TUGAS MIKROBIOLOGI II
Simbiosis Mikroba Pada Rumen dan Organ Pencernaan Rayap” Dosen Pembimbing : Dra. D. A Citra Rasmi, M.Si
YULIDA QURRATA AINI E1A 012 062 SEMESTER VI – KELAS A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM
2015
A. Simbiosis Mikroba pada Rumen Ruminansia
Rumen atau perut besar merupakan bagian terbesar dari susunan lambung ruminansia. Secara garis besar terdapat 3 kelompok utama mikroba rumen, yaitu: bakteri, protozoa, dan jamur. Berdasarkan pendapat Ali (2012), pakan hijauan akan difermentasi oleh mikroba rumen sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia tersebut. Mikroorganisme di dalam retikulo-rumen mempunyai peranan penting dalam proses fermentasi pakan. Mikroorganisme utama yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa, jamur (yeast) dan kapang (mould). Proses fermentasi oleh mikroorganisme ini pada ruminansia memegang peranan sangat penting, karena produk akhir fermentasi yang bagi mikroorganisme itu sendiri merupakan limbah, yakni asam lemak terbang dan beberapa vitamin, bagi induk semang justru merupakan sumber energi dan zat yang membantu proses pencernaan selanjutnya. Mikroba rumen memiliki peran yang sangat penting bagi ternak karena mereka dapat memanfaatkan nutrisi tanaman secara efisien sebagai sumber energi (Das dan Qin, 2012). Pakan hijauan dan bahan berserat sebagai pakan basal bagi ruminansia akan difermentasi oleh mikroba rumen sehingga menghasilkan asam lemak terbang sebagai sumber energi dan pasokan rantai karbon serta sebagian mengandung substansi tanin kondensasi untuk proteksi protein terhadap fermentasi rumen (Ali, 2012). Ternak ruminansia tidak dapat menghasilkan enzim yang digunakan untuk mendegradasi polisakarida dalam dinding sel tanaman,
namun
mereka
memiliki organisme
yang hidup
di dalam rumen yaitu
bakteri, jamur dan protozoa yang akan muncul beberapa minggu setelah lahir (Jakober dan McAllister, 2009). Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmitik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi (Dehority, 2004, dalam Anonim). Pola pertumbuhan bakteri dan protozoa rumen dipengaruhi oleh pola fermentasi yang ditunjukkan oleh proporsi molar VFA dan pH rumen. 1. Bakteri Rumen Berdasarkan pendapat Das dan Qin ((2012) dalam anonim) , bakteri pada rumen dapat memproduksi enzim yang dapat memecah hijauan sebagai sumber energy ternak ruminansia. Hal ini menyebabkan jumlah bakteri sangat banyak dan merupakan yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah protozoa atau fungi/jamur. Dalam rumen, bakteri yang hidup tidak hanya 1 jenis, melainkan terbagi menjadi jenis-jenis berbeda
yang diklasifikasikan berdasarkan letaknya dalam rumen dan berdasarkan jenis bahan yang digunakan dan hasil fermentasinya. Sebagian besar bakteri rumen berbentuk cocci kecil. Bakteri rumen diklasifikasikan atas berdasarkan macam substrat yang digunakan sebagai sumber energi utama, yakni: a. Bakteri Selulolitik Bakteri selulolitik menghasilkan ensim selulose dari hidrolisis ikatan beta 1,4glikosida (selulosa). Dapat menghidrolisis hemiselulosa (sekitar 15% dari bakteri selulolitik). Terdapat dalam jumlah banyak di rumen, jika pakan berserat kasar tinggi. Keuntungannya dari bakteri ini, energi (ATP) yang dihasilkan cukup untuk digunakan oleh bakteri itu sendiri sehingga tidak mengurangi pemakaian energi oleh ternak. Beberapa contoh bakteri selulolitik adalah Bacteriodes succinogenes, Clostridium acetobutylicum, Ruminicoccus flavefaciens, Ruminicoccus albus, Cillobacterium cellulosolvens (Anja Meryandini dkk., 2009) b. Bakteri Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan struktur polisakarida yang penting dalam dinding
sel
tanaman. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisa selulosa biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa. Meskipun demikian ada beberapa spesies yang dapat menghidrolisa hemiselulosa tetapi tidak dapat menghidrolisa selulosa. Contoh bakteri hemiselulolitik antara lain: Butyrivibrio fibriosolven, Bacteriodes ruminicola. c. Acid Utilizer Bacteria (bakteri pemakai asam) Beberapa janis
bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat
meskipun jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang berarti. Asam oksalat yang bersifat racun pada mamalia akan dirombak oleh bakteri rumen, sehingga menyebabkan ternak ruminansia mampu mengkonsumsi tanaman yang beracun bagi ternak lainnya sebagai bahan makanan. Beberapa spesies bakteri pemakai asam laktat yang dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak setelah ternak mendapatkan tambahan jumlah makanan butiran maupun pati dengan tiba-tiba adalah : Peptostreptococcus bacterium, Propioni bacterium, Selemonas lactilytica. d. Bakteri Amilolitik Bakteri amilolitik merupakan mikroorganisme yang mampu memecah pati menjadi senyawa yang lebih sederhana, mikroorganisme
Amilolitik
tumbuh
terutama dalam subur
pada
bentuk glukosa. Kebanyakan bahan
pangan
mengandung pati atau karbohidrat, misalnya pada berbagai jenis tepung.
yang
banyak
Beberapa bakteri selulolitik juga dapat memfermentasi pati, meskipun demikian beberapa jenis bakteri amilolitik tidak dapat menggunakan memfermentasi selulosa. Bakteri
amilolitik
akan
menjadi
dominan
dalam jumlahnya
apabila
makanan
mengandung pati yang tinggi, seperti butir-butiran. Bakteri amilolitik yang terdapat di dalam rumen antara lain: Bacteriodes amylophilus, Butyrivibrio fibrisolvens. e. Sugar Untilizer Bacteria (bakteri pemakai gula) Hampir semua bakteri pemakai polisakarida dapat memfermentasikan disakarida dan monosakarida. Tanaman muda mengandung karbohidrat siap terfermentasi dalam konsentrasi yang tinggi yang segera akan mengalami fermentasi begitu sampai di retikulo-rumen. Kesemua ini merupakan salah satu kelemahan/kerugian dari system pencernaan
ruminansia. Sebenarnya gula akan lebih efisien apabila dapat dicerna dan
diserap langsung di usus halus. Bakteri pemakai gula yang terdapat di dalam rumen antara lain : Treponemma bryantii, Lactobacillus ruminus. f. Bakteri Proteolitik Bakteri proteolitik merupakan jenis bakteri yang paling banyak terdapat pada saluran pencernaan makanan mamalia termasuk karnivora (carnivora). Didalam rumen, beberapa spesies diketahui menggunakan asam amino sebagai sumber utama energi. Beberapa contoh bakteri proteolitik antara lain: Bacteroides amylophilus, Clostridium sporogenes, Bacillus licheniformis g. Bakteri Methanogenik Sekitar 25 persen dari gas yang diproduksi di dalam rumen adalah gas methan. Bakteri pembentuk gas methan lambat pertumbuhannya. Contoh bakteri ini antara lain: Methanobacterium ruminantium, Methanobacterium formicium. h. Bakteri Lipolitik Beberapa spesies bakteri menggunakan glycerol dan sedikit gula. sementara itu beberapa spesies lainnya dapat menghidrolisa asam lemak tak jenuh dan sebagian lagi dapat menetralisir asam lemak rantai panjang menjadi keton. Enzim lipase bakteria dan protozoa sangat efektif dalam menghidrolisa lemak dalam chloroplast. Contoh bakteri lipolitik antara lain: Anaerovibrio lipolytica, Selemonas ruminantium var. lactilytica i. Bakteri Ureolitik Sejumlah spesies bakteri rumen menunjukkan aktivitas ureolitik dengan jalan menghidrolisis urea menjadi CO2 dan amonia. Beberapa jenis bakteri ureolitik menempel pada epithelium dan menghidrolisa urea yang masuk kedalam rumen melalui difusi dari pembuluh darah yang terdapat pada dinding rumen. Oleh karena itu
konsentrasi urea dalam cairan rumen selalu rendah. Salah satu contoh bakteri ureolitik ini misalnya adalah Streptococcus sp.
2. Protozoa Rumen Sebagian besar protozoa yang terdapat didalam rumen adalah cilliata dan flagellata. Cilliata adalah mikroorganisme non patogen dan anaerobik. Pada kondisi rumen yang normal dapat dijumpai ciliata sebanyak 105 - 106 ml dalam rumen. Populasi protozoa di dalam rumen bisa mencapai sekitar 10 5 sampai 106 sel per gram cairan rumen, namun hal ini banyak dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi. Beberapa genera protozoa tinggi jumlahnya pada pakan yang banyak mengandung gula yang larut, sedangkan beberapa genera lainnya tinggi pada saat pakan berpati tinggi diberikan. Beberapa protozoa bersifat selulolitik, namun substrat utama yang digunakan oleh protozoa adalah gula dan pati. Pada saat pakan banyak mengandung pati yang tinggi, protozoa memainkan peran pentingnya ikut menjaga stabilitas pH rumen karena butir-butir pati bisa langsung ditelan oleh protozoa tersebut dan disimpan dalam bentuk polidekstran sebagai cadangan energi. Hal ini mencegah Cadangan
energi tersebut
kemudian
fermentasi pati lebih lanjut menjadi VFA.
dimobilisasi untuk
digunakan apabila mereka
mengalami kekurangan energi. Untuk memenuhi kebutuhan akan asam amino dalam rangka sintesis protein selnya, protozoa cenderung menelan sel bakteri, dan hanya sedikit amonia yang digunakan untuk sintesis asam amino dari awal. Karena itu, protozoa meningkatkan apa yang disebut 'intraruminal recycling' dari nitrogen di dalam rumen. Di samping itu, sel protozoa cenderung tertahan di dalam rumen dan hanya sedikit kontribusinya terhadap protein mikroba di usus halus.
3. Fungi/Jamur Jamur/fungi anaerob sangat berperan penting dalam komunitas mikroba rumen. Fungi/jamur akan memecah bahan makanan yang sulit dicerna dalam mikroba rumen, selain itu fungi/jamur sangat berperan dalam degradasi serat yang terkandung dalam pakan (Kostyukovsky et al , 1995. (dalam anonim)). Fungi/jamur memiliki kemampuan memecah jaringan tanaman lebih baik daripada protozoa dan bakteri (Nagpal et al , 2010 (dalam anonym). Mould et al, 2005 (dalam anonim) mengemukakan bahwa kebanyakan jamur mampu memfermentasi pati dan glikogen, selain
polisakarida pada dinding sel. Konsentrasi
tertinggi jamur dalam rumen akan menurun melalui abomasum ke usus kecil, namun meningkat dalam usus besar. Fungi/jamur memiliki pengaruh yang besar pada aktivitas fibrolytic rumen, berkurangnya jumlah populasi jamur menyebabkan penurunan degradasi serat pakan, akibatnya konsumsi pakan mengalami penurunan, terutama ketika pakan memiliki kualitas yang buruk. Salah satu contoh fungi dalam rumen antara lain jamur Phycomycotes anaerob yang pada umumnya terdapat pada sapi dan domba yang diberi makanan berserat tinggi. Jamur ini menempel dan membentuk koloni pada fragmen-fragmen pakan dalam rumen. Jamur tersebut tidak terdapat dalam isi rumen hewan yang diberi daun halus (Prayitno, 2010). Salah satu ciri khas jamur rumen ini bila dibandingkan dengan jenis jamur lainnya adalah kebutuhannya akan kondisi absolut anaerobik (strictly anaerobic) untuk pertumbuhan dan terbentuknya senyawa hidrogen (H) dalam proses fermentasi selulosa. Siklus kehidupan mikroorganisme ini dilaporkan berlangsung antara 24 - 30 jam, menandakan bahwa jamur rumen sangat erat kaitannya dengan material yang sukar dicerna. Sampai dengan saat ini telah dikenal lebih dari 20 spesies yang berbeda, meskipun sebagian belum mempunyai nama (Soetanto, 1998).
-
Pertumbuhan Mikroba Kondisi ideal yang diinginkan di dalam rumen adalah bahwa mikroba rumen
mengalami pertumbuhan yang optimum sehingga bisa mendukung laju fermentasi bahan pakan yang tinggi dan pada saat sama meningkatkan pasokan nutrien yang terkandung dalam sel mikroba tersebut ke usus halus. Pertumbuhan mikroba yang lambat akan menurunkan laju fermentasi dan konsumsi pakan. Kontribusi sel mikroba sebagai sumber nutrien (khususnya protein) juga menurun pada kondisi seperti ini. Faktor
yang
paling
sering
dibicarakan
untuk
menciptakan
pertumbuhan
dan
perkembangan mikroba optimum di dalam rumen adalah kebutuhan nutrisi mikroba tersebut. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan akan sumber energi, kebutuhan nitrogen, mineral dan vitamin. Energi Energi dalam bentuk adenosine triphosphate (ATP) dihasilkan pada waktu mikroba melakukan fermentasi terhadap bahan organik (utamanya monosakarida) menjadi VFA. Bahkan diyakini bahwa salah satu alasan mikroba melakukan fermentasi bahan organik di dalam rumen adalah untuk memperoleh energi yang mereka sendiri butuhkan.
Energi yang dihasilkan tersebut digunakan oleh mikroba untuk dua tujuan:
Untuk pertumbuhan sel mikroba yang bersangkutan (dalam pengertian sintesis bahanbahan penyusun sel)
Untuk hidup pokok (yaitu untuk proses reguler yang terjadi atau dialami oleh sel) Jadi konsepnya adalah sama dengan konsep peruntukan zat makanan untuk organisme
tingkat tinggi, yaitu digunakan untuk hidup pokok (maintenance) dan produksi (sintesis daging, telur, atau air susu). Jumlah ATP yang bisa digunakan untuk pertumbuhan mikroba rumen dipengaruhi oleh banyak ATP yang harus digunakan untuk maintenans sel mikroba tersebut. Makin banyak ATP yang digunakan untuk maintenans maka makin sedikit yang tersedia untuk pertumbuhan. Di samping, efisiensi penggunaan ATP untuk pertumbuhan juga dipengaruhi oleh ketersediaan bahan-bahan penyusun sel mikroba. Keberadaan populasi mikroba dalam rumen tidak statis jumlahnya, kadangkala akan meningkat atau menurun. Peningkatan atau penurunan jumlah mikroba dalam rumen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
Suhu normal (39-40C)
Keasaman (pH) normal yaitu 5,5-7,0 pada suhu normal
Komposisi gas dalam rumen (63-63,5% CO2 ; 26,76-27% CH4; 7% N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2)
Nutrisi pakan
Jenis pakan yang diberikan
Frekuensi pemberian pakan dan tingkat konsumsi ternak
Kompetisi pakan dalam rumen (Soetanto, 1998).
B. Simbiosis Bakteri dan Protozoa Pada Saluran Pencernaan Rayap Rayap merupakan salah satu kelompok serangga dengan jumlah keragaman yang besar. Saluran pencernaan rayap terdiri atas usus depan, usus tengah, dan usus belakang. Saluran pencernaan ini menempati sebagian besar dari abdomen. Usus depan terdiri atas esofagus dan tembolok yang dilengkapi dengan kelenjar saliva. Esofagus dan tembolok memanjang pada bagian posterior atau bagian tengah dari thorak. Kelenjar saliva mensekresikan endoglukanase dan enzim lain ke dalam saluran pencernaan. Usus tengah merupakan bagian yang berbentuk tubular yang mensekresikan suatu membrane peritrofik di sekeliling material makanan. Usus tengah pada rayap tingkat tinggi juga diketahui mensekresikan endoglukonase. Usus belakang merupakan tempat bagi sebagian besar simbion (Anonim,2015). Berdasarkan simbiosisnya dengan mikroorganisme, rayap terbagi atas dua kelompok yaitu, rayap tingkat tinggi yang bersimbiosis dengan bakteri dan rayap tingkat rendah yang bersimbiosis dengan bakteri dan protozoa. Rayap tingkat tinggi mempunyai sistem pencernaan
yang
lebih
berkembang
dibandingkan
rayap
tingkat
rendah
karena
menghasilkan enzim selulase selama proses pencernaan selulosa dalam usus belakangnya. Protozoa yang bersimbiosis dengan rayap tingkat rendah berbeda pada tiap spesies. Zootermopsis
angusticollis
bersimbiosis
dengan
Tricercomitis,
Hexamastix,
dan
Trichomitopsis. Mastotermes darwiniensis bersimbiosis dengan Mixotricha paradoxa (Breznak 2000). Coptotermes formosanus bersimbiosis dengan Pseudotrichonympha grasii, Spirotrichonympha leidy, Holomastigoides mirabile hartmanni.
Coptotermes
lacteus
bersimbiosis
dengan
dan Holomastigoides
Holomastigoides
mirabile,
Reticulitermes speratus bersimbiosis dengan Teranympha mirabilis, Triconympha agilis, Dinenympha exilis dan Pyrsonympha grandis(Anonim,2015). Sedangkan beberapa contoh bakteri simbion pemecah selulosa pada rayap adalah bakteri fakultatif Serratia marcescens, Enterobacter erogens, Enterobacter cloacae, dan Citrobacter
farmeri yang
menghuni
usus
belakang
rayap
spesies Coptotermes
formosanus (famili Rhinotermitidae) dan berperan memecah selulosa, hemiselulosa dan menambat nitrogen. Penelitian lain mengatakan protozoa yang menghuni usus rayap tidaklah bekerja sendirian tetapi melakukan simbiosis mutualisme dengan sekelompok bakteri. Flagella yang dimiliki oleh protozoa tersebut ternyata adalah sederetan sel bakteri yang tertata
dengan baik sehingga mirip flagella pada protozoa umumnya. Bakteri yang menyusun flagella memberikan motilitas pada protozoa untuk mendekati sumber makanan, sedangkan ia sendiri menerima nutrien dari protozoa. Contoh genus bakteri ini adalah Spirochaeta dengan Trichomonas termopsidis sebagai simbionnya. Perilaku rayap
yang sekali-kali mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat,
mencium dan menggosokkan anggota tubuhnya dengan lainnya (perilaku trofalaksis) merupakan cara rayap menyampaikan bakteri dan protozoa berflagellata bagi individu yang baru saja ganti kulit (ekdisis) untuk menginjeksi kembali invidu rayap tersebut. Di samping itu, juga merupakan cara menyalurkan makanan ke anggota koloni lainnya. Sama seperti pada rayap tingkat tinggi, bakteri yang terdapat dalam usus belakang rayap tingkat rendah juga mempunyai peranan dalam proses pencernaan makanan, meskipun bakteri ini tidak berperan utama dalam proses dekomposisisi selulosa. Protozoa yang terdapat pada usus belakang rayap tingkat rendah merupakan protoza flagellata. Lebih dari 400 spesies protozoa flagellata telah diidentifikasi dalam usus belakang rayap tingkat rendah. Biomassa mikroba ini meliputi sekitar sepertujuh sampai dengan sepertiga berat rayap. Protozoa ini mempunyai peranan penting dalam metabolisme selulosa dan berfungsi menguraikan selulosa dalam proses percernaan makanannnya menghasilkan asetat sebagai sumber energi bagi rayap. Hasil penelitian Belitz and Waller ((1998) dalam Anonim), menunjukkan bahwa defaunasi protozoa dalam usus belakang rayap dengan menggunakan oksigen murni menyebabkan kematian rayap sekitar dua sampai tiga minggu walaupun diberi kertas saring yang mengandung selulosa. Namun rayap ini akan hidup lebih lama dengan makanan yang sama dengan adanya kehadiran protozoa dalam usus belakangnya. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan rayap sangat tergantung pada mikroba simbiosisnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses penguraian selulosa dalam usus belakang rayap berlangsung dalam keadaan anaerobik. Beberapa bakteri yang menghuni usus rayap juga diketahui dapat menghasilkan factor tumbuh berupa vitamin B yang dapat digunakan oleh rayap, seperti spesies Enterobacter agglomerans, mampu melakukan fiksasi nitrogen (Atlas % Bartha 1998). Beberapa metanogen juga ditemukan sebagai endosimbion pada beberapa protozoa pada serangga. Secara umum makanan rayap adalah semua bahan yang mengandung selulosa. Bignell dan Eggleton (2000), membagi rayap menjadi beberapa kelompok berdasarkan jenis makanannya. Pertama, rayap pemakan tanah (soil feeder) yang mendapatkan
makanan dari mineral tanah. Material yang dicerna sangat heterogen, mengandung banyak bahan organik tanah dan silica. Rayap jenis ini ditemukan pada Apicotermitinae, Termitinae, Nasutitermitinae, dan Indotermitinae. Kedua, rayap pemakan kayu (woodfeeder) yang mendapatkan makanan dengan memakan kayu dan sampah berkayu, termasuk cabang mati yang masih menempel di pohon. Hampir semua rayap tingkat rendah adalah pemakan kayu, semua subfamily dari Termitinae kecuali Apicotermitinae, Termitinae, dan Nasutitermitinae.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Nutrisi Ternak Ruminansia. (Diakses https://sites.google.com/site/nutrisiternakruminansia/mikrobiologi-rumen tanggal 22 Mei 2015).
dari pada
Ali, Usman. 2012. Pengaruh Penggunaan Onggok Dan Isi Rumen Sapi Dalam Pakan Komplit Terhadap Penampilan Kambing Peranakan Etawah. Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang. Das, Khrusna Chandra dan Wensheng Qin. 2012. Isolation and characterization of superior rumen bacteria of cattle ( Bos taurus ) and potential application in animal feedstuff. Open Journal of Animal Science Vol.2, No.4, 224-228 (2012). (diakses dari https://www.academia.edu/10008188/Mikroba_Rumen pada tanggal 22 Mei 2015). Jakober, M. Qi, K. D dan T.A. Mc Allister. 2009. Rumen Microbiology. Anilam and Plant Productivity
Lethbridge
Research
Centre
Canada.
(Diakses
dari
https://www.academia.edu/10008188/Mikroba_Rumen pada tanggal 22 Mei 2015). Kostyukovsky, Vladimir et al. 1995. Degradation of Hay by Rumen Fungi in Artificial Rumen (RUSITEC).
J.
Gen.
Appl.
Microbial,
41,
83-86.
(Diakses
dari
https://www.academia.edu/7921208/uji_proteolitik pada tanggal 23 Mei 2015). Meryadani. A., dkk. 2009. Isolasi Bakteri Selulotik dan Karakteristik Enzimnya. MAKARA SAINS 13 (1):32-38. Prayitno, C. H dan Hidayat, N. 2011. Aktifitas Selulotik dan Produk Asam Lemak Valatile dari Bakteri Rumen Sapi pada Sabstrat Jerami Padi. J. Anim. Prod. 1(1):1-9 Soetanto, Hendrawan. 1998. Bahan Kuliah Nutrisi Ruminansia http://imageshendrawansutanto.multyplay.multiplaycontent.com. Diakses tanggal 22 Mei 2015.