Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan)
Teknik Pembibitan Generatif dan Teknik Penanaman Rotan Jernang
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 87
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan HHBK FEMO : Dr. Dra. Tati Rostiwati,M.Si : Pengelolaan HHBK FEMO : Teknik Pembibitan Generatif dan Teknik Penanaman Rotan Jernang : Sahwalita, S.Hut, MP Agus Kurniawan, S.Hut.,M.Sc Joni Muara
ABSTRAK Jernang merupakan tanaman lokal dan salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang mempunyai manfaat sosial, ekonomi, dan ekologi yang tinggi. Kondisi saat ini, potensi produksi jernang di alam semakin menurun dan terancam langka disebabkan oleh pola produksi yang tidak lestari serta tidak diimbangi upaya penanamannya. Budidaya jenis ini mendesak dilakukan untuk menjaga agar jernang tetap produktif dan lestari. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh teknik budidaya (teknik pembibitan dan penanaman) yang tepat. Data primer didapat melalui pengamatan dan percobaan langsung di persemaian dan lapangan. Data sekunder didapat dengan melakukan wawancara dengan dinas terkait, pemangku adat, masyarakat penjernang dan pembudidaya jernang. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksplorasi, pembibitan dan perlakuan dosis pemupukan dengan pupuk tunggal P dan pupuk majemuk. Hasil penelitian menunjukkan rotan penghasil jernang dikawasan hutan sudah hampir punah dan sulit untuk memperoleh benih sebagai materi perbanyakan.Terpeliharanya plot uji penanaman tahun tanam 2011 dengan daya hidup 77,3 – 81,3% dan plot uji penanaman tahun tanam 2012 dengan daya hidup berkisar 75 - 91,7%. Hama yang berpotensi menimbulkan gangguan dalam budidaya rotan jernang adalah hama babi dengan luas serangan pada plot budidaya tahun tanam 2012 sebesar 29,5%. Pada pertumbuhan awal rotan jernang di KHDTK Kemampo pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan. Kata kunci: rotan jernang, budidaya, pupuk , persen hidup A. Latar Belakang Saat ini jernang sulit ditemukan karena tumbuhan rotan yang dapat menghasilkan jernang telah hampir punah. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain lahan hutan yang semakin berkurang dan keberadaan rotan ini kurang diperhatikan. Lahan hutan semakin terdesak akibat banyaknya pengalihan fungsi
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 88
hutan seperti perkebunan, pertambangan, pemukiman dan industri. Selain itu kondisi hutan yang tertinggal sudah tidak layak lagi sebagai tempat tumbuh rotan penghasil jernang akibat illegal logging dan kebakaran. Budaya masyarakat (penjernang) yang melakukan pengambilan yang bersifat mengekstrak hutan melalui penebangan batang-batang rotan mengakibatkan keberadaan tumbuhan ini menjadi langka. Jernang adalah resin yang menempel dan menutupi bagian luar buah rotan penghasil jernang (Daemonorops sp.) untuk mendapatkannya diperlukan proses ekstraksi buah. Komponen utama resin jernang adalah draco resinolanol (56%), dracoresen (11%), draco alban (2,5%), asam benzoate, dan asam bensolaktat. Jernang dimanfaatkan masyarakat lokal sebagai bahan pewarna, bahan ramuan obat-obatan, dupa, pembuatan vernis, dan bahan anti racun (Purwanto dkk., 2005). Sebagai bahan ramuan obat-obatan, jernang digunakan untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan luka, dan menghentikan pendarahan. Senyawa aktif drakorhodin yang terdapat dalam jernang, mengandung kation basa flavilium. Jernang merupakan bahan baku yang diekspor untuk industi-industri negara China, Singapura, dan Hongkong. China membutuhkan 400 ton jernang tiap tahunnya dan Indonesia baru mampu memasok sekitar 27 ton pertahun (Pasaribu, 2005). Berdasarkan wawancara dengan dinas-dinas terkait, belum ada data yang pasti tentang potensi produksi jernang di Jambi. Tetapi diperkirakan mempunyai volume perdagangan mencapai 1,2 ton/bulan. Potensi budidaya jernang untuk 1 ha lahan (dengan asumsi ada 500 rumpun/ha, 1 rumpun ada 5 batang, 60% batang adalah betina, harga jernang Rp 250.000/kg) akan memperoleh hasil sebesar 225 kg/ha/th, dimana dari panen raya diperoleh jernang sebanyak 150 kg/ha/th dan panen selang sebesar 75 kg/ha/th. Sehingga akan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 56.250.000/ha/th atau Rp 4.687.500/bulan (Elwamendri dkk., 2008). Kondisi terkini, rotan jernang di hutan alam sudah sangat sulit didapat. Untuk mendapatkan 1-2 kg jernang membutuhkan waktu 2 pekan, padahal 10-15 tahun silam, hanya perlu waktu 1 pekan di hutan untuk memperoleh 7-10 kg jernang (Panjaitan, 2011). Disisi lain teknik budidaya (ekstraksi, perkecambahan, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan) belum banyak diketahui dan dikembangkan oleh masyarakat secara luas. Kegiatan budidaya yang dilakukan masyarakat masih sederhana, belum menggunakan teknik budidaya yang optimal. B. Rumusan Masalah Jernang merupakan salah satu produk HHBK yang mempunyai nilai ekonomi, ekologi, dan sosial yang tinggi. Kondisi saat ini, potensi produksi jernang semakin menurun dan terancam langka sedangkan permintaan semakin
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 89
meningkat. Selama ini, sebagian besar produk ini dihasilkan dari ekstraksi hutan alam, hanya sedikit yang dihasilkan dari usaha budidaya. Di sisi lain, hutan alam sebagai habitatnya semakin menyusut karena adanya praktek illegal logging, kebakaran hutan, dan konversi lahan. C. Kerangka Pemikiran Pemecahan Masalah Salah satu upaya untuk menjaga ketersediaan rotan jernang di alam dan terjaminnya kontinuitas pasokan jernang adalah dengan usaha budidaya. Hal yang penting untuk diketahui dan diperhatikan dalam melakukan budidaya adalah informasi dan data mengenai karakter habitat, ketersediaan dan seleksi benih, persemaian, penanaman, dan pemeliharaan. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi beberapa kegiatan yaitu : 1. Eksplorasi dan pengambilan materi perbanyakan (biji). 2. Pembibitan dan pemeliharaan bibit di persemaian. 3. Pemeliharaan plot uji penanaman tahun 2011 dan 2012. E. Tujuan dan Sasaran Tujuan: Menyediakan IPTEK dan informasi teknik pembibitan dan teknik penanaman yang terencana dan intensif. Sasaran: 1. Tersedianya teknik dan data pembibitan rotan jernang. 2. Terpeliharanya plot penanaman. 3. Tersedianya data pertumbuhan rotan jernang tingkat lapangan. F. Luaran 1. Teknik dan data pembibitan 2. Terpeliharanya plot uji penanaman 3. Data pertumbuhan rotan jernang tingkat lapangan. G. Hasil yang Telah Dicapai 1. Peta sebaran populasi rotan jernang terdapat di Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, kawasan Taman Nasional Bukit 12, dan kawasan hutan Kapas dengan potensi yang semakin menurun. 2. Kondisi habitat yang sesuai untuk pertumbuhan rotan jernang meliputi: intensitas cahaya berkisar 182 – 2.180 lux, suhu tanah berkisar 23,4 –
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 90
31,9 0 C, pH tanah berkisar 5,5 – 6,2, kelembaban tanah berkisar 55 – 62%, suhu udara berkisar 23 – 29,4 0C, kelembaban udara berkisar 60 – 92%, dan ketinggian tempat berkisar 60 – 400 m dpl. 3. Limbah serbuk gergaji terdekomposisi dan campuran limbah serbuk gergaji terdekomposisi + tanah dengan komposisi 1:3, 1:1, 3:1 (v/v) dapat digunakan sebagai media semai dan memberikan respon pertumbuhan yang tidak berbeda dengan media tanah murni. Rerata pertumbuhan panjang pelepah daun rotan jernang umur 8 bulan dengan media tersebut sebesar 24,42 cm dan rerata pertumbuhan jumlah pelepah daun sebesar 4,57 helai. 4. Telah didapatkan calon lokasi plot kuantifikasi produksi buah rotan jernang di Kabupaten Sarolangun yaitu di Desa Lamban Sigatal. 5. Telah terbentuk plot penanaman rotan jernang dengan perlakuan dosis pemupukan pupuk tunggal (TSP) dan pemupukan pupuk majemuk .
H. Hasil tahun 2013 1. Eksplorasi dan Pengambilan Materi Perbanyakan Eksplorasi di hutan alam dilakukan pada areal hutan di wilayah Desa Lamban Sigatal Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun dan di wilayah Desa Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin. Kedua wilayah tersebut merupakan hutan adat desa. Hutan adat ini dikelolah oleh masyarakat desa sehingga pengamanannya lebih menguntungkan karena masyarakat biasanya lebih tunduk pada peraturan adat yang memberikan hukuman secara sosial. Rotan penghasil jernang memiliki waktu berbunga dan berbuah tidak seragam. Satu batang rotan jernang memiliki variasi perkembangan generatif mulai dari muncul tanda sampai buah. Kondisi ini menyulitkan pengumpulan bahan materi generatif (benih) dari alam karena waktu buah matang secara fisiologis yang berbeda. Dari hasil eksplorasi rotan penghasil jernang diketahui bahwa keberadaannya di alam sulit ditemukan dan sumber benih mengalami masalah karena rotan jernang dipanen saat buah masih muda. Kondisi lokasi budidaya rotan penghasil jernang di lahan masyarakat dilakukan pada lahan yang telah memiliki tanaman pokok seperti karet. Rotan penghasil jernang merupakan tanaman tambahan erupa tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang diharapkan dapat menjadi penghasilan tambahan bagi petani. 2. Pembibitan dan Persemaian Benih selanjutnya diseleksi berdasarkan ukuran dan warna cangkang luarnya. Berdasarkan ukuran benih dibagi 2 (dua) kelompok dan berdasarkan warna dibagi 2 (dua) kelompok.
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 91
Setelah proses seleksi benih selanjutnya benih diberi perlakuan awal sebelum dikecambahkan. Perlakuan bertujuan untuk mempercepat dan menambah persen kecambah diharapkan benih dapat berkecambah dalam waktu bersamaan. Perlakuan awal meliputi perendaman yaitu dengan larutan pertumbuhan dan air kelapa. Untuk mematahkan dormansi dilakukan pencongkelan mata tunas. Walaupun telah dilakukan perlakuan awal, perkecambahan rotan jernang masih belum seragam dan sampai saat ini proses perkecambahan masih berlangsung. Pemeliharaan bibit dilakukan secara teratur yang meliputi: pembersihan gulma, penyemprotan fungisida, pemupukan, dan penyiraman. 3. Pemeliharaan dan Pengukuran Plot Penanaman Tahun 2011 dan 2012 a. Pemeliharaan Plot Kegiatan pemeliharaan dilakukan secara rutin tiap 4 bulan sekali (3 kali dalam setahun) yaitu pada bulan Mei, Agustus, dan November 2013. Kegiatan pemeliharaan yang telah dilakukan meliputi: pembersihan gulma, pendangiran, pemangkasan pohon pelindung dan pemberian pupuk. Pemeliharaan rutin dilakukan dengan kegiatan yang sama kecuali pada bulan Mei dan November dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan pada bulan mei karena periode ini merupakan akhir musim penghujan, sehingga tanah masih dalam kondisi lembab. Sedangkan bulan November intensitas hujan belum terlalu tinggi dengan kondisi tanah yang basah tetapi belum sampai mencuci pupuk yang diberikan. Kondisi ini adalah ideal untuk pemberian pupuk untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman dalam upaya memacu pertumbuhan yang optimal. Dengan pemeliharaan intensif dan teratur pada tanaman muda, diharapkan menghasilkan tanaman sehat dengan ciri: pertumbuhan yang baik, daun segar dan lebat, persen hidup yang tinggi, dan tidak terserang hama penyakit. b. Pengukuran Daya Hidup Daya hidup (survival) merupakan indikasi kemampuan tumbuh dan adaptasi tanaman terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuh. Daya hidup diukur dengan persen hidup yaitu perbandingan antara jumlah tanaman yang hidup dengan total tanaman yang ditanam. Data menunjukkan pada umur 1 tahun (tahun tanam 2012) cukup tinggi 75-91,7% dan pada umur 2 tahun (tahun tanam 2011) berkisar 77,3 – 81,3%. Persen hidup tanaman di lapangan tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan, tetapi dipengaruhi kondisi lingkungan terutama tingginya gangguan hama babi. Hama babi menyerang tanaman terutama tanaman yang memiliki daun muda, karena dijadikan bahan makanan. Selain memakan daun muda, Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 92
sebagian tanaman tercabut sehingga menyebabkan kematian. Dari hasil pengamatan diketahui luas serangan hama babi pada plot tahun tanam 2012 mencapai 29,5%. c. Pengukuran Pertumbuhan Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan belum memberikan perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan awal tanaman ditentukan oleh banyak faktor antara lain: ruang tumbuh, sinar, nutrisi dan hama/penyakit potensial. Pertambahan panjang pelepah terhadap peningkatan dosis pupuk mempunyai tren yang lebih baik, semakin tinggi dosis pertambahan semakin meningkat. Tanaman yang tanpa dipupuk (kontrol) menghasilkan pertumbuhan panjang pelepah terendah sebesar 78,01 cm pada umur 2 tahun dan 47,91 pada umur 1 tahun. Selain faktor diatas adanya interaksi berbagai faktor internal pertumbuhan (kendali genetik) dan unsur-unsur iklim, tanah dan biologis juga berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah dan panjang pelepah. I. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Rotan penghasil jernang dikawasan hutan sudah hampir punah dan sulit untuk memperoleh benih sebagai materi perbanyakan. 2. Terpeliharanya plot uji penanaman tahun tanam 2011 dengan daya hidup 77,3 – 81,3%. 3. Terpeliharanya plot uji penanaman tahun tanam 2012 dengan daya hidup berkisar 75 - 91,7% 4. Hama yang berpotensi menimbulkan gangguan dalam budidaya rotan jernang adalah hama babi dengan luas serangan pada plot budidaya tahun tanam 2012 sebesar 29,5%. 5. Pada pertumbuhan awal rotan jernang di KHDTK Kemampo pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan.
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 93
Lampiran: Photo-photo penelitian
Gambar 1. Tanda bunga dan buah rotan penghasil jernang di hutan adat desa pangkalan jambu, Kabupaten Merangin.
Gambar 2. Rotan penghasil jernang hasil budidaya dan buah muda rotan jernang
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 94
Gambar 3. Buah dan benih rotan penghasil jernang
Gambar 4. Penaburan benih rotan penghasil jernang
Gambar 5. Kecambah rotan penghasil jernang pada polybag kecil
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 95
a
b
Gambar 6. Tanaman umur 2 tahun (a) dan tanaman 1 tahun (b)
Gambar 7. Pemasangan selubung karung pada tanaman
Paket Iptek Silvikultur Intensif
Page 96