Percepatan adopsi model pembibitan sapi Bali berbasis kandang kelompok di Pulau Lombok Dahlanuddin' *, Ketut Puspadi 2, Cam McDonald 3, Monica van Wensveen 3, Bruce Pengelly3 dan Abdul Samad 4 'Fakultas Peternakan Universitas Mataram 2 Balai pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian NTB, 3 CSIRO Sustainable Ecosystem, Australia, 4Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB *Email : danny@mataram. wasantara .net . id
Abstract Strategies to enhance the adoption of a farmer group based cattle breeding model have been implemented and investigated in the ACIAR project SMAR/2006/096 . The strategies include farmer to farmer learning, improving farmers' participation and capacity to renovate kandang infrastructure, improving forage demonstration and availability, capacity building of field officers to deliver the technology package to farmers, coordination with relevant stakeholders (especially Dinas Peternakan) and promotion to improve community understanding of the project . Results obtained after 12 months of project implementation indicate improvements in participation and the capacity of farmer groups . The provision of basic materials for infrastructure such as the bull pen, weaning pen and collective pen renovation, which were considered as major constraints to the adoption of the technology, stimulated the farmers' ability to participate in the development process . The single biggest binding factor to initiate farmer involvement was access to the butt . The 24 selected bulls have mated more than 900 cows in 4 months both from within and outside the project farmer groups . Regular coordination meetings and promotions have resulted in improved awareness o both government officials and the general community on the project . Early adoption art of the technology (bull and bull pen) by the local government is seen as an impo ant catalyst towards improving the adoption of the breeding and feeding model on a larger scale . The local government is encouraged to provide more butts to selected areas (villages) and to sustain the bull by ensuring sufficient income of the bull keeper from the mating service . To meet the high requirements for essential nutrients during late pregnancy, early lactation and early growth, matching reproduction cycle and feed availability has been a major focus for intervention . Farmers have started to plant improved forages especially Brachiaria spp, and have started to adopt revised feeding
strategies, including the introduction of more legume forages in the diet .
Pendahuluan Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan populasi sapi di NTB, diantaranya dengan mengimpor sekitar 2200 ekor induk sapi Brahman dari Australia (tahun 1997/1998) untuk disilangkan dengan Sapi Brangus . Program "Brangusasi" ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sapi potong di NTB namun tidak berhasil karena sapi Brahman induk dari Australia tidak dapat berkembang seperti yang diharapkan, bahkan saat ini sapi Brahman yang diimpor sudah tidak ditemukan di Lombok . Nampaknya, peternak tidak
38
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
mampu memenuhi persyaratan (terutama penyediaan pakan yang memadai) agar ternak mampu berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya . Berdasarkan pengalaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa sapi Bali adalah sapi potong yang sangat sesuai dengan kondisi agoekosistim dan sosial budaya masyarakat NTB, sehingga upaya peningkatan populasi, produktivitas dan kualitas sapi Bali harus menjadi prioritas utama pengembangan sapi potong di NTB. Permintaan sapi Bali asal NTB dari daerah lain sangat tinggi dan tidak mampu dipenuhi . Tingginya permintaan pasar ini belum mampu dimanfaatkan oleh peternak karena berbagai kendala termasuk terbatasnya sumberdaya (terutama lahan dan pakan) dan rendahnya produktivitas usaha pembibitan skala kecil yang dilaksanakan oleh masyarakat . Dinas Peternakan Provinsi NTB (2008), melaporkan bahwa angka kelahiran sapi Bali di NTB masih rendah (54% dari jumlah betina dewasa) sehingga dengan populasi sebesar 507.836 ekor dan estimasi jumlah betina dewasa sebesar 197,040 ekor, jumlah pedet yang lahir per tahun hanya 106,796 ekor. Setelah dikurang konsumsi kebutuhan bibit lokal maka kemampuan NTB untuk mengirimkan sapi ke daerah lain hanya 24 .400 ekor sapi potong dan 7.805 ekor sapi bibit . Sampai dengan akhir Oktober 2008, realisasi pengiriman ternak bibit harus dihentikan karena telah mencapai 11 .000 ekor, jauh melebihi quota ekspor yang ditetapkan. Data ini sangat jelas menunjukkan bahwa struktur populasi sapi Bali di NTB mulai terganggu akibat rendahnya angka kelahiran dan berkurangnya jumlah ternak pengganti (replacement) akibat tingginya pengiriman ternak bibit ke daerah lain . Penelitian ACIAR di Kelebuh yang dilaksanakan tahun 2001-2004 (Panjaitan et al., 2008) bertujuan meningkatkan angka kelahiran dan menekan angka kematian dalam rangka mempercepat peningkatan popolasi dan produktivitas sapi Bali di NTB . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kawin alam terkontrol dengan pejantan terseleksi mempu meningkatkan angka kelahiran menjadi 80% dan angka penyapihan 83% (angka kematian pedet 2-4%). Apabila model Kelebuh ini dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas melalui sistim kandang kelompok maka akan didapatkan tambahan kelahiran hampir 30% . Model Kelebuh ini tidak segera diadopsi oleh pemerintah daerah dan masyarakat setelah kegiatan penelitian ACIAR AS2/1000/103 berakhir karena berbagai f or teknis, sosial ekonomi dan budaya . Sejak tahun 2005, model Kelebuh dicoba untuk ditera an di kelompok Pade Girang, Dusun Tandek, Desa Labulia Lombok Tengah untuk melihat kendala teknis, sosial ekonomi dan budaya yang dihapadi dalam upaya transfer sistim ke kelompok yang baru. Setelah berjalan lebih dari satu tahun, terlihat bahwa kelompok ini meliki kinerja yang sama dengan kelompok Kelebuh dan berhasil mengelola pejantan mereka secara mandiri dengan angka kelahiran yang lebih tinggi . Melalui kegiatan penelitian SMAR/2006/096 yang dilaksanakan sejak Oktober 2008, Tandek dan Kelebuh secara simultan digunakan sebagai tempat pelatihan (training village) untuk kelompok yang baru diseleksi . Komponen teknologi yang direkomendasikan dalam program ini melipiti a) seleksi pejantan, b) kawin alam terkontrol sepanjang Juni - Desember bagi induk mulai 40 hari setelah melahirkan dan bagi dara yang telah mencapai berat sekitar 180 kg, c) penyapihan pedet yang telah berumur 6 bulan, d) strategi penyediaan pakan bagi indukyang sedang bunting tua dal laktasi serta pedet yang lepas sapih dan e) pengembangan hijauan pakan ternak baik hijauan impor maupun hijauan lokal . Makalah ini mendiskusikan upaya percepatan adopsi model pebibitan sapi Bali berbasis kandang kelompok yang dikembangkan melalui penelitian ACIAR (SMAR/2006/096) .
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
39
Strategi percepatan adopsi pembibitan sapi Bali berbasis kelompok . Seleksi kelompok Tahap pertama yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah seleksi kelompok dengan berbagai kriteria yang dianggap sangat esensial berdasarkan pengalaman di Kelebuh dan Tandek, terutama jumlah induk, status lahan kandang (apakah milik kelompok atau disewa untuk jangka panjang), kinerja kelompok (apakah telah memiliki kesepakatan
atau awig-awig
dalam berbagai hal terutama dalam penjagaan keamanan ternak) dan faktor-faktor lain yang dianggap penting untuk kesinambungan program . Setelah kelompok terseleksi, semua anggota kelompok barn diajak berkunjung ke Tandek (atau Kelebuh) untuk mendapatkan penjelasan dari pengurus kelompok dan PPL setempat tentang program yang akan dilaksanakan untuk selanjutnya kelompok baru memutuskan untuk ikut dalam kegiatan atau tidak . Setelah kunjungan, hampir seluruh kelompok terseleksi sepakat untuk berpartisipasi dengan kondisi yang telah dijelaskan . Pada tahun pertama (2007/2008), 24 kelompok telah sepakat berpartisipasi dan direncanakan 12 kelompok baru akan diseleksi lagi awal 2009 sehingga total menjadi 36 kelompok, yang meliputi lebih dari 1000 rumah tangga peternak . Peningkatan kapasitas kelompok Peningkatan kapasitas kelompok dimaksudkan untuk menyiapkan persyaratan minimal agar paket teknologi dapat diterapkan, yaitu kesiapan fisik kandang dan kesiapan kelembagaan kelompok . Kesiapan fisik meliputi kondisi kandang, ketersaediaan kandang pejantan dan kandang penyapihan, tempat penimbangan, sanitasi dll . Perbaikan infrastruktur kandang dilaksanakan secara swadaya oleh kelompokdengan bantuan bahan bangunan dan materi lain (bukan uang) dari ACIAR sebagai stimulant . Keswadayaan kelompok dibangun melalui kominikasi intensif dengan kelompok dan nego si besaran dukungan stimulant dari ACIAR dan kesiapan anggotakelompok untuk melengkapl%ahan clan alat yang tidak tersedia . Pelatihan petugas dan penyampaian paket teknologi Program
pelatihan,
yang
meliputi teori dan praktek lapangan, dimaksudkan untuk
meningkatkan pengetahuan petugas lapangan ACIAR (on ground team, OGT) dan PPL dalam menyampaikan komponen teknologi kepada pada peternak . Disamping pelatihan khusus, pelatihan bagi OGT dilaksanakan setiap hari Sabtu untuk memperdalam pemahan mereka tentang komponen teknologi dan meningkatkan kemampuan dalam berintegrasi dengan peternak dan mengatasi berbagai kendala . Penyampaian paket teknologi kepada peternak dilakukan melalui berbagai cara dan media . Pada fase awal, dilakukan pelatihan khusus terkait dengan pengembangan kelompokd an pengenalan paket-paket teknologi yang dilanjutkan dengan pembinaan peternak secara rutin baik oleh OGT dan tim spesialis. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut juga dilakukan upaya peningkatan partisipasi dan motivasi peternak dalam meningkatkan produktivitas ternak . Penyampaian paket teknologi juga dilakukan melalui poster yang dipasang di setiap kelompok
40
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
pada tempat yang mudah dilihat . Poster di desain sedemikian rupa agar mudah difahami oleh peternak. Untuk mempermudah pemahaman peternak dalam hal pengembangan pakan, dilakukan demonstrasi penanaman berbagai jenis pakan ternak unggul seperti Brachiaria mulato, Panicum maximum cv Simuang, Centrosema pascuorum, Centrosema pubescen, Styosanthes verano dan Stylosanthes CIAT 184 pada plot demosntrasi di tiap-tiapkelompok . Penyampaian paket teknologi, terutama kawin alam terkontrol dengan pejantan terseleksi, tidak hanya dilakukan terhadap peternak yang tergabung dalam kelompok, tapi juga bagi peternak disekitar kandang kelompok (peternak satelit). Hal ini dimaksudkan untuk lebih memperluas dampak program bagi masyarakat sekitar. Koordinasi dengan fihak terkait
Salah satu kendala adopsi model pembibitan berbasis kelompok ini adalah rendahnya pemahaman dan rasa memiliki oleh aparat terkait, terutama staf Dinas Peternakan . Oleh sebab itu, instansi terkait telah secara formal menjadi bagian dari tim . Secara berkala atau sesuai dengan permintaan telah dilakukan sosialisasi dan rapat-rapat kordinasi baik dengan aparat di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa . Pertemuan-pertemuan tersebut juga dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dan saran bagi kelancaran implementasi program di tingkat peternak . Peningkatan pemahaman stakeholder juga dilakukan dengan menyebar poster, leaflet dan Newsletter secara berkala agar pelaksanaan program dalap diketahui oleh berbagai fihak . Monitoring dan evaluasi
Perkembangan ternak dan kinerja kelompok diamati secara berkala oleh para OGT dengan melakukan pencatatan data berat badan dan skor kondisi ternak, tanggal perkawinan dan kelahiran, berat lahir, mutasi ternak (penjualan dan pemasukan ternak baru) dan penanganan kesehatan hewan . Data-data tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja kelompok faktorfaktor penghambat adopsi teknologi dan untuk mendesain strategi untuk mengatasi kendalakendala yang dihadapi . Hasil yang telah dicapai r Hasil yang telah dicapai dalam kurun waktu sekitar 12 bulan pelaksanaan program dapat disampaikan sebagai berikut : Peningkatan kapasitas kelompok dan motivasi peternak
Terjadi,peningkatan kapasitas kelompok dalam hal mengembangkan prasarana dasar yang diperlulan untuk menerapkan komponen teknologi . Hal ini terlihat dari tingginya partisipasi dan kemampuan kelompok dalam penmbangunan kandang pejantan, kandang penyapihan, tempat penimbangan ternak dan perbaikan sanitasi kandang kelompok . Tingginya partisipasi dimaksud dapat dilihat dari besarnya kontribusi kelompok (diestimasi dari jumlah orang hari yang terlibat dan bahan bangunan yang disumbangkan) seperti yang telihat pada Gambar 1 .
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
41
o
Kontribusi kelompok
0 Kontribusi AGAR
Y
5
0
-
.
I
,§ bNo Aa e5 ~F 41 ~a \~ *y
C~~
1
-T-
~Qq
0
XP IIo, a r aN° `o ~1 a ~o ~ Go no ~wca~o
0a~
Qd'
~
I
T
e ~a eQ P acaQa~ ~ 199i te~ ~~ & 4,
A
T
~~ O an F ' ~e .Z e We ~1 a Ja~,ke
~Q
Gambar 1 Kontribusi kelompok terhadap pembangunan infrastruktur kandang kelompok . Peningkatkan kapasitas juga terjadi dalam hal pemahaman terhadap manajemen perkawinan ternak (lihat Gambar 2 dan 3) dan strategi pemberian pakan terutama pemberianpakan pada ternak bunting dan laktasi . Dampak terhadap pengembangan hijauan dan sistim pemberianpakan
17 dari 24 kelompomm yang terseleksi berhasil mengembangkan plot demostrasi hijauan didekat kandang kelompok yang dapat dilihat oleh masyarakat luas . Dampak dari demosntasi ini adalah meningkatnya animo peternak baik dalam kelompok maupun peternak satelit untuk menanam hijauan yang diangap sesuai . Salah satu jenis hijauan yang paling banyak diminati adalah Brachiaria mulato yang terlihat mampu bertahan pada kondisi lahan kering . Dampak demosntrasi hijauan dan strategi pemberian pakan tidak hanya terlihat pada anggota kelompok namun juga terjadi pada peternak satelit yang mengawini sapinya ke pejantan kelopmpok ACIAR (Gambar 2).
42
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
Perbaikan kandang Posyandu sapi Penanaman hijauan unggul Pemberian pakan musim kering Penimbangan sapi Penyapihan i Bantuan bahan bangunan dad ACIAR Pemeliharaan dan pemberian pakan t Gotong royong membangun kandang Konstruksi kandang pejantan Pejantan diganti setiap 6 bulan s Pemberian turi untuk sapi menyusui Pakan lebih balk bagi pedet lepas sapih 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Frekwensi respons (%responden)
Gambar 2 Informasi lain yang diperoleh peternak satelit setelah mengawinkan sapi mereka di kelompok ACIAR. Motivasi untuk mengembangkan hijauan pakan unggul terlihat dari banyaknya permintaan baik dari anggota kelompok maupun peternak di luar kelompok untuk menanam Brachiaria mulato. Sebagai contoh, ada 25 petemak di kelompok Anugrah dan sekitarnya yang ingin menanam mulato dengan Was lahan masing-masing 1 - 25 Are. Perkembangan perkawinan dan proyeksi kelahiran
Sampai dengan 31 Oktober 2008 (sekitar 4 bulan setelah pejaritan dimasukkan), jumlah induk yang telah dikawini (dari dalam maupunluar kelompok) oleh pejantan di 24 kelompok adalah 902 ekor, dengan distribusi seperti disajikan pada Gambar 3 . 100 90 -
902
80 701
672
60 50 -
439
40 30 182 20 100 Juli
Agustus
September
Oktober
Gambar 3 Perkembangan jumlah induk yang dikawini oleh pejantan terseleksi di 24 kelompok di Lombok Tengah sampai akhir Oktober 2008 . Dari 902 ekor induk yang sudah kawin, 41,5% berasal dari luar kelompok (Gambar 4) .
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
43
100 ,
Anggota: 528 (58 .5%) Satelit : 374 (41 .5%) Total : 902
90 ; 80
o Y m
o Sateld
70
0 Anggota 60
Y m v
50
•
o,
40
G N Y
30
•
20 ~ 10
p paa ~a~° a~a~~5 ,
CP ~~
G F~ Gm
a
~~° Qaa ~°' Qa~ ~`~J~G J
a~~o~ac
\P~ p
d
40 Go
m~
Qe~oco,~r d
QaelmP~~a~J~ 5
Q
®Fe~ ~
~J~
Gambar 4 Jumlah induk yang kawin dari dalam kelompok dan luar kelompok (satelit) sampai 31 Oktober 2008 . Jumlah induk yang kawin sangat bervariasi dari dibawah 10 ekor pada kelompok Sama Hati sampai dengan 90 ekor di kelompok Beriuk Girang . Hasil ini tidak mencerminkan kemampuan pejantan karena induk yang ada dalam tiap-tiap kelompok ada yang sedang bunting sebelumpejantan kelomok masuk atau baru baru melahirkan, dan jumlah induk dari sateli berbeda dari satu kelompokke kelompokyang lain . Hasil survey terhadap peternak satelit yang mengawinkan ternak mereka dengan pejantan kelompok datang dari jarak sampai 3 Km dari lokasi pejantan (rata-rata 1 Km) dengan berbagai alasan seperti terlihat pada Gambar 5. Sebagian besar manyatakan bahwa pejantan kelompok berkualitas balk dan tidak ada pejantan yang memenuhi syarat di sekitar tempat tinggal mereka .
44
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
Pejantan ACIAR baik dan matang Tidak ada pejantan di rumah
I
Pejantan ACIAR tidak jauh dari rumah Biaya perkawinan tdk terialu mahal Untuk mendapatkan keturunan yang balk
1
Pejantan ACIAR dapat diakses setiap saat Pejantan di rumah terlalu muda Gagal kawin dengan IB Gagal kawin dengan pejantan lain Pejantan ACIAR hanya untuk perkawinan Pejantan ACIAR memiliki kemampuan kawin tinggi 0
10
20
30
40
50
60
70
Frekwensi respons (% responden)
Gambar 5 Alasan peternak satelit mengawinkan induk dengan pejantan kelompok ACIAR Dukungan pemerintah daerah
Dalam beberapa pertemuan, Kepala Dinas Peternakan NTB menyatakan dukungan yang sangat besar terhadap kegiatan ini . Dukungan ini terlihat dari perubahan kebijakan penyaluran dana pemberdayaan masyarakat dari penyebaran ternak induk menjadi penyebaran pejantan terseleksi (Gambar 6) . 3 -i 2 .5 o Sapi potong (induk) o Sapi Pejantan o Kambing o Kerbau
2
0 .5 1
2005
2006
2007
2008
Gambar 6 Jumlah dan alokasi dana BPLM Dinas Peternakan Provinsi NTB tahun 2005 - 2008 yang berasal dari dana dekonsentrasi . Perubahan terbesar dari alokasi dana BPLM terjadi pada tahun 2008 dengan membeli 64 ekor pejantan dengan yang disebarkan di seluruh Provinsi NTB . Penyebaran pejantan ini diikuti dengan pembangaunan kandang pejantan sesuai dengan desain yang dikembangkan dalam program penelitian ACIAR ini . Dinas Peternakan juga merencanakan membeli sampai 500 ekor pejantan pada tahun 2009 yang disertai dengan pembangunan kandang pekjantan . Setelah melalui beberapa rapat koordinasi, Dinas Peternakan Provinsi dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Tengah telah sepakat untuk mengalokasikan dana untuk Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
45
kegiatan Panen Pedet yang rencananya akan dilaksanakan sekitar bulan September 2009 . Acara ini dimaksudkan untuk sosialisasi model pembibitan berbasis kelompok ke Kabupaten lain di NTB maupun ke Provinsi lain di Indonesia . Pemikiran ke depan dan rekomendasi untuk kebijakan pembibitan sapi Bali
Dampak yang sangat penting dari kegiatan ini adalah meningkatnya kesadaran kolektif peternak untuk menyiapkan prasarana dasar yang merupakan salah satu kendala untuk menerapkan model pembibitan berbasis kelompok seperti pembangunan kandang pejantan dan perbaikan sanitasi kandang kolektif. Peningkatan kapasitas ini terjadi melalui proses 'negosiasi' oleh OGT yang berhasil mengembalikan motivasi peternak untuk membangun keswadayaan yang sudah lama terkikis oleh banyaknya bantuan lunak atau bahkan bantuan cuma-cuma yang cenderung memanjakan masyarakat . Adopsi model oleh pemerintah daerah pada tahun pertama, yaitu penerapan kawin alam dengan pejantan terseleksi di 32 kelompok merupakan faktor pendorong yang sangat besar . Meskipun adopsi dini ini belum dilakukan secara utuh, namun perubahan kebijakan pengembangan sapi Bali dari penyebaran induk ke peyebaran pejantan menunjukkan terjadinya perubahan strategi yang mengarah pada adopsi model pembibitan berbasis kelompok untuk mendukung upaya peningkatan populasi dan produktivitas sapi Bali di NTB. Salah satu alasan penting mengapa peternak dari luar kelompok mengawinkan ternaknya ke kelompok ACIAR adalah sulitnya mendapatkan pejantan yang baik disekitar tempat tinggal mereka. Hal ini sesuai dengan hasil survey terdahulu (Dahlanuddin et al., 2005) bahwa dari 486 kandang kelompok pembibitan yang ada di Pulau Lombok, 200 kelompok diantaranya tidak memiliki pejantan . Rendahnya ketersediaan pejantan dikarenakan peternak yang membutuhkan uang biasanya akan menjual pedet jantannya lebih dulu, dan menahan pedet betina untuk dijadikan pengganti induk . Di samping itu, peternak enggan memelihara pejantan karena umumnya lokasi pembibitan berada di daerah kering di mana ketersediaan pakan ternak terbats baik dalam hal jumlah maupun kualitasnya . Akibat keterbatasan pejantan, peternak mengawinkan sapi induk dengan sembarang pejantan yang ada di sekitar mereka . Di sisi lain, para pengusaha besar tidak tertarik untuk berinvestasi dalam pembesaran pedet untuk memproduksi pejantan dan pengganti induk karena harga pedet (per kg berat hidup) jauh lebih mahal dari sapi dewasa dan membutuhkan waktu lama untuk mencapai berat potong . Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut maka kelestarian dan produktivitas sapi Bali di NTB menjadi terancam, karena penjualan sebagian pedet ke luar daerah dapat mengurangi jumlah pengganti induk, pejantan dan bakalan untuk penggemukan . Disamping itu, pedet yang dijual ke luar daerah sebagai bibit cenderung yang sudah terseleksi (kualitas eksteriornya lebih baik) untuk memenuhi standar tinggi dan ciri-ciri sapi Bali, sehingga yang tersisa adalah pedet yang inferior . .Hal ini berdampak terhadap rendahnya angka kelahiran dan rendahnya mutu pedet karena induk dikawinkan dengan pejantan yang tidak terseleksi. Pelayanan pejantan terseleksi di kelompok binaan ACIAR diharapkan mampu meningkatkan mutu pedet baik yang lahir dari induk didalam kandang kelompok maupun induk yang berasal dari luar kelompok . Peningkatan kualitas bibit melalui seleksi pejantan menghasilkan dampak positif terhadap peningkatan fertilitas dan mutu genetik ternak yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
46
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
seleksi betina karena satu pejantan mampu memberikan sekitar 100 keturunan selama hidupnya (Fahey et al.,, 2000) . Dalam program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2010 (Departemen Pertanian RI, 2007), NTB diwajibkan untuk meningkatkan jumlah kelahiran dari intensifikasi IB sebesar 9.861 ekor dan dari intensifikasi kawin alam sebesar 18.786 ekor . Tambahan kelahiran ini sulit bisa dicapai tanpa ada terobosan yang realistis, terutama pada peternakan skala kecil yang menguasai hampir seluruh ternak sapi di NTB . Jumlah kandang kelompok di Pulau Lombok pada tahun 2005 adalah 788 unit dengan ratarata jumlah induk di satu kandang kelompok adalah 20 ekor (Dahlanuddin et al.,, 2005) . Dengan asumsi satu ekor pejantan terseleksi mampu mengawini 50 ekor induk (dari dalam kelompok dan dari peternak sekitar kelompok) maka untuk mendapatkan tambahan kelahiran 18.786 ekor, model Kelebuh ini harus diterapkan di minimal 470 kandang kelompok yang memerlukan 470 ekor pejantan terseleksi . Jumlah ini adalah sekitar 60% dari total kandang kelompok yang ada di Lombok . Upaya yang perlu dilakukan kedepan adalah mempebesar penyediaan pejantan terseleksi pada lokasi-lokasi kandang kelompok yang strategis dengan mempertimbangkan jumlah induk yang dilayani oleh seekor pejantan untuk meningkatkan efisiensi . Gambar 3 menunjukkan bahwa seekor pejantan mampu mengawini 90 ekor induk dalam waktu sekitar 4 bulan . Dalam penelitian terdahulu di Kelebuh, seekor pejantan mam.pu mengawini lebih dari 100 ekor induk dalam waktu 6 bulan, sehingga penyebaran pejantan oleh pemerintah daerah harus mempertimbangkan jumlah induk yang ada dalam kelompok maupun di sekitar kelompok dan jaminan keuntungan pemelihara pejantan dari hasil perkawinan . Perhitungan sederhana menunjukkan bahwa penghasilan pemelihara pejantan yang mampu melayani minimal 50 ekor induk selama 6 bulan setara dengan pendapatan dari menggemukkan satu ekor ternak jantan pada periode yang sama. Oleh sebab itu, keberlangsungan (sustainability) pejantan didalam kelompok akan terjamin apabila pemeliharaan pejantan dapat dijadikan usaha yang menguntungkan . Keberhasilan penerapan model pembibitan berbasis kelompok ini tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan kualitas dan pejantan namun juga ditentukan oleh kecukupan nutrien terutama induk mada masa-masa kritis . Preston dan Leng (1987) telah merekomendasikan suplementasi strategis pada induk bunting tua dan menyusui serta pada pedet yang dalam fase pertumbuhan . Oleh sebab itu pengembangan pakan berkualitas tinggi, baik pakan lokal maupun impor menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program pembibitan sapi Bali berbasis kelompok . Bibit pakan dalam jumlah yang cukup telah disiapkan untuk disebarluaskan baik ke peternak dalam kelompok maupun peternak di luar kelompok yang berminat . Dinas Peternakan diharapkan untuk lebih memperluas demonstrasi pengembangan pakan ternak unggul di kelompok-kelompok lain agar bitit berbagai jenis pakan yang sudah ada dapat berkembang di masyarakat . Motivasi peternak untuk mengembangkan pakan ternak jenis baru sangat tinggi, bahkan ada petemak yang bersedia mengganti tanaman pangan dengan pakan ternak pada sebagian lahan mereka . Daftar Pustaka
Dahlanuddin, Hermansyah Pany, Happy Poerwoto, A. Muzani, Totok Yulianto, Lia Hadiawati, Syafi'i, Indiana, M. Muhzi, Mansur Ma'shum, Mashur dan Abdul Mutthalib (2005). Inventory
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
47
of human resources and infrastructure for Bali cattle development in Lombok . Survey Report, Australian Center for International Agricultural Research . Canberra. Departemen Pertanian Republik Indonesia (2007) . Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2 SDS) . Dinas Peternakan NIB (2008) . Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di NTB . Fahey, G ., Boothby, D . Fordyce, G and Sullivan, M . . (2000) . Female selection in beef cattle . Queensland Beef Industry Institute . Dept. of Primary Industry . Panjaitan, T ., S . P . Quigley, Dahlanuddin, D . Pamungkas, E . Budisantoso, A. Priyanti and D . P . Poppi (2008) . Management strategies to increase calf numbers of small-holder farmers in eastern Indonesia. Proceeding Seminar Nasional Sapi Potong Palu Preston, T. R. and Leng, R. A . (1987) . Matching Ruminant Production Systems with Available Resources in the Tropics and Subtropics. Penambul Books . Armidale.
48
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008