SKRIPSI HUBUNGAN PERAN PERAWAT TERHADAPPENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARUPADAKELUARGA DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015
Oleh DEPIANTI SIMARMATA 13 02 06 156
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI HUBUNGAN PERAN PERAWAT TERHADAPPENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU PADAKELUARGA DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai Syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh DEPIANTI SIMARMATA 130206156
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
i
ii
PERNYATAAN
HUBUNGAN PERAN PERAWAT TERHADAPPENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU PADAKELUARGA DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat pendapat atau karya yang pernah ditulis dan pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang ditulis, dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2015 Peneliti
(Depianti Simarmata)
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A.
Identitas Diri 1. Nama
: Depianti Simarmata
2. Nim
: 13.02.06.156
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Tempat Tanggal Lahir
: Pardomuan Nauli, 30 Maret 1992
5. Agama
: Kristen Protestan
6. Anak ke
: 4 dari 4 bersaudara
7. Nama Ayah
: Dapot Tua Simarmata (+)
8. Nama Ibu
: Nursi Manik
9. Alamat Rumah
: Kerasaan Kec. Pematang Bandar Kabupaten Simalungun
B.
Riwayat Pendidikan 1. Tahun 1998 - 2003
: SDN 091634 Kerasaan Pematang Bandar
2. Tahun 2004 - 2006
: SMP Negeri 1 Pematang Bandar
3. Tahun 2006 - 2009
: SMA Negeri 1 Pematang Bandar
4. Tahun 2010 - 2013
: Dimploma III Akademi Keperawatan Sari Mutiara Medan.
5. Tahun 2013 - 2015
: Sedang menyelesaikan pendidikan di Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
No. Hp
: 082160013712
Email
:
[email protected]
iv
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN Skripsi, Maret 2015 Depianti simarmata Hubungan peran perawat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis pada keluarga di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015. xiii + 50 Hal + 6 Tabel + 1 Skema + 11 Lampiran
ABSTRAK Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang angka penularannya tinggi karena itu peran perawat dibutuhkan dalam pencegahan penularan pada keluarga. Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui hubungan peran perawat terhadap tindakan pencegahan penularan tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasi dengan metode cross sectional. Populasi penelitian adalah salah satu anggota keluarga yang tinggal serumah yang berusia 18 tahun ke atas yang menemani pasien tuberkulosis paru berobat ke puskesmas Helvetia Medan mulai dari Januari-Desember 2014 sejumlah 870 orang. Pengambilan sampel menggunakan tehnik purposive sampling, jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 87 responden. hasil penelitian didapatkan peran perawat mayoritas kurang sebanyak 32 responden (36,8%) dan tindakan pencegahan penularan TB paru kurang sebanyak 62 responden (71,3%). Uji rank spearmen diperoleh hasil P = 0,063 (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan peran perawat terhadap tindakan pencegahan penularan tuberkulosis paru keluarga, Kesimpulan : Disarankan kepada keluarga agar mematuhi jadwal pengobatan TB paru sesuai dengan jadwal dan rajin berkonsultasi ke Puskesmas untuk perkembangan pengobatan pasien. Kata Kunci Daftar Pustaka
: Peran perawat, pencegahan penularan pada keluarga Tuberkulosis : 24 (2006-2013)
v
PROGRAM STUDY OF NURSES FACULTY OF NURSES & MIDWIFERY UNIVERSITY SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN Thesis, March 2015 Depianti Simarmata Relations nurse's role to prevent the transmission of tuberculosis in the family at Puskesmas Helvetia Medan 2015. xiii + 50 Pages + 6 Table + 1 Scheme + 11 Attatchments
ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a disease that is transmitted high numbers because it takes the nurse's role in the prevention of transmission in families. For the purpose of this study to determine the relationship of the nurse's role precautions pulmonary tuberculosis transmission in the region Puskesmas Medan Helvetia year 2015. This study is descriptive correlation with cross sectional method. The study population is one of the family members who live at home aged 18 years and over who accompany patients to the clinic for treatment of pulmonary tuberculosis Helvetia Medan ranging from January to December 2014 some 870 people. Sampling using purposive sampling techniques, the number of samples in this study amounted to 87 respondents. The result showed a majority of the nurse's role less as much as 32 respondents (36.8%) and preventive measures of pulmonary TB transmission is less by 62 respondents (71.3%). Test results obtained spearmen rank P = 0.063 (P> 0.05). This shows that there is no connection to the nurse's role precautions pulmonary tuberculosis transmission family, Conclusion: It is recommended to families that comply with pulmonary TB treatment schedule in accordance with the schedule and diligent consultation to the health center for the development of the treatment of patients. Keywords: the role of nurses, prevention of transmission in families Tuberculosis Bibliography : 22 (2006 – 2013)
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga sampai saat ini diberikan kekuatan dan anugerah dalam menyelesaikan sikripsi ini dengan judul “Hubungan Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015”.Terwujudya sikripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Parlindungan Purba SH, MM. selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia. 3. Ns. Janno Sinaga, M.kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia, sekaligus dosen penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada peneliti dalam penyelesaian sikripsi. 4. Ns. Rinco Siregar, MNS. Selaku ketua program studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 5. Ns. Galvani Volta Simanjuntak, M.Kep selaku ketua penguji dalam sikripsi ini yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu dan tenaga serta pikiran dalam menyelesaikan sikripsi. 6. Ns. Rumondang Gultom, M.Kes selaku penguji II yang telah banyak memberikan saran dam masukan kepada peneliti dalam menyelesaikan sikripsi ini. 7. Ns. Martahlena Simamora, M.Kep selaku penguji III yang telah meluangkan waktunya, dan bersedia untuk membimbing, membantu, serta memberikan petunjuk dan saran dalam menyelesaikan sikripsi ini. 8. N. Daysi pane. S.Kep.Ns selaku penanggung jawab pengawai tuberkulosis paru di Puskesmas Helvetia Medan. 9. Kedua Orang tua peneliti (N. Manik dan Alm D.Simarmata), saudara kandung peneliti tercinta dalam hal ini kakak dan abang peneliti (Mahendra, Dewi,
vii
Linus,Winda, Maruli, Imanuel, Aldo, willy) yang telah memberikan dukungan baik secara materi, motivasi, dan doa kepada Tuhan dalam menyelesaikan sikripsi ini. 10. David pandiangan yang memberikan motivasi dalam punyusunan sikripsi ini. 11. Seluruh teman-teman yang turut serta dalam mendukung penyusunan sikripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa sikripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian.Namun demikian, besar harapan peneliti, kiranya sikripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih.
Medan,
April 2015
Peneliti
(Depianti Simarmata)
viii
DAFTAR ISI Hal COVER DALAM..................................................................................................... PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... PERNYATAAN ....................................................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................ ABSTRAK................................................................................................................ ABSTRACT ............................................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................................... DAFTAR SKEMA................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................
i ii iii iv v vi vii ix xi xii xiii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................... B. Rumusan Masalah.............................................................................. C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 1. Tujuan Umum ............................................................................. 2. Tujuan Khusus ............................................................................ D. Manfaat Penelitian .............................................................................
1 1 5 5 5 5 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... A. Peran Perawat..................................................................................... 1. Definisi Peran perawat................................................................ B. Tuberkulosis....................................................................................... 1. Pengertian Tuberkulosis paru ..................................................... 2. Patogenesis.................................................................................. 3. Epidemiologi............................................................................... 4. Klasifikasi ................................................................................... 5. Manifestasi Klinis ....................................................................... 6. Komplikasi.................................................................................. 7. Test Diagnostik ........................................................................... 8. Tipe Penderita Tuberkulosis Paru............................................... 9. Proses Penularan Tuberkulosis Paru........................................... 10. Pencegahan Tuberkulosis Paru ................................................... C. Kerangka Konsep............................................................................... D. Hipotesis ............................................................................................
7 7 7 9 9 10 10 11 11 12 13 14 15 22 31 31
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................
32
ix
A. Jenis Penelitian................................................................................... B. Populasi dan Sampel .......................................................................... 1. Populasi....................................................................................... 2. Sampel ........................................................................................ C. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 1. Lokasi Penelitian......................................................................... 2. Waktu Penelitian......................................................................... D. Metode Pengumpulan Data................................................................ 1. Alat Pengumpulan Data .............................................................. 2. Prosedur Pengumpulan Data....................................................... E. Definisi Operasional .......................................................................... F. Aspek Pengukuran ............................................................................. 1. Peran ........................................................................................... 2. Pencegahan penularan tuberklosis paru terhadap keluarga ........ G. Etika penelitian .................................................................................. H. Pengolahan Data ................................................................................ I. Analisa Data....................................................................................... 1. Analisa Univariat ........................................................................ 2. Analisa Bivariat ..........................................................................
32 32 32 32 32 32 32 33 33 33 33 34 34 34 35 36 37 37 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... A. Gambaran umum dan lokasi penelitian.............................................. 1. Lokasi Puskesmas ....................................................................... 2. Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia................................ B. Hasil Penelitian .................................................................................. 1. Hasil Penelitian ........................................................................... 2. Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 3. Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 .................................... 4. Hasil Uji Statistik Peran Perawat dengan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga............................. C. Pembahasan........................................................................................ 1. Peran Perawat ............................................................................. 2. Pencegahan Penularan Tuberkuosis paru pada Keluarga .......... 3. Hubungan Peran Perawat dengan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 ..................................................................... D. Keterbatasan penelitian...................................................................... 1. Jarak ............................................................................................ 2. Sampel ........................................................................................
39 39 40 40 41 41
BAB V
50 50 50
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... A. Kesimpulan ........................................................................................ B. Saran ..................................................................................................
x
42 42 42 43 43 45
48 49 49 49
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1 Defenisi Operasional .............................................................................. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karasteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan tentang peran perawat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015................................................ Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi tentang Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia MedanTahun 2015 .................................................................................. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga di Puskesmas Helvetia MedanTahun 2015 ............ Tabel 4.5 Tabulasi Silang Responden Hubungan Peran Perawat denganPencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015................................................
xi
33
41
42 42
42
DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1.Kerangka Konsep.....................................................................................
xii
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran10 Lampiran 11
: Lembar Permohonan Menjadi Responden : Persetujuan Menjadi Responden : Kuesioner Penelitian : Tabel Frekuensi : Master Data : Surat Mohon Izin Memperoleh Data Dasar : Surat Balasan untuk Izin Memperoleh Data Dasar : Surat Izin Melakukan Penelitian : Surat Balasan Penelitian : Doumentasi : Lembar Kegiatan Bimbingan Skripsi
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Sunaryati,2014).Jumlah penderita tuberkulosis dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang cukup tajam.WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta setiap tahunnya. Pada tahun 2002-2050 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya (WHO, 2011). WHO menyatakan 22 negara dengan beban tuberkulosis paru tertinggi di dunia 50%-nya berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika (Brasil) (Aditama, 2013).Hampir semua negara ASEAN masuk dalam kategori 22 negara tersebut, kecuali Singapura dan Malaysia. Dari seluruh kasus tuberkulosis paru di dunia, dimana terdapat 30% kasus tuberkulosis di India, sedangkan di China ada 15% dan Indonesia ada 5%. Laporan WHO pada tahun 2010, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan estimasi jumlah penderita tuberkulosis paru sebesar 430.000 kasus baru per tahun. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2010 adalah India (1,6-2,4 juta), China sebesar (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan ( 0,4-59 juta), Nigeria (0,37-0,55 juta) dan Indonesia sebesar (0,35-0,52 juta).
Masalah tuberkulosis paru di Indonesia sangat besar,setiap tahunnyaditemukan 583.000 penderita TB paru baru dan angkakematian karena TB paru mencapai 140.000 setiap tahunnya.Walaupun Indonesia telah mencapai kemajuan yang pesat dalam hal peningkatan penemuan kasus tuberkulosis paru menular sebesar 51,6%, pada saat yang sama. Hasil ini memperlihatkan hanyasetengah dari penderita tuberkulosisyang dapat diobati di puskesmas seluruh Indonesia karena mutu pelayanan yang kurang efektif.karenaPenyakit tuberkulosis paru tanpa pengobatan
1
2
setelah 5 tahun, 50% dari penderita akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi dan 25% sebagai kasus kronis yang tetap menular.Penelitian TB-MDR oleh Nugroho pada tahun 2011 didapatkan prevalens TB-MDR primer sebesar 1,6%, sedangkan TB-MDR sekunder 4,19%. Risiko relatif untuk terjadinya TB-MDR pada penderita DM sebesar 37,9 kali dibandingkan dengan bukan penderita DM dan ketidakpatuhan berobat sebelumnyamenyebabkan risiko relatif sebesar 15,5 kali dibandingkan yang patuh. World Health Organization (WHO)
tahun (2008), telah merekomendasikan strategi DOTS
sebagai strategi dalam penanggulangan TB. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS berupa pengembangan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (directly observed treatment, Short cours) (pengawasan langsung menelan obat jangka pendek), yang telah terbukti dapat menekan penularan, juga mencegah perkembangannya multi drugs resistance (MDR) kekebalan ganda terhadap obat tuberkulosis,sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif.
Integrasi strategi DOTS ke dalam pelayanan kesehatan dasarsangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya.Mutu pelayanan kesehatan yang baik sangat dipengaruhi oleh faktor individu, organisasi dan psikologi, salah satunya dapat ditentukan oleh kualitas tenaga kesehatan disarana pelayanan kesehatan.Puskesmas merupakan salah satu institusi pelayanan Kesehatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja dan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakatAwusi, (2009).
Salah satu cara untuk mendukung keberhasilan strategi DOTS di tingkat puskesmas adalah dukungan Peran keperawatan bersifat flexible, yaitu dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja sesuai dengan kesepakatan fasilitator dan masyarakat. Masyarakat tidak mutlak harus penderita TBC ataupun keluarga rawan terkena TBC, tetapi juga dari keluarga sehat yang ingin tahu tentang bahaya TBC, karena tujuan pendidikan kesehatan yang diberikan oleh keperawatan yaitu mengubah
3
perilaku individu, kelompok dan masyarakat indonesia menuju hal positif secara terencana agar masyarakat terhindar daribasil mycobacterium tuberculosis.
Peran perawat sebagai pemberi perawatan perlu di berikan mulai dari memperhatikan kebutuhan dasar pasien tuberkulosis melalui pemberi pelanyanan keperawatan serta memberikan informasi seperti strategi DOTS, penyuluhan dan cara penanganan TB secara tepat dan efektif untuk menambah tingkat pengetahuan pasien TB Paru. peran perawat tentang tugas yang dilaksanakan seorang perawat meliputi memberikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan tuberkulosis paru pada keluarga, memberi dorongan dan mengigatkan langsung kepada pasien maupun keluarga supanya obatnya diminum secara teratur sesuai anjuran petugas kesehatanAwusi, (2009).
Berdasarkan hasil penelitian Awusi, (2009)tentang pelayanan peran pada pasien tuberkulosis paru dan keluarga mengalami hambatan karena pelayanan petugas TB tidak sesuai dengan pedoman. Berdasarkan hasil observasi peneliti diperoleh gambaran bahwa peran perawat sebagai pendidik TB di Puskesmas sebagian besar tidak melakukan komunikasi awal yang ramah berupa pertanyaan mengenai keluhan-keluhan atau gejala-gejala yang dirasakan suspek TB, tidak memberi penjelasan tentang risiko penularan TB, pencegahannya, tidak memberikan informasi tata cara pemeriksaannya sampai pada pengobatannya yang gratis namun membutuhkan waktu lama(6 bulan), tidakmemberikan edukasi cara mengeluarkan dahak yang benar untuk penegakandiagnosis yang tepat dan bahwa penyakit TB dapat disembuhkan.
Pada saat observasi ketika membawa pot dahak pagi (pemeriksaan ke-2 SewaktuPagi-Sewaktu) petugas TB sedang melakukan pelayanan posyandu dan tidak ada petugas kesehatan lain yang mau menerima pot dahak tersebut sehingga suspek penderita TB kembali ke rumah dengan membawa pot dahaknya dan tidak kembali lagi setelah pemeriksaan dahak sewaktu dengan alasan jarak tempat tinggal yang jauh dari Puskesmas.Berdasarkan hal tersebut pelayanan DOTS di Puskesmas tidak
4
memadai untuk mencapai target nasional program Penanggulangan tuberkulosis, sehingga dibutuhkan keterlibatan seluruh penyedia pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dalam membangun jejaring untukmenyediakan pelayanan DOTS bagi seluruh lapisan masyarakatHiswani (2009).
Salah satu faktor pencetus kejadian penularan Tuberkulosis Paru pada keluarga diantaranya adalah lingkungan, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal yang dapat memudahkan penularan TBC.Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lainlain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk penyakit tuberkulosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, dan pada orang dewasa, Hiswani (2009).
Menurut data Profil Kesehatan Wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2013, jumlah pasien TBC di puskesmas Helvetia Medan dari bulan JanuariDesembersebanyakkasus 797 pasien. Yang diobati sebanyak
12%, dan pasien
yang sembuh sebanyak 7,9%.Jumlah penderita TB yang sembuh 7,9% dari target 12%,disini terlihat tidak mencapai target karena di wilayah Puskesmas Helvetia ada RS yang melakukan pengobatan TB paru yaitu RS Sari Mutiara,RS Sufina Aziz.
Hasil Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di puskesmas Helvetia Medan diperoleh data penyakit Tuberkulosis Paru merupakan penyakit dengan jumlah penderita tertinggi setiap tahunnya, dengan jumlah pasien sebanyak 870 orang dan merupakan penyakit sepuluh tertinggi di Peskesmas Helvetia. Jumlah pasien yang menjalani pengobatan sebanyak 90 pasien dan 88 diantaranya sembuh. Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Helvetia Medan di mana 5 keluarga yang peneliti kunjungi pada tanggal 9 februari 2015, ada 1 keluarga yang terdapat 2 orang yang dinyatakan tuberkulosis paru oleh dokter, karena dari wawancara yang dilakukan peneliti bahwa keluarga tidak teratur minum obat, Selanjutnya beberapa keluarga pasien juga mengatakan bahwa perawat tidak
5
pernah datang melakukan penyuluhan kepada keluarga.2 keluarga lain juga mengungkapkan perawat seharusnya menjelaskan tentang pencegahan tuberkulosis paru secara lengkap dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh keluarga.
Berdasarkan latar belakang diatas Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Peran Perawat Kesehatan Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas,Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana HubunganPeran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga di Wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui HubunganPeran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015
2.
Tujuan Khusus a.
Mengetahui karasteristik keluarga pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015
b.
Untuk
mengetahui
peran
perawat
dalam
pencegahan
penularan
tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 c.
Untuk mengetahui tindakan pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia Medan
6
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi keluarga Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi cerminan bagi keluarga tentang pentingnya penerapan pencegahan tuberkulosis paru dan juga menambah wawasan pengetahuan, sikap dan peran sebagai keluarga.
2.
Bagi petugas puskesmas Sebagai bahan masukan, dapat menjadi sumber data dasar dalam melakukan tindakan keperawatan serta merancang program pelayanan keperawatan menjadi lebih baik
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk meneliti aspek lain tentang peran perawat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga.
4.
Bagi Institusi Pendidikan Sebagai informasi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya bagi mahasiswa/i Universitas Sari Mutiara Indonesia tentang hubungan peran perawat terhadap pencegahan tuberkulosis paru pada keluarga sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan masukan untuk peningkatan pengolahan penularan tuberkulosis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. PeranPerawat 1.
Definisi Peran perawat Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku,nilai dan tujuan yang diharapkan diri seseorang berdasarkan posisisnya dimasyarakat(Hidayat, 2006). Sedangkan Menurut Hartanti (2013) mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi social tertentu (Mubarak, 2012).
Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yangsehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalahkesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukanfungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga.Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalahsebagai berikut: a.
Sebagai pendidik Perawat memberikan berbagai informasi dalam membantu keluarga dalam meningkatkan tingkat pengetahuan tentang penanggulangan TB paru, cara penularan tuberkulosis, tujuan pengobatan tuberkulosis, tanda dan gejala tuberkulosis bahkan tindakan yang diberikan perawat, sehingga terjadi perubahan perilaku dari kelurga setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Melalui pendidikan ini di upayakan keluarga tidak lagi mengalami kesulitan
yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat
Sedangkan menurut Supartini (2004), perawat berperan sebagai pendidik baik secara langsung dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan
7
8
pada keluarga maupun secara tidak langsung dengan menolong keluarga dalam pencegahan tuberklosis paru. b.
Koordinator Koordinasi
diperlakukan
pada
perawatan
agar
pelayanan
komprehensivedapat dicapai.Koordinasi juga diperlukan untuk mengatur programkegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpangtindih dan pengulangan. c.
Pelaksana Perawat dapat memberikan perawatan langsung kepada klien dankeluarga dengan menggunakan metode keperawatan.
d.
Pengawas kesehatan Sebagai pengawas kesehatan harus melaksanakanhome visite yang teratur untuk
mengidentifikasi
dan
melakukan
pengkajian
tentang
kesehatankeluarga. e.
Konsultan Perawat
sebagai
masalahkesehatan.
narasumber Agar
bagi
keluarga
keluarga
mau
meminta
dalam
mengatasi
nasehat
kepada
perawat,hubungan perawat dan klien harus terbina dengan baik, kemampuan perawat dalam menyampaikan informasi dan kualitas dari informasi yangdisampaikan secara terbuka dan dapat dipercaya. f.
Kolaborasi Bekerja sama dengan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dananggota tim kesehatan lain untuk mencapai kesehatan keluarga yangoptimal
g.
Fasilitator Membantu keluarga dalam menghadapi
kendala seperti masalah
sosialkonomi, sehingga perawat harus mengetahui sistem pelayanan kesehatanseperti rujukan dan penggunaan dana sehat. h.
Penemu kasus Menemukan
dan
mengidentifikasi
masalah
secara
dini
masyarakatsehingga menghindarkan dari ledakan kasus atau wabah
di
9
B. Tuberkulosis 1.
Pengertian Tuberkulosis paru Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Wahid, 2013).Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity).
Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Mycobakterium tuberculosis seperti halnyabakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patongen termasuk tuberkulosis.
Mycobakterium tuberculosis memiliki rentan suhu yang disukai, merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 C. Pengetahuan mengenai sifat-sifat tersebut agent sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit, sifa-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian agent atau daya tahan tehadap pemanasan atau pendinginan.TBC merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah(Alsagaf, Mukty.2008:2).
10
2.
Patogenesis Patogenesis Tuberkulosis Paru adalah implantasi kuman terjadi pada respiratory bronchial atau alveoli yang selanjutnya akan berkembang sebagai berikut: a.
Fokus primer – kompleks primer – sembuh pada sebagian besar atau meluas – tuberkulosis primer
b.
Dari kompleks primer yang sembuh terjadi reaktivasi kuman yang tadinya dormant pada fokus primer, reinfeksi endogen – tuberkulosis paska primer penyebaran kuman dalam tubuh penderita dapat melalui 4 cara, yaitu : 1) Lesi yang meluas 2) Aliran limfa (limfogen) 3) Melalui
aliran
darah
(hematogen)
yang
dapat
menimbulkan
lesituberkulosis ekstra paru, antara lain pleura, selaput otak, ginjal, dan tulang (Suprapto, 2013).
3.
Epidemiologi TBC kembali muncul ke permukaan sebagai pembunuh utama oleh satu jenis kuman.Di dunia diperkirakan terdapat 8 juta orang terserang TBC dengan kematian 3 juta orang.Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, jumlah penderita TBC meningkat. Menurut WHO, kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, bersalin dan nifas. Oleh karena itu, WHO mencanangkan kedaruratan global pada tahun 1993 karena diperkirakan ¼ penduduk dunia telah terinfeksi kuman TBC ( Notoadmodjo, 2007).
Penyakit TBC cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.Menurut Herryanto(2010),penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di Rumah sakit (pemerintah dan swasta) yang ada di kabupaten dan kota Bandung di temukan peningkatan dua kali lipat resiko TB Aktif pada perokok baik pada laki-laki sekitar 54,5% dan perempuan 45,5%. Pada jenis kelamin laki-laki, penyakit ini lebih tinggi terjadi karena merokok
11
(tembakau) dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh dan lebih mudah terpapar dengan agent penyakit Tuberculosis (Hiswani, 2010). 4.
Klasifikasi Tuberkulosis Paru pada manusia dapat dijumpai dalam 2 bentuk , yaitu : a.
Tuberkulosis primer:Bila penyakit terjadi pada infeksipertama kali
b.
Tuberkulosis paska primer :Bilapenyakit timbul setelah beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh.
Tuberkulosis
Paru
ini
merupakan
palingsering
ditemukan.Dengan
terdapatnyakuman dalam dahak, penderita merupakan sumber penularan (Notoadmodjo, 2007). 5.
Manifestasi Klinis Secara rinci tanda dan gejala Tuberkulosis Paru ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik. a.
Gejala sistemik: 1) Demam Demam merupakan gejala pertama dari Tuberkulosis Paru, biasanya timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang segera mereda.Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam seperti influenza ini hilang dan semakin lama makin panjang masa serangan, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 400 -410C. 2) Malaise Karena Tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak badan , pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.
12
b.
Gejala Respiratorik: 1) Batuk Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produkproduk ekskresi peradangan.Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen. 2) Batuk darah Batuk berdarah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah.Berat dan ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. 3) Sesak nafas Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah ditemukan 4) Nyeri Dada Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena, gejala ini dapat bersifat local atau pleuritik (Halim, 2012).
6.
Komplikasi Komplikasi yang mungkin timbul pada klien Tuberkulosis Paru dapat berupa: a.
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian
karena
syok
hipovolemik
atau
karena
tersumbatnya jalan napas. b. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. c.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
13
7.
Test Diagnostik a.
Pemeriksaan Radiologis: Foto rontgen toraks Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu: 1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan diatas paru 2) Bayangan berwarna atau bercak 3) Terdapat kavitas tunggal atau multiple 4) Terdapat klasifikasi 5) Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru 6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang beberapa minggu kemudian. Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi disegmen apikal dan posterior lobus atas serta segmen apikal lobus bawah. Lesi Tuberculosis bersifat multiform, yaitu terdapat membran beberapa stadia pada saat yang sama misalnya terdapat infiltrate, fibrosis dan klasifikasi bersamaan. Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium penyakit.Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pneumonia terdapat gambaran bercak seperti awan dengan batas yang tidak jelas.Kemudian pada lesi berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas lebih jelas. Apabila lesi diliputi oleh jaringan ikat maka akan terlihat bayangan bulat terbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila lesi tuberculosis meluas maka akan terjadi perkijuan, yang apabila dibatukan akan menimbulkan kavitas. Kavitas ini akan bermacam-macam bentuknya “multiloculatied”, dinding tebal dan sklerotis. Bila juga ditemukan atelektasis pada satu lobus bahkan pada satu paru, kadang - kadang kerusakan yang luas ditemukan pada kedua paru. Gambaran fibrosis tampak seperti garis-garis yang padat, sedangkan klasifikasi Sering
juga
dijumpai
terlihat sebagai bercak dengan densitas tinggi. penebalan
yang
tersebar
merata
dikedua
14
paru.Gambaran efusi pleura dan pneumotoraks juga sering menyertai Tuberkulosis Paru. b.
Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah: pada Tuberkulosis Paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED) 2) Sputum
BTA:
pemeriksaan
menemukan kuman
bakteriologik
dilakukan
untuk
Mycobacterium Tuberculosis. Pemeriksaan
penting untuk diagnose definitive dan menilai kemajuan klien dilakukan tiga kali berturut – turut dan biakan / kultur BTA selama 48 minggu.
c.
Test Tuberculin (Mantoux Test) Pemeriksaan ini biasanya diberikan suntikan PPD (Protein Perified Derivation) secara intra kutan 0.1 cc. Lokasi penyuntikan umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberculosis dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi suntikan. Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut: 1) Indurasi 0-5 mm: negative 2) Indurasi 6-9 mm: meragukan 3) Indurasi > 10 mm: positif (Halim, 2012).
8.
Tipe Penderita Tuberkulosis Paru Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatansebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu : a.
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b.
Kambuh (Relaps) adalah penderita Tuberkulosis Paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis Paru dan telah dinyatakan
15
sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. c.
Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain, kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
d.
Pengobatan setelah lalai (Default/Drop-out ) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan pemeriksaan dahak BTA positif.
e.
Gagal 1) Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan setelah pengobatan) atau lebih. 2) Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
f.
Kasus Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan sputum masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang ( Imam, 2013).
9.
Proses Penularan Tuberkulosis Paru a.
Proses Penularan Daya penularan dari seorang penderita tuberkulosis paru ditentukan oleh: 1) Banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita. 2) Penyebaran kuman diudara. 3) Penyebaran kuman bersama dahak berupa doplet dan berada disekitar penderita tuberkulosis paru. Kuman Microbakterium Tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA positif) dan sangat infeksius. Sedangkan penderita yang kumannya tidak dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA negatif ) dan sangat kurang menular. Penderita Tuberkulosis Paru dengan BTA positif mengeluarkan kuman – kuman di udara dalam bentuk droplet
16
yang sangat kecil pada waktu bersin atau batuk.Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam.
Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang lain. Jika kuman tersebut menetap dalam paru orang yang menghirupnya kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadi infeksi. Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian(Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan penyakit Tuberkulosis Paru Teori John Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan lingkungan (environmen ).
1) Agent / Bibit penyakit a) Macam Sumber Penularan Sumber penularan adalah dahak penderita TB. TB menular melalui udara bila penderita batuk, bersin dan berbicara dan percikan dahaknya yang mengandung kuman TBC melayanglayang di udara dan terhirup oleh orang lain. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.Penderita TBC Paru dengan BTA Positif, dapat menularkan kepada 10 orang di sekitarnya.(BTA Positif artinya dalam parunya terdapat bakteri TB), (Emiliadiasri, 2011).
17
b) Spesies / Kelas Agent Penyakit TB disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacteria, pada manusia terutama oleh Mycobacterium tuberculosis.Bakteri Tuberculosis biasanya menyerang paru-paru (sebagai TB paru) tetapi TB bisa juga menyerang system syaraf pusat.System limfatik,
system
sirkulasi,
system
genitourinary,
tulang,
persendian, dan bahkan kulit.
c) Jumlah agent Tidak
semua
orang
menjadi
sakit
walaupun
mendapat
infeksi.Status infeksi suatu masyarakat dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Jika tes tuberkulin positif dianggap seseorang telah terinfeksi oleh basil tuberkulosis
2) Host / Pejamu a) Kepadatan populasi Keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan tuberkulosis paru.Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload.Hal ini tidak
sehat,
sebab
disamping
menyebabkan
kurangnya
mengkonsumsi oksigen. Bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
b) Perilaku Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara
18
penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
c) Pekerjaan Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis
pekerjaan
seseorang
juga
mempengaruhi
terhadap
pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan
selain
itu
juga
akan
mempengaruhi
terhadap
kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yangdimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
d) Umur Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TB. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian :
19
(1) Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda (pada usia muda atau usia produktif (15–50 tahun)sesuai dengan pertumbuhan, (3) Perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita. (4) Puncak sedang pada usia lanjut. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TBParu. e) Jenis Kelamin Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin lakilaki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok
tembakau
dan
minum
alkohol
sehingga
dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru. f)
Imunitas Status gizi seseorang, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku juga berperan penting dalam mekanisme pertahanan umum atau imunitas seseorang terhadap penyakit.Masalah gizi menjadi penting karena perbaikan gizi merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan penularan dan pemberantasan TBC di Indonesia.
g) Pendidikan
20
Orang dengan tingkat pengetahuan rendah, terutama tingkat pengetahuan tentang penyakit yang rendah dan tidak ada pengalaman sebelumnya tentang TB akan bersifat tidak peduli dan lalai akan penyakit yang sedang dialami orang tersebut.
3) Environment/ Lingkungan a) Sanitasi ruangan Sanitasi ruangan yang baik dapat meminimalisir terjadinya TB, karena atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai
media
yang
baik
bagiberkembangbiaknya
kumanMycrobacterium tuberculosis(Emiliadiasri, 2011).
Sanitasi ruangan untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang.Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang.Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, disyaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75m.
b) Sanitasi Udara Pengaturan sanitasi udara dengan mengupayakan ventilasi yang baik (cross ventilation), agar partikel dari orang batuk atau bersin dapat cepat terdilusi di udara sehingga kandungan bakteri lebih kecil.
21
(1) Aerasi ruangan Untuk meningkatkan kadar oksigen di dalam ruangan maka dibuat ventilasi agar aliran udara lancar. Ventilasi untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit Tuberkulosis Paru.
(2) Sinar matahari Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
(3) Pencahayaan ruangan Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai.Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca.Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup (Emiliadiasri, 2011).
22
10. Pencegahan Tuberkulosis Paru Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat pada petugas kesehatan (www.library.usu.ac.id).Terdapat beberapa cara untuk mencegah TBC, yaitu: a.
Pegawasan penderita, Kontak dan Lingkungan 1) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarang tempat. Bila harus meludah, gunakan tempat seperti tempolong atau kaleng tertutup, untuk menampung dahak. Cara yang aman untuk menjauhkan dahak Anda dari orang lain adalah buanglah dahak Anda ke lubang WC, atau timbun tampungan dahak ke dalam tanah di tempat yang jauh dari keramaian. 2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BSG. 3) Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang terinfeksi, pengobatan khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan. 4) Des-Infeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup. 5) Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, bisa digunakan di tempat-tempat di mana sekumpulan orang dengan berbagai penyakit harus duduk bersama-sama selama beberapa jam (misalnya di rumah sakit, ruang tunggu gawat darurat). Sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat di dalam udara.
23
6) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya. 7) Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan risiko tinggi TBC, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes tuberkulin positif, tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit. Isoniazid diminum setiap hari selama 6-9 bulan. 8) Penderita tidak perlu tidur terpisah dari keluarga selama menjalankan pengobatan dengan tekun dan teratur. 9) Tidak meludah di sembarang tempat. Sebaiknya meludah di tempat ludah. 10) Menjemur kasur, bantal dan tempat tidur terutama pagi hari. 11) Immunisasi BCG, diberikan kepada bayi berumur 3-14 bulan. dapatkan secara Cuma-Cuma di Posyandu atau Puskesmas.
b.
Tindakan pencegahan 1) Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor resiko, seperti kepadatan penghuni, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan. 2) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suppect, perawatan. 3) Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan. 4) BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. 5) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya. 6) Pemeriksaan bakteriologi dahak pada orang dengan gejala TB.Paru
24
7) Pemeriksaan screning dengan tuberculin test pada kelompok beresiko tinggi, orang-orang kontak dengan penderita, petugas di rumah sakit, petugas atau guru disekolah, petugas foto rontgen. 8) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan tuberculin test.Menurut dr.Yohannes Y.Laban, langkah atau cara pencegahan yang paling efektif ialah memutus rantai penularan, yaitu mengobati penderita sampai benar-benar sembuh serta melaksanakan pola hidup sehat dan bersih.
11. Pengobatan Tuberkulosis Paru Tujuan pengobatan TB adalah: a.
Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
b.
Mencengah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutan.
c.
Mencegah kekambuhan
d.
Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
e.
Mencegah terjadinya resisten obat serta penularannya. Pengobatan TB terbagi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.
1) Obat anti tuberkulosis (OAT) Obat yang dipakai: a) Jenis obat lini pertama adalah:
INH
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
b) Jenis obat lini kedua adalah:
Kanamisin
Kapreomisin
25
Amikasin
Kuinolon
Sikloserin
Etionamid/ Protionamid
Para- Amino Salisilat (PAS)
Obat- obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid, amoksilin + asam klavulanat, linezolid, clofazimin)
OAT lini keduanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB multidrug resistant (MDR). Beberapa obat seperti kampreomisin, sikloserin, etionamid belum tersedia pasaran indonesia tetapi sudah digunakan
pada
pusat
pengobatan
TB-MDR.
Pengembangan
pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR (PDPI, 2011).
2) Panduan obat anti tuberkulosis Pengobatan TB standar di bagi menjadi
Pasien baru Panduan obat yang di anjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif di lanjutkan dengan pemberian
dosis
tiga
kali
seminggu
dengan
DOTS
2HRZE/4H3R3
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual.
Tuberkulosis paru dan ekstraparu di obati dengan regimen pengobatan yang sama dan lama pengobatan berbeda yaitu:
Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena beresiko kecacatan. Etambutol sebaiknya di gantikan dengan streptomisin.
26
TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai respons pengobatan(PDPI, 2011).
3) Efek samping oat Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat.Bila efek samping ringan dapat diatasi dengan obat simtomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan (PDPI, 2011).
Tabel 4. Pendekatan berdasarkan masalah untuk penatalaksanaan OAT : (PDPI, 2011). Efek Samping Mayor
Obat
Tatalaksana Hentikan Obat penyebab dan rujuk secepatnya
Kemerahan kulit dengan atau tanpa gatal
Streptomisin Isoniazid Rifampisin Pirazinamid
Hentikan OAT
Tuli (bukan disebabkab oleh kotoran) Pusing
Streptomisin
Hentikan streptomisin
Streptomisisn
Hentikan streptomisin
Kuning (setelah penyebab lain disingkirkan), hepatitis
Isoniazid Pirazinamid Rifampisisn
Hentikan pengobatan TB
Efek samping Minor
Obat
Teruskan pengobatan, evaluasi dosis obat
Bingung (di duga gangguan hepar berat bila bersamaan dengan kuning) Gangguan penglihatan
Sebagian besar OAT
Hentikan pengobatan TB
Etambutol
Hentikan Etambutol
Syok, purpura, gagal ginjal akut Penurunan jumlah urine
Rifampisin
Hentikan Rifampisin
Streptomisin
Hentikan Streptomisisn
27
Tidak nafsu makan, mual dan nyeri perut
Pirazinamid Rifampisin Isoniazid
Hentikan obat bersamaan dengan makanan ringan atau sebelum tidur dan anjurkan pasien untuk minum obat dengan air sedikit demi sedikit. Apabila terjadi muntah yang terus menerus, atau ada tanda perdarahan segera pikirkan sebagai efek samping mayor dan segera rujuk.
Nyeri sendi
Pirazinamid
Aspirin
Mengantuk
Isoniazid
Yakinkan kembali, berika obat sebelum tidur.
Urine berwarna kemerahan atau oranye
Rifampisin
Yakinkan pasien dan sebaiknya pasien diberi tahu sebelum pengobatan
Sindrom flu (demam, menggigil, malaise, sakit kepala, nyeri tulang)
Dosis Rifampisin intermiten
Ubah pemberian dari intermiten ke pemberian harian.
4) Pengobatan suportif a). Pasien rawat jalan Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya.Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dilakukan pengobatan rawat jalan.Selain OAT kadang perlu
pengobatan
tambahan
meningkatkan
daya
tubuh
tahan
atau
atau
suportif
mengatasi
untuk gejala/
keluhan.Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil akhir penyakit infeksi termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi.Makanan sebaiknya bersifat tinggi kalori protein, secara umum protein hewani lebih superior dibanding nabati dalam merumat imunitas. Selain itu bahan mikronutrien seperti Zink, vitamin D, A,C dan zat besi diperlukan untuk mempertahankan imunitas tubuh yang berperan penting dalam melawan TB (PDPI, 2011). Beberapa rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB adalah:
28
(1) Pemberian makanan dalam jumlah porsi kecil diberikan 6 kali perhari lebih diindikasikan menggantikan porsi biasa tiga kali perhari (2) Bahan- bahan makanan rumah tangga, seperti gula, minyak nabati, mentega kacang, telur dan bubuk susu kering nonlemak dapat dipakai untuk pembuatan bubur, sup, kuang daging, atau minuman berbahan kandungan kalori dan protein tanpa menambah besar ukuran makanan. (3) Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang dikomsumsi untuk mencukupi asupan vitamin D dan kalsium secara adekuat. (4) Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran di komsumsi tiap hari. (5) Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver serial, polong, kentang, pisang. (6) Alkohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori tinggi, tidak memiliki vitamin dan juga dapat memperberat fungi hepar. (7) Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum minimal 6-8 gelas per hari) (8) Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.
b) Pasien rawat inap TB paru disertai keadaan/ komplikasi sebagai berikut: (1) Batuk darah masif (2) Keadaan umum buruk (3) Pneumotoraks (4) Empiema (5) Efusi pleura (6) Sesak nafas berat (bukan karena efusi pleura Pengobatan suportif/ simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat.
29
5) Directly Observed Tretment Short Course (DOTS) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan TB adalah strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO. Strategi DOTS menyarankan adanya suatu pengawasan minum obat (PMO) bagi penderita Tuberkulosis Paru
selama
menjalani pengobatan hingga tuntas, yakni dalam rentang waktu antara 6-9 bulan. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci: a) Komitmen politis b) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya c) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus tuberklosis dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. d) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu e) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja progran secara keseluruhan, dalam perkembangan dalam upanya ekspansi penanggulangantuberkulosis.
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasikan oleh WHO: (1) Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan kasus dan penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh pasien terutama pasien tidak mampu. (2) Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktivitas gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan lain yang relevan. (3) Konstribusi pada sitem kesehatan, dengan kolaborasi bersama program kesehatan yang lain dan pelayanan umum.
30
(4) Melibatkan seluruh praktis kesehatan, masyarakat, swasta dan nonpemerintah dengan pendekatan berdasarkan Public-Private Mix untuk mematuhi International Standars of TB Care. (5) Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif. (6) Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat baru, alat diagnostik dan vaksin.
Jenis dan Dosis pengobatan Tuberkulosis Paru yaitu: (a) Isoniasid Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90%
populasi
kuman dalam
beberapa
hari
pertama
pengobatan.Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik
aktif
yaitu
kuman
yang
sedang
berkembang.Dosis pengobatan harian 300-400mg, sedangkan pengobatan intermiten 700-800 mg. Efek samping adalah rasa kesemutan didaerah tangan dan kaki.Keluhan ini hanya banyak ditemukan pada pasien gizi buruk.
(b)Rifampisin (R) Bersifat bakterisid, bekerja baik di dalam maupun diluar sel. Dosis pengobatan harian 450–600 mg, sedangkan pengobatan intermiten 600 mg.Efek samping obat ini adalah mual, sakit kepala.Sebaiknya obat ini diminum sebelum tidur dimalam hari.
(c)Pirasinamid (Z) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten tiga kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.Efek
31
samping obat ini rasa mual yang hebat dan nyeri pada ulu hati.
(d)Streptomisin (S) Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten tiga kali seminggu digunakan dosis yang sama. Efek samping dapat menimbulkan rasa kesemutan disekitar mulut dan muka saat obat disuntikan.
(e)Etambutol (E) Bersifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten (tahap lanjutan)tiga kali seminggu digunakan dosis 45-50 mg/kg BB. Pengobatan diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan (intermiten).Pada tahap intensif penderita mendapat OAT setiap hari selama dua bulan.Bila tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu.Sebagian besar penderita Tuberkulosis Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan (intermiten) penderita mendapat jenis OAT tiga kali dalam seminggu, namun dalam jangka waktu selama empat bulan ( Emiliadiastri, 2011).
C. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini : Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel Independent Peran Perawat -
Baik
-
Cukup
-
Kurang
Variabel Dependent Pencegahan Penularan Tuberklosis paru
-
Baik Buruk
32
D. Hipotesis a.
Ha
: Terdapat hubungan antara peran perawat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yang bersifat deskriptif korelasidengan bentuk mengidentifikasi
rancangan
cross sectional
hubunganperan
perawat
terhadap
yang bertujuan untuk pencegahanpenularan
tuberklosis paru pada keluarga di Wilayah Puskesmas Helvetia Medan.
B. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi penelitian ini adalahseluruh keluargayang mempunyai anggota keluarga yang menderita tuberkulosis paru yang datang menemani pasien berobatke Puskesmas Helvetia Medan tahun 2014 berjumlah 870 pasien.
2.
Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah salah satu anggota keluarga yang tinggal serumah yang berusia 18 tahun ke atas yang menemani pasien tuberkulosis paru berobat ke puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015. Tehnik pengambilan sample dalam penelitian ini, menggunakan tehnik purposive sampling.Jumlah sampel pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus Notoadmojo yaitu sebesar 10% dari jumlah populasi sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 87 responden(Notoadmojo, 2010).
C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.
Lokasi Penelitian Penelitian inidilakukan di Wilayah Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015
2.
Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Maret tahun 2015.
33
34
D. Metode Pengumpulan Data 1.
Alat Pengumpulan Data a.
Data primer Data primer di peroleh dengan menggunakan lembar kuesioner secara langsung kepada responden untuk mengetahui hubungan peran perawat dan pencegahan penualaran tuberkulosis pada keluarga.
b. Data sekunder Data sekunder diperoleh dengan cara mengambil data rekam medik yang sudah tersedia di
Puskesmas Helvetia dan instansi terkait yang
berhubungan dengan penelitian ini.
2.
Prosedur Pengumpulan Data Sebelum penelitian dilakukan, maka peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas dimana menunjukan sejauh mana uji tersebut benar-benar di ukur dan dapat dipercaya. Hasil uji validitas dan realibilitas untuk peran cronbach’s alpah = 0,955 dan tindakan pencegahan cronbach’s alpha 0,907.Nilai r setiap item kuesioner >dari nilai r tabel.
E. Definisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional Penelitian No
Variabel
Defenisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Pandangan keluarga tentang tugas yang dilaksanakan oleh seorang perawat meliputi penyuluhan, memberi dorongan, mengigatkan cara pencegahan seperti menutup mulut waktu batuk, menjemur tempat tidur, membuat ventilasi kamar dan menyarankannya minum obat secara teratur.
Kuesioner
Baik
Skala Ukur
1. Peran
: 19-25
Cukup : 12-18 Kurang : 5-11
Ordinal
35
2
Pencegahan penularan tuberculosis pada keluarga
Upaya yang sudah dilakukan keluarga dalam menurunkan/ mengurangi resiko penularan tuberkulosis paru terhadap anggota keluarga.
Kuesioner
1. Baik 2. Buruk
Ordinal
36
F. Aspek Pengukuran 1.
Peran Pernyataan untuk mengidentifikasika peran perawat tentang pencegahan penularan tuberculosis paru dan salah, dengan pernyatan yaitu 5 pernyataan. Pada jawaban yang benar diberi skor = 5, dan jawaban yang salah diberi skor = 1. Jumlah skor tertinggiadalah 25 dan jumlah skor terendah adalah 5 (nursalam, 2003),Menurut Sudjana (2002), berikut ini adalah penghitungan rangeperan tentang pencegahan TBC: Rentang = Data terbesar- Data terkecil R = 25 - 5 = 20
= =
Rentang Banyak kelas 20 3
= 6,6 = 7 Keterangan : P
= Nilai yang dicari
Rentang = Nilai jawaban tertinggi dikurang Nilai jawaban terendah BK
= Banyak kelas
Berikut adalah pengkategorian hasil skoring terhadap peran pencegahan penularan TBC adalah :
2.
a.
Dikategorikan peran baik apabila skor 19-25.
b.
Dikategorikan perancukup apabila skor 12-18.
c.
Dikategorikan peran kurang apabila skor 5-11
Pencegahan penularan tuberklosis paru terhadap keluarga Pernyataan untuk mengidentifikasi pencegahan penularan tuberklosis paru terhadap keluarga terdiri dari 9 (sembilan) pertayaaan. Untuk jawaban
37
yangbenar diberi skor 5, untuk jawaban yang salah diberi skor 1. Jumlah skor tertinggi sama dengan 45 dan jumlah skor terendah sama dengan 9 (Nursalam, 2003). Menurut Sudjana (2002), berikut penghitungan rentang =
Rentang Banyak kelas
45 − 9 2 36 = 2 =
= 18
Pengukuran pencegahan penularan TBC terhadap keluarga yaitu : a.
Dikategorikanpencegahan TBC terhadap keluarga patuh bila skor 28-45.
b.
Dikategorikanpencegahan TBC terhadap keluarga tidak patuh bila skor 927.
G. Etika penelitian Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak azasi dalam kegiatan penelitian.
Dalam penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon partisipan untuk meminta kesediaan menjadi pertisipan penelitian. Peneliti harus melalui beberapa tahap pengurusan perijinan sebagai berikut: peneliti meminta surat ijin dari Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan untuk mengambil dan survey awal di Puskesmas Helvetia Medan, setelah mendapatkan ijin dari Dekan Fakultas Keperawatan, peneliti meminta ijin kepada kepala Puskesmas Helvetia Medan, setelah mendapatkan ijin maka peneliti meminta ijin kepada kepala petugas penanganan TB Paru untuk melakukan penelitian di Puskesmas Helvetia Medan
38
kemudian peneliti mendatangi calon partisipan untuk meminta persetujuan menjadi partisipan. Setelah mendapat persetujuan maka peneliti melaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-etika dalam melakukan penelitian yaitu: 1.
Informed Consents Peneliti memberikan lembar persetujuan (Informed Consent) kepada responden dan menjelaskan kepada responden tujuan dari penelitian. Setelah peneliti menjelaskan lembar persetujuan kepada responden, peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk membaca dan bertanya sehubungan dengan isis lembar persetujuan. Setelah responden bersedia maka peniliti melanjutkan penelitian.
2.
Anomity ( Tanpa nama) Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.
3.
Confidentiality (Kerahasiaan) Setelah peneliti mendapatkan informasi dari responden, peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitiannya dalam bentuk kuesioner, hanya hasil penelitian yang sudah diolah dengan program komputer yang dilaporkan dan memberikan nomor responden sehingga dalam penelitian tidak mempublikasikan identitas berupa nama.
H. Pengolahan Data Setelah data terkumpul maka data diolah dengan langkah sebagai berikut : 1.. Editing/memeriksa Memeriksa atau mengevaluasi kelengkapan dan konsisten dari semua jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan responden.
39
2.
Coding/memberi tanda kode Data yang diolah diubah dalam bentuk angka atau kode sebagai berikut: untuk kategori umur: <19 tahun diberi kode 1, umur 30-39 tahun diberi kode 2, umur >40 tahun diberi kode 3. Untuk kategori pendidikan SMP diberi kode 1, SMA diberi kode 2, D-III diberi kode 3, SI diberi kode 4, PNS diberi kode 5, dan tidak sekolah diberi kode 6. Untuk kategori pekerjaan: petani diberi kode 1, wiraswasta diberi kode 2, swasta diberi kode 3, IRT diberi kode 4, dan tidak bekerja diberi kode 5. Untuk kategori jenis kelamin: laki-laki diberi kode1, dan untuk perempuan diberi 2. Untuk kategori peran perawat: baik diberi kode 1, cukup diberi kode 2, kurang diberi kode 3. Untuk kategori pencegahan penularan tuberkolosis: baik diberi kode 1, buruk kode 2. Keterangan: 1 diberi nilai yang salah dan 2 untuk nilai benar.
3.
Tabulating Yaitu mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan item pernyataan untuk mempermudah analisa data, pengolahan setelah itu memasukkan data kedalam tabel distribusi tabulasi silang untuk pengambilan kesimpulan.
4.
Scoring Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai dengan kriteria pada program komputer untuk dianalisa secara univariat dan bivariat.
I.
Analisa Data 1.
Analisa Univariat Analisa univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel independen (pencegahan penularan tuberkulosis) dan variabel dependent (peran perawat).
40
2.
Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan peran terhadap pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan uji statistik rank spearmen dengan tingkat kepercayaan 95% dengan nilai α : 0,05.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum dan lokasi penelitian Puskesmas Medan Helvetia terletak di jalan Kemuning Perumnas Helvetia, Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia. Adapun bentuk pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas Helvetia terdiri dari: Pendaftaran, Balai Pengobatan, Poli Gigi dan Mulut, Poli THT, Apotek, KIA/KB, Laboratorium Ruang Rawat Inap, Ruang Bersalin, Ruang Sanitasi, Ruang Pengambilan Rujukan dan Ruang (pembrantas penyakit menular) P2M.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Puskesmas Helvetia berpedoman pada 18 program pokok Puskesmas termasuk diantaranya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Dari hasil pendataan yang ditemukan sampai saat ini, penderita TB Paru termasuk dalam 10 penyakit terbesar di Puskesmas Helvetia Medan. Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya peran perawat, dan kesadaran keluarga/masyarakat tentang kepedulian untuk mencegah agar tidak semakin menyebarnya penyakit TB.Dari survei langsung yang diadakan ke lokasi penelitian, Kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas Helvetia untuk mengantisipasi terjadinya penyebaran/ penularan TB Paru adalah melaksanakan penyuluhan ke rumah- rumah, lingkungan penduduk, kerja sama dengan Rumah Sakit dan BP4 di wilayah kerja dalam hal pelaporan kasus TB Paru dan kerjasama dengan perguruan tinggi agar mahasiswa PKL ikut turun ke lapangan serta memberikan promosi kesehatan
tentang
Pencegahan
penularan
41
TB
Paru
pada
keluarga.
42
1.
Lokasi Puskesmas Puskesmas Medan Helvetia terletak di Jalan Kemuning Perumnas Helvetia, Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia. Batas wilayahnya yaitu : Utara
: Berbatasan dengan Kab.Deli Serdang
Selatan
: Berbatasan dengan Kec. Medan sunggal
Barat
: Berbatasan dengan Kec. Medan Sunggal
Timur
: Berbatasan dengan Kec. Medan Barat dan MedanPetisah
2.
Luas wilayah kerja
: 11,60 Km2
Jumlah lingkungan
: 88 lingkungan
Wilayah Kerja Puskesmas Medan Helvetia Puskesmas Helvetia adalah salah satu Puskesmas rawat inap di KotaMedan dengan luas tanah 410,75 m2. Luas tanah rumah dinas Dokter 357.75m2.Luas tanah rumah dinas paramedis masing-masing 178,875m2.Luas bangunan Puskesmas 350 m2 dan luas bangunan rumah dinas masing-masing 100m2.Puskesmas Helvetia melakukan pelayanan kesehatan terhadap 7 kelurahan yang ada di wilayah kerja kecamatan Medan Helvetia, yaitu: a) Kelurahan Helvetia b) Kelurahan Helvetia Tengah c) Kelurahan Helvetia Timur d) Kelurahan Tanjung Gusta e) Kelurahan Sei Sikambing C II f)
Kelurahan Dwikora
g) Kelurahan Cinta Damai
Pada wilayah kerja Puskesmas Helvetia terdapat 2 buah Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu Puskesmas Pembantu Tanjung Gusta yang terletak di jalan Gaperta dan Puskesmas Pembantu Dwikora yang terletak di jalan Setia Luhur.
43
B. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian mengenai “Hubungan Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015, maka didapat hasil penelitian sebagai berikut:
1.
Data Demografi Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karasteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan tentang peran perawat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas HelvetiaMedan Tahun 2015
(N=87) No
Karasteristik
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
19 43 25
21,8 49,5 28,7
31 56
35,6 64,4
6 39 16 7 9 10
6,9 44,8 18,4 8,0 10,4 11,5
9 19 36 13 10
10,3 21,9 41,4 14,9 11,5
1
Umur 18-28 29-39 > 40 2 Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan 3 Pendidikan SMP SMA DIII SI SD Tidak sekolah 4 Pekerjaan Petani Wiraswasta Swasta IRT Tidak bekerja (Sumber : Data primer, 2015)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa seluruh responden sebanyak 87 orang mayoritas yang berusia diantara 20-39 tahun sebanyak 43 orang (49,4%), jenis kelamin perempuan sebanyak 56 orang (64,4%), pendidikan terahir SMA sebanyak 39 orang (44,8%) dan pekerjaan Swasta sebanyak 36 orang (41,4%).
44
2.
Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi tentang Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 20 (N=87) No Peran perawat 1 Baik 2 Cukup 3 Kurang (Sumber : Data primer, 2015)
Frekuensi 25 30 32
Persentase (%) 28,7 34,5 36,8
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas peran perawat tentang pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga adalah kurang sebanyak 32 orang (36,8%). 3.
Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 (N=87) No Pencegahan penularan tuberkulosis 1 Baik 2 Buruk (Sumber : Data primer, 2015)
Frekuensi 25 62
Persentase (%) 28,7 71,3
Berdasarkan tabel diatas mayoritas pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga adalah kurang yaitu sebanyak 62 orang (71,3%). 4.
Hasil Uji Statistik Peran Perawat dengan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga. Tabel 4.4 Tabulasi Silang Responden Hubungan Peran Perawat dengan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia MedanTahun 2015 (N=87) Kategori peran Baik Cukup Kurang
Baik 7 4 14
Kategori pencegahan Buruk Total 18 25 26 30 18 32
% 28,7 34,5 36,8
Value (P) 0,063
45
(Sumber : Data primer, 2015)
Berdasarkan tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa dari 25 responden yang mengatakan peran perawat baik, terdapat 18 responden dengan tindakan pencegahan Buruk. Dan dari 30 responden mengatakan peran perawat Cukup, terdapat 26 responden dengan tindakan pencegahan Buruk.Sedangkan dari 32 responden yang mengatakan peran perawat Kurang, terdapat tindakan pencegahan Buruk sebanyak 18 responden. Hasil tabulasi silang peran perawat terhadap tindakan pencegahan diperoleh hasil P = 0,063 (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara peran perawat terhadap tindakan pencegahan penularan tuberkulosis paru keluarga. C. Pembahasan 1.
Peran Perawat Berdasarkan tabeldistribusi frekuensi peran perawat (tabel 4.2) dapat dilihat bahwa mayoritas peran perawat di Puskesmas Helvetia Medan adalah kurang sebanyak 32 responden (36,8%). Hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga kesehatan yang bertugas khusus dalam pengobatan tuberkulosis paru. Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama proses
penelitian perawat yang bertugas khusus dalam pengobatan tuberkulosis paru hanya 1 orang. Sementara jumlah pasien tuberkulosis paru yang berkunjung ke Puskesmas Helvetia Medan cukup banyak sehingga perawat tidak dapat memberikan informasi tentang pencegahan tuberkulosis paru secara maksimal.
Peran perawat dalam pencegahan dan penanganan tuberkulosis paru yaitu sebagai pendidik, pelaksana, konsultan, kolaborasi dan fasilitator.Dalam peran sebagai pendidik, perawat berperan dalam memberikan penjelasan tentang penyakit tuberkulosis paru, jadwal minum obat, manfaat minum obat dan efek samping dari OAT.
Hal ini sesuai dengan pendapat Supartini (2009) yang menyatakan perawat berperan
sebagai
pendidik
baik
secara
langsung
dengan
memberi
penyuluhan/pendidikan kesehatan, pada keluarga maupun secara tidak
46
langsung dengan menolong keluarga dalam pencegahan tuberkulosis paru. Namun dalam pelaksanaannya, pasien mengatakan bahwa perawat masih belum melakukan perannya sebagai pendidik karena keterbatasan waktu berkonsultasi dengan petugas kesehatan.Selain itu perawat juga tidak pernah mengevaluasi perkembangan pasien saat minum obat. Jika pasien dan keluarga datang kembali untuk berobat dan tidak aktif bertanya maka perawat juga tidak akan menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang pencegahan TB paru.
Hasil penelitian yang mendukung hasil diatas adalah yang dilakukan oleh Zuliana (2009) yang meneliti faktor- faktor yang mempengaruhi peran perawat dalam pencegahan tubercolosis paru adalah ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), Lokasi/jarak, kunjungan rumah dan mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampaiselesai pengobatan.Hal ini sesuai dengan wawancara dengan petugas kesehatan yang mengatakan bahwa keterbatasan kesediaan OAT di puskesmas mengakibatkan perawat tidak dapat melakukan kunjungan rumah kepada pasien. Ketersediaan OAT dilihat dari tersedia atau tidaknya OAT pada jadwal pengambilan obat responden dan kualitas obat yang diperoleh dari Puskesmas.Pasien dan keluarga seringkali datang ke Puskesmas untuk mengambil obat sesuai jadwal tetapi karena tidak adanya obat menjadi faktor penghambat pelaksanaan program pencegahan TB paru.
Lokasi/ Jarak rumah pasien yang terlalu jauh juga menjadi hambatan bagi perawat dalam melakukan perannya sebagai perawat TB sehingga puskesmas telah membuat suatu strategi untuk mengunjungi pasien dengan membentuk kader di masyarakat. Kader berperan dalam mengawasi
pasien TB agar
menelan obat secara teratur sampaiselesai pengobatan. Selain itu kader juga berperan dalam memfasilitasi pasien dan keluarga yang mengalami keluhan selama minum obat untuk berkunjung ke puskesmas.
47
Menurut Zuliana (2009) sikap petugas melalui keramahan petugas, perhatian terhadap keluhan responden, penjelasan tentang penyakit yang diderita responden, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktuyang telah ditentukan dan perhatian terhadap kemajuan dan efek samping yang mungkin dialami responden sangat mempengaruhi tindakan pencegahan dalam keluarga.
Dalam penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita, penyuluhan ini di tujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supanya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh.Bagi anggota keluarga
yang sehat
dapat
menjaga, melindungi
dan meningkatkan
kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB Paru.Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yangmempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segeramemeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan sangat membantu upaya penularan TB Paru dalam keluarga.
2.
Pencegahan Penularan Tuberkuosis paru pada Keluarga Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pencegahan penularan Tubercolosis paru pada keluarga (tabel 4.3)adalah mayoritastindakan pencegahan tuberkulosis paru adalah Buruk yaitu sebanyak 62responden (71,3%). Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran keluarga akan bahaya penularan TB Paru. Pendapat ini didukung oleh hasil observasi peneliti saat penelitian keluarga membuang sputum pasien TB dihalaman rumah, sedangkan keluarga sudah pendapatkan informasi tentang pembuangan sputum pasien.Selain itu, keluarga juga tidak menggunakan masker saat mengantarkan pasien berobat ke puskesmas.
Hal ini sesuai dengan peneltian Anwar (2012) diperoleh data bahwa angka penularan TB paru dengan kontak serumah sebesar 13%.Artinya dalam setiap seratus rumah tangga penderita TB paru terdapat 13 rumah tangga yang tertular
48
TB paru. Salah satu faktor penyebab terjadinya penularan TB paru dalam keluarga berdasarkan hasil penelitian diatas adalah faktor masuknya sinar matahari langsung kedalam rumah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian penularan TB paru kontak serumah, dengan nilai OR= 3,50; CI 95% 1,19-10,34; (P<0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa keluarga yang tinggal serumah dengan pasien TB paru dan rumahnya tidak dimasuki sinar matahari langsung mempunyai resiko 3,5 kali lebih besar untuk tertular TB paru dibandingkan dengan keluarga yang tinggal serumah dengan pasien TB paru, tetapi sinar matahari dapat langsung masuk kedalam rumahnya. Tingginya angka penularan TB paru dalam keluarga disebabkan karena kuman-kuman TB yang dikeluarkan oleh pasien dan ada di dalam ruangan mati terkena sinar matahari langsung. Transmisi penularan TB paru pada umumnya terjadi diruangan, dimana droplet nucleiyang tinggal dalam udara untuk waktu yang lama.bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur, maka risiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi tindakan pencegahan TB di keluarga adalah faktor perilaku individu. Menurut Nies (2010) mengatakan bahwa perilaku yang sehat dalam keluarga termasuk dalam pelaksanaan promosi dan proteksi kesehatan.Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Maulana (2010) yang mengatakan bahwa perilaku mempengaruhi tindakan pencegahan Tubercolosis paru.Kasus penyakit TB sangatterkait dengan faktor perilaku pasien dan lingkungan. Faktor lingkungan, sanitasidan higiene sangat terkait dengan keberadaan kuman, proses timbulserta penularannya.
Faktor perilaku sangat berpengaruh pada kesembuhan yangdimulai dari perilaku hidup sehat (makan makanan yang bergizi dan seimbang,istirahat cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, hindari stress), kepatuhanuntuk minum obat dan pemeriksaan rutin untuk memantau perkembanganpengobatan
49
serta efek samping (Hendrawati, 2008). Faktor yang mempengaruhi perilaku individu adalah; faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor pendukung. Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan (tradisi), norma sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa mayoritas pendidikan responden dalam penelitian ini adalah SMA sebanyak 39 responden (44,8%). Menurut Green (2009)pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga faktor diatas agar searah dengan tujuan kegiatan tersebut terhadap kesehatan pada umumnya.Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dan berperilaku yang baik, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali yang dihadapi pada masa lalu. Faktor
pendukung
yang
mempengaruhi
tindakan
pencegahan
adalah
tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya sedangkan faktor pendorong meliputi sikap dan perilaku kesehatan atau petugas yang lainya.Salah satu faktor mempengaruhi pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga adalah pemberian informasi (pendidikan kesehatan) dari petugas kesehatan.Pada prinsipnya upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan tuberkulosis adalah: pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya tubercolosis dan cara penularannya. Pencegahan dengan vaksinasi B.C.G pada anak-anak umur 0 – 14 tahun, chemoprophylactic dengan I.N.H pada keluarga, penderita atau orang-orang yang pernah kontak dengan penderita.Dan menghilangkan sumber penularan dengan mencari dan mengobati semua penderita dalam masyarakat (Indan Entjang, 2000).Upaya pencegahan menurut WHO yaitu pencahayaan rumah yang baik, menutup mulut saat batuk, tidak meludah di sembarang tempat, menjaga kebersihan lingkungan dan alat makan.
3.
Hubungan Peran Perawat dengan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.
50
Hasil analisa statistik menggunakan uji spearmen diperoleh tidak terdapat hubungan yang significant antara peran perawat dengan pencegahan penularan Tubercolosis Paru pada keluarga dengan nilai p-Value 0.063 (p>0.05) dengan r = - 166.Hasil yang tidak signifikant dalam penelitian ini dapat disebabkan karena faktor perilaku pasien dan keluarga yang kurang peduli terhadap bahaya penularan TB terhadap anggota keluarga. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan salah satu keluarga responden bahwa didalam keluarga serumah terdapat 3 orang menderita TB paru dan 1 orang diantaranya meninggal dunia karena TB paru.Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun peran perawat baik terhadap upaya pencegahan TB paru, namun jika tidak di dukung oleh motivasi dari dalam diri keluarga itu sendiri maka tindakan pencegahan juga sulit dilakukan. Hasil penelitian yang berbeda disampaikan oleh Eliska (2008) yang meneliti tentang pengaruh karakteristik individu, faktor pelayanan kesehatan dan faktor peran perawat terhadap tingkat kepatuhan penderita TB paru dalam pengobatan, diperoleh hasil terdapat hubungan yang signifikant peran perawat terhadap kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam pengobatan dengan nilai p= 0,000 (p<0,05).Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan penderita TB paru dalam menjalani pengobatan tidak hanya didukung oleh faktor peran perawat tetapi juga didukung oleh faktor pelayanan kesehatan dan faktor dari individu tersebut. Menurut asusmsi peneliti terdapat faktorlain disamping peran perawat yang berhubungan dengan pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga yaitu faktor pekerjaan dan sosial ekonomi. Pekerjaan responden yang masyoritas adalah swasta (buruh kasar) menjadi penghambat keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pada keluarga dan pasien.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Manalu (2010) yang menyatakan nutrisi memiliki pengaruh terhadap daya tahan tubuh seseorang untuk mengalami penularan penyakit diantaranya TB Paru. Selain itu, pemberian pendidikan kesehatan secara rutin kepada pasien dan keluarga juga sangat mempengaruhi tindakan pencegahan.Hal ini sesuai
51
dengan pendapat Feuerstein, 2008 (dikutip dari Niven, 2012) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif
seperti penggunaan
buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri. Pengetahuan dari membaca buku-buku maupun mendengar atau menonton media elektronik juga sangat membantu pasien dalam memahami arti lebih luas lagi tentang penerapan pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga sendiri dikarenakan disertai dengan contoh-contoh kasus maupun gambar-gambar. Menurut Niven (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dalam melakasankan ataupun penerapan terhadap kelurga adalah pemahaman tentang instruksi yang diberikan oleh tim medis kurang jelas, kualitas interaksi antara pasien dengan tim medis masih kurang, hal ini disebabkan tim medis kurang sering mengingatkan atau memberikan informasi tentang pencegahan tuberkulosis. D. Keterbatasan penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1.
Jarak Jarak rumah responden ke puskesmas yang mayoritas jauh mengakibatkan peniliti tidak dapat melakukan observasi langsung terhadap keluarga.
2.
Sampel Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakanpurposive sampling dimana pengambilan sampel menggunakan kriteria. Namun karena jadwal berobat pasien TB paru di puskesmas helvetia medan yang sudah ditentukan pada hari rabu dan kamis mengakibatkan peneliti sulit mendapatkan sampel dan membutuhkan waktu yang lama.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian hubungan peran perawat dengan pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia Medan 2015 dapat disimpulkan tidak ada hubungan peran perawat dengan pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga dengan nilai p-Value 0.063.
B. Saran 1.
Bagi keluarga Disarankan kepada keluarga agar mematuhi jadwal pengobatan TB paru sesuai dengan jadwal dan rajin berkonsultasi ke Puskesmas untuk perkembangan pengobatan pasien.
2.
Bagi Perawat Disarankan kepada perawat agar memberikan pendidikan kesehatan secara berkesinambungan kepada pasien dan keluarga serta melakukan monitoring status
3.
kesehatan
pasien
TB
paru
dan
keluarga.
Bagi Peneliti Lain Diharapkan kepada penelitiselanjutnya khususnya dalam keperawatan agar melakukan penelitian terkait dengan pencegahan penularan TB paru dengan variabel-variabel lain.
4.
Bagi puskesmas Disarankan kepada puskesmas agar menambahkan perawat yang bertugas khusus dalam pengobatan tuberkulosis paru mengingat banyaknya jumlah pasien TB paru di wilayah Puskesmas Helvetia Medan.
52
DAFTAR PUSTAKA Alsagaf, 2013.Daerah terbesar Penderita Tuberkulosishttp://www.Jurnalasia.com/2014/12/03/medan-daerahterbesar-penderita tb/.dpuf. Awusi RYE, Yusrizal DS, Yuwono H. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Yogyakarta: Gadjah Mada; 2009 Danusanto, 2013.Ilmu Penyakit Paru. Edisi 2. Jakarta: EGC Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta Depkes RI. 2010. Pemberantasan Penyakit Tuberkulosa Paru.Cetakan ke enam. Bhakti Husada. Green .D. J, 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC. Halim. 2012. Ilmu Penyakit Paru. Edisi 2. Jakarta: EGC Hiswani . 2009. Teberklosis, Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Hiswani, 2009.Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat.http://Library.usu.ac.id/ download/ fkmhiswani6.pdf 2009. Diakses Pada Tanggal 4 Maret 2010. Hudoyo, Ahmad. 2008. Tuberkulosis Mudah Diobati. FKUI: Jakarta Indan Etjang. (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat.Bandung : PT Citra Aditya Bakti Manalu, 2010.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB paru dan Upaya Penanggulangannya.Journal Ekologi Kesehatan Vol. 9 no 4, Desember 2010: 1340-1346 Musadad, 2006.Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dengan Penularan TB Paru Kontak Serumah. Journal Ekologi Kesehatan Vol. 5 no 3, Desember 2006: 486-496 Niven, Neil, .2000. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain.Edisi 2. Jakarta: EGC. PDPI. 2011. Tuberkulosis. Revisi Pertama. Jakarta.
Presti, F. 2011. Hubungan antara Sikap Dengan Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis.Journal keperawatan –Vol 01/nomor 01/ Januari 2011- Desember 2011. Rahmawati, 2009. Pencegahan Tuberkulosis. Edisi ke 2 EGC Sahat, 2010.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya. Journal Ekologi Kesehatan Vol. 9 no 4, Desember 2010 :1340-1346.. Septi.2014. 14 Penyakit Paling Sering Menyerang dan Sangat Mematikan .Edisi 2. Jogjakarta: FlashBooks Setiadi. 2007. Riset Keperawatan. Cetakan pertama. Yogjakarta: Graha Ilmu Siti. 2013. Stop Tuberkulosis. Jakarta Suprato,2008http.//www.hariansumutpos.com/2009/03/37643/528-ribu-terdeksimenderita-penyakit tb-paru Tjandra, 2013.Tuberklosis, Rokok dan Perempuan. Jakarta: FKUI. WHO.Global Tuberculosis Control WHO Report. 2011:1-111. Zuliana .Tentang Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Faktor Peran Perawat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB paru dalam Pengobatan. USU;2010
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth : Responden Di Tempat Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Depianti Simarmata
NIM
: 13.02.06.156
Saya Mahasiswa Jurusan Program Studi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia yang akan mengadakan penelitian dengan judul “ Hubungan Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan peran terhadap pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga.
Sehubungan dengan hal tersebut dan dengan kerendahan hati saya mohon kesediaan saudara/i untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Semua data maupun informasi yang dikumpulkan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika bersedia untuk menjadi responden, mohon saudara/i untuk mendatangani pernyataan kesediaan menjadi responden. Atas perhatian dan kesediaan saudara/i, saya ucapkan terimaksih.
Medan, Januari 2015 Peneliti
(Depianti Simarmata)
Lampiran 2
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORMED KONSEN)
Nama
: Depianti Simarmata
Judul Penelitian
: Hubungan Peran Perawat Terhadap Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.
Saya adalah Mahasiswa Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.Penelitian
ini dilaksanakan
sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan sikap dan peran perawat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.
Hasil penelitian ini akan dijadikan bahan masukan bagi pihak puskesmas untuk dijadikan pertimbangan pihak puskesmas dalam pengambilan keputusan pembuatan kebijakan baru untuk kedepannya. Oleh karena itu, saya mengharap kepada keluaraga agar dapat bekerjasama dengan baik. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan sesuatu yang berdampak negatif karena peneliti berjanji akan menghargai dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan data saudara yang diperoleh baik dalam pengumpulan data, pengolahan, maupun dalam penyajian laporan nantinya. melalui penjelasan singkat ini, peneliti sangat mengharapkan partisipasi saudara dalam penelitian ini. Atas kesediaan dan kerjasamanya, peneliti mengucapkan terimaksih.
Medan, Januari 2015 Responden
(
)
Lampiran 3
KUESIONER HUBUNGAN PERAN PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU PADA KELUARGA DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015
A. Identitas responden Nomor Responden
:
Jenis kelamin 1. Laki-laki
:
2. Perempuan
:
Umur 1. >19 tahun
:
2. ≤ 60 tahun
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
B. Petunjuk pengisian 1. Pilihlah salah satu jawaban yang benar dengan memeberi tanda (ƴ) 2. Jika Bapak/Ibu ingin memperbaiki jawaban, coret yang salah dan beri tanda silang (X) yang baru pada kotak jawaban yang dianggap benar. 3. Atas bantuan dan partisispasi Bapak/Ibu ucapkan terimakasih.
mengisi
kuesioner ini saya
a.
Peran Perawat terhadap keluarga tentang pencegahan penularan tuberkulosis paru
NO
PERNYATAAN
A
Aspek Penerimaan
1.
Apakah petugas kesehatan pernah memberikan penyuluhan tentang penyakit TB Paru selama dalam pengobatan?
2.
Apakah petugas kesehatan pernah menjelaskan tentang pengobatan TB Paru harus teratur? Apakah petugas kesehatan pernah menjelaskan tentang jadwal minum obat? Apakah petugas kesehatan pernah menjelaskan tentang kemungkinan adanya gejala efek samping dari obat ?
3.
4
5
Apakah petugas kesehatan pernah menjelaskan tentang hal-hal yang dapat memperburuk keadaan penderita TB Paru?
PERAN PERAWAT Selalu
Sering
Kadangkadang
Jarang
Tidak pernah
c.
Tindakan
Pencegahan terhadap Penularan Tuberkulosis Paru pada
Keluarga NO
PERNYATAAN
A.
Aspek Penerimaan
1
Apakahkeluarga menyarankan kepada pasien untuk menutup mulutnya dengan sapu tangan pada saatbatuk ! Apakah Keluarga menyarankan kepada pasien agar setelah menggunakan sapu tangan ketika batuk di cuci dan direndam dengan larutan deterjen. Apakah Keluarga membuat wadah khusus untuk tempat pembuangan dahak pasien Apakah Keluarga selalu membuat/memasukkan larutan lisol pada wadah/tempat penampungan dahak pasien. Apakah Keluarga selalu tidur terpisah dengan pasien selama menjalankan pengobatan.
2
3
4
5
6
7
8
9
Apakah Keluarga menjemur kasur, bantal dan tempat tidur pasin terutama pagi hari. Apakah Keluarga memperhatikan kebersihan rumah, dan sinar matahari yang cukup. Apakah Keluarga mengawasi pasien dalam minum obat secara teratur. Apakah keluarga selalu memberikan dorongan kepada pasien untuk berobat.
PENCEGAHAN PENULARAN TBC PARU PADAKELUARGA Selalu
Sering
KadangKadang
Jarang
Tidak Pernah
Lampiran 4
Frequency : Umur Responden
Valid
Usia < 19 tahun 20 - 39 tahun > 40 tahun Total
Frequency 19
Percent 21,8
Valid Percent 21,8
Cumulative Percent 21,8
43
49,5
49,5
71,3
25 87
28,7 100,0
28,7 100,0
100,0
Jenis Kelamin Responden
Valid
Jenis kelamin laki-laki perempuan Total
Frequency 31 87
Percent 35,6 64,4 100,0
Valid Percent 35,6 64,4 100,0
Cumulative Percent 35,6 100,0
Pekerjaan Responden
Valid
Pekerjaan petani wiraswasta swasta IRT tidak bekerja Total
Frequency 9 19 36 13 10 87
Percent 10,3 21,9 41,4 14,9 11,5 100,0
Valid Percent 10,3 21,9 41,4 14,9 11,5 100,0
Cumulative Percent 10,3 32,2 73,6 88,5 100,0
Pendidikan Responden
Valid
Pendidikan smp sma DIII SI SD tidak sekolah Total
Frequency 6 39 16 7 9 10 87
Percent 6,9 44,8 18,4 8,0 10,4 11,5 100,0
Valid Percent 6,9 44,8 18,4 8,0 10,4 11,5 100,0
Cumulative Percent 6,9 51,7 70,1 78,2 88,5 100,0
Peran Perawat
Peran Perawat Valid baik cukup kurang Total
Frequency 25 30 32 87
Percent 28,7 34,5 36,8 100,0
Valid Percent 28,7 34,5 36,8 100,0
Cumulative Percent 28,7 63,2 100,0
Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru kategori Pencegahan baik Kategori Peran
Baik cukup kurang
Total
Pencegahan penularan Valid Baik buruk Total
Frequency 25 62 87
Percent 28,7 71,3 100,0
Total
buruk 7
18
25
4 14 25
26 18 62
30 32 87
Valid Percent 28,7 71,3 100,0
Cumulative Percent 28,7 100,0
Crosstabs Case Processing Summary
Cases N Kategori Peran * kategori Pencegahan
87
Valid Percent 100,0%
N
Missing Percent 0
,0%
N
Total Percent 87
100,0%
Kategori Peran * kategori Pencegahan Crosstabulation Count
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Kategori Peran
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N kategori Pencegahan Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
Kategori Peran 1,000 . 87 -,166 ,063 87
kategori Pencegahan -,166 ,063 87 1,000 . 87
MASTER DATA HUBUNGAN PERAN PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU PADA KELUARGA DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN TAHUN 2015
Karakteristik Respon
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Umr 2 3 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 2 3 3
Jk 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2
Pkrjn 2 2 3 4 1 3 2 4 3 2 5 2 3 2 3 5 3
Peran perawat Pdkn 4 5 4 5 1 2 2 2 2 2 6 5 2 3 3 2 2
1 5 4 4 3 2 2 5 5 5 5 2 3 5 1 1 3 1
2 5 4 3 2 2 3 4 5 3 5 3 3 5 4 2 2 2
3 5 4 4 4 3 5 2 3 4 5 3 4 5 2 4 3 1
4 5 4 5 2 2 4 3 2 4 3 4 4 5 2 3 2 1
5 5 4 3 4 2 2 1 4 3 3 3 4 5 3 2 3 2
Jmlh 25 20 19 15 12 16 15 19 19 21 15 18 25 12 12 13 7
Kat 1 1 1 2 3 2 2 1 1 1 2 2 1 3 3 2 3
1 5 5 4 3 2 2 2 2 3 1 5 2 2 1 5 3 4
2 5 5 5 3 2 1 3 2 1 2 2 1 1 2 4 3 3
Pencegahan Penularan Tuberkulosis 3 4 5 6 7 8 5 1 1 1 5 5 5 4 5 4 5 5 3 1 2 1 2 3 4 2 3 3 4 3 2 1 3 1 2 1 3 2 1 3 2 1 1 2 3 2 1 2 1 2 2 1 2 3 1 1 2 2 3 2 3 2 1 2 3 2 4 2 1 5 4 2 3 4 1 5 1 1 3 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 3 5 2 1 4 5 2 4 5 5 2 1 3 5 2 1 1 2
9 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1
Jmlh
Kat
29 39 22 26 19 16 17 12 16 17 26 19 14 12 34 26 22
1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
2 3 2 3 2 3 2 2 3 2 1 1 1 2 3 2 3 2 1 2 3 2 1 2 3
2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 4 5 1 4 2 1 3 1 3 5
2 2 3 2 2 5 6 6 6 2 2 2 3 1 2 2 3 2 2 5 6 2 3 2 2
2 2 2 5 2 2 1 3 2 2 2 2 5 2 2 2 1 2 2 5 3 4 4 1 2
3 2 4 2 2 4 2 4 3 2 1 3 5 3 3 3 2 3 2 5 5 2 4 3 3
4 1 3 1 2 2 3 2 4 3 1 3 4 1 4 2 1 2 3 3 4 4 3 4 1
2 2 5 1 1 3 2 4 2 3 2 1 4 2 1 1 2 3 1 3 2 3 5 2 4
2 1 2 2 1 4 2 2 2 1 2 1 1 1 5 1 3 4 1 3 4 2 4 3 2
13 8 16 11 8 15 10 15 13 11 8 10 19 9 15 9 8 14 9 19 18 15 20 13 12
2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 1 3 2 3 3 2 3 1 2 2 1 2 3
1 2 1 2 2 2 3 5 3 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 5
3 1 2 3 2 2 4 5 2 3 3 2 3 3 3 4 2 2 3 3 2 2 2 3 5
4 3 1 4 3 3 5 5 3 2 4 4 2 4 4 5 1 2 1 3 3 3 1 1 5
4 2 2 5 3 1 4 5 2 5 1 1 4 1 5 3 3 2 1 3 4 4 3 5 5
5 3 1 1 1 3 2 5 3 3 4 3 1 2 1 4 2 3 3 1 4 2 5 5 3
1 2 2 2 1 5 1 5 2 1 2 4 1 2 5 2 1 1 1 1 5 2 2 1 5
1 2 1 3 1 5 2 5 1 3 4 2 1 2 1 2 4 2 2 1 2 2 5 2 3
1 2 5 4 3 2 4 2 2 4 1 1 1 2 1 2 5 2 1 3 1 2 2 1 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
22 18 16 25 17 24 26 38 19 24 22 19 21 18 22 25 20 16 14 18 23 19 23 21 35
2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
2 1 3 2 1 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3 2 3 2 3 2 1 2 1 2 1
1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2
5 2 3 3 2 2 3 3 1 1 4 4 5 4 3 2 1 2 3 4 5 2 4 3 1
3 1 5 6 2 2 4 3 2 2 2 3 1 4 3 2 6 2 3 6 1 3 2 4 2
2 2 5 3 2 3 5 2 2 2 2 5 3 4 3 4 4 4 4 5 4 3 2 1 2
2 2 3 3 4 4 5 5 3 3 4 5 2 4 3 3 4 4 4 4 5 5 3 2 4
3 4 2 4 5 4 5 5 1 3 3 5 4 4 2 4 4 3 4 4 5 4 4 3 3
3 4 1 5 5 3 4 5 2 2 5 5 2 2 5 5 3 3 5 3 4 4 1 2 2
1 5 4 5 4 2 2 5 5 5 3 5 3 2 4 3 3 4 5 3 4 1 2 1 3
11 17 15 20 20 16 21 22 13 15 17 25 14 16 17 19 18 15 22 19 22 17 12 9 14
3 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 2 3 3 2
5 5 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 5 2 1 5 1 5 1 2 1 5 5 2 1
3 1 3 3 3 1 2 3 3 2 2 2 5 3 2 5 2 5 2 1 2 5 5 1 2
1 2 4 1 4 1 1 5 1 3 3 2 5 4 2 3 3 3 3 3 4 5 5 3 3
5 1 5 2 5 2 2 3 3 4 1 1 2 1 1 2 4 5 2 4 3 4 1 2 5
1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 3 2 1 5 2 5 4 2 5 5 1 3 4
5 2 4 3 5 2 1 4 1 4 3 1 1 1 2 5 4 3 2 4 1 4 1 2 2
1 1 2 2 3 1 2 5 1 1 3 2 5 3 2 1 3 5 2 2 2 5 5 1 3
5 1 2 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 2 5 2 1 2 1 5 5 2 5
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 15 25 17 26 12 14 26 17 19 16 13 28 18 13 29 25 34 18 21 20 39 29 17 26
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2
68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87
3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 1 2 1 3 3
2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2
2 3 4 5 2 3 1 2 4 5 3 4 2 3 4 5 3 3 3 3
5 2 3 5 6 1 2 4 3 5 6 2 2 2 2 3 4 2 2 3
2 2 5 1 3 1 1 4 5 2 1 1 1 3 4 2 2 2 5 4
3 3 5 1 5 3 2 5 5 4 2 1 3 2 4 2 2 3 5 5
2 4 4 5 5 3 3 4 5 2 3 2 2 4 4 1 3 2 5 5
3 2 5 2 5 2 2 5 5 2 2 1 3 1 2 2 1 2 5 3
2 1 5 1 5 1 2 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5
12 12 24 10 23 10 10 22 24 11 9 6 10 11 15 8 9 10 25 22
3 3 1 3 1 3 3 1 1 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 1
5 5 4 5 5 4 5 2 5 5 2 4 3 5 5 3 4 2 4 3
5 5 3 5 5 5 5 1 3 1 2 2 4 4 4 3 3 3 2 4
5 5 4 5 5 5 5 1 1 5 1 2 5 5 3 4 4 2 5 2
5 5 4 5 1 5 5 1 1 3 1 1 5 4 2 3 5 2 4 5
1 5 4 5 5 4 5 1 5 2 1 1 5 5 5 2 4 2 2 3
5 5 4 5 5 5 2 4 5 5 3 2 4 4 1 3 4 2 4 2
5 5 4 5 5 3 5 4 5 5 4 4 5 5 5 2 1 2 5 4
5 5 4 5 5 4 3 4 5 1 5 4 4 4 5 3 4 3 5 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1
37 41 32 41 37 36 36 19 31 32 20 21 41 41 31 24 30 19 32 29
1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 1
keterangan Karakteristik responden Umur: 1 : < 19 tahun 2 : 20-39 tahun 3 : > 40 tahun
Pendidikan: 1: SMP 2: SMA 3: DIII 4 : SI 5: SD
Pekerjaan:
Jenis Kelamin
1 : Petani
1: laki-laki
2 : Wiraswasta
2: perempuan
3 : Swasta 4: IRT 5 : Tidak Bekerja
6 : Tidak sekolah keterangan
peran perawat
1 : Salah
1 : Baik : 19-25 2 : Cukup : 1318 3 : Kurang : 512
5 : Benar
Pencegahan penularan TB 1 : Baik : 28-45 2 : Buruk : 9-27