PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL) (APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE) Sutrisno Badri, Romadhon Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten E-mail.
[email protected] Abstrak Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan. Tujuan penelitian ini untuk (1). Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ, (2). Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality) Hasil analisis control charts menunjukkan bahwa jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit, rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %. Batasan pengawasannya: UCL sebesar 0,031 atau 3,1 %, LCL sebesar 0,021 atau 2,1 %. Sedangkan análisis intensitas pengendalian kualitas adalah sebagai berikut: produk rusak yang benarbenar terjadi sebanyak 2531 unit, jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit. Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800. Key word: SQC, UCL, LCL, Minimum Total Cost
PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL) (APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE) _________________________________________________________________________ I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secara terpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari perusahaan. Harga produk atau jasa perusahaan tersebut harus dapat ditekan serendahrendahnya serta proses produksinya dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah direncanakan sebelumnya didalam perusahaan yang bersangkutan. Pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan disetiap perusahaan. Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, bagi perusahaan akan menimbulkan tambahan biaya yaitu biaya pengawasan kualitas, dan tingkat kerusakan produk yang dihasilkan sangat rendah atau produk rusak yang terjadi sedikit. Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak memperhatikan pengendalian kualitas, dalam jangka pendek perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya pengawasan kualitas, tetapi dalam jangka panjang perusahan sulit memasarkan produk dikarenakan tersaingi perusahaan yang sejenis yang kualitas produknya lebih baik. Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan. Jadi peranan pengendalian kualitas produk sangat penting dan berguna bagi perusahaan. Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil tindakan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menyusun rencana yang baik untuk masa yang akan datang, serta memperbaiki sistem pengendalian atau pengawasan terhadap produk yang sudah dilakukan dengan baik. Untuk mengetahui apakah peranan pengendalian kualitas sudah dilakukan dengan baik atau belum oleh perusahaan, maka analisis yang digunakan diantaranya analisis control charts dan analisis intensitas pengawasan kualitas. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi dan untuk mengetahui biaya pengawasan kualitas yang efisien. 1.2. Formulasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagai berikut:
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
1. Bagaimana menerapkan sistem pengendalian kualitas untuk meminimimkan kerusakan produk? 2. Apakah jumlah kerusakan produk yang terjadi masih berada pada toleransi standar? 3. Berapa jumlah produk yang dapat ditoleransi sehingga mampu meminimumkan total biaya kualitas? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ 2. Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality) 1.4. Batasan masalah Permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Pemecahan masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalisasikan kerusakan produk dan menentukan total cost minimum. 2. Data yang dianalisis adalah data produksi tahun 2006 - 2009.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian pengendalian kualitas Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk mengalami kerusakan. (Agus Ahyari, 2000: 239). Pengertian pengendalian kualitas sangat luas, dikarenakan berhubungan dengan beberapa unsur yang mempengaruhi kualitas yang harus dimasukkan dan dipertimbangkan. Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi : a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses yaitu pengendalian kualitas yang berkenaan dengan proses yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan yang akan diproses. b. Pengendalian kualitas terhadap produk jadi yaitu pengendalian yang dilakukan terhadap barang hasil produksi untuk menjamin supaya produk jadi tidak mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk sedikit. (Sofyan Assauri, 1993: 218). Teknik yang digunakan dalam pengendalian kualitas diantaranya dengan metode control chart. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui ratarata kerusakan produk dan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Tujuan pengendalian kualitas menurut (Agus Ahyari, 2000: 53) adalah: a. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen b. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin
c. Agar dapat memproduksi selesai tepat pada waktunya Langkah pengendalian kualitas menurut (Bounds, 1994: 76) adalah: a. Menilai kinerja kualitas aktual b. Membandingkan kinerja dengan tujuan c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan Fungsi pengendalian mengandung makna pelaksanaan, pengukurasn dan pola tindakan kolektif yang meyakinkan tercapainya tujuan secara luas akibat pengendalian, yaitu: a. Pengukuran pelaksanaan tujuan, rencana kegiatan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. b. Analisis penyimpangan, tujuan, rencana dan kebijaksanaan untuk mencapai penyebabnya. c. Komunikasi hasil pengukuran terhadap individu atau kelompok yang melaksanakan. d. Pertimbangan alternatif atas dasar tindakan yang dapat diambil untuk koreksi gejala adanya suatu kekurangan. e. Menilai dan melengkapi alternatif yang baik sesuai dengan kemampuan. 2.2. Model SQC 1. Metode control chart menurut Sukanto Reksohadiprojo (1995: 142) Analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan penyimpangan, batas atas dan batas bawah pengawasan kualitas produk. 1) Mencari rata-rata kerusakan: X P n Dimana: P
= rata-rata kerusakan produk
X
= jumlah produk rusak
n
= jumlah produk diobservasi
2) Menentukan standar deviasi/penyimpangan: Sp
p (1 p ) n
Dimana: P
= rata-rata kerusakan produk
Sp
= standar deviasi/penyimpangan
n
= jumlah produk diobservasi
3) Menentukan batasan pengawasan. - Batasan pengawasan atas (Upper Control Limit = UCL) UCL= P+ 3 Sp -
Batasan pengawasan bawah (Lower Control Limit = LCL) LCL = P – 3 Sp
1. Pengendalian kualitas akan berjalan baik jika kerusakan produk masih dalam batas normal yaitu terletak antara batasan pengawasan atas (UCL) dan batasan pengawasan bawah (LCL). 2. Apabila kerusakan produk di atas garis UCL maka perusahaan akan mengalami kerugian yang dikarenakan jumlah kerusakan produk tinggi dan jika jumlah kerusakan produk di bawah LCL maka perusahaan akan memperoleh keuntungan/laba besar yang dikarenakan jumlah kerusakan produknya sedikit. 2.3. Intensitas pengawasan kualitas Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk rusak yang optimal yaitu jumlah produk rusak dengan biaya pengawasan kualitas yang efisien. Biaya-biaya yang diperhitungkan adalah: 1) Biaya pengawasan kualitas R.o ( Indriyo Gitosudarmo, 1993 : 142) QCC q Dimana: QCC = total biaya pengawasan kualitas R
= jumlah produk ditest
o
= biaya pengetesan setiap kali test
q
= jumlah produk rusak
2) Biaya jaminan mutu/kualitas Dirumuskan: QAC = c.q QAC = total biaya jaminan mutu c
= biaya jaminan mutu tiap unit
q
= jumlah produk rusak selama satu periode
3) Total biaya atas kualitas
TQC
= QCC + QAC
Dimana: TQC
= total biaya atas kualitas
QCC = total biaya pengawasan kualitas QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas 4) Dari kedua biaya tersebut diatas yaitu biaya pengawasan kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAc), maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut dan menemukan jumlah produk rusak yang menanggung total biaya kualitas yang rendah. Caranya adalah dengan menyamakan persamaan garis dari kedua biaya tersebut. Titik temu itu adalah pada:
Q*
R.o c
Dimana: Q*
= jumlah produk optimal
R
= jumlah produk ditest
o
= biaya pengetesan setiap kali test
c
= biaya jaminan mutu tiap unit
Keterangan: 1. Q* untuk mengetahui jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah. 2. Intensitas pengawasan kualitas sudah berjalan baik jika produk rusak yang benar-benar terjadi (Q) lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki (Q*). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Control Charts Control Charts merupakan analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan dari produk yang diperiksa, serta untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi, kemudian ditentukan batasan pengawasannya yaitu batas atas dan batas bawah. Data yang diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Persentase Kerusakan Produk Mebel Tahun 2009 Jumlah Produk Rusak
Persentase Kerusakan
Januari 8.500 Februari 8.000 Maret 8.500 April 8.000 Mei 7.500 Juni 8.000 Juli 7.500 Agustus 8.500 September 8.000 Oktober 7.500 Nopember 8.000 Desember 8.500 Jumlah 96.500 Sumber : Data Penelitian
216 211 235 219 191 193 195 226 224 202 207 212 2.531
2,5 2,6 2,8 2,7 2,5 2,4 2,6 2,7 2,8 2,7 2,6 2,5
-
= 96.500 unit = 2.531 unit
Bulan
Jumlah Produk yang Diperiksa
Jumlah produk yang diperiksa Jumlah produk yang rusak Persentase kerusakan X P n 2.531 96.500 0,026 2,6 %
-
n rata-rata 96.500 12 8041,67
-
Standar Deviasi (penyimpangan)
SP
P(1 P ) n
0,026 (1 0,026) 8041,67
0,025324 8041,67
0,0000031 0,0017746 -
Batasan pengawasan Batasan Atas (Upper Control Limit = UCL) UCL P 3SP 0,026 3 (0,0017746) 0,026 0,0053238 0,031 atau 3,1 %
Batasan Bawah (Low Control Limit = LCL) LCL P 3SP 0,026 3(0,0017746) 0,026 0,0053238 0,021 atau 2,1 %
Dari perhitungan dengan metode control charts diperoleh batas atas sebesar 0,031 atau 3,1 % dan batas bawah sebesar 0,021 atau 2,1 %. Dengan melihat batasan pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) serta kejadian selama satu tahun, maka dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena kerusakan produk yang terjadi masih dalam batas wajar yaitu masih terletak antara batas atas dan batas bawah. Kejadian-kejadian itu bila digambarkan tampak sebagai berikut:
Persentase Kerusakan (%)
3,1
UCL
2,6
P
2,1
LCL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Gambar 2. Grafik Control Charts Mebel Indikator-indikator kerusakan produk dan sebab terjadinya kerusakan produk: 1. Produk rusak digudang sebelum barang dijual seperti: kotor, pecah, cacat dan lainnya 2. Produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk, seperti : berlubang, cacat, kotor. 3.2. Analisis Intensitas Pengawasan Kualitas Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengawasan terhadap kualitas produk yang dijalankan pada PT. Mitra Sejati dan untuk mengetahui besarnya biaya yang timbul akibat adanya kegiatan pengawasan kualitas yaitu biaya yang efisien dengan tingkat kerusakan produk yang optimal. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam kegiatan pengawasan kualitas adalah: 1. Biaya pengawasan kualitas Biaya-biaya yang merupakan biaya pengawasan kualitas adalah: a. Biaya kerusakan bahan baku dan bahan penolong karena kurangnya perawatan pada waktu penyimpanan di gudang dan kurang stabilnya mutu bahan baku, sehingga pada waktu bahan baku akan diproses kualitasnya mengalami penyusutan. b. Biaya tenaga kerja yang terlibat dalam pengawasan kualitas. Biaya ini merupkan biaya tambahan karena perusahaan sering mengadakan kerja lembur untuk pemeriksaan kualitas. Besarnya biaya pengawasan kualitas dipengaruhi oleh ketat tidaknya intensitas pengawasan kualitas produk. Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut: R.o QCC q Dimana:
QCC
= total biaya pengawasan kualitas
R
= jumlah produk ditest
o
= biaya pengetesan setiap kali test
q
= jumlah produk rusak
2. Biaya jaminan mutu Biaya jaminan mutu yang dikeluarkan perusahaan diakibatkan karena kerusakan produk selama perjalanan dari perusahaan ke distributor atau ke konsumen. Biaya jaminan mutu ini meliputi: a. Biaya perbaikan produk yang rusak b. Biaya penggantian produk rusak dan cacat c. Biaya atas ditanggungnya resiko menyebabkan berkurangnya volume penjualan karena biaya produk yang rusak atau cacat telah dibeli oleh konsumen. Besarnya biaya jaminan mutu dapat dicari dengan menggunakan rumus: QAC = c.q Dimana: QAC
= total biaya jaminan mutu
c
= biaya jaminan mutu tiap unit
q
= jumlah produk rusak selama satu periode
3. Total Biaya Kualitas Total biaya atas kualitas merupakan jumlah antara biaya pengawasan kualitas dengan biaya jaminan mutu, secara matematis total biaya atas kualitas dirumuskan sebagai berikut: TQC
= QCC + QAC
Dimana: TQC
= total biaya atas kualitas
QCC = total biaya pengawasan kualitas QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas Dari keadaan di atas, maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut untuk menentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya kualitas yang terendah. Titik temu itu dapat diketahui dengan rumus:
R.o c
Q*
Dimana: Q*
= jumlah produk optimal
R
= jumlah produk ditest/diperiksa
o
= biaya pengetesan setiap kali test
c
= biaya jaminan mutu tiap unit
Perhitungan intensitas pengawasan kualitas dalam penelitian ini adalah: 1. Intensitas pengawasan kualitas mebel - R = jumlah produk yang diperiksa = 96.500 unit -
Biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pengendalian kualitas dalam satu tahun. 7 orang tenaga kerja = 7 x 12 x 420.000 = Rp.35.280.000
- Biaya bahan baku dan bahan penolong sebesar Rp. 450.000 Dalam satu bulan melakukan kegiatan pengendalian kualitas rata-rata sebanyak 9 kali, jadi dalam satu tahun sebanyak 9 × 12 = 108 kali. Sehingga biaya pengetesan setiap kali test (o) adalah: o Rp. 35.280.000 Rp. 450.000 108
Rp. 35.730.000 108
Rp. 330.833,3 2. Biaya jaminan mutu setiap unit (c): Harga jual per unit mebel sebesar Rp. 140.000, 00 Besarnya biaya jaminan mutu setiap unit sebesar 2 % dari harga jual. C = Rp. 140.000, 00 × 2 % = Rp. 2.800, 00
-
Berdasarkan data diatas, dapat dibuat persamaan total biaya pengawasan kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAC) sebagai berikut: R.o QCC q
96.500 x 330.933,3 q
QAC c.q Rp. 2.800 x q Dari persamaan tersebut, dapat ditentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah (q*) yaitu:
q*
R.o c 96.500 x 330.833,3 2800
11401933,3 3376,674888 unit Maka biaya pengwasan kualitas yang ditanggung perusahaan sebesar : -
Biaya pengawasan kualitas (QCC) : R.o QCC q
96.500 x 330.833,3 3378,674888
Rp. 9.449.093,064 dibulatkan Rp. 9.449.093 -
Biaya jaminan mutu (QAC) QAC = c x q = Rp. 2.800 x 3378,674888 = Rp. 9.460.289, 686 dibulatkan Rp. 9.460.290
-
Jadi total biaya atas kualitas (TQC) TQC = QCC + QAC
= Rp. 9.449.093,064 + Rp. 9.460.289,686 = Rp. 18.909.382,75 dibulatkan Rp. 18.909.383 Dari perhitungan dengan menggunakan analisis intensitas pengawasan kualitas, jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah sebanyak 3376 unit dan total biaya atas kualitasnya sebesar Rp. 18.909.383 yang terdiri dari QCC sebesar Rp. 9.449.093 dan QAC sebesar Rp. 9.460.290 Apabila diadakan perbandingan antara q* yang dikehendaki dengan q (produk rusak) yang benarbenar terjadi terdapat selisih sebesar 3376 - 2.531 = 845 unit. Selisih ini menunjukkan bahwa produk rusak yang benar-benar terjadi lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki. Maka dapat dikatakan bahwa intensitas pengawasan kualitas yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik. Sedangkan perhitungannya akan nampak seperti dibawah ini: -
Misal q Maka :
QCC
= 1000 unit
R.o q 96.500 x 330.933,3 1000
31.925.414 QAC = c x q = 2.800 x 1000 = 2.800.000 TQC
= QCC + QAC = 31.925.414 + 2.800.000 = 34.725.414
-
Misal q
QCC
= 2000 unit
R.o q 96.500 x 330.933,3 2000
15.962.707
QAC = c x q = 2.800 x 2000 = 5.600.000 TQC
= QCC + QAC = 15.962.707 + 5.600.000 = 21.562.707
-
Misal q
QCC
= 3000 unit
R.o q 96.500 x 330.933,3 3000
10.641.805 QAC = c x q = 2.800 x 3000 = 8.400.000 TQC
= QCC + QAC = 10.641.805 + 8.400.000 = 19.041.805
-
Misal q
QCC
= 3376 unit
R.o q 96.500 x 330.933,3 3376
9.456.579 QAC = c x q = 2.800 x 3376 = 9.452.800
TQC
= QCC + QAC = 9.456.579 + 9.452.800 = 18.909.379
-
Misal q
QCC
= 5000 unit
R.o q 96.500 x 330.933,3 5000
6.385.082 QAC = c x q = 2.800 x 5000 = 14.000.000 TQC
= QCC + QAC = 6.385.082 + 14.000.000 = 20.385.082
Perhitungan tersebut bila disusun dalam tabel tampak seperti di bawah ini : Tabel 2. Jumlah produk rusak (q), masing-masing biaya (QCC, QAC, TQC) q (Unit)
QCC (Rupiah)
QAC (Rupiah)
TQC (Rupiah)
1000
31.924.414
2.800.000
34.725.414
2000
15.962.707
5.600.000
21.562.707
3000
10.641.805
8.400.000
19.041.805
3376
9.456.579
9.452.800
18.909.379
5000
6.385.082
14.000.000
20.385.082
Sumber : data primer yang diolah Grafik QCC, QAC, TQC (Jutaan Rupiah) ditunjukkan pada gambar berikut:
35.000.000 30.000.000 TQC 25.000.000 20.000.000 15.000.000
QAC
10.000.000 QCC 5.000.000 0
1000
2000
3000
4000
5000
(Ribuan Unit) Gambar 3. Grafik biaya kualitas Keterangan : Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa : 1. QCC akan menurun apabila jumlah produk rusak meningkat dan sebaliknya QCC akan meningkat apabila jumlah produk rusak menurun. 2. QAC akan menurun apabila jumlah produk rusak juga menurun dan sebaliknya QAC akan meningkat apabila jumlah produk rusak juga meningkat. 3. Dengan jumlah produk rusak sebanyak 3376 unit akan diperoleh biaya QCC sebesar Rp. 9.456.579, biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800 dan biaya TQC = Rp. 18.909.379
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan 1. Analisis Control Charts Analisis control charts untuk mebel sebagai berikut: 1) Jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit 2) Rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 % 3) Untuk batasan pengawasannya: a. Batas atas (UCL) sebesar 0,031 atau 3,1 % b. Batas bawah (LCL) sebesar 0,021 atau 2,1 %
Dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak masih dalam batas yang wajar yaitu terletak antara batas atas dan batas bawah. 2. Analisis intensitas pengawasan kualitas Intensitas pengawasan kualitas untuk mebel sebagai berikut: 1) 2)
Produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit. Jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit. 3) Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas pengawasan kualitas terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit lebih kecil dari jumlah produk rusak yang dikehendaki sebanyak 3376 unit. 4.2. Rekomendasi Dari hasil analisis tersebut, maka penulis memberikan saran-saran. Adapun saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: 1) Manajemen pengendalian mutu lebih meningkatkan frekuensi pemeriksaan untuk mengurangi jumlah produk rusak walaupun harus menanggung biaya kualitas tinggi. 2) Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen, misalnya dengan memberikan jaminan kualitas terhadap produk yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini perlu dilakukan agar konsumen atau pelanggan tetap setia kepada perusahaan, mengingat adanya persaingan yang semakin ketat. 3) Melakukan pengendalian kualitas secara terus menerus, agar jumlah produk rusak dapat diminimalkan menjadi lebih kecil. DAFTAR PUSTAKA Agus Ahyari, 2000, Manajemen Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta. Elwood S. Buffa dan Rakesh K. Sarin, 1999, Manajemen Operasi dan Produksi Modern, Binarupa Aksara, Jakarta. Fandi Tjiptono, 1995, Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta. Gasperz V, 1997, Manajemen Kualitas, PT. Gramedia, Jakarta. Indriyo Gitosudarmo, 1993, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi, BPFEUGM, Yogyakarta. Lalu Sumayang, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Salemba Empat, Jakarta.