Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
SISTEM PERTANIAN TERPADU SRI-MINA DALAM MENDUKUMG KETAHANAN PANGAN NASIONAL
1&2
Feri Arlius,1 & Eri Gas Ekaputra2 Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas Padang, Korespondensi :
ABSTRACT Rice-fish farming, in Indonesia called as Mina-Padi, means for the contemporaneous production of grain and animal protein on the same piece of land” and in this environmentally conscious age, few other food production systems seem more ecologically sound and efficient. In the strictest sense rice-fish farming means the growing of rice and fish together in the same field at the same time. However, it is also taken to include the growing of rice and fish serially one after another within the same field or the growing of rice and fish simultaneously, side by side in separate compartments, using the same water. Rice-fish farming has been practiced in many countries in the world, particularly in Asia. While each country has involved its own unique approach and procedures, there are also similarities, common practices and common problems. Integrating System of Rice Intensification (SRI) and fish farming, has been examined in Nagari Pasir Talang, Solok Selatan District, West Sumatra. This experiment gave a 7.8 ton/ha of rice yield and 280 kg/ha of fish, equally to farmer income of Rp. 26.500.000,-/ha instead of Rp. Rp 8.549.500,- using traditional method. SRIfish farming found as an effective approach to increasing the income of rural farmer households. The symbiotic system of SRI-fish farming, living organisms produced in the rice field can be utilized by fish, and the fecal matter of fish also serves as rich organic fertilizer for rice. Practice of SRI-fish farming also maximizes the utilization of water resources. Increasing in rice production is making substantial contribution to food security, while fish production may reduce the dependence of families on other livestock and can be traded for income. Without chemical fertilizers and pesticides, farmers minimize spending for input, and contributed significantly to the environment. Keywords: SRI, fish farming. PENDAHULUAN Lahan sawah merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan yang sangat strategis di Indonesia. Sampai saat ini lahan sawah masih merupakan tulang punggung produksi padi nasional, yang merupakan pangan pokok utama bagi Indonesia. Meskipun produktivitas padi terus ditingkatkan dengan penerapan teknologi yang sesuai dengan karakteristik agroekologi setempat, tapi pendapatan yang diperoleh petani lahan sawah masih sangat rendah. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan produktivitas lahan sawah adalah dengan menggunakan metode System of Rice Intensification (SRI). Metode SRI merupakan sistem pertanian budidaya padi sawah yang pertama kali dikembangkan di Madagaskar tahun 1980 oleh Fr. Henry de Laulanie. System Of Rice Intensification (SRI) merupakan metode yang membuat sinergis tiga faktor pertumbuhan padi dapat mencapai produktivitas maksimal. Ketiga faktor tersebut adalah jumlah anakan, pertumbuhan akar, dan oksigen yang cukup pada tanaman padi. Strategi dasar SRI adalah mempersiapkan kondisi tanah, air, dan hara untuk menjadi sangat baik bagi tanaman muda yang melakukan pertumbuhan, apabila ditangani secara hati-hati maka hal itu dipercepat (Uphoff, 2003). Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut : 1) Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional, 2) Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah, 3) Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka, 4) Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan 1 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
keluarga petani, 5) Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia, 6) Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang (Mutakin, 2005). Menurut Dedi (2007), metode SRI selain dapat meningkatkan produksi padi yang lebih tinggi, lebih baik mutunya, lebih sehat dan berkesinambungan juga dapat menghemat penggunaan air irigasi sekitar 34,7 % apabila dibandingkan dengan sistem usaha tani padi sawah secara konvensional. Penanaman padi secara konvensional biasanya selalu digenangi air. Tanaman padi mampu bertahan dalam air yang tergenang, walaupun sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi kekurangan oksigen bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Dengan metode SRI, petani hanya memakai kurang dari setengah kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar (Barkelaar, 2001). Dengan metoda SRI pengelolaan tanaman, tanah, air, pengaturan hara menjadi lebih baik dan sistem perakaran padi menjadi lebih luas. Hal ini memungkinkan menghasilkan lebih banyak eksudat dan peningkatan deposit akar. Hasil penelitian selama ini, sebagian besar padi ditanam pada kondisi yang tergenang. Didalam tanah anaerobik, banyak dari proses pertumbuhan padi dihambat atau ditekan. Perlu juga dipertimbangkan kontribusi mikrobiologi tanah dalam meningkatkan produksi padi yang akhirnya menjadikan areal tersebut sebagai tempat yang menjanjikan untuk penelitian dan perbaikan kegiatan produksi (Uphoff, 2003). Metode SRI telah berhasil meningkatkan produktivitas padi sebesar 50% bahkan mencapai lebih dari 100%. Keuntungan yang diperoleh penerapan metode SRI hasil panen yang lebih tinggi: peningkatan 50-200% dengan hasil 4-8 ton/ha bahkan ada sampai 10 ton/ha, lebih hemat air sampai dengan 50% dengan produktivitas yang lebih tinggi per volume air. Dilihat dari beberapa pengalaman budidaya padi sistem SRI yang diterapkan dibeberapa tempat telah memberikan informasi lengkap mengenai hasil produksi padi. Di propinsi Jawa Barat sejak tahun 1999, tepatnya di Sukamandi dengan hasil 9.5 ton/ha (Uphoff, 2006). Di Propinsi Sumatera Barat, metode SRI sudah dikembangkan sejak tahun 2004. Beberapa hasil penelitian di plot percobaan telah menunjukan peningkatan yang signifikan terhadap kenaikan produksi diantaranya di wilayah Kota Padang produksinya 8,5 ton/ha pada tahun 2004, Padang Ganting Kabupaten Tanah Datar dengan Produksi 9,25 ton/ha pada tahun 2005, Kota sawah lunto dengan produksi 8,3 ton/ha pada tahun 2006, dan kota Padang pada 10,8 ton/ha pada tahun 2006 (Kasim dan Rozen, 2006). Untuk meningkatkan produktivitas lahan, petani padi sawah dari zaman dulunya juga menerapkan sistem mina-padi. Mina-padi merupakan pemeliharaan ikan di sawah bersamaan dengan penanaman padi. Mina padi sebenarnya bukan hal baru lagi bagi petani karena melalui program diversifikasi usahatani yang telah diperkenalkan beberapa waktu yang lalu, telah dianjurkan untuk melaksanakan usaha budidaya padi dan ikan secara bersamaan pada petak sawah yang sama. Mina padi dapat memberikan keuntungan ganda pada petani, yaitu hasil panen padi sebagai tanaman utama dan panen ikan dengan ukuran tertentu per musim tanam. Menurut Ardiwinata (1987), sistem usaha tani minapadi telah dikembangkan di Indonesia sejak satu abad yang lalu. Selain menyediakan pangan sumber karbohidrat, sistem ini juga menyediakan protein sehingga cukup baik untuk meningkatkan mutu makanan penduduk di pedesaan (Syamsiah et al. 1988). Dengan teknologi yang tepat, minapadi dapat memberi pendapatan yang cukup tinggi. Keuntungan yang didapat dari usahatani minapadi berupa peningkatan produksi padi dan ikan, mengurangi penggunaan pestisida, pupuk anorganik, penyiangan dan pengolahan tanah (Suriapermana, et al., 1995) Intensifikasi padi dan peningkatan pendapatan petani melalui metode SRI dan minapadi merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan yang sudah dibuktikan dalam berbagai penelitian. Integrasi ke dua metode ini juga merupakan peluang dalam pengembangan sistem pertanian terpadu (integrated farming system) yang perlu dikaji lebih lanjut. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Nagari Pasir Talang Barat, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Waktu penelitian dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Oktober 2010.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Pengolahan tanah untuk penanaman metode SRI-Mina dan konvensional dilakukan seperti pada pengolahan sawah biasanya dengan bajak dan garu. Kemudian untutk keperluan pemelirahaan ikan dibuat saluran di keliling sawah dan di tengah kemudian tanah diratakan. Besarnya petakan pada penelitian ini adalah 5 x 5 m, dengan lebar parit 50 cm dan kedalaman parit 30 cm. Persemaian dilakukan dengan menyebar benih (biji) padi secara merata dan dilakukan seperti biasa (konvensional) dengan tujuan mempermudah pengambilan bibit. Lama persemaian 8-15 hari, kemudian tanam satu bibit per lubang tanam dengan jarak 30 cm x 30 cm dengan melubangi lubang terlebih dahulu menggunakan jari tangan, ini dilakukan agar akar tidak terganggu masuk kedalam tanah kemudian ditutup dengan jari atau tanah tersebut dipencet. Pada saat penanaman bibit, sawah dibiarkan dalam keadaan lembab. Bibit yang dipakai adalah Anak Daro, salah satu varitas padi lokal Sumatera Barat. Pemberian pupuk dilakukan dengan memberikan pupuk kandang atau pupuk organik sewaktu sawah dibajak, agar pupuk tercampur rata dengan tanah. Pemberian pupuk buatan pertama (Urea, SP36 dan KCL) dilakukan tiga hari sebelum tanam masing-masing 50 kg/ha atau disesuaikan dengan dosis setempat. Saluran air di inlet dan outlet ditutup, lalu biarkan sawah dalam keadaan lembab. Pemberian pupuk kedua diberikan pada saat tanaman berumur 21 HST. Pemberian pupuk ketiga diberikan pada saat padi berumur 42 HST. Pupuk diberikan pada saat air sawah dalam keadaan macak-macak. Pemberian air saat tanam dalam keadaan permukaan tanah lembab. Keadaan ini dibiarkan sampai tanaman padi umur 45 HST (fase vegetatif), kecuali saat penyiangan dan pemupukan sawah dalam keadaan macak-macak. Setelah masa vegetative, sawah digenangi air sekitar 2-5 cm dan biarkan tergenang sampai 77 HST. Penyiangan pertama dilakukan sedini mungkin agar gulma mudah disiangi. Penyiangan selanjutnya dilakukan waktu pemberian pupuk lanjutan. Penyiangan dilakukan secara manual (dengan tangan) atau dengan alat penyiang. Jenis ikan yang dipelihara dalam penelitian ini adalah ikan mas, dan ditebar 4 setelah hari tanam, dengan ukuran bibit ikan berukuran 2 – 3 cm sebanyak 36 ekor/petakan. Panen dilakukan setelah 3 (tiga) bulan pemeliharaan. Metode penanaman padi sawah sistem konvensional dilakukan pada waktu yang bersamaan dan cara yang hampir sama dengan metode SRI-Mina, kecuali : persemaian dilaksanakan selama 21 hari dengan cara menebar, pemberian air secara kontinu dengan tinggi genangan 5-10 cm sampai padi berumur 7 minggu, dan tidak ditebarkan bibit ikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ekonomi penanaman padi dengan metode SRI-Mina menunjukkan perbedaan hasil dan pendapatan petani yang sangat signifikan. Penanaman padi metode SRI memberikan hasil ratarata 7,8 ton/ha atau 160% dibandingkan dengan cara konvensional yang hanya memberikan hasil ratarata 4,86 5 ton/ha. Walaupun hasil produksi padi metode SRI-Mina ini masih sedikit dibawah hasil penelitian lainnya yang dilaksanakan di Sumatera Barat, seperti yang dikemukan oleh Kasim dan Nalwida (2006), namun peluang untuk meningkatkan produksi padi secara intensifikasi menggunakan metode SRI di daerah penelitian masih sangat terbuka. Pengembangan ikan pada sawah dengan metode SRI memberikan hasil yang cukup baik, dimana dari 80 kg/ha dilepas, dapat dipanen kembali sejumlah 280 kg/ha. Padi yang ditanam secara konvensional hanya memberikan produksi sebesar 4,86 ton/ha, sedangkan dengan metode SRI dapat memberikan hasil yang lebih tinggi yaitu 7,8 ton ha. Dengan demikian penanaman padi dengan metode SRI-mina memberikan keuntungan ganda dari produksi padi dan ikan. Dengan patokan harga ikan adalah Rp. 25.000/kg dan harga gabah Rp. 2.500,- keuntungan bersih yang bias didapat petani adalah Rp. 26.500.000,-/ha (Tabel 1), atau meningkat sebesar 46%. Budidaya dengan metode SRI-mina memerlukan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan motede konvensional, dimana metode SRI-mina memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk upah pemupukan, pembelian pupuk organik serta benih ikan. Walaupun benih padi yang diperlukan lebih sedikit, namun total biaya yang diperlukan adalah sekitar Rp. 7.885.000,- /ha, atau 43% lebih tinggi dari metode konvensional. 3 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
Tabel 1. Analisis Ekonomi Penanaman Padi dengan Metode SRI-Mina dan Konvensional SRI-Mina Faktor Produksi
Volume
Benih Padi
Konvensional Biaya
Volume
Biaya
7 kg
Rp
35.000
25 kg
Rp 125.000
Urea
100 kg
Rp
180.000
200 kg
Rp 360.000
SP-36
50 kg
Rp
115.000
100 kg
Rp 230.000
KCl
50 kg
Rp
125.000
100 kg
Rp 250.000
Pupuk Organik
10 ton
Rp
1.400.000
Penyiapan Lahan
18 hok
Rp
450.000
18 hok
Rp 450.000
Pemupukan
6 hok
Rp
150.000
4 hok
Rp 100.000
Penanaman
24 hok
Rp
600.000
32 hok
Rp 800.000
Penyiangan
28 hok
Rp
700.000
14 hok
Rp 350.000
Panen
40 hok
Rp
900.000
36 hok
Rp 900.000
80 kg
Rp
3.200.000
Rp
7.855.000
Tenaga Kerja
Benih Ikan Total Biaya Pendapatan dari Padi
7,8
Rp
19.500.000
Pendapatan dari Ikan
280 kg
Rp
7.000.000
Rp
26.500.000
Keuntungan Selisih Keuntungan SRI-fish farming
Rp 3.365.000 4.86 ton
Rp12.250.500
Rp 8.885.500 Rp. 17.615.500
KESIMPULAN DAN SARAN Penanaman padi dengan metode SRI-mina dapat memberikan hasil yang lebih baik dan pendapatan yang lebih tinggi buat petani dibandingkan dengan metode konvesional. Dengan metode SRI-mina, pendapatan petani dapat meningkat sampai 46%, namun hasil ini bisa didapatkan dengan peningkatan investasi sebesar 43%/ per ha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode SRI-mina mempunyai potensi yang cukup besar untuk dapat meningkatkan pendapatan petani. Dengan semakin meningkatnya alih fungsi lahan sawah dari tahun ke tahun, dan kebutuhan air padi sawah konvensioanl yang cukup besar, serta semakin langkanya ketersediaan air untuk bercocok tanam maka metode SRI-mina merupakan alternatif yang perlu dioptimalkan pengembangannya. DAFTAR PUSTAKA Ardiwinata RD. 1987. Rice-fish culture on paddy fields in Indonesia. Proceedings of Indo Facific Fish Council. 7 (II-III): 11-154. Barkelaar D. 2001. SRI, the system of rice intensification: less can be more. ECHO Dev. Notes 70. Dedi KK. 2007. Pengelolaan Air Irigasi di Petak Tersier dalam Modul Pelatihan Pemahaman Rancang Bangun Petak Tersier dalam Rangka Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI. Tasikmalaya 23~28 Juli 2007. Balai Irigasi, Puslitbang Sumberdaya Air, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum. Kasim M. dan N Rozen. 2006. Teknik dan Penerapan SRI (The System of Rice Intensification) untuk meningkatkan hasil padi. Makalah disampaikan pada Seminar Ilmiah dal;am Rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian. Universitas Andalas pada 3 September 2006. Padang.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Mutakin J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada Kondisi SRI (Systen of Rice Intencification). [Tesis yang tidak dipublikasi, Pascasarjana. Unpad Bandung] Suriapermana S dan I Syamsiah. 1995. Tanam jajar legowo pada sistem usaha tani minapadi-azolla di lahan sawah irigasi. Hlm 74-83. Dalam Z. Zaini dan M. Syam (Ed.). Risalah Seminar Hasil Penelitian Sistem Usaha Tani dan Sosial Ekonomi. Bogor 4-5 Oktober 1994. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Syamsiah I, S Suriapermana, and AM. Fagi. 1988. Research on Rice Fish Culture: Past experiences and future research programs. Paper Presented at The Workshop on Rice-Fish Farming Research and Development. Ubon, Thailand, 21-25 March 1988. Uphoff N. 2006. The System Of Rice Intensification (Sri) As A Methodology For Reducing Water Requirements In Irrigated Rice Production. Paper for International Dialogue on Rice and Water: Exploring Options for Food Security and Sustainable Environments, held at IRRI, Los Baños, Philippines, March 7-8, 2006 Uphoff N. 2003. Higher yields with fewer external inputs? The System of Rice Intensification and potential contributions to agricultural sustainability,‟ International Journal of Agricultural Sustainability 1: 38-50
5 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011