Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________
SINKRONISASI BERAHI MENGGUNAKAN SUSUK PROGESTERON PADA SAPI BRAHMAN-CROSS DI PULAU LOMBOK CHAIRUSSYUHUR ARMAN Fakultas Peternakan, Universitas Mataram Jalan Majapahit No. 62 Mataram NTB 83125
ABSTRACT Oestrus Synchronization of Brahman-Cross Cattle Using Progesterone Implant in Lombok Island Study on oestrus synchronization intended to enhance the attainment of age of puberty and oestrus in Brahman-cross cattle raised by smallholder farmers has been done in Lombok island. In this study, seven animals which consist of one mature cow and six F1 Brahman-cross heifers were used. Oestrus synchronization was carried out by giving each animal subcutaneous implant containing 3 mg of the synthetic progestogen norgestomet and an intramuscular injection of norgestomet and 5 mg estradiol valerate administered on day –10 of the program. The implant was removed 10 days later (Day 0). Oestrus was observed 48 hours after removal of the implant. Results of the study indicated that oestrus response or degree of synchrony after implant insertion was found to be good. A 100 per cent of the animals responded by displaying oestrus characteristics as observed visually through their genital tracts. The retention rate of the implant was found to be high (100 per cent), as of the seven Crestars inserted in the ear of the animals, none of them was lost during 10 days insertion. Key words: Oestrus synchronization, Brahman cross-cattle, smallholder farmers, Lombok island
PENDAHULUAN Salah satu permasalahan reproduksi pada sebagian besar sapi dara kelahiran induk sapi Brahman-cross yang didatangkan dari Australia ke pulau Lombok, NTB adalah kondisi infertilitas hingga mencapai umur 39 bulan (A RMAN dan DILAGA , 2003). Untuk mempercepat pencapaian pubertas dan sekaligus menyerentakkan estrus (berahi) pada sapi-sapi dara (fillial 1/F1) ditempuh dengan memanfaatkan pemakaian preparat hormonal dari luar (exogenous hormones). Pada galibnya, efisiensi reproduksi sapi merupakan produk dari deteksi berahi dan angka pembuntingan (M ACMILLAN disitasi oleh SCHMITT et al., 1996), sehingga pemaksimalan angka deteksi berahi (estrus detection rate) akan dapat memperbaiki angka pembuntingan secara keseluruhan. Estrus adalah konsekuensi dari pertumbuhan follikel ovarium yang terkoordinasi dan peningkatan sekresi estradiol yang diikuti oleh peristiwa luteolisis (CHENAULT et al., 1975). Estrus merupakan tahapan reproduksi pada ternak betina yang ditandai oleh kesiapannya untuk melakukan aktivitas reproduksi. Umumnya ternak estrus memperlihatkan tanda-tanda spes ifik yang terlihat dari luar. Namun demikian, pada ternak sapi yang tanda-tanda estrusnya tidak jelas akan mempersulit pelaksanaan inseminasi buatan (IB). Upaya memaksimalkan angka deteksi berahi dapat dilakukan dengan pemberian preparat hormon melalui
teknik sinkronisasi (penyerentakan) berahi. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah pekerja yang bertugas melakukan deteksi berahi, karena observasi dapat dilakukan sekaligus pada saat berahi sekelompok sapi muncul secara hampir bersamaan. Waktu pendeteksian berahi menjadi berkurang (jika inseminasi didasarkan pada estrus yang terobservasi), atau sama sekali meniadakan pendeteksian berahi (jika inseminasi dilakukan secara tepat waktu (fixed-time insemination) (W ENKOFF, 1986; GORDON, 1996; M EDRANO et al., 1996). Ada dua pendekatan utama untuk mengontrol estrus pada sapi, yakni pertama adalah memperpanjang fase luteal dari siklus estrus secara artifisial dengan menggunakan progesteron/progestagen; atau kedua memperpendek siklus dengan menggunakan kerja/aksi luteolitik dari prostaglandin. Tingkat fertilitas yang dapat diterima pada sapi yang disinkronisasikan berahinya dapat dicapai baik menggunakan prostaglandin atau perlakuan progesteron/progestagen jangka pendek (GORDON, 1996). Umumnya sinkronisasi dilakukan dengan menggunakan progesteron/ progestagens. Progesteron atau salah satu analog potent-nya dapat diberikan melalui suntikan (prostaglandin F2a ), melalui mulut (melengestrol acetate/MGA), melalui susuk (implant) dan pemberian melalui alat secara intravagina (intravaginal device). Beberapa peneliti terdahulu melaporkan penggunaan preparat hormon untuk melakukan sinkronisasi berahi pada bangsa-bangsa sapi Bos indicus; misalnya
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
43
____________________________________________________________________________________________________________________
progestagens (W ILTBANK dan GONZALEZ-PADILLA, 1975) dan prostaglandin (JIMENEZ et al, 1985). Selain itu perlakuan dengan progesteron alami menggunakan intravaginal device seperti progesterone releasing intra-uterine device/PRID (W EHRMAN et al., 1993) atau controlled internal drug release/CIDR device (M ACMILLAN dan PETERSON, 1993), selama 7 sampai 14 hari, hasilnya secara konsisten mampu menginduksi tingkat kesinkronisasian berahi yang relatif dekat di antara sapi-sapi betina perlakuan. Hasil-hasil yang sama juga dicapai dengan preparat progestagen norgestomet yang diberikan dalam bentuk susuk (implant) yang disisipkan di bawah kulit telinga sapi selama 10 hari (CORBET et al., 1999). Sinkronisasi dengan pemberian norgestomet imp lant menghasilkan tingkat kesinkronisasian yang tinggi (W ENKOFF, 1986). Sinkronisasi estrus pada ternak sapi dengan menggunakan susuk progesteron (progesterone implant), jika ada, mungkin belum banyak dilaporkan di Indonesia. Untuk itu dalam upaya membantu petanipeternak di pulau Lombok agar sapi-sapi dara keturunan Brahman-cross yang dipelihara mereka mencapai pubertas dan berahi lebih cepat, perlu dilakukan penelitian sinkronisasi berahi. Tujuannya adalah untuk mengetahui respon sinkronisasi berahi akibat pemberian preparat hormon secara serempak (respon sinkronisasi estrus) dan untuk melihat tingkat retensi (retention rate) dari susuk yang dipasang di telinga selama 10 hari.
(A RMAN dan DILAGA , 2003). Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Prosedur sinkronisasi berahi Sebelum dilakukan sinkronisasi berahi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan klinis organ genitalia semua sapi secara palpasi rektal untuk menentukan status reproduksi, aktifitas ovarium, struktur ovarium, dan kemungkinan abnormalitas saluran reproduksi (A RMAN dan DILAGA , 2003). Sinkronisasi berahi dilakukan dengan pemberian susuk (implant) berisi 3 mg progestogen sintetis norgestomet (17a–acetoxy 11ß-methyl-19-norpreg-4-en-3,20 dione) secara subkutan di bagian luar telinga sapi. Kemudian diikuti dengan suntikan secara intramuskuler 3 mg norgetomet dan 5 mg estradiol valerate (Crestar® Intervet, Australia Pty Ltd. Castle Hill, NSW). Pemasangan susuk dan penyuntikan tersebut dilakukan pada hari ke -10. Selanjutnya pada hari ke 0 susuk dikeluarkan dari telinga sapi. Pengamatan berahi semua sapi dilakukan 48 jam sesudah pencabutan susuk. Analisis statistik Data yang dikumpulkan melalui percobaan lapangan (respon sinkronisasi estrus dan angka retensi implant) ditabulasi, selanjutnya diuraikan dan dibahas secara deskriptif.
MATERI DAN METODE PENELITIAN Variabel yang diamati Lokasi dan ternak Penelitian ini dilaksanakan di Desa Masbagik Timur, Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur. Dalam penelitian ini digunakan tujuh ekor sapi yang terdiri atas satu ekor sapi Brahman-cross dewasa pluriparous (sudah pernah beranak) berumur 10 tahun, dan enam ekor sapi dara primiparous (belum pernah beranak) keturunan Brahman-cross (F1) berumur antara 26 sampai 45 bulan. Semua sapi disinkronisasikan berahinya menggunakan susuk (implant) progesteron sintetis norgestomet. Pemberian pakan Pakan yang disediakan adalah pakan konvensional (rumput lapangan dan hijauan lain serta limbah pertanian) dan diberikan kepada ternak setiap hari. Selain itu sapi-sapi percobaan diberi dedak halus sebanyak 3 kg per ekor per hari dan pakan tambahan berupa multi-mineral mix (Premix Plus+++. Produksi TRIERN Grup, Surabaya) sebanyak 75 gram (1.5 sendok makan) per ekor per hari selama 47 hari
a. Jumlah sapi-sapi yang menunjukkan gejala berahi akibat pemberian preparat hormon secara serempak (respon sinkronisasi estrus), yaitu jumlah sapi yang diberi perlakuan yang menunjukkan estrus dalam waktu tertentu sesudah perlakuan dihentikan. b. Retention rate, yaitu jumlah sapi yang susuknya masih terpasang di telinga dalam waktu tertentu hingga masa penyimpanan (insertion) selesai. HASIL DAN PEMBAHASAN Respon sinkronisasi berahi Dalam penelitian ini semua sapi tidak dilepas bersama-sama pada lapangan terbuka untuk dilakukan pengamatan visual (visual detection) terhadap tingkahlaku menunggang (homosexual mounting activities), pengamatan tanda-tanda berahi pada setiap sapi dilakukan dalam waktu 48 jam setelah pencabutan susuk melalui penampakan luar organ-organ
_____________________________________________________________________________________________ 44
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________
Tabel 1. Tanda-tanda berahi pada sapi Brahman-cross 48 jam setelah pengeluaran susuk norgestomet yang diimplantasikan selama 10 hari Nomor sapi 007
0762.1 0918.1 1050.1 1124.1
1155.1 6395.1
Tanda-tanda berahi Warna badan putih. Sapi diam dengan tenang saat ditangani, tampak keluar lendir sedikit dari saluran kelaminnya. Lendir telah banyak keluar sebelumnya dan tampak bekas-bekas lendir menempel pada paha atas kedua kaki belakang dan ekor. Vagina terlihat berwarna merah muda, vulva agak membengkak dan berwarna kemerahan. Umur 10 tahun. Warna badan hitam. Tampak lendir keluar dari dalam organ genitalianya. Sebelumnya lendir juga telah keluar dan menempel pada paha belakang. Umur 38 bulan Warna badan hitam. Vagina sapi kelihatan agak merah jambu, bibir vulva lembek dan bengkak. Lendir bening tampak keluar sedikit dari alat kelaminnya. Umur 26 bulan. Warna badan coklat. Vagina berwarna merah jambu (pink) dan terasa hangat, vulva bengkak, berwarna kemerahan dan tampak lendir yang kental, jernih dan panjang menggantung. Umur 45 bulan. Warna badan merah coklat. Ada keluar lendir. Menurut petani lendir telah keluar pagi hari pukul 10:00. Bekas lendir tampak melekat dan sedikit kotor pada paha belakang. Vagina terlihat berwarna merah muda dengan vulva yang agak bengkak, lunak dan kemerahan. Umur 45 bulan. Warna badan coklat. Vagina terlihat berwarna merah jambu, dipegang terasa hangat, vulva sedikit bengkak, kemerahan dan tampak lendir bening keluar dari dalam vagina. Umur 42 bulan. Warna badan putih. Sapi dalam keadaan tenang ketika dipegang, saat dibuka vaginanya berwarna merah jambu dan terasa hangat; vulva membengkak dan keluar lendir bening kental. Umur 44 bulan.
Sumber: Data primer diperoleh di lapangan (2002)
genitalianya setelah sapi dimasukkan ke dalam kandang jepit. Dari hasil pengamatan tanda-tanda berahi tersebut tampak bahwa ketujuh ekor sapi (100%) memberikan respon terhadap perlakuan sinkronisasi. Manifestasi berahi sejalan dengan tanda-tanda berahi yang telah umum dikenal pada sapi. Hal ini menunjukkan tingkat kesinkronisasian berahi yang cukup baik. Hasil pengamatan tanda-tanda berahi pada sapi Brahmancross dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian M IKSCH et al. (1978), yang melaporkan bahwa pemberian 3 mg suntikan norgestomet pada saat pemberian susuk dapat meningkatkan sinkronisasi estrus dengan mencegah perkembangan luteal dari corpus luteum. Efikasi perlakuan dengan progestagen (dan prostaglandin) dalam mengontrol estrus sapi biasanya dibagi menjadi dua komponen. Pertama adalah respon estrus, didefinisikan sebagai jumlah sapi yang diberi perlakuan yang menunjukkan estrus dalam waktu tertentu sesudah perlakuan dihentikan. Kedua adalah performans reproduksi, didefinisikan sebagai angka konsepsi yang diperoleh dari berahi yang dikontrol. Penyebaran estrus dan tingkat kesinkronis asian, yang didefinisikan sebagai jumlah sapi yang menunjukkan berahi selama periode puncak 24 jam, juga penting dalam menilai ukuran keberhasilan IB secara tepat waktu. Respon estrus terbaik adalah jika 90% sapi menunjukkan estrus setelah perlakuan dihentikan.
Dengan perlakuan susuk norgestomet, maupun menggunakan sponge intravagina, PRID dan CIDR, dapat diperkirakan sebagian besar sapi menunjukkan berahi 24 - 48 jam sesudah alat tersebut dikeluarkan. Norgestomet (Crestar) bekerja sebagai “artificial CL” (corpus luteum semu) sehingga dapat mencegah semburan atau lonjakan (surge) luteinizing hormone (LH) dan ovulasi, serta pembentukan dan pemeliharaan CL. Akibat kurang terjaganya CL serta efek dari estradiol valerate, maka terjadi induksi yang akan meregresikan CL. Namun demikian, setelah pencabutan susuk yang dipasang di telinga sapi selama 10 hari, maka kelenjar pituitary terbebaskan dari pengaruh hambatan dari norgestomet sehingga hewan kembali estrus dalam waktu 24 sampai 36 jam kemudian (W ENKOFF, 1986). Angka retensi (Retention rate) Retensi susuk norgestomet yang disisipkan di bawah kulit telinga dari ketujuh ekor sapi, pada kondisi penelitian ini termasuk baik, karena tidak satu pun susuk yang dipasang terlepas selama 10 hari pemasangan, semua susuk masih berada di telinga pada saat dikeluarkan (angka retensi adalah 100%). Walaupun pemakaian susuk memiliki kelebihan dibandingkan intravaginal device, namun dalam
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
45
____________________________________________________________________________________________________________________
prakteknya dibutuhkan penahanan sapi yang lebih kuat pada kandang jepit pada saat memasukkan susuk dibandingkan memasukkan alat seperti PRID kedalam vagina sapi (TREGASKES et al., 1994), sehingga memerlukan fasilitas penanganan yang baik dan tambahan jumlah tenaga untuk membantu menangani sapi. Sebaliknya pemakaian susuk dapat mecegah trauma dan ketidaknyamanan yang dirasakan sapi karena adanya “benda asing”, PRID, di dalam vagina, terutama pada sapi-sapi dara, dan umumnya sapi mengalami sedikit vaginitis pada saat PRID dikeluarkan dari dalam vagina. Angka terlepasnya susuk telinga (loss rate) umumnya disitasi sebesar 1% atau kurang, namun demikian beberapa laporan menunjukkan angka kehilangan sebesar 8% (TREGASKES et al., 1994). Pemasangan susuk juga memerlukan tindakan aseptis secara seksama, jika tidak maka akan terjadi infeksi di daerah telinga tempat susuk diimplantasi sehingga menyulitkan pada saat pengeluarannya. Namun demikian, pada kondisi penelitian di lokasi peternakan rakyat ini, pemasangan susuk pada sapi menggunakan implanter tidak mengalami hambatan berarti, demikian pula saat pengeluarannya, keduanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa perlu mempersiapkan fasilitas kandang jepit khusus yang sophisticated. Yang diperlukan hanya tindakan meminimalkan gerakan kepala sapi. Hal ini mungkin terkait dengan sistem pemeliharaan sapi secara semi-intensif di kandang kelompok, dan juga praktek telusuk hidung yang telah umum sehingga sapi-sapi menjadi lebih jinak, tidak temperamental. Padahal sifat ini sudah menjadi typical sapi-sapi Brahman beserta keturunannya pada sistem pemeliharaan ekstensif di daerah semula mereka didatangkan, Australia. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: Respon atau tingkat kesinkronisasian berahi sapi setelah pemberian susuk norgestomet (Crestar) adalah baik karena pada penampakan visual alat kelamin semua sapi (100%) menunjukkan karakteristik tanda-tanda berahi seperti umumnya terjadi pada berahi alami. 2. Angka retensi susuk progesteron didapati tinggi (100%) karena dari ketujuh Crestar yang dipasang di telinga sapi, tidak satu pun yang terlepas selama 10 hari pemasangan. Walaupun respon sinkronisasi berahi dan angka retensi susuk yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang baik, namun untuk menguji efikasi dan keberhasilan dari penggunaan susuk norgestomet, perlu dilakuan uji fertilitas (fertility trials) melalui inseminasi buatan pada sapi-sapi Brahmancross di pulau Lombok. 1.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada the International Atomic Energy Agency (IAEA), Vienna melalui INS/5/029 Projects, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta; Universitas Mataram (UNRAM), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Mataram atas bantuan dana penelitian melalui Proyek Pembinaan Kelembagaan Pertanian/ARMP-II NTB; dan Drh. Ahsan Nasirulhuda, Kepala Poskeswan Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur beserta stafnya atas bantuan teknis di lapangan. DAFTAR PUSTAKA ARMAN, C. dan S.H. DILAGA . 2000. Aktivitas ovarium pada sapi-sapi dara Brahman-Cross sesudah suplementasi multi-mineral mix. Jurnal Ilmu dan Teknologi, 1:53-59 CHENAULT, J.R., W.W. T HATCHER, P.S. KALRA , P.S. ABRAMS dan C.J. WILCOX. 1976. Plasma progestins, estradiol, and luteinizing hormone following prostaglandin F2a injection. J. Dairy Sci. 59:1342. CORBET, N.J., M ILLER, R.G., BINDON , B.M., BURROW, H.M., D’OCCHIO, M.J., ENTWISTLE, K.W., FITZPATRICK , L.A., WILKINS, J.F. and KINDER, J.E. 1999. Synchronization of estrus and fertility in zebu beef heifers treated with three estrus synchronization protocols. Theriogenology 51:647-659 GORDON , I. H. 1996. Controlled Reproduction in Cattle and Buffaloes. CAB International. JIMENEZ, P., C.S. GALINA , B. RAMIREZ. and R. NAVARRO FIERRO . 1985. Comparative study of the concentrations of peripheral progesterone before and aftger PGF2A injection between Bos taurus (Brown Swiss) and Bos indicus (Indobrazil) in the tropics. Anim. Reprod. Sci. 9:333-339 M ACMILLAN, K.L. and A.J. PETERSON. 1993. A new intravaginal progesterone releasing device for cattle (CIDR-B) for oestrus synchronization, increasing pregnancy rates and the treatment of postpartum anoestrus. Anim. Reprod. Sci. 33:1-25 M EDRANO , E.A., O. HERNANDEZ., C. LAMOTHE. and C.S. GALINA . 1996. Evidence of asynchrony in the onset of signs of oestrus in zebu cattle treated with a progestogen ear implant. Research in Vet. Sci. 60:51-54 M IKSCH , E.D., D.G. LEFEVER, G. MUKEMBO , J.C. SPITZER. and J.N. WILTBANK. 1978. Synchronization of estrus in beef cattle. II. Effect of injection of norgestomet and an estrogen in conjunction with a norgestomet implant in heifers and cows. Theriogenology 10:201-221 WENKOFF, M. 1986. Estrus synchronization in cattle. In M ORROW, D.A. Current Therapy in Theriogenelogy, W.B. Saunders Co., Philadelphia, London, Toronto, 1986
_____________________________________________________________________________________________ 46
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ SCHMITT, E.J.P., T. DIAZ, C.M. BARROS, DE LA SOTA , M. DROST, E.W.FREDRIKSSON, C.R. STAPLES, R. THORNER and W.W. T HATCHER. 1996. Differential response of the luteal phase and fertility in cattle following ovulation of the first wave follicle with human chorionic gonadotropin or an agonist of gonadotropin-releasing hormone. J. Anim. Sci. 74:1074-1083 T REGASKES, L.D., P.J. BROADBENT, D.F. DOLMAN , S.P. GRIMMER and M.F. FRANKLIN. 1994. Evaluation of Crestar, a synthetic progestogen regime, for synchronizing oestrus in maiden heifers used as recipients of embryo transfers. Vet. Rec. 134:92-94
WEHRMAN, M.E., M.S. ROBERSON, A.S. CUPP , F.N. KOJIMA , T.T. STUMPF, L.A. WERTH , M.W. WOLFE , R.J. KITTOK and J.E. KINDER. 1993. Increasing exogenous progesterone during synchronizartion of estrus decrweases endogenous 17-ß-estradiol and increases conception in cows. Biol. Reprod. 49:214-220 WILTBANK, J.N. and E. GONZALEZ-PADILLA . 1975. Synchronization and induction of estrus in heifers with a progestagen and estrogen. Annales de Biologie animale, Biochimie Biophysique 15:255-262
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Apakah setelah di sinkron dilanjutkan dengan IB dan hasilnya bagaimana dengan tingkat kebuntingan?. Kerjasama dengan banyak pihak, jumlah ternak yang dipakai hanya 7 ekor, dan datanya hanya tentang kuallitas estrus saja, supaya data disajikan lebih banyak.
2.
Supaya data-data ditambah, bagaimana level hormon dalam darah, hasil palpasi, apakah ovulasi terjadi, tingkat fertilitas ?
Jawaban: 1.
Kebijakan dari Pusat untuk introduksi sapi Brahman, Simental dan Limosin ke NTB. Sapi tersebut cukup mahal dan didatangkan begitu saja. Kebijakan program Brahmanisasi di P. Lombok, menurut kami kurang cocok sehingga perlu dipertimbangkan kembali. Peternak di NTB banyak mengalami problem tersendiri dengan program brahmanisasi tersebut. Ukuran sapi yang besar dan belum adaptable dengan kondisi lingkungan menyebabkan peternak kewalahan dalam penyediaan pakan yang berkualitas, sementara perangkat/paket penyediaan pakan belum tersedia. Sebagai konsekuensinya tingkat reproduksi sapi-sapi tersebut sangat mengecewakan. Bantuan sebaiknya diberikan tidak dalam bentuk uang, misalnya dalam bentuk alat yang dapat mendeteksi aktivitas reproduksi ternak (progesteron detector misalnya). Peternak keberatan kalau ternaknya dirogoh-rogoh, level progesteron selalu di bawah nol. Dari 7 ekor setelah dianalisa progesteron 7 bunting, dan dari 7 yang bunting tersebut 2 dijual oleh peternak dan sisanya tinggal 5 ekor. Dari 5 ekor tersebut lahir 3 ekor, dan 2 ekor tidak lahir. Bahan lokal pengganti hormon sampai sekarang belum ada.
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
47