PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN DISCOVERY LEARNING (PENELITIAN DI KELAS X SMA NEGERI 1 BANJARSARI) Siti Nafisah e-mail :
[email protected] Program Studi Pendidikan Matematikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model problem based learning dengan yang menggunakan model discovery learning. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Banjarsari. Sampel diambil secara purposive random sampling, terpilih kelas X MIA 5 yang berjumlah 34 peserta didik sebagai kelas eksperimen I yang pembelajarannya menggunakan model problem based learning dan kelas X MIA 4 yang berjumlah 34 peserta didik sebagai kelas eksperimen II yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes kemampuan berpikir kreatif matematik dan angket sikap peserta didik. Tes kemampuan berpikir kreatif matematik dilakukan pada akhir kompetensi dasar, untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Penyebaran angket sikap dilaksanakan setelah seluruh proses pembelajaran selesai dilaksanakan. Penyebaran angket sikap dilaksanakan untuk mengetahui respon peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model problem based learning dan discovery learning. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata untuk hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik. Skala likert digunakan untuk hasil angket sikap peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data, diperoleh simpulan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning. Peserta didik menunjukkan sikap positif terhadap penggunaan model problem based learning dan discovery learning. Kata Kunci : Problem Based Learning, Discovery Learning, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik
ABSTRACT SITI NAFISAH. 2015. The Comparison of Mathematical Creative Thinking Ability of Students Between Using Problem Based Learning and Discovery Learning (Case Study at the Tenth Grade of SMA Negeri 1 Banjarsari). Mathematics Education Department. Faculty of Educational Department. Faculty of Educational Science and Teachers‟ Training Siliwangi University. The aim of this research is to know students mathematics creative thinking ability which is better between using Problem Based Learning model and Discovery Learning. Quasiexperimental method is used in this research. The population of this research is all of the students at the tenth grade of SMA Negeri 1 Banjarsari. The sample is taken by using purposive random sampling, and the result of electing is that the tenth grade of MIA 5 which the total is 34 students as the first experimental class using Problem Based Learning Model, and the tenth grade of MIA 4 which the total is 34 students as the second experimental class using Discovery Learning model. The research instrument used in this research is mathematics creative thinking tests and student attitudes questionnaire. Mathematics creative thinking tests is conducted at the end of basis competence, and it is to determine students mathematics creative thinking. Attitude questionnaire is conducted after the teaching learning process has been completed. Attitude questionnaire is conducted to determine the students responses toward mathematics instruction using Problem-Based Learning model and Discovery Learning. The techniques of anaysing data in this research is two averages of dissimilarity test for mathematics creative thinking test result. Likert scale is used for the students attitude questionnaire result. Based on the result of this research, the tabulation and data analysis, the conclusion drawn is that students mathematics creative thinking ability using Problem-Based Learning model is better than students mathematics creative thinking ability using Discovery Learning model. The students indicated a positive attitude toward the use of Problem-Based Learning model and Discovery Learning. Key Word : Problem Based Learning, Discovery Learning, Mathematics Creative Thinking Ability PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu yang berguna bagi kehidupan manusia dan juga mendasari berbagai perkembangan teknologi modern. Matematika merupakan disiplin ilmu yang memiliki peran penting terhadap perkembangan disiplin ilmu lain seperti, ekonomi, fisika, biologi, kimia dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Tim MKPBM (2003: 28) “Matematika sebagai ratunya ilmu”. Oleh karena itu mata pelajaran matematika merupakan pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjutan sampai dengan perguruan tinggi.
Matematika diperlukan untuk membantu mengembangkan ilmu-ilmu lainnya dan sebagai bekal peserta didik untuk menjalankan kehidupannya dalam bermasyarakat. Dalam Permendikbud 58 tahun 2013 dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika memiliki tujuan agar peserta didik mampu memahami berbagai konsep matematika, menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, melakukan manipulasi matematika dalam memecahkan masalah dalam konteks matematika maupun dalam kehidupan nyata, serta memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya. Tujuan pembelajaran matematika tersebut dapat tercapai apabila peserta didik memiliki berbagai kemampuan matematik, diantaranya adalah kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau menemukan berbagai kemungkinan untuk menyelesaikan suatu permasalahan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Tetapi semua jawaban itu harus sesuai dengan masalah dan tepat, selain itu jawabannya harus bervariasi. Dalam pembelajaran matematika, peserta didik haruslah memiliki kemampuan berpikir kreatif. Mereka harus mampu melihat suatu permasalahan matematika dari berbagai sudut pandang. Sehingga mereka mampu menemukan berbagai alternatif jawaban dalam memecahkan permasalahan matematika. Selain itu, mereka juga mampu menerapkan kemampuan tersebut dalam mencari berbagai solusi dalam memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Persoalan di lapangan, ternyata belum semua guru memiliki gairah dalam menggunakan model-model pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik. Masih banyak ditemukan dalam kegiatan pembelajaran, guru menggunakan model konvensional seperti ceramah. Pembelajaran matematika tersebut belum tergolong ke dalam kategori pembelajaran yang kreatif. Bila seorang guru lebih senang menggunakan pembelajaran satu arah (ceramah), akan menurunkan minat, gairah atau semangat belajar peserta didik. Peserta didik cenderung hanya menerima saja apa yang diberikan oleh guru tanpa berusaha untuk mencari cara lain dalam memecahkan suatu masalah. Hal tersebut membuat peserta didik beranggapan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang membosankan, dan menurunkan gairah mereka dalam belajar matematika.
Hasil penelitian Nurdiana, Dede (2014) terhadap peserta didik kelas X SMA Negeri 8 Tasikmalaya. Dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif yang dilakukan pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional diperoleh 6 peserta didik dalam kategori nilai rendah, 18 orang dalam kategori sedang dan 6 orang pada kategori tinggi. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik belum berada pada kategori tinggi. Menyikapi permasalahan tersebut, maka diperlukan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Strategi, teknik, pendekatan, dan model pembelajaran kreatif yang menekankan pada pengalaman belajar peserta didik merupakan alternatif yang tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Dalam hal ini guru harus mampu mengupayakan proses pembelajaran yang memacu peserta didik untuk dapat berpikir secara kreatif. Guru mempunyai peranan penting untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna dengan melibatkan peserta didik melalui berbagai pengalaman belajar sehingga peserta dapat berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik ialah Problem Based Learning dan Discovery Learning. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Sudarma, Momon (2013:48) “Model pembelajaran berbasis pemecahan masalah (problem based learning) atau kontekstual (contextual learning). Dua model pembelajaran ini, merupakan sebagian di antara upaya pengkondisian kepada peserta didik untuk bisa berpikir kreatif dan kritis.” Begitu juga yang dikemukakan Kosasih, E (2014:84) “baik pembelajaran discovery maupun inquiri mendorong siswa untuk berperan kreatif dan kritis.” Problem Based Learning dan Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang mengembangkan kreativitas peserta didik untuk mendalami materi matematik. Model pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menyajikan permasalahan kontekstual yang dapat merangsang peserta didik untuk memiliki rasa ingin tahu untuk menyelesaikannya. Sedangkan model Discovery Learning adalah model pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan menemukan konsep, prinsip atau hukum yang sebelumnya belum diketahui. Peserta didik dapat memanfaatkan pengalaman belajar dan kemampuan yang dimilikinya untuk menghasilkan sebuah penemuan/karya
sehingga dapat memaknai materi secara mendalam dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik mereka. Sikap peserta didik selama proses pembelajaran juga harus diperhatikan. Karena, untuk merealisasikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sikap peserta didik terhadap proses pembelajaran harus baik. Ketika sikap peserta didik terhadap pembelajaran baik, maka mereka akan lebih mudah menerima dan memahami materi yang disampaikan. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) terhadap sesuatu/objek.
Sikap
peserta
didik
dalam
pembelajaran
matematika
adalah
kecenderungan tingkah laku yang ditunjukkan peserta didik terhadap proses pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika, baik yang menggunakan model Problem Based Learning maupun Discovery Learning. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan yang menjadi bahan pengkajian dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematik manakah yang lebih baik antara yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning dengan model Discovery Learning?; Bagaimanakah sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model Problem Based Learning?; Bagaimanakah sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model Discovery Learning? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model Problem Based Learning dengan model Discovery Learning; (2) untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning; (3) untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning. Kemendikbud (2013:193) mengemukakan bahwa “Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar”. Sedangkan Kosasih, E (2014:88) mengemukakan bahwa “Pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait dengan KD yang sedang dipelajari siswa”. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai titik tolak pembelajaran dimulai dengan menghadapkan peserta didik pada masalah nyata, peserta didik membangun konsep dan prinsip dari suatu materi dengan memecahkan masalah yang diberikan pada awal pembelajaran. Langkah-langkah model Problem Based Learning adalah sebagai berikut: orientasi peserta didik kepada masalah, mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Peran guru selama proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning adalah sebagai seorang motivator yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan agar peserta didik mampu berpikir kritis dan menemukan berbagai pemecahan masalah selama proses pembelajaran. Guru juga berperan sebagai penyedia berbagai informasi yang diperlukan oleh peserta didik. selain itu, guru juga harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan kondusif. Kelebihan model problem based learning adalah mengembangkan minat peserta didik untuk mengembangkan konsep belajar secara terus menerus. Ketika satu masalah selesai diatasi, masalah lain muncul dan membutuhkan penyelesaian secepatnya. Pemecahan masalah juga dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kelemahannya adalah ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah. Discovery berasal dari kata discover yang berarti menemukan sedangkan discovery adalah penemuan. Menurut Kemendikbud (2013:212) mengemukakan bahwa ”metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.” Sedangkan menurut Kosasih, E (2014:83) mengemukakan bahwa “Model discovery learning merupakan nama lain dari pembelajaran penemuan. Sesuai dengan namanya, model ini mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakoninya”. Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang sebelumnya belum diketahui. Dengan belajar penemuan, peserta didik juga bisa belajar berfikir analisis, kritis, kreatif dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Langkah-langkah model Discovery Learning adalah sebagai berikut: stimulation, problem statement, data collection, data processing,verification, generalization. Peran guru paling utama selama pembelajaran dalam model Discovery Learning ialah sebagai motivator yang selalu mendorong peserta didik untuk selalu percaya diri serta berpikir kritis selama proses pembelajaran. Guru juga berperan sebagai seorang fasilitator, yang senantiasa membantu peserta didik dalam memperoleh informasi yang seluas-luasnya terkait dengan materi pembelajaran. Guru juga berperan sebagai manajer pembelajaran, menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan kondusif. Kelebihan model discovery learning adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. Jadi, peserta didik akan lebih mengingat dan memahami materi yang diajarkan. Sedangkan kelemahannya adalah bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga akan menimbulkan kebingungan. Teori pembelajaran yang mendukung kedua model tersebut diantaranya adalah teori Piaget. Teori tersebut mendukung model problem based learning dan discovery learning karena menekankan pada penemuan konsep, prinsip serta pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka dengan berbagai hal yang ada di sekitarnya dalam pembelajaran. Teori Bruner mendukung model discovery learning karena dalam model discovery learning peserta didik belajar melalui penemuan. Sehingga dengan melakukan penemuan sendiri terhadap berbagai konsep yang berhubungan dengan materi pembelajaran, mereka akan lebih mengingat dan memahami materi tersebut. Teori Vygotsky sangat berkaitan dengan model pembelajaran Problem Based Learning yakni dalam hal mengaitkan informasi yang didapatkan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik melalui kegiatan belajar yang diperoleh dengan proses interaksi sosial dan bekerjasama dengan peserta didik lainnya untuk memecahkan berbagai permasalahan.
Istilah berpikir kreatif dan kreativitas merupakan dua hal yang tidak indentik, namun kedua istilah itu berelasi secara konseptual. Kreativitas merupakan produk berpikir kreatif dari individu. Sesuai dengan pendapat Puccio dan Murdock (Sumarmo, Utari, 2014:246) „Kreativitas merupakan konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan yang kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif‟. Peningkatan kreativitas dari individu sejalan dengan peningkatan proses berpikir kreatifnya. Pribadi (Sudarma, Momon, 2013:6) mengatakan bahwa „kemampuan kreatif manusia adalah kemampuan yang membantunya untuk dapat berbuat lebih dan kemungkinan rasional dari data dan pengetahuan yang dimilikinya‟. Sedangkan Coleman dan Hammen (Yudha dalam Sumarmo, Utari 2014: 245) menyatakan bahwa „berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan konsep, temuan, seni yang baru‟. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau menemukan berbagai kemungkinan untuk menyelesaikan suatu permasalahan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Ada empat indikator kemampuan berpikir kreatif diantaranya adalah fluency (kelancaran), peserta didik mampu mengajukan sejumlah masalah atau pertanyaan matematika dan jawaban yang tepat. Flexibility (keluwesan), peserta didik mampu memecahkan
masalah
yang
berkaitan
materi
dengan
cara
yang
bervariasi/beragam/beberapa cara. Originality (keaslian), peserta didik mampu memberikan gagasan atau jawaban dengan bahasa dan cara sendiri. Elaboration (elaborasi), peserta didik mampu menjelaskan, mengembangkan, memperkaya atau menguraikan lebih rinci jawaban. Dalam pembelajaran matematika, seorang guru juga dapat mengusahakan agar peserta didiknya memiliki kemampuan berpikir yang kreatif. Diantaranya
dengan
menggunakan
berbagai
model
pembelajaran
yang
bisa
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Guru harus mampu merangsang peserta didik untuk melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. Kemudian mencetuskan berbagai ide penyelesaian dari permasalahan tersebut. Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu. Pendapat tersebut sejalan dengan
yang dikemukakan Bruno (Syah, Muhibbin, 2010:118), “Sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu”. Sedangkan menurut Sanjaya, Wina (2010:276) “Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik”. Kemudian Jihad, Asep dan Abdul Haris (2013:102) berpendapat bahwa “sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek”. Menurut Jihad, Asep dan Abdul Haris (2013: 102) mengemukakan bahwa, sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponan kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap. Beberapa penelitian yang relevan yang mendasari penelitian ini diantaranya: penelitian yang dilaporkan oleh Wina Suhartini (2012) dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Melalui Model Discovery Learning Kelas X SMA NEGERI 1 Cihaurbeuti”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan pembelajaran model discovery learning lebih baik dari peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung. Sikap peserta didik positif terhadap penggunaan model discovery learning. Penelitian yang dilaporkan oleh Wafik Khoiri (2012) dengan judul “Problem Based Learning Berbantuan Multimedia dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif”. Penelitiannya dilaksanakan terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 4 Kudus. Dari hasil penelitian ini diperoleh kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan klasikal. Ratarata hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa kelas kontrol. Terdapat korelasi yang positif antara kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen. Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas kontrol. Penelitian yang dilaporkan oleh Indra Adi Nugroho (2012) dengan judul “Keefektifan Pendekatan Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik”. Penelitiannya dilaksanakan terhadap peserta didik kelas VII SMPN 2 Kedungwuni. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa pendekatan problem based learning berbantuan CD pembelajaran lebih efektif untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik pada materi pokok segiempat. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, untuk melihat pengaruh penggunaan model Problem Based Learning dan model Discovery Learning, kemudian dilihat akibatnya terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Populasi dalam penelitian ini seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Banjarsari. Sampel diambil secara purposive random sampling, terpilih kelas X MIA 5 yang berjumlah 34 peserta didik sebagai kelas eksperimen I yang pembelajarannya menggunakan model problem based learning dan kelas X MIA 4
yang berjumlah 34 peserta didik sebagai kelas eksperimen II yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis dan angket. Instrumen yang digunakan adalah soal tes kemampuan berpikir kreatif dan angket sikap peserta didik. Tes kemampuan berpikir kreatif matematik dalam proses penelitian dilakukan satu kali setelah akhir pengembangan kompetensi, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik pada materi geometri. Angket digunakan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika melalui model Problem Based Learning dan Discovery Learning dalam pembelajaran. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata untuk hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik. Skala likert digunakan untuk hasil angket sikap peserta didik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik No.
Statistik Deskriptif
Kelas eksperimen I
Kelas eksperimen II
1
Banyak Peserta Didik
34
34
2
Rata-rata
15
14,09
Dari tabel 1 diperoleh informasi bahwa rata-rata skor perolehan kelas eksperimen I yang menggunakan model problem based learning lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen I yang menggunakan model discovery learning. Akan tetapi, hal ini belum dapat dijadikan tolak ukur untuk memecahkan permasalahan yang diajukan, untuk lebih lanjut akan dibuktikan dengan melakukan perhitungan pengujian hipotesis. Berdasarkan skor akhir kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, maka peneliti mengurutkan dan mengelompokkan data tersebut ke dalam daftar klasifikasi kriteria skor peserta didik. Berikut ini adalah daftar pengklasifikasian skor peserta didik kelas eksperimen I yang menggunakan model problem based learning, selengkapnya disajikan pada Tabel 2 Tabel 2 Klasifikasi Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Kelas Eksperimen I Kelas Interval 18 – 20 15 – 17 11 – 14 8 – 10 8
Nilai Huruf A B C D E Jumlah
Predikat
Frekuensi
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Tidak Lulus
3 20 10 1 0 34
Persentase (%) 8,82 % 58,82 % 29,42 % 2,94 % 0,00 % 100 %
Dari daftar tabel klasifikasi kriteria kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen I, terlihat bahwa skor kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik rata-rata berada pada kriteria cukup. Sebesar 8,82% peserta didik memiliki kriteria sangat baik, 58,82% termasuk dalam kriteria baik, 29,42% termasuk dalam kriteria cukup, 2,94% termasuk dalam kriteria kurang.
Untuk melihat klasifikasi kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen II yang menggunakan model discovery learning, selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi Skor Akhir Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Kelas Eksperimen II Kelas Interval 18 – 20 15 – 17 11 – 14 8 – 10 ≤8
Nilai Huruf A B C D E Jumlah
Predikat
Frekuensi
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Tidak Lulus
2 9 21 2 0 34
Persentase (%) 5,88 % 26,48 % 61,76 % 5,88 % 0,00 % 100 %
Dari daftar tabel klasifikasi kriteria kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen II, terlihat bahwa skor kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik rata-rata berada pada kriteria cukup. Sebesar 5,88% peserta didik memiliki kriteria sangat baik, 26,48% termasuk dalam kriteria baik, 61,76% termasuk dalam kriteria cukup, dan 5,88% termasuk dalam kriteria kurang. Untuk menguji apakah ada perbedaan dari dua rata-rata antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, terlebih dahulu data diuji normalitas dan homogenitasnya. Berdasarkan perhitungan kedua kelompok data tersebut diperoleh nilai kelas eksperimen I adalah Nilai
dengan
dan
dan
kelas eksperimen II adalah
adalah 11,3. Maka
.
kedua
sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Karena kedua data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas data. Ternyata
yaitu
< 2,29, maka kedua varians tersebut homogen. Untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen I lebih baik daripada rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen II dilakukan uji perbedaan dua rata-rata. Hasil perhitungan uji perbedaan dua rata-rata dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata dk 66
Hasil perhitungan
Nilai tabel
Dari tabel 2 diperoleh ternyata
, maka
dan ditolak dan
dengan taraf nyata 1% diterima, artinya kemampuan
berpikir kreatif matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model problem based learning lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning. Selama kegiatan penelitian dilaksanakan, peneliti menggunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II diberi perlakuan yang sama dalam soal dan materi pembelajaran, akan tetapi diberikan perlakuan yang berbeda pada model pembelajaran yang dilaksanakan. Kemungkinan faktor-faktor yang menjadi penyebab perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang pembelajarannya menggunakan model problem based learning dengan model discovery learning adalah pada kelas yang menggunakan model problem based learning membuat peserta didik menjadi aktif dan saling bekerja sama untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan. Sedangkan pada pembelajaran yang menggunakan model discovery learning penguasaan materi hanya berpusat pada peserta didik yang memiliki kemampuan matematika yang baik. Dalam diskusi dan pengerjaan tugas kelompok di dominasi oleh peserta didik yang pandai dalam menyelesaikan masalah matematika. Karena selama proses pembelajaran, peserta didik yang kurang pandai, mengalami kesulitan abstrak dalam berfikir dan mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang harus ditemukan. Sehingga kegiatan diskusi kelompok dalam discovery learning kurang efektif dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model problem based learning. Kendala lain yang mempengaruhi perbedaan hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dan discovery learning adalah waktu yang dibutuhkan selama pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning cenderung lebih lama. Peserta didik mengalami kesulitan dalam fase verification, yaitu fase peserta didik membuktikan benar atau tidaknya suatu konsep yang telah ditemuakan. Hal itulah yang membuat hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model problem based learning lebih baik daripada yang menggunakan model discovery learning.
Terdapat tiga indikator sikap yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu, kognitif, afektif, dan konatif. Indikator kognitif adalah tanggapan peserta didik terhadap penggunaan model problem based learning dan discovery learning, aspek afektif adalah kepercayaan peserta didik terhadap penggunaan model problem based learning dan discovery learning, dan indikator konatif adalah keinginan dalam bertindak peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dan discovery learning. Berdasarkan rekapitulasi data angket sikap terhadap penggunaan model problem based learning diperoleh rata-rata skor keseluruhan dari tiap indikator adalah 3,54 melebihi median atau rata-rata skor netral yaitu 3,00. Hal tersebut menunjukan bahwa sikap peserta didik terhadap penggunaan model problem based learning adalah positif. Berdasarkan rekapitulasi data angket sikap terhadap penggunaan model discovery learning diperoleh rata-rata skor keseluruhan dari tiap indikator adalah 3,76 melebihi median atau rata-rata skor netral yaitu 3,00. Hal tersebut menunjukan bahwa sikap peserta didik terhadap penggunaan model discovery learning adalah positif. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa: (1) Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model
discovery learning; (2) Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model Problem Based Learning menunjukkan sikap yang positif; (3) Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model Discovery Learning menunjukkan sikap yang positif. Berdasarkan simpulan hasil penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan, maka peneliti menyarankan: (1) Kepada pihak sekolah diharapkan memberikan dukungan berupa fasilitas maupun alokasi waktu kepada guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sifatnya menuntut keaktifan dan kreativitas peserta didik, salah satunya dengan menggunakan model problem based learning dan discovery learning; (2)Kepada guru dan calon guru matematika sebaiknya memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk aktif dalam belajar, salah satunya dengan menggunakan
model problem based learning atau discovery learning dan membiasakan peserta didik mengerjakan soal-soal berpikir kreatif untuk melatih kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik; (3) Bagi peneliti selanjutnya, disarankan agar menggunakan model problem based learning atau discovery learning terhadap kemampuan matematika lainnya atau pada materi yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Budiningsih, C. Asri. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Cahyo, Agus N. (2013). Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Yogyakarta: DIVA Press. Dahar, Ratna Wilis. (2006). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Jihad, Asep dan Abdul Haris. (2013). Evaluasi pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. Kemendikbud. (2014). Permendikbud No 58. Jakarta: Kemendikbud. Khoiri, Wafik. (2012). Problem Based Learning Berbantuan Multimedia Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. [Online]. Tersedia: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme. [10 Desember 2014]. Kosasih, E. (2014). Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya Nugroho, Indra Adi. (2012). Keefektifan Pendekatan Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik. [Online]. Tersedia: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme. [10 Desember 2014]. Nurdiana, Dede. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya). Skripsi UNSIL Tasikmalaya: tidak diterbitkan. Purwanto, M. Ngalim. (2013). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sudarma, Momon. (2013). Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta: Rajawali Press.
Suhartini, Wina. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Melalui Model Discovery Learning Kelas X Sma Negeri 1 Cihaurbeuti. Skripsi UNSIL Tasikmalaya: tidak diterbitkan. Sumarmo, Utari. (2013). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: FPMIPA UPI. Tim MKPBM. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI Bandung : JICA.