PENERAPAN METODE WAHDAH DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh : MOKHAMAD ZAMRONI NIM: 093911326
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
i
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Jurusan/Program Studi
: Mokhamad Zamroni : 093911326 : Tarbiyah/Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 13 Agustus 2011 Saya yang menyatakan,
Meterai tempel Rp. 6.000,00
Mokhamad Zamroni NIM: 093911326
ii
iii
NOTA DINAS
Semarang, 13 Agustus 2011
Kepada Yth. Dekan/Ketua IAIN Walisongo di Semarang Assalamu ‘alaikum wr. wb. Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul
Nama NIM Jurusan Program Studi
: Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan AlQur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011 : Mokhamad Zamroni : 093911326 : Tarbiyah : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang untuk diujikan dalam Sidang Munaqosah.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Pembimbing,
Nasirudin, M.Ag NIP.19691012 199603 1 002
iv
ABSTRAK
Judul
Penulis NIM
: Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011. : Mokhamad Zamroni : 093911326
Sudah dimaklumi bersama dan sudah sangat jelas, bahwa menghafal alQur’an bukanlah tugas yang mudah, sederhana, serta dapat dilakukan kebanyakan orang tanpa meluangkan waktu khusus, kesungguhan mengerahkan kemampuan dan keseriusan, karena menghafal al-Qur’an merupakan tugas yang sangat agung dan besar. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang dapat membantu mempermudah dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an santri pondok pesantren Nurul Furqon Brakas. Metode yang digunakan untuk mncapai tujuan dari penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan tahapan pengumpulan data, reduksi data, display data dan verifikasi/penarikan kesimpulan. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode wahdah dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan dan untuk mengetahui hasil hafalan alQur’an dengan metode wahdah santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan. Dan manfaatnya adalah: diharapkan dapat memberikan solusi dan masukan mengenai pelaksanaan peningkatan hafalan al-Qur’an serta diharapkan dapat memberikan solusi dan masukan mengenai pelaksanaan peningkatan hafalan al-Qur’an. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Penerapan metode wahdah di Pondok Pesantren Nurul Furqon dilakukan dengan tahap musyafahah (face to face), resitasi, takrir, mudarrosah, dan tes. Semua langkah tersebut memberi kesempatan pada santri untuk mengulang hafalan yang telah diperoleh. (2) Mewajibkan memakai Qur’an pojok, mengadakan muroja’ah, mengadakan tes / sima’an mingguan, mengadakan sima’an 30 juz setiap bulan, pada waktu setoran bacaan wajib tartil/pelan dalam membaca, mewajibkan mudarrosah pada jadwal yang ditentukan. Dengan adanya pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah di Pondok Pesantren Nurul Furqon hasil hafalan Santri dalam kategori baik, terbukti dari 10 Santri yang penulis teliti mampu menghafal rata-rata 1,5 Juz dalam waktu 1 bulan.
v
PERSEMBAHAN Skripsi Ini Aku Persembahkan Kepada
1. Ayah Ibundaku tercinta serta Kakak-kakakku tersayang. 2. Sang Motivator, buat Istri dan Anakku tercinta serta keluarga besar Bapak Masrun + Ibu Parsini. 3. Tidak lupa terima kasih saya untuk keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Furqon, yang telah memberikan inspirasi dan bantuannya sehigga terselesaikanya skripsi ini. 4. Teman-temanku Tarbiyah Angkatan 2009 Kelas C yang selalu menghiburku dalam suka maupun duka. 5. Almamaterku Tercinta.
vi
MOTTO (ن/0123 ا56 78 )ا/:06 /; و/08=3? ;> ا0@ ?انA3?ف ;> اC Artinya : “Satu huruf dari AlAl-qur’an adalah lebih baik dari pada dunia seisinya (dalam pandangan Allah S.w.t)”
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Maha Suci Allah dengan segala keagungan dan kebesaran-Nya, segala puji syukur hanya tercurah kepada-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga atas iringan ridlo-Nya penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini walaupun belum mencapai sebuah kesempurnaan. Namun harapan hati kecil dapat bermanfaat. Iringan sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan keharibaan beliau Nabi Agung Muhammad SAW yang menjadi cahaya diatas cahaya bagi seluruh alam, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia. Berkat karunia dan ridlo-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penyusunan sekripsi guna memperoleh gelar Sarjana Strata I (SI) dalam ilmu Tarbiyah Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang dengan judul "PENERAPAN METODE WAHDAH DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011.” Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan Skripsi ini dapat terealisasikan. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat : 1.
Bapak Dr. H. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
2.
Bapak Nasirudin, M.Ag. selaku Ketua Program peningkatan kualifikasi sarjana (S.1) bagi guru MI dan PAI melalui Dual Mode System Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, yang telah memberikan arahan tentang penelitian skripsi ini.
viii
3.
Bapak Nasirudin, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Para Dosen atau staf pengajar di lingkungan IAIN Walisongo Semarang yang
membekali
berbagai
pengetahuan
sehingga
penulis
mampu
menyelesaikan Skripsi ini. 5.
KH. Azhuri Amin serta ibu Hj. Kunayah selaku Pengasuh Pon-Pes Nurul furqon yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan Penelitian.
6.
Ayahanda (Alm. Zaenuri) dan Ibunda (Marsini) serta Istri Dan Anakku tercinta yang langsung maupun tidak langsung telah membantu, baik moril maupun materiil dalam penyusunan skripsi ini.
7.
Teman-temanku Kelas C angkatan 2009 yang telah banyak memberikan suport dan motivasi dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi ini. Akhirnya, penulis menadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
menyampai kesempurnaan dalam arti sebenarnya. Karena itu, kritik konstruktif dari para pembaca diharapkan menjadi semacam suara yang dapat menyapa tulisan ini sebagai bahan pertimbangan dalam proses kreatif berikutnya. Namun demikian, sekecil apapun makna yang terjelma dalam tulisan ini, juga diharapkan ada manfaatnya.
Semarang, 13 Agustus 2011 Penulis,
Mokhamad Zamroni NIM : 093911326
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................
i
Halaman Pernyataan Keaslian............................................................
ii
Halaman Pengesahan..........................................................................
iii
Halaman Nota Dinas .........................................................................
iv
Halaman Abstrak................................................................................
v
Halaman Persembahan........................................................................
vi
Halaman Motto...................................................................................
vii
Kata Pengantar...................................................................................
viii
Daftar Isi............................................................................................
x
BAB I
: PENDAHULUAN ...........................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Pembatasan Masalah .............................................................
4
C. Rumusan Masalah .................................................................
4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................
5
BAB II :LANDASAN TEORI ........................................................
6
A. Kajian Pustaka .......................................................................
6
B. Kerangka Teoritik .................................................................
7
C. Tahfidz Al-Qur’an .................................................................
8
D. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an.....................................................
19
E. Peningkatan Jaudah Tahfidz Al-Qur’an……………………
20
F. Metode Wahdah……………………………………………
22
BAB III :METODE PENELITIAN..................................................
25
A. Jenis Penelitian ......................................................................
25
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................
25
C. Sumber Data Penelitian………………………………… .....
27
D. Fokus Penelitian…………………………… ........................
28
E. Analisis Data Penelitian………………………………….. ..
28
F. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an Santri PPNF……………………
29
x
G. Upaya Meningkatkan Jaudah Tahfidz Al-Qur’an………….
31
H. Evaluasi Tahfidz Al-Qur’an……………………………….
36
BAB IV : PENERAPAN DAN ANALISIS METODE WAHDAH DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011 ...........
37
A. Hasil Penelitian.... .................................................................
37
B. Pembahasan ...........................................................................
46
BAB V : PENUTUP .........................................................................
56
A. Kesimpulan ...........................................................................
56
B. Saran ......................................................................................
57
C. Penutup..................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an adalah firman Allah yang tidak terdapat kebatilan di dalamnya, dan al-Qur’an adalah mu’jizat terbesar dan kekal bagi Rasulullah SAW. Allah SWT sudah memerintahkan agar menjaganya dari perubahan dan penggantian.1 Allah swt berfirman :
(٩:ﻓﻈﹸﻮ ﹶﻥ )ﺍﳊﺠﺮ ﺎﻪ ﹶﻟﺤ ﺎ ﹶﻟﻭﹺﺇﻧ ﺮ ﺎ ﺍﻟﺬﱢ ﹾﻛﹾﻟﻨﻧﺰ ﻦ ﺤ ﻧ ﺎﹺﺇﻧ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-hijr : 9)2 Al-Qur’an yang ada sekarang ini masih asli dan murni sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, hal itu karena Allah-lah yang menjaga. Penjagaan Allah kepada al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga secara langsung fase-fase penulisan al-Qur’an, tetapi Allah melibatkan para hamba-Nya untuk ikut menjaga al-Qur’an.3 Dari ayat tersebut yang membuat banyak umat Islam yang ingin menghafalkan al-Qur’an demi keutuhan al-Qur’an itu sendiri. Menghafal al-Qur’an dapat dikatakan sebagai langkah awal dalam suatu proses penelitian yang dilakukan oleh para penghafal al-Qur’an dalam memahami kandungan ilmu-ilmu al-Qur’an, tentunya setelah proses dasar membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, akan tetapi ada juga yang sebaliknya, yaitu belajar isi kandungan al-Qur’an terlebih dahulu kemudian menghafalnya.4 Progam pendidikan menghafal al-Qur’an adalah program menghafal al-Qur’an dengan mutqin (hafalan yang kuat) terhadap 1
Abdurrab Nawabudin, Teknik Menghafal Al-Qur’an, Bandung : Sinar Baru, 1991, Cet.1,
hlm, 1-2. 2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:Toha Putra,
(t. th),
hlm 391. 3
Muhammad Ahsin Sakho, Kiat-Kiat Menghafal Al-Qur’an, Jawa Barat: Badan Koordinasi TKQ-TPQ-TQA, t.th, hlm, 3. 4 Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, 2000, hlm, 19.
2
lafadz-lafadz al-Qur’an dan menghafal makna-maknanya dengan kuat yang memudahkan untuk menghadirkannya setiap menghadapi berbagai masalah kehidupan, karena al-Qur’an senantiasa ada dan hidup di dalam hati sepanjang waktu, sehingga memudahkan untuk menerapkan dan mengamalkannya.5 Menghafal al-Qur’an tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kerumitan di dalamnya yang menyangkut ketepatan membaca dan pengucapan tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab kesalahan sedikit saja adalah suatu dosa. Apabila hal tersebut dibiarkan dan tidak diproteksi secara ketat maka kemurnian al-Qur’an menjadi tidak terjaga dalam setiap aspeknya.6 Sudah dimaklumi bersama dan sudah sangat jelas, bahwa menghafal al-Qur’an bukanlah tugas yang mudah, sederhana, serta dapat dilakukan
kebanyakan
kesungguhan
orang
mengerahkan
tanpa
meluangkan
kemampuan
dan
waktu
khusus,
keseriusan7,
karena
menghafal al-Qur’an merupakan tugas yang sangat agung dan besar. Tidak ada yang sanggup yang melakukannya selain Ulul ‘Azmi, yakni orangorang yang bertekad kuat dan bulat serta keinginan membaca. Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa menghafal al-Qur’an itu berat dan melelahkan. Hal ini dikarenakan banyak problematika yang harus dihadapi para penghafal al-Qur’an untuk mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Mulai dari pengembangan minat, penciptaan lingkungan, pembagian waktu sampai kepada metode menghafal itu sendiri.8 Para penghafal al-Qur’an juga banyak yang mengeluh bahwa menghafal itu susah. Hal ini disebabkan karena adanya gangguangangguan,
5
baik
gangguan-gangguan
kejiwaan
maupun
gangguan
Khalid bin Abdul Karim Al-Lahim, Mengapa Saya Menghafal Al-Qur’an, Surakarta: An-Naba’, 2008, hlm, 19. 6 Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung: Syaamil Cipta Media, 2004, Cet. 4, hlm. 40 7 Raghib As-Sirjani, Cara Cerdas Hafal Al-Qur'an, Solo : Aqwam, 2007, Cet. 1, hlm. 53. 8 Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, OpCit, hlm. 41 Daar
3
lingkungan. Masing-masing di antara umat Islam tentu saja bercita-cita untuk menghafal al-Qur’an. Setiap orang juga merasakan semangat dan merasakan bahwa sebenarnya mampu menghafalnya dengan cara konsisten, menghafal surat demi surat, juz demi juz. Namun setelah itu, mulailah berbagai bisikan dan gangguan batin membuat orang tersebut malas dan semangat semakin mengendor dengan alasan banyak surat yang mirip, kata-kata yang sulit, waktu sempit, dan banyak kesibukan. Menghafal al-Qur’an berbeda dengan menghafal buku atau kamus. Al-Qur’an adalah kalamullah, yang akan mengangkat derajat mereka yang menghafalnya9, oleh karena itu para penghafal al-Qur’an perlu mengetahui hal-hal atau upaya agar mutu hafalannya tetap terjaga dengan baik. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an :
(١٧: )ﺍﻟﻘﻤﺮ9 .Ï ‰ £ Β• ΒÏ ≅ ö γ y ùs Ì .ø % eÏ #9Ï β t #u ö ) à 9ø #$ $Ρt ÷ £ œ „o ‰ ô ) s 9s ρu ”Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar :17).10 Maksudnya, Allah akan memberi kemudahan kepada orang-orang yang ingin menghafalnya. Jika ada di kalangan manusia yang berusaha untuk menghafalnya, maka Allah akan memberi pertolongan dan kemudahan baginya11. Proses menghafal al-Qur'an adalah mudah dari pada memeliharanya. Banyak penghafal al-Qur'an yang mengeluh karena semula hafalannya baik dan lancar, tetapi pada suatu saat hafalan tersebut hilang dari ingatannya. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada pemeliharaan. Oleh karena itu untuk meningkatkan hafalan al-Qur’an harus mempunyai cara-cara yang tepat, sehingga hafalan al-Qur’an tersebut akan bertambah lebih baik. Salah satu cara yang dirasa mudah dan pada umumnya diterapkan di Pondok Pesantren Hafalan al-Qur’an adalah 9
Abdul Azis dan Abdul Rauf, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung: Syaamil Cipta Media, 2004, Cet. 4. hlm, 55. 10 Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahnya, Op-Cit, hlm, 879. 11 Hasan bin Ahmad bin Hasan Hamam, Menghafal al-Qur’an Itu Mudah,Jakarta: AtTazkia, 2008, hlm, 13.
4
Metode Wahdah, yakni metode menghafalkan al-Qur’an dengan menghafal satu per satu ayat-ayat yang hendak dihafal secara berulangulang hingga hafal, kemudian melanjutkannya pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu halaman12. Setelah melihat uraian latar belakang di atas penulis mencoba meneliti tentang Metode Wahdah hafalan al-Qur’an, dengan judul: Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas terdapat permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana penerapan metode wahdah dalam meningkatkan hafalan Al-Qur’an santri pondok pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011? 2. Bagaimana hasil hafalan Al-Qur’an santri dengan metode wahdah di pondok pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode wahdah dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011.
12
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, 2000, hlm. 63.
5
b. Untuk mengetahui hasil hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011. 2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan solusi dan masukan mengenai pelaksanaan peningkatan hafalan alQur’an. b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
solusi
dan
masukan
mengenai
pelaksanaan
peningkatan hafalan al-Qur’an. Fokus Penelitian Peneliti
membuat
fokus
penelitian
sebagai
batasan
agar
permasalahan tidak meluas dan membuat penelitian menjadi tidak valid dan tidak reliabel. Penentuan fokus ini berdasarkan hasil studi pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang yang dipandang ahli. Fokus dalam penelitian ini juga masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian di lapangan.13 Terkait dengan judul yang dipilih oleh peneliti tentang Penerapan metode wahdah, Maka peneliti akan memfokuskan pada penerapan metode wahdah.
D. Kajian Pustaka Sebelum diadakan penelitian tentang Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011, Beberapa hasil dari penelusuran dan telaah terhadap berbagai hasil kajian yang terkait dengan ruang lingkup penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
13
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 396
6
Penelitian yang ditulis Iffah Alawiyah Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo tahun 2004. Skripsi tersebut berjudul Efektifitas Penghafalan Al-Qur’an (Studi Kasus di Pesantren Anak-Anak Yambu’ Al-Qur’an Krandon Kudus Jawa Tengah), Hasil skripsi tersebut lebih memfokuskan pada efektifitas penghafalan al-Qur’an di kalangan anak-anak. Hasil penelitian yang ditulis oleh Dzikrotun Nafisah Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo tahun 2004, berjudul studi Penerepan Metode Takrir dalam Menghafal Al-Qur’an di PP Roudhatul Jannah Kudus,dalam skripsi tersebut hanya membahas tentang penerapan metode takrir.Skripsi tersebut menemukan cara-cara menerapkan takrir yang efektif. Buku yang berjudul 9 Cara Praktis Menghafal al-Qur’an yang di tulis oleh Sa’dulloh, terbitan tahun 2008. Buku ini berisi tentang cara memelihara hafalan al-Qur’an. Setelah menelaah berbagai karya tulis berupa hasil penelitian yang ada dan buku-buku yang sudah diterbitkan, penulis berkeyakinan bahwa penelitian tentang Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011 memang benar-benar belum pernah diteliti pada penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah fokus dalam penelitian ini merupakan upaya Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan dalam meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an.
E. Kerangka Teoritik Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan istilah kunci sebagai berikut:
7
1. Metode Wahdah Metode Wahdah adalah metode menghafalkan al-Qur’an dengan menghafal satu per satu ayat-ayat yang hendak dihafalkan.14 Sehingga secara sederhana metode wahdah adalah metode untuk menghafalkan al-Qur’an dengan menghafal ayat satu persatu secara berulang-ulang hingga benar-benar hafal, kemudian lanjut ke ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama. 2. Santri Santri adalah orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat, orang yang sholeh.15 Santri di sini adalah sebagai objek penelitian 3. Hafalan Kata hafalan berasal dari kata dasar hafal yang dalam bahasa Arab dikatakan al-hifdz dan memiliki arti ingat.16 Maka kata hafalan dapat diartikan dengan mengingat atau menjaga ingatan. 4. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf. Lebih jelas disebutkan Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia.17 Setelah melihat definisi kata kunci pada judul skripsi di atas, maka dapat didefinisikan bahwa yang dimaksud penerapan Metode Wahdah adalah menjaga ingatan (hafalan) kitab suci umat Islam (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia yang dilaksanakan santri (orang yang mendalami Islam) di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas
14
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, 2000, hlm. 83. 15 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, hlm.374 16 Mahmud Yunus, Op-Cit, hlm, 301. 17 Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an,Bandung: PT Pustaka Setia,1997, hlm,11.
8
Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, dokumen dan sebagainya kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas. Dalam buku Encyclopaedia of Social Research dijelaskan bahwa descriptive research : it describes what is, it is concerned with describing, recording,
analyzing, 18
conditions. Artinya, penelitian,
penelitian
and
penelitian ini
interpreting deskriptif
membahas
the
existing
mendiskripsikan
mengenai
isu
penggambaran,
pencatatan pengkajian dan penafsiran keadaan yang ada. 2. Sumber Data Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data diperoleh.19 Untuk memperjelas sumber data, maka perlu dibedakan menjadi 3 macam yaitu : a. Person, sumber data berupa orang. Yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau tertulis melalui angket. Dalam wawancara penelitian ini melibatkan pengasuh pesantren, santri dan ustadz. b. Place, sumber data berupa tempat. Yaitu sumber data yang menyajikan tampilam berupa keadaan diam dan bergerak. Diam, misalnya ruangan, alat, wujud benda dan lainnya. Bergerak seperti
18
Laxmi Devi (eds), Encyclopaedia of Social Research, New Delhi : Mehra Offset Press, 1997, hlm, 14. 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek,Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. 12, hlm, 107.
9
kinerja, kegiatan, aktivitas dan lain-lain. Keduanya merupakan objek untuk penggunaan observasi. c. Paper, sumber data berupa simbol. Yaitu sumber data berupa huruf, angka, gambar dan simbol lainnya yang cocok untuk penggunaan metode dokumentasi. 3. Analisis Data Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi yang lain, sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning).20 Secara umum, analisis selama di lapangan berdasarkan model Miles dan Hiberman dibagi dalam 3 tahap, yakni reduksi data, display data, dan verifikasi/kesimpulan21. Secara lebih rinci, data yang telah terkumpul dianalisis dengan langkah-langkah : a. Menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber. b. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataanpernyataan yang perlu. c. Menyusun data dalam satuan-satuan atau mengorganisasikan pokok-pokok pikiran tersebut dengan cara cakupan fokus penelitian dan mengujikannuya dengan deskriptif. d. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data atau memberi makna pada hasil penelitian dengan cara menghubungkan teori. e. Mengambil kesimpulan. Untuk itu dalam analisis kualitatif deskriptif ini penulis gunakan untuk menganalisis tentang penerapan metode wahdah dalam 20
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif,Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998, Cet. 7, hlm, 124.. 21 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Alfabeta, Bandung, 2008. Hlm. 337.
10
meningkatkan hafalan al-Qur’an santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan dari
hasil
observasi
lapangan,
berhubungan dengan objek penelitian.
dan
dokumen-dokumen
yang
11
BAB II LANDASAN TEORI A. Tahfidz Al-Qur’an 1. Pengertian tahfidz al-Qur’an Tahfidz al-Qur’an terdiri dari dua suku kata, yaitu tahfidz dan alQur’an, yang mana keduanya mempunyai arti yang berbeda. Pertama tahfidz yang berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal yang dari bahasa arab hafidza – yahfadzu - hifdzan, yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa.1 Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Ra’uf definisi menghafal adalah “proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal.”2 Menurut Ibnu Madzkur yang dikutip dalam buku Teknik Menghafal al-Qur’an karangan Abdurrab Nawabudin berkata bahwa menghafal adalah orang yang selalu menekuni pekerjaannya3, pernyataan ini merujuk pada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 238 : 】】】】】∩⊄⊂∇∪】tÏFÏΨ≈s%】¬!】(#θãΒθè%uρ】4‘sÜó™âθø9$#】Íο4θn=¢Á9$#uρ】ÏN≡uθn=¢Á9$#】’n?tã】(#θÝàÏ≈ym ”Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.” (QS : AlBaqarah : 238)4 Maksudnya, shalatlah tepat pada waktunya. Menghafal sesuatu, yaitu mengungkapkan satu demi satu dengan tepat.5
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1990), hlm, 105. Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah, (Bandung : PT Syaamil Cipta Media, 2004), Cet, 4, hlm, 49. 3 Abdurrab Nawabudin, Teknik Menghafal al-Qur’an, (Bandung : Sinar Baru, 1991),cet,1, hlm 23. 4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Toha Ptra, t. th) hlm 400. 5 Abdurrab Nawabudin, Op-Cit, hlm, 23-24 2
12
Jika arti bahasa hafal tidak berbeda dengan arti istilah dari segi membaca di luar kepala, maka penghafal al-Qur’an berbeda dengan penghafal hadits, sya’ir, hikmah dan lain-lainnya dalam 2 pokok : a. Hafal seluruh al-Qur’an serta mencocokannya dengan sempurna Tidak bisa disebut al-hafidz bagi orang yang hafalannya setengah atau sepertiganya secara rasional. Karena jika yang hafal setengah atau sepertiganya berpredikat al-hafidz, maka bisa dikatakan bahwa seluruh umat Islam berpredikat al-hafidz, sebab semuanya mungkin telah hafal surat al-fatihah, karena surat al-Fatih merupakan salah satu rukun shalat dari kebanyakan madzhab. Maka istilah alhafidz (orang yang berpredikat hafal Qur’an) adalah mutlak bagi yang hafal
keseluruhan
dengan
mencocokan
dan
menyempurnakan
hafalannya menurut aturan-aturan bacaan serta dasar-dasar tajwid yang masyhur. b. Senantiasa terus menerus dan sungguh-sungguh dalam menjaga hafalan dari lupa Seorang hafidz harus hafal al-Qur’an seluruhnya. Maka apabila ada orang yang telah hafal kemudian lupa atau lupa sebagian atau keseluruhan karena lalai atau lengah tanpa alasan seperti ketuaan atau sakit, maka tidak dikatakan hafidz dan tidak berhak menyandang pedikat”penghafal al-Qur’an”.6 Kedua kata al-Qur’an, menurut bahasa al-Qur’an berasal dari kata qa-ra-a yang artinya membaca7, para ulama’ berbeda pendapat mengenai pengertian atau definisi tentang al-Qur’an. Hal ini terkait sekali dengan masing-masing fungsi dari al-Qur’an itu sendiri. Menurut Asy-Syafi’i, lafadz al-Qur’an itu bukan musytaq, yaitu bukan pecahan dari akar kata manapun dan bukan pula berhamzah, yaitu tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya. Sehingga membaca lafazh al-Qur’an dengan tidak membunyikan ”a”. Oleh karena itu, 6
Abdu al-Rabb Nawabudin, Metode Efektif Menghafal al-Qur’an, (Jakarta : CV Tri Daya Inti, 1988), hlm, 17 7 Mahmud Yunus, Op-Cit, hlm, 305.
13
menurut Asy-syafi’i lafadz tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.8 Berarti menurut pendapatnya bahwa lafazh al-Qur’an bukan berasal dari akar kata qa-ra-a yang artinya membaca. Sebab kalau akar katanya berasal dari kata qa-ra-a yang berarti membaca, maka setiap sesuatu yang dibaca dapat dinamakan al-Qur’an. Sedangkan menurut Caesar E. Farah, Qur’an in a literal sense means” recitation,”reading,”.9 Artinya , Al-Qur’an dalam sebuah ungkapan literal berarti ucapan atau bacaan. Sedangkan menurut Mana’ Kahlil al-Qattan sama dengan pendapat Caesar E. Farah, bahwa lafazh al-Qur’an berasal dari kata qara-a yang artinya mengumpulkan dan menghimpun, qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya ke dalam suatu ucapan yang tersusun dengan rapi. Sehingga menurut alQattan, al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya dibaca.10 Kemudian pengertian al-Quran menurut istilah adalah kitab yang diturunkan kepada Rasulullah saw, ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.11 Setelah melihat definisi menghafal dan al-Qur’an di atas dapat disimpulkan bahwa menghafal al-Qur’an adalah proses untuk memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah saw di luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan maupun sebagiannya.
8
Adnan Mahmud Hamid Laonso, Ulumul Qur’an, (Jakarta : Restu Ilahi,2005), hlm,1. Caesar E. Farah, Islam Belief and Observances, (Amerika : Barron’s education Series, 1987), hlm, 80. 10 Ibid, hlm, 2. 11 Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004), hlm, 31. 9
14
2. Dasar dan hikmah menghafal al-Qur’an. Secara tegas banyak para ulama’ mengatakan, alasan yang menjadikan sebagai dasar untuk menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut : a. Jaminan kemurnian al-Qur’an dari usaha pemalsuan. Sejarah telah mencatat bahwa al-Qur’an telah dibaca oleh jutaan manusia sejak zaman dulu sampai sekarang. Para penghafal al-Qur’an adalah orang-orang yang di pilih Allah untuk menjaga kemurnian alQur’an dari usaha-usaha pemalsuannya, sesuai dengan jaminan Allah dalam kitab suci al-Qur’an : 】】】∩∪】tβθÝàÏ≈ptm:】…çµs9】$‾ΡÎ)uρ】tø.Ïe%!$#】$uΖø9¨“tΡ】ßøtwΥ】$‾ΡÎ) “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS. Al-hijr ayat 9)12 b. Menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Melihat dari surat al-Hijr ayat 9 bahwa penjagaan Allah terhadap al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga secara langsung fasefase penulisan al-Qur’an, tetapi Allah melibatkan para hamba-Nya untuk ikut menjaga al-Qur’an. Melihat dari ayat di atas banyak ahli Qur’an yang mengatakan bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah, diantaranya adalah : Ahsin
Sakho
Muhammad
menyatakan
bahwa
hukum
menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah atau kewajiban bersama. Sebab jika tidak ada yang hafal al-Qur’an dikhawatirkan akan terjadi perubahan terhadap teks-teks al-Qur’an.13 Ahsin W juga mengatakan bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Ini berati bahwa orang yang menghafal alQur’an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan
12 13
Departemen Agama RI, Op- Cit, hlm, 345. Abdul Aziz Abdul Rauf, Op-Cit, hlm 4
15
ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayatayat suci al-Qur’an.14 Kemudian menurut Abdurrab Nawabudin bahwa apabila Allah telah menegaskan bahwa Dia menjaga al-Qur’an perubahan dan penggantian, maka menjaganya secara sempurna seperti telah diturunkan kepada hati Nabi-Nya, maka sesungguhnya menghafalnya menjadi fardhu kifayah baik bagi suatu umat maupun bagi keseluruhan kaum muslimin.15 Setelah melihat dari pendapat para ahli Qur’an di atas dapat disimpulkan bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah, yaitu apabila diantara kaum ada yang sudah melaksanakannya, maka bebaslah beban yang lainnya, tetapi sebaliknya apabila di suatu kaum belum ada yang melaksanakannya maka berdosalah semuanya. Allah menurunkan al-Qur’an dan menjadikannya sebagai kitab yang mulia, di dalam al-Qur’an disebutkan : 】】】】】】】∩∠∇∪】5βθãΖõ3¨Β】5=≈tGÏ.】’Îû】∩∠∠∪】×ΛqÌx.】×β#uöà)s9】…çµ‾ΡÎ) “Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).” 16 Jadi wajar jika manusia yang berinteraksi dengan al-Qur’an menjadi sangat mulia, baik di sisi manusia apalagi di sisi Allah, di dunia dan di akhirat. Kemudian berikut ini ada beberapa hikmah menghafal Qur’an : a. Al-Qur’an menjanjikan kebaikan, berkah dan kenikmatan bagi penghafalnya. b. Hafidz Qur’an merupakan ciri orang yang diberi ilmu Allah telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 49 :
14
Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, 2005),cet, 3,
15
Abdurrab Nawabudin, Op-Cit, hlm 19. Fadhal A. R, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Mekar, 2004), hlm. 567.
hlm, 24. 16
16
$tΒuρ 4 zΟù=Ïèø9$# (#θè?ρé& šÏ%©!$# Í‘ρ߉߹ ’Îû ×M≈oΨÉit/ 7M≈tƒ#u uθèδ ö≅t/ ∩⊆∪ šχθßϑÎ=≈©à9$# āωÎ) !$uΖÏF≈tƒ$t↔Î/ ߉ysøgs† ” Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayatayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”.17 c. Fasih dalam berbicara dan ucapannya.18 Allah SWT berfirman : 】】】】】】】⊆∪】tÍ‘É‹Ζßϑø9$#】zÏΒ】tβθä3tGÏ9】y7Î7ù=s%】’n?tã∩⊇⊂∪】ßÏΒF{$#】ßyρ”9$#】ϵÎ/】tΑt“tΡ “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,”(QS As-Syura’ : 193-194)19 d. Al-Qur’an memuat 77.439 kalimat. Jika seluruh penghafal al-Qur’an memahami seluruh arti kalimat tersebut berarti dia sudah banyak sekali menghafal kosa kata bahasa arab yang seakan-akan ia menghafal kamus bahas arab. e. Dalam al-Qur’an banyak terdapat kata-kata hikmah yang sangat berharga bagi kehidupan. Secara menghafal al-Qur’an berarti banyak menghafal kata-kata hikmah.20 f. Hafidz Qur’an sering menjumpai kalimat-kalimat uslub atau ta’bir yang sangat indah. Bagi seseorang yang ingin memperoleh rasa sastra yang tinggi dan fasih untuk kemudian bisa menikmati karya sastra Arab atau menjadi satrawan Arab perlu banyak menghafal kata-kata atau uslub Arab yang indah seperti syair dan amtsar (perumpamaan) yang tentunya banyak terdapat di al-Qur’an. g. Mudah menemukan contoh-contoh nahwu, sharaf, dan juga balaghah dalam al-Qur’an. 17
Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 678. Abdurrab Nawabudin, Op-Cit, hlm, 21. 19 Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 476. 18
17
h. Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat hukum, dengan demikian secara tidak langsung seorang penghafal al-Qur’an akan menghafal ayat-ayat hukum. Yang demiakian ini sangat penting bagi orang yang ingin terjun di bidang hukum. i. Orang yang menghafal al-Qur’an akan selalu mengasah hafalannya. Dengan demikian otaknya akan semakin kuat untuk menampung berbagai macam informasi.21 j. Bertambah imannya ketika membacanya.22 Allah swt berfirman : 】öΝÍκön=tã】 ôMu‹Î=è?】 #sŒÎ)uρ】 öΝåκæ5θè=è%】 ôMn=Å_uρ】 ª!$#】 tÏ.èŒ】 #sŒÎ)】 tÏ%©!$#】 šχθãΖÏΒ÷σßϑø9$#】 $yϑ‾ΡÎ) 】】】∩⊄∪】tβθè=©.uθtGtƒ】óΟÎγÎn/u‘】4’n?tãuρ】$YΖ≈yϑƒÎ)】öΝåκøEyŠ#y—】…çµçG≈tƒ#u “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal ayat 2) k. Penghafal al-Qur’an adalah orang yang akan mendapatkan untung dalam perdagangannya dan tidak akan merugi. Allah swt, menjelaskan dalam kitab suci al-Qur’an :
#uÅ öΝßγ≈uΖø%y—u‘ $£ϑÏΒ (#θà)xΡr&uρ nο4θn=¢Á9$# (#θãΒ$s%r&uρ «!$# |=≈tGÏ. šχθè=÷Gtƒ tÏ%©!$# ¨βÎ) ÏiΒ Νèδy‰ƒÌ“tƒuρ öΝèδu‘θã_é& ∩⊄∪óΟßγuŠÏjùuθã‹Ï9 u‘θç7s? ©9 Zοt≈pgÏB šχθã_ötƒ ZπuŠÏΡŸξtãuρ ∩⊂⊃∪ Ö‘θà6x© Ö‘θàxî …çµ‾ΡÎ) 4 ÿÏ&Î#ôÒsù “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
21
Ahsin Sakho Muhammad, Kiat-kiat Menghafal al-Qur’an, (Jawa Barat : Badan Koordinasi TKQ-TPQ-TQA, tth), hlm 8-9. 22 M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal al-Qur’an, (Jakarta : Gema, 1998), hlm, 41.
18
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”(QS. Faathir :29-30)23 3. Syarat menghafal al-Qur’an Menghafal al-Qur’an adalah pekerjaan yang sangat mulia. Akan tetapi menghafal al-Qur’an tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan, oleh karena itu ada hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum menghafal agar dalam proses menghafal tidak begitu berat. Diantara beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an ialah : a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya. b. Niat yang ikhlas. Niat adalah syarat yang paling penting dan paling utama dalam masalah hafalan al-Qur’an. Sebab, apabila seseorang melaukan sebuah perbuatan tanpa dasar mencari keridhaan Allah semata, maka amalannya hanya akan sia-sia belaka. c. Sabar Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal al-Qur’an akan banyak sekali ditemui berbagai macam kendala. d. Istiqamah Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten, yaitu tetap menjaga keajekan dalam menghafal al-Qur’an. Dengan perkataan lain penghafal harus senantiasa menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap waktu untuk menghafal al-Qur’an. e. Menjauhkan diri dari maksiat dan perbuatan tercela. Perbuatan maksiat dan perbuatan tercela merupakan sesuatu perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang yang sedang menghafal al-Qur’an, tetapi semua kaum muslim umumnya. Karena 23
Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 443.
19
keduanya mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati, sehingga akan menghancurkan istiqamah dan konseantrasi yang telah terbina dan terlatih sedemikian bagus. f. Izin dari orang tua, wali atau suami. Walaupun hal ini tidak merupakan keharusan secara mutlak, namun harus ada kejelasan, karena hal demikian akan menciptakan saling pengertian antara kedua belah pihak, yakni antara anak dan orang tua, antara suami dan istri, antara wali dengan pihak yang berada diperwaliannya. g. Mampu membaca dengan baik. Sebelum penghafal al-Qur’an memulai hafalannya, hendaknya penghafal mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, baik dalam Tajwid maupun makharij al-hurufnya, karena hal ini akan mempermudah
penghafal
untuk
melafadzkannya
dan
menghafalkannya.24 h. Tekad yang kuat dan bulat Tekad yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantar seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau menjadi perisai
terhadap
kendala-kendala
yang
mungkin
akan
datang
merintanginya.25
4. Adab-adab penghafal al-Qur’an a. Menghindarkan diri dari perbuatan menjadikan al-Qur’an sebagai sumber penghasilan pekerjaan dalam kehidupannya. Imam Abu Sulaiman Al-Khatabi menceritakan larangan mengambil upah atas pembacaan al-Qur’an dari sejumlah ulama’, diantaranya Az-Zuhri dan Abu Hanifah. Sejumlah ulama’ mengatakan boleh mengambil upah bila tidak mensyaratkannya, yaitu pendapat Ibnu Sirin, Hasan Bashri, dan sya’bi. Imam atha’, Imam Syafi’i, Imam Malik 24 25
Ahsin W, OP-Cit, hlm, 48-54. Raghib al-Sirjani, Cara Cerdas Menghafal al-Qur’an, (Aqwam : Solo, 2007), hlm, 63.
20
dan lainnya berpendapat boleh mengambil upah, jika disyaratkan dan dengan akad sewa yang benar. b. Memelihara bacaan.26 Ulama’ salaf mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dalam jangka waktu pengkhataman al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa mereka mengkhatamkan al-Qur’an dalam setiap bulan, ada juga yang khatam setiap sepuluh hari, ada juga yang hanya seminggu mengkhatamkan al-Qur’an, bahkan ada juga yang khatam al-Qur’an yang hanya ditempuh sehari semalam. Diantara yang mengkhatamkan al-Qur’an dalam sehari semalam adalah Utsman bin Affan r.a, Tammim Ad-Daari Said bin Jubair, Mujahid, As-Syafi’i dan lainnya. Diantara yang mengkhatamkan al-Qur’an dalam tiga hari adalah Sali bin Umar r.a. Qadhi mesir di masa pemerintahan muawiyah. Diriwayatkan oleh As-Sayid yang mulia Ahmad Ad-Dauraqi dengan isnadnya dari Manshur bin Zaadzanr r.a. Seorang tabiin yang ahli ibadah bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an diantara waktu dzuhur dan ashar dan mengkhatamkannya pula antara waktu maghrib dan isya’di bulan Ramadhan dua kali. Mereka mengakhirkan shalat isya’ di bulan Ramadhan lewat seperempat malam. c. Khusu’. Orang yang menghafal al-Qur’an adalah pembaca panji-panji Islam. Tidak selayaknya ia bermain bersama orang-orang yang suka bermain, tidak mudah lengah bersama orang-orang yang lengah dan tidak suka berbuat yang sia-sia bersama orang-orang yang suka berbuat sia-sia. Yang demikian itu adalah demi mengagungkan al-Qur’an. d. Memperbanyak membaca dan shalat malam27
26
ImamAn-Nawawi, Adab dan Tata Cara Menjaga Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Amani, 2001), hlm, 58-60. 27 Ahsin. W, Op-Cit, hlm, 95.
21
Allah berfirman dalam kitab suci al-Qur’an : 】】】】】】∩⊇⊇⊂∪】tβρ߉àfó¡o„】öΝèδuρ】È≅ø‹©9$#】u!$tΡ#u】«!$#】ÏM≈tƒ#u】tβθè=÷Gtƒ】×πyϑÍ←!$s%】×π¨Βé&】É=≈tGÅ3ø9$#】È≅÷δr&】ôÏiΒ Di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus[221], mereka membaca ayat-ayat allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). (QS. Ali-Imran : 113) 5. Metode menghafal al-Qur’an Metode berasal dari bahasa Yunani (Greeca) yaitu “Metha” dan “Hados”, “Metha” berarti melalui/melewati, sedangkan “Hados” berarti jalan/cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.28 Menghafal al-Qur’an merupakan harta simpanan yang sangat berharga yang diperebutkan oleh orang yang bersungguh-sungguh. Hal ini karena al-Qur’an adalah kalam Allah yang bisa menjadi syafa’at bagi pembacanya kelak dihari kiamat. Menghafal al-Qur’an untuk memperoleh keutamaan-keutamaannya memiliki berbagai cara yang beragam.29 Metode atau cara sangat penting dalam mencapai keberhasilan menghafal, karena berhsail tidaknya suatu tujuan ditentukan oleh metode yang merupakan bagian integral dalam sistim pembelajaran. Lebih jauh lagi Peter R. Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistimatis.”30 Namun dengan memahami metode menghafal al-Qur’an yang efektif, pasti kekurangan-kekurangan yang ada akan diatasi. Ada beberapa metode menghafal al-Qur’an yang sering dilakukan oleh para penghafal, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Metode Wahdah Yang dimaksud metode ini, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat dapat dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali 28
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo : Ramadhani, 1993), hlm, 66. Abdul Muhsin, Kunci-Kunci Surga, (Solo : Aqwam, 2007), hlm, 205. 30 Mujamil Qomar, Epistomologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 1995), Hlm, 20. 29
22
atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya. b. Metode Kitabah Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain dari pada metode yang pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuk dihafal. Kemudian ayat tersebut dibaca sampai lancar dan benar, kemudian dihafalkannya. c. Metode Sima’i Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud metode ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan Sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat extra, terutama bagi penghafal yang tuna netra atau anak-anak yang masíh dibawah umur yang belum mengenal baca tulis al-Qur’an. Cara ini bisa mendengar dari guru atau mendengar melalui kaset. d. Metode Gabungan Metode ini merupakan gabungan antara metode wahdah dan kitabah. Hanya saja kitabah disini lebih mempunyai fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Prakteknya yaitu setelah menghafal kemudian ayat yang telah dihafal ditulis, sehingga hafalan akan mudah diingat. e. Metode Jama’ Cara ini dilakukan dengan kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh instruktur. Pertama si instruktur membacakan ayatnya kemudian santri atau siswa menirukannya secara bersama-sama.31 Sedangkan
menurut
Sa’dulloh
menghafal adalah sebagai berikut :
31
Ahsin W, Op-Cit, hlm, 63-66
macam-macam
metode
23
a. Bi al-Nadzar Yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat al-Qur’an yang akan dihafal dengan melihat mushaf secara berulang-ulang. b. Tahfidz Yaitu menghafal sedikit demi sedikit al-Qur’an yang telah dibaca secara berulang-ulang tersebut. c. Talaqqi Yaitu menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru. d. Takrir Yaitu mengulang hafalan atau menyima’kan hafalan yang pernah dihafalkan/sudah disima’kan kepada guru. e. Tasmi’ Yaitu mendengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan maupun kepada jamaah.32 Pada prinsipnya semua metode di atas baik semua untuk dijadikan pedoman menghafal al-Qur’an, baik salah satu diantaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang terkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal al-Qur’an. Kemudian untuk membantu mempermudah membentuk kesan dalam ingatan terhadap ayat-ayat yang dihafal, maka diperlukan strategi menghafal yang baik, adapun strategi itu antara lain : a. Strategi pengulangan ganda b. Tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal. c. Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya. d. Menggunakan satu jenis mushaf. 32
54.
Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 52-
24
e. Memahami ayat-ayat yang dihafalnya. f. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa. g. Disetorkan pada seorang pengampu.33 Strategi di atas juga berfungsi untuk meningkatkan mutu atau kualitas hafalan al-Qur’an.
B. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an Semua pekerjaan atau kegiatan pasti menginginkan hasil dan mutu yang baik, begitu pula dengan menghafal al-Qur’an. Agar seorang penghafal benar-benar menjadi hafidzul qur’an yang representatif, dalam arti ia mampu memproduksi kembali ayat-ayat yang telah dihafalnya pada setiap saat diperlukan, maka ayat-ayat yang telah dihafal harus dimantapkan sehingga benar-benar melekat dalam ingatannya.34 Melekat dalam iangatannya disini tentunya mencakup ketepatan dalam hal tajwid dan ketepatan dalam pengucapannya. Adapun kriteria hafalan al-Qur’an yang baik adalah sebagai berikut : 1. Tajwid yang benar Ibnu al-Jauzi berkata dalam syairnya (At-Tayyibah fi al-Qira’ah al-Asyr) : “menggunakan tajwid adalah ketentuan yang lazim, barang siapa yang mengabaikan maka ia berdosa”. Makna tajwid adalah memperhatikan hukum-hukum yang ada dalam kitab-kitab tajwid, seperti idgham, ikhfa’, ghunah dan mad serta memperhatikan makharij al-hurufnya.35 2. Membaca dengan tartil Yang dimaksud dengan tartil adalah baik sebutan hurufnya, baik mengucapkan kalimatnya, baik waqaf ibtidahnya, dan baik murajaahnya.36
33
Ahsin W, Op-Cit, hlm, 72. Ahsin W, Op-Cit, hlm, 80. 35 Hasan bin Ahmad bin Hasan Hamam, Menghafal al-Qur’an Itu Mudah, (Jakarta : Pustaka at-Tazkia, 2008), hlm, 23-24. 36 Muhaiman Zenha, Pedoman Pembinaan Tahfidzu Qur’an, (Jakarta: Proyek Penerangan, 1983), hlm, 96. 34
25
Allah berfirman dalam al-Qur’an al-Karim : 】】】∩⊆∪】¸ξ‹Ï?ös?】tβ#uöà)ø9$#】È≅Ïo?u‘uρ】ϵø‹n=tã】÷ŠÎ—】÷ρr& "atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahanlahan." (QS : Al-Muzamil : 4)37 Allah berfirman dalam al-Qur’an al-Karim : 】】ÿϵÎ/】Ÿ≅yf÷ètGÏ9】y7tΡ$|¡Ï9】ϵÎ/】õ8ÌhptéB】Ÿω “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (QS : Al-Qiyamah : 16)38】 3. Lancar membaca Kelancaran membaca adalah hal yang paling utama dalam menghafal al-Qur’an. Lancar disini tidak berarti tanpa lupa, karena manusia tidak luput dari lupa, apalagi menghafal al-Qur’an yang begitu tebal kitabnya. Kelancaran memabaca dapat memberikan semangat tersendiri bagi si penghafal untuk selalu mentakrir hafalannya, sehingga hafalan al-Qur’annya akan selalu terjaga.
C. Peningkatan Jaudah Tahfidz Al-Qur’an Peningkatan berasal dari kata dasar tingkat yang mempunyai arti; proses, cara, perbuatan (usaha dan kegiatan) meningkatkan.39 Yang dimaksud peningkatan oleh penulis dalam penelitian ini adalah segala proses, cara, metode dan segala kegiatan serta usaha untuk meningkatkan mutu hafalan alQur’an. Mutu hafalan al-Qur’an dikatakan baik apabila bacaannya sesuai dengan Tajwid, Fasih, dan lancar bacaannya. Untuk mencapai hasil yang seperti itu, tentunya tidak bisa lepas dari cara untuk memelihara hafalan al-
37
Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 567 Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 437 39 ▽⊥≫∂♂∞】hlm. 1060. 38
26
Qur’an. Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an adalah sebagai berikut : Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari sekali. Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap seminggu sekali. Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali. Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah secara umum. Mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali. Takrir dalam shalat. Konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan.40 Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an menurut Sa’dulloh adalah sebagai berikut : 1. Cara memelihara hafalan bagi yang belum khatam 30 juz a.
Takrir sendiri Seseorang yang menghafal al-Qur’an harus memanfaatkan waktu untuk takrir atau untuk menambah hafalan. Hafalan yang baru harus selalu di-takrir minimal setiap hari dua kali dalam jangka waktu satu minggu. Sedangkan hafalan yang lama harus di-takrir setiap hari atau dua hari sekali. Artinya, semakin banyak hafalan harus semakin banyak pula waktu yang dipergunakan untuk takrir.
b.
Takrir dalam shalat Seorang
yang
menghafal
al-Qur’an
hendaknya
bisa
memanfaatkan hafalannya sebagai bacaan dalam shalat, baik sebagai imam atau untuk shalat sendiri. Selain untuk menambah keutamaan shalat, cara demikian juga akan menambah kemantapan hafalan alQur’an. 40
Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, (Solo, Qiblat Press, 2008), hlm, 141-142.
27
c.
Takrir bersama Seseorang yang menghafal al-Qur’an perlu melakukan takrir bersama dengan dua teman atau lebih. Dalam takrir ini setiap orang membaca materi takrir yang ditetapkan secara bergantian, dan ketika seorang membaca, maka yang lain mendengarkan.
d.
Takrir dihadapan guru Seseorang yang menghafal al-Qur’an harus selalu menghadap guru untuk takrir hafalan yang sudah diajukan. Materi takrir yang dibaca harus lebih banyak dari materi hafalan baru, yaitu satu banding sepuluh, artinya apabila seseorang penghafal sanggup mengajukan hafalan baru setiap hari dua halaman, maka harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (satu juz) setiap hari.41
2. Cara memelihara hafalan bagi yang sudah khatam 30 juz a. Istiqamah takrir al-Qur’an di dalam shalat Yang dimaksud disini adalah istiqamah takrir di dalam shalat wajib maupun sunah selalu memakai ayat-ayat al-Qur’an dari surah alBaqarah sampai Surah an-Nas secara berurutan sesuai dengan mushaf al-Qur’an. b. Istiqamah takrir al-Qur’an di luar shalat Membaca al-Qur’an di luar shalat berarti membaca Qur’an tidak dalam waktu shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunah. Takrir bisa dilaksanakan pada waktu sebelum tidur, bangun tidur, dan pada waktu tengah malam setelah shalat tahajud.42 Adapun takaran dalam takrir tersebut adalah sebagai berikut menurut kemampuannya : a. Khatam seminggu sekali b. Khatam 2 (dua) minggu sekali c. Khatam sebulan sekali
41
Sa'dullah, Op-Cit, hlm, 68. Ibid, hlm, 69-78.
42
28
Selain itu penghafal al-Qur’an harus sering mengikuti kegiatan sebagai berikut : a. Sering mengikuti acara sima’an b. Mengikuti perlombaan musabaqah hifdzi al- Qur’an
D. Metode Wahdah Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa yunani ”metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: ”metha” yang berarti melalui atau melewati dan ”hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan yang di lalui untuk mencapai tujuan43. Dalam kamus bahasa indonesia ”metode” adalah cara yang teratur dan berfikir baik untuk mencapai maksud. Sehingga dapat di pahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar mencapai tujuan pelajaran44. Menghafalkan al-Qur’an dengan metode wahdah merupakan menghafalkan al-Qur’an dengan cara menghafal satu persatu terhadap ayatayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat dapat dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu muka dengan gerak reflek pada lisannya. Setelah itu dilanjutkan membaca dan mengulang-ulang lembar tersebut hingga benar-benar lisan mampu memproduksi ayat-ayat dalam satu muka tersebut secara alami, atau reflek dan akhirnya akan membentuk hafalan yang representatif. Sedangkan tujuan instruksional khusus pembelajaran Al-Qur’an dijabarkan sebagai berikut45:
43
Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara1996), hlm: 61 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka1995), hal: 52 45 Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an &Tafsir (Semarang: As-Syifa,1991), hlm. 104 44
29
Santri mampu mengenal huruf, menghafalkan suara huruf, membaca kata dan kalimat berbahasa arab, membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar. Santri mampu mempraktekkan membaca ayat-ayat Al-Qur’an (pendek maupun panjang) dengan bacaan bertajwid dan artikulasi yang shahih (benar) dan jahr (bersuara keras). Santri mengetahui dan memahami teori-teori dalam ilmu tajwid walaupun secara global, singkat dan sederhana terutama hukum dasar ilmu tajwid seperti hukum lam sukun, nun sukun, dan tanwin, mad dan lainnya Santri mampu menguasai sifat-sifat huruf hijaiyah baik lazim maupun yang ’aridh. Santri mampu memahami semua materi ajar dengan baik dan benar. Santri mampu menggunakan media atau alat bantu secara baik dan benar. Santri mampu menghafalkan al-Qur’an dengan kaidah yang berlaku.
Metode Wahdah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beberapa metode lainnya. Adapun kelebihan-kelebihan tersebut adalah sebagai berikut:46 Lebih mudah dilakukan oleh santri. Ingatan santri terhadap hafalan yang telah dilakukan lebih kuat. Makhorijul Huruf santri dalam melafalkan al-Qur’an terjamin. Keistiqomahan santri dalam menambah hafalan lebih terjamin. Tajwid dan beberapa kaidah membaca al-Qur’an dengan tartil terjaga.
46
Azhuri Amin, Pengasuh Pesantren Nurul Furqon, Wawancara Pribadi, 3 April 2011.
30
BAB III KEADAAN UMUM PONDOK PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011
A. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Nurul Furqon 1. Sejarah dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Furqon (PPNF) a.
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Furqon atau yang disingkat PPNF ini dilatarbelakangi oleh niat pengasuh pondok dan masyarakat desa Brakas untuk mendirikan lembaga pendidikan yang mampu menampung generasi-generasi Qur'ani atau mencetak seorang hafidz Qur’an, karena pengasuh pondok mengkhawatirkan akan punahnya orang yang hafal Qur’an di negeri Indonesia ini. Adanya keinginan dari pengasuh dan masyarakat tersebut maka didirikanlah pondok pesantren ini yang dipelopori oleh Almarhum KH. Dimyathi pada 20 maret 1986 M bertepatan 23 Sya’ban 1406 H. Beliau mendirikan pondok pesantren ini bersama putrinya yang bernama Ny. Hj. Kunayah dan menantunya KH. Azhuri Amin yang meneruskan perjuangannya sebagai pengasuh utama pondok pesantren sampai sekarang. Semula ponpes ini khusus menerima santri putri, atau sering disebut pondok putri, itu pun belum ada gedung yang layak, sehingga 5 santri putri tersebut singgah di kediaman Almarhum KH. Dimyathi. Awalnya santri yang mengaji adalah warga sekitar pondok pesantren, namun berkat kegigihan dan semangat perjuangan beliau akhirnya banyak santri yang datang dari berbagai daerah baik dalam maupun luar kota, bahkan ada pula santri yang berasal dari luar jawa. Sampai saat ini jumlah seluruh santri kurang lebih 75 santri terdiri dari santri putra dan putri.
31
Kemudian pada tahun 1990, pondok ini menerima santri putra. Pada akhirnya pengasuh membuat gubuk untuk tempat bersinggah santri putra, tetapi dengan kerja keras pengasuh akhirnya pesantren menambah gedung lagi khusus untuk santri putra pada tahun 1992 dengan satu lantai, satu lantai tersebut dibuat empat kamar tidur, dua kamar mandi, dan sebuah aula. Kemudian pada tahun 2006 pondok putra tersebut dikembangkan menjadi dua lantai sampai sekarang. Adapun luas tanah keseluruhan 968 m2 dan luas bangunan 488 m2 dengan jumlah santri putra sebanyak 25 dan santri putri sebanyak 50 yang berasal dari berbagai penjuru kota. Dari banyaknya santri tersebut tidak semua melaksanakan hafalan al-Qur’an 30 juz, karena santri yang melaksanakan pendidikan formal seperti MI dan MTS tidak diwajibkan menghafl al-Qur’an 30 juz, akan tetapi santri tersebut diwajibkan menghafal juz ‘Amma. Sedangkan santri yang sedang melaksanakan pendidikan formal tingkat SMA dan santri yang hanya mukim di pesantren diwajibkan menghafal al-Qur’an 30 juz1. b. Tujuan Pondok pesantren Nurul Furqon sebagai salah satu lembaga pendidikan keagamaan ingin berperan aktif dalam usaha-usaha memajukan bangsa. Hal ini dilakukan dengan memberikan pendidikan ilmu-ilmu al-Qur’an, terutama bagaimana cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, yaitu mengetahui hukum-hukum bacaan alQur’an (tajwid) dan fasih dalam pengucapannya, hingga menghafalkan al-Qur’an suatu tingkat tertinggi dalam bidang qira’ah al-Qur’an serta mengamalkannya. Selain itu, pondok juga memberikan pendidikan ilmu-ilmu keislaman, mulai dari Nahwu, Sharaf, Fiqih, dan akhlak berikut pengamalannya. Pendidikan ini diberikan kepada para santri, baik yang tinggal di dalam pondok maupun putra putri dari lingkungan sekitar yang ikut belajar di PP Nurul Furqon2. 1
Azhuri Amin, Pengasuh Pesantren Nurul Furqon, Wawancara Pribadi, 3 April 2011. Ibid.
2
32
Adapun tujuan didirikannya ponpes “Nurul Furqon” adalah mencetak generasi huffadz, para penghafal al-Qur’an yang akan menjadi penguat barisan dakwah Islam. Sehingga kegiatan sehari-hari dititikberatkan pada proses menghafal al-Qur’an. Bahkan sebagian besar waktu para santri dihabiskan untuk kegiatan ini, mulai dari menghafal, mentadarus,dan menyetorkan hafalan. Namun sebagai penunjang intelektualitas para santri, ponpes menyelenggarakan kegiatan kajian kitab kuning, terutama untuk bidang fiqih. Selain dengan membekali santri dengan hafalan al-Qur’an dan kajian kitab kuning, para santri diberikan bekal latihan pengabdian masyarakat dengan memberikan pengajaran baca tulis al-Qur’an pada anak-anak di Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) ponpes “Nurul Furqon”. Setiap hari para santri yang telah memiliki kapabilitas cukup dibidang al-Qur’an mengajar anak-anak usia sekolah dasar ketrampilan baca tulis al-Qur’an. Di sini mereka dididik untuk memberikan kontribusi intelektual bagi umat. Tujuan lain dari ponpes ini adalah dakwah. Dakwah tersebut adalah berupa kegiatan muqaddaman atau sima’an, yaitu pembacaan al-Qur’an 30 juz secara kolektif untuk keperluan-keperluan tertentu dari masyarakat dan dilanjutkan dengan ma’idzah hasanah dari pengasuh
pondok.
Misalnya
seseorang
ingin
menikahkan
putra/putrinya, atau ingin memperingati hari kematian anggota keluarganya, biasanya mereka meminta do’a restu pengasuh pondok dengan barokah dan fadhilah bacaan al-Qur’an. Pengasuh kemudian mengajak beberapa santri untuk membacakan al-Qur’an di tempat yang telah ditentukan. Ini merupakan syi’ar dakwah yang senantiasa dilakukan oleh Pondok Pesantren Nurul Furqon. Pada tahun ajaran 2010/2011 ini, ponpes merencanakan program pengembangan potensi para santri dalm bidang life skill (ketrampilan hidup), yaitu memberikan pelatihan dan pembinaan
33
berupa ilmu pengetahuan praktis dan ketrampilan yang bersifat tepat guna, yang dapat dijadikan sebagai bekal hidup ketika para santri telah menyelesaikan studinya di pesantren. Dan juga diharapkan tumbuh pada diri santri jiwa entrepreneurship (kewirausahaan)3. Program life skill terseabut adalah Agrobisnis Penggemukan kambing etawa. Tujuan diberikannya pengetahuan dan ketrampilan tersebut adalah agar santri4: 1. Memiliki
bekal
pengetahuan
dan
ketrampilan
dibidang
penggemukan kambing etawa. 2. Tumbuh rasa percaya diri kemandirian serta keuletan dalam hidup dan kehidupan. 3. Agar menjadi manusia yang cinta terhadap makhluk hidup, alam dan lingkungannya. 4. Memiliki jiwa kewirausahaan bidang penggemukan kambing etawa. 2. Letak geografis Nama pondok pesantren ini adalah pondok pesantren “Nurul Furqon” yang sering disingkat PPNF. Sebelum menamai pondok ini, pengasuh terlebih dahulu izin kepada gurunya. Sebelumnya pondok ini akan dinamai dengan nama Ponpes Tahfidzul Qur’an, akan tetapi nama tersebut tidak diizinkan, dikarenakan nama tersebut hanya berfokus kepada hafalan al-Qur’an. Pada akhirnya nama itu diganti dengan nama “Nurul Furqon”. Menurut guru beliau nama ini tidak hanya difokuskan menghafal al-Qur’an, tetapi dimungkinkan juga untuk santri yang akan belajar membaca al-Qur’an dan ilmu lainnya, seperti ilmu fiqih dan akhlaq. Dengan nama tersebut diharapkan ponpes ini benar-benar menjadi sumber mata airnya ilmu-ilmu al-Qur’an, sehingga santri yang
3
Ibid Ibid.
4
34
menimba ilmu di pondok itu ibarat memanfaatkan fungsi sebuah mata air sebagai tempat untuk menimba diri, mengembangkan potensi menjadi orang yang ahli dalam al-Qur’an dan berilmu pengetahuan.5 Lokasi pondok cukup kondusif bagi kegiatan belajar mengajar. Lingkungan yang agamis dan cuaca yang teduh menjadikan PPNF memiliki harapan besar untuk dapat membantu mengembangkan dakwah Islam dan mendidik generasi muda secara Qur’ani. Adapun batas wilayah yang berbatasan dengan wilayah desa Brakas adalah sebagai berikut : sebelah utara desa Goleng, sebelah selatan desa Menawan, sebelah barat desa Brakas Kulon, dan sebelah timur adalah Desa Terkesi. 3. Struktur Kepengurusan6 STRUKTUR PENGURUS PONDOK PESANTREN NURUL FURQON TAHUN 2010 / 2011 a. Pengurus pondok putra Pengasuh
: KH. Azhuri Amin, AH
Ketua I
: Lukman Nur Amin
Wakil ketua
: Mukhlisin
Sekertaris I
: Abdullah Kurniawan
Sekertaris II
: Ari Setiono
Bendahara I
: Fatkhul ‘ulum
Bendahara II
: Qori’
Seksi pendidikan
: 1. Suratman 2. Mukhlasin 3. Maksum
Seksi keamanan
: 1. Masruri 2. Reza Puraiza
Seksi kebersihan
: 1. Saiful Anwar 2. Sajidun
5
Ibid Buku Arsip Dokumentasi PPNF
6
35
b. Pengurus pondok putri Pengasuh
: Ny.Hj. Kunayah
Ketua I
: Azylina
Wakil ketua
: Fadhilatussalisa
Sekertaris I
: Ririn Yuni Wahyuni
Sekertaris II
: Naila Duri Nafi’a
Bendahara I
: Saidarofa
Bendahara II
: Rizka
Seksi pendidikan
: 1. Eni Rihanah 2. Uswatun Hasanah 3. Siti Wahyuni
Seksi Keamanan
: 1. Ernawati 2. Maryatul Qibtiyah 3. Sofiyatun
Seksi kebersihan
: 1. Rohimah 2. Umi Khabibah 3. Alif Bidayah 4. Evi
B. Kegiatan Santri di PPNF Setelah calon santri mendaftarkan diri untuk menjadi santri di PPNF dan telah mendapat izin dari pengasuh, maka calon santri tersebut telah sah menjadi santri PPNF. Seluruh santri pondok diwajibkan tinggal di dalam pondok pesantren dan mengikuti seluruh kegiatan pondok. Dengan diwajibkannya santri tinggal di pondok, maka akan lebih mudah bagi pelaksana pondok untuk mencetak santri yang bertitel Hafidz Qur’an dengan ilmu tajwid yang baik dan memahami pokok-pokok dari alQur’an dalam kehidupan sehari-hari.
36
1. Jadwal Kegiatan7 a. Kegiatan harian No 1
Waktu 04. 00 – 04. 30
Nama kegiatan Bangun tidur, persiapan shalat jamaah subuh.
2
04. 30 – 04. 45
Shalat berjamaah subuh
3
04. 45 – 07. 00
KBM al-Qur’an bi al- nadhar
4
07. 00 – 07. 25
KBM al-Qur’an bi al-ghaib
5
07. 25 – 12. 00
Mandi, makan , mudarasah sendiri
6
12.00 – 14. 00
Shalat berjamaah dzuhur, tidur siang
7
14. 00 – 15. 00
Mudarasah persiapan muraja’ah
8
15. 00 – 15. 30
Shalat berjamah shalat ashar
9
15. 30 – 17. 00
Muraja’ah
10
17. 00 – 17. 30
Istirahat, mandi
11
17. 30 – 17. 50
Persiapan shalat jamaah maghrib
12
17. 50 – 18. 25
Jamaah maghrib
13
18. 25 – 19. 15
Jam wajib mudarasah
14
19. 15 – 19. 45
Shalat jamaah isya’
15
19. 45 – 20. 00
Makan malam
16
20. 00 – 21. 30
Sekolah diniyah
17
21. 30 – 04. 00
Tidur malam atau mudarasah / membuat hafalan
b. Kegiatan mingguan 1) Tahlilan 2) Berzanzi 3) Mudarasah 4) Yasinan 5) Mujahadahan 7
Ibid
37
6) Hiburan TV 7) Main bola 8) Kerja bakti c. Kegiatan bulanan 1) Sima’an Minggu pon (bulanan) 2) Kerja bakti massal d. Kegiatan tahunan 1)
Acara maulid Nabi Muhammad SAW
2)
Santunan anak yatim
3)
Peringatan 17 agustus
4)
Kepanitiaan qurban
5)
Ziarah
6)
Acara Isra’ Mi’raj sekaligus khatmil Qur’an
7)
Kegiatan ramadhan
8)
Liburan akhir tahun
2. Bimbingan dan penyuluhan8 Seperti keterangan di atas bahwa santri diwajibkan tinggal di dalam pondok dan mengikuti kegiatan pondok. Apabila ada salah satu santri yang melanggar peraturan pondok, maka santri tersebut akan mendapatkan bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan berupa hal-hal sebagai berikut : 1. Memberi teguran langsung 2. Pengarahan dan peringatan setelah shalat berjamaah 3. Bimbingan rohani setiap malam jumat 4. Peringatan tertulis di papan tulis 5. Diberi hukuman, misalnya : membersihkan halaman pondok atau WC 6. Pemanggilan wali santri 7. Dicukur gundul bagi pelanggar berat
8
Ibid
38
8. Dihadapkan ke pengasuh pondok untuk mendapatkan nasehat dan peringatan ataupun hukuman langsung dari beliau 9. Diberi tugas, misalnya, menghafal surat atau beristighfar 1000 kali
C. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an Santri PPNF Menurut K.H.Azhuri Amin AH. di Pondok Pesantren Nurul Furqon (PPNF) bahwa jaudah tahfidz al-Qur’an atau mutu hafalan al-Qur’an santri di PPNF tidak jauh berbeda dengan santri penghafal al-Qur’an lainnya, yaitu semua
ada
kelebihan
dan
kekurangannya,
diantara
kelebihan
dan
kekurangannya adalah sebagai berikut :9 1. Segi kelebihan hafalan al-Quran santri PPNF a. Tajwidnya Santri PPNF dalam hafalan al-Qur’an tajwid sangat diperhatikan. Penerapan tajwid oleh santri cukup baik karena sebelum memulai hafalan al-Qur’an santri terlebih dahulu ditashih tajwidnya oleh pengasuh pondok pesantren, karena kefasihan dalam membaca alQur’an akan berpengaruh pada baik buruknya hafalan al-Qur’an. b. Ketartilannya Diantara salah satu kelebihan hafalan santri PPNF adalah ketertartilannya, karena pengasuh pondok pesantren mewajibkan membaca tartil ketika menyetorkan hafalan al-Quran c. Makharijul huirufnya Pengasuh PPNF juga mentashih makharijul huruf sebelum santri memulai hafalan al-Qur’an, jadi saat santri hafalan al-Quran mulai menghafal al-Quran akan mudah mengucapkan huruf hijaiyah dengan fasih. 2. Segi kekurangan hafalan al-Quran santri PPNF a. Mudahnya lupa Santri PPNF tidak sedikit yang hafalannya masih kurang baik, contohnya seperti hal lupa, lupa disini meliputi lafadz, ayat, dan 9
Azhuri Amin, Op-Cit.
39
syakalnya, tetapi hal seperti itu tidak membuat santri jadi patah semangat untuk menghafalkan al-Qur’an, justru dengan adanya sifat lupa itu santri jadi tambah akrab dengan kitab suci al-Qur’an, karena bagaimanapun seandaianya ada hafalan yang lupa pasti santri akan membuka al-Qur’an kembalai guna mengingat-ingat hafalan yang sempat lupa. b. Sulit membedakan ayat yang mirip Di antara kendala santri untuk memperbaiki hafalan alQur’annya adalah sulitnya membedakan ayat-ayat yang hampir mirip, karena di dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang hampir sama akan tetapi sebenarnya ada perbedaan sedikit dalam huruf atau lafadznya.
D. Pelaksanaan Tahfidz al-Qur’an dengan Metode Wahdah di Pondok Pesantren Nurul Furqon 1. Persyaratan Santri Sebelum Menghafal Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon sebelum memulai untuk menghafal terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan yang diberikan oleh pengasuh. Syarat tersebut bertujuan agar santri di dalam proses menghafal tidak terlalu sulit dan akan menghasilkan mutu hafalan yang baik. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :10 a. Izin dari orang tua b. Menguasai ilmu tajwid c. Menguasai ilmu musykilat d. Baik makharij al-hurufnya e. Khatam al-Qur’an binadzar Santri yang belum menguasai ilmu tajwid, musykilat dan belum baik makharijul-hurufnya akan dibimbing langsung oleh pengasuh terlebih dahulu dengan belajar kitab yang berhubungan dengan ilmu-ilmu tersebut,
10
Ibid
40
setelah menguasai ilmu-ilmu tersebut santri belajar membaca al-Qur’an bi nadzar dan selanjutnya bisa langsung menghafal al-Qur’an.11 2. Persiapan Menghafal al-Qur’an Adapun persiapan menghafal al-Quran di PPNF adalah sebagai berikut : a. Niat yang kuat untuk menghafal al-Qur’an b. Puasa yang diperintahkan langsung oleh pengasuh c. Menyiapkan al-Qur’an pojok d. Target hafalan e. Waktu (untuk mentakrir hafalan). 3. Pelaksanaan tahfidz al-Qur’an a. Kegiatan tahfidz al-Qur’an Pendidikan
al-Qur’an
merupakan program
utama dari
pesantren ini, maka dari itu pondok tersebut menginginkan santri yang lulus dari pondok tersebut menjadi seorang hafidz yang fasih dalam bacaan al-Qur’annya. Dari keinginan tersebut pesantren melaksanakan pentashihan, pentashihan tersebut meliputi tashih makhraj, tashih huruf, tashih tajwid, dan tashih tahfidz. Materi tersebut terutama meteri-materi tahfidz dilaksanakan dalam beberapa kegiatan yaitu : 1) Kegiatan harian a) Selesai shalat ashar
: mengulang hafalan (murajaah)
b) Selesai shalat maghrib
: mudarasah sendiri
c) Setelah shalat shubuh
: menambah hafalan (setoran)
2) Kegiatan mingguan a) Hari sabtu jam 9 pagi
: Sima’an Qur’an (putri)
b) Setelah shalat jumat
: Sima’an Qur’an (putra)
c) Setelah shalat maghrib malam jumat : Kegiatan rutinan
11
2011.
Azylina, Ketua Pondok Pesantren Putri Nurul Furqon, Wawancara Pribadi, 7 April
41
3) Kegiatan bulanan Setiap hari minggu pertama pada tiap bulannya diadakan sima’an 30 juz yang dibaca oleh santri secara bergilir. Santri membaca al-Qur’an bil-ghaib secara bergilir menurut juz yang sudah ditentukan oleh seksi pendidikan. 4) Kegiatan tahunan Pada setiap bulan Rajab tanggal 27 dilaksanakan khatmil Qur’an dan dibacakan al-Qur’an 30 juz bil-ghaib oleh peserta khatmil Qur’an dan diteruskan dengan pengajian akbar. b. Mekanisme Menghafal al-Qur’an12 Ada beberapa tahapan kegiatan setoran kepada guru, yaitu : 1. Meyetorkan halaman baru Dalam
meyetorkan
hafalan
baru,
biasanya
santri
menyetorkan hafalan sebanyak satu halaman atau lebih tergantung pada kemampuan santri yang dilaksanakan setelah shalat subuh. 2. Mengulang hafalan yang telah diperoleh Hafalan yang telah diperoleh harus didengarkan kembali kepada guru, jumlah hafalan yang diperdengarkan kembali minimal lima halaman. c. Cara Menghafal al-Qur’an dengan Metode Wahdah Sebelum memulai hafalan al-Qur’an, maka terlebih dahulu para santri memeperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Penggunaan al-Qur’an pojok Yaitu pada setiap halaman diakhiri dengan ayat dan setiap juz terdapat 20 halaman 2) Hafalan
dilakukan
dengan
satu per satu
ayat,
kemudian
mengulanginya hingga benar-benar hafal, lalu menambah ke ayat yang selanjutnya, begitu seterusnya. 3) Upaya membuat target hafalan setiap hari
12
Ibid
42
4) Setiap hari para santri membuat target hafalan, biasanya sebanyak satu halaman. 5) Memperdengarkan hafalannya 6) Untuk menjaga hafalan maka para santri selalu mendengarkan hafalannya kepada orang lain, sebelum disetorkan kepada guru. 7) Berusaha membenarkan ucapan dan bacaan Hal ini dilakukan agar dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, serta fasih dalam membacanya. d. Metode menghafal al-Qur’an Dalam mengajarkan menghafal al-Qur’an tidaklah sama dan semudah mengajarkan pelajaran yang lain. Oleh karena itu digunakan berbagai metode yang tepat sehingga santri akan mempermudah dalam menghafal al-Qur’an, metode tersebut antara lain : 1) Metode musyafahah (face to face) Pada prinsipnya metode ini bisa dilakukan dengan tiga cara, diantara tiga cara tersebut adalah sebagai berikut : a) Guru membaca, santri mendengarkan dan sebaliknya b) Guru membaca dan santri hanya mendengarkan c) Santri membaca dan guru mendengarkan. Dari ketiga cara di atas yang sering digunakan dalam pesantren tersebut adalah cara yang ketiga, yaitu santri membaca dan guru mendengarkan. 2) Metode resitasi Guru memberi tugas kepada santri untuk menghafal beberapa ayat atau halaman sampai hafal betul, kemudian santri membaca halamannya di muka guru. 3) Metode takrir Arti takrir adalah mengulang, yaitu santri mengulang-ulang hafalannya, kemudian membaca hafalannya di hadapan guru.
43
4) Metode mudarasah Maksud dari metode ini adalah semua santri menghafal secara bergantian dan berurutan secara bergantian dan yang lain mendengarkan atau menyima’nya. Dalam praktiknya mudarasah ini ada tiga cara : a) Mudarasah perhalaman (pojokan) Yaitu santri membaca satu halaman kemudian dilanjutkan oleh santri lainnya. b) Mudarasah lembaran Yaitu santri membaca satu lembar atau dua halaman kemudian dilanjutkan oleh santri lainnya. c) Mudarasah perempatan Yaitu setiap santri membaca ¼ (seperempat) juz atau lima halaman, kemudian diteruskan oleh santri lainnya. Dan apabila telah lancar bacaannya dapat dilanjutkan mudarasah setengah juz dan seterusnya. 5) Metode tes Metode ini digunakan untuk mengetahui ketepatan dan kelancaran hafalan santri dengan menyetor juz tertentu kepada seorang guru atau yang ditunjuk sebagai tim penyima’ atau penguji. 4. Upaya Meningkatkan Jaudah Tahfidz al-Qur’an Hafalan al-Qur’an tentunya tidak mudah, karena sesungguhnya hafalan al-Qur’an itu mudah, akan tetapi mudah pula untuk lepas hafalan itu. Oleh karena itu di Pondok Pesantren Nurul Furqon ada cara-cara untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an, terutama dari pihak pengasuh/guru, karena guru sebagai pihak yang paling berperan dalam aktivitas menghafal al-Qur’an. Akan tetapi bukan hanya guru saja yang menjadikan hafalan tersebut kuat, santri sendiri juga
sangat
berperan dalam membentuk
44
hafalan al-Qur’an yang kuat. Adapun upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut :13
a. Upaya meningkatkan jaudah tahfidz al-Qur’an oleh pengasuh / guru 1) Tes tajwid dan makharijul-huruf. Sebelum santri memulai proses penghafalan al-Qur’an, terlebih dahulu santri dites ilmu tajwidnya dan makhorijul khurufnya. Upaya ini dilakuakan agar di dalam melafadzkan bacaan al-Qur’an bisa benar dan fasih dalam pengucapannya. 2) Mewajibkan memakai mushaf khusus (al-Qur’an pojok) Hal ini sangat penting dilakukan oleh penghafal al-Qur’an, karena dengan digunakannya Qur’an pojok akan mempermudah si penghafal mengingat ayat selanjutnya pada halaman berikutnya. 3) Mengadakan muraja’ah Guru mengadakan muraja’ah, yaitu untuk menyetorkan hafalannya yang sudah disetorkan kepada pengasuh. Dalam mengulang hafalan minimal 5 halaman dan maksimal satu juz atau 20 halaman. Hal ini bertujuan untuk memperlancar hafalan. 4) Mengadakan tes / sima’an mingguan Sima’an ini dilaksanakan guna memperlancar hafalan juga untuk meneliti bagian hafalan yang salah dan hafalan yang belum lancar, sehingga dari kesalahan itu akan mudah diperbaiki santri menjadi benar dan lancar. 5) Mengadakan sima’an 30 juz setiap bulan Kegiatan ini rutin setiap bulan diadakan, biasanya setiap santri dapat bagian sendiri-sendiri guna menghafal al-Qur’an dan di simak oleh para santri lainnya. Kegiatan ini berguna untuk meningkatkan hafalan dan mempertebal mental dalam membaca alQur’an pakai pengeras suara dan disimak orang banyak.
13
Ibid
45
6) Pada waktu setoran, bacaan wajib pelan dalam membaca Membaca al-Qur’an dengan pelan termasuk usaha untuk memperkuat hafalan, karena dengan membaca seperti itu akan memepermudah penyimak dalam meneliti bacaannya, sehingga santri akan mudah dalam mengingat huruh-huruf yang keliru.
7) Mewajibkan mudarasah pada jadwal yang ditentukan Kegiatan ini dilakukan setiap shalat maghrib. Tujuan kegiatan ini untuk memperlancar bacaan. 8) Mentakrir dalam shalat tarawih Setiap bulan ramadhan para santri melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah. Dalam shalat tarawih tersebut bacaan suratnya dimulai dari surat al-Baqarah sampai khatam. Biasanya setiap malam dibaca sampai satu setengah juz, sehingga pada hari ke-20 ramadhan sudah khatam 30 juz. Setiap malamnya imam dikasih giliran. 9) Memperbolehkan mengikuti lomba hafalan al-Qur’an Pengasuh memperbolehkan santrinya untuk mengikuti lomba hafalan al-Qur’an, karena dengan mengikuti lomba hafalan santri akan selalu dijaga kelancaran hafalannya dan kefasihannya. 10) Mengajak sima’an al-Qur’an pada acara di luar pondok Kegiatan sima’an ini dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu di luar pondok, biasanya seorang warga yang masih mempunyai hajat seperti pernikahan atau khitanan meminta kepada penagasuh pondok untuk membacakan al-Qur’an bi al-ghaib bersama para santrinya. Kegiatan ini sangat berguna sekali bagi santri untuk memperlancar hafalannya. 11) Mewajibkan sekolah diniyah kecuali para guru Salah satu materi dari sekolah diniyah ini adalah nahwu shorof. Nahwu sharaf sangat penting untuk dikuasai, karena bisa
46
mempermudah santri untuk membedakan syakal al-Qur’an, seperti fathah, kasrah dan dhamah. 12) Mengadakan do’a bersama Do’a bersama ini dilaksanakan setiap seminggu sekali di aula pondok putra lantai dua setelah shalat subuh hari jum’at yang dipimpin oleh pengasuh pondok pesantren, sebelum berdo’a terlebih dahulu melaksanakan dzikir bersama yang berisi bacaan istighfar, tahmid, tahlil, dan takbir. Kegiatan ini bertujuan untuk memohon kepada Allah agar semua hajat para santri bisa terkabul, khususnya hajat dalam hal menghafal Qur’an agar diberi kemudahan, kelancaran, dan istiqamah dalam mentadarusnya serta mengamalkan isi al-Qur’an. a. Upaya meningkatkan jaudah tahfidz al-Qur’an oleh santri Untuk meningkatkan mutu hafalan tidak hanya pengasuh atau guru yang mempunyai peran penting, tetapi santri juga menentukan bagaimana mutu hafalan al-Qur’annya. Berikut ini adalah upaya peningkatan mutu hafalan yang dilakukan oleh santri PPNF. 1) Sikap semangat dan niat yang ikhlas Sikap semangat dan niat yang ikhlas adalah modal yang paling utama untuk menggapai cita-cita hafalan yang kuat, karena tanpa sikap tersebut proses hafalan dan peningkatan hafalannya akan kurang maksimal. 2) Kontinyu dalam bertakrir Maksud
dari
kontinyu
adalah
ketetapannya
didalam
mentadarus al-Qur’an. Walaupun sedikit dalam mentadarus alQur’an akan tetapi apabila di dalam bertadarus selalu istiqamah hasilnya pasti akan kelihatan. Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten, yaitu tetap menjaga keajekan dalam menghafal alQur’an. Dengan perkataan lain penghafal harus senantiasa menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap waktu. Biasanya santri mentakrir hafalannya setiap habis shalat fardu kecuali setelah shalat subuh,
47
karena setelah shalat subuh mempersiapkan setoran hafalan yang baru. 3) Sima’an atau takrir dengan teman Santri di dalam meningkatkan kelancaran hafalan saling menyimak antara santri satu dengan santri lainnya, hal ini bermaksud untuk saling meneliti kalau ada bacaan yang salah atau kurangnya kelancaran di dalam membaca.
4) Takrir di dalam shalat Ada beberapa santri yang di dalam usahanya untuk meningkatkan ketajaman hafalannya dengan bertakrir di dalam shalat, biasanya dilakukan didalm waktu shalat sunah malam, yaitu shalat tahajud. 5) Tanya jawab atau tebak-tebakan ayat Tanya jawab disini biasanya dilakukan oleh dua santri atau lebih, santri satu memberikan pertanyaan kepada santri lainnya untuk menebak surat apa dan juz berapa, terus santri yang diberi pertayanyaan menjawab dan membunyikan ayatnya. Hal ini sangat berguna sekali pada ketajaman hafalan, karena santri selalu berfikir dan penasaran dengan ayat yang dipertanyakan. 6) Berusaha membaca al-Qur’an dengan tartil Santri berusaha bermudarasah dengan tartil atau pelan, karena dengan membaca dengan pelan akan mudah meneliti bacaannya sendiri. 7) Berusaha mudarasah dengan suara lantang Disamping membaca dengan tartil atau pelan, santri juga membaca dengan suara yang keras, fungsi ini sama dengan membaca dengan tartil, yaitu mempermudah meneliti yang sedang dibaca. 8) Istirahat yang teratur Istirahat adalah hal yang penting bagi para penghafal alQur’an, karena dengan istirahat yang teratur akan memepermudah
48
santri dalam proses menghafal dan memeliharanya. Dengan energi yang fit otak juga akan bekerja dengan maksimal, oleh karena itu istirahat hal yang tidak boleh disepelekan oleh para penghafal alQur’an. 9) Berdo’a Seorang penghafal al-Qur’an pasti akan mendambakan hafalan yang kuat, disamping berusaha di dalam meningkatkan mutu hafalannya dengan perbuatan, santri juga berdo’a kepada Tuhan sang pencipta, santri berharap agar di dalam hafalannya terjaga dengan baik dan bisa mentadarus al-Qur’an dengan istiqamah. Allah berjanji barang siapa yang berdo’a kepada-Nya, niscaya Allah akan mengabulkan do’a itu.14 5. Evaluasi Tahfidz al-Qur’an Evaluasi mutlak dilakukan untuk mengetahui sejauh mana santri telah berkembang, tidak hanya dari hafalan santri, tetapi juga perilaku sehari-hari santri. Evaluasi di pondok ini antara lain adalah sebagai berikut : a. Tes formatif Tes ini berupa mudarasah mingguan atau sima’an mingguan yang dilaksanakan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at Tes ini berfungsi untuk mengulang yang telah diperoleh santri dan disima’ oleh para santri yang bertugas untuk meneliti bacaannya. Mengulang hafalan juga dilakukan setiap selesai shalat ashar kecuali hari Jum’at dihadapan guru muraja’ah. b. Tes sumatif Tes ini dilaksanakan apabila seorang santri akan mengikuti khataman al-Qur’an, tes ini dilakukan dengan cara santri tersebut disima’ (diperdengarkan bacaan) keseluruhan dari juz 1 sampai juz 30 oleh masyarakat setempat dan dewan penguji dalam waktu satu hari.15 14
Iva Safitri, Santri Pondok Pesantren Putri, Wawancara Pribadi, 7 April 2011. Ibid
15
49
BAB IV PENERAPAN DAN ANALISIS METODE WAHDAH DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011
A. Hasil Penelitian. 1. Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon (PPNF) Bentuk penelitian ini adalah menggunakan deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, dokumen dan sebagainya kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas. Proses menghafal al-Qur’an pada pondok pesantren ini dilakukan dengan proses menghafal terlebih dahulu walaupun kadang ada santri yang belum mengetahui seluk beluk ulumul Qur’an, gaya bahasa atau makna yang terkandung didalamnya. Penghafal mengandalkan kecermatan, memperhatikan bunyi ayat-ayat yang hendak dihafalkan. Artinya asal sudah bisa membaca dengan baik sesuai dengan tajwid mulailah ia menghafal al-Qur’an. Proses hafalan seperti ini harus langsung bertatap muka dengan guru. Karena seorang guru mempunyai peranan yang sangat penting yaitu: a. Sebagai penjaga kemurnian al-Qur’an b. Sebagai sanad yang menyambungkan mata rantai sanad hingga bersambung kepada Rasulullah saw c. Menjaga dan mengembangkan minat menghafal santri d. Sebagai pentashih hafalan e. Mengikuti dan mengevaluasi perkembangan hafalan santri. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses menghafal santri adalah penggunaan metode hafalan yang tepat. Di pesantren tersebut metode yang digunakan adalah metode wahdah, yang mana pelaksanaannya dilakukan
50
dengan cara menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu muka dengan gerak reflek pada lisannya. Setelah itu dilanjutkan membaca dan mengulang-ulang
lembar
tersebut
hingga
benar-benar
lisan
mampu
memproduksi ayat-ayat dalam satu muka tersebut secara alami, atau reflek dan akhirnya akan membentuk hafalan yang representatif. Tetapi sebelum memulai hafalan al-Qur’an, maka terlebih dahulu para santri memeperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Penggunaan al-Qur’an pojok Yaitu pada setiap halaman diakhiri dengan ayat dan setiap juz terdapat 20 halaman 1) Hafalan dilakukan dengan satu per satu ayat, kemudian mengulanginya hingga benar-benar hafal, lalu menambah ke ayat yang selanjutnya, begitu seterusnya. 2) Upaya membuat target hafalan setiap hari 3) Setiap hari para santri membuat target hafalan, biasanya sebanyak satu halaman. 4) Memperdengarkan hafalannya 5) Untuk menjaga hafalan maka para santri selalu mendengarkan hafalannya kepada orang lain, sebelum disetorkan kepada guru. 6) Berusaha membenarkan ucapan dan bacaan Hal ini dilakukan agar dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, serta fasih dalam membacanya. Keterampilan mengatur waktu juga termasuk hal yang sangat penting bagi para penghafal, kerena disiplin waktu merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an. Adapun pengaturan waktu untuk menghafal al-Qur’an ditetapkan oleh pondok pesantren. Pengaturan ini
51
bertujuan untuk menjaga suasana yang kondusif agar para santri memiliki disiplin dalam menghafal al-Qur’an. Adapun waktu kegiatan menghafal al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut : Selesai shalat ashar
: mengulang hafalan (dengan guru)
Selesai shalat maghrib : mengulang hafalan (sendiri) Selesai shalat subuh
: menambah hafalan (dengan guru)
Waktu-waktu yang ditetapkan di atas sesuai dengan waktu-waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal al-Qur’an. Waktu yang baik untuk kegiatan menghafal al-Qur’an adalah: a. Waktu sebelum terbit fajar b. Sebelum fajar hingga terbitnya matahari c. Setelah bangun tidur d. Setelah shalat e. Waktu diantara maghrib dan isya’ Tetapi dengan dua waktu dalam kegiatan menghafal al-Qur’an santri PPNF sudah cukup baik, yaitu setoran hafalan pada waktu pagi (setelah subuh) dan untuk mengulang hafalan pada sore hari (setelah ashar). Kedua waktu tersebut baik untuk kegiatan menghafal al-Qur'an, alasan pertama, karena pada waktu pagi pikiran masih fresh atau belum ada kegiatan-kegiatan yang akan dipikirkan, sehingga dalam proses menghafal akan lebih fokus dan hafalan akan mudah diingat dalam otak. Kedua, setelah shalat ashar, waktu itu juga cukup baik untuk kegiatan menghafal al-Qur'an, karena di PPNF ada waktu qailulah (istirahat siang), berarti pada waktu setelah ashar santri cukup bugar dan fit untuk menghafal al-Qur'an atau mengulang hafalan. Dari kelima waktu di atas, tidak berarti bahwa selain waktu tersebut tidak baik untuk menghafal al-Qur’an, yang paling penting setiap waktu yang mendorong munculnya ketenangan dan terciptanya konsentrasi adalah baik untuk menghafal. Semua waktu di atas juga tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan sikap niat ikhlas dan istiqamah santri dalam menghafal alQur'an, karena istiqamah dalam menghafal al-Qur'an merupakan salah satu syarat utama dalam meraih kesuksesan menghafal al-Qur'an. Pendapat ini juga
52
dikatakan oleh Sa'dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur'an. menurut beliau syarat-syarat menghafal al-Qur'an adalah sebagai berikut1 : a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau
permasalahan-permasalahan
yang
sekiranya
akan
mengganggunya. b. Niat yang ikhlas. c. Merasakan keagungan al-Qur’an. d. Istiqamah e.
Izin dari orang tua, wali atau suami.
f. Mampu membaca dengan baik. Selain metode dan waktu evaluasi juga sangat penting dilaksanakan, karena dengan evaluasi dapat diketahui apakah tujuan menghafalkan alQur’an yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik atau tidak. Evaluasi tahfidz al-Qur’an adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan santri dalam mencapai tujuan menghafal al-Qur’an yang telah ditetapkan di dalam sebuah program2. Adapun pelaksanaan evaluasi di PPNF menggunakan dua macam tes, yaitu tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif dan tes sumatif adalah hal yang harus
dilakukan
dalam
pembelajaran
(hafalan
al-Qur’an),
karena
sesungguhnya menghafal al-Qur’an memerlukan ketelitian yang sangat teliti didalam bacaannya, baik dari segi tajwid, makhraj, dan ketartilannya. Dengan Metode Wahdah ternyata dapat meningkatkan hafalan al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan. 2. Hasil hafalan al-Qur’an Santri dengan Metode Wahdah di Pondok Pesantren Nurul Furqon (PPNF) Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa menghafal al-Qur’an bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan dan juga waktu khusus. Seseorang yang memutuskan menghafal al-Qur’an secara tidak langsung dia 1
2000,
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, hlm. 61. 2 Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 23.
53
telah berjanji kepada dirinya dan juga kepada Allah untuk menjalankan hidup sesuai dengan ajaran-ajaran al-Qur’an. Untuk meningkatkan kualitas / kualitas hafalan al-Qur’an di Pondok Pesantren Nurul Furqon tersebut, maka dari pihak guru atau pengasuh memberikan cara-cara terbaik untuk meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an, karena dari pihak guru atau pengasuh yang mempunyai peran secara langsung dalam aktivitas menghafal al-Qur’an para santri. Hal ini disebabkan perhatian para guru atau pengasuh pada santri yang bisa mendorong untuk meningkatkan semangat para santri dalam menghafal al-Qur’an maupun dalam menjaganya. Akan tetapi baik buruknya hafalan al-Qur’an tergantung pada diri santri, karena menghafal al-Qur’an kalau tidak dibarengi dengan semangat yang tinggi maka hasil hafalannya akan kurang maksimal, sebaliknya kalau menghafal al-Qur’an dibarengi dengan semengat yang tinggi, maka hasil hafalan al-Qur’annya akan maksimal. Adapun pelaksanaan peningkatan mutu hafalan al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut : 1. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh pengasuh/guru. Di dalam PPNF ada beberapa cara untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru, diantaranya adalah dengan berupa tes tajwid dan makharijul-huruf sebelum proses menghafal al-Qur’an, setoraran hafalan baru setiap setelah shalat subuh, mewajibkan menggunakan al-Qur’an pojok, mengadakan muraja’ah setiap setelah shalat ashar, mengadakan jam wajib takrir sendiri setiap setelah shalat maghrib, mengadakan tes / sima’an mingguan, mengadakan sima’an 30 juz setiap bulan, pada waktu setoran hafalan al-Qur’an, bacaan wajib pelan dalam membaca, mewajibkan tadarus al-Qur’an pada jadwal yang ditentukan, mengadakan sekolah diniyah, memperbolehkan mengikuti lomba hafalan alQur’an, mengajak sima’an al-Qur’an pada acara di luar pondok, dan mengadakan do’a bersama.3 Dari cara-cara untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur'an di atas bisa dikatakan sesuai dengan teori bab II, cara tersebut adalah sebagai berikut: 3
Azhuri Amin, Pengasuh Pesantren Nurul Furqon, Wawancara Pribadi,10 April 2011.
54
Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari sekali. Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap seminggu sekali, mengkhatamkan setiap 10 hari sekali, mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah secara umum, mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali, takrir dalam shalat, konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan, takrir sendiri, takrir bersama, takrir dihadapan guru, takrir dalam shalat. Juga sesuai dengan strategi untuk menghafal al-Qur’an yang fungsinya juga untuk meningkatkan hafalan al-Qur’an. Semua upaya-upaya di atas sudah sesuai dengan kebutuhan santri yang hafalannya masih ada kekurangannya. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an di atas juga sesuai dengan tujuan untuk membentuk hafalan al-Qur’an yang berkualitas, karena hafalan al-Qur'an tidak hanya sebatas lancar bacaannya, akan tetapi ilmu tajwid, kefasihan, ketartilan, dan memperbagus makharijul-hurufnya sangat penting dalam menghafal alQur'an. Allah berfirman dalam al-Qur'an surat Al-Muzamil ayat 4 : 】】】∩⊆∪】¸ξ‹Ï?ös?】tβ#uöà)ø9$#】È≅Ïo?u‘uρ】ϵø‹n=tã】÷ŠÎ—】÷ρr& "atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahanlahan."(QS:Al-Muzamil:4)4 Allah juga berfirman dalam al-Qur’an al-Karim : 】】ÿϵÎ/】Ÿ≅yf÷ètGÏ9】y7tΡ$|¡Ï9】ϵÎ/】õ8ÌhptéB】Ÿω “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (QS : Al-Qiyamah : 16)5 Menurut penulis, dari semua peningkatan mutu hafalan di atas dititikberatkan pada keistiqamahannya dalam mentakrir hafalan al-Qur’an, upaya tersebut juga sama sebagaimana yang dijelaskan oleh Amjad Qosim dan 4 5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Toha Putra, t.th) hlm 391. Departemen Agama RI, Op-Cit, hlm. 437.
55
Sa’dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur’an, bahwa upaya peningkatan mutu hafalan sesungguhnya adalah bagaimana banyaknya seorang penghafal al-Qur’an tersebut dalam mentakrir hafalan al-Qur’annya. Adapun upayaupaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an menurut beliau adalah sebagai berikut6 : Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari sekali. Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap seminggu sekali. Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali. Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah secara umum. Mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali. Takrir dalam shalat. konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan. Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an menurut Sa’dulloh adalah sebagai berikut7 : a. Cara memelihara hafalan bagi yang belum khatam 30 juz a. Takrir sendiri b. Takrir dalam shalat c. Takrir bersama d. Takrir dihadapan guru b. Cara memelihara hafalan bagi yang sudah khatam 30 juz a. Istiqamah takrir al-Qur’an di dalam shalat b. Istiqamah takrir al-Qur’an di luar shalat
6 7
Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 41. Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta : Gema Insani, 2008), hlm, 52-53.
56
Adapun takaran dalam takrir tersebut adalah sebagai berikut menurut kemampuannya: a. Khatam seminggu sekali b. Khatam 2 (dua) minggu sekali b. Khatam sebulan sekali Selain itu penghafal al-Qur’an harus sering mengikuti kegiatan sebagai berikut: a.
Sering mengikuti acara sima’an
b.
Mengikuti perlombaan musabaqah hifdzi alQur’an
Dari semua peningkatan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh memang sangat berpengaruh sekali terhadap mutu hafalan al-Qur’an santri, berhasil atau tidaknya upaya peningkatan hafalan alQur'an di atas tergantung pada bagaimana kedisiplinan santri itu sendiri didalam melaksanakan upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur'an yang diberikan oleh pengasuh/guru. Dengan adanya upaya-upaya yang ditawarkan dari para guru atau pengasuh, diharapkan mutu hafalan al-Qur’an bisa meningkat. Sebagai santri yang sedang menghafal al-Qur’an atau menjaga hafalannya harus sabar dan tabah serta semangat dalam menghadapi semua masalah yang sekiranya dapat mengganggu konsentrasi menghafal al-Qur’an dan menjaganya. Tetapi, asalkan santri tersebut rajin dalam tadarus al-Qur’an, banyak berdo’a, semangat, dan berpikir positif insya Allah apa yang hendak dicapai dan diraih akan berhasil dan dipermudah dalam meraih keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an yang mutqin. 2. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh santri. Upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur'an oleh santri yang berupa sikap semangat dan niat yang ikhlas, kontinyu dalam bertakrir, sima’an atau takrir dengan teman pondok, takrir di dalam shalat, tanya jawab atau tebaktebakan ayat, berusaha tadarus dengan bacaan yang tartil dan pelan, berusaha tadarus dengan suara yang keras, istirahat yang teratur, dan berdo’a.
57
Dan upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah yang dilakukan oleh santri sendiri merupakan kepandaian dari masing-masing santri di dalam membagi waktu dan cerdik dalam membuat strategi agar mutu hafalan al-Qur'annya akan menjadi baik dan melekat pada otak, sehingga hafalannya tidak akan mudah lupa dalam ingatan. Penulis juga berpendapat bahwa hal yang paling penting dalam memelihara hafalan alQuran
santri
adalah
memperbanyak
mengulang
(mentakrir)
dan
keistiqamahannya dalam menghafal al-Qur’an. Setelah menganalisis pelaksanaan hafalan al-Qur’an dan upayaupaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru maupun oleh santri Pondok Pesantren Nurul Furqon, penulis dapat mengatakan bahwa pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah serta upaya-upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru maupun santri PPNF yang bertujuan untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak pengasuh atau dari pihak pesantren, yaitu mencetak seorang penghafal al-Qur’an yang berkualitas. Jadi dengan adanya pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah di PPNF hasil hafalan Santri dalam kategori baik, terbukti dari 10 Santri yang penulis teliti mampu menghafal rata-rata 1,5 Juz dalam waktu 1 bulan. Melihat fakta di atas dapat diketahui bahwa keseriusan PPNF dalam membina dan mencetak hafidz Qur’an serta mengupayakan mutu hafalan alQur’an santri agar menjadi lebih baik sudah sesuai dengan tujuan berdirinya pesantren.
B. Pembahasan 1. Analisis Tentang Pelaksanaan Metode Wahdah di Pondok Pesantren Nurul Furqon. Sebelum menganalisis, penulis terlebih dahulu akan memaparkan tentang pelaksanaan hafalan al-Qur'an dengan metode wahdah di pondok
58
pesantren itu sendiri. Pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah manajemen. Sebuah pondok pesantren tidak akan berjalan tanpa adanya pelaksanaan dari rencana program-program yang menjadi tujuan pondok pesantren. Pondok Pesantren Nurul Furqon adalah sebuah pesantren yang bertujuan mencetak para santri menjadi hafidz dan hafidzah hingga mampu menghafal al-Qur'an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, menghayati dan mengamalkan ajaran al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. Dari data Bab III, penulis dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan hafalan al-Qur’an di Pondok Pesantren Nurul Furqon. Dari data tersebut penulis akan menganalisa pelaksanaan hafalan al-Qur'an di Pondok Pesantren Nurul Furqon. 1. Menghafal al-Qur’an dengan Metode Wahdah Proses menghafal al-Qur’an pada pondok pesantren ini dilakukan dengan proses menghafal terlebih dahulu walaupun kadang ada santri yang belum mengetahui seluk beluk ulumul Qur’an, gaya bahasa atau makna terkandung
di
dalamnya.
Penghafal
mengandalkan
kecermatan,
memperhatikan bunyi ayat-ayat yang hendak dihafalkan. Artinya asal sudah bisa membaca dengan baik sesuai dengan tajwid mulailah ia menghafal alQur’an. Proses hafalan seperti ini harus langsung bertatap muka dengan guru karena seorang guru mempunyai peranan penting, antara lain : a. Sebagai penjaga kemurnian al-Qur’an. b. Sebagai sanad yang menyambungkan mata rantai sanad hingga bersambung kepada Rasulullah saw. c. Menjaga dan mengembangkan minat menghafal santri d. Sebagai pentashih hafalan e. Mengikuti dan mengevaluasi perkembangan hafalan santri. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses menghafal santri adalah penggunaan metode hafalan yang tepat. Di pesantren tersebut metode
yang
digunakan
adalah
metode
wahdah,
yang
mana
pelaksanaannya dilakukan dengan menghafal satu demi satu ayat sampai
59
hafal, kemudian ditinjak lanjuti dengan beberapa langkah yaitu: mushafahah, resitasi, takrir, mudarrasah, dan tes Kelima langkah tersebut dari metode wahdah sebenarnya memberikan kesempatan kepada santri untuk mengulang hafalan yang telah diperolehnya. Karena untuk melekatkan hafalan perlu pengulangan yang cukup banyak. Khusus langkah resitasi memberikan kesempatan kepada santri yang mempunyai kemampuan lebih untuk cepat khatam hafalannya. 2. Kegiatan tahfidz al-Qur'an dengan Metode Wahdah Keterampilan mengatur waktu adalah hal yang sangat penting bagi para penghafal, kerena disiplin waktu merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an. Adapun pengaturan waktu untuk menghafal al-Qur’an ditetapkan oleh pondok pesantren. Pengaturan ini bertujuan untuk menjaga suasana yang kondusif agar para santri memiliki disiplin dalam menghafal al-Qur’an. Adapun waktu kegiatan menghafal al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut : Selesai shalat ashar
: mengulang hafalan (dengan guru)
Selesai shalat maghrib
: mengulang hafalan (sendiri)
Selesai shalat subuh
: menambah hafalan (dengan guru)
Waktu-waktu yang ditetapkan di atas sesuai dengan waktu-waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal al-Qur’an. Waktu yang baik untuk kegiatan menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut a. Waktu sebelum terbit fajar b. Sebelum fajar hingga terbitnya matahari c. Setelah bangun tidur d. Setelah shalat e. Waktu diantara maghrib dan isya’ Menurut penulis, bahwa dua waktu dalam kegiatan menghafal santri PPNF sudah cukup baik, yaitu setoran hafalan pada waktu pagi (setelah subuh) dan untuk mengulang hafalan pada sore hari (setelah ashar). Kedua waktu tersebut baik untuk kegiatan menghafal al-Qur'an,
60
alasan pertama, karena pada waktu pagi pikiran masih fresh atau belum ada kegiatan-kegiatan yang akan dipikirkan, sehingga dalam proses menghafal akan lebih fokus dan hafalan akan mudah diingat dalam otak. Kedua, setelah shalat ashar, waktu itu juga cukup baik untuk kegiatan menghafal al-Qur'an, karena di PPNF ada waktu qailulah (istirahat siang), berarti pada waktu setelah ashar santri cukup bugar dan fit untuk menghafal al-Qur'an atau mengulang hafalan. Menurut penulis, dari waktu kelima di atas, tidak berarti bahwa selain waktu tersebut tidak baik untuk menghafal al-Qur’an, yang paling penting setiap waktu yang mendorong munculnya ketenangan dan terciptanya konsentrasi adalah baik untuk menghafal. Semua waktu di atas juga tidak akan efektif juga jika tidak dibarengi dengan sikap niat ikhlas dan istiqamah santri dalam menghafal al-Qur'an, karena istiqamah dalam menghafal al-Qur'an merupakan salah satu syarat utama dalam meraih kesuksesan menghafal al-Qur'an. Pendapat ini juga dikatakan oleh Sa'dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur'an. menurut beliau syaratsyarat menghafal al-Qur'an adalan sebagai berikut8 : a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau
permasalahan-permasalahan
yang
sekiranya
akan
mengganggunya. b. Niat yang ikhlas. c. Merasakan keagungan al-Qur’an. d. Istiqamah f.
Izin dari orang tua, wali atau suami.
g. Mampu membaca dengan baik. 3. Evaluasi tahfidz al-Qur'an dengan Metode Wahdah Evaluasi tahfidz al-Qur’an adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan santri dalam mencapai tujuan menghafal al-Qur’an yang telah
8
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, 2000, hlm. 61.
61
ditetapkan di dalam
sebuah program9. Evaluasi sangat penting
dilaksanakan, karena dengan evaluasi dapat diketahui apakah tujuan menghafalkan al-Qur’an yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik atau tidak. Pelaksanaan evaluasi di PPNF menggunakan dua macam tes, yaitu tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif dan tes sumatif adalah hal yang harus dilakukan dalam pembelajaran (hafalan al-Qur’an), karena sesungguhnya menghafal al-Qur’an memerlukan ketelitian yang sangat teliti di dalam bacaannya, baik dari segi tajwid, makhraj, dan ketartilannya. Dari berdirinya PPNF sampai tahun sekarang pesantren tersebut sudah mencetak hafidz yang cukup banyak, hampir setiap tahun dari tahun 1993 pesantren tersebut mewisudakan seorang hafidz, akan tetapi penulis hanya menemukan data jumlah santri yang telah khatam alQur’an bi al-ghaib dari tahun 2003/2004 sampai 2009/2010. Adapun data tersebut adalah sebagai berikut: No
Tahun
Khatam bi al-ghaib
1
2003/2004
8 santri
2
2004/2005
6santri
3
2005/2006
5 santri
4
2006/2007
7santri
5
2007/2008
4 santri
6
2008/2009
4 santri
7
2009/2010
3 santri
Jumlah
37 santri
Melihat fakta di atas dapat diketahui keseriusan PPNF dalam membina dan mencetak hafidz Qur’an serta mengupayakan mutu hafalan al-Qur’an santri agar menjadi lebih baik. Dari jumlah khataman yang ada di atas membuktikan bahwa pesantren tersebut tidak menitik beratkan
9
Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 23.
62
pada banyaknya atau kecepatan hafalan santri untuk mengkhatamkan alQur’an, akan tetapi pesantren tersebut menitikberatkan pada mutu hafalan al-Qur’an yang baik, sesuai dengan tujuan berdirinya pesantren.
2. Hasil Analisis Menghafal al-Qur’an dengan Metode Wahdah di Pondok Pesantren Nurul Furqon Setelah melihat dari pelaksanaan hafalan al-Qur’an di PPNF, langkah selanjutnya penulis akan menganalisis tentang hasil menghafalkan al-Qur’an dengan metode wahdah di PPNF. Penulis memaparkan kelebihan dan kekurangan menghafalkan al-Qur’an dengan metode wahdah. Kelebihannya antara lain tajwidnya, ketartilannya, dan makharij hurufnya, sedangkan kekurangannya antara lain lupa dan sulit membedakan ayat-ayat yang mirip. Tidak dapat dipungkuri lagi bahwa menghafal al-Qur’an bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan dan juga waktu khusus. Seseorang yang memutuskan menghafal al-Qur’an secara tidak langsung dia telah berjanji kepada dirinya dan juga kepada Allah untuk menjalankan hidup sesuai dengan ajaran-ajaran al-Qur’an. Untuk meningkatkan kualitas / kualitas hafalan al-Qur’an di Pondok Pesantren Nurul Furqon tersebut, maka dari pihak guru atau pengasuh memberikan cara-cara terbaik untuk meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an, karena dari pihak guru atau pengasuh yang mempunyai peran secara langsung dalam aktivitas menghafal al-Qur’an para santri. Hal ini disebabkan perhatian para guru atau pengasuh pada santri yang bisa mendorong untuk meningkatkan semangat para santri dalam menghafal al-Qur’an maupun dalam menjaganya. Akan tetapi baik buruknya hafalan al-Qur’an tergantung pada diri santri, karena menghafal al-Qur’an kalau tidak dibarengi dengan semangat yang tinggi maka hasil hafalannya akan kurang maksimal, sebaliknya kalau menghafal al-Qur’an dibarengi dengan semengat yang tinggi, maka hasil hafalan al-Qur’annya akan maksimal. Adapun pelaksanaan peningkatan mutu hafalan al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut : 3. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh pengasuh/guru.
63
Di dalam PPNF ada beberapa cara untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru, diantaranya adalah dengan berupa tes tajwid dan makharij al-huruf
sebelum proses
menghafal al-Qur’an, setoraran hafalan baru setiap setelah shalat subuh, mewajibkan menggunakan al-Qur’an pojok, mengadakan muraja’ah setiap setelah shalat ashar, mengadakan jam wajib takrir sendiri setiap setelah shalat maghrib, mengadakan tes / sima’an mingguan,
mengadakan
sima’an 30 juz setiap bulan, pada waktu setoran hafalan al-Qur’an, bacaan wajib pelan dalam membaca, mewajibkan tadarus al-Qur’an pada jadwal yang
ditentukan,
mengadakan
sekolah
diniyah,
memperbolehkan
mengikuti lomba hafalan al-Qur’an, mengajak sima’an al-Qur’an pada acara di luar pondok, dan mengadakan do’a bersama. Dari cara-cara untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur'an di atas bisa dikatakan sesuai dengan teori bab II, cara-cara tersebut antara lain sebagai berikut : Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap
lima
hari
sekali.
Tasbi’
al-Qur’an,
maksudnya
adalah
mengkhatamkan al-Qur’an setiap seminggu sekali, mengkhatamkan setiap 10 hari sekali, mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah secara umum, mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali, takrir dalam shalat, konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan, takrir sendiri, takrir bersama, takrir dihadapan guru, takrir dalam shalat. Juga sesuai dengan strategi untuk menghafal al-Qur’an yang fungsinya juga untuk meningkatkan hafalan al-Qur’an. Semua upaya-upaya di atas sudah sesuai dengan kebutuh santri yang hafalannya masih ada kekurangannya. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an di atas juga sesuai dengan tujuan untuk membentuk hafalan al-Qur’an yang berkualitas, karena hafalan al-Qur'an tidak hanya sebatas lancar bacaannya, akan tetapi ilmu tajwid, kefasihan, ketartilan, dan memperbagus makhariju al-hurufnya sangat penting dalam menghafal
64
al-Qur'an. Seperti dikatakan oleh Ibnu Al-Jauzi dalam syairnya (AtTayyibah fi al-Qira’ah al-Asyr) : “menggunakan tajwid adalah ketentuan yang lazim, barang siapa yang mengabaikan maka ia berdosa”.
Menurut penulis, dari semua peningkatan mutu hafalan di atas dititikberatkan pada keistiqamahannya dalam mentakrir hafalan al-Qur’an, upaya tersebut juga sama sebagaimana yang dijelaskan oleh Amjad Qosim dan Sa’dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur’an, bahwa upaya peningkatan mutu hafalan sesungguhnya adalah bagaimana banyaknya seorang penghafal al-Qur’an tersebut dalam mentakrir hafalan alQur’annya. Adapun upaya-upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an menurut beliau adalah sebagai berikut10 : -
Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari sekali.
-
Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap seminggu sekali.
-
Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali.
-
Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah secara umum.
-
Mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali.
-
Takrir dalam shalat.
konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebuih dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan. Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an menurut Sa’dulloh adalah sebagai berikut11 : 1. Cara memelihara hafalan bagi yang belum khatam 30 juz a. Takrir sendiri b. Takrisr dalam shalat 10 11
52-53.
Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 41. Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta : Gema Insani, 2008), hlm,
65
c. Takrir bersama d. Takrir dihadapan guru 2. Cara memelihara hafalan bagi yang sudah khatam 30 juz a. Istiqamah takrir al-Qur’an di dalam shalat b. Istiqamah takrir al-Qur’an di luar shalat Adapun takaran dalam takrir tersebut adalah sebagai berikut menurut kemampuannya : a. Khatam seminggu sekali Khatam 2 (dua) minggu sekali Khatam sebulan sekali Selain itu penghafal al-Qur’an harus sering mengikuti kegiatan sebagai berikut : a. Sering mengikuti acara sima’an b. Mengikuti perlombaan musabaqah hifdzi al- Qur’an Dari semua peningkatan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh memang sangat berpengaruh sekali terhadap mutu hafalan al-Qur’an santri, akan tetapi dari semua peningkatan di atas belum sepenuhnya menuju ke tujuan pondok pesantren tersebut terutama tujuan dalam menghayati dan mengamalakan isi al-Qur’an, karena di dalam pesantren tersebut tidak ada pengajian tafsir al-Qur’an yang notabene untuk menghayati isi al-Quran dan jalan untuk menuju mengamalkan isiisi al-Qur’an, karena bagaimana mungkin mengamalkan keseluruhan isi al-Qur’an kalau tidak mengerti isi al-Qur’an itu sendiri. Berarti di pondok pesantren tersebut dititikberatkan pada kelancaran hafalan al-Qur’an saja, akan tetapi usaha agar santri mengerti dan mengamalkan isi al-Quran belum terlakasana. Penulis menambahi, berhasil atau tidaknya upaya peningkatan hafalan al-Qur'an di atas tergantung pada bagaimana kedisiplinan santri itu sendiri didalam melaksanakan upaya peningkatan mutu hafalan alQur'an yang diberikan oleh pengasuh/guru. Dengan adanya upaya-upaya yang ditawarkan dari para guru atau
66
pengasuh , diharapkan mutu hafalan al-Qur’an bisa meningkat. Sebagai santri yang sedang menghafal al-Qur’an atau menjaga hafalannya harus sabar dan tabah serta semangat dalam menghadapi semua masalah yang sekiranya dapat mengganggu konsentrasi menghafal al-Qur’an dan menjaganya. Tetapi, asalkan santri tersebut rajin dalam tadarus al-Qur’an, banyak berdo’a, semangat, dan berpikir positif insya Allah apa yang hendak capai dan raih akan berhasil dan dipermudah dalam meraih keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an yang mutqin. 4. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh santri. Upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur'an oleh santri yang berupa sikap semangat dan niat yang ikhlas, kontinyu dalam bertakrir, sima’an atau takrir dengan teman pondok, takrir di dalam shalat, tanya jawab atau tebak-tebakan ayat, berusaha tadarus dengan bacaan yang tartil dan pelan, berusaha tadarus dengan suara yang keras, istirahat yang teratur, dan berdo’a. Menurut penulis, upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah yang dilakukan oleh santri sendiri merupakan kepandaian dari masing-masing santri di dalam membagi waktu dan cerdik dalam membuat strategi agar mutu hafalan al-Qur'annya akan menjadi baik dan melekat pada otak, sehingga hafalannya tidak akan mudah lupa dalam ingatan. Penulis juga berpendapat bahwa hal yang paling penting dalam memelihara hafalan al-Quran santri adalah memperbanyak mengulang (mentakrir) dan keistiqamahannya dalam menghafal alQur’an. Penulis juga menganalisa bahwa santri di pesantren tersebut belum bisa menghayati isi-isi al-Qur’an, karena di dalam pesantren tersebut santri hanya menghafal teks al-Qur’an tidak sampai menghayati isinya, hal tersebut dikarenakan di pesantren tersebut belum ada pengajian yang bisa menghayati isi ayat-ayat al-Qur’an yaitu tafsir al-Qur’an, santri hanya bisa melihat terjemah al-Qur’an yang penjelasan isi ayatnya yang masih kurang dimengerti.
67
Setelah menganalisis pelaksanaan hafalan al-Qur’an dan upayaupaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru maupun oleh santri Pondok Pesantren Nurul Furqon, penulis dapat mengatakan bahwa pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah serta upaya-upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru maupun santri PPNF yang bertujuan untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak pengasuh atau dari pihak pesantren, yaitu mencetak seorang penghafal al-Qur’an yang berkualitas. Jadi dengan adanya pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah di PPNF cukup baik untuk dicontoh lembaga tahfidz lainnya. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru serta santri juga sangat membantu santri dalam meningkatkan kualitas hafalan alQur’an.
68
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
penulis
skripsi
dengan
judul
“Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011”, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan metode Wahdah dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon tahun 2010/2011 sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak pengasuh, yaitu membentuk seorang hafidz yang berkualitas, mulai dari kegiatan menghafal al-Qur’an, mekanisme menghafal al-Qur’an, cara menghafal, metode menghafal alQur’an, sampai evaluasi dalam menghafal al-Qur’an. Waktu kegiatan menghafal al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut: selesai shalat ashar untuk mengulang hafalan (muraja’ah), selesai shalat maghrib untuk mudarrasah sendiri, setelah shalat shubuh untuk menambah hafalan (setoran). Adapun langkah beberapa cara menghafal al-Qur’an di PPNF dengan metode Wahdah yaitu: menggunakan al-Qur’an pojok, upaya membuat target hafalan setiap hari, memperdengarkan hafalannya, berusaha membenarkan ucapan dan bacaan. Langkah-langkah yang digunakan dalam penerapan metode wahdah adalah: musyafahah (face to face), resitasi, takrir, mudarrosah, dan tes. Semua langkah tersebut memberi kesempatan pada santri untuk mengulang hafalan yang telah diperoleh. Pelaksanaan evalusai di PPNF menggunakan dua macam tes, yaitu tes formatif dan tes sumatif, selain itu tekhnik non tes juga dilakukan, yaitu wawancara dan pengamatan.
69
2. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an di PPNF dilakukan oleh pengasuh/guru dan oleh santri itu sendiri. Pertama, oleh pengasuh/guru antara lain: tes tajwid dan makharijul hurufnya, mewajibkan memakai Qur’an pojok, mengadakan muroja’ah, mengadakan tes / sima’an mingguan, mengadakan sima’an 30 juz setiap bulan, pada waktu setoran bacaan wajib tartil/pelan dalam membaca, mewajibkan mudarrosah pada jadwal yang ditentukan, memperbolehkan mengikuti lomba hafalan al-Qur’an, mengajak sima’an al-Qur’an pada acara di luar pondok, mewajibkan sekolah diniyah kecuali para guru, mengadakan do’a bersama. Kedua oleh santri, yaitu: sikap semangat dan niat yang ikhlas, kontinyu dalam bertakrir, sima’an atau takrir dengan teman pondok, takrir di dalam shalat, tanya jawab atau tebaktebakan ayat, berusaha mudarrosah dengan tartil / pelan, berusaha mudarrosah dengan suara yang keras, istirahat yang teratur, dan berdo’a. Jadi dengan adanya pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah di PPNF hasil hafalan Santri dalam kategori baik, terbukti dari 10 Santri yang penulis teliti mampu menghafal rata-rata 1,5 Juz dalam waktu 1 bulan. B. Saran Berdasrkan hasil kajian teori dan penelitian di lapangan, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan menyangkut penelitian yang penulis lakukan, yaitu : 1. Untuk meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an di Pondok Pesantren Nurul Furqon hendaknya guru muraja’ah harus lebih meningkatkan tugasya, baik dalam keaktifannya maupun di dalam meneliti bacaan si penyetor hafalan, karena di samping pengasuh pondok, guru muraja’ah sangat berperan dalam menjadikan kualitas hafalan santri agar menjadi lebih baik terutama pada kelancarannya, karena penulis berpendapat bahwa memelihara lebih berat dari pada membuat hafalan baru. 2. Untuk meningkatkan kualitas hafalan santri, hendaknya si santri tidak mengandalkan kegiatan yang ada dalam pesantren, akan tetapi santri harus pintar dalam mensiasati agar hafalan al-Qur’annya akan lebih baik dan berkualitas.
70
C. Penutup Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, skripsi ini selesai disusun. Berkat izin dan ridla Allah SWT penulisannya dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Karena, tiada gading yang tak retak, sebab itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan. Semoga karya ini bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdu al-Rabb Nawabudin, Metode Efektif Menghafal al-Qur’an, (Jakarta: CV Tri Daya Inti, 1988). Abdul Rauf, Abdul Aziz, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2004), Cet. 4. Abdul Muhsin, Kunci-Kunci Surga, (Solo: Aqwam, 2007), Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 1995). Adnan Mahmud Hamid Laonso, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Restu Ilahi,2005). Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000). Al-Lahim, Khalid bin Abdul Karim, Mengapa Saya Menghafal Al-Qur’an, (Surakarta: Daar An-Naba’, 2008). Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, (Solo, Qiblat Press, 2008). As-Sirjani, Raghib, Cara Cerdas Hafal Al-Qur'an, (Solo: Aqwam, 2007), Cet. 1. Caesar E. Farah, Islam Belief and Observances, (Amerika: Barron’s education Series, 1987). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Toha Putra, t. th). Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka1995). Fadhal A. R, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mekar, 2004). Hasan, Menghafal al-Qur’an Itu Mudah, (Jakarta: At-Tazkia, 2008). Imam An-Nawawi, Adap dan Tata Cara Menjaga Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Amani, 2001). Muhammad, Ahsin Sakho, Kiat-Kiat Menghafal Al-Qur’an, (Jawa Barat: Badan Koordinasi TKQ-TPQ-TQA, t.th). Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara1996), hlm: 61 Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 1995).
M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal al-Qur’an, (Jakarta: Gema, 1998). Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), Cet. 7. Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004). Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta: Gema Insani, 2008) Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Alfabeta, Bandung, 2008. Syadali, Ahmad, Ulumul Quran, (Bandung: PT Pustaaka Setia, 1997). Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. 12. Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet. 8. Zenha, Muhaimin Wasit, Pedoman Pembinaan Tahfizdul Qur’an, (Jakarta: Proyek Penerangan, Bimbingan dan Da’wah/Khubah Agama Islam Pusat Ditjen Bimas Islam dan Urusan Hají Depag RI, 1982). Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Mokhamad Zamroni
Tempat/Tanggal lahir : Grobogan, 12 September 1979 Alamat
: Kauman RT 3 RW 4 Klambu Grobogan
Telp
: 085225501331
Jenjang Pendidikan
:
1. SDN Klambu 01
Lulus Tahun 1993
2. MTs YPI Klambu
Lulus Tahun 1996
3. SMK Muhammadiyah Kudus
Lulus Tahun 2000
4. D2 STAIN Surakarta
Lulus Tahun 2004
5. S1 IAIN Walisongo Semarang
Lulus Tahun 2011
Demikian daftar riwayat hidup penulis yang dibuat dengan sesungguhnya, dan semoga dapat menjadi keterangan yang jelas.
Semarang, 6 Desember 2011 Penulis,
Mokhamad Zamroni NIM: 093911326