intensitas atribut sekitar 3 (3,12) memperoleh nilai tingkat penerimaan sebesar 4,48 yang berarti produk masih disukai panelis. Sesuai penjelasan sebelumnya, sampel dengan karakter seperti ini akan diberi skor organoleptik 7. Dengan mengacu pada Gambar 11, sampel-sampel yang dinyatakan masih dapat diterima adalah sampel dengan nilai intensitas atribut 3,12 hingga 4,89. Sampel dengan intensitas atribut 4,01 memiliki warna larutan yang lebih tua dari warna larutan standar, tetapi tingkat penerimaan yang diterimanya paling tinggi (5,05). Jika disesuaikan dengan skor yang digunakan dalam uji organoleptik di pabrik SCC&C (Tabel 3), produk seperti ini akan memperoleh skor 8. Warna produk seperti ini lebih disukai oleh para panelis daripada warna produk standar. Dengan hubungan korelasi yang positif antara intensitas warna larutan dengan tingkat penerimaan panelis, maka dapat dikatakan bahwa panelis
56
menilai bahwa produk seperti ini memiliki karakter yang lebih bagus dari standar. Sampel produk yang memperoleh nilai penerimaan 3,73 dinilai masih diterima oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. Nilai penerimaannya tidak terlalu rendah walaupun intensitasnya sedikit lebih rendah dari intensitas standar. Produk seperti ini diberi skor organoleptik 6. Sampel-sampel dengan tingkat penerimaan di bawah 3 tidak dapat diterima oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. yang diwakili oleh para panelis. Panelis dalam hal ini bertindak sebagai konsumen internal. Produk yang sudah tidak dapat diterima oleh konsumen internal sebaiknya tidak dipasarkan sehingga tidak dikonsumsi oleh konsumen eksternal (pelanggan). Oleh karena itu, produk seperti demikian akan diberi skor 5 dan harus ditolak. c. Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi Sampel perlakuan untuk atribut-atribut kunci produk bumbu pelezat serbaguna rasa sapi disiapkan dengan metode yang sama dengan sampel produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam (Tabel 2). Akan tetapi, bahan baku pendukung atribut spicy yang dipilih untuk produk bumbu pelezat serbaguna rasa sapi tidak sama dengan produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam, yakni hanya SS. Pemilihan bahan baku SS untuk mewakili atribut kunci spicy karena SS dinilai lebih mendorong pembentukan atribut spicy daripada bahan baku rempah-rempah lainnya. Bahan baku pendukung atribut lainnya terdiri atas SA (asin), SG (gurih), SM (meaty), dan SF (warna larutan). Lampiran 12 dan Gambar 16 menunjukkan bahwa hanya sampelsampel untuk perlakuan atribut warna larutan bumbu pelezat serbaguna rasa sapi yang memiliki korelasi positif dan model regresi yang signifikan antara konsentrasi bahan baku pendukung atributnya dengan intensitas atributnya, yakni warna larutan. Hasil ini menunjukkan bahwa ketika konsentrasi bahan baku SF meningkat, maka intensitas warna yang
57
diterima oleh panelis juga akan meningkat. Lain halnya dengan sampel-sampel yang disiapkan untuk perlakuan atribut lainnya. Konsentrasi bahan baku pendukung atribut yang ditambahkan pada sampel-sampel untuk perlakuan atribut asin, gurih, spicy, dan meaty tidak memiliki korelasi sama sekali dengan intensitas atribut yang dihasilkannya (Lampiran 12, Gambar 12-Gambar 15). Model regresi masing-masing kelompok sampel ini pun tidak signifikan pada taraf 5% dan tidak dapat digunakan kembali. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang erat antara variasi konsentrasi yang diberikan terhadap bahan baku SA, SG, SS, dan SM (Tabel 2) dalam membentuk intensitas atribut asin, gurih, spicy dan meaty pada bumbu pelezat serbaguna rasa sapi.
Intensitas Atribut (Asin)
7.00 y = 0.014x + 3.080 R2 = 0.011
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SA
Intensitas Atribut (Gurih)
Gambar 12. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SA terhadap Intensitas Atribut Asin Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi
7.00 6.00 5.00 4.00 y = 0.174x + 2.302 R2 = 0.204
3.00 2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SG
Gambar 13. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SG terhadap Intensitas Atribut Gurih Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi
58
Intensitas Atribut (Spicy)
7.00 6.00 y = 0.324x + 3.043 R2 = 0.880
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SS
Intensitas Atribut (Meaty)
Gambar 14. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SS terhadap Intensitas Atribut Spicy Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi
7.00 6.00 5.00 y = 0.107x + 4.050 R2 = 0.538
4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SM
Gambar 15. Hubungan antara Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SM terhadap Intensitas Atribut Meaty Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi
Intensitas Atribut (Warna Larutan)
7.00 y = 0.134x + 2.986 R2 = 0.917
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1
2
3
4
5
Perlakuan Konsentrasi Bahan Baku SF
Gambar 16. Hubungan antara Konsentrasi Bahan Baku SF terhadap Intensitas Atribut Warna Larutan Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi
59
Hasil analisa ragam (Lampiran 13-Lampiran 17) menunjukkan bahwa semua sampel dari masing-masing kelompok atribut dapat dibedakan secara signifikan pada taraf 5. Namun hasil uji Duncan (Tabel 7) menunjukkan bahwa hanya tidak semua sampel dalam atribut yang sama memiliki perbedaan yang nyata pada taraf 5%. Beberapa sampel dalam atribut yang sama hanya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok. Namun, tidak diperoleh sampel yang benar-benar berbeda nyata satu sama lain dalam satu atribut yang sama. Sampel-sampel untuk atribut warna larutan hanya dapat dibedakan menjadi empat kelompok, tetapi, sampel masih tetap dapat dibedakan berdasarkan urutan intensitasnya. Tabel 7. Hasil Uji Duncan terhadap Intensitas Atribut Sampel Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi Atribut** Perlakuan* Warna Asin Gurih Spicy Meaty larutan c a a a A 4.93 3.98 3.12 4.58 3.49a B 2.15a 4.39ab 3.25a 4.31a 3.51a C 4.49b 5.11d 3.84b 5.53b 4.15b D 4.05b 4.48bc 5.69b 5.11c E 4.33b 4.89cd 5.51b 6.06d * Jenis perlakuan dibedakan berdasarkan urutan konsentrasi bahan baku pendukung atribut dari yang terendah hingga tertinggi ** Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak dapat dibedakan secara nyata pada taraf 5%
Sampel-sampel akan dipakai sebagai bahan dalam penentuan batasan
penerimaan
mutu
atribut
jika
sampel-sampel
tersebut
menunjukkan korelasi yang positif antara konsentrasi bahan baku pendukung atribut dengan intensitasnya, memiliki model regresi yang signifikan pada taraf 5%, dan masing-masing sampel dalam kelompok atribut yang sama dapat dibedakan secara signifikan pada taraf 5%. Dari semua kelompok sampel yang diuji, hanya kelompok sampel untuk atribut warna larutan yang paling memenuhi persyaratan ini. Keempat kelompok sampel lainnya diputuskan belum dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan batasan penerimaan mutu produk.
60
Hasil uji korelasi, analisa ragam terhadap model regresi, analisa ragam dan uji Duncan terhadap keempat kelompok sampel tersebut belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, formulasi ulang perlu dilakukan untuk membuat sampel-sampel yang dapat digunakan dalam penentuan batasan penerimaan mutu atribut asin, gurih, spicy dan meaty bumbu pelezat serbaguna rasa sapi. Sampel-sampel untuk atribut warna larutan dinilai dapat digunakan sebagai bahan untuk penentuan batasan penerimaan mutu warna larutan. Oleh karena itu, dilakukan uji korelasi terhadap intensitas atribut dengan tingkat penerimaan panelis untuk melihat hubungan antara dua variabel tersebut. Lampiran 18 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara intensitas atribut warna larutan hasil uji rating dengan tingkat penerimaan panelis hasil uji hedonik pada taraf 5%. Dengan demikian, dapat dibuat suatu grafik hubungan antara kedua variabel ini.
Tingkat Penerimaan Panelis
7.00 6.00 5.00
4.68
4.76
4.14 3.80
4.00
3.24
3.00 2.00 1.00 1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
Intensitas Atribut (Warna Larutan)
Gambar 17. Hubungan antara Intensitas Atribut Warna Larutan dengan Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi Sama halnya dengan penentuan batasan penerimaan mutu atribut warna larutan bumbu pelezat serbaguna rasa ayam, penentuan batasan penerimaan mutu warna larutan bumbu pelezat serbaguna rasa sapi dilakukan dengan menghubungkan intensitas atribut sampel dengan tingkat penerimaannya oleh panelis serta menyesuaikannya dengan skor
61
uji organoleptik yang telah digunakan selama ini (Tabel 3). Kegiatan ini juga dilakukan dalam bentuk diskusi bersama antara Divisi Produksi, Divisi Quality dan Divisi Development. Selain itu, penentuan batasan penerimaan mutu juga didasarkan pada intensitas atribut warna larutan seperti yang tercantum pada profil atribut sensorinya. Nilai intensitas standar warna larutan bumbu pelezat serbaguna rasa sapi seperti yang tercantum dalam profil atribut sensorinya bernilai 4. Sampel yang dengan intensitas atribut mendekati 4 (4,15) memperoleh tingkat penerimaan panelis sebesar 4,68. Dengan demikian, sampel ini diberi skor organoleptik 7. Sampel dengan intensitas atribut 3,49 dan 3,51 tidak dapat dibedakan secara signifikan pada taraf 5% (Tabel 7). Oleh karena itu, kedua sampel ini diasumsikan memiliki karakter sensori yang sama. Dengan tingkat penerimaan panelis yang berkisar antara 3,80 dan 4,14, kedua sampel tersebut dinyatakan masih dapat diterima oleh para panelis walau intensitasnya lebih rendah dari standar. Oleh karena itu, sampel ini diberi skor organoleptik 6. Begitu pula halnya dengan sampel yang memperoleh intensitas atribut 5,11. Peningkatan intensitas ini menunjukkan bahwa sampel tersebut tidak lagi sama dengan standar atau spesifikasi produk. Namun, dengan tingkat penerimaan panelis yang tidak terlalu jauh dengan tingkat penerimaan panelis untuk sampel dengan intensitas standar, maka sampel dengan intensitas atribut 5,11 diberi skor organoleptik 6. Sampel dengan intensitas 6,06 tidak dapat diterima oleh panelis. Hal ini menunjukkan bahwa ketika warna larutan semakin tua, maka panelis tidak dapat menerima produk tersebut karena tidak sesuai dengan spesifikasi. Dengan kata lain, tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Dengan demikian, produk-produk yang memiliki karakter seperti sampel ini akan diberi skor organoleptik 5 dan tidak boleh diterima untuk dilepas ke pasar.
62
4. Perbaikan Dokumen Pemeriksaan Mutu Organoleptik Bumbu Pelezat Serbaguna Perbaikan dokumen pemeriksaan mutu organoleptik bumbu pelezat serbaguna meliputi perbaikan format uji organoleptik dan instruksi kerja pemeriksaan mutu organoleptik. Format uji mutu organoleptik sebaiknya dilengkapi dengan deskripsi kriteria mutu masing-masing atribut yang diuji. Deskripsi kriteria mutu untuk produk bumbu pelezat serbaguna produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. disusun dengan mengombinasikan tingkat intensitas masing-masing atribut yang telah disesuaikan dengan skor uji organoleptik. Informasi ini diperoleh dari hasil penentuan batasan penerimaan mutu yang telah dilakukan. Hasil analisa sebelumnya menunjukkan bahwa baru atribut kunci warna larutan yang tersusun batas penerimaannya. Oleh karena itu, baru atribut warna larutan yang sudah dapat disusun deskripsi kriteria mutunya. Deskripsi kriteria mutu atribut kunci lainnya belum dapat disusun karena belum diperolehnya hasil analisa yang sahih. Salah satu kelebihan dari kegiatan pemeriksaan mutu warna larutan ialah warna dapat dibedakan secara visual. Oleh karena itu, deskripsi produk dapat dibuat dengan mencantumkan foto atau gambar warna larutan sesuai dengan kriteria mutunya, yakni dengan nilai atau skor yang berlaku dalam uji organoleptik di pabrik SCC&C (Lampiran 19). Nilai skor yang selama ini telah dipakai dalam uji organoleptik masih dapat diterapkan. Namun, nomor skor harus sudah ditambahkan pada deskripsi masing-masing kelas mutu produk sesuai atributnya seperti pada Lampiran 19. Ketentuan mengenai penentuan keputusan penerimaan produk sebaiknya ditulis dalam instruksi kerja dan format uji organoleptik yang digunakan. Rancangan instruksi kerja pemeriksaan mutu organoleptik dan rancangan bentuk format uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21. Rancangan instruksi kerja juga dilengkapi dengan jumlah panelis. Panelis harus terlatih dan jumlah minimum panelis terlatih yang disarankan adalah 6 orang panelis terlatih (Moscowitz, 1985; SNI 01-2346-1991
63
mengenai Petunjuk Pengujian Organoleptik Produk Perikanan). Namun, jika kondisi di lapangan tidak memungkinkan bagi keenam orang panelis berkumpul dan melakukan uji organoleptik, uji organoleptik harus dilakukan oleh minimal 3 orang panelis terlatih. Dari 3 orang panelis tersebut, minimal terdapat 1 orang quality checker yang juga bertugas sebagai panelis. Maka dari itu, quality checker sebaiknya juga memiliki kepekaan sensori yang tinggi. Tingginya beban kerja karyawan selama produksi seringkali mengurangi waktu luang karyawan produksi selama jam kerja. Oleh karena itu, jumlah ideal panelis terlatih untuk uji organoleptik tidak boleh dipaksakan. Walaupun deskripsi kriteria mutu belum dapat dibuat untuk semua atribut, rancangan instruksi kerja dan format uji organoleptik sebaiknya dibuat untuk menguji semua atribut kunci. Frekuensi uji organoleptik disesuaikan dengan jumlah batch produksi yang dihasilkan setiap shiftnya. Tingginya kapasitas produksi dalam satu shift (50-60 batch) menjadi penghalang dalam melaksanakan uji organoleptik untuk semua atribut dari setiap batch. Untuk itu, uji organoleptik harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan pengujian masing-masing atribut. Atribut yang dapat dianalisa dengan mudah, sebaiknya diperiksa setiap batch seperti atribut penampakan powder. Namun, atribut-atribut yang lebih sulit persiapan dan analisanya, seperti flavor dan warna larutan, tidak dapat diperiksa setiap batch. Oleh karena itu, perlu diterapkan teknik pengambilan contoh dari jumlah seluruh batch. Soekarto (1990) menjelaskan bahwa penentuan ukuran contoh dapat dapat didasarkan pada parameter populasi. Salah satu rumus yang lazim digunakan adalah rumus ukuran contoh menurut Eastman Kodax, yakni n = √2N; di mana n adalah ukuran contoh dan N adalah populasi. Dengan menggunakan jumlah minumum batch produksi sebagai populasi, maka: N = 50 n = √(2 x 50) = 10 Jika dalam 50 batch bumbu yang diproduksi harus ada 10 batch yang diperiksa mutu organoleptik flavor dan warna larutannya, maka uji
64
organoleptik untuk flavor dan warna larutan harus dilaksanakan setiap 5 batch produksi. Walaupun uji organoleptik untuk flavor dan warna larutan tidak dilaksanakan setiap batch, tetapi uji organoleptik untuk penampakan powder dilaksanakan setiap batch. Dengan demikian, jika ditemukan penyimpangan mutu pada penampakan powder maka kecenderungan produk untuk dapat diterima atau tidak sudah dapat diketahui. Selain itu, jika penyimpangan mutu penampakan powder ditemukan pada produk yang tidak diperiksa mutu flavor dan warna larutannya, maka dapat segera dilakukan uji organoleptik untuk semua atribut. Sebagai dasar keputusan, sampel produk harus ditolak jika minimum terdapat satu atribut yang memperoleh nilai mutu 5. D. PERANCANGAN DAN PERSIAPAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG Kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik tidak dapat berjalan jika tidak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Hasil analisis kebutuhan perusahaan menunjukkan bahwa manajemen pabrik SCC&C hendak membuat suatu ruangan khusus yang akan digunakan untuk kegiatan pemeriksaan mutu selama proses produksi. Ruangan ini terletak di dalam area produksi bumbu pelezat serbaguna dengan ukuran ruangan 4 m x 2,5 m x 2,5 m. Dengan demikian, kegiatan pemeriksaan mutu selama proses produksi diharapkan tidak akan mengganggu jalannya kegiatan produksi. Namun, hasilnya dapat digunakan untuk menunjang kegiatan produksi. Denah letak ruangan dalam ruang produksi dapat dilihat pada Lampiran 22. PT. Unilever Indonesia, Tbk. memiliki kebijakan untuk tidak menggunakan barang-barang berbahan dasar gelas dan kayu di dalam ruang produksi. Kebijakan ini diatur dalam ketentuan GMP yang ditetapkan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. Oleh karena itu, setiap alat maupun perlengkapan yang hendak diletakkan di dalam ruangan tersebut tidak boleh berbahan dasar gelas maupun kayu. Ruangan pemeriksaan mutu perlu dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai, yakni 70-80 footcandles (Meilgaard et al., 1999). Booth uji organoleptik tidak akan dibuat di dalam ruangan pemeriksaan karena
65
keterbatasan ruangan dan fungsi ruangan yang tidak hanya akan digunakan untuk uji organoleptik. Selain itu, ruangan juga akan dilengkapi sebuah wastafel dan meja uji selebar 80 cm yang menempel pada dinding. Ruangan akan dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk mengondisikan ruangan pada suhu di bawah 25oC dan di bawah RH 50%. Peralatan yang perlu dipersiapkan untuk kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik antara lain plastik sampel berupa plastik penyimpanan sampel berupa plastik transparan dengan volume 500 g, sendok takaran 200 g untuk mengambil sampel powder bumbu pelezat serbaguna, papan datar berwarna putih atau kertas putih polos sebagai alas dalam menilai mutu penampakan powder, gelas plastik PP transparan dengan volume 200 ml, sendok kecil, timbangan analitik, ketel pemanas air listrik. Semua peralatan ini harus disediakan oleh manajemen pabrik SCC&C sebelum kegiatan pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi dimulai. Selain itu, untuk membantu para panelis dalam menilai produk, deskripsi kriteria mutu masingmasing atribut sebaiknya dibuat dalam lembar terpisah dan dipasang pada tempat yang mudah terlihat di dalam ruangan pemeriksaan mutu organoleptik di dalam ruang produksi.
66
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Proses perancangan sistem pemeriksaan mutu bumbu pelezat serbaguna dilakukan dari segi teknis dan segi manajemen. Selama kegiatan magang, proses perancangan segi teknis meliputi perbaikan metode uji organoleptik, penentuan atribut kunci bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan sapi serta batasan mutunya serta persiapan sarana dan prasarana penunjang seperti ruangan pemeriksaan dan peralatan uji organoleptik. Proses perancangan segi manajemen meliputi persiapan dokumen seperti instruksi kerja, format uji organoleptik dan lembar deskripsi mutu (kriteria mutu) produk. Perbaikan metode uji organoleptik meliputi penetapan uji skoring sebagai metode uji organoleptik yang paling sesuai dengan perusahaan serta melengkapi skor organoleptik yang ada dengan deskripsi produk. Atributatribut kunci telah berhasil ditetapkan untuk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam dan rasa sapi. Atribut-atribut kunci untuk produk bumbu pelezat serbaguna rasa ayam meliputi penampakan powder (free flowing, warna powder kuning muda dan bebas benda asing), flavor asin, gurih, spicy, meaty dan warna larutan kuning. Atribut-atribut kunci untuk produk bumbu pelezat serbaguna rasa sapi meliputi penampakan powder (free flowing, warna powder coklat muda dan bebas benda asing), flavor asin, gurih, spicy, meaty dan warna larutan coklat. Penentuan batasan penerimaan mutu dikembangkan untuk atribut flavor dan warna larutan dengan mengombinasikan intensitas atribut dengan skor organoleptik. Batasan penerimaan mutu atribut flavor belum berhasil dikembangkan. Batasan penerimaan atribut warna larutan sudah berhasil dikembangkan dan disajikan dalam bentuk deskripsi kriteria mutu produk bumbu pelezat serbaguna berupa foto atau gambar larutan produk. Dokumen pemeriksaan mutu organoleptik yang dirancang meliputi rancangan instruksi kerja pemeriksaan mutu organoleptik selama proses
67
produksi, rancangan format uji organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna, dan rancangan kriteria mutu. Sarana dan prasarana penunjang implementasi sistem yang perlu disiapkan meliputi ruangan pemeriksaan mutu di dalam ruang produksi bumbu pelezat serbaguna di pabrik SCC&C dan perangkat pendukung yang akan digunakan dalam uji organoleptik. B. SARAN Batasan penerimaan mutu dan deskripsi kriteria mutu atribut kunci penampakan powder dan flavor produk bumbu pelezat serbaguna perlu segera dibuat. Setelah terbentuk, informasi ini perlu disosialisasikan kepada para karyawan dari divisi-divisi terkait, yakni Divisi Produksi, Divisi Quality dan Divisi Development. Selain itu, perlu dilakukan seleksi panelis untuk memilih karyawan-karyawan
yang
bertugas
sebagai
panelis
dalam
kegiatan
pemeriksaan mutu organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna selain para quality checker. Para panelis juga harus mengikuti rangkaian pelatihan mengenai uji organoleptik, spesifikasi produk dan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
mutu
organoleptik
selama
proses
produksi.
Langkah
implementasi dilaksanakan setelah semua keperluan perancangan proses pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi terpenuhi. Pada akhirnya, semua dokumen yang terbentuk dikumpulkan menjadi satu berkas dokumen sistem pemeriksaan mutu organoleptik selama proses produksi. Sistem serupa juga sebaiknya diterapkan untuk produk-produk produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. yang memiliki karakteristik organoleptik yang khas dan perlu dijaga konsistensi mutunya.
68
DAFTAR PUSTAKA Arpah. 2006. Alat Bantu Manajemen Mutu Pangan (Quality Tools). Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and Preparation. Wadsworth. Belmont. Carpenter, R.P., D.H. Lyon, dan T.A. Hasdell. 2000. Guidelines for Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control, Second Edition. Aspen Publication. Maryland. Clarke, M.W. 1994. Herbs and Spices. Di dalam: Underriner, E.W. dan I.R. Hume (Eds.). Handbook of Industrial Seasonings. Blackie Academic and Professional. London. pp: 43-61. Crosby, P.B. 1979. Quality is Free: The Art of Making Quality Certain. McGrawHill. New York. Farrell, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Publishing. Connecticut. Floyd,
B.M. 1999. Sensory Evaluation in Quality http://www.foodproductdesign.com/archive/1999/1199qa.html. 2007].
Control. [2 Mei
Gasperz, V. 2006a. ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gasperz, V. 2006b. Total Quality Management untuk Praktisi Bisnis dan Industri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gunstone, F.D. 2002. Food Applications of Lipids. Di dalam: Akoh, C.C. dan D.B. Min (Eds.). Food Lipids: Chemistry, Nutrition and Biotechnology, Second Edition: Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc. New York. Hall, R.L. 1968. Flavor and Flavoring, Seeking a Consensus of Definition. Food Technology: 22: 1496. Hanas, O.P. 1994. Seasoning Ingredients. Di dalam: Underriner, E.W. dan I.R. Hume (Eds.). Handbook of Industrial Seasonings. Blackie Academic and Professional. London. pp: 20-42. Herjanto, E. 2006. Manajemen Operasi, Edisi Ketiga. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
69
Hirasa, K. dan M. Takemasa. 1998. Spice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. Holmes, Z. 1997. Sensory Evaluation Introduction. http://food.oregonstate.edu/sensory/introduction.html. [18 Agustus 2007]. Ishikawa, K. 1982. Guide to Quality Control. Asian Productivity Organization. New York. Ivory, J.E. 1994. Typical Seasoning Formulation. Di dalam: Underriner, E.W. dan I.R. Hume (Eds.). Handbook of Industrial Seasonings. Blackie Academic and Professional. London. pp: 62-79. Juran, J.M. 1974. Quality Control Handbook, Third Edition. McGraw-Hill. New York. Katzer,
G. 2006. Gernot Katzer’s Spice graz.at/~katzer/engl/.html. [6 April 2007].
Pages.
http://www.uni-
Lee, J. 1994. Specifying A Seasoning. Di dalam: Underriner, E.W. dan I.R. Hume (Eds.). Handbook of Industrial Seasonings. Blackie Academic and Professional. London. pp: 80-106. Meilgaard, M., G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques, Third Edition. CRC Press. Boca Raton. Mollet, H. dan A. Grubenmann. 2001. Formulation Technology: Emulsions, Suspensions, Solid Forms. Wiley-VCH. Weinheim. Moscowitz, H.R. 1985. New Directions for Product Testing and Sensory Analysis of Foods. Food and Nutrition Press, Inc. Westport. Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2005. Jaminan Mutu Industri Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muñoz, A.M., G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1992. Sensory Evaluation in Quality Control. Van Nostrand Reinhold. New York. Muñoz, A.M. 2002. Sensory Evaluation in Quality Control: An Overview, New Developments and Future Opportunities. Food Quality and Preference 13: 329-339. Poste, L.M., D.A. Mackie, G. Butler, dan E. Larmond. 1991. Laboratory Methods for Sensory Analysis of Food. Canada Communication Group-Publishing Centre. Ottawa.
70
Salminen, S. dan A. Hallikinen. 2002. Sweeteners. Di dalam: Brannen, A.L., P.M. Davidson, S. Salminen, dan J.H. Thorngate III (Eds). Food Additives. Marcel Dekker, Inc. New York. pp: 447-476. Sinki, G. S. dan R.J. Gordon. 2002. Flavoring Agents. Di dalam: Brannen, A.L., P.M. Davidson, S. Salminen, dan J.H. Thorngate III (Eds.). Food Additives. Marcel Dekker, Inc. New York. pp: 349-408. Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sugita, Y. 2002. Flavor Enhancers. 2002. Di dalam: Brannen, A.L., P.M. Davidson, S. Salminen, dan J.H. Thorngate III (Eds.). Food Additives. Marcel Dekker, Inc. New York. pp: 409-446. Syarief, R., S. Santausa, dan S. Isyana. 1988. Buku dan Monograf I, Teknologi Pengemasan Pangan. Lab. Rekayasa Proses Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Underriner, E.W. 1994. Introduction. Di dalam: Underriner, E.W. dan I.R. Hume (Eds.). Handbook of Industrial Seasonings. Blackie Academic and Professional. London. pp: 1-19. Vaclavik, V.A. dan E.W. Christian. 2003. Essentials of Food Science, Second Edition. Kluwer Academic/Plenum Publishers. New York. von Elbe, J.H. dan S.J. Schwartz. 1999. Colorants. Di dalam: Fennema, O.R. (Ed.). Food Chemistry, Third Edition. Marcel Dekker, Inc. New York. pp: 651722.
71
LAMPIRAN
72
73
TBB Production Manager
TBB Assist. Production Manager
SCC&C Production Manager
SCC&C Assist. Production Manager SCC&C Assistant Engineering Manager
TBB Assistant Engineering Manager
Foods Engineering Manager
General Manager Manufacturing Foods
TBB Assistant Quality Manager
Foods Quality Manager
Corporate QA Manager
SCC&C Assistant Quality Manager
Supply Chain Director
Lampiran 1. Struktur Organisasi Divisi Foods PT. Unilever Indonesia, Tbk.
Seasoning Assistant Development Manager
Development Manager
73
Lampiran 2. Struktur Organisasi Pabrik SCC&C PT. Unilever Indonesia, Tbk.
74
74
Despatch Driver
Despatch Clerk
Chargehand foreman
FP Store Supervisor
Storehand Driver
RM Store Keeper
RM/PM Store spv
Tank yard
PM Store Keeper
Cocktail blending Opr. Blending Opr.
MPU Opr.
Production Manager
Filling Machine Opr.
Process Control Analyst
Tea Mix Leading Hand
Production Supervisor
Asst. Prod Manager
Opr.
Preparation
Ingredient
Mixing Opr.
Filling Machine Opr.
Quality Checker
75
Lampiran 3. Proses Produksi Bumbu Pelezat Serbaguna di PT. Unilever Indonesia, Tbk. Mulai Bahan baku bumbu pelezat serbaguna Penimbangan bahan Pencampuran (mixer) Dumping/unloading Ageing Premix 1 bumbu pelezat serbaguna Pencampuran ulang
Pengayakan
Granula bumbu pelezat serbaguna
Premix 2 bumbu pelezat serbaguna
Filling dan Sealing-mesin Universal
Filling dan Sealing-mesin Laudenberg
Bumbu Pelezat Serbaguna Kemasan Sachet 8 g
Bumbu Pelezat Serbaguna Kemasan Pouch 50 g dan 200 g
Filling dan Sealingmanual Bumbu Pelezat Serbaguna Kemasan Pouch 100 g
Selesai
76
Lampiran 4.
Contoh Lembar Uji Organoleptik-Penentuan Batasan Penerimaan Mutu Organoleptik Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Lembar Uji Organoleptik - SCC&C
Hari/Tgl Sampel
: :
Instruksi: ! Cicipi sampel bumbu pelezat serbaguna yang ada di hadapan Anda dari kiri ke kanan. ! Biarkan larutan sampel di dalam mulut Anda selama ± 30 detik (jangan langsung ditelan) dan perhatikan atribut seperti yang tertulis di bawah. ! Ujilah masing-masing produk dan jangan bandingkan antar sampel. Baca dan ikuti petunjuk setiap bagian seperti tertulis di bawah. Spicy a. 151 1. Uji Hedonik Tentukan seberapa besar Anda menyukai produk ini dengan memberi tanda (√) pada kotak yang terletak di depan pernyataan yang Anda pilih. □ amat sangat tidak suka □ sangat tidak suka □ tidak suka □ netral □ suka □ sangat suka □ amat sangat suka 2. Uji Rating Deskriptif Tentukan seberapa besar intensitas masing-masing atribut dengan memberi tanda (/) pada skala garis di bawah ini. tidak ada sama sekali
amat sangat kuat
b. 513 1. Uji Hedonik Tentukan seberapa besar Anda menyukai produk ini dengan memberi tanda (√) pada kotak yang terletak di depan pernyataan yang Anda pilih. □ amat sangat tidak suka □ sangat tidak suka □ tidak suka □ netral □ suka □ sangat suka □ amat sangat suka 2. Uji Rating Deskriptif Tentukan seberapa besar intensitas masing-masing atribut dengan memberi tanda (/) pada skala garis di bawah ini. tidak ada sama sekali
amat sangat kuat
77
c. 326 1. Uji Hedonik Tentukan seberapa besar Anda menyukai produk ini dengan memberi tanda (√) pada kotak yang terletak di depan pernyataan yang Anda pilih. □ amat sangat tidak suka □ sangat tidak suka □ tidak suka □ netral □ suka □ sangat suka □ amat sangat suka 2. Uji Rating Deskriptif Tentukan seberapa besar intensitas masing-masing atribut dengan memberi tanda (/) pada skala garis di bawah ini. tidak ada sama sekali
amat sangat kuat
TERIMA KASIH ATAS KERJASAMANYA!
78
Lampiran 5.
Ringkasan Hasil Uji Korelasi dan Regresi Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5
Hasil Uji Korelasi Konsentrasi Bahan Baku Pendukung Atribut Kunci dengan Intensitas Atribut Kunci Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam Correlations AA AA
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 . 5 .710 .179 5
SKOR .710 .179 5 1 . 5
Correlations AG AG
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 . 5 -.190 .760 5
SKOR -.190 .760 5 1 . 5
Correlations AK AK
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 . 3 .639 .558 3
SKOR .639 .558 3 1 . 3
Correlations AS AS
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 . 3 -.914 .265 3
SKOR -.914 .265 3 1 . 3
79
Correlations AM AM
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SKOR .447 .450 5 1 . 5
1 . 5 .447 .450 5
Correlations AP AP
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SKOR .987** .002 5 1 . 5
1 . 5 .987** .002 5
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2 t il d)
Hasil Uji Regresi Konsentrasi Bahan Baku Pendukung Atribut Kunci dengan Intensitas Atribut Kunci Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam Variables Entered (x) AA AG AS AK AM AP
Dependent Variables (y) Skor Skor Skor Skor Skor Skor
2
R
R
Sig.
0.710 0.190 0.914 0.639 0.447 0.987
0.505 0.036 0.836 0.409 0.200 0.975
0.179 0.760 0.265 0.558 0.450 0.002
Model Regresi y = 0.017 + 0.069 x y = 4.750 - 0.063 x y = 2.942 - 17.167 x y = 2.133 + 0.037 x y = 3.313 + 0.629 x y = 1.394 + 307.059 x
Keterangan: - Uji korelasi: Kedua variabel berkorelasi jika nilai p value pada kolom sig. (2-tailed) < 0.05 - Uji regresi: Kedua variabel berhubungan erat jika sig. model regresi < 0.05 Semakin tinggi R2, semakin erat hubungan antara skor intensitas deskriptif dipengaruhi oleh konsentrasi bahan baku pendukung atribut.
80
Lampiran 6. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Asin Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Keterangan:
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
Terdapat perbedaan antar sampel atribut
asin
(sig.
sampel
=
0.000<0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel. Sampel pada kolom subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1049.657a .848 23.851 9.639 1059.296
df 14 9 4 36 50
Mean Square 74.976 .094 5.963 .268
F 280.021 .352 22.270
Sig. .000 .950 .000
a. R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .987)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Subset Duncana,b
SAMPEL A D B C E Sig.
N 10 10 10 10 10
1 3.6290 4.0200
2
3
4
4.0200 4.4110 5.0180
.100
.100
1.000
5.5600 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .268. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
81
Lampiran 7. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Gurih Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Keterangan:
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
Terdapat perbedaan antar sampel atribut
gurih (sig.
sampel =
0.000<0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel. Sampel pada kolom subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Corrected Model Intercept PANELIS SAMPEL Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 7.477a 875.795 1.354 6.123 8.152 891.424 15.629
df 13 1 9 4 36 50 49
Mean Square .575 875.795 .150 1.531 .226
F 2.540 3867.654 .664 6.760
Sig. .014 .000 .735 .000
a. R Squared = .478 (Adjusted R Squared = .290)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR
Duncana,b
SAMPEL E A B D C Sig.
N 10 10 10 10 10
Subset 1 2 3.6400 3.8980 4.4300 4.4780 4.4800 .233 .827
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .226. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
82
Lampiran 8. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Spicy (AS) Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors
Terdapat perbedaan antar sampel
Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3
N
atribut spicy-seledri (sig. sampel
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 10 10 10
A B C
=
0.007<0.05),
sehingga
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel.
Sampel
pada
kolom
subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 195.730a 13.051 6.308 8.497 204.227
df 12 9 2 18 30
Mean Square 16.311 1.450 3.154 .472
F 34.554 3.072 6.682
Sig. .000 .020 .007
a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .931)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Subset SAMPEL Duncana,b C B A Sig.
N 10 10 10
1 1.7800
1.000
2 2.6860 2.8080 .696
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .472. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
83
Lampiran 9. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Spicy (AK) Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3
Tidak terdapat perbedaan yang
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 10 10 10
A B C
nyata antar sampel atribut spicykunyit
(sig.
sampel
=
0.365>0.05).
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 157.286a 4.517 .714 6.021 163.307
df 12 9 2 18 30
Mean Square 13.107 .502 .357 .334
F 39.184 1.500 1.068
Sig. .000 .221 .365
a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .939)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR
Duncana,b
SAMPEL A C B Sig.
N 10 10 10
Subset 1 2.0460 2.2900 2.4180 .190
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .334. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
84
Lampiran 10. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Meaty Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Terdapat perbedaan antar sampel
N
atribut meaty (sig. sampel =
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
0.000<0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel. Sampel pada kolom subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1247.981a 2.976 8.767 10.633 1258.614
df 14 9 4 36 50
Mean Square 89.142 .331 2.192 .295
F 301.813 1.120 7.421
Sig. .000 .374 .000
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .988)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR
Duncan a,b
SAMPEL B A E D C Sig.
N 10 10 10 10 10
Subset 1 4.5080 4.6100 4.8000
.265
2
5.4520 5.4920 .870
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .295. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
85
Lampiran 11. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Warna Larutan Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Terdapat perbedaan antar sampel
N
atribut warna larutan (sig. sampel
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
=
0.000<0.05),
sehingga
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel.
Sampel
pada
kolom
subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Corrected Model Intercept PANELIS SAMPEL Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 74.313a 523.844 .451 73.862 1.221 599.378 75.534
df
Mean Square 5.716 523.844 .050 18.465 .034
13 1 9 4 36 50 49
F 168.529 15443.860 1.479 544.393
Sig. .000 .000 .193 .000
Subset 3
4
a. R Squared = .984 (Adjusted R Squared = .978)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR
Duncan a,b
SAMPEL A B C D E Sig.
N 10 10 10 10 10
1 1.2530
2
5
2.9110 3.1200 4.0100 1.000
1.000
1.000
1.000
4.8900 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .034. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
86
Lampiran 12. Ringkasan Hasil Uji Korelasi dan Regresi Atribut Kunci Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5 Hasil Uji Korelasi Konsentrasi Bahan Baku Pendukung Atribut Kunci dengan Intensitas Atribut Kunci Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi Correlations ASIN ASIN
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 . 5 .103 .869 5
SKOR .103 .869 5 1 . 5
Correlations GURIH GURIH
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 . 5 .683 .204 5
SKOR .683 .204 5 1 . 5
Correlations SPICY SPICY
SKOR
1 . 3 .938 .225 3
SKOR .938 .225 3 1 . 3
MEATY 1 . 5 .812 .095 5
SKOR .812 .095 5 1 . 5
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Correlations
MEATY
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
87
Correlations WARNA
SKOR
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
WARNA 1 . 5 .958* .010 5
SKOR .958* .010 5 1 . 5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil Uji Regresi Konsentrasi Bahan Baku Pendukung Atribut Kunci dengan Intensitas Atribut Kunci Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi Variables Entered (x) SA SG SS SM SF
Dependent Variables (y) Skor Skor Skor Skor Skor
R 0.103 0.683 0.938 0.734 0.958
2
R
0.011 0.466 0.880 0.538 0.917
Sig. 0.869 0.204 0.225 0.158 0.010
Model Regresi y = 3.080 + 0.014 x y = 2.302 + 0.174 x y = 3.043 + 0.324 x y = 4.050 + 0.107 x y = 2.986 + 0.134 x
Keterangan: - Analisa korelasi: Kedua variabel berkorelasi jika nilai p value pada kolom sig. (2-tailed) < 0.05 - Analisa regresi: Kedua variabel berhubungan erat jika sig. model regresi < 0.05 Semakin tinggi R2, semakin erat hubungan antara skor intensitas deskriptif dipengaruhi oleh konsentrasi bahan baku pendukung atribut.
88
Lampiran 13. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Asin Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Terdapat perbedaan antar sampel
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
atribut
asin
(sig.
sampel
=
0.000<0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel. Sampel pada kolom subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 843.769a 1.629 46.294 7.550 851.319
df 14 9 4 36 50
Mean Square 60.269 .181 11.574 .210
F 287.388 .863 55.187
Sig. .000 .565 .000
a. R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .988)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR
Duncana,b
SAMPEL B D E C A Sig.
N 10 10 10 10 10
1 2.1510
Subset 2
3
4.0520 4.3290 4.4870 1.000
.051
4.9290 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .210. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
89
Lampiran 14. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Gurih Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Terdapat perbedaan antar sampel
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
atribut
gurih (sig.
sampel =
0.000<0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel. Sampel pada kolom subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1051.998a .739 7.837 7.382 1059.381
df 14 9 4 36 50
Mean Square 75.143 .082 1.959 .205
F 366.445 .400 9.554
Sig. .000 .927 .000
a. R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .990)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Subset Duncana,b
SAMPEL A B D E C Sig.
N 10 10 10 10 10
1 3.9780 4.3880
.050
2 4.3880 4.4780
.659
3
4.4780 4.8880 .050
4
4.8880 5.1090 .282
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .205. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
90
Lampiran 15. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Spicy Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors
Terdapat perbedaan antar sampel
Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3
N
atribut
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 10 10 10
A B C
spicy (sig.
sampel =
0.042<0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel. Sampel pada kolom subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 352.326a 1.994 2.919 6.911 359.237
df 12 9 2 18 30
Mean Square 29.360 .222 1.460 .384
F 76.466 .577 3.801
Sig. .000 .799 .042
a. R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .968)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Subset SAMPEL Duncana,b A B C Sig.
N 10 10 10
1 3.1220 3.2490 .652
2
3.8380 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .384. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
91
Lampiran 16. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Meaty Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Terdapat perbedaan antar sampel
N
atribut meaty (sig. sampel =
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
0.000<0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel. Sampel pada kolom subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1329.472a 1.707 15.919 7.169 1336.641
df 14 9 4 36 50
Mean Square 94.962 .190 3.980 .199
F 476.853 .952 19.984
Sig. .000 .494 .000
a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .993)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR
Duncan a,b
SAMPEL B A E C D Sig.
N 10 10 10 10 10
Subset 1 4.3080 4.5780
.185
2
5.5110 5.5310 5.6830 .423
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .199. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
92
Lampiran 17. Hasil Analisa Ragam Intensitas Atribut Warna Larutan Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi dengan Software SPSS 11.5 Univariate Analysis of Variance
Keterangan:
Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5
Terdapat perbedaan antar sampel
N
atribut warna larutan (sig. sampel
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 10 10 10 10
A B C D E
=
0.000<0.05),
sehingga
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar sampel.
Sampel
pada
kolom
subset yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5%.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Corrected Model Intercept PANELIS SAMPEL Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 49.764a 995.918 .468 49.296 4.732 1050.414 54.495
df 13 1 9 4 36 50 49
Mean Square 3.828 995.918 .052 12.324 .131
F 29.125 7577.366 .396 93.766
Sig. .000 .000 .929 .000
a. R Squared = .913 (Adjusted R Squared = .882)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Subset Duncan a,b
SAMPEL B A C D E Sig.
N 10 10 10 10 10
1 3.4880 3.5100
2
3
4
4.1480 5.1070 .893
1.000
1.000
6.0620 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .131. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. b. Alpha = .05.
93
Lampiran 18. Hasil Uji Korelasi antara Intensitas Atribut Warna Larutan dan Tingkat Penerimaan Panelis terhadap Bumbu Pelezat Serbaguna dengan Software 11.5 Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam Correlations HEDONIK
INTENS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
HEDONIK 1 . 5 .892* .021 5
INTENS .892* .021 5 1 . 5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi Correlations HEDONIK
INTENS
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
HEDONIK 1 . 5 .837* .039 5
INTENS .837* .039 5 1 . 5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
94
Lampiran 19. Rancangan Kriteria Mutu Warna Larutan Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam dan Sapi Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. Produk Bumbu Pelezat Serbaguna
Produk Bumbu Pelezat Serbaguna
Rasa Ayam
Rasa Sapi
Deskripsi Warna kuning
Nilai
Deskripsi Warna coklat muda
Nilai
7
8 Warna coklat lebih muda
Warna kuning muda
7 Warna coklat tua
Warna kuning lebih muda
Warna kuning lebih tua
6
6
Warna coklat amat tua
5 Warna putih
5
95
Lampiran 20.
Rancangan Instruksi Kerja Pemeriksaan Mutu Organoleptik Produk Bumbu Pelezat Serbaguna selama Proses Produksi di PT. Unilever Indonesia, Tbk.
Bahan: - Produk sampel (batch) hasil produksi - Produk standar (produk hasil produksi sebelumnya yang dinilai memenuhi seluruh spesifikasi organoleptik) - Akuades Alat: - Plastik sampel (plastik transparan volume 500 g) - Sendok takaran 200 g - Alat tulis (spidol, ballpoint) - Papan datar berwarna putih atau kertas putih polos - Timbangan analitik - Sendok kecil - Gelas plastik transparan volume 200 ml - Ketel pemanas air listrik - Lembar visual control atau lembar deskripsi produk - Lembar format uji organoleptik Jumlah panelis: 6 orang panelis terlatih Instruksi: A. Pengambilan Sampel Powder Bumbu Pelezat Serbaguna 1. Ambil ± 200 g powder bumbu pelezat serbaguna dari masing-masing batch dengan sendok takaran. Ambil dari kantong produk yang sedang diageing bagian tengah dari tumpukan kantong produk dan masukkan ke dalam plastik sampel. 2. Beri kode nomor batch pada plastik sampel.
96
B. Uji Organoleptik-Penampakan 1. Lakukan uji organoleptik penampakan powder setiap nomor batch produksi. 2. Tanpa mengeluarkan sampel dari dalam plastik sampel, ratakan permukaan sampel dan letakkan pada alas datar berwarna putih. 3. Amati ukuran partikel bumbu dan warna powder dan tentukan nilai mutunya pada lembar format uji organoleptik. C. Uji Organoleptik-Flavor dan Warna Larutan 1. Lakukan uji organoleptik flavor dan warna larutan setiap 5 nomor batch produksi. 2. Timbang powder sampel sebanyak 3,2 g ke dalam gelas berukuran 200 ml. 3. Didihkan air dengan ketel listrik 4. Larutkan sampel dengan 200 ml air mendidih. 5. Amati warna larutan dan tentukan nilai mutunya dengan melihat deskripsi mutu yang ada. Tulis nilai mutu warna larutan pada lembar format uji organoleptik. 6. Cicipi selagi panas (± 45oC) dan tentukan nilai mutunya dengan melihat deskripsi mutu yang ada. Tulis nilai mutu warna larutan pada lembar format uji organoleptik. 7. Jika ada kesulitan dalam menentukan nilai mutu produk bumbu pelezat serbaguna, lakukan uji segitiga dengan produk standar yang telah dilarutkan. Jika produk sampel berbeda nyata dengan produk standar, tentukan pada atribut mana terjadi perbedaan yang nyata dan tentukan besar perbedaan dengan melihat deskripsi mutu yang ada. Tulis nilai mutu warna larutan atau flavor produk sampel pada lembar format uji organoleptik. D. Pasca Uji Organoleptik 1. Buang seluruh sisa larutan bumbu pelezat serbaguna yang telah diuji dan setiap gelas sampel yang telah terpakai.
97
2. Kembalikan seluruh powder sampel ke dalam kantong produk yang masih di-ageing sesuai nomor batchnya. 3. Jika powder sampel memenuhi spesifikasi, powder sampel boleh digunakan dalam tahap proses produksi berikutnya untuk dikemas. Jika powder sampel tidak memenuhi spesifikasi, tahan seluruh produk bumbu pelezat
serbaguna
sesuai dengan nomor
batchnya
dan
lakukan
pemeriksaan ulang. 4. Produk yang telah diperiksa ulang dan dinyatakan dapat diterima, boleh digunakan untuk proses produksi berikutnya. Jika produk yang telah diperiksa ulang tidak dapat diterima sekali, tahan produk dan tidak boleh digunakan untuk proses produksi berikutnya. Produk yang ditahan harus dicampur ulang dalam rangkaian proses produksi selanjutnya. 5. Laporkan hasil uji organoleptik produk bumbu pelezat serbaguna kepada Supervisor Produksi. Cara Penilaian: Setiap penilaian harus mengacu pada deskripsi mutu produk yang ada. Tentukan nilai masing-masing batch produk sesuai dengan nilai yang tercantum pada lembar deskripsi produk. Ketentuan Pengambilan Keputusan Berdasarkan Nilai Mutu: -
Terima produk yang seluruh nilai mutu masing-masing atributnya berkisar antar 6-8.
-
Tolak produk dengan minimal satu atribut memperoleh nilai 5.
98
Lampiran 21. Rancangan Format Uji Organoleptik Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. Produk: Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Sapi No. Batch
Nilai Atribut Kunci Penampakan Powder Flavor Benda asing
Warna Powder
Free flowing
Asin
Gurih
Spicy
Keputusan* Meaty
Warna Larutan
Terima
Tolak
*Tolak produk yang memperoleh nilai 5 untuk atribut kunci apapun Produk: Bumbu Pelezat Serbaguna Rasa Ayam No. Batch
Penampakan Powder Benda asing
Warna Powder
Free flowing
Nilai Atribut Kunci Flavor Spicy Asin Gurih (AS)
Keputusan* Spicy (AK)
Meaty
Warna Larutan
Terima
*Tolak produk yang memperoleh nilai 5 untuk atribut kunci apapun
99
Tolak