Pengantar Analisis Fourier dan Teori Aproksimasi
33
7. Transformasi Fourier
Pada bab sebelumnya kita telah melihat bahwa setiap fungsi f ∈ L1 ([0, 1]) ∩ L ([0, 1]) dapat dinyatakan sebagai deret Fourier 2
f (x) =
X
cn e2πinx =
n∈Z
X Z n∈Z
1
f (y)e−2πiny dy e2πinx .
0
Hal yang serupa juga berlaku di L1 ([− T2 , T2 ])∩L2 ([− T2 , T2 ]). Misalkan f ∈ L1 ([− T2 , T2 ])∩ L2 ([− T2 , T2 ]). Maka, g(x) = f (T (x − 21 )) ∈ L1 ([0, 1]) ∩ L2 ([0, 1]), dan karenanya ∞ Z 1 X 1 f (T (x − )) = g(x) = g(y)e−2πiny dy e2πinx 2 0 n=−∞ ∞ X 1 Z T /2 1 t t 1 = g + e−2πin( T + 2 ) dt e2πinx T −T /2 T 2 n=−∞ Z ∞ X 1 T /2 1 = f (t)e−2πint/T dt e2πin(x− 2 ) . T −T /2 n=−∞
(1)
Dengan substitusi peubah sekali lagi kita peroleh Z ∞ X 1 T /2 f (x) = f (y)e−2πiny/T dy e2πinx/T . T −T /2 n=−∞ Bentuk ini mengingatkan kita akan jumlah Riemann atas suatu partisi dengan lebar 1 T , yakni ∞ Z T /2 X f (y)e−2πiξn y dy e2πiξn x ∆ξn , n=−∞
−T /2
dengan ξn = Tn dan ∆ξn = T1 . Berdasarkan hal ini, dengan mengambil T → ∞, kita boleh menduga bahwa untuk f yang ‘cukup bagus’ akan berlaku Z ∞ Z ∞ f (x) = f (y)e−2πiξy dy e2πiξx dξ. (2) −∞
−∞
Semua ini memotivasi kita untuk mendefinisikan transformasi Fourier sebagai berikut.
34
Hendra Gunawan
7.1 Transformasi Fourier dan inversnya R Definisi 7.1.1 Misalkan f ∈ L1 (R), yakni kf k1 = R |f (x)| dx < ∞. Transformasi Fourier dari f , yang kita tuliskan sebagai fb, didefinisikan oleh Z b f (ξ) = f (x)e−2πiξx dx, ξ ∈ R. R
Seperti halnya dalam pembahasan deret Fourier, pertanyaan kita adalah bagaimana kita dapat memperoleh f kembali dari fb. Kesamaan (2) menyarankan kita untuk mendefinisikan invers transformasi Fourier dari g, yang dituliskan sebagai gˇ, sebagai Z g(ξ)e2πixξ dξ,
gˇ(x) =
x ∈ R.
R
Teorema inversi Fourier, yang akan kita bahas nanti, menyatakan bahwa (fb)ˇ(x) = f (x),
h.d.m.
asalkan f dan fb terintegralkan. Sebelum sampai ke sana, kita mulai dengan teorema berikut ini. Teorema 7.1.2 Jika f ∈ L1 (R), maka fb kontinu pada R. Bukti. Untuk setiap ξ dan h ∈ R, Z
∞
e−2πiξx (e−2πihx − 1)f (x) dx,
fb(ξ + h) − fb(ξ) = −∞
sehingga Z
∞
|fb(ξ + h) − fb(ξ)| ≤
|e−2πihx − 1| |f (x)| dx.
−∞
Integran di ruas kanan didominasi oleh 2|f (x)| dan menuju 0 apabila h → 0. Jadi, menurut teorema kekonvergenan terdominasi Lebesgue, ruas kanan mestilah menuju 0 apabila h → 0, dan akibatnya ruas kiri juga menuju 0 apabila h → 0. Teorema 7.1.3 Jika f ∈ L1 (R), maka fb terbatas pada R. Bukti. Perhatikan bahwa untuk setiap ξ ∈ R berlaku Z ∞ Z ∞ |fb(ξ)| ≤ |e−2πiξx f (x)| dx = |f (x)| dx = kf k1 . −∞
−∞
Jadi fb terbatas pada R, dengan kfbk∞ ≤ kf k1 . Teorema 7.1.4 (Riemann-Lebesgue) Jika f ∈ L1 (R), maka lim fb(ξ) = 0 h.d.m. |ξ|→∞
35
Pengantar Analisis Fourier dan Teori Aproksimasi
Bukti. Mengingat −fb(ξ) = peroleh
R∞ −∞
1
f (x)e−2πiξ(x+ 2ξ ) dx = Z
∞
2fb(ξ) = fb(ξ) − (−fb(ξ)) =
R∞ −∞
f (x) − f x −
−∞
sehingga Z 2|fb(ξ)| ≤
f (x −
1 −2πiξx dx, 2ξ )e
kita
1 −2πiξx e dx, 2ξ
∞
1 f (x) − f x − dx. 2ξ −∞
Karena f ∈ L1 (R), maka (menurut kekontinuan dalam norma di L1 (R) — lihat Hewitt & Stromberg, Teorema 13.24) ruas kanan menuju 0 apabila |ξ| → ∞. Dengan demikian ruas kiri pun mestilah menuju 0 apabila |ξ| → ∞. Akibat 7.1.5 Transformasi Fourier b memetakan L1 (R) ke C0 (R). Catatan. C0 (R) adalah ruang fungsi kontinu dan terbatas pada R dengan limit nol di ±∞. 2 2 Contoh 7.1.6 Jika f (x) = e−πx , maka fb(ξ) = e−πξ .
Contoh 7.1.7 χ b[0,1) (ξ) = e−πiξ sinπξπξ . 7.2 Konvolusi Terkait erat dengan transformasi Fourier adalah operasi ‘konvolusi’ yang didefinisikan sebagai berikut. Definisi 7.2.1 Untuk f, g ∈ L1 (R), kita definisikan konvolusi f ∗ g sebagai berikut Z f ∗ g(x) = f (y)g(x − y)dy, x ∈ R. R
Konvolusi bersifat seperti perkalian pada L1 (R), yakni (i) komutatif: f ∗ g = g ∗ f; (ii) distributif (karena kelinearan integral): f ∗ (g + h) = f ∗ g + f ∗ h (f + g) ∗ h = f ∗ h + g ∗ h λ(f ∗ g) = (λf ) ∗ g = f ∗ (λg) dan (iii) asosiatif (karena teorema Fubini): (f ∗ g) ∗ h = f ∗ (g ∗ h).
36
Hendra Gunawan
Jadi L1 (R) merupakan suatu ‘aljabar komutatif’ terhadap konvolusi. Lebih jauh, teorema di bawah ini mengatakan bahwa L1 (R) merupakan ‘aljabar Banach’ terhadap konvolusi. Teorema 7.2.2 Jika f, g ∈ L1 (R), maka f ∗ g ∈ L1 (R) dan kf ∗ gk1 ≤ kf k1 kgk1 . Bukti. Latihan. Selanjutnya kita mempunyai teorema berikut. Teorema 7.2.3 Jika f, g ∈ L1 (R), maka (f ∗ g)b= fbgb. Bukti. Gunakan definisi dan teorema Fubini. Berdasarkan teorema ini kita dapat mengamati bahwa L1 (R) tidak mempunyai identitas terhadap konvolusi. Jika terdapat e ∈ L1 (R) sedemikian sehingga e∗f =f
∀ f ∈ L1 (R),
maka haruslah ebfb = fb h.d.m. ∀ f ∈ L1 (R). Namun ini mengakibatkan eb(ξ) = 1 h.d.m., bertentangan dengan Teorema 7.1.4. Walaupun demikian, kita mempunyai ‘identitas hampiran’, seperti yang dinyatakan dalam teorema berikut. R Teorema 7.2.4 Misalkan φ ≥ 0 dan φ(x) dx = 1. Untuk setiap > 0, definisikan R φ (x) = 1 φ x . Maka, untuk setiap f ∈ L1 (R), kita mempunyai kφ ∗ f − f k1 → 0,
→ 0.
Bukti. Lihat Hewitt & Stromberg, Teorema 21.37. 7.3 Teorema inversi Fourier dan kesamaan Plancherel Teorema 7.3.1 (Teorema inversi Fourier) Misalkan f ∈ L1 (R) sedemikian sehingga fb ∈ L1 (R). Maka, Z f (x) = fb(ξ)e2πiξx dξ, h.d.m. R
yakni, f = (fb)ˇh.d.m. R 2 Bukti. Misalkan φ(x) = e−πx . Maka, R φ(x) dx = 1, sehingga menurut Teorema 7.2.4, φ ∗ f → f dalam norma di L1 (R) apabila → 0. Selanjutnya kita akan menunjukkan bahwa φ ∗ f juga konvergen ke (fb)ˇtitik demi titik.
Pengantar Analisis Fourier dan Teori Aproksimasi
Ambil x ∈ R sebarang dan sebut g (ξ) = e2πiξx−π
2 2
ξ
37
. Maka,
gb (y) = φ (x − y). Jadi (lihat Soal 3), Z φ ∗ f (x) =
2 2 fb(y)e2πixy−π y dy.
R 2 2
2 2 Jika → 0, maka e−π y → 1, dan karenanya fb(y)e2πixy−π y → fb(y)e2πixy (titik demi titik). Di samping itu, untuk setiap > 0 kita mempunyai
|fb(y)e2πixy−π
2 2
y
2 2 | = |fb(y)|e−π y ≤ |fb(y)|.
Karena fb ∈ L1 (R), maka menurut teorema kekonvergenan terdominasi Lebesgue Z φ ∗ f (x) → fb(y)e2πixy dy = (fb)ˇ(x). R
Jadi kita peroleh φ ∗ f → f dalam norma di L1 (R) dan pada saat yang sama φ ∗ f → (fb)ˇtitik demi titik. Kita simpulkan bahwa (fb)ˇ= f hampir di mana-mana. Akibat 7.3.2 Jika f, g ∈ L1 (R) dan fb = gb h.d.m., maka f = g h.d.m. Bukti. Jika fb = gb h.d.m., maka fb − gb = 0 h.d.m., sehingga menurut teorema inversi Fourier Z f (x) − g(x) = (fb(ξ) − gb(ξ))e2πiξx dξ = 0, h.d.m. R
Catatan. Akibat 7.3.2 mengatakan bahwa b merupakan pemetaan yang bersifat 1-1 atau injektif h.d.m. Jika deret Fourier memenuhi kesamaan Parseval, maka transformasi Fourier memenuhi kesamaan Plancherel, yakni Teorema 7.3.3 (Kesamaan Plancherel) Jika f ∈ L1 (R) ∩ L2 (R), maka fb ∈ L2 (R) dan kfbk2 = kf k2 . Bukti. Lihat Rudin, Teorema 9.13. Lebih umum daripada itu, kita mempunyai Teorema 7.3.4 (Kesamaan Plancherel) Jika f, g ∈ L1 (R) ∩ L2 (R), maka hf, gi = hfb, gbi. Bukti. Gunakan Teorema 7.3.3.
38
Hendra Gunawan
7.4 Soal-soal 1. Tunjukkan bahwa χ b[0,1) (ξ) = e−πiξ sinπξπξ . 2. Hitung χ b[− T , T ] (ξ) (T > 0). 2
2
3. Diketahui f (x) =
sin πx πx .
Tentukan fb(ξ).
2 2 4. Tunjukkan jika f (x) = e−πx , maka fb(ξ) = e−πξ . (Petunjuk. Integralkan fungsi 2 kompleks f (z) = e−πz sepanjang lintasan tertutup γ = [−R, R] + [R, R + iξ] + R∞ 2 [R + iξ, −R + iξ] + [−R + iξ, −R], dan ambil R → ∞. Ingat −∞ e−πx dx = 1.)
5. Buktikan jika f, g ∈ L1 (R), maka
R R
fb(x)g(x) dx =
R R
f (x)b g (x) dx.
6. Buktikan bahwa untuk setiap f dan g ∈ L1 ([0, 1]) berlaku (a) f ∗ g = g ∗ f ; (b) (f ∗ g) ∗ h = f ∗ (g ∗ h). 7. Misalkan χ = χ[0,1) . Tentukan ∆ = χ ∗ χ. 8. Buktikan Teorema 7.2.2. 9. Buktikan Teorema 7.2.3. 10. Buktikan Teorema 7.3.3.
Pengantar Analisis Fourier dan Teori Aproksimasi
39
8. Transformasi Fourier di L2 (R) dan Teorema Sampling Shannon
8.1 Transformasi Fourier di L2 (R) R L2 (R), yang dilengkapi dengan hasilkali dalam hf, gi = R f (x)g(x) dx, merupakan ruang Hilbert. Karena L2 (R) bukan himpunan bagian dari L1 (R), definisi transformasi Fourier tidak langsung berlaku di L2 (R). Namun demikian, dengan menggunakan fakta bahwa L1 (R) ∩ L2 (R) padat di L2 (R), transformasi Fourier dari fungsi f ∈ L2 (R) dapat didefinisikan sebagai limit dari suatu barisan fbn (dalam norma di L2 (R)), dengan fn ∈ L1 (R) ∩ L2 (R) dan fn → f (n → ∞) dalam norma di L2 (R). Semua ini dapat dilakukan sebagaimana dijamin oleh teorema berikut: Teorema 8.1.1 Misalkan f ∈ L2 (R). Untuk n ∈ N, definisikan fn = χ[−n,n] f , yakni f (x), jika |x| ≤ n, fn (x) = 0, jika |x| > n. Maka, fn ∈ L1 (R) ∩ L2 (R) dan fbn ∈ L2 (R), untuk setiap n ∈ N. Lebih jauh, fn → f (n → ∞) dalam norma di L2 (R) dan (fbn ) konvergen (dalam norma di L2 (R)) ke suatu fungsi di L2 (R). Bukti. Menurut ketaksamaan Holder, untuk setiap n ∈ N, kita mempunyai Z Z n |fn (x)| dx = |f (x)| dx −n n
R
≤
hZ
i 12 hZ |f (x)|2 dx
n
i 21 dx
−n
−n 1 2
≤ kf k2 · (2n) < ∞.
(2)
Jadi, fn ∈ L1 (R). Kemudian mengingat |fn (x)| ≤ |f (x)|, kita peroleh pula fn ∈ L2 (R). Dengan demikian, fn ∈ L1 (R) ∩ L2 (R) dan, menurut Plancherel, fbn ∈ L2 (R). Perhatikan bahwa fn (x) → f (x) (n → ∞) titik demi titik. Berdasarkan teorema kekonvergenan monoton, Z ∞ Z ∞ 2 lim |fn (x)| dx = |f (x)|2 dx, n→∞
−∞
−∞
yakni, fn → f (n → ∞) dalam norma di L2 (R).
40
Hendra Gunawan
Selanjutnya akan kita tunjukkan bahwa (fbn ) konvergen (dalam norma di L2 (R)) ke suatu fungsi di L2 (R). Mengingat L2 (R) lengkap, cukup kita tunjukkan bahwa kfbm − fbn k2 → 0 (m, n → ∞). Namun fbm − fbn adalah transformasi Fourier dari fm − fn ∈ L1 (R) ∩ L2 (R). Karena itu, menurut Plancherel, Z n Z −m |f (x)|2 dx → 0, |f (x)|2 dx + kfbm − fbn k22 = kfm − fn k22 = −n
m
apabila m, n → ∞. Ini mengakhiri pembuktian. Definisi 8.1.2 Misalkan f ∈ L2 (R). Kita definisikan transformasi Fourier dari f sebagai fb = lim fbn n→∞
2
(dalam norma di L (R)), di mana fn = χ[−n,n] f, n ∈ N. Catatan. Jika f ∈ L2 (R) dan fn = χ[−n,n] f, n ∈ N, maka definisi di atas mengatakan bahwa lim kfb − fbn k2 = 0. Mengingat fb didefinisikan hanya sebagai anggota L2 (R), n→∞
fb(x) hanya terdefinisi hampir di mana-mana. Selanjutnya, jika f ∈ L1 (R) ∩ L2 (R), maka sekarang kita mempunyai dua definisi untuk fb. Namun, kedua definisi ini konsisten karena limit dalam norma di L2 (R) mestilah sama dengan limit titik demi titiknya. Sekali lagi kita jumpai kesamaan Plancherel. Teorema 8.1.3 (Kesamaan Plancherel) Jika f ∈ L2 (R), maka kfbk2 = kf k2 ; yakni, transformasi Fourier merupakan suatu ‘isometri’ pada L2 (R). Bukti. Latihan. Teorema 8.1.3 merupakan kasus khusus dari Teorema 8.1.4 di bawah ini. Teorema 8.1.4 (Kesamaan Plancherel) Jika f, g ∈ L2 (R), maka hfb, gbi = hf, gi. Bukti. Latihan. Teorema 8.1.5 (Teorema inversi Fourier) Jika f ∈ L2 (R), maka
Z n
fb(ξ)e2πiξx dξ − f (x) → 0 (n → ∞).
−n
2
Bukti. Lihat Rudin, hal. 186-187. 8.2 Teorema sampling Shannon Kita telah mempelajari bagaimana sebuah fungsi dapat direkonstruksi dari barisan koefisien Fourier-nya. C. Shannon (1949) mengamati bahwa dalam hal khusus,
Pengantar Analisis Fourier dan Teori Aproksimasi
41
sebuah fungsi bahkan dapat direkonstruksi dari titik-titik sampel-nya, dengan menggunakan keluarga fungsi sinc (sinc x = sinx x ). Persisnya, kita mempunyai teorema berikut. Teorema 8.2.1 (Teorema sampling Shannon) Jika f ∈ L2 (R) dan supp fb ⊆ [− T2 , T2 ], maka X k sin π(T x − k) f (x) = f T π(T x − k) k∈Z
dalam norma di L2 (R). Bukti. Mengingat fb ∈ L1 ([− T2 , T2 ]) ∩ L2 ([− T2 , T2 ])), kita dapat menguraikan fb sebagai deret Fourier X c−k e−2πikξ/T , ξ ∈ [− T2 , T2 ], fb(ξ) = k∈Z
dengan c−k =
1 T
Z
T 2
− T2
1 fb(ξ)e2πikξ/T dξ = T
Z
∞
1 k . fb(ξ)e2πikξ/T dξ = f T T −∞
Menggunakan teorema inversi Fourier sekali lagi, kita peroleh Z
∞
fb(ξ)e2πixξ dξ =
f (x) = −∞
Z
Z
T 2
− T2
fb(ξ)e2πixξ dξ
T 2
X 1 k f e−2πikξ/T e2πixξ dξ T − T2 k∈Z T Z T 1 X k 2 2πi(x− k )ξ T = f e dξ T T − T2 =
k∈Z
=
k 1 X k e2πi(x− T )ξ i T2 f T T 2πi(x − Tk ) − T2
k∈Z
=
X k∈Z
f
k sin π(T x − k) , T π(T x − k)
(3)
di mana deret konvergen dalam norma di L2 (R). Catatan. Himpunan bilangan {f Tk }k∈Z disebut sampel. Teorema di atas mengatakan bahwa f dapat direkonstruksi dari sampel tersebut dengan menggunakan π(T x−k) keluarga fungsi sinπ(T . Hal ini tidaklah mengejutkan, karena sk (x) := x−k) k∈Z sin π(T x−k) π(T x−k) ,
yang merupakan invers dari sbk (ξ) = χ[− T , T ] (ξ)e−2πikξ/T , membentuk 2
2
42
Hendra Gunawan
basis ortonormal untuk {f ∈ L2 (R) | suppfb ⊆ [− T2 , T2 ]}. Berdasarkan fakta ini dan ke P P P samaan Parseval, kita peroleh f = k∈Z hf, sk isk = k∈Z hfb, sbk isk = k∈Z f Tk sk . 8.3 Penggunaan dalam persamaan diferensial Transformasi Fourier sering digunakan dalam menyelesaikan suatu persamaan diferensial. Sebagai contoh, tinjau masalah Dirichlet pada setengah bidang bagian atas: ∂2u ∂2u + 2 =0 ∂x2 ∂t dengan syarat awal u(x, 0) = f (x), x ∈ R, t > 0. Lakukan transformasi Fourier dalam peubah x, yakni Z ∞ u b(ξ, t) = u(x, t)e−2πiξx dx. −∞
Maka
∂2u
b = (2πiξ)2 u b ∂x2 ∂2u ∂2u b b = , ∂t2 ∂t2
sehingga masalahnya menjadi: ∂2u b = (2πξ)2 u b 2 ∂t dengan syarat awal u b(ξ, 0) = fb(ξ). Dari sini kita peroleh u b(ξ, t) = C1 (ξ)e−2πξt + C2 (ξ)e2πξt , dengan C1 (ξ) + C2 (ξ) = fb(ξ). Jika kita ambil
fb(ξ), jika ξ ≥ 0 0, jika ξ < 0,
0, jika ξ ≥ 0 fb(ξ), jika ξ < 0,
C1 (ξ) = dan C2 (ξ) =
Pengantar Analisis Fourier dan Teori Aproksimasi
maka kita peroleh u b(ξ, t) = fb(ξ)e−2π|ξ|t . Jadi, menurut teorema inversi Fourier, u(x, t) = (b u)ˇ(x, t) = fb(·)e−2π|·|t ˇ(x).
8.4 Soal latihan 1. Buktikan Teorema 8.1.3. 2. Buktikan Teorema 8.1.4.
43