PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KECAKAPAN HIDUP (Life Skills) DALAM PONDOK PESANTREN “ Studi Pada Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal ”
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh : AKHMAD SOLIKHIN NIM : 073111025
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
ii
iii
iv
v
ABSTRAK Judul
Penulis NIM
: PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS) DALAM PONDOK PESANTREN (Studi Pada Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal) : Akhmad Solikhin : 073111025
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren tradisional. Kajiannya dilatar belakangi oleh penurunan kepercayaan masyarakat terhadap output pondok pesantren khususnya dalam aspek kecakapan hidup. Studi ini bertujuan untuk menemukan formulasi kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) yang ideal khususnya bagi pondok pesantren Al-fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal dan pondok pesantren pada umumnya. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: bagaimanakah penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren Al-fadllu?. Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan (field research) yang dilaksanakan di pondok pesantren Al-fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal. Pondok pesantren tersebut dijadikan sebagai sumber data untuk dijadikan sebagai potret penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pendidikan pondok pesantren di kota Kaliwungu. Datanya diperoleh dengan menggunakan wawancara bebas terpimpin, observasi partisipan, dan dokumentasi yang disaring dengan triangulasi. Hasil data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatatan fenomenologi dan analisis deskriptif menggunakan logika induksi, deduksi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan kurikulum berbasis (life skills) dalam pondok pesantren Al-fadllu diartikan dalam bentuk proses pembelajaran mengenal diri, berpikir rasional, berpikir secara ilmiah, tata sosial, dan kejuruan yang secara lengkap digambarkan dalam penelitian ini. Kesimpulannya adalah penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skiils) di pondok pesantren Al-fadllu telah memberikan kemapanan kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat khusus (Spesifik Life Skills/SLS) kepada para santri sebagai bekal untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. Sehingga keberadaan para santri tidak hanya sebagai orang yang hanya bisa mengaji, tetapi mampu dalam ketrampilan lainnya. Dengan begitu santri bisa mencapai kemandirian dan tidak tergantung pada orang lain, dan sebagai Muslim yang menyeimbangkan aspek dunia dan akhirat. Temuan tersebut setidaknya sebagai acuan dan gambaran kurikulum berbasis (life skills) yang ideal bagi pendidikan pondok pesantren.
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) Dalam Pondok Pesantren (studi pada pondok pesantren AlFadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal). Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan sumbang saran dari segala pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Muhibbin, MA, Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr. Suja’i, M.Ag, Dekan Fakultas Tarbiyah. 3. H. Nasirudin, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Ahmad Muthohar, M,Ag, sebagai Pembimbing I dan Dr. Hj. Sukasih, M,Pd, sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ayahanda Tarmono dan Ibunda Mastin dan segenap keluarga yang tercinta. 6. Segenap sivitas akademika di Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo Semarang. 7. Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal yang telah memberikan ijin penelitian dan segala bantuan yang diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, 25 Junii 2012 Penulis
Ahmad Solikhin
vii
viii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Pesatren Kudus dalam Angka, 67
Tabel 3.2
Daftar Mata Pelajaran PTYQ Kajeksan Kudus, 94
Tabel 3.3
Daftar Mata Pelajaran Pesantren MUSYQ Kwanaran Kudus, 96
Tabel 3.4
Daftar Mata Pelajaran Pesantren Roudlatuth Tholibin Kerjasan Kudus, 98
Tabel 4.1
Data Pesatren Cabang Yanbu’ul Qur’an Kajeksan Kudus, 116
Tabel 4.2
Tipologi Pondok Pesantren Kudus, 130
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam secara istilah dapat di artikan sebagai proses pendidikan yang mengubah tingkah laku individu atau perorangan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya.1 Lembaga pendidikan Islam yang memainkan perannya di Indonesia, ada empat kategori antara lain: pendidikan pondok pesantren,2 pendidikan madrasah, pendidikan umum yang bernafaskan Islam dan pendidikan umum yang pelajaran agama Islam hanya sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja.3 Kajian kali ini fokusnya mengenai pondok pesantren tradisional yang sangat potensial untuk dieksploitasi, baik secara politis, ekonomis, dan discourse (wacana) karena realitas pondok pesantren sekarang yang begitu banyak belum tentu mampu membendung arus zaman yang terus berkembang. Kondisi semacam ini, memaksa mereka untuk membenahi diri
bagaimana menjaga eksistensi
terhadap masyarakat pragmatis dan materialis dalam gejolak modernisasi. Pondok pesantren merasa memiliki beban dan tanggung jawab bagaimana untuk membangkitkan kembali etos pesantren guna menggapai format pondok pesantren ideal di zaman modern.4 Terdapat tiga hal isu penting yang patut diinovasi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pondok pesantren yaitu; kurikulum, manajemen sarana prasarana pendidikan pondok pesantren dan membangun kerjasama yang baik dengan pondok pesantren maupun dengan lembaga pendidikan yang lainnya. Atas dasar ketiga isu tersebut, peniliti menyoroti khusus tentang isu kurikulum 1
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial (Studi Atas Pemikiran K.H. Abdullah Syafi‟ie Dalam Bidang Pendidikan Islam), (Jakarta: Panamadani, 2003), hlm.14. 2 Selain istilah “pesantren” (Jawa, Sunda, dan Madura), ditemukan juga istilah lain dengan makna yang sama, yakni “dayah” atau “rangkang” (Aceh), dan “surau” (Minangkabau). Lihat Dawam Raharjo (ed), dalam Pesantren dan Pembaruan, cet, ke-V, (Jakarta : Penerbit LP3ES, 1995), hlm. 2. 3 Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional), (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 58. 4 Majalah LPM EDUKASI, Pergeseran Paradigmatik Pesantren Modern, XXIX/th XI/V/2004.,hlm.11.
1
atau tepatnya penerapan kurikulum seperti apa yang perlu dilakukan dalam dunia pondok pesantren. Pada lembaga pendidikan formal kurikulum merupakan salah satu komponen utama yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan mekanisme pendidikan, tolok ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan, disamping faktor-faktor yang lain. Oleh karenanya keberadaan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan sangat penting. Namun demikian, sering terdengar sorotan tajam bahwa kurikulum selalu tertinggal dengan perkembangan zaman. Dalam konteks pendidikan pondok pesantren, Nurcholish Majid mengatakan bahwa istilah kurikulum tidak terkenal di dunia pondok pesantren (pra kemerdekaan), walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada dalam pondok pesantren, terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pondok pesantren. Oleh karena itu, kebanyakan pondok pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan secara eksplisit atau mengimplementasikannya dalam bentuk kurikulum. Disamping itu, tujuan pendidikan pondok pesantren sering hanya ditentukan oleh kebijakan pengasuh, sesuai dengan perkembangan pondok pesantren tersebut. Namun dalam perkembangannya, pondok pesantren dengan jenis dan corak pendidikan yang dilaksanakan dan dalam proses pencapaian tujuan instruksional selalu menggunakan kurikulum, sehingga istilah kurikulum bukanlah istilah yang asing.5 Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan santri dan masyarakat, perlu dilakukan pembaharuan kurikulum pada tiga aspek penting yaitu; perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum pondok pesantren harus didahului dengan kegiatan kajian kebutuhan (need assessment) secara akurat agar pendidikan pondok pesantren menjadi lembaga yang tetap eksis dan mampu berbicara banyak dalam pesatnya era modern. Kajian kebutuhan tersebut perlu dikaitkan dengan tuntutan masa kini, utamanya kurikulum pendidikan yang
5
Jurnal Tarbiyah, Dinamika pesantren dan madrasah, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 84-85
2
berbasis kecakapan hidup (life skills) yang telah menjadi persoalan mendasar para santri.6 Kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) adalah kurikulum yang dapat memberikan bekal kecakapan hidup para santri agar dapat memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. Dalam kehidupan kelak, para santri tidak hanya memerlukan bekal teori-teori semata, tetapi juga bekal kemampuan praktik. Artinya pemenuhan kebutuhan para santri terhadap kecakapan hidup di berbagai bidang adalah hal yang harus terpenuhi. Banyak problem-problem para santri yang berkaitan dengan persoalan kecakapan hidup yang dimiliki tertinggal dengan alumni-alumni lembaga pendidikan non pesantren, maka penting kiranya pondok pesantren untuk mengembangkan kurikulum pondok pesantren yang berbasis kecakapan hidup (life skills).7 Pondok pesantren yang semula rural based institution menjadi juga lembaga pendidikan urban, bermunculan juga di kota-kota bahkan jumlah pertumbuhannya cukup pesat dari 7.536 pada tahun 1998 menjadi 21.521 pada tahun 2008.8 Di antara kota yang terkenal dengan pondok pesantrenya adalah di kota Kaliwungu yang sampai sekarang di justifikasi sebagai “kota santri”. Kaliwungu menurut peneliti mempunyai banyak khasanah intelektual keislaman. Banyak peneliti menyebut kota ini kental akan dimensi sosialnya dan kaya akan kebudayaannya. Maka tidak heran, puluhan pesantren yang berkembang dan survive sampai saat ini. Namun, begitu juga tak dapat dihindari sorotan miring masyarakat terkait persoalan kecakapan hidup (life skills) yang dimiliki oleh para santri ketika menjadi alumni-alumni pesantren. Oleh karena itu, sangat penting jika standar kompetensi lulusan, serta arah pendidikan pesantren tersebut dicermati lebih seksama dalam sebuah penelitian yang tujuannya membingkai penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok
6
M. Sulthon Masyhud, dkk. Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, Cet. II, 2004), hlm.72 7 Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum Dan Materi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 107. 8 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009), hlm. 41.
3
pesantren yang merupakan permasalahan besar kelak bagi para santri terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Pondok pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal, adalah salah satu diantara pesantren yang berpopulasi terbesar di Kaliwungu, maka patutlah penelitian dilakukan di pondok pesantren Al-Fadllu untuk dijadikan sebagai gambaran umum persoalan kecakapan hidup (life skills) yang dimiliki pesantren-pesantren yang berada di kota kaliwungu dalam menerapkan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills). Gambaran umum pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal, Pondok pesantren tersebut di dirikan oleh KH. Dimyati Ro‟is pada 15 juli tahun 1985 M/ 10 Muharam tahun 1405 H. Juga tak terhindar dari persoalan untuk meneguhkan kembali eksistentsinya terhadap hal-hal yang bernuansa tuntutan pembaharuan di bidang kurikulum, khususnya di dalam persoalan kecakapan hidup para santri. Oleh karena itu, sangat penting pola dan corak pembaharuannya, serta arah pendidikan tersebut dicermati lebih seksama dalam sebuah penelitian yang tujuannya membingkai penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren. Fenomena yang demikian adalah variabel menarik untuk diteliti. Terlebih diklasifikasikan menurut kajian keilmuannya dengan harapan agar dapat mempermudah cara pemahaman dalam mengkajinya.
4
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan bentuk pertanyaan yang dapat memandu peneliti untuk mengumpulkan data di lapangan9. Uraian latar belakang masalah tersebut dapat di rumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren? 2. Bagaimanakah penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal?
C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a)
Manfaat praktis, yaitu hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih terhadap lembaga pendidikan secara umum dan secara khususnya lembaga pendidikan pondok pesantren itu sendiri, di dalam mengoptimalkan penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) sehingga mampu mencetak santri-santri yang cakap dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa yang akan datang .
b) Manfaat teoritis, yaitu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan telaah bagi pihak-pihak terkait dengan dunia pondok pesantren, khususnya dalam hal penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren.
9
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 288.
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka Di antara alasan kenapa dunia pesantren selalu menarik untuk diteliti yaitu: Pertama. Pesantren dinilai tetap eksis sejak ratusan tahun di Indonesia meskipun tergerus oleh arus modernisme. Kedua. Pesantren mempunyai keunikan tersendiri dimana antara satu pesantren dengan pesantren yang lain mempunyai kekhasan masing-masing serta sama-sama dapat mempertahankan karakter khasnya. Ketiga. Definisi tentang tradisional dan modern yang ditujukan pada pesantren kurang komprehensif sehingga menarik untuk terus diteliti. Keempat. Perkembangan pesantren semakin kompleks dan multidimensi.10 Alasan di atas menunjukkan bahwa penelitian yang dimaksud merupakan tantangan tersendiri karena bahan kajiannya selalu berkembang dinamis mengikuti deras laju kebutuhan masyarakat, khususnya tentang kecakapan hidup (life skills) para santri. Oleh karena itu, studi yang peneliti lakukan ini tak lepas dari jasa-jasa peneliti terdahulu yang telah memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan. Berkaitan dengan fokus kajian penelitian ini, maka berikut ini peneliti paparkan hasil studi tentang pesantren khususnya sebagai acuan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian dengan judul “Tipologi Pondok Pesantren Dalam Konstelasi Pembaharuan Pendidikan Islam (Studi Pada Pesantren-Pesantren Di Kabupaten Kudus)”, penelitian tersebut dilakukan oleh Miftahudin pada tahun 2011, dijelaskan bahwa Rangkaian format pesantren seperti di atas menurut peneliti diantaranya memenuhi kriteria sebagai berikut, yakni berorientasi pada pendidikan sepanjang waktu (full day learning), berkomitmen tafaqquh fi al-din, menerapkan metode-metode transformatif, dan pendidikan yang berbasis pada masyarakat (community based education). Demikian, format ini ditemukan pada pesantren yang menyeimbangkan antara pendidikan agama 10
Ahmad Muthohar, AR., Ideologi Pendidikan Pesantren; Pesantren Di Tengah Arus Ideologi-Ideologi Pendidikan, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 5.
6
dan pendidikan umum serta dilengkapi dengan berbagai pendidikan ketrampilan didalamnya. Format pesantren demikian yang menggunakan pendekatan integratif akan mampu memenuhi tuntutan dan permintaan masyarakat berkembang sekarang ini karena hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yang menekankan keseimbangan dan keselarasan antara aspek dunia dan akhirat.11 2. Kemudian penelitian dengan judul “Profil Pondok Pesantren Pendidikan Islam (PPPI) Miftahussalam Banyumas (Analisis Relevansi Kurikulum Pesantren dengan Kebutuhan Masyarakat)”, penelitian tersebut dilakukan oleh Sri Yanto pada tahun 2002, yang menjelaskan bahwa pesantren adalah salah satu bentuk pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk manusia-manusia yang baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dalam hubungannya dengan manusia. Untuk itu pesantren memberikan bekal yang dibutuhkan untuk bisa berhubungan baik dengan Allah dalam bentuk pelaksanaan ibadah-ibadah ritual seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Dan ibadah sunah yang lainnya. Di samping itu pesantren mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan (sains dan teknologi) yang diperlukan oleh santri agar mampu mengatasi persoalan dan kendala keduniaan dalam berhubungan dengan sesama manusia. Dalam kaitan itu maka pendidikan agama di pesantren berpadu dengan pendidikan-pendidikan lainnya dalam rangka pembentukkan manusia yang sempurna.12 3. Kemudian penelitian dengan judul “Studi Analisis Tentang Proses Pembaharuan Pendidikan di Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus,” penelitian tersebut dilakukan oleh Siti Malikhatun pada tahun 2004, yang menjelaskan bahwa dengan berputar majunya zaman, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebutuhan manusia pada umumnya, maka pendidikan dituntut untuk bisa menjawab hal tersebut secara nyata dan tuntas, demi eksistensi 11
Miftahudin “Tipologi Pondok Pesantren Dalam Konstelasi Pembaharuan Pendidikan Islam (Studi Pada Pesantren-Pesantren Di Kabupaten Kudus)”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2011), hlm 73. 12 Sri Yanto, “Profil Pondok Pesantren Pendidikan Islam (PPPI) Miftahussalam Banyumas (Analisis Relevansi Kurikulum Pesantren dengan Kebutuhan Masyarakat)”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2002), hlm. 80.
7
pendidikan itu sendiri bagi kehidupan manusia sepanjang masa. Sebagai konsekuensi logis dari hal tersebut, maka setiap lembaga pendidikan harus mebaharui sistem pendidikannya dan diterapkan secara nyata dalam segala faktor dalam proses belajar mengajar dan termasuk pula dalam kubu pensatren.13 Dari
uraian
tersebut
sekilas
memang
ada
persamaan
dengan
permasalahan yang penulis kaji, namun dalam skripsi ini penulis menekankan pada penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal B. Kerangka Teoritik 1.
Pendidikan Pesantren Lembaga pendidikan Islam yang memainkan perannya di Indonesia jika
dilihat dari struktur internal pendidikan Islam serta praktek-praktek pendidikan yang dilakksanakan, ada empat kategori. Pertama, pendidikan pondok pesantren, yaitu pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional, bertolak dari pengajaran secaran Qur‟an dan hadits dan merancang segenap kegiatan pendidikannya. Kedua, pendidikan madrasah, yakni pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga model Barat yang mempergunakan metode pengajaran klasikal, dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para siswa. Ketiga, pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yaitu pendidikan Islam yang dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam dilembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat umum. Keempat, pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja.14 Zamachsjari Dhofier mendefinisikan pesantren berasal dari kata santri yang diawali dengan awalan pe dan akhiran an yang berarti sebagai tempat tinggal
13
Malikatun, “Studi Analisis Tentang Proses Pembaharuan Pendidikan di Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus”, Skripsi ( Kudus: Jurusan Tarbiyah STAIN, 2000), hlm. 28. 14 Yasmadi, M.A., Modernisasi Pesantren (Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional), (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 59.
8
para santri.15 Sementara Manfred Ziemek, sebagaimana di kutip oleh Haidar Putra Daulay menguatkan dengan menyatakan secara etimologi pesantren adalah pesantrian yang berarti tempat santri.16 Begitu juga Abdurrahman Wahid, yang di kutip oleh Isma‟il SM secara teknis pondok pesantren dinyatakan sebagai, “a place where santri (student) live”.17 Menurut Mastuhu, sebagaimana di kutip oleh Fatah Syukur, mengatakan secara definitif pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam (tafaqquh fi al-din) dengan mementingkan moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.18 Untuk dapat memahami hakikat pesantren, maka penting dijelaskan terlebih dahulu memahami pendidikan Islam tradisional, tetapi karena penelitian ini merupakan studi kasus terhadap peran pesantren dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peneliti membatasi pada kajian sekilas pendidikan pesantren tradisional. Secara etimologis, kata tradisional berasal dari kata dasar tradisi yang berarti tatanan, budaya, atau adat yang hidup dalam sebuah komunitas masyarakat. Karenanya, tradisional diartikan sebagai konsensus bersama untuk ditaati dan dijunjung tinggi oleh sebuah komunitas masyarakat setempat. Kata tradisional juga selalu menunjuk pada hal-hal yang bersifat peninggalan kebudayaan klasik, kuno dan konservatif. Bercermin dengan asumsi diatas, apabila dikaitkan dengan sistem pendidikan dalam Islam, maka pandangan kita selalu tertuju pada pesantren, pesantren dianggap sebagai satu-satunya sistem pendidikan di Indonesia yang menganut sistem konservatif. Bahkan Ulil Abshar 15
Zamakhsari Dhofier., Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 18. 16 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Cet. II. hlm. 61. 17 Isma‟il SM, “Pengembangan Pesantren Tradisional (Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan Sosial)”, dalam Abdurrahman Mas‟ud, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002), Cet.I. hlm. 50. 18 Fatah Syukur NC, Dinamika Madrasah Dalam Masyarakat Industri, (Semarang : Pusat Kajian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu KeIslaman dan Pesantren and Madrasah Development Centre, 2004 ), Cet. I., hlm. 26.
9
Abdala dalam artikelnya, Humanisasi Kitab Kuning: Refleksi Dan Kritik Atas Tradisi Intelektual Pesantren, menyatakan bahwa pesantren merupakan satusatunya lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang mewarisi tradisi intelektual Islam tradisional.19 Pada dasarnya, pesantren merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional tempat para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah pengajaran kyai. Asrama bagi santri inilah yang disebut pondok. Sehingga Zamakhsari hhofier mengatakan bisa dikatakan pesantren jika telah memenuhi unsur-unsur dasar, diantaranya pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, dan kyai.20 Sedangkan pesantren dalam konsep tujuan pokok yaitu; mencetak ulama, yaitu orang yang mutafaqqih fi ad-din atau mendalam ilmu agamanya.21 Namun saat ini bangsa Indonesia sedang mengembangkan
demokrasi sebagai tata
pemerintahan bangsa. Untuk itu, masyarakat pesantren sebenarnya sangat diuntungkan oleh tata kehidupan demokrasi. Pemimpin-pemimpin dipilih atas dasar hak setiap pemilih sama nilainya, nilai pemilih yang bergelar profesor sama dengan tukang becak atau nelayan atau petani yang tidak memiliki sawah sekalipun. Para kyai yang menjadi pimpinan mayoritas umat Islam yang kebanyakan tinggal di pedesaan, memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk memilih siapa pemimpin yang paling disetujui untuk menjadi presiden. Jangan berharap, calon presiden yang tidak memperoleh dukungan kyai dan santri akan terpilih menjadi presiden. Oleh karena itu, format subtansi pendidikan ideal pesantren adalah format yang memungkinkan lulusannya untuk terus dapat menjalankan perannya di atas pada masa-masa mendatang, peran tersebut selama 600 tahun telah berjalan dengan baik. Kalau selama beberapa (puluh) tahun terakhir ini terseokseok, maka hal itu disebabkan karena dua hal. Pertama, perubahan masyarakat
19
HM. Amin Haedari, dkk, masa depan pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, (Jakarta: IRD Press, 2004) Cet. 1, Hlm. 13-14. 20 Zamachsjari Dhofier., Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai., hlm. 44. 21 M. Dian Nafi‟, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Jogjakarta: Instite For Trining and Development (ITD) Amhers MA, Forum Pesantren Yayasan Salasih, 2007), hlm. 5.
10
Indonesia dan masyarakat dunia dalam berbagai kehidupan berjalan terlalu cepat, yang sulit dipahami oleh pimpinan pesantren. Kedua, pedoman penting yang diajarkan oleh para pendahulu kurang dipahami juga. Pedoman yang dimaksud ialah: “al- muhafadzah „alal qadimis sholeh wal ahdzu min jadidil ashlah.” Namun demikian, pada kenyataannya para pimpinan pesantren terus menerus terlambat dalam upaya memadu tradisi pesantren dengan modernisasi pendidikan. Sebenarnya, ambisi untuk memodernisir lembaga-lembaga pendidikannya cukup kuat, tetapi “educational resources” yang mereka miliki sangat minim.22
2.
Unsur-unsur Pesantren Menurut Zamakhsari Dhofier, unsur-unsur sebuah pesantren ada 5 (lima),
yaitu : a.
Pondok Menurut bahasa pengertian pondok sudah dijelaskan di atas. Pada
pembahasan ini akan dijelaskan alasan pentingnya di dirikan sebuah pondok bagi sebuah pesantren. Di antara alasan tersebut adalah : Pertama, banyaknya santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk tholabul „ilmi pada seorang kyai yang sudah termashur keahliannya. Mereka membutuhkan tempat untuk menginap supaya memudahkan untuk menerimana pelajaran dari kyai kapan saja. Kedua, kebanyakan pesantren itu terletak di desa-desa sehingga para santri yang ingin nyantri di pondok pesantren tersebut belum ada tempat perumahan bagi mereka. Meskipun pada sebagian pesantren ada santri yang dititipkan pada rumah-rumah warga yang berdekatan dengan pesantren. Ketiga,diharapkan munculnya feedback antara kyai dan santri, di mana santri dianggap oleh kyai sebagai anak sendiri. Begitu juga sebaliknya para santri menganggap kyai sebagai orang tuanya sendiri.
22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009), hlm. 260-261.
11
b. Masjid Masjid menurut lughah dapat diartikan sebagai tempat bersujud. Di dalam masjid ini di samping berfungsi sebagai tempat untuk beribadah, masjid juga bias dialih fungsikan sebagai tempat pelaksanaan pendidikan dan lain sebagainya. Di zaman Rasulullah pun masjid dijadikan sebagai tempat untuk mendiskusikan masalah-masalah kemasyarakatan. Penempatan masjid sebagai pusat pendidikan ini mencerminkan tradisi pesantren yang selama ini di pegang teguh oleh para kyai-kyai pemimpin pesantren. Bahkan sekarang banyak juga masjid-masjid yang ada di masyarakat yang dijadikan sebagai tempat pembelajaran Al-Qur‟an atau lebih di kenal dengan Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ) dan lain sebagainya. c.
Santri Menurut Haidar Daulay, santri dapat dikategorikan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu : 1) Santri mukim, yakni para santri yang berdatangan dari luar daerah yang jauh sehingga tidak memungkinka untuk pulang ke rumahnya, maka akhirnya dia mondok (menetap/menempat/mukim) di pesantren. Oleh karena menjadi santri mukim, maka ia harus mengikuti tata tertib yang berlaku di pesantren. 2) Santri kalong, yakni para santri yang berasal dari daerah sekitar yang sangat memungkinkan mereka pulang ke daerah masing-masing. Santri kalong ini dating ke pondok hanya untuk mengikuti pelajarannya saja, habis itu ia pulang ke rumahnya sendiri dan tidak mengikuti aktifitas yang lainnya.23 d. Pengajaran Kitab-kitab Islam klasik Kitab klasik dalam pesantren yang dimaksud adalah kitab kuning. Bukan berarti warna kitab ini kuning, melainkan yang dimaksud adalah kitab yang ditulis oleh para ulama salaf abad pertengahan yang berisikan huruf arab” gundul” atau tanpa harokat yang harus diberi makna di bawah (absahi) menggunakan huruf arab “pegon”. Hanya santri-santri yang sudah mahir saja yang mampu melakukan ini ini dengan benar sesuai tuntunan. Oleh karena itu kemahiran santri tersebut 23
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 64
12
harus mempelajari secara mendalam ilmu-ilmu alatnya, yakni ilmu nahwu, shorof, balaghoh, ma‟ani, bayan, dan lain sebagainya. Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperdalam kitab-kitab yang dimaksud, sehingga kriteria tolok ukur lulus atau tidaknya santri adalah kemahiran dalam membaca dan menjelaskan isi kandungan kitab kuning tersebut. Bahkan sampai sekarang pun meskipun sebagian pesantren sudah memasukkan pelajaran umum, pengajian kitab kuning tetap dilaksanakan karena pengajian ini juga salah satu tradisi di pesantren yang harus di jaga. Jenis-jenis kitab kuning, menurut Dhofier dapa dikategorikan menjadi 8 (delapan) kelompok, yakni : kitab nahwu/shorof, kitab fiqih, kitab ushul fiqih, kitab hadits, kitab tafsir, kitab tauhid, kitab tasawwuf dan etika, serta cabangcabang ilmu lainnya seperti kitab tarikh dan balaghoh.24 e.
Kyai Kata kyai dalam bahasa Jawa di pakai untuk tiga gelar yang berbeda
yang tersebut di bawah ini : 1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat seperti “kyai garuda kencana” yang dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keratin Yogjakarta. 2) Sebagai gelar kehormatan kepada orang-orag tua pada umumnya. 3) Sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang yang ahli dalam agama Islam yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya.25 Kyai yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah gelar kyai yang ketiga. Kyai merupakan tokoh sentral dalam sebuah pesantren. Wibawa dan karisma kyai menentukan maju atau mundurnya sebuah pesantren.
24 25
Zamakhsari Dhofier, Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, hlm. 50. Zamakhsari Dhofier, Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, hlm. 55.
13
3.
Sekilas Sejarah Pesantren dan Pola Perkembangannya Perspektif sejarah pesantren sebenarnya tidak hanya identik dengan
makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous) pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan lanjutan dari lembaga pendidikan keagamaan pra-Islam, yang disebut dengan mandala. Konon mandala ini telah ada sejak zaman sebelum majapahit dan berfungsi sebagai pusat pendidikan (semacam sekolah) dan keagamaan. Mandala dianggap oleh orang Hindu-Budha sebagai tempat suci karena disitu tinggal para pendeta atau pertapa yang memberikan kehidupan yang patut dicontoh masyarakat sekitar karena kesalehannya. Mandala juga disebut sebagai wanasrama yang dipimpin oleh siddapandita yang bergelar muniwara, munindra, muniswara, maharsi, mahaguru atau dewaguru. 26 Pendapat lain yang mengatakan pondok pesantren adalah kelanjutan dari mandala adalah IP Simanjuntak (1973) yang mengatakan pesantren telah mengambil model dan tidak mengubah struktur organisasi dari lembaga pendidikan mandala masa Hindu. Pesantren hanya mengubah isi agama yang dipelajari, bahasa sebagai sarana pembelajaran, dan latar belakang santri. Namun, Abdurrahman Mas‟ud (2000) lebih condong mengatakan pesantren memiliki kesinambungan dengan lembaga pendidikan Gurucula yang telah ada di masa praIslam di Jawa.27 Meskipun belum diketahui secara jelas kapan pesantren pertama kali didirikan, namun ketika masa walisongo (abad 16 – 17 M) sudah terlacak sebuah pesantren yang didirikan Syeikh Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Konon pesantren yang didirikan tersebut merupakan pesantren pertama dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia.28 26
Ismawati, “Melacak Cikal Bakal Pesantren Jawa”, dalam Anasom (ed), Merumuskan Kembali Interrelasi Islam-Jawa, (Yogjakarta : Penerbit Gama Media dan Pusat Kajian Islam dan Budaya Jawa IAIN Walisongo Semarang, 2004), hlm.95-96. 27 Abdurrohman Mas‟ud, “Pesantren dan Walisongo : Sebuah Interaksi dalam Dunia Pendidikan,” dalam Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogjakarta : Penerbit Gama Media, 2000), hlm. 223. 28 Fatah Syukur NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang : Pusat Kajian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu KeIslaman dan Pesantren and Madrasah Development Centre, 2004 ), Cet. I. hlm. 26.
14
Perkembangan awal pesantren ini bisa dilihat dari menguatnya identitas pesantren yang khas sebagai lembaga pendidikan agama, meminjam istilahnya Abdul Djamil, dikatakan amat kosmopolit. Pada tahap ini, eksistensi pesantren telah selaras dan sesuai dengan sebagaimana apa yang diperlihatkan oleh para wali dan santrinya yang mengambil peran-peran strategis di bidang sosial, ekonomi dan politik.29 Kemudian pada tahap selanjutnya lebih diakulturasikan dengan kebudayaan dan tradisi jawa yang berkembang. Maka, dari peran Syeikh Maulana Malik Ibrahim inilah kemudian lahir ribuan muballigh yang menyebar ke seluruh Tanah Jawa dan daerah-daerah sekitarnya. Faktor yang mempengaruhi mengapa pertumbuhan pesantren diantaranya kebiasaan santri yang setelah selesai atau tamat dari belajar pada seorang kyai, ia di beri izin untuk atau ijazah oleh kyai untuk membuka dan mendirikan pesantren baru di daerah asalnya. Dengan begini, perkembangan pesantren semakin merata di berbagai daerah, terutama di perdesaan. Menurut Zamachsari, jumlah lembaga pendidikan pesantren di seluruh Indonesia pada kurun waktu 2 dekade terakhir berkembang sangat cepat. Terhitung pada bulan desember 2008 telah mencapai kuantitas sebanyak 21.521 pesantren dengan jumlah santri sebanyak 3.557.713 santri. Sebelumnya Zamachsjari telah menguraikan jumlah tersebut semenjak tahun 1977 berjumlah 4.176 pesantren, tahun 1987 berjumlah 6.579 pesantren. Namun untuk dekade berikutnya belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Baru tahun 1997 mulai bertambah menjadi 8.342 pesantren, tahun 2000 sebanyak 12.012 pesantren, tahun 2003 sebanyak 14.666 pesantren.30 Dan 5 tahun kemudian bertambah 6.855 pesantren sehingga total seluruh pesantren se-Indonesia tahun 2008 berjumlah 21.521 pesantren. Perkembangan di atas, menurut Zamachsjari dikarenakan pesantren kini ditunjang oleh UU Sisdiknas No. 2 Tahun 1989 yang memberikan legalitas yang
29
Abdul Djamil, “Pesantren : Jati Diri dan Perannya dalam Kebudayaan”, dalam Prolog Profil Pesantren Kudus, (Kudus : Central Riset dan Manajemen Informasi, 2005), hlm. Vi. 30 Zamakhsari dhofier, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa, hlm. 660-661.
15
sama dengan sekolah-sekolah negeri tingkat dasar dan menengah terhadap madrasah-madrasah tingkat dasar dan menengah yang dikembangkan di pesantren. Oleh karenanya, diperkirakan tahun 2020 mmendatang jumlah lembaga pendidikan pesantren kemungkinan akan mencapai sekitar 35.000 pesantren.31 Keadaan demikian merupakan peluang bagi pihak pesantren untuk lebih membuka menerima perubahan. Berbagai pola pengembangan telah dilakukan oleh beberapa pesantren akhir-akhir ini. Pola-pola pengembangan pesantren menurut para pakar antara lain: Menurut Abdurrahman Wahid, pola pengembangan yang ada di tubuh pesantren dapat terbagi menjadi 3 (tiga) pola, yaitu : a.
Pola pengembangan sporadis (berdasar pada aspirasi masing-masing pesantren) Pola ini ditempuh oleh beberapa pesantren utama secara sendirisendiri, tanpa tema tunggal yang mengikat kesemua upaya mereka itu. Meskipun demikian, mereka terbukti memiliki intensitas kerja cukup tinggi dan mempunyai pengaruh yang mendalam. Adapun bentuk kegiatan pokok dari jenis pengembangan sporadis ini antara lain : 1) Mengambil bentuk berdirinya beberapa sekolah non-agama (SMP dan SMA) selain sekolah-sekolah agama tradisional yang telah ada di pesantren, seperti yang terjadi di pesantren Tebu Ireng dan Rejoso (Jombang). 2) Menyempurnakan kurikulum campuran (agama dan umum) yang telah diramu oleh beberapa lembaga pendidikan tingkat tinggi. Seperti pematangan kurikulum yang dilakukan oleh pondok modern Gontor (Ponorogo) sehingga melahirkan Institut Pendidikan Darussalam (IPD). 3) Mengembangkan pola pesantren yang lain dari pada sebelumnya, seperti berdirinya beberapa belas PKP (pondok karya pembangunan) dengan mengambil
pembinaan
dari
pemerintah
daerah
dan
organisasi
kemasyarakatan yang ada. 31
Zamakhsari dhofier, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa, hlm. 167.
16
b.
Pola pengembangan pendidikan ketrampilan (dikelola oleh Kementrian Agama) Pola semacam ini telah diikuti oleh lebih dari seratus buah pesantren di Indonesia. Pendidikan ketrampilan ini, menjadi bagian dari kurikulum yang diwajibkan oleh pemerintah bagi sekolah-sekolah agama yang ingin memperoleh persamaan dengan sekolah-sekolah non-agama. Adapun pengembangan pendidikan ketrampilan ini di pecah menjadi komponen-komponen yang berbeda-beda, diantaranya yaitu : 1) Pendidikan kepramukaan 2) Pendidikan kesehatan 3) Pendidikan kejuruan (pertanian, pertukangan, dan kejuruan dasar elektronika).
c.
Pola pengembangan latihan pengembangan masyarakat (dirintis oleh LP3ES) LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) dalam rangkanya ikut serta mengembangkan pesantren dengan mengadakan kerjasama dengan berbagai lembaga, baik dari pemerintah maupun swasta, dari dalam negeri maupun luar negeri. Ide dasar dari pola ini tidak lain mendidik sebagian santri untuk menjadi tenaga pengembangan masyarakat (change agents) yang mampu mengetahui kebutuhan pokok masyarakat, menggali sumber daya alam dan manusiawi yang dapat dipakai untuk memenuhinya, dan menggerakkan pertisipasi masyarakat untuk berpikir membangun pedesaan dalam pola pengembangan yang terpadu. Bentuk kegiatan yang dilakukan LP3ES adalah berorientasi pada program Latihan Pengembangan Masyarakat dari Pondok Pesantren yang berlangsung di pesantren pabelan (Magelang).32 Selanjutnya menurut A. Qodri A. Azizy yang mengklasifikasikan pola pesantren yang variatif ini dengan pola sebagai berikut : 1) Pesantren yang hanya menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerakan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah 32
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (Yogjakarta : LKiS, 2010), cet.III, hlm. 169-174.
17
keagamaan (MI, MTs, MA, dan PT Agama Islam), maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan PT Umum), seperti pesantren Tebu Ireng Jombang, pesantren Futuhiyyah Mranggen, dan pesantren Syafi‟iyyah Jakarta. 2) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti pesantren Gontor Ponorogo, pesantren Maslakul Huda Kajen Pati (Matholi‟ul Falah) dan Darul Rohman Jakarta. 3) Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah (madin), pesantren salafiyyah Langitan Tuban, lirboyo Kediri dan pesantren Tegal Rejo Magelang. 4) Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis ta‟lim) 5) Pesantren yang berkembang menjadi tempat asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan mahasiswa.33 Pesantren Menurut Kemenag RI secara umum jenis pesantren dapat dideskripsikan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu sebagai berikut : 1) Pesantren Tipe A a) Para santri belajar dan menetap di pesantren b) Kurikulum tidak tertulis secara eksplisit melainkan memakai hidden curriculum (benak kyai) c) Pola pembelajaran menggunakan metode pembelajaran asli milik pesantren (sorogan, bandongan, dan lain sebagainya) d) Tidak menyelenggarakan pendidikan dengan sistem madrasah 2) Pesantren Tipe B a) Para santri tinggal dalam pondok/asrama b) Pembelajaran menggunakan perpaduan pola pembelajaran asli pesantren dengan sistem madrasah c) Terdapatnya kurikulum yang jelas 33
Ahmad Qodri Abdillah Azizy, “Memberdayakan Pesantren Dan Madrasah” dalam Abdurrohman Mas‟ud, et.al, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002), Cet.I
18
d) Memiliki tempat khusus yag berfungsi sebagai sekolah (madrasah) 3) Pesantren Tipe C 1) Pesantren hanya semata-mata tempat tinggal (asrama) bagi para santri 2) Para santri belajar di madrasah/sekolah yang letaknya tidak jauh dengan pesantren 3) Waktu belajar di pesantren biasanya malam/siang hari jika para santri tidak belajar di sekolah/madrasah (ketika mereka di pesantren) 4) Pada umumnya tidak terprogram dalam kurikulum yang jelas dan baku.34
4.
Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills)
a.
Pengertian Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) dan Kompleksitas pengembangannya dalam Pondok Pesantren Istilah kurikulum yang berasal dari bahasa latin (curiculum) semula berarti a runing course, or race cource, espcially a chariot race course dan terdapat pula dalam bahasa prancis (courier) artint to run
yang artinya
berlari. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Seperti halnya dengan istilah-istilah lain yang banyak digunakan, kurikulum juga mengalami perkembangan dan tafsiran yang berbagai ragam. Setiap ahli kurikulum mempunyai rumusan sendiri, walaupun di antara berbagai definisi itu terdapat aspek-aspek persamaan. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan disekolah. Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang, juga di Indonesia. Dalam perkembangan kurikulum sebagai suatu kegiatan pendidikan, timbul berbagai definisi lain. Defeinisi ini menentukan apa yang termasuk ke dalam ruang lingkupnya. Di antara definisi-definisi yang ada, termasuk 34
Tim Depag RI, Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 18.
19
definisi yang populer diguanakan adalah “the curriculum of a school is all the experiences that pupils have under the guidance of the school” yaitu segala pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah. Definisi yang mirip seperti itu diberikan antara lain oleh Harold Alberty, john kerr, dan lain-lain.35 Kurikulum yang dimaksudkan adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan dari awal sampai akhir. Kurikulum juga berarti “chariot” semacam kereta pacu zaman dulu yaitu suatu alat yang membawa seseorang dari “start” sampai “finish”. 36 Kemudian pengertian kecakapan hidup (Life Skills) adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari ketrampilan vokasional atau ketrampilan bekerja. Orang yang tidak bekeja, misalnya ibu rumah tangga atau orang yang sudah pensiun tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti halnya orang yang bekerja, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Orang yang sedang menempuh pendidikan pun memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu juga memiliki permasalahannya sendiri. Pengertian lain kecakapan hidup (Life Skills) adalah: 1) Pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk berfungsi dalam masyarakat 2) Kemampuan yang membuat seseorang berbeda dalam kehidupan seharihari (Baker, 2005) 3) Kemampuan
yang
berupa
prilaku
adaptif
dan
positif
yang
memungkinkan seseorang untuk menjawab tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari secara efektif (WHO, 2003).37 35
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 9-10. 36 Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta, Bumi Aksara, 2001 Ed. 2, Cet. 4), hlm. 1-2.
37
Departemen Agama RI, Pedoman integrasi life skill terhadap pembelajaran, (Jakarta, Direktorat jenderal kelembagaan Agama Islam, 2005 ), hlm. 6.
20
Jadi pengertian kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dapat didefinisikan sebagai segala kegiatan dalam pengalaman belajar yang dirancang, direncanakan, diprogramkan dan diselenggarakan oleh lembaga bagi anak didiknya dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan berupa kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Perkembangan kurikulum pada hakikatnya sangat kompleks karena banyak faktor yang terlibat dengannya. Artinya arah perkembangan kurikulum dalam bentuk apapun karena berbagai faktornya, itu bisa diketahui arah perkembangannya melalalui bingkai kurikulumnya. Tiap kurikulum didasarkan atas asas-asas tertentu, antara lain : 1) Asas filosofis, yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan. 2) Asas sosiologis, yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3) Asas organisatoris, yang memberikan dasar-dasar
dalam bentuk
bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya. 4) Asas psikologi, yang memeberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan bahan yang disediakan dapat dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak didik atau santri sesuai dengan taraf perkembangannya. Semua asas-asas itu sendiri cukup kompleks dan selain itu dapat mengandung hal-hal yang saling bertentangan, sehingga harus diadakan pilihan akan menghasilkan kurikulum yang berbeda-beda, walupun hanya mengenai salah satu asas tersebut.38 Lembaga pendidikan pondok pesantren, dewasa ini pada setiap pesantren terdapat tiga jenis pendidikan, yaitu pendidikan pondok pesantren, madrasah dan sekolah umum. Dalam metode pembelajaran, pondok pesantren 38
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 1-2.
21
menerapkan metode pembelajaran sorogan, bandongan, halaqah dan lalaran. Dalam perkembangannya metode-metode tersebut mengalami reorientasi penerapan metode antara lain halaqah, yakni dari bentuknya yang hanya mendiskusikan arti terjemahan sebuah arti kitab (arti kata dan cara baca yang berdasarkan nahwu, sharaf dan balaghah), kepada penekanan bagaimana membahas isu suatu kitab. Di samping itu, pembaharuan juga dilakukan dengan menggunaka sistem kelas dan berjenjang (hirarkis). Dalam hal evaluasi, setelah pesantren membuka sistem madrasah, kini mengalami pergeseran bentuk keberhasilan (kelulusan) santri. Dari yang semula di ukur dengan legitimasi restu kyai dengan cara terlebih dahulu ditentukan oleh penampilan kemampuan mengajarkan kitab pada orang lain dan audiennya (mustami‟) menjadi puas, kebentuk ujian (imtihan) resmi dengan sistem pemberian angka-angka tanda lulus atau naik tingkat bahkan dengan ijazah (formal).39
b. Prinsip-prinsip,
Tujuan
dan
Manfaat
Kurikulum
Berbassis
Kecakapan Hidup (life skills) Prinsip-prinsip kurikulum berbassis kecakapan hidup (life skills) meliputi beberapa hal berikut : 1) Kurikulum berbassis kecakapan (life skills) hendaknya tidak mengubah system pendidikan yang yang telah berlaku. 2) Kurikulum berbassis kecakapan hidup (life skills) tidak harus merubah kurikulum yang sudah ada , tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan kurikulum yang sudah ada untuk diorientasikan pada kecakapan hidup 3) Etika sosio relegius bangsa tidak boleh dikorbankan dalam kurikulum berbassis kecakapan hidup (life skills), melainkan justru sedapat mungkin diintegrasikan dalam proses pendidikan 4) Pembelajaran kecakapan hidup (life skills) menggunakan prinsip learning to know (belajar untuk mengetahui sesuatu), learning to do (belajar untuk 39
Ahmad Muthohar, AR., Ideologi Pendidikan Pesantren; Pesantren Di Tengah Arus IdeologiIdeologi Pendidikan, hlm. 5.
22
dapat mengerjakan sesuatu), learning to be (belajar untuk menjadi jati dirinya sendiri), dan learning to life together (belajar untuk hidup bersama). 5) Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren hendaknya menggunakan manajemen berbasis pondok pesantren 6) Potensi daerah sekitar pondok pesantren dapat direfleksikan dalam penerapan kurikulum berbassis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren, sesuai dengan pendidikan kontekstual (contextual teaching learning/CTL) dan pendidikan berbasis luas (broad based education). 7) Paradigma learning for life (belajar untuk kehidupan) dan learning to work (belajar untuk bekerja) dapat dijadikan sebagai dasar kurikulum berbassis kecakapan hidup (life skills), sehingga terjadi pertautan antara kurikulum berbassis kecakapan hidup (life skills) dengan kebutuhan nyata para peserta didik atau santri. 8) Penyelenggaraan kurikulum berbassis kecakapan hidup (life skills) diarahkan agar peserta didik atau santri menuju hidup yang sehat dan berkualitas, mendapatkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan yang luas serta memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara layak.40 Secara umum kurikulum berorientasi pada kecakapan hidup yang bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya,
yaitu
mengembangkan potensi peserta didik atau santri untuk menghadapi perannya di masa yang akan datang. Kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) secara khusus bertujuan untuk: 1) Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga mereka cakap bekerja (cakap hidup) dan mampu memecahkan masalah hidup sehari-hari. 2) Merancang pendidikan dan pembelajaran agar fungsional bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan datang.
40
M. Sulthon Masyhud, dkk. Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, Cet. II, 2004), hlm.163-164.
23
3) Memberikan kesempatan sekolah/madrasah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan pendidikan berbasis luas. 4) Mengoptimalisasikan
pemanfaatan
sumber
daya
di
lingkungan
sekolah/madrasah dan masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Menyimak tujuan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) tersebut, secara tersirat menjelaskan kepada kita bahwa lembaga pendidikan diharuskan memberikan peluang yang luas dan besar kepada peserta didiknya untuk mendapatkan pendidikan tambahan yang berdimensi kecakapan hidup bagi semua peserta didik. Pendidikan tambahan tersebut bukan berarti menambah jam pelajaran, tetapi memberikan materi-materi yang dapat menggugah peserta didik (santri) untuk dapat secara responsif dan proaktif menggeluti sebuah ketrampilan sehingga santri mampu memanfaatkan ketrampilan tersebut untuk kepentingan masa depannya. Adapun manfaat kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills), secara umum adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat maupun sebagai warga Negara. Secara khusus manfaat kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) meliputi: 1) Untuk membekali individu dalam hidup 2) Untuk merespon kejadian dalam hidup 3) Yang memungkinkan hidup dalam masyarakat yang interdependen 4) Yang membuat individu mandiri, produktif, mengarahkan pada kehidupan yang memuaskan dan memiliki kontribusi pada masyarakat 5) Yang memungkinkan individu untuk berfungsi secara efektif di dunia yang selalu berubah Jika semua manfaat di atas dicapai, maka faktor ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada dapat diturunkan, yang berarti produktifitas nasional akan meningkat secara bertahap.
24
c. Penerapan Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) di Pondok pesantren Penerapan atau implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktisnsehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner‟s Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect” (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Berdasarkan definisi penerapan atau implementasi tersebut, implementasi kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dapat diberi pengertian sebagai suatu proses penerapan ide, konsep dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatiu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik atau santri menguasai kecakapan hidup tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Memahami uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa implementasi atau penerapan kurikulum adalah operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Dengan demikian implementasi kurikulum merupakan hasil terjemahan guru terhadap kurikulum yang dijabarkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai rencana tertulis.41 Kecakapan
hidup
merupakan
orientasi
pendidikan
yang
mensinergikan mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya. Jadi penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (Life Skills) di pondok pesantren adalah bagaimana menyampaikan pesan-pesan kurikulum kepada peserta didik atau santri untuk mendapatkan kecakapan hidup
yang
setidaknya
membuat
para
santri
mampu
menghadapi
kompleksitas permasalahan yang ada dalam lingkungannya kelak. Penerapan Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) di pondok pesantren merupakan suatu proses penerapan ide, konsep kebijakan, atau inovasi dalam 41
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta, Bumi Aksara, Cet. 4, 2010), hlm.178-179.
25
suatau tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap para santri. Terdapat beberapa aspek yang yang tercakup dalam kurikulum berbasis kecakapan hidup ((Life Skills)) di pondok pesantren. Aspek I kecakapan hidup, meliputi: 1) Kecakapan dasar, terdiri dari : a) Belajar mandiri b) Membaca, menulis dan berhitung c) Berpikir d) Kalbu e) Mengelola raga f)
Merumuskan kepentingan dan mencapainya
g) Keluarga dan sosial 2) Kecakapan instrumental, terdiri dari: a) Memanfaatkan teknologi b) Mengelola sumberdaya c) Bekerjasama dengan orang lain d) Memanfaatkan informasi e) Menggunakan sistem f)
Berwira usaha
g) Kejuruan h) Memilih dan mengembangkan karir i)
Menjaga harmoni dengan lingkungan dan
j)
Menyatukan bangsa Aspek II kecakapan hidup, meliputi ;
1) General life skills; a) Kesadaran diri 1) sadar sebagai mahluk Tuhan 2) sadar akan potensi diri (fisik dan psikologi) 3) sadar sebagai mahluk sosial 4) sadar sebagi mahluk lingkungan
26
b) kecakapan berpikir 1) kecakapan menggali informasi 2) mengelola informasi 3) menyelesaikan masalah secara kreatif dan aris dan 4) mengambil keputusan secara cepat dan tepat. 2) Spesific life skills; kecakapan yang terkait dengan pekerjaan yang ada di lingkungan yang ingin ditekuni. Kecakapan ini meliputi kecakapan akademik antara lain : a) Kecakapan mengidentifikasi variable b) Kecakapan menghubungkan variable c) Kecakapan merumuskan hipotesis d) Kecakapan melaksanakan penelitian e) Kecakapan vokasional, disebut juga dengan kecakapan kejuruan, karena sudah mengarah kepada bidang pekerjaan tertentu yang ada di masyarakat. Aspek III kecakapan hidup, meliputi beberapa kecakapan antara lain: 1) Personal skills yaitu; kecakapan memelihara sukma atau roh dan memelihara raga. 2) Social skills yaitu; memelihara hubungan dengan masyarakat umum dan hubungan dengan masyarakat khusus. 3) Environmental skills yaitu; memelihara lingkungan nyata dan lingkungan ghaib. 4) Occupational skills, menguasai salah satu pekerjaan yang halal. Secara garis besar penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS). Kecakapan hidup yang bersifat umum atau GLS adalah kacakapan yang perlu diperlukan oleh siapapun, baik yang bekerja, yang tidak bekerja dan yang sedang menempuh pendidikan, kecakapan ini terbagi menjadi tiga (3) bagian, yaitu:
27
1) Kecakapan mengenal diri (personal skills) atau disebut dengan selfawreness. Kecakapan mengenal diri ialah suatu kemampuan berdialog yang diperlukan seseorang untuk mengaktualisasikan jati diri dan menemukan kepribadian dengan cara menguasai serta merawat raga dan sukma atau jasmani dan rohani. Atau dengan kata lain : a) Penghayatan diri sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara. b) Menyadari dan menyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. 2) Kecakapan berpikir rasional (thingking skills) antara lain : a) Kecakapan menggali dan menemukan informasi b) Kecakapan mengelola informasi dan mengambil keputusan c) Kecakapan memecahkan masalah 3) Kecapan sosial (social skills) a) Kecakapan komunikasi dengan empati (communication skills) b) Kecakapan bekerjasama (collaboration skills) Sedangkan kecakapan hidup yang bersifat spesifik atau specific life skills SLS adalah kecakapan hidup yang harus dimiliki seseorang secara khusus, atau disebut juga dengan kompetensi teknis. Kecakapan ini terbagi menjadi dua (2) bagian, yaitu: 1) Kecakapan akademik atau kemampuan berpikir ilmiah (academic skill). Pada dasarnya kecakapan akademik merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada general life skills (GLS). Jika kecakapan berpikir pada GLS masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani memang lebih memerlukan berpikir ilmiah. Kecakapan ini mencakup: a) Kecakapan mengidentifikasi variable dan menjelaskan hubungan antar variable tersebut. b) Kecakapan merumuskan hipotesis c) Kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian
28
2) Kecakapan
Vokasional/kemampuan
kejuruan
(vocational
skill).
Kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang akan mengandalkan ketrampilan psikomotor dari pada kecakapan berpikir ilmiah. Kecakapan vokasional mempunyai dua bagian, yaitu; kecakapan vokasional dasar dan kecakapan vokasional khusus yang sudah terkait dengan pekerjaan tertentu. Kecakapan vokasional dasar meliputi beberapa hal, antara lain : melakukan gerak, menggunakan alat sederhana yang diperlukan bagi semua orang menekuni pekerjaan manual (misalnya palu, tang, obeng dan lain-lain). Sedangkan kecakapan vokasional khusus yang diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai. Prinsipnya dalam kecakapan ini menghasilkan barang atau jasa. Dalam kehidupan sehari-hari antara GLS dan SLS tidak berfungsi secara terpisah, tetapi melebur menjadi satu tindakan individu yang melibatkan aspek pisik, mental, emosional dan intelektual. Konsep life skill di lembaga pendidikan merupakan wacana pengembangan kurikulum yang telah sejak lama menjadi perhatian para pakar. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan silabus konsep life skill ini perlu mendapatkan perhatian khusus, terutama pada mata pelajaran yang menekankan pada kecakapan hidup atau bekerja. Dalam pengembangan silabus, life skill dimaknai sebagai : 1) Kecakapan apa yang relevan dipelajari santri, dengan kata lain, kemampuan apa yang harus mereka kuasai setelah menyelesaikan kompetensi dasar atau standar kompetensi tertentu 2) Bahan belajar apa yang harus dipelajari sebagai wahana untuk menguasai kemampuan tersebut 3) Kegiatan dan pengalaman belajar seperti apa yang harus dilakukan dan di alami sendiri oleh santri sehingga ia menguasai standar kompetensi tertentu. 4) Fasilitas alat sumber dan belajar bagaimana yang perlu disediakan untuk mendukung ketercapaian standar kompetensi tertentu.
29
Dengan demikian life skill memiliki makna yang lebih luas dari kecakapan kerja tertentu, tetapi bermakna kecakapan hidup. Pengertian kecakapan hidup disini tidak semata-mata berarti memiliki kemampuan tertentu saja. Namun santri atau peserta didik harus memiliki kompetensi dasar pendukungnya seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber-sumber daya, bekerja sama dalam tim atau kelompok, mempergunakan teknologi dan sebagainya. Life skill menunjuk berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan bermartabat di masyarakat. Berdasarkan konsepsi dan penggolongan kecakapan hidup, beberapa hal perlu diperhatikan antara lain : 1) Kecakapan hidup merupakan perluasan spectrum isi pendidikan bukan pragmatisme baru guna mengakomodasi dan mengantisipasi tuntutan, kebutuhan tantangan dan kebutuhan baru yang muncul sebagai konsekuensi logis dari berbagai perkembangan yang dihadapi oleh peserta didik atau santri. 2) Kecakapan hidup bukan sekedar penjumlahan bermacam-macam kecakapan yang disebut di atas, melainkan satu kesatuan, kepaduan, keutuhan dan kesenyawaan berbagai kecakapan hidup tersebut. Karena itu kecakapan hidup tidak identik apalagi sama dengan kecakapan berpikir dan bernalar, kecakapan akademis, kecakapan sosial, kecakapan personal dan kecakapan vokasional atau penjumlahan kelima kecakapan tersebut. Ini menunjukan bahwa kecakapan hidup perlu dilihat secara integrative dan holistic. 3) Kecakapan hidup bukan berkenaan dengan kecakapan pisikomotorik anggota tubuh semata, tetapi juga berkenaan dengan kecakapan berpikir dan sikap sosial humaniora yang dibutuhkan masyarakat luas khususnya peserta didik dalam berkiprah dalam kehidupan sehari-hari. 4) Kecakapan hidup harus kontekstual, antisipatif, prospektif dan relevan secara sosio ekonomis, sosio cultural dan lain-lain. Dengan kata lain kecakapan hidup harus membumi dan akrab dengan masyarakat luas.
30
Oleh sebab itu, analisis kebutuhan masyarakat akan kecakapan hidup akan sangat menentukan kecakapan hidup yang dikembangkan dan dibentuk pada suatu masyarakat lembaga pendidikan. 5) Kecakapan hidup mengutamakan kinerja dan praksis dari pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai. Sebagai contoh kecakapan personal membutuhkan wujud dan praktik semangat kerja keras, etos wira usaha, jiwa tahan banting dalam hidup nyata daripada sekedar pengetahuan tentang kerja keras, etos wira usaha dan jiwa tahan banting saja. Kelima hal tersebut mengimplikasikan bahwa kecakapan hidup merupakan kiat dan praksis yang membuat masyarakat luas dapat mandiri dan otonom dalam menjalani dan mengembangkan kehidupan sehari-hari yang berubah-ubah dan tidak pasti. Penerapan
kurikulum
berbasis
kecakapan
hidup
setidaknya
dipengaruhi oleh tiga faktor berikut: 1) Karakteristik kurikuluim, yaitu yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna di lapangan. 2) Strategi
implementasi,
yaitu
strategi
yang
digunakan
dalam
implementasi, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong pengguna kurikulum di lapangan. 3) Karakteristik pennguana kurikulum,
yang meliputi
pengetahuan,
ketrampilan,nilai, dan guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk
merealisasikan
kurikulum
(currriculum
planing)
dalam
pembelajaran. Sejalan dengan uraian diatas, Mars (1998) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah atau kepala pondok pesantren, dukungan rekan sejawat guru (asatidz), dan dukungan internal yang datang dari dalam diri ustadz sendiri. Dari berbagai faktor tersebut guru merupakan faktor penentu disamping faktor-faktor yang lain. Dengan kata lain, keberhasilan implementasi atau penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup di pondok pesantren sangat
31
ditentukan oleh dewan asatidz, karena bagaimanapun baiknya sarana pendidikan jika guru tidak memahami dan melaksanakan tugas dengan baik, maka hasil implementasi kurikulum tidak akan memuaskan. 42
42
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, hlm.179-180.
32
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini digunakan jenis penelitian lapangan (field research), yaitu riset yang dilakukan dikancah atau medan terjadinya gejalagejala. 43 Di sini penulis mengumpulkan data dari lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini.44 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan. Secara teknis penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam bahasa dan dalam peristilahannya45. Oleh karena itu penelitian ini tidak melibatkan perhitungan, maka hasil yang diperoleh berupa data yang berwujud kata-kata tertulis atau lisan orang yang diamati.
B. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian dengan judul penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skiils)
sebuah studi di pondok pesantren al-fadllu jagalan
kutoharjo
kaliwungu kendal ini dilaksanakan dari tanggal 11 November 2011 sampai dengan tanggal 21 November 2011 bertempat di pondok pesantren Al-fadllu Kendal. Namun sebelum penelitian ini dilakukan peneliti telah lebih dulu melaksanakan pengamatan-pengamatan dan mencari informasi tentang seputar penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup di pondok pesantren Al-fadllu Kendal (pra riset), tepatnya pada bulan Agustus dan September 2011.
43
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM), 1997, hlm. 10. 44 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Telaah Potivistik, Rasionalistik, dan Phenomenologik), (Yogyakarta: Rake Sarasin), 2002, hlm. 38. 45 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXII, (Bandung : PT. Pemaja Rosdakarya, 2006), hlm. 6.
33
C. Sumber Data Sumber data adalah subyek dimana data dapat diperoleh dilapangan.46 Sumber data dikumpulkan dari lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini.47
D. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini yang diteliti adalah seputar penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di lembaga pendidikan Islam pondok pesantren Al-fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal, yang berdiri pada tahun 1985, dan didirikan oleh KH. Dimyati Rois, fokusnya beberapa hal yang terkait dengan penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS) di pondok pesantren tersebut. 1. penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) yang meliputi: a. Kecakapan mengenal diri b. Kecakapan berpikir rasional c. Kecakapan sosial 2. penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS) yang meliputi: a. Kecakapan akademik atau kemampuan berpikir ilmiah b. Kecakapan Vokasional/kemampuan kejuruan
E. Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik atau cara sebagai berikut:
46
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet 12, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), 2002, hlm. 213. 47 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Telaah Potivistik, Rasionalistik, dan Phenomenologik), hlm. 38.
34
1.
Metode Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.48 Data-data dokumentasi tersebut dapat berupa arsiparsip yang digunakan untuk memperjelas penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal yang terkait dengan kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS).
2.
Metode Observasi Partisipatif Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.49 Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik observasi partisipan, dan diterapkan untuk memperoleh data-data tentang penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu Kendal yang berlangsung.
3.
Metode Wawancara (Interview) Metode wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan jalan mengadakan tanya jawab sepihak dengan sistematis dan berlandaskan kepada
48
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D), hlm. 240. 49 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D), hlm. 227.
35
tujuan penelitian. Dan pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab tersebut.50 Dalam hal ini peneliti menggunakan bentuk bebas terpimpin, dan ditujukan kepada informan untuk meminta keterangan tentang lembaga pendidikan pondok pesantren terkait secara umum, penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup secara khusus, dan sarana prasarana serta berbagai kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu Kendal.
F. Triangulasi dan Teknik Analisis Data 1.
Triangulasi Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan
data
dengan
triangulasi,
maka
sebenarnya
peneliti
mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibelitas data, yaitu mengecek kredibelitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Ada dua bentuk triangulasi yang bisa dilakukan oleh peneliti. Pertama triangulasi teknik yaitu; penggunaan teknik pengumpulan data yang berbedabeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Kedua triangulasi sumber yaitu; untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Kedua triangulasi tersebut peneliti gambarkan dalam bagan berikut:51
50
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia), 1977,
hlm. 215. 51
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D), hlm. 241-142.
36
Bagan I Observasi partisipatif Sumber data sama
Wawancara mendalam Dokumentasi
A
B
Wawancara mendalam
C
2.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan
hasil
observasi,
wawancara
dan
lainnya
untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang permasalahan yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Dalam menganalisa data, peneliti menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu data yang diperoleh tidak dianalisa menggunakan rumusan statistika, namun data tersebut dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan sesuai kenyataan realita yang ada dilapangan. Hasil analisa berupa pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Uraian pemaparan harus sistematik dan menyeluruh sebagai satu kesatuan dalam konteks lingkungannya juga sistematik dalam penggunaannya sehingga urutan pemaparannya logis dan mudah diikuti maknanya.52 52
Nana Sudjana, dan Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Kualitatif, (Bandung : Sinar Baru), 1989, hlm. 197-198.
37
Jadi analisis ini peneliti gunakan untuk menganalisa tentang penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di
pondok
pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal. Adapun langkah-langkah analisis yang peneliti lakukan selama di lapangan adalah: a. Reduksi Data (Data Reduction) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.53 Dengan demikian data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang cukup jelas. b. Penyajian Data (Data Display) Setelah
data
direduksi,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
mendisplaykan data, sehingga data dapat terorganisasikan dan dapat semakin mudah dipahami. c. Kesimpulan (Conclution) Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan
data
berikutnya.
Tetapi
apabila
kesimpulan
yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.54
53
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
54
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D),
hlm. 92. hlm. 99.
38
BAB IV PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KECAKAPAN HIDUP (Life Skills) DI PONDOK PESANTREN AL-FADLLU JAGALAN KUTOHARJO KALIWUNGU KENDAL
Dalam rangka menjadikan pendidikan pondok pesantren sebagai pendidikan alternatif yang mampu secara maksimal menerapkan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) bagi para santri, sehingga para santri mempunyai kecakapan hidup yang mumpuni dalam menghadapi tantangan masa kini dan masa yang akan datang. Tentu saja beragam persoalan yang saat ini sedang menantang, bahkan mengancam dunia pondok pesantren. Misalnya sistem pendidikan yang masih belum tertata rapi, penyempitan orientasi kurikulum, pola pembelajaran yang masih konservatif, tantangan yang datang dari pendidikan formal, dan tantangan kekinian masyarakat khususnya dalam hal kecakapan hidup (life skills) para santri, masih saja terus menjadi sororotan para wali santri khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sebagai lembaga pendidikan pendidikan Islam tertua, agaknya dunia pondok pesantren kesulitan dalam menghadapi berbagai persoalan tersebut. Benarkah persoalan-persoalan tersebut terjadi pada pesantren di Al-Fadllu? Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka di bawah ini secara objektif akan dianalisis kondisi pondok pesantren yang dimaksud.
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu 1.
Sekilas Sejarah Pesantren Al-Fadllu Pesantren yang telah berdiri sejak tahun 1405 H atau 1985 M, tepatnya
pada tanggal 10 Muharam atau 15 juli di kampong Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal telah melewati beberapa zaman, dengan ridlo Alllah SWT KH. Dimyati Rois mendirikan pondok pesantren Al-Fadllu. Pondok pesantren ini berdiri bermula dari kedatangan empat orang santri yang hendak menimba ilmu pada pendiri, yaitu; Bisri Anshori dari kabupaten Indramayu, Agus Salim, Satibi dan
39
Lukman Hakim dari kabupaten subang. Setelah empat tahun lamanya mereka belajar dalam bimbingan pengasuhm tetapi jumlah mereka belum bertambah, hingga pada awal abad ke-14 H resmilah lembaga pendidikan pesantren didirikan oleh pengasuh KH. Dimyati Rois. Dengan berjalannya waktu, semakin banyak santri yang belajar di pesantren Al-Fadllu ini, diantaranya kedua putera KH. Mahrus Ali Lirboyo yaitu; Agus Khafabihi dan Agus An‟im Falahuddin. Pada masa perkembangannya pesantren Al-Fadllu telah menyusun sistem kelembagaan pesantrennya dengan menunjuk ustadz Bisri Anshori sebagai kepala pondok dan ustadz Agus Salim sebagai wakilnya. Pada masa kepemimpinannya struktur pengurus yang pertama ini, tercetuslah musayawarah bulanan atau diskusi. Kemudian dengan berjalannya waktu terbentuklah sistem pendidikan pesantren yang mapan. Awal perjalanan sistem pendidikan pondok pesantren Al-Fadllu bermula dari sistem non formal atau sistem pembelajaran di luar jam-jam sekolah pada umumnya. Pondok pesantren hanya menyediakan proses pembelajaran klasik saja yaitu; bandungan, halaqah dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu pesantren mengalami pembaharuan sistem pendidikan bermula dari non formal menjadi in formal, karena pertimbangan efektivitas pembelajaran dan efisiensi waktu.55 Sejalan dengan tidak dirumuskannya tujuan pendidikan secara eksplisit, maka pada sebagian pesantren istilah kurikulum tidak dapat ditemukan, walaupun essensi materinya ada dalam praktek pengajaran, bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan sehari-hari di pondok pesantren, yang semuanya itu merupakan kesatuan dalam proses pendidikannya. Pondok pesantren tersebut awal mulanya memang belum mengenal kebiasaan merumuskan secara tajam materi pelajaran dalam bentuk kurikulum. Namun demikian dapat dinyatakan bahwa kurikulum pondok pesantren sebenarnya meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan santri selama sehari semalam. Di luar pelajaran formal banyak kegiatan yang bernilai pendidikan dilakukan di sana seperti latihan hidup sederhana, latihan ketrampilan, ibadah dengan tertib dan lain-lain.
55
Lihat agenda kelas 3 „Aliyah Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Tahun 2010.
40
Pada prinsipnya pondok pesantren Al-Fadllu dilahat dari arah historisnya secara umum merupakan suatu lembaga keagamaan yang tersusun atas pola-pola kelakuan para santri yang hidup bersama. Di dalamnya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memperoleh pengetahuan keagamaan, mencari keridlaan sang kyai, hidup kesederhanaan dengan mengembangkan sifat keikhlasan. Di mana kesemuanya itu untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akherat nanti. Misalnya para santri melakukan pengabdian (hidmah) terhadap kyai dengan cara membantu kyai dalam melakukan aktifitas kesehariannya yaitu; pengganti pengajar bertani, abdi dalem, supir dan lain-lain.56
2.
Letak Geografis Pesantren Al-Fadllu Pesantren Al-fadllu yang menjadi obyek penelitian ini adalah lembaga
pendidikan pesantren satu-satunya di kampung Jagalan. Adapun letak pesantren tersebut di kampung Jagalan kelurahan Kutoharjo kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal atau tepatnya di jalan Sunan Katong kurang lebih 100 M kerah selatan. Letak denah lokasi pesantren Al-fadllu ini cukup strategis karena melalui jalan raya Pantura arah Semarang-Jakarta. Ditinjau dari kenyamanan belajar mengajar (KBM) pesantren Al-Fadllu Kaliwungu ini cukup memberikan ketenangan dan kesejukan. Hal itu disebabkan karena letaknya yang agak masuk kurang lebih 100 M-, dari jalan raya. Pesantren ini dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 2000 M2, yang berdiri diatasnya enam lokal bangunan tiga diantaranya dengan dua lantai dan tiga lagi dengan dua lantai. Wilayah pondok pesantren Al-fadllu tepat di tengah kampung jagalan. Adapun batas wilayah pondok pesantren Al-fadllu adalah sebagai berikut: a.
Sebelah Barat berbatasan dengan kampung jagalan barat
b. Sebelah Utara berbatasan dengan kampung Sarimanan c.
Sebelah Timur berbatasan dengan kampung jagalan timur
56
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Al-fadllu jagalan, dikutip pada tgl 11 November
2011.
41
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan kampung jagalan selatan57 Keberadaan pondok pesantren Al-fadllu ditinjau secara keseluruhan untuk ukuran letak geografis dan lokalitas gedungnya cukup strategis, cukup dinamis dan representative, meskipun berada di kota kecil Kaliwungu. Kenapa demikian karena keberadaannya dekat dengan jantung ibu kota propinsi Jawa Tengah yaitu; Semarang, dan kota Kaliwungu merupakan salah satu kota santri yang sangat kental dengan kultur pesantrennya.
3.
Keberadaan Santri Santri merupakan elemen penting dalam pondok pesantren. Jika
didasarkan pada konsep manusia menurut Islam yaitu fitrah, maka pendidikan pondok pesantren dalam memandang santri masuk dalam semua ideologi karena santri tetap dipandang mempunyai daya kelebihan dan kelemahan yang perlu diperbaiki dalam pendidikan, yang dalam hal ini adalah pendidikan pondok pesantren. Kalaupun ada perbedaan kecenderungan pandangan antar ideologi, hal ini lebih disebabkan cara pandang yang berbeda. Para santri yang belajar di pesantren Al-fadllu ini hampir seluruhnya mukim di asrama pondok pesantren, hanya ada beberapa santri saja yang tidak menetap di asrama. Lain halnya santri yang belajar di sekolah-sekolah formal yang ada di luar pesantren. Kesuluruhan para santri dan stutusnya dapat dilihat dengan tabel di bawah ini :
57
Hasil Observasi di Pondok Pesantren Al-fadllu jagalan, dikutip pada tgl 11 November
2011.
42
Tabel 1 Santri Pondok Pesantren Al-fadllu Tahun Ajaran 2011/2012 No Status
Jumlah
1
Santri Mukim
290
2
Santri Kalong
10
3
Mahasiswa
15
4
Santri Pengajar
137
Jumlah
452
Santri pesantren Al-Fadllu dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: a.
Santri mukim, yakni para santri yang berdatangan dari luar daerah yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk pulang ke rumahnya, maka akhirnya dia mondok (menetap/menempat/mukim) di pesantren. Oleh karena menjadi santri mukim, maka ia harus mengikuti tata tertib yang berlaku di pesantren. Para santri yang menetap di pondok pesantren Al-fadllu ini berasal dari berbagai daerah, seperti: kota-kota di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan ada juga yang berasal dari luar jawa seperti Sumatra.
b.
Santri kalong, yakni para santri yang berasal dari daerah sekitar yang sangat memungkinkan mereka pulang ke daerah masing-masing. Santri kalong ini dating ke pondok hanya untuk mengikuti pelajarannya saja, habis itu ia pulang ke rumahnya sendiri dan tidak mengikuti aktifitas yang lainnya.
c.
Santri mahasiswa adalah para santri yang telah lulus madrasah „aliyah Alfadllu (MAA) dan melanjutkan jenjang pendidikannya di institut atau universitas di luar pondok pesantren, misalnya IAIN Walisongo semarang, Universitas Sultan Agung , Universitas Dipenogoro dan lain-lain.58
58
Lihat Catatan Populasi Santri pondok Pesantren Al-fadllu jagalan, dikutip pada tgl 11 November 2011.
43
4.
Sistem Kelembagaan Pondok Pesantren Al-Fadllu Sistem kelembagaan pesantren Al-fadllu jagalan tahun ajaran 1430–1431
H/ 2009 – 2010
M terbagi menjadi dua lembaga yaitu; lembaga Pondok
Pesantren Al-fadllu dan lembaga Madrasah Al-fadllu. Adapun skruktur kepengurusan kedua lembaga tersebut secara lengkap dapat dilihat sebagaimana terlampir.59 Dilihat dari dualisme kelembagaan pondok pesantren Al-fadllu merupakan perpaduan dua sistem yaitu; kelembagaan pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional, bertolak dari pengajaran secaran Qur‟an dan hadits dan merancang segenap kegiatan pendidikannya artinya penggunaan metode pembelajaran klasik seperti sorogan, halaqah, dan lain-lain. Kemudian pendidikan madrasah, yakni pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembagalembaga model Barat yang mempergunakan metode pengajaran modern, dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para santri. Artinya
sistem
ini
menyediakan
sistem
jenjang kelas,
metode-metode
pembelajaran masa kini misalnya pembelajaran-pembelajaran yang masuk dalam katagori pembelajaran aktif (aktif learnig). Di dalam sistem sekolah madrasah pondok pesantren Al-fadllu terdapat kelas-kelas di dalamnya yang di mulai dari Madrasah Persiapan (MP) dengan jenjang kelas 2 dan 3, Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan jenjang kelas 1, 2 dan 3, Madrasah „Aliyah (MA) dengan jenjang kelas 1, 2, dan 3, dan Madrasah Takhassus (MT) dengan jenjang kelas 1 dan 2. Kesemuaan jenjang kelas yang disediakan oleh lembaga pondok pesantren Al-fadllu bisa ditempuh dalam waktu sepuluh tahun.
59
Lihat Struktur Pengurus di Pondok Pesantren Al-fadllu jagalan, dikutip pada tgl 11 November 2011.
44
B. Penerapan Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) di Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal pengertian kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren dapat didefinisikan sebagai segala kegiatan dalam pengalaman belajar yang dirancang, direncanakan, diprogramkan dan diselenggarakan oleh lembaga pondok pesantren bagi para santrinya, dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan berupa kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Dapat dinyatakan bahwa kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu sebenarnya meliputi seluruh aspek kegiatan yang dilakukan para santri selama sehari semalam. Karena di luar pelajaran formal madrasah banyak kegiatan yang bernilai pendidikan dilakukan yang mengarah pada kecakapan hidup (life skills) para santri, seperti latihan hidup sederhana, latihan ketrampilan, ibadah dengan tertib dan lain-lain. Secara garis besar penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu, dapat dikelompokan menjadi dua yaitu; kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS). 1.
Penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) di pondok pesantren Al-fadllu meliputi: a.
Kecakapan mengenal diri (personal skills) para santri. Kecakapan mengenal diri ialah suatu kemampuan penghayatan diri
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, menyadari dan menyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Itu semua diterjemahakan dalam pondok pesantren Al-fadllu dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan para santri sebagaimana peraturan yang ada dalam bentuk perintah dan larangan antara lain: 1) Perintah a) Taat kepada perintah Allah SWT
45
b) Taat kepada peraturan pemerintah c) Mendaftarkan diri beserta menyerahkan surat keterangan jalan dan identitas lengkap kepada pengurus pondok pesantren Al-fadllu d) Mengikuti pengajian sesuai dengan tingkatannya e) Menjaga dan memelihara nama baik pondok pesantren f)
Mengikuti sholat jama‟ah
g) Berpakaian sopan dan rapi di luar dan di dalam pondok pesantren h) Kewajiban piket kebersihan dalam kamar secara khusus warga kamar dan lingkungan pondok pesantren Al-fadllu secara umum 2) Larangan a) Melanggar ketentuan syara‟ b) Melanggar peraturan pemerintah c) Keluar dari lingkungan pondok pesantren setelah pukul 20.00 waktu istiwa‟ d) Melihat, menyaksikan dan mendatangi segala bentuk tontonan e) Melakukan segala perbuatan yang tidak befaedah menurut syara‟ dan adat f)
Menggunakan listrik melebihi watt yang telah di tentukan oleh pondok pesantren
g) Menggunakan
inventarisasi
/
barang-barang
milik
pondok
pesantren.60 Dari bentuk penerjemahan pondok pesantren Al-fadllu dalam hal kecakapan mengenal diri sendiri terbilang cukup ideal. Namun pada tataran penerapan masih terdapat kendala-kendala, misalnya inkonsistensi dari para santri maupun dewan pengurus sering terjadi, kontrol yang labil dan kendala lainnya dengan segala keunikannya.
60
Lihat Qonun Asasi Pondok Pesantren Al-fadllu jagalan kaliwungu kendal tahun 1986
M/4006H.
46
b.
Kecakapan berpikir rasional Kecakapan
berpikir
rasional
ialah
kecakapan
menggali
dan
menemukan informasi, kecakapan mengelola informasi dan mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah. Penerapan kecakapan berpikir rasional dalam pondok pesantren Al-fadllu diwujudkan dalam bentuk kegiatan belajar wajib setiap setelah salat isya‟ sekitar setengah delapan sampai jam sembilan (19.30-21.00 WIB) kecuali hari jum‟at, musyawarah atau diskusi per kelas yang dilakukan pada setiap hari setelah ashar sekitar pukul setengah empat sampai setengah enam (15.30-17.30 WIB) kecuali hari jum‟at, dan diskusi masal dilakukan satu tahun sekali.61 Pondok pesantren Al-fadllu dalam menerapkan kecakapan berpikir rasionalnya termasuk luar biasa padat, bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal. Hal tersebut merupakan kelebihan dari lembaga pondok pesantren Al-fadllu, karena pondok tersebut mampu melaksanakan proses pengembangan kecakapan berpikir dalam intensitas yang tinggi. Namun dalam kelebihan tersebut juga terdapat kendala-kendala, misalnya; kualitas jenuh yang luar biasa, itu bisa terlihat dari keluh kesah para santri yang merasa terkekang dengan kepadatan dalam menjalankan proses tersebut. Contoh nyata dari kejenuhan para santri bisa terlihat dari kualitas belajar wajib dan diskusi yang dilakukan tidak stabil dan kondusif misalnya belajar wajib berubah menjadi suasana mengobrol atau diskusi yang tidak berjalan semestinya.62 c.
Kecakapan sosial Kecakapan sosial adalah kecakapan komunikasi dengan empati dan
kecakapan bekerjasama. Pondok pesantren Al-fadllu dalam menerapkan kecakapan sosialnya itu bisa terlihat dengan dengan diadakannya jum‟at
61
Hasil Observasi Pondok pesantren Al-Fadllu, dikutip tgl. 11 November 2011.
62
Hasi Wawancara dengan Sdr. Muhibullah Sebagai Santri Pondok Pesantren Al-Fadllu jagalan, dikutip tgl 16 November 2011.
47
bersih bergotong royong beramai-ramai dilakukan para santri senior maupun junior, dibentuknya miniatur lembaga dalam bentuk struktural kamar atau bilik dan komplek A, B, C dan D dengan tujuan agar para santri membentuk lingkungannya sendiri dengan kreatifitas masing-masing dan untuk menghindari pergesekan-pergesekan antar sesama santri melalui kegiatan berkumpul bersama disetiap malam jum‟at dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang mengasah pada kecakapan sosial para santri (jam‟iyyah sughro dan jam‟iyyah kubro). Gambaran kecakapan sosial para santri yang bisa didapat dari proses tersebut antara lain: kecakapan komunikasi dengan empati dalam suasana penuh kekeluargaan dan kecakapan bekerjasama dalam suasana kerja bakti bersama entah itu dalam kamar sendiri atau lingkungan pondok pesantren Al-fadllu. 63 2.
Penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS) yang meliputi: a.
Kecakapan akademik atau kemampuan berpikir ilmiah Kecakapan akademik atau kemampuan berpikir ilmiah (academic
skill). Pada dasarnya kecakapan akademik merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada general life skills (GLS). Jika kecakapan berpikir pada GLS masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani memang lebih memerlukan berpikir ilmiah. Kecakapan akademik di pondok pesantren Alfadllu diwujudkan dalam bentuk sistem sekolah sebagaimana lembaga pendidikan formal lainnya. Adapun program materi pelajaran bisa dilihat dari table-tabel di bawah ini.
63
Hasil Wawancara dengan Sdr. Abdullah Amin Sebagai Ketua Jam‟iyah Komplek D Pondok Pesantren Al-Fadllu jagalan, dikutip tgl 16 November 2011.
48
Tabel II Madrasah Persiapan Tsanawiyah (MP) Madrasah persiapan tsanawiyah II
Madrasah persiapan tsanawiyah III
Mabadil fiqih awwal Tamrin/ulangan mingguan Awamil jawa Khot wal imlak Mabadil fiqih tsani Bahasa arab Aqo‟idud diniyah I Aqoi‟dud diniyah II „Ala-la Fasholatan Al hadist
Akhlaq lil banin awwal Tamrin Jurumiyah jawa Bahasa arab Mabadil fiqih tsalist Khot wal imlak Aqidatul awam Jurumiyah jawa Al hadits Mabadil fiqih rabi‟ Hidayatus syibyan
Dilihat dari keseluruhan materi pelajaran yang disediakan dalam madrasah persiapan (MP), dapat disimpulkan materi-materi pelajaran tersebut tidak lepas dari nuansa keilmuan Hadits, Fiqih, Aqidah, Bahasa Arab, Nahwu, Tajwid dan Ilmu Pendidikan Islam. Hasil nyata para santri yang sudah meluluskan jenjang MP ini para santri mendapat kecakapan membaca dan menulis bahasa Arab, mampu praktik dasar Rukun Islam misalnya salat, puasa atau yang lainnya, tahu tentang Aqidah dasar umat islam yang terbingkai dalam Aqa‟id 50 dan tahu bagaimana ilmu pendidikan Islam yang bernuansa etika sebagaimana nilai Al-Qur‟an dan Al-Hadits.
49
Tabel III Madrasah Tsanawiyah (MTs) Madrasah tsanawioyah I
Madrasah tsanawioyah II
Tuhfatul athfal Tamrin Wasiyatul musthofa Awamil jurjani Akhlaq lilbanin tsani Safinatus sholah Shorof awwal Khulashoh awwal Qowa‟idul „ilal Khoridatul bahiyah
Safinatun naja Tamrin Jurumiah Wasoya Shorof tsani Khulashoh tsani Qowa‟idus shorfiyah Arba‟in nawawi Hidayatul mustafid Tijan darori
Madrasah tsanawiyah III Bafadlol Tamrin Nadhom imriti Kifayatul awam Nadlom maqsud Jazariyah Abi jamroh Khulashoh tsalist Ta‟limul muta‟alim Nuansa berpikir ilmiah yang disediakan dalam jenjang MTs pondok pesantren Al-fadllu ini tidak jauh berbeda dengan jenjang sebelumnya. Namun di dalamnya terdapat penambahan materi-materi pelajaran yang bernuansa baru misalnya materi Saraf, sejarah peradaban Islam Awal. Hasil nyata yang dapat diperoleh para santri dalam melewati jenjang ini, santri tidak cukup tahu Fiqih dasar, Aqidah dasar, dan tahu bagaimana ilmu pendidikan Islam yang bernuansa etika sebagaimana nilai Al-Qur‟an dan AlHadits. Tetapi santri dapat memahami muatan yang terkandung dalam muatan-muatan materi pelajaran dasar tersebut.
50
Tabel IV Madrasah ‘Aliyah (MA) Madrasah „Aliyah I
Madrasah „Aliyah II
Qowq‟idul „irob Qowa‟idul asasiyah Al fiyah awwal Bulughul marom Fahhul qorib Rohabiyah Waroqot Tafsir jalalain Khusnul hamidiyah
„Idatul faridh Fathul mu‟in Alfiyah tsani Bulughul marom Latho‟iful isyarot Ilmu tafsir Khusunul hamidiyah Baiquniyah
Madrasah „Aliyah III Faro‟idul bahiyah Jauharul maknun Al luma‟ Durusul falakiyah Manhalul lathif Ummul barohin Sulamul munauroq Fathul mu‟in Ilmu „aarudh Pada jenjang MA pondok pesantren Al-fadllu ini, nuansa berpikir yang disediakan dalam bentuk materi pelajaran sudah mengarah pada pendalaman materi pelajaran jenjang-jenjang sebelumnya, artinya dalam jenjang MA dengan seluruh materi pelajaran yang ada, para santri bisa dikatakan
sudah
mampu
menjelaskan
Ilmu
Tafsir,
Hadits
serta
Metodologinya, Fiqih serta metodologinya, Waris, Falaq atau astronomi pondok pesantren, sastra Arab, Mantiq atau filsafat pesantren dan Ilmu Seni „Arudl.
51
Tabel V Madrasah Takhassus (MT) Madrasah Takhassus I
Madrasah Takhassus II
Mahally jus I Mahally jus II Jam‟ul Jawami‟ Jami‟ us tsoghir „Uqudul Juman
Mahally jus III Mahally jus IV Jam‟ul Jawami‟ Jami‟ us tsoghir „Uqudul Juman
Para santri yang selesai dalam jenjang MT adalah calon-calon pengajar di pondok pesantren Al-fadllu sendiri, maka para santri tersebut diorientasikan dengan materi-materi pelajaran yang kualitas kedalaman materinya melanjutkan
materi
yang terdapat
dalam jenjang-jenjang
sebelumnya.64 Adapun proses pembelajaran dilakukan dalam durasi waktu tiga (3) jam yang dibagi dalam dua kali pertemuan yaitu; jam pertama pukul tujuh (7.00) pagi sampai setengah sepuluh (9.30) dan jam kedua pukul sepuluh (10.00) sampai setengah dua belas (11.30). Kemudian proses pembelajaran dalam rangka memenuhi kecakapan akademik atau berpikir ilmiah di luar jam pelajaran sebagaimana tertera dalam tabel, terdapat jam materi pembelajaran membaca Al-Qur‟an pada pukul (12.30) atau setelah waktu salat dzuhur yang khusus dilakukan santri-santri dari kelas tiga (3) MTs kebawah sampai kelas dua (2) MP. Kemudian pelaksanaan pembelajaran kitab-kitab fiqih dan Aqidah yaitu; Sulam At-Taufiq khusus santri kelas dua (2) MTs, Riyadul AlBadi‟ah khusus santri kelas satu (1) MTs, Arba‟u Ar-Rosail khusus santri kelas tiga (3) MP dan Tsalatsu Ar-Rosa‟il khsus santri kelas dua (2) MP semuanya dengan metode sorogan. Selain proses pembelajaran-pembelajaran tersebut, terdapat pula pembelajaran kitab-kitab kuning secara bebas atau sering disebut dengan sebutan pengajian jerambah yang dilakukan para santri
64
Wawancara dengan Sdr. M. Lazimul Adab Sebagai Kepala Madrasah Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan, dikutip tgl 15 November 2011.
52
pondok pesantren Al-fadllu di jam-jam di luar jam sekolah dan pembelajaran membaca Al-Qur‟an. Sedangkan evaluasi pembelajaran di pondok pesantren Al-fadllu menggunakan tes tulis, dan lisan. Tes lisan dalam bentuk santri harus mengulangi materi yang telah disampaikan ustadz yang diterapkan pada setiap sebelum jam materi pelajaran dimulai, tes tulis diterapkan dalam bentuk sistem semester atau satu tahun dua kali di bulan rabi‟ul awal dan bulan sa‟ban dalam kalender hijriyah.65 b.
Kecakapan Vokasional/kemampuan kejuruan Kecakapan vokasional lebih cocok bagi samtri yang akan menekuni
pekerjaan yang akan mengandalkan ketrampilan psikomotor dari pada kecakapan berpikir ilmiah. Kecakapan vokasional mempunyai dua bagian, yaitu; kecakapan vokasional dasar dan kecakapan vokasional khusus yang sudah terkait dengan pekerjaan tertentu. Kecakapan vokasional dasar meliputi beberapa hal, antara lain : melakukan gerak, menggunakan alat sederhana yang diperlukan bagi semua orang menekuni pekerjaan manual (misalnya palu, tang, obeng dan lain-lain). Sedangkan kecakapan vokasional khusus yang diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai. Prinsipnya dalam kecakapan ini menghasilkan barang atau jasa. 1) Penerapan kecakapan vokasional dasar di pondok pesantren Al-fadllu dilakukakan dengan secara bebas artinya; semua santri diberi kebebasan dalam pemenuhan kebutuhan para santri terhadap kecakapan vokasional dasar, pondok pesantren hanya memfasilitasinya dengan peralatanperalatan yang cukup mamadai untuk kegiatan para santri dalam mengembangkan kecakapan vokasional dasarnya. Adapun pembimbing atau pendidik yang bertanggung jawab dalam hal tersebut dikerjakan oleh para ustadz yang menjabat sebagai seksi peralatan pondok pesanten Alfadllu yang bisa dilihat dalam tabel di bawah ini: 65
Wawancara dengan Sdr. Budi Setiawan Sebagai Sekertaris Madrasah Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan, dikutip tgl 16 November 2011
53
Tabel VI Seksi Perlengkapan Murtadlo Agus Arifudin Ali Ghufron Imam Muzaed Mustaghfirin
Adapun agenda pembelajaran kecakapan vokasional dasar tersebut para pembimbing hanya melakukan kontroling dan memberikan teori-teori yang terkait dengan kecakapan vokasional tertentu terhadap para santri yang sedang melakukan proses pembelajaran.66 2) Proses penerapan kecakapan vokasional khusus dalam pondok pesantren Al-fadllu itu, terwujud dalam bentuk pelatihan umum dan khusus. Pelatihan umum di pondok pesantren Al-fadllu adalah pelatihan yang harus ditunaikan oleh semua para santri tanpa terkecuali dan pelatihan khusus adalah pelatihan yang lakukan santri-santri tertentu. a) Pelatihan umum di pondok pesantren Al-fadllu ini adalah pelatihan di bidang ahli keilmuan islam di bidang kitab-kitab klasik dan pelatihan di bidang ahli dakwah sesuai tujuan utama pondok pesantren sebagaimana pesantren-pesantren lain. Adapun bentuk penerapan kecakapan vokasional khusus di bidang ahli kitab-kitab klasik dalam pondok pesantren Al-faddlu, bisa dilihat dari materimateri pembelajaran yang berupa kitab-kitab klasik. Sedangkan jenis-jenis kitab klasik atau sering disebut kitab kuning, yang 66
Wawancara dengan Sdr. Murtadlo Sebagai Anggota Seksi Perlengkapan Madrasah Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan, dikutip tgl 12 November 2011
54
menurut Dhofier dapat dikategorikan menjadi 8 (delapan) kelompok, yakni : kitab nahwu/shorof, kitab fiqih, kitab ushul fiqih, kitab hadits, kitab tafsir, kitab tauhid, kitab tasawwuf dan etika, serta cabang-cabang ilmu lainnya seperti kitab tarikh dan balaghoh. Kemudian penerapan kecakapan vokasional khusus di bidang ahli dakwah dalam pondok pesantren Al-fadllu, terwujud dalam bentuk latihan ceramah-ceramah yang diselenggarkan di setiap malam jum‟at di semua komplek (A, B, C dan D). b) Pelatihan khusus di pondok pesantren Al-fadllu ini, terwujud dalam bentuk berbagai pelatihan antara lain : 1) pelatihan
kepemimpinan
melalui
kegiatan
ekstra
berupa
pengadaan Jam‟iyah-Jam‟iyah (organisasi santri-santri yang masih sekolah terdapat di pondok pesantren) disetiap komplek yang terdapat di pondok pesantren Al-Fadllu dan organisasiorganisasi daerah. 2) pelatihan falak atau astronomi Islam dan „arudl atau teknik pembuatan sa‟ir yang di selenggarakan untuk santri di kelas 3 „Aliyah madrasah pesantren Al-fadllu. 3) pelatihan bahasa Arab bagi seluruh santri yang di selenggarakan diseluruh jenjang klasifikasi yang disediakan madrasah pesantren dan lain sebagainya. 67 4) pelatihan jurnalistik yang ada di pesantren Al-fadllu itu terlihat melalui adanya jurnal-jurnal harian di setiap komplek. 5) pelatihan perdagangan yang ada di pesantren Al-fadllu itu terlihat melalui adanya koprasi, toko kitab dan toko perlengkapan sekolah.68
67
Hasi Wawancara dengan Ust. Harun Ar-rasyid Sebagai kepala pondok Pesantren AlFadllu jagalan, dikutip tgl 11 November 2011. 68 Wawancara dengan Sdr. Herman Sebagai Pengurus Koprasi Pondok Pesantren AlFadllu Jagalan, dikutip tgl 16 November 2011.
55
6) pelatihan pertanian yang ada di pesantren Al-fadllu itu bisa dilihat dengan aktifitas santri dalam pertanian padi, bawang dan sayur mayor. Kemudian perikanan itu bisa dilihat dalam bentuk pertambakan ikan nila, bawal, bandeng dan udang. 7) pelatihan elektronik yang ada di pesantren Al-fadllu itu bisa dilihat dalam sound sistem yang dimiliki pesantren. 8) pelatihan seni dan budaya diwujudkan dalam bentuk group rebana, kerajinan dekorasi dan khot kaligarfi yang ada di pesantren Al-fadllu. 9) pelatihan industri yang ada di pesantren Al-fadllu itu bisa dilihat dengan adanya industri kerajinan kursi rajut dan industri makanan kecil.69
C. Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) di Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal Dengan berdasarkan uraian di atas, kemudian melihat pada data yang peneliti peroleh baik melalui observasi partisipan secara langsung atau berdasarkan keterangan dari para informan dan interview yang dikemas dengan triangulasi data mengenai proses penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pesantren Al-fadllu, penilaian peneliti terhadap Kelebihan dari penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu antara lain: 1.
Dalam langkah awal, setelah peneliti simak dan fahami terhadap hal-hal yang dijadikan landasan serta latar belakang dilaksanakannya proses pembelajaran dalam rangka pemenuhan kecakapan hidup para santri sebagaimana penulis paparkan di depan, ternyata hal itu adalah sangat tepat dan progresif. Sebab sesuai dengan kedudukannya, bahwa pondok pesantren Al-fadllu adalah
69
Wawancara dengan Sdr. Jamaluddin Sebagai Wali Santri Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan, dikutip tgl 12 November 2011.
56
merupakan lembaga pendidikan Islam, lembaga sosial kemasyarakatan dan disisi lain sebagai sub sistem pendidikan nasional. 2.
Pondok pesantren Al-fadllu juga memperhatikan betul para santrinya dalam aspek duniawi dan ukhrawi, maka keduanya harus dengan baik dan seimbang. Jangan sampai merendahkan atau meninggikan salah satunya. Sebab yang demikian itu berarti akan menggagalkan keduanya.70 Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt, dalam Al-Qur‟an Surat AlQashash ayat 77 :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.71 3.
Pembelajaran kecakapan hidup life skills yang terdapat dalam pondok pesantren Al-fadllu terbilang cukup lengkap, karena di dalamnya ada kecakapan yang masuk dalam dua ranah yaitu; kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS).72
70
Hasi Wawancara dengan Ust. Harun Ar-rasyid Sebagai kepala pondok Pesantren AlFadllu jagalan, dikutip tgl 16 November 2011. 71 Al-Qur‟an, Surat Al-Qashash Ayat 77, Yayasan Penyelenggara Penerjemah AlQur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Depag. RI, 1989, hlm. 623. 72 Wawancara dengan Sdr. Abdul Kholik Sebagai Ustadz Madrasah Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan, dikutip tgl 19 November 2011
57
Adapun kekurangan dalam penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu adalah: 1.
Persiapan dan perencanaan yang kurang matang, struktural dan sistematis dalam menerapkan kurikulum berbasis life skills dalam pondok pesantren Alfadllu, itu bisa terlihat dari tidak adanya kesungguhan para santri dalam proses pembelajaran misalnya tidak adanya absensi dalam sebagian proses pembelajaran kecakapan hidup. Sehingga sebagian santri ada yang mangkir melakukan melakukan proses pembelajaran tersebut.
2.
Tidak adanya landasan konsep dan teori yang kuat dan tepat dan diakhiri dengan evaluasi final yang menunjukkan keberhasilannya, misalnya dalam aspek kecakapan vokasional husus elektronik para santri dalam menggunakan perlengkapan elektronik yang ada terkesan berdasarkan pengalaman saja. Karena terbatasnya teori-teori dalam pondok pesantren. Kemudian tidak adanya evaluasi dalam beberapa kecakapan misalnya dalam pelatihan seni rebana, para santri dalam proses pelatihan ini tidak ada yang menilai apakah santri melakukan pelatihan ini sudah bisa dikatakan mampu atau tidak, sehingga terjadi tumpang tindih. 73
D. Solusi Alternatif Penerapan Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) di Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal Dari pengamatan peneliti berdasarkan Triangulasi data pada pondok pesantren Al-fadllu, menurut peneliti ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pendidikan pondok pesantren Al-fadllu antara lain: 1.
Ada empat tujuan yang harus diperhatikan secara seksama oleh orang-orang yang terlibat dalam perencanaan dalam merumuskan kurikulum berasis life skills di pondok pesantren Al-fadllu ini yaitu; yang pertama adalah belajar untuk tahu (learning to know), karena awal sukses bagi kehidupan manusia 73
Wawancara dengan Sdr. Muhibin Sebagai Ustadz Madrasah Pondok Pesantren AlFadllu Jagalan, dikutip tgl 21 November 2011
58
baik
di
dunia
dan
akhirat
adalah
dengan
Ilmu
pengetahuan.
Selanjutnya belajar untuk bekerja (learning to do), orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang sangat tinggi, tapi ia tidak menghasilkan karya dapat diibaratkan tanaman yang tidak berbuah. Selanjutnya bahwa tujuan belajar adalah (learning to be) dengan adanya ketrampilan life skill bagi santri diharapkan
santri-santri
menjadi
pioneer/pelopor
bagi
masyarakat
disekelilingnya. Dan yang paling penting adalah (learning by together). Karena santri nanti akan terjun, bergaul dan berjuang menegakkan syariat Islam ditengah masyarakat dari lingkungan sederhana sampai dengan pergaulan dunia maka sangat penting bagi santri untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. 2.
Langkah dalam menjalankan semua proses pembelajaran yang mengarah pada kemapanan dalam kecakapan hidup (life skills) entah itu, dalam bentuk kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS) di pondok pesantren Al-fadllu. Hal tersebut dikatakan baik dan berhasil, apabila proses itu berangkat dari persiapan, perencanaan yang matang, struktural dan sistematis, kemudian berjalan dengan terarah di atas landasan konsep dan teori yang kuat dan tepat dan diakhiri dengan evaluasi final yang menunjukkan keberhasilannya.
59
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti laksanakan di lapangan, maka peneliti dapat menyimpulkan tentang Penerapan Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup (Life Skills) dalam pondok pesantren Studi Pada Pondok Pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal ”, sebagai berikut: 1.
Dengan berputar majunya zaman, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebutuhan manusia pada umumnya, pendidikan pondok pesantren terbukti telah bisa berperan dan menjawab hal tersebut secara nyata dan tuntas, itu terbukti dengan eksistensi pendidikan pondok pesantren itu sendiri dalam kehidupan masyarakat. Sebagai konsekuensi logis dari hal tersebut, maka setiap lembaga pendidikan pesantren untuk masa-masa yang akan datang harus mampu menciptakan sistem pendidikannya yang mampu menjawab persoalan kecakapan hidup (life skills) bagi para santri dan menerapkan secara nyata dalam segala faktor dalam proses belajar mengajar.
2.
Penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-Fadllu berperan dalam memberikan kemapanan kecakapan hidup dalam bentuk kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skills/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat spesifik (Spesifik Life Skills/SLS). kepada para santri sebagai bekal untuk melanjutkan kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Motivasi awalnya adalah bahwa seorang santri setelah kembali ke masyarakat harus tidak membebani masyarakat. Untuk itu mereka harus terampil dan memiliki kecakapan hidup lain selain pengetahuan mengaji. Dengan begitu santri bisa mencapai kemandirian dan tidak akan tergantung pada orang lain. Motivasi kemandirian yang bercirikan material fisik ini menjadi satu-satunya dorongan bagi santri untuk lebih berprestasi sehingga tidak terjebak pada ketergantungan. Konsep kemandirian adalah berusaha secara terus menerus tiada henti dan mencari yang terbaik. Motif terbaik berarti berusaha mencapai prestasi lebih.
60
3.
Format pondok pesantren seperti di atas menurut peneliti diantaranya memenuhi kriteria sebagai berikut, yakni berorientasi pada pendidikan sepanjang waktu (full day learning), berkomitmen memahami Agama (tafaqquh fi al-din), menerapkan metode-metode transformatif, dan pendidikan yang berbasis kecakapan hidup (life skills) yang dikondisikan dengan kebutuhan para santri khususnya dan masyarakat pada umumnya. Format pondok pesantren demikian yang menggunakan pendekatan integratif akan mampu memenuhi tuntutan dan permintaan masyarakat berkembang sekarang ini karena hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yang menekankan keseimbangan dan keselarasan antara aspek dunia dan akhirat.
B. Saran-saran Peneliti menyikapi penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren Al-fadllu dengan beberapa saran sebagai berikut: 1.
Pengurus pondok pesantren Al-fadllu Jagalan hendaknya benar-benar teliti dalam menghadapi perubahan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia khususnya tuntutan wali santri tentang aspek kecakapan hidup (life skills) para santri dalam berbagai kehidupan yang berjalan terlalu cepat, yang sampai saat ini menjadi persoalan mendasar bagi lembaga-lembaga pendidikan, itu bisa terlihat dengan masuknya bangsa indonesia dalam kategori krisis moralitas, budaya, ekonomi dan lain-lain.
2.
Perlunya Pengurus pondok pesantren Al-fadllu memperhatikan aspek kecakapan hidup para santri, karena akhir-akhir ini minimnya kemampuan para santri terkait dengan persoalan rendahnya kecakapan hidup khususnya dalam kemapanan ekonomi santri telah menjadi perbincangan aktual di tengah-tengah masyarakat. Jadi kiranya perlu bagi pondok pesantren untuk menjawab hal tersebut.
3.
Perlunya dewan guru (asatidz) benar-benar secara aktif dan kreatif dalam memberikan bimbingan pembelajaran terhadap para santri dalam rangka menerapkan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren Al-fadllu, sehingga tujuan meningkatkan potensi para santri mapan
61
dalam aspek kecakapan hidup dan mampu memecahkan masalah hidup masa kini dan masa yang akan datang dapat terwujud. 4.
Hendaknya para santri benar-benar memaksimalkan pembelajaran yang tersedia dalam kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) dalam pondok pesantren Al-fadllu sehingga standar kecakapan hidup yang ditentukan dapat diperoleh.
5.
Dunia pondok pesantren idealnya memahami kembali pedoman penting yang diajarkan oleh para pendahulu (kitab-kitab klasik) dengan menerapkan sistem kontekstualitas kekinian yang bijaksana. Karena sudah banyak perbincangan para pakar pondok pesantren terkait dengan kemunduran kualitas berfikir kaum santri. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
peneliti untuk menyelesaikan naskah penelitian skripsi ini. Meskipun dengan hasil penelitian yang peneliti rasa jauh dari kata ideal, namun tidak mengurangi semangat peneliti untuk terus memupuk keyakinan dalam hati bahwa pasti penelitian ini ada gunanya. Andai kata seluruh pohon yang ada di dunia ini dijadikan pena dan lautan sebagai tintanya, maka tak cukup untuk menulis luasnya ilmu pengetahuan Allah SWT. Oleh karena itu, karena penelitian ini banyak kekurangannya, maka peneliti mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif supaya hasil-hasil penelitian selanjutnya dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara, khususnya para akademisi pondok pesantren. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
62
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Pendidikan Usia Dini “Panduan Bagi Ibu Dan Calon Ibu”, bandung: Alfa Beta, 2003. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta,002. Cet 12. Azizy, Abdillah, Qodri, Ahmad, “Memberdayakan Pesantren Dan Madrasah” dalam Abdurrohman Mas’ud, et.al, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002 Cet.I Daulay,Putra, Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007 Departemen Agama RI, Pedoman integrasi life skill terhadap pembelajaran, Jakarta, Direktorat jenderal kelembagaan Agama Islam, 2005. Djamil, Abdul, “Pesantren : Jati Diri dan Perannya dalam Kebudayaan”, dalam Prolog Profil Pesantren Kudus, Kudus : Central Riset dan Manajemen Informasi, 2005. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1997. Haedari,HM. Amin, dkk, masa depan pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global, Jakarta: IRD Press, 2004, Cet. 1. Indra, Hasbi, Pesantren dan Transformasi Sosial (Studi Atas Pemikiran K.H. Abdullah Syafi’ie Dalam Bidang Pendidikan Islam), Jakarta: Panamadani, 2003. Isma’il
SM, “Pengembangan Pesantren Tradisional (Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan Sosial)”, dalam Abdurrahman Mas’ud, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2002, Cet.I.
Ismawati, “Melacak Cikal Bakal Pesantren Jawa”, dalam Anasom (ed), Merumuskan Kembali Interrelasi Islam-Jawa, Yogjakarta : Penerbit Gama Media dan Pusat Kajian Islam dan Budaya Jawa IAIN Walisongo Semarang, 2004. Jurnal Tarbiyah, Dinamika pesantren dan madrasah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1977. Majalah LPM EDUKASI, Pergeseran Paradigmatik Pesantren Modern, XXIX/th XI/V/2004. Malikatun, “Studi Analisis Tentang Proses Pembaharuan Pendidikan di Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus”, Skripsi Kudus: Jurusan Tarbiyah STAIN, 2000. Mas’ud, Abdurrohman “Pesantren dan Walisongo : Sebuah Interaksi dalam Dunia Pendidikan,” dalam Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogjakarta : Penerbit Gama Media, 2000. Masyhud, Sulthon, M. dkk. Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, Cet. II, 2004 Miftahudin “Tipologi Pondok Pesantren Dalam Konstelasi Pembaharuan Pendidikan Islam (Studi Pada Pesantren-Pesantren Di Kabupaten Kudus)”, Skripsi, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2011. Moleong, Lexy, J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. XXII, Bandung : PT. Pemaja Rosdakarya, 2006 Muhajir,Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Telaah Potivistik, Rasionalistik, dan Phenomenologik), Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002. Mulyasa,E., Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, Jakarta, Bumi Aksara, Cet. 4, 2010. Muthohar, Ahmad, AR., Ideologi Pendidikan Pesantren; Pesantren Di Tengah Arus Ideologi-Ideologi Pendidikan, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007. Nafi’, M. Dian, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, Jogjakarta: Instite For Trining and Development (ITD) Amhers MA, Forum Pesantren Yayasan Salasih, 2007. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta, Bumi Aksara, 2001 Ed. 2, Cet. 4. Nasution, S., Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1993. Raharjo, Dawam (ed), dalam Pesantren dan Pembaruan, cet, ke-V, Jakarta : Penerbit LP3ES, 1995. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), Bandung: Alfabeta, 2008.
Sudjana, Nana, dan Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Kualitatif, Bandung: Sinar Baru, 1989. Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum Dan Materi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Syukur NC, Fatah, Dinamika Madrasah Dalam Masyarakat Industri, (Semarang : Pusat Kajian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu KeIslaman dan Pesantren and Madrasah Development Centre, 2004 ), Cet. I. Tim Depag RI, Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003. Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Yogjakarta: LKiS, 2010, cet.III, Yanto, Sri, “Profil Pondok Pesantren Pendidikan Islam (PPPI) Miftahussalam Banyumas (Analisis Relevansi Kurikulum Pesantren dengan Kebutuhan Masyarakat)”, Skripsi, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2002. Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional), Jakarta: Quantum Teaching, 2005. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Memadu Modernitas Untuk Kemajuan Bangsa, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2009. Zamakhsari Dhofier., Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982.
INSTRUMEN WAWANCARA Nama Nim Judul
Program Studi 1.
: Akhmad Solikhin : 073111025 : PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS) DALAM PONDOK PESANTREN “studi pada pondok pesantren Al-Fadllu Jagalan Kutoharjo Kaliwungu Kendal” : Pendidikan Agama Islam
Apakah yang bapak/saudara ketahui tentang kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu?
2.
Bagaimanakah penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu?
3.
Adakah proses pembelajaran mengenal diri dalam kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu dan seperti apa saja prosesnya?
4.
Adakah proses pembelajaran berpikir rasional dalam kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu dan seperti apa saja prosesnya?
5.
Adakah proses pembelajaran berpikir secara ilmiah dalam kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu dan seperti apa saja prosesnya?
6.
Adakah proses pembelajaran tata sosial dalam kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu dan seperti apa saja prosesnya?
7.
Adakah proses pembelajaran kejuruan berpikir secara ilmiah dalam kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Alfadllu dan seperti apa saja prosesnya?
8.
Kendala-kendala seperti apakah yang dihadapi dalam penerapan kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Alfadllu?
9.
Seperti apakah kurikulum berbasis kecakapan hidup (life skills) di pondok pesantren Al-fadllu yang ideal?
CHEK LIST SARANA PRASARANA DI PESANTREN AL-FADLLU KALIWUNGU KENDAL No
Bentuk
1
Masjid
2
Asrama Santri Putra
3
Asrama Santri Putri
4
Aula Santri Putra
5
Aula Santri Putri
6
Kantor Santri Putra
7
Kantor Santri Putri
8
Perpustakaan Multimedia
9
Perpustakaan Non Multimedia (Umum)
10
Koperasi Santri Putra
11
Koperasi Santri Putri
12
Dapur putra
13
Dapur Putri
14
Gudang Penyimpanan
15
Gedung Madrasah Persiapan (MP)
16
Gedung MTs
17
Gedung MA
18
Gedung Pendidikan Al-Qur’an
19
Kantor Keamanan
20
Kantor Kesejahteraan Sosial
21
Gedung Ternak
22
Pabrik Kerajinan
23
Kantor Perlengkapan
24
Kantor Jam’iyyah/Ekstrakurikuler A, B, C dan D
25
Aula Kesenian
26
Gedung Takhasus/Ma’had ‘Ali
Ada
Tidak
CEK LIST KECAKAPAN HIDUP YANG BERSIFAT UMUM (GENERAL LIFE SKILLS/GLS) 1.
Pembelajaran Mengenal Diri
No
Bentuk
Ada
Tidak
Bentuk
Ada
Tidak
Bentuk
Ada
Tidak
1
Berjama’ah salat lima waktu
2
Berpuasa wajib dan sunah
3
Peringatan hari-hari besar Islam
4
Peringatan hari-hari nasional
5
Berpakaian sopan dan rapi
6
Piket kebersihan
7
Kegiatan salat sunat
8
Ikut dalam PEMILU Pemerintah
9
Pemenuhan program pemerintah (KTP dll.)
2.
Pembelajaran Berpikir Rasional
No 1
Musyawarah/Diskusi
2
Wajib Belajar
3.
Pembelajaran Sosial
No 1
Organisasi intra PONPES
2
Organisasi Ekstra PONPES
CEK LIST KECAKAPAN HIDUP YANG BERSIFAT KHUSUS (SPESIFIK LIFE SKILLS/SLS) 1.
Pembelajaran Akademik Atau Kemampuan Berpikir Ilmiah
No
Bentuk
1
Kegiatan sekolah
2
Kegiatan sorogan/bandongan
3
Khalaqoh
2.
Ada
Tidak
Pembelajaran Vokasional/Kemampuan Kejuruan Umum dan Khusus
No
Bentuk Umum
1
Pelatihan ahli keilmuan kitab-kitab klasik
2
Pelatihan di bidang ahli dakwah
No
Bentuk Khusus
1
Pelatihan Kepemimpinan
2
Pelatihan falak atau astronomi Islam
3
Pelatihan ‘Arudl /teknis pembuatan sa’ir arab
4
Pelatihan bahasa Arab
5
Pelatihan Jurnalistik
6
Pelatihan Perdagangan
7
Pelatihan Pertanian
8
Pelatihan Peternakan Ikan dll.
9
Pelatihan Elektronik
10
Pelatihan Seni dan Budaya
11
Pelatihan Industri
Ada
Tidak
Ada
Tidak
Profil Pondok Pesantren Al-Fadllu Kaliwungu Kendal
Ragam Kecakapan Hidup Yang Bersifat Umum (General Life Skills/Gls) Dan
Kecakapan Hidup Yang Bersifat Khusus (Spesifik Life Skills/Sls) di Pondondok Pesantren Al-Fadllu
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri 1. Nama Lengkap 2. Tempat & Tanggal Lahir 3. NIM 4. Alamat Rumah
: Ahmad Solikhin : Brebes, 13Juli 1986 : 073111025 : Desa Tegalglagah Rt 02/RW 03 Kec.Bulakamba, Kab. Brebes : 0819 0444 6562 :
[email protected]
Telp.(Hp) E-mail B. Riwayat Pendidikan 1. Pendidikan Formal/Non Formal a. MI Raudlotuttolibin b. MTs Al-fadllu c. MA Al-fadllu
: : Lulus Tahun 1998 : Lulus Tahun 2001 : Lulus Tahun 2004
Semarang, 25 Juni 2012
Ahmad Solikhin NIM. 073111025