STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) PADA PROSES PRODUKSI PRODUK “E” DI PT DYN, TBK Dicky Handes; Kishi Susanto; Lusia Novita; Andre M. R. Wajong Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected];
[email protected];
[email protected];
[email protected]
ABSTRACT This study discussed about the quality control of product ' E ' produced by PT DYN, Tbk., a plastic packaging manufacturer in Jatake, Banten. P map was used to map whether the product has been in the control limits or not. Pareto diagram was used in determining the biggest types of defects that occured in the product mapped. Causal diagram was used in determining the cause of defects in the product. For the purposes of the study, we collected data about the amount of production and the amount of defects of product ' E' for three months as much as 45992. Based on the p map, there were seven data outside the control limits which were 9, 27, 30, 42, 43, 48 and 63. There were three biggest flaws obtained from Pareto diagram, i.e. black spots, rough body, and bram. The data was then analyzed using causal diagram. The results showed that the causes of the defects were: (1) human – less conscientious and less skilled ; (2) material – dirty raw materials, (3) methods – the work process did not follow the work standards, (4) machine – inappropriate settings, and (5) environment – dirty. Therefore, the company must make improvements to machinery, materials, methods, human and the environment to reduce products defects. Keywords: quality control, control map, pareto diagram, cause and due diagram
ABSTRAK Penelitian ini membahas pengendalian kualitas produk “E” yang dihasilkan oleh PT DYN Tbk sebagai salah satu produsen kemasan plastik yang berada di Jatake, Banten. Peta p digunakan untuk memetakan apakah produk telah berada dalam batas kontrol atau tidak. Penentuan jenis cacat terbesar yang terjadi pada produk dipetakan menggunakan diagram pareto. Diagram sebab akibat dipakai dalam penentuan penyebab cacat yang timbul pada produk. Untuk keperluan penelitian, dikumpulkan data jumlah produksi dan jumlah defect produk “E”selama tiga bulan sebesar 45992. Berdasarkan peta p, terdapat tujuh data di luar batas kendali yaitu data 9, 27, 30, 42, 43,48 dan 63. Ada tiga cacat terbesar yang diperoleh dari diagram pareto, yaitu black spot, body tidak halus, dan bram. Data kemudian dianalisis menggunakan diagram sebab akibat. Hasilnya menunjukkan faktor penyebab terjadinya produk cacat adalah: (1) manusia – kurang teliti dan terampil; (2) material – bahan baku kotor; (3) metode – proses kerja tidak mengikuti standar kerja; (4) mesin – pengaturan setting tidak sesuai, dan (5) lingkungan – keadaan yang kurang bersih. Maka dari itu, perusahaan harus melakukan perbaikan terhadap mesin, material, metode, manusia dan lingkungan agar jumlah produk cacat dapat berkurang. Kata kunci: pengendalian kualitas, peta kontrol, diagram pareto, diagram sebab-akibat
Statistical Quality Control … (Dicky Handes; dkk)
177
PENDAHULUAN Pengendalian adalah suatu proses pendelegasian tanggung jawab dan wewenang untuk suatu aktivitas manajemen dalam menopang usaha-usaha atau sarana dalam rangka menjamin hasil-hasil yang memuaskan (Feigenbaum, 1992). Kualitas ialah konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk, baik barang maupun jasa yang dihasilkan agar dapat memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal (Gaspersz, 1998). Kualitas menurut Besterfield (2009) diartikan sebagai kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi atau melebihi keinginan yang diharapkan pemakai. Harapan tersebut berdasarkan pada nilai guna dan nilai jual dari produk atau jasa tersebut. Kualitas juga diartikan sebagai kesesuaian dalam penggunaan (fitness for use). Terdapat dua aspek dalam fitness for use, yaitu kualitas desain dan kualitas kesesuaian dari produk atau jasa. Semua produk dan jasa yang diproduksi memiliki tingkatan level kualitas yang berbeda. Perbedaan tingkatan level kulitas tersebut disebut sebagai kualitas desain. Sedangkan kualitas kesesuaian menjelaskan tentang bagaimana produk atau jasa tersebut sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkann dari kualitas desain (Montgomery, 2009). Kualitas berbanding terbalik dengan variabilitas. Definisi tersebut menyatakan secara tidak langsung bahwa apabila variabilitas dalam karakter-karakter penting pada produk menurun, kualitas dari produk akan meningkat (Montgomery, 2009; p6). Pengendalian kualitas dapat disimpulkan sebagai aktivitas teknik dan manajemen dari mana harus mengukur karakteristik kualitas barang atau jasa yang dihasilkan, kemudian membandingkan hasil pengukuran dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Pengendalian Proses Statistikal (Statistical Process Control=SPC) adalah metodologi (bukan alat spesifik) dari pengumpulan data, dan penyusunan data dalam bentuk chart atau grafik, serta menginterpretasikan data untuk mengurangi variasi pada proses. SPC bukan hanya peningkatan kualitas semata, namun juga bersifat kontinu, dan diterapkan pada bagian-bagian vital proses. Ketika SPC digunakan pada lingkungan kerja sebenarnya sebagai alat (bukan senjata untuk membalas dan menyalahkan pekerja), peningkatan kualitas proses akan muncul (D. H. Stamatis, 2003; p1). Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, di mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang dan/atau jasa), kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. PT DYN bergerak di bidang manufaktur pembuatan botol-botol/kemasan plastik memiliki permasalahan di bidang kualitas. Masalah pengendalian kualitas terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh PT DYN merupakan suatu hal yang penting dan membutuhkan analisis yang lebih mendalam. Sehingga penelitian di bidang pengendalian kualitas sangat penting untuk mendukung pengembangan daya saing dengan perusahaan lain, karena kualitas merupakan keputusan dasar konsumen memilih suatu produk. Produk yang menjadi amatan adalah produk Loreal ‘E’200 ml karena jumlah produk cacat yang dihasilkan cukup besar. Penelitian di bidang pengendalian kualitas produk cukup banyak dilakukan, contohnya di perusahaan pembuatan lampu dengan metode p-chart, pareto, fishbone, expert system dan hasilnya menunjukkan hasil usulan perbaikan memberikan penurunan yang signifikan terhadap penyebab
178
INASEA, Vol. 14 No.2, Oktober 2013: 177-186
kecacatan utama (Palit, 2005). X-chart, r-chart, histogram, scatter diagram digunakan pada penelitian untuk produksi pasta gigi dan hasil yang diperoleh cacat produk dari produksi pasta gigi dapat dikurangi sehingga meningkatkan produktivitas (Shusan, 1999). Penelitian yang dilakukan pada PT DYN untuk: (1) mengetahui apakah produk cacat ‘E’ 200 ml, yang dihasilkan masih berada dalam batasan control limit dengan menggunakan peta control; (2) menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan cacatnya suatu produk sehingga dapat dilakukan perbaikan.
METODE Penelitian dilakukan di perusahaan PT DYN, Tangerang pada produk ‘E’ 200 ml. Data yang diamati adalah data jumlah produksi harian dan jumlah produk defect/cacat harian untuk selama tiga bulan. Setelah data berhasil dikumpulkan dan mencukupi untuk diolah, kami dapat langsung melakukan pengolahan data. Sesuai dengan jenis data yang telah didapat, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan peta p untuk menentukan apakah proses produksi produk Loreal ‘E’200 ml dalam batas-batas pengendalian (Control limits). Setelah membuat peta p, kemudian kami membuat pareto diagram berdasarkan jenis defect. Setelah itu dilakukan analisis menggunakan fishbone agar dapat dilakukan perbaikan. Proses ini dituangkan dalam Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Variasi pada Proses Proses produksi untuk menghasilkan sejenis output sulit menghindari terjadinya variasi pada proses. Gaspersz (1998) mendefinisikan variasi sebagai kecenderungan dalam sistem produksi atau operasional sehingga perbedaan dalam kualitas pada output (barang dan jasa yangdihasilkan). Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yaitu variasi penyebab khusus dan variasi penyebab umum. Gaspersz (1998) menjelaskan lebih lanjut tentang jenis variasi tersebut sebagai berikut:
Statistical Quality Control … (Dicky Handes; dkk)
179
Variasi penyebab khusus adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak sehingga dapat diidentifikasikan/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta kendali (control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limit). Sedangkan variasi penyebab umum adalah faktor-faktor didalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya harus menelusuri elemenelemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemen yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistik dengan menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan.
Peta P Pada paper ini digunakan peta control untuk melakukan pemetaan terhadap hasil produksi produk “E” di perusahaan. Peta Kontrol pertama diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924. Peta ini dimaksudkan untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, tapi manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta-peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaannya dipahami dengan benar. Pada dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk: (1) menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistik. Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari subgrup contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limits), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi di dalam proses; (2) memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum; (3) menentukan kemampuan proses (prosess capability). Setelah proses berada dalam batas pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan. Pengelompokan jenis-jenis peta kendali tergantung pada tipe datanya. Gaspersz (1998) menjelaskan bahwa dalam konteks pengendalian proses statistikan dikenal dua jenis data, yaitu: Data Variabel, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya data variabel. Seangkan data atribut adalah data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit non-conforms atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. Berdasarkan kedua tipe data tersebut, jenis-jenis peta kendali terbagi atas peta kendali untuk data variabel dan data atribut. Beberapa peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data variabel adalah peta kendali X dan R, serta peta
180
INASEA, Vol. 14 No.2, Oktober 2013: 177-186
kendali individual X dan MR. Sedangkan peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data atribut adalah peta kendali p, peta kendali np, peta kendali c dan peta kendali u. Dan menurut Gasperz (1998) juga, pada prinsipnya setiap peta kendali mempunyai garis tengah (Central Line), yang biasanya dinotasikan CL. Sepasang batas kendali atas (Upper Control Limit), biasanya dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali bawah (Lower Control Limit), biasanya di notasikan sebagai LCL. Selain itu, peta kendali gua mempunyai tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam batas-batas kendali tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, proses yang berlangsung dianggap berada dalam kendali atau terkendali secara statistikal. Namun jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada di luar batas-batas kendali atau memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, proses yang berlangsung dianggap berada di luar kendali (tidak terkendali) sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada. Peta kendali yang digunakan adalah Peta Kendali P karena jenis data yang diambil adalah jenis data atribut yang digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi yang ditetapkan yang berarti dikategorikan cacat. Untuk itu definisi operasional secara tepat tentang apa yang dimaksud ketidaksesuaian atau apa yang dimaksud cacat sangatlah penting dan harus dipahami oleh setiap pengguna peta kendali P. Perbandingan antara banyaknya cacat dengan semua pengamatan, yaitu setiap produk yang diklasifikasikan sebagai “diterima” atau “ditolak” (yang diperhatikan banyaknya produk cacat).
Diagram Ishikawa Untuk merumuskan penyebab cacat yang terjadi pada produk yang diamati digunakan Ishikawa diagram atau dikenal juga dengan fishbone diagram atau cause-effect matrix. Diagram Ishikawa adalah diagram yang menunjukkan penyebab-penyebab dari sebuah even yang spesifik. Diagram ini pertama kali diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa (1968). Pemakaian diagram Ishikawa yang paling umum adalah untuk mencegah defek serta mengembangkan kualitas produk. Diagram Ishikawa dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang signifikan memberi efek terhadap sebuah kejadian Diagram Ishikawa terdiri dari kepala ikan, dan bagian tulang ikan. Kepala ikan biasanya selalu terletak di sebelah kanan. Di bagian ini, ditulis kejadian yang dipengaruhi oleh penyebab-penyebab yang nantinya di tulis di bagian tulang ikan. Kejadian ini sering berupa masalah atau topik yang akan di cari tahu penyebabnya. Pada bagian tulang ikan, ditulis kategori-kategori yang bisa berpengaruh terhadap even tersebut. Kategori yang paling umum digunakan adalah: (1) man (orang), yaitu semua orang yang terlibat dari sebuah proses; (2) method (metode) , yaitu bagaimana proses itu dilakukan, kebutuhan yang spesifik dari poses itu, seperti prosedur, peraturan dan lain-lain; (3) material, yaitu semua material yang diperlukan untuk menjalankan proses seperti bahan dasar, pena, kertas dan lainlain; (4) machine (mesin), yaitu semua mesin, peralatan, komputer dan lain lain yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan; (5) measurement (pengukuran), yaitu cara pengambilan data dari proses yang dipakai untuk menentukan kualitas proses; (6) environment (lingkungan), yaitu kondisi di sekitar tempat kerja, seperti suhu udara, tingkat kebisingan, kelembaban udara, dan lain-lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari data yang dikumpulkan, dilakukan pengolahan menggunakan peta p (Grant, 1991; Montgomery, 2001), dengan bantuan software minitab (Iriawan, 2006). Hasil dari peta p dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut:
Statistical Quality Control … (Dicky Handes; dkk)
181
P Chart of Cacat 0.070
1 1 1
1
1
0.065 Proportion
1
1
UCL=0.06401
0.060
_ P=0.05817
0.055 LCL=0.05234 0.050 1
7
13
19
25
31 37 Sample
43
49
55
61
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 2 Peta p
Berdasarkan data jumlah cacat produk “E” untuk periode Juli sampai dengan September 2010, didapatkan batas kendali atas (UCL) sebesar 0.06401 dan batas kendali bawah (LCL) sebesar 0.05234, sedangkan rata-rata kerusakan produk (CL) sebesar 0.05817. Dari 64 jumlah cacat produk data terdapat tujuh data yang keluar dari batas kontrol, dan ketujuh data berada di luar batas kendali atas, ini berarti bahwa proporsi cacat yang dihasilkan ternyata lebih besar dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan karena proses produksi dan pengawasan yang kurang baik sehingga mengakibatkan banyak cacat dan harus dilakukan perbaikan dalam proses produksi agar jumlah produk defect yang dihasilkan seminimal mungkin sehingga dihasilkan data yang berada dalam batas kendali. Dapat dilihat dari adanya jumlah cacat yang sangat mencolok pada data ke 30. Setelah di dapat hasil peta p, dilakukan pengumpulan data mengenai jenis-jenis cacat yang terjadi pada produk “E”. Data kemudian diolah ke dalam pareto untuk mengetahui jenis cacat yang lebih banyak berpengaruh untuk kemudian diambil tindakan lebih lanjut untuk dilakukan perbaikan. Gambar pareto diagram dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. Pareto Chart of Jenis Cacat 50000
100 80
30000
60
20000
40
10000
20
Jenis Cacat
0 k ac Bl
Count Percent Cum %
ot Sp dy Bo
ak tid
13600 29.6 29.6
s lu ha
10753 23.4 53.0
am Br
k oc Ch
9325 20.3 73.2
ck Ne
4843 10.5 83.8
ps lla Co
o ut ro u lo Co
c pe fs
3883 8.4 92.2
2263 4.9 97.1
O
er th
Percent
Count
40000
0
1325 2.9 100.0
Gambar 3 Diagram Pareto
182
INASEA, Vol. 14 No.2, Oktober 2013: 177-186
Berdasarkan diagram pareto di atas, terlihat ketidaksesuaian dan potensial masalah yang paling banyak terjadi adalah cacat akibat black spot sebesar 29.6%, yang kedua adalah cacat akibat body tidak halus sebesar 23.4%, dan cacat yang ketiga adalah cacat karena bram tidak rapi sebesar 20.3% sedangkan cacat paling sedikit terjadi adalah botol tidak jadi sebesar 2.9%. Dari data di atas, PT DYN, Tbk harus mencari solusi untuk mengurangi jumlah cacat produk dari ketiga jenis cacat yang paling banyak terjadi. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, akan mengurangi jumlah produk yang diproduksi yang dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada perusahaan. Sehingga untuk ke depannya mutu atau kualitas produk yang dihasilkan akan lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya. Oleh sebab itu diagram sebab akibat dibuat untuk mengatasi dan memperbaiki jumlah cacat produk selama ini. Permasalahan material adalah biji plastik dan master batch tercampur dengan kotoran. Hal ini mungkin dapat terjadi karena bahan baku yang dikirim dari pemasok sudah kotor atau pada penyimpanan dan saat proses produksi berlangsung bahan baku tercampur dengan kotoran berupa debu. Permasalahan mesin adalah terdapat kerak, karat dan kotoran yang melekat pada mold/cetakan sehingga pada saat proses produksi parison yang masuk ke dalam cetakan tercampur dan terkontaminasi dengan kotoran yang ada pada mold sehingga pada permukaan botol kotor. Permasalahan manusia karena kurang ketelitian dari operator bagian quality control karena pada saat inspeksi material yang datang dari pemasok, terkadang operator tidak teliti sehingga material yang seharusnya reject dan tidak diterima karena kotor tetapi diterima dan digunakan untuk produksi. Permasalahan lingkungan adalah gudang tempat penyimpanan kurang terjaga kebersihannya, menyebabkan produk yang disimpan di gudang menjadi kotor akibat debu dan kotoran lainnya. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan dari setiap operator terutama untuk operator bagian produksi, menempatkan operator yang teliti untuk pengecekan terhadap bahan baku yang datang. Perusahaan juga berperan untuk meningkatkan kesadaran operator/pekerja untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga produk tersebut berkualitas baik dan pada akhirnya akan memberikan keuntungan pada para pekerja. Perusahaan juga haru memberikan training terhadap karyawan baru dan sering melakukan kontrol terhadap jalannya proses produksi. Analisis fishbone black spot dituangkan pada Gambar 4 berikut:
Mesin
Material
Mold tidak layak pakai
Kotoran pada bahan baku Supplier, penyimpanan, produksi
Kurang perawatan pada mesin
Black Spot Lingkungan yang kotor
Keteledoran Kurang menjaga kebersihan
Debu, oli, minyak Lingkungan
Manusia
Kurang Ketelitian Kurang memperhatikan pekerjaan
Gambar 4 Fish bone black spot
Statistical Quality Control … (Dicky Handes; dkk)
183
Analisis Fishbone Body tidak halus dituangkan pada Gambar 5 berikut:
Gambar 5 Fish bone body tidak halus
Permasalahan mesin adalah tekanan blowing yang rendah, sehingga parison (biji plastik yang leleh) yang keluar tidak mengikuti cetakan, permukaan mold/cetakan yang sudah tidak halus dan tidak rata. Permasalahan metode adalah kesalahan pada setting mesin. Kesalahan ini biasanya terjadi pada setting temperatur dan tekanan yang tidak sesuai dengan standar, kelebihan atau kekurangan pada saat setting sangat mempengaruhi hasil produk yang di produksi. Permasalahan manusia terjadi karena keteledoran dan kurang telitinya operator pada saat mengecekan kondisi mesin dan kondisi cetakan/mold. Analisis fishbone bram dituangkan pada Gambar 6 berikut:
Manusia
Material
Tidak berpengalaman Pelatihan kurang baik
Kurang teliti
Cutter tumpul
Operator jenuh Bram
Pegas cutter tidak berfungsi dengan baik Tekanan rendah
Cutter pada mesin tumpul
Pengecekan mesin kurang
Setting temperatur Temperatur terlalu tinggi
Kecepatan blow pin tidak sesuai Mesin
Metode
Gambar 6 Fishbone bram.
184
INASEA, Vol. 14 No.2, Oktober 2013: 177-186
Permasalahan pada material adalah bahan cutter yang digunakan oleh operator untuk pemotongan sisa scrap tidak tajam. Cutter yang tumpul dapat menyebabkan sisa scrap tidak terpotong dengan rapi, sehingga pada permukaan botol masih terlihat sisa-sisa scrap. Permasalahan pada metode berupa kurang intensif pengecekan terhadap mesin untuk semua part dalam mesin, dan Selain itu setting temperatur yang tinggi mengakibatkan terdapat sisa material baik di dalam maupun di luar produk. Permasalahan pada mesin yang menyebabkan terjadinya bram adalah pisau pemotong/cutter pada mesin yang sudah tumpul di bagian ujungnya, dan tekanan pada saat pemotongan kurang sehingga menyebabkan pegas tekanan cutter tidak berfungsi dengan baik. Selain itu, temperatur yang terlalu tinngi menyebabkan parison yang keluar dari mesin lebih panjang serta kecepatan blow pin tidak sesuai sehingga terjadi kelebihan material pada botol. Sedangkan permasalahan dari segi manusianya adalah kurangnya pengawasan dan operator kurang berpengalaman. Selain itu operator kurang terampil, tergesa-gesa dan kurang teliti dalam proses pemotongan sisa scrap karena kurang mendapatkan pelatihan dan bimbingan yang baik sehingga hasil pemotongan tidak rapi.
SIMPULAN Proses pengendalian kualitas produksi pada PT DYN, Tbk dilakukan oleh Departemen Quality Control. Proses pengendalian atau pengawasan produksi yang dilakukan oleh Departemen Quality Control sangat berperan dalam mengurangi cacat pada hasil produksi. Dengan menggunakan peta kontrol p, diketahui tingkat pencapaian standar yang diharapkan perusahaan belum tercapai. Hal ini dapat terlihat dari hasil peta kontrol p di mana masih terdapat data yang berada diluar batas pengendali atas. Faktor-faktor yang menjadi sebab terjadinya produk cacat adalah mesin, manusia, material, metode dan lingkungan. Dari pengamatan yang dilakukan penulis, faktor yang berpengaruh terhadap cacat black spot adalah manusia dan lingkungan. Faktor yang berpengaruh utama cacat body tidak halus dan bram adalah metode, mesin dan manusia. Hasil dari pemetaan dan rumusan penyebab ini memerlukan tindak lanjut dari perusahaan untuk mengurangi terjadinya cacat pada produk. Diharapkan dengan adanya tindak lanjut sesuai dengan rumusan penyebab untuk setiap cacat, maka kerugian baik dari segi material, waktu, dan biaya juga dapat ditekan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian kualitas ini.
DAFTAR PUSTAKA Feigenbaum, A. V. (1992). Kendali Mutu Terpadu (3rd ed.). Jakarta: Erlangga. Gaspersz, V. (1998). Statistical Process Control: Penerapan Teknik-Teknik Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Grant, Eugene L. (1991). Pengendalian Mutu Statistis (6th ed.). Jakarta: Erlangga.
Statistical Quality Control … (Dicky Handes; dkk)
185
Iriawan, Nur. (2006). Mengolah Data Statistik Dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Andi. Ishikawa, Kaoru. (1968) Gemba No QC Shuho (Guide to Quality Control). Tokyo: JUSE Press. Montgomery, D. C. (2001). Introduction to Statistical Quality Control (4th ed.). New Jersey: John Wiley & Sons. Palit, H. C. (2005). Sistem Pengendalian Kualitas dengan bantuan Expert System untuk Menurunkan Kecacatan Produk. Tesis tidak diterbitkan. Jurusan Teknik Industri, Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Shusan, G. (1999). Pengendalian Kualitas pada produksi Pasta Gigi. Tesis tidak diterbitkan. Jurusan Teknik Industri, Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
186
INASEA, Vol. 14 No.2, Oktober 2013: 177-186