STRATEGI LIVELIHOOD RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH PADA WILAYAH SEKITAR PERTAMBANGAN EMAS (Studi Kasus Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana)
SKRIPSI
Oleh:
WA ODE MULIANA D1A1 11 260
JURUSAN/PS AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
STRATEGI LIVELIHOOD RUMAH TANGGA PETANI PADI SAWAH PADA WILAYAH SEKITAR PERTAMBANGAN EMAS (Studi Kasus Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Agribisnis
Oleh:
WA ODE MULIANA D1A1 11 260
JURUSAN/PS AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI PENELITIAN ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. APABILA DIKEMUDIAN HARI TERBUKI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL JIBLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
ii
iii
iv
ABSTRAK
Wa Ode Muliana (D1A111260) “Strategi Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah Pada Wilayah Sekitar Pertambangan Emas (Studi Kasus Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana”. Dibawah bimbingan R. Marsuki Iswandi selaku pembimbing I dan Meisanti selaku pembimbing II. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa usahatani padi sawah di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya mengalami penurunan produksi akibat dari dampak pertambangan emas. Penurunan produksi berpengaruh terhadap pendapatan para petani padi sawah. Sehingga untuk memperoleh tambahan pendapatan rumah tangga petani padi sawah menempuh berbagai strategi livelihood. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perubahan lingkungan fisik dan gambaran strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah setelah adanya pertambangan emas. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai Oktober 2015 bertempat di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan jumlah informan kunci sebanyak 10 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam (deep interview), pencatatan, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan pendektan deskriptif kualitatif. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukan bahwa perubahan lingkungan fisik akibat kegiatan pertambangan emas adalah perubahan bentang alam, pendangkalan sungai, berkurangnya debit air dan pendangkalan saluran irigasi. Strategi livelihood yang di tempuh oleh rumah tangga petani padi sawah di Desa Langkowala terbagi 6 yaitu (1) intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, (2) pola nafkah ganda (diversifikasi), (3) migrasi sirkuler, (4) strategi melakukan pinjaman, (5) strategi penghematan dan (6) strategi menjual aset. Kata Kunci: Perubahan Lingkungan Fisik, Rumah Tangga Petani Padi Sawah dan Strategi Livelihood
v
ABSTRACT
Wa Ode Muliana (D1A1 11 260) “Livelihood Strategies of Rice Farmer Households in Neighbourhood of Gold Mining Area (Case Study in Langkowala Jaya Village District of Lantari Jaya Regency of Bombana) Under Guidance of R. Marsuki Iswandi as First Mentor and Meisanti as Second Mentor This research is motivated by the fact that farming rice on Langkowala village district of Lantari Jaya regency production decreased as a result of the impact of gold mining. The decline in production affect the income of producers of paddy. So as to earn extra household income of rice farmers through various livelihood strategies. This research aims to describe changes in physical environment and description of household livelihood strategies of rice farmers after gold mining presence. The research was conducted in August to October 2015 held at Langkowala village district of Lantari Jaya regency of Bombana. Research type is qualitative descriptive.Determination of key informants was intensionally (purposive) by selecting 10 key informants. Data collection techniques used were deep interview, recording, observation and documentation. Data analysis usedwas qualitative description approach. Research result showed that changes in physical environment as result of gold mining activities are landscape change, rivers silting, water flow reduced and irrigation canals siltation. Household livelihood strategies as farmers after gold mining presence divided into six parts : intensification and extensification of agricultural income, double living patterns (diversification), migration, strategies for loan, saving strategies and strategies to sell assets Keyword : Physical enviroment change, rice farmer household and livelihood strategies
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan nikmat
iman dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat
merampungkan penyusunan skripsi ini, dengan judul “Strategi Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah Pada Wilayah Sekitar Pertambangan Emas (Studi Kasus Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana)”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabat, keluarga, serta orang-orang yang tetap istiqomah di jalan Islam. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini terdapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. R. Marsuki Iswandi, M.Si selaku pembimbing I dan Dr. Meisanti, SP.,MP selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan dan membimbing penulis. Penulis juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Rektor dan para Wakil Rektor Universitas Halu Oleo, 2. Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, 3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Agribisnis/PS Agribisnis, 4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing penulis selama di bangku kuliah,
vii
5. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Laboratorium Fakultas Pertanian atas segala pelayanannya, 6. Ibu Hartina Batoa, SP.,M.Si dan Dr. Abdi, SP.,M.Si selaku Penasehat Akademik penulis, 7. Dosen-dosen penguji yang telah memberikan saran, kritik, dan perbaikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik, 8. Kepala desa, sekretaris desa dan para kepala dusun Desa Langkowala, atas izin dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian, 9. Keluarga besar Pak Sahir yang telah bersedia memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian, 10. Kak Iradaf Mandaya, ST yang telah banyak membantu, memotivasi dan memberikan arahan kepada penulis sampai skripsi ini selesai, 11. Saudara saudariku, Kak Siti Asraya S.Pd, Kak Imba S.Pd, Siti Asramia, Maulid dan Husumin yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 12. Kakak mentorku Kak Nur Hijjah, SP dan Murobbiku Kak Risna Saeri, S.TP dan Ibu Sri Lestari S.Pd.,M.Si, 13. Teman-teman Sosek Tambang 2011 : Dasrun, Ludin, Irwan, Dzul, Deddy, Topan, Idil, Fauzan, Faisal, Syahrul, Arif, Muliadi, Putu, Hasrat, Hendrik, Kaisar, Tura, Ummul, Heni, Sinta, Ralia, Ani, Rescayanti dan juga kepada teman-teman jurusan agribisnis khususnya angkatan 2011 : Ammah, Irna, Isma, Riska, Lana, Dyaah, Jamdia, Heni, Fardiman, Rudi, Andri, Iraman, Samirawan, Ujang, dan teman-teman yang lain yang tidak bisa saya sebutkan semua,
viii
14. Kakak-Kakak seniorku jurusan Agribisnis Ka Aswar, Ka Idam, Ka Ari, Ka Sabarulah, Ka Ajmain, Ka Ajat, Ka Irfan, Ka Aisa, Ka Anti, Ka Maya, Ka Tri dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, kalian semua inspirasiku, 15. Adik-adik yuniorku jurusan agribisnis : La Bai, Dawid, Amrin, Al Munir, Yakub, Darman, Herdin, Yasmin, La Yoremi, Tika, Resky, Minggu, Wana dan lain-lain yang tidak bisa saya sebut satu persatu. 16. Keluarga besar Mahasiswa Pecinta Mushalla (MPM) Al Zaytun Fakultas Pertanian dan Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Universitas Halu Oleo, 17. Teman-teman seperjuanganku di lokasi KKN Desa Kasakamu, Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat (Jalil, Ersal, Leo, Arman, Ayu, Selvi, Sri, dan Mimin) terimakasih atas kerjasama dan motivasinya saat KKN, Teristimewa penulis sampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahandaku La Ode Hamundu dan Ibunda Wa Ode Haiye atas segala doa restu, dukungan, semangat, arahan dan nasehat tak terhingga kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan hasil penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedepannya. Amiin. Kendari, Penulis
ix
Mei 2016
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... PERNYATAAN................................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA PENGUJI ....................................... ABSTRAK ........................................................................................................... ABSTRAC............................................................................................................. UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. DAFTAR ISI........................................................................................................ DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR GAMBAR........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... I.
i ii iii iv vi vii viii x xii xiv xv
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4 1.3 Tujuan dan Kegunaan ............................................................................. 4
II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori........................................................................................ 2.1.1 Defenisi Rumah Tangga ............................................................. 2.1.2 Konsep Strategi Livelihood......................................................... 2.1.3 Kegiatan Pertambangan .............................................................. 2.1.4 Dampak Lingkungan Fisik Kegiatan Pertambangan Emas ........ 2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................. 2.3 Kerangka pikir .......................................................................................
6 6 7 17 19 23 24
III. METODE PENELITIAN 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7
Jenis Penelitian ..................................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ Teknik Penentuan Informan.................................................................. Jenis dan Sumber Data.......................................................................... Teknik Pengumpulan Data.................................................................... Analisis Data......................................................................................... Konsep Operasionl................................................................................
27 27 27 28 28 29 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 4.1.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi .................................... 4.1.2 Keadaan Iklim dan Curah Hujan................................................. 4.1.3 Pola Penggunaan Tanah ..............................................................
x
32 32 32 33
4.1.4 Keadaan Demografis................................................................... 4.1.4.1 Jumlah Penduduk ............................................................. 4.1.4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ...... 4.1.4.3 Pendidikan ........................................................................ 4.1.4.4 Keyakinan atau Agama .................................................... 4.1.4.5 Suku.................................................................................. 4.1.4.6 Mata Pencaharian ............................................................. 4.1.5 Keadaan Sarana dan Prasarana ..................................................... 4.2 Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 4.2.1 Perubahan Lingkungan Fisik Setelah Adanya Kegiatan Pertambangan Emas Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya................................................................................................ 4.2.1.1 Perubahan Bentang Alam ................................................. 4.2.1.2 Berkurangnya Debit Air ................................................... 4.2.1.3 Pendangkalan Sungai ....................................................... 4.2.1.4 Pendangkalan Saluran Irigasi ........................................... 4.2.2 Strategi Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya ......................................... 4.2.2.1 Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian ................................. 4.2.2.1.1 Mempertahankan Usahatani Padi Sawah ............... 4.2.2.1.1.1 Merubah Cara Tanam ................................. 4.2.2.1.1.2 Penambahan Jumlah Penggunaan Pupuk.... 4.2.2.1.1.3 Memperluas Lahan Garapan ....................... 4.2.2.1.1.4 Membangun Sumur Bor ............................. 4.2.2.1.2 Menanam Komoditas Selain Padi Sawah............... 4.2.2.2 Pola Nafkah Ganda (Diversifikasi Nafkah)....................... 4.2.2.3 Migrasi Sirkuler................................................................. 4.2.2.4 Strategi Melakukan Pinjaman ........................................... 4.2.2.5 Strategi Penghematan ........................................................ 4.2.2.6 Strategi Menjual Aset ........................................................ 4.2.3 Sumber Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana.......
34 34 35 36 37 38 39 40 41
41 42 44 46 50 52 53 54 54 55 57 60 64 68 79 82 84 85 85
V. PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................ 89 B. Saran ....................................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
4.1 Pola Penggunaan Lahan Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya ... 33 4.2
Jumlah Penduduk Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................................................... 35
4.3 Penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin pada tahun 2015 ................................ 35 4.4 Jumlah Penduduk Desa Langkowala berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Tahun 2015 ........................................................................................ 37 4.5 Jumlah Penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Bersarkan Keyakinan atau Agama................................................................................ 37 4.6 Jumlah Penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Bersarkan Suku ............................................................................................................. 39 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya.......................................................... 40 4.8 Jenis Sarana dan Prasarana di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya
40
4.9 Keadaan Lingkungan di Desa Langkowala Sebelum dan Setelah Adanya Kegiatan Pertambangan Emas ..................................................................... 42 4.10 Keadaan Sungai di Desa Langkowala Sebelum dan Setelah Adanya Kegiatan Pertambangan Emas ..................................................................... 49 4.11 Perubahan Lingkungan Fisik Pasca Kegiatan Pertambangan Emas Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya............................................ 52 4.12 Perbandingan penggunaan pupuk sebelum dan setelah adanya pertambangan............................................................................................... 56 4.13 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak AR .. 59 4.14 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak KS dan Pak SP .................................................................................................. 63 4.15 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Ditempuh Oleh Rumah Tangga Pak AK ........................................................................................... 66 xii
4.16 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak NS... 71 4.17 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak SM .. 74 4.18 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak SH... 76 4.19 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh RumahTangga Pak MH .. 78 4.20 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak SN... 81 4.21 Matriks Klasifikasi Strategi Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Langkowala Berdasarkan Kerangka Ellis (2000) .............. 87
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1
Komponen Dan Bagan Alir Nafkah Rumah Tangga..................................... 12
2.2
Skema Kerangka Pikir ................................................................................... 26
4.1 Kondisi Lingkungan Setelah Adanya Pertambangan Emas Di Desa Lankowala Kecamatan Lantari Jaya............................................................. 43 4.2 Visualisasi Prediksi Dampak Aliran Sedimen Akibat Aktivitas Pertambangan Emas ...................................................................................... 47 4.3 Kondisi Sungai (Bendungan) Setelah Adanya Pertambangan Emas ............ 48 4.4 Kondisi Saluran Irigasi yang tertimbun lumpur dari pembuangan Pemurnian Biji Emas ..................................................................................... 50
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Riwayat hidup................................................................................. 95
Lampiran 2
Peta Lokasi Penelitian .................................................................... 96
Lampiran 3
Dokumentasi .................................................................................. 97
xv
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertanian padi sawah merupakan salah satu usahatani yang cocok bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan hampir seluruh penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai sumber karbohidrat utama. Indonesia juga memiliki tanah yang subur yang dapat menunjang keberhasilan produksi pertanian. Selain itu, Indonesia terletak di belahan dunia bagian tengah yang menyebabkan Indonesia beriklim tropis dan hanya memiliki dua musim. Hal ini sangat sesuai dengan pertumbuhan tanaman padi yang merupakan tanaman semusim (annual). Kabupaten Bombana merupakan salah satu sentra produksi beras di Sulawesi Tenggara, salah satunya adalah Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya. Desa Langkowala terkenal sangat subur dengan produksi beras yang melimpah setiap panennya. Hampir seluruh masyarakat di Desa Langkowala bermata pencaharian sebagai petani padi sawah dan merupakan satu-satunya sumber nafkah utama bagi masyarakatnya. Pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi sawah mampu mencukupi semua kebutuhan rumah tangga. Namun kehadiran pertambangan emas memberikan dampak kerusakan pada lahan dan sungai menyebabkan penurunan volume dan kualitas air. Akibat kerusakan lahan dan penurunan volume air produksi padi sawah di Desa Langkowala menurun drastis. Sebelum ada tambang produksi petani mencapai 40 sampai 50 karung gabah perhektar dan setelah ada tambang produksi menurun hingga lebih dari dua kali lipat. Hal ini terjadi akibat dampak yang ditimbulkan dari
1
2
kegiatan pertambangan yang mempengaruhi pertanian utamanya usahatani padi sawah. Pada umumnya setiap kegiatan pertambangan akan menimbulkan dampak postif dan negatif bagi lingkungan sekitarnya. Menurut Meisanti (2014), dampak pertambangan emas di Bombana terdiri dari dampak atas lingkungan fisik, sosial dan ekonomi. Dampak lingkungan fisik terdiri atas dampak air, dampak lumpur, dampak puso/kekeringan, perubahan bentang alam dan pencemaran udara. Dampak atas lingkungan sosial terdiri dari perubahan sosial (pertambahan penduduk, struktur sosial dan interaksi sosial), psikososial (keamanan, kecemasan, kepercayaan dan penyakit sosial) serta budaya (perubahan nilai uang). Sedangkan dampak atas lingkungan ekonomi terdiri atas tumbuhnya investasi, peningkatan pendapatan asli daerah, peningkatan pembangunan infrastruktur dan perubahan pendapatan. Dampak atas lingkungan fisik merupakan konsekuensi dari kegiatan pertambangan emas yang dilakukan oleh para penambang. Di Kabupaten Bombana dampak fisik yang paling nyata terlihat adalah perubahan permukaan tanah berupa rusaknya tanah pada lokasi penambangan. Selain itu kegiatan tambang yang membendung air sungai di daerah hulu menyebakan debit air pada saluran irigasi pertanian menjadi berkurang bahkan sampai kering. Kemudian akibat kerusakan daerah hulu yang dijadikan tempat pendulangan emas menyisahkan tanah lumpur yang menyebabkan pendangkalan pada sungai. Hal tersebutlah yang berpotensi mempengaruhi kegiatan pertanian padi sawah. Desa Langkowala merupakan salah satu desa yang berada di sekitar wilayah pertambangan emas yang merasakan dampak negatif terhadap lingkungan fisik.
3
Akibat dari dampak fisik tersebut menyebabkan produksi padi sawah mengalami penurunan hingga dua kali lipat. Hal tersebut diperparah lagi dengan melonjaknya harga-harga barang. Tingginya harga-harga barang kebutuhan hidup telah menyulitkan Petani padi sawah yang mata pencahariannya satu-satunya dari usahatani
padi
sawah
yang mengalami
penurunan hasil
panen
sehingga
pendapatannya juga menurun sementara kebutuhan hidup semakin tinggi. Untuk mempertahankan hidup, rumahtangga petani yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian padi sawah melaku kan berbagai tindakan adaptasi, oleh Ellis (2000) menyebutnya dengan istilah livelihood strategy dimana rumah tangga sebagai unit sosial diamati untuk mengubah aktivitasnya berdasarkan posisi aset dalam menghadapi keadaan pada masa desa atau tingkatan masyarakat. Strategi setiap rumah tangga berbeda menurut aset dan status aset yang dimilikinya. Karena itu, dalam keadaan sulit rumah tangga petani melakukan strategi penghidupan dengan memobilisasi sumberdaya yang dimilikinya melalui serangkaian kegiatan yang berbeda-beda antara satu dan yang lainnya. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Strategi Livelihood Rumahtangga Petani Padi Sawah Pada Wilayah Sektar Pertambangan Emas”, studi kasus di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana. I.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
4
1. Bagaimana gambaran perubahan fisik pada lingkungan setelah adanya pertambangan emas di Desa Langkowala Kecamaatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana? 2. Bagaimana gambaran strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah pada wilayah sekitar pertambangan emas di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana? 1.3 Tujuan dan Kegunaan 1.3.1 Tujuan Adapun tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk
mengidentifikasi
perubahan
fisik
lingkungan
setelah
adanya
pertambangan emas.di Desa Langkowala Kecamaatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana. 2. Untuk mengetahui gambaran strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah pada wilayah sekitar pertambangan emas di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana. 1.3.2 Kegunaan Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan tambahan pengetahuan bagi penulis untuk bekal dalam penerapan pengetahuan teoritik yang telah didapatkan dibangku kuliah. 2. Sebagai
bahan
pertimbangan
bagi
pemerintah
untuk
mendukung
pengembangan sektor pertanian di sekitar wilayah pertambangan serta bahan informasi dalam hal pengambilan kebijakan khususnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani.
5
3. Sebagai bahan pembanding bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori Dalam sub bab ini dilakukan penelusuran terhadap beberapa kajian pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti buku, jurnal, dan beberapa hasil penelitian terdahulu. Hal ini sangat penting dilakukan karena dari teori-teori yang diperoleh dapat menambah wawasan mendalam yang akan membantu dalam penelitian yang dilakukan. Teori yang akan dikaji terdiri atas : defenisi rumah tangga, konsep strategi livelihood, kegiatan pertambangan serta dampak pertambangan emas terhadap lingkungan fisik. 2.1.1 Defenisi Rumah Tangga Rumah tangga merupakan lembaga dasar yang melakukan pengaturan konsumsi dan produksi, alokasi tenaga kerja dan sumberdaya sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup anggota rumahtangga. Douglas (1998) menyebutkan bahwa rumahtangga sebagai struktur kecil politik ekonomi yang membuat keputusan tentang dinamika kehidupan dan formasi rumahtangga. Rumahtangga memiliki struktur kekuasaan, kepemilikan, pengambilan keputusan dan pelesatarian ikatanikatan darah. Ellis (2000) mengartikan rumah tangga sebagai tempat dimana ketergantungan sosial dan ekonomi antara kelompok dan individu terjadi secara teratur. Rumah tangga diartikan sebagai kelompok sosial yang tinggal di satu tempat, berbagi makanan yang sama,
membuat
keputusan
bersama
6
mengenai
alokasi
sumberdaya
7
dan pendapatan. Rumahtangga menjalankan strategi nafkah sebagai upaya mempertahankan kehidupan anggota rumahtangga. Rumahtangga tidak selalu berisi ikatan darah. Rumah tangga bisa juga berarti sekelompok orang yang berbagi rumah atau tempat tinggal dan berbagi pendapatan atau seseorang yang tinggal sendiri, keluarga inti, keluarga batih atau sekelompok orang yang tidak berubungan darah (Marshal, 1994 dalam Dharmawan 2001). Jadi rumah tangga bisa berarti ikatan darah atau bukan atas dasar ikatan darah. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas rumah tangga diartikan sebagai suatu unit sosial ekonomi yang memiliki hubungan dalam menjalankan strategi livelihood. Rumah tangga dibatasi oleh hubungan ketergantungan secara sosial ekonomi yang terjadi secara intens. Rumah tangga dapat terdiri dari orang-orang yang memiliki hubungan darah atau pun tidak. Sebagai suatu unit sosial ekonomi, rumah tangga memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: (a) alokasi sumberdaya yang memungkinkan untuk memuaskan kebutuhan rumah tangga, (b) jaminan terhadap berbagai tujuan rumah tangga, (c) produksi barang dan jasa, (d) membuat keputusan atas penggunaan pendapatan dan konsumsi, (e) fungsi hubungan sosial dan hubungan dengan masyarakat luar, dan (f) reproduksi sosial dan material serta keamanan sosial terhadap anggota rumahtangga (Manig, 1991, dalam Dharmawan, 2001). 2.1.2
Konsep Strategi Livelihood Livelihood didefenisikan sebagai aset-aset, aktivitas dan akses yang
mencerminkan tambahan pendapatan oleh individu atau rumah tangga (Ellis, 2000). Chamber dan Conway (1991) menunjukan defenisi livelihood sebagai akses yang
8
dimiliki oleh individu atau keluarga. Akses menunjukan aturan atau norma sosial yang menentukan perbedaan kemampuan manusia untuk memiliki, mengendalikan dalam artian menggunakan sumberdaya seperti lahan dan kepemilikan umum untuk kepentingan sendiri. Lebih jelas, strategi livelihood didefenisikan sebagai: Livelihoods compromises the capabilities, assets (stores, resources, claim, and acces) and activitas required for a means of living (Chambers and Conway, 1991). Unsur-unsur dalam strategi livelihood menurut Chambers dan Conway (1991) adalah kapabilitas, aset dan aktivitas. Aset dapat berupa klaim atau akses. Kapabilitas menunjukan kemampuan individu untuk mewujudkan potensi dirinya sebagai manusia dalam artian menjadi dan menjalankan. Kapabilitas menunjukan set alternatif menjadi dan melakukan yang bisa dilakukan dengan karakteristik ekonomi, sosial dan personal manusia. Aktivitas merunjuk pada kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Strategi livelihood tergantung dari seberapa besar aset yang dimiliki, kapabilitas individu dan aktivitas yang nyata dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Yuliandani (2011) mendefenisikan strategi nafkah sebagai cara dimana orang memenuhi kebutuhan hidup atau peningkatan hidup, namun lebih mendalam Dharmawan (2007) menyebutkan strategi nafkah bukan sekedar means of living yang bermakna sebagai mata pencaharian. Pengertian strategi nafkah lebih mengacu pada pengertian livelihood strategy (strategi penghidupan) yaitu strategi membangun sistem penghidupan, cara bertahan hidup atau memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai yang berlaku.
9
Strategi livelihood pada suatu rumah tangga menyangkut keberlangsungan hidup anggota rumah tangga tersebut. Rumah tangga dapat mempertahankan eksistensinya dengan bekerja dan menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Strategi liveliood dipandang sebagai strategi untuk memperoleh pekerjaan (Purnomo, 2006). Sedangkan menurut Ellis (2000) strategi nafkah merupakan serangkaian pilihan sumber nafkah dan aktivitas nafkah yang meliputi beragam tindakan rasional yang diambil rumah tangga untuk mencapai tujuan yang dirumuskan. Tindakan yang dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan penggunaan sumber daya atau aset. Keberagaman strategi livelihood yang ditempuh petani tergantung kondisi sosio-ekologi dan sumberdaya petani. Ellis (2000) menjelaskan bahwa keberagaman livelihood pedesaan membentuk sebaran peningkatan pendapatan dari aktivitasaktivitas dan aset-aset untuk bertahan hidup dan meningkatkan standar hidup. Dalam upaya memperjuangkan kehidupan ekonominya rumahtangga petani di pedesaan biasanya akan melakukan diversifikasi sumber penghidupan yaitu proses yang dilakukan oleh keluarga pedesaan untuk melakukan berbagai aktivitas dan kemampuan dorongan sosial mereka dalam upaya berjuang untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan standar hidup. Secara luas bahwa adanya diversifikasi mata pencaharian tidak sekedar untuk bertahan hidup, yang dikonotasikan sebagai resistensi, artinya seolah-olah tidak berkembang. Oleh karena itu, bahwa strategi livelihood selain bertahan hidup tetapi juga berusaha memperbaiki standar hidup (Ellis, 1998).
10
Menurut Ellis (1998) pembentuk strategi nafkah dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu pertama: berasal dari on-farm; merupakan strategi nafkah yang didasarkan dari sumber hasil pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan lain-lain). Kedua: berasal dari off-farm, yaitu dapat berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), kontrak upah tenaga kerja non upah dan lain-lain. Ketiga: berasal dari non farm, yaitu sumber pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi 5 yaitu: (1) upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian; (2) usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, (3) pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), (4) kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota; dan (5) kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri. Beberapa hal penting yang mendorong terjadinya diversifikasi sumber nafkah pada masyarakat pedesaan adalah: pertama, karena sistem produksi bersifat musiman maka untuk mengisi waktu tunggu panen atau musim panen berikutnya, maka hal ini mendorong petani untuk mencari pekerjaan di luar sektor petanian. Kedua; perbedaan pasar tenaga kerja, hal ini mendorong pemanfaatan berbagai peluang kerja tersebut untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya atau memperbaiki standar hidupnya. Ketiga; strategi mengurangi resiko, melalui berbagai upaya yang dilakukan diharapkan petani mampu menghindari resiko kelaparan, kebutuhan subsistensinya tidak terpenuhi, dan resiko lainnya. Keempat; sebagai perilaku penyesuaian, maksud penyesuaian disini adalah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan upaya yang dilakukan sehingga tidak akan terjadi kekurangan. Kelima; strategi menabung dan investasi sementara, berbagai strategi livelihood yang dilakukan dalam upaya memberikan kenyamanan dan keamanan dalam bentuk tabungan atau investasi
11
walaupun bersifat sementara, misalnya: beternak sapi, dianggap sebagai tabungan yang apabila sewaktu-waktu dibutuhkan dapat dijual (Ellis, 1998). Dalam kerangka untuk bertahan hidup dan meningkatkan standar hidup tersebut,
masyarakat
melakukan
berbagai
strategi
diantaranya
adalah:
(1)
meningkatkan produktivitas lahan seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pada lahan pertanian, sementara pada masyarakat nelayan berusaha meningkatkan teknologi sehingga lebih mudah menangkap ikan; (2) adanya pembagian tugas untuk mencari nafkah antara suami, istri, dan anak; (3) menjalin kerjasama dengan anggota komunitas dalam upaya mempertahankan jaminan sosial masyarakat; (4) untuk tetap survive juga menjalin hubungan patron-klien; (5) melakukan migrasi untuk bekerja baik ke kota maupun menjadi TKI ke luar negeri (Ellis, 1998). Menurut Chambers (1995), beberapa cara yang dipergunakan oleh rumah tangga dalam kerangka bertahan hidup antara lain: (1) mutual help dengan tetangga atau saudara, (2) kontrak lepas, (3) pekerjaan sambilan, (4) pekerjaan khusus (tukang cukur, tukang kayu, penjahit), (5) memanfaatkan tenaga kerja anak, (6) pekerjaan kerajinan, (7) menggadaikan dan menjual asset, (8) pemisahan anggota keluarga (menitipkan anak pada kerabat), (9) migrasi musiman, (10) remitten, (11) penghematan makanan dan konsumsi, dan lainnya. Chambers (1995) mengemukakan bahwa strategi livelihood rumah tangga lebih mengacu kepada sarana untuk memperoleh kehidupan, termasuk kemampuan berupa tangible assets dan intangible assets. Inti dari livelihood dapat dinyatakan sebagai kehidupan (a living). Melalui campur tangan manusia, asset-asset nyata
12
(tangible assets) dan asset tidak nyata (intangible assets) berkontribusi terhadap kehidupan (a living). (lihat gambar 2.1). PEOPLE Livelihood Capabilities
A Living
Stores and resources
Tangible Assets
Claims and Access
Intangible Assets
Gambar 2.1 Komponen dan bagan alir nafkah rumah tangga Tangible assets di kendalikan oleh rumah tangga dalam dua bentuk, yaitu: (1) simpanan (store), contoh: stok makanan, simpanan berharga seperti emas dan perhiasan, tabungan dan (2) dalam bentuk sumber daya (resources) seperti: lahan, air, pohon, ternak, peralatan pertanian, alat dan perkakas domestik. Intangible assets terdiri dari claims yang dapat dibuat untuk material, moral atau pendukung lainnya dan access adalah kesempatan untuk menggunakan sumberdaya, simpanan atau jasa, atau untuk memperoleh informasi, material, teknologi, kesempatan kerja, makanan atau pendapatan. Penerapan strategi nafkah, rumah tangga petani memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup (Scoones 1998). Terdapat lima bentuk modal atau biasa disebut livelihood asset. Menurut Ellis (2000), kelima bentuk modal tersebut antara lain: a. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital)
13
Modal ini bisa juga disebut sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan diperairan, maupun sumberdaya mineral seperti minyak, emas, batu bara, dan lain sebagainya. b. Modal Fisik (Physical Capital) Modal fisik merupakan modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain sebagainya. c. Modal Manusia (Human Capital) Modal ini mengacu kepada sumber daya tenaga kerja yang ada pada rumah tangga seperti: pendidikan, keterampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. d. Modal Finansial (Financial Capital) Modal ini berupa uang, yang digunakan oleh suatu rumah tangga. Modal ini dapat berupa uang tunai, tabungan, ataupun, akses pinjaman. e. Modal Sosial (Social Capital) Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumah tangga yang tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja (networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerjasama dan memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi.
14
Ellis (2000) menyatakan bahwa suatu unit keluarga atau komunitas tertentu melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu pada berbagai asset yang dimilikinya atau yang secara materil dan imaterial melekat pada unit yang dimaksud. Asset tersebut meliputi modal sosial, modal manusia (SDM), modal finansial ekonomi, modal sumber daya alam dan lingkungan serta modal fisik infrastruktur. Akses pada modal-modal tersebut kerap dimodofikasi oleh peran relasi sosial (seperti gender, kelas ekonomi, umur, etnisitas, agama/ras), pengaruh kelembagaan (seperti aturan dan adat, kebiasaan, pasar), dan organisasi (seperti LSM, administratur dan pemerintah dalam arti luas, lembaga agama seperti mesjid dan gereja dan organisasi keagamaan dalam arti luas) yang berada dalam konteks kerentanan (meliputi kejutan seperti bencana alam dan perang/konflik, maupun tren seperti krisis ekonomi, harga yang fluktuatif, pertumbuhan penduduk dan masalah kependudukan serta perubahan teknologi dan kebijakan makro), (Ellis, 2000). Menurut Ellis (2000) strategi livelihood atau strategi penghidupan suatu unit keluarga/unit komunitas terdiri dari berbagai aktifitas yang dibagi dalam dua kategori yakni aktifitas penghidupan berbasis sumber daya alam (seperti pertanian, peternakan, perikanan, komoditas, hasil hutan non-kayu dan berbagai cash crops lainnya) dan aktivitas non-sumber daya alam (seperti perdagangan, jasa, industri dan manufaktur, transfer dan remittance) dengan dampak pada pencapaian keamanan penghidupan seperti tingkat income yang stabil, resiko yang berkurang dan capaian keberlanjutan ekologis yakni kualitas tanah, hutan, air serta keragaman hayati yang terpelihara.
15
White dalam Widiyanto (2010) mengemukakan bahwa dalam prakteknya terdapat tiga level kategori strategi penghidupan rumah tangga yaitu: 1. Strategi akumulasi merupakan strategi yang dinamis oleh petani dan pengusaha kaya yang memiliki sumber daya yang banyak, sehingga mampu memupuk modal dan melakukan diversifikasi penghidupan ketingkat yang lebih tinggi. 2. Strategi konsolidasi merupakan strategi bagi kelompok menengah yang mengutamakan keamanan dan stabilitas pendapatan dari pengelolaan sumberdaya yang dimiliki. Bila berhasil melakukan konsolidasi pada aset sumberdayanya dan mampu meningkatkan produksi, maka secara bertahap akan bisa memasuki kelompok yang mampu melakukan strategi akumulasi, tetapi bila mengalami kegagalan dalam melakukan strategi konsolidasi maka bisa merosot untuk melakukan survival. 3. Strategi survival merupakan strategi yang hanya dilakukan untuk bertahan hidup. Kelompok ini hanya bisa mengolah sumberdaya dan lahan yang terbatas, bahkan tidak memiliki modal penghidupan tetapi bekerja untuk mengolah modal penghidupan orang lain untuk mendapatkan jasa yang hanya digunakan untuk sekedar menyambung hidup. Scoones (1998) menggolongkan tiga
strategi livelihood yang mungkin
dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu: (a) Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi), (b) Pola nafkah ganda
16
(diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja selain pertanian dan memperoleh pendapatan, (c) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan. Sementara Ellis (2000) mengklasifikasi strategi livelihood) yaitu: (1) Sektor on farm: sektor ini mengacu pada pendapatan yang berasal dari tanah pertanian milik sendiri, baik yang diusahakan oleh pemilik tanah maupun maupun diakses melalui sewa menyewa atau bagi hasil. Strategi on farm merujuk pada nafkah yang berasal dari pertanian dalam arti luas, (2) Sektor off-farm: sektor ini mengacu pada pendapatan di luar pertanian, yang dapat berarti penghasilan yang diperoleh berasal dari upah tenaga kerja, sistem bagi hasil, kontrak upah tenaga kerja non upah, dan lain-lain, namun masih dalam lingkup sektor pertanian, (3) Sektor non-farm: sektor ini mengacu pada pendapatan yang bukan berasal dari pertanian, seperti pendapatan atau gaji pensiun, pendapatan dari usaha pribadi, dan sebagainya. Di dalam masyarakat, ikatan-ikatan solidaritas antara rumah tangga menjadi modal sosial yang penting bagi nafkah rumah tangga. Dharmawan (2001) mempetakan strategi nafkah berdasarkan solidaritas petani, yaitu: 1. Strategi ikatan solidaritas berdasarkan kegiatan pertanian. Strategi ini dilakukan oleh petani-petani yang sama-sama melakukan kegiatan pertanian sebagai basis nafkah rumah tangga petani. Strategi ini meliputi kegiatan (1) peminjaman lahan dari petani lapisan atas pada petani lapisan bawah, (2) bagi hasil dan sistem sewa
17
tanah, (3) pengelolaan tanah adat, (4) perjanjian saling menguntungkan antar petani. 2. Strategi ikatan solidaritas sosial berdasarkan kegiatan non pertanian. Strategi nafkah rumah tangga tidak hanya berkisar dalam kegiatan pertanian. Strategi ikatan solidaritas non pertanian dibangun diantara migran di kota, diantara penduduk desa untuk kegiatan nafkah diluar pertanian, atau dalam hubungan politik dan ekonomi antara petani dengan pemerintah. 3. Strategi ikatan solidaritas sosial berdasarkan kebutuhan ekonomi. Ikatan ini berbeda dengan ikatan formal yang dilakukan oleh bank atau penggadaian. Strategi ini mengandalkan hubungan kepercayaan yang dibangun antara pihakpihak yang bekerjasama. Termasuk dalam ikatan solidaritas berdasarkan kebutuhan ekonomi, meliputi ; (1) peminjaman berdasarkan hubungan patronklien, (2) peminjaman berdasarkan hubungan tetangga, (3) peminjaman berdasarkan hubungan keluarga, dan (4) peminjaman berdasarkan hubungan pertemanan. Berdasarkan uraian di atas, modal tidak bersifat spasial. Modal sosial dapat menjadi sumber bagi akses pada modal alam, modal fisik, modal manusia dan modal finansial. Modal finansial dapat meningkatkan kemampuan petani untuk mengakses modal manusia, modal alam, modal fisik atau modal sosial. Akses terhadap lima modal ini menentukan bagaimana strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga. 2.1.3 Kegiatan Pertambangan Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
18
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan
dan
pemurnian,
pengangkutan
dan
penjualan,
serta
kegiatan
pascatambang (UU Minerba No.4 Tahun 2009). Pertambangan pada hakekatnya merupakan upaya pengembangan sumberdaya alam mineral dan energi yang potensial untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian kegiatan eksplorasi, pengusahaan dan pemanfaatan hasil tambang. Usaha tersebut bertumpu pada pendayagunaan berbagai sumberdaya, terutama sumberdaya energi dan mineral, didukung sumberdaya energi manusia
yang berkualitas, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kemampuan manajemen (Purnama, 2012). Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan penguasaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum,
eksplorasi,
studi
kelayakan,
kontruksi,
penambangan,
pengolahan dan pemurnian. Kegiatan pertambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan/wilayah. Potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan pertambangan dan faktor keadaan lingkungan (Arman, 2010) Menurut UU No. 11 Tahun 1967 bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital). Bahan galian golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya di izinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, bahan
19
galian golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan galian golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya pasir, batu kapur, marmer, garam dan asbes. Pengertian bahan galian menurut Manan dan Saleng dalam Siregar (2009) ialah: unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia seperti emas yang merupakan endapan-endapan alam. Kemudian karakteristiknya berupa benda padat, cair dan gas yang keadaannya masih dalam bentuk endapan alam atau letakan alam yang melekat pada batuan induknya dan belum terjamah oleh manusia. Pengusahaan pertambangan pada umumnya tidak saja potensial untuk merusak lingkungan fisik, tetapi juga potensial untuk menciptakan kesenjangan ekonomi dan sosial, karena dalam pengusahaannya diperlukan sumberdaya manusia dengan tingkat pendidikan tinggi dan pola hidup mewah, sementara kemampuan masyarakat disekitar wilayah pertambangan masih berpendidikan rendah dan pola hidup sangat sederhana. Akibatnya masyarakat tidak dapat berpartisipasi, sehingga lambat laun perbedaan ekonomi dan status sosial antara pendatang dengan masyarakat sekitar akan semakin tajam dan rawan. Bahkan kesenjangan yang
mengarah kepada
kecemburuan sosial sering menjadi pemicu kerusuhan dan tindak kriminal (Purnama, 2012). 2.1.4 Dampak Lingkungan Fisik Kegiatan Pertambangan Emas Kegiatan pertambangan menunjukan tiga jenis dampak yang signifikan, yaitu dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak lingkungan yang mempengaruhi
20
kegiatan sehari-hari petani dan masyarakat suatu daerah. Kehadiran tambang emas juga mengubah struktur sosial masyarakat pertanian dan mempengaruhi interaksi sosial mereka. Ada kenaikan konflik lokal antara petani dan perusahaan pertambangan emas (Meisanti, dkk: 2012). Hilson (2001) dalam Meisanti (2014) menjelaskan dampak lingkungan fisik pada kasus pertambangan emas di Ghana. Menurut Hilson, masalah utama kegiatan pertambangan adalah terjadinya pengrusakan lingkungan oleh polusi merkuri dan degradasi tanah yang disebabkan produksi limbah industri pertambangan sebesar lima ton pertahun. Pengerukan menggunakan alat-alat berat menyebabkan kerusakan permukaan tanah. Pertambangan emas memberikan dampak secara lokal dan langsung yang cukup besar terhadap keanekaragaman hayati. Dampak-dampak berskala luas dan tidak langsung juga timbul akibat perubahan tataguna lahan. Jenis limbah yang menjadi masalah utama dalam pertambangan emas adalah limbah tambang yang disebut tailing. Tailing adalah sisa batuan/mineral yang sudah diolah dan dibuang sebagai limbah. Batuan penutup terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi. Batuan limbah adalah batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan bijih. Dampak lingkungan, sosial dan budaya pembangunan infrastruktur kegiatan pertambangan dapat bersifat penting dan salah satunya dipengaruhi oleh letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah, sumber air bersih
21
dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan tanah yang digunakan oleh masyarakat adat. Qomariah dalam Pelamonia (2012) menyatakan bahwa kegiatan pertambangan selain meningkatkan pendapatan masyarakat, juga berdampak terhadap lingkungan. Dampak yang timbul berupa penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, erosi dan sedimentasi, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk, serta terjadinya perubahan iklim mikro. Supardi (2003) menyatakan bahwa pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, fisik dan biologis. Pencemaran lebih banyak terjadi di dalam lingkungan pertambangan daripada di luar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat dari tambang mempunyai pengaruh yang timbal balik dengan lingkungannya. Dampak fisik yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan emas salah satunya adalah pencemaran air. Pencemaran air disebabkan oleh penggunaan merkuri pada saat pemurnian emas. Penggunaan merkuri dianggap lebih cepat dibandingkan dengan cara mendulang atau cara lain, namun sangat beresiko terhadap kesehatan manusia. Stwertka (1998) dalam Pelamonia (2012) Merkuri adalah jenis logam berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar, berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik. Merkuri membeku pada temperatur -38.9 oC. Dampak negatif pada lingkungan yang terkontaminasi merkuri sangat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Jalur utama pajanan metilmerkuri pada manusia adalah melalui konsumsi ikan. Merkuri
22
terakumulasi dalam mikroganisme yang hidup di air sungai, danau, dan laut melalui proses metabolisme. Bahan-bahan mengandung merkuri yang terbuang ke dalam sungai atau laut dimakan oleh mikroganisme tersebut dan secara kimiawi berubah menjadi senyawa metilmerkuri. Mikroganisme dimakan ikan sehingga metilmerkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia (Barkay, 2005). Dampak fisik yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan emas menurut Prasetyo (2013) diantaranya: (1) perubahan sifat fisik dan kimia tanah, (2) mengubah struktur tanah, (3) timbulnya kolong-kolong atau lahan bekas tambang berbentuk danau kecil, (4) pencemaran tanah, udara dan air, (5) pendangkalan sungai akibat pembuangan limbah (tailing). Dampak yang nyata dari kegiatan pertambangan akan menyebabkan terjadinya pencemaran baik udara, air dan tanah. Hal tersebut sangat berpengaruh dimana setiap kegiatan manusia pasti berdasarkan ketiga unsur ini. Jika terjadi penurunan kualitas dari ketiga unsur (udara, air dan tanah), setiap kegiatan manusia akan memberikan suatu kondisi yang tidak diinginkan atau berdampak buruk. Salah satu contoh nyatanya adalah dengan hilangnya kesuburan tanah akibat pertambangan, maka hasil pertanian yang didapatkan akan tidak memuaskan dan kemungkinan bisa menyebabkan kerugian bagi petani, (Prasetyo, 2013). Perubahan iklim dan kerusakan ekosistem sekitar tambang akan dapat terjadi jika kegiatan pertambangan tidak segera ditanggulangi dan diantisipasi. Permasalahan yang cukup serius dapat ditimbulkan dikemudian hari seperti terjadinya longsor dan timbulnya lahan kritis ataupun lahan terlantar yang tidak produktif. Eksploitasi besar-
23
besaran dan degradasi lingkungan bekas pertambangan yang berdampak pada kawasan disekitarnya dapat mengancam kehidupan makhluk hidup. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto (2010) yang berjudul “Strategi Nafkah Rumah tangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing” (studi kasus di Desa Wonotirto dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung), mengemukakan bahwa sistem nafkah yang dibangun sangat dipengaruhi oleh etika moral petani baik pada level individu, rumah tangga, hingga komunitas, yang terdiri dari etika sosial-kolektif dan etika individual-materialism. Etika sosial-kolektif masih tampak pada beberapa aktvitas ekonomi petani. Namun diakui bahwa beberapa perilaku ekonomi berbasis etika resiprositas perlahan melemah, seperti perubahan sistem “gotong royong” kesistem upah. Dinamika strategi nafkah petani tembakau dilihat pada berbagai lapisan. Ada petani berlahan luas dan petani berlahan sempit dengan basis produksi yang terbagi dua pula, yakni rumah tangga petani tembakau akan berproduksi berbasiskan sawah atau tegal (pegunungan). Turasih (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem Nafkah Rumah tangga Petani Kentang di Dataran Tinggi Dieng” (studi kasus di Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah), strategi nafkah rumah tangga petani kentang di Dataran Tinggi Dieng terdiri dari dua sektor yaitu on farm dan off farm. Strategi on farm berupa pertanian dengan komoditas utama tentu saja tanaman kentang dan komoditas lain seperti kubis, koncang (bawang daun), cabe bandung, dan sebagian ada yang menanam kacang dieng, yang hanya menjadi komoditas sampingan yang tidak diprioritaskan. Sedangkan strategi nafkah non farm
24
yang banyak dikerjakan adalah menjadi pedagang karena lokasi Desa Karangtengah cukup jauh dari pasar dan kota kabupaten. 2.3
Kerangka Pikir Kegiatan pertambangan emas seperti yang telah terjadi di Desa Langkowala
Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana membawa dampak negatif baik pada linkungan sosial, ekonomi maupun lingkungan fisik. Dampak fisik sangat berpengaruh terhadap lingkungan yang menyebaban perubahan terhadap lingkungan fisik. Perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan bentang alam, berkurangnya debit air, pendangkalan sungai dan saluran irigasi, serta kerusakan lahan pertanian padi sawah. Perubahan lingkungan fisik akibat dari dampak pertambangan berpengaruh terhadap pertanian padi sawah. Desa Langkowala merupakan desa yang penduduknya mayoritas bermata pencaharian sebagai petani padi sawah. Usahatani padi sawah merupakan satusatunya mata pencaharian yang diandalkan di desa ini dan dijadikan sebagai penopang ekonomi rumah tangga. Namun sejak ada kegiatan pertambangan produksi padi sawah mengalami penurunan hingga dua kali lipat disebabkan oleh dampak dari kegiatan pertambangan tersebut. Berkurangnya produksi padi sawah menyebabkan petani mengalami guncangan karena usahatani padi sawah yang merupakan mata pencaharian utama bagi petani di desa ini. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya, petani melakukan berbagai tindakan adaptasi dan menempuh berbagai strategi livelihood (penghidupan) untuk memperoleh penghasilan tambahan dengan memanfaatkan asset-asset yang dimiliki oleh setiap rumah tangga. Dimana menurut
25
Ellis (2000) strategi livelihood setiap rumah tangga berbeda menurut aset dan status aset yang dimilikinya. Jadi dalam keadaan sulit rumah tangga petani melakukan strategi livelihood dengan memobilisasi sumber daya yang dimiliki melalui serangkaian kegiatan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Dari uraian diatas, secara sistematis kerangka pikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut; (gambar 2.2)
26
Kegiatan pertambangan emas
Dampak Ekonomi
Dampak Fisik
Dampak Sosial
Perubahan Lingkungan Fisik : -
Perubahan bentang alam Berkurangnya debit air Pendangkalan sungai Pendangkalan saluran irigasi
Penurunan produksi pertanian padi sawah
Strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah :
Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian Pola Nafkah Ganda (diversifikasi) Migrasi Sirkuler Melakukan Pinjaman Menjual Aset Melakukan Penghematan
Gambar 2.2 Kerangka pikir peneitian Keterangan : Tidak diteliti
Modal Alam, Modal SDM Modal Fisik Modal Sosial Modal Finansial
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang jenisnya adalah deskriptif (menggambarkan) dan eksplanatif (menjelaskan). Menurut Moloeng (2004), pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian (perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain) secara holistik dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015 di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana. Lokasi ditentukan secara purposive atau dengan cara sengaja berdasarkan pertimbangan: 1. Desa tersebut dekat dengan area atau lokasi pertambangan emas. 2. Desa tersebut merupakan salah satu desa yang masyarakatnya mayoritas bertani padi sawah dimana lahan pertaniannya terkena dampak pertambangan emas. 3.3
Teknik Penentuan Informan (Key Informant) Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana data primer dikumpulkan melalui informan kunci. Penentuan informan kunci (key informan) dilakukan secara purposive, dengan mengambil rumah tangga yang mata pencaharianya bertambah pasca pertambangan. Jumlah informan kunci dalam penelitian
ini
adalah
10
27
orang,
terdiri
dari
28
rumah tangga petani padi sawah yang berjumlah 9 rumah tangga dan 1 orang merupakan kepala desa sebagai informan pendukung. 3.4
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan kunci yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui instansi ataupun lembaga-lembaga terkait seperti BPS, Kantor Kecamatan dan Kantor Desa.
3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Wawancara mendalam yaitu pengumpulan data melalui interaksi langsung dengan responden untuk mengumpulkan data informasi berdasarkan keperluan penelitian dengan berpedoman pada daftar pertanyaan. Daftar pertanyaan memungkinkan untuk dikembangkan sebagaimana sifat penelitian kualitatif. 2. Melalui pencatatan yaitu dengan mengumpulkan data dengan mencatat data yang sudah tersedia di kantor-kantor yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 3. Observasi yakni dilakukan untuk mengamati langsung situasi dan kondisi faktual di lokasi penelitian. 4. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data dengan cara mengalir atau mengambil data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti.
29
3.6 Analisis Data Analisis data pada penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data dianalisis dengan menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004). Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Dimulai dengan mengidentifikasi perubahan fisik lingkungan akibat kegiatan tambang emas. Selanjutnya menganalisis strategi livelihood yang ditempuh rumah tangga petani padi sawah untuk melangsungkan hidup. 3.7 Konsep Operasional Konsep operasional adalah batasan atau pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini yang bertujuan untuk memperjelas lingkup penelitian yang terdiri dari: 1. Pertambangan emas tradisional adalah suatu kegiatan penggalian atau penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan peralatan dan teknologi sederhana. 2. Pertambangan emas oleh perusahan adalah kegiatan penggalian atau eksploitasi bahan galian emas yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki izin usaha produksi dengan menggunakan peralatan moderen.
30
3. Perubahan lingkungan fisik merupakan perubahan yang terjadi pada lingkungan fisik akibat dari dampak kegiatan pertambangan yang terdiri dari: perubahan bentang alam, berkurangnya debit air dan pendangkalan sungai dan pendangkalan saluran irigasi. 4. Usahatani padi sawah adalah suatu kegiatan pertanian yang diakukan oleh petani dalam bercocok tanam padi sawah mulai dari persiapan lahan sampai pasca panen. 5. Cara tanam adalah cara tanam yang digunakan dalam budidaya tanaman padi sawah yang berupa cara tanam benih langsung (tabela) atau sistem tanam pindah. 6. Pengairan adalah suatu usaha mendatangkan air dengan membuat bangunan dan saluran-saluran untuk ke sawah-sawah atau ladang-ladang dengan cara teratur dan membuang air yang tidak diperlukan lagi, setelah air itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya. 7. Strategi livelihood meliputi asset (modal alam, modal fisik, modal SDM, modal sosial dan modal finansial), aktifitas dan akses terhadap asset-asset tersebut yang dikombinasikan untuk menentukan kehidupan bagi individu maupun rumah tangga (Conway dan Chambers, 1992). 8. Strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah merupakan langkah-langkah atau tindakan petani padi sawah untuk mengatasi berbagai perubahan lingkungan, sosial dan ekonomi yang terjadi, meliputi : a. Rekayasa sumber nafkah pertanian yaitu memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui intensifikasi maupun secara ekstensifikasi untuk memperoleh pendapatan.
31
b. Pola nafkah ganda yaitu menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain diluar sektor pertanian untuk menambah pendapatan atau dengan mengerahkan tenaga kerja anggota rumah tangga. c. Migrasi yaitu usaha yang dilakukan dengan cara mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan tambahan. 9. Aktivitas nafkah adalah wujud nyata dari strategi yang diterapkan oleh rumah tangga petani meliputi kegiatan pertanian (on farm dan off farm) dan non pertanian (non farmi) (Ellis, 1998). a. On-farm; didasarkan dari sumber hasil pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dll) b. Off-farm, yaitu dapat berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), kontrak upah tenaga kerja non upah dan lain-lain. c. non farm, yaitu sumber pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi 5 yaitu: (1) upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian; (2) usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, (3) pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), (4) kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota; dan (5) kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum wilayah merupakan deskripsi ringkas terkait kondisi geografis dan demografis wilayah penelitian. Penggambaran ini terdiri atas letak geografi dan batas administrasi, keadaan iklim dan curah hujan, pola penggunaan tanah, keadaan demografi yang terdiri atas jumlah penduduk, komposisi penduduk berdasarkan tingkatan umur, pendidikan, agama, suku, keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian serta keadaan sarana dan prasarana. 4.1.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Desa Langkowala merupakan salah satu desa di Kecamatan Lantari Jaya yang berada pada bagian Barat Kecamatan Lantari Jaya dengan jarak tempuh ± 1,5 Km dari ibu kota kecamatan. Desa Langkowala memiliki luas wilayah 10,65 km 2 atau 1.065 ha dibagi menjadi tiga dusun, dengan batasan-batasan wilayah sebagai berikut. -
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan
-
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Watu-Watu
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Rarowatu Utara
-
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalaero
4.1.2 Keadaan Iklim dan Curah Hujan Sebagaimana halnya dengan desa lainnya yang ada di Kecamatan Lantari Jaya, Desa Langkowala juga mengenal iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim panas (musim kemarau). Musim panas atau musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juli sampai bulan Desember, dan musim hujan biasanya terjadi
32
33
pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni dengan curah hujan 1284,1 mm dalam setiap tahunnya. Namun sejak ada pertambangan emas terjadi perubahan musim. Pada tahun 2007 sebelum ada tambang musim hujan biasanya mulai pada bulan november, tetapi sejak tahun 2009 musim hujan baru terjadi pada bulan maret. Pertambangan juga mempengaruhi jumlah curah hujan dimana sebelum ada tambang curah hujan pada tahun 2007 berjumlah 1.706 mm (BPS Bombana 2008) sedangkan setelah ada tambang curah hujan tahunan terbanyak terjadi pada tahun 2009 yaitu 698 mm. 4.1.3 Pola Penggunaan Tanah Menurut data dari profil Desa Langkowala tahun 2013 luas Penggunaan tanah di Desa ini adalah 1.065 Ha, dimana penggunaan lahannya terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah lahan persawahan sebesar 311 Ha, lahan kering atau tanah perkebunan luasnya 30 Ha, lahan bangunan, rumah dan pekarangan sebesar 29,75 Ha dan hutan negara seluas 694,25 Ha. Untuk lebih spesifiknya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Pola Penggunaan Lahan di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya. No 1 2 3
Jenis Lahan Persawahan Perkebunan Hutan Negara Rumah, bangunan dan 4 pekarangannya Total Luas Sumber: Profil Desa Langkowala 2014
Luas Lahan (Ha) 311,00 30,00 694,25
Persentase (%) 29,2 2,82 65,19
29,75
2,79
1.065
100
Menurut tabel di atas menunjukan bahwa tanah sawah atau persawahan lebih luas dari pada tanah-tanah lainnya selain tanah hutan negara yaitu sebesar 311 Ha atau 29,2 Ha. Hal ini menunjukan bahwa di Desa Langkowala hampir seratus persen
34
masyarakatnya berprofesi sebagai petani padi sawah atau bermatapencaharian sebagai petani padi sawah. 4.1.4 Keadaan Demografis Keadaan demografi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi yang mempengaruhi proses mobilitas sosial masyarakat. Faktor penduduk ini menempati posisi yang paling utama, karena seperti yang di ketahui bahwa pembangunan itu adalah suatu upaya manusia untuk merubah pola hidup dan posisi sosial mereka untuk tetap memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber daya manusia merupakan salah satu modal dasar pembangunan, selain sumber daya alam namun yang perlu diketahui bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat menjadi kendala dalam proses perubahan sosial, seperti lambatnya mobilitas sosial karena distribusi dalam berbagai aspek kehidupan tidak merata, sehingga tingkat pendapatan masyarakat tidak seimbang dengan tingkat kebutuhan yang diperlukan. Keadaan demografi Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana adalah sebagai berikut: 4.1.4.1 Jumlah Penduduk Keberhasilan suatu daerah khususnya daerah pedesaan tidak terlepas dari peranan sumberdaya manusia pada daerah tersebut. Sumberdaya manusia yang dimaksud dapat berupa potensi yaitu keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Data terakhir tahun 2015 menunjukan bahwa penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana adalah 991 jiwa dengan 265 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 532 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 459 jiwa. Untuk mengetahui
35
persentase jumlah penduduk di Desa Langkowala menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4.2 Jumlah penduduk di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Berdasarkan jenis kelamin No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Total
Jumlah (Jiwa) 532 459 991
Persentase (%) 53,7 46,3 100
Sumber: Data Primer 2015
Berdasarkan angka tersebut maka dapat dihitung sex ratio penduduk di Desa Langkowala dengan perbandingan bahwa setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 116 jiwa penduduk laki-laki. Dalam hal ini maka jumlah penduduk laki-laki di Desa Langkowala memang lebih banyak dari pada jumlah penduduk perempuan. 4.1.4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Untuk mengetahui komposisi penduduk Desa Langkowala yang dirinci menurut jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin pada tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Umur (Tahun) 0–9 10 – 19 20 – 29 30 – 39 40 – 49 50 – 59 60 Ke atas Jumlah
Sumber: Data Primer 2015
Jenis Kelamin Jumlah Jiwa Laki-Laki Perempuan 98 92 190 106 90 196 67 51 118 84 67 151 96 70 166 54 52 106 29 37 66 532 459 991
Persentase (%) 19,17 19,78 11,91 15,24 16,75 10,69 6,66 100
36
Tabel 4.3 menunjukan bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah berada pada kelompok umur
10-19 tahun yaitu sebanyak 196 jiwa atau sekitar 19,78 %,
sedangkan jumlah penduduk terkecil berada pada kelompok umur 60 ke atas tahun yakni sebanyak 66 jiwa atau sebesar 6,66%. 4.1.4.3 Pendidikan Pelaksanaan program pendidikan merupakan program pemerintah dengan maksud untuk meningkatkan kualiatas kehidupan masyarakatnya serta tingkat kesejahteraan secara menyeluruh. Oleh karena itu, program pendidikan jangka panjang secara kontinu dirumuskan untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan memperoleh pendidikan yang berkualitas atau pendidikan secara berarti, secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya produktif dan efektif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dari daerahnya. Pendidikan adalah suatu upaya yang harus dilaksanakan oleh setiap warga negara. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sendiri dan bersama-sama bertanggung jawab untuk membangun bangsa dan negara. Keadaan pendidikan di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya dewasa ini telah menunjukan adanya perkembangan yang cukup maju bila dibandingkan dengan pendidikan pada masa sebelumnya, beriringan dengan perkembangan pembangunan bangsa. Keadaan pendidikan di Desa Langkowala dapat dilihat pada Tabel 4.4.
37
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Desa Langkowala berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tingkat Pendidikan Belum sekolah Sementara TK Sementara SD Tamat SD Tidak tamat SD Tamat SMP/Sederajat Tamat SMA/Sederajat Diploma (D3) Strata 1 (S1) Buta aksara Jumlah Sumber : Data Primer 2015
Jumlah (Jiwa) 90 39 107 295 128 170 124 4 17 17 991
Persentase (%) 9,08 3,94 10,78 29,76 12,97 17,15 12,51 0,40 1,72 1,72 100
Tabel di atas memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Langkowala yang terbanyak adalah tamat SD yakni sebesar 295 jiwa atau 29,76 % dari jumlah penduduk Desa Langkowala secara keseluruhan, sedangkan yang terkecil adalah tamatan Diploma 3 (D3) yakni hanya sebanyak 4 jiwa atau sekitar 0,4 %. 4.1.4.4 Keyakinan atau Agama Agama atau keyakinan yang dianut oleh masyarakat Desa Langkowala terdiri dari tiga yaitu Islam, Hindu dan Kristen. Jumlah persentasenya dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Bersarkan Keyakinan atau Agama. No 1 2 3
Agama
Islam Hindu Kristen Jumlah Sumber : Data Primer 2015
Jumlah (Jiwa) 892 88 11 991
Persentase (%) 90,01 8,88 1,11 100
38
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan keyakinan atau agama paling tinggi persentasenya atau paling mayoritas dianut oleh penduduk di Desa Langkowala adalah agama Islam yaitu sebanyak 892 jiwa atau 90,01%, sedangkan agama Hindu hanya 88 Jiwa atau 8,88% dari keseluruhan penduduk di desa tersebut, begitu juga agama Kristen hanya 11 jiwa atau 1,11% dari jumlah penduduk Desa Langkowala. 4.1.4.5 Suku Suku atau etnis merupakan salah satu identitas budaya dalam masyarakat. Keanekaragaman etnis semakin memperkaya kebudayaan suatu wilayah atau daerah. Identitas etnis tersebut dapat dilihat dari bahasa yang digunakan, cara berpakayan, cara bersopan santun, standar etika dan moral yang berbeda antar komunitas. Namun sejarah menunjukan adanya inti budaya yang sama (sharing of culture) yang dapat saling
menerima
dan
saling
mengerti
perbedaan
itu
(Purwasito,
2003).
Keanekaragaman etnis akan menghasilkan sebuah tatanan masyarakat yang heterogen. Desa Langkowala tidak hanya memiliki satu jenis suku melainkan memiliki suku yang berfariasi atau berbeda-beda. Desa ini merupakan daerah trans dimana penduduknya berasal dari transmigran dari berbagai daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6
39
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Bersarkan Suku. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Suku
Jawa Bali Bugis Sasak (Lombok) Tolaki Buton Muna Mornene Makasar Jumlah Sumber : Data Primer 2015
Jumlah (Jiwa) 35 88 135 642 15 19 2 51 4 991
Persentase (%) 3,53 8,88 13,62 64,78 1,51 1,92 0,20 5,15 0,40 100
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukan bahwa penduduk Desa Langkowala sebagian besar bersuku Sasak dengan jumlah jiwa sebanyak 642 dari 991 jiwa atau 64,78% suku sasak. Suku terbanyak selanjutnya adalah suku Bugis yakni sebanyak 135 jiwa atau 13,62%. Sedangkan suku yang paling sedikit adalah suku muna yaitu hanya 2 jiwa saja atau 0,2%. Walaupun demikian keberagaman etnis tidak mempengaruhi kebudayaan yang terjadi di Desa Langkowala, hal tersebut membuat kehidupan masyarakat mengedepankan sikap toleransi dan kerja sama baik dalam kebebasan beragama maupun kegiatan sosial lainnya. Hal ini disebabkan karena suku tersebut telah mengalami penyesuaian atau beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal. 4.1.4.6 Mata Pencaharian Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya dapat disajikan pada tabel 4.7.
40
Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya No 1 2 3 4 5 6 7
Mata Pencaharian Petani Peternak PNS TNI Polri Karyawan Swasta Pedagang Jumlah
Jumlah (Jiwa) 279 87 5 1 2 12 9 395
Persentase (%) 70,6 22,0 1,26 0,25 0,51 3,04 2,27 100
Sumber : Profil Desa Langkowala 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya dapat dikatakan hampir semua berprofesi sebagai petani yaitu sebanyak 279 jiwa atau 70,6% dari semua masyarakat produktif. 4.1.5 Keadaan Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu syarat terciptanya pembangunan di suatu kawasan. Data pada tabel di bawah ini, akan mengurai mengenai keadaan sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya. Tabel 4.8 Jenis Sarana dan Prasarana di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Sarana dan Prasarana Kantor Desa Balai Pertemuan Mesjid Gedung TK Sekolah SD Jembatan Jalan raya Bendungan (Irigasi)
Sumber : Profil Desa Langkowala Tahun 2014
Jumlah (Unit) 1 1 1 1 1 1 1
41
Dari data tabel 4.8, keadaan sarana dan prasarana yang ada di Desa Langkowala sudah cukup memadai untuk menunjang kegiatan masayarakat. Keberadaan sarana transportasi merupakan jalur yang sangat penting dalam kelancaran arus perekonomian, seperti pengangkutan hasil-hasil pertanian para petani dan lain sebagainya. Selain sarana transportasi terdapat sarana pendidikan untuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar. Keadaan ini dapat dikatakan cukup memadai dan membantu masyarakat berdomisili di desa tersebut, meskipun hanya TK dan SD setidaknya para orang tua tidak menyekolahkan anak-anaknya di luar desa. Selain itu tersedia pula sarana penunjang keberhasilan pertanian padi sawah yaitu bendungan dan saluran irigasi meskipun kondisinya saat ini tidak memadai karena adanya dampak tambang emas. 4.2
Hasil dan Pembahasan Pada sub bab ini akan menguraikan hasil dan pembahasan mengenai topik
penelitian ini. Pembahasan ini terdiri atas gambaran perubahan lingkungan fisik dan strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana. 4.2.1 Perubahan Lingkungan Fisik Setelah Adanya Kegiatan Pertambangan Emas Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Usaha pertambangan secara umum memiliki peranan yang sangat penting untuk mendukung perekonomian nasional serta memberikan kontribusi yang signifikan
kepada
masyarakat.Namun
tidak
bisa
dipungkiri
bahwa
usaha
pertambangan juga berpotensi menyebabkan gangguan terhadap lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Sebagaimana yang terjadi di Desa
42
Langkowala sampai saat ini memiliki kasus yang sama mengenai kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan emas. Perubahan-perubahan yang terjadi diantaranya adalah Perubahan bentang alam, berkurangnya debit air, pendangkalan sungai dan pendangkalan saluran irigasi. 4.2.1.1
Perubahan Bentang Alam Aktivitas pertambangan yang dimulai sejak bulan September tahun 2008
memberikan banyak perubahan terhadap lingkungan salah satu diantaranya adalah perubahan bentang alam. Area atau lokasi penambangan saat ini
pada awalnya
merupakan hamparan hutan, dengan permukaan tanah yang normal atau rata, daerah aliran sungai
memiliki kondisi yang baik, namun pasca adanya kegiatan
pertambangan emas wilayah tersebut menjadi rusak. Hutan yang awalnya hijau menjadi tandus, tanah yang awalnya rata setelah ada tambang menjadi bukit-bukit berlubang serta berair membentuk danau-danau kecil, sungai tidak lagi mengalir dengan baik akibat kerusakan daerah aliran sungai yang dijadikan sebagai tempat pencarian emas. Keadaan lingkungan sebelum dan setelah ada tambang dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9. Keadaan Lingkungan di Desa Langkowala Sebelum dan Setelah Adanya Kegiatan Pertambangan Emas
1.
Perubahan Bentang Alam Kondisi hutan
2.
Kondisi tanah
3.
Kondisi sungai
No
Keadaan Sebelum Tambang Lingkungan hutan tampak hijau dengan banyak pepohonan,
-
Tanahnya memiliki permukaan yang rata,
-
Bersih dan airnya
Setelah Tambang Pepohonan di hutan ditebang sehingga tanahnya menjadi tandus Tanah menjadi bukit-bukit berlubang dan berair membentuk danau-danau kecil Airnya tercemar, keruh
43
-
mengalir dengan baik Kedalaman sungai 1,8 meter
dan alirannya sudah lari dari jalur akibat penimbunan di sejumlah tempat
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertambangan membawa dampak terhadap lingkungan fisik terutama kerusakan hutan, kerusakan tanah, dan kerusakan daerah aliran sungai. Hutan pada awalnya hijau dengan pepohonan setelah ada tambang hampir seluruh mengalami kerusakan. Kondisi tanah yang awalnya rata berubah menjadi bukit-bukit dan membentuk danau-danau kecil, serta daerah aliran sungai yang rusak karena dijadikan sebagai tempat penambangan dan dilakukan penimbunan disejumlah tempat sehingga tempat aliran sungai keluar dari jalur. Kondisi lingkungan setelah adanya pertambangan emas dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kondisi Lingkungan Setelah Adanya Pertambangan Emas Di Desa Lankowala Kecamatan Lantari Jaya
Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pertambangan bukan hal yang mudah diatasi. Sehingga untuk menindaklanjuti hal tersebut pemerintah Kabupaten Bombana saat itu menutup izin pertambangan rakyat dan selanjutnya memberikan
44
izin kepada perusahaan yang nantinya mampu menjamin perbaikan lingkungan setelah pertambangan tidak beroperasi. Pertambangan rakyat yang ditutup oleh pemerintah pada tahun 2009 lalu hingga saat ini sejumlah masyarakat masih berharap agar dibuka kembali sehingga masyarakat lokal bisa diberi kesempatan untuk menambang. Namun pihak pemerintah daerah tidak berani mengambil resiko terhadap kerusakan lingkungan yang akan terjadi, sebab masyarakat yang menambang biasanya meninggalkan lahan begitu saja setelah melakukan eksploitasi pada lahan tersebut. 4.2.1.2
Berkurangnya Debit Air Penebangan hutan yang dijadikan sebagai area penambangan berpotensi
merusak lingkungan dan mengakibatkan kekeringan. Hal ini karena pohon-pohon yang memiliki fungsi penting dalam menyiapkan carbon, pelindung sumber mata air serta penyeimbang flora dan fauna tidak lagi memberikan fungsinya dengan baik. Aktivitas pertambangan yang dilakukan dengan cara menggali dan melakukan penimbunan di sepanjang sungai mengakibatkan volume air yang masuk atau mengalir semakin berkurang. Hal ini menyebabkan sungai semakin kering. Beberapa informasi yang disampaikan oleh informan penelitian ini menyatakan bahwa sebelum ada pertambangan air sungai (bendungan langkowala) tidak mengalami penurunan meskipun pada musim kemarau.
Berikut penuturan informan mengenai dampak
tambang teradap air. Pak AA : Semenjak ada kegiatan pertambangan air semakin sulit, sehingga petani kesulitan mengairi sawah. Dulu air mengalir deras walaupun sudah masuk musim kemarau air masih tetap mengalir. Sekarang tidak lagi kalau sudah
45
kemarau, nah kalau musim hujan yaa banjir lumpur juga. (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Pak SM : air sudah berkurang jadi kesulitan untuk mengairi sawah, saluran dipenuhi lumpur dan sekarang sudah rata dengan tanah karena tidak lagi dibersikan, dulu air mengair disetiap saluran sekarang sudah kering, Kalau dulu maksimal bulanbulan begini (Agustus) masihlah airnya mengalir, tapikan kita tidak ukur-ukur waktu itu, yang jelas airnya tidak turun, tetap airnya, sekarang setelah ada tambang malah parah terlambat menanam ya pusoo, yang menanam kebanyakan puso akibat kekurangan air (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Pak SH : Semenjak pertambangan emas ditemukan dan ada penambangan liar sejak pertengahan tahun 2008 lalu, kami kesulitan mengairi sawah, air sungai semakin dangkal tertimbun lumpur pendulangan emas. Penambangkan mendulang di pinggir sungai jadi lumpurnya terbawa arus sampai lumpurnya masuk di sawah. Memang saat ini sudah tidak ada tambang rakyat tapi tetap saja dampak tambang itu masih terasa sampai sekarang, utamanya air tadi. (wawancara tanggal 17 Agustus 2015).
Pak KS : Sejak ada tambang kami kesulitan dapat air terutama untuk mengairi sawah. sungai tertimbun lumpur sehingga airnya berkurang bahkan kering. Sebelum ada tambang air sungai mengalir baik, kami juga tidak kesulitan dapat air untuk mengairi sawah. Sebelum ada tambang air bendungan deras, jernih, tinggi airnya sekitar 4 meter, sekarang sangat kurang airnya kemudian berlumpur, airnya kabur. Dulu biar musim kemarau airnya tetap kalaupun turun palingan setengah meter. (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum ada pertambangan emas air tersedia banyak sepanjang tahun. Air sungai atau air di bendungan Langkowala meskipun memasuki musim kemarau tetap tersedia kalaupun jika airnya menurun, tidak sampai 1 meter. Bendungan Langkowala didirikan pada tahun 1991 di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya. Sumber air berasal dari sungai Langkowala. Bendungan ini mampu mengairi sekitar 1.500 Ha sawah yang berada di
46
lima desa pada Kecamatan Lantari Jaya yaitu Desa Langkowala, Desa Anugrah, Desa Lantari, Desa Lombokasih dan Desa Kalaero. Kehadiran pertambangan emas yang membawa dampak lumpur (tailling) pendulangan emas menyebabakan kapasitas dan volume air bendungan Langkowala mengalami penurunan. Sehingga bendungan ini tidak mampu mengairi sawah-sawah di sekitarnya. Bahkan pada musim kemarau bendungan ini nyaris kering dengan permukaan yang pecah-pecah. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Meisanti (2014) mengemukakan bahwa selama periode 2009-2013 lahan pertanian yang mendapat air dari bendungan Langkowala tidak mampu lagi mengairi sawah petani seperti sebelum adanya tambang. Pada musim tanam Maret-Oktober 2013 bendungan Langkowala hanya mampu mengairi 1.189 Ha sawah. Kedalaman bendungan langkowala sebelum ada tambang adalah kurang lebih 6 meter sementara pasca ada dampak tambang bendungan ini semakin dangkal dengan tinggi air tersisa 0,5 meter. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meisanti (2014) yang menemukan bahwa bendungan Langkowala mempunyai kedalaman 6 meter, akan tetapi pertambangan yang dilakukan perusahaan PT Panca Logam Makmur membawa limbah lumpur ke bendungan Langkowala sehingga kedalamannya tinggal 0,5 meter. 4.2.1.3 Pendangkalan Sungai (Bendungan) Pendangkalan sungai ataupun bendungan terjadi akibat kerusakan lahan pada wilayah hulu yang melakukan penambangan emas, sehingga sungai dan saluran irigasi diisi oleh sedimen dan lumpur. Lumpur pembuangan mengalir mengikuti aliran sungai hingga sampai di bendungan langkowala. Hal ini kemudian menjadikan
47
kapasitas dan daya tampung bendungan menjadi drop, sehingga lumpur masuk di area persawahan yang menyebakan kerusakan lahan pertanian. Berikut peta prediksi dampak aliran sedimen (lumpur) akibat aktivitas pertambangan. Sungai Lankowala
Sumber : Citra BING Aerial; Hasil Analisis SAGA GIS, Oleh : Iradaf Mandaya, S.T)
Gambar 4.2 Visualisasi prediksi dampak aliran sedimen akibat aktivitas pertambangan emas Dari hasil prediksi yang dicantumkan pada Gambar 4.2, aliran sedimentasi dan lumpur pembuangan dari aktivitas pertambangan emas menyebakan pendangkalan sungai dan berdampak pada area persawahan Desa Langkowala. Kondisi sungai dan bendungan pasca kegiatan pertambangan emas dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini.
48
Gambar 4.3. Kondisi Sungai (Bendungan) Setelah Adanya Pertambangan Emas Sungai maupun bendungan yang dicantumkan pada Gambar 4.3 pada awal merupakan tumpuan harapan seluruh petani padi sawah bukan hanya di desa Langkowala tetapi seluruh petani di desa lain. Sungai tersebut mempunyai peran penting bagi kehidupan para petani sebagai sumber pengairan sawah dan bahkan juga dijadikan sebagai tempat permandian, namun sejak ada kegiatan pertambangan sungai tersebut tidak lagi berfungsi sebagai tempat permandian dan bahkan tidak bisa diandalkan oleh petani untuk mengairi sawah. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan berikut. Pak SM : Kalau dulu sebelum ada tambang maksimal bulan-bulan begini masihlah airnya mengalir, tapikan kita tidak ukur-ukur waktu itu, yang jelas airnya tidak turun, tetap airnya, sekarang setelah ada tambang malah parah terlambat menanam ya pusoo, yang menanam kebanyakan puso akibat kekurangan air. (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Pak KS : Sebelum ada tambang air bendungan deras, jernih, tinggi airnya sekitar 4 meter, sekarang sangat kurang airnya mungkin tidak sampai ½ meter, kemudian
49
berlumpur, airnya kabur. Dulu biar musim kemarau airnya tetap kalaupun turun palingan setengah meter. (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Pak AR : Bendungan langkowala dulu tinggi airnya sekitar 4 sampai 5 meter, airnya jernih bisa langsung diminum. itu sudah tempatnya orang mandi-mandi, Setelah ada tambang udahh..... rata airnya penuh dengan lumpur, sekarang tinggal sekitar setengah meter air. kemudian dia keruh kuning airnya dee, sudah tidak ada penampungannya bagaimana sedikit sekali yang mengalir itupun baku ikut dengan lumpur. (wawancara tanggal 19 Agustus 2015) Pak SM : Bendungan langkowala dulu airnya jernih sekali, tempat orang mandi-mandi biasa, tapi sekarang air bendungannya turun, berlumpur, airnya kuning emas, sudah tidak ada penampungannya, karena sudah rata lumpur, jadi kalau air hujan tidak tertampung langsung mengalir begitu saja. (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Dari beberapa pernyataan informan di atas jelaslah bahwa air sungai maupun bendungan langkowala sebelum ada tambang kondisinya sangat baik, bersih, jernih serta volume airnya besar, sehingga petani tidak mengalami kekurangan air untuk mengairi sawah. Sementara setelah ada pertambangan airnya semakin dangkal, keruh, serta tercemar. Berikut pada tabel 4.10 diuraikan perbedaan kondisi sungai sebelum dan sesudah adanya kegiatan pertambangan emas. Tabel 4.10 Keadaan Sungai di Desa Langkowala Sebelum dan Setelah Adanya Kegiatan Pertambangan Emas No 1.
Sungai
Keadaan
Sebelum Tambang Setelah Tambang Kondisi Sungai - Sungai (bendungan - Sungai (bendungan) menjadi langkowala) memiliki dangkal dengan kedalaman kedalaman kurang lebih tinggal 0,5 meter. 6 meter - Airnya keruh dan tercemar - Airnya jernih dan bersih
50
4.2.1.4 Pendangkalan Saluran Irigasi Lumpur merupakan salah satu dampak dari kegiatan pertambangan emas yang sangat merugikan para petani karena menyebabkan lahan pertanian menjadi rusak. Bahkan Parit-parit atau saluran irigasi di Desa Langkowala yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya air ke sawah-sawah setelah ada pertambangan sebagian besar tidak berfungsi lagi seperti biasanya. Hal tersebut terjadi karena parit atau selokanselokan yang mestinya sebagai tempat aliran air tertimbun oleh lumpur pengolahan biji emas. Pada musim panas lumpur-lumpur tersebut kering dengan tekstur keras serta permukaanya pecah-pecah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut.
Gambar 4.4. Kondisi Saluran Irigasi yang tertimbun lumpur dari pembuangan Pemurnian Biji Emas Menurut informasi yang dituturkan oleh beberapa informan mengatakan bahwa pada musim tanam tahun 2011 petani mengalami gagal panen akibat banjir lumpur. Lumpur yang masuk di sawah-sawah di Desa Langkowala berasal dari pembuangan pemurnian biji emas yang dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi. Berikut penuturan beberapa informan.
51
Pak AA : Dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat utamanya para petani adalah lumpur, hanya itu yang sering dieluhkan petani. Bahkan dulu pernah terjadi banjir lumpur sekitar pertengahan 2011, tanaman petani rusak, membusuk batangnya. Jadi saat itu banyak sekali petani yang mengalami kerugian (gagal panen) (wawancara tanggal 16 Agustus 2015). Pak AR : Dampak yang paling terasa setelah ada tambang adalah lumpur. Karena sudah lumpur yang mendangkalkan sungai, mencemarkan air juga merusak padi kalau sudah masuk di sawah. Waktu tahun 2011 lumpur sangat banyak sampai rata dengan pematang bahkan ada melewati pematang sekitar 1 meter. (wawancara tanggal 19 Agustus 2015) Pak MH : Sangat memprihatinkan, setelah ada tambang sawah dipenuhi lumpur. lumpur yang berasal dari pencucian emas apa anuu pendulangan emas, lumpurnya bercampur tanah liat mengalir bersama air dan masuk ke sawah-sawah. Tidak sedikit petani yang mengeluh karena setelah ada lumpur produksi padi menurun drastis, tadinya dalam satu hektar bisa dapat 50 sampai 60 karung menjadi syukur dapat 20 karung, kalau sekarang sudah bisa dapat 30 karung. (wawancara tanggal 20 Agustus 2015). Lumpur merupakan salah satu dampak langsung dari kegiatan pertambangan emas yang sangat merugikan petani padi sawah karena menyebabkan lahan sawah menjadi rusak. Lahan sawah yang digenangi lumpur akan menjadi liat dan sulit untuk diolah, sementara lumpur yang tertinggal di saluran irigasi mengendap dan mengering sehingga saluran irigasi menadi dangkal . Dari penjelasan sebelumnya maka perubahan lingkungan fisik akibat kegiatan pertambangan di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya dapat disimpulkan dan diuraikan pada Tabel 4.11 berikut
52
Tabel 4.11. Perubahan Lingkungan Fisik Pasca Kegiatan Pertambangan Emas Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya No
Dampak Lingkungan Fisik
1.
Kegiatan Penyebab Dampak -
Penebangan pohon-pohon untuk lahan tambang
-
Penambangan yan menggunakan mesin-mesin berat yang menggali tanah mencari bahan galian emas atau penggalian manul dengan menggunakan pacul dan lain-lain
Perubahan Bentang Alam - Hutan menjadi tandus - Tanah rata menjadi bukit-bukit berlubang membentuk danau kecil - Rusaknya daerah aliran sungai 2.
Berkurangnya Debit Air
3.
Pendangkalan Sungai
4
Pendangkalan saluran irigasi
-
Pendulangan di sungai dimana penambang menggali dan menimbun sungai dengan sisa-sisa pendulangan Penambangan di sungai dan penimbunan di sejumlah tempat yang menghalangi tempat mengalirnya air menyebabkan berkurangnya volume air yang masuk di lahan-lahan pertanian. Tanah dalam bentuk lumpur mengalir dan masuk di sungai yang menyebabkan pendangkalan sungai Proses Pendulangan emas menghasilkan limbah tailing berupa lumpur yang dibuang ke sungai dan masuk dan mengendap di saluran irigasi.
4.2.2 Strategi Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Perubahan lingkungan, penurunan volume air serta penurunan produktifitas tanah pertanian padi sawah akibat dampak kegiatan pertambangan emas di sekitar Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya berpengaruh terhadap strategi livelihood petani padi sawah. Strategi ini merupakan cara bertahan hidup yang dibangun petani untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Dharmawan (2007) menjelaskan sistem penghidupan (livelihood system) adalah kumpulan dari strategi nafkah yang
53
dibentuk oleh individu, kelompok maupun masyarakat di suatu lokasi. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara untuk manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi livelihood bisa berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status penghidupan. Hasil penelitian menemukan bahwa strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya berragam diantaranya adalah (1) intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian (mengubah sistem tanam, penambahan jumlah penggunaan pupuk, membangun sumur bor sebagai sumber pengairan), memperluas lahan garapan baik untuk tanaman padi sawah maupun untuk menanam komoditas lain seperti (sayuran, ubi kayu, pepaya, pisang dan lain-lain) serta dengan memanfaatkan lahan tegalan yang dimiliki serta memanfaatkan pekarangan rumah. (2) diversifikasi nafkah (livelihood diversification), (3) rekayasa spasial (migrasi), (4) strategi melakukan pinjaman, (5) strategi melakukan penghematan dan (6) strategi menjual aset. Dari enam strategi tersebut, rumah tangga petani padi sawah dapat menempuh lebih dari satu strategi untuk mencukupi kebutuhan hidup dan meningkatkan standar hidupnya. 4.2.2.1 Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian Rekayasa sumber nafkah pertanian dilakukan dengan cara memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik secara intensifikasi maunpun melalui ekstensifikasi.
Intensifikasi
pendapatan
pertanian
dilakukan
dengan
cara
memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien untuk memperoleh pendapatan melalui penambahan input sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan cara memperluas lahan garapan baik untuk tanaman padi sawah atau untuk tanaman
54
pangan selain padi sawah. Aktivitas ini meliputi aktivitas di sektor on farm yaitu aktivitas yang dilakukan dalam lingkup pertanian secara luas. Aktivitas yang dilakukan oleh rumah tangga petani padi sawah di Desa Langkowala adalah mempertahankan usahatani padi sawah sebagai komoditas utama dengan cara mengubah sistem tanam, penambahan jumlah penggunaan pupuk, membangun sumur bor
sebagai
sumber
pengairan
dan
memperluas
lahan
garapan.
Selain
mempertahankan usahatani padi sawah petani juga menanam komoditas lain seperti (sayuran, ubi kayu dan pisang) dan memelihara ternak. 4.2.2.1.1 Mempertahankan Usahatani Padi Sawah Penurunan produksi padi sawah di Desa Langkowala akibat dari dampak fisik kegiatan pertambangan, mendorong para petani menempuh berbagai macam cara untuk tetap mempertahankan usahatani dan meningkatkan pendapatan. Beberapa strategi yang dilakukan petani adalah merubah sistem tanam padi sawah, menambah penggunaan jumlah pupuk, membangun sumur bor sebagai sumber pengairan, memperluas lahan garapan. 4.2.2.1.1.1
Mengubah Cara Tanam
Sistem tanam padi sawah terdiri dari sistem tanam pindah atau pembibitan, sistem tanam benih langsung dan sistem hambur benih. Sistem tanam yang digunakan oleh petani padi sawah di Desa Langkowala sebelum ada kegiatan pertambangan adalah sistem tanam pembibitan atau tanam pindah karena air tersedia banyak, sementara sistem tanam yang digunakan setelah ada kegiatan pertambangan adalah sistem tanam benih langsung dan sistem hambur benih. Perubahan sistem tanam padi sawah dari tanam pindah menjadi sistem tanam
55
benih langsung dan sistem hambur di Desa Langkowala terjadi karena kurangnya persediaan air yang akan digunakan untuk keperluan pembibitan. Karena saat ini petani hanya mengharapkan air hujan untuk mengairi sawah dibantu dengan sumur bor bagi yang memiliki sumur bor. Sistem tanam pembibitan memerlukan waktu yang lama sampai dipindahkan dilahan sementara persediaan air semakin sedikit. Jika petani menggunakan sistem tanam pindah bibit yang sudah tumbuh akan mati sebelum dipindahkan karena kekeringan. Pada awalnya setelah ada pertambangan semua petani menggunakan sistem tanam benih langsung dengan menggunakan alat tanam benih langsung (paralon). Namun beberapa musim berikutnya sebagian petani menanam dengan cara hambur benih. Petani mengatakan bahwa sistem tanam hambur dapat menghemat biaya dan lebih cepat dan mudah dilakukan. 4.2.2.1.1.2 Penambahan Jumlah Pupuk (Intensifikasi) Sejak ada kegiatan pertambangan emas tanah sawah mengalami kerusakan yang menyebabkan penurunan produktifitas. Humus tanah sawah tertimbun oleh lumpur sehingga akar padi sawah tidak mencapai humus. Untuk tetap memaksimalkan produksi petani berusaha sebaik mungkin. Salah satunya adalah penambahan jumlah pupuk. Tanah sawah yang tadinya hanya memerlukan pupuk 4-5 sak perhektar pasca tambang mencapai 8-12 sak perhektar. Sebagaimana yang terjadi pada lahan informan seperti yang dicantumkan pada tabel 4.12, dimana dengan luas lahan serta lokasi yang sama antara sebelum dan setelah pertambangan para petani ini menggunakan pupuk yang frekuensinya lebih besar hingga 2 kali lipat dari penggunaan pupuk sebelum ada pertambangan emas.
56
Keadaan ini sangat merugikan petani karena harus mengeluarkan banyak modal untuk usahatani padi sawah. Berikut pada Tabel 4.12 perbandingan penggunaan pupuk/hektar sebelum dan setelah ada pertambangan. Tabel 4.12 Perbandingan penggunaan pupuk sebelum dan setelah adanya pertambangan. No
Nama Informan
1
SM
2
KS
3
SH
4
AR
5
SN
6
NS
7
MH
8
SP
9
AK
Sebelum Tambang Jumlah Jenis Pupuk (Sak) Urea 2 MPK 3 Urea 2 MPK 2 Urea 1 MPK 2 Posko 1 Urea 2 MPK 2 Urea 1 MPK 2 Urea 2 MPK 2 Urea 2 MPK 2 Urea 2 MPK 2 Urea MPK
2 2
Setelah Tambang Jumlah Jenis Pupuk (Sak) Urea 5 MPK 6 Urea 4 MPK 6 Urea 3 MPK 4 Posko 2 Urea 4 SP36 4 Urea 2 MPK 3 Urea 4 MPK 5 Urea 4 MPK 4 Urea 3 MPK 4 Urea 4 MPK 6 SP36 4
Dari tabel 4.12, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertambangan sangat berpengaruh terhadap produktifitas tanah pertanian, utamanya pertanian padi sawah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penggunaan pupuk yang menigkat hingga dua kali lipat. Dengan demikian petani memaksimalkan produksi dengan memperbanyak jumlah pupuk untuk mengembalikan humus tanah, meskipun kesumburan tanahnya tidak sama dengan sebelum ada dampak tambang.
57
4.2.2.1.1.3 Memperluas Lahan Garapan (Ekstensifikasi) Strategi lain yang dilakukan oleh rumah tangga petani padi sawah untuk menambah pendapatan adalah memperluas lahan garapan (ekstensifikasi). Strategi menambah luas lahan garapan (ekstensifikasi) biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki modal untuk membeli tanah atau menyewa tanah dan juga dilakukan oleh petani yang memiliki jaringan yaitu dengan menggarap sawah milik petani lain dengan sistem bagi hasil. Berikut salah satu kasus rumah tangga petani yang menambah luas lahan garapan setelah ada tambang. Rumah Tangga Pak AR (45 tahun) AR (45 tahun) adalah petani padi sawah dari Desa Langkowala beretnis Lombok. Memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 5 orang. AR ini juga merupakan salah satu petani yang sama sekali tidak ikut menambang meskipun diajak oleh kerabat petani lain. AR tidak ikut menambang karena tidak memiliki bakat dan sama sekali tidak ada ketertarikan untuk ikut menambang. AR memperoleh pendapatan hanya dari satu sumber yaitu dari usahatani padi sawah. Oleh karena hasil sawah merupakan satu-satunya sumber pendapatan, AR memaksimalkan produksinya dengan betul-betul memfokuskan pekerjaannya di sawah. Sebelum ada pertambangan AR hanya memiliki satu lahan seluas 1 hektar dengan pola tanam 2-3 kali dalam setahun. Meskipun lahannya 1 hektar AR selalu mendapatkan hasil yang memuaskan dan bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, karena disamping jumlah produksinya dalam setiap panen yang banyak juga saat itu biaya yang dikeluarkan untuk mengolah sawah tidak besar. Produksi setiap panennya adalah rata-rata 45-50 karung gabah atau sekitar 4.500 sampai 5.000 kg gabah perpanennya. Namun setelah ada kegiatan pertambangan keberuntungan tidak berpihak pada pak AR seperti halnya petani lainnya, dimana di samping lahannya rusak terkena dampak lumpur yang menyebabkan penurunan produksinya, juga Pak Arsi tidak bisa menutupi kekurangan produksi dengan pergi menambang sebagaimana yang dilakukan oleh petani lain. Pak Arsi tetap mempertahankan usahataninya meskipun pendapatannya sedikit dengan menambah penggunaan pupuk untuk mengembalikan kesuburan tanah. Pak AR mengolah lahan hanya dibantu oleh istri karena anaknya masih dibawah umur. Untuk tetap bertahan hidup rumah tangga Pak AR melakukan
58
penghematan dengan menekan pengeluaran non konsumsi dan mengonsertasikan pengeluaran untuk makanan. Meskipun tidak bisa dihindari bahwa pengeluaran non konsumsi tetap ada seperti pembayaran listrik, dan biaya pendidikan anak. Selain itu rumah tangga pak AR juga melakukan penghematan dengan memasak menggunakan kayu bakar yang dikumpulkan dari hutan. Dalam kondisi terjepit rumah tangga AR terkadang harus meminjam uang kepada adiknya yang juga sudah berkeluarga atau kerabat dekatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk modal usahatani padi sawah Pak AR biasanya meminjam uang kas mesjid yang kebetulan bendaharanya adalah istri Pak AR sendiri. Uang dipinjam akan dikembalikan setelah panen tiba, sebagai ucapan terima kasih biasanya Pak AR berinfak di Mesjid tersebut sesuai kondisi keuangannya. Pada tahun 2013 lalu ayah mertua Pak AR memberikan kepercayaan kepada AR untuk mengolah lahan miliknya seluas 1,3 hektar dengan pertimbangan Pak AR ini merupakan satu-satunya anggota keluargannya yang memiliki tanggungan banyak dan hanya memiliki lahan 1 hektar. Untuk lahan 1 hektar sebenarnya bisa diandalkan jika tidak ada dampak tambang karena bisa menanam hingga 2-3 kali dalam setahun. Jadi melihat kondisi ekonomi rumah tangga Pak AR akhirnya ayah mertuanya membiarkan sebagian besar lahannya diolah oleh AR.Sementara ayah mertuanya sudah tidak memiliki tanggungan jadi hanya mengolah 0,7 hektar untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan sebagai investasinya dihari mendatang jika tidak lagi bersawah karena faktor usia. Setelah menambah luas lahan rumah tangga AR penghasilannya sedikit bertambah setiap panennya. Meskipun dari uang hasil panennya sebagian digunakan untuk melunasi utang baik utang modal usahatani maupun utang untuk biaya hidup sehari-hari. (wawancara tanggal 27 September 2015).
Dari penguraian kasus di atas dapat disimpulkan bahwa strategi yang ditempuh oleh rumah tangga Pak AR untuk menambah pendapatan adalah memaksimalkan pendapatan dari usahatani padi sawah dengan cara memperluas lahan garapan (ekstensifikasi) dan memperbanyak penggunaan pupuk (intensifikasi) untuk mengembalikan kesuburan tanah. Kemudian melakukan penghematan dengan menekan pengeluaran non konsumsi dan untuk menghemat penggunaan minyak tanah rumah tangga Pak AR memasak dengan menggunakan kayu bakar yang dikumpulkan
59
dari hutan, serta pada kondisi terjepit rumah tangga AR terpaksa harus meminjam uang kepada keluarga atau kerabatnya. Dalam melakukan strategi livelihoodnya rumah tangga AR memanfaatkan beberapa modal (aset) diantaranya adalah modal alam, modal fisik, modal sosial, modal manusia. Akses dari empat modal tersebut yang melancarkan strategi livelihood yang ditempuh rumah tangga AR. Pada Tabel 4.13 akan diuraikan keterkaitan antara modal atau aset yang dimiliki dengan akses yang tempuh untuk memperoleh pendapatan. Tabel 4.13 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak AR Jenis Modal Modal alam
Bentuk Penggunaan Modal -
Modal sosial
-
-
-
Modal manusia
-
Modal fisik
-
Ketersediaan lahan, digunakan untuk usahatani padi sawah Mengambil kayu di hutan, digunakan untuk kayu bakar guna menghemat pengeluaran biaya membeli minyak tanah Hubungan baik dengan keluarga (ayah mertua) sehingga rumah tangga Pak AR diberikan kepercayaan untuk mengolah lahan milik mertua. Jaringan atau hubungannya dengan keluarga, tetangga, kerabat sehingga mempermudah akses untuk meminjam uang pada kondisi terjepit. Keterlibatan anggota rumah tangganya sebagai pengurus mesjid serta hubungan baik dengan anggota pengurus mesjid yang lain sehingga memudahkan akses meminjam uang kas mesjid untuk dijadikan modal usahatani, Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga Umur Pak AR dan istri yang masih tergolong usia produktif Keterlibatan istri dalam usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) Saluran irigasi dan bendungan yang digunakan untuk mengairi sawah meskipun infrastruktur tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik.
60
4.2.2.1.1.4 Membangun Sumur Bor Sebagai Sumber Pengairan Strategi lain yang dilakukan oleh sebagian petani padi sawah untuk tetap mempertahankan pertanian padi sawah serta untuk memaksimalkan pendapatan adalah membangun sumur bor. Sumur bor digunakan sebagai alternatif untuk mengairi sawah. Namun yang membangun sumur bor hanya dilakukan oleh petani kaya yang memiliki modal sendiri, karena biaya yang digunakan sangat besar mulai dari proses pembuatan sumur bor sampai pada saat digunakan untuk mengairi sawah. Sumur bor menggunakan generator dengan bahan bakar bensin atau gas elpiji. Oleh sebab itu sumur bor digunakan oleh petani pemilik modal besar sementara petani yang tidak memiliki modal hanya mengharapkan air hujan untuk mengairi sawahnya. Petani yang membangun sumur bor bisa menanam hingga dua kali dalam setahun. Rumah tangga Pak KS dan Pak SP sebagai contoh kasus petani yang membangun sumur bor. Rumah Tangga Pak KS (51 tahun) Salah satu petani yang menggunakan sumur bor sebagai sumber pengairan adalah rumah tangga KS. KS adalah petani padi sawah yang beretnis Bali yang memiliki tanggungan berjumlah 4 orang terdiri dari 3 anak dan 1 istrinya. KS memiliki luas lahan sebesar 2 Ha dengan letak sawah yang jauh dari bendungan. Sebelum ada tambang Pak KS mengairi sawah dengan menggunakan irigasi dari bendungan langkowala. Namun semenjak ada pertambangan Pak KS kesulitan mendapat air karena letak sawahnya jauh dari bendungan. Pak KS mengolah sawah hanya dibantu oleh istri dan anak sulungnya. Anak sulungnya berhenti sekolah ketika duduk di kelas 2 SMA dan lebih memilih membantu orangtuanya mencari nafkah. Anak sulung KS berhenti sekolah bukan karena tidak ada biaya tetapi si anak ini tidak betah menumpang tinggal di rumah keluarga sampai tamat SMA, karena saat itu belum ada SMA yang dekat dari desa Langkowala. Jadi si anak memutuskan berhenti sekolah dan ikut membantu orangtuanya. Bahkan saat ini anak sulung KS selain membantu di sawah, dia menjual jasa dengan mengolah lahan para petani lain menggunakan tractor milik orangtuanya, dengan biaya 1.500.000 perhektar. Lahan diolah sampai siap ditanami biasanya sampai 3 kali
61
olah. Produksi yang diperoleh rumahtangga Pak KS sebelum ada pertambangan rata-rata 50 sampai 56 karung perhektar. Berat perkarung gabah berkisar 98-110 kg, jadi panen Pak KS berkisar 5.000 sampai 5.600 kg gabah, dengan pola tanam 2 kali dalam setahun. Sementara produksinya setelah ada tambang menurun hingga 20 karung perhektar. Oleh karena keadaan tersebut akhirnya Pak KS memutuskan untuk membuat sumur bor sebagai sumber pengairan. Dengan menggunakan sumur bor sebagai sumber pengairan Pak KS bisa memperoleh produksi hingga 37-45 karung gabah perhektar. Jumlah tersebut merupakan panen tertingginya setelah ada pertambangan emas. Pak Ketut mengolah lahan sawah menggunakan tractor sendiri dan hanya dibantu oleh istri dan anak sulungnya. Dengan demikian petani ini tidak mengeluarkan banyak biaya dalam mengolah lahannya, seperti yang dialami petani lainya yang harus menyewa tractor. Selain pendapatannya dari usahatani padi sawah Pak KS menyewakan tracktornya untuk memperoleh pendapatan tambahan. Aktivitas ini dijalankan oleh anak sulungnya, dengan biaya sewa Rp 1.500.000 perhektar. (wawancara tanggal 20 Oktober 2015). Rumah Tangga Pak SP (57 tahun) Pak SP merupakan petani padi sawah etnis Bugis yang memiliki lahan 2 hektar. Jumlah tanggungan 7 orang. Tapi kini tanggungannya tersisa 5 orang karena anak pertama dan kedua sudah menikah dan tinggal terpisah. Produksi padi sawah yang diperoleh Pak SP setiap panen sebelum ada pertambangan berkisar 50-55 karung gabah perhektar. Jadi setiap musim panen Pak SP memperoleh gabah kurang lebih 100 karung atau sekitar 10 ton gabah dengan pola tanam 2 kali dalam setahun. Selain bekerja sebagai petani padi sawah, Pak SP juga bertenak sapi. Ternak sapi pak SP berjumlah 7 ekor terdiri 2 induk. Dari hasil usahatani padi sawah dan hasil ternak SP mampu memenuhi semua kebutuhan rumah tangga bahkan sudah menyekolahkan anak hingga meraih gelar sarjana. Pak SP bekerja di sawah setiap hari jika bertepatan degan mengolah sawah kalaupun jika ada waktu kosong Pak SP pergi menggembalakan sapinya, dan jika pak SP sibuk di sawah istrinya lah yang menggembalakan sapi. Ketika ditemukan emas Pak SP terbawa euforia ikut menambang dan terpaksa berhenti mengolah sawah. Hasil yang diperoleh saat menambang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan sebagian disimpan. Namun keadaan tersebut tidak berlangsung lama, pertambangan rakyat diilegalkan. Jika ada yang mau menambang dikerahkan untuk bekerja sama dengan pihak perusahaan yang memiliki Izin Usaha Produksi. Pasca diilegalkan pertambangan rakyat Pak SP terpaksa harus berhenti
62
menambang dan kembali untuk mengolah sawah. Namun saat itu (tahun 2009) Suprat tidak menanam karena tidak ada air. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya Pak SP menggunakan uang tabungan yang diperoleh saat menambang. Tahun 2010 Pak SP baru kembali menanam namun produksinya tidak sampai seperdua dari panen sebelumnya. Panen yang diperoleh hanya 32 karung dengan luas tanam 2 hektar, bahkan tahun 2011 Pak SP gagal panen karena puso. Kejadian ini membuat rumah tangga Pak SP terguncang, karena persediaan uang semakin tipis dan juga harus menanggung anak ke 3 yang tengah menempuh pendidikan S1. Melihat kondisi ekonomi keluarga semakin menipis Pak SP akhirnya menjual sapi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tahun berikutnya SP kembali menjual asetnya (sapi) yang dimiliki dimana uangnya dijadikan untuk modal usahatani padi sawah dan saat itu SP membangun sumur bor dengan biaya Rp 2.700.000,00. Sumur bor digunakan untuk mengairi sawah karena jika mengharapkan air hujan tidaklah cukup, sebab curah hujan tidak teratur. Meskipun menggunakan sumur bor SP hanya bisa menanam 2 kali dalam setahun. Selain membangun sumur bor Pak SP juga memaksimalkan penggunaan pupuk agar humus tetap terjaga. Produksi yang diperoleh sejak menggunakan sumur bor sebagai sumber pengairan adalah berkisar antara 35-40 karung perhektar. (wawancara tanggal 21 September 2015).
Kasus di atas memberikan gambaran bahwa rumah tangga Pak KS dan Pak SP memperoleh pedapatan yang bersumber pada sektor pertanian (on farm) yaitu memaksimalkan produksi padi sawah dengan membangun sumur bor sebagai sumber pengairan. Produksi yang diperoleh dari kedua rumah tangga ini setelah membangun sumur bor berkisar antara 35 sampai 45 karung perhektar atau sekitar 3.500 – 4.500 Kg perhektar. Selain itu Pak KS memperoleh tambahan pendapatan dengan menyewakan tractor miliknya kepada petani lain yang dikelola oleh anak sulungnya, sementara rumah tangga Pak SP memperoleh penghasilan tambahan pada saat ada penambangan rakyat dimana Pak SP juga ikut menambang. Pada saat Pak SP berhenti menambang dan kala itu Pak SP tidak mengolah sawah karena kekeringan. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya Pak SP menggunakan uang tabungan yang
63
diperoleh saat menambang. Pada tahun 2010 Pak SP mengalami gagal panen sehingga Pak SP terpaksa menjual ternaknya. Kemudian pada tahun berikutnya Pak SP kembali menjual sapinya dan uangnya dijadikan sebagai modal usahatani dan menggali sumur bor. Berdasarkan White (1991) kategori atau level strategi yang terapkan oleh rumah tangga KS dan SP adalah strategi konsolidasi. Dimana, strategi konsolidasi merupakan strategi bagi kelompok petani menengah yang mengutamakan keamanan dan stabilitas pendapatan dari pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Hal ini dilihat dari tingkat resiliensi atau kemampuan bertahan dari dua rumah tangga ini ketika mengalami guncangan berupa penurunan produksi dan bahkan ketika gagal panen. Rumah tangga Pak SP dan KS tetap bisa bertahan dan relatif cepat untuk kembali keposisi normal dan tidak mengalami keterpurukan yang berkepanjangan. Hal ini terjadi karena kedua rumah tangga ini memiliki aset yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang setiap aktivitas nafkah yang dilakukan. Pada Tabel 4.14 akan diuraikan keterkaitan antara modal yang dimiliki oleh rumah tangga Pak KS dan Pak SP dalam melakukan strategi livelihood. Selain itu juga dilihat keterkaitan antara modal dalam menstabilkan kondisi ekonomi rumah tangga saat mengalami guncangan. Tabel 4.14 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak KS dan Pak SP Rumah Tangga Petani
Jenis Modal Modal alam
Rumah Tangga Pak KS
Modal manusia
Bentuk Penggunaan Modal -
Kepemilikan lahan yang digunakan untuk usahatani padi sawah Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga
64
-
-
Modal fisik Modal financial Modal alam
-
Modal manusia -
Rumah Tangga Pak SP
Modal fisik Modal financial
-
Keterlibatan istri dan anak dalam usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) Keterlibatan anak dalam menambah pendapatan rumah tangga, Memiliki tractor sendiri Memiliki sumur bor untuk alternatif pengairan Memiliki modal sendiri untuk mengolah sawah Menyewakan tractor Kepemilikan lahan yang digunakan untuk usahatani padi sawah Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga, sehingga dalam berusahatani tidak ada kendala karena kondisi fisik. Keterlibatan istri usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) dan memeliara ternak Memiliki sumur bor untuk alternatif pengairan Memiliki ternak sapi Memiliki uang tabungan, sehingga ketika terjadi gagal panen bisa menggunakan uang tabungan
4.2.2.1.2 Menanam Komoditas Selain Padi Sawah Menanam komoditas selain padi sawah juga dilakukan sebagian petani padi sawah untuk menambah penghasilan. Pekerjaan ini dilakukan sebagian petani yang memiliki lahan tegalan. Lahan tegalan biasanya ditanami aneka sayuran dan ubi kayu. Berikut contoh kasus rumah tangga petani yang mengolah lahan tegalan dan ditanami aneka sayuran.
65
Rumah Tangga Pak AK (49 tahun) Pak AK merupakan salah satu petani di Desa Langkowala yang memiliki tanggungan sebanyak 4 orang, yang terdiri dari 3 orang anak dan 1 orang istri. Pak AK memiliki lahan sawah seluas 1,5 hektar dan lahan tegalan 0,6 hektar. Lahannya terbagi 2 tempat yaitu lahan sawahnya terletak di Desa Langkowala, sementara lahan tegalan terletak di Desa Rarongkeu. Sebelum ada tambang produksi padi sawahnya setiap panen mencapai 70 karung gabah dalam 1,5 hektar hektar dengan pola tanam rata-rata 2 kali tanam dalam setahun. Sementara lahan tegalannya tidak diolah karena fokus mengolah sawah dan disebabkan karena letak lahannya jauh dari tempat tinggalnya jadi sulit untuk membagi waktu. Disaat musim panas saat tidak mengolah sawah Pak AK memanfaatkannya untuk beristrahat dan menggembala ternak, mencari rumput untuk pakan ternak dan terkadang pergi mencari kayu bakar di hutan. Penghasilan yang diperoleh dari usahatani padi sawah mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Tetapi setelah ada pertambangan emas produksi padi menurun drastis hingga 2 kali lipat dari produksi sebelumnya sebagaimana yang dialami oleh petani lain. Hasil yang diperoleh dari luas lahan 1,5 hektar hanya 29-35 karung dengan pola tanam 1 kali tanam. Sama halnya petani lain Pak AK juga ikut terbawa euforia untuk menambang pada saat ditemukan tambang emas. Pada saat itu Pak AK baru saja panen padi. Oleh karena Pak AK ikut menambang terpaksa gabah yang baru dipanen dijemur sendiri oleh sang istri yang sebelum-sebelumnya biasanya dikerjakan bersama. Dari hasil yang diperoleh di tambang AK mampu membeli motor dan sebagian lagi emasnya disimpan. Setelah ditutup pertambangan rakyat AK berhenti menmbang. Selang beberapa waktu AK diajak kerabat masuk kelompoknya untuk menambang bekerja sama dengan PT Dinasti di Kecamatan Rarowatu Utara. Namun pekerjaan itu tidak berlangsung lama, Pak AK berhenti dan keluar dari kelompok tersebut karena hasil yang diperoleh terlalu sedikit tidak sebanding dengan jumlah anggota kelompoknya. Pasca berhenti menambang Pak AK kembali mengolah lahan tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memnuhi kebutuan hidup dalam kurun waktu 1 tahun dalam setahun hanya menanam 1 kali. Karena melihat produksinya yang menurun Pak AK akhirnya mengolah lahan tegalannya untuk menambah penghasilan. Kebun ini lebih banyak dikelola oleh sang istri jika bertepatan dengan mengolah sawah. Lahannya ditanami sayur-sayuran dan ubi kayu. Sayuran yang ditanam berupa kacang panjang, bayam, kangkung, sawi dan dan juga ditanami buah semangka. Biasanya pola tanamnya diroling misalnya pertama ditanami kacang panjang dan bayam, setelah itu menamam kangkung cabut dan bayam.
66
Hasil kebunnya (sayuran maupun buah) tidak dipasarkan tetapi dibeli langsung oleh pedagang penadah. Biasanya pembeli sendiri yang datang langsung di kebun sayuran Pak AK. Hal ini mempermudah akses pemasaran hasil kebun dari rumah tangga Pak AK. Mereka hanya menanam dan merawatnya saja. Hasil yang diperoleh mencapai kurang lebih 700.000/bulan. Selain dijual sayurannya juga digunakan untuk konsumsi sehari-hari. (wawancara tanggal 25 september 2015).
Berdasarkan penguraian kasus di atas, dapat disimpulkan strategi livelihood yang ditempuh oleh rumah tangga Pak AK lebih dominan di sektor pertanian (on farm) yaitu dengan memanfaatkan lahan tegalan yang dimiliki dan memelihara ternak. Selain itu Pak AK juga bekerja di luar sektor pertanian (non farm) yaitu ikut menambang. Selain memanfaatkan modal alam rumah tangga Pak AK juga memanfaatkan modal sosial yang digunakannya untuk mengakses pekerjaan sebagai penambang. Selebihnya dapat diuraikan pada Tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak AK Jenis Modal Modal alami
Bentuk Penggunaan Modal -
Modal sosial
-
-
Ketersediaan lahan, digunakan untuk usahatani padi sawah dan usahatani sayuran. Mengambil kayu di hutan, digunakan untuk kayu bakar guna menghemat pengeluaran biaya membeli minyak tanah Mengambil rumuput untuk pakan sapi. Memanfaatkan jaringan sosial untuk bergabung bekerja di tambang. Jaringan atau hubungannya dengan keluarga, tetangga, kerabat sehingga mempermudah akses untuk meminjam uang pada kondisi terjepit. Hubungan antara rumah tangga Pak AK dengan pembeli sayuran atau pedagang pengumpul.
67
Modal manusia
-
Modal fisik
-
-
Modal finansial
-
Keterampilan dan pengalaman yang dimiliki Pak AK dan istri dalam berusahatani baik usahatani padi sawah maupun usahatani sayuran Kesehatan yang masih terjaga Umur Pak AK dan istri yang masih tergolong usia produktif Memanfaatkan tenaga anggota keluarga (istri) dalam usahatani baik padi sawah usahatani sayuran. Saluran irigasi dan bendungan yang digunakan untuk mengairi sawah meskipun infrastruktur tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik. Memiliki motor, dimana kendaraan ini dapat digunakan untuk kendaraan pergi di kebun sayuran yang tempatnya jauh dari tempat tinggal Memiliki ternak, yang sewaktu-waktu bisa dijual jika membutuhkan uang. Tersedia akses untuk meminjam uang
Selain petani yang memiliki lahan tegalan, ada juga petani yang memanfaatkan lahan pekarangannya untuk ditanami sayuran dan buah-buahan. Umumnya rumah tangga petani menanam sayuran dan buah untuk dikonsumsi sendiri, walaupun tidak menghasilkan uang namun dapat mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Namun begitu ada juga rumah tangga petani yang menjual hasil panen dari pekarangannya untuk tambahan pemasukan. Sebagai contoh terjadi pada rumah tangga SH berikut. Rumah Tangga Pak SH (40 tahun) Pak SH memiliki luas pekarangan sebesar 25 are. Awalnya pekarangannya sebagian besar dijadikan sebagai kandang sapi dan sebagian hanya ditanami pisang. Sapi yang dipelihara sebanyak 3 ekor. Namun saat ini tersisa 1 ekor. Satu ekor dijual pada tahun 2009 dan uangnya dijadikan untuk modal usahatani dan sebagian diunakan untuk modal buka kios. Kemudian 1 ekor dijual karena desakan ekonomi saat anak keduanya masuk kuliah pada tahun 2014 lalu. Jadi saat ini kandang sapi dipersempit hanya untuk 1 ekor saja. Kemudian Sahrun mengolah pekarangannya dan ditanami sayuran (terong, kacang panjang, bayam, gambas, pepaya, ubi kayu, cebe). Selain itu ditanami pula pisang dan nenas. Sayurannya yang dijual di pasar hanya kacang panjang, gambas dan daun ubi
68
kayu selain itu hanya dijadikan sebagai konsumsi pribadi. Hasil yang diperoleh lumayan untuk tambahan pendapatan. (wawancara tanggal 28 September 2015)
4.2.2.2 Pola Nafkah Ganda (Diversifikasi Nafkah) Pola nafkah ganda merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh rumah tangga petani padi sawah pada wilayah yang terkena dampak pertambangan emas di Desa Langkowala. Strategi yang dilakukan untuk menambah pendapatan adalah mencari pekerjaan tambahan di luar usahatani padi sawah. Pola nafkah ganda dapat dilakukan dengan berbagai cara yang pada intinya tidak hanya memanfaatkan satu sumber nafkah saja. Pola nafkah ganda juga dilakukan dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain pada sektor pertanian. Hal tersebut sama seperti yang diutarakan White dalam Widiyanto (2009) bahwa rumah tangga dengan usahatani sedang mereka memilih untuk bekerja pada sektor non pertanian dalam upaya melindungi diri gagal panen atau memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan mengingat usaha pertanian bersifat musiman. Basis mata pencaharian utama masyarakat di Desa Langkowala adalah sebagai petani
padi sawah, sehingga menjadikan usahatani padi sawah sebagai
penopang perekonomian keluarga. Namun pendapatan dari pertanian padi sawah sejak ada dampak tambang tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga petani, sehingga sebagian besar petani melakukan strategi pola nafkah ganda. Strategi mendiversifikasi kedua sektor antara sektor pertanian (on farm dan off farm) dan non pertanian (non farm) menjadi bentuk perjuangan petani dalam menghadapi berbagai situasi. Mata pencaharian lain dilakukan di luar bertani untuk bisa menghasilkan
69
pendapatan tambahan. Meskipun begitu, usaha tani pertanian masih tetap menjadi penopang perekonomian rumah tangga. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa setelah ada pertambangan banyak rumah tangga yang mencari pekerjaan tambahan selain disektor pertanian untuk memperoleh tambahan pendapatan. Pekerjaan yang geluti diantaranya adalah buruh bangunan, buruh tani, tukang ojek, bekerja di tambang dan lain-lain. Selain penghasilan dari suami sebagai kepala keluarga, istripun ikut bekerja membantu pekerjaan di sawah, bahkan beberapa informan menyatakan bahwa istri selain membantu di sawah mereka juga mencari usaha lain yang bisa menambah penghasilan,
walaupun
uang
yang
diperoleh
tidak
terlalu
besar,
namun
penghasilannya cukup membantu. Pekerjaan yang dilakukan oleh istri diantaranya adalah sebagai penjual sayur keliling, membuat keripik dan menitipnya di warungwarung terdekat, serta ada juga yang membuka warung sembako. Selain istri yang bekerja membantu menambah pendapatan keluarga tidak sedikit anak-anakpun ikut membantu. Berikut informan Pak NS yang melakukan pola nafkah ganda untuk memperoleh pendapatan. Rumah Pak NS (50 tahun) NS (50) bekerja sebagai petani padi sawah semenjak berumur 23 tahun. NS memiliki jumlah tanggungan sebanyak 6 orang. Luas tanah yang digarap oleh NS adalah 1 ha. Produksi gabah setiap musim panennya sebelum ada kegiatan pertambangan mencapai 40 Karung gabah per hektarnya, namun produksi setelah ada kegiatan pertambangan menurun menjadi 25-28 karung gabah perhektarnya. Hasil panen yang menurun hingga dua kali lipat ini mendorong Pak NS untuk mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya karena dengan hasil usahatani padi sawah tidak bisa memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Karena dengan hasil yang hanya 25 karung digunakan untuk
70
menutupi utang modal yang dipinjam dan sisanya disimpan untuk dikonsumsi. Pada saat pertambangan rakyat dilegalkan Pak NS ikut menambang. Hasil yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan biaya pendidikan anak. Ketika pertambangan rakyat ditutup NS kembali mengolah sawah, namun kondisinya sangat berbeda dari sebelum ada tambang apalagi ditambah dengan musim hujan yang tidak teratur, bahkan pernah sampai gagal panen karena kekeringan. Semenjak itu keluarga pak NS mengalami krisis keuangan karena lahan sawah rusak akibat dampak tambang dan saat itu pak NS tidak memiliki tabungan. Untuk mengatasi keadaan tersebut pak NS bekerja sebagai buruh bangunan untuk pekerjaan tambahan itupun tidak setiap hari. Dia bekerja jika tidak bertepatan dengan musim mengolah sawah. Selain penghasilan dari Pak NS sebagai kepala keluarga, istri pak NS juga bekerja untuk membantu meringankan beban suami yaitu dengan menjadi penjual sayuran keliling. Sayurannya dibeli pada petani-petani yang menanam sayuran. Hasil jualan sayur bisanya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, kadang uangnya di simpan untuk belanja esok hari manakala beliau tidak menjual sayuran, Karena istri pak NS ini selain menjual sayuran dia juga ikut membantu suami di sawah, jadi terkadang alpa beberapa hari tidak menjual jika di sawah banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Selain Pak NS dan istri, anaknya yang ke-2 pun ikut membantu di sawah dan terkadang anaknya ikut bekerja sebagai buruh bangunan. Karena desakan ekonomi dan banyaknya tanggungan Pak NS maupun istri terkadang harus mengutang uang kepada keluarga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak, bahkan untuk modal mengolah sawah harus mengutang pada ketua Gapoktan nanti dibayar setelah panen. Uang yang dipegang oleh ketua Gapoktan tersebut merupakan uang bantuan dari Kementrian pertanian. Bantuan tersebut sebenarnya disalurkan dalam bentuk pupuk. Hanya saja kalau disalurkan dalam bentuk uang, petani kadang tidak mengambilnya dengan alasan tidak ada uang. Jadi biasanya ketua kelompok taninya yang menanggungnya. Namun dan biasanya jika modal yang tidak cukup pak NS mengutang bahan yang dibutuhkan kepada penjual pupuk, pestisida dan lain-lain nanti dilunasi setelah panen. (wawancara tanggal 25 September 2015).
Dari teks box di atas dapat dilihat bahwa rumah tangga Pak NS sebelum hadirnya kegiatan pertambangan emas pendapatannya bersumber dari sektor pertanian dan setelah ada tambang NS mengkombinasikan sumber pendapatannya bukan hanya pada sektor pertanian saja melainkan di luar sektor pertanian (non farm) yaitu sebagai
71
buruh bangunan, serta dibantu dari pendapatan istri dengan menjual sayuran keliling dan pendapatan dari anak yang bekerja sebagai buruh bangunan. Modal yang digunakan untuk mendukung seluruh aktivitas nafkahnya adalah modal manusia, modal alam, modal sosial, modal finansial dan modal fisik. Berikut akan diuraikan hubungan aset dengan aktivitas nafkah dari rumah tangga Pak NS. Tabel 4.16. Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak NS Jenis Modal
Bentuk Penggunaan Modal
Modal alam
-
Modal social
-
-
Modal manusia
-
Modal fisik
-
Modal finansial
-
Ketersediaan lahan, digunakan untuk usahatani padi sawah Jaringan atau hubungannya dengan keluarga, tetangga, kerabat sehingga mempermudah akses untuk meminjam uang pada kondisi terjepit dan memudahkan mendapat informasi jika ada yang membutukan buruh bangunan. Hubungannya dengan penjual, sehingga aksesnya untuk mengutang pupuk dan lain-lain dengan perjanjian akan dibayar ketika sudah saatnya panen. Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga Umur Pak NS dan istri yang masih tergolong usia produktif Keterlibatan istri dalam usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) Keterlibatan istri dalam mencari tambahan pendapatan dengan menjadi penjual keliling Keterlibatan anak yang bekerja sebagai buruh bangunan Saluran irigasi dan bendungan yang digunakan untuk mengairi sawah meskipun infrastruktur tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik. Tersedianya akses pinjaman.
Rumah tangga petani padi sawah yang terjadi di Desa Langkowala dalam upaya memperjuangkan kehidupan ekonomi rumah tangganya akibat dari resiko
72
dampak pertambangan akan melakukan diversifikasi mata pencaharian dengan memainkan sumber daya yang dimiliki untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan standar hidup. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ellis (2000) yang menyatakan bahwa sebagian besar rumah tangga pedesaan pada umumnya tidak dapat menghindar dari resiko, apakah yang disebabkan oleh manusia atau karena faktor lingkungan, dan mereka biasanya memanajemen struktur nafkah sehingga mampu meminimalkan resiko, tergantung kepada sumberdaya yang dimiliki. Selanjutnya rumah tangga petani padi sawah lain yang melakukan strategi pola nafkah ganda adalah rumah tangga Pak SM, Pak SH dan Pak MH berikut: Kasus Pak SM (48 tahun) SM (48 tahun) merupakan petani padi sawah dan sebagai kelompok tani. SM memiliki jumlah tanggungan keluaraga sebanyak 6 orang yang terdiri dari 1 istri 5 anak, namun sekarang tanggunggannya tersisa 5 orang karena anak sulungnya sudah menikah dan hidup terpisah dari mereka. SM memiliki lahan sawah 1 hektar namun yang bisa diolah hanya 80 are, karena tanah yang 2 are merupakan tanah rawa. Akan tetapi SM tetap memperoleh hasil panen yang cukup dan dapat disimpan pula gabahnya. Dengan hasil usahatani padi sawah Pak SM mampu menyekolahkan anak sulungnya sampai meraih gelar sarjana. Tidak bisa dipungkiri memang tidak semua dibiayai dengan hasil usahatani semata karena dibantu dengan hasil jual ternak (sapi). Meski seperti itu keluarga SM mengakui bahwa hasil padi sawah sangat besar kontribusinya bagi perekonomian keluarga, karena saat itu sebelum ada tambang tanah pertanian terkenal subur sehingga tidak banyak modal yang dikeluarkan untuk biaya perawatan tanaman. Pak SM mengolah lahan sawah menggunakan sarana produksi beruapa tractor milik sendiri sehingga bisa meminimalisir pengeluaran untuk biaya olah lahan. Sementara sarana produksi lainnya seperti pupuk tinggal dibeli di kioskios. Pendapatan yang diperoleh setiap panen sebelum ada tambang adalah ratarata 37-40 karung per 0,8 ha dengan pola tanam sebanyak 2 kali dalam satu tahun. Setelah penambangan emas dibuka, lahan sawahnya rusak karena dampak lumpur dari limbah pendulangan emas sehingga pendapatannya menurun drastis.
73
Untuk menutupi kerugian Pak SM ikut kerabatnya pergi menambang namun tidak membuahkan hasil seperti kebanyakan orang, karena SM saat itu kondisi fisiknya tidak bisa menopangnya (sakit) dan akhirnya memutuskan untuk pulang dan tidak kembali menambang. SM kembali mengolah sawah meskipun produksinya tidak banyak seperti sebelum-sebelumnya. Melihat kondisi ekonomi keluarga yang melemah istri Pak SM memiliki inisiatif untuk ikut menambang tetapi tidak diizinkan oleh suaminya. SM tidak menginginkan anak-anaknya tidak terurus. Akhirnya istri SM membuka usaha kecil-kecilan dengan membuat keripik yang berbahan dasar dari terigu dan menitipnya di warung serta kios-kios terdekat. Awalnya sekedar mengisi waktu agar tidak terlihat menganggur karena masyarakat saat itu sebagian besar turun menambang tidak itu laki-laki, ibu-ibu bahkan anak-anak yang sudah memasuki usia dewasa ikut menambang. Alhasil usaha istri Pak SM terus berlanjut sampai sekarang dan bahkan sangat membantu perekonomian keluarga. Karena keuntungan dari usahanya biasanya ditabung, sehingga ketika anaknya yang sedang kuliah tiba-tiba butuh uang, uang tersebutlah yang digunakan. Sementara hasil padi sawah digunakan hanya untuk kebutuhan sehari-hari dan sebagian disimpan dan akan dijual untuk modal saat mengolah sawah pada musim berikutnya. Pada musim tanam tahun 2014 lalu SM menggarap lahan sawah salah seorang petani lain (tidak sebutkan siapa nama petaninya) dengan perjanjian sistem bagi hasil, dan sampai saat ini berlanjut. Luas lahan yang digarap adalah 2 Ha. Dengan hasil produksi padi sawah dari lahan milik sendiri dan hasil yang diperoleh dari menggarap sawah milik petani lain, kemudian ditambah lagi dengan pendapatan istri dari usaha kecil-kecilnya, rumah tangga SM mampu menstabilkan ekonomi rumahtangganya. (wawancara pada tanggal 21 Agustus 2015 dan tanggal 26 September 2015)
Sumber nafkah rumah tangga Pak SM terdiri dari on farm yaitu bertani padi sawah pada lahan milik sendiri dan memelihara ternak, basic off farm yaitu mengolah lahan milik petani lain dengan sistem bagi hasil, dan non farm dilakukan dengan membuka usaha keripik yang dikerjakan oleh istri. Tabel 4.17. Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak SM Jenis Modal
Bentuk Penggunaan Modal
74
Modal alam
-
-
Ketersediaan lahan, digunakan untuk usahatani padi sawah Memiliki ternak sapi Jaringan atau hubungannya dengan petani lain sehingga diberi kepercayaan mengolah sawah milik petani lain dengan sistem bagi hasil. Hubungannya dengan penjual, sehingga aksesnya untuk mengutang pupuk dan lain-lain dengan perjanjian akan dibayar ketika sudah saatnya panen. Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga Umur Pak SM dan istri yang masih tergolong usia produktif Keterlibatan istri dalam usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) Keterlibatan istri dalam mencari tambahan pendapatan dengan membuat usaha kecil-kecilan (membuat keripik) Saluran irigasi dan bendungan yang digunakan untuk mengairi sawah meskipun infrastruktur tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik. Memiliki tractor sendiri
Modal social
-
-
Tersedianya akses pinjaman. Menggunakan uang tabungan
-
Modal manusia
-
Modal fisik
Modal finansial
-
Selanjutnya kasus rumah tangga Pak SH yang mendiverifikasi nafkahnya dengan bekerja sebagai buruh bangunan serta membuka kios sembako yang dijalankan oleh istri, dan memanfaatkan fungsi lahan pekarangannya dengan menanam sayursayuran. Keadaan mata pencaharin rumah tangga Pak SH diuraikan pada teks di berikut. Rumah Tangga Pak SH (40 tahun) Pak SH (40 tahun) adalah petani padi sawah dari etnis Lombok dan beragama islam. Pak SH berstatus sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggungan 5 orang terdiri dari orang 3 anak, 1 istri dan juga menanggung ibunya. Anak sulung dari Pak SH kini sedang melanjutkan pendidikan S1 dan anak kedua sementara duduk di kelas 3 SMP dan yang bungsu sementara duduk
75
dikelas 5 SD. Pak SH memiliki lahan sawah seluas 2 Ha namun yang digarap saat ini hanya 1 ha karena seperduanya di garap oleh anak sulungnya yang sudah menikah. Produksinya sebelum ada tambang adalah kurang lebih 40-45 karung gabah basah per ha atau sekitar 4000-4.500 kg, namun setelah ada tambang produksinya rata-rata tinggal 15 karung gabah basah atau sekitar 170 kg per ha. Karena banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi sementara penghasilan hanya sedikit. Pak SH tidak memiliki barang-barang berharga misalnya mesin tractor seperti beberapa petani lain, Pak SH hanya memiliki 1 buah motor tua yang digunakan untuk pergi di sawah. Untuk tambahan pendaptan Pak SH memutuskan untuk bekerja sebagai buruh bangunan dengan upah biasanya Rp 70.000,00 per hari. Jika ada waktu luang Pak SH pergi memancing ikan untuk lauk pauk sewaktu-waktu. Selain itu Pak SH juga memanfaatkan pekarangan rumahnya dengan menanam beberapa tanaman sayuran seperti terong, kacang panjang, bayam, gambas, pepaya, ubi kayu, cebe dan pisang. Informan juga memiliki ternak sapi, namun bukan pemilik sepenuhnya pak SH hanya menggaduh sapi milik orang lain, selain memiliki ternak sapi informan juga berternak ayam yang biasanya dijual jika tiba-tiba membutuhkan uang. Sementara istri pak SH selain ikut membantu di sawah dia membuka kios sembako dalam rumahnya untuk menjual beberapa jajanan anak-anak dan juga beberpa bahan pokok lainnya. Meskipun penghasilannya sangat tipis mereka tetap mensyukurinya. Sama halnya Pak NS, Pak SH juga harus mengutang uang bantuan yang dipegang oleh ketua Gapoktan, oleh petani di Desa ini menyebutnya uang PNPM untuk modal mengolah sawah dan terkadang juga mengutang pada penjual pupuk dengan perjanjian dibayar setelah ada uang atau setelah panen. Namun jika mengutang pupuk, pestisida dan lain-lainya harganya bertambah 10% dari harga awalnya. Misalnya harga pupuk urea persak adalah Rp 95.000 jika di utang maka kedepannya harus dibayar Rp 125.000 per Sak. (wawancara tanggal 26-09-2015)
Berdasarkan uraian dari teks box di atas maka dapat disimpulkan bahwa rumah tangga Pak SH melakukan strategi diversifikasi dengan mengkobinasikan sumber pendapatan pada sektor pertanian (on farm) yaitu usaha tani padi sawah, menanam sayuran di pekarangan rumah, memelihara ternak sapi dan ayam serta memancing ikan untuk lauk pauk sewaktu-waktu. Sementara pekerjaan di luar sektor pertanian
76
(non farm) yaitu bekerja sebagai buruh bangunan serta membuka kios sembako di depan rumah. Tabel 4.18. Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak SH Jenis Modal Modal alam
Bentuk Penggunaan Modal -
Modal sosial
-
-
Modal manusia
-
Modal fisik
-
Modal finansial
-
Ketersediaan lahan, digunakan untuk usahatani padi sawah Memiliki lahan pekarangan yang luas sehingga bisa dimanfaatkan untuk ditanami beberapa sayuran dan buah Memiliki ternak sapi dan ayam Ketersediaan tempat untuk memancing ikan Jaringan atau hubungannya dengan masyarakat sehingga memudahkan mendapat informasi jika ada pekerjaan yang membutuhkan tukang. Hubungannya dengan penjual, sehingga aksesnya untuk mengutang pupuk dan lain-lain dengan perjanjian akan dibayar ketika sudah saatnya panen. Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga Umur Pak SH dan istri yang masih tergolong usia produktif Keterlibatan istri dalam usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) Saluran irigasi dan bendungan yang digunakan untuk mengairi sawah meskipun infrastruktur tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik. Memiliki kendaraan yang digunakan untuk bolak balik ke sawah Tersedianya akses pinjaman.
Berbeda dengan petani lain yang telah diuraikan sebelumnya yang melakukan pekrejaan diluar sektor pertanian sebagai buruh bangunan, membuka kios, membuka usaha dan menjual sayuran keliling, Pak MH mencari pendapatan tambahan dengan menjadi tukang ojek. Penghasilan yang diperoleh dapat membantu mencukupi kebutuhan rumah tangganya, seperti yang diuraikan pada box berikut.
77
Rumah Tangga Pak MH (65 tahun) MH (65) petani padi sawah beretnis Mornene, memiliki tanggungan keluarga sebanyak 4 orang terdiri dari 2 anaknya yang belum menikah, 1 istrinya dan satu orang adalah cucunya. MH memiliki luas lahan 2 hektar. Pendapatannya sebelum pertambangan dikategorikan sangat tinggi yaitu mencapai 50 karung gabah perhektar karena lahannya merupakan tanah merah. Setelah ada tambang penghasilannya menurun hingga 2 kali lipat. Untuk menambah penghasilan Pak MH memilih menjadi tukang ojek. Meskipun sebelum ada tambang Pak MH hanya pada usahatani padi sawah saja dibantu oleh istri dan anak laki-lakinya yang belum menikah, namun setelah ada tambang lahan sawahnya juga terkena dampak lumpur bahkan diawal-awal ditemukan tambang lahan yang digarap hanya 1 hektar saja karena lahan yang satu hektarnya hampir seluruh mengalami kerusakan parah. Pak MH juga tidak ikut menambang, dan memutuskan untuk menjadi tukang ojek, apalagi saat ditemukan tambang emas para penambang datang dari berbagai daerah bahkan di luar Sulawesi Tenggara. Hal tersebut dapat memberikan kesempatan kepada pak Muhaamad dan teman-teman tukang ojek lain. Pendapatan yang didapat setiap harinya semasa ditemukan tambang mencapai Rp 300.000 dalam sehari. Namun saat ini Pak MH hanya mengojek setiap hari pasar dengan penghasilan Rp 50.000 sampai Rp 75.000 tergantung banyaknya penumpang, biasanya pada hari pasar. Untuk modal usahatani Pak MH pun terpaksa harus meminjam uang seperti yang dilakukan oleh petani lain. Perbedaannya Pak MH meminjam uang di Bank sementara petani lain mengandalkan uang bantuan dari kementrian pertanian yang dikelola oleh ketua gabungan kelompok tani. (wawancara tanggal 28 September 2015)
Berdasarkan uraian pada teks di atas dapat diketahui bahwa basis nafkah yang ditempuh rumah tangga Pak MH selain bersumber dari sektor pertanian juga pada sektor non pertanian yaitu sebagai tukang ojek. Sementara istrinya tidak memiliki usaha lain, dia hanya membantu di sawah. Sementara 2 anaknya berjenis kelamin perempuan hanya bekerja mengurus rumah. Modal yang dimanfaatkan untuk membangun sistem nafkahnya berupa modal alam, modal manusia, modal fisik dan modal sosial dan modal finansial sebagaimana dicantumkan pada Tabel 4.19 berikut.
78
Tabel 4.19. Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak MH Jenis Modal
Bentuk Penggunaan Modal
Modal alam
-
Modal social
-
Modal manusia
-
Modal fisik
-
Modal financial
-
Ketersediaan lahan, digunakan untuk usahatani padi sawah Memiliki jaringan kuat dengan karyawan bank sehingga memudahkan akses ketika meminjam uang. Hubungannya dengan penjual, sehingga aksesnya untuk mengutang pupuk dan lain-lain dengan perjanjian akan dibayar ketika sudah saatnya panen. Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga Umur Pak MH dan istri tergolong usia non produktif, tetapi masih mampu untuk bekerja Keterlibatan istri dalam usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) Saluran irigasi dan bendungan yang digunakan untuk mengairi sawah meskipun infrastruktur tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik. Memiliki kendaraan yang digunakan untuk bolak balik ke sawah dan digunakan untuk mengojek Tersedianya akses pinjaman.
Alasan individu atau rumah tangga melakukan diversifikasi sebagai strategi livelihood adalah karena keterpaksaan (necessity) dan pilihan (choice). Istilah lain yang sering digunakan adalah antara bertahan hidup (survival) dan pilihan (choice) atau antara bertahan hidup (survival) dan akumulasi (accumulation), (Ellis 2000). Suatu kondisi yang memaksa seperti yang terjadi di Desa Lankowala, diantaranya kerusakan lahan pertanian akibat dampak tailling pertambangan emas, kurangnya persediaan air untuk mengairi sawah karena kekeringan, gagal panen akibat banjir lumpur dari pertambangan sehingga mendorong sebagian rumah tangga petani cenderung untuk mencari pekerjaan tambahan diluar pertanian. 4.2.2.3 Migrasi Sirkuler
79
Migrasi merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan (Scoones, 1998). Setelah ada kegiatan pertambangan petani padi sawah mengalami penurunan pendapatan akibat turunnya produksi padi sawah. Hal ini terjadi karena tanah atau lahan sawah rusak akibat dampak dari aktivitas pertambangan emas di sekitar desa tersebut. Setelah kegiatan penambangan tanpa izin dihentikan beberapa petani mencari pekerjaan tambahan bahkan sampai melakukan migrasi sirkuler. Hal tersebut disebabkan karena adanya jaringan sosial yang cukup luas sehingga petani mampu melakukan migrasi di daerah lain. Meskipun pada dasarnya migrasi tersebut hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu biasanya pada musim kemarau. Petani melakukan migrasi ke daerah lain untuk mencari pekerjaan karena di desa tersebut sulit mendapat pekerjaan yang siap kerja serta gaji yang diterimah sangat tipis. Sebagai gambaran seperti yang dilakukan oleh Pak SN (50 tahun) berikut: Rumah Tangga Pak SN (50 tahun) SN (50 tahun) merupakan salah seorang petani padi sawah di Desa Langkowala yang memiliki luas lahan sawah dalam kategori sempit yaitu hanya 50 are. Pak SN memiliki 1 orang istri serta 5 orang anak, namun 2 orang anaknya sudah menikah. Pak SH kini tinggal bersama tiga orang anaknya dan juga istrinya. Anak ke 3 saat ini masih berumur 17 tahun dan duduk di bangku kelas SMK, anak kedua berumur 11 tahun dan duduk di kelas 5 SD, sedangkan anak yang bungsu baru berumur 4 tahun. Jika dilihat secara fisik rumah tangga Pak SN tergolong warga yang berada karena beliau memiliki rumah permanen (berdinding tembok dan berlantai semen serta atap seng). Selain itu beliau juga memiliki televisi, spiker (salon), dan untuk kendaraan sehari-hari beliau menggadai motor keluarganya. Pekerjaan pokok dari bapak SN sebelum ada tambang adalah sebagai petani padi sawah. Pekerjaan tersebut dilakukan bersama-sama dengan istri. Selain bertani padi sawah rumah tangga informan ini berternak ayam. Untuk lauk-
80
sehari-hari biasanya Pak SN pergi memancing ikan. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat pengeluaran. Namun sejak ditemukan bahan galian emas beliau sempat meninggalkan pekerjaan pokoknya usahatani padi sawahnya dan ikut menambang. Dan ternyata sebagian aseet-assetnya yang berharga dibeli saat beliau masih kerja sebagai penambang. Namun sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan penaambangan tanpa izin dan harus memeiliki Izin Usaha Produksi (IUP) Pak SN juga berhenti menambang dan kembali mengolah sawah. Namun kondisi lahan sawah saat itu sungguh memprihatinkan karena bercampur lumpur dari pembuangan pendulangan emas. Mulai saat itu produksi padi sawah Pak SN tidak seperti sebelum ada tambang yang sampai mencapai 30-35 karung dalam luasan 0,5 hektar, sampai dua tahun terakhir ini beliau hanya mencapai produksi 13-18 karung/panen. Bukan hanya itu sejak adanya dampak tambang SN juga harus mengeluarkan banyak biaya seperti halnya petani lain untuk bersawah, sebab semua harga barang melonjak naik dan biaya untuk usahatani padi sawah pun meningkat mulai dari pengolahan lahan yang harus menyewa traktor yang dulunya 500 ribu/0,5 hektar sekarng menjadi 750 ribu, Selanjutnya untuk mengembalikan humus tanah harus menggunakan pupuk dua kali lipat dari sebelum-sebelumnya begitu juga dengan biaya perawatan lainnya berupa obat rumput dan obat hama yang ada ketika ada kegiatan tambang. Pak SN tidak memiliki modal untuk mengolah lahan dan beliau harus meminjam modal dari ketua Gapoktan dalam hal ini uang bantuan dari kementrian pertanian untuk usahatani padi sawah (petani menyebutnya uang PNPM). Selain meminjam atau berhutang uang tunai Pak SN juga biasa berhutang kepada penjual pupuk dan lainnya dengan perjanjian setelah panen utangnya harus dibayar. proses peminjaman ini bermodal kepercayaan antara sipetani dan si penjual. Hal ini dilakukan jika beliau sudah kehabisan modal. Biasanya beliau mengambil pupuk, pestisida dan yang lainya yang dibutuhkan dan akan dibayar setelah panen dengan harga sedikit bertambah misalnya mengambil pupuk urea 1 sak harga aslinya 95.000 hanya karena dibon atau diutang jadi harganya naik menjadi 125.000. Untuk lauk pauk terkadang Pak SN juga pergi memancing ikan bahkan jika ikan yang didapat di jual kemudian uangnya dibelikan sayur. SN mencari pekerjaan tambahan sebagai buruh bangunan, bahkan Pak SN sampai migrasi di Kota Kendari mengikuti teman untuk bekerja sebagai buruh bangunan ketika bertepatan dengan musim tidak mengolah sawah biasanya pada saat kemarau. Pak SN biasanya diajak oleh kenalannya untuk bekerja di luar daerah. Pak SN memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar daerah karena tidak ada lowongan didalam wilayah itu. Selain itu tahun 2014 lalu SN menggaduh sapi untuk dipelihara. (wawancara tanggal 19 Agustus 2015 dan 23 September 2015).
81
Dari teks di atas dapat dijelaskan bahwa rumah tangga Pak SM membangun sistem nafkahnya sebelum ada tambang hanya terfokus di sektor pertanian (on farm) yaitu usahatani padi sawah, berternak ayam dan memancing ikan, sementara setelah pertambangan tidak hanya bersumber pada pertanian saja melainkan di luar sektor pertanian (non farm). Strategi nafkah yang di lakukan oleh rumah tangga Pak SN selain pada sektor pertanian (on farm) adalah bekerja di tambang dan setelah tambang rakyat ditutup Pak SN bekerja sebagai buruh bangunan bahkan sampai migrasi di luar daerah. Pekerjaan yang dilakukan di luar daerah dilakukan pada saat musim kemarau. Tabel 4.20. Jenis dan Bentuk Modal Yang Digunakan Oleh Rumah Tangga Pak SN Jenis Modal
Bentuk Penggunaan Modal
Modal alam
-
Modal social
-
Modal manusia
-
Modal fisik
-
Modal financial
-
Ketersediaan lahan, digunakan untuk usahatani padi sawah Memiliki ternak ayam Memancing ikan, Memiliki jaringan kuat dengan kerabat sehingga memudahkan akses mendapat pekerjaan di luar daerah Hubungannya dengan penjual, sehingga aksesnya untuk mengutang pupuk dan lain-lain dengan perjanjian akan dibayar ketika sudah saatnya panen. Keterampilan dan pengalamannya dalam berusahatani padi sawah Kesehatan yang masih terjaga Umur Pak SN dan istri tergolong usia non produktif, tetapi masih mampu untuk bekerja Keterlibatan istri dalam usahatani yang ditekuni (usahatani padi sawah) Saluran irigasi dan bendungan yang digunakan untuk mengairi sawah meskipun infrastruktur tersebut sudah tidak berfungsi dengan baik. Memiliki kendaraan yang digunakan untuk bolak balik ke sawah dan digunakan untuk mengojek Tersedianya akses pinjaman.
82
4.2.2.4 Strategi Melakukan Pinjaman Keterbatasan modal yang dimiliki dalam bercocok tanam mendorong petani untuk melakukan sesuatu yang bisa menopang aktivitas mereka ditengah keterbatasan tersebut. Keterbatasan modal semenjak sebelum ada kegiatan pertambangan pun telah terjadi, namun semenjak ada kegiatan pertambangan modal semakin besar dibutuhkan untuk bercocok tanam. Hal ini terjadi karena dampak yang ditimbulkan membuat lahan pertanian rusak. Tindak lanjut petani untuk tetap mempertahankan kegiatan pertanian padi sawah memperbaiki kerusakan tersebut sehingga menelan banyak biaya. Selain untuk modal bertani petani membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari atau untuk kebutuhan pendidikan anak. Petani melakukan berbagai macam cara untuk bertahan hidup dan salah satu strateginya adalah memanfaatkan modal sosial dengan cara meminjam uang kepada pemilik modal. Namun untuk kebutuhan hidup sehari-hari petani memilih mengutang kepada keluarga karena jumlah yang dipinjam tidak dalam jumlah besar. Keuntungan lain yang diambil jika meminjam uang kepada keluarga adalah tidak ada bunga dari uang tersebut. Petani memanfaatkan etika sosial kolektif untuk melancarkan segala aktivitas dalam keseharian yaitu dengan menghadirkan strategi berhutang. Strategi ini dibangun antara petani dengan pemilik modal, dan juga pada pedagang serta pada keluarga. Sistem yang dipakai antara petani dan pemilik modal adalah sistem bunga dengan jangka waktu 6 bulan. Jika meminjam 1 juta maka 6 bulan kemudian petani
83
harus membayar bunga sebanyak 180 ribu, begitu juga mengutang pada penjual melahirkan penambahan harga produk dari harga pasarnya. Selain berhutang dalam bentuk uang tunai petani juga mengutang dalam bentuk sarana produksi yaitu meminjam produk-produk seperti pupuk, pestisida dan lain-lain kepada penjual. Hal ini terjadi karena petani sangat mebutuhkan sarana produksi tersebut tetapi tidak memliki uang untuk membelinya. Maka dengan bermodal kepercayaan antara penjual dengan petani diadakannya sistem berhutang. Adapun prosedurnya adalah dengan mengambil bahan yang dibutuhkan nanti akan dibayar setelah musim panen tiba. Namun harga sedikit bertambah jika diutang, misalnya pupuk urea 1 sak harganya Rp 95.000 jika diutang maka nanti harganya menjadi Rp 125.000 per sak. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh petani yang penting bahan yang dibutuhkan saat itu terpenuhi. Tuntutan pemenuhan kebutuhan bertani bahkan kebutuhan sandang, pngan dan papan membuat para petani berinisiatif untuk meminjam uang. Namun karena banyaknya petani yang meminjam modal terkadang saldo uang tempat meminjam uang habis terpakai, sehingga sebagian petani berbalik meminjam kepada petani lain yang memiliki banyak modal meskipun harus membayar bunga lebih besar dibanding meminjam uang bantuan bahkan ada yang sampai meminjam di bank. Sebagaimana yang dituturkan oleh Pak MH berikut: Terkadang uang PNPM habis dipinjam oleh petani lain, jadi Saya pinjam uang di bank untuk modalku bersawah dan saya lebih sering minjam di bank, kebetulan ada kenalan disana ada juga berkasku di sana, jadi kalau pinjam 5 juta kembalinya 5 juta 6 ratus per enam bulan”. (wawancara tanggal 21-09-2015) Selain pinjam di bank terkadang petani meminjam di tetangga-tetangga yang memiliki modal banyak, hanya saja bunga setiap bulannya lebih banyak dibanding
84
meminjam di bank atau meminjam uang PNPM yang dikelola oleh ketua Gapoktan, sebagaimana yang dituturkan oleh Pak SN, berikut: Kalau sudah tidak dapat uang PNPM kami pinjamnya di tetangga yang memiliki modal banyak, hanya saja bunganya lebih banyak, biasanya sampai 750 ribu kembalinya kalau pinjam 5 juta”(wawancara tanggal 25-09-2015) Setelah dilihat dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kesulitan apapun yang dihadapi, petani tetap mampu merespon kesulitan tersebut, sehingga keberlangsungan hidup rumahtangga tetap berjalan. Merespon kesulitan yang dihadapi merupakan konsep survival strategy. Strategi kelangsungan hidup yang dilakukan oleh masing-masing individu dan rumah tangga dapat berbeda antara satu individu dan rumah tangga lainnya. Semua itu tergantung dari kemampuan setiap individu. 4.2.2.5 Strategi Melakukan Penghematan Melakukan penghematan dalam keluarga adalah salah satu strategi agar pendapatan yang diperoleh petani dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Penghematan dilakukan dengan cara meminimalisir pengeluaran yang tidak terlalu penting dan memfokuskan pengeluaran untuk konsumsi dan biaya pendidikan anak. Seperti yang terjadi pada rumah tangga Pak AR dan Pak SN melakukan penghematan dengan cara menekan pengeluaran non konsumsi dan memutuskan untuk makan seadanya serta menggunakan kayu bakar untuk memasak. Lain halnya dengan rumah tangga Pak SH yang melakukan penghematan dengan cara memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam beberapa sayuran (terong, kacang panjang, bayam, gambas, pepaya, ubi kayu, cebe dan pisang) sehingga bisa mengurangi pengeluaran, selain itu jika ada waktu kosong Pak SH pergi memancing ikan untuk lauk-pauk.
85
4.2.2.6 Strategi Menjual Aset Strategi lain yang rumah tangga lakukan adalah menjual aset pribadi yang berharga untuk memenuhi biaya pendidikan anak dan kebutuhan sehari-hari yang cukup besar. Penjualan aset merupakan langkah yang ditempuh petani ketika sudah terdesak seperti biaya pendidikan anak, atau untuk modal usahatani dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan hari-hari. Pak SP menjual sapinya untuk biaya PKL anaknya yang kuliah dan awal tahun 2014 Pak SP kembali menjual 2 ekor sapi lagi untuk biaya penelitian sampai anaknya wisuda. Selanjutnya rumah tangga Pak SH juga harus menjual sapinya untuk biaya kuliah anaknya dan juga digunakan untuk modal usaha kios sembako setelah pendapatannya tidak lagi mencukupi. Bukan hanya sapi terkadang harus menjual beberapa ayamnya untuk biaya kebutuhan mendesak bila ada keluarga atau tetangga yang membuat hajatan. Begitu juga dengan rumah tangga Pak SN harus menjual anak ayamnya jika sudah tidak memiliki uang belanja. 4.2.3 Sumber Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Langkowala Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana Sumber livelihood rumah tangga petani padi sawah dapat diklasifikasikan dengan menggunakan kerangka Ellis (2000), yang mengklasifikasi sumber nafkah menjadi tiga yaitu basis on farm, off farm dan non farm. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini, rumahtangga petani padi sawah tidak hanya berpatok pada satu sumber mata pencaharian saja melainkan lebih dari satu sumber mata pencaharian.
86
Untuk menambah pendapatan petani tidak hanya menempuh satu sumber nafkah saja, melainkan lebih dari satu sumber nafkah. Strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga petani padi sawah berhubungan dengan modal nafkah yang dimiliki, seperti yang diterapkan Ellis (2000) bahwa tindakan nafkah yang dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan penggunaan modal nafkah. Semakin banyak modal yang dimiliki mengakibatkan banyak modal nafkah yang dapat dimanfaatkan sehingga semakin banyak strategi yang dilakukan. Namun bagi rumahtangga yang tidak memiliki atau hanya memiliki dalam kategori rendah suatu modal, mereka berupaya untuk memaksimalkan penggunaan modal tersebut. Hal ini terlihat pada kasus rumahtangga lapisan bawah yang menguasai lahan sempit tidak akan menerapkan strategi intensifikasi pendapatan pertanian. Mereka umumnya akan lebih intensif pada pendapatan non pertanian atau melakukan strategi diversifikasi nafkah dengan memanfaatkan anggota rumahtangga lain untuk bekerja di luar sektor pertanian atau migrasi seperti yang terjadi pada rumah tangga Pak SN yang hanya memiliki lahan 0,5 hektar, sehingga mendorong Pak SN cenderung mendiversifikasi nafkahnya bahkan sampai bekerja di luar daerah tempat tinggalnya untuk memperoleh pendapatan. Jenis aktivitas nafkah yang ditempuh oleh rumah tangga informan dapat di uraikan pada tabel 4.21. Tabel 4.21 Matriks Klasifikasi Strategi Livelihood Rumah Tangga Petani Padi Sawah Di Desa Langkowala Berdasarkan Kerangka Ellis (2000)
No
1
Rumah Tangga Petani Rumah Tangga Pak SM
Liveliho od Strategy
Jenis Pekerjaan -
On farm -
Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri Berternak sapi
Modal yang Digunakan Modal Alami, Modal Fisik, Modal Finansial
87
-
Usahatani padi sawah dengan menyakap lahan petani lain dengan sistem bagi hasil Menjual ternak (sapi) Membuat keripik Menggunakan uang tabungan
Off farm Non farm 2
-
Rumah Tangga Pak KS
Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri Membangun sumur bor untuk sarana pengairan
On farm -
Off farm
-
Menyewakan tractor Menggunakan uang tabungan Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri Menanam Sayuran di pekarangan rumah memelihara ternak ayam dan sapi
3
Rumah Tangga Pak SH
On farm
4
Rumah Tangga Pak AR
-
Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri dan memperluas lahan garapan Mencari kayu bakar di hutan
On farm -
5
Rumah Tangga Pak SN
On farm Non farm On farm
6
Rumah Tangga Pak NS
Non farm
Modal Alam Modal Fisik Modal Finansial Modal manusia
Modal Alami Modal Fisik Modal Finansial Modal sosial Bekerja sebagai buruh bangunan Modal manusia Membuka kios sembako
-
Non farm
Modal sosial Modal manusia
-
Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri memelihara ternak ayam dan sapi Memancing ikan Mencari rumput untuk pakan ternak Bekerja sebagai buruh bangunan Bekerja di tambang Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri Bekerja sebagai buruh bangunan
Modal Alami Modal Fisik Modal Finansial Modal sosial Modal manusia
Modal Alam Modal Fisik Modal Finansial Modal sosial Modal manusia Modal Alam Modal Fisik Modal Finansial Modal sosial Modal manusia
88
7
8
Rumah Tangga Pak MH
Rumah Tangga Pak SP
On farm Non farm
On farm
-
Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri
-
Tukang ojek
-
Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri Membangun sumur bor untuk pengairan Memelihara ternak sapi
-
9
Rumah Tangga Pak AK
On farm
Non farm
-
Usahatani padi sawah pada lahan milik sendiri Menanam palawija (sayuran dan buah) Memelihara ternak sapi Mencari kayu bakar di hutan Mencari rumput untuk pakan ternak Bekerja di tambang
Modal Alam Modal Fisik Modal Finansial Modal manusia Modal Alam Modal Fisik Modal Finansial Modal manusia
Modal Alam Modal Fisik Modal Finansial Modal sosial Modal manusia
V. PENUTUP
4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Perubahan lingkungan fisik yang terjadi di Desa Langkowala akibat kegiatan pertambangan emas adalah (1) perubahan bentang alam berupa kerusakan hutan, kerusakan daerah aliran sungai, dan kerusakan permukaan tanah, (2) berkurangnya debit air, (3) pendangkalan sungai, dan (4) pendangkalan saluran irigasi. 2. Dalam membangun strategi livelihood rumah tangga petani padi sawah di Desa Langkowala mengkombinasikan aset-aset (modal) yang dimiliki, yaitu modal alam, modal fisik, modal sumber daya manusia, modal sosial dan modal finansial. Secara umum rumah tangga petani padi sawah di daerah penelitian membangun beberapa strategi livelihood yaitu (1) Rekayasa sumber nafkah pertanian terdiri dari : mempertahankan usahatani padi sawah dengan cara merubah cara tanam, menambah pengguanaan jumlah pupuk, membangun sumur bor sebagai sumber pengairan, dan memperluas lahan garapan serta menanam komoditas selain padi sawah. (2) strategi pola nafkah ganda yaitu mencari mata pencaharian tambahan diluar pertanian dan (3) migrasi sirkuler, (4) strategi melakukan pinjaman, (5) strategi melakukan penghematan (6) strategi menjual aset.
89
90
5.2 Saran Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah bagi para pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pembangunan kiranya dapat memperhatikan kondisi pertanian khususnya pertanian padi sawah yang ada di Desa Langkowala yang terkena dampak pertambangan, serta menindaklanjuti agar dapat meminimalisir dampak-dampak yang akan terjadi kedepannya.
91
DAFTAR PUSTAKA
Arman, H. 2010. Defenisi Pertambangan (http:www.defenisi-pertambangan.htmldefenisi-pertambangan. Diakses 19 April 2015) Bapedal, 2001. Dampak Penggunaan Merkuri dalam Kegiatan Pertambangan Emas.(www.dampak-penggunaan-merkuri-dalam-pertambangan-emas) diakses pada tanggal 17 Mei 2015) Barkay, 2005. Artikel Dampak Merkuri Bagi Kesehatan.(http://www.artikel-dampakmerkuri-bagi-kesehatan.com) diakses tanggal 17 Mei 2015 Carney, D. 1999. Sustainable Livelihoods Approaches: Progres and Posibility for Change, DFID Working Paper Series Chamber, R dan G. Conway.1991. Sustainable Rural Livelihood: Practical Concepts for 21st Century, IDS Discussion Paper 296: IDS Institute for Development Studies. Brighton Chamber, R. 1995. Poverty and Livelihoods: Whose Reality Counts?. Journal: Environtment and Urbanization Vol. 7 No. 1 1995. Coleman James S., 1998. A Rational Choice Perspective on Economic Sociology, dalam Neil J. Smelser and Richard Swedberg, 1994, The SociologyPerspective on the Economy, dalam, Neil J. Smelser dan Richard Swedberg (Eds.), The Handbook of Economic Sociology, Princeton University Press dan Russel Sage Foundation, New York de Haan, Leo J.,2000. Globalization, Localization and Sustainable Livelihood, Sociologia Ruralis, Volume 40, Number 3, July 2000 Dharmawan, 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socio-Economic Change in Rural Indonesia. Socioeconomic Studies on Rural Development Vo. 124. Wissenschaftsverlag Vauk Kiel KG Dharmawan, A.H., 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mahzab Barat dan Mahzab Bogor. Sodality. Volume 01 Nomor 02. Ellis, F. 1998. Household Strategies and Rural Livelihood Diversification. The Jurnal of Development Studies; Vol 35:1, pp. 1-38. ---------. 2000. Rural Livelihoods and Diversity in Developing Countries. Oxford. Oxford University Press.
92
Meikle, S, Ramasut, T dan Walker, J. 2001, Sustainable Urban Livelihoods: Concepts and Implications for Policy, Working Paper No. 112 Meisanti., M.S.S. Ali., K. Jusoff., D. Salman dan D. Rukmana, 2012. The Impact of Gold Mining on the Farmer’s Community. American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, 6(4): 209-214, 2012 ISSN 1995-0748. Meisanti, 2014. Perubahan Fungsi Lembaga Pertanian dengan Adanya Pertambangan Emas di Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. Moloeng, L. J., 2004. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Niswah, Z. K., 2011. Strategi Nafkah Masyarakat Adat Kesepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/) diakses pada tanggal 17 Desember 2015. Pelamonia, J. 2012. Dampak Penambangan Emas Tradisional Bagi Kerusakan Lingkungan Di Pulau Buru. (www.pelamonia.blokspot.com) di akses tanggal 17 Mei 2015 Prasetyo, M.E. 2013. Dampak Negatif Pertambangan. (http://www.dampak-negatifpertambangan.htm) diakses tanggal 17 Mei 2015. Purnama, H, R. 2012. Tambang VS Lingkungan di Sulawesi Tenggara, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu oleo, Kendari. Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR. Jakarta.Forum Sahabat. Purnomo. AM., 2006. Strategi Nafkah Rumah Tangga Desa Sekitar Hutan Studi Kasus Desa Peserta PBHM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) Di Kabupaten Kuningan Jawa Barat.[tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/) diakses pada tanggal 17 Desember 2015. Scoones, Ian. 1998. Sustainable Rural Livelihoods : A Framework for Analysis, IDS Discussion Paper 72.Institute for Development Studies. Brighton. Seragih, S., Lassa, J.,& Ramli, A. 2007.Sustainable Livelihood Framework. Oxford. Oxford University Press. Siregar, F.S., 2009. Persepsi Masyarakat Terhadap Pembukaan Pertambangan Emas Di Hutan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Universitas Sumatera Utara. (diakses tanggal 7 Mei 2015). Suastika, I.W, dan Basaruddin, N dan Tumarlan T., 1997. Budidaya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
93
Subali, A. (2005). Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Pola Nafkah Rumah Tangga Petani Studi Kasus; Desa Batujajar, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. [Skripsi] Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/) diakses pada tanggal 17 Desember 2015. Supardi, 2003.Pencemaran Air Akibat Penggunaan Merkuri. (www.blokspot.com) diakses tanggal 17 Mei 2015. Suratmo, G.1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadja Mada University Press. Yogyakarta. Turasih, 2011. Sistem Nafkah Rumahtangga Petani Kentang di Dataran Tinggi Dieng (Studi Kasus Karang Tengah Kecamatan Batur Kabupaten Banjanegara Provinsi Jawa Tengah). [Skripsi] Institut Pertanian Bogor. Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/) diakses pada tanggal 11 Juni 2015. Undang-Undang Minerba No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Undang-Undang No 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Widiyanto, Dharmawan, A.H., Prasodja, N.W., 2010. Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing (Studi Kasus di Desa Wonotiro dan Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung). Sodality. Volume 04 Nomor 01. Yuliandani, 2011. Analisis Struktur Nafkah Dan Peghidupan Rumahtangga Pekerja Batik Tulis Tradisional (Studi Sosio-Ekonomi Dua Tipe Industri Batik Di Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/) diakses pada tanggal 11 Juni 2015.
94
95
Lampiran 1. Riwayat Hidup RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Parigi, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara pada tanggal 20 April 1992. Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak La Ode Hamundu dan Ibu Wa Ode Haiye. Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SD Negeri 5 Parigi pada tahun 1999 dan tamat pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama ditempuh pada tahun 2005 sampai 2008 di SMP Negeri 1 Parigi dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Parigi Tahun 2008 sampai tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Halu Oleo, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis Konsentrasi Sosial Ekonomi Pertambangan melalui jalur SLMPTN. Selama di Universitas Halu Oleo penulis aktif di organisasi internal kampus diantaranya adalah Mahasiswa Pecinta Mushallah (MPM) Al Zaytun Fakultas pertanian sebagai anggota bidang kepustakaan pada periode tahun 2012/2013 dan sebagai ketua Devisi Pemberdayaan Potensi Muslimah periode 2013/2014. Selanjutnya sebagai anggota Departemen Keputrian Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Universitas Halu Oleo periode 2014/2015.
96
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian
Sumber : BPS Sulawesi Tenggara
97
Lampiran 3. Dokumentasi Saat Penelitian 1. Dokumentasi saat wawanara dengan beberapa informan
98
2. Kondisi lingkungan Fisik (Lahan) Setelah Ada Pertambangan
3. Kondisi Bendungan Langkowala Setelah Ada Tambang
99
4. Kondisi Saluran Irigasi
5. Kondisi Persawahan Yang Tidak Di Olah Akibat Kekurangan Air dan Rusak Akibat Penambangan Emas
6. Sumur Bor yang Digunakan untuk Mengairi Sawah
100
7. Kondisi Desa Langkowala
8. Petani yang sedang panen