TKE 2403
SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT
Kuliah 6 – Transformasi Fourier Diskret
Indah Susilawati, S.T., M.Eng.
Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2009
KULIAH 6 SISTEM PENGOLAHAN ISYARAT TRANSFORMASI FOURIER DISKRET Diskretisasi Representasi Fourier juga dapat dilakukan pada sinyal yang mempunyai durasi waktu yang berhingga (finite duration). Pada kenyataannya, sinyal tidak hanya dalam keadaan durasi yang berhingga saja namun juga akan dicuplik (sampled). Tentu saja tidak memungkinkan untuk menyimpan sebuah fungsi kontinyu dalam komputer karena akan membutuhkan memori yang besarnya tak berhingga. Yang seringkali dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara mengambil nilai sinyal pada saat-saat tertentu secara regular (pada suatu selang tertentu) –- misalnya dengan jarak Δt –- sehingga sinyal menjadi berbentuk vektor berhingga dengan sejumlah N sampel. {x0, ... , xN-1} dengan xi = x(ti) = x(t0 + iΔt)
(119)
Dalam hal ini t0 adalah waktu referensi (acuan) yang digunakan. Jika diambil t0 = 0 maka ti = iΔt. Bagaimana cara menentukan spektrum sinyal yang seperti ini? Jawabannya adalah dengan menggunakan Transformasi Fourier Diskret atau Discrete Fourier Transform (DFT). Dengan mengingat kembali koefisien spektral deret Fourier, τ
cn =
1
τ
2
∫ x(t ) e −
−
j 2 nπ
τ
t
dt
τ
2
Untuk selanjutnya notasi cn akan diganti dengan notasi Xn dan persamaan di atas akan sedikit dimodifikasi untuk mempermudah pembahasan.
Oleh karena x(t) periodik dengan periode τ, maka jika dimisalkan t’ = t + τ, integral pada persamaan di atas menjadi
1
τ
0
∫ x(t ) e −
−
j 2 nπ
τ
t
dt =
τ
0
1
τ
2
∫ x(t '−τ ) e −
−
j 2 nπ
τ
( t ' −τ )
dt
τ
2
Dan karena sifat periodisitas maka x(t’) = x(t’ − τ) dan
e
−
j 2π n
τ
( t ' −τ )
=e
−
j 2π n
τ
t'
e
− j 2π n
=e
−
j 2π n
τ
t'
Dan integral menjadi
1
τ
0
∫ x(t '−τ ) e −
−
j 2 nπ
τ
( t ' −τ )
=
dt
τ
0
1
∫ x(t ) e
τ
−
2
=
t
dt
2
∫ x(t ) e
τ
τ
τ
τ
1
j 2 nπ
−
−
j 2 nπ
τ
t
dt
τ
2
Oleh karena
Xn
=
=
0
1
τ 1
τ
∫ x(t ) e −
τ
2
τ
τ t
dt
+
τ
12
∫ x(t ) e
τ
−
j 2 nπ
τ
t
dt
0
2
∫ x(t ) e τ
−
j 2 nπ
−
j 2 nπ
τ
τ t
dt
+
12
τ
∫ x(t ) e 0
−
j 2 nπ
τ
t
d
Sehingga pada akhirnya,
Xn =
1
τ
τ
∫ x(t ) e
−
j 2 nπ
τ
t
dt
(120)
0
Dan selanjutnya karena x(t) dicuplik pada tr = rΔt, maka pada integral harus dilakukan pendekatan dengan penjumlahan (sum = sigma),
Xn =
1 N −1
τ
∑ r =0
x(t r ) e
−
j 2 nπ
τ
tr
Δt =
1 N −1
τ
∑ r =0
xr e
−
j 2 nπ
τ
tr
Δt (121)
Dan saat τ = N Δt, akan menjadi − 1 N −1 X n = ∑ xr e N r =0
j 2 nπ
τ
tr
(122)
Karena pada vektor hanya terdapat xr sejumlah N, maka hanya akan diperoleh sejumlah N spektrum. Dalam hal ini berlaku, Xn+N = Xn
(123)
Eksponen pada persamaan (120) --- j(2nπ / τ) t ---, jika eksponen ini diidentifikasikan dengan eksponen jωnt pada transformasi Fourier maka
ω n = nΔω =
2 nπ
τ
atau
Δω =
2π N Δt
(124)
Atau dengan pernyataan lain, jika dikhususkan pada interval frekuensi dalam Hz,
Δf =
1 N Δt
(125)
Saat n = 0, spektrumnya diberikan oleh persamaan
1 X0 = N
N −1
∑x r =0
(126)
r
X0 disebut dengan rerata atau komponen DC dari sinyal, dan bersesuaian dengan frekuensi ω = 0. Hal ini berarti bahwa frekuensi tertinggi dapat dinyatakan sebagai,
f N 1 Δω = = s 2 2 Δt 2 dengan fs adalah frekuensi pencuplikan. Frekuensi ini sangat penting dalam pengolahan sinyal dan disebut dengan frekuensi Nyquist. Perhatikan persamaan
X N −1
1 = N
N −1
∑x r =0
e
r
−j
2π ( N −1) r N
1 = N
N −1
∑x r =0
r
e
− j 2π r
e
j
2π r N
dengan r adalah bilangan bulat sehingga e−j2πr = 1, maka
X N −1
1 = N
N −1
∑e
j
2π r N
r =0
⎛1 = ⎜⎜ ⎝N
N −1
∑e r =0
−j
2π r N
*
⎞ ⎟ = X 1* ⎟ ⎠
Dengan cara yang sama maka
X N − k = X k*
(127)
Transformasi Fourier mempunyai sifat
X (ω ) * = X (−ω ) Hal ini berarti bahwa koefisien spektral X atau secara umum N
N – k
N–1
bersesuaian dengan frekuensi −Δω
bersesuaian dengan frekuensi −k Δω. Sehingga
dengan demikian runtun Xn memuat representasi frekuensi sinyal xr seperti digambarkan pada Gambar 37.
Gambar 37. Runtun DFT
Sejauh pembahasan ini maka telah diperoleh transformasi Fourier diskret dan telah diketahui frekuensi yang bersesuaian dengan suatu komponen spektral tertentu. Meskipun pada awalnya transformasi ini berasal dari sebuah pendekatan, akan sangat bermanfaat jika kita dapat memperoleh inversnya sehingga sinyal aslinya dapat diperoleh kembali yaitu sinyal xr dengan r = 1, ..., N dari spektrum XN. Hal ini membutuhkan relasi orthogonalitas yaitu, N −1
∑e
j
2π r p N
e
r =0
−j
2π r q N
= N δ pg
(128)
Persamaan tersebut dibuktikan sebagai berikut. Sisi sebelah kiri tanda sama dengan pada persamaan (128) dapat ditulis kembali sebagai N −1
∑e
j
r =0
2π r ( p −q ) N
(129)
Persamaan (129) merupakan deret geometri dengan suku pertama a = 0 dan rasio
α =e
j
2π ( p −q ) N
Maka jumlah dari deret geometri tersebut adalah
1 − α N 1 − e j 2π ( p − q ) = α j 2π ( p − q ) 1−α 1− e N
(130)
Jika p dan q adalah dua bilangan bulat yang berbeda,
e
j 2π ( p − q )
= 1 dan
e
j 2π ( p − q ) N
≠1
sehingga persamaan (130) menjadi
α
1 − α N 1 − e j 2π ( p − q ) 1−1 = = =0 j 2π ( p − q ) j 2π ( p − q ) 1−α 1− e N 1− e N
dan ini juga berarti jumlahan pada sisi sebelah kiri tanda sama dengan pada persamaan (128) juga nol. Jika p = q maka harus digunakan cara limit. Misalkan s = p – q adalah kecil dan ex diekspansikan menggunakan deret Taylor menjadi ex = 1 + x + G(x 2) maka
1 − e j 2π s 1− e
j 2π s N
=
1 − [1 + j 2π s + G ( s 2 )] j 2π s = + G(s 2 ) = N + G(s 2 ) j 2π s ⎡ ⎤ j 2π s 1 − ⎢1 + + G ( s 2 )⎥ N N ⎣ ⎦
Sehingga dalam limit p Æ q atau s Æ 0, jumlah deret geometrinya adalah N. Teorema inversi transformasi Fourier diskrit dapat dinyatakan sbb.
⎧⎪ 1 xn = ∑ ⎨ r =0 ⎪ N ⎩ N −1
N −1
∑x p =0
p
e
⎛ 2π r p ⎞ − j⎜ ⎟ ⎝ N ⎠
⎫⎪ j ⎛⎜ 2π r n ⎞⎟ ⎝ N ⎠ ⎬e ⎪⎭
(131)
Perhatikan sisi sebelah kanan tanda sama dengan pada persamaan (131). Dengan asumsi bahwa urutan penjumlahan dapat diubah, maka ⎛ 2π p r ⎞ ⎛ 2π r n ⎞ 1 N −1 ⎧⎪ N −1 − j ⎜⎝ N ⎟⎠ j ⎜⎝ N ⎟⎠ ⎫⎪ e ⎬ ∑ x p ⎨∑ e N p =0 ⎪⎩ r =0 ⎪⎭
dan akibat relasi orthogonalitas maka
1 N −1 ∑ x p {N δ pn } = xn N p =0 Dengan demikian jika −j 1 N −1 X n = ∑ xr e N r =0
2π n r N
maka inversnya adalah N −1
xr = ∑ X n e
j
2π n r N
r =0
Dalam praktek biasanya lebih memudahkan jika faktor 1/N diletakkan pada invers transformasi, sehingga dapat dituliskan kembali sbb.
N −1
X n = ∑ xr e
−j
2π n r N
r =0
j 1 N −1 xr = ∑ X n e N n =0
2π n r N
(132)
(133)
Lebih Lanjut Tentang Pencuplikan Misalkan pencuplikan dengan menggunakan saklar dimana saklar tersebut berada pada posisi tertutup selama ∈ detik setiap interval Δt detik. Perhatikan Gambar 38 berikut ini.
Gambar 38. Sebuah model pencuplikan Jika ∈ Æ 0, akan dihasilkan deretan impuls. Fungsi pencuplikan dapat ditulis sebagai barisan fungsi-delta,
δ τ (t ) =
∞
∑ δ ( t − nτ )
n = −∞
(134)
Dan sinyal hasil pencuplikan (sinyal tercuplik) yang bersesuaian adalah ∞
x s (t ) = x(t ) ∑ δ (t − nτ ) n = −∞
atau
x s (t ) =
∞
∑x
n = −∞
n
δ (t − nτ )
(135)
Misalkan δτ(t) diekspansikan menjadi deret Fourier, ∞
∑c
δ τ (t ) =
n = −∞
n
e jnω s t
dengan
cn =
τ
1
δτ e τ∫
− jnω s t
0
dt
dan ωs adalah frekuensi pencuplikan dalam radian per detik. Substitusi persamaan (134) dalam integral di atas memberikan,
⎧ ∞ ⎫ cn = ∫ ⎨ ∑ δ (t − kτ )⎬ e − jnωst dt τ 0 ⎩k =−∞ ⎭ 1
τ
Dengan mengubah urutan pengintegralan dan penjumlahan diperoleh,
cn =
∑ { ∫ δ (t − kτ ) e τ ∞
τ
k = −∞
0
1
− jnω s t
dt
}
Hasil integral dalam kurung sama dengan satu, sehingga
cn =
1
τ
Dan akhirnya
δ τ (t ) =
1
τ
∞
∑e
jnω s t
(136)
n = −∞
Dengan demikian sinyal tercuplik xs(t) dapat ditulis sebagai
x s (t ) =
1
τ
∞
∑ x(t ) e
n = −∞
jnω s t
(137)
Untuk mendapatkan spektrum sinyal tercuplik, dikenakan transformasi Fourier pada persamaan (137), ∞
⎫ ⎧1 ∞ X s (ω ) = ∫ ⎨ ∑ x(t ) e jnωst ⎬ e − jω t dt τ ⎭ −∞⎩ n = −∞ = =
1
τ 1
τ
∞
∑
k = −∞ ∞
∑
k = −∞
⎧∞ ⎫ − j (ω −ω s ) t x ( t ) e dt ⎨∫ ⎬ ⎩−∞ ⎭
(138)
X (ω − nω s )
Maka dapat terlihat bahwa spektrum yang dihasilkan akan berulang sampai tak berhingga.
Gambar 39. Spektrum sinyal kontinyu x(t)
Gambar 40. Spektrum sinyal tercuplik xs(t)
Jika frekuensi pencuplikan tidak memenuhi syarat Nyquist, maka spektrum sinyal tercuplik yang dihasilkan diperlihatkan pada Gambar 41.
Gambar 41. Spektrum sinyal tercuplik xs(t) dengan efek aliasing